Anda di halaman 1dari 229

JUDUL : CATATAN SEORANG INTROVERT

Penulis : Alfarezeel Firman


Ucapan Terima Kasih

Akhirnya mimpi yang dulu aku kira jauh, ternyata sekarang sedekat isi kepala dan
imajinasinya. Kesempatan luar biasa yang dulu aku tunggu dan mungkin sudah ditunggu
banyak manusia, kini akhirnya hadir. Dan sekarang, aku bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan
manusia tenang, "Kapan nih kamu bikin buku?"

Terima kasih, untuk Allah SWT atas semua kesempatan berharga yang diberikan. Untuk
bapakku, semoga engkau tenang di alam sana, kini aku dewasa tanpa seorang Ayah. Untuk
ibuku, Siti Maesaroh, ibu yang selalu mengerti apa mauku, yang aku sayangi dari kecil sampai
tiada nanti. Untuk kakak-kakak ku, Usep Saepullah, Enduy Muhyiddin, Siti Nur'aiidah, Mukhtar
Perwira, dan adikku, Siti Fauziah, dan keluarga-keluargaku, Terimakasih sudah percaya pada
impian-impian saya.

Untuk admin Guepedia Penerbitan, Kak Kiara, dan para pengurus Guepedia yang lainnya,
yang banyak andil sampai akhirnya buku ini sampai ke pemiliknya, maaf kalau dibuku
pertamaku ini terlalu banyak revisi yang memusingkan kalian, dan semua yang sudah
mempercayai dan bekerjasama untuk membuat buku ini terbit (Semoga nanti saya kenal semua
nama-namanya). Terima kasih.

Untuk yang menemani dan membantuku sejauh ini, admin Rhyme Zetara Home, admin
Kahfi, juga pengurus Sadulur Sukabumi, Mohammad Evan. Untuk teman-teman kecilku, Dil
Fadhil, Arya Dillah, Robi Albary, Tari Rahayu, Wulan, dan Wike Lestari. Untuk teman
sepengertian yang seperti keluarga, Dira Noviyanti, Erni Daraihana, Puput Saputri, Siti Julaeha,
Dewi, dan Sakofa Maida. Untuk teman SMA yang seperti keluarga, Farhan, Muhsin & Muksin,
Lena, Nabila, Silvia, Resti, dan Ayu Wulandari. Untuk kalian, teman baru kuliahku yang
sekaligus menjadi rumah disaat saya sedang butuh tempat untuk rehat, Panji Watugunung,
Arya, Rio, Zein, Eriyawan, Nurdin, Zahra, Meilani, Ayu, Maya, dan yang lainnya.

Dan untuk kamu yang pernah datang dan singgah sebentar. Terima kasih, telah menjadi
manusia-manusia baik untukku. Untuk kalian teman-teman SD, Yudi, Deri, Reza, Firman, Lela,
Salma, Juga teman-teman saya yang di Facebook, Instagram, YouTube dan Twitter, Terima
Kasih, yang selalu menanti tulisan-tulisanku, ini buat kalian. Terima kasih sudah support saya
sampai sejauh ini.

Dan terakhir, untuk diriku sendiri, terima kasih mau diajak berjuang sampai sejauh ini.
Kuat-kuat, ya.
Salam,

Alfarezeel Firman.
Pengantar Perasaan

Kenangan adalah sesuatu yang terkadang menjelma jadi pisau, menusuk jantung yang
paling dalam. Aku seorang introvert !, Seseorang yang hanya suka bermain dengan kesendirian,
sendiri bukan berarti aku tak suka dengan keramaian, hanya saja aku lebih suka menikmati
kesunyian. Walaupun kadang banyak masalah yang datang bergantian, aku lebih suka
menanggung sendiri dan mencoba untuk bisa menyelesaikan masalah itu sendirian. Memang
terasa sangat berat, namun aku selalu bersyukur karena Allah SWT selalu membuka jalan
untukku.

Terkadang aku berpikir, sampai kapan aku harus menjadi penyendiri ?, Merasa hidup
sendirian, padahal ada banyak teman dan keluarga yang bisa menjadi tempat untuk bercerita,
bercengkerama dan bermain bersama. Tapi apalah daya, setiap kali aku mencoba untuk berbaur
dengan mereka, setiap itu pula aku merasa berbeda, dan akhirnya memilih untuk menyendiri.
Mereka bilang aku kesepian, duniaku mungkin berbeda dalam menentukan kebahagiaan. Dalam
sunyi aku menikmati ketenangan, dalam kesendirian aku mengenal diriku dan menghargai orang
lain. Mereka mungkin tidak mengerti bagaimana rasanya hidupmu, bagaimana kesulitanmu, apa
saja yang sudah kau lewati, sebab yang mereka mampu hanyalah menilaimu.

Perjalanan hidup si introvert tak sesunyi apa yang orang lain katakan. Mereka punya cara
tersendiri dalam menciptakan bahagia dan mewarnai hidup. Introvert bukanlah orang yang
pendiam, juga bukan orang yang banyak bicara. Mereka hanya lebih suka menepatkan kapan
harus bicara dan kapan harus diam. Biasanya mereka lebih bisa ngomong banyak sama orang
yang mereka nyaman.

Buku ini bercerita tentang catatan-catatan kaum introvert, pembaca diajak menyelami
alam pikiran dan kejiwaan seorang introvert yang senantiasa gelisah, resah, dan ganduh, juga
konflik batin yang menyiksa dan bagaimana ia menemukan "teman" untuk mengisi
kesendiriannya dan membuat kehidupannya menjadi bermakna. Tak hanya itu, dalam buku ini,
sang introvert seolah curhat bernada menggugat atas dunia kaum ekstrovert yang dianggap sia-
sia, membuang waktu, tak bermutu dan tidak efektif.

Sukabumi Jawa barat, 2022.

Alfarezeel Firman.
DAFTAR ISI :

1. Tentang Pribadi Yang Sering Di Salahkan Arti


2. Sebuah Perjalanan Hidup
3. Terjebak Di Persimpangan
4. Broken Home Is Not A Choice
5. Tulisan Ini Hanya Untukmu
6. Tentang Tulisanku
TENTANG PRIBADI YANG SERING DISALAHKAN ARTI

Ini bukan tentang kopi, senja ataupun asmara. Ini tentang pribadi yang sering kali disalahkan
arti. Beberapa orang menganggap saya pasif, karena memilih diam dari obrolan yang kurang
menarik. Padahal saya akan sangat aktif, bila membicarakan perihal yang menarik, bukan
obrolan yang lagi-lagi tentang gosip.

Mereka bilang, saya anti sosial karena sering kali menyendiri juga menyukai sepi. Sepi bagi saya
tempat berimajinasi, memikirkan perihal yang telah terjadi dengan membuat ruang diskusi
dalam pikiran sendiri. Dan menyendiri adalah tempat menjadi diri sendiri, tanpa harus ada yang
ditutup-tutupi.

Menyukai sepi dan menyendiri bukan berarti antipati, saya selalu menyempatkan diri untuk
bersosialisasi. Dengan memilih diksi yang berisi, bukan basa-basi tak ada isi yang seringkali
menyakiti hati. Bahkan ketika saya menilai suatu hal dari sudut pandang yang tak sama, kenapa
kalian harus marah ?

Tak bisakah bersikap biasa saja, menerima perbedaan ?

Bukankah perbedaan itu sumber dari keindahan ?

Lantas, kenapa introvert harus jadi pengecualian ?

Mengaku menjadi makhluk sosial tapi jauh dari kata sosial.

Siapakah di kalian yang anti sosial ?


TENTANGKU

“Aku ingin pulang”

Kata itu seringkali ku ucapkan dalam hati, setiap kali aku berada diantara kerumunan orang.
Menyendiri didalam kamar, adalah salah satu hal yang paling nyaman untukku.

Tak meski berinteraksi, atau berbasa-basi tanpa isi. Berimajinasi dan berdiskusi dalam pikiran
sendiri. Bahkan, menyendiri menjadi waktu dimana aku ingin mengisi energi. Karena entah
kenapa, aku merasa begitu cepat lelah setiap kali aku bersosialisasi. Namun, aku bukanlah
antisosial.

Karena aku pun manusia biasa, yang seringkali membutuhkan orang lain. Bahkan, tak jarang
pula aku merasa sepi. Karena itu, aku pun seringkali menyempatkan diri untuk bersosialisasi.
Aku pun sering bermain, ikut bercanda tawa, dan berusaha untuk banyak berbicara.

Dan lalu, aku membutuhkan waktu untuk menyendiri kembali setelah Itu, untuk beristirahat,
dan memulihkan kembali energiku, sambil berdiskusi tentang apa yang telah terjadi hari itu.

Aku begitu menikmati waktuku ketika sendiri, atau hanya bersama beberapa orang yang bisa
saling menghargai. Disaat sendiri atau hanya dengan beberapa orang, aku bisa menjadi
pribadiku yang ceria dan gembira, pun apa adanya, tanpa harus berpura-pura.

Namun sebaliknya, bersama banyak orang malah seringkali membuatku merasa tidak baik-baik
saja. Sepi didalam keramaian, begitulah rasanya. Aku tak bisa mengemukakan apa yang ada
dalam pikiranku dengan mudah. Aku senang kala bertemu seseorang yang bisa memahami ku,
mendengarkan apa yang aku pikirkan, lalu jika aku salah ia membenarkan, tanpa cacian.

Dalam sebuah chattingan, aku bisa menjadi atraktif, namun disaat pertemuan seringkali aku
merasa canggung. Aku menjadi sangat pendiam pada orang-orang yang menurutku asing, dan
aku bisa banyak berbicara pada orang yang membuatku nyaman. Aku cenderung mengamati
kepribadian lawan bicaraku dan berhati-hati sebelum bersosialisasi.
Karena hari demi hari, tak jarang kutemui mereka yang sering berkata-kata sesuka hati, namun
tak pandai berkaca dari. Orang-orang bermuka dua dan pandai berdusta, pun mengadu domba.
Dari pada mendekati lalu tersakiti, lebih baik menghindari dan menyendiri, lalu berteman
dengan sepi. Aku tahu, bukan hanya aku yang seperti ini.

Pesanku, tetaplah menjadi diri sendiri dan yang saling menghargai.

Salam Hangat Dariku...


INTROVERT DAN KISAH KELAMNYA

Aku tidak pernah memilih menjadi titik semesta paling asing. Aku tidak pernah mau menjadi
sendu yang paling sepi. Aku hanya kehilangan rasa yakin akan hidupku sendiri, aku terlanjur
kecewa dengan segala hal tentang manusia.

Jika kalau mereka bilang aku lemah, tidak masalah, memang beginilah aku, sosok manusia
paling lemah, yang hanya bisa menangisi hidupnya. Aku yang kata orang tidak mau keluar dari
bentengku sendiri, aku yang kata orang tidak pernah mau masuk ke dalam setiap perbincangan
orang-orang.

Tapi nyatanya aku hanya takut, rasa takut yang tidak pernah mampu aku atasi sendirian. Yang
berjuta kali aku sampaikan pada pemilik semesta, tapi nyatanya bukan itu jawabannya.

Aku yang tidak pernah mempunyai kesempatan untuk bercerita, tanganku yang tidak pernah
mendapatkan genggaman, pundakku yang masih terus berteriak meminta dekapan hangat. Aku
hanya diam karena aku tidak pernah tau harus apa, aku seorang paling tidak asik pun, karena
aku tidak tau harus bagaimana.

Aku selalu bertanya kepada diriku sendiri,

“Kenapa aku tidak pernah bisa seperti mereka ?”

“Kenapa semudah itu untuk berbincang pun aku kesulitan ?”

Mungkin hatiku sudah ikhlas dengan kata orang yang mencaci ku. Namun belum mampu aku
lepas dari bekasnya.

Lalu, aku kembali bertanya,

“Kenapa semudah itu untuk bergabung pun, aku menjadi ketakutan ?”

Jujur, aku marah dengan diriku. Tapi aku sadar, bahwa kemarahan ku tidak pernah lebih dari
rasa sayangku terhadap diriku sendiri, diri yang terus berusaha menyelesaikan segala masalah
sendiri tanpa tumpukan pesanan di telepon, juga tanpa balasan semangat dari kesedihan yang
ku ungkapkan lewat cerita sosial media. Diriku yang menahan tangis sendirian setiap saat,
diriku yang berhasil menyembunyikan segala luka dan berakhir dibenci semua orang.
Pada akhirnya aku jadi tahu, bahwasanya aku hanya belum sanggup untuk selesai dengan rasa
sakitku dimasa lalu tentang manusia, aku masih belum sekuat itu untuk dapat berdamai dengan
segala luka yang menghantamku dan berubah penuh hidupku.
AKU SI INTROVERT, BUKAN PEMALU DAN PENAKUT.

Bukan takut akan keramaian, hanya saja tidak suka kebisingan. Sendiri lebih tenang.

Aku bukan si pemalu. Aku berani bercengkerama dengan dunia luar, tapi aku malas berdebat.

Malas meladeni ocehan orang, malas ikut campur masalah sekitar, dan aku menyukai duniaku
sendiri.

Si pemalu susah menatap orang banyak, tapi si introvert bisa maju paling depan. Bukan
penakut, dia memilih segala hal, melakukan apa yang harus diselesaikan, dan tidak perduli
dengan apa yang bukan urusan pribadi. Sedikit bicara, banyak berfikir. Bahkan yang sudah
diucapkan masih terus dipikirkan.

Aku bukan si penakut.

Hanya saja, jika itu bukan urusanku, tidak akan berniat untuk membuang waktu
menanggapinya. Aku menyukai heningnya malam, berbincang dengan diriku sendiri. Sering
salah diartikan, introvert disamakan dengan pemalu, padahal tidak ada kaitannya sama sekali.

Aku bukan si pemalu.

Pemalu cenderung gusar dan cemas saat berada di tempat ramai. Introvert akan tetap baik-baik
saja, tetapi bukan berarti dia menyukai keramaian, Lebih sering memikirkan kesalahan diri
sendiri dari pada repot memikirkan kesalahan orang lain.

Tidak menyukai berteman dengan banyak orang, memilih sedikit teman, tapi berkualitas.
Sebelum melakukan sesuatu, akan memilih menelusurinya terlebih dulu, tidak serta merta
melakukan hal baru.

Aku, si Introvert. Bukan si Pemalu!

Apa lagi si Penakut.


AKU BUKAN ORANG YANG SOMBONG

Bukan aku sombong, aku cuman seorang introvert. Bukan aku anti sosial, aku juga bukan orang
yang sombong, dan aku pun bukan orang yang kaku. Hanya saja, untuk menjadi orang yang
mengawali percakapan, itu yang berat bagiku. It’s easy for me because i’m an introvert.

Bukan aku pilih-pilih teman. Bagiku berbicara terlalu lebar dengan orang yang belum terlalu
dekat itu perbuatan yang asing. Aku butuh mengenal lebih dalam seseorang yang benar-benar
ingin aku kenal.

Bukan aku enggak mau gaul, tapi aku butuh waktu untuk menikmati suasana kedamaian dalam
kesendirian. Because, i’m an introvert.

Tapi, suatu saat...

Ketika kamu benar-benar mengenalku, dan aku mengenalmu, karakter yang kau anggap kaku,
anti sosial, dan sombong ini, akan berbicara :

Memotivasimu dengan rangkaian kata yang penuh dengan makna, nasihat-nasihat eksklusif
akan kamu dengar dengan hikmah dan sejuta kejutan lain yang akan kamu temukan dalam
diriku.

Aku hanya butuh waktu untuk benar-benar asik, aku butuh mengenal lebih dalam untuk aku
jadikan sebagai partner ternyaman.

Dan aku meyakini bahwa...

Menjadi seorang introver bukan berarti enggak bisa berkembang, banyak hal yang bisa
diperjuangkan.

Salah satunya...

Menjadi Hamba Allah Yang Bertakwa.


DIKALA AKU SENDIRI

Aku tak perlu takut tersakiti,

Aku tak perlu takut tersisihkan,

Aku tak perlu takut mereka pergi.

Berteduh dibalik kesunyian,

Berguru dengan bayangan kesendirian,

Sepi menjadi rutinitas,

Dan sepi menjadi kebiasaan.

Bising akan ucapan orang-orang,

Enggan berdiri di keramaian,

Memojokkan diri disudut kehampaan,

Memutar lagu sunyi adalah keasikan.

Heningku, bagai keramaianmu,

Berduka atas apa yang dirasakan,

Senang untuk tertawa sendiri,

Melihat dunia luar, tapi tidak ingin melangkah keluar.

Mulut ingin berucap,

Tapi ujaran tak kunjung datang,

Membingungkan bila ada perkumpulan,

Cepat-cepat ingin pulang,

Dan mendekap bayangan diujung kesendirian.


AKU SEORANG PENDIAM

Orang pendiam sepertiku, memang tidak punya banyak teman,

Mungkin mereka tidak nyaman, atau aku yang memang membosankan.

Maaf ya, aku orangnya memang seperti ini, tidak mudah berbaur dengan yang lain.

Bercerita dan bercanda, aku memang kurang ahli dalam hal itu, aku lebih senang menjadi
seorang pendengar.

Mungkin di antara mereka juga ada yang ingin mendengar ceritaku,

Tapi ceritaku adanya cuman begini-begini saja, tidak ada yang menarik, aku yakin mereka tidak
akan tertarik.

Untuk itu, aku lebih sering memendam semuanya sendiri, mencari solusi, dan menemukan jalan
keluar sendiri. Entah itu tepat atau kurang tepat, setidaknya aku tidak salah tempat untuk
bercerita.

Aku adalah seorang pendiam,

Seorang pendiam sepertiku, memang kurang percaya diri di hadapan,

Ada ku, sering dianggap tidak ada, dan lebih ku juga sering ditiadakan.

Semakin lama...

Semakin kesini...

Semakin membingungkan...

Ini salahku, si pendiam atau mereka yang memilih bungkam.


KESEPIAN

Kesepian ketika perasaan merasa sunyi

Kau selalu merasa sepi

Karena kau selalu sendiri

Dan tak ada yang memahami dirimu

Tidak ada hal baru didalam hidupmu

Hanya ada pertimbangan

Semakin kau memikirkanya

Semakin sakit rasanya

Ada pepatah lama berkata

Apa yang kau pikirkan itulah dirimu

Ketika kau berpikir bahwa kamu sendirian

Maka kamu akan merasakan hampa

Kalau hal itu yang ada dalam pikiranmu

Mungkin kamu akan merasa hampa selamanya

Itu akan menjadi perasaanmu

Dan lama-kelamaan kamu akan bingung dalam hidupmu


FISIK ADALAH MAHAKARYA TERBAIK

Tentang Takdir Yang Harus Aku Syukuri

Aku bersyukur atas seluruh hal yang telah Allah titipkan kepadaku, beserta kurang dan lebihnya
keadaanku sekarang. Tidak masalah bila aku tak terlalu tinggi, tidak masalah bila aku tak
terlalu rupawan, tidak masalah jika mataku berbeda dari orang-orang.

Itu semuanya adalah mahakarya terbaik dari pencipta atas penciptaan diriku.

Begitupun kamu...

Saat fisikmu terlihat tidak sempurna, kau seharusnya tetap bersyukur. Mungkin kakimu
memiliki kelainan, matamu sedikit berbeda, telingamu bentuknya lebih besar dari kebanyakan
orang. Tak mengapa, untuk apa kau bersedih, disaat Allah memberikan mu nafas, agar kau bisa
hidup di dunia ini.

Mulut manusia memang sesekali menyiksa telinga, saat mereka mempertanyakan fisikmu :

“Kamu kok pendiam banget sih ?”

“Kenapa kurusan sekarang ?”

“Kamu pendek aja dari dulu ?”

Menyakitkan memang, apalagi jika itu dibahas diantara keramaian.

Hari ini, telah banyak kita temui, orang-orang yang terus membahas segala sesuatu yang tak
seharusnya dibahas. Tidak ada orang yang ingin terlihat cacat, tidak ada orang yang ingin punya
fisik yang buruk.

Tapi takdir tak pernah bisa dilawan...


Kita mungkin bisa merubah keadaan, bisa merubah takdir dengan doa, bisa merubah masa
depan dengan usaha yang gigih. Sangat disayangkan ada beberapa keadaan yang tak pernah bisa
diubah. Yaitu, lahir dari rahim siapa, dan lahir dengan kondisi fisik yang sempurna.

Dunia ini terlalu kejam untuk orang-orang yang punya kekurangan. Tapi Allah selalu adil untuk
para hamba-Nya. Mungkin fisikmu tidak sempurna hari ini, tapi Allah menakdirkanmu dari
keluarga yang hampir sempurna cintanya kepadaku.

Teruslah bersyukur atas apa yang telah Allah tetapkan kepadamu.

Baik nelangsa dan bahagianya.

Baik buruk dan baiknya.

Baik patah dan tumbuhnya kita sebagai manusia.

Karena pada akhirnya aku mengerti, apa yang ada pada diriku hari ini adalah mahakarya terbaik
darinya.
SANDIWARA

Melelahkan bukan?

Saat semua orang berpikir bahwa aku baik-baik saja

Yang mereka rasa tawaku itu benar nyata

Bersamaan dengan hinaan yang mereka sembunyikan lewat candaan

Aku ikut tertawa, tapi tidak berarti apa-apa

Seakan mengikuti alur cerita

Aku menutupi semua

Tidak ada yang aku rasa

Selain rasa kecewa yang tiada tara

Saat kembali,

Aku terdiam, sepi

Meratapi apa yang telah terjadi

Apakah tadi hanyalah mimpi?

Begitu jelas menusuk tepat ke dalam lubuk

Mereka buat seakan-akan itu sekadar perkataan biasa

Caci-maki yang tertutup kata ‘hanya bercanda’

Lantas bagaimana dengan rasa ini, apakah bisa ditutup dengan kata ‘ iya santai saja’?

Aku tertunduk.

Dalam batinku berkecamuk

Permainan macam apa ini?


Aku tidak ikut bermain tapi selalu saja dipermainkan.

MEMBINGUNGKAN

Mengapa saat aku bicara kalian hanya diam?

Dan mengapa saat aku diam kalian ingin aku bicara?

Mau nya kalian apa?

Dan ingin aku seperti apa?.

Giliran diriku pergi

Kalian merasa sepi

Giliran aku ada

Kalian resah bila aku bersuka ria.

Membingungkan,

Saat aku memilih sendiri

Kalian berpikir bahwa aku membenci

Tapi saat kita bersama

Tanpa sedikitpun kita berbicara.

Membuat ku semakin kebingungan saja

Aku bertanya tanya

Tanpa ingin bertanya

Kalian membuat ku hampir gila

Dari sikap yang sulit tuk di tata.

Ketika aku menjauh

Kalian mengira bahwa aku adalah musuh

Tapi mengapa ketika diriku tidak ada


Kalian begitu merasakan hampa.

Aku seperti di permainkan

Membuat ku seolah-olah harus gonta ganti peran

Aku seperti talenan

Yang ketika butuh di gunakan dan kapan saja bisa di abaikan

Bukankah itu melelahkan

Kalian mau aku bagaimana?.

Bahkan aku pergi saja tanpa pamitan

Mengira bahwa kedatangannya di nanti

Tapi ternyata kepergian ku tak akan pernah kembali.


AKU SI PRIBADI YANG MEMBOSANKAN

Hai...

Perkenalkan, namaku adalah introvert.

Si pribadi yang tertutup.

Beberapa orang menyebutku si pemalu.

Beberapa lagi, menyebutku si sombong dan membosankan.

Julukanku memang berbeda disetiap kepala, bukan karena sifatku yang berubah-ubah. Tapi,
karena keegoisan mereka, yang dengan lantang meneriakkan opininya. Hingga fakta dari diriku
yang sebenarnya, tak pernah terdengar.

Bagi mereka, aku adalah sosok yang berbeda. Aku begitu kurang suka keramaian. Aku lebih
suka menghabiskan waktuku diruangan redup, bersama dengan keheningan.

