Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Keberhasilan proses pembelajaran di kelas dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling
terkait satu dengan yang lain. Meskipun demikian, guru merupakan faktor penentu yang sangat
strategis dalam penentuan keberhasilan proses pembelajaran. Keberhasilan pendidikan tidak
mutlak ditentukan oleh tersedianya sarana yang lengkap dan keuangan yang mencukupi. Oleh
karena itu Usman (1999) menegaskan bahwa keberhasilan suatu pendidikan salah satunya
ditentukan oleh faktor guru. Mulyasa (2003) dan Widoyoko (2005) menambahkan bahwa dari
berbagai faktor yang mempengaruhi efektivitas sekolah, faktor guru mendapat perhatian yang
utama disamping kurikulum, karena baik buruknya kurikulum pada akhirnya bergantung pada
aktivitas dan efektivitas guru dalam menjabarkan dan merealisasikan kurikulum tersebut.
Hamalik (2006) menjelaskan bahwa guru yang berkompeten akan lebih mampu mengelola
kelasnya sehingga kegiatan belajar siswa berada pada tingkat optimal.
Studi yang dilakukan Heyneman & Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan
bahwa di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang ditunjukkan
oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Lengkapnya hasil studi itu adalah
di 16 negara sedang berkembang, guru memberi kontribusi terhadap prestasi belajar sebesar 34%,
sedangkan manajemen 22%, waktu belajar 18% dan sarana fisik 26%. Di 13 negara industri,
kontribusi guru adalah 36%, manajemen 23%, waktu belajar 22% dan sarana fisik 19% (Supriadi
dalam Widoyoko (2005).
Kebutuhan akan peningkatan kompetensi guru tidak semata-mata karena adanya
kurikulum baru, namun juga karena adanya kenyataan bahwa tidak sedikit guru yang
kompetensinya tidak seperti yang diharapkan. Dalam seminar tentang rivalitas sumber daya
manusia dalam upaya pemberdayaan madrasah di Jakarta, pertengahan bulan September 2001,
terungkap bahwa jumlah guru madrasah yang berkualitas di Indonesia hanya 203.485 orang saja
atau 53,2 % dari jumlah seluruh guru madrasah yang ada di Indonesia. Sedangkan sisanya,
179.329 atau 46,8 % dianggap tidak berkualitas (http://www.gamma.co.id/artikel/31-
3/pendidikanGM.10109-98,shtml).

1
Untuk menentukan keberhasilan dalam mengemban peran sebagai guru, diperlukan
adanya standar kompetensi guru. Undang-undang Sisdiknas No 14 pasal 10 menentukan empat
kompetensi guru, yaitu kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial. Kompetensi
pedagogik berkaitan dengan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran dan peserta
didik. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas
dan mendalam. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi profesional mengharuskan guru
memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan
diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih
metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Kompetensi
keperibadian berkaitan dengan keperibadian guru yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan
berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik. Terakhir, kompetensi sosial adalah
kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif
(Mulyasa, 2007).
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran
merupakan bagian dari kompetensi pedagogik, sedangkan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk mengembangkan diri merupakan bagian dari kompetensi professional. Dalam
penelitian ini ingin dikaji sejauh mana pemanfaatan teknologi informasi (Information and
Communication Technology/ICT) oleh guru. Selain itu, kompetensi guru dalam menguasai materi
juga dikaji karena penguasaan materi memberi pengaruh besar terhadap keefektifan
pembelajaran. Untuk menggambarkan proses pembelajaran yang terjadi di kelas perlu juga dikaji
lebih jauh kompetensi guru dalam memotivasi siswa karena motivasi merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi dorongan siswa untuk belajar, yang berakibat pada hasil belajar siswa
(Suryabrata, 2002).
Selanjutnya pada Pasal 4 Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
ditegaskan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Guru yang mampu meningkatkan mutu pendidikan nasional adalah guru
yang memiliki standar kualifikasi akademik dan empat kompetensi dasar guru seperti yang
dijelaskan di atas.
Kualifikasi guru menurut Permendiknas no 16 tahun 2007 yaitu untuk TK adalah
minimum D-IV/S1 dalam pendidikan usia dini atau psikologi dari program studi terakreditasi.

2
Guru SD/MI minimum wajib berijazah D-IV/S1 PGSD/PGMI atau psikologi yang diperoleh dari
program studi yang terakreditasi. Sementara itu kualifikasi akademik guru SMP/MTs dan
SMA/MA adalah minimum D-IV/S1 program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
Setelah dikeluarkannya UU di atas, banyak guru yang melanjutkan pendidikannya ke
jenjang minimum, yaitu D-IV/S1. Bahkan beberapa perguruan tinggi membuka kelas jauh untuk
membantu guru memenuhi kualifikasi akademik tersebut. Untuk itu perlu diketahui kondisi nyata
di lapangan pasca dikeluarkannya UU guru dan dosen, yaitu hubungan terpenuhinya kualifikasi
akademik dengan kompetensi guru. Oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan dan wawancara
tentang penguasaan kompetensi oleh guru dan hubungannya dengan kualifikasi akademik.
Faktor lain yang menentukan kompetensi guru adalah pengalaman mengajar guru.
Berdasakan penelitian Widoyoko (2005) terhadap 149 guru IPS di Purworejo, ditemukan bahwa
(1) latar belakang pendidikan guru memberi sumbangan sebesar 11,11 % ( ry1.23 = 0,3333; p <
0,05) terhadap kompentensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Purworejo, (2) pengalaman
mengajar guru memberi sumbangan sebesar 6,35% (ry2.13 = 0,2520; p < 0,05) terhadap
kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Purworejo, (3) etos kerja memberi sumbangan
positif sebesar 16,59% ( ry3.12 = 0,4074; p < 0,05) terhadap kompetensi mengajar guru IPS
SMA Kabupaten Purworejo. Hasil analisis regresi ganda mengungkapkan adanya sumbangan
positif yang signifikan secara bersamasama dari latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar
dan etos kerja sebesar 46,3 % (R = 0,680; F = 30,990; sig. < 0,05) terhadap kompetensi mengajar
IPS SMA Kabupaten Purworejo. Dalam penelitian ini, pengalaman mengajar yang akan diteliti
difokuskan pada lama mengajar guru atau masa kerja guru. Ingin diketahui apakah semakin lama
masa kerja guru memberikan pengaruh terhadap peningkatan kompetensi mereka.

Jumlah terbanyak guru di Indonesia adalah guru sekolah dasar, sedangkan S1 PGSD baru
dimulai sekitar 5 tahun yang lalu. Oleh karena itu perlu dikaji lebih lanjut hubungan peningkatan
kualifikasi pendidikan guru SD dan pengalaman mengajar mereka terhadap kompetensi
mengajar, terutama untuk Provinsi Aceh karena provinsi ini pernah mengalami konflik
berkepanjangan serta sebagian wilayahnya pernah pula dihantam tsunami. Kondisi demikian
tentu berdampak terhadap pelaksanaan pendidikan dan recovery yang dilakukan pemerintah

3
dalam lima tahun terakhir tentunya diharapkan berdampak signifikan pula terhadap kualitas guru
yang ada.

2. Masalah Penelitian
Permasalah utama dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah kompetensi guru SD/MI di
Provinsi Aceh?”. Permasalahan ini diuraikan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai
berikut.
a. Bagaimanakah kemampuan guru dalam menggunakan teknologi informasi?
b. Bagaimanakah kompetensi pedagogik guru?
c. Bagaimanakah kompetensi guru dalam menguasai materi pelajaran?
d. Bagaimanakah kompetensi guru dalam memotivasi siswa?
e. Apakah terdapat korelasi yang positif antara kompetensi (pedagogic, professional, social,
dan keperibadian) dan kualifikasi pendidikan?
f. Apakah terdapat korelasi yang positif antara kompetensi (pedagogik, profesional, sosial,
dan kepribadian) dan lama mengajar?

4
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kompetensi Guru
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan)
untuk menentukan (memutuskan) sesuatu. Sedangkan pada Oxford Advanced Learner’s
Dictionary tertera bahwa “Competence is the abilty to do something well”. Majid (2005:6)
menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam
mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan
profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru.

Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau


kecakapan. Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
Tujuan pembelajaran matematika di SD/MI Berdasarkan Depdiknas (2004:6) “Tujuan
pembelajaran matematika adalah melatihdan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis,
kritis, kreatif dan konsisten. Serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri sesuai dalam
menyelesaikan masalah.”

Kompetensi guru sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 UndangUndang Republik


Indonesia nomor 14 tahun 2005 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Hal ini didukung oleh Permendiknas nomor 16
tahun 2007 didalam lampiranya menyatakan bahwa: ” Standar kompetensi guru ini
dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja
guru.”

5
a. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pertama adalah kompetensi pedagogik. Secara etimologis pedagogik berasal dari
kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki dan “agogos” artinya mengantar, membimbing.
Jadi pedagogik secara harfiah berarti pembantu anak laki-laki pada zaman Yunani kuno, yang
pekerjaannya mengantarkan anak majikannya ke sekolah. Kemudian secara kiasan, pedagogik
ialah seorang ahli, yang membimbing anak ke arah tujuan hidup tertentu. Kompetensi pedagogik
Guru merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran dan peserta didik.
Berdasarkan Permendiknas nomor 16 tahun 2007, seorang guru SD/MI harus:
1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional,
dan intelektual.
Lebih rinci di uraikan:
1.1. Memahami karakteristik peserta didik usia sekolah dasar yang berkaitan dengan aspek
fisik, intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial-budaya.
1.2. Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu.
1.3. Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu.
1.4. Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu.
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Lebih rinci
diuraikan lagi menjadi:
2.1. Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik
terkait dengan mata pelajaran yang diampu.
2.2. Menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang
mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang diampu.
3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang pengembangan
yang diampu. Lebih rinci diuraikan:
3.1. Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
3.2. Menentukan tujuan pembelajaran yang diampu.
3.3. Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang diampu.
3.4. Memilih materi pembelajaran yang diampu yang terkait dengan pengalaman belajar
dan tujuan pembelajaran.

6
3.5. Menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan
karakteristik peserta didik.
3.6. Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian.
4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
Lebih lanjut diuraikan meliputi:
4.1. Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik.
4.2. Mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran.
4.3. Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas,
laboratorium, maupun lapangan.
4.4. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan di lapangan
dengan memeprhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan.
4.5. Menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai tujuan
pembelajaran secara utuh..
4.6. Mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran yang diampu sesuai dengan
situasi yang berkembang.
5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.
6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
6.1. Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta didik
mencapai prestasi belajar secara optimal.
6.2. Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mengaktualisasikan potensi
peserta didik, termasuk kreativitasnya.
7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
7.1. Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik dan santun, baik
secara lisan maupun tulisan.
7.2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik dengan
bahasa yang khas dalam interaksi pembelajaran yang terbangun secara siklikal dari
(a) penyiapan kondisi psikologis peserta didik, (b) memberikan pertanyaan atau tugas

7
sebagai undangan kepada peserta didik untuk merespons, (c) respons peserta didik,
(d) reaksi guru terhadap respons peserta didik, dan seterusnya.
8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Meliputi:
8.1. Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar sesuai
dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.
8.2. Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai dan
dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.
8.3. Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
8.4. Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
8.5. Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan
dengan mengunakan berbagai instrumen.
8.6. Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk berbagai tujuan.
8.7. Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar.

9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. Lebih lanjut
diuraikan menjadi:
9.1. Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan ketuntasan
belajar.
9.2. Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang program
remedial dan pengayaan.
9.3. Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku kepentingan.
9.4. Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
Lebih rinci diuraraikan menjadi:
10.1. Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.
10.2. Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran dalam
mata pelajaran yang diampu.
10.3. Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
dalam mata pelajaran yang diampu.

8
b. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kedua adalah kompetensi kepribadian. Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas
utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang
guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga
guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan
“ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya). Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi
keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226)
menegaskan bahwa “kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan
pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa
depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang
sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah)”. Berdasarkan Permendiknas nomor 16
tahun 2007, seorang guru harus:
1. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia.
1.1. Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat,
daerah asal, dan gender.
1.2. Bersikap sesuai dengan norma agama yangdianut, hukum dan norma sosial yang berlaku
dalam masyarakat, serta kebudayaan nasional Indonesia yang beragam.
2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta
didik dan masyarakat.
2.1. Berperilaku jujur, tegas, dan manusiawi.
2.2. Berperilaku yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia.
2.3. Berperilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik dan anggota masyarakat di
sekitarnya.
3. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
3.1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil.
3.2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa.

9
4. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa
percaya diri.
4.1. Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi.
4.2. Bangga menjadi guru dan percaya pada diri sendiri.
4.3. Bekerja mandiri secara profesional.
5. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
5.1. Memahami kode etik profesi guru.
5.2. Menerapkan kode etik profesi guru.
5.3. Berperilaku sesuai dengan kode etik guru.

c. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat.
Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru
memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah,
pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat.
Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan
tanggung jawab sosial. Kompetensi ini sekurang-kurangnya meliputi:

1. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis
kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
1.1. Bersikap inklusif dan objektif terhadap peserta didik, teman sejawat dan
lingkungan sekitar dalam melaksanakan pembelajaran.
1.2. Tidak bersikap diskriminatif terhadap peserta didik, teman sejawat, orang tua
peserta didik dan lingkungan sekolah karena perbedaan agama, suku, jenis kelamin, latar
belakang keluarga, dan status sosial-ekonomi.
2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
2.1. Berkomunikasi dengan teman sejawat dan komunitas ilmiah lainnya secara
santun, empatik dan efektif.
2.2. Berkomunikasi dengan orang tua peserta didik dan masyarakat secara santun,
empatik, dan efektif tentang program pembelajaran dan kemajuan peserta didik.

10
2.3. Mengikutsertakan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam program
pembelajaran dan dalam mengatasi kesulitan belajar peserta didik.
3. Beradaptasi di tempat bertugas diseluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki
keragaman sosial budaya.
3.1. Beradaptasi dengan lingkungan tempat bekerja dalam rangka meningkatkan
efektivitas sebagai pendidik.
3.2. Melaksanakan berbagai program dalam lingkungan kerja untuk mengembangkan
dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah yang bersangkutan.
4. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan
atau bentuk lain.
4.1. Berkomunikasi dengan teman sejawat, profesi ilmiah, dan komunitas ilmiah
lainnya melalui berbagai media dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.
4.2. Mengkomunikasikan hasil-hasil inovasi pembelajaran kepada komunitas profesi
sendiri secara lisan dan tulisan maupun bentuk lain.

d. Kompetensi Profesional

Kompetensi terakhir yang harus dipenuhi oleh seorang guru adalah kompetensi
profesional. Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi
profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki
pengetahuan yang luas dan dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta
penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat
dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Kompetensi ini meliputi:

1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu.
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
2.1. Memahami standar kompetensi mata pelajaran yang diampu.
2.2. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
2.3. Memahami tujuan pembelajaran yang diampu.
3. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
11
3.1. Memilih materi pembelajaran yang diampu sesuai dengan tingkat perkembangan
peserta didik.
3.2. Mengolah materi pelajaran yang diampu secara kreatif sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik.
4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan
reflektif.
4.1. Melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus.
4.2. Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan keprofesionalan.
4.3. Melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan
keprofesionalan.
4.4. Mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber.
5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.
5.1. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam
berkomunikasi.
5.2. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pengembangan diri.

Keempat kompetensi yang dipaparkan di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru.
Untuk mengetahui keempat kompetensi guru, perlu tidak bisa diketahui melalui pengamatan
dalam waktu yang singkat, oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan pengamatan proses
pembelajaran yang dilanjutkan dengan wawancara.

