Anda di halaman 1dari 21

1.

Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui di zaman yang serba modern ini banyak sekali permasalahan-permasalahan aqidah, syariah, dan akhlak. Contohnya saja aliran sesat yang begitu banyak bermunculan di Indonesia ini. Yang seharusnya ajaran agama islam itu bersumber pada Al-quran dan As-sunah mulai dilencengkan. Kriminalitas juga menjadi bukti lemahnya iman seseorang yang dapat mendorong untuk berperilaku buruk. Syariah dalam berpakaian pun mulai diremehkan dikalangan remaja di sekitar kita. Banyak remaja yang hanya mempedulikan model bukan fungsi dari pakaian yaitu menutupi bagian tubuh yang tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain. Begitu banyak persoalan-persoalan mengenai penyimpangan aqidah, syariat, dan akhlak yang semakin lama semakin membesar. Oleh karena itu kami akan menjelaskan lebih detail tentang aqidah, syariah, dan akhlak dalam makalah ini. Sehingga dapat mengingatkan kembali betapa pentingnya ketiga hal tersebut yang menjadi prinsip dalam agama islam dan mengajak untuk kembali ke jalan yang diridhoi oleh Allah Swt yaitu jalan yang benar.

2. Rumusan Masalah 2.1 Apa definisi dari aqidah, syariah, dan akhlak? 2.2 Bagaimana hubungan aqidah, syariah, dan akhlak?

Page 1

3. Pembahasan
3.1 Akidah. Kedudukan akidah dalam islam sangatlah penting, karena tanpa adanya akidah islam tidak dapat ditegakkan. Akidah secara etimologi berasal dari kata aqada-yaqidu yang bermakna mengikat sesuatu, jika seseorang mengatakan (aku beritiqad begini) artinya saya mengikkat hati dan dhamir terhadap hal tersebut. Dengan demikian kata akidah secara terminologi bermakna: sesuatu yang diyakini seseorang, diimaninya dan dibenarkan dengan hatinya baik hak ataupun batil. Sedangkan menurut ahli bahasa akidah adalah perjanjian yang teguh dan kuat terpatri dalam hati dan tertanam di dalam lubuk hati yang paling dalam. Sedangkan, makna akidah ditinjau dari pengertianya syariat Islam adalah beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kita, dan rasul-rasulNya beriman kepada hari kiamat dan taqdir (ketentuan) Allah yang baik maupun buruk. Allah berfirman dalam Al-Quran surat Al-Nisa ayat 136 sebagai berikut: Wahai orang-orang yang beriman ,berimanlah kamu kepada Allah, rasul-Nya dan kitab yang diturunkan sebelum itu, dan barangsiapa yang kafir kepada Allah, dan malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir benar-benar ia telah sesat dengan kesesatan yang jauh. (QS Al-Nisa (4):136) Apa yang disebutkan dari pengertian akidah secara syarI merupakan pokok-pokok akidah islam yang dinamakan dengan arkanul iman (rukunrukun) atau al-Ushulusittah (dasar-dasar keimanan yang enam). Dari keenam pokok keimanan inilah akan bercabang semua masalah akidah lainnya yang wajib diimani oleh setiap muslim baik berkaitan dengan hak-hak Allah, urusan akhirat maupun masalah-masalah gaib lainnya. Perbedaan antara islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw dengan risalah Rasul sebelum beliau adalah risalah yang dibawa oleh para Rasul terdahulu bersifat lokal dan hanya untuk kaumnya saja, sedangkan islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw adalah berlaku dan diperuntukkan untuk semua umat manusia ( rahmatan lil alamin ). Islam bukanlah agama yang hanya diperuntukkan untuk orang Arab saja. Akidah dan Syariat Islam sudah diatur Allah untuk bisa diterapkan kepada semua umat manusia, bukan hanya untuk satu bangsa atau suku tertentu.
Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 51-52. W. Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2008, hlm.12. Wahyuddin, Achmad, M. Ilyas, M. Saifulloh, dan Z. Muhibbin, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Grasindo, Surabaya, 2009, hlm. 19.

Page 2

3.1.1 Tujuan Mempelajari Akidah a. Membebaskan kita dari ubudiyah penghambatan kepada selain Allah, baik bentuknya menghamba kepada kekuasaan, harta, pimpinan maupun yang lainnya. b. Membentuk pribadi yang seimbang, yaitu selalu taat kepada Allah, baik dalam keadaan suka maupun duka. c. Kita akan merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas, takut kepada kurang rezeki, terhadap jiwa, harta, keluarga, jin, dan seluruh manusia, termasuk takut kepada kematian. Dengan demikian, dia penuh tawakal kepada Allah. d. Akidah memberikan kekuatan kepada jiwa, sekukuh gunung. Akidah hanya berharap kepada Allah dari ridha terhadap segala kekuatan Allah. e. Akidah Islamiyah berdasarkan kepada asas ukhuwah (persaudaraan) dan persamaan, tidak membedakan antara miskin dan kaya, antara pejabat dan rakyat jelata, antara kulit putih dan hitam, dan antara orang Arab dan bukan Arab, kecuali kadar ketakwaan kita disisi Allah Swt. 3.1.2 Kebutuhan Manusia Terhadap Akidah Islam Setiap manusia pasti mempunyai masalah baik masalah jasmani maupun rohani, contoh masalah rohani ialah didera kegoncangan jiwa, kegersangan rohani, kehampaan qalbu dan merasa serba kekurangan, sampai manusia itu mendapatkan dan merengkuh keimanan kepada Allah Swt. Ketika hal itu terwujud manusia akan merasa bahagia, tenang, dan seakan-akan ia baru menemukan dirinya sendiri. Maka dari itu, Al-Quran menjadikan keimanan dan akidah sebgai fitrah manusia sejak ia diciptakan dari awal mula. Maka hadapkanlah wajahmu pada agama yang hanif. Fitrah Allah yang dengan fitrah itu Allah menciptakan manusia. Tidak ada perubahan atas ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus. (QS Al-Rum(30):30) Betapa banyak manusia yang kafir (menutupi fitrahnya) dikemudian hari kembali ke pangkuan Islam karena panggilan nurani dan akal sehatnya. Bagaimana dengan kita yang sejak kecil sudah berada dipangkuan islam, jika nurani dan akal sehat kita selalu diasah dan dipertajam maka yang akan kita dapat ialah kebaikan yang lebih besar dari pada keburukan dan penyimpangan. Sebagaimana Allah Swt berfirman bahwa: Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Hujurat (49):7-8)

Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 52-53.

Page 3

3.1.3 Ruang Lingkup Akidah (Keimanan) Menurut pengertian bahasa, iman adalah percaya atau membenarkan. Menurut pengertian syariat (tauhid) iman adalah kepercayaan atau keyakinan yang datang dari hati sanubari, diikrarkan dengan lisan, kemudian dibuktikan dengan perbuatan amal shaleh. Jadi, iman adalah pekerjaan yang berhubungan dengan perbuatan batin (hati), yaitu percaya kepada adanya Allah SWT , para malaikat, para rasul Allah, kitab-kitab Allah, akan terjadinya hari kiamat dan percaya kepada takdir, sifatnya abstrak (tersembunyi). Sedangkan, Islam adalah pekerjaan yang berhubungan dengan perbuatan lahir yaitu mengucap syahadat, mengerjakan shalat, zakat, puasa, dan haji sifatnya konkret (nyata). Pengertian antara iman dan islam keduanya merupakan kesatuan artinya setiap orang islam wajib beriman, dan orang yang beriman wajiblah ia islam. Dari segi bahasa, iman dan islam berlainan arti atau bertolak belakang. Iman bersifat abstrak, sedangkan islam bersifat konkret. Namun dalam segi praktis keduanya memiliki ikatan satu dengan yang lainnya.Dengan kata lain, akidah dan syariat harus sejalan dan seirama. Kalau tidak, kehidupan ini akan pincang. Firman Allah SWT dalam menggambarkan dua hal tersebut antara lain: Barangsiapa beramal saleh, baik ia lelaki ataupun perempuan dan ia seorang yang beriman, pastilah Kami akan memberinya kehidupan yang baik-baik dan pasti Kami memberi balasan dengan pahalanya, menurut yang telah dia kerjakan dengan sebaik-baiknya. (QS Al-Nahl[16]:97) 3.1.4 Sistematika Arkanul Iman 1. Iman kepada Allah Iman kepada Allah ialah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan melalui tindakan bahwa Allah itu ada, Allah Maha Esa. Kita diwajibkan untuk mengenal sifat-sifat Allah supaya kita tidak salah dalam menentukan siapa dan bagaimana Allah yang Mahakuasa itu. Oleh karena itu, sangatlah perlu bagi kita untuk mengetahui sifat-sifat Allah SWT. Untuk itu dapat kita peroleh dengan dua cara sebagai berikut: 1). Secara langsung dari Al-Quran dan Al-Hadis Cara ini hanya mempergunakan satu alternatif saja, yaitu semua keterangan diambil dari Al-Quran dan Al-Hadis yang shahih, inilah yang disebut dengan Al-Asmaul Husna (nama-nama yang baik), yang jumlahnya sebanyak 99. 2). Secara gabungan, Al-Quran dan pikiran (Dalil Naqliyah dan Aqliyah)
Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 54-55. Sahilun A. Nasir dan M.H. Hafi Anshari, Pokok-pokok Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, Al-Ikhlas, Surabaya, 1982, hlm. 59.

Page 4

Cara ini dirumuskan oleh tokoh dalam aliran ilmu tauhid, yaitu Abdul Hassan Al-Asyari, yang disebut dengan aliran Ahli Sunnah Wal Jamaah. Beliau berpendapat, cara untuk mengenal sifat-sifat yang wajib bagi Allah Swt. itu ada dua macam sebagai berikut. Secara ijmali (global), yaitu bahwa Allah SWT. mempunyai segala macam sifat kesempurnaan,yang tidak dimiliki oleh makhluk-Nya. Jumlah sifat tersebut tidak terhingga banyaknya, tanpa batas. Secara tafsili (terperinci), yaitu bahwa yang disebut dengan sifat dua puluh atau lebih diringkaskan menjadi sifat tiga belas. Adapun tiga belas sifat Allah tersebut adalah sebagai berikut. 1. Wujud. Wujud berarti bahwa Allah wajib bersifat ada, dan mustahil bagi Allah kalau Dia bersifat tidak ada (Adam). Dalil naqli dari sifat ini adalah Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 163 yang menerangkan bahwa: Tidak ada Tuhan, melainkan Dia (Allah). (QS Al-Baqarah[2];163) 2. Qidam. Qidam berarti bahwa Allah wajib bersifat dahulu, dan mustahil kalau Allah bersifat baru (Huduuts). Dalil naqli dari sifat ini adalah AlQuran surah Al-Hadid ayat 3 diterangkan bahwa: Dialah yang awal dan yang akhir.(QS Al-Hadid[57]:3) 3. Baqa Baqa berarti Allah wajib bersifat kekal, mustahil bagi Allah untuk bersifat hancur atau binasa (fana). Dalil naqli dari sifat baqa adalah ayat Al-Rahman sebagai berikut. Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.( QS AlRahman[55]:26-27)

