Dosen Pengampu:
Alfi Laila S.Pd I., M.Pd.
Disusun Oleh:
Vira Nur’aini
(18.1.01.10.0155)
Kelas:
3A
Vira Nur’aini
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Nusantara PGRI Kediri
Email: ainipira@gmail.com
2
PENDAHULUAN
Dengan kemajuan peradapan manusia tidak terlepas dengan adanya karya satra.
Karya sastra tidak mungkin lahir dari kekosongan budaya. Menurut Ratna
(2005:312), hakikat karya sastra adalah rekaan atau yang lebih sering disebut
imajinasi. Imajinasi dalam karya sastra adalah imajinasi yang berdasarkan
kenyataan. Karya sastra merupakan hasil pemikiran sekumpulan manusia yang
sesuai perkembangan lingkungannya.
Karya sastra tidak hanya sebatas rangkaian kata per kata, namun juga membahas
mengenai suatu kehidupan. Kehidupan disini merupakan kehidupan berdasarkan
realitas dan gagasan manusia. Karya sastra yang berdasarkan realitas yang ada,
mayoritas akan memaparkan pada hal teladan, hikmah, dan pengalaman hidup
yang telah dikemas dengan tambahan sajian gaya imajinasi yang menarik namun
bermakna. Sedangkan pada karya sastra yang berdasar gagasan manusia berisi
mengenai ajaran moral, budi pekerti, pandangan hidup, budaya, nasehat, dan
masih banyak lagi yang menyangkut kehidupan manusia.
Penelitian sastra sangat diperlukan, dengan tujuan sastra akan cepat berkembang
kedalam perkembangan ilmu dunia. Perkembangan sastra dilatarbelakangi oleh
pandangan tentang ciptaan yang bernama sastra itu sendiri. Pengembangan ilmu
memerlukan suatu metode ilmiah, demikian juga pada penelitian sastra ditentukan
oelh karateristik kesastraannya.
3
cerita rakyat merupakan genre folklore lisan yang diceritakan secara turun-
temurun.
Pada awalnya cerita rakyat disampaikan lewat media tutur oleh seseorang dalam
kelompok kepada anggota kelompok tersebut secara lisan atau dari mulut ke
mulut dan dibantu dengan alat peraga atau alat pengingat. Dikarenakan
penyebaran cerita rakyat yaitu dari mulut ke mulut, maka banyak sastra lisan yang
memudar karena tidak dapat dipertahankan (Asrif, 2014).
Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat lewat
bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya seperti
agama dan kepercayaan, undang-undang kegiatan ekonomi sistem kekeluargaan
dan susunan nilai sosial masyarakat tersebut (Isnain,2007). Menurut Danandjaja
yang mengutip pendapat Boscom (1997), cerita rakyat dibagi menjadi tiga, yakni:
(1) Mite, (2) Legenda, dan (3) Dongeng. Berdasarkan pembagian cerita rakyat
dalam tiga kategori tesebut merupakan suatu tipe yang ideal, sebab dalam
kenyataannya banyak sekali cerita rakyat yang memiliki ciri-ciri lebih dari satu
kategori.
Potensi budaya bertujuan sebagai kegiatan penggalian potensi karya berupa cerita
rakyat yang merupakan ranah kebudayaan tradisional yang patut untuk
dilestarikan keberadaannya. Cerita rakyat yang tergolong legenda ini sudah
sepatutnya dilestarikan agar lestari adanya cerita ini terhadap pembaca millennial.
Dalam penelitian ini penulis mengambil bahasan cerita Maling Gentiri Kediri.
Cerita rakyat yang penulis ambil termasuk dalam legenda. Dan telah dijelaskan
bahwa legenda bagian dari cerita rakyat. Tujuan penulisan ini adalah untuk
memaparkarkan cerita Maling Gentiri Kediri agar masyarakat lebih mengetahui
cerita maling gentiri yang pernah ada di kediri dan upaya pemerintah dalam
4
melestarikannya. Walaupun Kawasan makam dimana dianggap bagian tubuh
seorang yang dijuluki Maling Gentiri berada telah dijadikan sebagai wisata
budaya menurut Bappeda Jatim.
METODE
Konon di Kediri terdapat seorang maling yang budiman berlabel Maling Gentiri
atau maling aguno. Maling Gentiri merupakan kosa kata dalam Bahasa Jawa, jika
diartikan dalam Bahasa Indonesia berarti pencuri yang handal memiliki jurus jitu.
Di Inggris terkenal dengan cerita Robin Hood demikian juga dengan Nusantara
juga memiliki cerita miripnya yaitu Maling Gentiri Kediri atau banyak orang
5
mengatakan Robin Hood lokal dari Kediri yang mencuri dan hasil curiannya
dibagikan kepada orang-orang miskin.