3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Guru


Widoyoko (2005) menjelaskan bahwa kompetensi guru dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Dengan mengadopsi pendapat Sutermeister (dalam Widoyoko, 2005) tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kerja karyawan, maka kompetensi guru juga dipengaruhi oleh faktor diri atau
faktor internal dan faktor situasional atau faktor eskternal. Faktor internal adalah faktor yang
berasal dari diri individu guru yang meliputi: latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar,
penataran dan pelatihan, etos kerja, dan sebagainya, sedangkan faktor situasional yang dapat
mempengaruhi kompetensi guru meliputi: iklim dan kebijakan organisasi, lingkungan kerja,
sarana dan prasarana, gaji, lingkungan sosial dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut saling
berinteraksi dan mempengaruhi kompetensi guru dalam mengajar. Oleh karena itu untuk

12
meningkatkan kompetensi guru perlu dikaji faktor-faktor yang kemungkinan besar
mempengaruhinya.
a. Latar Belakang Pendidikan
Latar belakang pendidikan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kesesuaian antara bidang ilmu
yang ditempuh dengan bidang tugas dan jenjang pendidikan. Untuk profesi guru sebaiknya juga
berasal dari lembaga pendidikan keguruan. Guru pemula dengan latar belakang pendidikan
keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali
dengan seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya. Sedangkan guru yang bukan
berlatar belakang pendidikan keguruan akan banyak menemukan masalah di kelas. Terjun
menjadi guru mungkin dengan tidak membawa bekal berupa teori-teori pendidikan dan keguruan
(Djamarah, 1997).

b. Pengalaman Mengajar
Pengalaman mengajar pada hakekatnya merupakan rangkuman dari pemahaman seseorang
terhadap hal-hal yang dialami dalam mengajar, sehingga hal-hal yang dialami tersebut telah
dikuasainya, baik tentang pengetahuan, ketrampilan maupun nilai-nilai yang menyatu pada
dirinya. Apabila dalam mengajar seseorang guru menemukan hal-hal yang baru, dan hal-hal yang
baru dipahaminya, maka guru tersebut akan memperoleh pengalaman kerja baru. Dengan
pengalaman kerja seseorang akan banyak mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan
tentang bidang kerjanya. Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek
yang mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran (Djamarah,
1997: 28). Guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai
pendukung pengabdiannya. Pengalaman mengajar guru dapat diukur dari jumlah tahun lamanya
ia mengajar, khususnya dalam mata pelajaran yang diampunya.

Menurut Supriadi (dalam Widoyoko, 2006) bahwa profesionalisme guru merupakan hasil
dari profesionalisasi yang dijalaninya secara terus menerus. Artinya semakin lama seseorang
menekuni profesi sebagai seorang guru akan samakin tinggi juga tingkat profesionalismenya,
begitu juga sebaliknya.

13
Dalam penelitian ini, lama mengajar yang dimaksud adalah masa kerja guru. Ingin
diketahui apakah semakin lama masa kerja guru memberikan pengaruh terhadap peningkatan
kompetensi mereka.

c. Etos Kerja
Dalam kamus umum bahasa Indonesia (Depdikbud, 1991) etos kerja diartikan sebagai
semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Tinggi
rendahnya etos kerja seseorang banyak dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan faktor diri
seseorang. Seorang guru yang mempunyai etos kerja yang tinggi akan mengerjakan pekerjaannya
lebih semangat dan menekuni pekerjaannya dengan tanggung jawab besar,sehingga akan
berpengaruh terhadap keberhasilan kerjanya.Guru yang memiliki etos kerja yang tinggi akan
memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja. Hasan (dalam Widoyoko, 2006) mengatakan
bahwa guru yang memiliki motivasi tinggi dalam mengajar ilmu-ilmu sosial akan
memperlihatkan unjuk kerja yang jauh berbeda dari guru yang memiliki motivasi rendah.
Berdasarkan hasil penelitian Novianto (2009) terhadap 38 guru di SMPN 2 Sukoharjo
tentang prioritas faktor yang mempengaruhi kinerja guru diperoleh kesimpulan bahwa prioritas
pertama faktor internal dengan bobot prioritas 0,755. Prioritas kedua faktor eksternal dengan
bobot prioritas 0,245. Dengan demikian faktor yang memerlukan perhatian dan pertimbangan
sekolah untuk peningkatan kinerja adalah faktor internal dengan perolehan bobot prioritas
terbesar. Dari faktor Internal, faktor pendidikan merupakan faktor yang memiliki bobot prioritas
tertinggi yaitu 0,182. Sedangkan dari faktor eksternal, faktor tuntutan sekolah memiliki bobot
prioritas yang terbesar yaitu 0,342. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor pendidikan
merupakan faktor yang terpenting dalam faktor internal karena dalam suatu sekolah dibutuhkan
guru yang memiliki pendidikan yang tinggi dan handal di bidangnya agar nantinya dapat
melaksanakan tugas dengan baik. Sedangkan faktor tuntutan sekolah merupakan hal yang
terpenting pada faktor eksternal karena begitu pentingnya posisi guru dalam pendidikan, maka
guru dituntut menjadi guru yang berkualitas dan profesional. Dengan demikian disimpulkan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi skor kinerja guru. Tetapi untuk guru
yang mengajar tidak sesuai jurusan pendidikan yang diambil, setelah dilakukan penilaian
kinerjanya didapat skor kinerja yang rendah.

14
Selanjutnya, hasil penelitian Widoyoko (2005) terhadap 149 guru IPS, diperoleh
kesimpulan bahwa (1) latar belakang pendidikan guru memberi sumbangan sebesar 11,11 %
( ry1.23 = 0,3333; p < 0,05) terhadap kompentensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten
Purworejo, (2) pengalaman mengajar guru memberi sumbangan sebesar 6,35% (ry2.13 = 0,2520;
p < 0,05) terhadap kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Purworejo, (3) etos kerja
memberi sumbangan positif sebesar 16,59% ( ry3.12 = 0,4074; p < 0,05) terhadap kompetensi
mengajar guru IPS SMA Kabupaten Purworejo. Hasil analisis regresi ganda mengungkapkan
adanya sumbangan positif yang signifikan secara bersamasama dari latar belakang pendidikan,
pengalaman mengajar dan etos kerja sebesar 46,3 % (R = 0,680; F = 30,990; sig. < 0,05) terhadap
kompetensi mengajar IPS SMA Kabupaten Purworejo.

Penelitian Kumalasari (2010) terhadap 56 guru PKn di SMPN Kota Surakarta menemukan
bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengalaman mengajar dengan
kompetensi pedagogik guru PKn di SMPN Kota Surakarta tahun 2009. Berkaitan dengan
kemampuan guru menggunakan media, Malik (2006) melakukan penelitian terhadap 56 guru
SDN kelas V di Proppo Kabupaten Pamekasan. Ditemukan bahwa secara terpisah maupun
bersama-sama, tingkat pendidikan, pengalaman mengajar, dan ketersediaan media berhubungan
dengan kemampuan guru menggunakan media pembelajaran.

15
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian a. Deskripsi Kompetensi Guru dalam Menggunakan ICT 1) Zona Timur
Penguasaan ICT guru SD di wilayah Timur secara umum masih sangat lemah. Dari 12
orang sampel yang diteliti hanya 2 orang guru yang mampu menggunakan internet, itupun hanya
untuk chatting; 6 guru bisa menggunakan Microsoft word saja; 2 orang guru pernah belajar
computer tetapi sekarang sudah lupa kerena tidak pernah digunakan lagi; dan 2 orang guru malah
tidak menguasai computer sama sekali. Dari sekian orang guru yang menguasai computer, hanya
1 orang guru dari sekolah High yang menguasai power point, meskipun program ini sangat
dibutuhkan untuk kegiatan belajar mengajar. Hal ini ada kaitannya dengan fasilitas ICT yang
sangat terbatas dimiliki oleh sekolah-sekolah yang diteliti dan juga kurangnya pemahaman oleh
guru dan kepala sekolah tentang pentingnya ICT dalam proses pembelajaran. Salah satu alas an
guru tidak menggunakan internet adalah biaya untuk menggunakan internet mahal.
Dari informasi yang diperoleh melalui wawancara, guru-guru yang menguasai computer
mengatakan bahwa salah satu kegunaan menguasai computer mereka gunakan untuk mengetik
RPP. Namun, dari portofolio yang dikumpulkan, hanya 3 guru (berasal dari skeolah high) yang
memiliki RPP diketik, yang lainnya ditulis tangan, dan satu difotokopi dari buku RPP yang sudah
ada di sekolah. Hal ini menjadi suatu indikasi bahwa kebenaran guru-guru yang mengatakan
menguasai computer perlu dipertanyakan, bahwa sebenarnya mereka tidak menguasai computer
atau tidak bisa lagi menggunakannya.

