Anda di halaman 1dari 21

TUGAS AKHIR MATA KULIAH AGAMA ISLAM

MENGENAL AQIDAH AKHLAK ISLAMI

DOSEN PENGAMPUH : ABDULLAH FAQIH,M.AG

Disusun Oleh :

Aldin Saputro (21062013)

FAKULTAS TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM’ LAMONGAN

2023
AQIDAH AKHLAK ISLAMI

ABSTRAK

Kata Akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu merupakan jamak dari khuluq. Khuluq
adalahibarat dari kelakuan manusia yang membedakan baik dan buruk,lalu disenangi dan
dan dipilih yang baikuntuk dipraktekan dalam perbuatan, sedang yang buruk di benci dan
dihilangkan.

Dalam Akhlak,objek ilmu akhlakyang dipelajari adalah ilmu manusia, dan penetapan nilai
perilaku sebagai baik atau buruk.Dasar atau alat pengukur yang menyatakan baik buruknya
sifat perilaku seseorang itu adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi SAW. Apa apa yang
menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam
kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, apa yang buruk menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah,
itulah yang tidak baik harus dijahui.

Eksitensi akhlak yang baik sangat berpengaruh bagi kelangsungan umat muslim.
Mempelajari Ilmu akhlak bertujuan sebagai pedoman atau pun penerang bagi kaum manusia
dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. Akhlak tidak bisa menjadikan
manusia baik atau buruk. Kedudukan akhlak adalah sebagai dokter untuk pasien. Pasien bisa
saja tidak mendengarkan informasi yang diberikan dokter tentang kesehatannya. Hal ini
mengibaratkan bahwa hidup tanpa petunjuk akhlak yang baik maka akan mengalami
kerugian yang mendalam. Jika petunjuk dari dokter dari dokter diikuti dengan baik maka hal
ini akan mendorong kita supaya membentuk hidupyang menghasilkan kebaikan dan
kesempurnaan.Perbuatan baik membutuhkan pembiasaan setiap hari. Berusaha melakukan
perbuatan yang baik dan berusaha menjahui perbuatan yang buruk. Pebuatan yang baik akan
banyak halanganny. Berbekal akhlak mulia, seorang mukmin akan semakin teruji dan
menjadi insan yang terpuji.

PENDAHULUAN

Aqidah Akhlak mempunyai arti dan peranan penting dalam membentuk tingkah laku
manusia. Sebab dengan aqidah akhlak ini manusia tidak diarahkan kepada pencapaian
kebahagiaan hidup di dunia saja, tetapi juga untuk kebahagiaan hidup di akhirat. Dengan
aqidah akhlak manusia diarahkan mencapain keseimbangan antara kemajuan lahiriah dan
batiniah, keselarasan hubungan antara manusia dalam lingkup sosial masyarakat dan
lingkungannya juga hubungan manusia dengan tuhannya. Dan dengan aqidah akhlak pula
akan memiliki derajat yang tinggi yang melebihi makhluk lainnya. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa kedudukan aqidah akhlak sebagai landasan berbagai aktifitas seseorang,
menentukan baik dan buruknya.
Pembahasan Aqidah Akhlak

1. Aqidah
Pengertian Rukun Iman
Sebelum membahas mengenai Rukun iman penulis akan menguraikan apakah yang
dimaksud dengan iman, secara etimologi iman berasal dari bahasa Arab yaitu ―amina-
yu‘minu-imanan‖ yang berarti percaya. Kaitannya dengan aqidah, iman mengandung makna
AlTashdiq yakni pembenaran terhadap suatu hal, yang tidak dapat dipaksakan oleh siapapun
karena iman terletak dalam hati yang hanya dapat dikenali secara pribadi. Sedangkan secara
syara, iman diartikan sebagai pembenaran terhadap ajaran Nabi Muhammad SAW, yakni
beriman kepada Allah SWT, para malaikat, para nabi, para rasul, hari kiamat, qadh dan
qadar. Dengan demikian definisi iman menurut terminologi ialah keyakinan yang tertanam
dalam hati, diikhrarkan dengan lisan dan diwujudkan dengan amal perbuatan. Dalam hal ini
iman merupakan kesatuan dan keselarasan antara hati, lisan atau ucapan dan tingkah laku
atau perbuatan terhadap segala hal yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Pengertian iman secara istilah ialah kepercayaan yang meresap ke dalam hati, dengan penuh
keyakinan, tidak bercampur syak (ragu), serta memberi pengaruh

bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Jadi, iman itu bukanlah
semata-mata ucapan lidah, bukan sekedar perbuatan dan bukan pula merupakan
pengetahuan tentang rukun iman. Berikut pengertian iman menurut beberapa aliran: Aliran
Khawarij berpandangan bahwa iman adalah tidak semata-mata percaya kepada Allah SWT,
mengerjakan segala perintah dan kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan.
Segala perbuatan yang berbau religius termasuk di dalamnya masalah kekuasaan adalah
merupakan bagian dari iman. Aliran Murji‘ah berpendapat bahwa iman adalah mengakui
tiada Tuhan selain Allah SWT dan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah Rasul-Nya. Dan
selama seseorang masih mempercayai dan mengakui tiada Tuhan selain Allah SWT dan
Nabi Muhammad SAW adalah utusan-Nya, meskipun telah melakukan dosa besar orang
tersebut masih tetap mukmin dan bukan kafir. Aliran Mu‘tazilah berpandangan bahwa iman
adalah suatu pengetahuan yang diperoleh menggunakan akal, iman dikatakan telah benar
apabila menggunakan akal, maka dari itu iman berimplikasi pada setiap penolakan
keimanan berdasarkan otoritas orang lain. Aliran Al-Asy‘ari adalah mengikrarkan dengan
lisan dan membenarkan dengan hati. Persyaratan minimal untuk adanya iman adalah
tashdiq, dan sempurnanya iman adalah mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan
hati, dan mengerjakan dengan anggota. Dengan demikian pengertian iman adalah
membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan
(perbuatan).4 Sedangkan rukun Iman ialah mempercayai atau beriman kepada Allah SWT,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir dan qadha dan qadar. Rukun iman
berfungsi membentuk struktur fundamental yang berupa: prinsip landasan mental, prinsip
kepercayaan, prinsip kepemimpinan, prinsip pembelajaran, prinsip masa depan hingga
prinsip keteraturan. Kemudian pengertian islam adalah hal-hal yang terhubung dengan
ketundukan dan kepatuhan pada amal lahiriah, seperti melafalkan syahadah, shalat,
mengeluarkan zakat, puasa, dan melaksanakan haji.5 Tauhid (keesaan Tuhan) merupakan
prinsip lengkap yang menembus seluruh dimensi serta mengatur seluruh aktifitas makhluk.
Dari tauhid, lahir berbagai ajaran kesatuan yang mengitari prinsip tersebut, misalnya
kesatuan alam raya, kehidupan, agama, ilmu, kebenaran, umat kepribadian manusia dan
lain-lain. Kemudian dari masing-masing itu, lahir pula tuntunan dan semuanya beredar pada
prinsip tauhid. Islam yang ditegakkan melalui lima Rukun Islam, melibatkan pendekatan
syariat dan hukum fikih untuk memicu melakukannya, yang sangat populer dengan
menggunakan lima hukum dasar yakni wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah. Wajib
adalah segala sesuatu yang apabila dikerjakan diberi pahala dan apabila ditinggalkan
mendapatkan dosa. Sunnah adalah segala sesuatu yang apabila dikerjakan diberi pahala dan
apabila tidak dikerjakan tidak mendapat dosa. Haram adalah segala sesuatu yang apabila
dikerjakan mendapatkan dosa, dan apabila ditinggalkan diberikan pahala. Makruh adalah
segala sesuatu yang apabila dikerjakan tidak mendapat apa-apa, tetapi jika ditinggalkan
diberikan pahala. Mubah adalah segala sesuatu yang boleh dikerjakan atau tidak dikerjakan,
artinya dikerjakan maupun tidak dikerjakan, tidak mendapat apa-apa baik pahala maupun
dosa.

B. Dalil Rukun Iman Beberapa dalil yang menjelaskan tentang rukun iman, pengertian iman,
keutamaan iman, dan penanaman iman pada diri seseorang, sebagai berikut:

1. Dalam matan Hadits Arba‘in menjelaskan rukun iman dalam hadits kedua yang artinya:
Dari Umar Radhiyallahu anhu, ia berkata, “pada suatu hari ketika kami duduk di dekat
Rasulullahu Alaihi Wa Sallam, tiba-tiba muncul kepada kami seorang laki-laki yang
berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam, tidak terlihat padanya bekas
perjalanan jauh, dan tidak ada seorang pun dari kami yang mengenalnya hingga ia duduk di
hadapan Nabi SAW lalu ia menyandarkan lutut nya ke lutut Nabi SAW dan meletakan
kedua telapak tangan nya di atas kedua paha Nabi SAW. Lalu laki-laki itu berkata, ‟wahai
Muhamad! Beritahukanlah kepadaku tentang islam.‟ Rosulullah SAW menjawab, „islam
adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada illah yang berhak di ibadahi dengan benar selain
Allah SWT dan bahwasan nya Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan ramadhan, dan menunaikan ibada haji ke
baitullah jika engkau mampu melakukan nya‟. Laki-laki itu berkata „engkau benar‟. Maka
kami merasa heran kepada nya, dia yang bertanya, dan dia pula yang membenarkan.
Kemudian dia bertanya lagi, „beritahukanlah kepadaku tentang iman‟. Nabi SAW
menjawab „iman adalah engkau beriman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat Nya, kitab-
kitab Nya, rasul-rasul Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun
yang buruk‟. Ia berkata „engkau benar‟. Kemuan laki-laki tersebut segera pergi. Lalu aku
(umar) diam beberapa lama sehingga Nabi SAW bertanya kepada ku, wahai Umar! Apakah
engkau tahu, siapa laki-laki yang tadi bertanya? Aku menjawab, Allah SWT dan Rasul-Nya
yang lebih tahu. Beliau bersabda, ia adalah malaikat jibril, ia datang kepadda kalian untuk
mengajarkan agama kalian.” (HR. Muslim)

2. Dalil tentang rukun iman dalam QS. An-Nisa : 136, yang artinya: “wahai orang-orang
yang beriman tetaplah beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang
Allah SWT turunkan kepada RasulNya serta kitab yang Allah SWT turunkan sebelumnya.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah SWT, Malaikatmalaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-
rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah keadaan sesat sejauh-
jauhnya.” (QS. An-Nisa : 136)
2. Akhlak

A. Pengertian Akhlak Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan
akhlak, yaitu pendekatan linguistic (kebahasaan), dan pendekatan terminologi (peristilahan).
Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk
infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi
majid af‟ala, yuf‟ilu if‟alan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi‟ah (kelakuan,
tabi‟at, watak dasar), al-„adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru‟ah (peradaban yang baik),
dan al-din (agama). Namun akar kata akhlak dari akhlaqa sebagaimana tersebut di atas
tampaknya kurang pas, sebab isim mashdar dari kata akhlaqa bukan akhlaq tetapi ikhlaq.
Berkenaan dengan ini maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistik kata
akhlaq merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar
kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya. Kata akhlaq adalah jamak
dari kata khilqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlak sebagaimana telah
disebutkan di atas. Menurut bahasa (Etimonologi)) Akhlak ialah bentuk jamak dari khuluq
yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi‟at, akhlak disamakan