Membaca buku, menonton film, dan mendengarkan musik. Atau terkadang, berbicara dengan
diriku sendiri ketika merasa kesepian. Sebab itulah, tak begitu banyak bibir manusia yang
menyebutku “Teman” ataupun “Kawan”.

Karena menurut mereka, aku berbeda. Hobiku terlalu membosankan, dan keseharianku, tak
sedikitpun terlihat menyenangkan. Padahal, aku tak pernah menuntut orang lain untuk
menyukai duniaku. Ketika dia ingin aku sebut teman, dan aku tak pernah menyuruh orang lain
duduk diruangan redup, lalu menghabiskan waktunya bersamaku seharian, hanya untuk bisa
ku panggil kawan.

Tapi, orang lain serasa menuntutku harus sama, ketika ingin masuk circle mereka. Aku pernah
berpura-pura suka, hanya untuk bisa diajak bicara, dan aku pernah berpura-pura mengerti,
hanya untuk bisa diajak bercerita.

Seegois inikah pertemanan manusia ?.

Aku selalu diam, bukan berarti tak bisa bercerita. Aku hanya lebih memilih mendengarkan.
Karena untuk berbicara, kisahku terlalu membosankan untuk diceritakan.
Meski sesekali aku juga ingin bercerita.

Membicarakan hobiku, atau bahkan keluh kesahku kepada mereka. Tapi, aku tak ingin merusak
suasana, dan lebih memilih diam, sembari mengubur keinginan itu dalam-dalam.

Aku memang terlihat berbeda.

Tapi, aku juga punya sisi yang sama, yaitu manusia. Dan seperti manusia lainnya, aku juga
punya hak untuk mendapatkan pengakuan. Perhatian, ditemani, atau setidaknya, dihargai.
Sesekali, aku juga suka keluar. Sembari memastikan, siapa saja yang masih sudi melempar
sapaan. Atau hanya sekedar mengukir senyuman, ketika bertatap muka denganku dijalan.

Aku juga suka mencoba untuk berbaur dengan orang-orang. Sekedar mencari kenalan, atau
mungkin kawan. Karena aku juga tak ingin ditemani, hanya karena rasa kasihan. Meski hanya
beberapa dari mereka yang perduli. Setidaknya, aku tak mengemis perihal perhatian ataupun
pertemanan.

Pribadiku memang tertutup.

Tapi, aku bisa terbuka pada siapa saja. Aku bisa menerima mereka yang berbeda denganku. Aku
juga suka mendengarkan cerita mereka yang jarang bermain bersamaku.

Lalu, jika aku bisa, kenapa mereka tidak ?

Jika aku tidak menuntut apapun

Kenapa mereka iya ?

Entahlah... Aku tak begitu mengerti.

Jika mereka menganggapku, dengan senang hati aku menerimanya. Dan jika mereka hanya
memanfaatkanku, dengan lapang dada aku memaafkannya.

Terimakasih...

Untuk siapapun yang bisa mengerti aku, memahami kepribadianku, bahkan bisa menerima
perbedaanku. Dan terimakasih untuk siapapun, yang senang berkenalan denganku.
Si pribadi yang tertutup, si pribadi yang membosankan.
INTROVERT DAN PERJALANAN HIDUPNYA

Aku tidak bisa mengingkari fakta jika aku tidak mudah bergaul dengan banyak orang. Cuman,
aku yang sekarang lebih baik dari aku yang dulu.

Mengapa ?

Sebab, aku yang sekarang memiliki banyak teman ketimbang aku yang dulu.

Lho kok banyak ?

Iya, dulu aku sangat tertutup dan enggak ke sembarang orang aku mau bicara. Sekarang sifat
tertutup ku masih ada, bedanya mulai ada keterbukaan.

Ketika aku bertemu dengan teman ku, paling aku senyum, itupun jika dia lihat aku dan aku
lihat dia. Karena dibangku kuliah kursinya berdempet-dempetan, kadang aku juga ikut respon
kalau teman ngajak bicara.

Ya, enggak banyak sih responku, tapi itu jauh lebih baik dari responku yang dulu. Perubahan itu
ada, entah terlihat atau tidak, tapi aku merasakannya.
PERIHAL MIMPI

Perihal mimpi,

Apa definisi mimpi yang sebenarnya?

Apakah hal yang terlihat kala tidur?

Atau angan tentang masa depan?

Dahulu, tepat di tanggal delapan bulan satu,

Sosok kecil lahir di bumi,

Kala itu dia masih lugu,

Tidak tahu tentang apapun termasuk mimpi,

Seiring berjalannya waktu,

Dia tumbuh menjadi sosok yang lucu,

Namun, sungguh pemalu,

Selalu bersembunyi saat di dekati,

Waktu berjalan begitu cepat,

Tak terasa dia sudah remaja,

Dia masih labil,

Belum mampu mengendalikan emosinya,

Dan kini, dia telah menjadi sosok yang telah dewasa,

Melewati banyak hal dalam hidupnya,

Dan baginya,

Mimpi adalah keinginan yang di balut harapan, usaha, dan tekad,

Sosoknya yang telah dewasa,


Ingin menjadi versi terbaik dari dirinya sendiri,

Ingin bahagia dengan caranya sendiri,

Dia.. ingin berdamai dengan segalanya,

Mimpinya adalah.. menjadi manusia baik yang bisa meninggalkan jejak wangi untuk orang-orang
yang mengenalnya.
SEPI

Saat aku ingin mencari ketenangan di tengah tengah kegelisahan

Maka di situlah aku hanya berteman dengan sepi

Hanya semilir angin yang menerpa

Menjadi teman setiap kali aku sendirian.

Aku tahu, apa yang aku butuhkan saat ini

Yaitu bahu untuk bersandar

Sandaran saat di mana aku tenang berada di dekatnya

Tetapi untuk sekarang aku memilih Untuk sendiri

Aku hanya ingin menikmati suasana

Agar pikiran dan hati ku tak menyeruak

Walau raga ini ingin berontak.

Keheningan yang ku rasakan

Mencoba mengalihkan dari hal hal yang menyakitkan

Di kesendirian lah aku mampu menghilangkan ingatan yang memuakkan

Walau rasanya ingin meluapkan tetapi aku lebih memilih untuk membisu

Sebab hatiku selalu berkata bahwa aku mampu menghadapi itu.


SI MALANG

Tinta hitam di atas kertas putih,

Tiap goresannya menjadi saksi,

Bahwa si malang kini kembali bersedih,

Perasaannya kembali di uji,

Mental nya terusik lagi,

Oleh harapan harapan kosong yang tak terisi,

Oleh dunia yang tak bisa di ajak kompromi,

Dan si malang kini hanya bisa menulis kembali,

Semua pikiran yang terbesit di benak nya,

Semua rasa yang tak mampu tersalurkan lewat kata,

Semua harap yang hanya berujung kecewa.

Malang memang nasibnya

Kembali sendirian dengan luka didalamnya

Kini tubuhnya terdapat sayatan baru juga lama

Masih basah kiranya semua luka

Berharap bisa sembuh dengan ia yang kembali terbuka

Pada dunia dan penghuni nya

Justru hanya sayatan yang semakin hari kian menganga

Si malang hanya bisa pasrah

Menunggu waktu sembuhkan tiap sayatan pada tubuhnya

Padahal ia sudah lelah


Karena dunia kembali menikamnya dengan begitu dalamnya
INILAH AKU

Ku tampakkan muka ceria ke semua orang,

Kau tertawa terbahak bahagia sebabku,

Walauku harus menahan sakit yg tak kau tau.

Menjadi seorang humoris tidaklah mudah.

Menghibur semua orang hingga ceria,

Supaya beban hidupnya lenyap selamanya.

Sebenarnya aku ingin tau apasih itu bahagia?,

Dan bagaimana rasanya tertawa terbahak itu?,

Sebab selama ini aku hanya bersandiwara saja,

Untuk berpartisipasi atas kebahagiaan kalian.

Dingin,sunyi dan hampa yang selalu ku rasa,

Ku coba bercermin dan ku hibur diri sendiri,

Yang ku dapatkan hanyalah tangisan semata.

Sungguh di mana letak bahagia ku selama ini?,

Apakah terdapat pada mereka semuanya?,

Yang mana ku hibur selalu mereka.

Ingin sekali ku sampaikan semua perasaan ini,

Tapi itu mustahil dan tidak akan pernah terjadi,

Karena aku tidak ingin orang lain merasakannya.

Biarlah rasa ini ku pendam sampai mati saja,


Mungkin misi dari sang Pencipta untuk diriku ini,

Untuk kelak mendapatkan balasan,

Ya mungkin hanya fikiran itu yang selalu di otak ku,

Yang menjadi kuat, selalu dan terlihat bahagia.

Hai kalian sang humoris! Ambilah pelajaran ini,

Sebab jika tidak ada kalian semua,

Kemana mereka mendapatkan kebahagiaan?.

Ya bisa di bayangkan,jika kalian tiada,

Maka terjadilah bunuh diri,

Karena permasalahan yang tak ada solusi.

Teruskanlah kalian para humoris berprestasi,

Dan berkarya Untuk menyelamatkan yang ingin mati,

Biarkan perasaan mereka kita yang tanggung,

Itulah misi dan visi kita sebenarnya.

Sangat berat, tapi akan mendapatkan balasan nanti,

Jika kalian yang tulus menjalankannya.

Cukup sekian dari ‘ku supaya kalian ingat,

Tugas dan tujuan kalian, wahai sang humoris.

Dan tetap menjadi karakter kuat dan kokoh,

Walaupun beban perasaan kalian berbeda,

Semangat dan teruslah semangat,

Jangan sampai termakan perasaan mereka ya.


Jika iya,maka kalian akan mati bersamanya.
TENTANGKU

Manusia Rapuh Yang Berusaha Tangguh.

Kesakitan itu kembali kambuh,

Menggerogoti jiwaku dengan menyeluruh,

Beriringan dengan kebencian yang semakin tumbuh,

Tak mempedulikan diri yang kian rapuh.

Dengan hati yang kian membusuk,

Ku biarkan persoalan hidup menumpuk,

Berjalan tak tentu arah,

Terus melangkah walau aku tau telah kalah,

Aku tak menyerah, hanya saja pasrah.

Aku lewati siang dengan tawa,

Saat malam tiba ku bayar semua pura-pura dengan air mata,

Tak ada lagi ketenangan,

Tak ku temukan lagi hangatnya dekapan,

Tak ku dapati lagi uluran tangan,

Aku benar-benar sendirian,

Benar-benar ditinggalkan,

Kembali lagi seperti semula,

Menyeka air mata dengan tawa,

Tersudut, terduduk dipojok ruangan,

Merenungi betapa pahitnya pilihan masa depan yang aku dambakan,

Ironis, miris, semua terbayar dengan tangis.


Dariku, yang mengenaskan.
Ku tutup pintu-pintu yang selama ini membuatku mengeluh atas pahitnya hidup. Atas
kurangnya fisikku, riuhnya masalahku, dan atas ketidak mampuanku mengejar ketertinggalan
dari yang lain.

Aku belajar untuk tidak lagi menyalahkan hidup, menyalahkan setiap hal yang tak pernah bisa
kugapai. Sampai dimana pun aku nanti, aku yakin perjalanan itulah yang telah tertulis didalam
takdirku.

Masing-masing manusia telah ditetapkan jalurnya.

Semua kembali pada siapa yang menjalaninya.


TENTANG DEWASA ITU SEPERTI APA ?

Entah waktu yang begitu cepat

Atau aku yang terlalu lambat

Sampai tak terasa

Sudah berada di jenjang dewasa

Yang dikemudian hari akan menua.

Sempat terbesit dalam benak

“Mengapa semua berjalan begitu cepat?”

Padahal aku belum berbuat apa-apa.

Belum menggores banyak karya

Belum membuat kedua orang tua bahagia

Bahkan belum banyak melukis kisah di dunia.

Dunia berjalan sebagaimana mestinya

Justru diri ‘ku yang tak kunjung berubah

Berubah dalam artian yang berbeda pula

Bukan sekedar menjadi pribadi yang bijaksana.

Apalagi menjadi pribadi yang diam di tempat saja

Menikmati hidup dengan menjadi benalu kedua orang tua

Aku sadar bahwa akan ada waktu dimana mereka akan pergi dari hidupku.

Bahwa akan ada masa dimana semuanya hilang dari pandangan ku

Bahwa dunia kini bukan hanya tentang diriku

Harus ada perubahan


Yang berarti aku harus bangkit dari keterpurukan.

Bukan hanya menangisi keadaan

Dan bermanja ria menikmati kesendirian

Dewasa bukan tentang aku yang mampu hidup mandiri

Bukan tentang aku yang mampu bangkit berdiri

Juga bukan tentang aku yang dulu pernah terjatuh berkali-kali.

Bukan, Tapi tentang aku yang memaknai hidup ku lebih dari kata mampu

Memaknai arti dari alasan ku tuk bangkit dari diam ku

Memaknai seberapa berarti nya aku di antara orang-orang hebat di sekeliling ku.
SEBUAH PERJALANAN HIDUP

Perjalanan hidup tak bisa di terka-terka

Apalagi untuk di raba-raba

Karena hidup bukan lah sebuah benda

Juga bukan alat untuk direkayasa.

Itulah hidup di dunia

Semua selalu berjalan dengan dua arah

Terkadang diatas terkadang dibawah

Tapi ingat jangan lupa padanya

Yang selalu ada untuk hambanya

Walaupun engkau banyak masalah

Jangan sampai engkau menyerah

Sekalipun itu tak sesuai yang engkau harapkan

Mau itu saat di atas ataupun di bawah

Itu tergantung gimana kamu menjalankan hidup ini

Jangan lupa selalu bersyukur ke padanya

Karena setiap apa yang terjadi itu ke hendaknya.


AKU BERHENTI MEMBUAT TARGET UTAMA DALAM HIDUP

Aku selalu berpikir, bahwa menjadi dirimu itu menyenangkan. Kau punya orang tua yang
membesarkanmu dengan baik, apapun yang kau minta, mereka akan memberinya, beserta
potongan kecil kebahagiaan yang selalu membuatmu tersenyum.

Namun, takdir telah menyeretku sejauh ini untuk terus melanjutkan hidup, dan aku melihat
kehidupan demi kehidupan yang lebih hancur dariku. Aku telah membuang semua keinginanku
untuk bermimpi hidup seperti orang lain, dan bersyukur atas kehidupanku.

Sampai hari ini, tidak ada yang jauh lebih membanggakan dari yang lain, selain terus menjadi
pribadi yang lebih baik.

Aku berhenti membuat target utama dalam hidup, untuk mengalahkan orang lain, dan aku ingin
mengalahkan diriku sendiri.
AKU TELAH MENEMUKAN BANYAK JURANG DIDALAM HIDUP

Berkali-kali aku terjebak disana dan berkali-kali aku terpeleset hingga jatuh. Berharap ada yang
menolong, aku hanya semakin tersiksa, tidak ada yang mendengar teriakanku, tidak ada yang
melihatku didalam kebut segelap itu. Sejak hari ini aku mengerti, bahwa aku tidak bisa berharap
pada siapapun kecuali dengan diriku sendiri.

Dimasa-masa sulitku, aku berjuang sendiri untuk menyembuhkannya. Aku menarik diriku
keluar dari jurang yang paling berbahaya didalam hidup dan jurang itu bernama “DEPRESI”.

Hari itu aku berharap ada seseorang yang mampu menarikku dari sana, namun tidak ada
satupun dari mereka yang menemukanku.

Hari itu aku mencari rumah, untuk menampung semua rasa sakitku, mencari telinga yang siap
mendengar apa yang tengah aku rasakan, lagi-lagi tidak ada satu orangpun yang
membukakanku pintu.

Sejak hari itu aku menyadari, bahwa aku tidak bisa mengandalkan siapapun, kecuali diriku
sendiri, apa lagi disaat semua manusia sedang sibuk dengan urusannya.
MENYEDERHANAKAN HIDUP

Aku tidak bisa memastikan bagaimana keadaanku dimasa yang akan datang, sebagaimana aku
tak bisa merubah keadaanku dimasa lalu.

Jika memang esok hari, aku ditakdirkan menjadi orang yang kaya, aku sungguh bersyukur akan
karunia yang ada. Kalaupun tidak, aku akan jauh lebih bersyukur karena hisab ku tak akan
lama.

Sungguh, seluruh hidup ini, adalah kehendak Allah. Baik hidayah, kefakiran, kekayaan, dan
kebahagiaan. Tugasmu sebagai manusia hanya menjalankan bagian yang telah ia berikan, dan
menjalankannya dengan sebaik-baik pertanggung jawaban.
AKU MEMANG SEPERTI INI, SELALU INGIN MENYENDIRI KETIKA MASALAHKU TERLALU
RUMIT.

Berdiam diri, saat semuanya teramat sangat sakit.

Menikmati sepi demi meredam,

Dengan keheningan yang menenangkan.

Dan berbagi rasa bersama semilir angin yang menerpa.

Karena dalam kesendirian,

Membuatku merasa lebih baik,

Hening membuatku tenang,

Sunyi membuatku merasa nyaman,

Dengan kesendirianku,

Aku bebas berkelana,

Menjelajahi pikiranku dalam diam,

Menikmati imajinasi yang tergambar di depan mata,

Dalam sunyi dan sendiri, aku mampu mengutarakan semuanya,

Tangis disaat aku terluka,

Menjadi gila disaat aku bahagia,

Aku tak perlu berpura-pura,

Aku bebas melepas segalanya,

Karena di sini, aku sendirian,

Dan tak perlu ada yang di sembunyikan dari diriku sendiri.


TAKE A DEEP BREATH

Menarik nafas dalam-dalam

Mencoba memahami apa yang terjadi

Bertahan meskipun keadaan sedang hancur

Dan mencoba meresapi segala apa yang terjadi.

Menarik nafas dalam-dalam

Sedang berjuang melawan keadaan

Dan mencoba bertahan walaupun sakit

Namun keadaan selalu saja menghantamku tanpa ampun.

Manarik nafas dalam-dalam

Aku sudah berusaha tabah

Dan berjuang untuk bertahan

Namun kenyataan selalu saja menghunjam jantungku.

Hari demi hari beban kian menumpuk

Beribu bisikan yang menghantui pikiran

Ingin mengakhiri semua segalanya

Tapi apakah itu pilihan tepat apa benar

Di saat aku mulai menyerah

Engkau hadir memberikan aku kekuatan

Untuk melewati semua ini

Walaupun terkadang diri ini lupa akan hadirmu

Maafkan diriku yang telah


Mencoba mengakhiri semuanya

Dengan cara yang salah

Dan berpaling darimu

Kumohon berikan kesempatan

Sekali lagi kepada diriku

Aku akan bertahan

Dan aku tidak akan menyer


KEHIDUPAN

Terkadang hidup begitu tak adil.

Mereka yang bahagia semakin bahagia.

Mereka yang menderita semakin menderita.

Hingga semua berjalan layaknya tipu daya.

Terkadang kita lupa untuk menghargai.

Namun selalu ingin di hormati.

Membesarkan ego sendiri.

Seperti tak punya hati nurani.

Terkadang ketika kesedihan membelenggu jiwa.

Hadirnya bahagia seakan tak nyata.

Ia datang lalu pergi meninggalkan luka.

Luka yang abadi sepanjang masa.

Terkadang kita ingin mengakhiri hidup ini.

Merasa lelah menelan getirnya kesengsaraan.

Berfikir semua akan selesai dengan menyiksa diri.

Karena hidup pun hanya menjadi beban.

Terkadang ada yang harus banting tulang.

Memeras keringat demi sesuap makanan.

Ada juga yang hanya berpangku tangan.

Menerima tanpa harus banyak pengorbanan.

Inilah kehidupan...
Kita tak pernah tau bagaimana takdir di tuliskan.

Sejatinya semua hanyalah titipan.

Yang ada saatnya kita harus siap akan kehilangan.


TERBANG BEBAS

Aku. . .

Punya banyak mimpi

Yang tergantung, melayang tanpa kendali

Mimpi tentang dunia, akhirat,

Dan tentang segala yang belum ada.

Aku ingin terbang, dan aku ingin melangkah.

Menentukan kemana arah yang harus kuambil.

Berada disini, menatap langit

Aku ingin berada disana.

Aku ingin bebas

Biarkan aku yang memilih jalan hidupku sendiri,

Biarkan aku yang menentukan arah langkahku,

Biarkan aku mengejar apa yang seharusnya aku dapatkan,

Biarkan aku meraih semua yang aku inginkan.

Jangan buat aku seperti burung dalam sangkar.

Yang tak tau apa yang harus aku lakukan dan kemana aku pergi, meski tersedia tempat yang
bagus dengan segala sesuatu yang ada. Tapi, aku terpenjara sunyi dan terbelenggu sepi.

Entah. . .

Berapa mimpi-mimpiku yang sudah menjauh

Meninggalkanku, sendiri dalam sunyi

Melayang terbang ke langit yang tenang.


Aku ingin terbang dan bebas mengejar mimpi-mimpiku yang telah menjauh meninggalkanku,
aku ingin mencapainya dan menggapainya.

Dan terbebas dari penjara sunyi yang membelenggu sepi.

Hanya itu. . .
AKU PERNAH INSECURE DENGAN DIRIKU SENDIRI

Melihat keberhasilan orang lain, membuatku semakin terlihat menyedihkan. Aku yang biasa-
biasa saja seakan-akan tak terlihat.

Dalam pikirku “Bisa enggak ya aku seperti dia ?”

Tanpa sadar, apa yang aku lakukan ini justru menunjukkan ke tidak mampuanku mencapai
sesuatu.
MENGURUNG DIRI DALAM KESEDIHAN YANG TAK BERUJUNG

Setiap aku ingin patah,

Teringat lagi seberapa jauh aku melangkah,

Saat datang luka yang membuatku menyerah,

Harapan memelukku untuk mencegah.

Dia berbahagia tanpa Isak tangis,

Sedangkan aku mencegah tawa demi luka yang terisis.

Lalu aku bertanya, ‘Mengapa aku tak bisa sepertinya ?”.

Ribuan waktu ku injak tanpa meraih jawaban,

Hingga suatu masa, aku paham,

Bukannya takdir yang mempermainkan ku,

Hanya saja aku yang terlalu bermain-main dengan waktu,

Mengurung diri dalam kesedihan tak berujung,

Membungkam harapan hanya karena kekecewaan.

Pada akhirnya,

Tak pernah ada yang salah dengan dunia,

Bukan pula karena aku tak mampu berbahagia,

Melainkan aku yang salah sebab tak mau berbahagia.

Tak akan ada kebahagiaan yang hadir,

Bila yang dilakukan hanya menangis.

Lakukan sesuatu untuk menghapus air matamu,

Aku tau itu sulit,

Tapi aku yakin bahwa kamu bisa,


Aku percaya itu !.
MELANGKAH DENGAN SEPI YANG TERUS MEMBERSAMAI

Tak ada yang mendengarnya, tak peduli seberapa keras dia bersuara.

Sepi, adalah satu-satunya teman yang selalu ada di sisinya,

Menemani langkahnya yang tak terarah,

Dia bernyanyi untuk menghibur dirinya sendiri,

Dengan harapan akan ada yang mendengarkan suaranya meski hanya sekali,

Memberi reaksi atas apa yang dia lakukan selama ini,

Sekali saja, dia ingin ada yang menemani,

Dalam sosok nyata,

Bukan sekedar ilusi atau imajinasi,

Bukan sekedar sepi dan sunyi,

Namun, sosok yang akan membalas setiap ucapannya,

Yang akan mendekapnya ketika dingin menyapa,

Yang akan menghiburnya ketika dia kecewa,

Yang akan mengobatinya ketika dia terluka,

Namun, harapan tinggallah harapan,

Kenyataannya, sosok yang di inginkan tak pernah datang,

Meski hanya sekali,

Mungkin memang takdirnya, melangkah dengan sepi yang terus membersama


DUA HAL YANG PERLU KAMU TAHU

Hidup itu bukan di nilai dari seberapa besarnya ujian yang menimpa mu,

Bukan pula di lihat dari seberapa besarnya cobaan yang menghampiri mu

Tetapi di nilai seberapa besar banyaknya kesabaran dalam dirimu

Dan di lihat dari seberapa luas nya hati yang kamu miliki.

