Anda di halaman 1dari 15

Kumpulan Resensi Novel Sejarah

Kelas 12 IPA 6

Kelompok 1
RESENSI NOVEL
"RORO MENDUT"

Kelompok 1
1. Akbar Herlambang (Ketua)
2. Tajiman (Wakil ketua)
3. Delani (Sekretaris)
4. Rizki Muhamad Ramdan
5. Muslimat
6. Ikhsyal
BAB 1 Resensi Buku Fiksi (Novel)
Roro Mendut
A. Identitas Novel Roro Mendut
Judul buku : Roro Mendut
Pengarang : Y. B. Mangunwijaya
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Kota terbit : Jakarta Pusat
Tahun terbit : 1982-1987(diharian Kompas) (Novel) 2008
Angkatan sastra : Angkatan 66 (Protes Sosial, Politik, Novel,
Puisi, dan Cerpen)

B. Biografi Pengarang Novel Roro Mendut


Nama asli : Yusuf Bilyarla Mangunwijaya
Tempat tanggal lahir : Ambarawa Jawa Tengah, 6 Mei 1929
Nama orang tua
a. Ayah : Yulianus Sumadi
b. Ibu : Serafin Kamdaniyah
Riwayat pendidikan : 1). Tamat SD di Magelang tahun 1943
2). Tamat Sekolah Teknik (setingkat SMP)
di Yogyakarta tahun 1947
3). Tamat SLA di Malang tahun 1951
4). Melanjutkan studi Filsafat dan Teologi
Sancti Pauli, tamat tahun 1959
5). Serta menempuh pendidikan seminari
sebagai calon Imam keuskupan Agung
Semarang.
Riwayat pekerjaan : Imam Gereja Katolik Roma, Budayawan
Arsitek, penulis, Aktivis Sosial
Riwayat prestasi : Tahun 1986-1994 : mendampingi warga
Kedung Ombo yang menjadi korban proyek
pembangunan waduk
Tahun 1987-1988 : mendampingi warga
Pantai Grigak, Gunung Kidul dalam upaya
penyediaan sarana air bersi.
Riwayat karier : Pada tahun 1936 Y. B. Mangunwijaya
masuk HIS Franciscus Xaverius, Muntilan,
Magelang. Setelah tamat pada tahun 1943,
dia mulai tertarik kepada sejarah Dunia dan
Filsafat.
Hasil karya : 1). Karya Arsitektur, salah satu karya
arsitektur yang dibuatnya yaitu Gedung
Keuskupan Agung Semarang
2). Karya tulis dan buku, salah satu karya
tulis dan buku yang dibuatnya yaitu Novel
Roro mendut dan lainnya.
Perbandingan hasil karya : - Penghargaan Kincir Emas untuk lisan
cerpen dari Radio Nederland
Wereldomroep
- Aga Khan Award For Architecture untuk
pemukiman warga pinggiran kali Code,
Yogyakarta
- Penghargaan Arsitektur dari Ikatan
Arsitek Indonesia (IAI)
- Penghargaan sastra se-Asia Tenggara
Ramon Mangsaysay Award tahun 1996

