Anda di halaman 1dari 129

Seri Puisi Esai Indonesia

Provinsi Kalimantan Tengah

Jejak Jerit
di Tambun Bungai
Penulis
Elis Setiati
Imam Qalyubi
Lukman Juhara
Mohammad Alimulhuda
Noor Hadi

Pengantar
Dr. Sidik Rahman Usop, M.S.

SERI PUISI ESAI INDONESIA


HAK PENERBITAN
Denny J.A.
rights@cerahbudayaindonesia

TIM EDITOR
Nia Samsihono (Ketua)
Anwar Putra Bayu (Anggota)
Dhenok Kristianti (Anggota)
F.X. Purnomo (Anggota)
Gunoto Saparie (Anggota)
Handry T.M. (Anggota)
Isbedy Stiawan Z.S. (Anggota)

KOORDINATOR WILAYAH
Fatin Hamama (Wilayah Indonesia Barat)
Nia Samsihono (Wilayah Indonesia Tengah)
Sastri Sunarti (Wilayah Indonesia Timur)

FINALISASI DAN PUBLIKASI


Agus R. Sarjono
Jamal D. Rachman
Monica Anggi JR

DESAIN GRAFIS
Hairunsyah

Cetakan Pertama Agustus 2018

ISBN
978-602-0812-27-4

PENERBIT
Cerah Budaya Indonesia

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengutip dan memperbanyak


sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


v

Daftar Isi

Pengantar
Dr. Sidik Rahman Usop, MS
Petak Danum Dalam Kumpulan
Lima Puisi Esai................................................................ vi

Elis Setiati
Air Mata Literasi.......................................................... 1

Imam Qalyubi
Jerit Kahayan................................................................. 18

Lukman Juhara
Jejak Sumigran, Jejak Transmigran.................... 36

Mohammad Alimulhuda
Pleidoi............................................................................... 59

Noor Hadi
Senja di Bumi Tambun Bungai............................... 85

Daftar Isi
vi

Pengantar
Petak Danum Dalam Kumpulan Lima Puisi Esai
Dr. Sidik Rahman Usop, MS1

1.    Pendahuluan
Salahsatu ragam puisi yang muncul dalam sastra Indonesia
mutakhir adalah puisi esai yang dipelopori oleh Denny JA. Polemik
puisi esai dalam sastra Indonesia semakin memberi ruang kepada
jenis puisi ini sebagai genre baru yang mampu menangkap
realitas sosial, dengan terlebih dahulu membatinkannya dan
merefleksikanya kepada pembaca ke dalam bahasa atau istilah
sehari-hari yang menyentuh rasa dan unsur nalar masyarakat.

Realitas sosial yang telah tertangkap tidak cukup untuk


dituangkan kepada publik asebagai puisi esai, karena untuk
dapat menyentuh unsur rasa dan menggugah nalar, puisi esai
perlu disajikan dalam bentuk bahasa yang puitik, namun mudah
dipahami oleh pembaca.

Puisi esai, oleh Imam Qalyubi dengan judul ‘Jeritan Kahayan,”


diawalinya dengan dramatisasi tentang kesenjangan sosial,
penguasa yang mendominasi orang-orang pinggiran, pengatur dan
orang-orang yang harus patuh. Karenanya, renungannya terhadap
sebuah keadaan yang menimpa sungai Kahayan yang merupakan
bagian dari kehidupannya, tergambar dari pandangannya dan
cerita yang di sampaikan kepada cucunya. Lewat tatapan mata
yangmencerminkan kata hati, mempertanyakan : apa yang hilang,
apa yang tersisa apa yang terkikis dan apa yang masih bisa dikais.
Kesemua pertanyaan tadi melahirkan sakit hati dan kerinduannya
1 Penulis adalah Budayawan Dayak Ngaju Kalimantan Tengah dan Dosen Fakultas Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Palangka Raya.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


vii

terhadap keadaan hutan yang masih rimbun dengan keragaman


hayati, dan sungai Kahayan yang merupakan bagian dari ekosistem
yang belum tercemar oleh limbah-limbah kimia.

Pada bagian lain, Muhammad Alimulhuda dengan puisi


esainya “Pledoi,” mendramatisasi gambaran mengenai dinamika
kehidupan dalam ruang dan waktu yang memperdebatkan
kebenaran dan keadilan. Ternyata kebenar dan keadilan tersebut
sangat dekat dengan pemilik kekuasaan dan kepemilikan modal.
Oleh karena itu, para aktor pemegang palu akan menengadah
ke atas dan mengabaikan orang yang di bawah dengan cara
membolak-balikkan fakta. Walaupun demikian, pergeseran dari
waktukewaktu, akan memberikan kecerdasan terhadap orang-
orang yang tertindas dengan memberikan perlawanan yang
menggugah hati nurani public, untuk mendukung perjuangannya
dalam meraih kebenaran dan keadilan.

Demikian juga dengan puisi yang di susun Noor Hadi, “Senja di


Bumi Tambun Bungai,” menyajikan realita tentang carut - marutnya
pengelolaan pertanahan, baik dari segi kebijakan maupun dari sesi
administrasi kepemilikan lahan yang tumpang tindih, sehingga
berpotensi menimbulkan konflik, bahkan pertumpahan darah.
Salahsatu faktor yang menonjol adalah pertarungan tentang hak,
akibat informasi kepemilikan tanah dengan mudahnya dapat
digantikan oleh kekuatan modal atau kekuatan otot (Mandau). Oleh
karena itu, seperti benang yang kusut, maka dalam penataannya
perlu memotong mata rantai yang mengganggu dan memperkuat
sistem informasi dan keterbukaan publik.

Puisi oleh Lukman Juhara yaqng berjudul “Jejak Transmigran”


menampilkan sosok Sumigran yang ulet, gigih dan peduli terhadap
kelestarian lingkungan. Keputusan yang berat untuk berpindah
dari tempat asal, adalah bagian dari kepedulian terhadap
keberlangsungan lingkungan fisik yang tidak mampu bertahan
terhadap tekanan penduduk yang semakin meningkat. Demikian

Pengantar
viii

juga peningkatan jumlah industri untuk memenuhi kebutuhan


masyarakat dan kepentingan pertumbuhan ekonomi;semakin
mengurangi kemampuan lahan untuk memberikan kehidupan
kepada manusia. Sementara itu, di tempat tujuan, sosok Sumigran
bergelut dengan rendahnya kesuburan lahan dan tudingan
membakar lahan yang menyebabkan meningkatnya asap yang
mengganggu kesehatan dan kelancaran transportasi. Dengan
kegigihan dan keuletannya, sosok Sumigran mampu beradaptasi
dengan perubahan lingkungan ditempat tujuan dan bertahan
hidup.

“Air mata Literasi” oleh Elis Setiati, telah memberi makna


yang luas terhadap pondok baca, yaitu tidak hanya bias baca tulis,
tetapi juga mempersiapkan anak memiliki kemampuan untuk
memahami dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selainitu, jugamempersiapkan sumberdaya manusia untuk
mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam secara arif dan
berkesinambungan. Sisi lain yang tidak kalah pentingnya adalah
mendidik anak yang tangguh,ulet dan berorientasi pada prestasi,
seperti nilai budaya pintar yang biasanya ditanamkan orang tua
terhadap anaknya.

Lima Puisi Esai Tentang Petak Danum

Dalam beberapa Puisi Essai di bawah ini, menampilkan


pemikiran kritis terhadap modernisasi dan impilikasi dari pasar
bebas praktek-praktek ekonomi kapitalis dengan mengembangkan
pemikiran postmodern. Refleksi dari pemikiran ini terlihat dari
berbagai gerakan sosial akibat kesenjangan sosial dalam berbagai
aspek kehidupan untuk menuntut perubahan yang berkeadilan
dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat; masyarakat
lokal yang terpinggirkan; dan beberapa kasus yang mengabaikan
nilai-nilai kelokalan yang dianggap sudah ketinggalan.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


ix

Qalyubi dalam puisinya “Jerit Kahayan,” menampilkan


sebuah realita yang dialami Bue (kakek) Apet sebagai orang yang
terlahir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kahayan, sehingga dia tahu
betul mengenai perubahan-perubahan yang telah terjadi di Das
Kahayan. Perubahan-perubahan tersebut telah terekam dalam
memori sebagai pengalaman hidup, bahkan pengetahuan yang
membentuk diri (Self) Sang Kakek yang mampu merefleksikan
pengalaman dan pengetahuannya tersebut kepada generasi
muda dan menjadi bekal dalam merespon kondisi kekinian yang
menimpa DAS Kahayan yang merupakan sumber kehidupan yang
sangat bermakna dalam kehidupan masyarakat.

Pembangunan sebagai proses kegiatan yang berkelanjutan


memiliki dampak yang luas bagi kehidupan masyarakat, seperti
perubahan-perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap
ekosistem, yaitu terganggunya keseimbangan lingkungan alam
dan kepunahan keaneka agaman sumberdaya hayati (biodiversity).
Terhadap kehidupan masyarakat, akan membentuk pengetahuan
dan pengalaman yang akan membangkitkan kesadaran bersama,
bahwa mereka adalah kelompok yang termarginalisasi dari suatu
proses pembangunan atau kelompok yang disingkirkan dari
akses politik, sehingga menimbulkan perlawanan yang dianggap
mengganggu jalannya proses pembangunan.

Dimensi manusia dalam menghadapi dinamika tantangan


pembagunan tersebut, diantaranya adalah melakukan adaptasi,
yaitu kelenturan budaya ketika tantangan pembangunan tersebut
telah menyentuh kebutuhan dasar mereka seperti hilangnya
mata pencaharian ketika masuknya investor sawit yang sangat
membutuhkan lahan yang luas, sehingga membuat keterdesakan
mereka dalam pemanfaatan lahan, terbatasnya lapangan
pekerjaan yang tersedia akibat belum terciptanya multiplier effects
dari keberadaan perusahaan yang seharusnya mampu mencipkan
kegiatan ekonomi bagi masyatarak diluar lapangan kerja yang

Pengantar
x

tersedia pada perusahaan itu sendiri. Sementara itu, faktor


pemanasan global dan perubahan iklim yang telah menimbulkan
kebakaran dan asap menyebabkan mereka tidak diperbolehkan
berladang dengan cara pembakaran.

Paradigma pembangunan pada era otonomi daerah


memosisikan masyarakat sebagai subjek pembangunan yang
secara dinamik dan kreatif didorong untuk terlibat dalam proses
pembangunan, sehingga terjadi perimbangan kekuasaan (power
sharing) antara pemerintah dan masyarakat. Dalam hal ini, kontrol
dari masyarakat terhadap kebijakan dan implementasi kebijakan
menjadi sangat penting untuk mengendalikan hak pemerintah
untuk mengatur kehidupan masyarakat yang cenderung
berpihak kepada pengusaha, dengan anggapan bahwa kelompok
pengusaha memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan
pendapatan daerah dan pendapatan nasional.

Kemiskinan sebagai isu sentral yang selalu hadir sebagai


dampak dari proses pembangunan, seharusnya juga mengalami
perubahan dalam cara pandang yang melihat mereka sebagai
objek yang memilki karakter yang lemah, sehingga mereka perlu
diberdayakan untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Pandangan
yang arif, seharusnya menempatkan mereka sebagai subjek yang
dinamis, memilki pengetahuan yang akan mengantar mereka
mampu memberdayakan diri sendiri dan menjadikannya sebagai
pelaku/aktor dalam proses pembangunan.

Dalam realitas kehidupan masyarakat modern, masalah-


masalah yang berkaitan dengan politik dan perubahan sosial
merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, bahkan terhadap
suku asli yang tidak tersentuh dalam belahan dunia ini. Kemajuan
ekonomi dan teknologi di dunia Barat telah menciptakan
keunggulan ekonomi kapitalis dan pasar bebas. Dalam
perdagangan internasional, negara-negara Dunia Ketiga yang
telah terseret ke dalam kapitalisme dunia dan pasar bebas ternyata

Jejak Jerit di Tambun Bungai


xi

telah menghasilkan polarisasi yang tajam antara kaum miskin yang


semakin banyak jumlahnya dengan lapisan orang-orang kaya.
Salah satu faktor penyebabnya adalah akibat eksploitasi sumber
daya alam untuk memperbesar pertumbuhan ekonomi daerah
dan nasional, tetapi manfaatnya belum dirasakan oleh masyarakat,
bahkan kondisi ini telah menghancurkan tatanan budaya lokal
dan kerusakan lingkungan. Kondisi ini merupakan pengisapan
surplus ekonomi yang seharusnya dinikmati oleh masyarakat dan
semakain meluasnya tingkat kerusakan lingkungan.

Kebudayaan lokal dalam hal ini etnik Dayak sebagai produk


masyarakat, harusnya memiliki daya tahan (resilience) dan daya
penyesuaian (adaptable) terhadap intervensi dari luar. Dalam
menghadapi tantangan global tersebut, kebudayaan Dayak telah
mengalami transformasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat
maupun sebagai penangkal bagi intervensi luar yang ingin
merusak tatanan sosial dan upaya-upaya memperbesar kerusakan
lingkungan alam.

Alimulhuda dengan pusinya yang berjudul “Pleidoi,”


merefleksikan realitas yang dialaminya sebagai kondisi yang
mengancam kehidupan manusia, baik pada masa kini dan pada
masa yang akan datang, sehingga melahirkan tindakan perlawanan,
baik dalam bentuk fisik maupun dalam bentuk penolakan terhadap
tuduhan bahwa dialah Sang Penghancur yang mengobrak-abrik
lingkungan kerja perusahaan, sementara publik pun tahu bahwa
Sang Penghancur itu adalah investor yang telah menyingkirkan
mereka dari lahan, tatanan adat dan mata pencaharian masyarakat.
Bahkan yang dianggap paling menyakitkan adalah kami sadar
bahwa kami telah dihancurkan, namun kami tidak bisa bertindak.
Melalui “Pleiodoi,” Ulan berargumen tentang kebenaran yang
berlindung dari norma-norma hukum positif tanpa melihat,
memahami realitas yang sebenarnya terjadi.

Pengantar
xii

Lukman Juhara,dengan puisi berjudul “Jejak Traqnsmigran”


menampilkan sosok Sumigran yang ulet, gigih dan peduli terhadap
kelestarian lingkungan. Keputusan berpindah ke Kalimantan
Tengah, disamping tempat asal yang sudah tidak memberikan
harapan untuk berkembang dan meningkatkan kesejahteraan,
tetapi didukung oleh semangat untuk mengadu nasib untuk
memperbaiki taraf hidupnya.

Ditempat asal, meningkatnya jumlah penduduk, maka


kebutuhan sosial seperti sarana pemukiman dan kebutuhan
sosial lainnya akan semakin meningkat pula, seiring dengan
berkembangnya industri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sementara itu lahan penduduk semakin sempit dan tidak
memberikan peluang bagi berkembangnya kesejahteraan
penduduk. Kondisi seperti ini digambarkan sebagai tekanan
terhadap keberlangsungan ekosistem, sehingga salah satu upaya
untuk mempertahankan ekosistem tersebut adalah dengan
mendorong pemindahan penduduk, sehingga dapat mengurangi
tekanan terhadap ruang hidup masyarakat.

Di tempat tujuan, Sumigran dihadapkan pada lahan gambut


yang memiliki keasaman tinggi, sehingga memerlukan perlakuan
dan biaya yang besar untuk menurunkan tingkat keasamannya.
Sumigran pun mulai beradaptasi dengan lingkungan dan mulai
belajar dari masyuaraklat lokal untuk menyuburkan lahan; yaitu
dengan membakar pohon dahan dan ranting, untuk mendapatkan
abu yang diharapkan dapat memberikan kesuburan lahan.
Di tengah-tengah perjuangan Sumigran untuk bisa bertahan
memenuhi kebutuhan hidup, dia pun dituding sebagai pembakar
hutan yang menyebabkan asap dan merusak lingkungan.
Tudingan terhadap Sumigran sebagai perusak lingkungan sangat
tidak sebanding dengan apa yang dilakukan oleh investor yang
menggunakan alat-alat berat untuk membuka lahan dengan
perlindungan Negara.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


xiii

Baginegara, para investor yang hadir di Kalimatan Tengah


akan berdampak bagi kesejahteraan masyarakat yang berada
disekitar perusahaan tersebut. Namun secara faktual, kehadiran
perusahaan kayu, tambang, sawit banyak menimbulkan konflik
dengan masyarat akibat pengambilalihan lahan masyarakat dan
hilangnya mata pencaharian masyarakat dari hasil-hasil hutan,
pencemaran wilayak sungai dan pendangkalan sungai akibat
penebangan pohon yang berdampak menimbulkan erosi. Bagi
Sumigran, hidup adalah pilihan, sehingga harus menyesuaikan
dengan alam atau menaklukkan alam agar dapat bertahan hidup
atau justru tantangan hidup akan memperkuat semangat kita
untuk bangkit mencapai hasil yang lebih baik (resilience).

Pembelajaran dari perjalanan hidup Sumigran, adalah


dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung yang setara dengan
nilai belom bahadat, yaitu Pambelom yang dipahami sebagai
kesadaran bahwa dalam memenuhi kepentingan hidup selalu
memunculkan benturan-benturan sesama manusia. Sehingga
nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat seharusnya
dijadikan pedoman dalam interaksi sosial, yaitu hakambelum,
saling menghidupkan, bukan saling mematikan. Konsep ini
mengutamakan kebersamaan, berbagi, gotong - royong, toleransi
sebagai ciri-ciri pembangunan yang memanusiakan manusia,
bukan manusia sebagai alat produksi yang mengabaikan unsur-
unsur kemanusiaannya. Dalam dinamika pembangunan dewasa
ini, kritik-kritik terhadap model pembangunan ekonomi dunia,
telah memunculkan model pembanguan yang memanusiakan
manusia (human centered development).

“Airmata Literasi” oleh Elis Setiati merefleksikan dunia


kehidupan masyarakat lokal yang berada di bagian hulu DAS
Kahayan, tepatnya Desa Tanjung Perawan, Bahahur Kabupaten
Pulang Pisau. Umumnya pendidikan setingkat Sekolah Dasar dan
Sekolah Menengah jauh dari jangkauan masyarakat desa, sebagian
ada yang tinggal di Pasah (pemukiman yang dekat dengan ladang

Pengantar
xiv

dan perkebunan mereka). Anak-anak mereka yang tinggal di


Pasah tersebut, biasanya meminta guru yang berada di desa induk
untuk mengajar anak-anak mereka. Sebagai imbalannya, orang
tua mereka mempersiapkan ladang dan menanaminya untuk
kebutuhan pangan guru tersebut. Di Sekolah Dasar induknya,
guru-guru sangat terbatas, sehingga sulit mengharapkan anak
didik memiliki kemampuan yang sesuai standar dari pendidikan
nasional. Kondisi yang dialami oleh masyarakat tersebut, sangat
membutuhkan perpustakaan air untuk mendorong minat baca
sebagai syarat agar dapat menerima pengetahuan yang lebih luas
kedepannya.

Pondok Baca yang dibuka oleh Direktur Polisi Air Kombes


Polisi Badarudin di Bantaran Sungai Kahayan, desa Tanjung
Perawan Kecamatan Bahaue Kabupaten Pulang Pisau, merupakan
salahsatu gambaran keadaan desa pedalam di Kalimantan yang
jauh dari akses kecamatan (kekuasaan), pasar, sarana dan prasarana
seperti pendidikan dan kesehatan. Demikian juga dengan sarana
transportasi, mereka masih mengandalkan perahu atau perahu
motor (klotok). Disamping itu suasana alam yang sebelumnya
masih dikelilingi oleh hutan dan keragaman flora dan fauna, kini
sudah tergantikan dengan sawit.

Pondok Baca tidak dimaksudkan hanya untuk bisa


membaca dan menulis, tetapi juga memahami dan menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya yang terkait
dengan kehidupan alam sekitar mereka. Dengan demikian kita
mempersiapkan sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan
untuk memanfaatkan dan megelola sumberdaya alam yang
tersedia dilingkungan mereka secara arif dan berkeadilan, sehingga
generasi yang akan datang masih menikmati sumberdaya alam
tersebut. Ingat peteh tatu hiang petak danum akan kalunen
harian andau (ingat sumberdaya alam untuk generasi yang akan
datang). Inilah konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) yang dimunculkan dalam kongres PBB tentang

Jejak Jerit di Tambun Bungai


xv

masalah-masalah lingkungan yang diselenggarakan di Stckholm,


Swedia tahin 1972, dimana wakil Indonesia pada waktu itu adalah
Prof Dr Emil Salim.Dalam konteks pembagunan berkelanjutan
tersebut ternyata pengetahuan lokal telah jauh mendahulu
pemikiran tentang keberlangsungan sumberdaya alam.

Pengetahuan lokal juga merepresentasikan pondok baca


kedalam pemikiraan pintar yang bermakna bahwa orang tidak
hanya memerlukan kepintaran (kepandaian), tetapi juga keahlian
dan keterampilan. Termasuk nilai yang merepresentasikan keuletan
dan ketangguhan dalam menghadapi tantangan hidup dan selalu
berorientasi pada hasil atau presentasi. Demikian juga dengan
pengetahuan lokal yang berhubungan dengan upacara adat
manyanggar dan memapas lewu, dipahami kesadaran bahwa alam
telah memberikan kehidupan bagi manuisia. Sehingga manusia
berkewajiban memelihara keberlangsungan sumberdaya bagi
keberlangsungan kehidupan manusia. Dengan demikian, kehati-
hatian dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam
menjadi bagian dari perilaku hidup yang harus terus diperkuat, agar
tidak menimbulkan malapetaka bagi kehidupan umat manusia.

Penutup

Realita kehidupan masyarakat sehari-hari menunjukkan


kecenderungan orang untuk menjadi modern, sebuah peradaban
yang menggambarkan kemajuan yang dapat dinilai dari
kehidupan materi, sehingga orang harus bekerja keras untuk
mendapatkannya. Dengan kelimpahan materi, mereka berharap
mampu memenuhi keinginan yang tidak terbatas dan bukan
hanya sebagai kebutuhan.

