Anda di halaman 1dari 14

CERITA RAKYAT

MENGANGKAT CERITA MALING GENTIRI KEDIRI


SEBAGAI POTENSI BUDAYA YANG HARUS
DILESTARIKAN

Dosen Pengampu:
Alfi Laila S.Pd I., M.Pd.
Disusun Oleh:
Vira Nur’aini
(18.1.01.10.0155)
Kelas:
3A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEPENDIDIKAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
2021
CERITA RAKYAT
MENGANGKAT CERITA MALING GENTIRI KEDIRI SEBAGAI
POTENSI BUDAYA YANG HARUS DILESTARIKAN

Vira Nur’aini
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Nusantara PGRI Kediri
Email: ainipira@gmail.com

Abstrak: Cerita rakyat yang diambil peneliti termasuk dalam legenda.


Sampai saat ini penulis menilai masih minimnya informasi tentang
Maling Gentiri Kediri. Tujuan dari penulisan ini adalah
memaparkarkan cerita Maling Gentiri Kediri agar masyarakat lebih
mengetahui cerita maling gentiri yang pernah ada di kediri dan upaya
pemerintah dalam melestarikannya. Dalam penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Seorang
Maling Gentiri selalu menyumbangkan harta yang diperoleh dengan
mencuri harta kolonial Belanda kemudian diberikan kepada orang
miskin. Oleh karena itu Ki Boncolono atau mbah Boncolono oleh
masyarakat disebut Maling Gentiri. Terkait hal tersebut membuat
nama Ki Boncolono harum. Dia ditakuti tetapi juga dikagumi dan
ditunggu kedatangannya oleh rakyat pribumi. Langkah pemerintah
dalam melestarikan cerita dengan merawat peninggalannya berupa
makam agar cerita tertap tekenang. Menjadikan area makam sebagai
tempat berjualan masyarakat setempat dan rekreasi untuk melihat
Kota Kediri dari ketinggian dan memandangi pemandangan bukit
yang sejuk.

Kata Kunci: Cerita Rakyat, Maling Gentiri Kediri,Peninggalan, Kediri

2
PENDAHULUAN
Dengan kemajuan peradapan manusia tidak terlepas dengan adanya karya satra.
Karya sastra tidak mungkin lahir dari kekosongan budaya. Menurut Ratna
(2005:312), hakikat karya sastra adalah rekaan atau yang lebih sering disebut
imajinasi. Imajinasi dalam karya sastra adalah imajinasi yang berdasarkan
kenyataan. Karya sastra merupakan hasil pemikiran sekumpulan manusia yang
sesuai perkembangan lingkungannya.

Karya sastra tidak hanya sebatas rangkaian kata per kata, namun juga membahas
mengenai suatu kehidupan. Kehidupan disini merupakan kehidupan berdasarkan
realitas dan gagasan manusia. Karya sastra yang berdasarkan realitas yang ada,
mayoritas akan memaparkan pada hal teladan, hikmah, dan pengalaman hidup
yang telah dikemas dengan tambahan sajian gaya imajinasi yang menarik namun
bermakna. Sedangkan pada karya sastra yang berdasar gagasan manusia berisi
mengenai ajaran moral, budi pekerti, pandangan hidup, budaya, nasehat, dan
masih banyak lagi yang menyangkut kehidupan manusia.

Penelitian sastra sangat diperlukan, dengan tujuan sastra akan cepat berkembang
kedalam perkembangan ilmu dunia. Perkembangan sastra dilatarbelakangi oleh
pandangan tentang ciptaan yang bernama sastra itu sendiri. Pengembangan ilmu
memerlukan suatu metode ilmiah, demikian juga pada penelitian sastra ditentukan
oelh karateristik kesastraannya.