Kamu tahu?

Dua hal yang tidak perlu kita ingat,

Kesalahan orang lain terhadap kita

Dan kebaikan kita terhadap orang lain,

Mau sesakit apapun kita

Mau sebesar apapun luka yang kita terima

Maafkan saja tak perlu di ingat lagi

Itu hanya akan membuka luka di hati

Dan seakan-akan rasa sakit itu terjadi kembali.

Ada pula yang kedua

Kebaikan kita terhadap orang lain

Yang namanya kebaikan jangan di ungkapkan

Kebaikan bukan untuk di pertontonkan bukan pula bahan perbincangan

Sebab jika ikhlas menjalankan maka kita tak akan pernah berharap imbalan apalagi pujian.

Tuhan sudah menempatkan seseorang hingga ke derajat yang paling tinggi

Yakni dua hal diatas ini

Hal ini sudah tergolong bahwa kamu bermanfaat untuk dirimu

Dan orang di sekitar mu.


TERBARING SENDIRIAN, MENGGAPAI APA YANG TAK BISA DI GAPAI.

Melihat dunia dengan mata tertutup.

Apakah kalian pernah merasakan?

Terbaring di kasur dengan pikiran yang berkemelut,

Meminta untuk di ingat dan di resapi artinya.

Melihat dunia dengan mata yang terpejam,

Mencoba mengarungi samudera sendirian,

Namun pada akhirnya tenggelam.

Tertikam terlalu dalam,

Merintih, meringis, sampai mengeram,

Namun, tak ada yang mempedulikan,

Sampai suaraku sayup-sayup teredam.

Tak peduli berapa kali aku menyangkal,

Namun, kenyataannya aku memang seseorang yang gagal,

Sendirian,

Tertatih melangkah ke depan,

Terbang dalam angan,

Pelangi dalam kegelapan,

Rasanya sulit sekali untuk menyemai langkah orang-orang,

Hingga aku sadar, bahwa langkahku dan langkah mereka berbeda,

Akulah si gagal yang terus mencoba,


Akulah si bisu yang mencoba bersuara,

Akulah si lemah yang berusaha sekuat tenaga.

Hingga dunia mampu melihatku,

Hingga cahaya mampu menemukanku,

Hingga kegelapan tak lagi menelanku,

Hingga aku mampu, tanpa harus menunggu tangan yang meraihku.


KAU DAN SENJA

Deru angin di tepi pantai,

terdengar seperti melodi sendu menderai,

ruang waktu menuju kegelapan,

terlukis indah walau menyakitkan.

Ialah senja,

terukir di waktu yang sementara,

berpisah walau baru bertemu sekejap mata,

dengan kenangan yang melekat terasa.

Kita pernah melihatnya bersama,

kita pernah di tepi yang sama,

saling bergandengan dan memberi dukungan.

Tapi kini telah usai semua,

usia telah mencapai batas,

tiada lagi tawa bersamamu,

hanya ada kenangan pahit manis itu.

Hati tersayat melihat keindahan ini,

tapi inilah satu hal yang paling kau sukai.

Tak sanggup menahan air mata,

tapi tetap saja aku tersenyum bahagia.

Kaulah senja,

yang telah mengukir satu jiwa,


yang kini telah kau bawa.

Ku harap dia bahagia bersama senja,

walau aku harus menahan luka tapi harus bahagia untuknya.


TERCIPTA TAWA SEBAB PERNAH TERLUKA

Sebenarnya banyak sekali yang ingin aku keluhkan, tapi gak tahu mau ngeluh ke siapa. Saat
seorang teman mengira bahwa aku terlihat baik-baik saja, dan mengatakan bahwa aku orang
yang selalu bahagia, maka di situ aku hanya bisa berkata.

Sebenarnya aku bukanlah seseorang yang selalu tabah, seseorang yang kamu lihat pada diriku
ialah seseorang yang berkali kali memilih putus asa. Tawa yang kamu lihat di raut wajahku
adalah tawa yang menyimpan banyak luka. Tapi aku selalu sadar, bahwa dunia memang
seharusnya tempat uji coba, tempat segala keluh kesah, tempatnya pahit.

Hal yang membuatku masih bertahan hingga sekuat ini, adalah karena aku melihat orang-orang
di sekelilingku bahagia, itu seakan-akan membuatku lebih dari cukup, seperti memberikanku
kekuatan, karena kuatku untuk orang lain, dan kekuatan ku juga dari orang lain.

Bahkan sehari saja aku tidak tertawa, di situ mereka selalu punya cara untuk membuatku agar
bisa tertawa. Karena secara tidak sadar mereka juga mengajarkanku untuk selalu terlihat
bahagia meskipun saat kondisi sedang terluka.

Karena tawaku adalah kemauan mereka

Dan tawa mereka adalah kemauanku

Namun mereka juga sadar, bahwa mereka tidak bisa menggantikan tempat keluhku.
HATI YANG BERISIK

Sebagai makhluk sosial tidak bisa dipungkiri, kita hidup di kelilingi begitu banyak orang.

Entah itu keluarga yang kita kenal sejak di lahirkan, atau mereka yang asing namun semakin
dekat dan menjadi tersayang.

Setiap pertemuan pasti ada saatnya perpisahan.

Mungkin kita sering heran mengapa dari sekian banyak manusia di bumi harus dia yang kita
temui?

Dari sekian juta keluarga mengapa harus terlahirkan di keluarga ini?

Namun, itu semua adalah jalan takdir yang tak akan dapat di perkirakan atau di atur sesuai
keinginan. Bertemu dan kenal dengan orang baru banyak kemungkinan yang terjadi. Entah
perkenalan itu berbuah kehangatan atau justru berakhir kebencian.

Ketika kehangatan mulai terasa timbul rasa tak ingin kehilangan namun ketika takdir berkata
lain maka perpisahan itu akan tetap terjadi. Tapi walaupun begitu tetaplah percaya ada hikmah
di balik sebuah kejadian. Jika dulu di pertemukan lalu sekarang di pisahkan bukankah ada
peluang di pertemukan kembali suatu saat nanti.
HARUS AKU KEMANAKAN HIDUP INI ?

Lagi di fase di mana aku bingung menentukan pilihan. Banyak sekali pertimbangan yang masih
aku perdebatkan. Dan masalahnya aku bukan orang yang pandai mengambil keputusan secara
cepat. Sekalipun aku telah mengambil salah satu pilihan, ada sedikit rasa cemas.

Apakah ini sudah tepat atau tidak ?

Namun, mau atau tidak, aku harus percaya setiap keputusan yang aku ambil. Sudah melewati
pemikiran yang panjang dan aku berharap itu pilihan yang terbaik.
KAPAN BERAKHIR

Kadang ingin ku tinggalkan semua

Letih hati menahan dusta

Di atas perih ini aku sendiri

Selalu sendiri

Dalam sepi aku menepikan diri

Balutan semilir angin membukus tubuh

Membumbuhi luka yang tertutup kulit

Membuat hati menjerit dalam sepi

Kapan kejujuran itu ada dalam hati

Aku lelah terus-menerus terdustakan

Menahan kecewa dalam tawa

Tersenyum lesu di kala duka

Aku muak selalu bersandiwara

Aku hanya ingin kejujuran diri

Sangat menyakitkan,

Menahan semuanya sendirian,

Disaat semua kejujuran,

Justru dibalas dengan kebohongan

Disaat ketulusan dibalas dengan pengkhianatan.

Kapan dusta ini ‘kan berakhir?

Aku ingin senyum tanpa bumbu kebohongan yang terukir,


Aku ingin tawa bahagia yang nyata,

Aku hanya ingin hidup tanpa sandiwara.


SESEKALI AKU INGIN MENGASINGKAN DIRI, DARI GEMURUH DUNIA INI.

Disisa tenaga, kadang aku ingin bersembunyi di pulau terjauh. Menghindar dari dunia penuh
manusia digital.

Merenungi nasib, atau menangis sejadi-jadinya, atau mungkin tertawa tanpa siapa pun peduli,
tanpa siapa pun mengomentari.

Aku tidak perlu membuat orang lain tertawa, aku tak perlu menghibur orang lain dengan hal-hal
yang mereka suka.

Masa lalu dan apa pun yang ku bicarakan, tak perlu dikomentari siapa pun.

Hidup menjadi alur air, mengalir tanpa pernah diceramahi pepohonan.

Hidup seperti langit sore, terbakar, namun tak menghanguskan.


SELALU ADA PELAJARAN DI SETIAP TAKDIR YANG TELAH KITA LEWATKAN

Aku pernah berjuang dengan sangat keras untuk semua mimpi-mimpi yang telah ku bangun,
tapi tuhan malah memberikan jalan lain, dan ku pikir tidak ada salahnya menerima kegagalan
dalam.

Kembali aku revisi lembaran-lembaran lama yang telah usang, dan aku mengerti bahwa ada
beberapa bagian yang kurang. Aku yakin didalam hidup, jika kita terus berusaha untuk
berprasangka baik dengan takdir yang telah Allah tetapkan, maka jalan penuh kebaikan akan
menghampiri mereka yang ikhlas dengan segala kenyataan.

Walau ku tahu, kecewa akan tetap ada, tangis tetap akan mendera, yakinlah didalam hidup tidak
ada takdir yang tak memiliki hikmah dan pesan.
KEHIDUPAN ADA BATAS KEMATIAN.

Ini jauh lebih menyakitkan dari sebuah perpisahan. Takdir tak terduga yang akan menimbulkan
banyak duka. Kesedihan tak berkesudahan. Serta lara yang abadi dalam jiwa.

Tapi janganlah terus-menerus terpuruk akan hal itu.

Coba ikhlaskan meski hanya lewat lisan.

Mau bagaimana pun hati akan selalu dibayangi rasa kerinduan.

Namun kembalilah berfikir hidupmu harus terus berjalan. Dia memang telah pergi kesisi tuhan.
Tapi dirimu masih punya banyak tanggung jawab yang harus dilaksanakan.
JATI DIRI

Senyuman merekah telah ku terbitkan

Atas apa yang aku dapatkan saat ini

Sesuatu yang ku cari-cari selama ini

Usaiku genggam dengan erat

Nyatanya ia memang sudah menyatu dengan ku

Bahagia? Tentu saja

Akhirnya aku menemukan titik temu

Di mana ia yang sudah menunggu

Menanti ku sepanjang waktu

Haru ku membisu

Di pertemukan di waktu yang tepat

Setelah sekian lama aku berharap

Akhirnya aku menemukan jati diriku

Menemukan Siapa aku yang sebenarnya

Terima kasih kepada sang pencipta

Telah membantuku selama ini

Menjawab semua pertanyaan pertanyaanku

Meski hanya melalui philosophy

Tetapi aku sangat memahami

Dan terima kasih juga atas pemahamanmu yang engkau berikan padaku

Ya Robb...

Aku candu dengan caramu menguji


Aku candu dengan panah takdirmu.

Aku candu dengan kejutan yang sangat menakjubkan itu

Meski terkadang aku menghadapinya dengan tetesan air mata

Tapi aku sangat merindukan itu semua.


SUDUT PANDANG BUTA

Satu demi satu masalah terselesaikan

Begitu pula dengan masalah baru yang kian berdatangan

Mengisi kekosongan hidup

Menghiasi cerita setiap insan

Mewarnai nya dengan banyak kisah

Menggores nya dengan begitu indah

Kembali lagi kepada siapa seharusnya kita berserah

Memohon bantuan agar di permudah

Untuk dapat menyelesaikan urusan dunia

Dengan cara yang baik pula

Begitulah hidup

Tergantung dari cara kita memandang nya

Dari sudut pandang apa kita menilainya

Juga seperti apa kita akan menghargai hidup kita

Menggores nya dengan tinta hitam atau merah

Mewarnai nya dengan indah

Atau dengan penuh amarah

Menjaga nya tetap konsisten pada tempatnya dengan penuh amanah.


LELAH

Lelah. . .

Kini aku sedang berada di titik itu.

Ketika berada di titik lelah,

Aku ingin sekali menyerah.

Aku ingin sekali mengadu,

Tapi, siapa yang akan setia

Mendengar keluhan ku?!

Banyak sekali yang aku takutkan,

Banyak sekali yang aku khawatirkan,

Banyak juga yang aku impikan,

Itu Semuanya tentang masa depan.

Aku ingin menyerah,

Banyak hal yang harus aku hadapi,

Banyak kesulitan yang terus menghampiri,

Aku pun tak tau mampu kah ku lewati. . .

Aku lelah. . .

Tetapi itu bukan alasan untuk menyerah,

Aku sadar perjalanan ku masih begitu panjang,

Banyak mimpi-mimpi yang harus aku capai.


AKU INGIN TIADA

Ini tidak adil, kenapa hanya aku yang seperti ini? kenapa hanya aku yang mengalami? apa tak
ada satu pun kebahagiaan yang bisa aku dapatkan dalam hidupku? kenapa?

Tuhan...

bisakah Kau mendengarkanku? tak bisakah Kau memberiku sedikit kebahagiaan? jika hidupku
hanya penuh dengan ketidak bahagiaan, lantas kenapa kau menakdirkanku untuk ada di dunia
ini? kenapa aku ada di sini? untuk apa dan untuk siapa aku ada? rasanya aku ingin tiada.

Aku lelah setiap kali berada dalam situasi ini, hati dan pikiran yang tak sejalan sangat
menyiksaku, isi kepala yang perlahan membuatku mati rasa, aku depresi, ya aku depresi dengan
kehidupanku, hatiku sangat lelah, mentalku jatuh, aku menyerah, jika tak ada kebahagiaan aku
ingin pergi, sekali lagi aku ingin tiada.

Aku hanya ingin terlelap dalam tidurku tepat pada waktunya, aku tak ingin menangis lagi, aku
ingin makan dengan lahap tanpa tersisa, aku ingin tertawa tanpa berpura-pura, dan aku ingin
sekali melihat rambut panjangku kembali. hanya itu, kenapa sangat sulit? kenapa Tuhan? apa
Kau tak melihat penderitaan ku? tak adakah sedikit saja belas kasih-Mu untukku?

Menyedihkan...

tidak, aku tak butuh belas kasihan, aku hanya perlu tersenyum seperti biasanya, aku hanya
perlu kuat seperti biasanya, aku hanya perlu ramah seperti biasanya, ya semuanya pasti akan
membaik jika aku terus berpura-pura. namun, bukankah terlalu munafik jika harus terus
seperti ini?.

Tuhan...

sekali lagi, kenapa harus aku? apa yang Kau siapkan untukku? apa yang kau rencanakan
hidupku, hingga aku harus semenderita ini? bisakah aku tau takdirku? bisakah aku tau apa
rencana mu ?
AKU BAIK-BAIK SAJA

Tapi, tidak ketika orang lain mengungkit luka lamaku,

Luka yang tak akan pernah sembuh,

Sebab bagaimana luka itu tercipta oleh manusia yang masih berada dalam kehidupanku,

Dia..

Yang aku benci senyumnya,

Yang aku benci tawanya,

Dan semua yang ada padanya,

Dan dia..

Yang membuatku membenci diriku lebih dari siapa pun,

Yang membuatku tak pernah bisa mencintai diriku sendiri tak peduli seberapa keras aku
mencoba,

Yang membuatku ingin menghilang dan tak pernah hadir di dunia,

Dia yang seenaknya meninggalkan luka,

Yang menciptakan trauma yang tak pernah bisa aku lupakan,

Dia, yang aku harapkan kepergiannya dari semesta,

Sosok yang aku harap tak pernah menjadi bagian dari semesta mana pun,

Aku membencinya,

Dan aku harap, Tuhan tak akan pernah mempertemukan aku dengannya kembali,

Di mana pun, dan kapan pun,

Karena hadirnya adalah luka terhebatku di masa lalu yang bahkan tak pernah sembuh bahkan
hingga kehidupanku di detik ini.
KENAPA HARUS AKU ?

Saat setiap anak membutuhkan kasih sayang orang tuanya,

Bagaimana dengan diriku yang tidak mendapatkan semuanya.

Entah itu dari sosok ayah, maupun ibu.

Keduanya tak ada di sampingku saat aku benar-benar butuh.

Tak melihatku tumbuh, dan tak tahu seberapa berat aku menjalani hari-hariku.

Kala itu,

Aku yang harus berusaha menahan rasa,

Di saat teman-temanku tengah bercanda ria dengan ayah, ibunya.

Sedang, aku hanya seorang sendiri,

Hati yang merasa iri, melihat kebersamaan yang tak pernah aku temui.

Sesekali aku menangis menyalahkan Tuhan,

Kenapa harus aku?

Kenapa hanya aku?

Aku hanya ingin merasakan peluk hangat

Dari mereka dikala aku sedih, apakah itu salah?

Apakah tak ada kesempatan untukku merasakan itu semua?

Mengapa?
Tanya yang tak pernah berhenti,

Walau tau tak akan pernah ada jawaban

Dari tiap tanya yang aku lontarkan.

Dan pada akhirnya aku hanya mampu

Menengadahkan tangan ke langit berharap

Tuhan memberiku bahagia yang lain.


KAPAN AKU BAHAGIA ?

Bukan ingin menyerah tapi hanya lelah

Ingin ku sudahi tapi tak sanggup menahan kenangan yang telah di buat.

Sudah begitu lama ku nanti

Apa kamu mengerti?

Sungguh di sayangkan cintaku tidak terbalaskan.

Sekian lama ku nanti akhirnya hari ini datang kembali

Kamu datang memberi kenyamanan dan memberi harapan.

Sudahlah jangan berharap lagi aku hanya ingin tenang dan bahagia.

Bukankah kamu mengatakan tidak ingin kembali bersamaku?.

Kamu hanya mempunyai omong kosong yang kamu berikan kepadaku.

Sangat sakit, haruskah aku menahan ini lagi?

Apakah aku bisa bahagia?

Katakan aku hanya ingin kepastian.


PERNAH BAHAGIA DI MASANYA

Membosankan bukan?

Jika yang ia tau hanya di masa sulit ku saja,

Walaupun aku bahagia juga bukan urusan ia.

Aku. . .

Aku pernah bahagia sangat bahagia sekali...

Walaupun bahagiaku sangat lah singkat sesingkat cinta ku padamu, hahaha..

Tapi setidaknya aku pernah merasakan bahagia.

Di tengah-tengah segerombolan kawan yang tak punya akhlak, bahkan muka mesum otak licik
bermuka dua itu tak menjadikan aku takut untuk ikut tertawa.

Iya memang bahagia di jamannya,

Karna dari segerombolan kawan ku itulah

Aku belajar memilih hidup sehat bahkan memilih pasangan.

Sampai di mana ke sekian kali di permainkan oleh pasangan,

Itu sangatlah membosankan, menjanjikan buah yang manis

Di awal dan setelah itu hanyalah jamu pahit yang di dapat.

Setidaknya sudah pernah mengukir cerita hidup bersamaku, dan terima kasih karna dengan
singkat pernah membuatku bahagia walaupun akhirnya aku kecewa.

Yaaa..
Bahagia dalam paksaan suasana karna hanya ingin tertawa, dan teruntuk diriku sendiri
bahagialah selagi bisa tidak harus dengan siapa aku bahagia karna bahagia dengan siapa pun
itu asalkan tak bermuka dua.

“Duniamu, Bukan Duniaku”

Aku pernah, merasa hidupku tak lebih baik dari mereka yang ada diluar sana. Tak terhitung
sudah banyak sekali, keluhanku pada takdir yang seharusnya aku syukuri. Setiap hari aku
menggeser beranda dunia mayaku, kutemukan fenomena ambigu, di setiap bahagia yang orang
lain dapatkan. Hatiku berdegup iri, meringkuh benci pada posisi diri yang tak pernah bisa
sehebat mereka.

Tentu saja, berselancar di dunia maya, sama seperti berselancar ditepian samudra, akan kau
temukan luka jika kau semakin lama beranda didalamnya. Tapi, bahagia tetap akan kau dapat,
ketika kau mampu mengendalikan gulungan ombak, yang kerap menghilangkan banyak nyawa.

*Duniaku Berbeda Dengan Duniamu”.


TIDAK ADA KEPUTUSAN YANG SIA-SIA DALAM HIDUP

Setiap perjalanan yang kau lalui, kadang tak selalu pada akhir yang bahagia.

Tidak semua harus sesuai inginmu.

Tidak semua harus sesuai yang kau mau.

Tidak ada yang salah dengan semua harapan, itu adalah bukti dimana semangat hidupmu untuk
berada di arah yang lebih baik.

Bermimpilah setinggi mungkin, berusahalah menjadi yang terbaik disetiap pilihan yang kau
buat. Lalu serahkan bagian akhirnya kepada Allah. Jika rencanmu gagal, artinya jalan itu
memang tak pantas untukmu, dan bisa jadi, karena kegagalan itu, kau bisa bertemu dengan
bahagiamu. Tidak perlu menyalahkan siapapun, tidak perlu mengutuk diri, bahkan sampai
stress. Mimpi bisa terus ditulis, harapan bisa terus dilangitkan, dan untuk menjadi manusia kau
harus melewati fase yang rumit dan sulit. Tidak ada gunanya terus merenungi nasib. Kau punya
banyak waktu, untuk memperbaiki apa yang salah. Teruslah melanjutkan hidup, dan jangan
pernah menyesal atas pilihan yang kau tentukan.
BERSYUKURLAH ATAS KEHIDUPANMU SENDIRI

Pelan-pelan kau akan menyadari, bahwa apa yang kau pandang dari diriku saat ini hanyalah hal
yang tersurat dari pandangan mata. Saat kau menilai kehidupanku lebih baik darimu, tentu kau
sangat keliru. Aku hanyalah manusia biasa yang tak lebih sepertimu, banyak kekurangan.

Sudah lama sekali, aku melihat sebagian orang-orang merasa kehidupannya sia-sia, sebab
terlalu sibuk dengan kehidupan orang lain. Setiap kali orang lain mendapat nikmat, ia malah
menghujat dirinya sendiri, padahal ia tahu, itu tidak akan mendatangkan apapun dan hanya
berdampak buruk pada dirinya.

Tidak hanya kerugian waktu yang didapatkan, sibuk dengan kebahagiaan orang lain, nyatanya
akan membuat hatimu membatu, hingga kau tak bisa melihat kebahagiaan yang Allah berikan
untukmu.

Padahal kita sudah punya bagian tersendiri, yang sudah ditakdirkan untuk kita. Berhentilah
hidup dengan cara seperti ini, kau tidak akan pernah bisa menikmati perjalananmu, jika hanya
rumput tetangga yang selalu menghijaui matamu.

Mungkin, kau menilai orang itu bahagia, tapi kau tak pernah tahu, berapa banyak Allah
mengambil apa yang ada darinya, sebelum mencapai kebahagiaan itu. Andai saja kau tahu,
perjalanan yang mereka lalui, kau pasti akan bersyukur akan kehidupanmu sendiri.
KEPALSUAN

Senyuman, Kesenangan, Keceriaan,

Semua itu hanyalah pemanis bibir saja.

Tertawa, bersuka cita, berbahagia,

Semua itu hanyalah sebagai cahaya jiwa.

Senyuman yang selalu menghiasi hari-hariku,

Hanya sebuah ilusi semata, hanya hiasan semata,

Hanya sebagai penyejuk bagi yang melihat.

Tawa yang aku berikan, hanya sebagai tawa yang renyah,

Hanya sebagai penawar duka bagi yang mendengarnya,

Dan hanya sebuah pengibur lara.

Semua itu hanyalah sandiwara semata

Sebuah kepalsuan untuk hati yang terluka.

Sesungguhnya semua senyum dan tawa itu tak berati

Tak sesuai dengan yang seharusnya.

Tersenyum manis.

Namun, jiwaku begitu kelam, dan pahit,

Begitu sendu dan pilu.

Tertawa riang.

Namun, hatiku menangis, bathinku tersiksa,


Dan asaku berduka.

Senyuman dan tawa itu,

Hanyalah suatu hadiah untuk yang melihatnya,

Agar mereka tak melihat dan tahu apa yang sedang ku alami dan selami.