Peradaban modern dalam realitas di atas, dapat dipahami


sebagai keserakahan manusia untuk meningkatkan kesejahteraan.
Caranya dengan melakukan eksplorasi sumberdaya alam dengan
mengabaikan lingkungan.Yang pada akhirnya menggangu

Pengantar
xvi

keberlangsungan kehidupan umat manusia. Pada sisi lain,


interaksi antarmanusia secara tidak sadar telah menempatkan
manusia sebagai alat produksi, sehingga menghilangkan
harkat dan martabatnya sebagai manusia. Realitas sosial yang
dialami oleh masyarakat masa kini, digambarkan oleh kelompok-
kelompok kritis sebagai disenchantment of the world (kekecewaan
dunia), karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
menghancurkan tatanan kehidupan manusia (dehumanism),
sehingga memunculkan suatu cita-cita untuk memanusiakan
manusia dengan mengembangkan pemikiran postmodern.

Prinsip dasar dari pemikiran postmodern ini menempat


manusia sebagai makhluk yang memiliki keragaman yang harus
dipahami sebagai kekhasan atau sebagai batas-batas sensitivitas
yang tidak boleh diganggu oleh orang lain. Konteks pemikiran
ini menempatkan lokalitas sebagai bagian dari dinamika global,
sebaliknya nilai-nilai lokal harus diakui dan dihormati dalam
tatanan global. Sehingga faktor lokalitas dapat berkontribusi
terhadap tatanan global (act local think globally).

Jejak Jerit di Tambun Bungai


Elis Setiati
Air Mata Literasi
2

PRAWACANA

Tanjung Perawan, 12 Oktober 2017 adalah perjalananku yang


emosional. Aku melihat dan mendengar Direktur Polisi Air Kombes
Polisi Badarudin membuka taman baca ke-6 di bantaran Sungai
Kahayan, Tanjung Perawan, Bahaur, Kabupaten Pulang Pisau,
Kalimantan Tengah.

Bagiku sosok Direktur Polisi air yang ramah dan bersahaja


ini adalah tokoh ideal sebagai salah satu duta baca di wilayah
Kalimantan Tengah. Beliau ikut memotivasi masyarakat untuk giat
membaca atau berliterasi melalui pondok baca yang dibangunnya di
tiap-tiap daerah terpencil di daerah pesisir dan aliran sungai.

Pondok baca ituberada jauh dari ibukota Provinsi Kalimantan


Tengah, dan sulit dijangkau karena harus melalui transportasi sungai.
Dari mata Tanjung Perawan aku melihat betapa berharganya buku
untuk mereka. Mata yang bersinar dan hati yang merekah saat
pandangi buku-buku yang tersusun rapi menembus hatiku sampai
perih teriris. Gaung Literasi Nasional Indonesia tak sampai kepada
mereka. Bagaimana bisa berliterasi kalau buku saja terbatas malah
hampir tidak ada kecuali buku tulis dan buku pelajaran di sekolah.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


3

Elis Setiati
AIR MATA LITERASI

/1/
Gema GLN1 menyeruak di bumi Indonesia
Pencanangan GLN pun telah usai saat itu2
“Literasi menjadi penting dan kontekstual
diterapkan saat ini karena derasnya arus informasi.
Semua harus cerdas berliterasi dalam berbagai aspek.”

“Bukan hanya baca-tulis, tapi cerdas berliterasi


dalam bidang teknologi informasi,
hukum, politik, ekonomi, budaya,
termasuk di media sosial;
kecerdasan berliterasi itu diiringi pula
dengan penguatan karakter
untuk membentuk kepribadian Indonesia
Kalau karakternya kuat, bangsa kita
akan bisa mengubah tantangan menjadi peluang.”3

Pesan literasi itu telah sampai ke sanubariku, kawan


Gaungnya bergema sampai jauh ke hulu jiwaku
Atas nama literasi aku berjuang untukmu Indonesia
Atas nama Indonesia aku berliterasike seluruh
wilayah Kalimantan Tengah

1 Gerakan Literasi Nasional


2 Bertempat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Sabtu (28/10/2017), Puncak
Bulan Sastra dan Bahasa 2017 turut dibuka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir
Effendy serta Kepala Badan Bahasa Dadang Sunendar.
3 Sambutan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy

Air Mata Literasi


4

/2/
Sebelum literasi ini dicanangkan apakah semua orang sudah
menyadari pentingnya baca-tulis?
Ayo bekerja keras untuk menuntaskan buta aksara di Indonesia
“Sebab, secara nasional Indonesia masih memiliki
warga negara yang buta aksara hingga kini.”4

Berkat kerja sama semua pihak, Indonesia berhasil


menuntaskan penduduk buta aksara 97,93 persen.
4 Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menilai perlu kerja keras yang tinggi untuk
mengentaskan buta aksara di Indonesia. Sebab, secara nasional Indonesia masih memiliki
warga negara yang buta aksara hingga tahun 2017 yakni sekira 3,4 juta penduduk atau 2,07
persen dari jumlah penduduk. Hal itu disampaikan Fikri Faqih bersamaan dengan peringatan
Hari Aksara Internasional yang jatuh pada 8 September. “Bagi kita era ini sudah dinikmati,
namun peringkat literasi kita masih urutan 60 dari 61 negara yang disurvey. Artinya masih
memprihatinkan dan perlu kerja keras untuk menaikkannya,” ujar Fikri kepada Republika.
co.id pada Kamis (7/9). Menurutnya, tema peringatan Hari Aksara Internasional pada tahun
ini yakni Membangun Budaya Literasi di Era Digital. Namun menurutnya, masih ada beberapa
pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk mengentaskan buta aksara.Khususnya oleh
pihak-pihak terkait antara lain Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi, dan Perpustakaan Nasional RI. Sebab, Fikri menilai kendala
pengentasan literasi saat ini adalah koordinasi internal antar sektor tersebut belum maksimal.
Ia mengungkap instansi yang bersinggungan dengan aksara tersebut masih rendah.
  “Program pemberantasan buta aksara ada di Dirjen PAUD dan Dikmas Kemendikbud, dan
yang terus memantau tingkat literasi negeri ini adalah Perpusnas. Koordinasi antar keduanya
pun tak terlihat, belum lagi dengan instansi lain yang mengampu fungsi pendidikan,” ujar
Anggota DPR dari Fraksi PKS tersebut.Fikri menambahkan, apalagi anggaran untuk Perpusnas
Rp 500 miliar. Anggaran ini kata Fikri, tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-
negara lain yang penduduknya lebih sedikit dari Indonesia. Hal ini juga yang membuat
persoalan pengentasan buta aksara sulit maksimal. “Misal Singapura mengalokasikan anggaran
untuk perpusnas hingga senilai Rp 1,7 triliun rupiah. Malaysia sampai Rp 66,8 triliun. Padahal
jumlah penduduk mereka sangat jauh lebih sedikit dibanding kita, Indonesia,” ujar Fikri.
  Lebih lanjut Fikri mengungkapkan, koordinasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/
kota secara vertikal juga belum nampak saling melengkapi. Menurutnya, daerah masih nampak
menggantungkan urusan literasi ke Pemerintah pusat.
  “Padahal fungsi pendidikan ini adalah urusan yg didesentralisasikan, namun daerah masih
tergantung pusat terutama dari sisi anggaran,” ujarnya.Ia sendiri menilai wajar lantaran
Pendapat Asli Daerah (PAD) maksimal hanya 10 persen dari APBD, sementara 90 persen berasal
dari pusat melalui Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK) dan dana bagi
hasil. Sehingga fiskal daerah untuk mengatasi problem lokal, termasuk literasi juga masih
kesulitan. Sehingga menurutnya wajar, Indonesia masih memiliki warga negara yang buta
huruf mencapai 3,4 juta atau 2,07 persen dari jumlah penduduk, sebagaimana rilis Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan yakni pada rentang usia 15-59.Dari 34 provinsi masih ada 11
provinsi memiliki angka buta huruf di atas angka nasional yaitu Papua (28,75 persen), NTB
(7,91 persen), NTT (5,15 persen), Sulawesi Barat (4,58 persen), Kalimantan Barat (4,50 peren),
Sulawesi Selatan (4,49 persen), Bali (3,57 persen), Jawa Timur (3,47 persen), Kalimantan Utara
(2,90 persen), Sulawesi Tenggara (2,74 persen), dan Jawa Tengah (2,20 persen)( REPUBLIKA.
CO.ID, JAKARTA) --

Jejak Jerit di Tambun Bungai


5

“Tingkat buta huruf di Indonesia sudah mengalami penurunan


secara drastis sekarang tinggal 2,07 persen untuk negara
yang jumlah penduduknya terbesar ke-4 di dunia,
ini suatu prestasi yang luar biasa,”
ujar Mendikbud

“Karena itu kalau kita masih 2,07 persen atau 3,4 juta jiwa
berarti perlu kerja keras lagi,” tambahnya

Diingatkan pada pegiat pendidikan dalam penuntasan buta


aksara,
mengingatkan kepada seluruh pegiat pendidikan,
bahwa keberaksaraan tidak hanya bisa membaca, menulis,
dan berhitung saja. Perlu dipastikan jika warga belajar
sudah bisa membaca,
ia harus betul-betul mengerti yang dibacanya5

/3/
Kawan...
kesadaran kita tak sama dalam membangun literasi
apalagi saat kulihat di beberapa tempat
di daerahku sendiri Kalimantan Tengah
saat aku bekerja untuk mengembangkan literasi di sekolah
aku merasa para siswa tak ada waktu untuk membaca
berharap belajar di sekolah saja rasanya sungguh biasa

beribu kilometer aku lalui di antara belantara


dedaunan sawit yang menyempit
kusampaikan pesan literasi
dengan semangat yang memadat
sepadat gambut yang bertahan di rawa yang sepi
aku terpana akan banyak cerita tapi ini cerita nyata

5 Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bapak Muhadjir Effendy pada acara puncak
Peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) tahun 2017, di GOR Ewangga, Kabupaten Kuningan,
Jawa Barat, Jumat (8/9/2017). http://www.tribunnews.com/nasional/2017/09/09/tingkat-buta-
aksara-di-indonesia-turun-drastis-kini-tinggal-207-persen

Air Mata Literasi


6

Tak mudah membangun budaya literasi bagi mereka


yang berkembang dalam situasi dan kondisi negeri belantara
Saat aku masuk di beberapa sekolah di tiap-tiap daerah
yang kukunjungi6dalam beberapa waktu lalu
siswa takjub dan terkesima akan banyak cerita di dunia
bisa dibaca di banyak buku yang tercipta

Pabila masih di kabupaten kota mungkin buku masih ada


Masih tersedia di perpustakaan dan taman baca
Hanya budaya literasi yang harus dipacu tanpa ragu
Buku adalah jendela dunia takkan bermakna bagi mereka
Jika tak mampu melarut di antara barisan kata-kata
Yang tercipta dengan indah dan pengetahuan tak terbatas

Menyusuri jalan panjang nan sepi ditemani


deru angin yang meramaikan belantara
sesekali dihiasi suara enggang7 nan lantang
Banyak hal kutemui di setiap tempat persinggahan
Literasi masih menyepi meski sekolah memberi arti
Rata-rata pelajar hanya mengandalkan buku di sekolah
tanpa memiliki bahan bacaan yang bervariasi dan menginspirasi

Di sana8aku melihat bagaimana siswa berliterasi seadanya


namun semangat mereka untuk ilmu pengetahuan sungguh luar
biasa
rasa ingin tahu yang tinggi namun buku terbatas
belum bisa menyerap makna
sungguh ironis literasi saat itu

6 Kegiatan Bengkel Sastra untuk siswa SMP dan SMA di 13 Kabupaten, di Kalimantan Tengah dari
tahun 2002--2015
7 Enggang adalah salah satu burung langka yang dilindungi di Indonesia dan disakralkan oleh
suku Dayak dan diyakini sebagai simbol kebesaran dan kemuliaan yang melambangkan suku
Dayak.
8 Saat kegiatan Bengkel Sastra bagi siswa SMP/SMTA dari tahun 2002 sampai tahun 2015
seperti Kabupaten Barito Timur, Barito Selatan, Barito Utara, Katingan, Kota Waringin Timur,
Seruyan, Lamandau, Seruyan, kota waringin Barat, Kapuas, dan Gunung Mas.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


7

Takkan bisa kita menggenggam dunia


Literasi menjadi basi dan sepi tanpa makna berarti
Kalimantan Tengah telah kujelajahi dari waktu ke waktu
Berbaur dengan pelajar berbagi cerita di bengkel sastra
Kusisipkan pesan literasi untukmu saat itu
Agar mereka mampu membaca tanda dan makna
Dalam kehidupan yang hanya sementara ini
Agar mereka berarti untuk daerahnya sendiri

/4/
Literasi menghanyutkan perasaan yang peka
Gaungnya telah menggugah banyak hati pejuang nurani
Indonesia
Salah satunya Ditpolair Polda Kalteng9

Kami mempunyai sarana kapal,
jadi kami koordinasi dengan Perpustakaan dan Kearsipan
di setiap kota kabupaten,
mereka siap meminjamkan buku-bukunya
Ini bertujuan menggelorakan minat baca
bagi masyarakat pesisir dan aliran sungai.”

Katanya saat itu padaku:


“Kami peduli dengan masyarakat pesisir Kalimantan Tengah
Kami ingin dekat dengan masyarakat dengan cara ini
Kami mau masyarakat tidak takut dengan polisi lagi terutama
Polisi Air
Kami ingin membangun kesadaran bagi masyarakat pesisir dan
aliran sungai

9 Direktur Polisi Air (Polair) Polda Kalimantan Tengah Komisaris Besar (Kombes) Polisi Badarudin
. DitPolair Kalteng Kombes Polisi Badarudin ini adalah penggagas dan pendiri pondok baca
di 7 markas unit di wilayah perairan Kalimantan Tengah. Meskipun Kalimantan Tengah bukan
tanah kelahirannya beliau sangat ingin memajukan masyarakat di daerah pesisir dan aliran
sungai Kalimantan Tengah. selama ini , kapal patroli polair mereka tidak hanya digunakan untuk
kepentingan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, tetapi juga menjadi perpustakaan
keliling di wilayah perairan dan aliran sungai Kalimantan Tengah. Beliau dilahirkan di Bandar
Lampung, 12 Maret 1966.

Air Mata Literasi


8

Untuk meningkatkan pengetahuan lewat membaca di pondok


baca ini.”

Lalu dengan tegas ia tambahkan:


“Pondok baca yang kami bangun ini untuk menambah
pengetahuan
Dan membuka cakrawala anak-anak di daerah pesisir untuk lebih
baik
Dalam berbagai bidang sehingga dengan bertambahnya
pengetahuan
kejahatan di wilayah perairan Kalimantan Tengah berkurang.”

Tugas yang mulia dari salah satu anak bangsa terbaik Indonesia
sudah dilakukan dan diterapkan hampir ke semua daerah pesisir
dan aliran sungai di Kalimantan Tengah ini
Mari kita peduli seperti mereka
sumbangkan bukumu dan berikan hatimu untuk
Gerakan Literasi Nasional ini
Gemar membaca dan gemar menulis
maka bebaslah kita dari buta aksara

/5/
Hari itu sampailah aku ke Kabupaten Pulang Pisau
Memenuhi undangan Sang Komandan Ditpolairud
dengan bangganya kunaiki kapal patroli polisi air
bersama para istri Polairud Polda Kalteng
gemericik sungai yang sepi tanpa gelombang besar
mampu menghanyutkan perjalanan ini dengan nyaman

di Tanjung Perawan10kulihat kerumunan orang


menanti kehadiran kami
daerah pesisir yang jauh dari kabupaten kota
10 Tanjung Perawan adalah adalah sebuah nama desa di wilayah Kahayan Kuala, Kabupaten
Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. salah satu pondok baca “Melek Huruf”
yang didirikan oleh Polairud, Kalimantan Tengah.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


9

aku heran seketika rasa takutku sirna pada polisi


mungkin karena bajunya yang biru
Aku sadari hal yang paling sederhana
buku mampu menyingkirkan ketakutanku

Keringat dingin selalu menemaniku saat berjumpa polisi


gambaran polisi begitu menakutkanku. Itu dulu
“Aku sangat takut berjumpa polisi di manapun berada
Keringat dingin selalu menyertai tubuhku
saat aku bertemu mereka.”

Saat kubuka obrolan kecil dengan Ditpolair


“Bagaimana sekarang, masihkah perasaan itu?
Apakah kami memang benar-benar menakutkan Anda?”
Jawabku lirih:
“Rasa takutku sudah sirna semua.”
Mereka manusia biasa yang memiliki tanggung jawab sejati

Menjaga wilayah pesisir dan aliran sungai


bukan pekerjaan mudah
Apalagi melakukan pendekatan
masyarakat melalui pondok baca
sungguh mulia hati mereka
berkarya dengan sepenuh hati
membuat semangatku menyala-nyala
untuk berjuang dengan ketulusan
di antara literasi yang mulai berkembang
perlahan namun pasti

“Kami ingin mencerdaskan anak-anak pedalaman dan pesisir,”


tekad kuat dari Polisi Perairan Polda Kalimantan Tengah
meski sederhana pos Marnit11 pun menjadi perpustakaan
pondok baca yang bisa menjadi penghantar hati yang gulana

11 Marnit adalah Markas Unit yang menjadi tempat bacaan dan perpustakaan. seperti yang
dilakukan oleh Marnit Bahaur, Pulang Pisau.

Air Mata Literasi


10

lewat mataku di Tanjung Perawan


wajah anak-anak berbinar saat menatap buku
bagaimana literasi akan menyebar ke penjuru wilayah
pabila buku saja mereka tak punya
selain buku pelajaran dan catatan sekolah saja

“Saya harapkan dengan diresmikannya Pondok Baca ini


akan membantu masyarakat sekitar,
baik pelajar maupun orang dewasa.
Manfaatkan sebaik-baiknya sebagai wadah menimba ilmu
sehingga ke depan bisa mengubah pemikiran masyarakat
bahwa polisi bukan sekadar tukang tangkap
namun polisi sebagai pengayom, pelindung, dan pelayan nyata
di tengah-tengah masyarakat melalui Pondok baca ini.”12

/5/
Tepuk tangan dan sorai memenuhi jiwaku
mereka antusias saat pondok baca diresmikan
gelora yang sama kurasakan lewat mataku
yang menyisakan tetes haru kebahagiaan
danpondok baca keenam:
Tanjung Perawan diresmikan

Anak-anak menyemut saat melihat,


memandang, dan memegang
koleksi buku pondok baca “Melek Huruf”13 Tanjung Perawan
Buku-buku baru14 yang kubawa menyemarakkan
rak-rak kayu pondok baca itu

12 Penjelasan Dirpolairud Polda Kalteng Kombes Pol Badarudin di sela-sela peresmian Pondok
baca. tribratanews.kalteng.polri.go.id/keren-ditpolairud-kembali-resmikan-pondok-baca-unt...
(Arif/Sam)
13 Nama pondok baca Polairud Polda Kalteng yang diresmikan di desa Tanjung Perawan,
kecamatan Bahaur, kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.
14 Berbagai jenis buku kebahasaan dan buku-buku cerita rakyat Kalteng pemenang sayembara
Literasi yang sudah dibukukan dan diterbitkan Balai Bahasa Kalteng yang disumbangkan Balai
Bahasa Kalimantan Tengah untuk pondok baca “Melek Huruf”, desa Tanjung Perawan, Bahaur,
Pulang Pisau melalui pimpinan saat ini Bapak Drs. Haruddin, M.Hum.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


11

Pondok baca itupun berada jauh


dari ibukota Provinsi Kalimantan Tengah
Daerah yang sulit dijangkau
Sebab harus melalui transportasi sungai

Dari mata Tanjung Perawan aku melihat


betapa berharganya buku untuk mereka
Mata yang bersinar dan hati yang merekah
saat memandangi buku-buku yang indah
menembus hatiku sampai perih teriris
Gaung Literasi Nasional Indonesia
tak sampai untuk mereka
Hanya manusia berhati emaslah
sanggup merajut mimpi anak-anak
daerah terpencil di sepanjang aliran sungai
Hanya melihat satu peristiwa
peresmian pondok baca
air mataku sudah lepas sampai jauh

Air mata haruku menyeruak di keramaian


peresmian pondok baca itu
saat banyak kabupaten kusinggahi
literasi rendah membuat
hatiku tak menentu
karena saat itu yang kutahu
anak-anak tak mampu
mengatur waktu untuk sejenak
membaca buku dan mengakrabinya

Kini semua terpampang nyata


wilayah pesisir di Kalimantan Tengah ini
benar-benar butuh perhatian lebih
untuk menangkatkan pengetahuanmasyarakat
gerakan literasi nasional mesti berjalan

Air Mata Literasi


12

Di tempat ini tak ada buku, tak ada tempat


untuk membeli atau meminjam

Kini air mataku adalah air mata literasi


jiwaku tersentak karenanya
mereka haus ilmu tetapi buku tak ada
sungguh jauh dari bayanganku

/6/
Adalah 2017, pondok baca “Melek Huruf” dibuka
Polairud Polda Kalimantan Tengah
Begitu antusias para polisi air ini
mengantarkan literasi sampai
ke hulu sungai yang tak terjangkau

Dari mata hatinya dia melihat kondisi masyarakat


sekitar memerlukan buku bacaan
akses desa yang jauh dari kota kecamatan
bahkan kabupaten kota membuat warga tidak berdaya
Kota begitu jauh dan sulit dijangkau
lewat mata hati Ditpolairud15 Polda Kalimantan Tengah
Mereka melihat peluang dalam pengembangan
hubungan masyarakat di tempatnya bertugas
membangun mimpi, membuka pondok baca
di pedalaman, pesisir, dan sepanjang
aliran sungai Kalimantan Tengah.

