Anda di halaman 1dari 7

Judul Lukisan : Impian Sarang

Pelukis : Mulyo Gunarso

Tahun : 2012

Ukuran : 130x150

Bahan : Cat akrilik dan kanvas

1. Deskripsi Karya

Lukisan karya pelukis Mulyo Gunarso ini berjudul “Impian Sarang”. Karya ini digarap pada tahun 2012
dengan ukuran 130x150 cm menggunakan cat akrilik pada kanvas. Lukisan yang berjudul “Impian
Sarang” tersebut menampilkan subject matter sebuah sarang burung dengan keadaan alam yang indah
di dalamnya. Alam yang digambarkan berupa gunung dan persawahan yang keadaannya masih alami
dan indah. Subjek pendukung pada lukisan berupa pohon kering tau mati yang terlihat seperti habis
dibakar dan awan pada background yang digarap secara transparan. Unsur warna yang terdapat pada
subject matter adalah : warna coklat pada sarang, warna hijau pada pepohonan, kuning pada sawah dan
biru keabu-abuan untuk warna gunung. Sedangkan untuk background, terdapat warna putih dan abu-
abu yang terlihat transparan.

Dari segi teknik pembuatan karya, lukisan “Impian Sarang” digarap dengan teknik dry brush yaitu teknik
sapuan kering. Bentuk atau form dari karya Gunarso ialah realistik dengan gaya surealisme. Proses
penciptaannya terlihat penuh persiapan dan cukup matang tercermin dari hasil karyanya yang rapi,
rumit, dan tertata. Gunarso sepertinya asyik bermain-main dengan komposisi. Ia mencoba
menyampaikan kegelisahanya dalam bentuk karya dua dimensi yang menyiratkan segala kegelisahan
melalui torehan kuas di kanvas dengan pilihan warna- warna yang menjadi karakter dalam karya
lukisnya.

2. Analisis Formal

Representasi visual ditampilkan dengan bentuk realis yang terencana, tertata dan rapi, sesuai dengan
konsep realis yang menyerupai bentuk asli suatu objek. Penggunaan gelap terang warna juga telah bisa
memvisualisasikan gambar sesuai nyata. Penggarapan background yang transparan dengan warna abu-
abu kontras dengan warna sarang yang entah disadarinya atau tidak. Sehingga jika dilihat dari kejauhan,
background itu sendiri malahan lebih menarik perhatian audien dari pada subjek utamanya.

Dalam berkarya Gunarso mampu mengemas karyanya hingga memiliki karakter tersendiri yang
mencerminkan bagian dari kegelisahan, latar belakang serta konflik yang disampaikan kepada audien,
bagaimana dia mampu menarik dan memancing audien untuk berinteraksi secara langsung dan
mencoba mengajak berfikir tentang apa yang dirasakan olehnya tentang issu yang terjadi di dalam
negerinya, kegelisahan tentang kerusakan yang semakin parah.

3. Interpretasi

Dalam setiap karya seni sudah pasti terdapat makna dan pesan yang ingin disampaikan oleh seniman
kepada audien atau masyarakatumum. Agar dapat mengetahui makna dan pesan dalam karya seni yang
ingin disampaikan, kita membutuhkan intepretasi/ penafsiran untuk memaknainya yang didahului
dengan mendeskripsikan. Dalam mendeskripsikan suatu karya seni, setiap orang mungkin saja sama
karena mendeskripsikan adalah berkaitan dengan apa yang dilihatnya, tetapi dalam menafsirkan akan
berbeda karena adanya perbedaan sudut pandang atau paradigma dari setiap orang.

Dalam lukisan yang berjudul “Impian Sarang” ini, sang seniman mencoba menampilkan keadaan
negeri yang telah banyak kerusakan. Kerusakan tersebut digambarkan pada background yaitu pohon-
pohon yang kering tak berdaun dan mati yang seperti terlihat habis dibakar. Selain itu, seniman juga
menampilkan gambar asap atau awan yang menggambarkan polusi udara yang dihasilkan dari pabrik,
gas buang kendaraan bermotor, dan juga pembakaran hutan yang sering terjadi di negeri kita.
Sebenarnya kerusakan yang sudah terjadi di negeri kita bukan hanya pembakaran hutan yang
mengakibatkan polusi udara yang parah, tetapi masih banyak lagi seperti banjir, tanah lonsor,
kekeringan dan lain sebagainya. Pada lukisan ini seniman memilih pembakaran hutan sebai gambaran
kerusakakan negeri kita karena setiap tahun hal itu terjadi dan terus berulang-ulang.

