Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

CERITA RAKYAT LAMONGAN

DISUSUN OLEH :

ADINDA KARTIKA

JUNIAR GLAYDIES ALIFAH

SMA SUNAN DRAJAT SUGIO

TAHUN PELAJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, dan kesempatan yang
diberikan-Nya sehingga Makalah yang berjudul “ Legenda Bandeng Lele Lamongan ” ini
dapat penulis selesaikan. Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas sekolah. Semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan kita tentang cerita rakyat terutama asal usul nama
suatu daerah ataupun tempat yang ada di Lamongan.
Selama penyusunan makalah ini, penulis masih menemui banyak hambatan dan

kesulitan diantaranya disebabkan oleh keterbatasan waktu, bahan serta pengetahuan. Oleh

karena itu, penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu atas

kesalahan serta kekurangannya penulis mohon maaf.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam proses penyusunan makalah ini. Semoga makalah yang
sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran yang bersifat
membangun juga sangat penulis harapkan.

Lamongan, 08 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Tujuan Penulisan
C.     Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Cerita Rakyat
B.     Jenis – Jenis Cerita Rakyat
C.     Contoh Cerita Rakyat

BAB III PENUTUP


A.    Kesimpulan
B.     Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia tumbuh berbagai cerita rakyat dengan corak dan budaya yang

beranekaragam. Cerita rakyat itu sendiri memiliki beberapa jenis. Diantaranya, ada yang

berupa fabel (cerita binatang), legenda (cerita tentang asal usul suatu tempat), mite (cerita

tentang makhluk halus), dan sage (cerita tentang kepahlawanan).

Cerita rakyat adalah yang bersumber hikayat-hikayat warisan bangsa, yang

diungkapkan dari satu generasi ke generasi tanpa disandarkan kepada pendirinya (Thu'aimah

1998: 202). Cerita rakyat yang berkembang di Indonesia sangatlah banyak, seperti contoh

Danau Toba, Malin Kundang, Roro Jonggrang, Putri Duyung, dan lain-lain. Termasuk cerita

rakyat yang berkembang di Provinsi Jawa Timur, tepatnya di Kabupaten Lamongan yaitu

Legenda Bandeng Lele Lamongan.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya :

1. Mengetahui pengertian dari cerita rakyat.

2. Mengetahui jenis-jenis cerita rakyat.

3. Mengetahui legenda dari Bandeng Lele Lamongan.

C. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan cerita rakyat?

2. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis cerita rakyat!

3. Bagaimanakah legenda Bandeng Lele Lamongan?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Cerita Rakyat

Cerita rakyat adalah cerita yang berkembang di masyarakat, dan disampaikan secara

turun-menurun. Sementara itu menurut Thu’aimah, Cerita rakyat adalah yang bersumber

hikayat-hikayat warisan bangsa, yang diungkapkan dari satu generasi ke generasi tanpa

disandarkan kepada pendirinya.

B. Jenis-Jenis Cerita Rakyat

Jenis-jenis cerita rakyat ada Empat, yaitu :


1. Fabel adalah jenis cerita rakyat yang pelaku atau tokoh dalam cerita adalah hewan.
2. Legenda adalah cerita rakyat yang mengisahkan asal-usul suatu tempat atau daerah.
3. Mite adalah cerita rakyat yang mengisahkan kehidupan dewa-dewi atau yang
berhubungan dengan makluk halus.
4. Sage adalah bentuk cerita rakyat yang bercerita tentang kepahlawanan.