4. Mukhalafatuhu Lilhawaadits. Mukhalafatuhu Lilhawaadits berarti bahwa Allah wajib bersifat dberbeda dengan makhluk-Nya dan mustahil bagi Allah untuk serupa dengan makhluk-Nya (Mumatsalatuhu Lilhawaadits). Dalil naqli dari sifat ini adalah Al-Quran surah Al-Ikhlas tentang: Dan tidak ada satu (siapa pun) yang sama dengan Dia.(QS AlIkhlas[112]:4) 5. Qiyamuhu Binafsihi. Qiyamuhu Binafsihi berarti bahwa Allah wajib untuk bersifat berdiri sendiri dan mustahil bagi Allah untuk meminta bantuan makhluk-Nya (Ihtiyaju Bighairihi). Dalil naqli dari sifat ini adalah Surah Fathir (35) ayat 15:
Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 58-61.

Page 5

Wahai sekalian manusia! Kamulah yang memerlukan Allah, sedangkan Allah Mahakaya dan Maha Terpuji, (QS Fathir[35]:15) 6. Wahdaniyah. Wahdaniyah berarti bahwa Allah wajib bersifat Maha Esa, dan mustahil jika Allah itu banyak atau berbilang (Taaddud). Dalil naqli dari sifat ini adalah QS Al-Baqarah (2) ayat 163: Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.(QS AlBaqarah[2]:163) 7. Qudrat. Qudrat berarti bahwa Allah wajib bersifat Mahakuasa, dan mustahil bagi Allah bersifat lemah(Ajzu). Dalil naqli dari sifat ini adalah QS Al-Baqarah (2) ayat 20: Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan dibawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka,mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.(QS AlBaqarah[2]:20). 8. Iradat. Iradat berarti bahwa Allah wajib bersifat berkehendak, dan mustahil jika Allah itu bersifat terpaksa (karahah). Dalil naqli dari sifat ini adalah QS Yasin (36) ayat 82: Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: Jadilah! Maka terjadilah ia. (QS Yasin[36] ayat 82). 9. Ilmu. Ilmu berarti bahwa Allah wajib bersifat mengetahui, dan mustahil bagi Allah bersifat bodoh (jahlu). Dalil naqli dari sifat ini adalah QS Al-Baqarah (2) ayat 231: Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya maka rujukilah mereka dengan cara yang maruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk member kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu, yaitu Al-Kitab dan Al-Hikmah (As-Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS Al-Baqarah [2]:231).

Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 61-65.

Page 6

10. Hayat. Hayat berarti bahwa Allah wajib bersifat hidup, mustahil bagi Allah bersifat mati (maut). Dalil naqli dari sifat ini adalah QS AlBaqarah (2) ayat 255: Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang dilangit dan di bumi. Tiada yang dapat member syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah tidak meras berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.(QS Al-Baqarah (2):255) 11. Sama. Sama berarti bahwa Allah wajib bersifat mendengar dan mustahil bagi Allah untuk bersifat tuli (ama). Dalil naqli dari sifat ini adalah QS Al-Isra (17) ayat 1: Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda(kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui.(QS Al-Isra[17]:1). 12. Bashar. Bashar berari Allah wajib bersifat melihat, dan mustahil bagi Allah untuk bersifat buta(shamam). Dalil naqli dari sifat ini adalah QS AlHujurat (49) ayat 8: Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.(QS Al-Hujurat[49]:8). 13. Kalam Kalam berarti bahwa Allah wajib bersifat berfirman, berkata-kata, dan mustahil kalau Allah memiliki sifat bisu (abkamu). Dalil naqli dari sifat ini adalah QS Al-Nisa (4) ayat 164: Dan (kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (QS Al-Nisa[4]: 164). 2. Iman Kepada Malaikat. Beriman kepada malaikat berarti kita percaya dengan sepenuhnya bahwa malaikat itu makhluk Allah SWT yang sangat taat untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya. Dia hanya

Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 66-69.

Page 7

dianugrahi akal, tanpa nafsu. Maka, dia tidak banyak kehendak dan tugasnya bersifat khusus dan tanpa henti. Di anatara sekian banyak malaikat, kita diwajibkan untuk mengetahui sepuluh dari mereka, dengan fungsi dan tugasnya masing-masing sebagai berikut: Malaikat Jibril,tugasnya untuk menurunkan wahyu kepada para nabi dan rasul. Malaikat Mikail, tugasnya menurunkan segala macam nikmat, seperti memberikan rezeki, menurunkan hujan, dan memberikan ketentuan kelamin bayi yang berada di dalam kandungan atas izin Allah Swt. Malaikat Israfil, tugasnya meniup terompet, dan membangkitkan semua manusia pada hari Kianmat nanti. Malaikat Izrail, tugasnya adalah mengambil/mencabut nyawa setiap makhluk yang akan mati. Malaikat Munkar, tugasnya bertanya kepada orang-orang yang baru meninggal didalam kuburnya. Malaikat Nakir, tugasnya bertanya kepada orang-orang yang baru meninggal didalam kuburnya. Malaikat Rakib,tugasnya mencatat perbuatan yang baik. Malaikat Atit, tugasnya mencatat perbuatan jelek dan dosa Malaikat Malik, tugasnya menjaga neraka. Malaikat Ridwan, tugasnya menjaga surga.