Kemudian pada lukisan ini juga terdapat sebuah sarang burung dengan keadaan alam yang indah di
dalamnya. Sarang burung ini diibaratkan oleh seniman sebagai bumi atau negeri kita, yaitu sebagai
tempat tinggal, tempat berlindung dan tempat beraktivitas sehari-hari. Sedangkan alam yang indah
merupakan impian dari keadaan negeri kita yaitu tanah yang subur, udara yang segar tanpa polusi, air
yang jernih dan keadaan yang damai. Keadaan seperti itulah yang sebenarnya diimpikan oleh seniman
pada negeri kita.
Perkembangan zaman yang begitu pesat mengakibatkan manusia menjadi serakah, egois, individualis
dan acuh tak acuh terhadap sesama juga terhadap alam. Hal inilah yang mengakibatkan kerusakan di
negeri kita. Gunarso lewat karya lukisannya ini seolah ingin memberi penyadaran kepada kita, untuk
memulai menyelamatkan dan melestarikan alam negeri kita.

4. Penilaian

Penialaian keindahan suatu karya seni tidak hanya berdasar objek yang dilukis tetapi juga menyangkut
isi dan makna. Pada lukisan “Impian Sarang” ini merupakan karya yang berkualitas, karena selain unsur
visualnya digarap dengan serius, lukisan ini juga sarat akan pesan moral. Lukisan ini tidak memesis
mutlak tanpa makna, karena dalam lukisan ini terdapat emosional dan personality Gunarso untuk
menyampaikan gagasan
Judul karya : Ironi dalam Sarang

Nama Seniman : Mulyo Gunarso

Bahan : Cat Akrilik dan pensil di atas Kanvas

Ukuran : 140 cm x 180 cm

Tahun Pembuatan : 2008

1. Deskripsi Karya

Karya lukis oleh Gunarso yang berjudul “Ironi dalam Sarang” masih divisualisasikan dengan metaforanya
yang khas yaitu bulu-bulu walaupun tidak sebagai figure sentralnya. Material subjeknya adalah gambar
mengenai semut-semut yang mengerumuni sarang burung dan diatasnya dilapisi lembaran koran,
didalamnya terdapat bermacam-macam macam makanan seperti, beras putih, yang diberi alas daun
pisang di atasnya terdapat seekor semut, bungkusan kertas seolah dari koran bertuliskan ulah balada
tradisi, potongan dari sayuran kol, satu butir telur dan juga makanan yang dibungkus plastik bening,
disampingya juga terdapat nasi golong, seperti ingin menggambarkan makanan untuk kenduri. Selain itu
di dalam sarang juga terdapat kerupuk dan jajanan tradisional yang juga dibungkus plastik bening, dan
entah mengapa diantara sejumlah makanan yang berbau tradisional juga terdapat sebuah apel merah,
minuman soda bermerek coca-cola yang tentunya bukan menggambarkan produk dalam negeri.
Tumpahan coca-cola menjadi pusat krumunan semut yang datang dari segala penjuru.

Medium lukisan Gunarso adalah cat akrilik yang dikerjakan di atas kanvas berukuran 140 cm x 180 cm
dengan kombinasi pensil pada backgroundnya membentuk garis vertikal. Teknik yang digunakan
dominan ialah dry brush yaitu teknik sapuan kuas kering. Bentuk atau form dari karya Gunarso ialah
realistik dengan gaya surealisme. Proses penciptaannya terlihat penuh persiapan dan cukup matang
tercermin dari hasil karyanya yang rapi, rumit, dan tertata. Gunarso sepertinya asyik bermain-main
dengan komposisi.bagaimana dia mencoba menyampaikan kegelisahanya dalam bentuk karya dua
dimensi yang menyiratkan segala kegelisahan melalui torehan kuas di kanvas dengan pilihan warna-
warna yang menjadi karakter dalam karya lukisnya.