2) Zona Tengah
Berdasarkan hasil survey dan observasi di kelas pada dua belas SD/MI di zona tengah
dapat diketahui bahwa penguasaan ICT para guru masih rendah.Hasil pengamatan juga
memperlihatkan bahwa disekolah yang di observasi tidak semuanya memiliki perangkat
computer. Sedangkan beberapa sekolah yang memiliki computer, penggunaannya masih sebatas
kebutuhan administrasi sekolah. Dari duabelas guru yang diwawancarai mengatakan bahwa
dalam pembelajaran belum menggunakan ICT, selain karena alasan belum ada fasilitas ICT yang

16
memadai di sekolah juga karena kemampuan guru menggunakan ICT masih rendah misalnya
hanya mampu menggunakan computer sebatas untuk mengetik (word). Hanya satu orang guru
yaitu Ibu Is. yang mengaku menguasai word dan power point serta mengakses internet. Meskipun
demikian guru tersebut, yang memiliki kualifikasi pendidikan magister, tetap belum
menggunakan media power point di saat mengajar atau menggunakan sumber belajar yang
diunduh dari internet. Salah satu alasan guru yang bersangkutan belum mencoba mencari sumber
belajar dari internet adalah terbatasnya jaringan internet di kota dimana tempat yang
bersangkutan menetap. Ada enam guru yang mengaku dapat menggunakan computer untuk
mengetik namun tidak begitu lancar, sementara itu lima orang guru lainnya mengaku selalu
meminta bantuan pihak lain jika ingin menyusun RPP menggunakan word atau power point atau
ingin mengakses informasi dari internet. Secara umum indicator rendahnya penguasaan ICT para
guru yang diobservasi pada Zona Tengah yaitu:
a. RPP ditulis tangan
b. Ketersediaan computer di sekolah yang terbatas (hanya dua sekolah yang memiliki
satu unit PC) atau sama sekali tidak tersedia.
c. Pengakuan para guru selalu meminta bantuan pihak lain jika ingin mengakses
informasi dari internet atau mengembangkan media power point atau menggunakan
word.
d. Tidak menggunakan power point atau media atau bahan ajar yang diunduh atau
dipersiapkan dengan menggunakan computer.

3) Zona Barat
Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan dengan 12 orang guru di enam
sekolah yang berada di tiga kabupaten, maka dapat disimpulkan bahwa moyoritas guru yang
bertugas di wilayah tersebut tidak dapat menggunakan ICT dengan baik apalagi mengaplikasikan
pada pengajaran di sekolah. Ada tiga orang guru yang mengajar di sekolah-sekolah unggul sama
sekali tidak dapat menggunakan ICT. Guru tersebut tidak mampu untuk menggunkan Microsoft
Word yang biasa digunakan untuk pengetikan. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan
bahwa untuk keperluan pengajaran seperti untuk pengetikan RPP selalu menggunakan jasa orang
lain seperti anak, suami dan jasa rental. Ke 11 orang guru tersebut adalah ibu guru dan 1 orang

17
bapak guru, 2 orang sarjana bahasa Indonesia, 10 orang guru yang lainnya lulusan program
Diploma 2 di universitas swasta yang ada di daerah barat provinsi Aceh. 12 orang guru tersebut
terdiri dari 5 orang diantara mereka mengajar di sekolahsekolah yang berada di kampung-
kampung dan 7 orang dari mereka mengajar di sekolah unggul yang berlokasi di ibu kota
kabupaten. 1 guru diantara mereka yang mengajar di kelas unggul lulusan program D2 dari
universitas Negeri di Provinsi Aceh. Guru tersebut dapat menggunakan program Microsoft Word
untuk mengetik dengan kemampuan yang telah dimilikinya. Jadi sebagian besar dari guru
tersebut mengetik pada orang lain untuk kebutuhan pengajaran seperti pengetikan RPP. Tidak ada
dari guru perempuan ini yang mampu menggunakan program selain Microsotf Word seperti
Excel dan Power Point. Mereka sama sekali tidak bisa mengoperasikan internet otomastis
mereka tidak menggunakan fasilitas internet untuk menggali informasi bagi pengajaran mereka.
Guru-guru ini semua tidak ada yang memiliki komputer secara pribadi kecuali keluarga mereka
seperti anak dan suami mereka.
Satu orang guru laki-laki dari 12 guru yang diwawancarai memiliki kemampuan dan skill
yang sangat baik dalam hal pengunaan ICT. Beliau adalah guru lulusan program D2 dari
Universitas Negeri di ibu kota Provinsi Aceh. Guru tersebut selalu menggunakan ICT untuk
persiapan pengajaran walaupun sebenarnya guru tersebut mengajar di sekolah yang berlokasi di
kampung yang sangat jarang menggunakan ICT dalam hal pengajaran. Dari wawancara dan
pengamatan peneliti, guru tersebut mampu menggunakan semua aplikasi Micosoft Office dengan
sangat baik bahkan guru tersebut diminta kepala sekolah untuk membantu proses administrasi di
sekolah di tempat beliau mengajar. Semua bahan untuk pengajaran disiapkan dengan baik dengan
menggunakan ICT, seperti pengetikan RPP dan bahan presentasi. Guru ini mampu merancang
animasi yang baik untuk pembelajaran sehingga pengajaran menjadi lebih menyenangkan bagi
siswa. Guru ini memiliki akses ke internet setiap hari dengan fasilitas Modem yang dimiliki
sehingga banyak bahan ajar yang terus diperbaharui melalui informasi yang didapatkan di
internet. Guru tersebut tentunya memiliki fasilitas komputer (laptop) yang baik yang diperoleh
dengan cara membeli sendiri.

b. Deskripsi Kompetensi Pedagogik Guru 1) Zona Timur


a) Penyusunan Perencanaan

18
Dalam penyusunan perencanaan pembelajaran, 9 dari 12 guru yang diteliti masih sangat lemah
dalam menentukan sumber belajar, media dan alat peraga. Guru tersebut hanya mengandalkan
buku paket sebagai satu-satunya sumber belajar. Begitu juga dengan media dan alat peraga,
meskipun dalam proses pembelajaran mereka menggunakan beberapa media dan alat peraga,
tetapi di perencanaan tidak mereka cantumkan. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan kurangnya
pemahaman dari guru tentang media dan alat peraga. Namun, ada 3 orang guru yang berasal dari
sekolah high yang mencantumkan sumber belajar yang bervariasi pada RPP mereka seperti kartu
bilangan, gambar-gambar mengenai contoh keluarga, dan potongan lidi. Pada RPP mereka yang
bertiga ini juga menuliskan metode inkuiri, ceramah bervariasi, dan demosntrasi. Berarti mereka
lebih memahami cara penulisan RPP yang baik. Bahkan pada kegiatan inti Ibu Nh menuliskan
kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif, seperti berikut.
- Siswa menyebutkan anggota tubuh - Menghitung banyak anggota tubuh
- Memperkenalkan lambang bilangan 1-5
- Membaca lambang bilangan yang diperlihatkan guru melalui kartu
- Menuliskan lambing bilangan sesuai jumlah benda yang ada pada gambar.
Guru juga melengkapi RPP dengan jenis instrumen dan contoh instrumen, namun tidak
menuliskan rubrik penskoran.
Kelemahan yang lain adalah menentukan pendekatan, model dan metode pembelajaran. Hampir
semua guru tidak menuliskan model atau pendekatan pembelajaran, hanya metode saja yang
dituliskan, mungkin mereka masih belum memahami perbedaan antara pendekatan, model dan
metode. Pada umumnya guru terlalu umum menuliskan langkah-langkah pembelajara. Sebagai
contoh kegiatan awal tidak terurai secara jelas karena hanya menuliskan motivasi, apersepsi, dan
prasyarat. Bentuk motivasi dan apersepsi yang dimaksud tidak dituliskan secara jelas.
Berkaitan dengan RPP tematik, guru belum dapat menuliskannya dengan baik. Sebagai
contoh, guru As menuliskan 3 bidang studi, yaitu PKn: Sikap cinta alam dan lingkungan, B.Indo:
memperakan teks percakapan melalui telpon, dan Matematika: menyebutkan bilangan dalam
bentuk panjang untuk 3x35 menit. Waktu yang dialokasikan terlalu singkat sehingga tidak dapat
mencapai indikator.
b) Pelaksanaan proses pembelajaran