Agar mereka tak merasa sedih atau menjauh dariku.

Aku tersenyum dan tertawa,

Hanya sebagai penghibur dan pencerah,

Sebagai ilusi dan kreasi diri kepada sesama,

Agar airmata ini hanya menetes direlung hati,

Hanya mengalir mengikuti darah, dan hanya bersua di dalam jiwa...

Aku hanya ingin semua bahagia melihatku,

Meski sesungguhnya mereka tak tahu apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang aku alami.

Dalam lamunan malam,

Bertemanan gemricik hujan,

Aku terlena harapan yang penuh dengan kepalsuan.

Pilu hatiku menangis, sesak jiwaku, sakit ragaku merintih.

Wahai sang pembawa kebahagiaan,

Beri aku kekuatan dalam kuasamu.

Beri aku setetes embun dalam dahagaku.

Aku lelah merintih dalam pahitnya kenyataan ini.

Aku hanya ingin semua tau bahwa aku bukanlah insan lemah, yang meminta belas kasihnya.
Ragaku sakit tapi semangatku tidak,

Tidak karena aku akan selalu berusaha untuk bersuara didunia ini. Lewat udara suara hatiku
terbaca.

Lewat tulisan ini, misteri yang penuh rahasia,

Dan aku biarkan angin malam membawa suara hatiku pada sang pembawa arah angin.
LEPAS, IKHLAS, TUNTAS.

Ada saatnya,

Dimana kamu harus melepaskan semuanya,

Semua beban yang tertahan dipundakmu,

Rasa sakit yang tertanam didalam dadamu,

Termasuk melepaskan pengendalian dirimu.

Ada saatnya,

Kamu harus kehilangan semuanya,

Apa yang selama ini kamu inginkan,

Mimpi yang selama ini kamu perjuangkan,

Atau dirimu sendiri yang selama ini sangat ingin kamu bahagiakan.

Akan ada masanya,

Atau saat ini kamu mulai merasakannya,

Pertahanan yang selama ini kamu kuatkan,

Perlahan longgar, dan kamu hilang kendali.

Tak lagi peduli dengan sekitar,

Yang kamu inginkan hanya sekedar ketenangan diri,

Meski segalanya harus bubar.

Tak apa, sesekali, kamu perlu egois.


TERJEBAK DI PERSIMPANGAN

Diharuskan memilih dari dua pilihan, entah kiri atau kanan, langkah kaki berhenti diruang
keraguan.

Manakah yang harus ‘ku pilih?

Keputusan mana yang benar?

Terperangkap bimbang,

Menyebalkan!

Beri aku petunjuk,

Apa pun, siapa pun,

Untuk menghilangkan setiap resah,

Dan agar aku tahu pilihanku tidak salah,

Suara-suara berisik itu masih terus bersahutan, hingga kepalaku rasanya ingin meledak. Ingin
ku membungkam setiap ocehan yang memenuhi setiap sudut ruang pikiran, agar aku mampu
berpikir dengan tenang,

Aku tahu,

Pilihan yang di ambil dengan ragu,

Tak selalu berakhir baik,

Sebab itu, aku selalu membutuhkan waktu untuk meyakinkan diri,

Aku harap,

Keputusan yang akan ku ambil,

Pilihan yang akan ku pilih,

Tidak ada yang kecewa karenanya.


JALAN BUNTU

Aku tak menyangka,

Hal yang sangat aku takutkan selama ini,

Telah tiba,

Membuat nafas ‘ku tercekat seolah terhenti,

Tatapan kosong,

Semua ucapan yang nampak bohong.

Dulu kertas putih adalah teman ‘ku,

Senantiasa disisi, seburuk apapun keadaan ‘ku,

Terdahulu, pena adalah saksi,

Bagaimana kerasnya aku menutupi rasa sakit dalam sunyi.

Air mata, luka, kecewa,

Semua tertumpah disana,

Tempat dimana aku leluasa bercerita,

Tentang rasa sakit yang menerpa,

Atau hal-hal kecil yang mampu kembali membuat ‘ku tertawa.

Dan kini,

Pena telah dalam genggaman ‘ku,

Dan kertas putih telah tersuguh didepan ‘ku,

Namun, aku hanya terpaku,

Tak berkutik, barangkali sedetik.

Tatapan nanar,

Dengan tangan yang bergemetar,

Nafas ‘ku berat,


Seakan tercekat.

Mungkin inilah puncak ‘ku,

Inilah batasan ‘ku.

Banyak sekali sesak yang tersimpan didada,

Namun, aku tak bisa lagi mengungkapkannya,

Entah dengan suara,

Bahkan dengan kata sekalipun,

Yang biasanya aku sangat lihai dalam menyampaikannya,

Aku tak sanggup lagi.

Aku berdiri dengan raga yang didalamnya

Terdapat jiwa yang telah lama mati.

Aku berjalan dengan kaki,

Yang telah retak dan tak sanggup lagi untuk berdiri.

Aku menatap dengan mata,

Yang hanya mampu melihat keputusasaan didalamnya.

Aku merasa dengan hati,

Yang telah rusak tak bisa lagi berfungsi.

Kepala ‘ku bergemuruh,

Jiwa ‘ku runtuh,

Aku rapuh,

Semua asa ‘ku hancur lebur,

Tak bersisa apapun kecuali harapan yang telah gugur.


Bagaimana cara ‘ku mengungkapkannya?,

Disaat pena tak lagi mampu menuliskan kesakitannya.

Bagaimana cara ‘ku menjalaninya?

Disaat jiwa ‘ku tak lagi mampu menuntun pada tujuannya.

Bagaimana cara ‘ku menyembuhkannya?

Disaat aku tak tau apa penawarnya?.

Tak ada lagi yang bisa ‘ku tuliskan,

Meski banyak kesakitan yang tengah ‘ku rasakan,

Meski tengah dihantam sesak yang tertahan,

Aku tak bisa menuliskannya lagi,

Aku berhenti, bait aksara ‘ku terhenti.

Hanya tersisa buku lama yang telah usang,

Dalam berbagai rangkaian kata, rasa yang hanya bisa ‘ku kenang.

Iya, aku berhenti, menceritakan dunia pada tulisan,

Aku berhenti memberitahu dunia bahwa tulisan mampu menenangkan,

Aku berhenti meluapkan rasa dalam kata,

Dan aku berhenti mengatakan apa yang aku rasa.

Dari ‘ku yang telah bisu,

Tak mampu mengatakan perasaan ‘ku,

Dari ‘ku yang tuli,

Tak mampu lagi mendengar sorakan yang berusaha menyemangati,

Dari ‘ku yang lumpuh,

Tak mampu lagi untuk tumbuh.


Aku berhenti, merangkai rasa dalam aksara

Aku lelah,

Aku menyerah,

Aku mengaku kalah.


TIDAK ADA TUJUAN MAUPUN MIMPI

Hitam pekat terbayang di angan.

Senandung hati pun tak bersuara.

Apakah ini yang ku sebut hampa?.

T’lah merasa nyaman meskipun tak ada siapapun.

‘Tak ingin peduli walaupun tertampar kenyataan yang menyakiti hati.

Menutup telinga ‘tak ingin pernah ku dengar lagi ucapannya.

Merasa bebas namun tetap gelisah.

Takut akan kegagalan yang pernah terjadi.

Bukan karena alasan jika diriku merasa begini.

Rasa hampa yang ‘kian tumbuh di dalam hati.

Membuat semangat ini perlahan mati.

Ego t’lah berjaya mengambil alih raga.

Membuat hati ini semakin buta,

Akan kesempurnaan dunia.

Bertanya-tanya pada bayang di pantulan cermin.

“Siapakah sosok di pantulan cermin itu?”

Sosok manusia dengan penampilan yang lusuh.

Dengan wajah pucat dan luka di sekujur kulitnya.

Sungguh sosok yang mengerikan..

Tunggu,
Mungkinkah itu bayangan ku?

Terus berharap akan datangnya takdir baru.

Mengembalikan warna di hidupku yang telah berganti menjadi kelabu.

Mungkinkah dengan hal baru,

Ada banyak hal menarik yang sedang menunggu diriku.

Akan ku jalani semua layaknya lirik sebuah lagu.

Biarkan sinar mentari dan terang bulan menjadi saksi bisu.

Akan perjalanan yang ku lewati.


TERLALU MENYUKAI KEGELAPAN SEHINGGA TERSESAT

Sebuah cahaya di dalam kehidupan, yang selalu diimpikan oleh setiap insan, dan tak luput dari
diriku juga. Masih kuingat dengan kuat sewaktu kecil, diriku yang menganggap kegelapan
sebagai ketakutan. Namun, saat ini aku sangat menyukai kegelapan sebagai ketenangan jiwa.

Tidak ada lagi cahaya di dalam diriku ini, dan seketika aku termenung dalam lamunan yang
menghampiri ku.

Datanglah iblis membisikkan di telinga kiri ku

Dengan sebuah ucapan yang pernah ke dengar sebelumnya,

“Apakah kau masih hidup anak muda?”.

Dan aku pun buyar dari ketermenungan seraya berkata dengan lantang “Bukankah sudah
engkau ambil jiwaku wahai iblis?”.

Di dalam kehidupanku sebelumnya, atau pun sesudahnya akan ada penyesalan yang sangat
mendalam. Lalu kubuat seribu pertanyaan yang selalu kutanyakan jauh di dalam diriku.

Apakah aku bisa mendapatkan cahaya kembali?

Apakah akan tetap begini selalu di selimuti oleh kegelapan yang akan membawaku ke dalam
kesesatan tanpa akhir?

Kemungkinan hidupku terlalu gelap

Sehingga tidak menemukan cahaya kembali untuk pulang


ANGAN-ANGANKU

Semakin hari hanya pekerjaan yang kamu prioritaskan,

Sampai lupa, aku di sini setia menunggu kabar dan pesan.

Jujur . .

Tidak ada prasangka buruk ataupun hal negatif,

Aku akan sepenuhnya percaya,

Namun, tidak kah kamu beranjak sejenak,

Meluangkan waktumu, agar aku di sini tidak merasa gelisah.

Aku hanya ingin diperhatikan,

Aku takut dihancurkan oleh rasa kekhawatiran.

Andai waktu dapat aku beli,

Aku hanya ingin membeli waktumu, walau hanya sehari saja.

Agar aku dapat menghabiskan hari-hariku yang sepi ini bersamamu,

Menceritakan semua keluhku,

Mengharapkan dekapan darimu,

Untuk sekedar dibuat tenang,

Bahwa dunia memang begini adanya.,

Dari berbagai pundak,

Agar aku tak merasa terlalu sesak,

Tapi, aku hanya bisa pasrah,

Dengan apa yang sudah – sudah.

Sekiranya aku berharap,


Hanya keraguan atas dirimu yang aku dapat.

Aku harus seperti apa untuk sekedar terlihat oleh mu,

Apakah aku harus pergi menjauh dulu,

Agar kamu mencari ku,

Rehat sejenak tidak memberiku jalan,

Untuk sekiranya aku memutuskan bertahan,

Menyesal kemudian pun bukan hal yang aku inginkan,

Ketika nanti kita harus di pisahkan oleh keadaan,

Kesibukanmu membuatku tak tau harus berbuat apa.

Sampai pada akhirnya,

Aku hanya bisa diam, mencoba menerima semua,

Karena percuma,

Aku hanya bisa berandai-andai saja,

Membeli waktumu walau sehari semata,

Karena kenyataannya, itu hanya angan-anganku belaka.


HUJAN DERAS

Rintik demi rintik bermunculan, tercipta sedikit demi sedikit genangan, suara cipratan air
perlahan terdengar, merenung, tertunduk lesu tanpa sadar.

Aku tak tau apa yang harus ‘ku lakukan,

Juga tak mengerti apa yang harus aku tuliskan,

Aku tak pandai mengungkapkan,

Bagaimana lusuhnya hatiku menerima kenyataan,

Aku terkapar,

Kenyataan begitu menampar,

Aku tak sanggup lagi, bahkan untuk sekedar berharap,

Aku tak berani, karena semuanya teramatlah gelap,

Hujan yang turun kali ini,

Aku dipenuhi rasa sesak yang menyelimuti,

Rasa sakit itu mengalir disetiap rintiknya,

Luapan yang ingin ‘ku sampaikan luruh tersapu anginnya,

Hujan begitu deras diluar sana,

Beriringan dengan air mata,

Airnya menetes,

Tanpa kepura-puraan yang ‘ku poles,

Aku tampakkan semuanya,

Rasa sakitku,

Rasa tidak terimaku pada dunia,

Rasa kecewaku,
Dengan suara gemuruh air hujan,

Aku yakin takkan ada yang bisa mendengarkan teriakanku,

Aku menjerit,

Menelan kenyataan pahit,

Berusaha bangkit,

Walaupun sulit.

Aku menangis,

Sembari menatap hujan,

Berharap ada seseorang yang datang memelukku,

Rencanaku, semuanya berakhir tragis,

Aku sesegukan,

Siapapun bantu aku,

Aku tak bisa lagi berdiri diatas kaki sendiri,

Aku tak bisa menahannya lagi,

‘ku mohon, hentikan semua ini,

Aku tak sanggup lagi,

Hujan yang sangat ‘ku senangi,

Kini hadir membawa luka yang sangat menyayat hati,

Aku kesulitan dibuatnya,

Nafasku tercekat,

Sangat tak bisa ‘ku percaya,

Semuanya teramat berat,


Aku tak bisa,

Aku tak kuasa,

Hujan datang membawa petir,

Anginnya hadir dengan kenyataan yang teramat getir,

Dengan badai, yang kapan saja bisa memporak-porandakan hidupku.


KEHAMPAAN

Entah mengapa yang ku rasakan hanyalah hampa, apa-apa yang ku lakukan rasanya tak
bermakna, segalanya hanya menjadi pelarian.

Kemanakah hilangnya warna indah yang dulu pernah ada?

Aku telah mencarinya hingga lelah mendera,

Namun, warna itu tak dapat ku temukan,

Hanya hitam dan kelabu yang mengisi ruangan,

Tawa masih tercipta,

Namun, rasanya berbeda,

Tak ada hangat dalam dada,

Justru kosong yang semakin melingkupi jiwa,

Air mata yang meluruh,

Kini tak lagi terasa melegakan,

Justru hampa yang semakin penuh,

Mengisi ruang hati yang kian berantakan,

Lantas, jika seperti ini, kemana aku bisa pergi?

Mengisi rumpang yang terasa dalam hati,

Sebab, dimana pun kaki berpijak,

Yang di rasakan hanya hampa yang membuat dada semakin sesak.


KEHENINGAN DAN KESUNYIAN

Malam...

Keheningan, kesunyian, itulah yang ku rasakan

Sensasi malam yang luar biasa, bisa menghadirkan sebuah ketenangan

Hanya Serpihan kata yang bisa ku tuliskan

Bersama dengan Serpihan do’a yang ku panjatkan

Banyak orang yang mengatakan bahwa malam waktu yang tepat untuk mengekspresikan
perasaan saat seseorang dalam kesendirian.

Perasaan gundah, gelisah, senang, bahagia dan banyak yang lainnya.

Mungkin benar begitu, namun ada hal lain yang mereka tak mengetahuinya

Kosong

Hah, mengapa harus kosong?

Yah, kosong

Dimana tidak ada gelisah, tidak ada kegundahan, bahagia, senang dan banyak perasaan lainnya,
karena jarang orang yang bisa menghilangkan perasaan tersebut saat itu

Kosong tanpa perasaan apapun, dengan itu kita bisa mengenal diri kita, menemukan jati diri,
mampu memahami diri sendiri saat dalam situasi apapun

Menikmati keindahan malam memang sulit kita abaikan

Ingin rasanya menjelaskan kepada semesta tentang keadaannya yang tidak baik baik saja, dan
ada juga yang kehidupannya sangat bahagia, tentulah ada yang ingin mengutarakan itu semua

Namun dua hal ini

Penderitaan dan kebahagiaan.

Penderitaan itu bukan siapa yang menyakiti, bukan siapa yang paling terluka, ataukah kita ini
hanya korban dari orang orang yang mengutamakan egonya. Akan tetapi, penderitaan itu hadir
karena kita belum mengenal siapa kita, belum menemukan jati diri kita yang sebenarnya,
bahkan ada yang belum mampu memahami hati sendiri.

Namun, kebahagiaan itu di mulai bukan dengan orang lain bukan dengan dia siapa yang awal
bukan juga siapa yang datang terakhir, akan tetapi, bahagia itu di mulai dengan dirimu dan
Allah saja.

Semoga kebahagiaan juga ikut menanti kita.


TENGGELAM DALAM DEPRESI

Aku tak tahu, seperti apa beban dalam hidupmu. Yang telah memenuhi ruang didalam, kepala
dan isi hatimu. Kau merasa, takdir, bertolak belakang dengan inginmu. Disatu sisi, kau mencoba
bersyukur akan ketetapan hidup yang telah ditetapkan untukmu, dan disisi lain, kau
memberontak pada jiwamu, akan lemahnya usahamu dalam memperjuangkan kebahagiaanmu.

Kau memilih untuk menyerah pada depresimu, yang telah mengambil senyum tulus wajahmu,
sehingga sampai detik ini, dikeramaian kau merasa bahwa kau menjadi manusia yang paling
bahagia, sedangkan ketika pintu kamarmu ditutup, lalu lampu dimatikan, kau menangis, kau
tersiksa, kau ingin berteriak pada semesta, akan dimana keadilan duniamu.
SILENT

Aku hanya ingin diam,

Lalu kemudian tenggelam,

Karam dihantam gelombang pasang,

Dibuat jatuh oleh orang yang ku sayang.

Derai hujan basahi laut mati,

Sembunyikan ombak di pulau tak berpenghuni,

Hari ini hati ku terasa mati,

Hilang simpati pada manusia di dunia ini.

Tuhan..

Terlalu hampa,

Terlalu sepi,

Dan kembali sendirian lagi.

Bukannya aku tidak percaya,

Bukannya aku menyalahkan takdir yang tertera,

Bukannya aku ingin hilang dari dunia.

Tapi mengapa rasanya terlalu sakit untuk di kenang,

Terlalu sakit untuk terima kenyataan,

Terlalu sakit hingga sesak dadaku tak berkesudahan.

Aku hanya ingin di terima,

Diam ku tak menyelesaikan semuanya,

Diam ku tak membuat mereka puas dengan apa yang terjadi di dunia,
Bahkan aku sendiri pun tak bisa diam dan menerima.

Lantas apa yang harus ku lakukan,

Lantas apa yang sebenarnya Engkau inginkan,

Anggaplah aku hambamu yang tak berperasaan,

Hambamu yang sujudnya saja masih di ambang keraguan.

Hambamu ini masih tidak percaya dengan apa apa yang ia dapatkan,

Hambamu ini masih tak bisa menerima keadaan,

Hambamu ini adalah hamba yang tak beriman.

Hanya bisa menyalakan takdir,

Dan masih tidak sadar,

Bahwa ia bukanlah tuhan,

Ia bukanlah manusia super yang memiliki kekuatan.


TERPURUK DAN PERLAHAN TERBENTUK.

Kelak, kamu akan melihat tempat ini,

Ragamu terpaku,

Matamu membeku,

Jiwamu terbang, menerawang jauh ke masa lalu.

Di tempat ini, sosokmu tumbuh,

Luka, kecewa, hancur lebur tak berbentuk,

Di sanalah jiwamu terbentuk,

Hatimu remuk,

Namun dirimu tak mampu beruntuk,

Karena itu murni salahmu.

Kamu akan menemui dirimu kembali,

Yang berusaha menenangkan dengan memeluk diri sendiri,

Menangis, meratapi,

Berulang kali menyembuhkan luka,

Dengan kepura-puraan yang percuma.

Suara itu kembali terdengar dikepala,

Bagaimana riuhnya tangismu,

Runtuhnya hidupmu,

Trauma yang mendewasakanmu,

Dan luka yang menyertaimu, seolah menertawakanmu.

Tapi kamu berhasil melewati semuanya,

Lihatlah dirimu saat ini,


Meski tak sekuat baja,

Kamu mampu bertahan sampai hari ini.

Semua ada masanya,

Kalah bukan untuk menyerah,

Lelah bukan untuk patah,

Namun hancur untuk kembali kuat,

Menyerah untuk kembali bersemangat.

Siapa lagi jika bukan dirimu?

Siapa lagi jika bukan kamu yang menguatkan dirimu?

Dunia ini takkan pernah peduli bagaimana keadaanmu,

Dia akan tetap berjalan,

Walaupun kamu diambang kehancuran.

Jadi lawanlah dunia sendiri,

Jangan menunggu uluran orang lain lagi,

Kamu bisa,

Meski tak ada yang menemanimu.

Kamu mampu,

Meski tak ada yang menguatkanmu.

Jadi tetaplah berjalan,

Meski keadaanmu tengah diujung kematian.


RINTIK HUJAN

Rintik demi rintik basahi tanah

Berusaha menghapus jejak si lelah

Menjadi ksatria ditengah perang dingin antara rasa dengan asa

Juga tanda bahwa akan selalu ada si diam diantara si ramai

Hembusan angin membawa berita duka

Tentang bagaimana si lelah terluka

Dan mencoba mencari cara agar ia kembali tertawa

Petir menyambar,

Membuat tubuhnya gemetar,

Guntur bergemuruh,

Memberitahukan bahwa dia semakin rapuh,

Badai yang terjadi,

Memperjelas bagaimana dia yang tak sanggup lagi melanjutkan langkah,

Mencoba mencari biru di antara langit kelabu,

Mencari pelangi yang tak mungkin ada di tengah hantaman badai,

Pasrah,

Dunianya tak jua menemukan titik cerah,

Cahaya mentari yang dulu pernah menyinari,

Kini hilang tertutup awan yang semakin menghitam,

Suara rintik yang dulu menenangkan,

Berubah menjadi seruan yang menyakitkan,


Dia menangis, sederas hujan yang jatuh

Raganya tersungkur dalam genangan air mata,

Berharap badai duka ‘kan segera berakhir,

Agar senyum biru kembali hadir,

Dengan jiwa putus asa dia berharap,

Pelangi ‘kan di temuinya di ujung badai nestapa.


ADA SUATU MASA

Masa yang penuh dengan pergolakan,

Masa yang penuh dengan penolakan,

Masa tak mau adanya kekangan,

Masa ingin merasakan yang belum pernah dilakukan.

Masa ingin coba-coba,

Masa ingin berfoya-foya,

Masa ingin berhura-hura,

Masa pencarian kebenaran,

Masa pencarian tantangan,

Masa pencarian pembuktian,

Masa demi keegoisan,

Masa pendewasaan,

Masa saling beradu argumen,

Masa ingin mendapatkan pengakuan,

Masa menomor satukan pertemanan,

Masa menomor duakan keluarga,

Masa mencari kebahagiaan,

Masa menghilangkan kemuraman.

Dengan melepas keterpurukan

Saat tiada kenyamanan di tempat berteduh.

Kau luapkan di luar singgasana


Saat ada masalah melanda.

Kau lampiaskan pada yang kau suka,

Di luar sana tidak hanya baik tapi juga buruk bahkan kejahatan mengintaimu.

Bila tak selektif, hati-hati, dan mawas diri.

Bisa saja kau tergelincir ke jurang yang menyesatkan diri.

Apakah kau ingin bebas?

Apakah kau ingin tak terkurung?

Apakah kau ingin bertindak sesuka hatimu?

Jawabannya iya kan?!

Kau bisa lakukan itu,

Lalu apa gunanya akal diciptakan.

Dia sebagai alarm yang setiap

Saat kau dalam bahaya yang

Akan membuatmu jatuh tersungkur, bahkan terjungkal,

Otomatis dia akan menyala.

Jernihkan pikiranmu,

Perbaiki friendzonemu.

Tingkatkan ketakwaanmu pada Tuhan-Mu,

Yang tak akan pernah meninggalkanmu dalam keadaan apa pun.

Berkhusnudzonlah pada setiap skenario-Nya.