3. Iman Kepada Kitab-Kitab Allah. Beriman kepada kitab-kitab Alah Swt. berarti kita harus meyakini bahwa Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada para rasul-Nya yang menjadi pedoman hidup bagi umat manusia dari setiap perbuatan yang dilakukannya, baik itu perbuatan berbuatan untuk di dunia maupun di akhirat. Yang wajib kita ketahui ada empat buah kitab, sebagai berikut: Taurat, diturunkan oleh Allah kepada Nabi Musa a.s Zabur, diturunkan oleh Allah kepada Nabi Daud a.s Injil, diturunkan oleh Allah kepada Nabi Isa a.s Al-Quran, diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw 4. Iman Kepada Nabi dan Rasul Beriman kepada rasul-rasul Allah berarti kita mengakui dengan sepenuhnya, bahwa Allah SWT mengutus para nabi/rasul

Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 69-73. Sahilun A. Nasir dan M.H. Hafi Anshari, Pokok-pokok Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, Al-Ikhlas, Surabaya, 1982, hlm. 86.

Page 8

untuk menyampaikan wahyu-wahyu-Nya yang berisikan tauhid, hukum-hukum, sejarah dan akhlak, untuk membimbing manusia ke jalan yang benar. Adapun sifat-sifat tersebut antara lain adalah sebagai berikut. Shiddiq(benar), mustahil para rasul bersifat kidzib (dusta) Amanah(jujur), mustahil para rasul bersifat khianat (penipu) Tabligh (menyampaikan), mustahil para rasul bersifat kitman (menyembunyikan) Fathanah (cerdik), mustahil para rasul bersifat baladhlah (bodoh) Kita juga harus meyakini bahwa para rasul dan nabi mendapat petunjuk dan mukjizat dari Allah guna mengatasi orang yang menentangnya. Para rasul dan nabi juga merupakan manusiamanusia yang memiliki pribadi yang mulia, terpelihara dari perbuatan maksiat, pikiran yang tajam, perkataan yang mengandung hikmah, dan pelajaran yang sngat berharga sebagai pandangan hidup manusia. Mereka juga tidak dapat dipengaruhi oleh setan, iblis, dan lain sebagainya. 5. Iman Kepada Hari Kiamat Beriman kepada hari kiamat berarti bahwa kita percaya dengan sepenuhnya bahwa setelah alam dan segala isinya dihancurkan olehn Allah Swt. Semua makhluk akan mati, kemudian dibangkitkan dari alam kuburnya untuk diperhitungkan segala amal kebaikan dan kejahatan dengan seteliti mungkin. Kemudian, baru ditentukan tempatnya sesuai dengan amal perbuatannya selama hidup di dunia. Yang telah dijelaskan dalam surah Al-Najm (53) ayat 39-40: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.(QS AlNajm[53]:39-40) Kiamat Sughra (kecil) Kiamat sughra ialah saat-saat manusia menghadapi masa kematiannya. Hal ini berdasar pada sunnah Rasullah SAW, yaitu Orang yang mati itu, (berarti) telah datang kiamatnya sendiri. Kiamat Qubra (besar) Kiamat qubra ialah permulaan hancurnya alam semesta ini,

Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 73-75. Sahilun A. Nasir dan M.H. Hafi Anshari, Pokok-pokok Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, Al-Ikhlas, Surabaya, 1982, hlm. 87.

Page 9

kemudian dibangkitkan semua manusia dari kuburnya untuk dikumpulkan di Padang Mahsyar dan disana mereka menunggu ketentuan tempatnya masing-masing,surga atau neraka. 6. Iman kepada Takdir Allah Qadha adalah kenyataan hukum yang telah ditetapkan Allah SWT sejak zaman azali (dalam ilmu Tuhan) terhadap sesuatu yang sekarang telah berujud, seperti hidup, mati, senang, susah, dan lain sebagainya. Qadar adalah rencana (program) yang berada didalam ilmu Tuhan Allah (zaman azali) untuk menentukan segala sesuatu secara teoritis (rencana). Dari pengertia tersebut, bisa disimpulkan bahwa qadha merupakan manifestasi dari qadar. Beriman kepada qadha dan qadha adalah kita yakin dan percaya dengan sepenuhnya bahwa sesuatu yang telah atau sedang maupun yang akan terjadi adalah kehendak dari Allah Swt dalam QS AlAhzab (33) ayat 38: Tidak ada suatu keberatan pun atas nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya para nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.(QS Al-Ahzab[33]:38) 3.2 Syariah Syariah adalah hukum yang mengatur kehidupan manusia di dunia dalam rangka mencapai kebahagiaannya di dunia dan akhirat dengan mematuhi dan menaati pokok-pokok aturan yang telah digariskan oleh Allah Swt. dalam menjalani segala aktifitas hidupnya (ibadah) di dunia. Syariah mencakup semua aspek kehidupan manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota komunitas atau kelompok masyarakat, dalam hubungan dengan diri sendiri, manusia lain, alam lingkungan, maupun dengan Tuhan. Segala bentuk aktifitas seperti, memasak, bekerja, belajar, sholat, makan adalah bentuk ibadah sepanjang diniatkan untuk mencari ridha Allah Swt. Ketentuan syariah bersifat komprehensif dan universal, komprehensif artinya mencakup seluruh aspek kehidupan baik mengatur

Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 75-78 dan 89. W. Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2008, hlm. 14. Sahilun A. Nasir dan M.H. Hafi Anshari, Pokok-pokok Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, Al-Ikhlas, Surabaya, 1982, hlm. 88. Wahyuddin, Achmad, M. Ilyas, M. Saifulloh, dan Z. Muhibbin, Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Grasindo, Surabaya, 2009, hlm. 19-20.

