Anda di halaman 1dari 117

ANALISIS HIKAYAT SI MISKIN : KAJIAN SOSIOLOGI

SASTRA

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN OLEH :

NAMA : HERLIN RULIANA

NIM : 130702012

PROGRAM STUDI SASTRA MELAYU

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS HIKAYAT SI MISKIN : KAJIAN SOSIOLOGI
SASTRA

SKRIPSI SARJANA

NAMA : HERLIN RULIANA

NIM : 130702012

Diketahui Oleh

Pembimbing I PembimbingII

Dra.Rosita Ginting,M.Hum Dra.Asni Barus,M.HuM


NIP 195905201986012002 NIP.1959042719870220

Disetujui Oleh,
Program Studi Sastra Melayu
Ketua,

Dr. Rozanna Mulyani, M.A


NIP. 196006091986122001

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK
Nama: Herlin Ruliana, Nim :130702012. Judul skripsi : Analisis Hikayat Si
Miskin Kajian Sosiologi Sastra. Dosen pembimbing 1: Dra.Rosita Ginting
M.Hum dan Dosen Pembimbing 2 : Dra.Asni Barus M.Hum.
Adapun rumusan dalam penulisan skripsi ini yaitu apakah struktur intrinsic yang
ada dalam Hikayat si Miskin yaitu Tema,alur,latar dan perwatakan dan sebutkan
nilai-nilai sosiologis dalam hikayat si miskin. Objek kajian penulis yaitu Hikayat
si miskin . teori yang digunakan yaitu teori structural dan sosiologi sastra. Adapun
metode yang digunakan penulis yaitu metode pustaka, dimana penulis mencari
buku-buku yang berkaitan dengan skripsi penulis.
Hasil dalam penulisan skripsi ini adaalah hikayat si miskin memiliki unsure
intrinsic yang terdiri dari tema: tingkat social yaitu manusia sebagai makhluk
social (man as socious). Alur yang terdapat dalam cerita Hikayat si miskin adalah
alur lurus dan progresiflatar yang ada dalam hikayat si miskin adalah latartempat,
waktu dan social. Tokoh dan Penokohan dalam hikayat si msikin terdiri dari: Putri
palinggam cahaya, Raja mangindera sari, marakerama, nenek kabayan,putrid nila
kesuma dan terdapat nilai-nilai sosiologis dalam hikayat si miskin yaitu :
mencegah kesenjangan social, kepemimpinan yang arif dan bijaksana,kesetiaan
istri terhadap suami,tidak terlalu percaya pada hal-hal yang belum pasti.
Kata kunci: Analisis Hikayat Si Miskin :Kajian Sosiologi Sastra

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan rahmat dan kesehatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini yang berjudul :analisis hikayat si miskin kajian sosiologi sastra.

Adapun penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna

menempuh gelar Sarjana pada Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara. Dengan demikan penulis berusaha untuk

memberikan gambaran tentang sistematika penulisan skripsi ini dengan sebaik -

baiknya. Berikut ini penulis akan memaparkan sistematika penulisannya.

Bab I penulis memaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan defenisi operasional. Bab II penulis

memaparkan tinjauan pustaka yang mencakup kajian yang relevan, dan teori yang

digunakan yaitu teori structural dan sosiologi sastra. Bab III penulis memaparkan

metode penelitian yang mencakup : metode dasar, lokasi penelitian, instrumen

penelitian, sumber data penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis

data. Bab IV penulis memaparkan pembahasan yang mencakup : penulis

memaparkan pembahasan yang mencakup :analisis structural dan sosiologi sastra,

Bab V penulis memaparkan Kesimpulan dan Saran.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sampai pada hasil

kesempurnaan. Namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin dengan segala

usaha untuk menyelesaikannya. Oleh sebab itu segala kritik dan saran penulis

Universitas Sumatera Utara


harapkan dalam penulisan skripsi ini. Dan dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis

dalam penyelesaian skripsi ini.

Medan, September 2017


Penulis

Herlin Ruliana
13070202012

Universitas Sumatera Utara


SURAT PERNYATAAN

Nama : Herlin Ruliana


Nim : 130702012
Tempat, Tanggal Lahir : Pontianak, 27 Februari 1996
Program Studi : Sastra Melayu
Fakultas : Ilmu Budaya
Alamat : berdikari pasar 1,kecamatan Padang Bulan

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya dengan judul analisis hikayat
si miskin kajian sosiologi sastra, yang diusulkan untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar sarjana dari program studi sastra Melayu, fakultas ilmu
budaya, universitas sumatera utara bersifat original dan belum pernah
dipublikasikan oleh siapa pun.
Bilamana dikemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan
ini, maka saya bersedia dituntut untuk diproses sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan sebenar-
benarnya.

Mengetahui
Program Studi Sastra Melayu Medan, September 2017
Ketua, Menyatakan,

Dr. Rozanna Mulyani, M.A Herlin Ruliana


NIP. 196006091986122001 NIM. 130702012

Universitas Sumatera Utara


PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi

salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sastra dalam bidang ilmu Bahasa dan

Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Tanggal : 10 September 2017

Hari : Selasa

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Dr. Budi Agustono, M.S.

NIP 196008051987031001
Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. Dr. Rozanna Mulyani, M.A ........................

2. Dra. Mardiah Mawar Kembaren, M.A, Ph.D ........................

3. Prof. Syaifuddin, M.A, Ph.D ........................

4. Dra. Rosita Ginting M.Hum ………………

Universitas Sumatera Utara


5. Dra. Asni Barus M.Hum ………………..

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS HIKAYAT SI MISKIN KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

SKRIPSI SARJANA

NAMA : Herlin Ruliana

NIM : 130702012

Diketahui Oleh :

Pembimbing I PembimbingII

Dra.Rosita Ginting,M.Hum Dra.Asni Barus,M.HuM


NIP 195905201986012002 NIP.1959042719870220

Disetujui Oleh,
Program Studi Sastra Melayu
Ketua,

Dr. Rozanna Mulyani, M.A


NIP. 196006091986122001

Universitas Sumatera Utara


UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi

ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas

Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dengan judul Analisis Hikayat Simiskin

Kajian Sosiologi Sastra. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa begitu banyak

pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin

mengucapkan terimakasih yang sebesar-beasarnya kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agaustono, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, Bapak Pembantu Dekan I , Pembantu Dekan

II, Pembantu Dekan III, serta seluruh staf dan pegawai dijajaran Fakultas

Ilmu Budaya , Universitas Sumatea Utara

2. Ibu Dr. Rozanna Mulyani, M.A. selaku Ketua Program Studi Sastra

Melayu Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Dra. Mardiah Mawar Kembaren, M.A. Ph.d. selaku Sekretaris

Program Studi Sastra Melayu. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Rosita Ginting M.Hum dan Ibu Dra. Asni Barus M.Hum selaku

pembimbing penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini, yang mana

telah banyak mendukung serta meluangkan waktunya dalam memberikan

Universitas Sumatera Utara


arahan, bimbingan , masulkan-masukan, kepada penulis sampai

terselesaikannya skripsi ini.

5. Seluruh bapak /ibu dosen di Program Studi Sastra Melayu Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik serta

memberikan motivasi-motivasi selama perkuliahan

6. Teristimewa untuk kedua orang tua tersayang, ayahanda Tumbur marulak

dan ibunda Ida riana , yang telah memberikan kaasih sayang yanga luar

biasa kepada penulis , juga telah memberikan dukungan moril maupun

materi serta doa yang tiada henti untuk kesuksesan penulis

7. Kakak tersayang, orry febrita, Kristine, rahel, diora, vani, kak ita yang

selalu menjadi penyemangat penulis untuk selalu kuat, tegar dalam

terselesaikannya penulisan sakripsi

8. Kerabat sekaligus sahabat-sahabat penlis selama diperantauan untuk

menimba ilmu cindy sahara, budi mertua, dian hajri yang mana telah

menjadikan penulis seperti layaknya saudara sendiri, yang tetap setia

menemani dalam keadaan apapun itu baik sedih dan juga bahagia, kalian

adalah yang terbaik.

9. Teman-teman seperjuangan stambuk 013 melayu, rahmi, dian, liza, zanah,

mona, wardah, rahmita, dina, mahdatul, nelly rina, nadila, fitri, rena, osky,

bella, may, dedi, arifin, fahrul, fajar, abidin, haris, mufti, juven ariansyah,

yang telah memberikan kesan-kesan yang indah terhadap penulis selama

dalam bangku perkuliahan

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK................................................................................................ i

KATA PENGANTAR............................................................................. ii

UCAPAN TERIMA KASIH............................................................... iv

DAFTAR ISI........................................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah................................................................... 8

1.3 Tujuan Penelitian..................................................................... 9

1.4 Manfaat Penelitian.................................................................. 9

1.5 Definisi Operasional.............................................................. 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Yang Relevan.............................................................. 14

2.2 Teori yang digunakan…………………................................. 15

2.2.1 Teori struktural........................................................ 16

2.2.2 Teori Sosiologi sastra.............................................. 18

Universitas Sumatera Utara


BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar......................................................................... 25

3.2 Metode Pengumpulan Data.................................................... 26

3.7 Metode Analisa Data.............................................................. 27

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Analisis struktur Hikayat si miskin ………………………….28

4.1.1 Tema………………………………………….................... 29

4.1.2 Alur/plot……………………….......................................... 30

4.1.3 Latar………………………………………………............ 34

4.1.4 watak dan perwatakan………….................................. ... ..38

4.2 Analisis Nilai Sosiologi Hikayat si Miskin........................... 40

4.2.2 Kepemimpinan yang arif dan bijaksana................................43

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ........................................................................... 88

5.2 Saran ..................................................................................... 91

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 92

LAMPIRAN ......................................................................................... 1

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ada banyak naskah atau cerita Melayu yang judulnya Hikayat. Asal mula

kata Hikayat berasal dari bahasa Arab, Hikayat, yang berisikan kisah cerita dan

dongeng-dongeng. Hikayat berasal dari kata kerja haka yang berarti mengatakan,

menceritakan sesuatu kepada orang lain. Kata Hikayat itu sendiri berasal dari

bahasa Melayu berarti cerita lama yang kuno, Hikayat juga ada yang berbentuk

prosa yang syarat akan sejarah. Dengan begitu Hikayat berarti karangan hasil

rekaan yang isinya hanya cerita dengan artian tidak merupakan peristiwa yang

memang terjadi ataupun bersifat imajinatif.

Hikayat adalah inspirasi dongeng manusia, bukti asal kemampuan

imajinasi manusia pertama yang ada. Hikayat tidak pernah mati namun

mengalami perubahan bentuk setiap zamannya. Hikayat juga merupakan salah

satu bentuk sastra prosa, terutama dalam bahasa Melayu yang berisikan tentang

kisah, cerita, dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun

kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukzizat

tokoh utama. Jadi dapat disimpulkan bahwa Hikayat adalah salah satu bentuk

prosa lama yang isinya berupa cerita, kisah, dongeng maupun sejarah.Setiap karya

sastra seperti halnya Hikayat Si Miskin mempunyai arti yang sangat penting bagi

masyarakat sekarang karena Hikayat itu mewakili dunia gagasan manusia pada

Universitas Sumatera Utara


masa lampau. Untuk menemukan nilai-nilai yang termuat di dalam Hikayat itu

maka perlu dilakukan tentang ceritanya.

Menurut catatan Dr.Ph.Van Ronkel, hikayat si miskin IV identitas naskah

adalah collective v.d.w 177,20x16,5 cm. terdiri atas 7 baris, panjang baris tidak

sama, namun naskah ini tidak mencantumkan nama pengarangnya.

Pada naskah yang sudah di transkripsi oleh pusat pembinaan dan

pengembangan bahasa, terdapat kata-kata yang tulisannya meragukan, diberi

catatan Naskah asli Hikayat Si Miskin ini sampai sekarang sampai sekarang masih

disimpan di Perpustakaan Nasional Indonesia. Pada waktu naskah di traskripsi

(!957) dengan “Ejaan Republik”, naskah ini bernomor CXLIII.

dengan ditulis menurut aslinya pada catatan kaki. Sedangkan pada

transkripsi yang disesuaikan dengan EYD kata yang digarisbawahi.

