2) Kehidupan sosial-budaya
Dalam bidang toleransi dan sastra, Mpu Sindok mengizinkan penyusunan kitab Sanghyang
Kamahayamikan (Kitab Suci Agama Buddha), padahal Mpu Sindok sendiri beragama Hindu. Pada masa
pemerintahan Airlangga tercipta karya sastra Arjunawiwaha yang dikarang oleh Mpu Kanwa. Begitu pula
seni wayang berkembang dengan baik, ceritanya diambil dari karya sastr Ramayana dan Mahabharata
yang ditulis ulang dan dipadukan dengan budaya Jawa.
Raja Airlangga merupakan raja yang peduli pada keadaan masyarakatnya. Hal itu terbukti
dengan dibuatnya tanggul-tanggul dan waduk di beberapa bagian di Sungai Berantas untuk mengatasi
masalah banjir. Pada masa Airlangga banyak dihasilkan karya-karya sastra, hal tersebut salah satunya
disebabkan oleh kebijakan raja yang melindungi para seniman, sastrawan dan para pujangga, sehingga
mereka dengan bebas dapat mengembangkan kreativitas yang mereka miliki. Pada kronik-kronik Cina
tercatat beberapa hal penting tentang Kediri yaitu:
1) Rakyat Kediri pada umumnya telah memiliki tempat tinggal yang baik, layak huni dan tertata dengan rapi,
serta rakyat telah mampu untuk berpakaian dengan baik.
2) Hukuman di Kediri terdapat dua macam yaitu denda dan hukuman mati bagi perampok.
3) Kalau sakit rakyat tidak mencari obat, tetapi cukup dengan memuja para dewa.
B. Kerajaan Kediri
1. Awal Berdirinya
Adalah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad ke-12 tepatnya pada tahun 1042-
1222. Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram kuno. Pusat kerajaannya terletak di dekat
tepi Sungai Brantas yang pada masa itu telah menjadi jalur pelayaran yang ramai. Ibukota kerajaan ini
adalah Daha (yang berarti kota api), yang terletak di sekitar kota Kediri sekarang.
Pada tahun 1019 M, Airlangga dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Airlangga berusaha
memulihkan kembali kewibawaan Medang Kamulan, setelah kewibawaan kerajaan berahasil dipulihkan,
Airlangga memindahkan pusat pemerintahan dari Medang Kamulan ke Kahuripan. Berkat jerih payahnya,
Medang Kamulan mencapai kejayaan dan kemakmuran. Menjelang akhir hayatnya, Airlangga
memutuskan untuk mundur dari pemerintahan dan menjadi pertapa dengan sebutan Resi Gentayu.
Airlangga meninggal pada tahun 1049 M.
Pewaris tahta kerajaan Medang Kamulan seharusnya seorang putri yaitu Sri Sanggramawijaya
yang lahir dari seorang permaisuri. Namun karena memilih menjadi pertapa, tahta beralih pada putra
Airlangga yang lahir dari selir. Untuk menghindari perang saudara, Medang Kamulan dibagi menjadi dua
yaitu kerajaan Jenggala dengan ibu kota Kahuripan, dan kerajaan Kediri (Panjalu) dengan ibu kota
Dhaha. Tetapi upaya tersebut mengalami kegagalan.
1) Kehidupan Politik
Raja pertama Kediri adalah Samarawijaya. Selama menjadi Raja Kediri, Samarawijaya selalu
berrselisih paham dengan saudaranya, Mapanji Garasakan yag berkuasa di Jenggala. Keduanya merasa
berhak atas seluruh takhta Raja Airlangga (Kerajaan Medang Kamulan) yang meliputi hampir seluruh
wilayah Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah. Akhirnya perselisihan tersebut menimbulkan perang
saudara yang berlangsung hingga tahun 1052. Peperangan tersebut dimenangkan oleh Samarawijaya
dan berhasil menaklukan Jenggala.
Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Jayabaya. Saat itu
wilayah kekuasaan Kediri meliputi seluruh bekas wilayah Kerajaan Medang Kamulan. Selama menjadi
Raja Kediri, Jayabaya berhasil kembali menaklukan Jenggala yanga sempat memberontak ingin
memisahkan diri dari Kediri. Keberhasilannya tersebut diberitakan dalam prasasti Hantang yang
beraangka tahun 1135.
Prasasti ini memuat tulisan yang berbunyi Panjalu jayati yang artinya Panjalu menang. Prasasti
tersebut dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah dari Jayabaya untuk penduduk Desa
Hantang yang setia pada Kediri selam perang melawan Jenggala.