Terciptalah kapal patroli melek huruf


membawa ratusan buku bacaan
Koleksi buku-buku sesuai dan menarik
minat masyarakat terutama anak-anak
Setiap hari kapal itu akan menyambangi sekolah- sekolah
di pinggiran daerah aliran sungai dan pesisir pantai

15 Ditpolairud adalah singkatan untuk Direktur Polisi Air dan Udara.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


13

kapal patroli yang tangguh,


kapal yang penuh pengetahuan

Di kapal patroli yang berkharisma itu


suara mesinnya bagai simfoni alam yang merdu
peminat dan pembaca bertambah dan terus bertambah
membuat permintaan buku baru muncul dalam rengekan manja
Anak-anak pesisir sudah melebur bersama kapal,
buku, dan para polair
yang ramah dan mengesankan

Atas nama cinta sesama terciptalah pondok baca


yang dibuat di setiap markas unit
Tiga pondok baca yang diresmikan, antara lain
pondok bacaMarnit Kumai
Kabupaten Kotawaringin Barat,
Marnit Palangkau Lama Kabupaten Kapuas,
dan Marnit Samuda Kabupaten Kotawaringin Timur16

Satu persatu pondok baca dibuka untuk umum


di setiap markas unit
Seperti di Pagatan, Kabupaten Katingan
Pondok baca di Jelai, Kabupaten Sukamara
dan terakhir di markas unit Polairud Palangka Raya17

Mata yang ramah, mata yang memancarkan kasih yang tulus


Mata itu membuat tak ada jarak antara mereka dan masyarakat
sekitar
Ibarat air dipadang tandus demikian kehadiran mereka
menjadi hal yang istimewa
Hal ini takkan dapat digantikan
dengan apapun yang ada di dunia

16 Berita peresmian pondok baca ada di alamat ini https://www.menpan.go.id/site/berita-


foto/6534-peresmian-pondok-baca-melek-huruf
17 Pondok baca “Melek Huruf” yang didirikan di markas unit Polairud jalan Kalimantan, Palangka
Raya.

Air Mata Literasi


14

/7/
Selalu ada masalah di setiap langkah
Selalu ada cobaan di setiap jalan kehidupan
Begitupula di setiap pondok baca dan kapal mereka
Keinginan memiliki buku koleksi pondok baca
Membuat buku-buku semakin berkurang
Minat baca yang tinggi membuat koleksi buku di setiap
pondok baca perlu ditambah

Kisah sedihpun mengalir bagai aliran sungai di pesisir


Saat mereka sudah mengumpulkan buku dari tempat yang jauh
Biaya perjalanan sangat mahal, namun buku-buku itu
tak jadi menghiasi rak-rak buku pondok baca

Ditpolairud mempunyai konsep mulia


Dituturkan padaku saat kami berjumpa
di markas unit Polairud Kotawaringin Timur
“Kami berpartisipasi mencerdaskan
masyarakat Kalimantan Tengah khususnya
dan Indonesia pada umumnya.
Tak ada anggaran untuk tugas mulia ini
Terwujud dari rasa peduli personel polairud
dari bantuan masyarakat semua tidak sia-sia.”

Di saat mereka bekerja ada cinta yang mendukung mereka


Para istri dengan setia mendampingi tugas mulia ini
Ikut bersama-sama mengajak masyarakat
menjauh dari kejahatan dan kebodohan
Pabila masyarakat punya sumber daya yang baik
maka mampu meningkatkan taraf hidup

Dekat dengan masyarakat menyadarkan semua orang


bahwa keberadaan polisi sangat penting
Polisi adalah sahabat, pelayan, pelindung,
dan pengayom masyarakat

Jejak Jerit di Tambun Bungai


15

/8/
Penghargaan pin emas pun diberikan
kepada personel yang mengagas pondok baca18

Para turis pengunjung Tanjung Puting19


Singgah di pondok baca ‘Melek Huruf”
Membaca buku di tengah alam
menikmati keindahannya
suasana alam dan sungai menyatu padu
memberikan kesan dalam sampai ke sanubari

Para komandan Markas Unit Polairud Polda Kalteng20


Sumbangsihmu takkan pernah sia-sia
untuk Indonesia

Bagai setetes air di padang pasir


Begitulah kehadiran pondok baca ini
Literasi sedang dimainkan
minat anak-anak pedalaman mengejutkan

Mari dukung memajukan pendidikan,


literasi masyarakat pesisir
di sepanjang daerah aliran sungai Kalimantan Tengah

18 Pin Emas diberikan pimpinan tertinggi Polairud untuk AIPTU Nia Kurniawan Komandan
Markas Unit Palangkau Lama, Kabupaten Kapuas.
19 Tanjung Puting adalah Taman Nasional Tanjung Puting adalah sebuah taman nasional yang
terletak di semenanjung barat daya provinsi Kalimantan Tengah. Tanjung Puting pada awalnya
merupakan cagar alam dan suaka margasatwa yang ditetapkan oleh Pemerintah Hindia
Belanda pada tahun 1937. Selanjutnya berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 687/Kpts-
II/1996 tanggal 25 Oktober 1996, Tanjung Puting ditunjuk sebagai Taman Nasional dengan luas
seluruhnya 415.040 ha. Secara geografis taman nasional ini terletak antara 2°35’-3°20’ LS dan
111°50’-112°15’ BT meliputi wilayah Kecamatan Kumai di Kotawaringin Barat dan kecamatan-
kecamatan Hanau serta Seruyan Hilir di Kabupaten Seruyan.Taman Nasional Tanjung Puting
dikelola oleh Balai Taman Nasional Tanjung Puting, salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan.
20 Para Komandan Markas Unit Polda Kalimantan Tengah yang telah membuka pondok baca di
7 markas unit. 1. Komandan Markas Unit Palangkau Lama Aiptu Nia Kurniawan, 2. Komandan
Markas Unit Kumai Brippol Tandri Sekman, 3. Komandan Markas Unit Samuda Brippol Hikmah.
4, Komandan Markas Unit Pagatan Aiptu Samija. 5. Komandan Markas Unit Jelai Brippol Yadi
Sopiandi. 6. Komandan Markas Unit Bahaur Brippol Dewa Nyoman Ariyana. 7. Komandan
Markas Unit Palangka Raya Brippol Abdullah.

Air Mata Literasi


16

Kupersembahkan air mata ini


bagi pahlawan literasi
yang menyusur seluruh negeri
sambil melaksanakan janji
pada ibu pertiwi
yang berbagi pengetahuan ke anak generasi

Nama mereka akan terukir di hati


Anak-anak pedalaman tepian sungai
Yang dengan bulat bola matanya
Ingin menelan seluruh bumi
Menjejalkan ke dalam pikirannya
Bahwa mereka ternyata ada di dunia
Dengan berbagai informasi

Bersama kecipak air


Sungai tempat berbagi ilmu
Membangun peradaban kehidupan
Aku bangga untukmu pahlawan leterasiku

Jejak Jerit di Tambun Bungai


17

ELIS SETIATI,
Lahir di Palangka Raya, 17 April 1974.
S-1: Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia UNLAM (Universitas Lambung
Mangkurat) Banjarmasin, Kalimantan
Selatan dan Strata 2 Magister Ilmu
Susastra (Sastra Indonesia) UNDIP
(Universitas Diponegoro) Semarang,
Jawa Tengah.

Dia telah menulis, di antaranya


Deder Sastra Lisan Kalimantan Tengah,
Struktur dan Fungsi Sastra Lisan Deder
Kalimantan Tengah, Sastra Lisan Kabupaten Barito Timor, Pesona
Kekayaan Leluhur Kumpulan Sastra Lisan Dari Barito Timur, Tradisi
Lisan Suku Dayak Maanyan, Estetika Tarian Wadian Dadas Suku
Dayak Maanyan, Antologi Puisi Kelompok Literasi Puisi Indonesia,
dan lain-lain.

Air Mata Literasi


Imam Qalyubi
Jerit Kahayan
19

PRAWACANA

Sungai adalah penanda kehidupan awal bagi masyarakat


Dayak di Kalimantan Tengah, tak terkecuali sungai Kahayan. Ia
adalah denyut nadi dan sumber dari segala sumber pangan bagi
suku Dayak Ngaju. Pada tataran nilai ia adalah madrasah tempat
segala kebajikan, kebaikan, dan ketulusan diajarkan.

Di era kolonial, sungai Kahayan menjadi kurusetra dan menjadi


medan para serdadu penjajah berlalu-lalang. Kapal-kapal besar
kolonial mengeruk kekayaan alam melewati sungai Kahayan. Mereka
melupakan peran Kahayan sebagai sebuah kehidupan. Semua
rekaman sejarah terdokumen rapi di sana.

Namun kini, tritis miligram merkuri telah mengubah fungsi


Kahayan sebagai pusat kehidupan. Tidak hanya merkuri yang
telah meluluhlantakkan semua aspek kehidupan di sepanjang alur
Kahayan, komoditas sawitpun juga telah mengo-optasi setiap
jengkal tanah dan menjadi salah satu predator air yang menyumbang
dangkalnya sungai Kahayan.

Dangkalnya Kahayan adalah bencana dan nestapa bagi orang


Ngaju yang mengandalkan kehidupannya pada Kahayan. Lanting
tak lagi menjadi identitas denyut ritmis irama kehidupan. Masyarakat
masa kini enggan bercumbu, bersenda gurau lagi dengan Kahayan.
Kahayan menjerit, meronta dan terpasung dalam senyap di tengah
manusia-manusia jumawa yang dirasuksi syahwat duniawi semata.
Kahayan kini terbelenggu dibiarkan sendiri mengobati lukanya.

Jerit Kahayan
20

Imam Qalyubi
JERIT KAHAYAN

Mobil double cabin1 hitam


Gagah bertengger di kejauhan
Sekejap laki-laki tua renta menyembul
Lalu tertatih meniti lorong setapak

Tak tahu apa yang ia raba


Di jalan setapak menjorok ke batang air
Dalam gelagatnya, ia memahami tanah bersemak itu
Sebagaimana ia mengenali suaranya sendiri

Seraya melangkah, ia lempar setiap pandangannya


Di sudut-sudut ruang tak lagi bertanda
Sesekali mundur selangkah, lalu kembali menengok
Seperti ada harapan yang tertinggal

Ia mengecap setiap jengkal tanah yang dilalui


Sesekali bergumam, berkisah dengan dirinya sendiri
Terkadang dalam gumamnya ia berceloteh dengan keheningan
Bahkan bercanda dan bercakap dengan dedaunan

Lelaki tua itu terasuk rindu yang amat


Kepada tanah di tepian sungai
Dalam ayunan langkahnya hingga akhirnya terantuk
Di sebuah bekas hunian usang
Ia pun bersimpuh di antara puing-puing kusut

1 Kendaraan niaga dan pribadi yang jamak digunakan oleh orang-orang perkotaan Kalimantan.
Umumnya digunakan sebagai kendaraan lapangan yang tidak dapat ditembus oleh kendaraan
biasa.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


21

Tampak tongkat-tongkat kayu galam2 telah lapuk


Sebuah tapak rumah kayu menghala ke batang air
Di selingkungnya ditumbuhi rimbunan kumpai3 terberai
Lelaki tua renta menerawang setengah melamun

Di kejauhan seorang bocah keluar dari mobil


Berlari sigap membuntuti kakek tua renta
Bocah kecil itu bimbang penuh tanya;
Apa gerangan yang dicarinya
Dengan “kekepoannya”4 bocah kecil itu bertandang
Ia bertanya kepada orang yang tak lain adalah kakeknya itu
“Bue’ Sipet5, apa yang senyatanya kau cari
di antara semak-semak angker ini.
“Mengapa Bue’ bersimpuh di ruang hening ini?
Apa yang senyatanya berlaku Bue’?
“Mengapa raut muka Bue’ terlihat gundah?”
Takat bertanya penuh bimbang

Lontaran pertanyaan lugu Takat meluncur


“Esungku”6, ucap Sipet terbata, terdengar parau dan serak
Ia berusaha bermadah tegap bak bengkirai7
dan kokoh laksana tabalien8

2 Kayu yang cukup keras yang serba guna dan mudah diperoleh karena tumbuh liar di kebun dan
di hutan.
3 Rumput kumpai atau (Hymenachine amplexicaulis Ness) rumput alam yang aslinya tumbuh di
rawa. Di Kalimantan rumput liar mudah ditemukan. http://peternakan litbang pertanian.go.id/
fullteks-lokakarya/online acces/21 November 2017.
4 Ungkapan anak muda zaman sekarang, merupakan akronim dari bahasa Inggris knowing
every particularobjek artinya ingin serba tahu sampai hal-hal kecil. http://kompasiana .com/
hazzahrvaulin/kepo-itu-apa-sih-artinya-nih-cekari-kata-kepo-ya/online acces/06 November
2017.
5 Sipet adalah nama orang yang umum ditemukan di kalangan suku Dayak Ngaju di Kalimantan
Tengah. Sipet sendiri artinya adalah sumpit (B.Ngj).
6 Bahasa Dayak Ngaju yang artinya cucu.
7 Kayu Kalimantan dengan bahasa latinnya Sorhea laevis dikenal sebagai kayu yang sangat kuat.
Tumbuh banyak di wilayah Kalimantan Tengah.
8 Disebut juga sebagai kayu ulin atau kayu besi dengan bahasa latinnya Eusideroxylon zawgeri
Kayu ini adalah kayu yang terkenal keras dan umum digunakan sebagai lantai di rumah-rumah
kayu tradisional Kalimantan sepeti rumah betang atau rumah panjang.

Jerit Kahayan
22

“Di tlatah ini, di tepian aliran batang air Kahayan ini aku lahir
Separuh napasku tercecer di ruang ini.”

Sekejap Sipet menunjuk ujung jarinya ke tebing batang air


Tanah yang nyaris abrasi oleh empasan air keras bak kayu ramin9
“Di sinilah tembunikuditanam, Esungku!” ucap Sipet
“Di sini pula segenap leluhurku diperadukan.”

Sipet kemudian menunjuk sebuah sandung10


Berbilang jengkal dari tempatnya berpijak
Sandung indah berdiri kokoh dan eksotis
Dengan hiasan cat yang sudah mulai luntur
Diterangi sekelebat matahari sore
Bertengger gagah di depan reruntuhan rumah Sipet

Sembari menapaki lorong Sipet berkisah


Sesekali menyibak rimbunan karamunting padang11 dan buah
uwei12
Di kejauhan tampak pohon tambulus13liar berbuah lebat
Seraya melumat karamuntingpadang ungu

“Inilah buah-buahanku di masa aku kecil dulu


Alam manjakan aku dengan kebaikannya.
Tak ada kimia dan petaka dalam buah ini
Alam tulus berbagi kasih dengan kita.”

Di tempat Sipet berdiri melambai anggrek kantong semar


Menjalar di kekayuan lapuk
9 Adalah kayu khas kalimantan dengan nama latinnya Gonystylus bancanus.
10 Tempat kerangka jenazah yang telah dilakukan acara ritaul tiwah yaitu ritaul kematian dalam
suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah penganut Kaharingan.
11 Karamunting dalam bahasa Latinnya Melastoma affine atau Melastomataceae adalah sebuah
tanaman yang tumbuh liar di kebun atau hutan yang memiliki buah kecil rasanya manis warna
buah dalam seperti duwet atau berry yaitu ungu. Kalau masih muda rasanya kecut. Memiliki
bungah warna ungu dan pada jenis yang lain warnanya kuning.
12 Dari Bahasa Ngaju artinya rotan. Buah uwei mirip salak, namun bentuknya sebesar kelingking
orang dewasa, rasanya sepat.
13 Buah khas Kalimantan yang cukup langka, rasanya kecut, baik ukuran maupun warnanya mirip
buah sawo.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


23

Disetiap cabangnya terselip kantong


yang menjuntai laksana perhiasaan anting
Sebuah hiasan alam turut mempersolek

Di tempat itu
Atap sejatinya adalah langit
Sungai adalah taman bermain
Sementara air hujan adalah penghiburnya
Air pasang adalah gelora
Air surut adalah penyambung napas

Sejenak kisah Sipet terhenti


Terhalang oleh isaknya yang berderai
Sipet kembali merangkai cerita masa lalunya
Dijalinnya lema demi lema, kata demi kata
Pikirannya kembali dilempar ke masa kecilnya

Lalu, jiwa Sipet kembali membuncah


Dari bibirnya meluncur luapan kerinduan
Di fragmen kedua ceritanya ini
Ia mencoba berdiri walaupun tubuhnya tak lagi tegak

Sipet mencoba berorasi seperti saat kecildulu


Sebab ia memang gemar mencari tempat tinggi
Bahkan naik pepohonan sekadar bertitah laksana pujangga
Sipet Tuapun kembali bermadah

“Aku terngiang hebat masa indah itu, Esungku.


Di tempat aku berpijak ini!
Di tanah bertuah di Sungai Kahayan penuh kisah ini
Aku rindu memeluk masa lalu
Ingin sekali aku bercengkerama dengannya
Walaupun, laksana menangkap angin,”

Jerit Kahayan
24

Dalam sentimentil Sipet,


Kahayan adalah pemilik napasnya
Ia laksana orang tua kandung yang membelainya manja
Ia tulus dan tak pernah mengaduh
Ia berkuasa membuat hidupnya berbinar
Ia pemilik sejati cerita masa lalu
Ia perekam jejak hidup yang paripurna

Lepas Sipet bermadah ia kembali bersimpuh


Di sebatang kayu rapuh bekas tebangan liar
Raut mukanya tampak lebih merona
Kerinduannya lepas bersama gegap batinnya

Di seberang Sipet bertengger, terhampar tanah ulayat14


selaksa tanah perdikan raja-raja Jawa masa lalu
Ia pemarkah tanah suku yang bermarwah
Ia pemarkah baluarti sumber makanan
Ia benteng identitas dan entitas
Ia garda pamungkas martabat sebuah persekutuan
Pupusnya tanah ulayat adalah lenyapnya identitas suku

Di sepanjang aliran sungai beragam tanah ulayat dikukuhkan


Di tanah Patahu15 tempat janji-janji ditunaikan
Di tlatah Patahu segala syukur direbahkan
Di tanah Patahu tempat kelapangan hati dibukakan

Di tanah adat Pahewan16 tempat intuisi berburu diuji


Di tanah Pahewan segenap rasa, asa, raga dipersiapkan
Di tanah Pahewan sumpit-sumpit berkelebat menuju mangsa
Di tanah Pahewan lonjo-lonjo berterbangan dan titis menuju
sasaran
Segenap daya dan upaya ditunaikan
untuk mendapatkan impian dan harapan

14 Tanah adat yang dimiliki oleh sebuah persekutuan suku


15 Tanah adat tempat masyarakat menunaikan nazarnya
16 Tanah adat tempat berburu hewan-hewan

Jejak Jerit di Tambun Bungai


25

Di tanah adat Kaleka17 leluhur diistirahatkan


Di Kaleka simbol kebanggaan pada leluhur ditautkan
Di Kaleka bagaimana generasi menjunjung pendahulu
Di Kaleka ikrar kesetiaan diujikan

Di Kanuahan18 pusaka leluhur dipendam


Di Kanuahan jejak masa lalu peradaban ditandakan
Di Kanuahan wasiat leluhur diwariskan
Di Kanuhan kejayaan masa lalu diestafetkan
Di Kanuahan tempat pusaka masa lalu ditinggalkan

Di tanah Keramat19 nilai-nilai profetik diturunkan


Di tanah Keramat figur-figur tak tercela disakralkan
Di tanah Keramat tembang-tembang indah dikidungkan
Di tanah Keramat pesan-pesan bijak dimadahkan
Di tanah Keramat wasiat-wasiat suci dinisbahkan

Di tanah-tanah adat itulah tempat Sipet kecil bermain


Berdendang di bawah kayu-kayu besar
Kayu langka yang pantang ditebang
Di telatah ini Sipet kecil kerap berburu buah langka
Di tanah ini pula Sipet bersenandung dengan katambung

Selepas Sipet bercengkerama dengan masa lalu


Di bekas hunian rumahnya
Bergegas ia kembali melintasi lorong
Menuju mobil dan melanjutkan pengembaraannya

Cerita Sipet hanyalah fragmen kecil


Antara dirinya dan Sungai Kahayan
Sejatinya Kahayan adalah belantara imajinasi dan realitas
Di sana bertabur dimensi kisah dari A sampai Z

17 Tanah ulayat tempat para leluhur dimakamkan


18 Tanah ulayat tempat ditemukan harta terpendam seperti piring melawen, cupu ,belanga dll
19 Tanah ulayat tempat dipercaya masyarakat sekitar, sebagai tempat turunnya putri kayangan
atau putri-putri dalam mitologi Dayak.

