SASTRA
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN OLEH :
NIM : 130702012
MEDAN
2017
SKRIPSI SARJANA
NIM : 130702012
Diketahui Oleh
Pembimbing I PembimbingII
Disetujui Oleh,
Program Studi Sastra Melayu
Ketua,
Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
skripsi ini yang berjudul :analisis hikayat si miskin kajian sosiologi sastra.
Adapun penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna
menempuh gelar Sarjana pada Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu
memaparkan tinjauan pustaka yang mencakup kajian yang relevan, dan teori yang
digunakan yaitu teori structural dan sosiologi sastra. Bab III penulis memaparkan
penelitian, sumber data penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sampai pada hasil
usaha untuk menyelesaikannya. Oleh sebab itu segala kritik dan saran penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis
Herlin Ruliana
13070202012
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya dengan judul analisis hikayat
si miskin kajian sosiologi sastra, yang diusulkan untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana dari program studi sastra Melayu, fakultas ilmu
budaya, universitas sumatera utara bersifat original dan belum pernah
dipublikasikan oleh siapa pun.
Bilamana dikemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan
ini, maka saya bersedia dituntut untuk diproses sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan sebenar-
benarnya.
Mengetahui
Program Studi Sastra Melayu Medan, September 2017
Ketua, Menyatakan,
Diterima oleh :
Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi
salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sastra dalam bidang ilmu Bahasa dan
Hari : Selasa
Dekan,
NIP 196008051987031001
Panitia Ujian
SKRIPSI SARJANA
NIM : 130702012
Diketahui Oleh :
Pembimbing I PembimbingII
Disetujui Oleh,
Program Studi Sastra Melayu
Ketua,
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi
ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dengan judul Analisis Hikayat Simiskin
1. Bapak Dr. Budi Agaustono, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
II, Pembantu Dekan III, serta seluruh staf dan pegawai dijajaran Fakultas
2. Ibu Dr. Rozanna Mulyani, M.A. selaku Ketua Program Studi Sastra
Sumatera Utara.
4. Ibu Dra. Rosita Ginting M.Hum dan Ibu Dra. Asni Barus M.Hum selaku
5. Seluruh bapak /ibu dosen di Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu
dan ibunda Ida riana , yang telah memberikan kaasih sayang yanga luar
7. Kakak tersayang, orry febrita, Kristine, rahel, diora, vani, kak ita yang
menimba ilmu cindy sahara, budi mertua, dian hajri yang mana telah
menemani dalam keadaan apapun itu baik sedih dan juga bahagia, kalian
mona, wardah, rahmita, dina, mahdatul, nelly rina, nadila, fitri, rena, osky,
bella, may, dedi, arifin, fahrul, fajar, abidin, haris, mufti, juven ariansyah,
ABSTRAK................................................................................................ i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PEMBAHASAN
4.1.1 Tema………………………………………….................... 29
4.1.2 Alur/plot……………………….......................................... 30
4.1.3 Latar………………………………………………............ 34
BAB V PENUTUP
LAMPIRAN ......................................................................................... 1
PENDAHULUAN
Ada banyak naskah atau cerita Melayu yang judulnya Hikayat. Asal mula
kata Hikayat berasal dari bahasa Arab, Hikayat, yang berisikan kisah cerita dan
dongeng-dongeng. Hikayat berasal dari kata kerja haka yang berarti mengatakan,
menceritakan sesuatu kepada orang lain. Kata Hikayat itu sendiri berasal dari
bahasa Melayu berarti cerita lama yang kuno, Hikayat juga ada yang berbentuk
prosa yang syarat akan sejarah. Dengan begitu Hikayat berarti karangan hasil
rekaan yang isinya hanya cerita dengan artian tidak merupakan peristiwa yang
imajinasi manusia pertama yang ada. Hikayat tidak pernah mati namun
satu bentuk sastra prosa, terutama dalam bahasa Melayu yang berisikan tentang
tokoh utama. Jadi dapat disimpulkan bahwa Hikayat adalah salah satu bentuk
prosa lama yang isinya berupa cerita, kisah, dongeng maupun sejarah.Setiap karya
sastra seperti halnya Hikayat Si Miskin mempunyai arti yang sangat penting bagi
masyarakat sekarang karena Hikayat itu mewakili dunia gagasan manusia pada
adalah collective v.d.w 177,20x16,5 cm. terdiri atas 7 baris, panjang baris tidak
catatan Naskah asli Hikayat Si Miskin ini sampai sekarang sampai sekarang masih
Isi karya sastra dapat diketahui jika dianalisis melalui berbagai segi,
nilai-nilai karya tersebut, unsur nilai-nilai yang ada di dalamnya tersebut dapat
dalamnya dapat memperkaya batin bangsa. Hal semacam itu pernah dikemukakan
belakangan ini adalah masalah pembinaan mental pada kalangan remaja. Salah
satu caranya adalah dengan penghayatan karya sastra, khususnya sastra lama
batin kita. Melalui karya sastra itu kita dapat mencintai dan membina kehidupan
diperlukan penggalian yang lebih intensif. Sastra lama sampai kini masih banyak
yang belum diteliti dan digali. Dalam rangka memperkaya nilai rohaniah itu maka
penulis akan meneliti nilai-nilai rohaniah yang ada dalam Hikayat Si Miskin dari
Riau berikut.
Sebuah Hikayat memiliki junjungan nilai moral yang besar yang memiliki
saja yang ada dalam Hikayat tersebut berdasarkan isi ataupun kandungan yang ada
di dalamnya.
1. Cerita rakyat
2. Epos india
4. Cerita-cerita islam
6. Cerita berbingkat
Hikayat juga merupakan karya sastra yang memiliki ciri Anonim yang
karya sastra lama maka pengarangnya tidak dikenal dan tidak diketahui, hikayat
juga merupakan karya sastra yang bersifat statis ataupun tidak mengalami banyak
perubahan. Banyak juga hikayat yang bersifat komunal ataupun hikayat yang
menjadi milik mereka. Hikayat memiliki nilai moral yang tinggi dan juga nilai
pembacanya mengerti bahwa ada pesan yang tersirat di dalam hikayat yang dia
buat.
seperti arif dan bijaksana, mencegah terjadinya jurang antara si kaya dan si miskin
dan pembentukan kualitas manusia pada naskah kuno Hikayat Si Miskin. Begitu
banyak nilai-nilai positif yang dapat diteladani dari hikayat ini yaitu nilai
nilai ideal itu yang hendak disampaikan pengarang naskah Hikayat Si Miskin ini.
Kemudian dirangkai dalam bentuk cerita dengan tokoh seorang Raja yang
bertabiat tidak baik bernama Indera Dewa. Indera Dewa sangat khawatir dengan
kerajaan nya yang akan tersaingi oleh kerajaan yang dimiliki Raja Indera Pura
yang konon asal-usulnya juga seorang Raja besar, namun karena mendapat
pokok dengan mengisahkan perbuatan yang baik dan jujur, melawan perbuatan
yang jahat dan sejenisnya dengan tujuan menemukan nilai yang diamanatkan
oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia pada tahun 1975.
dan buruk, sikap menolong dan sikap bermusyawarah dengan orang lain.
agar pembahasan terhadap Hikayat tersebut tidak meluas dan mencapai sasaran
yang dikehendaki.
mencakup aspek nilai-nilai sosiologi dalam Hikayat tersebut maka dianggap perlu
1. Untuk mengetahui unsur intrinsik Hikayat Si Miskin yang terdiri atas tema,
Si Miskin
Hikayat Si Miskin
3. Memelihara karya sastra lisan agar terhindar dari kemusnahan dan dapat
TINJAUAN PUSTAKA
Pembinaan dan Pengembengan Bahasa Indonesia pada tahun 1975, Pada naskah
terdapat kata-kata yang tulisannya meragukan, diberi catatan dan ditulis menurut
aslinya pada catatan kaki. Naskah asli Hikayat Si Miskin ini sampai sekarang
CXLIII.
kuno yang berjudul Hikayat Si Miskin. Maka sebagai formulasi hipotesis kerja
yang digunakan dalam kajian ini, selanjutnya akan coba dituangkan untuk
dalam HSM digunakan teori pendekatan yaitu teori Struktural dan Sosiologi
unsurnya. Masalah unsur dan hubungan antar unsurnya merupakan hal penting
Di suatu pihak struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan penegasan,
2001:46).
Disisi lain unsur karya sastra juga mengarah pada hubungan antar unsur
yang secara bersama membentuk suatu kesatuan yang utuh. Secara sendiri
penting, bahkan tidak ada artinya. Tiap bagian akan menjadi berarti dan penting
setelah ada dalam hubungannya dengan bagian-bagian yang lain, serta bagaimana
kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur pembangun karya
yang lain, seperti mimetik, ekspresif, dan pragmatik (Abrams dala Teuw,
1989:89). Mimetik adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra berupa
pada sastrawan selaku pencipta karya sastra. Dan Pragmatik adalah pendekatan
2001 : 47) pada dasarnya juga dapat dipandang sebagai cara berpikir tentang
dunia yang lebih merupakan susunan hubungan dari pada susunan benda. Dengan
demikian kodrat setiap unsur dalam bagian struktural itu baru mempunyai makna
Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini HSM dapat dilakukan
penokohan, latar, sudut pandang dan lain-lain. Setelah dijelaskan fungsi masing-
antar unsur sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang
padu. Misalnya, bagaimana hubungan peristiwa satu dengan yang lain. Kaitan
tentang pemplotan yang selalu tidak kronologis. Kaitannya dengan tokoh dan
secermat mungkin fungsi dan kaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara
dilakukan dengan hanya sekedar mendata unsur itu, dan sumbangan apa yang
diberikan terhadap tujuan estetika dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Hal
itu perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur
kekomplekan dan keunikan sendiri. Hal ini yang membedakan antara karya sastra
yang satu dengan yang lain yang membuat setiap karya memiliki keunikan
masing-masing.