Isi karya sastra dapat diketahui jika dianalisis melalui berbagai segi,

diantaranya struktural, semiotik, dan sosiologi, yang kemudian dilajutkan dengan

nilai-nilai karya tersebut, unsur nilai-nilai yang ada di dalamnya tersebut dapat

dijadikan pedoman dan pembinaan hidup sehari-hari. Ajaran yang ada di

dalamnya dapat memperkaya batin bangsa. Hal semacam itu pernah dikemukakan

pada Seminar Pengembangan Sastra bahwa masalah yang dihadapi pemerintah

belakangan ini adalah masalah pembinaan mental pada kalangan remaja. Salah

satu caranya adalah dengan penghayatan karya sastra, khususnya sastra lama

karena karya sastra mengungkapkan rahasia kehidupan yang dapat memperkaya

batin kita. Melalui karya sastra itu kita dapat mencintai dan membina kehidupan

yang lebih baik dalam masyarakat (Ali, 1975:5).

Universitas Sumatera Utara


Dengan melihat pentingnya nilai-nilai dalam sastra lama itu tentulah

diperlukan penggalian yang lebih intensif. Sastra lama sampai kini masih banyak

yang belum diteliti dan digali. Dalam rangka memperkaya nilai rohaniah itu maka

penulis akan meneliti nilai-nilai rohaniah yang ada dalam Hikayat Si Miskin dari

Riau berikut.

Sebuah Hikayat memiliki junjungan nilai moral yang besar yang memiliki

banyak pesan yang terkandung di dalamnya, untuk membahas lebih lanjut

mengenai Hikayat maka harus terlebih dahulu mengetahui macam-macam apa

saja yang ada dalam Hikayat tersebut berdasarkan isi ataupun kandungan yang ada

di dalamnya.

Macam-macam Hikayat (hava,1951 : 136,137) dapat di klasifikasikan :

1. Cerita rakyat

2. Epos india

3. Cerita dari jiwa

4. Cerita-cerita islam

5. Sejarah dan biografi

6. Cerita berbingkat

Hikayat juga merupakan karya sastra yang memiliki ciri Anonim yang

pengarangnya tidak diketahui ataupun belum diketahui. Karna hikayat merupakan

karya sastra lama maka pengarangnya tidak dikenal dan tidak diketahui, hikayat

juga merupakan karya sastra yang bersifat statis ataupun tidak mengalami banyak

perubahan. Banyak juga hikayat yang bersifat komunal ataupun hikayat yang

Universitas Sumatera Utara


masih milik suatu kalangan masyarakat dari suku tertentu yang membuat hikayat

menjadi milik mereka. Hikayat memiliki nilai moral yang tinggi dan juga nilai

religius yang bersifat mendidik, sering kali pengarang hikayat membuat

pembacanya mengerti bahwa ada pesan yang tersirat di dalam hikayat yang dia

buat.

Salah satu naskah yang cukup representatif dalam menggali sikap-sikap

seperti arif dan bijaksana, mencegah terjadinya jurang antara si kaya dan si miskin

dan pembentukan kualitas manusia pada naskah kuno Hikayat Si Miskin. Begitu

banyak nilai-nilai positif yang dapat diteladani dari hikayat ini yaitu nilai

kemanusiaan, kesetikawanan sosial, nilai persatuan, nilai kepemimpinan, semua

nilai ideal itu yang hendak disampaikan pengarang naskah Hikayat Si Miskin ini.

Kemudian dirangkai dalam bentuk cerita dengan tokoh seorang Raja yang

bertabiat tidak baik bernama Indera Dewa. Indera Dewa sangat khawatir dengan

kerajaan nya yang akan tersaingi oleh kerajaan yang dimiliki Raja Indera Pura

yang konon asal-usulnya juga seorang Raja besar, namun karena mendapat

kutukan dari para dewa menjadi orang miskin.

Berdasarkan hal di atas, maka kajian ini menggungkapkan masalah pikiran

pokok dengan mengisahkan perbuatan yang baik dan jujur, melawan perbuatan

yang jahat dan sejenisnya dengan tujuan menemukan nilai yang diamanatkan

dalam cerita tersebut. Naskah Hikayat Si Miskin sudah pernah ditranskripsikan

oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia pada tahun 1975.

Namun belum mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam naskah tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Hikayat mencerminkan ide dan gagasan yang luhur dan pengalaman jiwa

yang berharga. Di dalamnya tercermin pandangan kemanusiaan tentang sikap baik

dan buruk, sikap menolong dan sikap bermusyawarah dengan orang lain.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk lebih memfokuskan pembahasan maka diperlukan rumusan masalah

agar pembahasan terhadap Hikayat tersebut tidak meluas dan mencapai sasaran

yang dikehendaki.

Permasalahan yang akan dibicarakan dalam penulisan ini, hakikatnya

mencakup aspek nilai-nilai sosiologi dalam Hikayat tersebut maka dianggap perlu

untuk menelaah terlebih dahulu aspek-aspek pembangunan dari Hikayat tersebut

ataupun unsur-unsur intrinsik dalam Hikayat si Miskin tersebut.

Adapun masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimanakah struktur intrinsik yang ada dalam Hikayat Si Miskin yaitu

tema, alur, latar, dan perwatakam ?

2. Sebutkan nilai-nilai sosiologis dalam Hikayat Si Miskin ?

1.3 Tujuan Penelitian

Universitas Sumatera Utara


Sesuai dengan perumusan masalah maka kajian sosiologis dalam Hikayat si

Miskin secara khusus bertujuan untuk mengetahui :

1. Untuk mengetahui unsur intrinsik Hikayat Si Miskin yang terdiri atas tema,

latar, alur, dan juga perwatakan.

2. Untuk mengetahui nilai-nilai sosiologis yang ada dalam Hikayat Si Miskin.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Membantu pembaca untuk memahami unsur-unsur yang membangun Hikayat

Si Miskin

2. Membantu pembaca dalam memahami adanya nilai-nilai sosiologis dalam

Hikayat Si Miskin

3. Memelihara karya sastra lisan agar terhindar dari kemusnahan dan dapat

diwariskan pada generasi yang akan datang.

4. Untuk menambah wawasan pembaca mengetahui tentang hikayat.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Naskah Hikayat Si Miskin sudah pernah ditranskripsikan oleh Pusat

Pembinaan dan Pengembengan Bahasa Indonesia pada tahun 1975, Pada naskah

yang sudah di transkripsi oleh pusat pembinaan dan pengembangan bahasa,

terdapat kata-kata yang tulisannya meragukan, diberi catatan dan ditulis menurut

aslinya pada catatan kaki. Naskah asli Hikayat Si Miskin ini sampai sekarang

sampai sekarang masih disimpan di Perpustakaan Nasional Indonesia. Pada waktu

naskah di traskripsi (1957) dengan “Ejaan Republik”, naskah ini bernomor

CXLIII.

Universitas Sumatera Utara


namun belum mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam naskah tersebut.

Berdasarkan hal inilah penulis beranggapan perlu mengadakan pengkajian dan

penganalisisan nilai-nilai sosiologis yang terkandung dalam naskah dalam naskah

kuno yang berjudul Hikayat Si Miskin. Maka sebagai formulasi hipotesis kerja

yang digunakan dalam kajian ini, selanjutnya akan coba dituangkan untuk

mengetahui nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam HSM.

2.2 Teori Yang Digunakan

Untuk membahas struktur dan nilai-nilai sosiologis yang terkandung

dalam HSM digunakan teori pendekatan yaitu teori Struktural dan Sosiologi

Sastra. Kedua teori pendekatan tersebut digunakan untuk mengetahui sekaligus

mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang ada dalam Hikayat

tersebut. Berikut akan dipaparkan kedua teori pendekatan tersebut.

2.2.1 Teori Struktural

Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan

Strukturalisme Praha. Pendekatan ini mendapat pengaruh langsung teori saussure

yang mengubah linguiustik dari pendekatan dikronik ke sinkronik. Studi linguistic

tidak lagi ditekankan pada sejarah perkembangannya, melainkan hubungan antar

unsurnya. Masalah unsur dan hubungan antar unsurnya merupakan hal penting

dalam pendekatan ini.

Suatu karya sastra, fiksi maupun puisi menurut strukturalisme adalah

sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh unsur pembangunannya .

Di suatu pihak struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan penegasan,

Universitas Sumatera Utara


dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara

bersama membentukn kebulatan yang indah (Abrams dalam Nugiyantoro,

2001:46).

Disisi lain unsur karya sastra juga mengarah pada hubungan antar unsur

(intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan, saling mempengaruhi

yang secara bersama membentuk suatu kesatuan yang utuh. Secara sendiri

terisolasi dari keseluruhannya, bahan unsur, atau bagian-bagian tersebut tidak

penting, bahkan tidak ada artinya. Tiap bagian akan menjadi berarti dan penting

setelah ada dalam hubungannya dengan bagian-bagian yang lain, serta bagaimana

sumbangannya terhadap keselurahan wacana.

Selain istilah struktural di atas, dunia kesusastraan mengenal istilah

strukturalisme. Strukturalisme dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan

kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur pembangun karya

yang bersangkutan. Jadi strukturalisme dapat di pertentangkan dengan pendapat

yang lain, seperti mimetik, ekspresif, dan pragmatik (Abrams dala Teuw,

1989:89). Mimetik adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra berupa

memahami hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Ekspresif

adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra memfokuskan perhatiannya

pada sastrawan selaku pencipta karya sastra. Dan Pragmatik adalah pendekatan

yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan

tertentu kepada pembaca.

Universitas Sumatera Utara


Namun dipihak lain, strukturalisme menurut Hawkes (dalam Nurgiyantoro

2001 : 47) pada dasarnya juga dapat dipandang sebagai cara berpikir tentang

dunia yang lebih merupakan susunan hubungan dari pada susunan benda. Dengan

demikian kodrat setiap unsur dalam bagian struktural itu baru mempunyai makna

setelah berada dalam hubungannya dengan unsur-unsur yang lain yang

terkandung didalamnya. Kedua pendekatan tersebut tidak perlu dipertentangkan

namun justru di manfaatkan untuk saling melengkapi.

Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini HSM dapat dilakukan

dengan cara mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan

hubungan antar unsur intrinsik cerita tersebut. Mula-mula di identifikasikan dan di

deskripsikan. Misalnya, bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh,

penokohan, latar, sudut pandang dan lain-lain. Setelah dijelaskan fungsi masing-

masing unsur dalam menunjang makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan

antar unsur sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang

padu. Misalnya, bagaimana hubungan peristiwa satu dengan yang lain. Kaitan

tentang pemplotan yang selalu tidak kronologis. Kaitannya dengan tokoh dan

penokohan, dengan latar dan sebagainya.

Dengan demikian pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan

secermat mungkin fungsi dan kaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara

bersama menghasilkan sebuah keselurahan. Analisis stuktural tidak cukup hanya

dilakukan dengan hanya sekedar mendata unsur itu, dan sumbangan apa yang

diberikan terhadap tujuan estetika dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Hal

itu perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur

Universitas Sumatera Utara


yang komplek dan unit, di samping setiap karya sastra mempunyai ciri

kekomplekan dan keunikan sendiri. Hal ini yang membedakan antara karya sastra

yang satu dengan yang lain yang membuat setiap karya memiliki keunikan

masing-masing.

Analisis struktural dapat berupa kajian yang menyangkut relasi unsur-

unsur dalam miikrotes, suatu keseluruhan wacana dan wacana intertekstual

(Hartoko dan Rahmanto, 1996 : 136 ). Analisis unsur-unsur mikrotes itu misalnya

berupa analisis kata-kata dalam kalimat atau kalimat-kalimat dalam alinea atau

konteks wacana dapat berupa analisis bab per bab, atau bagian per bagian secara

keseluruhan seperti dibicarakan diatas. Analisis relasi interstekstual berupa kajian

antar teks, baik dalam satu periode ( misalnya untuk karya sastra melayu zaman

hindu dengan karya sastra melayu zaman islam).

Karena pandangan keotonomian karya di atas, di samping juga pandangan bahwa

setiap karya sastra memiliki sifat keunikan tersendiri. Analisis terhadap karya

sastra pun tidak perlu dikait-kaitakan dengan karya-karya sastra yang lain. Karya-

karya yang lain pun berarti sesuatu di luar karya yang dianalisis itu. Atau jika

melibatkan karya-karya yang lain , hal itu bersifat sangat terbatas pada karya-

karya tertentu yang berkaitan. Pandangan disini sejalan dengan konsep analisis di

dunia strukturalisme linguistik yang memisahkan aspek kebahasaan pada fonetik,

morfomik, sintaksis atau hubungan paradigmatic dan sitagmatic (Abrams dan

Teuw 1989: 188). Hal itu bisa dimengerti sebab analisis struktural dalam bidang

kesastraan mendasarkan diri pada model strukturalisme dalam bidang linguistik.