Sastra lisan terdiri bermacam-macam jenis. Contohnya seperti pantun, teka-teki,


dan sebaagainya. Salah satu diantara jenis sastra lisan seperti pantun, teka-teki,
dan sebagainya. salah satu diantara jenis sastra lisan yaitu cerita rakyat. Cerita
rakyat merupakan ekspresi budaya suatu masyarakat lewat Bahasa tutur yang
brhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya seperti agama dan sosial
masyarakat tersebut (Isnain,2007). Cerita rakyat selalu diceritakan secara turun-
temurun. Hal tersebut juga telah dibahas menurut Endraswara, S,2013:47 bahwa

3
cerita rakyat merupakan genre folklore lisan yang diceritakan secara turun-
temurun.

Pada awalnya cerita rakyat disampaikan lewat media tutur oleh seseorang dalam
kelompok kepada anggota kelompok tersebut secara lisan atau dari mulut ke
mulut dan dibantu dengan alat peraga atau alat pengingat. Dikarenakan
penyebaran cerita rakyat yaitu dari mulut ke mulut, maka banyak sastra lisan yang
memudar karena tidak dapat dipertahankan (Asrif, 2014).

Cerita rakyat dapat diartikan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat lewat
bahasa tutur yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya seperti
agama dan kepercayaan, undang-undang kegiatan ekonomi sistem kekeluargaan
dan susunan nilai sosial masyarakat tersebut (Isnain,2007). Menurut Danandjaja
yang mengutip pendapat Boscom (1997), cerita rakyat dibagi menjadi tiga, yakni:
(1) Mite, (2) Legenda, dan (3) Dongeng. Berdasarkan pembagian cerita rakyat
dalam tiga kategori tesebut merupakan suatu tipe yang ideal, sebab dalam
kenyataannya banyak sekali cerita rakyat yang memiliki ciri-ciri lebih dari satu
kategori.

Masyarakat Kediri kaya akan cerita rakyat, sebab banyak peninggalan-


peninggalan budaya di wilayah Kediri. Sedangkan cerita rakyat yang kerap kita
dengar atau tidak asing di telinga kita bagi penduduk Kediri dan sekitarnya adalah
Dewi Kilisuci, Dewi Sekartaji atau Galuh Candra Kirana dan Lembu Sura.

Potensi budaya bertujuan sebagai kegiatan penggalian potensi karya berupa cerita
rakyat yang merupakan ranah kebudayaan tradisional yang patut untuk
dilestarikan keberadaannya. Cerita rakyat yang tergolong legenda ini sudah
sepatutnya dilestarikan agar lestari adanya cerita ini terhadap pembaca millennial.

Dalam penelitian ini penulis mengambil bahasan cerita Maling Gentiri Kediri.
Cerita rakyat yang penulis ambil termasuk dalam legenda. Dan telah dijelaskan
bahwa legenda bagian dari cerita rakyat. Tujuan penulisan ini adalah untuk
memaparkarkan cerita Maling Gentiri Kediri agar masyarakat lebih mengetahui
cerita maling gentiri yang pernah ada di kediri dan upaya pemerintah dalam

4
melestarikannya. Walaupun Kawasan makam dimana dianggap bagian tubuh
seorang yang dijuluki Maling Gentiri berada telah dijadikan sebagai wisata
budaya menurut Bappeda Jatim.

Penelitian mengenai cerita rakyat dianggap penting karena ketika penulis


menanyakan mengenai Maling Gentiri kepada generasi muda mereka banyak yang
tidak mengetahui hal ini. Apalagi tempat keberadaan dimana makam dari tokoh
cerita ini mereka juga tidak mengetahui. Orang dewasa atau orang tua pun juga
banyak yang tidak mengetahui banyak tentang cerita ini. Hal-hal tersebut
dikarenakan oleh banyaknya media yang lebih menarik perhatian untuk dibaca
ataupun didengar, misalnya saja pada media elektronik, media sosial, dan lain-
lain. Telah ada masyarakat Kediri yang membukukan cerita Maling Gentiri dalam
bentuk komik dan ada juga novel yang menceritakan ksatria Maling Gentiri karya
Achmad Zainal Facris tetapi juga masih saja belum banyak yang mengenal.

