Anda di halaman 1dari 82

Perihal Senja

Mulia Azzahra

PERIHAL SENJA
Sebab sebuah luka fasih memperlambat jalannya masa

2
Mulia Azzahra

Perihal Senja
Penulis: Mulia Azzahra
Editor: Guepedia
Tata Letak: Guepedia
Sampul: Guepedia

Diterbitkan Oleh:
Guepedia
The First On-Publisher in Indonesia

E-mail: guepedia@gmail.com
Fb. Guepedia
Twitter. @guepedia

Website: www.guepedia.com

Hak Cipta dilindungi Undang-undang


All right reserved

3
Perihal Senja

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirahim..
Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh..
Pertama-tama kuucapkan terimakasih yang tak
pernah luntur kepada Allah swt., sebab atas izin dan
ridha-Nya naskah ini bisa bermuara pada titiknya.
Terimakasih kepada Allah swt., yang telah menciptakan
pelbagai fenomena yang indah salah satunya Senja.
Berkat senja, hujan, embun, malam dan pelangi
akhirnya mampu meningkatkan imajinasi dan
inspirasiku. Terimakasih atas nikmat yang tak pernah
terukur.
Terimakasih pula kepada Uswatun Khasanah,
panutan seluruh alam Nabi Muhammad saw., sebab atas
sabda beliau yang berbunyi ; “Sebaik-baiknya yang
tertanam di hati adalah keyakinan”, mampu membuat
saya yakin dan menjaga keistiqomahan saya untuk
menyelesaikan naskah ini.
Selanjutnya, terimakasih kepada Ibu,Bapakdan
Adikku yang senantiasa memberi support tanpa henti.
Tak lupa kepada seluruh teman-teman yang ada
di Boyolali, Jakarta dan Depok. Terimakasih atas
supportnya! Terimakasih untuk beberapa sekolah yang
sempat kusinggahi sesaat, dengan begitu aku dapat
membangun relasi lebih banyak : SDN. 014 Pagi Jakarta
Selatan, SDN. 01 Klewor Kemusu, MIM. Gunung Wates
dan MI. Nurul Huda Assuriyah
Tak lupa juga untuk beberapa teman yang
sempat menciptakan kenangan dan kesan yang menarik
di MTs. YAPINA The Real Islamic School, untuk Guru,
pengurus OSIS, dan anggota Pramuka, terimakasih
banyak kita telah lama memikul keeratan dan
kebersamaan yang begitu mendalam disana.
Terimakasih juga kepada : Guru-Guru & Teman-
teman SMA Darussalam, Pengurus OSIS SMA
Darussalam 2016/2017, IRMANDA Bojongsari, Kelas D
Fakultas Psikologi UIN Jakarta 2017. Tak lupa kepada

4
Mulia Azzahra

teman-teman yang telah menyisihkan uangnya hingga


buku ini sampai di dekapan kalian saat ini Tanpa
dukungan dari kalian saya tidak berarti apa-apa. Kalian
cukup berperan akan progress dalam hidup saya.
Kemudian, terimakasih untuk para sahabat serta
teman-teman yang selalu menyempatkan diri dan
mempercayai masalah pribadi (baik urusan hati,
keluarga atau lainnya) kepadaku. Berkat curhatan
kalian, saya bisa lebih peka. Dan saya menulis seperti ini
ada beberapa kisah yang terinspirasi dari cerita rekan-
rekan. Jika kalian mendapati feel yang sejalan dengan
yang kalian alami, itu benar! Benar itu adalah kisah
kalian yang sedikit banyaknya ku kisahkan dalam buku
perdanaku ini. Dengan ini aku ingin memberi makna
pada hidup seseorang bahwa tiap apa yang Tuhan
berikan tak ada yang sia-sia, termasuk rasa sakitmu.
Terakhir…untuk siapapun itu yang pernah
singgah, membuatku berdarah kemudian menjadikanku
tabah! Pergimu menguatkanku. Ini hanyalah kumpulan
prosa yang kuhimpun setelah sekian lama berserakan di
beberapa akun sosmed; facebook, twitter, dll. Dari tahun
2013-2018. Maaf bila kiranya hasilnya kurang
sempurna. Sadar penuh karena tulisan ini masih jauh
dari kata sempurna.Sebab sempurna hanya milik Allah
subhanahu wata‟ala. Terimakasih telah membeli!
Selamat membaca

Dekap hangat,
Mulia Azzahra
.

5
Perihal Senja

DAFTAR ISI
Berkenaan dengan kita
Pewujud imajinasi
Cassanova
Ambigu
Aku dan do‟a-do‟a itu
Kamuflase
Ranting yang retak
Daun gugur
Sepasang belati
Kau dan dia
Pemahat luka
Senja yang kelam
Petrikor
Melebur kisah
Sesalmu
Tamu ini namanya rindu
Bangkit
Aku yang hampir kepala dua
Eccedentesiast
Perihal senja

6
Mulia Azzahra

“ilusi”
Dalam pilu anganku membisu
Cerah semu dekapi hampa kelabu
Sunyiku berharap kasihmu..

Dalam jumpa rikuhku menyapa


Hendak kata risau kalbu diri menghilang
Mohon antarkanku kala selintas
Perkenankan diriku merindukan

Malam meratap rasuki sukma yang kelam


Melambaikan kisah yang kudambakan
Biarkan jiwa mengiringi dirimu
Kasih..
Rindu..
Hanya dalam ilusiku.
-Fakhran Azwardi

7
Perihal Senja

Huruf demi huruf, ku susun menjadi sebuah kata.


Kata demi kata, Ku susun menjadi sebuah kalimat.
Kalimat demi kalimat,
Ku susun menjadi sebuah sajak.
Menulis adalah caraku mengabadikan rindu; juga kamu.

8
Mulia Azzahra

BERKENAAN DENGAN KITA


Satu detik yang akan kita lalui nanti cepat atau
lambat kita tak akan pernah mengetahuinya. Satu detik
kedepan adalah rahasia, tapi ia juga takdir. Hidup ini
misteri, hari esok adalah teka-teki. Apapun yang terjadi
Tuhan memiliki andil yang besar dalam menetapkan
ketentuan. Namun, sebagai insan yang dikaruniai akal
kita tak lantas hanya termangu menunggu datangnya
keajaiban – ini tak jauh bedanya seperti orang dungu.
Bagaimana mungkin sebuah impian dapat terealisasikan
jika kita hanya diam, membiarkannya menjadi angan
tanpa adanya sebuah tindakan?
Sudah menahun aku merasakan bagaimana rasanya
hidup dalam himpunan kata. Sedih kau rasa, yang kau
ingin hanyalah menulis. Bahagia kau rasa, yang kau
ingin pun juga menulis. Tiada hari yang kau lakukan
tanpa menulis, menulis dan berdo‟a layaknya sebuah
nafas. Tiada henti kulakukan dimana saja. Meski hanya
untaian sajak yang tak bermakna katanya. Hidup dalam
himpunan kata telah menjadi kebiasaan sejak lama. Ada
alasan mengapa aku melakukan ini. Saat bicara tak
dipedulikan dan hanya ditanggapi seadanya, aku rasa
inilah saat dimana lebih baik aku menyuarakannya
melalui tulisan. Aku lebih bebas dan leluasa
mengekspresikan segalanya melalui kata.
Kadang, meninggalkan jejak di beberapa akun
sosial media. Baik sajak, puisi dan prosa. Hmm..kurasa
cukup untuk sekedar meluapkan emosi. Daripada harus
marah-marah. Menulis menjadi salah satu alternatif
untuk meluapkan emosi secara elegan, menurutku
begitu. Menulis adalah media berkeluh kesah paling
elegan...
Termasuk dalam menuliskanmu kali ini. Ku coba
mengabadikan beberapa hal yang pernah kita lalui.
Saling menyukai, mencintai, mengasihi hingga pada
akhirnya kau bersikap abai dan memilih pergi.
Kepadamu…siapapun itu. Perlu kau tau, dibalik
keberanianku menuliskan ini sebenarnya ada hal besar

9
Perihal Senja

yang ku lalui. Aku telah melewati masa dimana


perasaanku pernah hancur sehancur-hancurnya,
berdarah semerah-merahnya. Walau kemudian aku
sadar, menyakiti diri tak akan menjadikan hidupku
membaik. Dengan ini…aku yang pernah mencintaimu
telah merelakan kisah kita yang tak terlupakan itu.
Berbagai lara yang kurasakan telah tersapu waktu.
Butuh upaya berkali-kali untuk benar-benar
merelakanmu kala itu. Dan ini adalah kenangan tentang
kisah yang telah berlalu.
-ma-

10
Mulia Azzahra

Sudah bukan waktunya lagi untuk bermain-main dengan


perasaan.
Hati itu rentan terhadap sesuatu.
Jika ada yang datang lalu membuat nyaman,
Itulah sebab mengapa seseorang merasa takut
kehilangan.
Karena rasa nyaman, membuat seseorang takut
kehilangan.

11
Perihal Senja

PEWUJUD IMAJINASI
Biarkan aku mencintaimu dengan caraku sendiri.
Ungkapkan segala apa yang kurasa dengan kata-kata,
supaya tak habis kau baca jka suatu saat kita tak lagi
bersama. Sebab ku tau memoriku tak cukup banyak
mengingat yang telah lalu‟ . Aku hanya mengekspresikan
rasa kehilanganku pada musim hujan Mei lalu. Dan
segala rindu yang masih membekas pada Juni itu.
Kehilangan sesuatu yang sebenarnya tak ku biarkan
hilang. Namun apa daya? Perasaanmu tak lagi memihak.
Pergi dan berlalu dari hidupmu, mungkin merupakan
pilihan yang terbaik.
--
Mencari nama apa yang tepat tuk
mendeskripsikan keberadaanmu saat ini. Aku
menjulukinya sebagai pewujud imajinasi. Karena telah
mewujudkan seluruh imaji menyenangkan yang
senantiasa ku tulis dalam bentuk puisi. Kedatanganmu
membawa segenap rasa yang rasanya perlu dijuluki
sebagai penyembuh luka lama. Hadirmu seakan
hidupkan kembali segala rasa yang sempat mati dalam
diri.
Sebelum mengenalmu, puisi itu bak gumam
abadi yang hanya tertulis, tak berdaya, dan tak nyata.
Bayangkan betapa lelahnya berkhayal tentang
kebahagiaan dan tak tau pasti kapan semuanya akan
menjadi nyata? Denganmu, puisi itu bukan hanya
imajinasi, ilusi, atau segala lamunan indah yang tidak
mungkin terjadi. Melainkan, hal nyata yang membuatku
merasa berharga, dan bahagia. Denganmu, bahagia itu
bukan lagi sebuah imajinasi.
Sejuta perasaan muncul menjelma ketakutan-
ketakutan. Ketakutan tuk patah, dan ketakutan tuk
menyayangi sosok baru. Kemudian kau hadir, kerap
berupaya keras menepis ragu dalam diri bahwa tak
semua lelaki itu sama. Dengan segenap keberanian
akhirnya kuberanikan diri tuk mulai menambatkan hati
lagi. Memulai kisah dengan orang baru lagi, mulai

12
Mulia Azzahra

beradaptasi dengan sifat yang sebelumnya belum pernah


ku kenali. Dan denganmu aku memulai cerita, membuka
lembar demi lembar berharap akhir yang bahagia..
Bersamamu, bahagia itu ada; dan nyata..
Terimakasih telah berupaya meyakinkan.

13
Perihal Senja

Pernahkah kamu merasa?


Tak memiliki namun merasa takut kehilangan
Ingin cemburu tapi sadar bukan siapa-siapa. Ingin
mengakhiri namun sadar tak pernah ada yang memulai.
Walau kutau, perlakuanmu itu hanyalah sebuah
kesalahan.
Tak perlu mengetuk jika tak ingin berlama-lama singgah.
Tak perlu menjadi pundak ternyaman untuk bersandar
jika pada akhirnya pergi meninggalkan luka. Tak perlu
menjauh jika tak ingin kucintai sepenuhnya.
Kau! Tak sedikitpun peduli, sama sekali tak mau tau, pun
tak pernah sadar bahwa pernah mengukir luka.

