Anda di halaman 1dari 11

WAYANG GOLEK

Disusun untuk memenuhi tugas MPKS Wayang yang dibimbing

Oleh :

Dr. Darmoko.S., M.Hum.

Disusun oleh;

Muhammad Rafiy Aulia


1706055481
Kelas WAYANG F (Kamis, pukul 17.00)

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
APRIL 2018
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wayang dikenal sejak zaman prasejarah yaitu sekitar 1500 tahum SM. Seni wayang jawa sudah
ada jauh sebelum masuknya kebudayaan hindu ke Indonesia. Wayang merupakan kreasi budaya
masyarakan atau kesenian jawa yang memuat berbagai aspek kebuadayaan jawa. Cerita dalam
pertunjukan wayang menggambarkan jiwa kepahlawanan para nenek moyang yang ada dalam
mitologi.

Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di jawa dan bali.
Pertunjukan wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya
kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang narasi dan warisan budaya yang indah dan sangat
berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity)

Pementasan wayang selalu diiringi musik gamelan, dengan seorang dalang, para nayaga, dan
sinden. Zaman dahulu pertunjukan wayang sering dipertunjukan pada acara pernikahan, sunatan,
syukuran, atau petinggi-petinggi desa yang sengaja mengambil pertunjukan wayang untuk
menghibur masyarakat.

Pertunjukan wayang juga tak lupa dari tata bahasa yang digunakannya, tata bahasa wayang
bergantung pada wayang yang ditampilkan dan berasal dari daerah mana wayang tersebut.
Wayang yang terkenal di daerah pasundan yaitu wayang golek dengan ciri khas menggunakan
bahasa sunda serta dipelopori oleh dalang yang terkenal yaitu Alm. Asep Sunandar Sunarya.

Wayang yang merupakan budaya Indonesia memiliki peran besar terhadap bangsa. Selain
pertunjukannya, wayang juga memberikan banyak pelajaran hidup bagi masyarakat Indonesia.
Wayang sebagai falsafah, merupakan penggambaran dari kehidupan (dalam sebuah pertunjukan)
yang dikendalikan oleh dalang, dan wayang sebagai yang dikendalikan oleh dalang.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Wayang Golek
Wayang berasal dari bahasa Jawa krama ngoko yang berarti perwajahan. Kehadiran wayang golek
tidak dapat dipisahkan dari keberadaan wayang kulit, Sejalan dengan itu berkenaan penyebaran
wayang di Jawa Barat adalah pada masa pemerintahan Raden Patah dari kerajaan Demak,
kemudian disebarluaskan para Wali Sanga. Termasuk Sunan Gunung Jati yang pada tahun 1568
memegang kendali pemerintahan di kasultanan Cirebon. Beliau memanfaatkan pagelaran wayang
kulit sebagai media dakwah untuk memperluas penyebaran agama Islam.

Sekitar tahun 1583, Sunan Kudus yang merupakan salah satu penyebar agama Islam di
pulau Jawa. Sunan Kudus pernah membuat 70 wayang yang terbuat dari kayu, Wayang tersebut
dipertontonkan biasanya pada siang hari dengan sumber cerita lokal atau imajinasi sendiri yang
tentunya sarat dengan pesan agama Islam. wayang golek lahir bukan di Jawa Barat. Dikarenakan
masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur telah terlebih dahulu mengenal wayang kulit, kehadiran
wayang baru ini kurang begitu berkembang, karena masyarakat disana terlanjur menggemari
wayang kulit. Namun wayang golek Sunan Kudus itu menarik hati dari ulama atau sekurang-
kurangnya santri Cirebon yang sedang berkunjung (atau mungkin berguru) ke wilayah Sunan
Kudus. Akhirnya ide wayang golek itu dibawa ke Cirebon. Pementasan wayang golek di tanah
Priangan dimulai sejak Kesultanan Cirebon berada di tangan Panembahan Ratu (1540-1650). Yang
dipertunjukan saat itu adalah wayang golek papak atau wayang cepak, disebut demikian karena
memiliki bentuk kepala yang datar.

Wayang golek dengan cerita dari epos Hindustan seperti Ramayana dan Mahabarata mulai
hadir di sekitar tahun 1840, namun hal itu perlu ditelusuri lebih dalam lagi. Kisah-kisah Ramayana
dan Mahabharata tersebut kemungkinan besar pertama kali lahir dan berkembang dalam
pertunjukan wayang kulit. Semula kisah tersebut menggunakan bahasa Jawa. Namun, setelah
banyak dalang-dalang dari kalangan orang Sunda, maka bahasa Sunda pun mulai menggantikan
penggunaan bahasa Jawa.