(Hartoko dan Rahmanto, 1996 : 136 ). Analisis unsur-unsur mikrotes itu misalnya
berupa analisis kata-kata dalam kalimat atau kalimat-kalimat dalam alinea atau
konteks wacana dapat berupa analisis bab per bab, atau bagian per bagian secara
antar teks, baik dalam satu periode ( misalnya untuk karya sastra melayu zaman
setiap karya sastra memiliki sifat keunikan tersendiri. Analisis terhadap karya
sastra pun tidak perlu dikait-kaitakan dengan karya-karya sastra yang lain. Karya-
karya yang lain pun berarti sesuatu di luar karya yang dianalisis itu. Atau jika
melibatkan karya-karya yang lain , hal itu bersifat sangat terbatas pada karya-
karya tertentu yang berkaitan. Pandangan disini sejalan dengan konsep analisis di
Teuw 1989: 188). Hal itu bisa dimengerti sebab analisis struktural dalam bidang
karya sastra dengan demikian tidak lagi membutuhkan berbagai pengetahuan lain
sebagai referensi, misalnya dari referensi sosiologi, psikologi, filsafat dan lain-
lain. Namun, penekanan pada sifat otonomi karya sastra dewasa ini di pandang
orang sebagai kelemahan strukturalisme dan kajian struktural. Hal ini disebabkan
sebuah karya sastra tidak mungkin dipisahkan sama sekali dari latar belakang
Melepaskan karya sastra dari latar belakang sosial dan budaya dan
sejarahnya. Akan menyebabkan karya sastra itu sendiri menjadi kurang bermakna
atu paling tidak bermakna menjadi sangat terbatas, atau bahkan menjadi sangat
sulit untuk ditafsirkan. Hal itu berarti karya sastra kurang berarti dan kurang
bermanfaat bagi kehidupan oleh karena itu, analisis struktural harus dilengkapi
dengan analisis yang lain dalam hal ini dikaitkan pada keadaan sosial budaya
secara luas.
dalam suatu masyarakat. Sebagai sesuatu yang perlu dinikmati, karya sastra harus
dibutuhkan ketelitian yang luar biasa, sebagai sesuatu yang perlu dimanfaatkan,
karya sastra mengandung nilai yang berharga yang dapat digunakan untuk
Kenyataan sosial tersebut muncul akibat hubungan antar manusia, hubungan antar
Hal diatas senada dengan apa yang disampaikan Demoncy (1984:4-5) bahwa
kenyataan sosial itu mendapatkan perhatian sang pengarang, baik karena dia
menyaksikan maupun karna dia mengalaminya sendiri. Dengan demikian, sastra
melalui pengarang merefleksikan gambaran kehidupan. Namun tujuan utama sang
pengarang bukanlah hanya menampilkan kenyataan sosial atu gambaran
kehidupan, melainkan dia hendak menjadikan sastra sebagai resep kehidupan
yang mampu menangkal penyakit dan manjur sebagai obat penyembuh. Sasttra
menjadi peralatan kehidupan manusia. Dengan demikian sastra dapat berperan
sebagai : 1. Pelipur lara, 2. Ungkapan kekesalan, 3. Kritik sosial dan 4. Nasihat .
Sosiologi sastra adalah strategi (sikap) untuk menghadapi situasi yang
manusia itu sendiri sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan
sesuatu dengan tepat dan teliti. Pengarang tidak akan mengetahui dan
mengantisipasi masa depan dengan tepat, apa yang akan memberikan harapan dan
apa yang menyuguhkan ancaman, apabila dia tidak mengetahui keadaan sesatu
dengan jelas. Dengan demikian, seorang ahli strategi yang bijaksana tidak akan
Dari uraian diatas dapat dilihat tiga aspek yang saling berhubungan antara
sastrawan, sastra dan masyarakat. Hubungan itu bersifat sosial dan tertuang dalam
suatu karya sastra sebagai sarana penghubung antara sastrawan, sastra dan
terhadap karya sastra yang membicarakan hubungan dan pengaruh timbal balik
antar sastrawan, sastra dan masyarakat , dengan menitikberatkan pada realitas dan
dalam masyarakat yang dirujuk karya sastra tersebut. Serta sikap budaya dengan
tertentu, apabila didaerah yang belum dikenal seseorang, maka seseorang itu dapat
membaca dan menganalisis karya sastra. Sebab, karya sastra semacam itu akan
sikap dan perilaku masyarakat pada zamannya atau dengan kata lain karya sastra
Sosiologi juga dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan sastra. Sebab
antar sosiologi dan sastra saling menguntungkan. hanya perlu disadari bahwa
Hal ini disadari karena sastra merupakan suatu wujud dan dalam
yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka membicarakan sebuah karya sastra. Di
satu sisi pengarang adalah anggota dari kelompok masyarakat yang hidup di
kehadiran karya sastra merupakan salah satu wujud pelestarian dari keadaan
sosio-kultur masyarakat dimana dia tercipta. Lebih jauh lagi Yakob Sumardjo
Pendapat Sumardjo di atas didukung pula oleh Semi (1989:54) yang mengatakan
bahwa :
2. Sastra sebagai cermin yang telaah adalah sampai sejauh mana sastra
3. Sosial sastra dalam hal ini ditelaah sampai berada jauh dari nilai sastra
berkaitan dengan nilai sosial dan sampai berapa jauh pula sastra dapat
masyarakat pembacanya.
Sosiologi adalah ilmu yang normatif, setiap orang yang cerdas bukanlah
sekedar mahkluk yang pasif. Apabila ia menerima keterangan yang diberikan oleh
yang bersifat etis, politis dan sebagainya. Seseorang yang cerdas akan selalu
menyangkutkan hasil penelitian itu dengan status dan kebutuhan manusia sebagai
penilaian tersebut jelas tidak didasarkan pada sosiologi itu sendiri, namun
normative segera setelah ia lepas dari tangan para ahlinya- meskipun pada
Sosiologi pada sisi lain sebagai ilmu lain yang berbicara tentang aspek-
sastra, nilai-nilai sosiologis dalam sebuah karya sastra dapat terwujud untuk
yang berpikiran primitif akan bertindak sebagai manusia yang modern yang serba
luwes.
lingkungan dimana dia hidup. Demikian juga menyangkut tipe orang atau
tokohnya, biasanya dalam sebuah cerita selalu terdapat beberapa tokoh, dalam hal
sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra.
pokok penalaahan adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang
antara sastrawan, sastra dan masyarakatnya. Oleh sebab itu, telaah sosiologi suatu
karya sastra yang mencakup tiga hal yaitu : pertama, konteks sosial pengarang
keadaan masyarakat ketiga, fungsi sosial sastra yaitu sampai berapa jauh nilai
sastra berkaitan dengan nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial dan sampai
seberapa jauh pula sastra berfungsi alat penghibur dan sekaligus sebagai
1. Tema
Menurut Fananie (2000: 84) menyatakan, “tema adalah ide, gagasan, dan
merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra yang menyangkut
bahwa tema adalah pokok pikiran dalam suatu karya sastra. Tema biasanya
Semi (Yulianti, 2013 : 10) memaparkan “ bahwa alur atau plot adalah
struktur rangkaian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interaksi khusus
Alur dalam cerita dapat dibagi atas beberapa bagian, seperti yang dikemukakan
bergerak.
yang terjadi, yang diakui atau ditimpakan kepada para tokoh cerita.
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyerah pada
Latar memberikan pijakan cerita secara kongkret dan jelas. Hal ini penting untuk
Jadi, latar atau setting adalah tempat-tempat kejadian suatu peristiwa di dalam
penceritaan karya sastra, latar bukan hanya berupab daerah atau tempat, namun
juga waktu, musim, peristiawa penting dan sejarah masa kepemimpinan seseorang
4. Perwatakan/ Penokohan
sebuah karya sastra, alur dan perwatakan tidak dapat dipisahkan. Hal ini
dan bereaksi. Sehingga hubungan perwatakan dan alur menjadi penting karena
perwatakan adalah sifat menyeluruh manusia atau tokoh dalam karya sastra,
Perwatakan adalah karakter dari tokoh. Dalam hal ini pengertian sifat atau
karakter bertujuan untuk dapat membedakan setiap karakter yang diperankan oleh
setiap tokoh. Dalam karya sastra setiap tokoh itu berfungsi sebagai pembentuk
METODE PENELITIAN
kualitatif dan bersifat deskriptif yang oleh Nawawi (1990:63) diartikan sebagai
dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya.
b. Studi teks, yaitu pengumpulan data melalui naskah yang telah diteliti dan
mempengaruhi data. Untuk itu peneliti hanya membaca dan memperhatikan lalu
data tersebut.
Informasi dan data yang diperoleh dari naskah disusun secara sistematis
langkah-langkah berikut :
Miskin.
Miskin.
BAB IV
PEMBAHASAN
sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu
membangun karya sastra tersebut yaitu sinopsis, tema, alur dan perwatakan.