Pasti ada hikmah dari setiap rencana yang

Sudah tertulis di Lauhul Mahfudz.


DISUDUT RUANG

Di sudut ruang penuh dengan kesunyian

Tertunduk penuh kepiluan.

Derai air mata tak terasa membasahi pipi

Dengan hati yang penuh kehampaan.

Sudah kulakukan untuk membuatnya ramai,

Tapi lagi, dan lagi ditinggalkan.

Sudah kulakukan untuk menemukan kebahagiaan,

Tapi lagi, dan lagi yang kutemukan hanya kepiluan.

Sudah kucoba untuk menghapus air mata ini,

Tapi lagi, dan lagi hanya derai air mata yang dihasilkan.

Sudah kucari seseorang untuk mengisi kehampaan,

Tapi lagi, dan lagi hanya kehampaan yang semakin kudapatkan.

Dan akhirnya kucoba untuk keluar,

Pergi dari rasa sakit ini,

Meski pada akhirnya, kemanapun aku pergi,

Aku selalu kembali pada titik ini,

Titik dimana semua di mulai,

Namun, sulit untuk kuakhiri,

Hidup memang seperti roda yang berputar,

Kadang di atas,

Kadang di bawah,

Namun sepertinya, roda milikku tengah berhenti di titik terendah,

Karena sekarang rasanya hidupku begitu kosong dan tak bermakna,


Katanya, hidup harus memiliki tujuan,

Lantas, bagaimana dengan aku yang perlahan kehilangan tujuannya?

Duka, luka dan air mata, sudah menjadi bagian dari keseharianku,

Senyum, tawa dan bahagia itu, entah sejak kapan perlahan hilang,

Semua tampak sama sekarang,

Kegiatanku tak ada bedanya dengan jarum jam yang berdetak konstan,

Monoton dan mungkin membosankan,

Mungkin aku kurang bersyukur,

Mungkin juga aku sudah terlalu hancur,

Pada akhirnya, aku memilih tak peduli,

Hanya menjalani hidup dengan caraku sendiri,

Hingga Tuhan membawaku kembali,

Pada kehidupan abadi.


BAYANGAN ITU DATANG LAGI

Tanpa permisi dia dapat menggores

Kembali luka yang awal nya sudah pulih.

Luka yang awal nya sudah membaik kini terbuka lebih lebar.

Apakah aku kalah?

Apakah aku harus menyerah?

Apakah aku harus tetap diam,

Di saat aku yang seharusnya mengambil

Peran malah diam seperti ini?

Kenangan itu datang tanpa permisi.

Entahlah itu kenangan atau hanya

Sebuah peristiwa yang sangat

Membekas dalam ingatan.

Kalimat-kalimat itu datang tanpa permisi.

Kalimat-kalimat itu datang,

Dan kembali mempermainkan semua nya.

Karna kalimat itu aku harus terjebak dengan sebuah kata trauma.

Yang sebenarnya aku pun benci dengan kata itu.


Trauma... Hahaha...

Ya seperti benar aku memang trauma.

Karna trauma.
HITAM ATAU PUTIH ?

TINGGAL ATAU PERGI ?

Biru dan kelabu,

Haru dan pilu,

Merah atau jingga?

Suka atau duka?

Katanya.. hidup adalah pilihan,

Namun, mengapa terasa tuntutan?

Terpaku diam seakan hilang harapan

Bagaimana bisa diri ini berjalan?

Dan mengapa,

Pilihan yang ada bukan yang kita mau?

Semesta berulah lagi, seperti enggan memihak ku

Aku harus bagaimana?

Ribuan luka datang menyakitkan

Rintihan penuh dengan jeritan

Apa aku harus berhenti lalu mati?

Atau melanjutkan kisah ini?

Tapi, bukankah aku pengecut jika berhenti?


Terlalu takut, hingga tak berani melangkahkan kaki kembali

Namun, aku terlalu lelah,

Bagaimana bisa aku melanjutkan langkah?

Tolong beri aku semua jawaban

Dari setiap apa yang kutanyakan

Karena semua terlanjur patah,

Hingga aku hampir kalah dan memilih untuk menyerah.

Namun, semua ini belum usai,

Aku harus bisa menyelesaikan apa yang telah ‘ku mulai

Tolong beri aku jeda,

Untuk sedikit bernafas lega.

Untuk aku yang dilanda kesepian

Untuk aku yang selalu dipanjatkan

Dalam doa yang aku minta pada Tuhan

Agar datang seseorang beri kebahagiaan

Tolong beri aku pundak,

Agar aku dapat bangkit lagi.

Bukan karena aku lemah,

Bukan pula karena menyerah,


Tapi aku terlalu lelah,

Untuk berjalan sendirian tanpa sedikitpun penyanggah

Adakah seseorang yang sudi mengulurkan tangannya untukku?

Mengangkat ‘ku dari kegelapan,

Menuntunku,

Menyelamatkan ‘ku dari keputusasaan.

Yang mampu membuatku bertahan

Alasan di setiap perjuangan

Teman sampai akhir kehidupan

Selamanya dan tak pernah terpisahkan.


KETAKUTAN

Ketakutan ku pun terjadi,

Prasangka yang dulu kuanggap takkan pernah ada lagi,

Kini hancurkan harapan ku tuk bangkit dari mimpi.

Kembali pada kenyataan yang lagi,

Dan lagi membuat ku terjatuh dalam sekali.

Perasaan yang lalu hanya ku pendam sendirian,

Sakit dan perih yang ku rasakan tak pernah berkesudahan,

Jeritan juga air mata yang mengalir deras meraung kesakitan.

Hanya bisa ku jadikan patokan tuk bangkit dari keterpurukan.

Hampir di setiap hari,

Kulalui semua luka bercampur darah yang mengalir dari pipi,

Mencoba kuatkan diri bahwa esok hari tak akan ada luka baru lagi.

Yang jelas itu hanya kebohongan belaka,

Dari diri ku yang tak ingin disakiti kembali.

Ada kala nya aku harus terlempar

Kedalam jurang kepalsuan

Kebohongan, kekecewaan.

Dan hal itu ku dapat dari

Mereka kala itu dibohongi,


Dikecewakan, dan berakhir dengan dimanfaatkan.
PENILAIAN

Dulu aku pernah di dekatkan oleh seseorang

Katanya ‘dialah yang paling tepat untukku

Katanya ‘dialah yang paling pantas untukku

Katanya ‘dialah yang terbaik untukku

Ia selalu mengaguminya di depanku

Bahkan di setiap waktu

Hingga membuat telingaku terasa layu.

Menurutnya, kitu takdir

Menurutnya, kalian jodoh yang terukir

Makanya kalian di pertemukan sebelum di perkenalkan

Itu penilaiannya bukan penilaianku

Ambisinya untuk mendekatkan diriku dengannya begitu jelas

Sehingga dirinya ingin aku terus bersamanya

Seandainya ia tahu hatiku akan terbuka cepat

Jika ia yang paling tepat

Aku paham dengan hatiku

Aku mengerti siapa aku.

Aku memang memperlakukannya dengan baik

Bukan berarti aku tertarik

Semuanya juga jika orang baik

Maka akan di tempatkan dengan baik pula.

Saat seseorang merasa di hargai


Maka disitu ia akan mengira bahwa ia sedang di cintai

Padahal belum tentu

Dia pun mengira bahwa aku menyukainya

Ia menganggap tatapanku seolah-olah ada rasa

Padahal tidak ada.

Pernahku coba untuk membuka

Tapi tetap saja tidak bisa

Sederhana saja,

Jika satu nama sulit untuk pergi

Bagaimana bisa berganti?

Apalagi untuk menambah satu lagi

Itu tak mungkin terjadi

Sebab itu akan menyakiti dua hati.


TAK BERBEDA

Sepertinya waktuku untuk menyusulnya belum tiba, entah aku diberi sebuah kesempatan atau
memperpanjang masa untuk merasakan sengsara ?.

Hari-hari yang ku lalui terasa sangat berat,

Banyak beban yang selalu bertambah

Cemoohan dari orang

Terbuang dari keluarga

Hilangnya rasa kemanusiaan

Di injak dan direndahkan

Setelah diriku lolos dari sebuah kematian,

Aku merasa semua akan baik-baik saja,

Ternyata semuanya tetap sama.

Dunia fana yang tak pernah adil bagi

Semua makhluk yang menghuninya

Dunia yang dengan kejam memberikan luka,

Di bawah langit malam,

Aku umpat segala derita,

Ingin ‘ku lepas dari lara yang membelenggu,

Entah sampai kapan aku mampu bertahan,

Menahan perih yang mematikan rasa,

Atau mungki selamanya aku akan terus berjalan,

Dengan duka yang menjadi teman dalam perjalanan.


SEPERTI BIASA

Hari ini adalah ke sekian kalinya aku merasa gagal ditampar oleh kenyataan yang pahit, dan
diriku mulai runtuh.

Entah karena tekanan akan kehidupan yang kejam, jelas aku merasa gagal.

Aku tak memiliki siapa pun saat ini untuk memberikan dorongan penyemangat dalam hidupku.

Kamu tau hari-hariku mulai berat,

Tak memiliki arah dan tujuan

Aku hanya melangkah ke mana angin membawaku.

Namun setelah setiap langkah yang kulalui semua terasa nyata,

Entah kejamnya dunia atau kesalahan akan kehidupanku.

Tak seharusnya aku di lahirkan,

Tak seharusnya aku menjalani hidup yang tak berguna ini.

Semua terasa sangat berat amat sangat berat,

Aku ingin mengakhiri semua ini namun aku tau bahwa itu bukanlah akhir.

Tetap saja semua orang menginginkanku pergi,

Teman, sahabat, dan keluarga.

Semua menginginkan kematianku,

Ironis bukan tapi seperti itulah adanya.

Jadi jika seandainya kalian membaca ini!

Aku ingin, tetaplah seperti hari-hari biasa tanpa adanya diriku,


Karena aku hanyalah sebuah figuran dalam buku ceritaku sendiri.
SELAMAT MALAM PENDERITAAN DUNIA.

Kini aku kembali kepada mu memeluk mu dengan rasa pahit yang menyelimuti.

Terlalu sering merasakan seperti ini.

Hingga Akhirnya aku terbiasa dengan nya.

Apakah hal seperti ini akan terus berlanjut?

Aku sudah muak dan jenuh dengan semua penderitaan yang kurasakan.

Bolehkan sedikit saja saya merasakan bagaimana rasanya bahagia?

Sedikit saja supaya aku bisa tetap hidup didunia yang fana ini.

Sudah bosan menahan segala bentuk penderitaan.

Aku sudah berusaha keras untuk mencapai sebuah titik terang didunia yang gelap.

Tak tahu harus berbuat apa lagi.

Segalanya telah ku coba namun tidak ada hasil sedikit pun.

Tolonglah aku tariklah aku dari rasa bersalah yang selama ini menghantuiku.
YANG TERMILIKI SUATU HARI NANTI AKAN HILANG DAN PERGI.

Kita pasti pernah memiliki sesuatu yang sangat berharga.

Entah harta, tahta atau orang tercinta.

Tentunya apa yang kita miliki tak akan abadi. Roda kehidupan terus berjalan. Harta akan ada
saatnya habis juga. Tahta akan turun pada generasi yang lebih muda. Orang tercinta juga
berbatas usia seperti manusia biasa.
DARI SEGALA KEMUNGKINAN KEHILANGAN.

Apa salahnya kita mempersiapkan diri.

Walau tak mengurangi rasa sakit yang timbul nanti. Namun setidaknya ada sisi positif yang
menghindarkan kita dari akibat negatif sebuah kehilangan.

Persiapan mental akan membantu dalam proses bangkit dari kesedihan. Persiapan rasa agar kita
tak merasa memiliki sesuatu secara berlebihan. Persiapan akal pikiran penting untuk mengontrol
diri agar tak hilang kendali saat duka dan kesedihan sedang berkuasa.

Tetaplah semangat untuk kalian yang pernah merasakan kehilangan.

Dan janganlah takut akan kehilangan untuk mereka yang kini sedang memiliki segalan.
DINGIN MALAM YANG SEPI

Malam ini hening dan gelap

Seperti hati ini sepi dan sunyi

Kala diri ini sendiri, mengarungi samudra sendiri

Raga terbaring,

Jiwa berlari,

Keadaan hening,

Namun segala pikiran, bak menari-nari.

Dari hari ke hari terus seperti ini,

Namun malam terus bergulir untuk menghiasi,

Tak mempedulikan aku yang bagaimana,

Tak menghiraukan apa yang sedang aku rasa.

Hanya hening yang mendominasi, tanpa permisi menguasai diri ini.

Malamnya pekat menyeruak ke dalam jiwa,

Membuat kenangan-kenangan buruk berputar di atas angan,

Seolah memaksa untuk bersuara,

Namun seakan diri ini sangatlah enggan.

Seolah bisu, padahal mampu.

Marah, keluarkanlah.

Berlari tak mampu? Berjalanlah,

Jika tak mampu jua, maka merangkaklah.

Keluarkanlah apa yang ada dalam benak,

Biarkan semuanya menyeruak,


Meski merusak, setidaknya sedikit melunak.

Aku percaya aku bisa,

Meski tak begitu sempurna,

Namun aku akan terus berjalan,

Meski perlahan.
BINGUNG

Bingung akan keadaan yang tak kunjung berakhir

Masalah selisih berganti menghantui raga ini

Kesunyian dan kehampaan

Merasuk kedalam jiwa

Ingin berlari

Tapi kaki enggan beranjak

Letih akan keadaan

Membuat raga ini remuk

Serpihan harapan tlah hancur

Kini tinggal penyesalan yang ada

Duhai jiwa yang lemah

Mau sampai kapan

Engkau menolak kebenaran

Hingga membuat raga ini lelah

Duhai jiwa yang lelah

Mau sampai kapan

Engkau terbuih akan gemerlapnya dunia

Hingga lupa akan akhirat


LANGKAH YANG TERHENTI

Sunyi..

Sepi..

Hampa..

Tak berwarna..

Malam datang tuk sudahi terang

Entah apa yang harus aku lakukan

Berdiam diri di tepi pantai

Bersemilir angin dingin

Gemuruh ombak yang damai

Temani sepi dalam kesedirian

Riuh dalam hening

Nestapa yang tak kunjung reda

Jejak semesta tertera dalam rasa

Lingkup hampa berujung buta

Dengan kaki yang pincang

Berjalan menyusuri alam

Berjalan dengan tertatih perih

Dengan asa yang telah sirna

Harapan yang semakin menipis

Berbalut asa yang menepis diri

Waktu menghunus tajam dalam pilu


Dengan segala rasa sakit yang membatu

Segala hal kini tak berarti

Rasa itu sudah lama hilang

Langkah sudah terhenti pada titik ini

Telah lumpuh tak mampu melangkah lagi

Meratapi dan meratapi

Tanpa mampu bangkit kembali

Berakhir sudah perjalanan yang panjang

Kini hanya akan jadi sebuah sejarah

Dalam sunyi, sepi, dan kehampaan

Usai sudah cerita dari sebuah kehidupan.


DALAM KEGELAPAN

Berapa lama manusia mampu bertahan seorang diri dalam kegelapan?

Tanpa asa, tanpa cahaya,

Ke arah mana aku harus pergi,

Ketika harapan sudah lama mati,

Ke arah mana aku harus melangkah,

Ketika aku telah kehilangan arah,

Tertatih,

Menahan perih yang menyiksa,

Terluka,

Namun, harus terlihat baik-baik saja,

Aku tak bisa melihat,

Di sini hanya ada gelap yang begitu pekat,

Sunyi, bahkan suara nafasku yang berderu bisa ‘ku dengar,

Juga jantungku yang masih berdebar,

Di sini sungguh dingin,

Rasanya tubuhku mati rasa,

Apakah mungkin,

Aku bisa menemukan jalan keluar dari kegelapan ini?


BROKEN HOME IS NOT A CHOICE

Broken home bukanlah pilihan

Tapi dengan tidak menjadi broken

Adalah pilihan yang harus dilakukan

Juga suatu cara untuk tidak menangisi takdir dari Tuhan

Ketika jalan yang Tuhan berikan

Adalah kesempatan yang akan jadi penyesalan jika kita sia-siakan

Juga kesadaran penuh bahwa akan selalu ada datang dan pergi

Yang tak semestinya kita ratapi

Hidup bukan untuk ditangisi

Apalagi diratapi apa yang sudah terjadi

Seperti “Wahai diriku sudahi tangisan juga ratapan mu, dunia akan terus berjalan sebagaimana
mestinya ia, tangisan tidak menyelesaikan semuanya, apalagi membuat kesakitan mu mereda,
dengan harapan kembalinya keutuhan keluarga”

Bangkitlah, karena semua akan berubah

Jika menjadi broken home adalah hal yang diluar kendali

Maka buatlah kata broken itu hilang pada diri

Tunjukkan bahwa menjadi broken home tidak selalu menyakitkan

Buktikan bahwa broken home bukanlah hal yang harus disesali kemudian

Karena Tuhan punya skenarionya sendiri

Yang entah kapan akan membuat kita tercengang nanti.


Menjadi broken home memang tak di inginkan oleh siapa pun

Tetapi kita tahu banyak pelajaran yang kita ambil dari kisah-kisah

Kamu tak akan pernah merasakan bagaimana hebatnya saat kamu dalam keadaan normal,
tetapi kamu akan merasakan hebatnya dirimu saat dalam keadaan sulit.

Mungkin kamu tak menyadari itu

Tetapi orang lain tahu bahwa itu luar biasa

Dimana orang lain tak kan mampu menghadapi saat dalam situasi tertentu.

Apa yang kamu sanggupi

Tak kan mudah orang lain tuk lewati,

Yakinlah pada diri sendiri bahwa kamu bisa

Bisa mengatasi segalanya

Sebesar apapun luka yang kau alami

Jangan pernah berkecil hati bahwa kamu itu mampu menerima dengan sepenuh hati.

Menangis lah,

Jika kau ingin menangis

Sebab air mata adalah do’a saat kau tak mampu berbicara

Air mata yang sering jatuh bukan ia tak dewasa

Hal itu karena ia sudah kuat terlalu lama.


BROKEN HOME

Biarkan aku menjadi pendendam sekali saja,

Karena rasanya sulit ketika teringat kala tiap makian dari mereka,

Yang ada saat butuhnya saja,

Mencari cari kesalahan dari setiap tingkah.

Cercaan ditiap kesalahan yang tak sesuai mau mereka,

Dianggap tidak ada gunanya dan hanya benalu saja,

Dan ketika berpendapat, Dianggap melawan yang lebih tua.

Biarkan aku menjadi pendendam sekali saja,

Terlalu banyak duka yang ada,

Sampai kiranya ingin hilang dari dunia,

Selalu salah karena tidak patuh pada perintah yang ada.

Menjadi hewan pesuruh ,

Dikala mereka butuh,

Menjadi mesin pencetak uang,

Dengan beralaskan kasih sayang.

Aku tau ini salah,

Dendam tersulut api yang membara,

Karena merasa tidak pernah diberi kasih yang setimpal dengan asa,

Karena terlalu banyak luka yang mereka beri dengan tinta,

Tanpa bisa aku menghapus nya dengan air mata,

Jeritan hati yang tak mampu bersuara,


Jeritan rindu akan kasih dan sayang yang ada,

Tapi kiranya itu hanya angan angan ku belaka,

Tanpa bisa menjadi nyata,

Karena aku hanya benalu saja.


TIDAK ADA YANG MENGERTIKANKU

Aku melewati semua sendiri,

Hampir setiap waktu aku berfikir.

Adakah sedikit waktu kalian untukku?

Wahai ayah, ibu. . .

Setelah kalian berpisah,

Kalian mengabaikan aku,

Seakan menganggap aku memang tidak ada,

Dan tidak pernah diinginkan keberadaannya.

Ayah, ibu. . .

Kalian telah melupakan aku,

Buah hati kalian, yang masih memerlukan,

Bimbingan, kasih sayang, dan perhatian.

Seandainya kalian tau perasaanku,

Seandainya kalian tau apa yang aku inginkan,

Namun, kalian tidak pernah bertanya, dan tidak pernah ingin tau apa yang aku inginkan.

Kalian terlalu sibuk dengan dunia kalian,

Tanpa kalian tau bagaimana perasaan dan keadaanku..

Aku hanya ingin seperti yang lain,

Seperti teman-temanku yang memiliki keluarga utuh,

Dan bahagia.
Wajah-wajah bahagia terpatri dari raut wajah mereka, bimbingan, kasih sayang, dan perhatian.

Mereka mendapatkan semuanya.

Sedangkan aku,

Hanya bisa mengirikan, memperhatikan, membayangkan dalam haluan.

Begitu menyedihkan bukan?

Mereka yang bahagia, dan hidup bersama orang tua yang utuh.

Tidak pernah tau bagaimana rasanya,

Hidup dengan orang tua yang berpisah,

Tidak pernah tau bagaimana irasanya

Melihat keluarga utuh dan bahagia,

Tidak pernah tau bagaimana menderitanya,

Ketika terjatuh, dan hilang arah.

Tanpa memiliki tempat untuk bersandar.

Tidak pernah tau bagaimana sesaknya,

Melihat mereka yang hidup dengan penuh keharmonisan dalam keluarganya.

Mereka tidak akan mengalaminya,

Mereka tidak akan pernah merasakannya,

Karena mereka ditakdirkan untuk memiliki keluarga yang utuh, dan bahagia.

Bagiku yang memiliki takdir seperti ini,

Rasanya sulit untuk menerimanya,


Sulit untukku jalani dalam kehidupan ini.
PENAWAR DI SETIAP LELAHKU

Ayah...

aku kembali

membawa sejuta mimpi

namun begitu misteri

tapi mimpi itu aku geser sedikit dari pikiran ku

biarkan aku disini kembali bukan sebagai sosok yang mandiri

tapi sebagai seorang putri.

walau aku mampu mencari rupiah dengan hasil keringat ku sendiri

tapi di hati kecilku aku masih ingin meminta itu dari mu,

walau nilainya tidak seberapa

tapi bagiku itu sangat berharga.

mampu menjadi penawar di setiap lelahku

dan kebahagian itu luar dalam

karena aku masih milik mu yah...

tapi aku tetap ingin meminta itu darimu

meminta hak hak seorang anak.

ayah...

aku pulang membawa sejuta cerita

tapi lebih ku pilih untuk di pendam saja

ingin berbagi segala rasa yang ada

namun enggan untuk berbicara

hati ini sulit untuk di ajak kerjasama

entah mau mulai dari mana


aku tak mengerti apa-apa?

aku harus bagaimana?

dan mengapa?

dari hal hal yang menikam ku

hingga berakhir sayatan khusus untuk ku.


PESAN UNTUK MU AYAH

Ayah,

Anak laki-lakimu ini kini sudah besar,

Anak laki-laki yang kau anggap manja ini kini mengetahui banyak hal,

Dan anak laki-laki ini kini sudah merasakan pahitnya hidup.

Ayah,

Bagaimana kehidupanmu?

Bagaimana keluarga barumu?

Apakah kau bahagia sekarang,

Nyatanya kau tak peduli denganku.

Ayah,

Kau tahu?

Tadi saat pengunguman kelulusan,

Banyak ayah yang datang untuk putrinya.

Aku hanya melihatnya,

Aku tak apa ayah, sungguh tak apa,

Karena kau sudah terbiasa seperti ini.

Andaikan aku memintamu datang,

Pasti ayah akan marah.

Aku takut ayah,

Aku takut ketika ayah memukulku,

Aku takut ketika ayah menendangku,

Aku ingin hanya ingin merasakan hangatnya


Dekapanmu ayah.

Bukan hanya dengan materi,

Dikuatkan oleh rangkulan,

Bukan bentakan serta makian.

Tetapi, tak mengapa ayah,

Nyatanya aku sampai di titik ini karena mu.

Tak apa,

Sungguh tak apa-apa.

Aku masih sayang ayah,

Dan tetap menjadikan ayah sebagai cinta

Pertamaku dan selamanya.

Terima kasih ayah,

Telah mendidikku menjadi kuat dan mandiri,

Seperti sekarang.

