Anda di halaman 1dari 5

A.

Kerajaan Mataram Kuno

1.      Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno


Kapan tepatnya berdirinya Kerajaan Mataram Kuno masih belum jelas, namun menurut Prasasti
Mantyasih (907) menyebutkan Raja pertama Kerajaan Mataram Kuno adalah Sanjaya. Sanjaya sendiri
mengeluarkan Prasasti Canggal (732) tanpa menyebut jelas apa nama kerajaannya. Dalam prasasti itu,
Sanjaya menyebutkan terdapat raja yang memerintah di pulau Jawa sebelum dirinya. Raja tersebut
bernama Sanna atau yang dikenal dengan Bratasena yang merupakan raja dari Kerajaan Galuh yang
memisahkan diri dari Kerajaan Sunda (akhir dari Kerajaan Tarumanegara).
Kekuasaan Sanna digulingkan dari tahta Kerajaan Galuh oleh Purbasora dan kemudian
melarikan diri ke Kerjaan Sunda untuk memperoleh perlindungan dari Tarusbawa, Raja Sunda.
Tarusbawa kemudian mengambil Sanjaya yang merupakan keponakan dari Sanna sebagai menantunya.
Setelah naik tahta, Sanjaya pun berniat untuk menguasai Kerajaan Galuh kembali. Setelah berhasil
menguasai Kerajaan Sunda, Galuh dan Kalingga, Sanjaya memutuskan untuk membuat kerajaan baru
yaitu Kerajaan Mataram Kuno.
Dari prasasti yang dikeluarkan oleh Sanjaya pada yaitu Prasasti Canggal, bisa dipastikan
Kerajaan Mataram Kuno telah berdiri dan berkembang sejak abad ke-7 dengan rajanya yang pertama
adalah Sanjaya dengan gelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

2.      Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno


Terdapat dua sumber utama yang menunjukan berdirnya Kerajaan Mataram Kuno, yaitu
berbentuk Prasasti dan Candi-candi yang dapat kita temui sampai sekarang ini. Adapun untuk Prasasti,
Kerajaan Mataram Kuno meninggalkan beberapa prasasti, diantaranya :
1)      Prasasti Canggal, ditemukan di halaman Candi Guning Wukir di desa Canggal berangka tahun 732 M.
Prasasti Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa Sansekerta yang isinya menceritakan tentang
pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya dan disamping itu juga
diceritakan bawa yang menjadi raja sebelumnya adalah Sanna yang digantikan oleh Sanjaya anak
Sannaha (saudara perempuan Sanna).
2)      Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778M, ditulis dalam huruf
Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya menceritakan pendirian bangunan suci untuk dewi
Tara dan biara untuk pendeta oleh Raja Pangkaran atas permintaan keluarga Syaelendra dan
Panangkaran juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para Sanggha (umat Budha).
3)      Prasasti Mantyasih, ditemukan di Mantyasih Kedu, Jawa Tengah berangka 907M yang menggunakan
bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar silsilah raja-raja Mataram yang mendahului
Rakai Watukura Dyah Balitung yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai
Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, rakai Kayuwangi dan Rakai Watuhumalang.
4)      Prasasti Klurak, ditemukan di desa Prambanan berangka 782M ditulis dalam huruf Pranagari dan bahasa
Sansekerta isinya menceritakan pembuatan Acra Manjusri oleh Raja Indra yang bergelar Sri
Sanggramadananjaya.
Selain Prasasti, Kerajaan Mataram Kuno juga banyak meninggalkan bangunan candi yang masih
ada hingga sekarang. Candi-candi peninggalan Kerajaan Medang antara lain, Candi Kalasan, Candi
Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sambisari, Candi Sari,
Candi Kedulan, Candi Morangan, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan, dan tentu saja yang paling
kolosal adalah Candi Borobudur.