19
Secara umum, pelaksanaan proses pembelajaran ada upaya untuk melibatkan siswa secara aktif,
namun hampir 50% guru masih menggunakan buku teks sebagai satu-satunya sumber belajar dan
menggunakan papan tulis sebagai media pembelajaran.
Ada 3 guru dari sekolah high yang menerapkan pembelajaran aktif dengan baik. Sebagai
contoh guru Nh mengawali pelajaran dengan membuat kaitan antara materi dengan kehidupan
sehari-hari, yaitu mengaitkan dengan banyak anggota tubuh, sehingga kegiatan pembelajaran
menyenangkan terlihat dari lebih dari hampir semua siswa betah/asyik/fokus. Lalu guru meminta
siswa mengambil kartu bilangan di depan kelas sesuai dengan bilangan yang disebutkan guru.
Setelah itu guru memberikan gambar anggota badan seperti dua kaki, dua tangan, satu mulut, dan
dua mata. Lalu siswa diminta menyebutkan banyak anggota badan tersebut dan menuliskan
lambang bilangannya. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menghitung sendiri,
mencoba menuliskan lambang bilangannya, dan mengemukakan pendapat sendiri dengan
menggunakan berbagai sumber belajar serta menerapkan metode yang bervariasi (yaitu ceramah,
tanya jawab, dan penemuan). Namun karena siswa baru belajar di sekolah selama seminggu,
siswa mengalami kesulitan menuliskan lambang bilangan. Untuk itu guru memberikan
bimbingan kepada siswa untuk menulis lambang bilangan. Sesuatu yang kurang sempurna
dilakukan guru adalah guru tidak memberikan tugas yang berbeda kepada siswa sesuai
kemampuan. Selain itu pengelolaan kelas hanya individu dan klasikal, tidak ada diskusi.
Berdasarkan wawancara diketahui bahwa diskusi belum bisa diterapkan karena siswa baru masuk
sekolah selama 1 minggu. Guru Nn menggunakan stik es dan menuliskan bilangan ratusan,
puluhan, satuan pada stik tersebut sehingga membantu siswa untuk menggunakan sifat asosiatif.
Ada juga guru Ns yang membagikan teks bacaan rakyat kepada sisw. Sedangkan guru As
meminta siswa mensimulasikan cara berkomunikasi melalui telpon ke depan kelas.
Berkaitan dengan penilaian dan tindak lanjut, hanya 4 guru (dari Sekolah high) dari 12
guru yang menjelaskan bahwa hubungan guru dengan orang tua sangat dekat dalam hal
mamantau kemajuan siswa. Karena di SD 1 Langsa, hampir setiap hari orang tua dating ke
sekolah mangantar atau menjemput anak mereka. Saat itulah guru dapat berkomunikasi dengan
orang tua, terkadang orang tua dikirimi surat dan bersedia dating ke sekolah. Kelemahan lain dari
segi penilaian atau pemberian soal, semua guru memberikan level soal yang sama kepada siswa
mereka, mereka belum memperhatikan kemampuan siswa yang berbeda-beda.

20
2) Zona Tengah
Penguasaan kompetensi pedagogic oleh guru diindikasikan oleh beberapa indicator.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 16 tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru ada 10 indikator bagi seorang guru untuk dapat
dikatakan menguasai kompetensi pedagogic. Kelimabelas indicator tersebut yaitu sebagai berikut.
1. Menguasai karateristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural,
emosional, dan intelektual.
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik
3. Mengembangkankurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu.
4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.
6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimiliki.
7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
10. Melakukantindakanreflektifuntuk peningkatan kualitas pembelajaran.

Secara umum kompetensi pedagogic guru yang diobservasi untuk Zona Tengah berada
dalam interval 57.6-75%. Kelemahan nyata yang terlihat pada kompetensi ini adalah kemampuan
guru mengembangkan RPP, terutama pada pengembangan indicator komptensi dan evaluasi.
Beberapa guru masih menggunakan kata-kata tidak operasional dan tingkatnya masih di bawah
kata operasional KD. Hanya dua orang guru yaitu EH dan Ani yang teramati melaksanakan
evaluasi menurut ketentuan yaitu evaluasi berbasis kelas. Ani melakukan penilain siswa yang
aktif dan yang tidak aktif saat belajar kelompok seperti berani tampil dan mengajukan
pertanyaan. Akan tetapi seluruh guru mengaku melakukan penilaian proses meski tidak teramati
oleh pengamat saat melaksanakan PBM. Lima guru lainnya hanya memberikan nilai jika siswa
mampu menjawab pertanyaan guru, meski metode yang digunakan diskusi. Selain itu, tiga orang
guru yaitu EH, Ani dan ZR yang menggunakan metode mengajar bervariasi yaitu ceramah dan
diskusi serta menerapkan active learning. Berikut ini beberapa indicator yang menunjukkan
belum paripurnanya kompetensi pedagogic guru yang diamati di Zona Tengah.
21
(1)Kelemahan pada pengembangan perangkat pembelajaran. Indikasi yaitu masih
menggunakan kata-kata yang tidak operasional, seperti mengenal, mengingat, memahami
(2) Pada umumnya belum menggunakan media.
(3) Belum menerapkan active learning atau lebih kepada TLC
(4) Guru belum memperlihatkan pengelolaan kelas yang baik.
(5) Pembelajaran belum bersifat reflektif yang terbukti tidak satupun guru melaksanakan sesi
refleksi pada akhir PBM.
(6) Sumber belajar hanya buku ajar
(7) Melaksanakan penilaian produk, bukan proses

Kemampuan guru dalam pengelolaan kelas adalah hal yang sangat penting dalam kegiatan
belajara mengajar. Pengelolaan yang baik akan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan
menyenangkan. Sebaliknya pengelolaan kelas yang tidak baik akan menyebabkan suasana kelas
kurang terkendali misalnya diskusi menjadi kurang terorganisir, riuh dan sebagainya. Hasil
observasi pada zona tengah ditemukan seorang guru yang mampu mengelola kelas sangat baik
yaitu Ibu Ani yang mengajar Bahasa Indonesia di SD 18 Bireuen. Diskusi kelas yang
dilaksanakan dalam pembelajaran oleh Ibu Ani sangat aktif dan siswa dalam kelompok
mengajukan pertanyaan, pendapat dan gagasannya dalam suasana akrab sesuai pengelolaan guru.
Bentuk motivasi berupa aplaus yang diberikan kepada siswa yang menampilkan hasil kerjanya
membuat suasana kelas menjadi hidup. Hasil pengamatan ditemukan dua orang guru yakni
masing-masing Ibu Fat di SD Weh Pesam Bener Meriah dan pak Bus di MIN Bireuen yang
kemampuannya mengelola kelas dianggap belum baik. Ibu Fat dan pak Bus melakukan
pendekatan diskusi kelompok dalam pembelajaran, namun karena pengelolaannya kurang
sehingga diskusi yang dilakukan anak-anak dalam kelompok kurang terarah dan kelas menjadi
riuh. Demikian juga hasil diskusi tidak dirangkum untuk membei penguatan hasil belajar. Pada
pengamatan kedua, ditemukan bahwa pak Bus masih menggunakan pembelajaran konvensional
yakni anak mendekte (membaca) suatu bagian atau paragrap dari buku kemudia secara bergiliran
disambung oleh siswa lainnya. Sementara siswa yang satu membaca maka siswa lainnya ada
yang mendengar atau menyimak tetapi banyak diantaranya yang berbicara atau tidak mengikuti
pelajaran.