Dan yang terakhir,

Kini aku sudah bisa semuanya dengan sendiri,

Jadi tak akan lagi merepotkan ibu.

Sekali lagi,

Terima kasih ayah.


TERUNTUK AYAH

Jika ada alasan aku menjadi paling berani itu

Karena aku percaya langkahku selalu ditemani oleh kaki tangguh

Yang berlutut di waktu-waktu kelam mengulum Do’a pada Pencipta di sepertiga malam.

Bapak adalah penjaga dalam bayangan maupun kenyataan

Pelindung yang menjaga.

Menjadi rumah untuk setiap keadaan,

Meski kata cinta tak pernah mengalir mulus dari mulut.

Mantra cinta dalam nasehat dan pengajaran tidak pernah surut

Bapak tak pandai mengungkapkan cinta Bapak

Sembunyikan sayang dibalik marah

Saat aku mengukir bangga.

Sesungguhnya pipi tua itu memerah

Hanya saja bapak tidak ahli dalam mengungkapkan cinta.

Baginya rasa mulia itu begitu sakral

Tidak mudah diumbar dan tak terukur oleh banyaknya harta.

Andai waktu bisa kuputar kembali pada masa yang kukenali

Aku ingin lebih banyak lagi menatap senyumanmu

Saat kita bercanda ingin sekali ku peluk tubuh kekarmu

Seperti aku kecil dulu sebelum akhirnya hanya bisa menangis di atas Pusaramu.
Pantaslah aku berterima kasih pada Tuhan

Karena mu kau ajarkan banyak hal dan perkara dengan atau tanpamu

Waktu kita memang tak banyak di habiskan bersama

Tapi sepanjang jalanku kau ada di ujung nama

Dan jika ada alasan aku menjadi kuat dan tangguh

Itu karena kau tempa aku dengan sepenuhnya

Dan dengan sungguh-sungguh kau bekali dengan pelukan saat tiba di rumah.

Agar aku bisa taklukan dunia yang bahkan tak pernah ramah.

Bapak.....

Pergilah denganku

Kita bercanda lagi aku ingin bercerita ramai padamu

Tentang berbagai elegi ketika ada yang menyakiti sebentuk hati yang kau jaga Aku ingin
bersandar pada bahumu

Pada hatimu yang sangat-sangat kucintai.


TERIMAKASIH AYAH

Di setiap harinya tak pernah ada kata lelah

Untuk kita keluarganya.

Sedari kecil paling dekat dengan anak-anaknya,

Dan tak pernah membeda-bedakan satu dengan yang lain.

Kasih sayang masih sama sewaktu anak-anaknya

Tumbuh menjadi dewasa, bahkan kasih sayangnya melebihi layaknya seorang ayah.

Ayah selalu ada di saat anak-anaknya ingin membutuhkanya.

Terimakasih Ayah,

Engkau tidak hanya jadi seorang ayah,

Tapi ibu sekaligus.

Ayah terimakasih, karna di saat aku lemah tak berdaya.

Ayah selalu menguatkan, dan selalu saja memberi semangat untukku,

Agar aku bisa bangkit dari lemahku.

Terimakasih pun tidak cukup untukku

Membalas semua kasih sayang, dan juga pengorbananmu untukku ayah.

Aku yang selalu saja membuat marah,

Kecewa, malu bahkan terkadang membuat ayah sakit hati,

Tetapi ayah selalu saja menerima semua ini dengan lembut dengan senyuman, kesabaran, dan
mau memaafkan semua kesalahanku.
Ayah. . .

Beribu-ribu terimakasih atas semua jasa-jasamu untukku.

Kini, aku telah dewasa,

Akan tetapi belum juga mampu membahagiakanmu,

Seperti mana ayah membahagiakan aku dengan cara yang sederhana.

Terimakasih ayah. . .

Maafkan anakmu ini yang sampai saat ini masih merepotkan juga menyusahkanmu ayah.
KASIH IBU SEPANJANG WAKTU

Untukmu....

Surgaku yang berada jauh disana

Tak terasa aku sudah beranjak dewasa

Maafkan aku...

Jika Harus Meninggalkanmu Untuk sekian waktu

Demi Mengejar Semua Mimpiku

Agar Kelak bisa Membanggakan Serta Membahagiakanmu

Ya Meskipun Aku belum juga bisa mewujudkan semuanya

Akan aku usahakan dengan sekuat tenaga

Untuk merubah semuanya

Karena tak ada perjuangan yang sia-sia

Terima kasih....

Telah setia menemani hingga detik ini

Meskipun sekarang hanya do’amu yang selalu menyertai hari-hariku

Menguatkan jiwaku yang semakin rapuh seiring waktu

Diriku hanya tau...

Bahwa Do’amu Seluas Langit Biru

Dan Dimanapun Aku Berada

Aku selalu berlindung Dibawahnya

Sesekali aku melihat keatas dengan tatapan sunyi

Berharap nanti kau sejenak hadir dalam mimpi

Karena aku rindu kasihmu sepanjang waktu.


AKU BUTUH KALIAN

Pak, Bu...

Anakmu kini sendiri

Tidak ada kalian disisi

Apalagi memeluknya ketika sedih Menenangkan nya kala dunia tak bisa di ajak kompromi

Membuatnya tersenyum saat melihat cahaya mentari

Lagi-lagi ia terluka

Ditikam oleh dunia dan penghuni nya

Dicaci dan di maki sekuat tenaga

Kini tubuhnya bersimbah darah

Perihnya tak seberapa parah

Hanya tragedinya yang membekas di dada

Seolah tertimpa kenyataan bahwa dunia tak pernah berpihak pada nya

Dunia memisahkan ia dengan kalian

Dunia membuat tangisnya meraung keras kesakitan

Dunia menjadikan ia tak berperasaan

Pak, Bu ...

Kini hanya tinggal menunggu waktu giliran

Dengan harapan bisa bertemu kembali dengan kalian

Dengan mimpi yang harap jadi kenyataan

Dan saat ini hal itu kan terjadi

Berkat dunia yang muak akan diriku ini


Yang sepanjang hari

Pikirannya dipenuhi kata bunuh diri.


SERANGKAI PUISI UNTUK SYURGA

Ma...

Pa...

Lihatlah aku yang engkau rawat dan besarkan ini

Sejak ku membuka mata melihat dunia

Aku menangis waktu itu

Engkau meyakinkanku, dunia tak sekejam yang kukira

Perlahan penuh warna

Lalu di hiasi tawa lepas, tiada beban

Aku seperti pengembara, melewati semua yang tak terduga

Terkaget, akhirnya mulai mengerti

Ma ... Pa ...

Lihatlah aku, bukan lagi bayi kecil yang menangis setiap malam

Bukan balita yang merengek menginginkan mainan

Tidak lagi marah, karena tak cukup waktu bermain

Kini aku mulai beranjak dewasa, benarkan?

Aku merasakan lelahnya kehidupan, tetap harus kuat

Aku yang sering menangis karena keadaan

Aku yang berusaha melangkah, tanpa giringan tanganmu

Aku yang berusaha mandiri

Ternyata masih kesulitan dan rapuh

Engkau berharga bagiku

Sebagai penawar dan pelita, di setiap sendu juga dukaku


Aku juga tau, tiada sayang setulus engkau

Manusia yang di kirim Tuhan, memberi warna setiap langkahku

Maafkan aku, belum bisa membahagiakanmu

Tetap tersenyum, engkaulah penyemangatku.


HANCUR DALAM RUMAH

Kita satu, namun tak menyatu,

Dalam rumah yang sama,

Namun rasa yang berbeda,

Aku ada, namun seakan tiada,

Kehancuran yang sebenarnya,

Adalah ketika rumah tak bisa dijadikan tempat pulang,

Saat lelah melawan dunia,

Di rumahpun, aku dipaksa berjuang,

Tanpa peluang,

Merasa terkekang,

Tak bisa dengan bebas terbang,

Lalu harus kemana lagi?

Aku harus mengistirahatkan tubuh ini?

Jika orang-orang yang aku harap paling mengerti,

Justru memilih tak pernah peduli,

Aku tidak membenci,

Aku hanya muak,

Dengan teriakan-teriakan yang menggema di setiap harinya,

Hal sepele yang harus diluapkan dengan nada keras memekakkan telinga,

Saling mengadu keegoisan,

Berebutan siapa pemenangnya,


Tanpa pernah mempertimbangkan,

Sedikit saja, apa yang tengah ‘ku rasakan,

Kadang membisu,

Seakan tak berpenghuni,

Beradu tatapan tajam,

Dengan sifat angkuh tanpa bergumam,

Namun rutukannya seakan terasa jiwa,

Yang siap menikam kapan saja,

Sampai kapan kita seperti ini?,

Sampai kapan kita tak bisa sedikit saja saling mengerti?,

Tak bisakah kalian membuang sedikit ego kalian demi aku?,

Aku tak kuat,

Semua terlalu berat,

Untuk ‘ku pikul sendirian,

Aku lelah berada dalam ruang hukum ini,

Seakan terintimidasi,

Setiap hari,

Mengapa kalian harus menghancurkan pondasi yang kalian bangun sendiri?

Tak sadarkah kalian?

Siapa yang kalian sakiti?

Aku,

Iya benar aku, aku yang berusaha membutakan mataku untuk tak melihat kalian saling
menikam,
Aku, yang menulikan telinga ‘ku untuk tak mendengarkan lontaran cacian bersautan kalian yang
menghujam,

Aku, yang membisukan mulut ‘ku, agar tak ikut berteriak, dan membuat semuanya semakin
runyam,

Lihatlah, aku si kecil ini,

Dipaksa berdiri ditengah pusaran badai besar ini, sendirian,

Berusaha menyatukan sisa puing-puing harap yang berserakan,

Namun, tak berselang lama dengan mudahnya kalian hancurkan,

Lagi, lagi, dan lagi,

Tidak sadarkah kalian?

Harapan siapa yang telah dipatahkan?

Aku benci situasi ini,

Aku benci keadaan ini,

Jangan hancurkan rumah ‘ku lebih dari ini,

‘Ku mohon,

Jangan sakiti aku lebih dari ini,

Jika tidak pada kalian,

Harus dengan siapa lagi aku menyembuhkan diri?,

Sebelum aku membenci semuanya,

Sebelum aku mengakhiri semuanya,

Sebelum semua itu terjadi,

‘Ku mohon berhenti,

Aku hanya ingin rumah,

Untuk berpulang,
Melepaskan segala resah,

Tanpa harus terbuang.


SEBUAH KISAH

Sedari kecil berjalan di atas duri

Di hantam dengan pukulan keras

Di paksa untuk bisa berdiri sendiri

Padahal luka di atas kaki masih membekas

Sakit hati adalah makanan setiap hari

Rumah yang indah hanya sebuah mimpi

Karena pada kenyataannya itu hanya luarnya saja

Tertutup dengan rapat bagaimana semua terjadi

Bagaimana rasanya di neraka sesaat

Begitu mengerikan dan penuh kehancuran

Keluarga yang terlihat begitu harmonis

Tapi ada saat di dalamnya begitu sadis

Kesalahan kecil bisa jadi malapetaka

Kesalahan besar akan jadi hidup matinya

Siksaan yang di alami seakan tahanan dalam penjara

Di tahan dan di hukum dengan seenaknya

Bahkan hanya dengan kata kata saja

Bisa membuatnya menjadi gila

Kematian baginya adalah akhir dari penderitaan

Kematian adalah hal yang di harapkan

Meski harus kehilangan semuanya


Tapi sepadan bila bisa keluar dari penjara

Padahal itu adalah rumahnya sendiri

Tempat bernaung selama ini

Tapi tragedi yang terjadi

Membuatnya befikir seperti ini

Melukai diri sendiri

Akibat dari depresi

Adalah yang sering terjadi

Apakah akan selalu begini?

Rumahnya adalah neraka untuknya

Keluarganya adalah algojo yang siap membunuhnya

Seiring waktu berjalan

Hatinya yang selalu tertekan

Sudah tak percaya kemanusiaan

Hanya tau bagaimana harus sakit tanpa sembuh

Sampai sang waktu pun memberinya satu kehidupan yang berbeda

Dia di beri kesempatan untuk hidup lagi

Dan akhirnya dia berjalan lagi di atas apinya sendiri

Membakar segala hal yang mencoba membuatnya berhenti

Kini dia hidup dengan asa yang putus

Dengan segala harap yang telah terlelap.


DARAH SEPERTI RACUN

Darah Tapi seperti Racun

Perihal racun apa yang kamu tahu tentangnya?

Sebuah Penyakit?

Lantas bagaimana dengan sebutan Darah Tapi seperti racun?

Begitulah sebutan yang tepat untuk seorang anak yang menyakiti hati orang tuanya

Memiliki darah yang sama

Tetapi seperti racun yang berbisa

Ketika seseorang terkena racun yang mematikan

Tanpa ada obat yang mampu menyembuhkan

Maka cara yang tepat ialah menyatukan racun dengan racun hingga bisa di bilang sama-sama
mematikan Namun dengan jenis racun yang berbeda

Hal ini disebabkan oleh dua sifat yang berbeda namun dengan jenis yang sama

Cobalah untuk memahami, maka itulah yang akan di alami kedua orang tua

Ketika anaknya sendiri yang menancapkan luka

Perbuatan, perkataan yang menyakitkan dari seorang anak adalah racun bagi orang tua

Sedangkan balasan Allah atas rasa sakit yang di terima orang tua adalah racun bagi anaknya.
ANTARA HADIR DAN TAKDIR

Awalnya, aku tak pernah berfikir bahwa akan ada seseorang yang hadir di hidup ku

Karena selama ini aku hanya mengenal saudara saudara ku

Semuanya aku bagi dengan mereka kebahagiaan bahkan kesedihan dan itu pun semau ku.

Aku diam diam memahami seseorang semuanya itu karena aku mengenal saudara saudara ku
dengan lekatnya,

Semua orang yang ku kenal memiliki jiwa dan kepribadian yang hampir sama dengan saudara
ku

Walaupun tak semuanya ada.

Dari mulai suara begitu tenang yang tentu sangat ku rindukan

Sampai dengan wajah yang membuatku tenang saat ku pandang,

Itulah saudara ku yang aku sendiri tak pernah merasakan kesepian ketika bersamanya.

Lantas bagaimana jika ada orang lain yang akan menggantikan saudara ku

Ia yang memberikan ku kenyamanan juga dapat memberikan ku kehangatan,

Namun itu harapan yang membuat ku sedikit ragu.

Ragu sebab ada kepastian yang lebih dari harapan ku,

Yaitu ada kematian yang akan menjemput ku lebih dulu.


AYAH IBU

Ayah, Ibu ...

Aku mempunyai banyak mimpi yang mungkin tidak akan lagi bisa aku gapai, hal-hal yang dulu
selalu kalian tentang juga remehkan, secara tak sadar atau mungkin pura-pura tidak tahu,
hatiku patah berulangkali. Namun, hanya senyum yang mampu kutampilkan, menyembunyikan
seluruh sendu pada manik mata yang tak pernah orang-orang perdulikan.

Ayah, Ibu ...

Jika memang bisa aku memilih kepada takdir Tuhan. Izinkan aku memilih untuk tidak pernah
hadir ke dunia, tetapi rupanya; aku memilih ‘ada’ dengan segala konsekuensi yang kini harus
kuterima.

Benar-benar menyakitkan Yah, Bu ...

Berulangkali aku meyakinkan diri, memeluk diriku sendiri, berharap angin malam yang dingin
tidak menusuk tubuhku hingga ke dasar, melindunginya dari terpaan badai yang bisa
menenggelamkanku kapan saja. Mencoba waras atas riuhnya isi kepala.

Luka ini entah kapan akan sembuh, aku yakin dia akan pulih tetapi entah kapan. Sebab, ada
banyak hal yang memicu traumaku kambuh. Selain isak tangis juga tubuh yang bergemetar
hebat, aku tak bisa melakukan apa-apa.

Ingin rasanya aku marah terhadap-Nya, atas seluruh garis takdir yang Dia tetapkan untukku.

Pada bumi yang luasnya tak bisa kujelajahi, Dia membiarkan aku sendiri menghadang hebatnya
cobaan. Pundakku ditimbun beribu beban, hingga rasanya kerap sekali aku ingin menyerah.
Namun, apalah artinya aku hidup bila mengakhiri dengan cara yang hina. Biarlah Dia yang
membawaku pulang saat waktunya tiba.
Semoga saja kelak lukaku akan pulih, sembuh hingga aku tersenyum saat mengingatnya
kembali

Semoga saja ikhlas dapat kuraih hingga saat menatap kalian bukan lagi sorot benci yang
kutampilkan.

Tak mengapa, aku akan baik-baik saja sekalipun tak pernah diinginkan. Tuhan selalu
mendekapku dengan hangat, hanya saja aku terlalu berlarut dalam sedih yang tak pernah ingin
kutemui ujungnya.

Dia bersamaku Ayah, Ibu ...

Semoga bukan penyesalan yang akan kita jumpai di kemudian hari.

Aku berdoa semoga hati kalian terbuka hingga dapat melihat putri kecil yang dahulu kalian
harap telah tumbuh menjadi perempuan hebat meski hadirnya kerap kalian inginkan hirap.
ORANG TUA

Aku masih ingat terakhir duduk bersama dengan orang tua,

Menjadi moment yang tak akan pernah ku lupa,

Dimana saat itu kami bergurau dengan penuh tawa,

Padahal aku tahu di hati meraka terdapat luka.

Mereka bagi ku begitu hebat, juga begitu kuat melebihi apapun

Hebatnya, ialah mampu menyembunyikan kepedihan dengan keceriaan

Dan mampu menyembunyikan tiap tetesan dari air mata yang mana seorang anak tak mampu
untuk menahannya.

Sampai seorang anak tak akan pernah bisa membayar keringat mereka,

Tak akan ada seorang anak yang bisa membayar jasa mereka,

Dan tak akan pernah mampu untuk membalas kebaikan mereka.

Sebab keringat mereka lebih berharga,

Tak akan pernah terhitung jumlahnya,

Walaupun itu hanya satu tetes saja,

Kebaikan yang kita berikan pada mereka, tak akan pernah bisa melebihi kebaikan mereka
terhadap kita.
KAKAK

Tak terasa semuanya berlalu begitu cepat

Sudah terlalu jauh kaki ini melangkah

Membawa diri ini tumbuh dengan kerinduan yang sudah lama terperangah

Kakak, bisakah hadir dalam bunga tidurku walaupun hanya sesaat?

Belasan tahun lamanya engkau telah kembali kepelukan Tuhan,

Berpangku manja dalam kehangatan yang Tuhan berikan,

Apakah kita mempunyai kemiripan?

Sungguh ini menjadi sebuah pertanyaan yang pastinya tak akan kudapati sebagai jawaban.

Aku memang tidak pernah tau,

Seperti apakah rupamu,

Tapi, itu cukup membuat ku sangat merindu.

Apakah engkau tau?

Hati ini terhenyuh membuat ku menangis pilu,

Sambil membayangkan engkau berada disampingku,

Entah pada siapa aku akan memacu

Menahan kerinduan yang sudah lama membelunggu.

Kakak..,

Setiap malam aku teringat dirimu

Selalu berharap kita bisa bertemu

Walaupun itu dalam mimpi sekilas waktu

Tapi sungguh membuat ku candu akan hadirmu.


Kakak.,

Apakah engkau tak melihat ku dari atas sana?

Atau engkau tidak mengenali siapa sosok yang selalu menyebut namamu disetiap do’a?

Apa mungkin engkau tengah kecewa?

Hingga tak pernah menampakkan wajah mu untuk sebentar saja?

Maaf...

Bukannya aku tidak ingin datang mehampiri rumah yang telah abadi untuk mu,

Namun, alam semesta ini tidak mengizinkan tuk bertemu,

Seolah – olah tak ada celah untuk ku agar bisa selalu dekat bersama mu.

Maaf...

Entah sudah berapa kali aku datang ke tempat mu tuk diperistirahatkan,

Selalu berharap tempat mu bisa kutemukan,

Lalu, ku usap sayang namamu yang tertera dibatu nisan,

Sungguh betapa senangnya jika itu menjadi kenyataan.

Namun pada akhirnya,

Datang ku hanya sia – sia dengan bergelimangan air mata.

Aku tak tau

Kemana lagi aku melangkah mencari pusara yang selalu kurindu?

Kakak., apakah aku boleh meminta pada Sang Pencipta agar aku bisa bersama, lalu bertemu

Dan memeluk erat tubuhmu,

Saat waktu itu telah tiba menjemput ku?


TAK TERHINGGA SEPANJANG MASA

Dirimu dikala usia senja

Memutih tiap helai rambut indahmu

Keriput kering terlihat khas

Tak lagi mempesona seperti muda dulu

Untukmu kunci surgaku

Begitu banyak lika-liku perjuanganmu

Baik pait atau manisnya kehidupan

Tegar dilalui dengan segala ketabahan

Diriku putramu

Doa sucimu sangatlah berarti

Masih banyak yang inginku persembahkan.

Demi kebahagiaan kecil disisa akhir hayatmu.


UNTUK KEDUA ORANG TUAKU

Karya Member : Teteh Ulan

Ibu,

Saat ini aku tau bahwa semuanya begitu sulit,

Seakan hari-hariku kini tak lagi ceria.

Ibu, ayah,

Saat ini anakmu benar-benar rapuh,

Bahkan untuk tersenyum pun aku sudah lupa.

Perpisahan yang terjadi antara kalian,

Apakah aku harus merasakannya juga?

“Aku bertahan dengannya karena, aku

Tak ingin menyakiti buah hatiku yang tak tahu

Apa itu sebuah perpisahan, dan aku juga tak ingin membuat mereka menyesal karena terlahir
dari orang tua yang egois seperti kita.”

Ibu, ayah,

Aku buah hati kalian yang tak akan pernah menjadi dewasa dimata kalian, itulah sebabnya aku
hanya mampu menangis.

Ibu, ayah,

Sejujurnya aku tak sanggup lagi melewati biduk bahtera

Dengan suami yang selalu dikendalikan oleh mereka,

Yang memang tak pernah menghargai pengorbananku.

Namun, aku harus memikirkan perasaan buah hatiku yang


Tidak menginginkan perpecahan antara Ibu dan Ayahnya.

Ibu, ayah,

Mungkin ini terakhir kali aku menemui kalian,

Jika suatu saat aku tak lagi bisa kembali,

Maka aku memilih minta maaf kepada kalian,

Semua karena sudah terlalu sering membuat hati kalian sedih dengan semua kata-kata dan
perbuatanku.

Percayalah wahai ibu, ayah,

Aku selalu berdo’a untuk kalian bahkan

Untuk semua adik-adikku agar kelak tidak

Mengalami luka yang aku alami saat ini.

Doakan saja anakmu ini,

Semoga kuat dalam melewati duri-duri

Tajam kehidupan.
SEGURAT CORETAN UNTUK AYAH DAN IBU

Mungkin ini tak berarti apa-apa,

Dan mungkin pula, bagi kalian itu tak seberapa,

Tapi, inilah yang ‘ku rasa,

Yang selama ini ‘ku simpan rapat dalam dada.

Ibu . .

Mungkin aku tak seperti yang kamu harapkan,

Jauh dari apa yang kamu impikan,

Aku hanyalah anak sederhanamu,

Yang mencoba sebisa ‘ku membahagiakanmu,

Dengan caraku.

Mungkin, terkadang terkesan menyebalkan,

Aku yang sulit diatur,

Tak mendengarkan,

Dan banyak kali memilih kabur,

Dari tanggung jawab yang ibu ajarkan.

Ayah . .

Aku memang tidak sekuat ayah,

Kerap kali mendatangkan kecewa,

Tanpa diminta,

Atau bahkan disengaja.

Tapi, dibalik semua itu,

Aku berusaha untuk selalu ada,


Mencoba menjadi sosok yang ayah mau,

Dan sebisa mungkin menghindari kata tak berguna.

Aku hanya ingin dipandang,

Meski tak seberapa,

Tapi itulah caraku berjuang,

Untuk membuktikan betapa aku cinta,

Kepada kalian berdua.