3.      Raja-raja Kerajaan Mataram Kuno


Selama berdiri, Kerajaan Mataram Kuno pernah dipimpin oleh raja-raja dinataranya sebagai
berikut:
1)      Sanjaya, pendiri Kerajaan Mataram Kuno
2)      Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Sailendra
3)      Rakai Panunggalan alias Dharanindra
4)      Rakai Warak alias Samaragrawira
5)      Rakai Garung alias Samaratungga
6)      Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya
7)      Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
8)      Rakai Watuhumalang
9)      Rakai Watukura Dyah Balitung
10)  Mpu Daksa
11)  Rakai Layang Dyah Tulodong
12)  Rakai Sumba Dyah Wawa
13)  Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
14)  Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya
15)  Makuthawangsawardhana
16)  Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Mataram Kuno berakhir

4.      Kehidupan Sosial-Ekonomi dan Kebudayaan Kerajaan Mataram Kuno


Kehidupan ekonomi masyarakat bertumpu pada pertanian. Kondisi alam bumi Mataram yang
tertutup dari dunia luar sulit untuk mengembangkan aktivitas perekonominan dengan pesat.
Bumi Mataram diperintah oleh dua dinasti, yakni Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra. Dinasti
Sanjaya beragama Hindu dengan pusat kekuasaannya di utara dengan hasil budayanya berupa candi-
candi seperti Gedong Songo dan Dieng. Dinasti Syailendra beragama Bundha dengan pusat
kekuasaannya di daerah selatan, dan hasil budayanya dengan mendirikan candi-candi seperti candi
Borobudur, Mendut, dan Pawon.
1)      Kehidupan ekonomi
Mpu Sindok memerintah dengan bijaksana. Hal ini bisa dilihat dari usaha-usaha yang ia lakukan,
seperti Mpu Sindok banyak membangun bendungan dan memberikan hadiah-hadiah tanah untuk
pemeliharaan bangunan suci untuk  meningkatkan kehidupan rakyatnya. Begitu pula pada masa
pemerintahan  Airlangga, ia berusaha memperbaiki Pelabuhan Hujung Galuh di muara Sungai
Berantas dengan memberi tanggul-tanggul untuk mencegah banjir. Sementara  itu dibidang
sastra, pada masa pemerintahannya telah tercipta satu hasil karya  sastra yang terkenal, yaitu karya Mpu
Kanwa yang berhasil menyusun kitab Arjuna Wiwaha. Pada masa Kerajaan Kediri banyak informasi dari
sumber  kronik Cina yang menyatakan tentang Kediri yang menyebutkan Kediri banyak menghasilkan
beras, perdagangan yang ramai di Kediri dengan barang yang  diperdagangkan seperti emas, perak,
gading, kayu cendana, dan pinang. Dari keterangan tersebut, kita dapat menilai bahwa masyarakat pada
umumnya hidup dari pertanian dan perdagangan.

2)      Kehidupan sosial-budaya
Dalam bidang toleransi dan sastra, Mpu Sindok mengizinkan penyusunan kitab Sanghyang
Kamahayamikan (Kitab Suci Agama Buddha), padahal Mpu Sindok sendiri beragama Hindu. Pada masa
pemerintahan Airlangga tercipta karya sastra Arjunawiwaha yang dikarang oleh Mpu Kanwa. Begitu pula
seni wayang berkembang dengan baik, ceritanya diambil dari karya sastr Ramayana dan Mahabharata
yang ditulis ulang dan dipadukan dengan budaya Jawa.
Raja Airlangga merupakan raja yang peduli  pada keadaan masyarakatnya. Hal itu terbukti
dengan dibuatnya tanggul-tanggul dan waduk di beberapa bagian di Sungai Berantas untuk mengatasi
masalah banjir. Pada masa Airlangga banyak dihasilkan karya-karya sastra, hal tersebut salah satunya
disebabkan oleh kebijakan raja yang melindungi para seniman, sastrawan dan para pujangga, sehingga
mereka dengan bebas dapat mengembangkan kreativitas yang mereka miliki. Pada kronik-kronik Cina
tercatat beberapa hal penting tentang Kediri yaitu:
1)      Rakyat Kediri pada umumnya telah memiliki tempat tinggal yang baik, layak huni dan tertata dengan rapi,
serta rakyat telah mampu untuk berpakaian dengan baik.
2)      Hukuman di Kediri terdapat dua macam yaitu denda dan hukuman mati bagi perampok.
3)      Kalau sakit rakyat tidak mencari obat, tetapi cukup dengan memuja para dewa.