C. Ringkasan/Sinopsi Novel Roro Mendut


Roro Mendut adalah seorang gadis biasa yang dibesarkan di pesisir pantai.
Ia tumbuh menjadi kuat dan lincah karena kegemaran bermain di hamparan pasir
pantai. Tidak seperi gadis lainnya, Roro Mendut tidak sudi dipersunting oleh
adipati pangeran. Suatu ketika terjadi pertempuran besar yang menyebabkan
Roro Mendut menjadi putri boyong untuk Mataram. Karena Sultan Agung sangat
bahagia dan berkenan menghadiahkan semua hasil rampasan perang itu kepada
Tumenggung Wiroguno yang berhasil memimpin penumpasan pemberontakan
Kadipaten di pantai utara Jawa di abad XVII tersebut. Di mataram, ia terpilih untuk
menari di acara penyambutan panglima Wiroguno. Wiruguno terpesona oleh
kecantikan Roro Mendut dan ingin menjadikannya selir. Roro Mendut menolak
untuk dijadikan selir. Wiroguno sangat terpukul dan harga dirinya runtuh, karena
ditolak Roro Mendut. Demi menegakkan wibawa dan harga dirinya, Wiroguno
menghukum Roro Mendut untuk membayar pajak yang sangat besar jumlahnya.
Demi menegakkan wibawa dan harga dirinya, Wiroguno menghukum Roro
Mendut untuk membayar pajak yang sangat besar jumlahnya. Ternyata Roro
Mendut selalu bisa memenuhinya. Caranya, dia mengisap dan menjual rokok di
sebuah warung tertutup. Makin pendek batang rokok yang diisap, lalu rokok
tersebut makin mahal harganya karena Roro Mendut mengisapnya. Disitu ia
bertemu Pronocitro, teman masa kecilnya yang ia cintai.

Tentu saja hubungan cinta mereka terhalang oleh kungkungan Tumenggung


Wiroguno. Maka Pronocitro mencari siasat dengan menghamba kepada
Tumenggung Wiroguno. Pada suatu kesempatan ia mengajak Roro Mendut
melarikan diri, mencari kebebasan dan kebahagiaan bersama. Tentu saja
Wiroguno sangat murka. Ia bertekad menangkap Roro Mendut kembali, bukan
semata-mata karena persoalan harga diri dan wibawa pribadi. Demi menegakkan
citra keagungan dan kekuasaan Mataram yang jaya atas daerah Kadipaten Pati.
Pronocitro dan Roro Mendut terdesak di pinggir jurang. Pronocitro dan wiruguno
pun bertengkar hebat dan Pronocitro pun kalah. Ia hampir tercebur ke dalam
jurang tapi Roro Mendut berhasil memegang tangannya. Wiroguno membantu
Roro Mendut menarik Pronocitro, tetapi ia lepas dari genggaman Roro Mendut.
Roro Mendut menyusul kekasihnya ke dalam jurang. Mereka berdua mati
bersama di jurang itu

D. Kelebihan dan Kekurangan Novel Roro Mendut


- Kelebihan yang ada dalam Novel Roro Mendut ini yaitu tokoh yang ada dalam
novel ini,di antaranya Roro Mendut dengan watak gigih dalam
memperjuangkan keinginannya, dan tidak tergoyahkan oleh halangan apapun
yang ada di hadapanya, dalam watak Roro mendut ini dapat menginspirasi
kita untuk selalu berpegang teguh pada pendirian kita dan tidak teralihkan
oleh apapun, serta dalam Novel ini kalau ada kata atau kalimat asing yang
sulit di mengerti lalu diatasnya ada nomor seperti melolo¹, artinya di setiap
akhir halam akan ada arti untuk kata asing yang dinomorkan diatas kalimtnya
- Kekurangan dalam Novel Roro Mendut ini banyak sekali kata atau kalimat
yang mungkin pembaca tidak pahami, memang ada arti dari kata tersebut di
bagian akhir kejadian dalam setiap nomornya, akan tetapi pembaca yang
membaca Novel tersebut akan melihat kembali kalimat yang tidak mengerti itu
dan otomatis akan mengulang membaca kembali kalimat tersebut yang
membuat pembaca bingung dan tidak bisa membayangkan kejadian yang di
alami tokoh-tokoh yang ada dalam Novel tersebut, serta Novel ini di sarankan
di baca oleh kalangan orang dewasa karna kalau di baca oleh anak usia
remaja itu akan sangat sulit di mengerti arti setiap kata asing yang ada dalam
Novel tersebut

E. Motivasi Pengarang dalam membuat Novel Roro Mendut


Adalah berawal dari ilmu Filsafat yang sedang dipelajari oleh pengarang Y.B
Mangunwijaya yaitu ilmu Trilogi yang di dalamnya mengandung cerita rakyat.
Dan pengarang Y.B Mangunwijaya termotivasi untuk membuat novel dari ilmu
Trilogi tersebut, serta pengarang berhasil membuat atau menciptakan 3 seri
novel dalam ilmu ini salah satunya Novel Roro Mendut.

