Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

Wayang merupakan kesenian asli dari Indonesia yang sudah muncul pada
abad 1500M. Kesenian wayang sebagai mahakarya kebudayaan telah
memenangkan Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity yang
diberikan oleh orgnasasi PBB yang bergerak di bidang budaya yakni UNESCO.

Hal ini dikarenankan kesenian wayang memiliki nilai-nilai tersendiri


seperti nilai drama, nilai musik, niali sastra dan nilai tari yang membedakan
dengan kesenian yang lainnya. Terdapat berbagai macam jenis wayang, seperati
Wayang Kulit, Wayang Orang dan Wayang Golek.

Wayang Golek merupakan salah satu kesinian wayang khas daerah Jawa
Barat. Wayang Golek terbukti berhasil dilestarikan sebagai kebudayaan khas
Indonesia dari generasi ke generasi. Seperti wayang lainnya, Wayang Golek
dikoordinasikan oleh seorang multitalenta yang berjulukan ‘Dalang’. Sang dalang
memiliki peran yang besar dalam mensutradarai cerita kesenian wayang, melalui
Sabetan-nya (gerak – gerik wayang) dan Catur (penuturan kata), serta alunan
musik karawitan sebagai pemeriah dan latar belakang pertunjukan wayang.

Seni drama dalam Wayang Golek tidak akan terlepaskan dari unsur-unsur
Sabetan dan Catur, kedua hal ini lah yang akan membuat pertunjukan wayang
menjadi sangat menarik untuk dianalisis dan disaksikan. Sang dalang akan
memainkan tanganya dengan gerakan yang dinamis saat menggerakan wayangnya
dan mengeluarkan guyonan-guyonan dalam mengisi dialog karakter wayangnya
sehingga pertunjuka menjadi menarik dan tidak monoton. Selain dari segi seni
drama Wayang Golek juga menyampaikan kepada penontonya mengenai nilai-
nilai kehidupan yang merupakan makna tersendiri dari cerita kisah pertunjukan
Wayang Golek. Dan oleh sebab itu kita sebagai orang Indonesia, bukan hanya
orang Jawa Barat harus mencintai dan senantiasa melestarikan kesenian yang
tiada duanya ini.
1. Isi

1.1 Pengertian Umum

Wayang Golek merupakan seni wayang khas daerah Jawa Barat


yang terbuat dari beragam jenis kayu, wayang ini dipentaskan oleh dalang dengan
cerita bersumber dari kitab tua Ramayanaa dan Mahabrata.2. Wayang Golek
sebagari kesenian klasik yang adiluhung yang memiliki nilai estetis, nilai filosofis
dan niai moral. Memiliki unsur seni drama dominan apabila melihat dengan detil
pada postur, gestur anggota tubuh, bahasa tubuh, gerak badan, eskpresi raut wajah,
tatapan atau ekspresi, dan urutan waktu yang otentik sesuai karkater wayang yang
dipentaskan. Dan dipentaskan sesuai tatanan yang dinamis namun tetap harmonis.

Dalam pertunjukan wayangnya dihadirkan karakter Semar, Petruk, Gareng


dan Bagong. Keempatnya merupakan Punakawan yakni karakter dalam cerita
wayang khas daerah Jawa. Nama dari keempat karakter ini merupakan manifestasi
eksplisit dari ajaran – ajaran Islam terdahulu. Seperti nama Semar yang berasal
dari bahasa Arab dari kata Sammir yang berarti “siap sedia”. Tokoh Semar ini
berfungsi sebagai karakter yang menegakan kebenaran dan budi pekerti, sehingga
ia tampil sebagai cendikiawan dan penasihat dari karakter wayang lainnya. Petruk
berasal dari kata Fatruk yang berarti meninggalkan dan Tokoh Bagong berasal
dari kata Bagho yang artinya kejelekan. Apabila nama keempat Punkawan
diurutkan sesuai urutannya. maka, Semar, Gareng, Petruk, Bagong secara istilah
memiliki makna "berangkatkan menuju kebaikan, maka kamu akan meninggalkan
kejelekan".

Sampai sekarang ini Wayang Golek mengalami banyak perubahan dan


pembaharuan sesuai kelebihan imajinasi sang dalang dan pembuat wayang guna
memperoleh kepuasan mereka dan penonton. Serta terwujudnya keadhiluhungan
Wayang Golek.

Oleh karena itu masyarakat Sunda sangat mengapresiasi kesenian ini


dengan bentuk mementaskan kesenian ini di berbagai macam media, seperti
panggung langsung, siaran televisi nasional dan radio.
1.2 Sejarah Wayang Golek

Asal muasal Wayang Golek tidak tercatat dan dijelaskan secara rinci
karena tidak ada data yang konkrit, baik tertulis maupun lisan. Kehadiran Wayang
Golek berkorelasi dengan Wayang Kulit karena eksistensi dari Wayang Golek
berasal dari Wayang Kulit. Ada banyak sumber yang beropini berbeda tentang
awal munculnya Wayang Golek. Salah satunya menurut Salmun (1986),
mengatakan bahwa pada tahun 1583 M, Sunan Kudus membuat wayang dari kayu
yang kemudian disebut Wayang Golek yang dapat dipentaskan pada siang hari.