dengan kesusilaan, sopan santun. Khuluq merupakan gambara sifat batin manusia, gambaran
bentuk lahiriah manusia, seperti raut wajah, gerak anggota badan dan seluruh tubuh, dalam
bahasa yunani pengertian khuluq ini disamakan dengan kata ethcicos kemudian berubah
menjadi etika. Dalam kamus Al-Munjadid khuluq berarti budi pekerti, perangai, tingkah
laku, atau tabiat, akhlak diartiakn sebagai ilmu tata karma, ilmu yang berusaha mengenal
tingkah laku manusia, kemudian memberi nilai kepada perbuatan baik atau buruk sesuai
dengan norma-norma dan tata susila. Jadi akhlak adalah tingkah laku atau perbuatan dari
seseorang baik itu buruk maupun baik yang mencerminkan diri seseorang yang berdasarkan
norma atau adat istiadat setempat. Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah ini
dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih yang
selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara
singkat mengatakan, bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sementara itu Imam Al-Ghazali yang selanjutnya dikenal sebagai Hujjatul Islam (pembela
Islam), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang dianggap
menyesatkan. Ibn Miskawaih mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sejalan dengan pendapat tersebut diatas, dalam
Mu‟jam al-Wasith, Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Selanjutnya di dalam Kitab Dairatul Ma‟arif,
secara singkat akhlak diartikan yaitu sifat-sifat manusia yang terdidik. Keseluruhan definisi
akhlak di atas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara
satu dan lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling
melengkapi, dan darinya ada lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu: Pertama,
perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga
telah menjadi kepribadiannya. Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan
dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan sesuatu
perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila.
Pada saat yang bersangkutan melakukan suatu perbuatan ia tetap sehat akal pikirannya dan
sadar. Oleh karena itu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan, tidur, hilang
ingatan, mabuk, atau keadaan reflek seperti berkedip, tertawa dan sebagainya bukanlah
perbuatan akhlak. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sehat
pikirannya. Namun karena perbuatan tersebut sudah mendarah daging, sebagaimana
disebutkan pada sifat yang pertama, maka pada saat akan mengerjakannya sudah tidak lagi
me-merlukan pertimbangan atau pemikiran lagi. Hal yang demikian tidak ubahnya dengan
seseorang yang sudah mendarah daging mengerjakan shalat lima waktu, maka pada saat
datang panggilan shalat ia sudah tidak merasa berat lagi mengerjakannya, dan tanpa pikir-
pikir lagi ia sudahmudah dan ringan dapat mengerjakannya. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak
adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada
paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar
kemauan, pilihan, dan keputusan yang bersangkutan. Oleh karena itu jika ada seseorang
yang melakukan suatu perbuatan, tetapi perbuatan tersebut dilakukan karena paksaan,
tekanan atau ancaman dari luar, maka perbuatan tersebut tidak termasuk ke dalam akhlak
dari orang yang melakukannya. Dalam hubungan ini Ahmad Amin mengatakan, bahwa ilmu
akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau
buruk. Tetapi tidak semua amal yang baik atau buruk itu dapat dikatakan perbuatan akhlak.
Banyak perbuatan yang tidak dapat disebut perbuatan akhlak, dan tidak dapat dikatakan baik
atau buruk. Perbuatan manusia yang dilakukan tidak atas dasar kemauannya atau pilihannya
seperti bernafas, berkedip, berbolak-baliknya hati, dan kaget ketika tiba-tiba terang setelah
sebelumnya gelap tidaklah disebut akhlak, karena perbuatan tersebut yang dilakukan tanpa
pilihan. Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya, bukan mainmain atau karena bersandiwara. Kelempat, sejalan dengan ciri
yang ke empat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang
dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah SWT, bukan karena ingin dipuji orang
atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian. Seseorang yang melakukan perbuatan bukan
atas dasar karena Allah SWT tidak dapat dikatakan perbuatan akhlak. Dalam perkembangan
selanjutnya akhlak tumbuh menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri, yaitu ilmu yang
memiliki ruang lingkup pokok bahasan, tujuan, rujukan, aliran dan para tokoh yang
mengembangkannya. Semua aspek yang terkandung dalam akhlak ini kemudian membentuk
satu kesatuan yang saling berhubungan dengan membentuk suatu ilmu. Dalam Da‟iratul
Ma‟arif Ilmu akhlak adalah Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya
hingga terisi dengannya dan tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa
kosong dari padanya. Kelima di dalam Mu‟jam al- Wasith disebutkan bahwa ilmu akhlak
adalah ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan
perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan baik atau buruk. Keenam selain itu ada
pula pendapat yang mengatakan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu tentang tata krama. Ada
beberapa definisi yang diutarakan oleh para ulama tentang makna akhlak. Al-Ghazali
memaknai akhlak dengan: Sebuah tatanan yang tertanam kuat dalam jiwa yang darinya
muncul beragam perbuatan dengan mudah dan ringan, tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan. Sebagian lagi mendefinisikan akhlak dengan: Sekumpulan nilai-nilai dan
sifat yang menetap di dalam jiwa, yang dengan petunjuk dan standarnya sebuah perbuatan
dinilai baik atau buruk oleh seseorang, yang untuk kemudian dia melakukan perbuatan
tersebut atau mengurungkannya. Dari penjelasan di atas kiranya dapat kita simpulkan bahwa
pendidikan akhlak adalah ikhtiar atau usaha manusia dewasa untuk mengarahkan peserta
didik agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Allah Ta‟ala dan berakhlak karimah.
Akhlak dimaksud disini adalah perilaku dalam kegiatan sehari hari, dan membangun akhlak
mulia adalah menerapkan segala amal usaha atau perbuatan yang amanah jujur dan, tablig
serta cerdas, Karena demikian maka perwujudan dari akhlak mulia membawa konsekuensi
kepada tiap individu untuk kegiatan nya dalam jalan yang lurus , yaitu iklhas dalam beramal
serta ikhsan, sejalan dengan itu juga menjauhkan sikap riya, sombong, fakhsya, fasad dan
mungkar Dampak dari penerapan demikian dari sifat ini bisa membawa kesejahteraan
bersama, kedamaian, ketentraman serta kenikmatan hidup. Dengan demikian jika kita
membangun akhlak mulia dengan mewujudkan kejujuran dalam praktek,ikhlas dan ikhsan
kita hendak membangun dunia yang rahmatul lil alamiin satu dunia penuh kedamaain,
Sebaliknya bila kita berbuat kemungkaran, membuat kerusakan, membuat keonaran tidak
akan damai dan sejahtera, tetapi juga kita tidak punya hari depan. Dalam pandangan Islam
Akhlak mulia itu adalah ditunjukkan oleh teladan Rasulullah sebagai uswatun hasanah
( setepat tepatnya contoh) sesuai dengan firman Allah SWT: artinya: “telah ada pada
Rasullulullah sebagai setepat tepanya contoh teladan” Figur uswatun hasanah itu
ditampilkan Rasulullah dengan 4 lambang yaitu: Pertama, siddiq yaitu jujur. Sikap jujur
adalah sikap yang berpihak kepada kebenaran dimana nabi tidak melakukan kebohongan.
Kedua, amanah. Sikap ini lebih kepada tanggung jawab menunaikan kewajiban.
Melaksanakan janji,menunaikan komitmen dan bertanggung jawab atas tugas yang dipikul.
Ketiga, sikap tabligh. Sikap ini fokus kepada penyampaian seruan yang haq, menyampikan
dakwah yang benar. Dalam hal informasi, tidak dibenarkan menutupi informasi yang sahih.
Keempat, fathonah. Ini menyangkut sikap yang cerdas dan kepahaman terhadap sesuatu.
kondisi dan situasi. Nabi berpenampilan cerdas dalam bertingkah laku. Abdul Hamid
mengatakan Akhlak ialah ilmu tentang keutamaan yang harus dilakukan dengan cara
mengikutinya sehingga jiwanya terisi dengan kebaikan, dan tentang keburukan yang harus
dihindarinya sehingga jiwanya kosong (bersih) dari segala keburukan. Sedangkan menurut
Al-Ghazali di dalam buku Abidin Ibnu Rusn, Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar
dalam jiwa, darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu
pemikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji,
baik dari segi akal dan syara‘, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang lahir darinya
perbuatan tercela maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.93 Dari beberapa definisi
di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa akhlak adalah sifat-sifat yang dibawa
manusia sejak lahir yang pertama dalam jiwanya yang selalu ada padanya, bersifat spontan,
tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar. Sifat yang lahir
dalam perbuatan yang baik disebut akhlak mulia (al-akhlak al-karimah) sedangkan
perbuatan yang buruk disebut akhlak yang tercela (al-akhlak al-madzmumah) sesuai dengan
pembinaannya.