22
3) Zona Barat
Dari 12 guru yang diwawancarai dan diobservasi ada 7 orang guru yang memiliki
kemampuan pedagogik yang sangat baik. Dua orang dari mereka adalah guru lulusan program
studi D2 dari Universitas Negeri yang berada di ibu kota Provinsi Aceh dan telah menjadi guru
sekolah dasar selama 5 dan 6 tahun. 5 guru lagi adalah lulusan Universitas Swasta yang ada di
ibu kota kabupaten di wilayah provinsi Aceh dan telah mengajar di sekolah dasar selama 21
tahun. Sebagian dari guru tersebut mengajar di sekolah unggul/favorit yang berada di ibu kota
kabupaten dan satu orang guru mengajar di sekolah yang berada di kampung yang jauh dari ibu
kota kabupaten dan malah agak sulit untuk dijangkau. Guru-guru yang memiliki skill yang bagus
dalam aspek pedagogik memiliki kemampuan yang sangat baik seperti untuk merancang RPP.
Indikator pembelajaran yang mereka kembangkan sudah sangat jelas karena sudah diturunkan
dari SK dan KD dengan sangat baik. Mereka juga dapat menggunakan kata kerja operasional
dengan sangat baik dalam perumusan indikator sehingga mudah diaplikasikan dalam
pembelajaran di kelas. Dari observasi yang dilakukan di kelas, guru tersebut mampu mencapai
semua indikator pembelajaran yang direncanakan. Mereka juga mampu untuk menyusun
langkah-langkah pembelajaran dan pemilihan media pembelajaran dengan baik. Langkah-langkah
pembelajaran telah disusun secara efektif dan efisien dan media yang dipilih juga sangat sesuai
dengan materi pembelajaran. Teknik penilaian dan model pembelajaran yang dipilih juga sudah
sangat relevan sehingga secara keseluruhan RPP yang mereka susun sudah sangat baik.
Di sisi yang lain, ada 5 orang guru yang memiliki kemampuan pedagogik yang tidak baik.
Dua orang dari mereka adalah guru lulusan universitas swasta yang ada di ibukota provinsi Aceh
dan yang satunya lagi adalah lulusan kelas jauh yang ada didaerah dari Universitas Swasta yang
ada di ibu kota provinsi Aceh. Mereka semua adalah guru yang mengajar di sekolah yang berada
di kampung yang jauh dari ibukota kabupaten. Kemampuan yang mereka miliki dalam hal
perancangan RPP sangat sedikit. Pengembangan indikator pembelajaran tidak jelas dalam artian
didak merefleksi SK dan KD yang telah dirumus. Sehingga ketika RPP diaplikasikan diruang
kelas mereka menjadi bingung sendiri. Hal ini menyebabkan mereka banyak melakukan
improvisasi sendiri didalam kelas ditambah lagi kondisi kelas yang kurang kondusif, banyak
anak-anak yang berbicara sendiri duluar kontrol guru. Langkah-langkah pemebalajaran dan
pemilihan media juga kurang tepat dan tidak relevan. Dalam artian, langkahlangkah

23
pembelajarannya tidak jelas dan terstruktur dengan baik. Media yang dipilih sulit diaplikasikan
dan susah digunakan pada anak-anak disekolah tersebut. Mereka juga tidak konsisten dalam
perancangan instrumen penilaian. Mereka tidak memiliki teknik penskoran yang konsisten
sehingga bisa terjadi penskoran yang berbeda untuk setiap siswa. Model pembelajaran yang
dipilih juga masih sangat kaku tidak berubah-rubah dari satu RPP ke RPP lainnya. Dan mereka
juga jarang mengunakan model pembelajaran yang telah direncanakan dikelas karena kelas yang
kurang kondusif mereka katakan.

c. Deskripsi Kompetensi Guru Menguasai Materi 1) Zona Timur


Sebagian besar guru masih sangat kurang dalam mengolah materi menjadi menarik karena
dalam proses pembelajaran guru sangat tergantung pada buku teks. Dalam menjelaskan guru
tersebut sangat konseptual, sama sekali tidak berusaha dan mampu mengaitkat materi pelajaran
yang diajarkan dengan lingkungan sekitar siswa dan dengan disiplin ilmu lain. Hal ini mungkin
ada kaitannya dengan latar belakang pendidikan mereka yang hampir semua kurang sesuai untuk
menjadi guru SD.

Namun ada 2 guru yang menguasai materi dengan baik. Guru pertama Nh lulusan D2
PGSD FKIP Unsyiah dan melanjutkan ke S1 Sejarah Universitas Samudera (Unsam) penguasaan
materinya berada pada kategori baik. Guru Nh mampu mengelola materi menjadi menarik sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan siswa SD kelas I, seperti dijelaskan pada bagian
pelaksanaan proses pembelajaran di atas. Guru Nh juga mengikuti KKG yang diadakan di
sekolah dengan mendatangkan guru yang berpengalaman dan ahli dari LPMP Aceh. Namun, guru
belum pernah mengikuti pelatihan/penataran pengembangan profesi. Satu lagi guru Ns,
penguasaan guru ini bagus dalam hal bahasa Indonesia dan menjadi fasilitator untuk Kabupaten
dalam hal implementasi PAKEM yang bekerja sama dengan CLCC UNICEF Provinsi Aceh.
Guru Ns juga merupakan tim penulis soal UASBN Provinsi Aceh untuk bidang bahasa Indonesia.
Berkaitan dengan KKG, guru sebagai guru pemandu untuk sekolah inti dan sekolah imbas. Guru
sering mengikuti pelatihan CLCC di provinsi maupun Kabupaten tentang MBS, PAKEM, dan
PSM. Namun, guru kesulitan menulis PTK, karena belum ada pelatihan khusus yang diikuti.
Namun, dalam hal matematika guru ini kurang menguasai konteks yang sesuai untuk
mengajarkan FPB.
24
Ada guru Nn berlatarbelakang pendidikan S1 Matematika, tetapi kurang bisa
menyesuaikan pembelajaran amtematika untuk siswa SD. Guru Nn terkesan kurang sistematis
menjelaskan sifat komutatif dan asosiatif kepada siswa.
Dari 12 sampel yang diteliti 6 diantaranya berlatar belakang Pendidikan Agama Islam (3
orang S1 dan 3 orang D-II), 1 orang S1 Pendidikan bahasa Indonesia, 1 orang S1 Pendidikan
sejarah, 1 orang S1 Pendidikan Matematika, dan 2 orang berpendidikan SPG. Hal lain yang juga
diduga berpengaruh terhadap penguasaan materi guru adalah dikarenakan jarangnya guru
mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan bidang studi yang diajarkan, padahal mereka adalah
guru kelas yang mengajarkan lebih dari 3 bidang studi.
Hampir semua guru ataupun sekolah yang diteliti masih belum menjalin kerjasama dengan
LPTK atau lembaga terkait dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang mereka
lakukan. Kalau ada permasalahan di kelas hampir semua dari mereka hanya mengkonsultasikan
dengan teman sejawat dan teman saat kuliah dulu. Di samping itu, semua guru yang diteliti sama
sekali tidak pernah melakukan penelitian dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran.
2) Zona Tengah
Guru-guru yang diamati pada survey ini terlihat menguasai materi yang diajarkannya
dengan baik. Hanya satu guru yaitu AN yang terlihat sangat kesulitan untuk mengajarkan materi
ajarnya. Hal ini boleh jadi disebabkan adanya perbedaan latar belakang pendidikan guru dengan
mata pelajaran yang diampunya. Guru yang bersangkutan terlihat mengalami kesulitan untuk
menyebutkan kata dengan pronunciation tepat atau bahkan membiarkan pelafazan siswa yang
tidak tepat. Selain AN, seluruh guru menyampaikan materi dengan rinci, runtun, dan berkaitan
dengan mata pelajaran lain, atau bahkan ada yang bersifat kontekstual (missal HR dan IS). Ibu
HR yang mengajarkan Kata Tanya meminta siswa untuk memberikan contoh kata tanya yang
sering digunakan saat berbelanja. Sementara itu Ibu IS yang mengajarkan tentang Menyimak
cerita Efek Global Warming mengingatkan siswanya untuk tetap menjaga kelestarian hutan dan
lingkungan.