F. Kesimpulan
Di dalam novel Roro Mendut, pengarang menggunakan beberapa latar
tempat yaitu di Pantai Utara Teluk Cikal, Puri Pati, Kuthanegara, Istana Kerajaan
Sultan Agung, Puri Wiragunan, Pasar, Muara Sungai Oya-Opak.
Tokoh-tokoh dalam novel ini, diantaranya Roro Mendut dengan watak gigih dalam
memperjuangkan keinginannya dan menunjukkan ketulusan cintanya pada
Pronocitro, Tumenggung Wiroguno dengan watak suka memaksa, sewena-wena,
dan Pronocitro yang digambarkan sebagai laki-laki tampan, gagah, dan
pemberani.
Dalam menganalisis sebuah novel sebaiknya kita harus mempelajari terlebih
dahulu unsur-unsur yang ada di dalamnya. Bagi pembaca diharapkan bisa lebih
memahami unsur-unsur intrinsik karya sastra terutama dalam bentuk novel dan
dapat menemukan unsur-unsur tersebut dalam cerita novel dengan sangat
mudah.

BAB 2 Mengidentifikasi Informasi


Teks Cerita Sejarah dalam Novel
"Roro Mendut"

A. Mengidentifikasi Struktur Teks Cerita Sejarah dalam Novel


Roro Mendut
1. Orientasi
Ombak-ombak berbuih di pantai kampung nelayan Telucikal, pagi itu
seperti pagi-pagi yang lain, tak jera menderukan gelora kemerdekaan
dan himne warta keabadian. Tetapi tidak seperti hari-hari lazim, dan
dalam buih-buih putih mendidih muncullah wajah, lalu sosok seorang
gadis berkuncup-kuncup harapan; basah kuyup, rambut panjang
sebagian terurai tak keruan dari ikatan; tertawa bahagia karena baru
saja te-rkapyuk serombongan riak-riak nakal. Gadis itu jatuh tak mampu
menahan dekapan kurang ajar ombak-ombak. Tetapi ia ditolong oleh
nelayan tua di sampingnya, yang bersama pemuda nelayan seorang lagi
di sisi lambung darat. Dibandingkan dengan wajah gadis secerah pagi-
pagi riang, seluruh citra muka dan sikap nelayan tua dengan pemuda
tadi terpahat oleh rasa prihatin.
2. Pengungkapan peristiwa
Tahu-tahu sudah ada dua kaki berotot bergelang akar bahar
menjatuhkan diri pada pasir di mukanya, lalu ada suara nyaring tetapi
sangat senang berwibawa bertanya bernada perintah, "Mana Raden
Roro Mendut?"

Spontan seperti ada makhluk tak tampak memegang pergelangan ta


ngannya, ibu jari Siwa menongol dari kepalnya, menuding hormat ke
arah kemenakannya yang didekap si bibi di bawah buritan perahu.
Bahkan baru kemudianlah terasa ada sesuatu yang aneh pada
pertanyaan itu, yang mem buatnya terheran-heran sendiri, mengapa ibu
jarinya kok terus langsung tanpa diperintah oleh nalar, begitu saja
menuding ke arah Mendut. Apa tadi? RADEN Roro Mendut? Mendut
kemenakannya bukan raden rara.26 Si Mendut atau Gendhuke27.
Bukan raden rara. Tetapi tahu-tahu begitu banyak perwira dan prajurit-
prajurit turun dari kuda, sehingga Siwa bingung sendiri, tidak tahu apa
yang harus dikatakan apalagi diperbuat. Lalu ada perwira yang
perawakannya kelewat tinggi dan kekar menghampiri Mendut yang
masih didekap erat-erat oleh bibinya. Sepasang mata membelalak
ketakut an, sedangkan mulut menganga, tak mampu mengucapkan satu
kata pun. Mendut sendiri hanya plolang-plolong28 melompong, tetapi
sepintas lalu kok malah seperti ada kesan senyum terbayang pada
wajah masih seperti bocah itu. Seperti anak bila kagum melihat iring-
iringan raja sehari mempelai yang molek tersolek.