Jerit Kahayan
26

Kahayan sebagai sumber kekayaan


Di sana disematkan nilai-nilai pendidikan dan filsafat
Disana lahirlah sarjana kehidupan
Dari sana terbit cendekiawan ekologi

Kahayan berfilantropi untuk semesta


Juga beragam pusaka
Ia muntahkan emasnya
Ia hanyutkan batang kayu para penebang
Ia hantarkan jukung, klotok, dan tongkang
Dari hulu hingga ke hilir

Sungai Kahayan adalah guru


Sebagai madrasah kehidupan,
engajarkan manusia hidup harmoni dengan sesama
membimbing manusia menghindari tamak
Ia mendidik manusia untuk berbagi
dan mewartakan bahwa karma itu ada

Sungai Kahayan adalah peretas peradaban


Sebagai objek pengetahuan awal manusia Dayak
di sanalah tunas pengetahuan awal menguncup
Ya, ia madrasah alam awal bagi suku Dayak

Dari sana mereka belajar memahami alam


dan menghargai semesta
Dari sana mereka diajari kesetaraan
Dari sana mereka mendaras keragaman
Dari sana mereka belajar dimensi kehidupan
Alam bagi Dayak bukanlah objek
Tapi berdiri sederajat dengan manusia
Alam bagi Dayak adalah bagian integral
Laksana kumpang20 dengan bilah mandau:
manunggal dan selaras

20 Sarung tempat bilah mandau

Jejak Jerit di Tambun Bungai


27

Alam dan manusia berbeda namun tidak dibeda-bedakan


Alam dan manusia adalah binarry opposition21

Di kutub lain, kapitalisme berdiri congkak


Di setiap jengkal tanah menjadi lumat
Menjual mimpi indah, di sisi lain menebar bencana
Kapitalisme jumawa bertindak angkuh
Alam dibinasakan, dinafikan, dan diempaskan
Dengan rakusnya kapitalisme menggagahi alam

Dalam alam transendental dan profan


Sungai, awal dan akhir kehidupan
Sungai, keagungan di dunia bawah
Sementara langit adalah representasi aras atas
Demikian konsep kosmologi Dayak

Di hulu sungai bersemayam para Putri Selong Tamanang22


Di Labeho23 bersemayam Bawin Jata Balawang Bulau24
Tuhan aras bawah tempat para Tambon25 bersemayam
Para Bashir mengidungkan sungai ibarat basuhan bulau26
Sebuah majas indah, sebuah ‘timbunan emas’

Di kutub yang lain gemericik sungai


Dimetaforkan sebagai saramai rabia27
Sungai, tempat kehidupan berakhir
Di sanalah para leluhur Dayak Ngaju dilarungkan
Sungai bagi para Dewa beradu

21 Terkadang disebut sebagai konsep dikotomis dan dualis. Konsep ini digagas oleh tokoh
strukturalisme Ferdinand de Saussure (1916). Binnary opposition dimaknai Saussure sebagai
are not different but only distinct.
22 Dalam mitologi Dayak ia juga disebut sebagai Putri Sarin Garing yaitu saudara perempuan
Mahatala (Scharer, 1963).
23 Pertemuan anak-anak sungai dengan induk sungai yang membentuk palung yang dalam.
Lewat jalur Labeho itulah menuju ke dunia bawah tempat Jata tinggal bersama para pengikut
Jata yaitu buaya (Scharer, 1963).
24 Dari bahasa Sangiang yang artinya perempuan bertakhtakan pintu emas (Scharer, 1963)
25 Dari bahasa Sangiang yang artinya naga (Scharer, 1963).
26 Dari bahasa Sangiang artinya bertimbunkan emas (Scharer, 1963).
27 Saramai rabia merupakan bahasa Sangiang yang artinya beriakkan bubuk emas (Scharer,1963).

Jerit Kahayan
28

Sungai, simbol peradaban awal Dayak


Ia rumah betang28 kehidupan
Ia sebagai pusaka dan azimat
Ia sebagai napas hidup orang Dayak

Sungai Kahayan segala sumber pangan bermuara


Ia berderma bagi sekalian alam
Melenakan peran Kahayan sama dengan menafikan kehidupan
Semua rekaman sejarah terdokumen rapi di sana

Pupus Kahayan, hapuslah identitas Dayak


Di setiap hasta Kahayan mengalir bulir-bulir emas
Dan berdinding batu permata
Jika malam kilaunya bertabur sinar selaksa purnama

Di sungai Kahayan, transaksi dilangsungkan


Di sungai Kahayan, lema-lema tentang sungai menyempal
Di sungai Kahayan, di setiap anak sungainya menggulirkan
beragam kisah
Di Sungai Kayahan, setiap lanting29 melahirkan kisah lara dan
gembira

Di sungai Kahayan, konsep Ngaju berpadu dengan Ngawa


Di sungai Kahayan, konsep Darat berpadu dengan Batang
Di Sungai Kahayan, konsep Ngambu bersatu dengan Liwa
Di sungai Kahayan, konsep Hulu menyatu dengan Hilir
Di sungai Kahayan, konsep Bawah berpadu dengan Atas
Begitulah dimensi kultural kosmologi Dayak

Sungai Kahayan membentang jauh


Sejauh penglihatan mata dan pikiran
Sungai besar, sebesar angan-angan
Sebesar impian anak batang dalam merengkuh masa depan

28 Rumah adat suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah. Konstruksi rumahnya tinggi (panggung)
dan memanjang berbahan material kayu dengan beberapa kamar.
29 Rumah terapung di atas sungai.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


29

Sungai Kahayan luas, seluas kesabaran seorang ibu


Tempat para Tambi30 dan Mina31 mengais kehidupan
Sungai yang dalam, sedalam cinta anak batang pada alam
Sungai Kahayan melahirkan ratusan anak sungai
Setiap anak sungainya melahirkan beragam identitas

Di sungai ini terpendam cerita para kesatria Dayak besar


Di sungai ini tersimpan kenangan perjuangan leluhur para Biaju
Di setiap cabang anak sungai luapkan tradisi tutur
Di sungai ini cerita-cerita sakral dimunajatkan
Di sungai ini ritual-ritual mistis dipanjatkan
Di sungai ini para Tuan Guru32 berlalu lalang
Mengajarkan kebaikan dan kebajikan
Di sungai ini pula para zending dari Eropa
Mengayuh dari hulu ke hilir menyebarkan kasih

Di Kahayan peniaga Banjar dan Bakumpai mengandalkan nasibnya


Di Kahayan semua strategi perang melawan penjajah dimatangkan
Di Kahayan pula cerita perang dibersitkan
Di Kahayan semua angan dan harapan dilabuhkan

Era kolonilaisme sungai Kahayan sebagai kurusetra


Alam direnggut kekayaannya melewati sungai itu
Kahayan sebagai saksi ketamakan penjajah
Emas digarong, hutan digunduli, batu bara dikeruk
Semua hasil rampokan diangkut tongkang melalui Kahayan

Di tepian Kahayan kekayaan direnggut dengan paksa


Lalu dengan santai bersiul dan lenggang melewati Kahayan
Dari sini pula para serdadu penjajah dikirim
: Kahayan menjadi saksi bisu peperangan

30 Dari bahasa Dayak Ngaju yang artinya Nenek


31 Dari bahasa Dayak Ngaju yang artinya Bibi
32 Dari bahasa Banjar yang artinya guru agama semacam kiai

Jerit Kahayan
30

Kapal tongkang pengeruk perut bumi


lalu lalang membawa pusaka tanpa dosa
Kapitalis tertawa riang di meja keberuntungan
Sementara masyarakat di bibir batang air
dibiarkan dalam kefakiran
Kahayan geram dalam heningnya

Pascakemerdekaan,
Pabrik-pabrik kayu tumbuh berserak di tepian Kahayan
Bansaw33 kecil berjejer melawan raksasa Sawmill34
Cukong besar simbol superioritas kapitalisme yang angkuh
Cukong kecil simbol rakyat pribumi jelata
Kayu besar gelondongan dinikmati cukong pongah
Sementara kayu bekas jatah rakyat warga pribumi

Pabrik kecil milik warga lokal


Beradu nasib melawan pabrik raksasa
Uang pabrik raksasa tumpah pada centeng-centeng perkasa
Sementara, rakyat tetap merana dan hampa

Keberadaannya seperti ketiadaannya


Kahayan hanya jadi pemuas dahaga
Namanya hutan rakyat
Tapi rakyat tetap melarat
Sungai Kahayan hanya pelega napsu pemodal
Harapan maju ditinggal layu
Janji indah tak pernah tertunaikan
Hanya nestapa dirundung abadi

Di kutub yang lain


Deru mesin dongfeng35 bersahutan menggema
Bertengger dan berderet di lanting-lanting tepian Kahayan
Asap putih menyembul bersama dari pembuangan
33 Pabrik penggergajian kayu umumnya berskala kecil dan menengah
34 Penggergsjian kayu gelondongan umumnya berskala besar
35 Merek mesin penyedot pasir yang masyhur di kalangan penambang semi modern.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


31

Asap putih terbang bersama membuat formasi


Langit hitam pekat tertutup asap bekas gas buang

Pasir, lumpur, dan batu dikeruk di dasar batang air


Pohon di bantaran lenyap hingga abrasi menghantui
Air pekat, keruh tak ada kehidupan
Matahari enggan membagi sinarnya di sungai Kahayan

Ikan-ikan berenang di kegelapan


Pertumbuhan fitoplankton terhambat
Kandungan oksigen tercabik
Ikan-ikan kecil berenang sekarat
Kepunahan ikan mengancam pasti

Ratusan miligram merkuri berhambur di air sungai pekat


Hanya partikel mematikan yang siap menerkam
Insang-insang ikanpun tak lagi merah menyala
Begitu pucat terpapar partikel pemusnah denyut kehidupan
Lumut dan ganggangpun tak lepas dari cengkeraman merkuri

Di seberang sana terlihat buldoser angkuh mengibaskan belalainya


Terus menderu mengais pasir emas di kubangan
Dilepasnya sekubik pasir di ujung talang
Perlahan pasir mengalir jatuh melalui talang berlandaskan kasa
Buliran emas terpisah dan jatuh bersama pasir poyak36di asbok37

Di sebuah kuali pasir poyak dan buliran emas dikumpulkan


Di kuali itu pula merkuri dicurahkan
Pasir koyak diaduk agar terpisah dengan buliran-buliran emas
Perlahan emas memisah dan menggumpal menjadi satu
Kain bersih disiapkan, emas yang menggumpal diperas memadat
Lepas emas memadat lantas dibakar
untuk mendapatkan kekerasan dan warna
36 Pasir yang memiliki kandungan emas rendah.
37 Istilah di kalangan penambang yang mengacu pada sebuah karpet yang menyangga pasir
koyak dan butiran emas.

Jerit Kahayan
32

Kahayan tidak lagi bersinar sebagaimana kejayaannya dulu


Pascakemerdekaan Kahayan tak lagi menjadi pusat peradaban
Pascakemerdekaan sungai Kahayan tidak lagi pusat kehidupan
Pascakemerdekaan rakyat sulit mendapatkan uang

Pascareformasi sawit datang bersegera


Mengubah belantara menjadi hamparan kebun
Akar sawit telah merenggut air dengan serakah
Cadangan air Kahayan menyusut tak terkendali

Sawit datang menjelma menjadi predator air


Kahayan tergerus dangkal tak terperi
Suku Dayak di tepian Kahayan menjadi terdampar
Karena oknum spekulan sawit nakal tak terbatasi

Kahayan pascareformasi semakin gemerlap oleh pemodal


Rakyat kecil tersisih dan terasing
Menjadi pekerja feri penyeberangan, bukanlah pilihan
Menjadi pengumpul tandan sawit adalah kenyataan

Di kutub yang lain, gemericik air


Kahayan tak lagi menghibur kesedihan
Pasang air Kahayan tak lagi ditunggu anak lanting
Yang melompat kegirangan dari ketinggian pohon dan batu cadas

Surut air Kahayan di musim kemarau


tak lagi ditunggu Tambi, Bue’, Mina, dan Mama’
untuk mencari ikan baung, seluang, lais,
dan papuyu yang muncul di permukaan

Surutnya air Kahayan tak lagi menjadi


atraksi udang galah melompat
kegirangan di atas permukaan air

Jejak Jerit di Tambun Bungai


33

Jika kau tak lagi mengenal dan paham kata lanting dan batang
Jika kau merasa asing dengan deru mesin kelotok38
Jika kau tak lagi mendengar derik mesin ketinting39
Jika kau tak lagi mendengar derak ujung jukung40 memecah riak
gelombang
Maka beristigfarlah la ila ha illallah sebagaimana orang akan
meninggal
Karena itu, adalah ayat-ayat kematian sungai Kahayan

Jika kau tak lagi melihat anak-anak bermain di tepian batang


Jika kau tak lagi melihat lalu lalang rombong41di alur Kahayan
Jika kau tak lagi melihat ritual beras kuning
dihamburkan ke udara di tepian Kahayan
atau tak lagi melihat sesaji disuguhkan di tepi aliran Kahayan
Makamenangislah, karena hal itu sebagai tanda
Kahayan telah mati ditelan peradaban yang congkak

38 Perahu bermesin yang beratap dengan ukuran sedang.


39 Perahu kayu kecil yang bermesin kecil.
40 Perahu kayu kecil tak bermesin.
41 Adalah Jukung yang telah dimodifikasi dijadikan sebagai media menjajakan makanan,minuman
dan sayur mayur.

Jerit Kahayan
34

IMAM QALYUBI,
atau juga dikenal sebagai Daun Lontar,
tinggal di Palangka Raya, Kalimantan
Tengah. Menamatkan pendidikan
S-3 Ilmu LinguistikUniversitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. Sekarang menjadi
staf pengajar di Program Studi
Bahasa Inggris dan Program Magister
MK Multikultural IAIN Palangka Raya.
Kalteng.

Selain menjadi Ketua Himpunan Sarjana Kesusasteraan


Indonesia (HISKI) Komisariat Kalteng, Imam aktif sebagai Ketua
Pusat Studi Lingkar Borneo IAIN Palangka Raya, Ketua Komunitas
Budaya, Seni dan Bahasa Komunitas Daun Lontar (Berbadan
Hukum)

Ragam Kegiatan Khusus Dunia Sastra, di antaranya sebagai


Pemakalah dalam Persidangan Antar Bangsa Alam dalam
Kesusasteraan,16-17 Juli 2010, Universiti Sains Malaysia Penang.
Lalu pemakalah dalam Persidangan Linguistik Asean ke V , Warna-
Warni Linguistik ASEAN: 21-22 Desember 2011,Penyelidikan
dan Pemantapan Korpus Ilmu. Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala
Lumpur Malaysia.

Ia juga pernah diundangGAPENA (Gabungan Penulis Nasional


Malaysia) dalam Sempena 500 Tahun Kota Malaka Malaysia, 29-4
April 2012. Pernah menjadi pemakalah dalam Seminar Tradisi Lisan
Serantau di Universitas Sains Malaysia (USM) Penang Malaysia,
21 Juli 2016. Ia juga menjadi pembicara dalam 1st International
Conference of Historiographical Literature (HISTIC2017) Kuantan
Malaysia, 6-7 Mei 2017.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


35

Sebagai pemakalah dalam Konferensi Internasional


Kesusateraan (KIK) XXIV dan Munas HISKI X Sastra dan Humanity,
Bengkulu 28-30 September 2017, sebagai pemakalah dalam
Seminar Internasional Lisan –X “Memory and Tradition for Better
Future” Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Mataram Lombok, 25-28 Oktober
2017.

Sebagai Pembicara dalam Seminar Nasional Sastra 2017


“Sastra Daerah untuk Penguatan Nilai-nilai Karakter Kebangsaan
dan Ke Bhinnekaan, Di IAIN Palangka Raya, 22 April 2017. Selain
itu, puisi-puisinya masuk dalam Nyanyian Gerimis, Antologi Puisi
Penyair 14 Kota, Bandar Publishing Aceh (2017).

Jerit Kahayan
Lukman Juhara
Jejak Sumigran, Jejak
Transmigran
37

PRAWACANA

Sumigran adalah transmigran pecinta lingkungan yang bekerja


keras membuka lahan untuk mengubah nasib sekaligus mengubah
hutan menjadi lahan pertanian di Kalimantan Tengah. Bersama
masyarakat transmigran lainnya ia bekerja keras. Mereka juga
bekerja sama dengan warga lokal meretas jalan untuk membuka
daerah terisolasi agar mudah dilalui oleh semua pihak. Selain
untuk memudahkan transportasi agar mudah menjual hasil bumi,
memperoleh akses kesehatan, dan memudahkan pendidikan anak-
anaknya di kota terdekat.

Upaya Sumigran tidak selalu berjalan mulus. Banyak kendala


yang dialami. Selain faktor alam yang berat untuk ditaklukkan,
minimnya fasilitas dari pemerintah juga menyebabkan sebagian
warga transmigrasi menyerah. Sebagian dari mereka meninggalkan
daerah transmigrasi kembali ke daerah asalnya meski tidak memiliki
kepastian pekerjaan. Sebagian lagi kabur untuk merantau mengadu
nasib di berbagai kota.

Perjuangan Sumigran semakin berat. Warga transmigran


sering menjadi sasaran janji manis para calon politisi yang berambisi
duduk di DPR atau menjadi kepala daerah. Janji akan dibangun
akses dan sarana di lokasi transmigrasi hanya menjadi ajang pesta
sesaat menjelang pesta demokrasi yang tak pernah terbukti. Berkali
diingkari, berkali-kali percaya janji, dan berkali-kali lagi gigit jari.

Kondisi ini semakin parah ketika para transmigran dianggap


penyebab kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kabut
asap karena membuka lahan pertanian dengan cara membakar.
Padahal, masih ada pihak lain yang sesungguhnya lebih besar
dalam mengeksploitasi hutan, yaitu ekspansi perusahaan kelapa
sawit. Pertentangan pendapat pun terjadi. Apalagi masyarakat
setempat yang sering dirugikan juga ada yang menyuarakan
keberatan terhadap program pemerintah yang dianggap kurang

Jejak Sumigran, Jejak Transmigran


38

mengakomodasi semua pihak. Oleh karena itu, moratorium terhadap


program transmigrasi pun sempat dilakukan meskipun program ini
juga diyakini sebagai upaya memperkuat integrasi bangsa.

Sumigran terus berjuang untuk yang terbaik bagi semua.


Kelestarian lingkungan harus, dijaga. Seluruh lapisan masyarakat dan
semua pihak tidak boleh ada yang dirugikan. Kelestarian lingkungan
dan kebersamaan semua anak bangsa adalah mimpi yang harus
diwujudkan.*

Jejak Jerit di Tambun Bungai


39

Lukman Juhara
JEJAK SUMIGRAN, JEJAK TRANSMIGRAN

Inilah kisah di sebuah negeri


Tentang penduduk miskin berdesak-desak
Di Pulau Jawa tak terlampau luas
Seperti kapal tua terus dijejal muatan
Hidup berjubel tanpa masa depan
Tak cukup lahan, cemas soal pekerjaan
Lahan bertani menyusut karena
waduk dan bendungan dibangun

Ya, walau kehadirannya demi pengairan


sawah-sawah yang kian menyempit
Kampung-kampung derita tergusur
Para penduduk mesti berhijrah

Bedol desa1 menggendong kenangan leluhurtercinta


Program transmigrasi2 ratakan pembangunan
Tak bisa dinikmati di tanah kelahiran

Baiklah membangun di tanah seberang


Baiklah meneruskan perjuangan di tanah impian
Biarlah berpindah demi kesetiaan

1 Transmigrasi bedol desa adalah transmigrasi yang dilakukan secala massal dan kolektif
terhadap satu atau beberapa desa beserta beberapa aparatur desanya pindah ke pulau
yang jarang penduduk. Biasanya transmigrasi bedol desa terjadi karena bencana alam yang
merusak desa tempat asalnya. Lihat http://www.organisasi.org/1970/01/pengertian-macam-
jenis-tujuan-transmigrasi-penduduk-mobilitas-dari-suatu-daerah-padat-ke-pulau-sedikit-
penghuni-geografi-html#.WjWYuzJ8qf0
2 Transmigrasi sudah lebih dari 100 tahun berlangsung sejak 1905 saat pemerintahan kolonial
Belanda dengan tujuan memindahkan penduduk Pulau Jawa ke pulau-pulau lain dan
kemudian usaha tersebut dilanjutkan oleh pemerintah RI dengan suatu program berskala
yan setiap tahunnya memindahkan ribuan keluarga. Lihat http://materiilmupintar.blogspot.
co.id/2013/05/transmigrasi.html.

Jejak Sumigran, Jejak Transmigran


40

Biarlah tunduk pada kebijakan


Mungkin ini partisipasi bisa disemaikan
Hijrah jadilah ketetapan

Hidup miskin di kampung halaman


Meniti hidup dalam kekurangan
Tersisih dalam persaingan
Tiada kepastian dalam kesehatan, pendidikan,
Lemah dalam soal pangan, sandang, papan
Tak yakin meniti masa depan
Dalam desakan kebutuhan hidup sehari-hari

Kumpul bersama memang mencipta bahagia


Namun, berkumpul tanpa bahagia hanya menimbun derita
Apalah arti pepatah “Mangan ora mangan asal ngumpul”3
Jika makan adalah kebutuhan yang tak bisa tergantikan
Apalah artinya tinggal sekampung dengan sanak kerabat
Jika derita dan kekurangan terus menjerat
Apalah artinya tetap bersama
Jika terus bernapas dalam nestapa

Orang-orang menaruh harapan di awan tinggi


Ada hasrat diri pada perubahan
Karena nasib harus diperjuangkan
Kalau tidak sekarang
Tak akan pernah entah sampai kapan

Bukan tak cinta kampung halaman


Mesti pergi mengusung kerinduan
Hidup berdesakan dalam kepadatan
Nasib tak jelas inginkan perubahan
Ekonomi keluarga harus ditingkatkan

3 Konsep orang Jawa yang mengatakan “mangan ora mangan asal kumpul” dianggap dapat
menghambat program transmigrasi karena transmigran cenderung terikat dengan daerah
asal karena adanya kekuatan sentripental daerah yang kuat ….Lihat http://materiilmupintar.
blogspot.co.id/2013/05/transmigrasi.html.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


41

Menjadi transmigran adalah pilihan


Impian mesti diperjuangkan
Karena hidup di tengah kekurangan
Menjadi beban persoalan

Bukan karena tak cinta kampung halaman


Apalah daya musibah menghantam
Makin minim lapangan kerja
Ditambah bencana yang mendera
Kekeringan dipanggang kemarau
Tenggelam dilimbur banjir
Terlilit musim paceklik
Luluhlantakkan segala
Berpikir dingin hal yang bijaksana

Sumigran menghampar peta usang Nusantara tercinta


Ia melihat ribuan pulau terpencar
Ia melihat lautan luas menyatukan
Ia menatap tajam Pulau Jawa yang kian padat
Sawah-sawahterus berkurang
Pabrik dan gedung-gedung bertumbuhan
Sementara pulau seberang
luas hutan dalam kesunyian

Keluarga kecil buruh tani, itulah Sumigran


Usianya muda, istrinya juga muda,
anak satu berusia lima tahun
Hidup jadi buruh tani di kampung kelahiran
Upah harian sekadar penopang hidup
Dibayar sehari habis sehari
Sementara tuntutan perut mesti diurus
Soal tinggal boleh saja sebatas gubuk
Ihwal pakaian selembar dikenakan,
selembar di jemuran

Jejak Sumigran, Jejak Transmigran


42

Anaknya yang masih kecil harus berkembang


Tak sekadar penerus nasib getir dirinya

Sawah-sawah kian menyempit


Proyek-proyek pembangunan justru melebar
Peluang buruh tani semakin sempit
Makin melebar kekhawatiran
Traktor pembajak sawah terus hadir
Buruh upahan perlahan terusir
Sumigran pun mulai terpinggir
Sementara kebutuhan hidup tak bisa hanya dipikir
Haruskah ia bertahan menanti keajaiban takdir?