Universitas Sumatera Utara


Pandangan sebenarnya bukan tidak ada keuntungannya, sebab analisis

karya sastra dengan demikian tidak lagi membutuhkan berbagai pengetahuan lain

sebagai referensi, misalnya dari referensi sosiologi, psikologi, filsafat dan lain-

lain. Namun, penekanan pada sifat otonomi karya sastra dewasa ini di pandang

orang sebagai kelemahan strukturalisme dan kajian struktural. Hal ini disebabkan

sebuah karya sastra tidak mungkin dipisahkan sama sekali dari latar belakang

sosial budaya dan latar belakang sejarahnya.

Melepaskan karya sastra dari latar belakang sosial dan budaya dan

sejarahnya. Akan menyebabkan karya sastra itu sendiri menjadi kurang bermakna

atu paling tidak bermakna menjadi sangat terbatas, atau bahkan menjadi sangat

sulit untuk ditafsirkan. Hal itu berarti karya sastra kurang berarti dan kurang

bermanfaat bagi kehidupan oleh karena itu, analisis struktural harus dilengkapi

dengan analisis yang lain dalam hal ini dikaitkan pada keadaan sosial budaya

secara luas.

2.2.2 Teori Sosiologi Sastra

Sastra tercipta untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan manusia

dalam suatu masyarakat. Sebagai sesuatu yang perlu dinikmati, karya sastra harus

mengandung keindahan yang berasal dari keorisinalitasan sehingga dapat

memenuhi kebutuhan estetis masyarakat penikmatnya. Sebagai sesuatu yang

perlu dipahami, karya sastra memendam kompleksitas yang perlu dimengerti

dengan suatu usaha yang dilakukan oleh masyarakat pembacanya.

Universitas Sumatera Utara


Dengan demikian untuk mengungkapkan kandungan karya sastra

dibutuhkan ketelitian yang luar biasa, sebagai sesuatu yang perlu dimanfaatkan,

karya sastra mengandung nilai yang berharga yang dapat digunakan untuk

kesejahteraan manusia. Banyak kenyataan sosial yang dihadapi manusia dalam

kehidupan bermasyarakat. Kenyataan sosial ini dapat berupa tantangan dalam

mempertahankan hidup, kebahagian dalam situasi keberhasilan, frustasi dalam

situasi kegagalan, kesedihan dalam situasi kemalangan dan lain sebagainya.

Kenyataan sosial tersebut muncul akibat hubungan antar manusia, hubungan antar

masyarakat dan hubungan antar batin seseorang.

Hal diatas senada dengan apa yang disampaikan Demoncy (1984:4-5) bahwa
kenyataan sosial itu mendapatkan perhatian sang pengarang, baik karena dia
menyaksikan maupun karna dia mengalaminya sendiri. Dengan demikian, sastra
melalui pengarang merefleksikan gambaran kehidupan. Namun tujuan utama sang
pengarang bukanlah hanya menampilkan kenyataan sosial atu gambaran
kehidupan, melainkan dia hendak menjadikan sastra sebagai resep kehidupan
yang mampu menangkal penyakit dan manjur sebagai obat penyembuh. Sasttra
menjadi peralatan kehidupan manusia. Dengan demikian sastra dapat berperan
sebagai : 1. Pelipur lara, 2. Ungkapan kekesalan, 3. Kritik sosial dan 4. Nasihat .
Sosiologi sastra adalah strategi (sikap) untuk menghadapi situasi yang

dialami manusia demi mengembangkan kemasyarakatan atau kesejahteraan

manusia itu sendiri sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan

demikian, pengarang merupakan ahli strategi. Pengarang harus mampu menilai

sesuatu dengan tepat dan teliti. Pengarang tidak akan mengetahui dan

mengantisipasi masa depan dengan tepat, apa yang akan memberikan harapan dan

apa yang menyuguhkan ancaman, apabila dia tidak mengetahui keadaan sesatu

dengan jelas. Dengan demikian, seorang ahli strategi yang bijaksana tidak akan

Universitas Sumatera Utara


puas dengan starategi yang memuaskan dirinya sendiri, pengarang akan waspada

dengan ancaman dan bahaya yang sewaktu-waktu menghadang.

Dari uraian diatas dapat dilihat tiga aspek yang saling berhubungan antara

sastrawan, sastra dan masyarakat. Hubungan itu bersifat sosial dan tertuang dalam

suatu karya sastra sebagai sarana penghubung antara sastrawan, sastra dan

masyarakat pembaca. Dengan demikian pembicaraan ini bersifat sosiologi atau

yang disebut sosiologi sastra.

Secara singkat sosiologi sastra dapat dikatakan sebagai studi sosiologi

terhadap karya sastra yang membicarakan hubungan dan pengaruh timbal balik

antar sastrawan, sastra dan masyarakat , dengan menitikberatkan pada realitas dan

gejala nilai-nilai sosiologis yang ada diantaranya ketiganya. Dengan batasan

seperti itu tampaklah kecenderungan kearah relasi antara kenyataan kehidupan

dalam masyarakat yang dirujuk karya sastra tersebut. Serta sikap budaya dengan

kreativitas pengarang sebagai seorang anggota masyarakat.

Untuk mengetahui sikap dan perilaku seseorang didalam suatu masyarakat

tertentu, apabila didaerah yang belum dikenal seseorang, maka seseorang itu dapat

membaca dan menganalisis karya sastra. Sebab, karya sastra semacam itu akan

membicarakan suatu gambaran tentang sikap perilaku di masyarakat, melukiskan

sikap dan perilaku masyarakat pada zamannya atau dengan kata lain karya sastra

merupakan pencerminan masyarakat pada zamannya.

Sosiologi juga dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan sastra. Sebab

antar sosiologi dan sastra saling menguntungkan. hanya perlu disadari bahwa

Universitas Sumatera Utara


karya sastra bukanlah merupakan cermin yang didahului pikiran masyarakat

zamannya, melainkan karya sastra hanyalah cerminan masyarakat pada zamannya.

Hal ini disadari karena sastra merupakan suatu wujud dan dalam

membentuk struktur masyarakat. Pengarang dan karyanya merupakan dua sisi

yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka membicarakan sebuah karya sastra. Di

satu sisi pengarang adalah anggota dari kelompok masyarakat yang hidup di

tengah-tengah kelompok masyarakat tersebut. Sumarjo juga menekankan bahwa

kehadiran karya sastra merupakan salah satu wujud pelestarian dari keadaan

sosio-kultur masyarakat dimana dia tercipta. Lebih jauh lagi Yakob Sumardjo

mengatakan bahwa “karya sastra menampilkan wajah kultur zamannya, tetapi

sifat sastra juga ditentukan masyarakat ”.

Pendapat Sumardjo di atas didukung pula oleh Semi (1989:54) yang mengatakan

bahwa :

1. Konteks sosial yang menyangkut posisi sosial masyarakat dan kaitannya

dengan masyarakat pembaca, termasuk didalam faktor sosial yang bisa

mempengaruhi si pengarang sebagai perseorangan di samping

mempengaruhi isi karya sastranya.

2. Sastra sebagai cermin yang telaah adalah sampai sejauh mana sastra

dianggap sebagai cerminan keadaan masyarakat.

3. Sosial sastra dalam hal ini ditelaah sampai berada jauh dari nilai sastra

berkaitan dengan nilai sosial dan sampai berapa jauh pula sastra dapat

Universitas Sumatera Utara


berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus sebagai pendidikan bagi

masyarakat pembacanya.

Sosiologi adalah ilmu yang normatif, setiap orang yang cerdas bukanlah

sekedar mahkluk yang pasif. Apabila ia menerima keterangan yang diberikan oleh

ahli sosiologi, ia pun memberikan tanggapan yang sesuai dengan pandangannya

yang bersifat etis, politis dan sebagainya. Seseorang yang cerdas akan selalu

menyangkutkan hasil penelitian itu dengan status dan kebutuhan manusia sebagai

manusia. Misalnya saja, ia memberikan penafsiran etis terhadap data-data

sosiologis tentang beberapa lembaga sosial ; akibatnya ia bisa memberikan

penilaian tersebut jelas tidak didasarkan pada sosiologi itu sendiri, namun

sosiologi selalu menyedikan data yang segera dapat ditafsirkannnya berdasarkan

pada ukuran baik buruk dalam tindak-tunduk manusia.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sosiologi membutuhkan perlakuan yang

normative segera setelah ia lepas dari tangan para ahlinya- meskipun pada

dasarnya ilmu itu sendiri tidak bersifat normatif.

Sosiologi pada sisi lain sebagai ilmu lain yang berbicara tentang aspek-

aspek kemasyarakatan selalu dapat dimanfaatkan untuk pembicaraan sebuah cipta

sastra, nilai-nilai sosiologis dalam sebuah karya sastra dapat terwujud untuk

mencapai pemahaman yang lebih dalam.

Banyak hal-hal yang menjadi fokus pengamatan seorang sastrawan dalam

kehidupan pribadinya, lingkungan serta harapan-harapannya menjadi hal yang

menarik dalam penelitian sebuah cipta sastra. Kompleks permasalahan itu

Universitas Sumatera Utara


merupakan hadiah seorang pengarang yang dapat memperluas wawasan

pemikiran anggota masyarakat.

Dengan menggambarkan fenomena dari hasil pengamatan pengarang,

masyarakat pembacanya memperoleh hal yang bermakna dalam hidupnya.

Pengarang sendiri mendapat sumber dalam aspek-aspek yang membangun

keutuhan sebuah cerita adalah menyangkut perwatakan tokoh-tokohnya. Tokoh

yang berpikiran primitif akan bertindak sebagai manusia yang modern yang serba

luwes.

Cerita tentang seorang tokoh selalu berkaitan dengan pengarang,

lingkungan dimana dia hidup. Demikian juga menyangkut tipe orang atau

tokohnya, biasanya dalam sebuah cerita selalu terdapat beberapa tokoh, dalam hal

inilah pengetahuan sosiologi berperan menggunakan isi sebuah karya sastra.

Hal di atas didukung oleh pernyataan Darmono(1981:178) yang


mengatakan : bahwa sosiologi sastra diaplikasikan pada tulisan-tulisan kritikus
sejarawan sastra menaruh perhatian utama pada cara atau keadaan seseorang
pengarang pengaruhi kelas sosialnya, ideologi sosialnya, kondisi ekonominya,
profesinya dan pembacanya .

Warren dalam (Darmono 1986: 84) mengklasifikasikan sastra menjadi :

pertama, sosiologi pengarang yang mempermasalahkan status sosial, ideologi

sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra.

Kedua sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan karyanya sendiri; menjadi

pokok penalaahan adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang

menjadi tujuannya. Ketiga, sosiologi sastra yang mempermasalahkan pembaca

dan pengaruh sosial karya sastra.

Universitas Sumatera Utara


Ian watt dalam (Darmono, 1996 : 3-4) melihat hubungan timbal balik

antara sastrawan, sastra dan masyarakatnya. Oleh sebab itu, telaah sosiologi suatu

karya sastra yang mencakup tiga hal yaitu : pertama, konteks sosial pengarang

yaitu : menyangkut posisi sosial yang mempengaruhi pengarang sebagai cermin

masyarakat yaitu menyangkut sejauh mana sastra dianggap sebagai pencerminan

keadaan masyarakat ketiga, fungsi sosial sastra yaitu sampai berapa jauh nilai

sastra berkaitan dengan nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial dan sampai

seberapa jauh pula sastra berfungsi alat penghibur dan sekaligus sebagai

pendidikan bagi masyarakat pembaca.

1. Tema

Menurut Fananie (2000: 84) menyatakan, “tema adalah ide, gagasan, dan

pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi karya sastra”. Tema juga

merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra yang menyangkut

persamaan dan perbedaan, Staton ( Nababan, 2016 : 18).

Berdasarkan pendapat kedua ahli diatas, maka penulis menyimpulkan

bahwa tema adalah pokok pikiran dalam suatu karya sastra. Tema biasanya

bersifat tersirat, sehingga dapat dipahami setelah membaca keseluruhan cerita.

2. Alur atau Plot

Semi (Yulianti, 2013 : 10) memaparkan “ bahwa alur atau plot adalah

struktur rangkaian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interaksi khusus

Universitas Sumatera Utara


sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi”. Allur atau

plot terbentuk dari rangkaian kisah tentang peristiwa-peristiwa yang disebabkan

sesuatu dengan tahapan-tahapan yang melibatkan masalah atau konflik.

Alur dalam cerita dapat dibagi atas beberapa bagian, seperti yang dikemukakan

oleh Lubis (1981:17), yaitu :

1. Tahap Situation (tahap penyituasian) tahap yang terutama berisi

pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita.