Setelah membaca dan memahami cerita dalam HSM ini maka penulis
nilai sosiologis yang terkandung di dalam HSM tersebut adalah tema, alur, latar,
dan perwatakan. Sedangkan unsur-unsur yang lain tidak penulis masukkan karena
tidak dapat kegunaan langsung atau tidak adanya hal yang perlu dikaji.
4.1.1 Tema
Tema dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu dari sejumlah unsur
dari berbagai unsur yang lain. Hal itu disebabkan tema, yang hanya berupa
makna atau gagasan dasar umum suatu cerita, tidak mungkin hadir tanpa unsur
bentuk yang menampungnya. Dengan demikian, sebuah tema baru akan menjadi
makna cerita jika dalam keterkaitannya dengan unsur-unsur cerita yang lain,
tergantung dari segi mana hal itu dilakukan. Shipley dalam Nurgiyantoro
sederhana sampai tingkatan yang paling tinggi yang hanya dapat dicapai oleh
a. Tema tingkat fisik, manusia sebagai molekul (man as molecul). Tema karya
sastra pada tingkat ini lebih banyak menyaran atau ditunjukkan oleh
Tema karya sastra tingkat ini lebih banyak menyangkut dan mempersoalkan
c. Tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk sosial (man as sosius). Tema
hubungan atasan dan bawahan, dan berbagai masalah yang muncul dalam
e. Tema tingkat devine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi. Masalah yang
menonjol dalam tema ini adalah masalah hubungan manusia dan sang
secara keseluruhan membangun cerita itu. Lubis (19 98:25) untuk mengetahui
tema sebuah karya sastra maka dapat dilihat dari tiga hal yang saling berkaitan,
yaitu: (a) melihat persoalan yang menonjol; (b) menghitung waktu penceritaan;
menyimpulkan bahwa HSM termasuk cerita yang tergolong ke dalam jenis tema
manusia dengan manusia. Salah satu konflik dalam hikayat ini adalah hubungan
antara raja dan kekuasaannya dimana raja tersebut mengusir kedua anaknya hanya
karna ramalan palsu dari ahli nujum yang mengatakan jika dia tidak mengusir
anaknya dari istana maka kerajaan tersebut akan mengalami kebinasaan. Karna
ketakutan raja tersebut akan kemiskinan maka ia pun mengusir kedua anaknya
Dari uraian diatas jelaslah bahwa Tema dalam HSM adalah Tema
tingkat kesenjangan sosial.
4.1.2 Alur
karya sastra yang lain. Tinjauan struktural terhadap karya sastra pun sering lebih
Alur sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan waktu, baik
ia kemukakan secara eksplisit maupun implisit. Oleh karena itu dalam sebuah
secara kronologis, melainkan penyajaian yang dapat dimulai dan diakhiri dengan
kejadian yang mana pun juga tanpa adanya keharusan untuk memulai dan
mengakhiri dengan kejadian awal dan kejadian akhir. Dengan demikian, tahap
awal cerita tidak harus ada di awal cerita atau dibagian awal teks, melainkan dapat
Pada dasarnya, alur sebuah cerita haruslah bersifat padu. Antara peristiwa yang
satu dengan peristiwa yang lain, antara peristiwa yang diceritakan lebih dahulu
dengan kemudian, ada hubungan, ada sifat saling keterkaitan. Alur yang memiliki
sifat keutuhan dan kepaduan, tentu saja akan menyuguhkan cerita yang bersifat
(1998:10) mengemukaakan bahwa sebuah alur haruslah terdiri dari lima tahapan.
a. Tahap penyituasian (tahap situation), tahap yang terutama berisi pelukisan dan
pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan
Jadi, tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri
berikutnya.
terjadi, yang diakui atau ditimpakan kepada tokoh cerita mencapai titik intensitas
puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang
konflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada, juga diberi jalan keluar, cerita
diakhiri.
mulai memuncak dan ketika cerita tersebut dapat menentukan nasibnya sendiri-
digambarkan alur yang terdapat dalam Hikayat ini adalah alur lurus dan alur
progresif. Artinya, bahwa dalam HSM pelukisan alur cerita diawali dengan awal
maupun melukiskan situasi latar, tokoh cerita dan pembukaan cerita. Hal ini
lingkungannya dahulu yaitu di hutan. Pada awalan cerita ini pengarang sudah
memulai konflik awal yang berkaitan dengan tokoh pada cerita tersebut. Sedikit
demi sedikit pengarang mulai memasukkan tokoh ke dalam isi cerita. Dari
dalam karya sastra yaitu ; waktu, tempat, dan lingkungan serta kejadian cerita.
Adanya faktor-faktor diatas yang membentuk sebuah cerita yang saling berkaitan
mulainya awal konflik dalam HSM tersebut. Hal ini dapat kita lihat dari
yang menyebabkan konflik mencuat setelah awal cerita. Dari gambaran dan
penggalan cerita ini jelas bahwa penulis mulai menggerakkan jalan cerita
sehingga pembaca dan penikmat karya sastra ingin lebih mengetahui jalannya
c. Tahap peningkatan konflik (tahap rising action), pada tahap ini penulis sudah
ingin menampakkan maksud dan tujuan penulis terhadap HSM ini. Keadaan
yang berlebih lagi. Hal ini dapat kita lihat dari penggalan cerita berikut :
mendekati klimaks.
d. Tahap puncak (tahap climax), puncak cerita itu ketika negeri Puspa Sari
musnah tebakar , dan Marakerama dan Nila Kesuma hidup di hutan, karena
sementara Nila Kesuma bertemu dengan raja Mangindera Sari putra mahkota
dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi isteri putera mahkota itu
dan bernama Mayang Mengurai. Hal ini dapat kita lihat dari penggalan cerita
berikut,
4.1.3 Latar
Latar atau setting disebut juga sebagi landas tumpu, menyaran pada
memberikan pijakan cerita secara konkrit dan jelas. Hal ini penting untuk
Pembaca seolah-olah merasa menemukan di dalam cerita itu sesuatu yang ada di
dalam dirinya. Hal ini akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana
tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur tersebut masing-
lainnya. Ketiga unsur latar tersebut secara singkat dapat dijelaskan sebagai
berikut:
diceritakan dalam sebuah karya sastra. Unsur tempat yang digunakan berupa
dijumpai di dunia nyata misalanya hutan, pantai, desa, kota, kamar, dan lain-
lain.
berdasarkan cuan yang diketahuinya yang berasal dari luar cerita yang
c. Latar sosial, latar ini menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan
masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Dia dapat berupa kebiasaan
hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan
1. Latar tempat, latar tempat yang ada dalam HSM ini yaitu:
b. Di kebun yang merupakan salah satu latar tempat dalam HSM. Kutipan
cerita yang menegaskannya adalah,
Maka iapun berjalanlah berkeliling pagarnya itu,
menantikan orang yang punya kebun itu hendak minta
api.
c. Di puspa sari yang merupakan salah satu latar tempat dari HSM.
Kutipan cerita yang menegaskannya adalah,
Alkisah maka tersebutlah perkataan raja didalam
negeri Palinggam cahaya itu bernama maharaja puspa
indera, maka bagindapun berputera seorang laki-laki,
terlalu baik parasnya, bernama maharaja mangindera
sari dan gundanya bernama tuan puteri maduratan
terlalu baik parasnya, kerajaannya, baginda itu terlalu
amat besar.
d. Di negeri palinggam cahaya merupakan salah satu latar tempat dari
HSM. Kutipan cerita yang menegaskannya adalah,
2. Latar waktu, dalam cerita HSM ini seperti yang biasa dalam sebuah karya
sastra lama klasik lainnya. Dalam cerita HSM ini waktu yang diceritakan
sebahagian besar tidak dinyatakan dengan tepat dan jelas. Misalnya setelah
beberapa minggu, seminggu, sepekan lamanya dan sebagainya tidak jarang
juga disebutkan jangka waktunya, seperti 14 hari lamanya, dan
sebagainya. Hal ini dapat kita lihat dalam kutipan cerita berikut,
Hatta dengan demikian itu, maka genaplah
bulannya,pada ketika yang baiuk,kepada malam
empat belas hari bulan pada sedang terang
temaram, pada ketika itulah si miskin itupun
beranaklah seorang laik-laki elok parasnya.