2. Analisis

Makna atau isi karya seni selalu disampaikan dengan bahasa karya seni, melalui tanda atau simbol.
Ungkapan rupa dan permainan simbol atau tanda tentu tidak datang begitu saja, ada api tentu ada asap.
Begitu juga saat kita menganalisis sebuah karya, perlu tahu bagaimana asap itu ada, dengan kata lain,
bagaimana kejadian yang melatarbelakangi penciptaan karya. Pada dasarnya tahapan ini ialah
menguraikan kualitas unsur pendukung ‘subject matter’ yang sudah dihimpun dalam deskripsi.

Representasi vsual ditampilkan dengan bentuk realis yang terencana, tertata dan rapi, sesuai dengan
konsep realis yang menyerupai bentuk asli suatu objek.Permainan garis pada background dengan kesan
tegak, kuat berbanding terbalik dengan bulu-bulu yang entah disadarinya atau tidak. Penggunaan gelap
terang warna juga sudah bisa memvisualisasikan gambar sesuai nyata, tetapi Gunarso tidak memainkan
tekstur disana. Kontras warna background dengan tumpahan coca-cola yang justru jadi pusat problem
justru tidak begitu terlihat jelas agak mengabur, begitu juga dengan kerumunan semut-semut sedikit
terlihat mengganggu, tetapi secara keseluruhan komposisi karya Gunarso terlihat mampu sejenak
menghibur mata atau pikiran kita untuk berfikir mengenai permasalahan negri ini.

3. Intepretasi

Setiap karya seni pasti mengandung makna, membawa pesan yang ingin disampaikan dan kita
membutuhkan intepretasi/ penafsiran untuk memaknainya yang didahului dengan mendeskripsikan.
Dalam mendeskripsikan suatu karya seni, pendapat orang membaca karya seni boleh saja sama tetapi
dalam menafsir akan berbeda sebab diakibatkan oleh perbedaan sudut pandang atau paradigma.

Gunarso tidak pernah lepas dari hubunganya pada kegelisahan sosial, yang selalu menjadi isu sosial
bangsa ini. Dengan bulu-bulunya yang divisualkan dalam lukisan sebagai simbol subjektif, yaitu
menyimbolkan sebuah kelembutan, kehalusan, ketenangan, kedamaian atau bahkan kelembutan,
kehalusan itu bisa melenakan dan menghanyutkan, sebagai contoh kehidupan yang kita rasakan di alam
ini. Inspirasi bulu-bulu itu didapatnya saat dia sering melihat banyak bulu-bulu ayam berserakan.

Dalam karya ini, Gunarso mengibaratkan manusia seperti semut, yang selalu tidak puas dengan apa yang
didapat, menggambarkan mengenai seorang atau kelompok dalam posisi lebih (misalnya pejabat) yang
terlena oleh iming-iming negara asing, sehingga mereka sampai mengorbankan bahkan menjual
“kekayaan” negerinya kepada negara asing demi kepentingan pribadi atau golonganya. Divisualkan
dengan semut sebagai gambaran orang atau manusia (subjek pelaku) yang mana ia mengkerubuti
tumpahan coca-cola sebagai idiom atau gambaran negeri asing. Gunarso ingin mengatakan mengenai
ironi semut yang mengkerubuti makanan, gula, sekarang mengkerubuti sesuatu yang asing baginya,
walaupun cukup ganjal sebab semut memang sudah biasa dengan mengekerubuti soft drink coca-cola
yang rasanya manis. Mungkin Gunarso mengibaratkan semut tadi sebagai semut Indonesia yang
sebelumnya belum mengenal soft drink, sedangkan sarang burung sebagai gambaran rumah tempat kita
tinggal (negeri ini), yang ironisnya lagi dalam sarang terdapat makanan gambaran sebuah tradisi yang
bercampur dengan produk asing yang nyatanya lebih diminati.

Dalam berkarya gunarso mampu mengemas karyanya hingga mempunyai karakter tersendiri yang
mencerminkan bagian dari kegelisahan, latar belakang serta konflik yang disadurkan kepada audiens,
bagaimana ia mampu menarik dan memancing audiens untuk berinteraksi secara langsung dan
mencoba mengajak berfikir mengenai apa yang dirasakan olehnya mengenai issu yang terjadi di dalam
negerinya, kegelisahan mengenai segala sesuatu yang lambat laun berubah.

