Anda di halaman 1dari 4

PANGERAN DIPONEGORO

MENGGAGAS RATU ADIL ONTOWIRYO KECIL


Oleh : Arina Lutfiana Sari

Kelas XII MIPA 3 (02)

Ontowiryo, anak laki laki sepuluh buyutnya, “Aku memang baru melihat setan,
tahun ini dikenal rakyat sekitar tegalrejo Nek” Ratu Ageng tertawa. Dia berkata
sebagai she ngabdulrohim, dan kelak mencandai cucunya, “O ya? Kamu melihat
terkenal seantero Nusantara sebagai setan yaa?” Ontowiryo merasa diremehkan.
Pangeran Diponegoro. Ia berlari-lari di “Kok nenek tidak percaya?”
pematang sawah, setelah menyeberangi
“Tidak”, sangkal Ratu Ageng untuk
Sungai Wonongon, menuju ke puri tempat
menyenangkan hati Ontowiryo.
nenek buyutnya, Ratu Ageng, Permaisuri
Sultang Hamengkubuwono I. “Tapi setannya seperti apa? Gundul
apa gondrong, wir?”
Dari kejauhan Ratu Ageng yang
mengasuh Ontowiryo sejak bayi, melihat Jawab Ontowiryo, “Setannya Putih,

cucunya berlari-lari. Dari caranya berlari, Jangkung. Membawa pistol.” Ratu Ageng

sang nenek menyimpulkan, bahwa akan ada terwsenyu,. Dia mengerti. Katanya “Yang

hal yang dikatakan oleh cucunnya itu. mau lihat itu pasti orang Belanda.”

Setibanya di rumah, Ontowiryo “Belanda?” gumam Ontowiryo.

mengempas badan, terengah-engah, keringat Ratu Ageng pun menepuk bahu


membasahi sekujur tubuhnya. Dan melihat Ontowiryo, “Ya, sudah, boleh saja kamu
itu, Ratu Ageng tertawa, merasa lucu. bilang Belanda itu setn.”

Ratu Ageng berkata “Kamu kenapa, “Ya, Sudah,”. “Sekarang, makan


wir? Kailmu mana? Kok kamu terbirit-birit dulu sana, sesudah itu, belajar.” Kata Ratu
seperti kamu melihat setan.” Ageng.

“Memang” sahut Ontowiryo Setengah jam kemudian, dalam


bersemangat untuk meyakinkan nenek mematuhi kata-kata neneknya. Ontowiryo
masuk ke ruang depan, duduk di muka meja mengejek Wironegoro melalui teman-teman
berukuran besar. Di atas meja itu terlihat Wironegoro, dan sebaliknya.
beberapa buku yang bertumpukan. Ketika
Mula-mula kata salah seo4rang
neneknya tadi menyuruhnya belajar, maka
teman Wironegoro kepada teman
Ontowiryo tahu bahwa belajar berarti
Ontowiryo, “Ontowiryo itu Cuma anak
membaca. Sejak usia 10 tahun, Ontowiryo
selir.”
telah terbiasa membaca buku-buku yang
terbilang pelik. Buku-buku yang ada di atas Salah satu teman Ontowiryo

meja ini anatara lain tentang sejarah menjawab.”Ah, itu tidak apa-apa. Yang

Majapahit dan Mataram. Dari nalarnya penting Ontowiryo itu cucu buyutnya Sultan

sendiri dia menyimpilkan bahwa membaca Swargi, pendiri Yogyakarta.”

sejarah, sebuah bangsa akan cendekiawan “Wironegoro cucu cicitnya untung


menentukan martabat kebangsaannya. suropati”, kata teman Wironegoro.