Page 10

hubungan manusia dengan Tuhan (ibadah mahdlah) seperti puasa, sholat, haji dan mengenai hubungan manusia dengan sesamanya termasuk hubungan manusia dengan alam semesta (ibadah muamalah) dan dengan dirinya sendiri. Hukum asal ibadah mahdhah adalah bahwa segala sesuatu dilarang untuk dikerjakan, kecuali yang diperbolehkan oleh Al-Quran atau dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw melalui As-Sunnah. Sebaliknya, hukum asal ibadah muamalah adalah bahwa segala sesuatu dibolehkan, kecuali ada larangan dalam Al-Quran atau As-Sunnah. Sedangkan Universal berarti dapat diterapkan bagi semua manusia dalam setiap waktu dan keadaan. Definisi universal dapat terlihat jelas dalam aturan muamalah, karena dalam muamalah tidak dibedakan antara yang muslim dan nonmuslim, kecuali hukum keluarga Artinya, semua hal yang ada aturan atau tatananya adalah pengaturan yang diberikan oleh Tuhan untuk kepentingan manusia sendiri. Dengan demikian, syariah Islam mengatur semua aspek kehidupan manusia agar seorang Muslim dapat melaksanakan ajaran Islam secara utuh. Maksud utuh disini adalah tidak semua aspek sudah diatur oleh syariah secara detail. Perintah dan larangan Allah Swt. dalam agama akan melahirkan hukum islam yang disebut dengan Ahkamul Khamsah (hukum lima) sebagai berikut: 1. Perintah yang keras, agar supaya dilakukan disebut dengan Hukum Wajib ialah apabila dikerjakan akan mendapat pahala namun jika tidak dikerjakan akan mendapat dosa. 2. Perintah yang sekedar anjuran agar dilakukan disebut dengan Hukum Sunnah ialah apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak apa-apa. 3. Larangan yang keras agar tidak dilakukan disebut dengan Hukum Haram yang artinya berkebalikan dengan Hukum Wajib. Hukum Haram, yaitu apabila dikerjakan akan mendapat dosa dan apabila ditinggalkan akan mendapat pahala. 4. Larangan yang sedang (anjuran) untuk dihindari disebut dengan Hukum Makruh, yaitu apabila dikerjakan tidak akan mendapat apa-apa tapi apabila dihindari akan mendapat pahala. 5. Tidak diperintah atau tidak dilarang disebut Hukum Mubah ialah boleh dikerjakan, ditinggalkan pun tidak apa-apa. Hukum ini dilakukan dengan syarat tidak terlalu berlebihan atau melampaui batas-batas kemampuan dan ukuran.

Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 89. W. Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2008, hlm. 14. Sahilun A. Nasir dan M.H. Hafi Anshari, Pokok-pokok Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, Al-Ikhlas, Surabaya, 1982, hlm. 88-89.

Page 11

3.2.1 Pengertian Syariah dengan Fiqih 1. Syariah Islam Syariah islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi pemecahan atau penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini (jalan keluar). Syariah Islam merupakan panduan yang tepat untuk seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia. Dasarnya adalah firman Allah SWT dalam surah Al-Jatsiyah (45) ayat 18 yang menerangkan tentang: Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (QS AlJatsiyah[45]:18) Syariah menurut istilah adalah aturan atau undang-undang Allah yang berisi tata cara pengaturan prilaku hidup manusia dalam melakukan hubungan dengan Allah, sesama manusia, dan alam sekitarnya untuk mencapai keridhaan Allah yaitu keselamatan di dunia dan akhirat. Dengan demikian, perkara yang dihadapi umat islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori asas syara dan perkara yang masuk dalam kategori furu syara. 1. Asas Syara Yaitu, perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam AlQuran atau hadis. Kedudukannya sebagai pokok syariat Islam dimana AlQuran itu asas pertama syara dan hadis itu asas kedua syara. Yang sifatnya mengikat seluruh umat Islam di seluruh dunia. Kecuali ketika dalam keadaan darurat dalam artian keadaan yang memungkinkan kita untuk tidak mentaati syariat Islam. Namun setelah semua kembali normal, kita diharuskan kembali mentaati syariat Islam. 2. Furu Syara

Yaitu, perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al-Quran dan Al-Hadis. Kedudukannya sebagai cabang syariat Islam. Yang sifatnya tidak mengikat seluruh umat Islam di seluruh dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai peraturan atau perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.

Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 90-92.