METODE

Pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif


kualitatif. Penelitian kualitatif mengungkapkan secara komprehensif beberapa
kasus yang relevan dengan tujuan penelitian (Stake, 1995). Jadi peneliti
mengumpulkan data sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan tujuan penelitian
dengan cara telaah studi pustaka dan observasi. Objek penelitian ini adalah cerita
Maling Gentiri Kediri yang dilakukan penelitian di daerah lapangan Joyoboyo
atau Ringin Sirah Kota Kediri dan Bukit Maskumambang Kediri.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Cerita Maling Gentiri Kediri

Konon di Kediri terdapat seorang maling yang budiman berlabel Maling Gentiri
atau maling aguno. Maling Gentiri merupakan kosa kata dalam Bahasa Jawa, jika
diartikan dalam Bahasa Indonesia berarti pencuri yang handal memiliki jurus jitu.

Di Inggris terkenal dengan cerita Robin Hood demikian juga dengan Nusantara
juga memiliki cerita miripnya yaitu Maling Gentiri Kediri atau banyak orang

5
mengatakan Robin Hood lokal dari Kediri yang mencuri dan hasil curiannya
dibagikan kepada orang-orang miskin.

Seorang Maling Gentiri selalu mendermakan harta yang diperoleh dengan cara
mencuri harta kolonial Belanda yang kemudian diberikan ke orang-orang miskin,
dalam hal ini rakyat pribumi. Karena sepak terjangnya itulah masyarakat
menyebutnya dengan nama panggilan Maling Gentiri. Sebenarnya memiliki nama
asli yaitu Tumenggung Ageng Ki Boncolono.

Diceritakan pada masa penjajahan Belanda. Dimana masyarakat Indonesia dan tak
terkecuali Kediri mengalami ketertindasan. Kita mengetahui dimasa penjajahan
Belanda perekonomian sangat tidak masuk akal dan penerapan pajak juga tidak
manusiawi. Hasil bumi selalu dirampas jika tidak berkenan untuk membayar
pajak. Dimana hasil bumi pertiwi sendiri malah dikenai pajak yang harus
dibayarkan ke colonial Belanda, hal itulah yang tidak masuk akal. Dalam
kebutuhan primer yaitu makan harus membeli kepada Belanda. Padahal hasil
bumi berasal dari bumi pertiwinya sendiri serta merupakan hasil jerih payah dari
menanam dan merawat. Melihat hal ketidakadilan dan kesewenang-wenangan
tersebut menggugah dan mengusik hati seorang Ki Boncolono tersebut.

Ki Boncolono dibantu dengan rekannya Tumenggung Mojoroto dan Tumenggung


Poncolono beserta murid-muridnya yang tentu saja sakti-sakti, mereka mengatur
jitu untuk merampok harta para kolonial Belanda. Hasil mencuri harta pejabat
Belanda tidak dimasukkan kantong sendiri oleh Ki Boncolono, namun dibagikan
kepada rakyat jelata atau pribumi. Hal itulah Ki Boncolono atau Maling Gentiri
tekenal dengan sebutan maling yang budiman. Terkait hal tersebut membuat
harum nama Ki Boncolono.

Lain halnya pada pemerintah belanda yang tentunya merasa murka dan geram
karena kelakuannya. Belanda selalu mencari taktik untuk meringkus Maling
Gentiri. Tetapi karena kesaktiannya selalu saja gagal dari taktik-taktik yang
berusaha Belanda lakukan untuk mematahkan kekuatan Ki Boncolono. Sebuah
cara jitu Ki Boncolono berdasarkan cerita setiap kali Ki Boncolono terkepung

6
oleh Belanda, ia merapatkan tubuhnya pada salah satu tiang atau tembok atau juga
pohon, pokoknya hal-hal terdekat yang bisa ditemukan kemudian langsung
hilanglah Ki Boncolono tersebut tanpa jejak atau tak nampak sekalipun. Tak hirau
jika ditembak Ki Boncolono tetap saja dapat hidup kembali semasa tubuhnya
dapat menyentuh tanah. Menurut pengamat bahwa sebuah kesaktian seorang yang
dapat hidup kembali ketika menyentuh tanah dinamakan ilmu Ajian Pancasona
yang juga dimiliki oleh Eyang Djojodigdan di Blitar dengan makam yang terkenal
yaitu makam gantung pasanggrahan Djojodigdan.

