Anda di halaman 1dari 4

Berbeda Bukan Berarti Rendah

Nucke Salsabilla

Saat berkumpul dengan teman-teman, kamu memilih diam karena tak tahu harus
berkata apa. Mungkin, memainkan ponsel atau membaca buku masih jauh lebih berguna.
Karena membosankan, kamu memilih pergi ke tempat lain. Tak peduli mendapat tatapan
tajam dari teman-teman. Hari-hari berikutnya, mereka menjauh dan tak mengajakmu
berbicara lagi.

Ilustrasi di atas merupakan contoh kecil tanda dari orang berkepribadian Introvert.
Introvert sendiri memiliki sifat yang berbeda dari kepribadian lain. Berbeda di sini berarti
sedikit orang yang mengenalinya. Seorang Introvert cenderung pendiam, suka menyendiri,
berhati-hati, dan menjauhi keramaian. Hal itu menimbulkan persepsi bahwa orang Introvert
memiliki sikap aneh. Padahal, tidak perlu dikatakan demikian.

Utamanya, kepribadian ditentukan oleh gen yang diturunkan orang tua. Itu artinya,
jika salah satu atau kedua orang tua berkepribadian Introvert, tak menutup kemungkinan
salah satu atau beberapa anaknya akan mewarisi. Namun, orang tua tak mungkin mengerti.
Mereka lebih khawatir dengan sang anak yang pendiam dan penyendiri. Lantas, dia dituntut
untuk bergaul dan banyak bicara, yang sejatinya dilakukan orang Ekstrovert.

Tuntutan itulah yang menyebabkan sang anak menyalahkan orang tua dalam hati. Dia
hanya bisa menerima dan melakukannya dengan setengah hati. Percuma menolak, mereka tak
mengerti istilah tersebut. Mereka hanya tahu istilah pendiam dan banyak bicara (Ekstrovert).
Setidaknya, itu yang terjadi pada saya.

Tujuan orang tua memang baik, membuat saya mampu berkomunikasi dan
berinteraksi dengan orang lain. Hanya saja, Introvert tak bisa melakukannya sebaik
Ekstrovert. Saya cenderung pemilih dalam bergaul, begitu juga dengan para Introvert yang
lain. Bahkan, kita lebih memilih tak memiliki teman daripada bergaul dengan orang yang
salah.

Introvert akan memilih teman-teman yang satu frekuensi, tak terkecuali dengan orang
Ekstrovert. Entah dalam hal hobi, musik, film, dan sebagainya. Meski demikian, Introvert
hanya menerima pertemanan dalam jumlah sedikit. Dia akan lelah jika berbincang bersama
orang banyak.
Ada pula, Introvert yang tak memiliki teman. Bukannya tak ingin, melainkan dia
bingung harus mengobrol apa. Gaya bicaranya to the point, tak suka basa-basi. Lebih
menyukai pembicaraan yang bermanfaat daripada menggosip. Menjauhi keramaian saat
digelar acara besar. Tiga poin tersebut menyebabkan dia dijauhi dan tak ada yang mendekat.
Bila ada, tentu hanya sekadar meminta tolong.

Tahun ajaran baru telah dimulai. Seluruh siswa SMK xxx mengadakan Masa
Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Cukup banyak dari angkatanku yang masuk ke
sini. Rata-rata mereka mengenaliku dan aku mengenalinya. Namun, sesuatu mengganjal
pikiran. Bisakah aku mendapatkan teman? Mengingat, masa SMP yang sedikit kelam.
Ditambah, citraku buruk di mata mereka. Semoga, kami tidak sekelas.

Harapan tinggal harapan. Aku sekelas dengan mereka, meski hanya beberapa.
Sialnya, dua orang ini adalah sekelas denganku saat kelas 9. Mengetahui fakta itu, aku takut.
Takut mereka akan mempengaruhi teman-teman baruku dan menjauh. Tidak mau berpikiran
negatif, aku berusaha menepis jauh-jauh.