2. Tahap Generating Circumtances(tahap pemunculan konflik) masalah-

masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik

mulai dimunculkan. berarti peristiwa yang bersangkutan mulai

bergerak.

3. Tahap Rising Action(tahap peningkatan konflik), berarti konflik yang

telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan

dikembangkan kadar identitasnya.

4. Tahap Climax (tahap klimaks) konflik atau pertentangan-pertentangan

yang terjadi, yang diakui atau ditimpakan kepada para tokoh cerita.

Mencapai titik intensitas puncak.

5. Tahap Denoument, berarti pengarang memberikan pemecahan soal

dalam semua peristiwa.

3. Latar atau Setting

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyerah pada

pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya

Universitas Sumatera Utara


peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrahams dalam Nurgiyantoro, 201: 218).

Latar memberikan pijakan cerita secara kongkret dan jelas. Hal ini penting untuk

memberikan kesan realitas kepada pembaca, menciptkan suasana tertentu yang

seolah-olah sunguh-sunguh ada dan terjadi.

Jadi, latar atau setting adalah tempat-tempat kejadian suatu peristiwa di dalam

penceritaan karya sastra, latar bukan hanya berupab daerah atau tempat, namun

juga waktu, musim, peristiawa penting dan sejarah masa kepemimpinan seseorang

dimasa lalu dan lain=lain.

4. Perwatakan/ Penokohan

Pada umumnya perwatakan atau karakter disebut juga penokohan. Dalam

sebuah karya sastra, alur dan perwatakan tidak dapat dipisahkan. Hal ini

disebabkan karena alur meyakinkan karakter-karakter pada tokoh yang beraksi

dan bereaksi. Sehingga hubungan perwatakan dan alur menjadi penting karena

perwatakan adalah sifat menyeluruh manusia atau tokoh dalam karya sastra,

termasuk perasaan, keinginan, cara berpikir dan cara untuk bertindak.

Perwatakan adalah karakter dari tokoh. Dalam hal ini pengertian sifat atau

karakter bertujuan untuk dapat membedakan setiap karakter yang diperankan oleh

setiap tokoh. Dalam karya sastra setiap tokoh itu berfungsi sebagai pembentuk

peristiwa alur dalam sebuah cerita. Aspek perwatakan merupakan imajinasi

pengarang dalam membentuk suatu personalita sehingga harus mampu

mendeskripsikan diri setiap tokoh dalam sebuah karya sastra.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif dan bersifat deskriptif yang oleh Nawawi (1990:63) diartikan sebagai

prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau

melukiskan keadaan objek/subjek penelitian (seseorang, lembaga masyarakat,

dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau

sebagaimana adanya.

Universitas Sumatera Utara


Dengan demikian dalam penelitian ini penulis tidak mengkaji hipotesis

melainkan hanya mendeskripsikan data-data fakta yang ada dan kemudian

diinterpretasikan serta dianalisis secara rasional.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan maka

digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :

a. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari

buku-buku, jurnal penelitian, dan bahan-bahan yang tertulis lainnya yang

berhubungan dengan topik penelitian

b. Studi teks, yaitu pengumpulan data melalui naskah yang telah diteliti dan

ditafsirkan terlebih dahulu kemudian mengambil nilai-nilai moral yang

terkandung dalam naskah.

3.3 Metode Analisa Data

Dalam penelitian ini, karena penelitian yang digunakan adalah kualitatif

yang bersifat deskriptif maka peneliti bersikap netral sehingga tidak

mempengaruhi data. Untuk itu peneliti hanya membaca dan memperhatikan lalu

berusaha menjabarkan atau menginterpretasikan data tersebut untuk dianalisis

sehingga dapat memberikan kesimpulan setelah dilakukan pengecekan ulang atas

data tersebut.

Informasi dan data yang diperoleh dari naskah disusun secara sistematis

dan dikategorisasikan, selanjutnya informasi tersebut didesain sesuai dengan

Universitas Sumatera Utara


bagian-bagian yang telah ditentukan sehingga dapat menghasilkan laporan

penelitian yang integratif dan sistematis.

Untuk metode struktural dan sosiologi sastra penulis menggunakan

langkah-langkah berikut :

1. Mengumpulkan dan menulis data yang di peroleh dari buku.

2. Mendata peristiwa-peristiwa yang penah terjadi dalam Hikayat Si

Miskin.

3. Menentukan nilai-nilai yang terdapat dalam Hikayat Si Miskin.

4. Menganalisis unsur-unsur intinsik karya sastra dalam Hikayat Si

Miskin.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 STRUKTUR INTRINSIK HIKAYAT SI MISKIN

Universitas Sumatera Utara


Struktur adalah adanya anggapan bahwa di dalam dirinya sendiri karya

sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu

kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berjalinan

(Pradopo,dkk,1985;6). Di sini penulis mengkaji struktur dari segi intrinsik untuk

membangun karya sastra tersebut yaitu sinopsis, tema, alur dan perwatakan.

Setelah membaca dan memahami cerita dalam HSM ini maka penulis

mengambil kesimpulan bahwa unsur-unsur yang berkaitan dengan masalah nilai-

nilai sosiologis yang terkandung di dalam HSM tersebut adalah tema, alur, latar,

dan perwatakan. Sedangkan unsur-unsur yang lain tidak penulis masukkan karena

tidak dapat kegunaan langsung atau tidak adanya hal yang perlu dikaji.

4.1.1 Tema

Tema dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu dari sejumlah unsur

pembangun cerita yang lain, yang secara bersama membentuk sebuah

keseluruhan. Bahkan sebenarnya, eksistensi tema itu sendiri sangat bergantung

dari berbagai unsur yang lain. Hal itu disebabkan tema, yang hanya berupa

makna atau gagasan dasar umum suatu cerita, tidak mungkin hadir tanpa unsur

bentuk yang menampungnya. Dengan demikian, sebuah tema baru akan menjadi

makna cerita jika dalam keterkaitannya dengan unsur-unsur cerita yang lain,

khususnya oleh Nurgiyantoro dikelompokkan sebagai sebuah cerita (alur,latar dan

tokoh) yang mendukung dan menyampaikan tema tersebut.

Tema dapat digolongkan ke dalam beberapa tingkatan yang berbeda,

tergantung dari segi mana hal itu dilakukan. Shipley dalam Nurgiyantoro

Universitas Sumatera Utara


(2001:80-82) membedakan tema dalam tingakatan. Pembagaian Shipley ini

berdasarkan tingkatan pengalaman jiwa, yang tersusun dari tingkatan paling

sederhana sampai tingkatan yang paling tinggi yang hanya dapat dicapai oleh

manusia. Kelima tingkatan tema yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Tema tingkat fisik, manusia sebagai molekul (man as molecul). Tema karya

sastra pada tingkat ini lebih banyak menyaran atau ditunjukkan oleh

banyaknya aktifitas fisik daripada kejiwaan tokoh cerita yang bersangkutan

serta unsur latar dalam tema ini mendapatkan penekanan.

b. Tema tingkat organik, manusia sebagai protoplasma (man as protoplasm).

Tema karya sastra tingkat ini lebih banyak menyangkut dan mempersoalkan

masalah seksualitas. Berbagai persoalan kehidupan seksual manusia

mendapat penekanan, khususnya kehidupan seksual yang menyimpang.

c. Tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk sosial (man as sosius). Tema

karya sastra ini menyangkut kehidupan bermasyarakat yang merupakan

tempat berinteraksinya manusia dengan manusia dan lingkungan,

mengandung banyak permasalahan, konflik dan lain-lain yang menjadi objek

pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu antara lain masalah ekonomi,

politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih, propaganda,

hubungan atasan dan bawahan, dan berbagai masalah yang muncul dalam

karya yang berisi kritik sosial.

d. Tema tingkat egoik, manusia sebagai individu (man as individualsm).

Disamping sebagai makhluk sosial manusia sekaligus juga sebagai makhluk

individu yang senantiasa menuntut pengakuan hak individualitasnya. Dalam

Universitas Sumatera Utara


kedudukannya sebagai makhluk individu,manusia pun memiliki bnyak

permasalahan dan konflik.

e. Tema tingkat devine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi. Masalah yang

menonjol dalam tema ini adalah masalah hubungan manusia dan sang

pencipta, masalah religius, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis

lainnya seperti pandangan hidup,visi dan keyakinan.

Adapun kegiatan untuk menafsirakan tema sebuah karya sastra memang

bukan pekerjaan yang mudah. Berhubung tema tersembunyi di balik cerita,

penafsiran terhadapnya haruslah dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada yang

secara keseluruhan membangun cerita itu. Lubis (19 98:25) untuk mengetahui

tema sebuah karya sastra maka dapat dilihat dari tiga hal yang saling berkaitan,

yaitu: (a) melihat persoalan yang menonjol; (b) menghitung waktu penceritaan;

(c) melihat konflk yang paling banyak hadir.

Setelah membaca dan memahami HSM maka penulis dapat

menyimpulkan bahwa HSM termasuk cerita yang tergolong ke dalam jenis tema

tingkat kesenjangan sosial. Dalam Hikayat ini menceritakan perjuangan hidup

dalam mengatasi kemiskinan. Masalah dalam Hikayat ini adalah hubungan

manusia dengan manusia. Salah satu konflik dalam hikayat ini adalah hubungan

antara raja dan kekuasaannya dimana raja tersebut mengusir kedua anaknya hanya

karna ramalan palsu dari ahli nujum yang mengatakan jika dia tidak mengusir

anaknya dari istana maka kerajaan tersebut akan mengalami kebinasaan. Karna

ketakutan raja tersebut akan kemiskinan maka ia pun mengusir kedua anaknya

dari kerajaan tersbut.

Universitas Sumatera Utara


Hal itu di buktikan dalam penggalan cerita berikut :
segala ahli nujum itupun dianugrahi oleh baginda beberapa
banyak emas dan pitis. Maka nujum sekalianpun bermohonlah,
lalu menyembah pulang masing-masing ia berjalan menuju pada
tempatnya. Maka bagindapun masuk ke dalam istana duduk dekat
istrinya, seraya bertitah: “ya,adinda, kakanda tadi memanggil
nujum melihatkan anakda kedua ini, maka di dalam surat ahli
nujum sekalian itu, mengatakan anakda kedua itu besar sangat
celakanya”. Akan sekarang, baiklah kita bunuh keduanya itu.
Tetapi sangat hancurlah luluh batinnya tuan putrid Ratna Dewi
seperti hendak mati rasanya belaskan hal kelakuan anakda kedua
itu diperbuat oleh ayahandanya sendiri , maka disuruh oleh
baginda : “pergilah engkau dari sini, jangan engkau membawa
barang suatu apapun , engkau ini tiada aku sukakan”. Maka
marakerama dan adinda tuan putri nila kesuma itupun jatuh
terguling-guling , maka tuan puteri nila kesuma itupun menangis
terlalu sangat, seraya katanya: “datang hati ayahanda membuat
akan anakda kedua selaku ini!”
( Hal: 17 )

Dari uraian diatas jelaslah bahwa Tema dalam HSM adalah Tema
tingkat kesenjangan sosial.

4.1.2 Alur

Alur merupakan unsur karya sastra yang penting,bahkan tidak sedikit

orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting diantara berbagai unsur

karya sastra yang lain. Tinjauan struktural terhadap karya sastra pun sering lebih

ditekankan pada pembicaraan alur, walau mungkin mempergunakan istilah lain.

Alur sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan waktu, baik

ia kemukakan secara eksplisit maupun implisit. Oleh karena itu dalam sebuah

cerita, tentulah ada awal kejadian, kejadian-kejadian berikutnya, dan barangkali

ada pula akhirnya ( Nurgiyantoro, 2001:141).

Universitas Sumatera Utara


Namun, alur sebuah cerita sering tidak menyajikan urutan peristiwa

secara kronologis, melainkan penyajaian yang dapat dimulai dan diakhiri dengan

kejadian yang mana pun juga tanpa adanya keharusan untuk memulai dan

mengakhiri dengan kejadian awal dan kejadian akhir. Dengan demikian, tahap

awal cerita tidak harus ada di awal cerita atau dibagian awal teks, melainkan dapat

terletak dibagian manapun.

Pada dasarnya, alur sebuah cerita haruslah bersifat padu. Antara peristiwa yang

satu dengan peristiwa yang lain, antara peristiwa yang diceritakan lebih dahulu

dengan kemudian, ada hubungan, ada sifat saling keterkaitan. Alur yang memiliki

sifat keutuhan dan kepaduan, tentu saja akan menyuguhkan cerita yang bersifat

utuh dan padu pula.