Page 12

2. Fiqih Ilmu fiqih, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqih mengandung dua bagian. Pertama, ibadah, yaitu yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan manusia dengan Tuhannya. Ibadah tidak sah (tidak diterima) kecuali disertai dengan niat. Contohnya ibadah adalah shalat, zakat, puasa, dah haji. Kedua, muamalat, yaitu bagian yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqih dapat disebut qanun (undang-undang). Fiqih menurut bahasa adalah tahu atau paham sesuatu. Hal ini seperti yang bermaktub dalam surat Al-Nisa (4) ayat 78 menyatakan: Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu didalam benteng yang tinggi lagi kukuh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: ini adalah dari sisi Allah, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka menngatakan: ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad). Katakanlah: semua (datang) dari sisi Allah. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampirhampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun? (QS Al-Nisa[4]:78) Kata faqih adalah sebutan untuk seseorang yang mengetahui hukum-hukum syara yang berhubungan dengan perbuatan orang mukallaf, hukum-hukum tersebut diambil dari dalil-dalilnya secara terperinci. Fiqih Islam menurut istilah adalah ilmu pengetahuan tentang hukum-hukum Allah atas perbuatan orang-orang mukallaf, hukum itu wajib atau haram dan sebagainya. Tujuannya supaya dapat dibedakan antara wajib, haram, atau boleh dikerjakan. Ilmu fiqih adalah diambil dengan jalan ijtihad. Ibnu Khaldun dalam muqaddimahnya menulis, fiqh adalah pengetahuan tentang hkum-hukum Allah, didalam perbuatan-perbuatan orang mukallaf (yang dibebani hukum) seperti wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah. Jadi, fiqih islam adalah konsepsi-konsepsi yang diperlukan oleh umat islam untuk mengatur kepentingan hidup mereka dalam segala segi, memberikan dasar-dasar terhadap tata administrasi, perdagangan, politik, dan peradaban. Artinya, Islam memang bukan hanya akidah keagamaan semata-mata, melainkan akidah dan syariat, agama dan negara yang berlaku sepanjang masa dan sembarang tempat.

Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 92-95.

Page 13

3.2.2 1. Syariah

Perbedaan Syariah dan Fiqih

Syariah merupakan bagian dari kerangka dasar ajaran Islam yang tidak bisa dipisahkan dari akidah. Syariah memiliki pengertian yang amat luas. Akan tetapi, dalam konteks hukum islam, makna syariah adalah aturan yang bersumber dari nash yang qati. Qati itu terbagi dua, yaitu dari sudut datangnya atau keberadaanya dan dari sudut lafaznya. Semua ayat Al-Quran itu merupakan qati al-tsubut. Artinya, dari segi datangnya, ayat Al-Quran itu bersifat pasti dan tidak mengalami perubahan. Tetapi, tidak semua ayat Al-Quran itu mengandung qati aldilalah. Qati al-dilalah adalah ayat yang lafaznya tidak mengandung kemungkinan untuk dilakukan penafsiran lain. Jadi, pada ayat berdimensi qati al-dilalah tidaklah mungkin diberlakukan penafsiran dan ijtihad sehingga pada titik ini tidak mungkin ada perbedaan pendapat ulama. Begitu pula dengan Hadis mutawatir mengandung sifat qati al-wurud (qati dari segi keberadaannya). Akan tetapi, tidak semua hadis itu qati al-wurud dan juga tidak semua hadis mutawatir itu qati al-dilalah. Dapat dibuat bagan seperti berikut. a. Qati al-tsubut atau qati al-wurud:semua ayat Al-Quran dan hadits mutawatir. b. Qati al-dilalah:tidak semua ayat Al-Quran dan tidak semua hadis mutawatir. 2. Fiqih Fiqih adalah aturan hukum Islam yang bersumber dari nash yang zanni. Zanni juga terbagi dua: dari sudut datangnya (zanni al- wurud) dan dari sudut lafaznya (zanni al- dilalah). Keterangan sebagai berikut. a. Zanni al-wurud: selain hadis mutawatir b. Zanni al-dilalah: lafaz dalam hadis mutawatir dan lafaz hadis yang lain (masyhur,ahad). Tujuan Mempelajari Syariah Tujuan utama dari syariah ialah: memberikan kesejahteraan, memberikan kedamaian, memberikan ketenangan, dan memberikan kebahagiaan hidup manusia, baik didunia ataupun diakhirat. Dalam kajian fiqih dan ushul fiqih, tujuan utama yang hendak dicapai ketika mempelajari keduanya adalah untuk mengetahui hukum

Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 96-98.

Page 14

syara(syariah) yang berkaitan dengan perbuatan manusia mukallaf (yang dibebani hukum) sehingga akan diperoleh ketentuan apakah suatu perbuatan itu dikehendaki, diperbolehkan, atau dilarang, atau bagaimana suatu perbuatan dapat dikatakan sah atau tidak. Kajian fiqih menerapkan hukum-hukum syariah Islam terhadap perbuatan dan ucapan manusia. Jadi, ilmu fiqih itu adalah rujukan terhadap (tempat kembali) seorang hakim (qadhi) dalam keputusannya, rujukan seorang mufti dalam fatwanya, dan rujukan seorang mukallaf untuk mengetahui hukum syariat dalam ucapan dan perbuatan. Kajian ushul fiqih menerapkan kaidah-kaidah dan pembahasannya terhadap dalil-dalil terperinci untuk mendatangkan hukum syariat Islam yang diambil dari dalil-dalil tersebut. Jadi dengan kaidah dan pembahasan ilmu ushul fiqih, dapat dipahami nash-nash syariah dan hukum-hukum yang dikandungnya.