Ketika lulus SMP, aku bertekad mendapatkan teman. Keluar dari zona nyaman dan
berusaha mengobrol dengan orang lain. Selama ini, aku dikenal sebagai orang pendiam dan
penyendiri. Belum mengerti jika diriku berkepribadian Introvert. Aku mengetahuinya saat
iseng membuka google dan ‘kepribadian’ menjadi kata kunci. Kemudian, merambat ke jenis-
jenis kepribadian menurut Carl Jung (Introvert, Ekstrovert dan Ambivert), berikut ciri-
cirinya.

Syukurnya, aku mendapat teman dari SMP lain. Kami saling kenal saat demo
ekstrakurikuler. Berbagi cerita dan mengomentari beberapa hal. Dia juga mengenalkan
teman-temannya padaku. Saat itu, aku merasakan yang tak biasa. Ternyata, tidak buruk juga
mendapatkan teman.

Hari demi hari, aku berusaha menjaga baik hubungan kami. Mengajaknya
berbincang dan menentukan topik pembicaraan merupakan hal yang berat kulakukan.
Hingga akhirnya, dia menjauh setelah dua hari aku tak berangkat sekolah karena GERD.
Entah apa yang terjadi, dia pindah tempat duduk dan tak berbicara apa pun. Bahkan, dia
membuka diri dan mengobrol dengan yang lain.

Aku tahu, cepat atau lambat ini akan terjadi. Mungkin, dia menyadari betapa
membosankannya diriku. Bisa saja, mencari tahu tentangku dari orang lain. Awalnya, aku
membencinya karena pergi begitu saja. Semakin hari, aku belajar bahwa lebih baik menjadi
diri sendiri. Selain itu, aku percaya pada Tuhan bahwa dia bukan ditakdirkan menjadi
temanku.

Hari-hari berikutnya, aku harus menikmati kesendirianku kembali. Meski terkadang,


rasa iri membuncah. Melihat mereka bergaul dengan mudahnya dan mengobrol, membuatku
hanya bisa memandang. Ingin bergabung pun, aku tak yakin mereka menerima. Jika tak kuat
dengan kesendirian, aku mencurahkannya lewat tulisan (diary)

Daripada memikirkan soal pergaulanku yang rumit, lebih baik fokus belajar dan
lulus mendapat ijazah. Peringkat tak terlintas di pikirkan karena kutahu, mereka hebat-
hebat. Semenjak menyendiri, semangat belajarku kendor karena tak ada yang membantu.
Bahkan, orang tuaku tak tahu soal ini. Beliau hanya tahu peringkatku yang jeblok karena
ketatnya persaingan. Itu juga salah satu penyebabnya.

Setelah lulus, aku tak melanjutkan pendidikan dan fokus mencari pekerjaan.
Alasannya ialah aku tak mau ada drama lagi dalam bergaul. Kupikir dengan bekerja, dapat
menemukan orang yang tepat untuk dijadikan teman. Namun, mencari pekerjaan seperti
mencari jarum dalam jerami. Ditambah, tekanan dari orang tua yang mengharuskanku
bekerja (Posisi anak pertama).

Hampir delapan bulan menganggur dan tugasku di rumah membantu pekerjaan


rumah. Pada bulan ke sembilan, aku ditawari sebuah pekerjaan, yaitu menjadi guru bantu di
sebuah tempat les baca dan berhitung. Hal itu menjadi tantangan tersendiri. Keluar dari
zona nyaman dan berinteraksi dengan anak-anak. Namun, aku menyukainya.

Setiap Introvert pasti memiliki cerita dan pengalaman tersendiri. Kita sebagai
manusia perlu menerima dan menggunakannya pada waktu dan tempat yang tepat. Jangan
menyalahkan diri karena kita seorang Introvert. Kelak, ada masa saat kita berubah menjadi
manusia beruntung dengan kepribadian yang dimiliki.

Profil
Perempuan yang lahir di kota mendoan ini menyukai hal-hal berbau psikologi dan
astronomi. Di sela pekerjaannya, ia menyibukkan diri dengan menulis dan membaca novel,
sambil mendengarkan musik.

Anda mungkin juga menyukai