14
Mulia Azzahra

CASSANOVA
Mereka bertanya mengapa harus hujan? Mengapa
harus senja? Mengapa harus malam? Kau tau?
Terkadang, mencari inspirasi aku hanya butuh saat-saat
yang sendu. Jika ada yang bilang bahwa rintik hujan
terlalu riuh untuk merusak ketenangan, maka lain
halnya aku. Bagiku, gemercik airnya adalah lagu paling
merdu. Semerdu suaramu. Kuingat cara bicaramu yang
manis, cara jalan yang menawan juga raut yang kata
mereka cukup rupawan. Namun apalah arti dari semua
itu? Kadang yang terlihat indah tak selalu membuat
bahagia bahkan yang memeluk erat pun malah
menancapkan pisau lebih dalam.
Sore itu – di bawah senja tempat yang
sebelumnya kau janjikan. Kuperhatikan, jemarimu lihai
memetik dawai, terlantun melodi dari dawai gitarmu
yang membuatku ikut bersenandung. Ah! Semerdu
itukah suaramu? Serupa candu yang membuatku ingin
terus dan terus mendengarnya lagi. Baru kali ini
kutemukan suara yang mampu melebihi merdunya rintik
hujan. Aku mengeja perihal apa yang terjadi pada kita.
Kadang kau berlaku seolah kau ini titik, namun tak
jarang sikapmu membuatku berpikir bahwa kau ini
hanya sebuah koma. Bahkan hadirmu yang hilir mudik
sempat membuatku bertanya-tanya. Sebenarnya kau ini
apa? Titik, koma atau tanda tanya?
Hubungan tak perlu ada status. Yang penting kita
tau kemana arah hubungan ini, komitmen itu nomor
satu. Katamu begitu. Tak lantas mengiyakan, aku tetap
butuh yang namanya kepastian. Bukan tak percaya
padamu, tak ada maksud meragukanmu. Bagiku, kita
tetap harus memulai. Agar kelak, jika suatu waktu aku
merasa cemburu, aku berhak mencemburuinya. Yang
mengalir itu air sayang, bukan hubungan.
Kita tergelak. Selain piawai main gitar, kau juga
lihai membuatku tertawa lepas. Dicintai olehmu tak
harus berubah menjadi orang lain, aku tetap dengan
adanya diriku. Kemudian, kau senandungkan lagu itu
lagi. Sebuah lagu yang popular tahun 2000‟an. Kau hafal

15
Perihal Senja

sekali perihal lagu kesukaanku. Lalu obrolan kita


melalang buana, kau tanya alat musik apa yang ku
suka, kujawab aku suka piano. Kenapa? Katamu.
Kujelaskan bahwa hidup ini tak ubahnya seperti tuts
piano kadang hitam dan kadang putih, akan ada sesuatu
yang terjal yang membuat kita kadang ingin menyerah.
Namun, karena adanya hitam dan putih itu sebuah
piano mampu menghasilkan melody yang tak kalah
indahnya jika pemainnya memainkan dengan baik.
Begitu juga hidup, berbagai prahara akan membuatnya
berwarna dan jika kita menghadapi hitam dan putih itu
dengan bijak maka kita akan dapat sebuah hal yaitu
“hikmah” dari setiap kejadian. Kau mengangguk,
kemudian kau tanya lagi benda apa yang paling ku suka,
ku jawab „buku‟. Kenapa suka buku? Tak boneka saja?
Tiap orang memiliki pertimbangan tersendiri dalam
memilih suatu hal, begitu juga denganku. Aku menilai
sesuatu dari manfaatnya, bukan mewahnya. Menyukai
buku sebab aku merasa sedang berkeliling padahal aku
sedang terdiam. Merasa keliling kemana-mana padahal
sejak tadi aku tidak kemana-kemana. Aku suka suatu
hal yang memberikan kesan hidup; buku misalnya.
Kalau kau kenapa suka gitar? Kataku. Agar aku
bisa bernyanyi untukmu tiap waktu. Ah! Katamu (dulu).
Aku mengangguk.
Kau ku kenali sebagai seseorang yang dingin,
suka bernyanyi, berjiwa seni. Berpendirian teguh,
namun di beberapa waktu mempunyai sikap yang kerap
berubah-ubah. Hingga membuatku sulit meraba apa
yang sedang kau rasa. Tetap saja aku mencintaimu.
Sebab, sebanyak apapun kriteria kita terhadap seseorang
akan kalah hanya karena kita telah menemukan
seseorang yang dirasa telah membuat nyaman.
Sepertinya Tuhan merasa senang sebab ciptaan-Nya
yang satu ini senantiasa kusyukuri keberadaannya.
Menjadi kebahagiaan tersendiri bagiku pernah
diberi kesempatan tuk saling menukar rasa bersama
seseorang yang diidamkan oleh berbagai pasang mata.

16
Mulia Azzahra

Ibarat kata yang berujung pada kalimat. Kau


serupa titik. Tempat berhenti saat aku tak peduli lagi
dengan koma. Aku pilih bermuara, dan melabuhkan
pilihan padamu saja. Sebab sejauh ini merasa sudah
lelah berpetualang, dan aku enggan jika harus memulai
segalanya (dengan yang lain) dari awal.
Meski tergolong cassanova, dulunya kau adalah
seseorang yang tiada henti kuceritakan keindahannya.

17
Perihal Senja

Menepis sekat, memberimu ruang..


Berlayarlah!
Tapi, pulanglah manakala kau lelah…
Dari ribuan halaman pernah kubaca, mengapa tak
sampai aku pada membaca isi dalam dada dan
kepalamu?

18
Mulia Azzahra

AMBIGU
Antara kopi dan bayangmu, mana yang lebih
lama membuatku terjaga? Tentu saja kamu. Suara, dan
segala hal tentangmu lebih fasih membuatku terjaga
daripada harus menengguk kopi berkali-kali. Lalu,
manakah yang lebih pahit? Sisa kopi di pagi hari atau
sebuah keadaan yang membuat kita terhimpit?
Mana yang lebih dingin? Gigil rindu atau
perangaimu yang mendadak beku? Mana yang lebih
tabah? Hujan Bulan Juni Sapardi, atau aku yang
senantiasa berusaha menepis resah?
Sesekali ajak aku ke pelabuhan, agar kutau
seperti apa bahagianya dermaga ketika kapal berlabuh
setelah ia lelah berlayar. Sejauh apapun pengembaraan
seseorang, tak ada yang lebih kuharap selain sebuah
kepulangan.
Selain itu, menjadikanku rumah ternyaman
hingga membuatnya betah singgah, lalu menobatkanku
sebagai titiknya bermuara saat kata-kata mulai lelah
menyusun tiap bait yang tercipta.
Kalau saja jarak itu selembar kertas, ketika ku
rindu, akan ku lipat agar kau terasa dekat. Dan
kubentangkan lagi manakala kau ingin bertualang.
Kalau saja jarak itu selembar kertas, mungkin aku tak
banyak menggerutu perihal rindu dan temu.
Jarak..aku tak bisa berdamai dengan
kilometernya, tak bisa mendekapmu tiap waktu, tak bisa
menatapmu semau yang ku ingin. Kepadamu yang
terhalang jarak, kini kau hanya terekam dalam
bayang..ketika hangat kau mahir membuatku enggan
beranjak. Namun ketika kau dingin, kau akan dapati
aku bak orang hipotermia yang tak kuat menahan gigil.
Aku tidak meminta apa-apa, pun tiada pernah
memintamu tuk jadi udara yang senantiasa ada
kehadirannya.Sebab, cukup bagiku untuk jadi senja saja
yang hangat hadirnya. Mengertilah. Bahagiaku adalah
ketika kita hangat, sehangat senja yang menyapa ketika
ingin berpamitan.

19
Perihal Senja

Terlampau jauh perbincanganku dengan jarak


sebenarnya aku tak menceritakan perihal kita yang
dipisahkan oleh ribuah kilometernya. Namun akhir-akhir
ini aku merasa kita tak lagi dekat. Padahal bertemu
setiap saat. Dekat fisik, jauh emosional. Tak ada yang
lebih membingungkan dari diammu…kenapa gemar
sekali bergeming?
Ada yang dekat orangnya namun jauh sekali
hatinya.

20
Mulia Azzahra

Khawatir bosan kupuisikan, aku memilih berhenti


mempuisikanmu untuk beberapa waktu..tapi tidak
dengan do‟aku.
Jika rindu, dekap ia dalam do‟a. Sebab, tak semua rindu
harus dituntaskan dengan temu.

21
Perihal Senja

AKU DAN DO’A-DO’A ITU


Sebagian dari kita belum menyadari, bagian terpenting
dari mencintai adalah mendo‟akan kebahagiaannya.
Dan kau tau? Jika aku didera cemburu ketika
banyak yang mengagumimu, sebenarnya ada yang lebih
membuatku takut daripada itu. Apa? Beberapa wanita
disana yang sibuk mendo‟akanmu, dan do‟a-do‟a wanita
itu adalah ketakutanku, mereka adalah saingan
terbesarku. Aku takut khusyu‟nya do‟a yang mereka
langitkan akan mampu mengalahkan do‟aku, sehingga
do‟a-do‟a yang telah kupanjatkan tentang dirimu akan
kalah melesat dibanding do‟a-do‟a mereka.
Mengertilah..Aku, dia..mereka. Saling mendamba dan
mendo‟a orang yang sama. Kau orangnya.
Yang mengutarakan rindu memang akan kalah
dengan yang senantiasa konsisten mendo‟akan setiap
malamnya. Maka, kupeluk kau dalam do‟a. Aku
menjelma wanita yang tak henti melangitkan do‟a
manakala harimu rapuh. Kuharap do‟aku akan sampai.
Sebenarnya aku bukan pengecut yang enggan
mengutarakan rindu, bukan hal yang mudah bagiku
untuk mengakui sebuah rasa. Tapi bagiku, mendo‟a saja
sudah lebih dari cukup. Aku harap, Tuhan membaikkan
hidupmu. Semoga kau diberi pundak yang kuat.
Mengingat ada beberapa orang yang menanti
gemilangmu. Maka, terlepas kita ditakdirkan atau tidak,
aku memang tidak berharap banyak. Lagi pula, ada yang
pernah bilang kalau orang seperti kita ini katanya
hanyalah sebatas entah yang sedang menuju pasti. Aku
menyadari bahwa ketika aku meronta untuk memintamu
artinya aku sedang berusaha melawan takdir.
Mencintaimu cukup sekedarnya saja. Aku tak lihai
melawan takdir, dan kurasa itu bukan hak ku. Aku tak
berhak atas hal itu. Sebab, Tuhanlah yang punya
rencana.
Kau… satu nama yang kusebut dalam do‟a.

22
Mulia Azzahra

Seringkali hadirmu membuatku merasa rendah


diri. Popularitas membuatmu mudah dikenali.
Sementara aku? Hanya tersembunyi di balik ingar bingar
hidupmu. Apalah aku hanya setitik kisah yang tak
pernah kau izinkan untuk ada. Kau selalu menasehatiku
agar tak merendah. Katanya aku lebih dari sekedar
indah. Katamu; tiap wanita pada dasarnya cantik tapi
kecantikan terselubung hanya mampu dilihat oleh laki-
laki hebat. Termasuk dalam mencintaiku, kau bilang
kaulah lelaki hebat itu yang berhasil mencintai apa yang
terlihat oleh hati bukan oleh mata. Banyak bunga yang
masih segar, namun akulah satu-satunya bunga yang
kau perbolehkan tuk mengharumkan hidupmu. Katamu;
aku unik. Hobi membaca dan menulis membuatku
tampak beda dari yang lain. Kau bilang ; selalu luluh
atas senyumku yang ramah. Seharusnya aku yang
berkata begitu. Senyap-senyap ketakutan itu mulai
hilang. Perasaan takut ditinggalkan perlahan menipis
sebab kau tak henti-hentinya meyakinkan bahwa akulah
satu-satunya orang yang mengisi hatimu ketika itu.
Berkali kuingat caramu mengagumiku karena
aku selalu berapi-api tiap kali bicara tentang mimpi. Kau
tanya apa mimpi terbesarku, semangat kujawab :
“Aku ingin jadi novelis dan guru…”
“Dimana kau letakkan mimpi itu?”
“Dalam hati…sebab hati adalah sumber dari
segala niat yang dikehendaki..”
“Kalau gitu kau harus menambah satu mimpi
lagi…kuberi tau mimpi yang lebih besar..”
“Apa?”
“Kita menua bersama ya? Ini mimpiku, detik ini
harus jadi mimpimu juga…anggap saja ini mimpi kita
berdua…”
“Sekali-kali belajarlah masak. Anak kita nanti
makan nasi, bukan makan puisi..” tuturmu.. aku
tersipu. Benar juga katamu. Selama ini aku suka makan,
tapi tak pernah tau bagaimana cara untuk memasaknya.

23
Perihal Senja

Pernah kudapatimu membawa sekotak makanan,


memberi izin padaku tuk mencicipinya. Rupanya kau
jago masak, lain halnya aku yang tak dapat
membedakan mana jahe dan lengkuas.
Seminggu sekali kau rutin mengajakku lari pagi.
“Aku suka kamu gemuk. Tapi jangan males
olahraga…satu yang kamu tau, gendut itu tak sehat!”,
ujarmu seraya mencubit pipiku. Entah…perhatian-
perhatian kecil itu kucintai adanya. Senantiasa menjadi
alarm berjalanku, mengingatkan bahwa pada jam-jam
tertentu aku harus minum air mineral yang cukup,
olahragaku kadang kau kontrol. Perihal apa yang hendak
kumakan kadang kau begitu serius mengkritisinya.
Entah tak sehat, tak ada gizinya lah.. dan lain-lain.
Tiap orang memang memiliki cara tersendiri
dalam mencintai. Betapa kurindui sosok itu yang tak
hanya mencintaiku apa adanya, namun berusaha
menjadikanku lebih baik untuk kedepannya. Aku
lupa..kalau itu hanya kenangan.

24
Mulia Azzahra

Sayangnya kini kau begitu piawai mencipta lara


dan airmata.
Berkali-kali aku memaafkan hanya tuk
kesalahanmu yang suatu saat akan terulang? Kurang
tabah apa?

25
Perihal Senja

KAMUFLASE
Kau yang kerap bersembunyi dibalik kata “maaf”
Jika kecewaku memuncak entah mengapa aku
selalu luluh oleh genggaman. Pelukmu barang sedetik
mampu membuat amarah dan kecewaku hangus dalam
sekejab. Yang dilihat dari pria ialah janjinya. Perbuatan
dan ucapan harus sejalan. Cinta memang tak selalu
sempurna, kisahnya memang tak selamanya bahagia. Ini
wajar dan biasa. Anggap saja Tuhan memang sedang
menguji hati dan rasa, hatimu dan hatiku sedang porak-
poranda. Ada kalanya, ada masanya, ada saatnya kita
ditempatkan pada pilihan; bertahan atau meninggalkan?
Menyiram yang telah layu atau mencari bunga yang
baru? Aku tau ini memang tak mudah.
Telah ku gaungkan sejak awal bahwa aku
memberimu sayap, tak membatasi ruang gerak. Agar kau
bebas menikmati apa yang kau inginkan. Namun
sayangnya, kadang kita yang terlalu lugu dalam
mencintai menjadi rentan patah hati dan dibodohi.
Terlalu besar menaruh rasa percaya padamu kupikir
akan kau jaga baik-baik. Nampaknya kau begitu bebas
memanfaatkan semuanya hingga tak tau batasan bahwa
masih ada hati yang mesti kau jaga. Bebas tak berarti
lepas bukan? Entah tulus mana lagi yang hendak kau
cari? Kesabaran mana lagi yang sedang kau nanti? Setia
mana lagi yang tengah kau idamkan?
Cukuplah, aku muak dengan sandiwara yang kau
buat. Jika masih ingin benahi rumah, kemari… ku dekap
dan jangan pergi lagi. Jika ingin singgah di rumah yang
lain, silakan sana pergi. Aku hanya butuh dia yang
menetap, bukan sekedar merebah lalu membuatku
terkatung tak sudah-sudah. Sadarlah, pergilah dengan
bijak – pamitlah secara baik dan sopan.
Aku tau, yang lebih baik memang selalu ada.
Yang lebih menarik memang banyak. Kadang, kesetiaan
seseorang diuji hanya karena melihat yang lebih dari
kita. Termasuk kau. Kebohongan apalagi yang hendak
kau lakukan? Berapa kali kau pernah lakukan hal ini?