Untuk memperoleh keutuhan sebuah lur cerita, Tafsir dalam Lubis

(1998:10) mengemukaakan bahwa sebuah alur haruslah terdiri dari lima tahapan.

Kelima tahapan tersebut dalah :

a. Tahap penyituasian (tahap situation), tahap yang terutama berisi pelukisan dan

pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan

cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain. Berfungsi untuk melandastumpui

cerita yang dikisahkan dalam tahap berikutnya.

b. Tahap pemunculan konflik (tahap generating circumstances), masalah-

masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai mencuat.

Jadi, tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri

Universitas Sumatera Utara


akan berkembang dan akan dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap

berikutnya.

c. Tahap peningkatan konflik (tahap rising action), konflik yang telah

dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan

kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita bersifat

semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi mengarah ke

klimaks semakin tidak dapat dihindari.

d. Tahap klimaks (tahap climax), konflik atau pertentangan-pertentangan yang

terjadi, yang diakui atau ditimpakan kepada tokoh cerita mencapai titik intensitas

puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang

berperan sebagai pelaku dan penderita. Terjadinya konflik utama.

e. Tahap penyelesaian (tahap denouement),konflik yang telah mencapai klimaks

diberi penyelesaian,ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik yang lain, sub-sub

konflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada, juga diberi jalan keluar, cerita

diakhiri.

Dalam pengertian ini, elemen alur hanyalah didasarkan pada paparan

mulanya peristiwa, berkembangnya peristiwa yang mengarah kepada konflik yang

mulai memuncak dan ketika cerita tersebut dapat menentukan nasibnya sendiri-

sendiri. Selanjutnya kadar konflik akan menurun sehingga ketegangan dalam

cerita menuju ke tahap penyelesaian.

Setelah penulis membaca,menghayati, dan memahami HSM maka dapat

digambarkan alur yang terdapat dalam Hikayat ini adalah alur lurus dan alur

progresif. Artinya, bahwa dalam HSM pelukisan alur cerita diawali dengan awal

Universitas Sumatera Utara


situasi sampai dengan akhir situasi dan tidak terdapat alur sorot balik (flashback)

pada setiap bagian dari cerita tersebut.

Adapun pentahapan alur dalam HSM sebagai berikut:

a. Tahap penyituasian (tahap situation), ini pengarang mulai menceritakan

maupun melukiskan situasi latar, tokoh cerita dan pembukaan cerita. Hal ini

dapat kita lihat dari petikan awal cerita ini, yaitu:

Pada dahulu kala hiduplah laki bini di negeri antah


berantah,mereka mencari rejeki dengan berkeliling di negeri
yang bertuankan Maharaj indera dewa namanya terlalu amat
besar di kerajaan tersebut,beberapa raja-raja di tanah dewa itu
takluk terhadap baginda tersebut dan memberikan upeti kepada
baginda raja tersebut tiap-tiap tahun. Hatta, maka pada suatu
hari baginda tersebut sedang ramai dihadapi oleh raja-raja
,menteri, hulubalang, rakyat sekalian pun di
penghadapannya.maka si miskin pun sampailah di penghadapan
itu,setelah dilihat oleh orang banyak, si miskin laki bini dengan
rupa kainnyasperti dimamah anjing rupanya. Maka orang
ramailah teretawa seraya mengambil kayu dan batu.
( Hal : 6 )
Pada awal cerita ini pengarang sudah memainkan memulai cerita dari

lingkungannya dahulu yaitu di hutan. Pada awalan cerita ini pengarang sudah

memulai konflik awal yang berkaitan dengan tokoh pada cerita tersebut. Sedikit

demi sedikit pengarang mulai memasukkan tokoh ke dalam isi cerita. Dari

penggalan cerita pengarang sudah memasukkan unsur-unsur yang selalu ada

dalam karya sastra yaitu ; waktu, tempat, dan lingkungan serta kejadian cerita.

Adanya faktor-faktor diatas yang membentuk sebuah cerita yang saling berkaitan

merupakan kesatuan yang bulat dalam HSM.

Universitas Sumatera Utara


b. Tahap pemunculan konflik (tahap generating circumstances), tahap ini dimulai

dengan masalah dan peristiwa-peristiwa yang akan mencuatkan konflik seperti,

mulainya awal konflik dalam HSM tersebut. Hal ini dapat kita lihat dari

penggalan cerita berikut :

Maka dilemparilah si miskin itu kena tubuhnya habis bengkak-


bengkak dan berdarah. Maka segala tubuhnya pun berlumuran
dengan darah.maka orangpun gemparlah. Maka titah baginda
“apakah yang gempar diluar itu?”. Maka sembah raja-raja itu “ya
tuanku syah alam,orang melempar si miskin tuanku”. Maka titah
baginda “suruh usir jauh-jauh”. Maka diusir oranglah akan si
miskin hingga samapailah ke tepi hutan. Maka haripun malamlah.
Maka bangindapun berangkatlah masuk ke dalam istanannya itu.
maka segala raja-raja dan menteri, hulubalang rakyat sekalian
itupun masing-masing pulang kerumahnya.
Adapun akan si miskin itu apabila malam iapun tidurlah di dalam
hutan itu. Setelah siang hari mka iapaun pergi berjalan masuk ke
dalam negri menceri rizqinya. Maka apabila sampaila dekat kepada
kampung orang. Apabila orang yang empunya kampung itu melihat
kan dia. Maka diusirlah dengan kayu. Maka si miskin itupun larilah
lalu ke pasar. Maka apabila dilihat oleh orang pasar itu maka si
miskin datang, maka masing-masing pun datang ada yang
melontari dengan batu,ada yang memalu dengan kayu. Maka si
msikin itupun larilah tunggang langgang, tubunya habis berlumur
dengan darah. Maka menangislah ia berseru-seru sepanjang jalan
itu dengan tersengat lapar dahaganya seperti akan mati rasanya.
Maka iapun bertemu dengan tempat orang membuangkan sampah-
sampah. Maka berhentilah disana. Maka dicaharinyalah di dalam
sampah yang tertimbun itu barang yang boleh di makan. Maka
didapatinnyalah ketupat yang sudah basi dibuangkan oleh orang
pasar itu dengn buku tebu lalu dimakannya ketupat sebiji itu laki-
bini. Setelah sudah dimakannya ketupat itu maka barulah
dimaknnya buku tebu itu. maka adalah segar sedikitnya rasanya
tubuhnya karena beberapa lamanya tiada merasai nasi. Hendak
mati rasanya. Ia hendak meminta ke rumah orang takut. Jangankan
diberi orang barang sesuatu hamper kepada rumah orangpun itupun
tiada boleh.demikianlah hari-hari si miskin itu sehari-hari.
( Hal: 12)

Universitas Sumatera Utara


Dari penggalan cerita di atas sudah telihatlah permasalahan dan peristiwa

yang menyebabkan konflik mencuat setelah awal cerita. Dari gambaran dan

penggalan cerita ini jelas bahwa penulis mulai menggerakkan jalan cerita

sehingga pembaca dan penikmat karya sastra ingin lebih mengetahui jalannya

ataupun isi cerita selanjutnya.

c. Tahap peningkatan konflik (tahap rising action), pada tahap ini penulis sudah

ingin menampakkan maksud dan tujuan penulis terhadap HSM ini. Keadaan

Hikayat peningkatan konflik ini ketika si miskin mulai merasakan penderitaan

yang berlebih lagi. Hal ini dapat kita lihat dari penggalan cerita berikut :

Hatta maka haripun petanglah.maka si miskin berjalanlah


masuk ke dalam hutan tempatnya sediakala itu. disana lah ia
tidur. Maka disapunya lah darah-darah yang ditubuhnya
tidak boleh karena darah itu sudah kering. Maka si miskin
itupun tidurlah di dalam hutan itu. setelah pagi-pagi hari
maka bertkatalah si miskin kepada isterinya “ya, tuanku
matilah rasaku ini. Sangatlah sakit rasanya tubuhku ini”.
Maka tiadalah berdaya lagi hancurlah rasanya anggotaku
ini.maka iapun tersedu-sedu menangis. Maka
mengadunglah istri si miskin dan menginginkan makan
mempelam dari taman raja dan dengan beta hati
menghadaplah si miskin tersebut kepada raja dan raja
punmemberikan buah itu kepada si miskin.stelah genap
kandungan istrinya tersebut maka lahirlah anakna yang laki-
laki bernama marakarmah, ketika menggali tanah ingin
membuat teratak sebagai tempat tinggal, didapatnya tanjau
berisi emas yang tidak akan habis berbelanja sampai kepada
naak cucunya, dengan takdir Allah terdirilah disitu kerajaan
yang komplet perlengkapannya
Si miskin pun berganti nama menjadi maharaja indera
angkasa dan istrinya tuan putrid ratna dewi.negerinya diberi
nama puspa sari dan tidak lama kemudian lahirlah anaknya
yang kedua perempuan bernama nila kesuma.
( Hal : 14 )

Universitas Sumatera Utara


Penggalan cerita ini menunjukkan bahwa penulis sudah ingin mencapai

klimaks cerita sehingga memunculkan alur yang semakin memuncak dan

mendekati klimaks.

d. Tahap puncak (tahap climax), puncak cerita itu ketika negeri Puspa Sari

musnah tebakar , dan Marakerama dan Nila Kesuma hidup di hutan, karena

hendak mencari api di perkampungan, karena disangka mencuri maka

Marakerama pun dipukuli banyak orang kemudian dilemparkan kelaut

sementara Nila Kesuma bertemu dengan raja Mangindera Sari putra mahkota

dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi isteri putera mahkota itu

dan bernama Mayang Mengurai. Hal ini dapat kita lihat dari penggalan cerita

berikut,

Beretemulah si miskin dengn ahli nujum yang meramalkan nasib


putra-putrinya yang katanya mendatangkan celakan saja kepada
orang tuanya, ramalan palsu ahli nujum tersebut menyedihkan
hati indera angkasa maka disuruhnyalah putra putrinya untuk
meninggalkan istana dan tidak lama sepeninggal putra-putrinya
musanahlah negeri pupa sari terbakar. dan marakarmah dan nila
kesuma hidup di hutan, karna hendak mencari api di
perkampungan, karena disangka mencuri maka marakarmah pun
dipukuli banyak orang kemudian dilemparkan kelaut sementara
nila kesuma bertemu dengan raja mangindera sari putra mahkota
dari palinggam cahaya, yang pada akhirnya menjadi isteri putera
mahkota itu dan bernama mayang mengurai.akan nasib
marakarmah dilautan ia pun bertemu dengan nenek kabayan yang
kehidupannya menjual bunga dan tinggalah ia dengan nenek
kabayan tersebut.
( Hal : 17 )

e.Tahap penyelesaian cerita (tahap development) Dari penggalan cerita tersebut


sudah terlihatlah puncak cerita HSM tesebut.tahap penyelesaian cerita (tahap
denovenment) ini adalah :

Universitas Sumatera Utara


ketika Marakeramah mulai mencari ayah ibunya yang telah jatuh
miskin kembali,dengan kesaktiannya diciptkannya lah kembali
negeri puspa sari dengan segala perlengkapannnya seperti
dahulu kala. Ditemuinya lah ayah dan ibunya. (Hal : 49)

4.1.3 Latar

Latar atau setting disebut juga sebagi landas tumpu, menyaran pada

pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dan Nurgiyantoro,2001:218) latar

memberikan pijakan cerita secara konkrit dan jelas. Hal ini penting untuk

memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang

seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca, dengan demikian merasa

dipermudah untuk “mengoperasikan” daya imajinasinya, disamping

dimungkinkan untuk berperan serta secar kritis sehubungan dengan

pengetahuannya tentang latar. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran,

ketepatan,dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akarab.

Pembaca seolah-olah merasa menemukan di dalam cerita itu sesuatu yang ada di

dalam dirinya. Hal ini akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana

setempat, warna lokal,lengkap dengan perwatakannya di dalam cerita.

Menurut Nurgiyantoro (2001:227) unsur latar dapat dibedakan ke dalam

tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur tersebut masing-

masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara

sendiri,pada kenyataanya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan

lainnya. Ketiga unsur latar tersebut secara singkat dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Universitas Sumatera Utara


a. Latar tempat, latar ini menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya sastra. Unsur tempat yang digunakan berupa

tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial teretentu maupun lokasi tertentu

tanpa nama jelas. Tempat-tempat yang bernama adalah tempat-tempat yang

dijumpai di dunia nyata misalanya hutan, pantai, desa, kota, kamar, dan lain-

lain.

b. Latar waktu, latar ini berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Masalah

“kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu factual, waktu yang

ada kaitannya dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca

terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk mencoba masuk ke

dalam suasana cerita. Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita

berdasarkan cuan yang diketahuinya yang berasal dari luar cerita yang

bersangkutan. Adanya persamaan perkembangan atau kesejalanan waktu

tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani pembaca seolah-olah cerita itu

sungguh-sungguh ada dan terjadi.

c. Latar sosial, latar ini menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam

karya sastra. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakaup berbagai

masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Dia dapat berupa kebiasaan

hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan

bersikap, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan latar tempat yang ada dalam

Hikayat si Miskin ini memiliki Setting tempat yaitu negeri antah

berantah,hutan,pasar,negeri puspa sari,lautan,dan negeri palinggam cahaya.