B. Macam-Macam Akhlak Adapun pembagian akhlak berdasarkan sifatnya dibagi menjadi


dua bagian yaitu : Akhlak Mahmudah (akhlak terpuji) atau akhlak al-karimah (akhlak yang
mulia) dan Akhlak Madzmumah (akhlak tercela) atau akhlak sayyi‟ah (akhlak yang jelek).
Akhlak Mahmudah adalah tingkah laku yang terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan
iman seseorang kepada Allah. Akhlak Mahmudah dilahirkan berdasarkan sifat-sifat yang
terpuji. Orang yang memiliki akhlak terpuji ini dapat bergaul dengan masyarakat luas karena
dapat melahirkan sifat saling tolong menolong dan menghargai sesama. Akhlak yang baik
merupakan sumber dari segala perbuatan yang sewajarnya. Akhlak inilah yang dianjurkan
dalam pandangan Islam. Di dalam mukadimahnya, al-Ghazali menyatakan bahwa pada
bagian ketiga Kitab Ihya (al-muhlikat) alGhazali akan menjelaskan tentang pengertian
akhlak dan hakikatnya. Juga tentang motivasinya, bahayabahayanya dan tanda-tandanya,
serta obat bagi akhlak yang tercela. Akhlak yang baik adalah sebagaimana yang
diteladankan oleh Rasulullah SAW., juga yang merupakan dari sikap para shiddiqin. Pada
hakikatnya ia adalah bagian terbesar dari agama, buah kegiatan dari para muttaqin dan
sebagai latihan kaum yang beribadat. Sedangkan akhlak yang tercela, adalah racun yang
dapat membunuh, noda yang nyata, sifat kerendahan yang jelas—yang menjauhkan
manusia dari Allah.94 Meninggalkan maksiat yang dilarang dan berbuat taat yang diperintah
adalah bentuk dari penerapan akhlak, dan al-Ghazali menekankan bahwa meninggalkan
maksiat lebih berat dan sulit dibandingkan dengan berbuat taat. Karenanya, meninggalkan
syahwat yang sering melakukan maksiat merupakan amal para shiddiqin. Ini bukannya
tanpa latihan, karena riyadah alnafs merupakan bagian dari pekerjaan mereka—seperti
melihat aib sendiri (mawas diri), menjaga lidah dan mengendalikan amarah. Latihan itu
sendiri menjadi obat bagi akhlak yang tercela. Di antara tanda-tanda akhlak manusia
menjadi baik, adalah dengan membiasakannya dan kemudian merasakan manisnya ibadah
yang dilakukan. Akhlak yang seperti itu terintegrasikan dalam diri seseorang sehingga ia tak
merasakannya lagi sebagai sebuah kelebihan. Hal ini seperti diceritakan kembali oleh
AlGhazali dalam kisah Sahl al-Tustari, yang melazimkan kebaikan sebagai sebuah
kebiasaan, sehingga ia merasakan bahwa semuanya merupakan taufik dari Allah Yang
Mahakuasa.

Dilihat dari ruang lingkupnya, akhlak Islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak
terhadap Khaliq (Allah Swt.) dan akhlak terhadap makhluq (ciptaan Allah). Akhlak terhadap
makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam, seperti akhlak terhadap sesama
manusia, akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia (seperti tumbuhan dan binatang),
serta akhlak terhadap benda mati.