Setelah itu tampak juga latar yang meliputi waktu dari penggalan cerita
berikut,
Maka pada suatu hari baginda pun sedang ramai
diadap segala raja-raja sekalian dihadapan baginda
itu. maka si miskin itupun datanglah di hadapan
baginda itu. setelah dilihat orang banyak itu,akan
datang si miskin itu dua laki istri, dengan rupa
kainnya seperti dimamah anjing rupanya, maka
orang banyak itupun ramailah tertawaserta
mengambil kayau dan batu,maka lalu dilemparinya
lah si miskin itu.
istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan
walau ada diantaranya sinonim. Ada istilah yang pengertiannya menyaran pada
jawab atas pertanyaan: “Siapakah tokoh utama Hikayat tersebut?”, atau “Ada
berapa orang pelaku dalam cerita rakyat itu?”, dan sebagainya. Watak,perwatakan,
dan karakter, menunjukkan pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang
ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kulaitas pribadi seorang tokoh.
dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti dikatakan oleh (Jones
bahasa inggris menyarankan pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai
emosi dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut (Stanton dalam
dapat pula berarti ‘perwatakan’. Antara seorang tokoh dengan perwatakan yang
yang dimilikinya. Hal itu terjadi terutama pda tokoh-tokoh cerita yang telah
beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut pandang dan tinjauan, seorang
cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga
terasa mendominasi sebagain besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh yang hanya
di munculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam
porsi penceritaan yang relative pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh
dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari fungsi
terhadap tokoh tersebut. Tokoh yang disikapi demikian oleh pembaca disebut
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, tokoh yang mendahulukan
sederhana (simple atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat
(complex atau round character). Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya
kehidupannya. Dan tokoh bulat atau kompleks adalah tokoh yang memiliki dan
tokoh pemeran utama ataupun si miskin yaitu penyayang, sangat mudah kasihan
seperti yang terdapat dalam kutipan berikut : “maka terlalu belas rasa hati
suaminya itu melihatkan kelakuan istrinya itu seperti orang, hendak mati lah
rupanya, tiada berdaya lagi. Maka pergialah dia menghadap kepada maharaja
-Putri chairani memiliki watak penurut seperti yang ada dalam kutipan berikut
-marakerama memiliki sifat setia seperti dalam kutipan berikut “diamlah nenek,
jangan menangis, jikalau ada lagi umurku, barang dimanapun aku pergi, tiadalah
-marakerama memiliki sifat penyayang seperti dalam kutipan berikut “wah, ankku
tuan, terlalu susah ayahanda menyuruhkan mencari tuan, tiada juga bertemu.
Maka raja mangindera sari pun, datang menyembah kaki kakanda itu, mka lalu
“baik-baik tuan dua mufakat dengan tuan brsaudara itu, jikalau ada salah bebal
- Raja mangindera sari memiliki sifat penurut seperti dalam kutipan berikut “Ya
kakanda, baiklah kita menyuruh kepada ayahanda itu, karena ayahanda itupun ada
berpesan kepada kakanda itu juga, jikalau ada barang sesuatu halnya anakda, ada
juga segala raja-raja membantu dia, akan kita ini sorangpun tiada yang datang
Wilayah Melayu merupakan wilayah nan sangat kaya akan cerita. Jika
kita menggali kehidupan di masyarakat, maka akan kita temukan berbagai cerita
yang merupakan cerita hikayat Melayu klasik. Cerita ini memberikan citra pada
kita akan kekayaan masyarakat nan seharusnya menjadi unsur inspirasi diri.
kehidupan tercipta kondusif. Nilai-nilai positif kehidupan ada dalam setiap cerita
karena karakter itu bisa kita peroleh jika kita banyak membaca hal-hal yang
positif.
memberikan citra kepada masyarakat pembaca atau pendengar atas kondisi yang
yang dimasukkan dalam cerita bisa diunduh oleh pembaca atau pendengar dan
Karakter diri telah menjadi isu terbesar buat menghadapi pola kehidupan dunia
yang sedang bergulir ke negeri kita. Setiap kegiatan dikatakan sebagai program
antisipasi globalisasi. Oleh sebab itulah, maka kita harus melakukannya karena
1985:4). Kata hikayat sendiri diturunkan dari bahasa Arab hikayat yang artinya
:136,137).
Unsur-unsur yang menonjol dalam hikayat yang berisi cerita rekaan adalah kadar
rekaanya selalu sesuai dengan taraf kebudayaan masyarakat dan alam pikiran
mereka. Hikayat yang muncul pada awal sastra Melayu mengandung cerita yang
erat akan hubungannya dengan dengan kepercayaan pribumi pada waktu itu.
Cerita ini masih dihubungkan dengan kehidupan raksasa, makhluk halus yang
banyak terdapat dalam cerita asal-usul (Baried, 1985 :7). Ciri-ciri itu
Selain itu hikayat juga mengikuti perkembangan zaman, seperti pengaruh agama
budaya hindu membuat cerita rekaan itu berubah menjadi cerita kehidupan para
dewa dan para bidadari. Kemudian agama islam masuk dan menimbulkan
perubahan penceritaan, seperti munculnya cerita para nabi, para sahabat,dan cerita
hari-hari kiamat.
rekaan pra hindu Karena didalamnya menceitakan tokoh-tokoh manusia sakti dan
kehidupan termasuk ke dalam awal sastra Melayu karena isinya masih erat
banyak nilai budaya itu, ada beberapa buah nilai budaya yang menonjol itu talah
tertanam dari seluruh masyarakat di nusantara ini. Nilai-nilai itu dalah mencegah
melebarya jurang pemisah antara kaya dan miskin, dan pemimpinan yang arif dan
bijaksana.
berkuasa dan berstatus tinggi, sementara keluarga miskin selalu merasa dirinya
hina dan rendah di bertindak depan keluarga kaya.ada kalanya, keluarga kaya
Usaha menyatukan hubungan antara keluarga kaya dan miskin telah lama
setiap tanggal 20 Desember. Hal itu dilakukan agar jurang pemisah antara si kaya
dan si miskin tidak semakin melebar. Cara-cara mereka itu, salah satunya adalah
dalam HSM digambarkan usaha pencegahan jurang pemisah antara si kaya dan si
sebagai orang miskin, si miskin selalu mendapat hinaan dari orang-orang sekitar
mementingkan materi daripada rasa tolong menolong antra sesama. Hal itu tersirat
indera dewa yang memiliki sifat sosial juga. Kisah itu, menyarankan tolong-
menolong antara orang kaya dan miskin sangat perlu dilakukan karena suadah
menjadi suatu kewajiaban setiap manusia bahwa orang yang kuat harus menoong
orang yang lemah. Pertolongan orang kaya kepada orang miskin itu digambarkan
indera dewa untuk istrinya yang sedang hamil dan ngidam buah itu.
Petikan itu telah menyiratkan hubngan orang kaya dan miskin mulia
terjalin karena dilandasi rasa belas kasihan dan rasa kasih sayang dari orang kaya
untuk menolong sesamanya yang lemah sehingga tidak ada lagi perbedaan anatar
si kaya dan si miskin. Hal itu digambarkan melalui peristiwa yang dialami oleh si
perkakas rumah tangga. Peristiwa ini telah mengganbarkan tidak adanya jarak
pemisah antara si kaya dan si miskin. seorang kaya dengan berjiwa besar
dan orang miskin, tetapi terjalin juga antara orang berada dan orang yang terkena
itu dapat diibaratkan sebagi orang yang miskin dari kemerdekaan dan orang
berada itu dapat diibaratkan sebagai orang kaya atau mampu. Kemampuan orang
berada itu digunakan untuk meolong orang yang terkena musibah. Peristiwa itu
peristiwa ketika Maharaja indera dewa memberi buah ampelam kepada si miskin
yang meminta untuk isterinya yang sedang hamil muda. Kemudian si miskin
untuk kedua kalinya minta buah nangka kepada maharaja indera dewa. Karena
istrinya sedang hamil, permintannya itu dikabulkan oleh raja sehingga isterinya si
terima kasih kepada maharaja yang telah memberikan jasa. Peristiwa itu
berantah itu, apabila ia mendengar kabar akan si miskin itu sudah menjadi raja
besar.
yang membawnya kpada maharaja indera angkasa itu. setelah datang, maka
Maka saudagar sekalipun heranlah melihatlah adat maharaja Dewa angkasa itu
serta dengan alat pacarannya, betapa adat raja yang besar-besar, demikianlah
tuanku beribu-ibu ampun,harap akan diampuni dulu syah alam, dari hal, yang
Maka titah bagindapun: “hai, saudagar kita, segala terima kasih hamba
kepada saudara sekalian”. Maka dikaruniai oleh baginda dengn beberapa persalin
sekali suadagar. Maka didalam hati saudagar itu, bukannya orang ini si miskin,
barangkali si mikin asalanya dari pada raja juga. Maka demikian perintahnya,
terlalu adilnya dan murahnya dan lagi baik budi bahasanya kepada sekalian orang
di bawah perintahnya. Maka terlalu kasih dan sayangnya sekaian saudagar itu
disenangi oleh bawahan itu,dengan cara itu bawahan akan selalu mengormatinya.
Peristiwa itu digambarkan ketika Maharaja indera dewa dihadapkan dengan para
saudagar.
baginda itu, mak dijamu oleh paduka bagindapun dengan sepertinya makan dan
minum. Setelah sudah makan nasi, lalu santap minuman pula, terlalu ramai orang
bermain dihadapan paduka dan baginda, itulah yang tiada ingat lagi kepada hari
mutu manikam itu dihadapan sekalian saudagar itu. setelah sudah makan sirih
mangindera sari sedang berburu di hutan, dia bertemu dengan seorang anak
dilakukan olh raja negeri palinggam cahaya, bernama maharaja puspa indera
Peristiwa itu digambarkan dalam kisah maharaja puspa indera yang bermaksud
membantu marakarma dan fitnah yang membuat adiknya itu hidup menderita.