Perwira besar tadi, sungguh Siwa sampai tidak percaya pada mata di
kepalanya sendiri, langsung duduk bersila di atas pasir basah lalu
menyam paikan sembah. Dan selama hidup tak terlupakan lagi,
sehingga kelak ber puluh-puluh kali Siwa akan bangga menuturkannya
kepada handai taulan tanpa bosan, apa yang diucapkan perwira tadi.
Kata-kata bernada gagah khidmat pelan-pelan terucap, "Tersembah
bahagia Raden Rara Mendut!

3. Menuju Konflik
Ternyata wirasat Ni Semangka bukan cuma hantu khayalan. Jangan lagi
memangku Roro Mendut, melihatnya kembali pun Sang Adipati
junjungannya tidak sempat lagi. Balatentara Mataram dengan meriam
meriam Kiai Jakajotos dan Kiai Dhudhodhupak ditambah pengalaman
medan laga yang sudah lama teruji memang bukan tandingan untuk
Adipati Pragola. Sri Susuhunan Ingalaga Mataram pribadilah yang
memimpin per tempuran dahsyat tentara ratusan ribu melawan ratusan
ribu di perbatasan Kadipaten Pati. Dan oleh tombak pusaka Mataram
Kiai Baru dari tangan si abdi Naya-Darma, Sang Adipati Pragola tewas.
Lalu datanglah, atas perin tah raja Mataram, Tumenggung Wiraguna
Sang Alap-alap menggempur benteng-benteng Pati. Maka terobek-
robeklah segala pola batik kelarasan tata wilayah Pati. Seluruh peti
kehartaan maupun perabot pusaka Puri Pati telah diangkut dengan cikar
gerobak sapi beriring-iring dalam perjalanan ke Mataram.

Sayang Putri Arumardi mencium sahabatnya yang baru itu. Sudah sepe
kan dara pantai yang tidak sekuning gadis-gadis gunung tetapi kencana
perangainya itu bermukim di dalam keputrian. Semua sudah tahu,
bahwa Tumenggung Wiroguno hanya menghasratkan satu orang saja,
ialah Roro Mendut ini. Padahal Baginda Raja memberinya empat orang.
Hati Wiroguno jelas sudah terpukau oleh Roro Mendut. Maka di antara
sesama selir telah beredar desas-desus tentang kekuatan gaib guna-
guna kaum pantai utara. Tetapi Nyai Ajeng penuh pengertian
mengusulkan agar jangan hanya diangkat selir, tetapi benar-benar istri
resmi sekaligus. Sehingga raden-raden mas yang akan dilahirkan
rahimnya nanti memiliki hak-hak waris. Begitu diharapkan suaminya
dapat tenteram. Tetapi guna-guna macam apa itu sebab justru putrilah
yang menolak paduan asmara.