Ratu Ageng berpikir, Ontowiryo “Alah, berarti dia ada darah


harus belajar secara khusus di sebuah Belandanya. Belanda itu menurut Ontowryo,
lembaga pendidikan. Ratu Ageng membawa sama dengan setan. Sudah turunan masih
cucunya ke Perdikan Mlangi. Dia memilih bau babi haram juga.”
membelajarkan Ontowiryo di Perdikan
Ejekan itu disampaikan oleh masing-
Mlangi karena kesedarahan dengan
masing teman kepada Wironegoro dan
pendirinya, Kyai Nuriman.
Ontowiryo.
Di ruang belajar Mlangi ini
Ontowryo hanya tertawa.
Ontowiryo sangat menonjol kecerdasannya.
Daya serapnya pada pengetahuan sangat luar Wironegoro naik fitam.
biasa. Ada juga anak lain yang termasuk
Bersama dengan teman-temannya,
memadai, namanya Wironegoro.
Wironegoro menunggu di tempat sepi,
Tak heran maka keduanyapun hendak menghadang Ontowiryo dan teman-
bersaing. Persaingan Wironegoro dengan temannya.
Ontowiryo sebetulnya dipanas-panasi oleh
Ketika Ontowiryo lewat, Wironegoro
teman-temannya. Teman-teman Ontowiryo
keluar dari balik semak, diikuti teman-
temannya.
He Ontowiryo , anak selir, hajar Wironegoro terpancing menyerang.
temanmu itu, kalau tidak, aku yang akan Dia meloncat dengan dua tangan terkepal.
menghajarnya.” Tak diduganya, Ontowiryo meluncurkan
bdannya ke bawah. Dengan begitu
“Lho ada apa?”
Wironegoro tersandung lantas jatuh
“Jangan pura-pura tidak tahu. Dia menumpuk di badan Ontowiryo.
menghinaku.”
Wironegoro terhenyak, menahan
“Menghinamu? Menghina sakit.
bagaimana?”
Ontowiryo sudah berdiri, menunggu.
“Dia bilang aku turunan setan, bau
“Ayo berdiri Wironegoro.” Kata
babi haram.”
Ontowiryo.
Ontowiryo tertawa terbahak-bahak.
Setelah beberapa kali kena pukul
Wironegoro jengkel dan marah. yang tidak telak begitu, akhirnya Ontowiryo

“Kenapa kamu ketawa?” mengambil jarak dua langkah mundur, lalu


dia memutar badan untuk melayangkan tinju
“lho? Kmau sendiri yang baru
tangan kirinya ke kepala Wironegoro,
mengatakan kamu turunan setan, bau babi
disusul lagi dengan tangan kanan mendarat
haram,” Jawab Ontowyo.
di mata sebelah.
“Bajingan kamu,Wir!”
Wironegoro terjungkal, kepalanya
Wironegoro pun meloncat, lebih dahulu masuk ke tanah berbecek.
menerjang, memukul Ontowiryo. Ketika
Teman-teman Ontowiryo bersorak
Wironegoro baru meloncat, Ontowiryo
lebih riuh.
malah sudah mengarahkan kaki kanannya ke
paha Wironegoro, menendang dengan kuat. “Kapok.”

Wironegoro terpeleset, jatuh. Ontowiryo mencebur ke tanah


berbecek itu, menarik baju Wironegoro. Dia
Teman-teman Ontowiryo bersorak-
ingin membuat lawannya itu berdiri, tetapi
sorai.
lumpur di kakinya sangat licin, sehingga dia
terperosok.
Wironegoro merasa punya peluang mempersiapkan diri untuk menang.
untuk menyerang, lantas berbalik, Mengerti kalian?”
menghantam Ontowiryo dengan cara
Ontowiryo dan Wironegoro
menggenggam lumpur dan melemparnya ke
menjawab, “Ya”
muka Ontowiryo.
Sudah,” kata Kyai, “Sekarang
Ontowiryo sempat kehilangan arah,
lanjutkan belajar kalian untuk menjadi
dan tidak bisa melihat. Tapi walaupun
manusia yang kamil. Ayo Iqra.” Keduanya
penglihatannya ternganggu, Ontowiryo tahu
membaca````````````````
di mana Wironegoro berdiri. Dengan segera
dia menangkap kaki Wironegoro,
menjepitnya kuat-kuat sehingga Wironegoro
kehilangan keseimbangan lantas jatuh.
Begitu tubuhnya jatuh, lekas Ontowiryo
menaikinnya, membenamkan ke lumpur.

Ontowiryo tidak melepaskan kalau


Wironegoro tidak mengaku kalah.

“Lepaskan, aku kalah.”

Keesokan harinya keduanya


dinasihati kyai Taptajani.

“Berkelahi itu tidak baik.” Kata kyai.


“Nanti kalau sudah besar, ingatlah baik-baik.
Bahwa, berkelahi memang tidak baik. Tapi,
kalau tidak ada lagi rasa percaya pada nilai
kata-kata, apa boleh buat berkelahi itu
terpaksa dilakukan.” “Sultan
Hamengkubuwono I, ketika masih bernama
Pangeran Mangkubumi, bisa menang
berkelahi dengan Belanda, sebab itu beliau
belajar untuk tidak kalah. Belajar adalah

Anda mungkin juga menyukai