3) Zona Barat
Sama halnya dengan kompetensi lain untuk guru di zona barat, peneliti juga mendapatkan
gambaran yang sama, bahwa dari 12 guru yang di wawancara dan di observasi, ada 7 orang guru

25
yang sangat menguasai materi yang diajarkan. Guru yang mengajar disekolah unggul memiliki
kemampuan yang sangat baik. Tujuh orang guru yang mengajar di sekolah unggul diantaranya
mengajar pelajaran bahasa Indonesia dengan materi perkembangan kecamatan. Beliau mampu
menjelaskan materi dengan menggunakan contoh dengan sangat baik. Beliau mengetahui
perkembangan kecamatan yang ada di kabupatennya beserta dengan historisnya dengan sangat
baik. Materi ajar pun disampaikan dengan sangat teratur sesuai dengan langkah-langkah yang
telah disusun pada RPP. Guru ini telah mengajar selama 21 tahun di sekolah dasar. Demikian
juga dengan guru sekolah unggul yang lainnya, beliau juga memiliki pengetahuan yang sangat
baik pada materi yang diajarkan sehingga dia dapat mengajar dengan sangat leluasa. Materi yang
diajarkan adalah operasi bilangan, pelajaran Matematika. Guru tersebut menyampaikan materi
dengan cara memberi contoh secara yang bersifat aplikatif. Misalnya, guru tersebut memberi
contoh ke siswa “ketika kamu memiliki tiga buah pinsil dan dua buah buku kemudian kamu
meminjamkan satu buah pinsil dan satu buah buku kepada kawan kamu, sisanya kamu memiliki
berapa buah pinsil dan buku”. Kelas sangat riyuh tetapi guru tersebut dapat mengendalikannya
dengan baik karena memiliki pengusaan materi yang sangat baik. Ada satu guru yang lain, laki-
laki juga memiliki kemmapuan yang sangat baik dalam penguasaan materi. Beliau mengajar di
sekolah yang ada di kampung yang jauh dari kota. Guru tersebut mengajar pelajaran Bahasa
Indonesia dengan materi mengenal petunjuk di tempat umum untuk siswa kelas dua sekolah
Dasar. Beliau mampu menggambarkan dengan baik contoh-contoh petunjuk di tempat umum
dengan semua fungsinya. Beliau telah menyiapkan media belajar berupa gambar-gambar
petunjuk di tempat umum yang didapatkan di internet.
Sedangkan 5 orang guru yang lain memiliki kemampuan yang sangat terbatas pada materi
yang ingin disampaikan. Mungkin mereka mengerti materi tersebut dengan baik tetapi dari
pengamatan yang dilakukan mereka tidak mampu mengeksplorasinya dengan baik sehingga
siswa menjadi bosan dalam belajar. Misalnya ada seorang guru yang mengajarkan materi organ
manusia dan hewan. Guru tersebut sangat terpaku pada bahan yang ada di buku cetak yang
menjadi pegangan bersama guru dan siswa. Tidak ada bahan lain dan guru juga menyuruh siswa
untuk mencatat seperti yang ada di buku cetak. Setiap kelompok yang terdiri dari empat orang
diberikan satu buku kemudian diminta untuk mencatat secara bersama-sama. Ketika dikonfirmasi
kepada guru tersebut mengenai hal ini, guru tersebut menjelaskan tujuan mencatat seperti itu

26
supaya siswa bisa diam dan tidak ribut. Memang kemudian guru tersebut menjelaskan materi
yang telah dicatat oleh siswa tetapi elaborasi yang dilakukan masih sangat terbatas.

d. Deskripsi Kompetensi Guru dalam Memotivasi Siswa 1) Zona Timur


Hampir semua guru yang diteliti menunjukakan indikator kompetensi kepribadiannya yang
bagus. Mereka menghargai peserta didik dengan memberi respons kepada siswa, tidak
mencemooh dan memberi penghargaan kepada siswa yang berprestasi. Hampir semua dari
mereka juga menunjukkan etos kerja yang tinggi ditandai dengan kedisiplinan, tanggung jawab
dan sabar, minimal pada saat diamati.
Sebagian besar guru yang diamati telah memberi dorongan kepada siswa untuk belajar. Pada saat
diamati, mereka terlihat dengan serius membimbing siswa untuk bisa belajar. Mereka juga
dengan sabar memahami dan memperlakukan siswa dengan adil. Dari hasil wawancara juga
hampir semua mereka menyebutkan bahwa mereka selalu mengikuti perkembangan siswa yang
mereka asuh, baik melalui pengamatan, interview maupun dengan catatan harian mereka tulis.
Namun ada juga guru yang kurang memahami perkembangan siswa dengan alasan mereka bukan
guru kelas, tetapi guru bidang studi yang frekuensi bertemu dengan siswa lebih terbatas
dibanding dengan guru kelas.
Beberapa contoh motivasi yang diberikan oleh guru adalah menggunakan sumber belajar yang
bervariasi seperti gambar anggota keluarga, kartu bilangan, stik es, cerita rakyat, potongan lidi,
bercerita, dan simulasi berkomunikasi melalui telpon. Namun ada guru, yaitu guru As
menampilkan 4 lagu untuk mengakhiri pelajaran, karena guru As menanggap agar siswa
refreshing . Akibatnya tujuan pembelajaran tidak tercapai.

2) Zona Tengah
Memotivasi siswa adalah salah satu indicator dari penguasaan kompetensi kepribadian
dari seorang guru. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap dua belas guru di tiga kabupaten
berbeda, terlihat bahwa guru menghargai siswa. Guru selalu merespon setiap upaya siswa untuk
bertanya atau menjawab pertanyaan guru dengan santun. Guru selalu mendorong siswa untuk
berani tampil ke depan atau mengemukakan pendapat. Siswa yang mengalami kesulitan selalu
mendapat bimbingan guru secara personal atau berkelompok (terutama pada MIN Bom Takengon
dan SDN 16 Blang keutumba). Sebagai contoh Ibu AN yang begitu tekun dan bersemangat
27
memberikan dorongan kepada siswanya yang tertatih-tatih menyelesaikan soal FPB dan KPK di
papan tulis. Ada tiga guru yaitu EL, IS dan Bus yang kurang bersemangat memotivasi siswanya
dalam belajar di kelas. Hal ini boleh jadi disebabkan ketidaksesuaian latar belakang pendidikan
dengan mata pelajaran yang diampu. Sementara guru Bs, sebagaimana keterangan yang peneliti
dapatkan dari temannya bahwa pak Bs pernah mengalami trauma konflik dan saat itu rummahnya
terbakar. Berdasarkan pengakuan pak Bs bahwa berkas-berkas seperti Ijazah dan surat penting
lainnya termasuk RPP yang dimanta tidak ada lagi. Mungkin hal tersebut yang menyebabkan
guru Bs kurang bersemangat dalam mengajar.

3) Zona Barat
Dari 12 guru yang diwawancara dan di observasi, peneliti dapat menyimpulkan bahwa ada
5 orang guru yang sangat baik dalam memotivasi siswa. Guru laki-laki dan 4 orang guru yang
mengajar di sekolah unggul. Guruguru tersebut sangat sabar dalam mengajak siswa untuk
berpartisipasi aktif dalam kelas untuk belajar. Kadang-kadang hal sederhana yang dilakukan yaitu
siapa yang paling baik nilainya hari ini boleh ikut naik Honda guru saat pulang. Guru tersebut
mengajar di sekolah di kampung dimana kebanyakan siswa berjalan kaki ke sekolah bersama
teman mereka. Jadi ketika ada tawaran naik sepeda motor guru tentunya siswa sangat senang dan
akan termotivasi belajarnya. Hal lain yang dilakukan guru tersebut adalah memberikan
kesempatan keluar pertama pada saat jam pulang bagi siswa yang aktif belajar dilihat dari
seringnya siswa tersebut maju kedepan.
Sedangkan 7 orang guru yang lain tidak baik dalam hal memotivasi siswa menurut peneliti
termasuk kedalamnya guru yang telah mengajar sangat lama yaitu 20 tahun. Menurut pengamatan
peneliti guru tersebut sangat fokus pada pencapain materi yang telah direncanakan pada RPP.
Sehingga, langkah-langkah pembelajarnnya sangat kaku seperti yang ada di RPP padahal kondisi
kelas membutuhkan motivasi yang banyak bagi siswa. Namun karena guru tersebut mengajar di
sekolah dan di kelas yang mayoritas siswanya pandai-pandai sehingga kelas memang nampak
hidup. Selama pengamatan hampir tidak ada pujian yang diberikan kepada siswa yang memberi
pendapat yang bagus dan menarik, kalaupun ada dilakukan itupun dalam waktu yang sangat
singkat sehingga siswa tidak mendapatkan dan merasakanya. Malahan pujian yang diberikan
tidak terekspresikan pada wajah guru tersebut. Empat guru yang lain malah ada yang marah-

28
marah kepada siswa ketika mereka tidak mampu melakukan hal-hal yang sederhana menurut
guru tersebut. Mereka sulit mengontrol dirinya walaupun diamati oleh orang lain. Menurut
peniliti hal ini disebabkan karena mereka sudah terbiasa dengan hal tersebut.

e. Korelasi Kompetensi Guru Kualifikasi Pendidikan dan Lama Mengajar


Sebelum menentukan korelasi antar variable bebas dan variable terikat, semua data
kompetensi guru yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara diberi skor dan dihitung
jumlahnya. Begitu juga dengan kualifikasi pendidikan guru dan lama mengajar guru, seperti
terlihat pada table berikut.