Kearifan dan kebijaksanaan seorang pemimpin dapat dilihat dari cara dia
sahabatnya, yang bertemu di tasik indera samudera itu, karena sudah berjanji
tatkala ia bercerai itu,jikalau ada suatu hal saudaraku,ciptalah nama hamba itu,
Dapat kita cari dari segi makna atas apa yang terkandung dalam
tersebut yang membuat isi ataupun kandungan yang ada dalam cerita semakin
berbobot dan semakin mudah untuk dikenali lagi. Maka dari itu si penulis pun
harus semakin rajin dalam membuat draft ataupun isi yang ada dalam kandungan
agar si pencerita tersebut semakin memahami isi cerita yang ada dalam.Dalam
berbagai hal yang uni si pencerita mungkin akan sulit merefleksikan diri tapi
kelangsungan hidup dalam berumah tangga karena seorang istrilah yang sudah
sewajarnya dapat memberikan kasih sayang dan juga penyemangat baik untuk
istri terhadap suami karena dalam ceritakan bahwa karakter istri yang sangat
setia terhadap suami karena dalam cerita ini penulis mendapatkan pesan bahwa
istri si miskin dalam HSM ini ditunjukkan bahwa pasangan suami istri ini sangat
bahwa istri si miskin yang tetap setia bersamanya disaat sang suami mengusir
kedua anaknya yang menurut ahli nujum bahwa anak-anakanya tersebut akan
Satu lagi pesan yang dapat diteladani dari cerita Hikayat si Miskin ini
adalah bahwa tidak seharusnya mudah mempercayai hal-hal yang belum pasti
baik itu berdasarkan orang pintar ataupun dukun yang kebenarannya belum tentu
dapat dibuktikan.
pelajaran bagi pembaca bahwa tidak percaya terhadap keluarga dan kurangnya
rasa sayang terhadap sang anak membuktian bahwa si miskin merupakan orang
tua yang lebih mementingkan perkataan orang lain daripada anaknya sendiri dan
keduduknnya.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Hubungan sastra dan sosiologi sangat erat, karena sastra lahir dari
masyarakat.
4. Tema yang ada dalam Hikayat si Miskin adalah hubungan antara manusia
dengan manusia.
5. Alur yang digunakan dalam Hikayat Si Miskin adalah alur maju yaitu
7. Perwatakan dalam cerita ini terdiri dari beberapa tokoh dengan karakter
yang berbeda-beda.
Banyak hal yang tidak terpikirkan oleh kita tentang eksistensi karya sastra
Boleh disebut hal-hal yang pernah terpikirkan itu adalah kesalahan pada diri kita
irasional dan banyak lagi alasan yang maknanya setingkat dengan itu. akibatnya
kita tidak pernah ingin tau dan mengetahui manfaat yang sebenarnya. Padahal
sastra rakyat itu banyak yang bernilai kehidupan. Untuk itu, penulis menyarankan
dalam sebuah buku oleh orang yang mengetahuinya, membahas atau meninjau
cerita itu dengan ilmu sastra ataupun di luar ilmu sastra guna mendapatkan nilai-
DAFTAR PUSTAKA
Group.
Dewi, Susanti. 2013. “Analisis Struktural dan Sosiologi Sastra Terhadap Novel
Pressindo.
Widia.
Word Press.
Media.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori Sastra. Jakarta : Dunia
Pustaka Jaya.
Universitas Semarang.
Lampiran
Ini hikayat diceritakan orang dahulu kala. Maka diceritakan oleh orang
yang tahu akan ceritanya.maka adalah seorang miskin dua laki istri berjalan
menjalan rezekinya berkeliling negeri Anta beranta itu.
Adapun nama raja didalam negeri itu maharaja indera dewa, terlalu amat besar
kerajaanya baginda,beberapa raja yang ada takluk, di tanah indra dewa itu
mengantarkan upeti segenap tahun.
Maka pada suatu hari baginda pun sedang ramai diadap segala raja-raja
sekalian dihadapan baginda itu. maka si miskin itupun datanglah di hadapan
baginda itu. setelah dilihat orang banyak itu,akan datang si miskin itu dua laki
istri, dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing rupanya, maka orang banyak
itupun ramailah tertawaserta mengambil kayau dan batu,maka lalu dilemparinya
lah si miskin itu,maka kenalah tubuhnya,habislah bengkak-bengkak,ada yang
berdarahan segala tubuhnya yang berlumuran dengan darah,maka orangpun
gemparlah.
Maka titah banginda: “apakah yang gempar itu?” maka sembah raja-raja
: ya tuanku, syah’alam, orang melempari si miskin Tuanku”. Maka diusir
oranglah,hinggaia lari ke tepi hutan, maka orang itupun kembalilah. Maka
haripun malamlah, maka baginda pun masuk ke dalam istananya,maka segala
Maka tidurlah si miskin itu di dalam hutan itu seleah pagi-pagi itu, mak
kata suaminya: “wah,matilah aku, sangat sakit rasa tubuhnya,tiada boleh bergaya
lagi,hancurlah anggotak”. Maka iapun menangis terseru-seru.maka telalu belas
hatilah suaminya terhadap istrinya tersebut maka iapun turut menangis, seraya
mengambil daun kayu, lalu dimamahnya, maka disapuknya seluruh tubuhnya itu
sambil berkata : diamlah tuan, jangan menangis,sudahlah dengan untung selaku
ini”.maka istrinyapun diamlah.
Adapun akan si miskin itu asalnya dari pada raja keinderaan, maka ia
kena sumpah batera indra, mak iapun menjadi demikian itu,maka suaminya pun
pergi kehutan mencari umbut kayu dan taruk kayu dimana patut boleh dimakan,
maka dibawanyalah kepada istrinya dan dimakan dua laki istri itu.
Maka kata orang yng berjual buah ampelam itu : “apakah kehendak hai si
miskin?” maka sahut si miskin itu “jikalau ada belas kasihan tuan-tuanku hamba
orang miskin,sudah terbuang ini,hamba hendak memohonkan buah ampelam itu
tuan, yang busuk itu brang sebiji tuanku”.
Maka terlalu belas dan kasihan hati segala yang mendengar kata si
miskin itu, seperti akan hancurlah rasanya, maka ada yang member buah
ampelam, ada yang memberi juada, ada yang memberi segala buah-buahan
daripada sebab tuan anaknya,ia akan dirinya itu, boleh ia diberi orang sepasar itu
berbagai-bagai jenisnya.maka dapun tatkala dahulu,jangankan diberi barang
sesuatu,hampirpun tiada boleh,dilempari dengan kayu dan batu.
Maka titah banginda : “hendak engkau buat apa daun ampelam itu?”
maka sembahnja: “hendak patik makan,tuanku. “maka titah baginda kepada
hambanya : “ambilkan olehmu buah ampelam itu barang setangkai, berikan
kepada si miskin itu”. maka diambilkan oranglah buah ampelam itu,maka
diberikan kepada si msikin. Maka diambilnyalah, seraya menyembah kepada
bagindaa,lalu ia berjalan keluar kembali. Kemudian,maka baginda pun berangkat
masuk ke dalam istana.maka segala raja-raja dan menteri,hulubalang itupun
masing-masing pulang kerumahnya.
Maka terlalu suka citalah kedua laki istri itu, maka datanglah suaminya
itu maka diambilnyalah emas itu maka diambilnya dan dibawanya kepada
saudagar di negeri antah berantah itu. setelah dia bertemu dengan saudagar itu.
maka sigerlah katanya: “duduk,marilah,tuan hamba duduk dahulu, dimanakah
tuan hamba datang tadi, apakah masuk tuan hamba datang kepada hamba ini?”
Setelah dilihat oleh saudagar akan emas itu terlalu amat banyak
harganya,maka terlalu heranlah saudagar itu melihat halnya si miskin seorang
ketua :baiklah tuan,tetapi hamba minta berjanji bareng tujuh tahun lamanya,
karena terlu sukar pekerjaan ini”. Maka kata si miskin : “baiklah tuan” ia pun
bermohonkan kepada saudagar itu, mak ia pergi pulak kepada saudagar itu,
Arkian berapa lamanya baginda itu duduk di atas tahta kerajaan itu, maka
maharaja marakerma itupun terlalu amat baik kepada segala raja-raja kepada
segala inang pengasuhnya.maka segala inang pengasuhnya itu terlalu amat kasih
sayangnya kepada maharaja marakerama. Maka tuan putrid ratna dewi itupun
Maka datanglah orang yang tau membuka nujum itu mengahadap paduka
baginda, telah datang duduk menymebh nujum sekalian itu, maka titah
banginda: “hai,kamu sekalian,jikalau kiranya,datang suruna maharaja indera
angkasa di negeri puspa sari itu,hendak membuka nujum anaknya dua saudara
itu, katakana oleh kamu, anaknya itu celaka.”
Maka sembah nujum sekalian itupn: “mana titah duli, tuanku patik
sekalian junjung di atas kepala hamba tuanku”. Maka dikaruniai oleh baginda
pun bebrapa pakaian dan harta emas patis terlalu banyak, maka masing-masing
pulang pada rumahnya.
Maka titah baginda itupun kepada segala ahli nujum itu : betapakah
halnya boleh kamu katakana sebenarnya,jangan engakau takut akan aku karena
hendak tau akan untung anak itu”. maka sembah segala nujum itu sekalian: “ ya,
tuanku syahalam selagia da hidup kanak-kanak dua bersaudara itu niscaya tidak
akan kekal duli syah alama itu di atas tahta kerajaan itu, anakda kedua itu terlalu
besar besar sangat celakanya itu”.
Maka ia pun sudah dipersembahakan hal yang demikian itu, segala ahli
nujum itupun di anugerahi oleh baginda beberapa banyk emas dan pitis. Maka
nujum sekalianpun bermohonkan lalu menyembah masing-masing ia berjalan
menuju tempatnya. Maka bagindapun masuk kedalam istana.