4. Puncak konflik
Pronocitro telah menjadi penjinak kuda keputrian di puri Wirogunan.
Pada suatu malam, ia telah berniat untuk membawa lari Roro Mendut.
Usahanya ini diketahui oleh Nyai Ajeng dan Wiroguno. Wiroguno ingin
mengejar mereka berdua tetapi Nyai Ajeng membiarkannya lari.
Pronocitro melompat pagar dan masuk halaman keputrian. Berhati-hati
ia mendekati gandhok. Dipanggilnya lirih kekasihnya yang pas mau
masuk pintu. Ketika melihat Pronocitro, Mendut terbelalak matanya,
telapak tangan di muka mulut, dan tergopoh langsung mematikan
lampu……Prajurit tadi melapor kepada penatus, bahwa Pronocitro telah
masuk. Penatus melapor kepada dayang-utama Nyai Ajeng. Dayang
Nyai Ajeng melapor kepada Nyai Ajeng yang sudah terbaring di ranjang.
Nyai Ajeng lekas berbusana sedikit, lalu menemui penatus Jogopuro
yang masih menunggu di luar. Mereka berunding apa yang sebaiknya
dikerjakan. Akhirnya Nyai Ajeng memutuskan untuk menyaksikan
dengan mata kepala sendiri. Pelan-pelan mereka, dengan disertai
dayang-utama pergi ke bagian gandhok Mendut ……( RM, 1983:360)
Saat kejadian itu, Nyai Ajeng membawa Wiroguno ke gandhok Mendut:
“Kakanda, daripada hanya membayangkan saja, mari kita tengok
kekasih Kanjeng.”
Tak terasa mereka sampai di gerbang halaman keputrian. Penatus
Jogopuro memberi hormat, bersembah dan melapor menurut instruksi,
“Dia masih di dalam.”
Nyai Ajeng (sengaja keras-keras), “Siapa?”
“Pronocitro, Puanku.”
Jantung Wiroguno serasa berhenti.
“Pronocitro? Di dalam?”
Meledaklah sekarang segala kubah lahar yang selama ini tertumpuk.
Sungguh dahsyat mengerikan bila gunung seperti Merapi meletus.
Mengamuklah Wiroguno masuk ke halaman menuju gandhok Mendut.
Digebraknya pintu. Ni Semongko dan Gendhuk Duku menjerit dan
langsung spontan lari. Ruang tidur Mendut ternyata kosong.
Nyai Ajeng membisikkan perintah kepada Jogopuro, “Biarkan dua orang
itu lari!”……..
Prajurit dan dayang-dayang berbondong lari ke kandang kuda. Keputrian
menjadi sepi. Lekas-lekas Putri Arumardi masuk gandhoknya dan
memberi tanda. Secepat badai, Pronocitro dan Roro Mendut yang oleh
kewaspadaan Arumardi disembunyikan dalam gandhoknya berlari
keluar, memanjat tangga yang tak kelihatan tersembunyi di balik
dedaunan pohon sawo kecik yang rindang, gesit meloncat di atas
dinding puri. Di luar Ntir-untir dan Bolu sudah siap dengan tangga lain.
Tanpa menghamburkan secuil detik Mendut diangkat di atas kuda yang
telah siap, dan berlarilah kedua kekasih itu ke dalam kegelapan malam.
Ntir-untir dan Bolu cepat-cepat naik kuda mereka masing-masing dan
lari ke arah yang berlawanan.

5. Resolusi
Serangan kilat Wiroguno benar-benar menentukan. Pronocitro
tergelimpang di muka Roro Mendut, walaupun masih sempat menikam
Wiroguno, yang terampil mengelakkan serangan. Wiroguno
mengamuk untuk keduakalinya dan penuh nafsu menikamkan
kerisnya ke arah dada Pronocitro. Tetapi pada saat itu Mendut
maju spontan bermaksud membela kekasihnya. Tanpa sengaja
keris Wiroguno menusuk jantung Mendut yang rebah di atas
kekasihnya. Sebuah gelombang besar dari laut merenggut kedua
kekasih yang bermandikan darah saling merangkul itu. Terbawalah
langsung mereka ke muara

B. Mengidentifikasi Isi Teks Cerita Sejarah dalam Novel


Roro Mendut
A. Unsur Intrinsik
1. Tema : Tema Cerita Rakyat Roro Mendut ini
tentang sebuah keteguhan hati dan
kesetiaan cinta. Walaupun banyak pria
yang datang untuk melamar, namun Roro
Mendut tepat setia pada kekasihnya.
2. Latar : a. Waktu : Novel Roro Mendut
mengambil latar Kerajaan Mataram
pada abad ke-17. Saat Sultan Agung
berkuasa dan berjaya menaklukkan
kerajaan-kerajaan di wilayah
Indonesia, saat-saat terakhir hingga
mangkatnya Sultan Agung beriringan
dengan masa remaja Putra Mahkota.
b. Tempat :
1. Pantai Utara Telukcikal,
2. Puri Pati,
3. Kuthanegara,
4. Istana Kerajaan Sultan Agung,
5. Puri Wiragunan,
6. Pasar,
7. Muara Sungai Oya-Opak

