Anda di halaman 1dari 2

Karya : Novan Rifky Lutfhyansyah

Watashi no Tomodachi
Sebelum membaca ini, aku ingin kau menyiapkan jawaban dari pertanyaan ini di akhir
cerita. Siapakah Aku dan Temanku?.
Aku sedang berbaring. Menunggu kantuk mengambil alih pada malam hari. Seperti biasa,
di dalam benak, seperti taman yang ramai dengan pikiran. Lalu lalang berbagai hal yang terpikir.
Sekolah, pelajaran, tugas, dan teman. Ya, teman. Seketika aku seperti dihantam suatu hal yang
amat besar ketika kata teman menyapa pikiranku. aku merasakan setiap sel otak terkesima
ketika kata teman menyapa mereka. Entahlah, aku tak tahu darimana asalnya, tetapi aku hanya
berbicara pada diri sendiri apakah kau akan memiliki teman?.
Seperti biasa, aku datang ke sekolah. Menurunkan kursi, menyimpan tas, melepas jaket,
kemudian duduk. Aku tertegun dan menolak. Kemudian ku teruskan membaca buku. Aku ingin
menyapa seisi kelas, atau disapa sebagian orang. Tetapi pikiran dinginku mengambil alih. Aku
terdiam, bibirku beku untuk berbicara, mukaku datar, ekspresiku seperti barang pajangan yang
ditinggal di rumah. Hari pun dilanjutkan, aku tahu hari itu akan menjadi hari yang sangat
melelahkan, dimana otak disandera perasaan. Saat orang yang cenderung logis, diterpa perasaan
kesendirian.
Aku sudah tidak kuat. Ingin rasanya aku mencabik cabik perasaan sendiri, namun pada
kenyataannya, aku yang tercabik perasaan itu sendiri. Aku ingin sekedar memberi tahu pada
dunia apa yang aku rasa, yang aku inginkan, semua terasa berat. Namun tetap, setiap aku akan
melalukannya, tenggorokanku tercekat, seketika beku, tak ada kata yang keluar.
Aku hanya melakukan rutinitasku. Setiap hari membuka media sosial, tetapi tidak
bersosial. Dan pada suatu waktu, aku memutuskan berbicara pada seseorang. Aku mengawali
dengan pertanyaan apakah aku terlalu baik?, dan seterusnya. Apa kau tahu apa yang terjadi
selanjutnya?. Percakapan yang mendalam. Aku tidak menyangka bagaimana diriku di benak
orang lain. Aku terlalu kaku. Terlalu kreatif untuk menyimpulkan figurku sendiri dalam benak
orang lain. Aku tidak yakin bagaimana selanjutnya, namun ternyata, ini membawaku ke ruang
baru dunia. Dimana aku dapat mengintip orang lain, dan bertemu orang lain, teman.
Pada awalnya, aku tak mau mengakui. Tetapi, memiliki teman dan berteman jauh berbeda
dengan merenung sendiri. Aku tidak menyangka akan menjadi se-mengasyikan ini. Mau tahu
bagaimana yang ku sebut teman itu?. Ia setinggi diriku, bertubuh tegap, menyenangkan,
menyebalkan, kekanak kanakan. Ia suka bercerita. Ia suka olahraga. Ia suka bercanda. Ia hangat,
jauh berbeda denganku yang dingin.
Sekarang, mungkin aku sudah sedikit berbeda. Entahlah, aku hanya ingin berusaha
menjadi orang yang sejuk, aku tidak ingin menjadi orang yang dingin lagi. Karena aku memiliki
teman. Kau tahu? Berkatnya aku menyadari bagaimana rasanya pergi ke toilet hanya untuk
mengantar teman, bagaimana dibully oleh teman, dan bagaimana rasanya memberi saran pada

teman. Menyebalkan bukan? Tapi tidak bagiku. Karena semua itu, aku tersadar aku sudah
mempunyai teman. Dan hatiku terhentak, aku tak mau menjadi pribadiku yang dingin kembali,
aku tak mau lagi merasakan kesendirian dalam keramaian.
Coba tebak, apa alasanku untuk menaruh rangkaian huruf pada hal ini ?. Sebelum itu, aku
hanya ingin bertanya bagaimana aku sekarang ?. Aku punya pendapat, tapi kau lebih berhak
menilai. Aku menulis ini karena aku ingin orang yang kusebut teman menjadi lebih dewasa
seiring bertambahnya usia. Tetap diberi kesehatan, kasih sayang, rezeki yang halal, kesabaran
dalam hidup, dan ilmu yang bermanfaat. Aku hanya ingin meminta maaf, karena hanya ini yang
bisa ku berikan, aku minta maaf tidak bisa memberi lebih. Aku ingin mengucapkan terima kasih
karena sudah menjadi temanku dan selamat ulang tahun.
Aku tak sabar menunggu hari esok untuk bertemu temanku.

Anda mungkin juga menyukai