26
Mulia Azzahra

Sayangnya aku begitu bodoh. Dengan mudahnya kau


luput dari pengetahuanku. Aku yang tengah bersikeras
mempertahankan kita, sementara kau malah asyik
dengan dia. Mengertilah…tak pantas lagi kusebut kau
setia. Setidaknya, berilah bukti padSaku bahwa kau
memang tak sama dengan mereka. Jangan hanya sibuk
meyakinkan, aku butuh pembuktian. Perlu kau tau tiap
orang memiliki batasan untuk merasa. Aku, yang
tadinya mencintaimu bisa saja pergi hanya karena
merasa tak lagi kau hargai.
Mudah bagimu menyematkan luka – mudah
bagiku terluka, mudah bagimu meminta maaf – mudah
pula bagiku memaafkan. Berulang kali kau
membenamkanku dalam dekap, agar aku kembali
hangat. Kemudian merekatkan genggaman sebagai cara
meredamkan amarahku, atau bahkan jika aku tak
kunjung memaafkan kau berani melakukan hal paling
lancang..mengecup kening dan menyisihkan basah
bibirmu di dahiku. Bodohnya…aku selalu luluh dan
mengiyakan maafmu…padahal kau ulangi ini berkali-
kali..Tak perlu heran mengapa ada saja orang yang
enggan pergi meninggalkan sekalipun rumahnya dirasa
tak lagi nyaman. Meski bangunannya hampir rusak, ia
memilih bertahan. Sebab, baginya memulai suatu dari
awal bukanlah hal mudah. Membangun sebuah rumah
tak cukup waktu sehari dua hari. Butuh pondasi yang
kokoh, atap yang tahan terpaan pun tiang yang tegap.
Maka, tegarlah mereka yang tetap tabah-enggan
beranjak-padahal ia tau bahwa ombak telah berusaha
menghempasnya berkali-kali.
Pikirmu aku ini pasir, karenanya kau berusaha
menghempasku berkali-kali.Padahal aku karang.
Berusaha bertahan meski berulang kau inginkanku
hilang..

27
Perihal Senja

Duhai…betapa aku ingin pula mempunyai


hubungan seperti mereka.
Diberi perhatian, tak dibuat resah seharian.
-
Satu yang perlu kita tau, jika seseorang benar-
benar mencintai ia tak akan membuat kita merasa
terabaikan.

28
Mulia Azzahra

RANTING YANG RETAK


Seperti galaksi yang entah apa namanya, aku tak
tau. Yang jelas, seketika semuanya berubah menjadi
tinggi di atas khayal. Menjelma angan yang sukar diraih.
Padahal, dulu bak semilir angin yang senantiasa
menyapa tiap malam,bak udara yang selalu bisa kuhirup
kehadirannya. Seumpama aku memang pernah
menorehkan noktah pada sehelai kain putih yang pernah
kita bentangkan dan kemudian aku lupa untuk
menghapusnya, Mengertilah…sungguh! Sejujurnya aku
tiada pernah merencanakan sebelumnya. Tak ada niat
dalam hatiku untuk menyakitimu.
Sebenarnya disini siapa yang salah merasa?
Ketidaksanggupanku menjamahi perasaanmu
membuatku merasa gagal dalam mencintaimu dengan
baik. Atau, ini memang bukan salahku? Apa memang
kau sengaja berusaha menjauh? Hingga semuanya
terasa dingin… Ketahuilah, aku enggan menjadikanmu
kenangan.
Berani bertemu, harus berani berpisah. Berani
memiliki, harus berani kehilangan. Ku tau pasti kau tau
kalau aku begitu menyayangimu. Sangat menyayangimu.
Siang itu seperti biasa kau menghantarku pulang
menuju rumah.
Sepanjang perjalanan pulang, mulutku tetap
terbungkam lama, tapi batinku riuh sendirian tak
mampu ungkapkan segala rangkaian kata yang telah ku
susun rapi sebelumnya. Motormu berhenti tepat di
depan rumah. Anehnya, tak seperti biasanya aku
mengecup tanganmu dan kau menyalamiku. Namun kali
ini tidak. Menggandeng pun jarang, menatap juga tak
sesering dulu, merangkul apalagi…jelas sudah, kau
memang ingin kita sendiri-sendiri bukan?
Motormu melaju perlahan, meninggalkan senyum
manis, mungkin merupakan senyum terakhir yang
masih bisa kupandangi sebelum kau memutuskan pergi
nantinya. Kita pun berlalu. Kehadiranmu sedikit demi
sedikit luput dari pandanganku. Aku heran. Apa kau

29
Perihal Senja

tidak meraskan kejanggalan dalam hubungan? Sempat-


sempatnya berlaku biasa saja seperti tiada apa-apa.
Sepanjang perjalanan pulang kepalaku masih terngiang
tentang perempuan itu dan mataku digenangi air yang
siap menumpahkan segala isinya. Mungkin kau tak tau,
kalau sebenarnya aku selalu mencari tau sebab-sebab
perubahan sikapmu, meskipun sebagian ada yang
kurasakan sendiri. Sikapmu dingin, padahal aku selalu
ingin bertukar kabar secara wajar. Berminggu-minggu
tak berkabar rasanya ada yang berbeda, hubungan kian
terasa hambar. Sayang, harusnya kau tau kalau wanita
itu lihai perkara merasa dan merasakan sesuatu yang
tak mengenakkan. Maka dari itu, berhenti mengaggapku
sebagai seseorang yang sering menuai curiga. Karena
ulahmu sendiri yang mengundang curiga itu datang.
Yang kulakukan kala itu tetap bertahan tanpa
mengharap banyak darimu. Membuang harapan kita
perlahan-lahan, agar kelak aku tidak merasa terlalu
sakit bila nyatanya yang terjadi tidak sesuai dengan
harapan. Aku memang merasa akhir-akhir ini kita
terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. Kau sibuk
dengan mimpimu, sementara aku sibuk dengan
mimpiku. Hingga kemudian aku merasa kita lupa bahwa
pernah punya mimpi berdua.
Kau pemikir, aku perasa.
Kau pakai otak, aku pakai hati.
Kau pakai logika, aku pakai perasaan.
„kau berusaha menjauh ketika ingin kurengkuh‟
Seiring berjalannya waktu dan berubahnya
tujuan, segalanya yang terjadi tak lagi seperti dulu.
Apa yang kamu alami, apa yang kamu rasakan
dan apa yang kamu jalani dalam satu hari sebenarnya
aku ingin tau dan ingin merasakan juga. Dulu, aku
menjadi orang yang paling antusias mendengar ceritamu.
Kau ceritakan secara detail masa kecilmu, tempat yang
kau suka, makanan yang sering kau masak sendiri pun
band favorite yang kau gemari. Setidaknya ada perasaan
bahagia sebab pernah kau perkenankanku untuk

30
Mulia Azzahra

mengetahui seluk beluk hidupmu. Ini lebih dari sekedar


bahagia, sebab aku berdiri di tengah-tengah banyaknya
godaan yang menggoda(mu).
Tapi, kali ini kau semakin jauh. sejujurnya tak ada
keinginan lebih dalam diriku, aku hanya ingin menjadi
rumah ternyaman bagimu. Sulitkah?
Barangkali tujuan kita tak lagi sama. Kemana
perbincangan hangat itu? kali ini kurindui
keberadaannya, mengapa kita mendadak asing dan
dingin? Padahal dulu saling bertukar keluh, saling
bertukar rasa dan merasakan resah masing-masing.
Ku kira kita akan saling mengisi, melengkapi satu
sama lain. Kukira kau akan menjadi pelipur lara, namun
nyatanya malah mencipta lara.
Sebenarnya kita ini apa? Apakah dua orang yang
saling menunda kepulangan? Sama-sama mengulur
kepergian? Saling mempertebal kerinduan? Atau kita
hanya dua orang yang sedang menanti perpisahan
kemudian diiringi dengan kebencian?
Jikalau kau tau, wanita tak bisa diperlakukan seperti
ini.
Alih-alih memupuk agar tumbuh sesuai apa yang
kita ingini, namun kau memperlakukanku seolah-olah
ingin membuatnya layu. Mungkin kau telah menemukan
bunga yang baru. Kau harus tau. Ini bukan era Ibu dan
Bapak kita yang dimana harus berkabar melalui sepucuk
surat. Ada 24 jam dalam satu harimu. Bisakah
menyisihkan lima menit untuk berkabar? Aku ingin
sekedar tau kondisi dan keberadaanmu. Setidaknya buat
aku merasa dihargai. Jika tak bisa kau lakukan juga,
bukankah dalam satu minggu ada puluhan jam dan
ribuan detik yang menemanimu? Menyisihkan lima
menit pun apakah tak sanggup? Dari ribuan detik yang
berlalu, aku hanya minta lima menitmu saja atau sama
dengan tiga ratus detik. Selebihnya, sisa waktu itu bisa
kau gunakan untuk dirimu sendiri. Apa arti kekasih bila
hadirnya tak lagi dibutuhkan?

31
Perihal Senja

Aku selalu ingin tau keadaan dan aktivitasmu.


Walau kau diam, rutin kukirim pesan singkat tuk
sekedar mengingatkanmu beribadah. Meski kau berlaku
abai paling tidak kau tau bahwa aku tak pernah main-
main menaruh rasa padamu. Musim hujan kali ini tak
berarti apa-apa. Aku tetap merasakan kemarau yang
gersang. Aku haus kasih sayangnya. Aku rindu. Bukan
rindu lama tidak bertemu, melainkan rindu diperlakukan
hangat seperti dulu. Duhai kasih? Ingin rasanya aku
memelukmu sekali lagi untuk yang terakhir kali, sebelum
kau memutuskan untuk pergi.
Tiada bisa menyalahkan siapapun perihal rasamu
yang tak lagi berpihak padaku. Entah aku yang terlalu
sibuk dan tak punya waktu untukmu. Atau mungkin
kau tak lagi bisa bertahan denganku, sebab aku
membuatmu bosan. Atau mungkin ada dia yang lebih
bisa membuatmu bahagia, dia yang selalu ada untukmu
sementara aku tidak. Dia yang lebih sempurna dariku,
sementara aku hanya mengandalkan ketulusan untuk
tetap bertahan dalam hubungan. Ketahuilah, tiap detik
ingatanku selalu tertuju padamu. Sungguh! Teriris sekali
ketika kutau kau lebih nyaman dengan yang lain
sementara saat itu aku adalah kekasihmu. Kekasih? Iya
kekasih, tetapi seperti orang lain. Jika seseorang benar-
benar mencintai, ia pasti tak punya niat di hati untuk
cari pelarian. Kau tau apa yang selalu ku pikirkan dalam
kesibukanku? Mengecek handphone untuk sekedar
menunggu kabarmu, ingin selalu tau segala keadaanmu.
Saat jauh darimu, aku merapal do‟a yang selalu
kujadikan perbincanganku dengan Tuhan. Cintaku tak
sekonyol yang kau kira. Aku tak pernah main-main
dengan perasaan. Tetap setia walau diabaikan mungkin
suatu kebodohan. Adakalanya aku berhenti.
Yang setia memang tak akan pergi begitu saja.
Aku tidak pergi, namun aku membiarkanmu pergi.
Menyadari bahwa kau bisa lebih bahagia tanpaku. Walau
kutau merelakanmu merupakan hal yang tak pernah ku
inginkan. Itu yang kau mau bukan?

32
Mulia Azzahra

Sebuah rasa, Jika tak lagi sama jangan dipaksa. Jika


sudah tak sejalan, lebih baik udahan. Jika sama-sama
sayang, keduanya akan berusaha untuk
mempertahankan sebuah hubungan. Ketika kamu merasa
berjuang sendirian, apakah masih pantas untuk
diperjuangkan? Pikir baik-baik! Terkadang,kamu tak
sadar. Bahwa yang kamu lakukan sebenarnya hanyalah
sedang memaksakan sebuah kebahagiaan dengan
seseorang yang tak lagi mau berjuang dalam
pengharapan yang sebelumnya pernah kalian impikan.
Pahamilah!