1. Akhlak kepada Allah SWT Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan
kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji.
Bertasbih kepadaNya. Memuji kepada-Nya. Bertawakal kepada Allah. Bersyukur
kepada Allah. Bersabar atas segala Ujian dan cobaan yang diberikan Allah.
2. Akhlak Mulia dalam Ber-hablun Minannas Hablun minannas adalah berhubungan antar
sesama manusia. Sebagai umat beragama, setiap orang harus menjalin hubungan baik
antar sesamanya setelah menjalin hubungan baik dengan Tuhannya. Dalam kenyataan
sering kita saksikan dua hubungan ini tidak padu. Terkadang ada seseorang yang dapat
menjalin hubungan baik dengan Tuhannya, tetapi dalam menjalin hubungan dengan
sesamanya. Atau sebaliknya, ada orang yang dapat menjalin hubungan secara baik
dengan sesamanya, tetapi ia mengabaikan hubungannya dengan Tuhannya. Tentu saja
kedua contoh ini tidak seharusnya dilakukan adalah bagaimana ia dapat menjalin dua
bentuk hubungan itu dengan baik, sehingga terjadi keharmonisan dalam dirinya.
3. Akhlak terhadap diri sendiri Untuk membekali kaum Muslim dengan akhlak mulia
terutama terhadap dirinya, di bawah akan diuraikan beberapa bentuk akhlak mulia
terhadap diri sendiri dalam berbagai aspeknya. Di antara bentuk akhlak mulia ini adalah
memelihara kesucian diri baik lahir maupun batin. Orang yang dapat memelihara dirinya
dengan baik akan selalu berupaya untuk berpenampilan sebaik-baiknya di hadapan
Allah, khususnya, dan di hadapan manusia pada umumnya dengan memperhatikan
bagaimana tingkah lakunya, bagaimana penampilan fisiknya, dan bagaimana pakaian
yang dipakainya. Pemeliharaan kesucian diri seseorang tidak hanya terbatas pada hal
yang bersifat fisik (lahir) tetapi juga pemeliharaan yang bersifat nonfisik (batin). Yang
pertama harus diperhatikan dalam hal pemeliharaan nonfisik adalah membekali akal
dengan berbagai ilmu yang mendukungnya untuk dapat melakukan berbagai aktivitas
dalam hidup dan kehidupan sehari-hari. Berbagai upaya yang mendukung ke arah
pembekalan akal harus ditempuh, misalnya melalui pendidikan yang dimulai dari
lingkungan rumah tangganya kemudian melalui pendidikan formal hingga mendapatkan
pengetahuan yang memadai untuk bekal hidupnya (QS. al-Zumar (39): 9). Setelah
penampilan fisiknya baik dan akalnya sudah dibekali dengan berbagai ilmu
pengetahuan, maka yang berikutnya harus diperhatikan adalah bagaimana menghiasi
jiwanya dengan berbagai tingkah laku yang mencerminkan akhlak mulia. Di sinilah
seseorang dituntut untuk berakhlak mulia di hadapan Allah dan Rasulullah, di hadapan
orang tuanya, di tengah-tengah masyarakatnya, bahkan untuk dirinya sendiri.
4. Akhlak dalam lingkungan keluarga Di samping harus berakhlak mulia terhadap dirinya,
setiap Muslim harus berakhlak mulia dalam lingkungan keluarganya. Pembinaan akhlak
mulia dalam lingkungan keluarga meliputi hubungan seseorang dengan orang tuanya,
termasuk dengan guru-gurunya, hubungannya dengan orang yang lebih tua atau dengan
yang lebih muda, hubungan dengan teman sebayanya, dengan lawan jenisnya, dan
dengan suami atau isterinya serta dengan anak-anaknya. Menjalin hubungan dengan
orang tua atau guru memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam pembinaan akhlak
mulia di lingkungan keluarga. Guru juga bisa dikategorikan sebagai orang tua kita.
Orang tua nomor satu adalah orang tua yang melahirkan kita dan orang tua kedua adalah
orang tua yang memberikan kepandaian kepada kita. Islam menetapkan bahwa berbuat
baik kepada kedua orang tua (birr al-walidain) adalah wajib dan merupakan amalan
utama (QS. al-Isra‟ (17): 23-24 dan HR. al-Bukhari dan Muslim).
Memahami Akhlak Terpuji