Setelah didengar oleh istrinya itu akan titah baginda itu,mak iapun rebah
pingsan tiada kabarkan.dirinya lagi setelah dia ingat daripada pingsannya
itu,maka iapun menangis teramat sangat seraya katanya datang hati kakanda
melihat darahnya bertaburan itu? jikalau sangat kakanda benci akan dia biarlah
adinda suruh barang kemana,tetapi akal adinda selama kita beranak ini adalah
boleh kebijakan sebab darpada itu,adinda boleh kebajikan sebabdaripada itu
juga”. Maka sebut tuan putrid ratna dewi “ya,sabarlah dulu kakanda”. Maka
baginda : terlalu sangat marahnya itu seraya berdiri, maka dipanggilnya anaknya
kedua itu,seperti akan tiada boleh tertahan lagi.mak isterinya pun terlalu sangat
manis pula,lalu rebah pisan.
Maka marakerama itupun tahulah akan dirinya kena fitnah, maka iapun
menangis pula,seraya katanya”jikalau demikian,apa gunanya,karena orang
Maka gemuruh bunyi tangis orang dalam puspa sari itu. maka bundanya
itupun datanglah berlari-lari membawa cincin sebentuk dan kemala sebiji serta
ketupat tujuh biji, seraya katanya: “wah, annakku, tuan betapa hal kelakuan tuan
bercerai dengan bunda di hutan dimana gerangan bunda berhenti dan di rimba
mana tuan jalani dan gunung mana tuan edari dan apadang mana tuan lalui?
Sampailah kepada tiga hati marakerma pergi, maka negeri pusapa sari
itupun terbakarlah,satupun tiada apa tinggal lagi, habis pecah belah,cerai berai
,tiada berketahuan lagi perginya,masing-masingmembawa dirinya kesana
Setelah sampai kepda tujuh hari, tujuh malam berjalanpun maka ketupat
yang tujuh biji itupun habislah dimakan. Oleh tuan putri nila kesuma itu, kaena
diberikan kepada adiknya itu setelah pagi,sebelah petang. Setelah habis ketupat
itu, maka tuan putrid nila kesuma itupun menangis, hendak makan, maka
diambilnya oleh markerama segala taruk kayu dan umbut kayu dan buah-buahan
kayu yang ada di dalam hutan itu, barang yang patut dimakan, diberikannya
kepoada saudaranya itudan barang dimana bertemu air, maka dimandikannya
saudaranya itu.
Setelah ia sampai kepada dusun orang itu, terlalu jadi segala tanam-
tanaman itu seperti,tebu,pisang,ubi,keladi,kacang,jagung dan jangan dikata lagi.
Maka iapun bejalanlah berkeliling pagar itu, menantikan orang yang punya
kebun itu hendak minta api.
Setelah dilihat oleh yang empunya kebun itu,maka katanya “hai, anak si
pencuri, demikianlah perbuatanmu sehari-hari, perbuatanmu itu mencari segala
tanam-tanamanku ini. Habislah dengan jagung,pisangku tiada berketahuan
olehmu mencuri,oleh akan sekarang ini, hendak kemanakan engkau, melarikan
nyawam, itu ia pun datang denganku juga. Sedanglah lamanya aku menantikan,
tiada juga bertemu engkau barulah sekarang aku bertemu dengan engkau.
Syahdan, beberapa dipuja orang dan baginda akan anaknya baginda itu,
hendak diberinya istri, tiada mau, maka adapaun suatu hari, raja mangindera sari
punbermohon kepada ayah bundanya, hendak pergi berburu itu.
Maka kata, baginda : “manakala tuan hendak pergi berburu itu”, maka
sembah mangindera sari “pada besok hari tuanku”.maka bagindapun,
menyuruhnya segala raja, menteri, hulubalang dan rakyat sekalian, berlengkap
segala alat buruan.
Maka kata baginda : “kemana lama engkau pergi,mencari air itu?” maka
iapun dioersembahkannyalah kepada baginda itu, seraya katanya: “ya
tuanku,hamba melihat suatu kanak-kanak perempuan, terlalu amat baik
parasnya, duduk dibawah pohon beringin, ia sambil memegang seekor burung
sudah sdisembelih. Maka terlalu baik parasnya, seperti anak-anak gading
rupanya.
Setelah ia sampai ke istana itu, maka baginda laki istripun, keluarlah melihat
anakda baginda datang itu, maka anak-anak itupun disuruh oelh baginda duduk
dekat istrinya baginda itu, seraya katanya: “anak siapa gerangan ini? Terlalu
amat baik parasnya, beruntung juga anak perempuan yang parasnya dipelihara,
perkataan lemah lembut ini memeliharakan baik-baik , maka disuruh tuan putrid
maduratna mandikan kepada inangnya itu.
Setelah dilihat oleh baginda, tuan putrid itu diiringkan oleh segala
dayang-dayang dan inang pengasuhnya sekalian itu, mak sekalian ditegur oleh
bundanya itu , katanya: marilah tuan duduk dekat tuan ini apakah maksud tuan
ini, katakanlah kepada bunda, maka iapun menyembah kepada baginda dua laki
istri itu lalu dekat baginda seraya memandang kepada tuan putrid mayang
mengurai itu juga, jikalau tiada ia takut akan ayah baginda itu, oleh raja
mangindera sari itu, daripada sangat beraninya akan tuan putri itu.
Maka baginda dua laki istri itupun tertawa, seratya berkata “mintalah,
tuan, izin kepada kakanda itu karena ia yang empunya dia “. Maka tuan putri
mayang mengurai itupun tunduk masam mukanya, satupun tiada apa katanya,
maka ia bermohon pulang kepada manlingainya diringkan oleh segala dayang-
dayang , inang pengasuhnya sekalian itu, setelah dilihatnya, oleh raja
mangindera sari itu akan tuan putri, telah kembali itu, maka dalam hatinya
gusarlah rupanya tuan putrid akan kakandah bahwa pergi bermain-main ke
taman berahi itu, mengapakah tangkal kalbu kakandah , marilah tuan, kakanda
bahwa pergi bermain-main ke taman kanadah itu,mengapakah tangkal kalbu
merajuk, berjalan sendiri, tiada menantikan kakandah. Maka bagindah itupun,
taulah akan hatinya anakdah itu,sangat berani akan tuan putrid mayang mengurai
itu.
Maka kata bundanya, sambil tertawa: gusarkah tuan akan kakanda itu,
karena itu berguarau juga dengan tuan, kecil hati akan paduka kakanda itu”.
maka sembah, tuan puteri: tiadalah tuanku, jangan paduka anaklah itu
murkakan,patikpun, baiklah, karena tubuh patik, tiadalah sedap tuanku, maka
Adapun baginda itu, lagi dihadap oleh anak raja-raja itu dan
menteri,hulubalang,rakyat sekalian, dibalairung itu, karena baginda itu
menggerahkan segala orang berbagi-bagi membaikkan negeri, kepada perdana
menteri itu, karena baginda hendak mengawinkan anakda itu dengan tuan putrid
mayang mengurai.
Adapun baginda itu, lagi dihadap segala anak raja itu dan menteri,
hulubalang dan rakyat sekalian, dibalairung itu karena baginda iru mengerahkan
semua orang berbagi-bagi membaikkan negeri, kepada perdana menteri itu,
kerena baginda hendak mengawinkan anakda itu dengan tuan putri mayang
mengurai.
Maka ia lalu naik ke atas maligai itu maka segala raja menteri,
hulubalang,rakyat sekalian itu, setelah sudah ia mengiasi segala pecan dan
Setelah sudah mustaip sekalian tempat itu maka perdana menteri itupun
masing-masing masuklah,mempersmbahkan segala baginda itu maka baginda itu
mulai berjaga-jaga itu empat puluh hari empat puluh malam lamanya itu, gagap
gempita segala bunyi-bunyian,masing-masing dengan ragam nya.maka terlalu
ramailah anak-anak raja itu bermain catur dan bermain kuda, ada yang bermain
berjaumkan biram , ada yang menghadap masing-masing dengan kesukaanya.
Setelah genap empat puluh hari empat puluh malam, mak tuan purtri
madurata itupun mengiasi tuan putri mayang mengurai itu dengan selengkap
pakaian, yang indah-indajh mak terlalu baik parasnya, makin bertambah baik
rupanya gilang gemilang,kilau-kiluan ditentang nyata rupanya itu daripada
tempatnya seperti bulan purnama dipagar oleh bintang, demikian rupanya itu.
Mak bagindapun mengiasi anakda itu dengan selngkapnya pakaian yang
indah-indah maka diraklah oleh baginda berkeliling negri palinggam cahaya itu,
maka terlalu ramailah ia, lalu kembali ke maligai tuan putri itu.setelah
sampai,maka disambut oleh baginda, seraya didudukkan di kanan tuan puteri.
Maka baginda pun, keluarlah pergi menjamu, segala raja-raja yang besar-
besar mengawinkan anaknya demikian diperbuatnya oleh baginda itu. setelah
selesailah pekerjaan baginda itu, makan tuan putri duduklah , berkasih-kasihan ,
dua laki istri.
Maka adapun, ada suatu hari raja mangindera sari, pergi menghadap
ayahanda baginda itu, maka tuan putri mayang mengurai itupun menangis
seperti sungguh akan rasanya , seraya katanya: “wah kakanda, jangalah
mengarapi adinda pada rasa hati adinda kepada kakanda, maka suaminya pun
tertawa mendngar kata isterinya itu, seraya katanya: diamlah tuan jangan
menangis,kakanda bergurau dengan tuan.