33
Perihal Senja

DAUN GUGUR
Puncak kesedihan paling tinggi ialah saat seseorang tak
lagi mampu menyuarakan tangis dengan airmata.
Entah aku tak mengerti apa yang tengah menjadi
inginmu kali ini. Sekeras apapun kita berjuang tuk
mempertahankan seseorang, tetap saja takdir Tuhanlah
yang paling besar donasinya dalam menetapkan suatu
ketentuan. Dunia terasa berhenti sejenak. Atmosferku
seakan membisu, mendengar kata pisah darimu
membuatku tak bisa berkata-kata lagi. Dengan
ringannya kau katakan ; “Cari saja yang lain.. banyak
yang lebih baik dariku..”.Pintamu. “Aku tak ingin cari
yang lebih. Aku tak ingin cari yang kurang, aku hanya
ingin kau seorang..” sahutku.
“Kalau tidak kita akhiri saja ya…”, katamu “Tidak
untuk pintamu yang satu ini….” lirihku. Bodoh sekali
aku. Ku pikir kita masih bisa memperbaiki rumahnya
lagi. Ketika itu aku meronta. Berbagai penolakan kau
lontarkan menegaskan bahwa apa yang tengah kita
jalani memang sudah seharusnya di akhiri.
Kalau kau tau, sebenarnya aku teramat
menyayangimu. Namun, lama kau hiraukan aku pilih
mundur perlahan.
Baru kemarin rasanya kita bertukar cerita.
Menertawakan hal yang sebenarnya amat sederhana
untuk ditertawakan. Menjalin interaksi layaknya
sepasang kekasih yang bahagia. Namun, di samping itu
sebenarnya kita sama-sama memendam. Menahan kata
pisah agar tak saling menyakiti.
Perang dingin terjadi. Sungguh! Perang ini
teramat menyakitkan untuk di alami. Tak ada
perdebatan hebat. Saaat bertemu pun seperti tak ada
apa-apa. Namun kutau, di balik diam aku bisa menguak
apa yang terjadi.
Semuanya terasa hambar. Perasaan kian pudar,
pikirku mulai tak karuan. Pada akhirnya, aku
memberanikan diri tuk mengiyakan pintamu yang
menyakitkan itu. Perpisahan yang terjadi sebenarnya

34
Mulia Azzahra

bukan kemauanku. Melainkan ini suatu kebutuhanmu.


Kebutuhanmu untuk bahagia dengan yang lain,
kebutuhanmu untuk mengekspresikan segala inginmu.
Maaf, aku tak pernah bisa menjadi apa yang kau
mau. Ku kira perpisahan akan membuat hal ini
terselesaikan. Ternyata tidak. Hal ini membuatku
menerka-nerka akan perasaanku. Apa aku sudah benar-
benar rela melepasmu? Apakah perasaanku terhadapmu
benar-benar hilang?
Tiba-tiba aku harus mendadak tidak peduli lagi
denganmu. Tiba-tiba aku terpaksa harus menahan
tanganku yang gatal untuk mengetik pesan singkat
untukmu. Tiba-tiba aku mendadak tak mau tau tentang
keberadaanmu lagi. Ini sulit sekali! Ketika aku harus
membiasakan diri menjalani hidup seperti awal
tanpamu. Aku harus lupa tentang jalur kenangan dan
tempat ketika kau pertama kali mengutarakan rasa. Kata
“sayang” kini tidak berarti apa-apa.Dahulu, rindu selalu
menjadi alasan untuk mengawali pertemuan. Namun,
kali ini rindu itu menjelma menjadi sesuat yang
menakutkan, juga menyakitkan.
Detik kehilanganmu pun tiba.
Menangis, dan berteriak pun takkan
mengembalikan apa yang telah hilang. Parahnya, aku
tiada bisa lagi menyuarakan kesedihan dengan tangisan.
Kurasa airmataku sudahc cukup kering atau bahkan
mungkin sudah hilang. Kuyakin kau pasti ingat berapa
kali sering ku katakan padamu bahwa aku benar-benar
takut kehilanganmu bukan? Secepat inikah kisah ini
menjadi kenangan, yang memang pada hakikatnya abadi
hanya untuk dikenang? Kau juga pasti ingat ketika aku
meronta-ronta padamu bahwa aku benar-benar takut
kehilanganmu, dan terus memohon padamu untuk tetap
berada di sampingku.
Pada akhirnya aku lelah memaksamu untuk
tetap mencintaiku, lelah untuk mengubah rasamu
seperti saat pertama kita bertemu, yang menetap abadi
saat ini adalah rasa sayang sebagaimana dulu yang

35
Perihal Senja

pernah ku lakukan. Walau berkali-kali kau buat lebam,


aku tetap belum merasa goyah menyayangimu. Dan
akhirnya kisahku luntur di masa itu.
Padahal kita sering bertemu. Tetapi kenapa dekat
terasa jauh? Membuatku yakin mungkin itulah saat-
saatku harus melepasmu. Saat aku tak lagi menjadi
prioritasmu, aku merasa kecil sekali kehilangan satu hal
yang benar-benar membuatku merasa paling berharga.
Saat aku bukan lagi dermaga yang kau buat berlabuh,
saat itu pula aku sadar; aku harus membiarkanmu
berlabuh di tempat yang lain. Saatku bukan lagi rumah
yang akan kau kunjungi untuk pulang, saat itu pula aku
sadar bahwa aku yang harus pergi menyadari bahwa
hatiku tak ingin lagi kau singgahi. Saatku bukan lagi
yang kau inginkan, saat itu pula aku sadar; bahwa cinta
tak bisa dipaksa. Ada kalanya aku mengerti dan tahu
diri, bahwa tidak seharusnya aku memaksamu untuk
tetap mencintaiku seperti dulu lagi.
Memang betul adanya, melepasmu itu
merupakan sesuatu yang menyakitkan. Kau tau apa
yang kurasa? Perasaanku hancur lebur tak karuan.
Pelangi yang tadinya menghiasi berubah menjadi
gemuruh yang ku benci. Jika rasaku tak terlalu dalam
untukmu, mungkin tak sesakit ini yang kurasakan.
Jangan kau kira di balik sikapku yang biasa-biasa saja,
bukan berarti aku tak menyimpan segudang nestapa.
Awalnya, aku tidak bisa bahagia ketika melihatmu
bahagia dengan yang lain. Tapi, apa lebih tidak bahagia
jika bersamaku kau tidak bahagia? Bukankah cinta itu
bahagia jika melihat yang dicinta bahagia? Bahagiamu
itu bahagiaku, meski kebahagiaanmu tanpa diriku.
Ketika aku sadar bahwa kau pun berhak bahagia. Ketika
itu pula aku siap melepasmu untuk bahagia. Dan satu-
satunya cara membuatmu bahagia yaitu dengan
membiarkanmu – merelakanmu bahagia dengan dia.
Ketika aku melepaskan seseorang bukan berarti aku
berhenti mencintai. Melainkan lebih kepada menyadari
bahwa kehadiranku tiada menciptakan arti lagi, dan aku
juga bukanlah satu-satunya di hati. Menyadari pula
bahwa aku bukan penyebabmu bahagia. Cara mencintai

36
Mulia Azzahra

paling baik ialah mengikhlaskannya bahagia.


Seharusnya kita tak menuai peretemuan, jika pada
akhirnya ada satu hati yang berat melepaskan.
Kini, yang kujuluki sebagai Pewujud Imajinasi itu
lenyap sendiri. Kalimatmu “ingin bersamamu selamanya”
kurasa sudah kedaluwarsa. Derai airmata yang mengalir
tak kuasa ku bendung sendirian. Andai kau mengerti
betapa tersiksanya hati ketika aku harus menerima
kenyataan bahwa aku benar-benar kehilanganmu, dan
kau benar-benar hilang.
Kehadiranku yang luput dari pandanganmu
mungkin tak berarti apa-apa, kau hanya menganggapku
seperti angin lalu. Sebab, sebelumnya aku memang tak
pernah benar-benar ada dalam hatimu.
Rupanya isyarat kepergian itu telah kau gemakan
sejak awal. Sayangnya aku tak cukup tanggap tuk
menyadarinya.

37
Perihal Senja

Apakah wanita diciptakan hanya untuk mengerti dan


memahami? Pasalnya, kaum Hawa lah yang paling sabar
menjadi insan yang paling sering dalam urusan
merelakan. Tidakkah kami diberi kesempatan untuk
dipahami pula?
Kau melukaiku berkali-kali. Aku memaafkanmu berkali-
kali. Kau coba untuk mundur berkali-kali. Aku coba
mempertahankanmu berkali-kali. Kemudian..Kita saling
melukai berkali-kali. Akhirnya kau minta pergi.
Lalu..
Kau pergi. Aku sendiri. Kau menang! Sedangkan aku
terima kekalahan dengan lapang.

38
Mulia Azzahra

SEPASANG BELATI
Pagi itu kulalui sendiri. Menunggu angkutan
umum di tempat yang dulunya biasa kugunakan untuk
menunggumu berangkat bersama. Kali ini tidak, aku
harus membiasakan hari tanpamu. Hampa sekali,
semangat hidup seakan lenyap. Seperti tak ada gairah
tuk mengawali hari. Pagi hari yang biasanya disambut
dengan harum tubuhmu, sentuhan lembut dan senyum
manis yang tersembunyi di balik kumis tipismu, tapi
tidak untuk pagi dengan segala rasa yang telah memahat
hati. Mata sembab menemani, sesak dada masih terasa.
Malam tadi kata pisah itu kau ucap secara sopan.
Aku telah memikirkan matang-matang untuk
mengakhirinya. Masih tak ku sangka bahwa kita tak lagi
berada dalam satu kisah yang sama. Tidakkah kamu
heran? Hubungan yang tadinya baik-baik saja, tanpa
ada perdebatan hebat pada akhirnya berakhir dengan
keadaan damai, namun sebenarnya belum bisa
mendamaikanku di awal keadaan. Pelangi yang tadinya
menghiasi malah menjadi gemuruh yang ku benci.
Tepat di depan gerbang sekolah tak sengaja aku
berpapasan denganmu. Kita sama-sama melontarkan
senyum. Aku jalan kaki sendirian, dan kau menunggangi
motor sendirian. Dulu bagian yang kosong itu pernah ku
isi. Sudahlah! Apalagi yang istimewa dari sorot matamu?
Sorot mata yang dulunya selalu ku sebut tatapan sendu,
sorot yang menjadi sumber inspirasi tulisanku dan
kebahagiaanku. Kini yang kulihat dari sorot matamu
bukan lagi pandangan indah yang berbinar, melainkan
sepasang kilatan belati yang siap menyayat perasaanku
sekali lagi. Perih sekali! Mengiris secara perlahan atas
rasa yang sempat kau abaikan. Baiknya kau sediakan
pedang saja yang membuat hatiku patah jadi dua
sekaligus, daripada kau iris perlahan dengan belati; itu
rasanya perih sekali… amat menyakitkan. Senyum
simpul memang merekah dan tersungging rapi. Namun,
terlihat jelas di pelupuk mataku bahwa sesungguhnya
masih ada kesedihan yang tersisa bekas malam tadi.
Dan kali ini aku benar-benar merasakannya. Tabahkan

39
Perihal Senja

aku Tuhan? Letakkan topeng senyum di wajahku ketika


aku melihatnya. Benahi hatiku. Buatlah damai
perasaanku tanpanya.
Aku mulai akrab dengan yang namanya kesepian.
Lagi pula sebelum kau pergi kau telah
memperlakukanku agar terbiasa tanpamu. Perlahan aku
bisa menerima, inilah kesendirian yang sebenarnya.
Strategimu cukup tertata rapi dengan sengaja
mendiamiku berminggu-minggu, kerap bergeming
sementara aku selalu menjaga percakapan kita agar
tetap bising, serta membahas panjang lebar obrolan yang
tdiak begitu penting. Pesanku bisa berbaris-baris meski
jawabmu dapat dihitung jumlah hurufnya. Kukirim frasa
namun hanya kau balas kata. Berada di bagian ini
memang tak pernah mengenakkan.
Belum lagi menghadapimu yang gemar membisu
seolah tak pernah sadar akan hadirku, benar memang
aku tak lagi ada dihatimu. Bagiku sebelum dan sesudah
berpisah tak ada bedanya; masih saja aku mencintaimu.
Aku yang terus mencintai namun kau ingin sekali
menyudahi. Kau, seseorang yang awalnya
membahagiakan tetapi kini mesti kurelakan menjadi
kenangan.
Lalu, seberapa riuh aku mengusik
ketenanganmu? Hingga kau berusaha memutus berbagai
interaksi di antara kita. Bukankah kita masih bisa dekat
meski tak lagi terikat? Tenang, aku takkan mengganggu
hidupmu, aku takkan mencampuri hubunganmu.
Karena kutau seperti apa rasanya ketika kehadiran
orang lain datang merusak kebahagiaan dengan orang
yang dicintainya. Sungguh perih, Sayang. Aku tak akan
membalas dendam. Tak kulakukan hal serupa, perlu kau
tau..aku tak sama denganmu yang tega melakukan hal
itu.

40
Mulia Azzahra

Penyesalan hanya dirasakan oleh orang yang merasa


bersalah. Aku salah satunya. Aku menyesal. Aku salah.
Salahku, pernah menyayangimu melebihi peduliku pada
diri sendiri.
Tak seharusnya begitu memang. Kepadamu.. kelak kau
akan temukan rasa sesal atas kesalahanmu. Salahmu,
melakukan kesalahan pada orang yang tak seharusnya
kau salahkan. Salahmu hanya dibuat-buat. Marahmu
kamuflase semata. Padahal salahku tak ada. Hanya
kaunya saja yang ingin pisah.
Arahkan jika aku salah.
Bukan malah marah-marah.
Dan main-main dengan kata pisah.
Aku ingin kau jadi yang terakhir.
Tapi kau ingin segalanya segera berakhir.

41
Perihal Senja

KAU DAN DIA


Sebab aku telah mencapai pada puncak tertinggi orang
mencintai; turut bahagia bila melihatmu bahagia.