A. Pengertian Akhlak Terpuji Akhlak mulia dan terpuji merupakan akhlak yang
ditandai dengan beberapa ciri dari berbagai segi berdasarkan prinsip-prinsip, sumber,
tujuan, isi, dan kaidahnya. Islam telah menciptakan kaidah tersendiri dalam
membimbing umatnya dengan berdasarkan pada asas yang dapat memelihara
keberadaan mereka dan dapat mencapai keseimbangan antar semua unsur kekuatan
dengan tidak menghilangkan salah satu unsur kekuatan mereka, akan tetapi
bagaimana agar masingmasing unsur itu dapat bekerja secara seimbang dan damai
tanpa ada yang dirugikan. Akhlak terpuji berasal dari berasal dari bahasa Arab yaitu
al-akhlaq almahmudah. Kata mahmudah berarti bentuk maf‘ul dari kata hamida yang
berarti ―terpuji. Kalimat Akhlak Terpuji sering juga disebut dengan alakhlaq al-
karimah atau makarim al-akhlaq yaitu (akhlaq mulia). Akhlak terpuji merupakan
sifat atau perilaku yang baik yang dimiliki seseorang. Perilaku yang baik itu akan
dapat menjadikan dirinya disukai dan dicintai orang lain, sehingga dirinya akan
menjadi contoh kebaikan bagi orang lain. Adapun istilah lain akhlak terpuji yang
telah dikemukakan oleh beberapa pendapat tentang pengertian akhlak terpuji, yaitu:
Menurut al-Ghazali, akhlaq terpuji merupakan sumber ketaatan dan kedekatan
kepada Allah SWT, sehingga mempelajari dan mengamalkannya merupakan
kewajiban induvidual setiap muslim. Menurut Imam al Ghazali dalam menjelaskan
pengertian akhlak yang baik, dia menyimpulkan tentang makna akhlak yang baik
dengan, “fa man-istawat fîhi hâdzihil khishâl wa tadalat fa huwa husnul khuluqi
muthlaqan. Sebaliknya, bila kekuatankekutan itu tidak seimbang maka itulah makna
akhlak yang buruk. Al-Ghazali juga mengutip perkataan Sayyidin Ali bin Abi
Thalib ra. Yang pernah mengatakan tentang akhlak yang baik ― hakikat dari akhlak
yang baik dan mulia ialah ada pada tiga perkara; yaitu. Menjauhi larangan Allah
S.W.T. mencari yang halal dan berlapang dada kepada sesama manusia. Beliau juga
mengutip ucapan Abu Sa‟id al-Karaz yang mendefinisikan tentang akhlak yang baik,
ia mengatakan; ―Hakikat akhlak yang baik ialah, bila mana tidak ada suatu
keinginan pun bagi seorang hamba selain hanya bergantung kepada Allah S.W.T.
Al-Gazali mencontohkan, seperti kata Hasan Basri, ―Kebagusan akhlak itu manis,
memberi kelebihan dan mencegah kesakitan. Menurut al-Quzwaini, akhlaq terpuji
adalah ketepatan jiwa dengan perilaku yang baik dan terpuji. Menurut Al-Mawardi,
akhlaq terpuji adalah perangai yang baik dan ucapan yang baik. Menurut Ibnu
Qayyim, pangkal akhlaq terpuji adalah ketundukan dan keinginan yang tinggi. Sifat-
sifat terpuji menurutnya, berpangkal dari keduanya. Ia memberikan gambaran hal
tentang bumi yang tunduk pada ketentuan Allah SWT. Ketika air turun menimpanya,
bumi merespon dengan kesuburan dan menumbuhkan tanaman-tanman yang indah.
Demikian pula manusia, tatkala diliputi rasa ketaatan dan ketundukan kepada Allah
SWT, lalu turun taufik dari Allah SWT, ia akan mereponsnya dengan sifat-sifat
terpuji. Menurut Ibnu Hazm, akhlaq terpuji ada empat, yaitu adil, paham, keberanian
dan kedermawanan. Menurut Abu Dawud al-Sijistani (w. 275 H./889 M.), akhlaq
terpuji adalah perbuatan-perbuatan yang disenangi, sedangkan akhlaq tercela adalah
perbuatanperbuatan yang harus dihindari. Seperti yang kita fahami bahwa
Akhlakterpuji adalah sebuah perilaku sebab seseorang memperoleh derajat yang
tinggi di jannah Allah SWT. Sebaliknya, akhlak yang buruk adalah sebab seseorang
terhalangi dari kenikmatan jannah Dari Abu Umamah , dia berkata, Rasulullah SAW
bersabda: “Aku memberikan jaminan dengan sebuah rumah di tepi jannah bagi orang
yang meninggalkan perdebatan meskipun ia berhak. Aku juga memberikan jaminan
dengan sebuah rumah di tengah jannah bagi yang meninggalkan kedustaan walaupun
dalam senda gurau. Aku juga menjanjikan sebuah rumah di jannah tertinggi bagi
yang membaguskan akhlaknya.” (HR. Abu Dawud) Dari al-Haritsah bin Wahb, ia
berkata, Rasulullah bersabda: “Tidak akan masuk jannah orang yang kasar dan
kaku.” (HR. At-Tirmidzi). Dengan demikian akhlak terpuji adalah sebuah tingkah
laku yang mencerminkan kepribadian baik seseorang, baik itu dari segi prilaku,
ucapan, maupun tindakan yang berlandaskan syariat maupun prilaku yang telah di
contohkan oleh Rasulullah SAW. Seorang Hamba yang baik akhlaknya, meskipun
sedikit ibadahnya, dapat mencapai derajat orang yang ahli shalat dan puasa. Tentang
ini Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya pemilik akhlak
yang baik benar-benar mencapai derajat orang yang ahli puasa dan shalat (HR.
Tirmidzi). Oleh sebab itu prilaku seseorang akan menentukan seberapa tinggi derajat
manusia di mata Allah Swt.