5.      Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno


Hancurnya Kerajaan Mataram Kuno dipicu permusuhan antara Jawa dan Sumatra yang dimulai
saat pengusiaran Balaputradewa oleh Rakai Pikatan. Balaputradewa yang kemudian menjadi Raka
Sriwijaya menyimpan dendam terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang
menjadi permusuhan turun-temurun pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang dan Sriwijaya juga
bersaing untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara.
Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika Wangsa Isana
berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang menyerangnya.
Pertempuran terjadi di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh
pihak Mpu Sindok.
Runtuhnya Kerajaan Mataram ketika Raja Dharmawangsa Teguh yang merupakan cicit Mpu
Sindok memimpin. Waktu itu permusuhan antara Mataram Kuno dan Sriwijaya sedang memanas.
Tercatat Sriwijaya pernah menggempur Mataram Kuno tetapi pertempuran tersebut dimenangkan oleh
Dharmawangsa. Dharmawangsa juga pernah melayangkan serangan ke ibu kota Sriwijaya. Pada tahun
1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah. Ketika ia mengadakan pesta perkawinan putrinya, istana
Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan
Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa tewas.

B. Kerajaan Kediri

1.      Awal Berdirinya
Adalah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad ke-12 tepatnya pada tahun 1042-
1222. Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram kuno. Pusat kerajaannya terletak di dekat
tepi Sungai Brantas yang pada masa itu telah menjadi jalur pelayaran yang ramai. Ibukota kerajaan ini
adalah Daha (yang berarti kota api), yang terletak di sekitar kota Kediri sekarang.
Pada tahun 1019 M, Airlangga dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Airlangga berusaha
memulihkan kembali kewibawaan Medang Kamulan, setelah kewibawaan kerajaan berahasil dipulihkan,
Airlangga memindahkan pusat pemerintahan dari Medang Kamulan ke Kahuripan. Berkat jerih payahnya,
Medang Kamulan mencapai kejayaan dan kemakmuran. Menjelang akhir hayatnya, Airlangga
memutuskan untuk mundur dari pemerintahan dan menjadi pertapa dengan sebutan Resi Gentayu.
Airlangga meninggal pada tahun 1049 M.
Pewaris tahta kerajaan Medang Kamulan seharusnya seorang putri yaitu Sri Sanggramawijaya
yang lahir dari seorang permaisuri. Namun karena memilih menjadi pertapa, tahta beralih pada putra
Airlangga yang lahir dari selir. Untuk menghindari perang saudara, Medang Kamulan dibagi menjadi dua
yaitu kerajaan Jenggala dengan ibu kota Kahuripan, dan kerajaan Kediri (Panjalu) dengan ibu kota
Dhaha. Tetapi upaya tersebut mengalami kegagalan.