3.3 Akhlak Akhlak ialah sesuatu yang melekat pada diri seseorang, yang bersatu dengan perilaku dan perbuatan. Dibedakan menjadi akhlak baik (mahmudah) dan akhlak buruk (mazmumah). Akhlak tidak lepas dari istilah etika dan moral. Intinya akhlak merupakan perilaku yang terlihat jelas, baik dalam perilaku maupun tutur katanya karena dorongan Allah SWt. Akhlak dalam islam mengatur hubungan dengan Allah dan Rasul, hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan alam serta dengan dirinya sendiri. 1. Akhlak Kata akhlak bentuk jamak dari kata khuluk artinya tingkah laku,perangai, dan tabiat. Sedangkan menurut istilah akhlak adalah suatu dorongan jiwa untuk melakukan perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan lagi. Akhlak secara etimologi berasal dari kata khalaqa yang asal katanya khuluqun berarti perangai, tabiat, dan adat. Selain itu juga dari kata khaqun yang berarti kejadian, buatan, dan ciptaan. Jadi, secara etimologi akhlak itu berarti perangai, adat, tabiat, atau sistem perilaku yang dibuat.

Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 99 dan 103-104. W. Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2008, hlm. 15.

Page 15

2. Moral Moral berasal dari bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Moral selalu dikaitkan dengan ajaran baik-buruk yang diterima secara umum atau masyarakat. Oleh karena itu, adat istiadat menjadi indicator baik buruknya bertingkah laku dalam masyarakat. Moral bahasa latin Moralitas adalah istilah manusia dalam menyebut manusia lain dalam tindakan yang bernilai positif. Manusia yang tidak mempunyai moral disebut amoral. 3. Etika Etika ialah suatu tatanan yang didasarkan suatu sistem tata nilai masyarakat tertentu, yang lebih banyak dikaitkan denganilmu atau filsafat. Jadi dibandingkan dengan moral etika lebih ke teoritis sedangkan moral ke praktis. Etika bersifat umum dan Moral bersifat khusus. Etika dalam Yunani Kuno: ethikos, berarti timbul dari kebiasaan) cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggungjawab. Berdasarkan pengertian diatas diantara akhlak, moral dan etika memiliki suatu perbedaan. Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau standar ukuran baik buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh masyarakat itu sendiri. 3.3.1 Karakteristik Akhlak Islam

Allah memerintahkan manusia untuk menganut agama Islam yang artinya berserah diri kepada, Allah mengesakan Allah dan beribadah hanya kepada Allah Swt. dengan mengutus para nabi dan rasul-Nya. Allah memproklamasikan bahwa hanya Islamlah yang diridhai-Nya sebagaimana yang disebutkan dalam ayat-Nya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al-Maidah (5):3)

Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 105-109.

Page 16

Prinsip akhlak islam yang paling menonjol ialah bahwa manusia bebas melakukan semuanya dengan bebas, ia berkehendak terhadap dirinya sendiri mau bertindak atau tidak. Ia merasa bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dilakukannya dan menjaga perintah dan menjauhi larangan dari Allah Swt. Tanggungjawab pribadi inilah yang menjadi prinsip paling menonjol Berikut ciri-ciri akhlak dalam Islam: 1. Bersifat mutlak dan menyeluruh. Mutlak dalam arti tidak dapat dirubah, dan menyeluruh dalam arti tidak pandang bulu. 2. Melengkapkan dan menyempurnakan tuntutan. Akhlak Islamiyyah mencakup semua aspek kemanusiaan ruhaniah, jasmaniah, dan aqliyah yang sesuai dengan semua tuntutan naluri. 3. Bersifat sederhana dan seimbang. Dalam arti tuntutan dalam akhlak islam tidak membebankan (pasif) dan tidak mengundang bahaya dan kerusakan. 4. Mencakup perintah dan larangan. Untuk kebaikan umat manusia pelaksanaan akhlak islamiyyah meliputi perintah dan larangan dengan tidak mementingkan salah satu dari aspek tersebut. 5. Bersih dalam pelaksanaan. Artinya dalam melaksanakan suatu tindakan haruslah dengan cara yang baik dan benar sesuai dengan ajaran Islam 6. Keseimbangan. Akhlak dalam islam memberi keseimbangan dalam hidup antara ruhaniah, jasmaniah, dan aqliah dan antara kehidupan dunia dan akhirat yang sesuai dengan tabiat manusia itu sendiri. 3.3.2 Proses Terbentuknya Akhlak dalam Islam 1. Prinsip Dasar Akhlak dalam Islam Prinsip dasar akhlak islam terletak pada moral force. Moral Force akhlak Islam adalah terletak pada iman sebagai internal power yang dimiliki oleh setiap muslim berfungsi sebagai motor penggerak dan motivasi terbentuknya kehendak untuk merefleksikan dalam tata rasa, tata karsa, dan tata karya yang konkret. Digambarkan dalam Al-Quran bahwa setiap orang yang beriman pasti berakhlak mulia hal ini dapat dilihat pada QS Ibrahim (14) ayat 24: Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. (QS Ibrahim (14):24). 2. Ruang Lingkup Akhlak Islam Akhlak terhadap diri sendiri meliputi melaksanakan kewajiban dan larangannya. Akhlak dalam keluarga meliputi sikap saling menghormati antara anggota keluarga. Akhlak dalam masyarakat meliputi saling menghargai pendapat orang lain.

Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 109-113 Sahilun A. Nasir, Tinjauan Akhlak, Al-Ikhlas, Surabaya, 1961, hlm. 14-26 .