Seorang Maling Gentiri selalu mendermakan harta yang diperoleh dengan cara
mencuri harta kolonial Belanda yang kemudian diberikan ke orang-orang miskin,
dalam hal ini rakyat pribumi. Karena sepak terjangnya itulah masyarakat
menyebutnya dengan nama panggilan Maling Gentiri. Sebenarnya memiliki nama
asli yaitu Tumenggung Ageng Ki Boncolono.
Diceritakan pada masa penjajahan Belanda. Dimana masyarakat Indonesia dan tak
terkecuali Kediri mengalami ketertindasan. Kita mengetahui dimasa penjajahan
Belanda perekonomian sangat tidak masuk akal dan penerapan pajak juga tidak
manusiawi. Hasil bumi selalu dirampas jika tidak berkenan untuk membayar
pajak. Dimana hasil bumi pertiwi sendiri malah dikenai pajak yang harus
dibayarkan ke colonial Belanda, hal itulah yang tidak masuk akal. Dalam
kebutuhan primer yaitu makan harus membeli kepada Belanda. Padahal hasil
bumi berasal dari bumi pertiwinya sendiri serta merupakan hasil jerih payah dari
menanam dan merawat. Melihat hal ketidakadilan dan kesewenang-wenangan
tersebut menggugah dan mengusik hati seorang Ki Boncolono tersebut.
Lain halnya pada pemerintah belanda yang tentunya merasa murka dan geram
karena kelakuannya. Belanda selalu mencari taktik untuk meringkus Maling
Gentiri. Tetapi karena kesaktiannya selalu saja gagal dari taktik-taktik yang
berusaha Belanda lakukan untuk mematahkan kekuatan Ki Boncolono. Sebuah
cara jitu Ki Boncolono berdasarkan cerita setiap kali Ki Boncolono terkepung
6
oleh Belanda, ia merapatkan tubuhnya pada salah satu tiang atau tembok atau juga
pohon, pokoknya hal-hal terdekat yang bisa ditemukan kemudian langsung
hilanglah Ki Boncolono tersebut tanpa jejak atau tak nampak sekalipun. Tak hirau
jika ditembak Ki Boncolono tetap saja dapat hidup kembali semasa tubuhnya
dapat menyentuh tanah. Menurut pengamat bahwa sebuah kesaktian seorang yang
dapat hidup kembali ketika menyentuh tanah dinamakan ilmu Ajian Pancasona
yang juga dimiliki oleh Eyang Djojodigdan di Blitar dengan makam yang terkenal
yaitu makam gantung pasanggrahan Djojodigdan.
Karena Belanda semakin naik pitam akhirnya sebagai siasat politik Belanda
mengadakan sayembara berhadiah yang bernilai tinggi dalam rangka untuk
mengalahkan Ki Boncolono.
Ternyata terdapat beberapa orang yang mengetahui sebuah kelemahan efek dari
keilmuannya, yaitu ketika dibunuh bagian tubuhnya harus seketika dipenggal dan
dijauhkan dalam penguburannya.
Antara kedua tempat tersebut yaitu Ringin Sirah dan Bukit Maskumambang
dibatasi atau dipisahkan oleh Sungai Brantas. Dengan Ringin Sirah yang berada di
sebelah timur sungai sedangkan Bukit Maskumambang berada di seberang barat
sungai Brantas.
7
Joyoboyo, Desa Banjaran Kota Kediri dan tempat ini dijadikan lapangan. Daerah
tersebut orang-orang juga menyebutnya Ringin Sirah. Ringin yang berarti pohon
beringin dan sirah merupakan kosakata Bahasa Jawa dalam Bahasa Indonesia
berarti kepala. Di lapangan Ringin Sirah memang sampai saat ini masih terdapat
pohon beringin yang berukuran besar, dimana kepala Ki Boncolono dimakamkan
didekat pohon beringin tersebut.
Lapangan Ringin Sirah kini dimanfaatkan untuk lapangan seperti biasa namun
terdapat gerbang dibagian pintu masuknya dan dikekelilingi tembok sehingga
tidak nampak bagian dalamnya secara langsung dari jalan raya. Pintu gerbang
lapangan ini tidak selalu terbuka dan hanya ketika ada event saja lapangan ini
nampak terbuka. Karena letaknya yang berada di jantung kota, pada pelataran
lapangan di bagian luarnya sangat banyak orang-orang yang mengadu nasib
dengan berjualan di depan Ringin Sirah. Dibagian depan atas gerbang lapangan
terdapat nameboard Punden Makam Ki Ageng Gentiri. Diharapkan dengan
dijadikannya tempat lapangan yang dipelisirnya untuk berjualan yang didatangi
klayak orang dapat menggemakan cerita maling gentiri sebagai potensi budaya
yang nantinya dilakukan studi yang mengarah ke suatu hal yang positif.