Saat musim kemarau panjang


tiba derita kian meradang
Sumigran memang tak sendiri
Ada puluhan nasib yang sama menanti
Dalam hidup yang tidak pasti
Musim paceklik tiba nestapa mencekik
Sawah kering tak perlu buruh penggarap
Pemilik sawah menjual tanah liat untuk digali
Pabrik-pabrik genteng dan batu bata membelinya
Sumigran bersahaja, tegar jiwanya
Beralih jadi penggali tanah liat tanpa pilihan
Demi asap dapur agar mengepul
Karena susu anak mesti dibeli
Tak bisa hanya berdiam diri

Apalah nasib buruh harian


Keringat kerja langsung terbayar
Untuk hidup hari ini
Besok pagi harus kembali
Memeras keringat tiada henti
Sekadar penjamin hidup ini hari
Jika tiada cermat berhemat

Jejak Jerit di Tambun Bungai


43

Sungguh kerja berbalas nasi sesuap


Untuk sendiri, istri, dan anak semata wayang tercinta

Sunyi malam bertabur bintang


Bagaikan intan gemerlap
Jika itu dapat ditambang
Dan Sumigran punya sayap untuk mengambilnya
Akan dia bawa beberapa karung goni lusuh
di dapur untuk cadangan alas tikar
Lalu ia pungut bintang-bintang itu
Segumpal-segumpal akan ia jejalkan
Lalu ia ikat dengan hati-hati
Turun ke bumi
Mendapatkan emas bintang

Sumigran menatap tanpa kedipan


Ternyata ia mengkhayal
Ia membayangkan
Betapa mudahnya impian
Dalam sepi ia berpikir
Dalam sunyi ia merenung:
“Mestikah aku bertahan dalam kekurangan
Haruskah bertahan dalam keterbatasan
Mestikah harus penuh menjalani hidup sebagai buruh upahan?
Lihatlah, kebutuhan hidup tak mungkin dihentikan
Tengoklah si bocah semata wayang kian besar
Tak lama lagi masuk sekolah
Ingatlah nanti jika istri tercinta mengandung anak kedua.”

Inilah awal sebuah keberangkatan


Diskusi keluarga dan sanak saudara
Putus bulat pikiran, karena hidup
tak sebatas tinggal bersama handai tolan
Bumi nusantara luas ladang persemaian
Bebas memilih tinggal di seantero negeri

Jejak Sumigran, Jejak Transmigran


44

Keberuntungan mesti dicari


Walau keluar kampung

Setelah pertimbangan diputuskan


Mendaftarlah sebagai transmigran
Bersama getaran akan perubahan
Berangkat Sumigran dan rombongan
Membawa harapanke seberang lautan
Mengusung nasib ke Pulau Kalimantan4
Merajut harapan di tanah impian

Biarlah kampung halaman ditinggalkan


Bukan berarti melupakan
Biarlah handai tolan kini berjauhan
Hati tetap akan mengenang
Biarlah catatan musibah tetap dikenang
Agar berkah kelak digenggam

“Sanak saudara di daerah baru


akan bermunculan, kenalan bertambah
warga setempat sahabat erat,” batin Sumigran

Penjuru Jawa lengkaplah asal transmigran


Ragam latar nasib perkaya persaudaraan
Buruh tani tanpa lahan garapan
Pedagang kecil sekadar kembali modal
Pegawai kecil gaji pas-pasan
Buruh pabrik harian upahnya pengganti kelelahan
Pekerja serabutan berebut bongkar muatan di kemelut pasar
Barisan penggangguran yang lama mendamba kerjaan
Gelandangan dan pengemis yang mau mengusir kemalasan
4 Pulau Kalimantan adalah salah satu pulau besar di wilyah NKRI. Bahkan pulau ini juga terbesar
ketiga di dunia setelah Greenland dan Pulau Papua. Pulau Kalimantan yang kini memiliki 5
provinsi, yakni Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, dan Kaltara merupakan salah satu pulau yang
menjadi daerah tujuan transmigrasi. Pulau lain yang juga menjadi daerah tujuan transmigrasi
adalah Sumatra, Sulawesi, dan Papua. Lihat https://indonesiakitakaya.wordpress.com/pulau-
kalimantan/sejarah-pulau-kalimantan dan https://id/m.wikipedia.org/wiki/Transmigrasi

Jejak Jerit di Tambun Bungai


45

Sumigran bersahaja berpikir sederhana


Kerja keras adalah keharusan
Membuka lebat hutan
Menjadi ladang harapan
Menaklukkan semak samun pepohonan rapat
Menjadi lahan produktif
Dengan sekeras tenaga sekuras keringat

Pastikan cukup jaminan hidup5 sembako


Untuk satu setengah tahun
Di tengah perjuangan menaklukkan belantara
liar dan belum siap pakai

Sembako dibagi gratis setiap bulan


Adalah energi yang harus dimanfaatkan
Beras dolog6 terkadang jamuran
Bau apak tak terasakan
Perut terisi dan bangkitkan tenaga itu yang penting
Ikan asin lima kilogram dalam sebulan
Asupan energi tanpa kata bosan

Lahan berat mesti ditaklukkan berbekal semangat kerja


Lihatlah, peralatan kerja bantuan penguasa
Parang, gergaji, dan cangkul dengan kualitas yang minim
Majal, lemah, dan mudah melengkung patah
Bagaimana kampak menumbangkan ratusan tunggul kokoh
Tangkai retak, tangkai berderak, tangkai patah
Bagaimana parang tumpul menebas rimbun
rumpun gelagah setinggi atap rumah

5 Transmigran mendapat jaminan hidup (jadup) berupa bahan makanan pokok selama 12 bulan
untuk lokasi transmigrasi lahan kering dan 18 bulan untuk lokasi transmigrasi lahan basah atau
daerah pasang surut. Lihat http://www.tribunnews.com/nasional/2016/04/20/diberi-fasilitas-
gratis-6-ribu-kk-berpeluang-jadi-transmigran-tahun-ini
6 Beras dolog (depot logistik) adalah beras yang biasanya cukup lama tersimpan di depot-depot
logistik sehingga ketika dibagikan kepada masyarakat (transmigran) kondisi beras sudah
kurang baik, seperti berbau apak, berjamur, dan berulat.

Jejak Sumigran, Jejak Transmigran


46

Tak kuat menahan keras batang


pepohonan yang mesti ditebang

Aduhai, sungguh mengundang kecewa


Alangkah, sungguh menuai resah
Apakah pantas alat tak layak
Jadi penakluk lahan keras dan luas
Apakah pas alat kerja keras
Lemah begini rupa

Bertanya kepada kepala UPT7 tak paham jawaban


Pertanyaan tinggal pertanyaan
Tetap penasaran tanpa kejelasan

Sumigran berpikir, transmigran berpikir


Entahbagaimana pengambil kebijakan berpikir
Membagi alat jauh dari layak
Transmigran tak paham soal proyek pengadaan
Mereka tak tahu soal ketidakberesan penyaluran
Mereka hanya tahu terima peralatan
siap mengalahkan kerasnya lahan belukar

Ada yang tegar berhadapan tantangan besar


Ada yang keras didera panas
Ada yang gigih walau tertatih
Ada yang pantang menyerah walau tenaga terperah
Ada yang bersemangat walau terperas peluh keringat

Bagi mereka hidup mesti diperjuangkan


Kerasnya alam mesti ditundukkan
Dengan segenap tenaga beriring doa

7 UPT adalah singkatan dari Unit Permukiman Transmigrasi yang merupakan satuan permukiman
transmigrasi yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan usaha transmigran yang sejak awal
direncanakan untuk membentuk suatu desa atau bergabung dengan desa setempat. UPT ini
dipimpin oleh seorang kepala UPT yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Lihat Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No: PER.22/MEN/10/2007

Jejak Jerit di Tambun Bungai


47

Juga tekad tanpa kamus putus asa


Tiada peduli soal hasil tiada menentu
Proses kerja harus diikhtiarkan tanpa jenuh

Kaki sudah menapakkan langkah


Jejak sudah ditinggalkan
Kampung halaman tetap dirindukan
Semangat tak boleh lemah karena keadaan
Harapan harus menjadi kenyataan
Maka perjuangan tak boleh dihentikan

Tidak semua tahan dalam kesulitan


Tak semua tegar dalam derita
Tak semua sanggup terus berusaha

Ada yang bosan dalam ketidakpastian


Di tengah lahan berat lambat menghasilkan
Dalam gerah yang terus menggelora pada siang mendera
Dikepung dengung nyamuk liar malam yang merubung
Luruh tekad, luruh semangat, luruh mimpi di sini
Jatah ransum hidup berbatas waktu
Satu setengah tahun di lahan pasang surut

Belum cukup hasil tanam dipetik


Belum sempat lumbung terisi
Sedang perut tetap menuntut diisi
Sedang nasib terus dibangun mimpi

Apalah arti bertahan di permukiman


Apalah arti bertanah dua hektar
Jika lahan tak tawarkan kesuburan
Air asam rawa gambut tak mudah menjadi tawar
Rasa getir di lidah, luruhkan harapan bertahan

Jejak Sumigran, Jejak Transmigran


48

Hama singgah silih berganti merusak mimpi


Sedang hasil dinanti tanpa pasti

Sumigran gagu menggenggam impian


Pikirannya menjerat asa agar tetap bertahan
Baginya hidup adalah tantangan. Tiada harapan
langsung menyulap kenyataan
Ujian mesti setia dijalani. Seperti arus sungai
setia mengalir. Para sahabat dijabat erat. Ditahan
diteguhkan agar tak kabur dari permukiman:
“Tiada bahagia tanpa berawal derita. Tiada
sejahtera tanpa kerja nyata.”
Berbuih mulut Sumigran merangkai kata
Bertulus ia mengelus. Berulang mengajak
berikhlas tanpa balas diharap

Tapi, ingatlah. Hidup itu pilihan


Tiada cegahan tiada paksaan
Biarlah mereka tentukan jalan
Karena alam terbuka luas
Ada kawan telah tentukan lain jalan
Ada teman pastikan pilihan
Keputusan atas nasib banyak pilihan

Entah berapa sahabat pergi


Mengundi nasib pada waktu yang berputar
Mereka melangkah pada tapak
yang membekas segala arah
Kota besar yang gemerlap
Pabrik kayu lapis menjanjikan upah pasti
perusahaan sawit yang lekas menabur duit
Meski akhirnya berakhir PHK
karena pengurangan tenaga kerja

Jejak Jerit di Tambun Bungai


49

Ketika pesta kampanye8lima tahun sekali


Para politisi turun ke desa transmigrasi;
berbagi janji
Kasak-kusuk menyebar kepentingan
Ramah tamah menabur janji
Murah meriah hiburan dipentaskan
Artis-artis didatangkan
Uang recehan dihamburkan
Untuk menghibur dan meninabobokan
Entah dananya dari mana:
Dana pembangunan atau dana kepentingan?

Haus hiburan digembirakan sesaat


Pesta pora sekejap
Pentas hiburan sebentar
Mengayunkan anggukan ketika para politisi berucap:
“Sungguh, kami hadir karena kalian
Kami tampil berkat dukungan
Jika terpilih, akses jalan akan diaspal
Fasilitas pendidikan dilengkapi
Transportasi dipenuhi
Tak perlu berlelah menjual hasil bumi ke kota
Akan ada yang menjemput jerih keringat kalian.”

Lalu sambungnya lagi:


“Kalian harus sejahtera
Kalian adalah pahlawan pembangunan
Telah berpuluh tahun membuka hutan
Rela tinggalkan kampung halaman
Demi pemerataan pembangunan.”

8 Pada saat menjelang Pemilu, para calon kepala daerah atau calon anggota dewan ada yang
melakukan kampanye di desa transmigrasi. Warga transmigran menjadi sasaran janji-janji
kampanye. Kondisi ini memungkinkan adanya penyimpangan dana desa untuk kepentingan
politik.Lihathttp://nasional.kompas.com/read/2015/11/05/17124941/Menteri.Marwan.Dana.
Desa.Bukan.Dana.Kampanye.untuk.Pilkada

Jejak Sumigran, Jejak Transmigran


50

Sumigran menyeka keringat di hari yang panas


Dengan punggung tangannya yang juga berkilat
Tawaran untuk menjadi tim sukses selalu ditolak,
“Aku bukan orang pandai, tapi aku juga tak mau dibodohi
Aku bukan orang politik, tapi aku tak mau dipolitiki.”

Lihatlah Sumigran tetap bekerja


Beriring jejak rekan senasib, sahabat seperjuangan
Mereka tetap berupaya
Mengayunkan parang menebas belukar
Memutar tajak membabat rerumputan
Membenamkan cangkul membalik tanah

Tak hendak ia mencampuri urusan politik


Tak hendak ia memaksa rekan-rekan transmigran
Untuk percaya pada manis janji-janji
Ia tetap bekerja
Biarlah orang menilai
Menemukan jawaban dan bukti
Meraih pengalaman dan merengkuh pembelajaran

Apa yang terjadi setelah pesta berakhir


Transmigran ditinggal dan dilupakan
Jalan layak tak segera terwujud
Hancur berkubang tatkala hujan
Koyak berdebu tatkala kemarau

Kemana janji politisi yang kabur


Setelah suara dan kursi diraup
Kemana janji politisi yang takabur
Setelah kedudukan direngkuh

Waktu berlalu mencatat jejak-jejak


Suara-suara menghentak di mana-mana
Melempar tudingan yang mendera

Jejak Jerit di Tambun Bungai


51

Warga transmigran pembuat gara-gara


Hutan terbakar membuat langit kelam
Lahan terbakar mencipta asap

Maka suara sumbang mencerca transmigran:


“Biang kebakaran hutan, perusak lingkungan
Transmigran gratis biaya hidup
Lahan tanah gratis. Alangkah enaknya.”

Mengapa harus cemburu sesama anak bangsa


Mengapa harus iri sesama anak negeri
Bukankah semua boleh menanam bakti

Itu kata segelintir orang saja


Belum paham benar program transmigrasi
Jadi nyinyir termakan provokasi
Entah dari mana tiupan tak sedap
Mendengus mengembus-embus

“Transmigrasi hanya merusak lingkungan


Lahan subur menjadi tandus
Hijau hutan menjadi padang ilalang
Mereka membabat
Mereka membakar
Mereka merusak
Langit biru berubah hitam
Udara cerah berubah suram
Udara bersih berubah penuh polusi
Transmigran harus ditegur keras,” kata suara miring

Transmigrasi pun dievaluasi

Jejak Sumigran, Jejak Transmigran


52

Kebijakannya ditinjau ulang


Programnya terkena moratorium9

Sumigran mengernyit melihat catatan jejak


Mungkin perlu diingat lembaran suram
Dari sebuah kegagalan besar
Tapi apakah elok transmigran disalahkan?

Kisah berhektar-hektar lahan dibuka


Megaproyek yang pernah bergaung diagungkan
Berjuta hektar hutan dibabat dengan misi ambisi
Kerja besar dikejar tanpa pemahaman
Terlalu mengawang misi dijalankan
Menjadi gelembung raksasa yang beterbangan

Bagaimana mungkin target dipaksakan


Bagaimana mungkin program ditekankan
Jika tanpa renungan
Jika tanpa analisis logis
Jika tanpa pertimbangan

Apakah kacamata orang-orang bijak turut rabun


Tak lihat proyek dari sisi budaya
Tak lihat proyek dari sisi sosial
Bukankah begitu beragam berjuta berbeda
Mesti dipandang cara tak sama
Bukankah masalah sosial setiap daerah begitu beragam
Mesti dipandang bukan mata terpejam
Bagaimana mungkin proyek megabesar

9 Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah memutuskan untuk melakukan moratorium


(penundaan sementara) program Pemukiman Tramsmigrasi Baru (PTB) berikut penempatannya
di seluruh wilayah itu mulai 2014. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menata kembali
transmigran yang sudah ada. Moratorium ini juga didasarkan atas masalah yang berkembang
di tengah masyarakat terkait kehadiran warga transmigran, seperti kepemilikan lahan yang
tumpang tindih, masalah sertifikat lahan transmigrasi, hingga adanya kecemburuan sosial
penduduk asli. Lihat https://nasional.tempo.co/read/460900/kalimantan-tengah-moratorium-
transmigrasi

Jejak Jerit di Tambun Bungai


53

Lahan gambut sejuta hektar10


Mesti dibangun dengan kerja gusar
Bagaimana mungkin sebuah cita-cita besar
Harus ditegakkan dengan sepenuh gusar
Perencanaan lahan tanpa kematangan
Perancangan lahan tanpa kepastian
Penggarapan lahan tanpa kesungguhan
Adakah hasil selain pemborosan
Adakah hasil selain kemubaziran
Adakah hasil selain kelelahan
Adakah hasil selain kesia-siaan

Lihatlah wajah lelah dan gundah


Peluh luluh mengalir mengaduh
Tenaga luruh seperti sendi yang lumpuh

Mengapa harus cemburu sesama anak bangsa


Mengapa harus iri sesama anak negeri
Bukankah semua boleh menanam bakti

Waktu berputar terus


Berpuluh tahun berlalu
Lihatlah bukti jangan mencaci
Lihatlah fakta jangan mencerca
Transmigran setia bersemangat tinggi
Tanpa pamrih membangun negeri
Transmigran perkasa terus bekerja
Membangun bangsa tak kenal menyerah

“Kami membakar untuk menyuburkan


Abu bakaran adalah pupuk alam
10 Proyek Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar yang dilaksanakan di Kalimantan Tengah dinilai
gagal. Menurut staf ahli Menteri Percepatan Pembangunan Wilayah Timur, Rosyid M.,
ketidakberhasilan lahan gambut untuk padi ini sudah terjadi mulai pelaksanaan proyek, yakni
perencanaan dan perancangan, tahap pelaksanaan, dan terakhir tahap pemberdayaan lahan.
Selengkapnya lihat https://nasional.tempo.co/read/20664/proyek-lahan-gambut-sejuta-
hektar-gagal

Jejak Sumigran, Jejak Transmigran


54

Agar singkong dan sayur tumbuh subur


Tak mungkin kami berharap
bantuan pupuk yang cukup layak
Adakah kalian bisa mengerti
Kami membakar untuk mengusir hama
Supaya tikus tak lagi menjarah
Kabur menjauh tidak kembali
Tak mungkin kami berharap banyak racun hama
Adakah kalian bisa mengerti?”

Indahnya mengapresiasi bukan memprovokasi


Eloknya menghargai bukan mencederai
Lihatlah mereka bekerja segenap asa
Bergelut dengan belukar
dan malang melintang batang-batang pepohonan
Tanah rawa gambut tak mudah ditaklukkan
Akal dan daya ditumpah tanpa putus asa
Karena perubahan mesti diperjuangkan

Pohon-pohon ditebang membuka jalan


Batang-batang disusun ditumpuk menjadi bantalan
Pondasi jalan di lahan basah lalu ditimbun dengan belukar
Tanah gambut kanan kiri digali menjadi penutup
Jadilah jalan darurat menembus lokasi
Jalan kaki dan sepeda bisa berlalu
Meski kering berdebu kala kemarau
Dan lengket becek saat hujan
Tapi inilah buah perjuangan
Terlalu lama kalau berharap perhatian
Tak perlu menganggap penguasa lamban
Tak perlu menuding politisi pandai berjanji

Para transmigran mesti bernyali


Membanting tulang tanpa pamrih
Biarlah suara sumbang padam sendiri

Jejak Jerit di Tambun Bungai


55

Kelak dunia juga mengerti


Siapa suka menggulir provokasi,
siapa mengukir prestasi
Siapa pula gemar menebar isu
Siapa pula yang berbakti untuk negeri

Sumigran merenung, ia bertanya


pada teman-teman seperjuangan
Mengapa transmigran dituding pembakar hutan
Mengapa transmigran dituding merusak lingkungan
Tidak bolehkah membakar rumput sekadar membersihkan
Tidak bolehkah membakar sisa tebangan untuk membuat arang
Tidak bolehkan membakar jerami sekadar penerang malam
Tidak bolehkah membakar singkong sekadar untuk sarapan
Tidak bolehkah membakar arang
sekadar penghangat malam dan pengusir nyamuk

Silang pendapat malang melintang


Pro dan kontra berhamburan
Masyarakat transmigran tak hendak ambil pusing
Mereka bekerja ikhlas tak kenal lelah
Mengukir jejak-jejak kerja
Soal kebijakan penguasa bukan urusannya
Menjadi transmigran bukan kehendak diri semata
Kebijakan penguasa juga menggiringnya

Sumigran tak mau terlibat adu pendapat


Tetap bekerja lebih cermat
Baginya bukti yang berbicara
Siapa bekerja siapa hanya bersilat lidah
Ia rangkul semua yang bekerja
Ia gandeng menapak jejak berkarya
Ia ajak semua bersatu
Tak pandang suku tak pandang bulu
Tak pandang budaya tak pandang agama

Jejak Sumigran, Jejak Transmigran


56

Tak pandang tua tak pandang muda


Tak pandang tuan tak pandang tamu
Semua mesti menyatu padu

Sumigran berjuang tidak sendiri


Ia bekerja sama dengan siapa saja
Tak pernah membeda tak pandang sebelah mata
Karena semua orang berpijak di negeri yang sama
Karena semua anak bangsa harus berkarya
Asal usul bukan masalah
Kita semua satu negeri
Kita adalah putra sebangsa
Tak lihat pelosok atau pusat kota
Membangun Indonesia dengan kerja

Berpuluh tahun ia bekerja


Berpeluh keringat ia tak kenal lelah
Transmigrasi boleh dipandang sebelah mata
Tapi ia jawab dengan karya
Segenap sahabat seperjuangan
pantang menyerah
Ia gugah terus bekerja
Enyahlah frustasi tanpa henti
Karena kehidupan mesti dimaknai

Lihatlah asap yang menyelimut langit kala kemarau


Lihatlah debu abu yang beterbangan memenuhi udara
Lihatlah api yang berkobar menjalar-jalar
Lihatlah satwa liar yang lari kian kemari

Langit birulah kembali


Berkaca pada kemilau hijau daun kelapa
Hamparan subur ladang yang menyulap semak samun
Rumpun jagung berbaris mekar berayun

Jejak Jerit di Tambun Bungai


57

Enyahlah kisah kabut asap pekat


Dari hutan yang membara
Dari lahan yang terbakar
Hijau alam mesti lestari sampai nanti

Berpuluh tahun menggiring waktu


Merajut usia menapaki masa
Pada tanda kerut wajah dan rambut memutih
Pada sang anak yang tumbuh dewasa
Pelanjut juang pembukti tercapai cita
Alih generasi terus mengalir
Beranak pinak tiada pupus
Anak transmigran kian tersebar
Sukses menapak di segala bidang
Melangkah gagah menarik pesan terbaik falsafah
“Di mana bumi di pijak di situ langit dijunjung”

Transmigrasi satukan anak negeri


Pahit manis caci puji telah dicecap
Dingin hujan angin telah dirasa
Panas terik kemarau berasap sudah biasa

Pada kepalan tangan yang mengeras ada cerita


Tentang semangat yang tetap baja
Pada telapak tangan
yang kukuh menebal ada kisah
Tentang tekad yang terus diasah
Pada kulit tubuh yang hitam legam
Catatan jejak tegar transmigran
Yang ditempa sengat matahari
Yang diuji serangan hama
Yang dihantam segala cobaan

Palangka Raya, 17 Desember 2017

Jejak Sumigran, Jejak Transmigran


58

LUKMAN JUHARA,
guru di SMAN 5 Palangka Raya,
Kalimantan Tengah. Di sela-sela
kesibukannya sebagai pendidik, ia 
menyempatkan menulis cerpen dan
opini untuk  media massa lokal.