3. Tokoh dan wataknya : a. Roro Mendut


wataknya : Cantik, setia kepada
pasangannya, pemberani, memiliki
pendirian yang teguh
b. Pronicitro
wataknya : Tampan, setia dan kaya
raya, Berani melawan untuk menolong
sang kekasih
c. Sultan Agung
wataknya : Pemimpin yang bijak dan
pemberani
d. Adipati Pragolo II dan Tumenggung
Wiroguno
wataknya : Pemimpin yang jahat
Menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan apa yang diinginkan.
e. Tokoh pendukung
wataknya : Nyai Ajeng, Putri Arumardi,
Genduk Duku, Ni Semangka, dan Ki
Nayadarma.

4. Alur : Cerita rakyat Roro Mendut ini


menggunakan alur maju. Bermula dari
Adipati Pragolo II yang jatuh cinta
pada Roro Mendut. Pada saat yang
sama terjadi pertempuran antara
Adipati dan Sultan Agung dan
akhirnya Kadipaten Pati mengalami
kekalahan. Tumenggung Mataram
yang bernama Panglima Tumenggung
Wiraguna juga tertarik pada Roro
Mendut. Namun terjadi penolakan.
Kejadian ini membuat kekasih Roro
Mendut terbunuh dan akhirnya Roro
Mendut memutuskan untuk bunuh diri.

5. Sudut Pandang : Sudut pandang pada Novel Roro Mendut


ini adalah sudut pandang orang ketiga.
Cerita ini menggunakan kata ganti “dia”
dan “mereka

6. Amanat / Pesan Moral : Pesan yang didapat Jadilah seorang


wanita yang memiliki pendirian teguh.
Pentingnya menjaga kesetiaan dengan
pasangan. Jangan suka memaksakan
kehendak pada orang lain. Jangan
menghancurkan kebahagiaan orang.

7. Majas : Dalam cerita ini terdapat majas


personifikasi (perumpamaan)

B. Unsur Ekstrinsik Cerita

1. Nilai budaya : Pada masyarakat Jawa dulu, wanita


dianggap lemah dan bisa dijadikan istri
oleh siapapun atau dijadikan selir. Dan
Jawa telah mengenal rokok sejak zaman
tersebut (abad 17)
2. Nilai sosial : Adanya kewajiban membayar upeti
kepada penguasa.

3. Nilai ekonomi : Telah dikenalnya mata uang dan jual beli


di pasar.
4. Nilai moral : Harta, pangkat, dan jabatan bukanlah
jaminanuntuk mendapatkan cinta sejati
seseorang

C. Perbandingan Novel Roro Mendut dan Novel Laila Majnun

Persamaan
- Dalam Novel Roro mendut, kisah tentang Roro Mendut dan Pronocitro.
Seperti halnya Laila Majnun, kisah tentang kemuliaan cinta, kesetiaan,
dan pengorbanan yang didasarkan pada mitos yang sejak berabad-
abad lalu beredar dalam masyarakat.
Ada dua segi menarik yang bisa dilihat dalam kedua karya penulis ini.
1. sebagaimana telah disebutkan, Laila Majnun dan Roro Mendut
bukanlah karya “asli” karena keduanya berangkat dari cerita rakyat
terkenal milik masyarakat pendukungnya;
2. sebagai penulis, Mangunwijaya dan Nizami juga sama-sama
mempunyai latar belakang kehidupan spiritual yang khusus;
Mangunwijaya seorang pastor dan Nizami seorang sufi.

Perbedaan
- Kisah tentang Roro Mendut-Pronocitro mungkin hanya dikenal dalam
wilayah geografis yang lebih terbatas bila dibandingkan dengan Laila
Majnun yang bersifat Universal

C. Kaidah Kebahasaan Teks Cerita Sejarah dalam Novel


Roro Mendut

1. MENGGUNAKAN KALIMAT YANG BERMAKNA LAMPAU

Kadipaten Pati sendiri merupakan salah satuwilayah taklukan dari Kesultanan


Mataram yangdipimpin oleh Sultan Agung.
Bermakna lampau karena di masa sekarang sudah tak adaKesultanan Mataram yg
dipimpin oleh Sultan Agung seperti ygdimaksud dalam kalimat tersebut.