C. Contoh Cerita Rakyat

Legenda Bandeng Lele Lamongan

Legenda ini berlatar belakang pada saat penyebaran Islam di nusantara ketika para
wali mulai aktif melakukan dakwahnya di tanah Jawa, jadi sekitar tahun 1400~1500-an.
Ketika itu ada seorang Nyi Lurah meminjam piandel berupa keris kepada salah seorang
waliullah (sunan) -kemungkinan Sunan Ampel- untuk mencegah ontran-ontran atau huru-
hara sekaligus untuk menjaga kewibawaannya di wilayahnya (sekitar wilayah Bojonegoro).
Kanjeng Sunan pun memberikan keris yang dimilikinya kepada Nyi Lurah tersebut dengan
beberapa syarat. Diantaranya adalah tidak boleh menggunakan keris tersebut untuk kekerasan
(menumpahkan darah) dan harus segera dikembalikan kepada Sunan tersebut secara langsung
setelah tujuh purnama (tujuh bulan).
Singkat cerita, akhirnya Nyi Lurah itu berhasil mewujudkan cita-cita dan harapannya
itu. Hari berganti hari dan tujuh purnama telah lewat namun belum ada tanda-tanda Nyi
Lurah untuk mengembalikan keris pusakanya. Hal inilah yang membuat Kanjeng Sunan
menjadi gelisah. Khawatir terjadi penyalahgunaan pada pusakanya sang sunan pun mengutus
salah seorang cantriknya (murid) untuk menemui Nyi Lurah, untuk mengingatkan perihal
pusaka pinjamannya. Cantrik tersebut akhirnya berangkat dari Ampeldenta (Surabaya)
menuju rumah Nyi Lurah. Kebetulan Cantrik tersebut berasal dari wilayah pesisir utara, di
bagian barat Gresik (yang sekarang dikenal sebagai Lamongan) sehingga dia tidak merasa
kesulitan (hafal) daerah Nyi Lurah tersebut.

Pada saat itu wilayah Lamongan masih terdiri dari hutan yang lebat yang mengapit
kiri kanan jalan kecil yang menghubungkan Bojonegoro dan Surabaya. Justru wilayah pesisir
Lamongan (sekarang dikenal sebagai Paciran) yang sudah berkembang, dengan banyak
dimukimi orang serta mempunyai jalanan luas yang menghubungkan kadipaten Tuban dan
Gresik. Jalan tersebut sekarang sudah bagus dan dikenal sebagai jalan Deandles
(Anyer~Panarukan). Nyi Lurah pun menyambut baik kedatangan utusan Kanjeng Sunan
tersebut. Namun Nyi Lurah tidak mau memberikan keris pusaka kepada cantrik tersebut
karena telah berjanji pada Sunan bahwa dia sendiri yang akan menyerahkan kepada kanjeng
Sunan. Padahal cantrik tersebut juga ’merasa’ ditugasi untuk mengambil keris pusaka
tersebut. Setelah bersitegang, akhirnya cantrik tersebut mengalah dan akhirnya menunggu
janji Nyi Lurah tersebut. Namun cantrik tersebut tidak pulang dan memilih memantau niat
Nyi Lurah selama tujuh hari. Dia curiga kalau Nyi Lurah memiliki niat yang buruk dengan
tidak mau mengembalikan keris pusaka tersebut. Setelah ditunggu tujuh hari dan tak ada
tanda-tanda niat untuk mengembalikan akhirnya cantrik tersebut beraksi.

Khawatir tidak bisa mengemban amanat dan dimarahi Kanjeng Sunan, cantrik
tersebut merencanakan untuk mengambil keris pusaka itu diam-diam dari rumah Nyi Lurah.
Pada malam harinya setelah dirasa keadaan sunyi dan sepi (entah karena ajian sirep
megananda atau apa, saya tidak ada referensi), cantrik tersebut memasuki rumah Nyi Lurah,
dan langsung menuju kamar Nyi Lurah untuk mengambil keris. Namun aksi tersebut tidak
sepenuhnya berlangsung mulus, setelah berhasil mengambil yang dicarinya ternyata pemilik
rumah tersadar dan mengetahui pencuriannya. Berhubung rumah Lurah yang disatroni maka
seluruh warga desa beserta aparat desa berbondong-bondong mengejarnya. Kejar mengejar
ini berlangsung sangat jauh hingga mencapai daerah Lamongan. Pada saat di perbatasan
daerah Babat-Pucuk, sebenarnya sang pencuri yang tak lain adalah cantrik tersebut merasa
terpojok, sebuah pohon asam besar menghalangi jalannya. Dan ketika anak tombak
dilemparkan kedadanya ternyata seekor kijang (rusa) lewat menyelamatkannya, hingga yang
terkena tombak adalah kijang tersebut.