Rintihan hati yang berbisik lirih,

Yang mungkin takkan pernah sampai pada kalian,

Aku tak suka dibandingkan,

Meski aku tau, aku salah,

Dan hasil yang ‘ku berikan tak sesuai harapan,

Tapi itulah usaha ‘ku,

Aku hanya ingin di hargai,

Meski tak seberapa,

Aku ingin kerja keras ‘ku diterima.

Aku berjuang bukan untuk dibandingkan,

Aku memberi bukan untuk disepelekan,

Aku hanya ingin membuktikan,

Betapa berharganya kalian.

Jika salah, tegur aku,

Jangan sungkan melakukan itu,

Tapi jangan dihakimi,


Beritahu perlahan,

Pasti akan aku turuti.

Jadi, lakukan dengan nada rendah,

Tak perlu saling bersautan,

Untuk membuktikan siapa yang paling benar.

Cukup dirangkul, jangan dipukul.


KEHANGATAN

Dalam dinginnya sepi, seseorang membutuhkan penghangat hati. Dalam renung bayang-bayang,
seseorang membutuhkan tempat untuk pulang. Itulah peran keluarga, pemberi rasa damai yang
nyata.

Membantu melupakan lelahnya dunia, memberi semangat pada hati yang terluka. Kehangatan
yang diberi, tak akan ada yang bisa menyamai. Keluarga adalah segalanya. Tak ada tempat
paling nyaman selain disana.

Terkadang memang ada pertikaian, tapi itu tidak menjadi sebuah pemutus ikatan. Justru
menambah keharmonisan. Keluarga adalah tempat yang tak mungkin terganti, meski dunia
menawarkan keindahan yang menggoyahk
DARIKU UNTUK KALIAN

Hari berjalan mengikuti waktu

Alur hidup terbungkus pilu

Dalam senyap sakit kulahap

Menguak duka yang meluap

Desiran angin berhembus

Dengan rasa yang menghunus

Menembus dasar hati

Merobek diri dalam sepi

Gelap malam tak berbintang

Gelap siang tertutup awan

Bersama luka yang tak hilang

Menutup mata dalam kegelapan

Lambat waktu berlalu

Membuat raga terbujur kaku

Semua asa tak lagi berarti

Musnah sudah jadi ilusi

Kasih sayang kalian ku rindukan

Tapi sekarang tak kudapatkan

Ayah ibu lihatlah diriku

Aku ingin kalian memelukku

Berikanlah cinta di kala duka


Kuatkanlah saat ku hilang asa

Dengarkanlah isi hati anak kalian

Sungguh ku rindukan hangat pelukan

Ayah, jangan mudah marah

Aku ingin kau tetap tabah

Ibu, jangan tinggalkan aku

Aku ingin kau tetap memelukku

Kalian adalah hidupku, ku ucapkan terimakasih tanpa batasan

Tanpa kalian mungkin aku sudah hancur berantakan

Ayah... Ibu... Ingatlah sampai kapanpun itu

Aku akan selalu menyayangi kalian walaupun luka ini membunuhku.


TULISAN INI HANYA UNTUKMU

Arti kamu untukku

Jujur. . .

Andai waktu bisa aku putar kembali,

Mungkin pilihanku, dan harapanku hanya ingin bersamamu.

Tak pernah aku pungkiri,

Kamu dan keluargamu begitu terbuka hingga,

Aku pun merasa di hargai dan keberadaanku

Begitu nyata dan aku sangat bahagia.

Sampai sekarangpun aku masih sama,

Mash di rasa yang sama.

Entah, ingin sekali bertemu kamu setiap hari,

Dan berandai ketika fajar terbit hanya wajahmulah,

Yang aku liat ketika aku membuka mataku di dunia.

Kamu tau rasanya ketika aku memiliki masalah,

Dan hanya tangan kecilmu yang mampu menggandengnya.

Kamu tau rasanya ketika

Aku yang dewasa ini begitu sulit

Mengungkapkan resahku, dan hanya senyum,

Dan genggamanmu lah yang selalu ada?.


Aku memang aneh,

Terkadang begitu perhatian atau bahkan sebaliknya.

Tapi percaya lah, aku begitu tulus.

Tak ada maksud sebaliknya.

Arti kamu untukku. . .


HARGAI SELAGI ADA

Hargai selagi ada,

Bukankah aku sudah menegaskan berulang kali padamu, hargai selagi ada.

Karena tak semua perpisahan,

Bisa kamu kembalikan hanya dengan ucapan 'kembalilah',

Atau tangisan yang dipenuhi penyesalan.

Takutnya, sekuat apapun kamu meronta,

Memanggil namanya,

Kamu tak bisa lagi menemuinya.

Bagaimana jika Tuhan mengambilnya darimu?

Kemanakah kamu akan menemuinya?

Si cerewet yang selalu memarahi kecerobohanmu,

Si usil yang selalu merusak ketenanganmu,

Si lemah yang selalu membebanimu.

Kemanakah kamu akan mencarinya?

Apa kamu pernah merasa?

Apa yang dia minta selama ini?

Tak banyak, hanya sebatas ingin dianggap ada,


Hanya ingin diterima,

Dan dihargai,

Semua usaha yang telah dia beri.

Bukan dicaci,

Bukan dimaki,

Atau bahkan bukan untuk dibandingi.

Dia hanyalah manusia biasa,

Yang hanya tertunduk,

Saat mendengar dengan nada tinggi dirimu merutuk,

Menggerutu, saat dia tak seperti harapanmu.

Tapi dia tak pernah menuntut apapun darimu,

Dia hanya bisa bungkam,

Saat kamu tengah naik pitam.

Dia hanya mampu menangis,

Saat kata-katamu begitu bengis.

Dia tidak membencimu,

Dia sabar dengan segala perlakuan burukmu,

Dia memaklumi,

Dia mencoba mengerti,


Dia berusaha memahami.

Kerasmu, dia balas dengan tutur kata yang halus,

Kasarmu, dia hanya mampu menekannya dengan rasa sabar,

Segala bentuk kekecewaan, keluhan, rintihan, dan cacian,

Dia berusaha selalu ada untukmu, dalam segala keadaan,

Meski saat itu keadaannya juga sedang memburuk,

Dia selalu berusaha mengutamakanmu, agar kamu tak terpuruk.

Sekarang, lihatlah dia,

Sosok yang selama ini sabar ada disampingmu,

Menjadi pembimbing, pendengar, dan penyemangatmu,

Saat seluruh dunia tak hadir untukmu,

Mungkin dia tak selalu mengerti,

Tapi sadarkah kamu?

Dia ada, dia tak meninggalkanmu.

Bayangkan, hidupmu setelahnya tanpa dia,

Tanpa pendengar yang sabar,

Tanpa penuntun yang telaten,

Tanpa sosok yang selalu memastikan bahwa kamu baik-baik saja.

Apakah semuanya akan membaik? Jika dia tiada?

Apakah kamu bisa tanpanya?

Apakah kamu akan tenang setelahnya?


Sekali lagi, lihatlah dia,

Hargai kehadirannya,

Terimalah dia, apa adanya,

Karena bagaimana buruknya kamu,

Dia masih mau menerimamu,

Dan mencoba melengkapi dengan kekurangan yang dia miliki.

Sebelum dunia mengambilnya,

Sebelum waktu dan dimensi menjadi pemisahnya,

Saat kamu masih mampu menyebut namanya,

Saat kamu masih mampu memeluk tubuhnya,

Hargai dia,

Jaga dia,

Lindungi dia,

Dia pelindungmu yang lemah,

Namun berusaha kuat untuk menjagamu.


MASIH TENTANG SATU NAMA YANG AKU GENGGAM. MESKIPUN KINI AKU SUDAH
KEHILANGANNYA.

Ia sudah berlari terlalu jauh sampai,

Aku tak mampu lagi mengejarnya.

Tentang perpisahan itu,

Langkah kaki sudah berbeda arah.

Namun terkadang tergenang di ujung mata setiap kali mengingatnya, serasa sesak di dada setiap
kali mengingat kenangannya.

Tentang dia yang memilih pergi,

Lalu mencari pengganti.

Semoga bahagiamu menyertai.

Aku yang sudah patah ini.

Saat ini, aku sudah tidak tertarik lagi mencintai siapapun,

Dekat dengan siapapun.

Dalam 2 tahun silam ini,

Setelah kehilangan ia rasanya

Hatiku masih teruntuk kepada

Yang memilih pergi itu.

Rasanya sulit untuk membuka lembaran baru

Dan memberikannya kepada orang baru.

Mungkin luka lamaku belum sepenuhnya pulih,


Dan setelah kejadian yang pedih itu,

Aku terlalu penakut untuk memilih.

Saat ini aku benar-benar mati rasa,

Aku benar-benar buta memandang cinta,

Aku seperti tidak memiliki hati lagi,

Aku seperti enggan mengenal siapapun lagi,

Aku seperti jadi orang yang paling pasrah dan terserah.

Sudah terlalu banyak membohongi hatiku,

Dengan berpura-pura baik-baik saja,

Padahal lukaku sedang terluka parah.

Pada akhirnya,

Selamanya dihatimu,

Aku hanyalah seseorang yang tak memiliki tempat.

Kehilanganmu,

Aku kehilangan bahagiaku juga.

Tak perlu kau tanyakan kenapa aku sehancur ini,

Serapuh ini selemah ini.

Karna kau tak pernah merasakan bagaimana dilukai,

Oleh seseorang yang kau anggap adalah penyembuh.

Sesakit apapun lukaku oleh mu,

Oleh kejadian-kejadian di masa itu.


Aku masih merindukanmu.
TENTANG RINDUKU

Semuanya terasa cepat,

Waktu melesat bagai peluru yang lepas dari pistolnya,

Melewati jejak-jejak memori dengan begitu sadis,

Tidak ragu untuk tidak memberi kesempatan kedua bagi yang telah melewatinya.

Semuanya akan berlalu begitu saja,

Tapi meski begitu, boleh kan aku meminta sedikit waktu mu?

Sebentar saja...

Sebentar saja untuk bersama,

Sebentar saja untuk sekedar bercanda tawa,

Sebentar saja untuk menyalurkan rasa rindu yang telah lama ku pendam.

Tetapi nyatanya, semua keinginan tersebut tidak terlaksana.

Apakah waktu memang begitu kikir untuk membiarkan keinginanku terwujud?

Atau mungkin sebab diriku ini yang terlalu pengecut sampai tidak berani untuk menyampaikan
rindu ini sedari dulu?

Arghhh, sudahlah, intinya kurindu padamu dan ku resah pada waktu yang tidak
mempersatukan kita.
NAMAMU DAN NAMAKU

Kutuliskan namamu namaku di sana

Hanyut bersama deburan ombak

Berharap bisa bersama

Dipersatukan

Seperti pasir dan air laut

Yang senantiasa berjalan berkejaran beriringan

Entah asaku yang telah memuncak ataukah

Diri ini yang terlalu egois

Menggapai dirimu

Ya Ilahi Rabbi...

Mengapa ini terjadi padaku?

Apakah aku akan seperti ini terus?

Hanya bisa mendekap erat bayanganmu

Hanya bisa menyeru namamu dengan lirih

Mengingat moment kebersamaan yang telah terjalin saat itu

Menapaki jalan yang pernah disinggahi

Diri ini telah terjatuh terperosok begitu dalam di jurang kenangan

Tersandung, merangkak

Berusaha bangkit terperosok lagi

Raga ini telah letih

Langkah kaki yang tertatih

Hanya bisa merintih

Bersuara ringkih
Kini...

Hanya bisa menatap dari kejauhan

Hanya bisa memohon pada Sang Pemilik Hati

Diberikan kebesaran hati menerima ketetapan Ilahi

Yang telah digariskan pada diri ini.


KITA DEKAT

Hingga rasanya tak ada celah di antara kita,

Kamu tahu semua tentangku,

Dari hal yang sederhana hilang hal yang rumit,

Kamu, tempatku menumpahkan keluh,

Tempatku melepas topeng kuatku,

Menunjukkan betapa rapuhnya aku,

Suka, duka, segalanya aku bagi denganmu,

Namun, kita juga asing,

Kita terasa jauh, sejauh pluto dan matahari,

Aku yang bahkan tak tahu apapun tentangmu,

Sekalipun itu hal yang paling sederhana,

Kamu, misteri yang tak bisa aku pecahkan,

Sorot matamu terlalu tenang hingga aku tak mampu melihat apa yang ada di dalamnya,

Aku tak pernah tahu apa yang sedang kamu rasa,

Entah itu suka atau duka,

Kita..

Dua manusia yang di pertemukan oleh semesta,

Jika aku adalah buku yang terbuka dimana sekilas mampu kamu baca,

Maka kamu adalah buku yang tertutup yang tak pernah aku tahu apa yang ada di dalamnya.
AJARKAN AKU BAGAIMANA CARA UNTUK IKHLAS

Karena jika diri ini mengingat

Walau sedetik akan membuat tercekik.

Aku tak tahu cara untuk bisa lupa bahwa

Melepas rindu hanya membuat ku terbunuh.

Terbayang dan teringat bahwa aku sudah tamat,

Hancur lebur tanpa sisa.

Tolong ajarkan aku cara berteriak tanpa suara,

Agar orang disekitar tak dengar bahwa ada air

Mata yang meminta untuk keluar.

Hati ini rindu dengan menyebut namamu,

Karena kau adalah mentari bagi hati yang sudah mati.

Segala cara sudah kulakukan

Agar aku bisa menghadapi,

Namun begitu sulit untuk ku

Bisa terbebas terlepas dari semua itu,

Rindu ini begitu berat dan mengikat.

Jika ada cara untuk bahagia tanpa nya

Maka akan ku lakukan walau itu menyiksa.

Rintih kasih sayang telah hangus

Tergerus oleh harapan yang telah pupus.


FOR YOU

Terkadang aku merasa lelah sendiri,

Terlalu berharap agar aku diperhatikan dan diprioritaskan olehmu.

Tapi menurutku tidak ada yang salah jika hanya aku sendiri yang berusaha, lagi pula tugasmu
cukup sederhana hanya menerima atau tidak uluran tanganku.

Aku tau jika kelak hatimu runtuh puing-puing reruntuhan ini tidak dapat disulap dan langsung
berdiri dengan sekejap walau aku berusaha, walau aku selalu ada.

Tapi bisakah kamu mengerti jika aku tidak memberimu pesan dan kabar itu artinya aku hanya
ingin menyendiri.

Memikirkan hatiku kemana harus melangkah untuk sekedar aku anggap rumah yang nyata.

Aku tau jika perasaan tidak dapat hilang dengan seketika, namun bisakah kamu memberiku
kesempatan jika ruang hatimu ada yang tersisa untuk aku isi dengan semua yang aku punya.

Aku tidak akan marah, jika pada akhirnya kamu lebih memilih dia.

Aku juga tidak akan marah, jika aku bukanlah pemeran utama.

Aku akan menunggumu sekalipun kecil harapan untuk kita bersatu.


PERTEMUAN BERUJUNG PERPISAHAN

Ini aku dengan segala kekurangan ‘ku,

Dan kelebihan ‘ku,

Juga semua cerita kehidupan ‘ku sehari-hari..

Begitu pula dengan mu,

Dengan segala kekurangan mu,

Juga kelebihan mu,

Dan semua cerita keseharian mu..

Pertemuan kita,

Membuat apa yang kurang dari kita menjadi pelengkap ,

Yang sangat sempurna..

Kita sama-sama mempunyai kehidupan yang gelap,

Hanya beda cerita dan juga beda perjalanan..

Kita pernah hidup didunia malam,

Dan kita juga pernah melupakan Kewajiban kita sebagai seorang muslim..

Tapi , sekarang aku beruntung

Karena pertemuan kita ini lah

Yang merubah hidup kita menjadi lebih baik,

Lebih indah walaupun banyak yang tidak suka..

Dan sampai saat ini ,

Aku , juga kamu


Sedang menempatkan diri kita Masing-masing untuk yang lebih baik lagi,

Walapun akhirnya pertemuan kita harus berahir sampai disini.


KOMITMEN MENYAKITKAN

Apakah ini akhir dari kisah kita?

Apakah ini tidak bisa kita tunda untuk berpisah?

Apakah ini jawaban atas kata,

“komitmen” Namun hasil yang sia-sia.

Sudah bertahun-tahun aku menjaga komitmen ini,

Hanya untukmu dan untuk hubungan kita.

Aku tidak mau komitmen ini berakhir sia-sia.

Aku sungguh malu, apa kata mereka yang sangat mendukung kita.

Katamu; kamu menerimaku dengan segala kekurangnku dan melupakan masalaluku.

Nyatanya justru kamu orang yang keras kepala yang ingin mengakhiri hubungan yang telah kita
bangun sejak dulu.

Apakah kamu tidak ingin melihat kebelakang?

Hanya untuk mengingat bahwa aku sedang berjuang.

Aku rapuh, mendengar kata “berpisah”.

Kamu lebih percaya campur tangan orang lain,

Namun tidak menanyakan kebenarannya kepadaku.

Aku selalu bersabar, menyampingkan egoku, menyembunyikan resahku.

Agar hubungkan kita terlihat baik-baik saja.

Namun, apa yang kamu lakukan?

Kamu tetap pada pendirianmu,


Dengan tegas kamu ingin kita berakhir,

Itu semua membuatku berpikir,

Apa makna dari kebersamaan kita selama ini?

Mengapa mudah sekali kamu ingin mengakhiri?

Aku tak tahu lagi harus bagaimana,

Ingin bertahan, namun yang ‘ku dapat hanya luka,

Ingin mengakhiri, namun aku tak mampu,

Tak bisakah kamu lihat,

Seberapa kerasnya aku berjuang untuk ‘kita’,

Tolong, hargai perjuanganku,

Karena untuk sampai di titik ini bukanlah hal yang mudah untukku.
AKU YANG SINGGAH TAPI TAK UTUH

Hanya untuk sahabatku.

Miris tragis dan tangis yang kurasakan

Yang kupendam dan kusimpan dalam senyuman.

Berusaha tersenyum ketika kamu menceritakan sahabatku.

Berusaha bahagia ketika kamu juga bahagia.

Tapi, di lain tempat aku merasa tersiksa,

Di kesendirian Aku menangis karena luka yang kurasa.

Berulang kali aku ingin pergi untuk meninggalkanmu.

Tapi Lagi dan lagi aku tidak bisa melakukan itu.

Kau tertanam dalam hatiku hingga sulit kucabut dan memberikan tempat yang baru untukmu.

Padahal sudah jelas kau menginginkan dia bukan Aku. Tapi aku lebih dulu menanamkan benih
cinta yang tak seharusnya.

Sekarang kau tahu benih cinta itu sudah bermekaran.

Tapi tenang saja itu tidak akan lama. Sebentar lagi akan ku petik bunga itu dan memberikannya
pada sahabat ku.
TENTANGMU, AKU, DAN RINTIK HUJAN.

Perpisahan itu telah terjadi sekitar satu tahun yang lalu,

Namun, naasnya aku masih terpaku dengan bayangmu

Punggung tegap itu, tak bisa lagi ‘ku pandang,

Namun, mengapa perasaan ini tak bisa ‘ku buang?,

Tak bisa lagi ‘ku lihat dirimu, yang memiliki tatapan tajam,

Yang setiap hari ‘ku lirik diam-diam.

Wajah datar itu, tak bisa lagi ‘ku tatap,

Namun, kepulanganmu masih saja aku harap.

Susah payah aku terus berusaha melupakanmu,

Sialnya, saat terbangun rasaku padamu semakin tumbuh,

Tak mempedulikan keadaan ‘ku yang semakin hari bertambah rapuh.

Terus terisak, teringat serpihan kenangan,

Yang tak pernah mampu untuk dilupakan.

Sosokmu yang masih melekat dalam ingatan,

Merintih, menyebut namamu, meski yang hadir hanyalah bayangan.

Berharap bisa kembali mengulang, kenangan yang penuh kebahagiaan,

Meski semua itu hanya sebuah khayalan,

Yang selamanya takkan pernah menjadi kenyataan.

Sosokmu, tak lagi terlihat,

Namun ingatan tentangmu masih melekat kuat.

Suaramu, tak lagi ‘ku dengar,

Namun, dengan namamu hatiku masih bergetar.


Jarak telah memisahkan kita teramat jauh,

Ragamu kini tak dapat lagi ‘ku rengkuh,

Walau dengan do’a, aku percayakan Tuhan yang membuatmu tangguh,

Menopangmu dari jauh,

Saat kau terjatuh.

Aku disini, dengan potongan puzzle yang kau ajarkan,

Sedetikpun, aku tak beranjak untuk meninggalkan,

Meski hanya nyata dalam pejam,

Hanya bisa menyebut namamu dalam diam,

Dengan segala perasaan yang hanya bisa dipendam,

Serpihan kehangatanmu yang masih erat ‘ku genggam,

‘Ku janjikan rasaku untukmu, takkan pernah padam.

Aku masih mencintaimu,

Seperti pertama kali kau menyapa ‘ku terdahulu.


PESAN DARIKU UNTUKMU

Bila kamu berbuat salah,

Aku selalu mengingat semua kebaikanmu lagi. Agar yang selesai itu masalah, dan bukan kita.

Karena bagiku,

Arti pasangan hidup itu lebih dari rupa, dan kekayaan.

Kita ada untuk saling menyenangkan,

Dan saling mendewasakan.

Ketika kamu keliru, kamu hanya butuh untuk kumaafkan, bukan kutinggalkan.

Dan jika kamu goyah, kamu hanya butuh aku teguhkan .

Jangan menyerah semua bisa kita lewati,

Asalkan kita tetap disini, dan masihlah bersama.

Karna jika salah satu pergi maka tidak ada yang bisa diusahakan lagi.

Mungkin ego selalu ingin dimengerti, selalu ingin dibenarkan.

Tapi dalam cerita cinta, mengalah atau diikuti, sudah biasa kita lalui.

Dan dari sanalah kita selalu berusaha untuk saling mengerti dan sejauh ini bisa kita lewati

Kepercayaan lah yang paling penting dalam sebuah hubungan,

Banyak masalah yang kita lewati bersama bahkan beberapa kali ingin memisahkan.

Tapi keajaibannya kepercayaan membalikkan semuanya,

Semoga kamu paham apa yang paling penting,

Dan semoga pesan ini sampai kepadamu.


DIA OBAT SEKALIGUS LUKA TERHEBAT

Kelamnya hidup ‘ku,

Runtuhnya harap ‘ku,

Semua luruh saat kau berhasil menemukan ‘ku.

Tak lagi ‘ku temukan luka,

Tak ‘ku dapati lagi air mata,

Hanya tawa yang terus tersirat disetiap harinya.

Bahagia? Tentu saja,

Kau adalah cahaya yang selama ini ‘ku damba,

Kau adalah pelita yang selama ini ingin sekali ‘ku rasa.

Sangat sederhana,

Hadirmu saja mampu meluruhkan segala luka,

Sampai aku lupa bagaimana rasanya kecewa.

Namun, semua tak berlangsung lama,

Topeng palsumu perlahan terbuka,

Menampakkan sikap bringas yang tiada tara,

Bahkan dengan rintih ‘ku kau begitu tega.

Terus menancapkan luka,

Tanpa peduli bagaimana dampak yang ‘ku terima,

Seolah kau bahagia,

Saat aku tersiksa.

Aku ingin menyerah,


Aku ingin semua ini sudah.

Tiap kali kau menghukum hati ini,

Aku bertekad untuk pergi,

Tak peduli lagi,

Dan takkan pernah kembali.

Tapi, hati ini selalu goyah,

Melihat senyum tipismu saja, tekadku patah,

Aku selalu bisa memaafkanmu,

Tanpa pernah peduli bagaimana perlakuanmu,

Aku selalu bisa mengertikanmu,

Tanpa peduli bagaimana caramu mengabaikan ‘ku,

Aku selalu bisa menerimamu,

Tanpa pernah peduli, sedalam apa luka yang kau tancapkan pada hatiku.