Satu pemikiran dengan Salmun, Ismunandar (1988) menambahlan bahwa


Wayang ini tidak memerlukan kelir (sebuah layar berwarna putih benbentuk
empat persegi panjang). Dan memiliki bentuk seperti boneka yang terbuat dari
kayu.

Menurut Somantri (1988) awal mulanya cerita dalam Wayang Golek


adalah cerita panji dan wayangnya disebut Wayang Golek Menak. Ada sumber
yang mengatakan apabila Wayang Golek ada sejak abad ke-15 pada masa
Panembahan Ratu (cicit Sunan Gunung Jati). Di daerah Cirebon disebut sebagai
Wayang Cepak karena memiliki bentuk kepala yang datar. Pada umumnya
Wayang cepak menyeritakan tentang cerita yang membantu penyebaran agama
Islam.

1.3 Wayang Golek Sebagai Seni Rupa

Sumber: Republika.co.id
Wayang Golek terbuat dari kayu Albasiah (Sengon) atau kayu Lame
(Pulai). Pada umunya cara membuatnya dengan mengukir dan meraut sampai
bentuk dan motif yang diinginkan terwujud, menggunakan peralatan ukir. Untuk
mewarnai dan menggambar kita dapat menggunakan cat Duko, cat ini berfungsi
untuk mewarnai bagian mata, alis, bibir, dan fitur wajah wayang lainnya.

Mengapa menggunakan cat Duko? karena cat ini mengeluarkan dan


mengekspresikan aura wayang sehingga wayang memancarkan tampak rona yang
cerah. Pewarnaan wayang merupakan bagian penting karena membuat suatu
karakter tokoh wayang menjadi lebih unik. Dalam pewarnaan Wayang Golek,
pada umumnya menggunakan warna merah, warna putih dan warna hitam sebagai
warna dasar.

1.4 Wayang Golek Sebagai Seni Sastra

Pertunjukan Wayang Golek sering mengadopsi kisah-kisah dari kitab tua


seperti Ramayana, Mahabharata, dan Purwakanda. Pada dasarnya bahasa yang
digunakan dalam berdialog antar tokoh dalam pementasan Wayang Golek adalah
Sunda yang menggunakan Amardibasa atau tata bahasa. Namun tidak semua
tokoh menggunakan bahasa Sunda, pengecualian seperti karakter Bima yang
umumnya menggunakan bahasa Indonesia. Mengapa para dalang menggunakan
lebih dari satu bahasa? Karena dengannya variasi bahasa maka kita sebagai
penonton dapat mengetahui ciri – ciri distingtif dari berbagai macam tokoh
karakter wayang sehingga mudah mengenali setiap tokoh.

Dalam menyampaikan cerita, terdapat nilai-nilai yang harus di anut oleh


setiap dalang, nilai-nilai ini adalah bagaimana cara menyampaikan cerita Wayang
Golek dengan tutur kata dan sopan santun yang sesuai dengan adat istiadat. Oleh
karena itu, dibentuknya peraturan bernama Panca Curiga

Kesimpulanya adalah Panca Curiga tersebut kesatuan utuh yang tidak


dapat berdiri sendiri. Berfungsi sebagai pembatas teruntuk dalang agar menjaga
tutur kata ketika menceritakan Wayang Golek, apabila tidak hati – hati maka akan
merugikan pihak lain dan diri sendiri.