2.      Sumber Sejarah Kerajaan Kediri


Prasasti-prasasti menjelaskan kerajaan Kediri antara lain yaitu:
1)      Prasasti Banjaran berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan Panjalu atas Jenggala.
2)      Prasasti Hantang berangka tahun 1052 M menjelaskan Panjalu pada masa Jayabaya.
3)      Prasasti Sirah Keting (1140) tentang pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa oleh Jayawarsa.
4)      Prasasti yang ditemukan di Tulung Agung Kertosono, Berisi masalah keagamaan (Raja Bameswara
1117-1130 M).
5)      Prasasti Ngantang (1135 M) tentang Raja Jayabaya memberi hadiah rakyat desa Nganteng sebidang
tanah bebas pajak.
6)      Prasasti Jaring (1181 M) tentang Raja Gandra yang membuat sejumlah nama-nama hewan seperti Kebo
Waruga dan Tikus Janata.
7)      Prasasti Kamulan (1194 M) tentang Raja Kertajaya yang menyatakan bahwa Kediriberhasil mengalahkan
musuh di katang-katang.
Selain dari prasasti-prasasti tersebut, ada lagi prasasti yang lain tetapi tidak begitu jelas. Dan
yang banyak menjelaskan tentang Kerajaan Kediri adalah hasil karya berupa kitab sastra seperti kitab
Kakawin Bharatayudha yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang
kemenangan Kediri (Panjalu) atas Janggala.
Kronik Cina juga banyak memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat dan
pemerintahan Kediri yang tidak ditemukan dari sumber lain. Berita tersebut disusun melalui kitab yang
berjudul Ling-mai-tai-t yang ditulis oleh Choi-ku-fei tahun 1178 M dan kitab Chi-fan-Chi yang ditulis oleh
Chau-ju-kua tahun 1225 M. Dan di era 2000-an terdapat penemuan situs tondowongso tepatnya awal
tahun 2007 yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kediri.
3.      Raja-Raja Kerajaan Kediri Airlangga
Airlangga (Bali, 990 - Belahan, 1049) atau sering pula ditulis Erlangga, adalah pendiri Kerajaan
Kahuripan, yang memerintah 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri
Dharmawangsa Airlangga Ananta wikramottunggadewa. Sebagai seorang raja, ia memerintahkan Mpu
Kanwa untuk mengubah Kakawin Arjunawiwaha yang menggambarkan keberhasilannya dalam
peperangan. Di akhir masa pemerintahannya, kerajaannya dibelah dua menjadi Kerajaan Kadiri dan
Kerajaan Janggala bagi kedua putranya. Nama Airlangga sampai saat ini masih terkenal dalam berbagai
cerita rakyat, dan sering diabadikan di berbagai tempat di Indonesia.
1.      Samarawijaya (1042)
2.      Jayaswara (1104-1115)
3.      Bameswara (1115-1135)
4.      Jayabhaya (1135-1157)
5.      Sarweswara (1159-1169)
6.      Aryeswara (1169-1180/1181)
7.      Sri Gandhra (1181-1182)
8.      Kameswara (1182-1194)
9.      Kertajaya (1194-1222)
10.  Jayakatwang (1292-1293)
Dari Raja-Raja di atas, dapat diperoleh informasi, bahwa:
ü  Pendiri Kerajaan Kediri adalah Airlangga, dengan Raja Pertamanya adalah Samarawijaya.
ü  Raja terkenal di Kerajaan Kediri adalah Jayabhaya.
ü  Raja terakhir Kerajaan Kediri adalah Kertajaya, namun berhasil dibangun kembali oleh Jayakatwang
meskipun hanya bertahan satu tahun saja. Jadi bisa dikatakan juga bahwa raja terakhir Kerajaan Kediri
adalah Jayakatwang.

4.      Kehidupan Kerajaan Kediri


Kerajaan Kediri merupakan kerajaan yang berdiri pada abad XI Masehi dan merupakan
kelanjutan dari Kerajaan Medang Kamulan yang didirikan oleh Mpu Sindok dari Dinasti Isyana. Kerajaan
ini terletak di wilayah pedalaman Jawa Timur. Kerajaan ini merupakan hasil dari pembagian wilayah
Kerajaan Medang Kamulan yang dibagi menjadi dua yakni Panjalu dan Jenggala. Nama Keraajaan Kediri
sebelumnya adalah Panjalu.
Adapun kehidupan politik, agama, ekonomi, sosial dan budaya pada masa Kerajaan Kediri
adalah sebagai berikut :

1)      Kehidupan Politik
Raja pertama Kediri adalah Samarawijaya. Selama menjadi Raja Kediri, Samarawijaya selalu
berrselisih paham dengan saudaranya, Mapanji Garasakan yag berkuasa di Jenggala. Keduanya merasa
berhak atas seluruh takhta Raja Airlangga (Kerajaan Medang Kamulan) yang meliputi hampir seluruh
wilayah Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah. Akhirnya perselisihan tersebut menimbulkan perang
saudara yang berlangsung hingga tahun 1052. Peperangan tersebut dimenangkan oleh Samarawijaya
dan berhasil menaklukan Jenggala.
Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Jayabaya. Saat itu
wilayah kekuasaan Kediri meliputi seluruh bekas wilayah Kerajaan Medang Kamulan. Selama menjadi
Raja Kediri, Jayabaya berhasil kembali menaklukan Jenggala yanga sempat memberontak ingin
memisahkan diri dari Kediri. Keberhasilannya tersebut diberitakan dalam prasasti Hantang yang
beraangka tahun 1135.
Prasasti ini memuat tulisan yang berbunyi Panjalu jayati yang artinya Panjalu menang. Prasasti
tersebut dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah dari Jayabaya untuk penduduk Desa
Hantang yang setia pada Kediri selam perang melawan Jenggala.
Sebagai kemenangan atas Jenggala, nama Jayabaya diabadikan dalam kitab Bharatayuda. Kitab
ini merupakn kitab yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Bharatayuda memuat kisah perang
perbutan takhta Hastinapura antara keluarga Pandhawa daan Kurawa. Sejarah pertikaian anatar Panjalu
dan Jenggala mirip dengan kisah tersebut sehingga kitab Bharatayuda dianggap sebagai legitimasi
(klaim) Jayabaya untuk memperkuat kekuasaannya atas seluruh wilayah bekas Kerajaan Medang
Kamulan.