Karena Belanda semakin naik pitam akhirnya sebagai siasat politik Belanda
mengadakan sayembara berhadiah yang bernilai tinggi dalam rangka untuk
mengalahkan Ki Boncolono.

Ternyata terdapat beberapa orang yang mengetahui sebuah kelemahan efek dari
keilmuannya, yaitu ketika dibunuh bagian tubuhnya harus seketika dipenggal dan
dijauhkan dalam penguburannya.

Belanda langsung mengeksekusi cara tersebut dengan meminta bantuan ke


pendekar pribumi dalam rangka menyusun strategi menangkap Ki boncolono.
Akhirnya Ki Boncolono dapat ditertangkap dan dibunuh dengan kepala dipenggal
dan dimakamkan secara terpisah dengan segera dengan tujuan Ki Boncolono tidak
hidup kembali. Bagian tubuh dipercaya disemayamkan di Bukit Maskumambang
sedang kepalanya di kubur di Lapangan Joyoboyo atau juga disebut Ringin Sirah

Antara kedua tempat tersebut yaitu Ringin Sirah dan Bukit Maskumambang
dibatasi atau dipisahkan oleh Sungai Brantas. Dengan Ringin Sirah yang berada di
sebelah timur sungai sedangkan Bukit Maskumambang berada di seberang barat
sungai Brantas.

Peninggalan Ki Boncolono Berupa Makam

Langkah pemerintah sebagai upaya dalam melestarikan melalui merawat


peninggalan yang ada. Peninggalan berdasarkan cerita yang masih ditemui berupa
makam Ki Boncolono yang terdapat dua makam yakni makam bagian kepala dan
bagian badannya. Dimana kepala di makamkan di daerah yang bertempat di jalan

7
Joyoboyo, Desa Banjaran Kota Kediri dan tempat ini dijadikan lapangan. Daerah
tersebut orang-orang juga menyebutnya Ringin Sirah. Ringin yang berarti pohon
beringin dan sirah merupakan kosakata Bahasa Jawa dalam Bahasa Indonesia
berarti kepala. Di lapangan Ringin Sirah memang sampai saat ini masih terdapat
pohon beringin yang berukuran besar, dimana kepala Ki Boncolono dimakamkan
didekat pohon beringin tersebut.

Lapangan Ringin Sirah kini dimanfaatkan untuk lapangan seperti biasa namun
terdapat gerbang dibagian pintu masuknya dan dikekelilingi tembok sehingga
tidak nampak bagian dalamnya secara langsung dari jalan raya. Pintu gerbang
lapangan ini tidak selalu terbuka dan hanya ketika ada event saja lapangan ini
nampak terbuka. Karena letaknya yang berada di jantung kota, pada pelataran
lapangan di bagian luarnya sangat banyak orang-orang yang mengadu nasib
dengan berjualan di depan Ringin Sirah. Dibagian depan atas gerbang lapangan
terdapat nameboard Punden Makam Ki Ageng Gentiri. Diharapkan dengan
dijadikannya tempat lapangan yang dipelisirnya untuk berjualan yang didatangi
klayak orang dapat menggemakan cerita maling gentiri sebagai potensi budaya
yang nantinya dilakukan studi yang mengarah ke suatu hal yang positif.

Gambar 1. area depan Ringin Sirah.


Sumber dokumen pribadi

Sedangkan bagian badan Ki Boncolono dimakamkan di bukit Maskumambang


yang terletak diatas Gua Selomangleng Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.
Dengan ketinggian bukit yaitu 300 mdpl dan berhadapan dengan Gunung Klotok.
Makam Ki Boncolono berada di puncak bukit dan difungsikan sebagai tempat
ziarah dan wisata. Disana tidak hanya makam Ki Boncolono saja namun juga ada

8
rekannya seperguruan menimba ilmu yaitu Tumenggung Mojoroto dan
Tumenggung Poncolono.