Pernah meraih penghargaaan


sebagai juara 1 menulis pantun
dalam Sayembara Penulisan Naskah
Pengayaan yang diselenggarakan
Puskurbuk 2012. Masuk 25 pemenang
Lomba Mengulas Karya Sastra (LMKS)
2004 yang diselenggarakan Direktorat
SMA. Meraih medali perungggu
Olimpiade Guru Nasional (OGN) 2017 untuk mata pelajaran
Bahasa Indonesia yang diselenggarakan Direktorat Guru dan
Tenaga Kependidikan, Kemendikbud. Ia juga salah satu penerima
penghargaan sebagai Penggerak Literasi dari Balai Bahasa
Kalimantan Tengah 2017.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


Mohammad Alimulhuda
Pleidoi
60

PRAWACANA

Ulan harus menjalani persidangan karena dituduh telah


melakukan tindakan perusakan gudang dan ladang sawit di
perkebunan sawit yang tidak jauh dari kampungnya.

Ulan menolak itu semua, dia melakukan pembelaan karena


merasa dirinya memang tidak melakukan perusakan seperti yang
telah dituduhkan. Mana mungkin, dirinya yang tak tahu cara
mengemudikan traktor, tiba-tiba saja mampu mengemudikan
traktor dan mengobrak-abrik apa saja yang ada di perkebunan sawit.
Tak masuk diakal.

Namun bukti konkret dan para saksi telah menyatakan


bahwa Ulanyang melakukan perusakan gudang dan ladang kelapa
sawit. Ulan tetap dipersalahkan dan harus menjalani hukuman.
Tapi, bagaimana dengan para pemodal yang telah merusak dan
membakar hutan yang selama ini dijaga oleh warga kampung?

Jejak Jerit di Tambun Bungai


61

Mohammad Alimulhuda
PLEIDOI

Waktu terus berjalan


mengubah hari menjadi zaman
Ruang yang berisi bau dupa
mengantarkan cerita anak manusia
udara yang berhembus menyusup
ke dinding-dinding yang kokoh
menyelinap di antara panji-panji bangsa

[SATU]

Ulan namanya,
warga pinggiran kali dari pedalaman
terlahir dari rahim petarung sejati
Hutan adalah tempat penempaan jati diri,
mandau dan sampan menjadi pegangan
melukis warna kehidupan
Kesederhanaan adalah olah daya hidup utama
membangun kemandirian
menempa kepekaan

Ulan duduk di kursi pesakitan1


Wajahnya tunduk, tanpa kata
berhadapan dengan Hakim, Yang Mulia
Ia begitu tenang tiada dosa
mendengarkan tiap kalimat
dituduhkan pada dirinya

1 Sebutan lain bagi terdakwa yang menjalani persidangan

Pleidoi
62

Yang Mulia
membacakan duduk perkara
apa yang terjadi sebabnya
dalam ruang yang terkendali kata demi kata
dari catatan yang ada

Tawanya lepas tiada batas


di ruang yang berbatas
usai Yang Mulia membahas
alibi yang beralas
menjerat terpidana menjadi bagas

“Saya orang desa


tak tahu apa-apa,
yang saya tahu hanya
air dan ikan,
hutan dan hewan,
belantara dan ladang
Tangan ini tak pernah menyentuh kemudi
traktor tak tahu diri
Tangan ini tak pernah berkenalan
dengan buldoser
yang moncongnya angker

Dari mana caranya,


hingga tangan ini pandai mengemudi
meluluhlantahkan perkebunan dan hunian karyawan
Dari mana adanya,
hingga tangan ini mampu melawan
menerobos gerbang keamanan
Tangan ini hanya tahu kemudi perahu dan kelotok
peninggalan Apang

Ini keanehan,
ini kemustahilan,

Jejak Jerit di Tambun Bungai


63

ini mengada-ada, Yang Mulia,


dari tiada menjadi ada
dari dakwaan yang tak beralasan

Tawanya lepas tiada batas


di ruang berbatas
Polahnya beralas
dari reaksi tak beralas
menggelitik hati yang keras
menjadi geli tak berbatas
lepas, puas, bebas

Ketok palu dibunyikan


pertanda harap tenang
atas tingkah kegaduhan
Di ruang terkendali
siapapun harus mematuhi
aturan yang telah disepakati
bagi siapa saja yang turut menghadiri

Tersadar diri melewati batas aturan


mohon maaf disampaikan
atas perilaku yang kurang berkenan

Ulan kembali menata hati


mengatur irama denyut nadi
kepalanya ditengadahkan ke depan sekali
menatap Yang Mulia bertoga hitam tinggi

“Sekali lagi mohon maaf saya sampaikan


atas tingkah polah yang berlebih
karena berlebih pula apa yang dituduhkan
sehingga saya tak mampu menahan tingkah
mereaksi atas tuduhan yang diutarakan”

Pleidoi
64

Ulan memberi jeda, lalu lanjutnya:


“Baik Yang Mulia, akan saya jelaskan
Tetek tatum kami mengisahkan,
kisah-kisah kepahlawanan para leluhur
memperjuangkan harga diri
demi petak danum2 yang ditempati
Tutur kata nenek moyang
berlanjut turun menurun
menjadi dongeng pengantar tidur
Nenek moyang kami menyebutkan,
kampung kami adalah keberkahan
bagi warganya yang hidup dalam kesederhanaan
Apa saja yang ada disekitar
dapat diambil, diramu, dan dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan hidup,
kebun
ladang
hutan
dan mata air
kami pelihara untuk kelangsungan
Pada waktunya tiba
segala yang telah dinikmati
kami serahkan kembali ke bumi,
pantang bagi kami,
tanah dan hutan
sebagai warisan
yang dapat dibagi-bagi”

Udara yang berembus di ruang


membelai tubuh yang tenang
matanya menerawang ke depan
tangannya mengepal pelan-pelan

2 Petak danum dari bahasa Dayak Ngaju yang berarti tanah air

Jejak Jerit di Tambun Bungai


65

“Tiba-tiba orang asing datang


tanpa sapa, tanpa santun
memberi batas sekenanya
pada tanah-tanah leluhur
yang dipelihara sejak mula
Satu persatu patok didirikan
hingga menyempit tanah dan ladang
Nenek moyang kami mengajarkan
batas lahan dan ladang

adalah sejauh suara gong yang bisa didengar3


lantas kami batasi dengan pepohonan,
langsat, durian, atau rotan
menjadi pagar berladang
berhuma dilaksanakan
Tiada lebih kami gunakan
semua berdasar aturan
nenek moyang telah memberi wejangan
Tapi tidak demikian
orang-orang asing yang tak kami kenal4
membatasi tanpa aturan
melampaui batas pandang”

Udara berhembus di ruang


membelai tubuh yang tenang
matanya menerawang ke depan
kepalan tangan semakin digenggam

3 Salah satu cara masyarakat tradisional (adat) untuk mengukur tanah/lahan/lading miliknya
adalah diukur dengan sampai di mana suara gong dipikul terdengar. Atau ada pula yang
menyebut sejauh batu dilempar dan jatuh, di situlah ditanam untuk menandai lahan tersebut
milik seseorang.
4 Orang yang asing ini dimaksudkan sebagai pengusaha yang biasanya dikawal pihak penguasa
untuk menyabot lahan milik masyarakat—bahkan tanah ulayat—untuk dijadikan pabrik dan
sebagainya. Pencaplokan lahan seperti ini begitu marak pada saat rezim Soeharto, dan masih
“dipertahankan” hingga era reformasi ini.

Pleidoi
66

“Pada mulanya tak ada permasalahan


atas pematokan-pematokan di lahan-lahan,
namun usai tanda batas itu
entah keluar dari mana
di tengah belantara
di atas bukit-bukit
muncul keanehan
binatang berwarna kuning perak
membuat kepanikan
seisi hutan
Suaranya berdengung
bagai sekawan kumbang
menyerang lawan
yang menghadang

Sosoknya besar dipenuhi sisik keras dan kasar


di sekujur badan,
moncongnya lebar bertaring tajam
serupa gading, membuat merinding
bagi penghuni hutan

Tingkahnya serampangan
membuat onar
hingar bingar
bising, berdebam, dan berat.
Menggasak semak-semak sampai tunggak,
melindas tunas-tunas hingga tuntas,
bagai diterpa ribuan puting beliung
pohon-pohon tumbang tanpa ampun
Laksana diterjang selaksa bandang
batang-batang kayu hanyut hingga muara
seketika belantara porak-poranda
sepi tanpa suara
Karet
rotan

Jejak Jerit di Tambun Bungai


67

langsat
rambutan
padi
durian
tengkawang
tenggaring
yang kami pelihara sejak nenek moyang
lenyap hilang
Pandangan mata kami
tak berbatas, luas
memandang lepas”

[DUA]

Sedari tadi detak jantung Ulan tak beraturan


deru napas tersengal-sengal
menyimpan amarah terpendam
bagai magma tersimpan di perut
gunung berapisiap dimuntahkan
dan apinya menjadikan arang
Dihelanya napas panjang dan dalam
menenangkan diri mengatur irama
denyut nadi yang sempat menegang,
dibukanya pelan-pelan kepalan tangan
mengendurkan urat saraf agar kembali normal

“Tak lama kemudian ada kabar


sampai ke telinga
akan didirikan perkebunan
di tanah yang terbentang
Tanah wargapun jadi incaran
diganti dengan uang
hendak dijadikan bagian dari perkebunan

Pleidoi
68

Mereka menamakan dengan


istilah plasma

Mereka menghendaki
tanaman yang tak kami kenali
sawit, begitu mereka menyebutnya

Sawit terlahir bukan dari bumi kami


mengisap seluruh simpanan air
bagai kuyang mengisap darah bayi baru lahir
Lahan dan tanaman terancam
menjadi sahara yang mengkhawatirkan
Sawit yang digadang-gadang,
sawit yang mengancam

Dari awal saya tidak suka


apa yang mereka minta
turun temurun kami diajarkan berladang;
pada awalnya kami tanami padi,
setelah membuka ladang usai
Padi kami semai sampai tuai
Jika tanah ladang padi tak lagi subur
kami ganti tanaman baru
karet, misalnya
Satu bahu luasnya
kami buka lahan baru
sebagai ganti ladang padi yang sudah uzur,
kami tanami padi
sebagai tanaman mula lagi
Saat ladang padi tak subur lagi
kami ganti tanaman lain sebagai pengganti
Satu bahu luasnya, kami buka ladang baru lagi

Jejak Jerit di Tambun Bungai


69

Begitu seterusnya sampai kami


kembali ke ladang yang pertama kali5

Ya, memang sebagian orang mengatakan


cara berladang kami merusak adanya
namun kenyataan,
lahan yang kami gunakan
tetap terjaga kesuburan”

Jarum jam melewati angka-angka


berputar menimbulkan suara
menggiring saat menjadi lampau
membangun titik-titik yang dituju

Jarum jam melewati angka-angka


berputar menimbulkan suara
tiada peduli apa yang terjadi
meninggalkan jejak yang terpatri

“Kondisi sekarang berbeda


tanah dijual untuk keuntungan semata
sawit sebagai tanaman utama
tujuan warga jadi bahagia

Saya tetap berpegang teguh


mengolah ladang sesuai warisan leluhur
meski rezeki sedikit
dibanding sebelum ada sawit

Ya, memang
sawit datang
rezeki berhamburan,
tanah dijual

5 Tradisi menaman berganti-ganti, dari padi diganti tanaman lain, umum dilakukan para petani
agar mendapatkan tanah yang selalu gembur dan subur.

Pleidoi
70

sawit ditanam,
ladang ditinggal
jadi buruh perkebunan6

Ya, memang
tak ada masalah bagi saya
semua berjalan apa adanya

Ya, mungkin
inilah hasil pembangunan pemerintah
bagi kemakmuran rakyatnya”

Kalimatnya terhenti
ada sesuatu yang menghentak di hati
bayangan kampung halaman
menyusup menjadi rindu
setelah lama ditinggal pergi

“Yang Mulia,
kehidupan senantiasa berubah
seiring perputaran bumi pada matahari
pudar mulai, wajah kampung kami
asri
damai
tenang
mulai terancam kepunahan

Orang-orang asing berbayar


datang membakar
lahan dan hutan
guna membuka lahan perkebunan

6 Tidak sedikit masyarakat yang memiliki lahan karena tergiur uang akhirnya menjual tanahnya
kepada pengusaha. Kemudian ia menjadi buruh di ladang milik cukong tersebut.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


71

Api merambat tak hanya di lahan


yang dipatoki
Api merambat perlahan pasti
sampai ke ladang kami
Api menjalar tak henti-henti
sampai ke hutan keramat kami,
hutan tempat kami mencari penghidupan
hutan tempat kami menempatkan harapan
hutan tempat para leluhur bersemayam

Hutan yang kami hormati


hutan yang kami jaga
tak pernah sedikitpun kami merusaknya
namun api itu tak kenal siapa
ia mengarangkan yang ada
dan kebakaran hutan7
terjadi berulang kali
terus menerus
semakin parah”

[TIGA]

Ingatannya tentang kampung halaman


semakin terbayang
embusan napas berat dan dalam
memompa darah, memacu jantung
matanya sedari tadi menyalang pandang
tiba-tiba layu tak ia arahkan ke depan

7 Kebakaran hutan yang selalu terjadi tiap tahun, sampai kini tak ada yang bisa mengetahui apa
dan siapa penyebabnya. Tapi masyarakat luas kerap menunjuk hidung yang melakukannya
adalah para petani untuk memeroleh tanah gembur. Akibat kebakaran hutan, polusi
mengganggu banyak orang. Bahkan, akibat kebakaran hutan di Pulau Sumatra, negara
tetangga seperti Singapura dan Malaysia merasa terganggu.

Pleidoi
72

Mendung di luar merambat masuk ke dalam


menindih tubuh, bertumpuk jadi beban
Meja beludru hijau membentang menyimpan wibawa
ruang bisu menyimpan kebekuan
menunggu jawaban yang terpendam

“Kemudian,
asap kebakaran
merayap-merayap sampai ke perkampungan,
asap dari terbakarnya hutan
menjelma malaikat siap mencabut nyawa
siapa saja yang dikehendaki
Seperti virus yang tak kasatmata
asap itu pelan-pelan menggerogoti paru-paru
istri saya”

Bendungan yang bertahan


tak mampu menahan
kepiluan yang terpendam
membuncah mengalirkan air
kedua sudut mata basah
lidah kelu mengurai kata

“Oh, Lamiang
maafkan
suamimu yang lemah
suamimu yang tak mampu berbuat apa-apa
saat kau menderita
maafkan,
maafkan,
maafkan”

Tubuh lunglai di kursi pesakitan


otot dan urat nadi melemas
Cuaca yang berubah dari luar

Jejak Jerit di Tambun Bungai


73

membisikkan kabar kepada Sang Garuda


bahwa utus panarung tak goyah
melawan badai dan topan
Tantangan harus dihadapi
segala permasalahan harus diakhiri

“Maaf, Yang Mulia


saya haturkan
Romantisme masa lalu
menggelayut di hati
membuat rasa ini
hanyut berlebih

Tapi bagaimanapun,
masa lalu mewujudkan masa kini
masa lalu meciptakan kenangan indah
dan
masa lalu menjadikan saya sebagai laki-laki,
meski sebagian menyebut saya lelaki lemah

Yang Mulia, terhormat


Asap kebakaran semakin parah
mengabuti amarah
kesabaran terbendung tak dapat lagi dibendung
bertumpuk dan menumpuk dalam gudang rasa
menjadi kobaran api dalam sekam
Gerbang api yang mulai membakar
para warga yang tak dapat menahan diri
mendesak membongkar bendungan yang penuh amarah;
“Ayo, kita datangi mereka minta kebijakan yang baik”
“Kita demo ramai-ramai”
“Ah! Bikin capek saja! Kita bakar kantor mereka”
“Kita rusak lahan mereka!”
“Usir mereka. Ini tanah moyang kita!”

Pleidoi
74

Suara Ulan lantang


tak bisa diam, berdiri di kursi pesakitan
polahnya bikin onar
ketok palu dibunyikan
petanda minta ketenangan

Mohon maaf disampaikan


atas ulah yang tak berkenan
Ulan kembali duduk ke kursi pesakitan
melanjutkan keterangan pembelaan

“Bukan maksud bikin gaduh


tapi itulah riuh
saudara-saudara yang tak terbendung
akibat derita panjang
Saya tolak ajakan-ajakan
itulah alasan
laki-laki lemah disebutkan
kepada saya yang berdiam

Bukan saya tak peduli


apa yang terjadi
lebih dari derita warga, apa yang saya alami
derita menancap di hati
atas kepergian istri
ke hadirat Ranying Hatala Langit8

Saya tolak cara-cara demikian


karena beda pemikiran
saya lebih mempercayakan
kepada tetua kampung dan para pimpinan
Selama tak ada perintah yang diberikan
saya tak akan bertindak serampangan”

8 Ke hariban Illahi, Tuhan yang Mahaesa

Jejak Jerit di Tambun Bungai


75

Kegelisahan warga semakin menumpuk


menjadi bibit-bibit kegundahan
Akhirnya, sebagian warga pergi ke kota
mengadukan kepada mereka yang pernah menuankan
dengan janji-janji pada saat pemilihan
Tapi tiada hasil apa-apa
mereka pulang seperti tiada beban

Yang Mulia menyela pembicaraan,


“Di mana Ulan gerangan?”

“Saya tidak ikut serta,


Yang Mulia
Seperti sudah diutarakan,
selama tiada perintah bertindak
dari tetua atau pimpinan,
saya tak akan gegabah
melakukan tindakan
meski sampai saat ini
perintah itu tak pernah didengar”

[EMPAT]

Mata enggang nanar


melihat bumi leluhur hancur
Sang jata terusir dari sarang
menjadi asing di tanah lahir

Luka yang berlarut dan mendalam


menjadi benalu tak tersembuhkan
amarah yang tertanam
membuahkan dendam

Pleidoi
76

“Saya dendam, Yang Mulia


Saya dendam kepada perusak kampung halaman
kepada traktor-traktor pemula kerusakan

Traktor-traktor yang garang


traktor-traktor yang angkuh
traktor-traktor yang membuka lahan dan membakarnya

Sebagai penerus moyang


saya telah gagal
Tiada kemampuan pada diri yang lemah
memelihara yang telah diamanah,
hutan
sandung
sapundu
lenyap jadi abu
dimakan api yang menggebu-gebu

Hanya kepada Ranying Hatalla saya mengadu


Kukatupkan genggaman tangan mohon ampun;
maafkan saya,
tangan ini terlalu lemah
kaki tak mampu melangkah
mulut tak mampu merangkai maklumat
badan tak berguna berbuat

Semakin saya meratapi yang terjadi


rasa bersalah bertumpuk-tumpuk di dada ini
hanya ada satu cara
untuk menghilangkan beban yang ada,
yakni baram9

9 Baram adalah minuman keras khas Dayak Ngaju. Pembuatan minuman ini setiap DAS
Kalimantan berbeda-beda. Sekarang seringkali minuman ini dikonotasi negatif sehingga
aparat kepolisan kerap menyegel dan tak ayal menyeret pembuatnya ke pengadilan.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


77

Malam bintang bertaburan


tak ada awan menghalang
kuteguk itu minuman
sebagai teman dalam kesedihan

Entah bagaimana,
usai baram menjalar bersama darah
menuntun kaki melangkah
menuju traktor-traktor penyimpan jeladri amarah

Dari jauh bukit agak tinggi


dicahayai temaram bulan
traktor-traktor kupandangi
lampu-lampu perkebunan menerangi

Langit cerah, hati resah


Bintang-bintang membentuk gugusan panah
mengarahkan arah penyulut amarah
Gundah-gulana merasuki diri
memantik api yang tersimpan dalam hati
Mata terus melototi
traktor-traktor angkuh; dengki
tumbuh rasa melawan dari hati
Namun,
tiba-tiba pandang mata kabur
gelap
tiada diingat
tiada berbuat”

Baram dan malam menjadi satu


menghardik bulan dan bintang
jiwa lelaki yang bergejolak
mengaburkan pandang mata
Kebisingan hati mengalahkan suara malam
dingin yang membeku terbakar api dendam

Pleidoi
78

badan terkapar lepas sadar

Oh, malam yang gelap


inikah awal
anak enggang terbelenggu

di lewu kelahiran10
sehingga tiada bebas terbang
mengepakkan sayap
menggapai kehidupan?