3
B. Apa itu Wayang Golek?

Wayang Golek adalah suatu seni tradisional sunda pertunjukan wayang yang terbuat dari
boneka kayu, yang terutama sangat populer di wilayah Tanah Pasundan, Daerah penyebarannya
terbentang luas dari Cirebon di sebelah timur sampai wilayah Banten di sebelah barat, bahkan di
daerah Jawa Tengah yang berbatasan dengan Jawa Barat sering pula dipertunjukkan pergelaran
Wayang Golek. Berbeda dengan kesenian wayang di pulau jawa lainnya yang menggunakan kulit
dalam pembuatan wayangnya, Wayang Golek merupakan kesenian wayang yang terbuat dari kayu.
Kesenian Wayang Golek ini sangat populer di Jawa Barat khususnya di wilayah tanah pasundan.
Wayang Golek mulai berkembang dengan bahasa sunda sebagai dialognya. Selain menjadi
media penyebaran agama, Wayang Golek berfungsi untuk pelengkap acara syukuran atau ruwatan.
Pada saat itu pertunjukan Wayang Golek masih tanpa menggunakan sinden sebagai pengiringnya.
Wayang Golek mulai menggunakan iringan sinden pada 1920an. Hingga saat ini Wayang Golek
terus berkembang sebagai hiburan bagi masyarakat terutama di tanah sunda.
Wayang golek terbuat dari albasiah atau lame. Cara pembuatannya adalah dengan meraut
dan mengukirnya, hingga menyerupai bentuk yang diinginkan. Untuk mewarnai dan menggambar
mata, alis, bibir, dan motif di kepala wayang, digunakan cat duko. Cat ini menjadikan wayang
tampak lebih cerah. Pewarnaan wayang merupakan bagian penting karena dapat menghasilkan
berbagai karakter tokoh. Adapun warna dasar yang biasa digunakan dalam wayang ada empat,
yaitu: merah, putih, prada, dan hitam.
Lakon dan cerita wayang golek diceritakan oleh Dalang. Bagian-bagian seni wayang golek
terdiri dari
a. Dalang (yang memainkan boneka golek berdasarkan ceritanya)
b. Goleknya itu sendiri (jumlahnya ratusan)
c. Nayaga group atau orang yang memainkan gamelan, kendang, gong, rebab (alat musk
gesek)
d. Juru kawih serta juru alok.
Semua bagian tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Satu dengan
lainnya bersinergi sesuai irama dan jalan ceritanya.
Selain cerita Ramayana dan mahabarata, ada juga cerita dan lakon carangan. Dalam cerita
carangan ini dalang membuat sendiri alur cerita yang biasanya diambil dari cerita rakyat atau
kehidupan sehari – hari. dalam cerita carangan biasanya mengandung pesan moral, kritikan, humor

4
dan lain – lain. Dalam cerita carangan tidak hanya di gunakan untuk mengembangkan cerita,
namun juga untuk mengukur kualitas dalang dalam membuat cerita.

Dalam pertunjukan Wayang Golek ini selain di iringi dengan sinden juga diiringi dengan
gamelan sunda diantaranya seperti saron, peking, selantem, boning, boning rincik, kenong, gong,
rebab, gambang kempul, kendang indung dan kulanter.
C. Bentuk dan Figur Wayang Golek

Sumber : https://www.ngeksplore.com/2017/11/kesenian-
wayang-golek.html

Pada awalnya, wayang memiliki bentuk manusia. Namun, setelah kedatangan agama
Islam, wayang berubah bentuk, sesuai dengan aturan agama Islam, Itulah sebabnya maka bentuk
wayang berubah menjadi bentuk mahluk yang toh masih sangat mirip dengan manusia, meskipun
segera tampak bahwa wayang itu bukan representasi manusia. Wajah dan tubuhnya dibuat sangat
langsing, sedangkan tangannya tidak menampilkan proporsi yang baik dengan bagian tubuh yang
lain.