Karena kaulah obatnya,

Disetiap luka yang menganga,

Kaulah penawarnya,

Dibalik tetesan air mata.

Aku terluka denganmu,

Namun kau mampu menyembuhkannya,

Aku lebih sakit saat melepasmu,

Karena kaulah pemilik obatnya.

Meski sakit,

Sekalipun sulit,
Aku akan tetap disini,

Takkan pernah pergi,

Seraya berharap kelak kau akan melihat ‘ku,

Bukan sebagai sosok yang mengemis cintamu,

Namun seseorang yang memperjuangkanmu,

Sebisa dan semampuku.

Meski kerap kalah telak,

Namun aku percaya,

Semua lukaku hari ini,

Akan terbayar kelak,

Entah dengan air mata kebahagiaan,

Ataupun air mata penyesalan.


SELEMBAR KERTAS

Selembar kertas ini mengakhiri kisah kita.

Atau bolehkah ku sebut kau dan aku.

Karena saat ini kita tak lagi bersama.

Bukan suatu hal yang mudah untuku menerima semua ini.

Dan kau pun tak memberi alasan yang pasti.

Hingga perpisahan menjadi jalan terakhir.

Pernahkah kau berfikir bahwa diriku di sini menantimu begitu lama.

Hingga rasa takut dan kehilangan mu menyelimutiku setiap hari.

Namun ku coba tuk mengerti dirimu.

Kata manis dulu yang pernah kau ucap.

Perhatian kecil yang selalu ku ingat.

Rasa sabar dirimu yang mengadapiku.

Di mana semua itu sekarang?

Hingga kini yang tersisa hanya.

Tawa menjadi luka.

Janji menjadi dusta.

Ceria menjadi Lara.

Mulut ini seakan bergetar menyebut namamu.

Bisakah kau kembali?.

Apakah aku egois jika menginginkan dirimu menetap.

Apakah aku harus menutut penantianku agar kau menetap?.


Namun apalah daya waktu telah menjawab semuanya.

Tak ada lagi penantian.

Tak ada lagi harapan.


TERUNTUKMU

Maaf selama ini aku tidak dapat membuatmu bahagia,

Maaf selama ini aku tidak berusaha jauh lebih keras.

Aku tau kamu memilihku karna rasa iba dan kasihan,

Karena aku selalu menemanimu sampai kamu bingung harus meninggalkanku atau bertahan.

Aku sebagai orang biasa yang mempunyai lelah dan tawa, namun keinginanku hanya satu bisa
bersamamu hingga maut menjemput.

Karena aku yakin,

Pundakku adalah pundak ternyaman untukmu.

Walau sekarang aku masih belum jadi apa-apa,

Walau sekarang aku hanyalah pria yang belum sepenuhnya dewasa.

Karena aku yakin, kamu pasti mengerti.

Tentangku, tentang kisah kita.


THE LAST

Bersama tulisan ini, aku menyerah, aku kalah, aku mundur, dan aku selesai.

Bukan sudah habis rasaku, bukan tak pernah lagi aku rindu, bukan hilang inginku, dan bukan
pudar dirimu dalam diriku. Hanya saja aku merasa cukup untuk berusaha membawamu
kembali, aku merasa selama ini yang aku lakukan hanyalah kesia-siaan belaka.

Nyatanya hingga hari ini dirimu tak pernah kembali, meski sudah berkali-kali ku kirim pesan,
sudah puluhan tulisan terangkai, di baliknya aku menyimpan debar, setiap kata menaruh harap,
semoga sampai mengetuk pintu hatimu.

Rasanya semakin aku mendekatimu, semakin aku berusaha menggapaimu, kamu semakin jauh,
dan semakin sukar untuk digapai. Lagi-lagi hanya luka lama yang tersisa, luka yang tak kunjung
sembuh, karena terus menerus kugores.

Bersama tulisan ini, aku undur diri.

Kelak, bilamana hatimu tersentuh, entah kapanpun, di masa manapun. Dengan orang baru yang
akan menggantikan posisiku.

Maaf, mungkin aku bukan lagi sosok yang ada dalam benakmu, bukan lagi sosok yang pernah
mencintaimu dengan sangat, aku tidak akan pernah sama lagi, dan kita tidak akan pernah satu
lagi.

Aku pamit,

Terima kasih untuk semuanya.


TENTANG TULISANKU

Menulis adalah caraku menangis

Dan puisi adalah air mataku

Rasanya begitu miris

Karena tak ada yang mendengar keluhku

Dengan pena hitam kutuliskan isi hati

Merangkai kata demi kata jadi frasa

Dengan kertas kosong

Kutumpahkan seluruh kisahku

Ketika aku tak bisa mengungkapkan hal-hal yang kurasakan

Maka menulis adalah pelarian terbaik

Setiap kata dan kalimat mewakili rasa

Entah bahagia ataupun duka kutuliskan semuanya

Begitu banyak kisah yang tertulis dalam kertas kosong

Walau lara dan sesak di dada, hanya pena yang aku punya

Karena puisi adalah perasaanku

Sajakku adalah ekspresiku

Walaupun kebanyakan orang tak mengerti akan aksaraku

Aku akan tetap terus menulis

Meski tak semua orang bisa memahami

Tapi biarkan aku tetap berkarya mengungkapkan segala rasa dalam karya

Terima kasih telah membaca sajakku


Walaupun kalian merasa risi akan tulisanku

Aku akan tetap seperti ini

Dan tetap seperti ini, menjadi diriku sendiri.


PENA

Hai pena. . .

Aku adalah kertas yang kusam lalu tercampakan

Satu bait yang dulu pernah ku tulis adalah penat dalam kekosongan

Hai pena. . .

Entah apa yang pernah ku tulis

Mungkin kosong bersebab gerimis

Bukan hujan..

Tapi kesendrian

Hai pena. . .

Tintamu sangat bermakna

Berkarya walau tanpa apresiasi dunia

Tapi kau pelita, sensasi dipeluk sang ibunda.

Hai pena. . .

Ujung mu sangat luwes berdansa

Berpadu nada melow lambang gegana, sampai terdengar kabar karya mu mendunia terus lah
berkarya...
KISAH DIATAS PENA

Menulis kisah cinta, di atas pena

Memang tak seindah apa yang kita kira,

Tak sebaik apa yang kita sangka

Dan tak seberjalan apa yang kita duga

Semuanya sama, tak berarti apa-apa.

Ingin meluapkan semuanya, namun tak tahu pada siapa,

Pernah sempat meluapkan keluh kesah yang terpendam pada seseorang,

Tapi rasanya kurang, sebab yang kita inginkan bukan hanya sekedar meluapkan masalah, akan
tetapi butuh solusi untuk menyelesaikan semuanya,

Namun itu hanya asa kita padahal semuanya seperti sia sia.

Hal itu membuat ku semakin membisu,

Tak ingin berbagi kisah karena semuanya akan berakhir dengan pilu,

Dan tak akan berarti apa-apa

Dengan ini membuat ku semakin percaya bahwa Tuhanlah tempat segalanya.

Dan itulah salah satu kesalahan terbesar ku sebab pernah menjadikan ia yang kedua padahal ia
adalah satu-satunya.
ANTARA PENA DAN RASA

Antara pena dan rasa

Menulis,

Itulah hobi ku saat ini

Walaupun aku tak suka dengan permainan yang semesta tetapkan,

Tetapi dengan menulis mampu mewakili apa yang aku rasakan

Dengan kebebasan permainan tiap aksara kini menjadi dasar apa yang ku tuliskan rasanya
sedikit memuaskan.

Tidak mengapa,

Walaupun ada air mata yang berjatuhan

Tapi itu menjadikan ku sedikit lega

Sebab ada kisah makna di dalamnya.

Beberapa rasa usai ku tanamkan berkat pena yang selalu ku genggam

Kegelisahan di hati menjadi tanda bahwa ada kalimat yang harus ku utarakan

Menjadi penenang hati saat tak mampu untuk menjelaskan tentang makna kehidupan.
MOTIVASI BERUJUNG SAJAK PUISI

Saat lamunan menguasai ku

Pernah terlintas bahwa motivasi itu tidaklah cukup untuk mewakili perasaan ku

Tidak menarik dan tidak pula unik

Ada perasaan yang ingin ku ungkapkan tetapi tidak tahu cara menyusun dan menyempurnakan.

Hingga akhirnya sebuah keajaiban datang

Mungkin itu yang semesta rencanakan,

Apa yang aku butuhkan

Benar benar datang di luar dugaan.

Ada tempat yang aku harapkan,

Dan ternyata ada beberapa orang yang mengharapkan

Bukan hanya itu,

Bukan sekedar keajaiban yang kudapatkan disana

Tetapi keceriaan pun muncul begitu saja

Keceriaan yang di bisukan oleh adanya penderitaan yang menikamku selama ini

Sehingga air mata, kesabaran, keikhlasan yang menjadi cahaya di balik gelapnya kisah hidup
yang ku alami bahkan sampai detik ini.

Tetapi keceriaan itu selalu ku nampakan meskipun banyak luka yang ku sembunyikan.
KISAH SEORANG PENULIS

Dulu, aku hanya mengenal angka

Sebab hasilnya selalu nyata

Tetapi beda lagi dengan aksara yang mana hasilnya tak sesuai ekspektasi.

Sehingga tak pernah dalam lembaran kertas ku tak ada satu kata pun yang ku tuliskan

Aku menghitung Masalah ku dengan angka, kapan datangnya, waktu yang bersangkutan dengan
liku hidup, aku terjemahkan semuanya dalam angka.

Dan angka masalah itu ku hitung dengan tanggal lahir ku,

Lalu hasilnya sangat memuakkan

Mendapatkan nilai hasil tapi itu semua tidaklah memuaskan.

Maka disitulah aku berhenti untuk mengenalnya,

Hingga kembali mengenal pena dengan kata lain dunia aksara

Kata demi kata aku merangkainya

Di situlah kalimat motivasi tertera

Mencari kata yang penuh makna

Agar bisa bermanfaat untuk ku dan untuk orang di luar sana.


GORES RESAH SI PALING TRAUMA

Tidak ada manusia yang benar-benar

Baik di dunia.

Semua punya ego masing masing,

Mereka hidup untuk dirinya sendiri,

Untuk kebahagiaan yang di damba.

Lalu, mengorbankan hal kecil tak berguna dalam hidupnya,

Dan itulah alasan kenapa banyak dari mereka yang berakhir sendirian.

Karena mereka adalah bagian dari hal kecil tak berguna itu.
TINTA MERAH

Jiwa yang hancur tak bersisa,

Tak tau harus meluapkannya pada siapa,

Atau dimana,

Hanya pena, dan kertas ini yang dia punya,

Guratan demi guratan perlahan tercipta,

Kertas kosong itu perlahan terisi,

Dengan kalimat yang tak memiliki makna,

Namun, seakan sangat menyakiti,

Perlahan, emosi itu meluap,

Dengan hati yang penuh ratap,

Jiwa yang penuh harap,

Sekalipun dalam gelap,

Tak berselang lama, kertas itu kian lusuh,

Bak asanya yang telah runtuh,

Gusar, tak berpondasi,

Seakan kapan saja mampu menghancurkan diri sendiri,

Tinta hitam diatas kertas putih,

Kata demi kata terangkai menjadi aksara,

Penuh luka dan air mata,

Seakan mengalir, dalam tulisannya,

Dibalik tinta hitam,


Tersemat segala cerita kelam,

Tentang dunianya yang mencekam,

Atau luka yang setiap saat dia kenyam,

Perlahan, tinta hitam itu berubah warna,

Yang semula gelap gulita,

Menjadi merah merona,

Dengan erangan kesakitan yang sangat menyayat jiwa siapapun yang mendengarkannya,

Kertas putih dan tinta hitam,

Perlahan tenggelam,

Tergantikan oleh darah merah yang merekah,

Air mata, dan jeritan tertahan yang semakin membuncah,

Dia telah tersesat,

Dunianya terlalu pekat,

Depresi, seakan mengurungnya,

Memintanya berhenti memperjuangkan segalanya,

Tulisan itu,

Tak hanya dirangkai dengan kata biasa,

Atau dengan sembarangan tinta,

Luapan dalam tulisan itu,

Tercipta dengan mengorbankan hidupnya,

Dia ingin semuanya tersampaikan,

Meski harus menghiasi kertas suci dengan noda,

Dia tak segan melakukannya,


Tiga warna berkolaborasi,

Putih, hitam dan merah,

Seakan waktu terhenti,

Dan dia hampir menyerah,

Perjuangan antara hidup dan mati,

Dalam tulisan itu,

Darah, tinta, dan air mata,

Adalah bukti luka yang menggerogoti itu nyata adanya.


BUKANLAH SEBUAH TULISAN SEMATA

Ini bukanlah sebuah tulisan semata,

Sebab di dalamnya terdapat kata yang terkurung dalam kepala,

Dimana hanya pena yang mampu membebaskannya,

Pada ruang luas bernama kertas,

Jejak hitam yang tertinggal,

Menjadi bukti rasa yang telah terungkap,

Sekalipun tak ada yang mengerti,

Sebab mengungkapkan sudah cukup untuk hati,

Dia hanya ingin melepas,

Karena bibir selalu memilih diam,

Maka biarkan tangan yang bekerja,

Meluapkan segalanya di atas lembaran-lembaran putih yang hampa,

Tak apa,

Jika manusia tak ingin mendengarkan,

Guratan pena sudah lebih dari cukup untuk membuatnya lega,

Meski tak sepenuhnya,

Karena tak peduli walaupun lembaran kertas telah penuh,

Terkadang pikiran itu masih butuh ruang lebih banyak lagi,

Terlalu penuh, hingga akhirnya tumpah ruah,

Menjadi buliran air yang mengalir dengan bebas,

Jika bibir tak lagi mampu bersuara,


Dan kertas tak lagi mampu menampungnya,

Maka biarkan air mata yang mengungkapkan segalanya.


BUKU USANG

Setiap malam aku selalu seperti ini,

Menikmati hening berlama-lama.

Merasakan hampa dalam diri,

Terkubur dalam gelapnya malam.

Tapi entah kenapa malam ini,

Mataku tertuju pada sebuah benda

Yang berada di rak buku.

Sebuah buku usang yang lama tak tersentuh.

Lembaran demi lembaran telahku baca

Ternyata begitu banyak cerita yang sudah tertulis.

Aku hanya tersenyum pahit membacanya,

Begitu banyak kepahitan dan kepedihan yang telah di lalui.

Ternyata, kenangan itu tak pernah hilang,

Sebab aku ingat bagaimana rangkaian kata itu tercipta,

Aku ingat bagaimana saat itu aku menahan sesak dalam dada,

Dan kini sesak itu kembali melanda,

Padahal sudah begitu lama,

Tapi, masih saja rasa sakit itu terasa,

Bahkan seperti baru tergores,

Mengapa?

Bukankah sudah seharusnya luka itu sembuh?


Sebab, luka itu sudah lama berlalu,

Tapi, aku lupa, tak peduli barapa lama waktu berjalan,

Ingatan tentang bagaimana luka itu ada tak akan pernah hilang,

Hingga lembaran terakhir pun tiba,

Aku tak tahu sejak kapan air mataku jatuh,

Sebab aku bisa melihat air di atas lembaran terakhir buku usang yang ‘ku pegang,

Sepertinya, aku membutuhkan lebih banyak waktu lagi untuk sembuh.


SEGURAT CORETAN

Jika kamu membaca sebuah karya,

Yang kamu baca itu bukan hanya sekedar tulisan.

Namun, itulah perasaan tersimpan yang tak bisa lagi ia ungkapkan

Yang kamu lihat bukan hanya sekedar rangkaian kalimat,

Namun kesesakan yang membelenggu hatinya sangat erat.

Dalam tulisannya, perasaan,

Kekecewaan, dan keputus asaannya itu,

Tercurah bak air yang mengalir,

Menunjukkan kiasan pada dunia,

Bahwa diapun tak sanggup lagi berfikir,

Menghadapi beban hidupnya yang tak pernah kian berakhir.


TERUNTUKMU

“Seseorang yang tengah membaca tulisan ini, kamu hebat mampu bertahan sampai hari ini,
kamu kuat mampu berdiri kokoh, sekalipun dunia menginginkanmu roboh”.

Hai. . . Manusia tangguh,

Aku tau saat ini kamu tengah rapuh.

Duniamu saat ini tengah mengkeruh,

Saat ini tak kau temukah tempat berteduh,

Tak mengapa. Karena kamu akan tetap berdiri sampai semuanya kembali sembuh.

Aku tau, saat ini bantalmu tengah basah dengan air mata,

Aku tau, lelahnya menahan sesak membuncah didada,

Aku mengerti, tawamu bukan hanya sekedar tawa,

Tapi ada balutan luka didalamnya.

Tak perlu merasa sendiri,

Sekalipun luka tengah ganasnya menggerogoti.

Peluk erat dirimu,

Kuatkan dia dengan tangismu,

Dekap dia dengan isakmu.

Menangislah sejadi-jadinya,

Luapkan semua resah, gelisah yang sangat sakit rasanya.

Luapkan! Menangislah!

Karena kamu menangis bukan berarti kamu lemah,

Tidak! Lihatlah kamu tetap berdiri dengan gagah,

Sekalipun dihimpit dengan ribuan masalah.


Kamu kuat, kamu hebat.

Mampu bertahan meski berjuang sendiri,

Mampu memendam semuanya sekalipun tak ada yang menemani.

Kamu yang terbaik,

Hari ini, dan seterusnya

Jangan pernah lelah berjuang

Sampai Tuhan mengajakmu pulang.


NEXT EPISODE

Sudah kutulis beribu-ribu kata,

Sudah kubuat ratusan frasa,

Sudah kupilih puluhan diksi.

Namun, rasanya masih belum cukup,

Aku masih ingin menulis lagi dan lagi,

Aku ingin menorehkan tinta lebih banyak lagi .

Menulis kisah tentang kehidupan

Yang penuh dengan lika-liku ini.

Bagaimana aku melewati hari-hariku,

Bagaimana aku menghadapi segala masalah yang menghampiri,

Aku tuliskan segalanya,

Apa yang ada dalam kepala,

Tentang luka, duka, suka, dan bahagia,

Tulisanku mungkin tak seindah seorang pujangga,

Namun, kata yang tertera,

Adalah kejujuran dari setiap rasa,

Aku bebas di dalamnya,

Aku bebas mengeluh dan tak akan ada yang menghakimi,

Aku bebas bercerita dan tak akan ada yang mencaci,

Aku bebas, sebebas burung di atas awan,


Sekalipun lembaran kertas itu diam,

Tapi, aku tahu, rasaku abadi di dalamnya,

Sebab goresan tinta yang tercipta,

Adalah cerita berbalut rasa.


Menentukan arah dari sebuah keterpurukan.

Mengobati sakit yang mungkin hampir lebur.

Banyak makna yang tersirat.

Terpahat menjadi sebuah bentuk kekuatan baru.

Seperti tangga yang menjulang tinggi.

Berdasar dari titik terendah.

Tahap demi tahap meniti proses.

Untuk maju apa yang ingin dituju.

Hempasan akan cobaan slalu mengampiri.

Tak sedikitpun goyah akan hal itu.

Semangat menyala dan membara.

Membaakar letih dan lelah yang selama ini terasa.

Bukan lagi suatu persoalan untuk melaju.

Saatnya menata ulang semua nuansa.

Naluri mengalir utuh semestinya.

Revolusipun dimulai dari sekarang.


Segalanya ku tumpahkan dalam kata

Kutuliskan jadi sebuah karya

Perihal bagaimana orang menilainya

Atau bagaimana menanggapinya

Terserah pada mereka

Tidak peduli bagaimanapun juga

Jika bertanya kenapa berkarya bukan bercerita

Akan ku jawab karena tidak ada telinga mau mendengarnya

Tidak ada tempat tuk menampung segala rasa

Tiada teman yang berkenan atau bersedia

Hanya ada jari kecil yang menari

Di temani perasaan sunyi

Bersama kertas putih dan pena

Kuceritakan segala yang aku rasa

Dan yaa mereka memberikan tanggapan

Tapi bukan dukungan dan pelukan

Mungkin sudah saatnya ku tutup buku

Dan ku simpan pena yang selalu menemaniku

Maaf dan terima kasih akan waktumu

Selamat jalan teman kecilku

#Date : Unknown
MAAF UNTUK HATI YANG HANCUR OLEHKU

Aku tidaklah sesempurna yang kau kira. Dimasa lalu aku pernah menjadi pemeran antagonis
dari takdir yang telah ku jalani. Bohong, kalau aku tidak pernah mematahkan hati seseorang.
Mustahil, jika didalam hidup, aku tidak pernah mengecewakan manusia.

Mengingat-ingat kembali bagaimana hal yang telah terjadi dihari yang lalu rasanya, menyakitkan
sekali. Apalagi ketika aku telah membuang satu-dua manusia yang selama ini telah menjadi
rumah bagi hidupku.

Tapi itulah masa lalu, aku hanya bisa belajar dari sisa ingatan yang telah terjadi disana.
Berharap aku bisa belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Meski kutahu, akan selalu ada
celah antara diriku dan keliru.
UNTUK KAMU PARA INTROVERT

Semangat ya, jangan ngeluh terus, jalani hidup ini dengan baik. Aku tau kok, banyak orang yang
ga bisa ngertiin kamu, tapi tetaplah tegar, percayalah kamu itu kuat, jalani harimu seperti
biasanya.

Yah, walaupun hidupmu gak berwarna, datar aja terus. Itu kata orang, padahal sebenarnya ada
sejuta imajinasi yang mewarnai hidupmu. Berbagai macam hal sudah kamu rancang dengan
hebatnya. Ayo sekarang, wujudkan biar orang tau kalo kamu itu sama dengan mereka.

Bisa ngelakuin apa yang mereka bisa, bahkan lebih hebat lagi !!!

Gue yakin deh, lu udah memulai nih ngewujutin apa yang lo pikirkan selama ini, atau udah ada
beberapa yang terwujud ?, Ya intinya semangat ya...
DEAR DIRI SENDIRI

Kamu jangan jadi orang sabar ya, jadilah orang yang ikhlas. Karena sabar belum tentu ikhlas.
Tapi ikhlas sudah tentu melebihi sabar...

Semangat, harus belajar lagi buat bersyukur dan jadi dewasa lagi dalam bertindak. Tetap rendah
hati yah, jangan ngeluh terus. Be your self...

Kalo cape, istirahat bentar, jangan lupa me time nya diatur juga. Makasih diriku udah kuat...

Salam,

Alfarezeel Firman
SINOPSIS

Buku ini bercerita tentang catatan-catatan kaum introvert, pembaca diajak menyelami
alam pikiran dan kejiwaan seorang introvert yang senantiasa gelisah, resah, dan ganduh, juga
konflik batin yang menyiksa dan bagaimana ia menemukan "teman" untuk mengisi
kesendiriannya dan membuat kehidupannya menjadi bermakna. Tak hanya itu, dalam buku ini,
sang introvert seolah curhat bernada menggugat atas dunia kaum ekstrovert yang dianggap sia-
sia, membuang waktu, tak bermutu dan tidak efektif.

TENTANG PENULIS

ALFAREZEEL FIRMAN, lahir di Sukabumi Jawa Barat pada 31 Desember 2002.


Pendidikan dasar di SD Negri Dukuh Sukabumi Jawa barat. Dan melanjutkan pendidikan MTS
dan SMA di Al-Hudaebiyah Sukabumi. Sekarang, dia salah satu Mahasiswa di Politeknik Bina
Budaya Cipta Sukabumi, program studi Manajemen Informatika. Selain aktif sebagai content
creator, dia juga suka menulis kalimat-kalimat pendek yang menenangkan dirinya sendiri.
Belajar menulis sejak 2020, dan saat ini dia aktif menulis novel, cerpen, catatan, dan draf puisi
untuk buku puisi-nya.

Ini adalah karya pertamanya, kalian bisa temukan sehari-hari di akun Facebook &
Youtube @AlfarezeelFirman, juga di Instagram @alfarezeelfirman. Semoga kalian suka dengan
karyanya.

Anda mungkin juga menyukai