Hal itu dapat dibuktikan dalam penggalan cerita berikut :

1. Latar tempat, latar tempat yang ada dalam HSM ini yaitu:

a. Di Hutan tempat marakerama dan adiknya tinggal. Kutipan cerita yang


menegaskannya adalah,
Maka ia pun tenangkan akan saudaranya, yang tinggal di
dalam Hutan seorang dirinya itu.Maka samapailah
kepada pohon kayu beringin itu terlalu amat besarnya.
Maka adalah air turun dari atas gunung di dekat hutan
itu, maka disanalah ia berhenti mandikan saudaranya.

b. Di kebun yang merupakan salah satu latar tempat dalam HSM. Kutipan
cerita yang menegaskannya adalah,
Maka iapun berjalanlah berkeliling pagarnya itu,
menantikan orang yang punya kebun itu hendak minta
api.

c. Di puspa sari yang merupakan salah satu latar tempat dari HSM.
Kutipan cerita yang menegaskannya adalah,
Alkisah maka tersebutlah perkataan raja didalam
negeri Palinggam cahaya itu bernama maharaja puspa
indera, maka bagindapun berputera seorang laki-laki,
terlalu baik parasnya, bernama maharaja mangindera
sari dan gundanya bernama tuan puteri maduratan
terlalu baik parasnya, kerajaannya, baginda itu terlalu
amat besar.
d. Di negeri palinggam cahaya merupakan salah satu latar tempat dari
HSM. Kutipan cerita yang menegaskannya adalah,

Universitas Sumatera Utara


Maka di dengarnya bunyi ayam berkokok sayup-
sayup karena Hutan itu dekat dengan dusun orang
negeri Palinggam Cahaya itu.

e. Di pasar merupakan salah satu latar tempat dalam HSM


Kutipan cerita yang menegaskannya adalah,
Maka si miskin itupun larilah ia ke pasar itu, maka
sampailah ia kepasara itu setelah dilihat orang
pasar itu akan si miskin datang maka masing-
masing mengusirnya dengan kayu dan batu maka
larilah ia membawa bengkaknya serta berlumuran
badannya dengan darah,berjalan sambil menangis
sepanjang jalan dengan lapar dan
dahaganya,seperti akan mati rasanya.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa kata hutan, kebun, puspa
sari, negeri palinggam cahaya, dan pasar menunjukkan latar
tempat dalam HSM.

2. Latar waktu, dalam cerita HSM ini seperti yang biasa dalam sebuah karya
sastra lama klasik lainnya. Dalam cerita HSM ini waktu yang diceritakan
sebahagian besar tidak dinyatakan dengan tepat dan jelas. Misalnya setelah
beberapa minggu, seminggu, sepekan lamanya dan sebagainya tidak jarang
juga disebutkan jangka waktunya, seperti 14 hari lamanya, dan
sebagainya. Hal ini dapat kita lihat dalam kutipan cerita berikut,
Hatta dengan demikian itu, maka genaplah
bulannya,pada ketika yang baiuk,kepada malam
empat belas hari bulan pada sedang terang
temaram, pada ketika itulah si miskin itupun
beranaklah seorang laik-laki elok parasnya.

Setelah itu tampak juga latar yang meliputi waktu dari penggalan cerita
berikut,
Maka pada suatu hari baginda pun sedang ramai
diadap segala raja-raja sekalian dihadapan baginda
itu. maka si miskin itupun datanglah di hadapan
baginda itu. setelah dilihat orang banyak itu,akan
datang si miskin itu dua laki istri, dengan rupa
kainnya seperti dimamah anjing rupanya, maka
orang banyak itupun ramailah tertawaserta
mengambil kayau dan batu,maka lalu dilemparinya
lah si miskin itu.

Universitas Sumatera Utara


3. Latar sosial, dalam cerita HSM adalah keadaan sosial secara keseluruhan
yang ada di dalam cerita. Bila ditinjau dari segi kemasyarakatannya akan
terlihat adanya sikap masyarakat yang senang membedakan antar si kaya
dan si miskin, memperlakukan seseorang baik tidaknya berdasarkan latar
belakang sosial orang tersebut dan juga masih adanya kepercayaan
terhadap hal-hal yang bersifat tidak tetap atau pun semacam ramalan yang
tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

4.1.4 Watak dan Perwatakan

Dalam pembicaraan sebuah karya sastra, sering dipergunakan istilah-

istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan

karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama.

Istilah-istilah tersebut, sebenarnya tidak menyaran pada pengertian persis sama,

walau ada diantaranya sinonim. Ada istilah yang pengertiannya menyaran pada

tokoh cerita, adan pada tekhnik perkembangannya dalam sebuah cerita.

Istilah “tokoh” menunjukkan pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai

jawab atas pertanyaan: “Siapakah tokoh utama Hikayat tersebut?”, atau “Ada

berapa orang pelaku dalam cerita rakyat itu?”, dan sebagainya. Watak,perwatakan,

dan karakter, menunjukkan pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang

ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kulaitas pribadi seorang tokoh.

Universitas Sumatera Utara


Penokohan dan karakterisasi, karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan

karakter dan perwatakan, menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu

dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Atau seperti dikatakan oleh (Jones

dalam Nurgiyantoro, 2001:165), penokohan adalah penulisan gamabaran yang

jelas tentang seseorang yang ditampilkan pada sebuah cerita.

Penggunaan istilah “karakter” (character) sendiri dalam sebuah literature

bahasa inggris menyarankan pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai

tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap,ketertarikan,keinginan dan

emosi dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut (Stanton dalam

Nurgiyantoro,2001:165). Dengan demikian, karakter dalam berarti ‘pelaku cerita’

dapat pula berarti ‘perwatakan’. Antara seorang tokoh dengan perwatakan yang

dimilikinya, memang merupakan sebuah kepaduan yang utuh. Penyebutan nama

tokoh tertentu, tidak jarang,langsung mengisyaratkan kepada kita perwatakan

yang dimilikinya. Hal itu terjadi terutama pda tokoh-tokoh cerita yang telah

menjadi milik masyarakat.

Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya sastra dapat dibedakan ke dalam

beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut pandang dan tinjauan, seorang

tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus,

misalnya sebagai tokoh utama-protagonis-berkembang-tipikal. Adapun jenis-jenis

tokoh tersebut adalah:

a. Tokoh utama dan tokoh tambahan

Universitas Sumatera Utara


Dilihat dari segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah

cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga

terasa mendominasi sebagain besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh yang hanya

di munculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam

porsi penceritaan yang relative pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh

utama (cental character,maincharacter), sedang yang kedua adalah tokoh

tambahan (peripheral character). Tokoh utama adalah tokoh yang selalu

diutamakan penceritaanya dalam sebuah cerita yang bersangkutan

b. Tokoh protagonist dan antagonis

Jika dilihat dari peranan tokoh-tokoh dalam perkembangan plot dapat

dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari fungsi

penampilan tokoh dapat dibedakan dalam tokoh protagonis dan antagonis.

Membaca sebuah karya sastra, pembaca sering mengidentifikasikan diri dengan

tokoh tertentu, memberikan simpati, dan melibatkan diri secara omosional

terhadap tokoh tersebut. Tokoh yang disikapi demikian oleh pembaca disebut

tokoh protagonis (Alterbend dan Lewis dalam Nurgiyantoro 2001:178).

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, tokoh yang mendahulukan

normanorma, nilai-nilai yang tidak ideal bagi kita.

c. Tokoh sederhana dan Tokoh Bulat

Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh

sederhana (simple atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat

(complex atau round character). Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya

Universitas Sumatera Utara


memiliki satu kulaitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Sebagai

seorang tokoh manusia, ia tidak diungkap sebagai kemungkinan sisi

kehidupannya. Dan tokoh bulat atau kompleks adalah tokoh yang memiliki dan

diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya, dan jati

diri yang sesungguhnya.

Berdasarkan sumber yang penulis dapatkan maka dapat disimpulkan watak

tokoh pemeran utama ataupun si miskin yaitu penyayang, sangat mudah kasihan

seperti yang terdapat dalam kutipan berikut : “maka terlalu belas rasa hati

suaminya itu melihatkan kelakuan istrinya itu seperti orang, hendak mati lah

rupanya, tiada berdaya lagi. Maka pergialah dia menghadap kepada maharaja

indera dewa itu”.

-Putri chairani memiliki watak penurut seperti yang ada dalam kutipan berikut

“baiklah nenek,marilah aku carikan kutu nenek itu”.

-marakerama memiliki sifat setia seperti dalam kutipan berikut “diamlah nenek,

jangan menangis, jikalau ada lagi umurku, barang dimanapun aku pergi, tiadalah

aku tinggalkan nenek”.

-marakerama memiliki sifat penyayang seperti dalam kutipan berikut “wah, ankku

tuan, terlalu susah ayahanda menyuruhkan mencari tuan, tiada juga bertemu.

Maka raja mangindera sari pun, datang menyembah kaki kakanda itu, mka lalu

dipeluk dan diciumnya dan bertangisanlah”.

Universitas Sumatera Utara


- Raja mangindera sari memiliki sifat murah hati seperti dalam kutipan berikut

“baik-baik tuan dua mufakat dengan tuan brsaudara itu, jikalau ada salah bebal

baginda itu, ajari oleh tuan”.

- Raja mangindera sari memiliki sifat penurut seperti dalam kutipan berikut “Ya

kakanda, baiklah kita menyuruh kepada ayahanda itu, karena ayahanda itupun ada

berpesan kepada kakanda itu juga, jikalau ada barang sesuatu halnya anakda, ada

juga segala raja-raja membantu dia, akan kita ini sorangpun tiada yang datang

melihat perang ini”.

4.2 ANALISIS NILAI SOSIOLOGI HIKAYAT SI MISKIN

Wilayah Melayu merupakan wilayah nan sangat kaya akan cerita. Jika

kita menggali kehidupan di masyarakat, maka akan kita temukan berbagai cerita

yang merupakan cerita hikayat Melayu klasik. Cerita ini memberikan citra pada

kita akan kekayaan masyarakat nan seharusnya menjadi unsur inspirasi diri.

Universitas Sumatera Utara


Wacana buat membangun karakter personal bisa dibentuk secara mantap jika

cerita-cerita nan ada dijadikan sebagai acuannya.

Semua cerita mengangkat kondisi-kondisi terbaik nan harus dilakukan agar

kehidupan tercipta kondusif. Nilai-nilai positif kehidupan ada dalam setiap cerita

sehingga bisa direfleksikan ke diri kita masing-masing. Bukankah pembentukan

karakter bisa ditempah dengan memperbanyak masukan informasi ke dalam diri

karena karakter itu bisa kita peroleh jika kita banyak membaca hal-hal yang

positif.

Cerita hikayat pada dasarnya merupakan cerita yang diarahkan buat

memberikan citra kepada masyarakat pembaca atau pendengar atas kondisi yang

diharapkan oleh pencerita dan pengarangnya. Mereka berharap agar nilai-nilai

yang dimasukkan dalam cerita bisa diunduh oleh pembaca atau pendengar dan

selanjutnya dijadikan sebagai jati diri.

Karakter diri telah menjadi isu terbesar buat menghadapi pola kehidupan dunia

yang sedang bergulir ke negeri kita. Setiap kegiatan dikatakan sebagai program

antisipasi globalisasi. Oleh sebab itulah, maka kita harus melakukannya karena

jika tidak, kita akan kesulita melangkahkan kaki.

Pengertian hikayat menurut Hooykaas dan ismail huseinn adalah nama

jenis sastra yang menggunakan bahasa Melayu sebagai wahananya (Baried,

1985:4). Kata hikayat sendiri diturunkan dari bahasa Arab hikayat yang artinya

cerita,kisah,dongeng-dongeng. Kata hikayat berasal dari bentuk kata kerja Haka,

Universitas Sumatera Utara


yang artinya menceritakan, mengatakan sesuatu kepada orang lain ( Hava, 1951

:136,137).