Maka tuan putri pun diamlah. Setelah itu,maka ada empat hari lamanya
ia duduk dengan cahaya kairani itu, maka kendengaranlah bunyi tongkat itu,
Maka terlalu suka hatinya raksasa itu, mendegar katanya tuan putrid itu
demikianlah, maka ia pun tertawa gelak-gelak, gemuruhlah bunyinya seperti
batu rubuh suaranya itu dipuji oleh tuan.
Putri itu maka ia pun bernyanyi pula maka nenek pun turut bernyanyi
bersama-sama dengan lakinya. Maka aga gempita tiada sangka bunyinya lagi.
Maka marakerama, taiada tertahani hatinya lagi, jikalau lai daripada marakerama
dan tuan putri itu, niscaya pingasanlah ia tiada kabarkan dirinya, karena sangat
memberi dahsaya bunyinya. Maka segala marga satwa. Yang di dalam hutan
itupun , makin jauhlah ia lagi. Karena ia sangat dasyat bunyinya, sebab ia telah
dua orang berbunyi itu yang sangat jauh bunyinya bahanya itu. maka segala
binatang itupun larilah dengan jeritnya, diakatakannya langit akan runtuh itu,
tiada disangka bunyinya lagi. Gegap gempitalah di dalam hutan belantara itu.
Maka raksasa itu pun, berhentilah, lalu ia tidur, maka bunyi nafasnya
itupun gemeurhlah bunyinya, seperti ombak memcah di tepi batang demikianlah
bunyinya. Setelah keesokan harinya raksasa itupun bangun ia dari tidurnya,
maka katanya “hai cucuku, diamana bau manusia ini terlalu sangat keras
baunya?” maka segeralah disauhutinya, oleh tuan putrid katanya “hai nenek
diamanakah datangnya manusai sampai kemari ini ada tiadanya akulah manusia,
jikalau nenek hendak makan aku makanlah sungguhpun ia berkata, gemetar
ketakutan maka sahut raksasa itu “sudahlah besar hatimu itu cucuku?” maka
sahut, tuan putrid “belum lagi besar nenek jikalau nenek hendak lekas besar
,carilah aku segala hati binatang barang seratus jenis biarlah aku makan supaya
lekas besar hatiku jikalau tiada demikian itu, tiadalah boleh besar hatiku jkaulau
seratus tahun kemudian sekalipun,nenek peliharakan tiada akan besar hatiku”
setelah didengarnya kata tuan putrid itu demikian maka sahut raksasa “baiklah
cucuku nntilh aku pergi mencari dia seraya katanya “marilah carikan kutu nenek
terlalu gatal kepalaku”. Maka segeralah tuan putri itu mengambil kacang dan
butir jagung yang sudah di goring itu sreta dengan sepit besi dan pemukul besi
seraya katanya “bauklah nenek ,marilah aku carikan kutu nenek itu” maka
segeralah tuan putri itu mengambil kacang dan butir jagung yang sudah digoreng
itu serta dengan sepit besi seraya berkata marilah aku carikan kutu nenek itu
maka raksasa dua laki istri itupun tidurlah ia maka dicarinya oleh tuan putri itu
serta dibukanya dengan sepit besi rambutnya raksasa itu maka berjalanlah
ular,maka berjalanlah ular dan kala halipun dan kalajengking di kepalanya
rasaksa itu : “tindaslah,baik-baiklah cucuku, terlalu gatal kepalaku”. Maka
disepitnya kepala ular itu oleh tuan puteri itu, lalu dipukulnya dengan pemukul
besi itu, akan ular itupun matilah. Maka kata raksasa : “ialah cucuku, pandai
menindas kutuku ini”. Maka dimakanyalah oleh tuan puteri itu kacang butir
(jagung) itu.
Setelah sudah, maka ia pun pulang lalu dia membuka segala baliknya
itu, maka dikeluarkannya segala perkara yang mana baik-baik yang patut
dibawanya itu, maka diambilnya. Setelah sudah ia bersiapan segala perkakas
itu,maka lalu dibawanya dipantai marakerama dua laki-isteri ditumbuhkannya
itu. setelah sudah maka diperbuatnya segala sampah itu dan kayu-kayuan yang
Maka sahut nahkoda itu “apa hendak orang muda ini kepada hamba
katakanlah kepada hamba ini maka kata marakerama, jikalau ada kasihan kepada
tuan nahkoda akan hamba ini, barang diman ada negri di dapat , bawalah hamab
ini, barsama-sama barang di dapatnya itu, kepada tuan hamba nahkoda
hendaklah supaya hamba berikan kepada tuannahkoda itu”.
Setelah dilihat oleh raksasa asap api itupun betul teralalu amat besarnya
itu, maka segeralah ia pulang raksasa itu laki bini ia berjalan sigera-sigera , maka
ia jatuh maka kedua laki bini , maka matilah ia terbakar raksasa itu laki bini
seperti bukit bunyinya jatuh, demikian bunyinya.
Maka piker tuan putri itu : “benarlah seperti kata jurubatu itu” maka
nahkoda itupun segeralah ia beralri-lari mendapatkan tuan putri hendak
mendapat tangan tuan putrid itu,seraya katanya: “diamlah tuan jangan menangis,
masakan mati ia boleh hidup pula, kakandalah akan ganti memeliharakan tuan.
Apa juga, yang tuan susahkan hati,seraya teratawa melihat tuan putrid itu”.
setelah dilihat oleh tuan putrid kelakuan nahkoda itu mendengar katanya
demikian itu, maka ia terlalu benci hatinya, maka diambilnya pisau , lalu ia
hendak membunuh dirinya itu. setelah dilihat oleh nahkoda itu, tuan putri
hendak menikam dirinya itu,maka ia pun mundurlah ia sambil didalam hatinya
keman perginya,karena sudah di dalam tanganku ini,maka tuan putri ini
masukalh ke dalam kurung itu, maka dikuncinyalah pintu karung itu, dari dalam
demikianlah halnya tuan putri itu sehari-hari.
Arkian, adapun marakerama itu sudah jatuh ke dalam laut itu, maka ia
pun menangis terkenangkan istrinya maka dilihatnyalah seekor ikan hiu terlalu
Setelah didengar oleh marakerama kata ikan yang demikian itu, maka
adalah suka sedikit hatinya itu, seraya katanya: “jikalau demikian, hai hiu ,
bawalah aku mengikut kapal itu, barang dimana ia berehenti, disanalah engkau
singgahkan aku,”. Maka kata hiu itu: baiklah tuanku, maka ditelannya oleh hiu
itu marakerama anak raja itu, lalu dibawanya mengikut kapal itu.
Setelah di dengar oleh nenek kabayan itu, kata burung raja wali, yang
demikian itu, maka iapun segeralah ia beralari-lari pergi mengambil daun padi
Setelah dilihat oleh kabayan rupanya Marakerama itu terlalu elok, gilang
gemilang, kilau-kilauan, seperti emas, yang sudah tersepuh, demikian rupanya.
Maka kata nenek kabayan itu: “Haruslah, maka nenek makan tak kenyang
menjadi nenek makan tak kenyang nenek menjadi hamba cucuku ini, mandi tak
basah, berminyak tiada licin.
Nenek tiadalah boleh lupa, sebab nenek hendak bertemu dengan tuan ini,
maka lalu dibawanya pulang kerumahnya, lalu dimandikannya dan dilangirinya
dan dibedikanya, maka makin bertamabh-tambah pula elok parasnya.
Marakerama itupun bertanya kepada nenek kabayan itu, katanya : “hai nenekku,
negeri raja mana ini dan apalah nama negeri ini?”
Maka sahut nenek kabayan itu : “Hai,cucuku, adapun negeri ini, palinggam
cahaya disebut orang namanya dan raja puspa indera”.
Maka kata nenek Kabayan : “Apakah yang tuan tangkiskan itu?” Maka
kata Marakerama :”Tiada nenek, mataku keguguran sampah, berceritakan nenek
lagi, sukalah aku mendengarkan dia”. Maka kata nenek kabayan : “Adakah,
nenek melihat isteri raja Mangindera Sari itu, ada bagaimana sudah besarnya?”
maka sahut nenek kabayan itu “Tiada, Tuan, nenek mendengar kabarnya juga”
setelah itu, maka kata marakerama itu kepada nenek Kabayan : “Hei, nenekku,
apalah salahnya nenek memberi aku makan, karena nenek orang tua, lagi
perempuan bujang, sepertinya kau yang memberi nenek makan dan pakai itu,
Maka sahut nenek kabayan itu. “mengapakah tuan berkata demikian itu
masakan rezeki nenek yang tuan makan itu, melainkan rezeki tuan sendiri”.
Maka sahut Marakerama itu : Benarlah seperti nenek kabayan itu, tetapi
hendaklah kita mencari jalannya, supaya kita beroleh rezeki itu” seraya katanya:
“maukah nenek pergi berjualan bunga , karena pohon nenek itupun banyak,
sedang dia berkembang, biarlah aku gubahkan nenek pergilah petikan aku
nenek”. Maka sahut nenek kabayan itu : “Tuan, dahulu nenekpun berjualan
bunga juga , tetapi tiadalah nenek gubah, maka baharulah sekarang nenek
bertemu dengan ini, maka baharulah nenek berhenti”. Maka kata Marakerama :
“pergilah nenek memungut bunga itu”. maka diambil Marakerama itulah bunga
itu. setelah sudah, maka diberikannya bunga itu kepada nenek itu, maka diambil
oleh nenek kabayan bunga itu, ditaruhnya dalam bakul. Maka kata Marakerama
itu : “baiklah nenek coba bawa ke kapal kepada istri nahkoda kapal itu, yang
baru datang berlabuh itu, barangkali larislah bunga nenek”. Maka sahut nenek
itu : “baiklah tuan”, maka lalu ia berjalan pergi ke pala itu itu menjual bunga itu.