Tabel Data Inisial Guru, Kompetensi Guru, Lama Mengajar, dan Kualifikasi
Pendidikan
No Nama High/ X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
Low
29
1 Nurhafni, S.Pd 2 120 67 32 19 7 S1 239
Nana Puspita, S1
2 S.Pd 1 97 57 21 16 1 194
3 Asriani, A.Ma.Pd 1 85 60 21 18 1 D2 189
Nurhadiana, S. S1
4 Pd.I 2 114 57 18 20 5 209
5 Eva Dewi 2 111 55 20 20 4 D2 206
6 Nurjannah, S. Pd. 1 94 51 16 15 12 S1 176
7 Luqman 1 100 49 19 20 24 SPG 188
8 Marzuki, S. Pd.I. 1 101 59 19 13 11 S1 192
9 Junita S., S.Pd.I. 2 117 59 19 20 4 S1 215
10 Apita Siregar 2 110 55 23 20 4 D2 208
11 Fera Yanti 1 95 48 19 18 4 D2 180
12 Nurhayati, S.Pd 2 128 56 21 17 8 S1 222
Fatimah A, D2
13 Ma,Pd 2 113 59 20 19 3 211
14 Nurhayati, S.Pd 2 106 58 23 18 27 S1 205
Fatmawati A, D2
15 Ma.Pd 2 107 52 24 20 3 203
16 Anizar 2 161 68 27 20 12 D2 276
17 Bustaniswar 2 104 52 24 20 5 D2 200
18 Anizar, A.Md.Pd 2 107 55 23 20 6 D2 205
19 Elizar, S.Pd.I 1 99 56 19 20 6 S1 194
20 Isnaini, M.Ag 1 93 60 25 20 11 S2 198
Zubaidah, D2
21 A.Md.Pd 1 83 44 22 20 3 169
22 Encu Aidar 2 107 64 24 20 11 S1 215
Hadimah Ramli, D3
23 A.Md.Pd 2 108 62 26 20 29 216
Asnawiyah, D2
24 Ama.Pd 1 75 20 32 20 10 147
Cut Rita D2
25 Hastuti,Ama.Pd 1 91 47 25 18 4 181
26 Zuriat, A.MaPd 1 65 29 18 14 2 D2 138
27 Anhar, A.Ma 1 69 51 21 15 2 D2 161
Neneng D2
28 Suryani,A. Ma 1 51 32 17 11 1 111
29 Karlinda,A.Ma 1 58 32 17 12 1 D2 116

30
30 Nursakdiah 1 80 44 20 16 3 S1 168
31 Aliyana 1 87 49 22 18 4 D2 176
32 Sri Wahyuni 1 84 39 21 19 2 D2 172
33 Salmina 1 94 51 18 18 6 D2 198
34 Nilawati 2 103 53 24 18 2 D2 212
Laila S1
35 Warsiah,S.Pd 2 111 58 24 19 6 214
36 Nurlis, S.Pd 2 110 63 24 19 6 S1 218
Keterangan:
X1= pedagogik
X2=Profesional
X3=Sosial
X4=Kepribadian
X5=Lama Mengajar (Tahun)
X6=Kualifikasi Pendidikan
X7=Total

Data lama mengajar dan kualifikasi pendidikan guru diberi kode seperti yang telag dijelaskan
pada bab Metode penelitian. Setelah diolah dengan menggunakan SPSS, diperoleh hasil seperti
terlihat pada table berikut.

Tabel Korelasi antara Kompetensi Guru dengan Lama Mengajar dan Kualifikasi
Pendidikan

ratarata rata- ratarata lama Kualifi


pedago rata kepriba menga kasi
Kompetensi pendidikan
gik profesio ratarata dian jar
nal sosial (tahun)
Covariance rata-rata 0.577 0.362 -0.046 0.211 -0.312 0.327
pedagogik rata- 0.362 0.408 -0.023 0.183 -0.299 0.113
rata profesional -0.046 -0.023 0.300 0.103 -0.276 0.062
rata-rata sosial
rata-rata -
0.211 0.183 0.103 0.619 -0.197
kepribadian 0.214
lama mengajar -
(tahun) latar -0.312 -0.299 -0.276 -0.197 2.974 0.183
belakang
0.327 0.113 0.062 -0.214 -0.183 1.683
pendidikan rata-

31
Correlation rata pedagogik 0.331
rata-rata 0.136
profesional 0.088
rata-rata sosial 1.000 0.746 -0.110 0.354 -0.238 -
rata-rata 0.746 1.000 -0.067 0.364 -0.272 0.210
kepribadian -0.110 -0.067 1.000 0.239 -0.292
lama mengajar -
(tahun) -0.145 1.000 0.082
-0.238 -0.272 -0.292
latar 1.000
0.331 0.136 0.088 -0.210 -0.082
belakang
pendidikan

1) Korelasi Kompetensi Guru dan Kualifikasi Pendidikan


Dari table di atas diketahui bahwa terdapat korelasi yang positif antara kompetensi
pedagogic, professional, social, dan kepribadian, dengan kualifikasi pendidikan. Dengan
demikian hipotesis diterima pada taraf signifikansi 95%. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan guru maka semakin tinggi pula kompetensi guru
tersebut. Dari empat kompetensi tersebut, kompetensi pedagogic paling tinggi korelasinya
dengan kualifikasi pendidikan.

2) Korelasi Kompetensi Guru dan Lama Mengajar


Dari table di atas diketahui bahwa terdapat korelasi yang negative antara kompetensi
pedagogic, professional, social, dan kepribadian, dengan lama mengajar. Dengan demikian
hipotesis ditolak pada taraf signifikansi 95%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin
lama guru mengajar tidak berakibat pada semakin tinggi kompetensi guru tersebut.

2. Pembahasan

32
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto (1993)…. kompetensi

Ashworth, P., and U. Lucas (2000), Empathy and Engagement: A Practical Approach to the
Design, Conduct and Reporting of Phenomenographic Research, Studies in Higher
Education 25, 295–308.

Djamarah, Saiful Bakri. (1994). Prestasi belajar dan kompetensi Guru. Surabaya: Usaha
Nasional

Hamalik, Oemar (2006) Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi
Aksara.

Kumalasari, Weni (2010). Hubungan antara Pengalaman Mengajar dengan Kompetensi


Pedagogic Guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP Negeri di Kota Surakarta tahun
2009. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Malik, Abdul (2006) Hubungan antara Tingkat pendidikan, Pengalaman Mengajar, dan
Ketersediaan Media dengan Kemampuan Guru Menggunakan Media dalam
Pembelajaran IPS. Dalam Jurnal Didaktika 1 (2), 116-132.

Minichiello, V., R. Aroni, E. Timewell, and L. Alexander (1995), In-Depth Interviewin.


Longman Australia. Melbourne. Vic.

Mulayasa, E. (2007) Standar Kompetensi Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Novianto, Ajeng Tyas (2009) Penentuan Prioritas Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru
dengan Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus di SMP Negeri 2 Sukoharjo). Skripsi
thesis, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Permendiknas No. 16 Tahun 2007 (2007) tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Guru.

Surayabrata, Sumadi (2002) Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

33
Widoyoko, S. Eko Putro (2005) Kompetensi Mengajar Guru IPS SMA Kabupaten Purworejo.
Laporan Penelitian Dosen Muda Dikti.

Yin, R. K. (1984), Case Study Research: Design and Methods. Sage, Beverly Hills, CA.

34

Anda mungkin juga menyukai