Penguasa Kadipaten Pati itu pun bermaksudmenjadikannya sebagai selir.
Bermakna lampau karena di masa sekarang sudah tidak adaselir seperti yang
dimaksud dalam kalimat tersebut.

2. MENGGUNAKAN KONJUNGSI TEMPORAL


Konjungsi temporal : Menyatakan urutan waktu/peristiwa ; sejak saat itu,
setelah itu, mula-mula, kemudian.

Mereka terus menyeret gadis itu naik ke kuda lalu membawanya ke keraton.

Oleh karena masih dalam pengawasan prajurit Mataram,Roro Mendut
kemudian meminta izin untuk berdagang rokok di pasar.

Suatu hari, ketika sedang berjualan di pasar, Roro Mendut bertemu dengan
Pronocitro yang sengaja datang mencarikekasihnya itu.

Setiba di istana, Roro Mendut menceritakan perihal pertemuannya dengan
Pronocitro kepada Putri Arumardi,…

3. MENGGUNAKAN KATA KERJA MATERIAL

Mereka terus menyeret gadis itu naik ke kuda lalumembawanya ke keraton.



Saat Adipati itu lengah, Ki Nayadarma dengan cepat menikamkan pusaka
Baru Klinting ke bagian tubuh sang Adipati yang tidak terlindungi oleh baju
zirah.

Sementara itu, para prajurit yang dikomandani panglimaperang Mataram,
Tumenggung Wiraguna, segera merampas harta kekayaan Kadipaten Pati,…

…Roro Mendut kemudian meminta izin untuk berdagang rokok di pasar.

Namun, gadis itu menolak dan meronta-ronta untuk melepaskan diri.

4. MENGGUNAKAN KATA KERJAMENTAL

Sultan Agung menuding Adipati Pragolo II sebagaipemberontak karena tidak


mau membayar upeti kepadaKesultanan Mataram.

Tumenggung Wiroguno langsung terpesona saat melihat kecantikan Roro
Mendut.

Rara Mendut tidak gentar mendengar ancaman itu.

Tumenggung Wiraguna merasa amat menyesal atas perbuatannya.

5. MENGGUNAKAN KALIMAT TIDAKLANGSUNG


Sebagai cara menceritakan tuturan seorang tokoh ;
menceritakan, menyatakan, mengungkapkan, menanyakan.

Ia tidak sungkan-sungkan menolak para lelaki yang datangmelamarnya…



Sudah berkali-kali ia membujuknya, namun Roro Mendut tetap menolak.

...ia berani terang-terangan menyatakan bahwa dirinya telahmemiliki kekasih
bernama Pronocitro.

…Roro Mendut menceritakan perihal pertemuannya denganPranacitra
kepada Putri Arumardi

…Wiroguno memerintahkan abdi kepercayaannya untuk menghabisi nyawa
Pronocitro.

6. MENGGUNAKAN BANYAK DIALOG


Ditandai oleh tanda baca (“…”).

“Ayo gadis cantik, ikut kami ke keraton!”



“Aku tidak mau menjadi selir Adipati Pragolo. Aku sudahpunya kekasih!”

“Ampun, Gusti Prabu. Perkenankanlah hamba yangmenghadapi Adipati
Pragolo!”

“Sudahlah, Roro Mendut. Percuma saja kamu menikah dengan Pronocitro,”

“Pemuda yang kamu kasihi itu sudah tidak ada lagi,”

“Tuan jahat sekali. Perbuatan Tuan akan kulaporkan kepada Raja Mataram
agar mendapat hukuman yang setimpal!”
Sekian dan terima kasih dari kelompok 1 dalam
meresensi Novel “Roro Mendut”

Anda mungkin juga menyukai