Unsur-unsur yang menonjol dalam hikayat yang berisi cerita rekaan adalah kadar

rekaanya selalu sesuai dengan taraf kebudayaan masyarakat dan alam pikiran

mereka. Hikayat yang muncul pada awal sastra Melayu mengandung cerita yang

erat akan hubungannya dengan dengan kepercayaan pribumi pada waktu itu.

Cerita ini masih dihubungkan dengan kehidupan raksasa, makhluk halus yang

beraneka ragam macamnya yang selalu mengahantui manusia, seperti yang

banyak terdapat dalam cerita asal-usul (Baried, 1985 :7). Ciri-ciri itu

mengisyaratkan bahwa hikayat merupakan cerita yang mencerminkan kehidupan

masyarakat yang berbudaya dan beragama.

Selain itu hikayat juga mengikuti perkembangan zaman, seperti pengaruh agama

yang masuk ke dalam wilayah tertentu. (Baried 1987 : 7) mengatakan kedatangan

budaya hindu membuat cerita rekaan itu berubah menjadi cerita kehidupan para

dewa dan para bidadari. Kemudian agama islam masuk dan menimbulkan

perubahan penceritaan, seperti munculnya cerita para nabi, para sahabat,dan cerita

hari-hari kiamat.

Bertolak dari teori-teori itu dapat di kesimpulan bahwa HSM termasuk

rekaan pra hindu Karena didalamnya menceitakan tokoh-tokoh manusia sakti dan

kehidupan termasuk ke dalam awal sastra Melayu karena isinya masih erat

hubungannya dengan kepercayaan pribumi pada waktu itu. Kepercayaan pribumi

yang dinut mereka diantara nya adalah sikap-sikap kehidupan bermasyarakat.

Universitas Sumatera Utara


Perilaku kehiduapan itu termasuk ke dalam nilai budaya bangsa, dari sekian

banyak nilai budaya itu, ada beberapa buah nilai budaya yang menonjol itu talah

tertanam dari seluruh masyarakat di nusantara ini. Nilai-nilai itu dalah mencegah

melebarya jurang pemisah antara kaya dan miskin, dan pemimpinan yang arif dan

bijaksana.

4.2.1 Mencegah Kesenjangan Sosial

Kaya dan miskin di dalam kehidupan bermasyarakat selalu menjadi

problem karna perbedaan status sosial itu menyebabkan sering terjadi

kerenggangan dalam kehidupan mereka. Keluarga kaya selalu merasa dirinya

berkuasa dan berstatus tinggi, sementara keluarga miskin selalu merasa dirinya

hina dan rendah di bertindak depan keluarga kaya.ada kalanya, keluarga kaya

bertindak sewenang-wenang terhadap si miskin.

Usaha menyatukan hubungan antara keluarga kaya dan miskin telah lama

digunakan oleh sebagian orang,dan oleh pemerintah, sehingga di Indonesia

sekarang sejak peerintah Presiden Soeharto ada hari kesetiakawanan sosial,yaitu

setiap tanggal 20 Desember. Hal itu dilakukan agar jurang pemisah antara si kaya

dan si miskin tidak semakin melebar. Cara-cara mereka itu, salah satunya adalah

membuat suatu bacaan dengan kisah yang menyangkut permasalahan itu,seperti

dalam HSM digambarkan usaha pencegahan jurang pemisah antara si kaya dan si

miskin. Miskin digambarkan semula adalah raja,kemudian kena kutuk ke bumi

sebagai orang miskin, si miskin selalu mendapat hinaan dari orang-orang sekitar

Universitas Sumatera Utara


dan pembesar kerajaan. Peristiwa itu menggambarkan bahwa orang saat itu sangat

mementingkan materi daripada rasa tolong menolong antra sesama. Hal itu tersirat

dalam petikan berikut :

“maka pada suatu hari baginda pun sedang ramai diadap


oleh segala raja sekalian dihadapan itu, maka si Miskin itu
pun datanglah di hadapan baginda itu . setelah idilihat
orang banyak itu, akan si miskin itu datang dua laki istri,
dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing rupanya,
maka orang banyak itupun ramailah ia tertawa serta
mengambil kayu dan batu, maka langsung
dilemparinyalah si miskin itu, maka kenalah tubuhnya,
habislah bengkak-bengkak, ada yang berdarahan, segala
tubuhnya itu berlumuran dengan darah, maka orang pun
gemparlah.
Perbedaan si kaya dan si miskin itu tidak selamanya terjadi akibat

ketamakan orang-orang penguasa. Hal itu dapat dibuktikan dengan maharaja

indera dewa yang memiliki sifat sosial juga. Kisah itu, menyarankan tolong-

menolong antara orang kaya dan miskin sangat perlu dilakukan karena suadah

menjadi suatu kewajiaban setiap manusia bahwa orang yang kuat harus menoong

orang yang lemah. Pertolongan orang kaya kepada orang miskin itu digambarkan

melalui peristiwa ketika si miskin itu digambarkan melalui peristiwa ketika si

miskin memohon buah ampelam kepada maharaja ampelam kepada maharaja

indera dewa untuk istrinya yang sedang hamil dan ngidam buah itu.

“Maka istrinya menangis tiada mau, maka si Miskin


terlalu susah hatinya kepada istrinya dan ditunjukkannya
juga tiada mau juga istrinya, jikalau tiada ampelam di
dalam taman raja itu,”biarlah aku mati sekali!”.
Maka terlalu belas rasa hatinya suaminya itu
memperlihatkan kelakuan istrinya itu, seperti orang,
hendak matilah rupanya, tiada berdaya lagi. Maka pergilah
ia mengahadap kepada maharaja indra dewa itu. Maka

Universitas Sumatera Utara


baginda pun sedang ramai dihadap segala : raja-raja maka
si miskin pun datanglah,lalu masuk kedalam sekali.
Maka titah baginda: “hai, miskin kehendakmu dating
kemari ini? Maka si miskin itupun kepala sampai ke tanah
: “Ampun, tuanku, beribu-ribu kali ampun, jikalau rahim
dan karunia dulisyaja patik, hamaba orang yang hina ini
hendak memohonkan daun ampelam syah alam, yang
gugur barang sehelai,tuanku “.
Maka titah baginda:” hendak engkau buat apa daun
ampelam itu?” maka sembahnya :” hendak patik
makan,tuanku”. Maka titah baginda kepada hambanya :
“ambilkan olehmu buah ampelamitu barang
setangkai, berikan kepada si Miskin. Maka diambilnyalah,
seraya menyembah kepada baginda, lau ia berjalan keluar
kembali. Kemudian, maka baginda pun berangkat masuk
ke dalam istana. Maka segala raja-raja dan menteri,
hulubalang itupun masing-masinglah pulang
kerumahnya”.

Petikan itu telah menyiratkan hubngan orang kaya dan miskin mulia

terjalin karena dilandasi rasa belas kasihan dan rasa kasih sayang dari orang kaya

terhadap sesama orang.tolong menolong merupakan suatu kewajiban manusia

untuk menolong sesamanya yang lemah sehingga tidak ada lagi perbedaan anatar

si kaya dan si miskin. Hal itu digambarkan melalui peristiwa yang dialami oleh si

miskin ketika istrinya hamil. Orang-orang banyak memberikan pakaina dan

perkakas rumah tangga. Peristiwa ini telah mengganbarkan tidak adanya jarak

pemisah antara si kaya dan si miskin. seorang kaya dengan berjiwa besar

membantu yang miskin agar dapat bertahan hidup.

“Sudah itu, maka da barang tiga hari lamanya, maka ia pun


menangis pula hendak makan nangka , yang di dalam taman
raja itu, maka ia pun pergi suaminya pun memohonkan
kepada raja itu, maka dikasih juga oleh raja itu. Maka lalu
diambilnya, maka dibawanya pulang, diberikan kepada

Universitas Sumatera Utara


istrinya itupun tertawa juga, mak lalu dimakannnya buah
nangka itu.
Adapun selam ini dia hamil istrinya itu, segala makan-
makanan dan kain baju dan terus padi dan segala
perkakasnya banyak ia diberi oleh orang itu”
Pertolongan digambarkan tidak saja terjalin dari hubungan orang kaya

dan orang miskin, tetapi terjalin juga antara orang berada dan orang yang terkena

itu dapat diibaratkan sebagi orang yang miskin dari kemerdekaan dan orang

berada itu dapat diibaratkan sebagai orang kaya atau mampu. Kemampuan orang

berada itu digunakan untuk meolong orang yang terkena musibah. Peristiwa itu

dijalin melaului kisah perjalanan Marakerma dan kekasihnya (putrid cahaya

chairani )ketika terdampar di pulau tempat raksasa. Keduanya ditolong oleh

berada (Nahkoda kapal) sehingga selamat dari raksasa itu.

4.2.2 Kepemipinan yang arif dan bijaksana

Seorang pemimpin yang bijaksana akan selalu mengutamakan

kepentingan rakyatnya walaupun sekecil apapun. Hal itu digambarkan melalui

peristiwa ketika Maharaja indera dewa memberi buah ampelam kepada si miskin

yang meminta untuk isterinya yang sedang hamil muda. Kemudian si miskin

untuk kedua kalinya minta buah nangka kepada maharaja indera dewa. Karena

istrinya sedang hamil, permintannya itu dikabulkan oleh raja sehingga isterinya si

miskin merasa gembira. Perisiwa menyiratkan seorang pemimpin yang sangat

memprihatinkan kebutuhan rakyatnya sampai yang termiskin sekalipun, seperti

yang dapat dibaca dalam kutipan di bawah ini:

Maka titah baginda : “ hendak engkau buat apa daun ampelam


itu? “ maka sembahnya : “ maka titah baginda itu kepada

Universitas Sumatera Utara


hambanya: “ambilkan oleh mu buah ampelam itu barang
setangkai ,berikan kepada si miskin itu “ amka diambil oleh
dua orang lain buah ampelam itu diberikan kepada si miskin
itu” maka diambinya lah buah itu seraya menyebah kepada
baginda,lalu ia berjalan keluar kembali .kemudian maka
baginda pun berangkat masuk ke dalam istana. Maka segala
raja-raja dan menteri , hulubalang itu pun masing-asinglah
pulang ke rumahnya. Arkian , maka si miskin itupun sampailah
ke tempat nya.
Setelah dia mendapat buah apelam itu, sudah itu barang tiga
hari lamanya , maka iapun menangis hendak makan buah
nangka, yang di dalam taman raja itu. Maka ia pun pergi pula
suaminya memohonkan kepada raja itu. Maka dikasih juag
oleh raja itu. Lalu diambilnya dan dibawa pulang diberikan
kepada istrinya itupun tertawa juga , maka dimakannya
kembali buah nangka itu. Adapun selama ia hmil isterinya
itu,segala makan-makanan dan kain baju dan beras padi dan
segala perkakasnya itupun banyak diberikan kepada orang itu.
Seorang pemimpin yang baik tidak akan segan-segan mengucapkan rasa

terima kasih kepada maharaja yang telah memberikan jasa. Peristiwa itu

digambarkan melalui peristiwa maharaja indera dewa ketika member beberapa

persalinan kepada beberapa saudara yang telah memberikan keterangan tentang si

miskin yang telah menjadi Raja.

Alkisah, maka tersebutlah saudagar, yang ada di dalam negeri antah

berantah itu, apabila ia mendengar kabar akan si miskin itu sudah menjadi raja

sekaliannya itupun masih menyuruh pandai emas hendak membuatkan

perkakas,yang disuruh oleh si miskin dahulu, sekarang ia sudah menjadi raja

besar.

Telah beberapa lamanya, maka sudahla sekaliannya itu. maka masihlah,

yang membawnya kpada maharaja indera angkasa itu. setelah datang, maka

dipersembahkan oranglah kepada bagind, maka baginda pun keluarlah dihadap

Universitas Sumatera Utara


oleh segala anak raja dan menteri, hulubalang pun sesak menghadap baginda.

Maka saudagar sekalipun heranlah melihatlah adat maharaja Dewa angkasa itu

serta dengan alat pacarannya, betapa adat raja yang besar-besar, demikianlah

alatnya, tiada bersalah lagi tercengang-cengang sekalian saudagar itu.

Telah ia ingatkan dirinya, maka ia pun menyembah, sembahnya : ‘ampun,

tuanku beribu-ibu ampun,harap akan diampuni dulu syah alam, dari hal, yang

tuanku suruh selamat sempurna semuanya,hamba tuanku”.