1.5 Wayang Golek Sebagai Seni Drama

Sumber: Liputan6.com

Terdapat 9 babak utama pada umumnya dalam menceritakan pertunjukan


Wayang Golek, yakni:
1. Karatonan
Bab ini menceritakan suatu kerajaan (antagonis) yang
mempersiapkan pasukan mereka untuk melawan kerajaan lain
dikarenakan kerajaan mereka sendiri sedang mengalami kesulitan.
2. Pasebanan
Pasukan tersebut disiapkan oleh para dewan dan petinggi kerajaan
(anatagonis) di daerah bernama Paseban. Para dewan dan petinggi
mengutus seorang Jendral/Senopati sebagai pimpinan rombongan
pasukan tersebut, ia memimpin sembari menunggangi kuda.
3. Bebegalan
Rombongan sang Senopati sedang melewati hutan untuk menuju
kerajaan (protagonis), dan mereka bertemu sekelompok Raksasa.
Para Raksasa merasa ada ancaman dari rombongan Sang Senopati.
Sehingga terjadi pertempuran yang kemudian dimenngkan oleh
rombongan Senopati.
4. Karaton Lain
Kerajaan (protagonis) merasakan suatu ancaman akan tiba dalam
waktu yang dekat. Karena mereka merasakan beberapa pertanda
bahwa hal buruk akan datang seperti, sang Raja mengalami mimpu
buruk ataupun dicurinya pusaka suci kerajan. Pada saat para dewan
kerajaan (protagonis) sedang berdiskusi, mereka mendapatkan
serangan mendadak dari kerajaan (antagonis).
5. Perang Papacal
Akibat dari penyerangan tersebut terjadi pertempuran, sehingga
kerajaan (antagonis) berhasil mendapatkan tawanan dari kerajaan
(protagonis).
6. Gara-Gara
Bab istirahat dimana para Punakawan mengisi pertunjukan dengan
lawakan mereka. Bab ini berguna sebagai penarik kembali minat
para penonton yang sebagian jenuh menonton cerita yang notabene
cukup serius.
7. Perang Kembang
Adegan pertempuran antara kerajaan (protagonis) dengan kerajaan
(antagonis) saat rombongan kerajaan (protagonis) berhasil
menemukan rombongan kerajaan (antagonis). Dengan ini kerajaan
(antagonis) dikalahkan lalu mereka melarikan diri.
8. Perang Baburuh
Perang yang paling dahsyat diantara peperangan yang lain
dikarenakan sang protagonis berhasil mengejar kerajaan
(antagonis) sampai halaman rumah mereka dan menghancurkan
mereka, serta sang protagonis berhasil menyelamatkan
tawanannya.
9. Karatonan
Adegan penutup dimana tokoh protagonis bersama kerabat dan
sahabatnya merayakan kemenangan mereka.

Keuntungan dari pertunjukan Wayang Golek adalah waktu dan tempat


pelaksanaanya dimana pertunjukanya dapat dilaksanakan pada sesudah matahari
terbit maupun matahari terbenam. Hal ini dikarenakan Wayang Golek tidak
memerlukan kelir, kelir akan berfungsi dengan maksimal apabila latar belakang
suasanya bernuansa gelap, yang mudah didapatkan pada saat malam hari atau di
ruangaan yang tertutup.

Waktu Pertunjukan Wayang Golek:


1. Siang: 09:00 – 16:00
2. Malam: 21:30 – 04:30

Tempat pelaksanaan pertunjukan wayang dapat dilakukan di segala tempat,


yang menjadi prioritas dalam memilih tempat pertunjukan adalah kemampuan
daya tampung untuk menampung penonton.
2. Kesimpulan
Wayang merupakan kesenian asli dari Indonesia yang sudah muncul pada
abad 1500M. Wayang Golek merupakan salah satu kesinian wayang khas daerah
Jawa Barat. Seperti wayang lainnya, Wayang Golek dikoordinasikan oleh seorang
multitalenta yang berjulukan ‘Dalang’.

Seni drama dalam Wayang Golek tidak akan terlepaskan dari unsur-unsur
Sabetan dan Catur, kedua hal ini lah yang akan membuat pertunjukan wayang
menjadi sangat menarik untuk dianalisis dan disaksikan. Wayang Golek juga
menyampaikan kepada penontonya mengenai nilai-nilai kehidupan yang
merupakan makna tersendiri dari cerita kisah pertunjukan Wayang Golek.

Wayang Golek sebagari kesenian klasik yang adiluhung yang memiliki


nilai estetis, nilai filosofis dan niai moral. Kehadiran Wayang Golek berkorelasi
dengan Wayang Kulit karena eksistensi dari Wayang Golek berasal dari Wayang
Kulit. Wayang Golek terbuat dari kayu Albasiah (Sengon) atau kayu Lame (Pulai).
Pada umunya cara membuatnya dengan mengukir dan meraut sampai bentuk dan
motif yang diinginkan terwujud, menggunakan peralatan ukir.

Dalam menceritakan wayang para dalang harus berpegang teguh pa ada


Panca Curiga yang berfungsi sebagai pembatas bagi dalang agar menjaga tutur
kata ketika menceritakan Wayang Golek.

Keuntungan dari pertunjukan Wayang Golek adalah waktu dan tempat


pelaksanaanya dimana pertunjukanya dapat dilaksanakan pada siang atau malam
hari. Hal ini dikarenakan Wayang Golek tidak memerlukan kelir.
Daftar Pustaka

Masroer. 2015. Spiritualitas Islam dalam Budaya Wayang Kulit Masyarakat Jawa
dan Sunda. Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama Volume 9 No. 01: 38-61.

Amir Mertosedono, S.H. 1986. Sejarah Wayang: Asal-usul, Jenis dan Cirinya.
Semarang: Dahara Prize

Kusnadi, Dede dan Wawan Setiawan. 2019. Peremajaan Tokoh dan Cerita
Wayang Golekmelalui Komik Wayang Ulun Umbul karya “Ade Kosasih
Sunarya”. Skripsi. Universitas Pasundan : Bandung

Gandarasa, Gelar. 2019. Laporan Khusus Napas Berat Dalang Wayang Golek
Cepak Indramayu . Jawa Barat

Suryana, Jajang. 2002. Wayang Golek Sunda: Kajian Estetika Rupa Tokoh Golek.
Bandung: PT. Kiblat Buku Utama

Anda mungkin juga menyukai