B. Macam-Macam Akhlak Terpuji


1. Akhlak terhadap Allah SWT. Menurut Abuddin Nata, menjelaskan bahwa ada empat
alasan mengapa manusia harus berakhlak kepada Allah Swt. Pertama, karena Allah yang
telah menciptakan manusia (Q.S. At-Thariq ayat 4-7). ―Tidak ada suatu jiwapun (diri)
melainkan ada penjaganya, Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia
diciptakan?, Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi
dan tulang dada” Kedua, Karena Allah yang telah memberikan semua yang ada pada diri
manusia baik itu, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran serta hati sanubari, di
samping itu Allah lah yang menciptakan manusia secara sempurna baik secara fisik
maupun non fisik. Ketiga, Dan Allah lah yang telah menciptakan berbagai sumber yang
sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan sebagainya. Dalam (Q.S.
AlJatsiyah: 12-13). “Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal
dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya
dan Mudah-mudahan kamu bersyukur, Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang
di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang berfikir”. Keempat, Dan Allah telah memuliakan manusia dengan menganugrahkan
kemampuan dalam menguasai daratan dan lautan, Menurut (Q.S. Al-Isra‘: 70)“Dan
Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”
Karena Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya akan kemampuan
menguasai daratan dan lautan”.
Dari penjelasan diatas maka lahirlah tingkah laku dan sikap dari manusia kepada Allah
SWT yang termasuk akhlak terpuji, diantaranya :
a. Mentauhidkan Allah SWT. Tauhid artinya mengimani keberadaan Allah serta adanya
pengakuan bahwa Allah SWT sebagai satu- satunya yang memiliki sifat rububbiyah
(mentauhidkan Allah dengan amalan dan pernyataan tegas bahwa Allah adalah Tuhan,
Pencipta semua makhluk) dan uluhiyyah (mentauhidkan Allah dalam segala bentuk
peribadahan baik yang Zhahir maupun batin), serta kesempurnaan nama dan sifat-Nya
(mentauhidkan Allah dengan nama dan sifat yang telah Ia tetapkan bagi dirinya dalam
Al-Qur‘an. Dan Hadits Rasulullah). Tidak ada sesuatu hal yang akan mampu
membebaskan hati dari penyakit-penyakit hati kecuali dengan membawa hati menuju
pengetahuan tauhid. seseorang tidak akan mampu melakukan hal ini kecuali atas
kehendak dan pertolongan Allah Swt. Semata.
b. Berbaik sangka (husnudzhan). Berbaik sangka terhadap keputusan Allah AWT.
Merupakan salah satu akhlak terpuji kepada-Nya. Diantara ciriakhlak terpuji ini adalah
ketaatan yang sungguhsungguh kepada-Nya.
c. Qona‘ah. Qona‘ah adalah rela dan merasa cukup dengan sesuatu yang
dimilikinya,serta merasa puas dengan apa yang telah diberikan oleh Allah.
d. Raja‘. Raja‘ adalah suatu sikap optimis yang dimiliki seseorang dengan penuh
pengharapan dalam memperoleh karunia Allah.
e. Dzikrullah. Mengingat Allah (dzikrullah) adalah pokok dan mempunyai nilai
keutamaan dari makna setiap ibadah kepada Allah SWT karena hal ini merupakan
pertanda hubungan antara hamba dan Pencipta pada setiap saat dan tempat.
f. Tawakal. Hakikat tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT.
Dengan demikian, hamba percaya dengan bagian Allah SWT untuknya. Apa yang telah
ditentukan Allah SWT untuknya, ia yakin pasti akan memperolehnya. Sebaliknya, apa
yang tidak ditentukan Allah SWT untuknya, ia pun yakin pasti tidak akan
memperolehnya.
g. Taat terhadap perintah-perintah-Nya.. Hal pertama yang harus dilakukan seorang
muslim dalam berakhlak kepada Allah SWT adalah dengan menta‟ati segala perintah-
Nya. Sebab bagaimana mungkin ia tidak menta‟ati-Nya, padahal Allah SWT yang telah
memberikan segala-galanya pada dirinya. Sikap taat kepada perintah Allah SWT
merupakan sikap yang mendasar setelah beriman. Ia adalah gambaran langsung dari
adanya iman di dalam hati.
h. Istighfar. Istighfar yaitu meminta ampun kepada Allah atas segala dosa yan perna
dibuat dengan mengucapkan ―astagfirullahal „adzim‘‘ (aku memohon ampun kepada
Allah yang Maha Agung). Sedangkan istighfar melalui perbuatan dilakukan dengan cara
tidak mengulangi dosa atau kesalahan yan telah dilakukan.
i. Do‘a. Doa yaitu meminta kepada Allah apa saja yang diinginkan dengan cara yang
baik sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah. Do‘a adalah cara membuktikan
kelemahan manusia dihadapan Allah, karena itu berdoa merupakan inti dari beribadah.
Jadi, doa merupakan etika bagi seorang hamba dihadapan Allah swt.

2. Akhlak Terhadap Rasulullah Saw Rasulullah adalah manusia yang paling mulia
akhlaknya. Maka oleh sebab itu sepatutnya kita meneladani akhlak rasulullah. Berakhlak
kepada rasulullah dapat diartikan suatu sikap yang harus dilakukan manusia kepada
Baginda Rasulullah saw. sebagai rasa terima kasih atas perjuangannya membawa umat
manusia ke jalan yang benar. Nabi SAW bersabda: ―Sesungguhnya Aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak (HR. Ahmad dan Al-Bayhaqi dari Abu Huraira).

Cara Berakhlak Kepada Rasulullah Saw :


a. Ridha dan beriman kepada Rasulullah. Ridha dan beriman kepada rasulullah
merupakan sesuatu yang harus kita nyatakan. Kitamengakui kerasulannya dan menerima
segala ajaran yang disampaikannya.
b. Mentaati dan mengikuti Rasulullah. Mentaati dan mengikuti Rasulullah merupakan
sesuatu yang bersifat mutlak bagi orangorang yang beriman. Allah Swt. akan menempati
orang-orang yang mentaati Allah dan Rasul kedalam derajat yang tinggi dan mulia.
Disamping itu juga dicintai Allah Swt sehingga Allah mudah mengampuni dosa orang-
orang yang mentaati Allah dan Rasul. Barang siapa yang mentaati Rasul berarti juga
mentaati Allah SWT.
c. Mencintai dan memuliakan Rasulullah. Keharusan yang harus kita tunjukkan dalam
akhlak yang baik kepada rasul adalah mencintai beliau dan ahlul baitnya setelah
kecintaan kita kepada Allah Swt. Sebagaimana Rasulullah bersabda: “Tidak beriman
salah seorang dari mu, apabila ia tidak mencintaiku melebihi dirinya sendiri, orang
tuanya, anaknya dan manusia semuanya” . ( H.R. Bukhari Muslim )
d. Mengucapkan shalawat dan salam kepada Rasulullah. Mengucapkan shalawat dan
salam kepada Rasulullah merupakan sebagai tanda ucapan terima kasih dan sukses
dalam perjuangannya. Rasulullah bersabda: “Orang yang kikir ialah orang yang
menyebut namaku, tetapi ia tidak bershalawat kepada ku”. (H.R. Ahmad)
3. Akhlak terhadap diri sendiri Adapun akhlak al-karimah terhadap diri sendiri sebagai
berikut: a. Setia (al-amanah), yaitu sikap pribadi setia, tulus hati, dan jujur dalam
melaksanakan sesuatu yang dipercayakan kepadanya, baik berupa harta, kewajiban,
ataupun kepercayaan.
b. Benar (as-Shiddiq), yaitu berlaku benar dan jujur baik dalam perkataan maupun
perbuatan. c. Adil (al-adl), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya.
d. Memelihara kesucian diri (al-iffah), yaitu menjaga dan memelihara kesucian dan
kehormatan diri dari tindakan tercela,fitnah, dan perbuatan yang dapat mengotori
dirinya.
e. Malu (al-haya‟ ). yaitu malu terhadap Allah dan diri sendiri dari perbuatan melanggar
perintah Allah
f. Keberanian diri (as-syaja‟ ah). yaitu sikap mental yang menguasai hawa nafsu dan
berbuat semestinya.
g. Kekuatan (al-Quwwah. yaitu kekuatan fisik, jiwa atau semangat dan pikiran ataun
kecerdasan.
h. Kesabaran (as-Sabru). ketika ditimpa musibah dan dalam mengerjakan sesuatu. i.
Tawadhu, yaitu sifat mulia yang lahir dari kesadaran dan kemahakuasaan Allah Swt.
Atas segala hambanya.
j. Kasih sayang (ar-Rahman). yaitu sifat mengasihi terhadap diri sendiri, orang lain dan
sesama makhluk.
k. Taubat. Yaitu seseorang yang ingin membersihkan hati dan mendekatkan diri kepada
Allah dengan melalui taubat.
l. Hemat (al-iqtishad). yaitu tidak boros terhadap harta, hemat tenaga dan waktu.