Atas kejadian tersebut cantrik tersebut bersyukur pada Allah dan berujar bahwa anak
cucuku dan keturunanku kelak di kemudian hari, janganlah memakan daging kijang karena
binatang ini telah menyelamatkanku. Cantrik itu pun melanjutkan perjalannya ke arah
Surabaya, sementara penduduk yang loyal pada Nyi Lurah tetap mengejarnya. Hingga dia
terjebak pada sebuah jublangan (kolam atau bahasa kerennya billabong) yang ternyata penuh
ikan lele. Dimana lele itu mempunyai pathil (taring) untuk menyengat, sehingga bila
berkecipuk di kolam akan terlihat jenis ikannya. Suluh obor di kejauhan telah menuju ke
arahnya, tak ada jalan lain selain menyeberangi kubangan kolam lele di depannya. Tapi itu
sama saja bunuh diri, siapa yang mau terluka berdarah-darah menjadi serangan pathil lele.
Namun dengan keyakinan hati dan memohon perlindungan pada Allah, penguasa alam
cantrik sang pencuri keris pusaka itu menceburkan dirinya ke dalam kolam penuh ikan.
Ajaib! Ternyata tak satupun ikan menyerangnya bahkan dengan tenang dia bisa menyelam
dengan ikan-ikan lele berkerumun di atasnya. Karena melihat banyak ikan lele berenang di
atas kolam maka musnahlah dugaaan kalo si pencuri tersebut bersembunyi di kolam tersebut.
Warga desa yang mengejarnya itu pun akhirnya mengalihkan pencariannya di tempat lain.
Setelah itu menyembullah si cantrik kepermukaan, dengan mengucap puji syukur kepada
Allah sang catrik pun berujar bahwa anak, cucu dan keturunanku kelak, janganlah kalian
makan ikan lele! Karena ikan ini telah menyelamatkan hidupku.

Daerah tempat diucapkannya wasiat tersebut ada di sekitar daerah Glagah Lamongan.
Akhirnya singkat cerita si cantrik berhasil menyerahkan kembali pusakanya pada Kanjeng
Sunan. Beberapa cerita mengatakan bahwa cantrik yang mencuri keris pusaka tersebut
bernama Ronggohadi. Dia adalah orang yang kelak babat alas Lamongan dan menjadi bupati
pertama Lamongan yang bergelar Bupati Surajaya. Hingga sekarang, kebanyakan masyarakat
Lamongan di daerah Glagah, tengah kota, atau pesisir, sangat jarang yang makan lele sebagai
santapan lauk pauknya apalagi yang berdarah asli Lamongan (ayah dan ibu asli Lamongan).
Mereka khawatir kalau masih ada darah keturunan si cantrik itu, dan takut melanggar
sumpah. Ya.. walaupun pada umumnya orang sekitar Glagah, Deket dan sekitarnya, di era
sekarang ini banyak yang beternak ikan lele namun jarang sekali mereka yang memakan
daging ikan tersebut. Konon, jika ada anak keturunannya yang melanggar sumpah, maka
pigmen di area tangan atau tubuhnya akan memudar sehingga warna kulitnya belang-belang
hingga menyerupai tubuh ikan lele yang disayat.
Wa’allahualam Namun hal ini tidak berlaku bagi mereka yang mempunyai ayah dari
luar Lamongan atau tinggal jauh di wilayah Lamongan bagian selatan dan barat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Cerita rakyat adalah cerita yang berkembang di masyarakat, dan disampaikan secara
turun-menurun. Jenis-jenis cerita rakyat ada empat yaitu Fabel (cerita tentang hewan), Mite
(cerita yang berhubungan dengan makluk halus), Sage (cerita rakyat yang bercerita tentang
kepahlawanan), dan Legenda ialah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya
dengan peristiwa sejarah (Moeliono, 1988:508).
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini. Tentunya makalah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini berguna
bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
 
B. Saran

1. Semoga pembaca dapat mengambil pelajaran dari cerita ini.


2. Semoga cerita rakyat ini dapat dikenal lebih luas lagi oleh banyak orang. Terutama
seluruh masyarakat Lamongan bahkan Indonesia, sehingga cerita ini tidak hanya
dikenal dan dilestarikan oleh masyarakat Lampung Barat saja.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. “Jenis-Jenis dan Ciri-Ciri Cerita Rakyat”. Dalam


http://www.acehlook.com/jenis-jenis-dan-ciri-ciri-cerita-rakyat/. Diakses pada tanggal 12
Desember 2016, Pukul 19:00 WIB.

http://dimas-supriyanto-fst12.web.unair.ac.id/artikel_detail-109776-sejarah-Cerita%20Ikan
%20Lele%20dan%20Kota%20Lamongan.html

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan
Akademik SMA/MAK Kelas X. Jakarta:Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang
Kemdikbud.

http://kohacimaya.blogspot.com/2015/08/pendahuluan-dan-penutup-makalah-tentang.html

Anda mungkin juga menyukai