Perkembangan zaman yang begitu cepat, menuntut kita untuk beradaptasi dan menempatkan diri untuk
berada di tengahnya , namun itu semua secara tidak kita sadari baik itu karakter sosial masyarakat, gaya
hidup dan lain sebagainya dari barat tentunya, masuk tanpa filter di tengah-tengah kita, seperti contoh,
pembangunan gedung dan Mall oleh orang asing di negeri kita ini begitu juga dengan minimarket, café
yang berbasis franshise dari luar negri sebenarnya adalah gerbang pintu masuk untuk menjadikan rakyat
Indonesia semakin konsumtif dan meninggalkan budayanya sendiri. Hal itu berakibat pada nasib
kehidupan makhluk di sekeliling kita atau lingkungan di sekitar kita. Gunarso seolah ingin memberi
penyadaran kepada kita, untuk memulai menyelamatkan dan melestarikannya, siapa lagi kalau tidak
dimulai dari kita?

4. Penilaian

Penilaian sebuah karya seni bukan berbicara tentang baik atau buruk, salah atau benar melainkan
tentang pemaknaan itu meyakinkan atau tidak. Karya seni dapat dinilai dengan bermacam-macam
kriteria dan aspek, Barret, menyederhanakan penilaian karya seni ke dalam 4 kategori yaitu realisme,
ekspresionisme, formalism, dan instrumentalisme. Untuk karya Gunarso kali ini, penilaian yang akan
digunakan ialah paham ekspresionisme, yang besifat subyektif, penialaian keindahan suatu karya seni
tidak hanya berdasar objek yang dilukis tetapi juga menyangkut isi dan makna.

Karya seni tidak lahir dari begitu saja, selalu berkaitan, berdasar pengalaman-pengalaman yang pernah
dirasakan sebagai sumber inspirasi potensial , yang dimaknai sebagai pengalaman estetik. Hasil karya
sebagai representasi dari emosi-emosi modern seperti karya Gunarso, yang ingin merepresentasikan
kemelut yang terjadi dalam perkembangan negeri ini, termasuk keresahannya tentang hal itu.

Coca-cola tidak selamanya manis, dan yang manis tidak selamanya dirasakan manis oleh orang yang
berbeda. Semut yang pada dasarnya menyukai sesuatu yang bersifat manis sehingga menjadi hal yang
sangat wajar apabila semut-semut itu lebih suka mengerumuni tumpahan coca-cola dibandingkan
makanan lain yang berada dalam sarang itu meskipun masih ada satu dua semut yang mengerumuni
beras dan bungkusan kerupuk.Seperti halnya manusia yang oleh Gunarso dalam karya ini digambarkan
seperti semut lebih menyukai hal-hal yang yang menyenangkan dan menguntungkan untuk mereka
tanpa mempedulikan akibat negatifnya walaupun itu asing untuk mereka. Akan tetapi tidak semua orang
ingin merasakan hal yang sama sebab masih ada orang-orang yang tetap mempertahankan sesuatu yang
sejak dulu sudah menjadi miliknya.
Dalam pembuatan karya-karyanya Gunarso seolah tidak ingin meninggalkan bulu-bulu yang menjadi
metafornya walaupun dia sudah bereksperiman dengan bermacam-macam media dan tema yang
berbeda ,seperti yang dilakukan para seniman-seniman ekspresionis yang menciptakan bentuk-bentuk
baru tanpa meninggalkan keunikan dan individualitas mereka. Gunarso melukiskan tumpahan coca-cola
sebagai pusat kerumunan semut untuk menghadirkan penekanan emosional. Penempatan coca-cola
diantara makanan-makanan dalam negeri juga dibuat untuk membangkitkan emosi yang
melihatnya.Kelebihan dari karya Gunarso adalah bahwa karyanya ini mempunyai komposisi warna dan
penempatan objek yang enak dilihat mata, dengan warna-warna yang ditampilkannya sangat serasi
dengan ide lukisan yang dia angkat.

Tetapi salah satu yang menjadi kekurangan karyanya adalah adanya bulu dalam lukisannya sepertinya
sedikit menganggu, alangkah lebih baik jika Gunarso menghilangkan salah satu idiom yang terdapat
dalam lukisannya, apakah itu semut-semutnya atau bulu-bulunya. Hal itu dikarenakan dengan
keberadaan semut-semut sedikit menghilangkan/menutupi bulu-bulu dalam lukisannya yang menjadi
ciri khas dalam setiap lukisan yang dia ciptakan.

Sumber : http://sen1budaya.blogspot.co.id

Anda mungkin juga menyukai