Gambar 2. Area Makam Ki Boncolono


Sumber: jatimsmart.id

Untuk menapaki Bukit Maskumambang terdapat dua jalur yaitu: (1) jalur PDAM,
merupakan melalui jalur timur. Dan (2) jalur area wisata Selomangleng, dapat
dikatakan melalui jalur barat. Dahulu kala di kaki bukit ini dijadikan pemakaman
china, namun kini telah dipindahkan ke lebak. Walaupun kini terbelangkai dan
dialihfungsikan sebagai kebun. Kedua jalur tersebut sama-sama memiliki ratusan
anak tangga dan kurang lebih membutuhkan waktu 30 menit untuk sampai di
puncak bukit.

Area makam dibatasi dengan dinding pagar batu melingkar sebagai pelindung
pagar lama yang mulai rapuh. Dan tiga makam di bungkus dengan kain putih pada
nisannya. Ketiga makam tersebut bersebelahan. Diarea makam nampak tumbuh
pohon yang besar nan rindang menjadikan sejuk, sepi, tenang dan nyaman untuk
berziarah.

Gambar 3. Pintu masuk ke makam Ki Boncolono di bukit Maskumambang


Sumber: liputan6.com

9
Tempat pemakamanya dinamakan Astana Boncolono. Di Astana Boncolono ada
tiga makam yang disemayamkan di sana selain Mbah Boncolo. Dua di antaranya
adalah jasad Tumenggung Mojoroto dan Poncolono. "Mereka ini bertiga saudara
seperguruan," kata Nur Muhyar dilansir dari liputan6.com

Nur Muhyar menambahkan, jika keturunan dari Mbah Boncolono sampai


sekarang masih ada dan tinggal menetap di Jakarta. "Keturunanya masih ada,
namanya Japto S Soerjosoemarno SH tinggal di Jakarta," ucapnya.

Makam Ki Boncolono masuk kedalam situs cagar budaya. Karena makamnya


yang berada di Kawasan wisata budaya Selomangleng.

Tanggal 10 September 2004 yang lalu, pihak keluarga besar Boncolono dan
seluruh keturunannya telah bekerjasama dengan pemerintah Kota Kediri,
meronovasi Astana Boncolono dan Tumenggung Mojoroto dikawasan wisata
Selomangleng Kota Kediri.

Pihak keluarga besar Boncolono telah menyerahkan seluruh bangunan dan


fasilitas pendukungnya untuk diresmikan dan dikelola pemerintah Kota Kediri
untuk melestarikan budaya nasional serta menambah aset pariwisata Kediri.

"Banyak yang datang ke sini terutama pada hari Kamis malam Jumat, baik laki -
laki maupun perempuan. Ya sekedar untuk berdoa di sana, kadang sore maupun
malam hari," ujar Mbah Darno (56), salah satu pemilik warung kopi yang
lokasinya berada tepat di bawah Astana Boncolono di kawasan Wisata
Selomangkleng. Dilansir dari Liputan6.com

Namun masih ada saja menurut juru kunci makam, masyarakat mayoritas dari
daerah luar Kediri yang menganggap bahwa setelah berziarah dengan tujuan
mencari kesugihan, kelancaran dalam berdagang, dan tujuan-tujuan lain
memperoleh hasil keadaan yang lebih baik dan hal tersebut termasuk syirik karena
menyembah selain Tuhan.

10
"Bagi warga lokal Kediri dia adalah pahlawan, ini kan cerita turun temurun
masyarakat yang diyakini kebenarannya pada masa penjajahan Belanda
dulu," tutur Nur Muhyar Kepala Disbudparpora Kota Kediri.

Pemerintah telah melakukan perbaikan-perbaikan infrastruktur mulai dari tangga


untuk menanjaki bukit yang berjumlah sekitar 473 anak tangga hingga
membangun pagar pembatas disekitaran makam pada puncak bukit.

Gambar 4. Tangga yang telah dibangun menuju bukit Maskumambang


Sumber: liputan6.com
Upaya pemerintah disini sama dengan makam yang berada di lapangan Ringin
Sirah, namun yang di Bukit Maskumambang lebih menghadirkan bonus
pemandangan Kota Kediri dari ketinggian, hal itulah menjadi daya tarik tersendiri.