Langit Jakarta malam ini. Di antara semilir angin


dan keremangan mertropolitan, kutarik napas dalam-
dalam. Menghirup udara sepuas-puasnya. Aku ingin
mengajakmu bagaimana rasanya menjadi orang yang
senantiasa merasa hening meski dalam situasi yang
teramat bising. Hmm..malam ini aku terisak ketika ku
mendengar kabar bahwa kehadiranku tegantikan begitu
cepat dengan orang yang baru. Selamat atas
kemenanganmu! Semoga kau lebih bahagia dengan dia.
Pagi tadi, mungkin pagi terburuk. Kabar itu hilir
mudik masuk ke handphoneku. Beberapa teman karib
runtut mengutarakan sabar ya, yang tabah ya sebagai
bentuk kepedulian atas pedihku yang belum hilang
seutuhnya. Lukaku belum sembuh namun kau tega
menyayat lagi. Kukatakan pada mereka bahwa aku telah
ikhlas dan baik-baik saja. Namun, sepandai-pandainya
wanita mengatakan bahwa dirinya kuat sebenarnya ia
tak benar-benar kuat.
Berbagai penasaran timbul dalam benak. Aku
penasaran seperti apa sosok yang mampu menggantikan
hadirku? Akankah ia sabar sepertiku? Apakah ia juga
punya mimpi besar sepertiku? Atau mungkin memiliki
nyali besar dan ketangguhan dalam menjalani hidupnya?
Ah! Dugaannku tidak benar. Salah semua! Yang jelas,
sesuai dengan apa yang kulihat wanita yang kali ini
mengisi ruang hatimu lebih baik dariku. Hmm…dan
mungkin lebih beruntung hidupnya. Tapi aku tak
menyesali. Aku turut bahagia, bukankah cinta itu
bahagia apabila melihat yang dicinta bahagia? Katanya.
Melalui sosial mediamu, aku melihat jelas
guratan senyum dari wajahmu dan wajahnya. Kau

42
Mulia Azzahra

kunjungi tempat yang dulunya tak sempat kita kunjungi


– kebun teh. Kau selalu kesal acapkali aku kerap
menolak jika kau ajak pergi jauh, marahmu pasti diam.
Diammu membuatku takut. Bukan tak mau atau apa,
ada hal yang lebih penting dari itu. Pendidikan dan masa
depanku. Lagi pula dulu mungkin kau lupa, aku pernah
bilang padamu bukan? Kalau aku lebih menyukai hal-
hal yang sederhana – setiamu misalnya. Karena yang
sederhana itu pasti baik. Tak perlu jajan, jalan dan
makan. Memberi hadiah dengan brand ternama, tidak
perlu. Lebih baik uangnya ditabung saja. Baiknya, kita
fokus belajar bicarakan perihal masa depan. Namun,
sejak dulu pikiran kita memang tak pernah sejalan,
selalu bertentangan dan apa yang kita jalani tak pernah
sehaluan. Aku selalu bahas masa depan, namun kau
selalu pikir yang penting hari ini kita senang.
Kau mungkin selalu jengkel setiap aku menolak
untuk kau ajak keluar larut malam. Kau harus tau, aku
dibesarkan oleh adat kental dari keluargaku. Wanita
harus punya adat dan tata krama, tak sembarangan
melakukan suatu hal. Aku kehilanganmu karena aku
berpegang kuat pada prinsipku apa aku salah? Apa aku
egois? Aku rasa tidak, rambu-rambu ini sebelumnya
sudah kupikir secara masak-masak. Tak ada yang salah.
Mungkin kau memang bukan orang yang tepat.
Kurang dari satu pekan, selepas pergiku mengapa
begitu mudahnya kau buka hati lagi, kau mulai
membangun kepercayaan lagi, kau mulai semuanya dari
awal lagi. Mengapa kau begitu memberanikan diri? Tak
pernah kah kau berpikir bahwa dia yang mengisi hatimu
saat ini adalah sarana untuk melampiaskan
kesendirianmu? Mungkinkah kau benar-benar siap atau
sebatas merasa sepi saja? Pikir baik-baik.
Biarlah.. biar semua berjalan alakadarnya.
Siapapun wanita yang mengisi ruang hatimu saat ini,
aku turut menghargai. Tak ada yang perlu disalahkan.

43
Perihal Senja

Keadaanlah yang membuatnya berubah. Biarkan. Kini


aku dengan mimpiku, sementara kau juga seperti itu.
Terimakasih untuk waktu yang cukup lama. Sekian lama
memikul keeratan, pada akhirnya aku harus melepasmu
juga.

44
Mulia Azzahra

Haruskah semesta bekerja begitu tega?


Semakin menyayangi seseorang,
Semakin kita dekat dihadapkan dengan yang namanya
kehilangan.

45
Perihal Senja

PEMAHAT LUKA
Istirahatkan perasanmu…buang belenggu itu. Sejenak
bebaskan ia dari berbagai hal yang menyesakkan dada.
Kalau kau ingat, dulunya aku adalah orang yang
menolak keras untuk kau tanggalkan. Kau tinggalkan
dan kau tanggalkan rupanya sama pedihnya. Pernah
tabah meski berkali, kali tabah. Pernah tetap singgah
meski kau terus berkata „sudah‟.
Luka yang semakin lama semakin ku peluk
memang sakit rasnaya. Perih, nyeri, terisak. Luka
bersemayam karena rasa kecewa. Anganku melambung
tinggi, kemudian jatuh tanpa tersendat. Tersungkur,
hilang kesadaran. Nyatanya, rasa sayang yang berlebih
bukanlah suatu jaminan bahwa engkau akan tetap
bertahan. Pergimu membuatku meratapi luka. Padahal
aku hanya ingin menyayangimu setulus hatiku saja, tapi
mengapa kau malah pergi dengan teganya? Mungkin aku
yang salah. Barangkali ada perlakuanku yang
membuatmu tak nyaman, namun ketahuilah! Rentetan
kata yang ku kirim melalui pesan singkat adalah arti dari
kepedulianku. Kenapa malah kau acuhkan? Baiklah,
bagaimana pun keadaannya situasi memaksaku untuk
merelakanmu, kali ini aku dipaksa untuk ikhlas. Aku
harus ikkhlas. Padahal kenyataannya seluruh rasa yang
pernah kita semai masih membekas. Sudah benar-benar
luputkah namaku dari hatimu? Rasaku yang kuat
menjadi penyebab atas belum hilangnya segala hal
tentangmu. Gurat senyummu, lekuk tubuhmu, cara
tertawa dan bicaramu masih terekam jelas. Perih!
Namun, aku sadar bahwa selama itu aku hanya
menciptakan kebahagiaan sendiri. kau berhenti terlibat
dalam pengharapan yang pernah kita sepakati. Lamanya
hubungan bisa kandas di tengah jalan hanya karena
kehadiranku sudah tak ada artinya lagi. Mungkin ini
skenario Tuhan, teguran untuk diriku. Bahwa sesuatu
yang berlebih akan menimbulkan sakit yang berlebih.
Aku rindu caramu mencintaiku…rindu caramu
memperjuangkanku. Maaf, jika beberapa waktu lalu rasa
sayangku pernah membuatmu tak nyaman.

46
Mulia Azzahra

Tak berpikir panjangkah ketika kamu ingin


bermain api? Sementara kobarannya mampu membakar
perasaanku hingga menimbulkan sakit yang bertubi-
tubi.
Aku menyayangimu dengan sepenuh hati, tetapi
diperlakukan seolah kau tak punya nurani lagi.
Ceritanya telah bertepi, waktuku bersamamu sudah
habis, kisah kita telah jatuh tempo. Seluruh janji yang
pernah kita sepakati sirna sudah.
Kau tau? Hidupku tak tenang sebab selalu
dihujani rindu dan kenangan. Bayangmu terus berlalu-
lalang sayang.
Bisakah kita ulangi? Seutas senyum yang timbul
dari wajah kita? Sebagai lambang bahwa kita pernah
bahagia;berdua. Bisakah kita ulangi? Rengkuh hangat
yang menentramkan, gapaian jemarimu seolah-olah
membuatku menyelami kebahagiaan. Bisakah kita
ulangi? Saat tanganku menyentuh guratan senyummu,
saat jemarimu mendarat hangat di pipiku. Bolehkah aku
merasakan kecupnya lagi? Menatapmu, tanpa ada yang
menghalangi. Bisakah kita ulangi? Tatap sendu yang tak
menuai ragu. Bersenda gurau seolah tak ada pilu.
Kenangan menghujam pikiranku untuk
mengingat-ingat yang telah berlalu. Adakah kau rasa
jua? Kini, seluruh rasa, rindu dan harapan yang pernah
kutambatakan. Detik ini juga harus kutamatkan. Sebab
kutau, mengharapmu hanya berujung pada kesia-siaan.
Dan seluruh penantian hanya berujung satu kata;
Percuma.
Mengapa sebuah khianat dan luka mampu
terkalahkan oleh rasa sayang? Perasaan memang butuh
logika, namun tak semudah yang terucap. Kalau kau
tau, antara perasaan dan logika adalah suatu dimensi
yang berbeda. Ia bukan suatu kesatuan. Maka, jika ada
seseorang yang masih belum sanggup melupakan masa
lalunya bukan berarti ia bodoh. Ia hanya terlalu dalam
memaknai perasaannya.

47
Perihal Senja

Satu-satunya cara saat yang kau cintai pergi


meninggalkan adalah dengan mengikhlaskan
kepergiannya.

48
Mulia Azzahra

SENJA YANG KELAM


Yang paling penting bagiku perihal senja
bukanlah kita menyemai kisah dibalik senja itu berdua.
Jika kau fikir aku menyukai senja hanya karena
lembayung, jingga, oranye dan kemerah-merahannya
saja lalu meminjam jingganya sebagai inspirasi bagi
gadis lugu sepertiku, kemudian menghasilkan diksi yang
tak sebanding dengan puisi-puisinya Eyang Sapardi,
Sebenarnya ada yang lebih penting dari itu. Apa? Aku
ingin….menua bersamamu,bertukar keluh – membagi
resah berdua hingga usia s e n j a.
Begitulah hakikat senja menurutku.
“Satu hari bersamamu itu tidak cukup. Aku
ingin seumur hidup..”
Masih ingat perihal apa yang kau ucap sore itu?
Aku hanya menatapmu lekat. Tersipu. Tak ku ragu aku
pun menyayangimu. Kita pernah tenggelam dalam satu
cerita. Kau genggam aku tuk selami lautan bahagia. Tapi
itu dulu. tidak untuk kali ini. Perlahan, aku tenggelam
dalam lautan duka. Lupa caranya untuk pulang.
Berbagai janji yang pernah kau torehkan masih
terngiang. Senja kali ini membuatku tersadar dari
khayal. Menyingkap rindu yang menenggelamkanku.
Menyeka bahagia lalu menjadikannya duka. Sajakku
adalah rindu yang tak terungkap.
Dulu pernah kau katakan bahwa aku adalah
tanggamu tuk capai puncak. Kau bilang kita akan
mendaki berdua. Nyatanya, harapan yang kau bangun
teramat tega kau patahkan. Aku berupaya menopang,
namun kau tiada hentinya menghancurkan. Seolah lupa
dulunya tanganmu pernah saling mengapit diantara
sela-sela jemariku, merekatkan peluk hangat pagi itu.
kau lupa? Tangisku melebur, merebah di dadamu.
Tanganmu tiada henti mengusap-usap kepalaku.
Kau ingat pagi itu? Semilir angin pagi? Senja itu?
Rengkuhan itu? Bisikmu mesra di telingaku.
Menjanjikan masa depan dan kehidupan yang bahagia.

49
Perihal Senja

Hingga kini, aku masih sering mengunjungi kedai


eskrim yang dulu kerap kita hampiri tiap malam.
Berbincang hangat hingga eskrimnya meleleh hingga
kedai hendak ditutup. Kau selalu bilang, satu hari penuh
denganku itu tak cukup..katamu; kau ingin seumur
hidup denganku. Kalau kau tau, itu pula yang aku
ingini…ah sudahlah! Kau bilang lagi, tak perlu diet mati-
matian agar kau tetap nyaman merebah di pangkuan.
Kau suka aku apa adanya. Omong kosong..Sesekali aku
merasa geram, ingin rasanya memakimu hingga
kekesalan yang selama ini tertahan mampu terucap
barang sekejab.
Bicara tentang ingkar kau memang tak ubahnya
seperti pendusta. Namun, aku enggan menguras habis
energi dan emosiku, aku juga enggan membuang
waktuku hanya untuk meratapimu. Lagi pula pedulimu
kini tak lagi milikku. Keadaan sudah berbeda. Meski
satu langit tapi kita tak lagi satu atap. Aku bukan
rumah, kau bukan lagi penghuni. Atap yang roboh, tiang
yang terkikis waktu dan dinding-dinding yang retak.
Rumahnya rusak, sebab penghuninya enggan pulang
dan merawatnya lagi. Walau kini aku masih saja dibuat
bertanya-tanya perihal keputusanmu memilihnya.
Baiknya kurelakan. Lagi pula jika aku meraung, kamu
tak lagi meredakan tangis. Yang ada malah membuat
batinku teriris.
Kepadamu yang pernah menjanjikanku masa
depan..
Terimakasih pernah ada. Terimakasih pernah
singgah. Pergimu membuatku tabah, meski airmata
mengucur tak sudah-sudah. Barangkali ini cara Tuhan
untuk menjauhkanku dari yang salah. Kau bukan yang
tepat, aku yakin! Suatu saat nanti akan ada seseorang
yang tak hanya singgah dan membuat berdarah. Dia
datang mengukir senyum..menjadi pelipur lara bukan
malah mencipta lara.

50
Mulia Azzahra

Aku tau kenapa senja itu ada.


Dan aku tau kenapa senja itu tercipta.
Barangkali senja ingin menegaskan suatu hal pada kita.
Memberi pesan padaku dan padamu.
Padaku : Tabahlah! Setabah langit yang kehilangan
birunya kerana senja merenggutnya hingga tergantikan
oleh jingga.
Padamu : Sesekali pamitlah dengan sopan. Sebab
pergimu tak lebih bijak dari senja yang berpamitan –
tergantikan oleh pekatnya malam.