4. Akhlak Terhadap Masyarakat Akhlak terhadap masyarakat merupakan sikap


seseorang terhadap orang lain, sikap tersebut harus dikembangkan sebagai berikut :
a. Menghormati Orang Lain. Sebagaimana hadis nabi yang artinya: Bukanlah termasuk
umatku mereka yang tidak menghargai (memuliakan) yang lebih dewasa, dan tidak
menyayangi yang lebih kecil”. (HR. Ahmad dan Thabrani).
b. Memberi Salam Dan Menjawab Salam. Menyebarkan salam berarti menghendaki
seseorang harus bersikap rendah hati dan tidak boleh bersikap sombong terhadap
siapapun. Dalam artian, dia harus mau mengucapkan salam kepada semua orang tanpa
harus bersikap deskriminatif terhadap siapapun baik kepada anak-anak, orang tua, orang
terhormat, orang biasa.
c. Memenuhi Janji. Menepati janji adalah ciri lain dari pribadi muslim yang benar-benar
memelihara agamanya, yang menandakan akhlaknya yang terpuji, adalah kesetiannya
terhadap janji-janjinya Ia selalu berusaha menyegerakannya.
d. Bermurah Hati. Bermurah Hati adalah selalu bersikap toleran di dalam bermuamalah
(hidup bermasyarakat). Ia juga dekat dengan ridha Allah swt., ampunan dan rahmat-Nya.
e. Murah Senyum. Masyarakat yang menyebarkan sikap kasih sayang murah senyum
diantara individu, pasti mengharagai prindip-prinsip kemanusiaan yang luhur, saling
kasih sayang, saling menjaga. Di dalam masyarakat yang seperti ini bertebaran manusia-
manusia yang mulia yang terhormat akhlaknya dan selalu berusaha melestarikan nilai-
nilai kemanusiaan yang luhur.
5. Akhlak dalam lingkungan keluarga Di samping harus berakhlak mulia terhadap
dirinya, setiap Muslim harus berakhlak mulia dalam lingkungan keluarganya.
Pembinaan akhlak mulia dalam lingkungan keluarga meliputi hubungan seseorang
dengan orang tuanya, termasuk dengan guru-gurunya, hubungannya dengan orang yang
lebih tua atau dengan yang lebih muda, hubungan dengan teman sebayanya, dengan
lawan jenisnya, dan dengan suami atau isterinya serta dengan anak-anaknya. Menjalin
hubungan dengan orang tua atau guru memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam
pembinaan akhlak mulia di lingkungan keluarga. Guru juga bisa dikategorikan sebagai
orang tua kita. Orang tua nomor satu adalah orang tua yang melahirkan kita dan orang
tua kedua adalah orang tua yang memberikan kepandaian kepada kita. Islam menetapkan
bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua (birr al-walidain) adalah wajib dan
merupakan amalan utama (QS. al-Isra‟ (17): 23-24 dan HR. al-Bukhari dan Muslim).
6. Dalam QS. Al-Anfâl ayat 3-4 yang menjelaskan tentang tertanamnya iman pada diri
seseorang, yaitu artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka
yang apabila disebut nama Allah SWT gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah SWT, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan
kepada Rabblah mereka bertawakkal, (QS. 8:2) (yaitu) orangorang yang mendirikan
salat dan yang menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka.
(QS. 8:3) Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan
memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabbnya dan ampunan serta rejeki
(nikmat) yang mulia”. (QS. 8:4)
DAFTAR PUSTAKA

Sa‘aduddin, “Meneladani Akhlak Nabi” Jurnal Tarbawi 1 No. 3 (2012): 99.

Anwar Rosihon, “Akhlak Tasawuf” Jurnal Al Tarbawi Al Hatitsah 1 No 1 (2010): 87.

Al-Ghazali, “Ihya Ulum Al-Din. Jilid IV. Jurnal Edukasi Islami.” Jurnal Pendidikan Islam
07/No.1 (2018): 187–188.

Al-Gazali, “Ihya‘ Ulum Al-Din Juz 1,” trans. Ismail Ya‘kub Jurnal Pendidikan Islam 8,
No 2 (2014): 3.

at-Tirmidzi, “Kitab: Al-Birr Wa as-Shilah, Bab: Husn AlKhuluq” Jurnal Edukasi Islami
Jurnal Pendidikan Islam 06 No 12 (2017).

Shaleh Ahmad Asy-Syaami, “Berakhlak Dan Beradab Mulia” Spiritualita 1, No 2 (2017):


267.

Departemen Agama, “Al-Qur‘an Dan Terjemahnya.” Sulesana 11 No 2 (2017).

Anda mungkin juga menyukai