Meskipun demikian, setiap boneka merepresentasikan tokoh khusus. Karena boneka tidak
dapat menggambarkan perasaan tokoh, maka peran dalang dalam memainkan boneka, dalam
mengemukakan ceritera dan dalam berkomunikasi dengan penonton sangat penting. Perasaan para
tokoh juga dapat diperlihatkan melalui lagu yang ditembangkan para pesinden (penyanyi) dan
musik yang dimainkan para nayaga (pemain musik). Dalam bahasa sunda, ada ungkapan yang
berasal dari kepercayaan agama Islam, dan menyatakan “Wayang sakotak, dalangna ngan hiji”
(“wayangnya sekotak, hanya memerlukan seorang dalang”) yang berarti bahwa begitu banyak
manusia di dunia hanya memerlukan satu Tuhan.

5
Terdapat empat macam figur pada wayang golek, yaitu:

1. Figur Rahwana (Goleknya memakai makuta dengan model sekar kluwih dan ukirannya
menyerupai ukiran zaman Kerajaan Pajajaran dan Mataram dengan keturunannya yaitu
Suyudana dan Dursasana).
2. Figur Arjuna (menggambarkan sosok pejuang sejati yang tampan dan gagah berani,
bajunya memakai supit urang, seangkatannya seperti Bima dan Gatotkaca).
3. Figur Garuda Mungkur (Direka seperti muka Garuda dengan lidahnya keluar).
4. Figur Bineka Sari (seperti pohon cemara disusun ke atas seperti pada wayang Kresna,
Baladewa, Arimbi, Rama, dan Indra, figur Kuluk, asesoris bajunya memakai gambar
garuda atau sumping seperti terdapat pada wayang Batara Guru, Karna, dan
Kumbangkarna).

6
D. Pertunjukkan/ Pementasan Wayang Golek

Sumber : https://megapolitan.antaranews.com/berita/32880/wow-15-dalang-
berkompetisi-pada-pedalangan-wayang-golek

Pertunjukkan wayang golek menampilkan sejenis boneka di pementasan. Wayang golek


terbuat dari kayu dan dimainkan oleh manusia yang disebut “dalang”.Dahulu, pertunjukkan ini
dimainkan dengan tujuan keagamaan, kini pementasan tersebut dianggap sebagai seni
pertunjukkan, karena para penonton datang menghadiri pertunjukan ini, untuk hiburan, dan tidak
lagi demi pemujaan dalam ritual keagamaan.

Dalam wayang golek, yang menjadi ujung tombak pertunjukkan wayang golek adalah
dalang dan sinden. Dalang adalah orang yang berperan memegang kendali setiap tokoh wayang.
Seorang dalang harus piawai memainkan cerita dengan peniruan bunyi suara yang berbeda setiap
karakter wayang. Oleh sebab itu, seorang dalang pun kerap diidentikan dengan ritual khusus untuk
memperoleh suara yang bisa disesuaikan dengan karakter tokoh wayang. Menjadi seorang dalang
tidaklah mudah dan hanya orang tertentu yang bisa menjadi dalang. Salah satu dalang wayang
golek paling terkenal adalah Asep Sunandar Sunarya.

Sejak 1920 an, pertunjukan wayang selalu diiringi oleh sinden. Sepanjang cerita dan
selama para tokoh wayang masih beraksi, sindenun terus mengiringi. Peran sinden kala itu

7
sangatlah vital dan terkenal melebihi dalangnya. Meskipun terlihat senang dan hanya bernyanyi,
menjadi seorang sinden tidaklah mudah. Seorang sinden biasanya memiliki suara yang merdu dan
bercengkok. Sinden yang paling terkenal di dunia perwayangan adalah Upit Sarimanah dan Titim
Patimah (1960an). Seorang sinden pun harus kuat dalam fisik karena ia harus duduk dengan kedua
kaki melipat selama pertunjukan

E. Perkembangan Wayang Golek

Pada jamannya, pentas wayang golek Sunda di masyarakat biasa dilakukan atas permintaan
warga sebagai hiburan kala melangsungkan acara pernikahan, atau khitanan, atau pada acara-acara
tertentu sebagai suatu bentuk kegembiraan, seperti pada perayaan hari besar nasional tujuh belas
Agustus. Dalam sajian pementasan, dalang selalu membawakan sebuah cerita dari dunia
pewayangan yang bertemakan tentang konflik kehidupan yang terjadi pada jaman dahulu yang
kadang dikaitkan dengan jaman kini.