51
Perihal Senja

PETRIKOR
Di luar, rintik hujan masih terdengar jelas.
Mataku sembab lagi, tangisku bersahutan dengan hujan.
Aku termangu dengan dagu yang menempel di lututku
yang tertekuk, sementara pelukanmu kala itu masih
membekas hangat di tubuhku malam ini. Memandangi
hujan yang menurutku kini tak lagi menampakkan
kesan bahagia. Dulu, melihat hujan adalah kamu. Kali
ini melihatnya hanya sanggup menggigit bibirku kuat-
kuat, sesekali memajamkan mata atau
mengerjapkannya. Aku tak boleh menangis lagi, lirihku
pelan. Salahku dulu terlalu meyakini bahwa kau benar-
benar mencintai sepenuh hati. Salahku terlalu bahagia
hingga tak sempat memikirkan duka. Kenangan
menghujam pikiranku untuk kembali mengingat-ingat
yang telah berlalu. Karena hujan adalah, saat-saat untuk
mengingatmu; mengingat semua yang telah terlewati.
Sepeninggalmu, sebagian dari mereka mengira
aku terserang depresi dan tengah dilanda sepi.
Mengingat seluruh postingan akun sosial media dipenuhi
oleh gambar-gambar sunyi bernuansa hitam putih,
dengan cepatnya mereka menyimpulkan bahwa aku
benar-benar sedang rapuh. Berbagai spekulasi timbul,
tak menampik memang ada benarnya. Lantas manusia
mana yang tak luka perasaannya bila yang didamba
meninggalkannya pergi begitu saja? Tak selamanya
benar, lukaku tak sedalam yang mereka pikirkan.
Sedihku tak semendalam yang mereka kira. Kisahku tak
sedramatis yang mereka bayangkan. Terimakasih untuk
yang telah berbagi peduli. Namun, rasa sedih ini tak
butuh belas kasih…ia hanya butuh sadarmu.
Mengertilah, apa yang kau lihat didunia maya memang
benar-benar maya. Yang terlihat bahagia tak selamanya
bahagia, pun sebaliknya. Mereka yang nampak sedih
nan murung bisa jadi tak benar-benar dilanda
kesedihan.
Hitam tak selamanya kelam, gelap tak selamanya
suram. Beberapa harap pernah kita do‟akan, beberapa
ingin pernah kita aamiinkan, setelah itu aku harus

52
Mulia Azzahra

melupakan menyadari seluruh rasa tak ada artinya lagi.


Bulan demi bulan berlalu, aku rela tidur malam lagi,
sejenak kulakukan ini tuk mencari inspirasi di balik
keheningan lengkap dengan ketenangan. Tak peduli
tidur hingga pagi, karena mulai detik ini tak ada lagi
yang marah saatku begadang. Kau tak suka aku tidur
larut, sebab katamu paginya menjadikan wajahku kusut.
Kau tak tau sayang, sepi itu perlu agar kita dapat
memaknai diri. Sendiri dan sepi paling tepat kutemukan
saat tengah malam itu. Tak perlu cemas sayang, aku
sedang tidak bersedih hati. Malam dingin begini aku
memang suka sendu sendiri.
Seperti yang kau tau, aku memang gemar sekali
bermain dengan imajinasi dan diksi demi sebuah puisi.
Mereka bilang aku lihai berkata-kata, jarang sekali
bicara. Mereka mengira kata-kataku hanya sebagai
bahan bualan saja. Lalu? Apa sebutan yang tepat
bagimu? Seseorang bermodal janji yang kemudian pergi
tanpa rasa iba dan peduli. Melekat kuingat, lelaki
pemilik senyum manis di balik kumis tipis dengan tatap
terhangat. Malam ini kutatap langit-langit dengan nanar.
Masih tak menyangka, kali ini kau bukan lagi milikku.
Kala itu, kuraih pena dan secarik kertas entah untuk
apa kulakukan ini semua padahal kita tak lagi bersama.
Kata demi kata kutulis bersama derai air mata, mulai
kuungkap perihal apa yang selama ini kurasa, kupikir
sebelum semuanya jelas kuungkap aku belum bisa
mengaggap segalanya ini berakhir dengan baik. Aku tak
ingin menyisihkan beban dalam hati, tidak adil rasanya
kalau kau tak pernah tau tentang apa yang kurasa
semenjak hubungan kita diambang itu. Yang kutau hal
ini tak mudah untuk kuterima. Bagaimana tidak? Setiap
bait yang kutulis selalu ada perasaan yang teriris.
Berbagai keluh, resah, amarah pun segala rasa
yang selama ini kubungkam akhirnya tertumpah ruah
dalam surat ini. Tak ada harap besar, aku hanya ingin
dia tau kalau selama ini sebenarnya aku tidak benar
baik-baik saja.

53
Perihal Senja

Esoknya, kuhimpun seluruh keberanian yang ada


pada dalam diriku menjadi satu, membentuk kekuatan
agar sekujur tubuhku tidak gemetar nantinya ketika
berhadapan denganmu. Terus terang, dari kejauhan
seringkali aku merasa panas dingin padahal jarakku
denganmu terpantau cukup jauh. Kita masih saling
sapa. Menjalin hubungan layaknya teman, merasa
seperti sebelumnya tidak pernah ada apa-apa.
“Hei?” sapamu dengan pakaian lengkap khas
SMA. Kubalas dengan senyum. Tak sanggup kuberi
tindakan lebih, sebab jika tidak begitu bagaimana
mungkin aku mampu menghapus segala rasa yang
selama ini singgah jadi luka? Kau memang tak lagi
milikku, tapi rasaku masih sama. Seperti pertama kali
kita bersua. Kau dan aku berbincang kecil, sekedar
menanyakan kabar, PR atau berbagai kegiatan apa yang
kami lakukan selama liburan kemarin. Lain dulu lain
sekarang. Dulu obrolan itu disertai dengan rasa, tapi
tidak untuk sekarang. Mungkin hanya aku yang masih
memiliki rasa.
Kuraih tanganmu, membenamkan surat itu
digenggamanmu. Aku beranjak pergi. Sementara kau
sedikit tak menyangka dan tertegun. Entah…ini adalah
hal paling berani yang pernah kulakukan dalam hidupku
selain belajar menyebrangi jalan raya waktu dulu.
hmm…rasanya ingin berlama-lama menatap, berbincang,
tertawa. Kebiasaan kita ketika dahulu sebenarnya masih
bisa diulangi, ke kedai eskrim…makan bakso…dan lain-
lain. Masih bisa. Hanya saja rasanya tak lagi sama, dan
kau tak mungkin lagi menetap. Kini kita telah memilih
jalan masing-masing.
Berat… merasa berat melepas apa yang pernah
kugenggam erat. Merasa sesak, seperti ada sesuatu yang
membebani dadaku..

54
Mulia Azzahra

kasihan senja, selalu jadi tempat peraduan bagi hati yang


sedang menyimpan lara.
kasihan hujan, selalu jadi tempat bercurah bagi jiwa-jiwa
yang sedang merasakan patah.
kasihan malam, selalu jadi tempat sembunyi bagi diri
yang senantiasa merasa sunyi.
Kasihan.

55
Perihal Senja

MELEBUR KISAH
Tak banyak bintang malam ini. Awannya
lumayan pekat, membuat rembulan tak nampak. Cukup
mewakili kalbu yang kali ini mengharubiru. Perasaanku
kembali kalut lagi. Seolah lelucon televisi tadi tidak
menimbulkan dampak apa-apa bagiku. Benar adanya,
seriuh apapun suasana, selucu apapun sebuah lawakan,
semewah apapun tempat tak akan bisa memperbaiki
perasaan kita yang sedang gulana. Semua hal
bersumber dari dalam hati. Disanalah letak keinginan
tumbuh. Sama halnya denganku, akalku ingin
merelakannya namun hatiku belum siap melakukannya.
Kadang mungkin kamu pernah terjebak dengan hal-hal
yang mengingatkanmu pada kenangan. Entah benda,
atau lain sebagainya. Bau minyak wangi tertentu
terkadang bisa membuat kita melayang pada kenangan,
sebab bahunya dulu sempat kita gunakan untuk
bersandar hingga tak ada pilihan lain kecuali menghirup
harum tubuhnya.
Aku berubah menjadi pendusta paling ulung. Kau
tau apa sebabnya? Seringkali kubohongi diri sendiri
bahwa aku tak benar-benar merindukanmu.
Kenyataannya, rindu ini selalu menyapaku tak kenal
waktu dan tak pandang bulu.
Kepalaku menjelma dinding-dinding kenangan.
Tempat dimana seluruh kejadianku bersamamu
disematkan. Masih saja aku membaca ulang chat kita
yang tak kuhapus meski sudah bertahun lamanya. Pun
foto kita yang tengah memperlihatkan bahwa dulunya
kita adalah dua orang paling bahagia. Posemu
menunjukkan kebebasan berekspresi di depan kamera,
sementara aku menatap kamera dengan
ketidakpercayaan diri. Aku memang tak percaya diri.
Dulu berulang kali kau katakan padaku bahwa tak ada
hal aneh dalam diriku. Tak penting bila mereka tak
menyukaiku, lagi pula ada kamu yang siap mecintai
seluruh kurang dan lebihku. Karena bagimu, cara
terbaik mencintai orang adalah dengan menerima

56
Mulia Azzahra

berbagai kurangnya serta bisa bersahabat dengan


tingkah-tingkah anehnya.
Masih ditemani kesedihan yang mendalam.
Belum lagi ketika melihat barang-barang yang ada di
depanku malam ini. Sekotak kenangan, berisikan benda-
benda yang membuatku rindu pada pemberinya.
Tumpukan buku ini dulu diberikan olehnya,
sebagaimana kau tau aku memang benar-benar seorang
bibliophile. Lalu, kotak musik berbentuk
piano..dilengkapi ballerina yang cukup manis
menurutku. Aku memutarnya kala ingin tidur, musik
klasik ini menjadi teman penghantar tidurku lengkap
dengan boneka pemberianmu yang kudekap tiap
malamnya. Hari-hariku dipenuhi olehmu bukan?
Pemberianmu cukup menarikku kuat-kuat tuk kembali
mengingat kisah yang telah lewat. Ah! Sudahlah untuk
apa diingat? Toh dianya tidak peduli sama sekali.
Berharap membakar habis semua pemberiannya akan
mempermudahku melupakannya juga.
Sebungkus korek api kini berada di
genggamanku. Pertama yang ku bakar adalah buku
pemberiannya, kertas-kertas itu lalu menyambar barang-
barang lainnya. Ketika api mulai berkobar aku menjauh,
semakin jauh. Lalu aku melangkahkan kakiku untuk
kembali ke kamar lagi. Biarkan barang-barang itu
menjadi abu tanpa kupandangi. Biar tersapu waktu. Dan
hilang tak berbekas.
Seminggu berlalu.. Bergulirnya waktu rupanya
tak menuai perubahan terhadap rasaku. Ini masih
perihal rasa yang tak kunjung berubah. Berulang kali
kukatakan pada diriku kalau kita ini hanyalah serpihan
kisah di masa lalu. Menutup cerita di tengah-tengah
halaman ketika semuanya belum selesai kutuliskan. Kau
memilih jalan untuk membuka lembaran baru.
Sementara aku? Masih mencari(mu) yang kemudian
memunguti halaman yang berserakkan dengan harap
dapat kusatukan kembali agar semuanya utuh seperti
semula. Pada akhirnya aku lelah. Lembarannya telah
hilang, begitu cepat luput dari pandangan.

57
Perihal Senja

Kini aku sadar, sejatinya melupakan kenangan


itu bukan dari seberapa banyak barang kenangan yang
kita buang. Walaupun barang-barang itu berubah jadi
abu, namun jika dalam diri masih melekaka akan
bayangnya tetap saja. Ibarat berjalan di depan tembok,
kita takkan menemui perubahan. Kucinya satu, aku
mesti ikhlas. Sebab sampai kapanpun seseorang takkan
mampu melupa kecuali Tuhan telah mencabut
ingatnnya. Banyak orang yang sanggup melepas, tapi
sedikit yang mampu ikhlas. Bagian terpenting dari move
on itu sebenarnya adalah mengikhlaskan. Kemudian kita
hanya perlu menerima setelah semuanya berhasil kita
lewati dengan segenap keikhlasan.
Percayalah, ini akan berlalu. Aku hanya perlu
waktu tuk menerima yang telah terjadi. Harapku, resah
hari ini akan jadi tawa di kemudian hari. Akan tiba
saatnya aku mampu tersenyum ketika menoleh ke
belakang, ketika aku sanggup membahagiakan diriku
sendiri, meski tanpa kehadiranmu lagi, ketika senyumku
mampu merekah selebar-lebarnya dan tak lagi
membungkam nestapa, pun tak ada gundah meski
tanpamu lagi. Ketika aku mampu menambatkan hati lagi
bukan untuk menutupi luka yang lalu, melainkan aku
merasa bahwa perasaanku benar-benar membaik dan
bersedia disinggahi, meski tanpamu lagi.
Kemudian, akanku beranikan untuk membuka
diri dan berinteraksi dengan orang baru, dan saat itu
pula bayangmu takkan melintas di pikirku lagi. Bagiku,
orang baru tak berhak atas rasa sakitku, ia harus bisa
singgah, menetap juga merasakan tempat senyaman-
nyamannya di sini. Untuk memulai hal yang baru, masa
lalu memang harus dibereskan dan diakhiri.
Kenapa? Agar ia bisa merasakan tempat
ternyaman, agar aku bisa menjadi rumah terbaik
baginya. Terkahir, agar ia tak seperti kamu yang tak
pernah kembali dan menjadikanku tempat sebaik-
sebaiknya yang ia tuju.