Oh, dingin yang menggelayut


pekarangan tak lagi nyaman ditempati
terusik oleh patok-patok yang mahaluas,
hewan-hewan buruan pergi meninggalkan
jadi penghuni tak beraturan

Tempun petak manana sare

“O ... ki yu!”
Lahap diteriakkan
petanda semangat berkobar
siap menyerang, menerjang
apa saja yang menjadi penghalang
tiada peduli siapa lawan
harga diri harus dipertahankan
demi kelangsungan tradisi nenek moyang

Oh, dengungan kumbang


Suaranya bagai tetabuhan
Mengajak tuk menarikan

10 Sebutan ini ada pada upacara Tiwah Adat Dayak. Disebutkan upacara ini disebut upacara sacral
terbesar untuk mengantarkan jiwa atau roh manusia yang telah meninggal dunia menuju
tempat yang dituju, yaitu Lewu Tatau Dia Rumpang Tulang, Rundung Raja Dia Kamalesu Uhate,
Lewu Tatau Habaras Bulau, Habusung Hintan, Harakangan Lamiang atau Lewu Liau yang
letaknya di langit ke tujuh. (Banua Dayak; https://banuadayak.wordpress.com

Jejak Jerit di Tambun Bungai


79

Tiwah penghabisan
Penghormatan kepada para leluhur

“Ha ... ha ... ha ...


Hidup ini memang geli dirasa
bagaimana mungkin melangkah jika pandang mata gelap,
bagaimana mungkin berbuat jika tangan lunglai,
bagaimana mungkin memahami jika tanpa berlatih,
bagaimana mungkin tahu jika tanpa belajar,
bagaimana mungkin mengenal jika tanpa jumpa

Usai menangkap saya


orang-orang bilang;
Bagai beruang meraung-meraung
saya turuni perbukitan
semak duri bukan penghalang
Mata saya merah menyala
ganas memandang membakar malam
Dingin yang menggelayut
menjadikan api yang siap menyambar
Di basecamppara karyawan,
raungan semakin menggila
menggema memecah ketenangan

Ujar orang-orang;
Langkah kaki yang lincah
seperti lompatan kaki rusa,
barisan traktor-traktor saya dekati
secepat kilat saya naiki
Cekat dan terampil. Seperti sudah terbiasa
Mesin saya hidupkan
laju traktor saya kendalikan,
bagai pebalap mobil balap
banting kemudi ke sana ke mari
tak peduli yang terjadi

Pleidoi
80

membuat orang-orang perkebunan


menjadi gentar hati
berdiam diri di bilik-bilik yang mereka diami

Ujar orang-orang jua;


Dari traktor yang garang itu
gudang perkebunan, saya hancurkan
lahan sawit, saya berantakkan
sepanjang malam
sampai pagi menjelang
sampai traktor tak dapat berjalan
sampai saya tertidur di traktor

Yang Mulia,
itu kata orang-orang,
mana mungkin saya melakukan semua”

Bukti telah tercatat


tak ada yang bisa dielak
Yang Mulia berpegang kepada fakta
untuk menjerat terpidana
Ulan tetap mengelak
karena jelas tak berbuat

“Bukti?
Yang Mulia,
bukti memang bisa sebagai pembenaran
tapi apakah pembenaran yang diajukan
adalah fakta benar?

Pada zaman sekarang,


zaman yang tak tentu arah,
apa susahnya mewujudkan bukti
sebagai fakta pembenaran
hanya untuk menjatuhkan orang”

Jejak Jerit di Tambun Bungai


81

Yang Mulia tetap berpegang teguh


kepada ilmu yang ia emban,
bukti konkret sudah ia pegang
untuk mendebat si pesakitan

“Bukti konkret?
Yang Mulia,
sudah saya jelaskan
sesuai fakta terjadi
tiada menambah
tiada mengurangi
tiada mengada-ada
Apakah bukti konkret
sebagai pembenaran saya bersalah?
Saya tidak melakukan
saya tidak bersalah,
Yang Mulia!”

“Kamu tetap bersalah!”

“Apakah penjelasan yang sudah diberikan


tak bisa jadi pegangan?
Apakah yang sudah diutarakan
tak bisa jadi pertimbangan?

Kalaulah saya tetap bersalah


bagaimana dengan mereka?

mereka yang telah merusak hutan kami


mereka yang telah membakar hutan kami
mereka yang telah menghilangkan
hewan-hewan buruan kami
mereka yang telah membakar
tempat tinggal roh moyang kami
dan
mereka yang telah membunuh istri saya
Pleidoi
82

Ini fakta
Ini nyata
Ini bukti konkret

Kenapa bersalah dibebankan kepada saya?


Apakah mereka bersalah?
Yang Mulia,
Yang Mulia,
Yang Mulia”

Mulut Ulan terus berucap


suaranya melengking
namun ruang yang berbatas
membekap pertanyaan-pertanyaan
tak terjawab

Yang Mulia meminta ketenangan


memerintahkan pihak keamanan
agar Ulan berlaku sopan

Ulan melawan
meski badan telah tertahan
sikap garang ditunjukan pihak keamanan
agar Ulan tenang

Ulan tetap melawan,


meski badan sulit digerakan.
Pertanyaan tetap diajukan,
meski suara semakin tak terdengar

Angin berembus dari luar


menyelinap lewat lubang-lubang udara
menyisir diantara panji-panji negara
Meja beludru hijau menyimpan wibawa
tenang di tempat yang sama

Jejak Jerit di Tambun Bungai


83

Jarum jam berjalan


menggiring waktu tanpa sapa

Mendung di luar
akhirnya memuntahkan hujan
airnya menggenang
meratakan ratap

Bisu,
membisu

Palangka Raya, Desember 2017

Pleidoi
84

MOHAMMAD ALIMULHUDA ,
(aliemha), lahir di Pekalongan 11 Juli
1971. Pernah mengenyam pendidikan
di SDN 3 Sragi, Pekalongan (1985), SMPN
1 Batang (1988), SMA Muhammadiyah
Pekalongan (1991), IMKI (Institut
Manajemen Komputer Indonesia)
Yogyakarta (1994), dilanjutkan STIE
(Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi) Palangka
Raya (1995/DO).

Merantau ke Palangka Raya sejak 1995 sampai sekarang dan


mempunyai tiga anak. Selain sebagai pegiat teater juga sebagai
penulis naskah drama pendek untuk anak-anak; Baca dong (1997),
Ember (2001), Siapa yang Banyak (2001),Si Jirih (2014), Hutanku
Rumahku (2017), Pungut-pungut Bersih (2017). Naska drama
remaja: Buron (2002), Kenikmatan Semu (2007), Ambigu (2007).
Naskah sinema anak-anak; Nusa n Tara (2013), Haga (2015). Cerita
anak Bungai, Tambun, dan Ular Naga (2017). Antologi puisiNegeri
Bekantan (2002), Antologi puisi 99 penyair Indonesia duka gaza
duka kita (2014), Antologi puisi Balada Masisin (2016).

Sebagai pegiat teater hingga dipercaya untuk memimpin


Lingkar Studi Terapung (Teater dan Sastra Kampung), juga sebagai
koordinator Komunitas Teater Palangkaraya. Aktivitas keseharian
selain teater adalah salah satu Pengarah Acara TVRI Kalimantan
Tengah.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


Noor Hadi
Senja Di Bumi Tambun
Bungai
86

PRAWACANA

Puisi esai ini menceritakan tentang seseorang bernama Ammah.


Pemuda berbekal ijazah SMP ini mencoba mengadu nasib, merantau
ke kota. Ketika ada pengembangan kota, maka dia berkiprah juga
untuk ikut membuka belantara menjadi bagian dari kota.

Dia menjadi saksi kota yang dulu sepi menjadi seramai sekarang.
Namun, di sela-sela keramaian kota yang telah mulai bangkit dan
tumbuh, ada persoalan-persoalan yang belum selesai, yakni tentang
kepemilikan tanah. Banyaknya terjadi kasus surat tanah yang terbit
lebih dari satu atas satu tanah. Hal ini menjadi salah satu pemicu
kericuhan yang kadang terjadi.

Ammah merupakan salah satu yang mengalami kasus dari


sekian kasus tanah yang belum terselesaikan secara hukum. Pada
waktu itu, kasus belum terselesaikan hingga akhirnya putusan
pengadilan memenangkan gugatan pada Ammah. Namun
demikian, untuk mengatasi kasus serupa agar tidak berkepanjangan
pemerintah daerah sudah berupaya untuk menyelesaikan persoalan
tersebut dengan program Prona.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


87

Noor Hadi
SENJA DI BUMI TAMBUN BUNGAI

Senja itu, seluruh kerabat


berkumpul memenuhi ruang
menyapa waktu
angin bertiup perlahan
mendung membentuk gumpalan
awan kumulonimbus1 berarak menghitam

1 Kumulonimbus (Cb) adalah sebuah awan vertikal menjulang (keluarga D2) yang sangat tinggi,
padat, dan terlibat dalam badai petir dan cuaca dingin lainnya. Kumulonimbus berasal dari
bahasa Latin, “cumulus” berarti terakumulasi dan “nimbus” berarti hujan. Awan ini terbentuk
sebagai hasil dari ketidakstabilan atmosfer. Awan-awan ini dapat terbentuk sendiri, secara
berkelompok, atau di sepanjang front dingin di garis squall. Awan ini menciptakan petir melalui
jantung awan. Awan kumulonimbus terbentuk dari awan kumulus (terutama dari kumulus
kongestus) dan dapat terbentuk lagi menjadi supersel, sebuah badai petir besar dengan
keunikan tersendiri.(https://id.wikipedia.org/wiki/Awan_kumulonimbus)

Senja Di Bumi Tambun Bungai


88

awan hujan2 terbentuk di langit


mencipta badai dalam kehidupan
mencipta petir menyambar-nyambar

tubuh awan ini akan tumbuh membesar


bentuknya vertikalbertumpuk-tumpuk
seperti kapas membentuk
berbagai lapisan, bergugus-gugus
perlahan menghitam memenuhi angkasa
bertumbuh, berlapis. Makin naik,
menjadikan tubuh awan
mencapai daerah yang lebih dingin
pada lapisan atmosfer atas

awan menghitam
tanda pergolakan manusia
yang hatinya didera pertikaian
perselisihan dunia,
sebuah artikulasi
tak tahu kapan selesai

2 Awan hujan dari awan yang bernama Cumulonimbus, berasal dari bahasa latin cumulus
(Tumpukan) dan nimbus (awan badai, hujan badai) adalah awan dengan kepadatan tinggi dan
menumpuk atau dapat menjulang sangat tinggi keatas.Cumulonimbus sering dikaitkan dengan
badai dan ketidakstabilan komponen atmosfir. Karena awan ini dapat menjulang hingga
setinggi 18 km dan didalamnya banyak terdapat materi seperti air, es, listrik bahkan badai maka
akan sangat berbahaya bagi pesawat untuk melintas atau menembus awan ini.
Secara singkat Cumulonimbus terbentuk melalui proses berikut:
1. Awan didorong oleh angin: Awan cumulonimbus mulai terbentuk ketika angin mendorong
beberapa awan kecil (awan cumulus) ke daerah tempat berkumpulnya awan-awan ini.
2. Penyatuan:  Kemudian awan-awan kecil ini bergabung, menyatu dan membentuk awan
yang lebih besar.
3. Penumpukan:  Ketika awan-awan kecil ini bersatu, dorongan ke atas pada bagian dalam
awan yang semakin besar ini meningkat. Dorongan ke atas pada bagian tengah awan lebih
kuat dibandingkan dengan pada bagian pinggir.Akibatnya tubuh awan ini tumbuh semakin
besar secara vertikal, sehingga seolah-olah awan ini ditumpuk-tumpuk. Pertumbuhan ke atas
ini menjadikan tubuh awan mencapai daerah yang lebih dingin pada lapisan atmosfer atas.Saat
atmosfir dipenuhi awan ini umumnya kegiatan penerbangan fital seperti peluncuran pesawat
ulang-alik, satelit akan dihentikan atau ditunda.Namun untuk penerbangan Komersial, sulit
bagi maskapai untuk menghentikan atau menunda penerbangan. Selain itu Awan ini dapat
terbentuk kapan saja terutama saat partikel-partikel diatmosfir tidak stabil.
  Akibatnya pilot harus menghindari awan ini (biasanya karena awan terlalu tinggi) pilot akan
terbang melebar kesamping guna menghindari masuk kedalam awan ini.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


89

udara dipenuhi ironi


atas hak anak negeri
di kampung halamannya sendiri
demi menjajakan angkara membahana
seolah berada di Padang Kurusetra3

semua terbayar setimpal dalam teriakan keadilan


bagi durjana yang telah mengangkangi kebenaran dan kejujuran
anak enggang yang telah terbang berpindah sarang
kedamaian
meninggalkan rencana-rencana Tuhan
pada keturunannya
dalam harapan mewarisi semangatnya,
kehangatan dan keindahannya

Adalah Ammah,4
ia merantau menuju pengharapan
semasa muda tak menyia-nyiakan
waktu untuk berdiam dan bersenang
diayunkanlah kakinya menuju kota
berbekal niat dan peralatan sekadarnya

3 Kuruks ētrayud’dha), yang merupakan bagian penting dari wiracarita Mahabharata,


dilatarbelakangi perebutan kekuasaan antara lima putra Pandu (Pandawa) dengan seratus
putra Dretarastra (Korawa). Dataran Kurukshetra yang menjadi lokasi pertempuran ini masih
bisa dikunjungi dan disaksikan sampai sekarang. Kurukshetra terletak di negara bagian Haryana,
India. Pertempuran tersebut tidak diketahui dengan pasti kapan terjadinya, sehingga kadang-
kadang disebut terjadi pada «Era Mitologi». Beberapa peninggalan puing-puing di Kurukshetra
(seperti misalnya benteng) diduga sebagai bukti arkeologinya. Menurut kitab Bhagawadgita,
perang di Kurukshetra terjadi 3000 tahun sebelum tahun Masehi (5000 tahun yang lalu) dan hal
tersebut menjadi referensi yang terkenal.
    Meskipun pertempuran tersebut merupakan pertikaian antar dua keluarga dalam satu
dinasti, namun juga melibatkan berbagai kerajaan di daratan India pada masa lampau.
Pertempuran tersebut terjadi selama 18 hari, dan jutaan tentara dari kedua belah pihak gugur.
Perang tersebut mengakibatkan banyaknya wanita yang menjadi janda dan banyak anak-anak
yang menjadi anak yatim. Perang ini juga mengakibatkan krisis di daratan India dan merupakan
gerbang menuju zaman Kaliyuga, zaman kehancuran menurut kepercayaan Hindu.
4 Bapak dalam bahasa Dusun

Senja Di Bumi Tambun Bungai


90

harapan melenggang di depan mata


sebuah kota cantik yang menjanjikan

1970 tahun bersejarah baginya


berbakti di bumi Palangka5

Palangka Raya
sebuah kota yang menjadi ibukota
Provinsi Kalimantan Tengah di wilayah Borneo
Pahandut dan Bukit Batu
Menjadi wilayah administratif
Pahandut, Jekan Raya, Bukit Batu,
Sebangau, dan Rakumpit

Kota dibangun pada 1957


dari hutan belantara
beribu pohonan dan semak belukar
ditebang dengan berbagai cerita
yang dibuka melalui Desa Pahandut
di tepi Sungai Kahayan6

Jembatan Kahayan yang ada kini


menjadi salah satu ikon kota
Jembatan ini dibangun
Presiden Soeharto di tahun 1995
dan diresmikan enam tahun kemudian.

Sebagian wilayah Palangka Raya


masih berupa hutan
termasuk hutan lindung
konservasi alam
serta Hutan Lindung Tangkiling

5 Nama kota; yang berarti wahana untuk menurunkan manusia ke bumi


6 Sejarah Kota Palangka Raya tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Sungai Kahayan.
Masyarakat memanfaatkan keberadaan sungai ini sebagai urat nadi perekonomian.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


91

Pada saat kota ini mulai dibangun


Presiden Soekarno merencanakan
Palangka Raya sebagai ibukota negara di masa depan
menggantikan Jakarta

Palangka Raya merupakan kota


dengan wilayah terluas di Indonesia
setara 3,6 kali luas Jakarta

Kota ini
mengubah nasib orang hulu menjadi hilir
hingga beranak pinak pun lahir
mengabdi sampai akhir
membekal membuka pikir
harubiru, hingarbingar, kabarkabur tentang perkotaan
tak didapatinya sepucuk kelakai7 pun
hanya belantara membentang raga

kaki menapak tanah gambut8


yang menghitam, berair
Bumi ini kaya raya
akan sumber daya alam
tanah merupakan sarana
manusia berada di dunia
geografi dan alam yang berbeda-beda
ada yang subur dan tak subur
ada jenis tanah yang keras atau lunak
ada jenis tanah yang becek dan tidak
tanah gambut adalah tanah basah
banyak terdapat pada lahan basah
berwarna gelap

7 Sejenis tumbuhan paku yang dapat dimasak sebagai sayur, biasanya ditumis
8 Tanah gambut merupakan tanah yang terbentuk dari penumpukan sisa dari tumbuhan yang
setengah membusuk atau mengalami dekomposisi yang tidak sempurna. Tanah gambut
memiliki kandungan bahan organik yang tinggi karena bahan bakunya tersebut adalah sisa-
sisa dari tumbuhan, seperti lumut dan pepohonan serta sisa- sisa dari binatang yang telah mati.

Senja Di Bumi Tambun Bungai


92

berasam tinggi
kurang subur
lembek-lunak
di wilayah rawa

gambut itu, basah sekali


banyak zat asam
dantak cocok guna bertanam

Tanah gambut berada


di sekujur pelataran kota
yang memberi bayangan berbeda
bersama meliuknya sungai dalam darahnya
Kahayan
Pasti, ada kehidupan lebih baik dalam gumaman
semangat anak enggang merajai hati

dia tak pandai membaca angin


dia tak pandai berdiam diri, pun
bekal selembar ijazah yang didekapnya sepanjang napas
memberinya peluang menjadi mantri tentara

Pekerjaan tak mudah bagi anak muda


yang jauh dari kampung halaman
Namun, baja dalam hatinya
memberinya tekad bulat-pekat

Cinta besemi bersama masisin9


Saat udara panas kerontang
Seorang gadis Kahayan
Memetiki pucuk kelakai di antara belukar liar
Ada rasa yang menyentak kalbu
Keduanya merasa pilu

9 Sejenis tumbuhan perdu yang banyak tumbuh di Palangka Raya maupun daerah lain di
Kalimantan Tengah

Jejak Jerit di Tambun Bungai


93

Juga tak berdekatan sehari waktu


karamunting10buah masisin
pengikat dua hati yang bening
lalu dipetiknya buah maripu11
ungu kehitaman semanis madu
dua hati tertaut cinta

di antara pokok-pokok pohon menjulang langit


perkenalannya bersama gadis memberi napas
memberi entakan untuk melompat lebih jauh
memberi kehormatan lebih
memberi makna di tiap detak jantung

“Aku telah di sini”


Peristiwa termeriah dalam hidup
dirasakan demikian menggema,
di kalender tercatat tahun 1972

Semesta juga mencatat


dengan kebahagiaan selaras penghuninya
10 Karamunting yang memiliki nama latin ( Melastoma affine ) (Melastomataceae), & Kemunting
(Rhodomyrtus tomentosa (Aiton) Wight; Myrtus canescens Lour.; Myrtus tomentosa (Aiton)
Hassk.; Rhodomyrtus parviflora Alston; Ochthocharis bornensis Bl.) Mungkin dianggap tak
bermanfaat dia adalah tumbuhan liar berkayu yang termasuk ke dalam famili Myrtaceae
atau ( jambu-jambuan ).Tumbuhan ini juga memiliki sebutan yang berbeda di beberapa
daerah antara Karamunting/Keramunting / Senduru ( Kalimantan ) Kalamunting (Pekanbaru),
Haramonting (Sumatera Utara), dan Harendong Sabrang (Jawa Barat).
  Tanaman ini berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara dan akhirnya menyebar ke daerah
tropis dan subtropis sampai ketinggian 2400 m. Tumbuhan ini sering dianggap sebagai
gulma (tanaman pengganggu) hal itu karena pertumbuhannya yang sangat cepat sehingga
mengalahkan vegetasi aslinya.
  Karamunting mempunyai pertumbuhan yang cepat dan dapat mencapai ketinggian 4-12
m. Letak daun berlawanan, daun berbentuk oval, bagian atas daun berwarna hijau mengkilap,
bagian bawah daun berwarna abu-abu berbulu. Panjang daun 5-7 cm dan lebar 2-3,5 cm. Bunga
tunggal atau berkelompok (klaster) 2-3 bunga, diameter 2,5-3 cm dengan warna beragam dari
merah muda (pink) sampai ungu dengan benang sari banyak dan tidak beraroma.
  Buah karamunting berbentuk lonjong dengan ukuran panjang 1-1,5 cm. Menjelang matang,
buah yang semula berwarna hijau berubah menjadi merah kecokelatan sampai hitam. Kulit
buah seperti beludru. Buah yang matang berwarna ungu, lunak, dengan 40-45 biji didalamnya.
Daging buah seperti anggur, hanya terasa lebih berserat, tak terlalu mengandung air, dan
rasanya manis. Perbanyakan tanaman secara alami terjadi melalui biji yang disebarkan oleh
burung.
11 Buah yang telah matang