Sebagai kemenangan atas Jenggala, nama Jayabaya diabadikan dalam kitab Bharatayuda. Kitab
ini merupakn kitab yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Bharatayuda memuat kisah perang
perbutan takhta Hastinapura antara keluarga Pandhawa daan Kurawa. Sejarah pertikaian anatar Panjalu
dan Jenggala mirip dengan kisah tersebut sehingga kitab Bharatayuda dianggap sebagai legitimasi
(klaim) Jayabaya untuk memperkuat kekuasaannya atas seluruh wilayah bekas Kerajaan Medang
Kamulan.
2) Kehidupan Agama
Masyarakat Kediri memiliki kehidupan agama yang sangat religius. Mereka menganut ajaran
agama Hindu Syiwa. Hal ini terlihat dari berbagai peninggalan arkeolog yang ditemukan di wilayah Kediri
yakni berupa arca-arca di candi Gurah dan Candi Tondowongso. Arca-arca tersebut menunjukkan latar
belakang agama Hindu Syiwa. Para penganut agama Hindu Syiwa menyembah Dewa Syiwa, karena
merekaa mempercayai bahwa Dewa Syiwa dapat menjelma menjadi Syiwa Maha Dewa (Maheswara),
Dewa Maha Guru, dan Makala. Salah satu pemujaan yang dilakukan pendeta adalah dengan
mengucapkan mantra yang disebut Mantra Catur Dasa Syiwa atau empat belas wujud Syiwa.
3) Kehidupan Ekonomi
Perekonomian di Kediri bertumpu pada sektor pertanian dan perdagangan. Sebagai kerajaan
agraris, Kediri memiliki lahan pertanian yang baik di sekitar Sungai Brantas. Pertanian menghasilkan
banyak beras dan menjadikannya komoditas utama perdagangan. Sektor perdagangan Kediri
dikembangkan melalui jalur pelayaran Sungai Brantas. Selain beras, barang-barang yang
diperdagangkan di Kediri antara lian emas, perak, kayu cendana, rempah-rempah, dan pinang.
Pedagang Kediri memiliki peran penting dalam perdagangan di wilyah Asia. Mereka
memperkenalkan rempah-rempah diperdagangan dunia. Mereka membawa rempah-rempah ke sejumlah
Bandar di Indonesia bagian barat, yaitu Sriwijay daan Ligor. Selanjutnya rempah-rempah dibawa ke India,
Teluk Persia, Luat Merah. Komoditas ini kemudian diangkut oleh kapal-kapal Venesia menuju Eropa.
Dengan demikian, melalui Kediri wilayah Maluku mulai dikenal dalam lalu lintas perdagangan dunia.
4) Kehidupan Sosial Budaya
Pada masa pemerintahan Raja Jayabaya, struktur pemerintahan Kerajaan Kediri sudah teratur.
Berdasarkan kedudukannya dalam pemerintahan, masyarakat Kedri dibedakan menjadi tiga golongan
sebagai berikut :
ü Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan
beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
ü Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau
petugas pemerintahan di wilyah thani (daerah).
ü Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan
hubungan dengan pemerintah secara resmi.
Kehidupan budaya Kerajaan Kediri terutama dalam bidang sastra berkembang pesat. Pada masa
pemerintahan Jayabaya kitab Bharatayuda berhasil digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Selain
itu Mpu Panuluh menulis kitab Hariwangsa dan Gatotkacasrayaa. Selanjutnya pada masa pemerintahan
Kameswara muncul kitab Smaradhahana yang ditulis oleh Mpu Dharmaja serta kirab Lubdaka dan
Wertasancaya yang ditulis oleh Mpu Tanakung. Pada masa pemerintahan Kertajaya terdapat Pujangga
bernama Mpu Monaguna yang menulis kitab Sumansantaka dan Mpu Triguna yang menulis kitab
Kresnayana.
5) Hasil Budaya
Adapun hasil budaya dari Kerajaan Kediri antara lain :
1) Candi Penataran
2) Candi Gurah
3) Candi Tondowongso
4) Arca Buddha Vajrasattva
5) Prasasti Kamulan
6) Prasasti Galunggung
7) Prasasti Jaring
8) Candi Tuban
9) Prasasti Panumbangan
10) Prasasti Talan
5. Runtuhnya Kerajaan Kediri
Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya , terjadi
pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya telah melanggar agama dan
memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta perlindungan Ken Arok ,
akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter, pada tahun 1222 M.
Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya, pada masa itu menandai
berakhirnya kerajaan Kediri.
Setelah berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah
pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden Wijaya, berhasil
meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya
untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol
yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini
dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol dan
pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut
pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.