Pemerintah juga dapat melakukan pelurusan terkait mitos yang tersebar bahwa
masih adanya orang yang mempercayai bahwa makam dapat mengabulkan atau
mendatangkan sesuai harapan orang yang datang ke makam tersebut. Sudah
sepatutnya kita mengambil hikmah sifat ksatrianya Mbah Boncolono dalam
mengusir penjajah.

KESIMPULAN

Dengan dipaparkannya cerita Maling Gentiri dapat membangun keingintahuan hal


lain untuk dijadikan bahan studi agar cerita Maling Gentiri Kediri dapat on going
ke masyarakat nasional. Cerita Maling Gentiri Kediri juga diharapkan dapat
dikemas pada materi pembelajaran di sekolah, agar siswa millennial juga lebih
mengetahui bagaimana cerita Maling Gentiri Kediri bermula hadir.

Untuk upaya melestarikan agar terkenang sebuah cerita Maling Gentiri Kediri
pemerintah mengelola peninggalannya. Langkah melestarikannya berdasarkan

11
perspektif yang tepat yaitu dengan letak lokasi di jantung kota maka dimanfaatkan
untuk berjualan seperti hidangan makanan dan minuman. Sedangkan di tempat
Bukit sebagai rekreasi atau juga sebuah olahraga hiking yang menampilkan alam
hijau dan keindahan Kota Kediri dari ketinggian.

SARAN

Dengan adanya artikel ini pembaca dapat menjadikannya sebagai referensi untuk
mengembangkan penelitian berdasarkan studi yang ingin digali lebih dalam lagi.
Dan berdasarkan hasil penelitian tersebut jika terdapat kekurangan maka penulis
dapat menyempurnakan dengan beberapa panduan.

REFERENSI

Bappedajatimprov.go.id (2013). Kota Kediri. Dikutip 12 Desember 2020 dari


https://bappeda.jatimprov.go.id/bappeda/wp-content/uploads/potensi-kab-kota-
2013/kota-kediri-2013.pdf

Cahayanti. Dewi. 2019. “Artikel Nilai Karakter Dalam Cerita Ande-Ande


Lumut”. Artikel. FKIP, Bahasa Indonesia, Universitas Nusantara PGRI, Kediri.

Kediritourism.net. Wisata Religi. Diakses pada 19 Desember 2020, dari


https://kediritourism.net/pages/wisata-religi

Kurnia, Ita. Mengungkap Nilai-Nilai Kearifan Lokal Kediri Sebagai Upaya


Pelestarian Budaya Bangsa Indonesia”. Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
51-63.

Lembah, Manusia (2016, Oktober). Makam Boncolono di Bukit


Maskumamban,”Robin Hood” Nusantara dari Kediri. Dikutip 13 Desember 2020
darihttps://www.manusialembah.com/2016/10/makam-boncolono-di-bukit
maskumambang.html.

Liputan6.com (2018, 16 Oktober). Top 3 Berita Hari Ini: Mengenal Mbah


Boncolono, Sosok Robin Hood Asal Kediri. Dikutip 12 Desember 2020 dari

12
https://www.liputan6.com/regional/read/3668361/top-3-berita-hari-ini-mengenal-
mbah-boncolono-sosok-robin-hood-asal-kediri

Sahril. (2018). Cerita Rakyat Mas Merah: Kajian Resepsi Sastra. Kandai,14, 91-
104.

13
BIODATA DIRI PENULIS

Nama : Vira Nur’aini

Tempat/Tgl lahir : Kediri, 22 Februari 1999

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl. Raya Ringinrejo No.52

RT/RW : 001/002

Kel/Desa : Ringinrejo

Kecamatan : Ringinrejo

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Pekerjaan : Mahasiswi

Kewarganegaraan : WNI

Perguruan Tinggi :Univeristas Nusantara PGRI Kediri

Contact Person

Handphone : +62 8581 254 1132

Email : ainipira@gmail.com

14

Anda mungkin juga menyukai