Namun demikian, cerita wayang golek Sunda banyak disesuaikan dengan cerita-cerita
yang berkembang di masyarakat. Terlepas dari hal itu semua wayang golek di daerah Pasundan
pada tahun-tahun tujuhpuluhan ke sana merupakan tontonan hiburan yang amat digemari oleh
masyarakat Jawa Barat. Selain dalam gaya penyajian ceritanya yang memikat, hingga enak untuk
disimak, juga saat itu hiburan sangat langka. Tidak heranlah jika ada pertunjukan wayang golek,
meski tidak diiklankan secara komersial, namun iklan dari mulut ke mulut saja, menjalar lebih
cepat, hingga menembus ke desa-desa yang jauh.

Banyak diantara mereka yang pergi secara berombongan, sekedar untuk menyaksikan
pementasan wayang golek. Hal itu bisa dimengerti karena mereka harus berjalan jauh hingga
berkilo-kilo meter dengan melewati jalan-jalan yang gelap dan kadang melintasi daerah yang
masih merupakan hutan-hutan. Tapi semua itu dilakukan dengan senang hati sambil bercanda ria
diselingi gelak tawa, itulah hiburan gratis bagi rakyat. Pertunjukkan wayang golek tidak saja
digemari oleh masyarakat desa yang jauh dari panggung-panggung hiburan modern seperti
bioskop, tetapi digemari juga oleh warga kota. Jika diselenggarakan pementasan wayang golek di
perkotaan, juga tidak luput dari kehadiran warga kota yang berduyun-duyun
menontonnya. Apalagi kalau dalang wayang tersebut orang yang sudah populer di masyarakat,
tentu lautan penonton pun sulit dibendung.

8
Berbeda dengan era saat ini dimana jaman dengan teknologi yang semakin canggih,
pementasan wayang golek yang dulu menjadi bagian dari saranan hiburan masyarakat semakin
hari semakin terisisih dari percaturan dunia panggung hiburan. Di Indonesia saat ini, kelompok
tradisional wayang golek tidak menghadapi kondisi menggembirakan. Tidak ada tempat khusus
untuk pertunjukan wayang golek sehingga mereka tidak dapat mengadakan pertunjukan secara
teratur. Pertunjukan hanya mungkin dilakukan atas permintaan dalam menghadapi kesempatan-
kesempatan khusus, seperti perkawinan, sunatan atau selamatan lainnya. Jarangnya permintaan
untuk manggung menyebabkan keberadaan kelompok-kelompok ini terancam gulung tikar. Lagi
pula, wayang golek terpaksa menghadapi saingan yang berat, yaitu pertunjukkan musik Dangdut,
yang pada masa kini makin menarik perhatian. Masyarakat makin lama makin tertarik pada
Dangdut, dan mengabaikan yang lain, sehingga kehidupan kelompok wayang golek makin lama
makin sulit. Terlebih lagi karena hampir tidak ada bantuan dari pemerintah pada kelompok seni
tradisional ini. Apabila keadaan ini berlangsung terus, maka tidak heran apabila kelompok
pertunjukan tradisional ini menghilang dari kehidupan seni di daerah sunda.

9
BAB III

PENUTUP

Wayang merupakan salah satu kesenian yang memiliki berbagai macam nilai estetika
didalamnya. Selain itu wayang merupakan mahakarya kebudayaan tradisi Indonesia tidak hanya
mengandung nilai estetika semata, tetapi meliputi keseluruhan nilai-nilai yang terdapat dalam
masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu disosialisasikan oleh para seniman dan seniwati
pedalangan. Sebagai warisan budaya yang sudah diakui oleh UNESCO, kita sebagai generasi
muda sepatutnya ikut melestarikan kebudayaan wayang yang ada di Indonesia.

Maka dari itu penulis berharap dengan dibuatnya makalah ini dapat membuat pembacanya
memahami serta dapat melestarikan kesenian wayang khususnya wayang golek.

10
DAFTAR PUSTAKA

Zaimar, Okke. Wayang Golek. 8 April 2017

http://staff.ui.ac.id/system/files/users/okke-ks/publication/golek.okz.pdf

http://www.garutkab.go.id/download_files/article/KESENIAN%20WAYANG%20GOLEK.pdf

http://pandoe.rumahseni2.net/nusantara/sunda/wayang-golek/

http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/711/jbptunikompp-gdl-muhamadreg-35517-6-10_uniko-i.pdf

11

Anda mungkin juga menyukai