Setelah dilihat orang kapal itu, ada perempuan tua berjual bunga itu,
ramailah ia membeli bunga itu, maka di panggil oleh tuan puteri itu, katanya :
“marilah, bawa bunga nenek itu!” Maka nenek kabayan itupun segeralah ia
datang mendapatkan tuan puteri. Setelah dilihat oleh nahkoda itu, akan nenek
kabayan itu, masuk kedalm kurung, maka ia pun masuk bersama-sama dengan
nenek kabayan itu. setelah dilihat oleh tuan puteri, nahkoda itu masuk bersama-
sama, maka tuan puteri itupun segeralah mengambil pisau, sambil menangis
hendak membunuh dirinya itu, maka ia pun segeralah keluar, seraya katanya: hai
nenek datanglah-datnglah sehari-hari nenek bawakan tuan puteri bunga itu
kemari, “maka sahut nenek kabayan itu : “baiklah tuanku” dan pintu kurung
itupun dikunci oleh tuan puteri”. Maka diambilnya oleh tuan puteri itu bakul
bunga nenek kebayan itu : “tiadalah tuan nenek yang punya anak dan cucunya
nenek yang empunya sendiri yang mengubah bnga ini, ajarilah aku nenek:
Setelah sudah, maka tuan puteri pun bermohonlah kepada kakanda dua
laki-laki isteri, lalu ia kembali kemahligainya, diiringkan oleh segala dayang-
dayang, inang pengasuhnya sekalian.
Setelah genaplah tiga hari lamanya, pada waktu dini hari pun belum lagi
padam cahaya bintang dan segala margasatwa pun belum lagi mencari makanan.
Maka gung pengarah pun berbunyilah, maka segala raja-raja, dan menteri,
punggawa, hulubalang, rakyat sekalian bangunlah, masing-masing dengan
senjatanya.maka raja Marakeramadan raja Mangindera Sari pun, keluarlah pergi
Maka sembah tuan puteri Nila Kesuma itu : “ Tiada anakda lama, tuanku, seraya
menangis”. Setelah sudah bertangis-tangisan itu, maka baginda pun laki isteri,
naik ke atas bangun bangunan di atas kota, melihat orang-orang mengatur orang
berjalan itu. Maka tuan puteri itupun masinglah masuk kedalam pungkurnya itu
dengan segala inang pengasuhnya, dayang-dayang sekalian. Maka nenek kabayan
pun masuk ke dalam pergi mengatur segala raja-raja berjalan fahulu itu raja
RumSyah, karena ia raja tua, pandai akan tipu orang perang dan biasa mengadu
kesaktian dengan segala raja-raja, lagi gagah berani serta dengan sakitnya
munggangi kuda sembari, berpelanakan sehalat “aina’Ibemat”, yang merah
keemasan bertahtahkan ratna mutu manikan berpanjikan cempaka warna. Maka
maka raja Syah Pri berjalan diiringkan oleh segala menteri, hulubalang rakyat
sekaliannya berkuda merah, berpelana emas dipahat dengan permata manca warna
tungkulnya merah yang keemasan berjalanlah ia dengan bunyi-bunyian. Sudah
itu, maka raja Gerdansyah pula, berjalan diiringkan oleh segala menteri,
hulubalang, rakyat sekaliannya dan kenaikkannya kuda terbang, berpanji-panjikan
dewangga yang keemasan serta dengan bunyi-bunyian terlau ramai. Dan sudah itu
maka maharaja Marakerama berjalan di atas rata melayang, maka terdirilah jogan,
alamat kerjaan berkibarlah tonggak panji-panji yang keemasan. Maka
terkembanglah payung ubar-ubar yang keemasan berapit kiri dan kanan, maka
berbunyilah genderang arak-arakan dengan dandi, muri,serdan, bangsi, nakara
medali, ceracap terlalu ramai. Maka berjalanlah ia diiringkan oleh segala raja-raja
dan menteri, hulubalang, rakyat sekalian. Sudah itu maka mungkur kaca kedua
itupun berjalanlah terkibar-kibar seperti merak menggigil rupanya. Maka
gemerlapanlah rumbai-rumbai mutiaranya gerincing bunyinya dan gemencak
gegetarnya, maka memancar-mancarlah cahaya kemala itu berpalu dengan cahya
permata.
Panca warna itu. Sudah itu, maka berjalanlah raja Mangindera Sari di atas
walmana tebang itu. Sudah, maka terdirilah pula alamat kerajaan berkibarkanlah
tunggul, panji-panji yang keemasan. Maka terkembanglah payung ubur-ubur
beremas berapit kiri dan kanan, maka berbunyilah bunyi-bunyian berbagai jenis
ragamnya itu, seperti rebab, kecapi, dandi, muri, serdam, nakara, nafsiri, kopok,
ceracap terlalu ramai. Maka berjalanlah ia diiringkan raja dan menteri,
hulubalang, rakyat sekalian. Sudah itu, maka berjalanlah raja Dewa Ramsa
dengan tunggul, panji-panji serta dengan segala bunyi-bunyian sepuluh mata di
tatah dengan pudi maknikam. Maka berjalanlah ia. di iringkan oleh segala
menteri, hulubalang, rakyat sekalian seprti rupa angkatan peperangan terlalu ramai
Setelah bertemu dengan baginda, maka ia pun segerahlah turun dari atas
gajahnya melihat anakda baginda keduanya itu, datang mendapatkan dia. Maka
maharaja Mangindera itupun datanglah menyembah kaki ayahanda bunda baginda
itu, maka dipeluk, cium oleh baginda akan anakda baginda itu. Maka segala anak
raja-raja itupun datanglah menyembah kaki baginda itu. Setelah sudah, maka
bagindapun berjalan mendapatkan anakda baginda tua puteri kedua itu, diiringkan
oleh maharaja Marakerama dan raja Mangindera Sari dan segala anak. raja-raja
sekalian itu.
“ pergilah tuan menyembah ayahda itu, tiadakah engkau kasihan melihatkan hal
baginda, orang tuan yang demikian itu? Maka nenek kabayan itupun datanglah
menyembah baginda itu. Maka disapunyalah oleh baginda belakang tuan puteri
Nila Kesuma, seraya katanya : “ jangan tuan murkakan ayahda itu”. Maka sembah
nenek , kabayan itu : “ Patik tuanku, bukannya paduka anakda . maka baginda pun
terkejut, seraya berkaya : “ siapakah ini?” maka sembah maharaja marakerama itu,
katanya : “ Nenek, patik tuan, inilah, yang memeliharakan patik tuanku”. Maka
sgeralah dipegang oleh baginda tangan nenek kabayan itu, sambil menagis
katanya : “wah, apalah, yang aku balaskan orang tua ini”. Maka tuan puteri Nila
Kesuma itupun tertawa melihat kelakuan nenek kabayan itu, lalu ia pergi
menyembah kaki baginda itu, lalu segera dipeluk dicium oleh baginda akan
anakda itu, sambil ia menangis. Katanya : “wah, anakku tuan, jikalau tiada
anakda, sekalian ini, yang mengasihani, ayahda, orangtua, lagi bebal, matilah
ayahda di dalam percintaan.
Setelah didengar oleh baginda , kata anakda demikian itu, maka baginda
menangis, seraya memeluk leher anakda kedua itu, katanya : “ janganlah anakda
kedua keluar melawan maharaja Indera Dewa itu, karena ia raja raja besar, banyak
raja-raja yang takluk kepadanya itu”. Lagipun ia raja tuan pandai akan hikmat tipu
perang, lagi biasa mengadu kesaktian kepada segala raja-raja di tengah medan itu.
Akan tuan kedua ini orang muda belum bisa perang, biarlah ayahda keluar
melawandia, jikalau ayahda sudah mati, mana bicara anakda kedua itu”. Mara
sembah anak radka kedua itu : “ Ya, tuankuSyah’alam jikalau ada lagi patik dua
bersaudara ini, janganlah duli yang dipertuan ke luar ketengah medan itu dahulu,
jikalau anakda ini telah mati, mana bicara tuanku hendak juga ke medan itu,
bunuhlah patik kedua bersaudara. Maka baginda pun tiadalah berdaya lagi
mendengar sembah anakda kedua itu, lalu memeluk dan mencium anakda kedua
itu, seraya katanya : “ Pergilah tuan kedua, baik-baiklah jangan lupa barang
sesuatu pekerjaan itu”. Maka anakda kedua itupun menyembah lalu keluar. Maka
segala raja-raja, menteri, hulubalang, rakyat sekalian itupun hadirlah hingga
menanti ia maharaja marakerama dan raja Magindera Sari itu juga. Setelah ia
melihat anak raja kedua itu sudah keluar, maka berdirilah sekalian, masing-
masing dengan jawatnnya. Maka berbunyilah genderang perang serunai, nafiri,
serdam nakara, mendali, dandi muri, bangis, ceracap, terlalu ramai merawankan
hati, segala yang mendengar dia. Maka berjalan diarak keluar kota itu, lalu ke