Page 17

Akhlak dalam bernegara meliputi sikap menjalani kehidupan social. Akhlak terhadap agama meliputi beriman kepada Allah Swt. 3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pembentuk Akhlak: Insting (Naluri) ialah sesuatu yang sudah dibawa manusia sejak lahir dalam melakukan sesuatu tanpa adanya dorongan dari orang lain. Adat/kebiasaan ialah suatu kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama dan menjadi kebiasaan. Wiratsah (Keturunan) ialah sifat-sifat yang diturunkan dari orangtua kepada anaknya. Milieu ialah suatu hal yang melingkupi tubuh yang hidup, dan mengelilingi manusia. Jenis-Jenis Akhlak.

3.3.3

Allah Swt. mengutus para Rasul salah satunya untuk menjadi suri tauladan yang baik (uswatun hasanah)yaitu mengajarkan budi pekerti luhur (akhlak) bagi seluruh umatnya. Sebagaimana Rasulullah Saw. Pernah bersabda, Ketahuilah, di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Apabila segumpal daging itu baik, seluruhnya baik dan apabila daging itu buruk, buruklah seluruhnya. Ketahuilah olehmu bahwa segumpal daging itu adalah kalbu (hati)(HR Bukhari). Akhlak terpuji dalam islam disebut akhlak mahmudah. Contoh akhlak terpuji antara lain ialah bertanggungjawab, berkata jujur, sopan santun, suka menolong sesame, tawadhu, istiqomah dll. Allah pun telah menciptakan suri tauladan bagi umat manusia, yaitu Nabi Muhammad Saw. Yang merupakan manusia sebaikbaiknya berakhlak sempurna. Artinya Rasulullah merupakan manusia yang menggambarkan akhlak seperti yang tertera dalam Al-Quran surah Yunus (10) ayat 36 dijelaskan bahwa: Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (QS Yunus (10):36) Selain itu ada juga akhlak madzmumah yaitu akhlak yang dikendalikan oleh syetan. Kita sebagai umat muslim dilarang keras mencontoh atau pun memiliki akhlak seperti itu karena akhlak madzmumah ialah akhlak yang tercela. Allah Swt. tidak menyukai akhlak tercela yang dapat menjadi penyakit hati umat-Nya.

Mukniah, Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2011, hlm. 113-114 dan 119-120.

Page 18

3.4 Hubungan antara aqidah, syariah, dan akhlak. Aqidah, syariah, dan akhlak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Karena ketiganya dibutuhkan dalam membentuk kepribadian yang utuh pada diri seorang muslim. Bila diibaratkan sebuah bangunan aqidah adalah fondasi dasar bangunan keagamaan seseorang agar ia bias berperilaku mulia. Kuat lemahnya iman seseorang dapat dilihat dari perilaku akhlaknya, apabila imannya kuat menunjukkan bahwa orang tersebut memiliki akhlak yang baik dan mulia, sedangkan iman yang lemah menunjukkan bahwa orang itu memiliki akhlak yang buruk. Disini akhlak diibaratkan sebagai atap bangunan tersebut dan syariah adalah penyangga atau tiang pada bangunan ini karena tanpa syariah bangunan tersebut tidak akan berdiri tegak dengan baik. Artinya iman itu membutuhkan pengamalan sehingga membuahkan akhlak yang baik pula. Yang diungkapkan secara tegas dalam firman Allah SWt: Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata.(QS 2:208)

W. Sri Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, 2008, hlm. 17.

Page 19

4. Kesimpulan

4.1 Akidah ialah sesuatu hal yang diyakini seseorang, diimaninya dan
dibenarkan dengan hatinya baik yang hak ataupun batil. Selain itu Akidah merupakan perjanjian yang teguh terpatri dan tertanam jauh dalam lubuk hati seseorang. Akidah bersifat kekal tidak berubah sejak zaman nabi adam sampai saat ini selama tidak ada penyimpangan yang dilakukan oleh pengikutnya. Syariah ialah suatu hukum atau pokok-pokok aturan yang telah digariskan oleh Allah SWt untuk dipatuhi dan dijalankan seorang muslim dalam melaksanakan aktivitas hidupnya (ibadah) didunia yang bertujuan untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Akhlak ialah akhlak ialah suatu aturan atau tata cara bagaimana seseorang berperilaku baik (ihsan) dalam melakukan hubungannya dengan Allah SWt, Rasul, sesama manusia, dan alam semesta serta dengan dirinya sendiri. Yang melekat pada pribadi seseorang secara spontan diwujudkan dalam suatu perilaku dan perbuatan.

4.2 Hubungan antara aqidah, syariah dan akhlak dapat diibaratkan dengan
akar, batang, dan buah (kasajarotin thoyyibah) merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Karena ketiganya dibutuhkan dalam membentuk kepribadian yang utuh pada diri seorang muslim.

Page 20

5. Daftar Pustaka
Mukniah. 2011. Materi Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum. Cetakan I. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Nasir, A. Sahilun & M.H. Hafi Anshari. 1982. Pokok-Pokok Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi. Surabaya: Al-Ikhlas. Nasir, A. Sahilun. 1991. Tinjauan Akhlak. Cetakan I. Surabaya: Al-Ikhlas. Wahyuddin, Achmad, Ilyas M., Saifulloh M., dan Muhibbin Z.. 2009. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Surabaya: Grasindo. Sri Nurhayati, Wasilah. 2008. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Page 21

Anda mungkin juga menyukai