58
Mulia Azzahra

Sepiku adalah ketiadaanmu..


Keber(ada)anmu adalah riuhku..

59
Perihal Senja

SESALMU
-Dua hal yang kutemui kala hujan ialah „genangan‟ dan
„kenangan‟.
Aku pernah menangkap basah sepi tatkala ia
ingin menyergapku, mengajakku berkecimpung dalam
nuansanya. Sepi selalu tau saat-saat yang tepat untuk
bertandang. Ia datang ketika sendu menyapa, masuk
lebih dalam kemudian membenamkanku dalam sepi, lalu
aku terkapar dalam tumpukan sunyi. Sepiku adalah
ketiadaanmu. Keberadaanmu adalah riuhku. Menyikapi
sepi, cukup dengan menghibur diri. Agar tidak semua
orang mengerti bahwa dalam diri benar-benar merasa
sepi. Awalnya aku enggan mengakui, bahwa penawar
sepi sampai saat ini adalah kamu. Hanyalah kamu. Aku
bersikeras membunh sepi dengan melakukan segala hal
yang menurutku akan menuntaskan sepi. Tapi nihil! Aku
tetap merasa sepi.
Kamu. Sebenarnya apa definisi tentang kamu?
Apakah empat huruf yang sengaja Tuhan kirimkan
padaku untuk terus seperti ini? Apa Tuhan sengaja
menciptakan kamu agar aku sanggup memanage hati
supaya dapat mendewasai diri? Kamu. Kadang, aku
ingin seperti kamu. Tanpa degub kencang ketika
bertemu. Tidak seperti aku. Aku bisa merasakan degub
tak karuan walaupun jarakku denganmu terpantau lima
puluh meter saja. Aku ingin seperti kamu. Yang tetap
biasa-biasa saja ketika bertemu. Seperti tidak ada apa-
apa di antara kita.
Aku ingin bercerita padamu perihal hujan yang
turun sore ini. Keluarlah, meski keadaan sudah berbeda
setidaknya kita masih satu langit. Iya satu langit bukan
lagi satu rumah, pun sudah bukan satu atap.
Mendongaklah ke atas, rasakan rintiknya. Coba kau
selami lagi dalam-dalam. Biar aliran rintiknya
menyeretmu tuk mengingat tentang kita. Pernah kita
basah-basahan, sengaja bermain hujan. Akhirnya kita
jatuh sakit, tak perlu obat pun tak butuh penanganan
dokter. Perbincangan via ponsel kala itu cukup mampu
melebur sakit. Pernah kita saling menguatkan tapi

60
Mulia Azzahra

mengapa semesta selalu punya alasan tuk memisahkan.


Indah memang…tapi pilu akhirnya.
Kandas..
Di tengah..
Jalan..
Dulu kau memang tak terlupakan, namun bukan
berarti tak tergantikan. Kulepas dengan seluruh isak
tangis, nampaknya kau tak merespon apa-apa. Menahun
aku memikirkan cara tuk bangkit merapikan lukaku
sendiri. Membenahi yang berantakan. Menjahit yang
robek, menata yang berserakan. Setelah kau
menghempas, aku berusaha menghapus. Kau yang
membuat luka, aku yang berusaha menyembuhkannya.
Pada akhirnya aku tau. Selepas kepergian itu yang
merasakan luka hanyalah aku, yang merasakan
kehilangan hanyalah aku, yang merasakan rindu
hanyalah aku. Mengapa sebuah pilunya perpisahan
hanya dirasa oleh kaum hawa?
Waktu terus bergulir…sudah tiga kali merasakan
tahun baru tanpamu. Cukup merasa menjadi
perempuan lebih tabah selepas kau tinggal pergi.
Kemudian, kau datang lagi dengan segenap
penyesalan lengkap dengan seikat maaf.
Maafmu kuterima. Perihal sesalmu aku tak peduli
lagi. Anggap saja sesal yang kau rasa saat ini sebanding
dengan sakitku ketika kau tinggal pergi. Anehnya, kau
selalu memiliki celah tuk masuk. Seperti pertanda bahwa
masih ada ruang dalam hati yang masih bisa kau
singgahi. Benarkah aku belum sepenuhnya merela?
Di lain waktu, kau curi cara agar kita bisa jalan
lagi berdua. Bermaksud memaklumi dan menjalin
hubungan baik, aku mengiyakan pintamu. Sepanjang
jalan kau utarakan perihal perubahan yang terjadi
padaku setelah bertahun-tahun lamanya. Katamu,
sudah lama kau tak melihatku. Makin cantik, dewasa,
makin hebat dan lebih baik dari yang kau kenal dulu.
ah! Apalah bujug rayu itu. Tak lantas aku tergoda, tetap

61
Perihal Senja

pada pendirianku. Pantang bagiku memungut apa yang


telah kubuang. Suruh siapa dulu pergi?
Banyak yang belum menyadari bahwa orang yang
dulunya kau sia-siakan akan kau sesalkan hadirnya di
kemudian hari. Tak kau temui tulus yang sama seperti
dia, di lain waktu belum tentu kau dapati orang yang
dapat memaklumimu sepertinya. Ketika itu baru kau
raskan bahwa orang yang selama ini kau sia-siakan
adalah orang yang pernah berkorban begitu besar
untukmu, memperjuangkanmu mati-matian dan dia
pernah mencintaimu melebihi cinta pada dirinya sendiri.
Jarum jam terus berputar. Detik terus berlalu.
Lagi, aku ke tempat ini lagi bersamamu. Tempat yang
dulunya ku datangi sendiri tuk mengenang kisah itu
akhirnya kembali ku kunjungi bersamamu lagi. Angin
malam kerap berhembus. Dulu..semilirnya pernah
kucemburui sebab ia dengan bebas mencium tengkukmu
tanpa sepengathuanku dan sesuka yang dia mau.
Sementara aku? Sulit bagiku tuk temui keberadaanmu.
Dan kini, kau kembali tepat duduk di sampingku.
Kau mulai bercerita perihal dia. Penyebabmu
meninggalkanku, wanita yang kurasa pernah merampas
bahagiaku. Dulunya dia adalah tamu yang kau undang
tanpa izin dariku. Sedikit nyeri ketika kau bercerita
tentang ini. Menyimak cerita darimu, beberapa hal ku
tangkap. Kau lelah memaklumi sikapnya. Benar, ia tak
setabah aku dalam menyikapimu. Kau mulai merasa
terbelenggu oleh sikapnya, sebab ia tak mampu
memahami berbagai kesibukanmu. Duhai perempuan
yang kini telah menyulam tali kasih bersama mantan
kekasihku, perlu kau tau. Perempuan…engkau
ditakdirkan tuk jadi penenang dan penyabar. Sesekali
mengertilah, jangan hanya menuntut dibahagiakan tapi
cobalah menjadi seseorang yang bisa diandalkan. Hidup
pria bukan hanya tentangmu seorang, masih banyak
persoalan-persoalan lainnya yang mesti ia selesaikan.
Kurangi ego, kurangi gengsi…di beberapa keadaan
cobalah saling mengerti dan memahami.

62
Mulia Azzahra

Hati wanita memang mudah terenyuh, termasuk


aku yang sejak tadi tak tega mendapatimu berkaca-kaca.
Tak tega melihatmu dirundung keresahan, spontan
kutawarkan bahu dan membiarkanmu bersandar. Meski
begini aku tak pernah rela melihatmu menangis walau
dulunya seringkali kau buatku menangis. Tuhan?
Kenapa masa itu hadir lagi? Sosok yang dulu rutin
membuat amarahku memuncak tiap datang bulan kini
membenamkan wajahnya di pelukku. Terlukis kilau
senja di pelupuk matamu. Tak ingin kudapatimu dalam
keadaan gelisah. Sebab, hujan yang datang dari
matamu, akan menghapus keindahan jingga yang
selama ini membuat tatapmu indah; berkilau bak senja
yang senantiasa ku puja. Tersenyumlah! Aku enggan
hujan membuatmu basah. Hujannya tak dapat
dibendung, tangismu pecah. Antara sesal, rasa bersalah
dan kebimbangan bergerumul menjadi padu. Sekuat
apapun seseorang, Sesering apapun dia tertawa, jika
telah menemui titik rapuh dalam dirinya ia bisa menjadi
selemah-lemahnya manusia.
Baik. Sejujurnya ini menyakitkan. Aku hanyut
dalam pelukan, tak peduli seberapa kerasnya upayaku
tuk melupakannya dulu. Dadaku semakin sesak. Aku
hanya niat membantu, tapi tubuhnya kali ini bak kaktus
– perlahan menancapkan duri kecilnya satu persatu.
Mengulurkan tangan tak harus mencekik leher bukan?
Lagi pula menerangi orang tak harus menjadi lilin. Aku
harus hentikan ini, daripada rasaku semakin menjadi-
jadi.
Dengan amat berat, perlahan kuhindarkan
kepalamu jauh-jauh dari bahuku. Khawatir kurasa, kita
hanya sepasang mantan kekasih yang terjebak dalam
kenyamanan. Seharusnya tak perlu kita bersandiwara
seperti tadi. Lagi pula dunia sudah milik sendiri-sendiri
bukan?
Sudah terlanjur..
Kini waktunya aku pulang..

63
Perihal Senja

Silakan arungi kisahmu bersamanya. Pahit,


manis, getir, asam dan lain-lain silakan nikmati dan
rasakan saja. Jangan datang lagi.. sebab kau tak pernah
merasakan bagaimana sukarnya memulihkan sesuatu
yang pernah rusak.
Padamu yang pernah kupanggil sayang,
perjumpaan tak pernah menuntaskan rindu.. ia hanya
akan ciptakan perpisahan yang baru. Hari ini, kita
berpisah lagi,,

64
Mulia Azzahra

Di dunia ini ada dua kepergian.


Hatinya memilih pergi namun raganya masih di bumi.
Raganya telah pergi namun hatinya masih ada di sini.
Sebaik apapun cara berpisah, yang namanya perpisahan
tetap akan menyakitkan.

65
Perihal Senja

TAMU ITU NAMANYA RINDU


Degup jantungku tak seirama lagi dengan adukan
kopi pagi hari. Ada sesak ketika kutarik pikirku mundur.
Ada kenang yang harus ku biarkan melebur. Ada
harapan yang mesti kurelakan hancur. Ada rindu yang
mesti ku kubur. Ada lara yang tak terdefinisikan oleh
kata, ia tak terjamah oleh mata namun teramat nyeri tuk
dirasa. Kau? Mestinya tau betapaku mendambamu
hingga caraku menyayangimu tak terukur. Hari-hari
berlalu, mungkin kau sudah lupa atas perbuatanmu
yang kini masih meninggalkan bekas perih dalam dada.
Betapa tinggi khayalmu tuk ajak hidup bersama,
membuat harapku kian meranum tiap waktunya.
Kemungkinan terpahit dari bertahan ialah ditinggal
pergi. Kemungkinan terpahit dari setia ialah
diselingkuhi. Kemungkinan terpahit dari
memperjuangkan ialah diperlakukan abai. Kemungkinan
terpahit ketika mencoba sabar ialah tak dihargai. Dan
kemungkinan terpahit dari berharap ialah jatuh
tersungkur tanpa tersendat. Hati manusia memang tak
ada yang tau. Karenanya kita harus siap dengan
kemungkinan-kemungkinan terpahit itu.
Lagi pula sebuah kerinduan tak selalu
menafsirkan bahwa sesuatu yang pernah dilalui ingin
diulang lagi. Aku hanya teringat, bukan berarti ingin
mengulanginya lagi. Apapun yang telah berlalu tak layak
untuk ditangisi.
Awalnya ku berpikir kita bisa bertahan,
menyatukan rasa dan meleraikan prahara yang ada.
Harusnya, semakin dewasa pola pikir mulai diubah.
Bukankah jika ada masalah dalam hubungan akan lebih
baik diakhiri konfliknya bukan kisahnya? Agaknya, aku
sedikit menyayangkan atas ketidakdewasaan kita
menghadapi suatu hal.
Sesudah ini aku tak ingin mencarimu lagi.
Biarkan aku bahagia dengan caraku sendiri. lagi pula ku
yakin hidupku akan berjalan dengan baik meski
tanpamu lagi. Aku me-recall beberapa hobi yang sempat
terhenti. Seperti yang kita tau, tiap orang punya caranya

66
Mulia Azzahra

masing-masing tuk menyikapi patah hati. Kali ini aku


memang masih butiran debu. Kelak (entah kapan),aku
tak lagi jadi butiran debu. Akan kubangun benteng
sendiri. Mengumpulkan seluruh energiku dan mengajak
semesta bekerja tuk wujudkan berbagai hal yang telah
lama kuimpikan, walau ada satu mimpi yang kutau
tak akan pernah nyata. Apa? Hidup bersamamu. Hanya
ada dua cara yang dilakukan saat seseorang merasakan
titik terendah dalam hidupnya. Pertama ia akan
menyerah. Kedua, ia akan bangkit dan berjuang (lagi).
Aku pilih yang kedua. Mengingat katamu dulu; “Jangan
jadi wanita lemah, di beberapa waktu kau perlu menjadi
kuat. Sebab tak semua orang bisa membantumu pada
saat kau merasa susah..”. Baiklah, sudah kucoba.
Beberapa impian yang belum sempat kita realisasikan,
perlahan akan kuwujudkan. Sebab aku tak ingin
sepertimu, bermodal janji namun tak ada upaya tuk
menepati.
Ada pelajaran yang bisa dipetik, pertemuan kita
adalah takdir terbaik. Setidaknya aku pernah belajar
banyak hal darimu tuk hadapi kerasnya hidup, berpikir
logis untuk hal-hal yang sederhana, darimu aku belajar
tuk mencintai diriku dengan sebaik mungkin. Aku rasa
ini sudah saatnya, ini sudah waktunya bagiku tuk
menikmati hidupku sendiri. Ada banyak cara untuk
bahagia. Ketika satu kebahagiaan lenyap, sebenarnya
masih ada ribuan kebahagiaan Tuhan sediakan..hanya
saja kita belum sempat mengetuknya.