Senja Di Bumi Tambun Bungai


94

seiring beredarnya waktu, mengalirnya zaman


rumah tangga Ammah dikaruniai sejumlah anak:
bujang-bujang dan perawan-perawannya

Kota yang menggeliat


Kota yang meluas
Kota yang bekerja
Kota yang hidup, menghidupinya

Kota yang berdiri sawmill12 di ujung jalan


menginspirasi darah rimbanya
meningkahi jemarinya
menderu, menggemuruhi jiwanya
untuk merambahi rimba
membukanya
mendentangkan kelokan tangan
memainkan chainsaw13
menumbuk batang

Kota telah membuka diri

Ujung kota makin jauh di sela-sela


batang-batang bergelimpangan
dan belukar
matahari mulai membakari lembab
untuk dikeringkan
satwa memeriahkan pelarian dengan teriakan
semakin ke dalam rimbunan
menjauh
ditingkah suara gergaji

12 Tempat penggergajian kayu gelondongan


13 Gergaji mesin tangan

Jejak Jerit di Tambun Bungai


95

yang meraungi udara sejak pagi


hingga petang hari

kota telah terbuka


pekerja berpeluh di keriangan
dengan dansa dansi memutari batang
sebesar tiga rentangan tangan melingkar
meretas jalan menuju kemajuan
berbekal circular saw14 membelah batang-batang

Katu’an15 di depan mata bersama beliung


dan gergaji berdendang
di sela burung dan uwa-uwa
terbukalah rimba menjadi belukar
untuk disiapkan bagi penukar
mata pun berbinar melihat lahan berhektar
siap diantar

Dari katu’an hampe jari lasi batok16

tanah tak bertuan menjadi hamparan


harapan masa depan
tinggal menunggu terurus persuratan
di kecamatan

pancang ditancapkan di petak-petak


penanda Ammah pemilik sah
dari usaha menerangi tanah dengan matahari

Ammah tak bekerja sendiri


berkawan dengan orang lain negeri17

14 Gergaji yang dipakai untuk membelah kayu


15 Rimba/ hutan belantara
16 Bahasa Dusun yang berarti dari hutan menjadi belukar (lahan yang sudah tidak ada pohon
besar)
17 Yang dimaksud di sini adalah perantau/orang atau transmigran dari Jawa

Senja Di Bumi Tambun Bungai


96

namun sudah seperti keluarga sendiri


tak memandang siapa dia siapa diri
tak batas tak jarak untuk berdiri
bersama saling memberi

saat pandang mata meneliti


melintasi hamparan hati
tak lupa untuk membagi rezeki

“lahan luas akan sangat berarti suatu ketika,” batinnya


“belumlah berarti untuk saat ini, tapi suatu hari, pasti”

rajinlah Ammah menjajaki tanah usahanya selama ini


bersama pekerja yang setia mendampingi
pengembangan kota makin nyata
Palangka semakin terbuka
Berasa kota, sekarang
yang mulanya seperti tak ada
mulai terbangun gedung-gedung
makin riuh bertambah pengunjung
perantau lokal maupun pendatang
mengais rezeki sambil berdendang

menggeliat jalanan meliuk-liuk


menghubungkan antarkampung
penduduk pun perlu tanah untuk rumah
agar makin teguh beramah-tamah

Jejak Jerit di Tambun Bungai


97

dimulailah tanah lebih berharga


sebagai penyambung kehidupan keluarga
meski dulunya belantara
kini, lebih banyak tanah telah terbuka
hutan makin menjauh dari mata

manusia berlomba membuka


manusia berlomba loba
manusia berlomba memberi haknya sendiri
berujung kericuhan terjadi
surat pun bertindih-tindih
membuat si pemilik merintih-rintih

sekarang, tanah ada harganya


bisa dijual meski sepetak
atau pun seluas apa pun kau punya
tinggal melihat seberapa kantongmu mampu menganga
surat pun akan sempurna

di sana-sini menjadi hak sana-sini


sejengkal tanah pun berarti, atau mati

Senja Di Bumi Tambun Bungai


98

pihak berwenang pun menjembatani18


terperi aturan kepemilikan
dalam perawatan dalam bilangan tahun
hingga empat
lalu tak terawat hak lain untuk boleh berdiri
namun, terabaikan sebab keserakahan, lalu
menjadi bahan rebutan
yang kadang berujung kematian
atau, mengalah namun tak lagi punya tanah
ya, sudahlah

18 PROKAL.CO, PALANGKA RAYA – Kasus sengketa tanah di Kota Palangka Raya bak benang
kusut. Bagaimana tidak, laporan warga kerap mengadukan Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Palangka Raya sebagai penerbit surat tanah. Kepolisian pun menerima laporan dari masyarakat.
Polres Palangka Raya mencatat, di triwulan pertama 2015 ini saja sudah ada 3 aduan dari warga
yang diterima Satuan Resort Kriminal. Bahkan, tingginya sengketa tanah warga di Palangka
Raya tergambar dari laporan tahun lalu. Untuk 2014 sebanyak 15 kasus laporan yang diterima
kepolisian. Jika dibandingkan dengan 12 bulan setahun, setiap bulan sepertinya kebagian
satu laporan. Kasusnya beragam. Mulai dari bentuk pengerusakan, pemalsuan, penyerobotan,
hingga terparah sertifikat tumpang tindih diterbitkan badan pertanahan.
  Pihak penyidik melakukan pemeriksaan. Baik terlapor maupun pelapor dan pihak terkait.
Apabila kedua belah pihak memiliki hak kepemilikan tanah dengan legalitas sama, banyak
berakhir di perdata saja. “Laporannya bermacam-macam. Tidak ada yang sampai ke arah pidana,”
kata Kasat Reskrim AKP M Ali Akbar SIK, Selasa (24/3). Dugaan adanya praktek kotor dari oknum
tertentu sampai ke telinganya. Seperti permainan tanda tangan, stempel atau cap palsu hingga
uang pelicin. Tapi, pihaknya belum berani membeberkannya. “Tidak ada bukti untuk mengarah
ke arah tindak pidana. Baiknya, ke depannya pihak terkait lebih hati-hati saat menerima
sodoran kertas untuk mengurus sertifikat tanah,” tegasnya. Di tempat terpisah, Assisten Bidang
Pengawasan Ombudsman RI Kalteng Maulana Ahmadi menyampaikan, di triwulan pertama
2015 ini sudah ada 3 laporan warga ditujukan kepada Badan Pertanahan Nasional Kota
Palangka Raya. “Biasanya bentuk aduannya penundaan berlarut dalam pengurusan,” ucapnya.
Ia mencontohkan, laporan dilayangkan atas nama Wibyanto Aggara kepada BPN Kota Palangka
Raya sudah diterima Ombudsman. Laporan itu dipelajari dalam waktu 14 hari. “Jika nanti itu
kewenangan kami akan kita lanjutkan dan kita surati pihak BPN. Jika tidak, kita akan hubungi
pihak pelapor dan memberikan saran kepada pelapor,” katanya saat ditemui di Kantornya
Jalan Kinibalu. Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara
Pertanahan BPN Palangka Raya Benhard mengatakan, tidak dipungkiri perubahan sistem dari
manual ke digital masih belum optimal. Masih ada sengketa tanah dari timpang tindih sertifikat
atau batas tanah. Ada 15 sengketa tanah di awal tahun 2015. Bisa saja ada sebidang tanah yang
tertinggal dan tidak masuk dalam peta digital. Tapi pihaknya mencoba menyelesaikan sampai
semua bisa ter-cover. Tak jarang, permasalahan sengketa berakhir di pengadilan. Tapi, tak
jarang pula, pihak BPN menyelesaikan masalah dengan mediasi. Dengan musyawarah mufakat,
pihaknya selaku mediator selalu mencari jalan terbaik. “Semua tergantung kepada pihak yang
bersengketa,” bebernya. (ram/abe) (http://kalteng.prokal.co/read/news/17759-sengketa-
tanah-merajalela)

Jejak Jerit di Tambun Bungai


99

Riuh-rendah mendedah-menggugah
kota berdiri gagah
Ammah pun terperangah
kemajuan demikian cepat dan menjadi lumrah

impiannya atas hasil hutan pun terpampang


dalam perputaran uang

berduyun orang datang


memadati kota yang dulu tak terimpikan
tanah pun menjadi kebutuhan
bagi bangunan pemukiman

kota hidup dengan segala keragamannya


perputarannya, pergulatannya
dan Ammah berada di antaranya
tak mengira akan berbuntut petaka suatu ketika

tanah tak bertuan menjadi bertuan


dibekali persuratan
mulai jadi rebutan
penyerobotan pun tak terelakkan

bekal angkara dan kemarahan menjadi modal utama


dan, tak lupa senjata diajak bercanda
drama-drama terpajang menjadi ironi dan tragedi

tanah bertuan ditempati semena-mena untuk dimiliki


tak rela yang punya, senjata angkat bicara
tanah pun makin digemari
meski kadang berakhir menjadi kengerian
sebuah tragedi
kekacauan menyeruak di sana-sini

Senja Di Bumi Tambun Bungai


100

sepetak tanah seperti tak bertuan


ditebas rerumputan agar siap ditanam
dibersihkan agar dapat dipetik harapan
dari hasil panenan
jauh dari pemukiman
diolah menjadi bertanam-tanaman
cabai, tomat, sawi, dan sayuran penghuni pasar
yang terjual di subuh hari

tak tinggal gubuk untuk tinggal


dan penjagaan tanah temuan
hingga pemilik datang mempertanyakan

“tanah siapa ini?”


“tanah saya ini”

“bukan, ini tanah saya”


“ini surat saya
lalu, di mana suratmu?”

ada di dalam rumah


tersimpan di perumahan

tak lama diambilnya surat tanpa perumahan


dengan terhunus menuding hidung
pemilik yang datang
“ini surat saya!”

di simpang jalan lain


tak jauh dari ingar-bingar kekacauan tanah
berulang

“ini suratku,” kata si pemilik


“aku pun ada”

Jejak Jerit di Tambun Bungai


101

sedikit pun tak ada kata bahagia bagi berdua


setanah bertumpuk bersurat-surat
telah lazim di simpang-simpang jalan lain
tak satu tak dua

simpangsiur berkelindan bersama waktu


makin tak terkendali oleh pengendali bumi
masyarakat pun bertindak sendiri
banyak yang hanya berdiri menjadi saksi

ada yang terjadi


mesti ada saksikiri-kanan
agar terpagari
bahwa tanah ini milik sendiri
sah terjaga sampai mati

incaran hati
tanah terbengkalai seolah tak berpenghuni
maka ditunggulah tiga empat tahun setelah pemilikan
jika tak ada rawatan maka jadilah rebutan
karena itu dibutuhkan saksi-saksi
di sekitar tanah sendiri
untuk memperkuat jati diri
sebagai pemilik sah tanah ini

upaya yang perlu yang tak tabu


dengan memelihara, membersihkan,
menanami, bahkan mendiami
agar jelas siapa yang punya
hingga tersebar berita
amanlah kiranya sekarang bertetangga

dulu, ada cerita


yang terdengar banyak telinga
tentang tanah-tanah dan masalah-masalah

Senja Di Bumi Tambun Bungai


102

syahdan, menurut kabar


polemik pertanahan masih terjadi di Palangka Raya19
satu tak terima, satunya pun tidak terima
dituding sebagai penyerobot tanah
ia mendatangi media bergedung megah

sebelumnya diberitakan, tanah itu


dimiliki tiga ratus orang yang jelas
memiliki surat keterangan tanah dan sertifikat
merasa tanahnya hendak dicaplok

perbincangan sana sini


bukan layaknya hendak minum kopi
perdebatan sana sini
hamburan udara dan suara
membelah udara berisi penegasan
yang sana menuding begini
yang sini merasa tak begitu
yang sana punya bukti
yang sini pun begitu

aparat tak gegabah memberi keputusan


hingga saat itu belum memastikan
benar dan salah
atau pemilik asli dari tanah
yang mampu berdiri berumah-rumah

Begitulah situasi Palangka Raya


dulu maupun sekarang
mesti ada penyelesaian
agar sengketa tak berkelanjutan
sampai anak cucu mendatang

19 METROPOLIS, Kamis, 06 Februari 2014 16:41, Bantah Serobot Tanah di Adonis Samad. http://
kalteng.prokal.co/read/news/3160-bantah-serobot-tanah-di-adonis-samad

Jejak Jerit di Tambun Bungai


103

Adalah Ammah yang sekarang menua


seiring waktu
anak-anak pun telah dewasa
ditunjukkanlah di mana mesti tanggung jawab
pada lahannya
diiringkan pula segala syarat persuratan lahannya
juga gambar-gambar dan denah-denah
serta peta-peta:
surat-surat, kuitansi-kuitansi
baik dari pembelian
maupun hasil pekerjaan mudanya
dulu

bertahun tak terkendala


semua seusai rencana
lancar dan berbahagia

rawatan, pemeliharaan sudah jadi kewajiban


jika ingin selalu bersama di pelukan
agar aman tenteram
rutinitas yang telah berjalan bertahun-tahun
sebagai tugas wajib yang disetiai untuk dikerjakan

Seperti biasa, tiap pagi


Ammah berjalan menengok tanah-tanahnya
bersama pekerja
untuk melihat di mana yang tak terjaga
dalam rawatan
berbekal beliung dan parang kerja

pekerja dari pojok negeri lain


yang sigap nan cekat menjadi kepercayaannya
membersihkan segala

Senja Di Bumi Tambun Bungai


104

Hari ini, rutinitas kembali berjalan


Ammah pun menjelajahi areal hasil rawatannya
bersama bujangnya
hingga di sisi lahannya
yang terlihat tak seperti biasa
selajur parit dibuat baru oleh siapa, dia tak tahu
menjadi pembatas baru
menyimpang dari asalnya

tanah di sebelah miliknya,


dia tahu pemiliknya
adalah temannyasejak lama
yang telah meninggal
mewarisi seorang anak perempuan
Ammah pun tahumenahu riwayat tetangganya
yang selama ini tak pernah bermasalah dengannya

di kejauhan ia melihat beberapa lelaki


sedang mengerjakan lahan lain dari miliknya
tak lama, seorang berjalan menghampirinya
membekal sepotong kertas

“kenapa ada parit di sini”


Ammah membuka kata-kata
“bukankah memang di sini pembatasnya,”
lelaki paruh baya menjelaskan
sambil membentang peta tak buta

“aku tahu di mana batasnya


pun aku juga punya petanya
aku pun tahu siapa pemilik tanah ini,”
balas Ammah

lelaki paruh baya itu menunjuk-nunjuk


kearah kertas bergambar

Jejak Jerit di Tambun Bungai


105

bergaris, bertulisan:
“bukankah ini, ini, di sini hingga ke sana”

Lalu perdebatan tak terhindar


Keduanya merasa jadi pemilih
tanah yang sah
lewat persuratan yang menunjuk
batas-batas lahan

“kamu paham arti angka-angka ini,


maksudnya apa?”

“ayo, aku tunjukkan patok sebagai pembatas


yang takkan hangus meski terbakar”

Keduanya berjalan menapaki belukar


yang mulai tumbuh
sisa rawatan bulan-bulan lalu

“ini!”
setelah dibukanya gerumbul lebat
menaungi kehormatan patok pembatas
lelaki paruh baya itu pun tercenung
matanya tak lepas dari patok
di ujung sorot matanya

“Oh… maafkan aku


sungguh tak kupahami
memang benar adanya
pembatas itu menampakkan
dirinya secara utuh”

berpelukanlah keduanya
dalam hamburan kata maaf
yang suaranya melenggang di udara

Senja Di Bumi Tambun Bungai


106

merelungi ruang telinga Ammah


yang demikian ramah

Anak lelaki Ammah berjalan


menyusuri kewajibannya merawat tanah
dilihatnya parit membentang, masih basah
baru
di tempat lain dari yang dulu

perdebatan pun menjadi hiasan siang itu


mempertahankan pendapat

tak mendapat kepuasan akhir, anak lelaki itu pun kembali


menyusuri belukar menuju rumah
untuk berkabar pada Ammah tentang perdebatannya

tak menunggu matahari makin tinggi


bersama kedua anak lelakinya, ia menapaki belukar
menuju lokasi perdebatan

sekerjap cahaya matahari berkelebat


batang parang pun memapas
tubuh renta tak berdaya
hingga terseok
melarikan tubuh rentanya ke arah perlindungan
namun, sekali lagi tebasan
menyungkurkan langkahnya

terseok ke arah pondok


menelungkup
sesaat setelah semua berhamburan untuk lari

Ammah akhirnya mati,


untuk mempertahankan harga diri
Jejak Jerit di Tambun Bungai
107

Tanah adalah identitasnya


Tanah adalah kehidupannya

Dengan bercucur air mata


Si anak melanjutkan asa
Membawa tragisnya sengketa
Yang menyisakan kematian
Yang menghamburkan kepedihan

Ngilu di hati
Teringat dirinya menjemput Ammah
Untuk meyakinkan itu miliknya
Namun Tuhan berkehendak lain
Ataukah, aku yang lalai?

Keranda tragedi merambat


terik matahari tak mampu
mengucapkan sekadar belasungkawa
dengan tanah yang menetes berdarah-darah
yang akan bersaksi
atas penyempurnaan akhir dari perjalanan
kehidupannya meruang
tanah merah, meleleh bersama terik matahari
berserak
udara pun kering

Siang itu, membawa waktu menuju ruang sidang


kejadian yang menggetarkan aorta kota
seperti mengingatkan kembali hakikat diri dan kehidupan
adakah keadilan akan terpampang
hingga ketuk palu keputusan?

pertanyaan-pertanyaan mengudara
ditingkah hujan air mata yang membasahi tanah
mulai mengering

Senja Di Bumi Tambun Bungai


108

proses panjang dijelang


hanya berharap pada keadilan kan datang
di sela luka yang belum mengering

penantian dan harapan adakah jawaban

kurusetra telah lengang

Detak jam diharapkan seiring dengan


detak keadilan di ruang sidang
penantian jawaban atas sejuta pertanyaan
hari ini akan digelar

saat keheningan mulai menyelinap diam-diam


terdengar keriuhan pembacaan putusan
disemangati ketukan palu

keadilan itu telah datang

Peristiwa itu telah berlalu melebur bersama waktu


tak lagi tandang di masa datang
menjadi harapan bagi warga Tambun Bungai
bersama-sama menyusuti kusut yang lama agar terurai

Kota Palangka Raya


semakin ramai dengan pendatang
baik dari luar pulau maupun dari hulu-hulu
dari desa-desa dan pedalaman
berlomba-lomba menuju penghidupan

Jejak Jerit di Tambun Bungai


109

Penyebab awal kericuhan


terjadi akibat penyerobotan
tanah Ammah yang diklaim orang
hingga akhirnya Ammah lelaku
di tangan pengaku
di depan anaknya
di depan sanak saudara
di atas tanah miliknya

Duka kehilangan
menjadi lantaran untuk taat aturan

Ammahtelah pergi
terkubur di pusara negeri
yang takkan terganti
berselimut sengketa
akibat angkara yang meraja

“Ammah, keadilan telah datang


tidurlah dengan tenang
doa kami tak berbilang
hakmu yang disengketakan
kini telah menang,” suara-suara itu
datang dari rimba, dari lading
sampai pada anak-anak mendatang

2017

Senja Di Bumi Tambun Bungai


110

NOOR HADI,
nama lain dari Noor Hadi Kromosetika,
Lahir di Surakarta tahun 1970. Menyukai
sastra dan teater. Bekerja di Kalimantan
Tengah.Pernah beberapa kali menulis
skenario teater dan sinetron. Salah
satunya menulis skenario yang berkaitan
dengan kehutanan. Pernah beberapa
kali menyutradarai pementasan teater.
Penulis cerita pendek dan pernah
menjuarai perlombaan menulis cerpen.

Jejak Jerit di Tambun Bungai


Seri Puisi Esai Indonesia

Ambon Manise Kisah Sang Penantang


Baduy Dan Tanah Luruh Benteng Lentera Pasundan
Bahana Bumi Antasari Luka Zamrud Khatulistiwa
Balada Ibu Kota Mantra Laut Mandar
Di Balik Lipatan Waktu Menggugat Alam, Mengejar Sunyi
Di Gerbang Stasiun Penghabisan  Merisik Jalan Ke Percut 
Gaung Moluku Kie Raha Nyayian Perimping
Gema Hati Mongondow Palu
Gemuruh Laut Timur Penyelam Dari Padang Hitam 
Genderang Bumi Rafflesia Raja Alam Barajo
Ironi Tanah Pungkat Di Lambung Langit Renjana Khatulistiwa
Jejak Jerit Di Tambun Bungai Serambi Madinah
Jiwa-Jiwa Yang Resah Serat Sekar Tanjung
Kepak Cendrawasih Sergam
Kesaksian Bumi Anoa Sisa Amuk
Kidung Kelam Suara-Suara Yang Terbungkam 
Kidung Tambura Surat Cinta Untuk Negeri Seribu Labirin

“Penyair generasi ini akan dikenang karena ikhtiar bersama memotret batin
dan kearifan lokal Indonesia di 34 provinsi, dalam karya kolosal 34 buku. Ini
sepenuhnya gerakan masyarakat, tanpa dana sepersenpun dari pemerintah,
atau bantuan luar negeri, atau konglomerat. Gerakan ini melibatkan lebih
dari 170 penyair lokal, dengan cara penulisan baru puisi esai, puisi panjang
bercatatan kaki, mengawinkan fakta dan fiksi”

-Denny JA, inisiator Puisi Esai


113

Senja Di Bumi Tambun Bungai

Anda mungkin juga menyukai