8
rekannya seperguruan menimba ilmu yaitu Tumenggung Mojoroto dan
Tumenggung Poncolono.
Untuk menapaki Bukit Maskumambang terdapat dua jalur yaitu: (1) jalur PDAM,
merupakan melalui jalur timur. Dan (2) jalur area wisata Selomangleng, dapat
dikatakan melalui jalur barat. Dahulu kala di kaki bukit ini dijadikan pemakaman
china, namun kini telah dipindahkan ke lebak. Walaupun kini terbelangkai dan
dialihfungsikan sebagai kebun. Kedua jalur tersebut sama-sama memiliki ratusan
anak tangga dan kurang lebih membutuhkan waktu 30 menit untuk sampai di
puncak bukit.
Area makam dibatasi dengan dinding pagar batu melingkar sebagai pelindung
pagar lama yang mulai rapuh. Dan tiga makam di bungkus dengan kain putih pada
nisannya. Ketiga makam tersebut bersebelahan. Diarea makam nampak tumbuh
pohon yang besar nan rindang menjadikan sejuk, sepi, tenang dan nyaman untuk
berziarah.
9
Tempat pemakamanya dinamakan Astana Boncolono. Di Astana Boncolono ada
tiga makam yang disemayamkan di sana selain Mbah Boncolo. Dua di antaranya
adalah jasad Tumenggung Mojoroto dan Poncolono. "Mereka ini bertiga saudara
seperguruan," kata Nur Muhyar dilansir dari liputan6.com
Tanggal 10 September 2004 yang lalu, pihak keluarga besar Boncolono dan
seluruh keturunannya telah bekerjasama dengan pemerintah Kota Kediri,
meronovasi Astana Boncolono dan Tumenggung Mojoroto dikawasan wisata
Selomangleng Kota Kediri.
"Banyak yang datang ke sini terutama pada hari Kamis malam Jumat, baik laki -
laki maupun perempuan. Ya sekedar untuk berdoa di sana, kadang sore maupun
malam hari," ujar Mbah Darno (56), salah satu pemilik warung kopi yang
lokasinya berada tepat di bawah Astana Boncolono di kawasan Wisata
Selomangkleng. Dilansir dari Liputan6.com
Namun masih ada saja menurut juru kunci makam, masyarakat mayoritas dari
daerah luar Kediri yang menganggap bahwa setelah berziarah dengan tujuan
mencari kesugihan, kelancaran dalam berdagang, dan tujuan-tujuan lain
memperoleh hasil keadaan yang lebih baik dan hal tersebut termasuk syirik karena
menyembah selain Tuhan.
10
"Bagi warga lokal Kediri dia adalah pahlawan, ini kan cerita turun temurun
masyarakat yang diyakini kebenarannya pada masa penjajahan Belanda
dulu," tutur Nur Muhyar Kepala Disbudparpora Kota Kediri.
Pemerintah juga dapat melakukan pelurusan terkait mitos yang tersebar bahwa
masih adanya orang yang mempercayai bahwa makam dapat mengabulkan atau
mendatangkan sesuai harapan orang yang datang ke makam tersebut. Sudah
sepatutnya kita mengambil hikmah sifat ksatrianya Mbah Boncolono dalam
mengusir penjajah.
KESIMPULAN
Untuk upaya melestarikan agar terkenang sebuah cerita Maling Gentiri Kediri
pemerintah mengelola peninggalannya. Langkah melestarikannya berdasarkan
11
perspektif yang tepat yaitu dengan letak lokasi di jantung kota maka dimanfaatkan
untuk berjualan seperti hidangan makanan dan minuman. Sedangkan di tempat
Bukit sebagai rekreasi atau juga sebuah olahraga hiking yang menampilkan alam
hijau dan keindahan Kota Kediri dari ketinggian.
SARAN
Dengan adanya artikel ini pembaca dapat menjadikannya sebagai referensi untuk
mengembangkan penelitian berdasarkan studi yang ingin digali lebih dalam lagi.
Dan berdasarkan hasil penelitian tersebut jika terdapat kekurangan maka penulis
dapat menyempurnakan dengan beberapa panduan.
REFERENSI
12
https://www.liputan6.com/regional/read/3668361/top-3-berita-hari-ini-mengenal-
mbah-boncolono-sosok-robin-hood-asal-kediri
Sahril. (2018). Cerita Rakyat Mas Merah: Kajian Resepsi Sastra. Kandai,14, 91-
104.
13
BIODATA DIRI PENULIS
RT/RW : 001/002
Kel/Desa : Ringinrejo
Kecamatan : Ringinrejo
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswi
Kewarganegaraan : WNI
Contact Person
Email : ainipira@gmail.com
14