67
Perihal Senja

Sedalam apapun kita mematrikan rasa, tetap ada


rambu-rambunya.
Sebab, sesuatu yang dilakukan secara berlebihan
tak akan mendatangkan kemashlahatan.

68
Mulia Azzahra

BANGKIT
Aku tau bagaimana rasanya berdarah, hancur,
remuk berkeping-keping. Belum lagi ditambah ketika
mengetahui kenyataan bahwa „dia‟ meninggalkan hanya
karena merasa dapat yang lebih sempurna. Rasanya,
seperti luka yang belum pulih lalu disayat belati berkali-
kali; lagi. Itu perih! Tapi, apapun-seperti apapun sebab
atau alasan yang menimbulkan sebuah „perpisahan‟
terimalah dengan tabah dan lapang dada.
Sebab, memaksakan sebuah kebahagiaan itu
tidak baik. begini; „apa kamu ingin bertahan sementara
dalam hatinya sudah tak ada lagi pengharapan
denganmu? Tidak bukan? Sudahi.. sebelum semuanya
terlanjur berdarah. Biarkan semuanya berlalu.
Ikhlaskan, jangan kau lupakan. Kelak, yang lebih baik
akan menghampirimu. Yang membuat kita kecewa
adalah terlalu berharap sementara dirinya tak mau lagi
terlibat dalam „harapan‟ tersebut.
Kemudian, seluruh angan yang pernah kalian
ciptakan harus rela kau lebur sendirian. Tak perlu
risaukan hal tersebut. Sebab, sesuatu yang menjadi
milikku akan datang kepadaku dengan jalan yang
mudah. Tidak rumit. Jika aku masih meragukan hal ini,
itu tandanya aku ragu akan Tuhanku sendiri.
Memanage perasaan ketika ia tidak bisa diajak
bernegosiasai lagi itu memang tidak mudah. Sebenarnya,
yang membuat semuanya terlihat rumit adalah cara
berpikir kita akan hal itu sendiri.
Yang telah berlalu itu pelajaran. Ketabahan,
keikhlasan juga kesabaran merupakan teman sejati
untuk bisa menerima kenyataan. Dari luka aku belajar
bahwa tak seharusnya menaruh harapan besar pada
orang lain, dari luka aku belajar untuk kedepannya aku
akan memperlakukan sesuatu yang sewajar-wajarnya
saja.
Kurasa butuh kemunafikan bertumpuk-tumpuk
untuk berpura-pura tidak merindukanmu. Pergilah
untuk tidak membayangiku. Peluklah bayangmu sendiri.

69
Perihal Senja

cegahlah bayangmu supaya tak datang dalam malamku


lagi. Aku ingin bangkit dari patah hati. Menikmati
hidupku sendiri. tanpamu. Dan tentunya tanpa
bayangmu lagi, dan yang pasti tanpa merindukanmu.
Aku ingin bangkit. Itu saja!
Kau tau cara agar kita terhindar dari kecewa? Kurangi
harapan yang berlebihan.

70
Mulia Azzahra

Kisah kita telah kutepikan,


Kepergianmu telah kurelakan.
aku yang telah terhempas, kini memilih lepas.

71
Perihal Senja

AKU YANG HAMPIR KEPALA DUA


Bila kau temui wanita yang hatinya sekuat baja,
coba kau tanya masa lalunya. Sebenarnya ia dulu
pernah bermandikan luka, hanya saja dia begitu hebat
menyembunyikannya.
Luka bukanlah sesuatu yang patut disesali,
hanya saja sebuah luka adalah wadah untuk
mempertebal ketangguhan dan keleluasaan untuk
menerima kenyataan.
Tidak ada yang salah dari sebuah luka. Karena
ketika kita sedang menghadapi luka dan sanggup
melaluinya dengan baik, disitulah kita sedang berada
dalam taraf pendewasaan. Jika sedang terkuka, bukan
keluhan yang dibutuhkan. Tapi, coba lihat dari berbagai
sisi sebagai bahan untuk mengintrospeksi diri.
Bukan malah menyalahkan si pembuat luka, mungkin.
Pernah kuterluka, membopong perih sendirian,
berlari merapihkan kepingn hati. Aku menjalannya
dengan tenang, walau bulan-bulan sebeumnya mataku
memang sering sembab sendirian. Batinku riuh:
“Bahagiaku itu milikku. Ini hidupku. Aku berhak
meninggalkan apa yang membuatku terluka dan berlari
menjemput kebahagiaan.” Kemudian setelah
menyelesaikan seluruh luka yang menganga, aku merasa
menjadi wanita yang lebih kuat
seratusdelapanpuluhderajat.
Hingga pada akhirnya kelak yang kamu cari
bukan dia yang hanya menenangkanmu dengan kata-
kata dan rayuan mautnya, bukan dia yang menghjani
hari-harimu dengan janji dan harapan-harapan akan
masa depan. Semakin dewasa, yang kamu cari juga
bukan hanya dia yang mengukur kadar cintamu dengan
materi; seolah-olah perasaanmu dapat diukur dari
barang yang ia beri. Namun, kau mulai mendambakan
seseorang yang mampu bertanggungjawab dengan apa
yang ia katakan.
Dia yang mampu konsisten dengan kata dan
perbuatannyalah akan lebih mamu bertahan dan betah

72
Mulia Azzahra

membuatmu berlama-lama singgah. Dia yang bisa kau


ajak bekerjasama, berusaha menjadi patner yang saling
mendukung satu dengan yang lainnya, pun bukan dia
yang hanya memperlakukannu dengan jajan, jalan dan
makan,
Kemudian kamu lebih senang dengan kalimat ;
“Kita berjuang sama-sama ya..‟
Daripada kalimat ;
“Aku tinggal sebentar, aku berjuang dulu..”
Sebagai wanita yang mulai dewasa, kamu mulai
berpikir alangkah bahagianya menemani pasanganmu
mulai dari mendaki hingga ke puncak. Sebab pahit dan
manis bisa dirasakan berdua.
Kemudian, kita mulai selektif mencari seseorang
yang bersedia melakukan hal tersebut. Mengertilah,
sebagai perempuan kami hanya ingin merasa dihargai
dan dibutuhkan.

73
Perihal Senja

Sudah saatnya membuka lembar baru


Semangat baru
Hari yang baru
Diriku yang baru
Langkah yang baru
Jejak yang baru
Tanpamu..

74
Mulia Azzahra

ECCEDENTESIAST
“Jadilah sabar, berhati lembut dan tegar dalam
menghadapi segala hal..”
Hidup memang selalu begitu. Kadang ada satu
ketetapan Tuhan yang bahkan enggan ingin kita terima
dengan hati dan akal sehat. Kemudian, kamu merasa
bahwa orang-orang yang ada di dunia ini tak lagi
berpihak padamu, kamu merasa bahwa semesta
menjauhimu dan taka da yang peduli lagi padamu.
Padahal, Tuhan tak pernah bermaksud untuk
begitu. Kita lupa sesungguhnya kita terlalu arogan dalam
meminta hal besar kepada Tuhan sehingga nikmat-
nikmat kecil seringkali kita abaikan.
Bersyukur dalam keadaan bahagia itu suatu
keharusan. Namun bersyukur dalam keadaan sulit
adalah suatu hal yang luar biasa. Barangkali ini adalah
sarana bagi kita untuk tabah dan berlapang dada.
Percayalah Tuhan tidak mungkin memberi cobaan di
luar batas kemampuan makhluknya. Segelap apapun
ruangan, Tuhan memberi kesempatan pada lentera tuk
memasuki ruang gelap sekalipun hanya celah yang kecil.
Bagimu, bagiku, bagi mereka mungkin suatu hal
yang tidak kita sukai merupakan hal yang tidak adil.
Namun, kita tidak bisa mengadili dan menghakimi
seperti itu. urusan keadilan itu hanyalah milik Yang
Maha Adil. Jika kamu menyayangi diri kamu, kamu
takkan membiarkan dirimu terjerembab dalam luka.
Dia yang datang belum tentu dia yang
ditakdirkan. Maka, jika suatu saat dia pergi dengan cara
yang paling tragis dan menyakitkan terimalah dengan
baik serta hati yang lapang. Memang, tak semua yang
kita inginkan itu diridhai oleh Tuhan. Sayangi dirimu
lebih dari apapun. Jangan biarkan mereka menyisihkan
luka lagi. Jangan beri mereka peluang untuk
menyakitimu ke-sekian kali. Karena kamu diciptakan
Tuhan untuk hal yang baik-baik. Inilah waktunya,
sudah saatnya kau beri ruang pada dirimu tuk mencintai
diri sendiri dengan baik.

75
Perihal Senja

Kucukupkan harapku (padamu) sampai disini.


Lagi pula masih banyak hal-hal yang lebih layak
kutangisi ketimbang kepergianmu. Bertambahnya usia,
terpaan hidup semakin bermacam-macam bentuknya.
Finansial, keinginan tuk bahagiakan orangtua,
pencapaian-pencapaian pun impian-impian yang selama
ini setia menjadi perbincangan saat kita tengah
menengadah kepada Tuhan. Semakin dewasa, definisi
kesedihan akan berubah dengan sendirinya dan
pembicaraan tak melulu tentang asmara. Melainkan ini
adalah cara bagaimana agar hidupmu lebih bermakna
dan berarti bagi dirimu juga orang-orang di sekitarmu.
Meski terkadang selalu saja kita ingin memutar
waktu. Menyesali suatu hal dan rasanya ingin
memperbaiki kesempatan yang telah berlalu. Dalam
setiap situasi, kita harus hati-hati dalam bertindak,
memikirkan baik-baik risiko apa yang akan kita terima
sebagai konsekuensi atas keputusan yang telah kita
pilih. Terlalu gegabah akan membuat segalanya menjadi
tak karuan. Memang, sebagian dari kita seringkali harus
merasakan akibatnya sebelum mengetahui kenyataan
buruk yang betandang – kemudian, hadirlah sebuah
penyesalan. Terkadang, kita harus menerima dengan
baik atas apa yang kita genggam hari ini. Buatlah
keputusan terbaik dalam hidupmu! Kesempatan
memang datang dua kali. Namun, jangan sampai rasa
sesal mendatangimu hingga berkali-kali.
Kepadamu…
Sudah sepatutnya kau tau tiap orang selalu punya
mimpi dan impian, begitu juga denganku. Impian selalu
mendorongku untuk mencapai sesuatu, tak ada impian
aku tak akan bertahan. Semasa hidup seluruh mimpi
yang pernah aku rencanakan senantiasa kuusahakan tuk
kuwujudkan. Tak peduli terjatuh dan berdarah, segenap
ambisi dan upaya rela kukerahkan. Namun, kali ini ada
impian yang harus rela kucabut secara paksa. Apa?
„Harapku menua bersamamu‟…sebab harap ini tak hanya
membuatku berdarah, aku hampir ditikam mati olehnya.
Aku merasakan pemilik skenario terbaik bukanlah

76
Mulia Azzahra

sutradara yang filmnya ditonton oleh berjuta pasang


mata, tapi…hanya Tuhan semata. Berbagai perasaan
pernah ditumbuhkan, kita bersemi, kemudian saling
dipatahkan. Awalnya saling sapa, di kemudian hari kita
saling melupa.

77
Perihal Senja

Perihal Senja…
Mulai detik ini, percayalah..
Tuhan yang mempertemukan, Tuhan pula yang
mengizinkan sebuah perpisahan.
Tuhan itu pemilik segala rasa, Tuhan pulayang
mengizinkan rasa itu ada.
Maka, jika hari ini Tuhan masih menitipkan rasa itu
singgah…kelak Tuhan pula yang akan mencabut rasa
tersebut.
Jadi, untuk apa kau takut tak bisa berhenti
mencintainya?
Kita sedang bicara persoalan waktu. lambat laun, pelan
tapi pasti..tiap detik yang berlalu pasti akan
memudarkan rasamu sedikit demi sedikit.
Justru dengan ini kita bersyukur. Ada hikmah yang kita
dapatkan setelah jatuh tersungkur. Ini adalah
serangkaian takdir yang telah Ia tetapkan.
Tidak ada orang jahat, dia tidak jahat. Hanya saja yang
selama ini kau anggap baik belum tentu orangyang
tepat.
Jadilah orang yang pandai mencari hikmah pada tiap
ketetapan yang Tuhan titipkan.
--
Senja tak lagi engkau
Hangat tak lagi engkau
Jingga tak lagi engkau
Malam bukan lagi aku
Dan, semesta tak lagi tentang kita.

78
Mulia Azzahra

TENTANG PENULIS
Mulia Azzahra, wanita yang akrab disapa Kiki ini lahir
pada 23 Desember 1999. Dia adalah perempuan
melankolis, peka, perasa, pecinta hening tidak suka
bising. Hoby membaca dan menulis. Beberapa karyanya
sempat terbit dalam bentuk antologi. Menyukai musik
mendayu, musik klasik dan beberapa lagu ciptaan Melly
Goeslaw. Lagu favoritnya adalah Dealova, sebab liriknya
penuh akan kiasan dan makna. Pengagum senja, malam
dan hujan. Baginya, menulis adalah cara menuang emosi
paling elegan.

79
Perihal Senja

80
Mulia Azzahra

81
Perihal Senja

82

Anda mungkin juga menyukai