2)      Kehidupan Agama
Masyarakat Kediri memiliki kehidupan agama yang sangat religius. Mereka menganut ajaran
agama Hindu Syiwa. Hal ini terlihat dari berbagai peninggalan arkeolog yang ditemukan di wilayah Kediri
yakni berupa arca-arca di candi Gurah dan Candi Tondowongso. Arca-arca tersebut menunjukkan latar
belakang agama Hindu Syiwa. Para penganut agama Hindu Syiwa menyembah Dewa Syiwa, karena
merekaa mempercayai bahwa Dewa Syiwa dapat menjelma menjadi Syiwa Maha Dewa (Maheswara),
Dewa Maha Guru, dan Makala. Salah satu pemujaan yang dilakukan pendeta adalah dengan
mengucapkan mantra yang disebut Mantra Catur Dasa Syiwa atau empat belas wujud Syiwa.

3)      Kehidupan Ekonomi
Perekonomian di Kediri bertumpu pada sektor pertanian dan perdagangan. Sebagai kerajaan
agraris, Kediri memiliki lahan pertanian yang baik di sekitar Sungai Brantas. Pertanian menghasilkan
banyak beras dan menjadikannya komoditas utama perdagangan. Sektor perdagangan Kediri
dikembangkan melalui jalur pelayaran Sungai Brantas. Selain beras, barang-barang yang
diperdagangkan di Kediri antara lian emas, perak, kayu cendana, rempah-rempah, dan pinang.
Pedagang Kediri memiliki peran penting dalam perdagangan di wilyah Asia. Mereka
memperkenalkan rempah-rempah diperdagangan dunia. Mereka membawa rempah-rempah ke sejumlah
Bandar di Indonesia bagian barat, yaitu Sriwijay daan Ligor. Selanjutnya rempah-rempah dibawa ke India,
Teluk Persia, Luat Merah. Komoditas ini kemudian diangkut oleh kapal-kapal Venesia menuju Eropa.
Dengan demikian, melalui Kediri wilayah Maluku mulai dikenal dalam lalu lintas perdagangan dunia.
4)      Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa pemerintahan Raja Jayabaya, struktur pemerintahan Kerajaan Kediri sudah teratur.
Berdasarkan kedudukannya dalam pemerintahan, masyarakat Kedri dibedakan menjadi tiga golongan
sebagai berikut :
ü  Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan
beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
ü  Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau
petugas pemerintahan di wilyah thani (daerah).
ü  Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan
hubungan dengan pemerintah secara resmi.
Kehidupan budaya Kerajaan Kediri terutama dalam bidang sastra berkembang pesat. Pada masa
pemerintahan Jayabaya kitab Bharatayuda berhasil digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Selain
itu Mpu Panuluh menulis kitab Hariwangsa dan Gatotkacasrayaa. Selanjutnya pada masa pemerintahan
Kameswara  muncul kitab Smaradhahana yang ditulis oleh Mpu Dharmaja serta kirab Lubdaka dan
Wertasancaya yang ditulis oleh Mpu Tanakung. Pada masa pemerintahan Kertajaya terdapat Pujangga
bernama Mpu Monaguna yang menulis kitab Sumansantaka dan Mpu Triguna yang menulis kitab
Kresnayana.

5)      Hasil Budaya
Adapun hasil budaya dari Kerajaan Kediri antara lain :
1)      Candi Penataran
2)      Candi Gurah
3)      Candi Tondowongso
4)      Arca Buddha Vajrasattva
5)      Prasasti Kamulan
6)      Prasasti Galunggung
7)      Prasasti Jaring
8)      Candi Tuban
9)      Prasasti Panumbangan
10)  Prasasti Talan

5.      Runtuhnya Kerajaan Kediri
Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya , terjadi
pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah melanggar agama dan
memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta perlindungan Ken Arok ,
akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter, pada tahun 1222 M.
Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya, pada masa itu menandai
berakhirnya kerajaan Kediri.
Setelah berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah
pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden Wijaya, berhasil
meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya
untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol
yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini
dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol dan
pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut
pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.

Anda mungkin juga menyukai