Maka titah bagindapun: “hai, saudagar kita, segala terima kasih hamba

kepada saudara sekalian”. Maka dikaruniai oleh baginda dengn beberapa persalin

sekali suadagar. Maka didalam hati saudagar itu, bukannya orang ini si miskin,

barangkali si mikin asalanya dari pada raja juga. Maka demikian perintahnya,

terlalu adilnya dan murahnya dan lagi baik budi bahasanya kepada sekalian orang

di bawah perintahnya. Maka terlalu kasih dan sayangnya sekaian saudagar itu

kepada maharaja indera angkasa itu.

Pemimpin yang dapat memberikan kebahagiaan kepada bawahannya sangat

disenangi oleh bawahan itu,dengan cara itu bawahan akan selalu mengormatinya.

Peristiwa itu digambarkan ketika Maharaja indera dewa dihadapkan dengan para

saudagar.

Setelah beberapa lamanya saudagar sekalian itu dududk menghadap

baginda itu, mak dijamu oleh paduka bagindapun dengan sepertinya makan dan

minum. Setelah sudah makan nasi, lalu santap minuman pula, terlalu ramai orang

bermain dihadapan paduka dan baginda, itulah yang tiada ingat lagi kepada hari

Universitas Sumatera Utara


yang kemudian. Telah sudah maka beberapa banyakpun dikeluarkan irang ratna

mutu manikam itu dihadapan sekalian saudagar itu. setelah sudah makan sirih

sekalian saudagar itu, maka iapun lau bermohon pulang.

Sikap belas kasihan seorang pemimpin kepada rakyatnya menunjukkan

sikap kebijaksanaan pemimpin tersebut. Peristiwa itu digambarkan ketika raja

mangindera sari sedang berburu di hutan, dia bertemu dengan seorang anak

perempuan yang sedang menangis sendirian di hutan. Raja mangindera sari

merasa kasihan dengan anak itu sehingga dibawanya kekerajaan.

maka burung itupun dipegangnya, juga sambil menangis itu.


maka orang yang disuruhkan oleh raja mangindera sari,mencari
air itupun, samapailah kepohon beringin itu, maka dilihatnya ada
seorang anak-anak menangis, memegang seekor burung, terlalu
baik parasnya. Maka iapun segeralah mengambil air itu, lalu ia
kembali mendapatkan raja mangindera sari itu.
Maka kata baginda : “ke mana lama engkau pergi, mencri air itu”
maka iapun dipersembahkannnyalah kepada banginda itu, seraya
katanya: “ya, tuanaku, hamba melihat suatu itu, seraya katanya:
“ja,tuanku, hamba melihat suatu kanak-kanak perempuan. Terlalu
amat baik parasnya seperti anak-anakan gading rupanya.
Maka kata raja mangindera sari kepada perdana menteri:
“mamndah, ambil kanak-kanak itu, kita bawa pulang, karena,
haripun hamper petang, seekor binatangpun tiada kita peroleh
perburuan kita bawa rupanya”.
Maka sahut perdana menteri: “baiklah tuanku ! maka diambilnya
oleh perdan menteri, kanak-kanak itu, lalu didukungnya, seraya
katanya: “ambillah, tuan, jangan menangis, marilah kita pulang ke
rumah!”
Maka raja mangindera sari itupun, berangkatlah dengang segala
raja-raja dan menteri hulubalang, rakyat sekalian. Setelah sampai
kepasar itu, maka orang pasar itupun gemparlah mengatakan ada
mendapat anak di dalam hutan, terlalu baik parasnya. Maka
masing-masinglah melihat kanak-kanak itu”.

Universitas Sumatera Utara


Pemimpin yang bijaksana tidak akan membedakan siapa yang harus

ditolongnya bahkan menganggapnya sebagai keluarga. Perbuatan itu yang

dilakukan olh raja negeri palinggam cahaya, bernama maharaja puspa indera

ketika memerintahkan agar merawat seorang perempuan yang ditemukan di hutan.

Pemimpin yang memberantas keangkaramurkaan adalah pemimpin yang

bijaksana, ia akan selalu berusaha memberikan pertolongan kepada mereka yang

diperdayakan dan membantu menolong orang itu untuk memusnahkan kejahatan.

Peristiwa itu digambarkan dalam kisah maharaja puspa indera yang bermaksud

membantu marakarma dan fitnah yang membuat adiknya itu hidup menderita.

Kearifan dan kebijaksanaan seorang pemimpin dapat dilihat dari cara dia

menghormati orang tuanya, seorang pemimpin yang bijaksana tidak akan

melupakan orang tuanya, walaupun sedang menghadapi kesibukan apapun karena

bagaimanapun orang tua ingin melihat keadaanya.

Demikianlah . maka kata raja Mangindera Sari kepada raja


Marakerma itu : “ya, kakanda baiklah kita menyuruh kepada
ayahanda itu, karena ayahanda itupun ada berpesan kepada
kakanda itu juga, karena ayahanda itupun ada berpesan kepada
kakanda itu juga, jikalau ada barang sesuatu halnya anaknya,
suruh beritahu ayahanda adapun akan raja indera dewa itu ada
juga segala anak raja-raja itu, adatang membantu dia, akan kita
ini seorangpun tidak ada yang melihat kita berperang ini”.
Maka raja Mangindera Sari pun menyuruh seorang hulubalang,
yang tingkas berjalan, pergi membawa surat itu kepada
baginda itu, pada anaknya maharaja Marakerma, dua
bersaudara datang menghadap kebawah duli ayahanda dua laki
isteri.
Ada pun sebab, maka anaknya belum datang menghadap
kebawah dulu syahalam itu, karena maharaja Indera dewa itu,
datang menyerang anakanya dua bersaudara itu dari negeri
anata berantah sebabnya tuanku supaya ayahda nantikan itu”.

Universitas Sumatera Utara


Setelah sudah maka lalu diberikannya kepada hulubalang itu,
maka ia punmenyembah, lalu berjalan menuju negeri
palinggan Cahya itu namanya, siang dan malamtiada berhenti
lagi. Maka ia pun samopailah ke negri palinggam cahaya itu
namanya, siang dan malam tiada berhenti lagi. Mak ia pun
samapilah ke negeri palinggam cahaya itu, lalu masuk
menghadap palinggam cahaya itu, lalu masuk meghadap
baginda itu. maka banginda pun sedang berbicarakan raja
Mangindera Sari itu. Maka betapa halnya, maka belum juga
datang kembali ini.
Maka Hulubalang itupun sampailah, lalu sujud kepada kaki
banginda, seraya dipersembahkannya surat itu, maka segera
lah disambut oleh bentara itu, lalu diberikannya, lalu dibacanya
surat itu, dihadapnya baginda itu. setelah didengar oleh
baginda bunyinya surat itu, maka baginda itu pun terlalu
murka, seperti ular berebelit-belit rupanya.
Alkisah,maka tersebutlah perkataan maharaja Marakerma itu

sepeninggalan hulubalang itu sudah berjalan, maka ia pun terkenanglah segala

sahabatnya, yang bertemu di tasik indera samudera itu, karena sudah berjanji

tatkala ia bercerai itu,jikalau ada suatu hal saudaraku,ciptalah nama hamba itu,

supaya hamba datang mendapat tuanku.

Dapat kita cari dari segi makna atas apa yang terkandung dalam

hikayat tersebut yang menunjukkan identitas sang pembaca ataupun si penulis

tersebut yang membuat isi ataupun kandungan yang ada dalam cerita semakin

berbobot dan semakin mudah untuk dikenali lagi. Maka dari itu si penulis pun

harus semakin rajin dalam membuat draft ataupun isi yang ada dalam kandungan

agar si pencerita tersebut semakin memahami isi cerita yang ada dalam.Dalam

berbagai hal yang uni si pencerita mungkin akan sulit merefleksikan diri tapi

sesuai dengan hal tersebut.

Universitas Sumatera Utara


4.2.3 Kesetiaan Istri terhadap suami

Seorang isteri memberikan dampak yang begitu besar terhadap

kelangsungan hidup dalam berumah tangga karena seorang istrilah yang sudah

sewajarnya dapat memberikan kasih sayang dan juga penyemangat baik untuk

suami dan anak-anaknya.

Dalam HSM ini pembaca akan menyadari bahwa pentingnya peranan

istri terhadap suami karena dalam ceritakan bahwa karakter istri yang sangat

setia terhadap suami karena dalam cerita ini penulis mendapatkan pesan bahwa

istri si miskin dalam HSM ini ditunjukkan bahwa pasangan suami istri ini sangat

saling melengkapi satu sama lain.

Hal itu dapat disimpulkan dari potongan cerita berikut:

istrinya merasa iba melihat suaminya. Sang istri ikut


menangis sambil memamah daun untuk dioleskan ke tubuh
suaminya sambil berkata “diamlah tuan, jangan menangis!
Seduhlah dengan anting kita”. Dalam hal tersebut dapat
teladani bahwa sifat sang istri si miskin tersebut sangat setia
terhadap suaminya sebagaimana disaat suaminya dalam
kesusahan dia tetap setia bersama sang suami dan tidak
berniat meninggalkan suaminya yang sedang dalam
kesusahan.
Hal tersebut juga dapat kita pelajari dari simpulan cerita yang mengatakan

bahwa istri si miskin yang tetap setia bersamanya disaat sang suami mengusir

kedua anaknya yang menurut ahli nujum bahwa anak-anakanya tersebut akan

mendatagkan malapetaka jika terus berada di dalam istana tersebut.

Universitas Sumatera Utara


4.2.4 Tidak terlalu mempercayai hal yang belum pasti

Satu lagi pesan yang dapat diteladani dari cerita Hikayat si Miskin ini

adalah bahwa tidak seharusnya mudah mempercayai hal-hal yang belum pasti

baik itu berdasarkan orang pintar ataupun dukun yang kebenarannya belum tentu

dapat dibuktikan.

Kesalahan yang dilakukan si miskin dalam cerita ini dapat dijadikan

pelajaran bagi pembaca bahwa tidak percaya terhadap keluarga dan kurangnya

rasa sayang terhadap sang anak membuktian bahwa si miskin merupakan orang

tua yang lebih mementingkan perkataan orang lain daripada anaknya sendiri dan

keberpihakannya terhadap harta lah yang menjadi dasar sikapnya yang

memutuskan hubungan dengan anak-anaknya dan lebih mementingkan harta dan

keduduknnya.

Oleh hasutan ahli nujum yang menyuruhnya mengusir anak-anaknya agar si

miskin kembali sengasara memiliki kepentingan tersendiri agar kerajaan si

miskin mengalami kehancuran dan kembali miskin seperti sebelumnya.

Hal tersebut dapat kita lihat dalam kutipan cerita berikut:

Maka titah baginda itupun kepada segala ahli nujum itu :


betapakah halnya boleh kamu katakana sebenarnya,jangan
engakau takut akan aku karena hendak tau akan untung anak
itu”. maka sembah segala nujum itu sekalian: “ ya, tuanku
syahalam selagia da hidup kanak-kanak dua bersaudara itu
niscaya tidak akan kekal duli syah alama itu di atas tahta

Universitas Sumatera Utara


kerajaan itu, anakda kedua itu terlalu besar besar sangat
celakanya itu”.
Maka ia pun sudah dipersembahakan hal yang demikian itu,
segala ahli nujum itupun di anugerahi oleh baginda beberapa
banyk emas dan pitis. Maka nujum sekalianpun bermohonkan
lalu menyembah masing-masing ia berjalan menuju
tempatnya. Maka bagindapun masuk kedalam istana.
Duduk dekat isterinya,seraya bertitah: ya adinda ,kakanda tdi
memanggil nujum melihatkan anakda kedua ini, mak didalm
surat ahli nujum itu mengatkan anakda kedua itu besar
celakanya,akan sekarang baiklah kitabunuh keduanya.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Universitas Sumatera Utara


5.1 KESIMPULAN

Setelah menganalisis HSM, penulis menarik kesimpulan berikut :

1. Hubungan sastra dan sosiologi sangat erat, karena sastra lahir dari

masyrakat dan untuk masyarakat. Sosiologi dan sastra mempunyai objek

yang sama,yakni sasatra dan sosiologi sama-sama berurusan dengan

masyarakat.

2. Menganalisis sebuah karya sastra dengan menggunakan pendekatan di luar

karya sastra (dari susdut ekstrinsik)

3. Maka tidak terlepas dari unsur-unsur intrinsiknya. Setidaknya membahas

unsur-unsur yang dianggap dominan sebagai tolak dasar peninjauan.

4. Tema yang ada dalam Hikayat si Miskin adalah hubungan antara manusia

dengan manusia.

5. Alur yang digunakan dalam Hikayat Si Miskin adalah alur maju yaitu

pemaparan cerita dari awal sampai disajikan secara berurutan tanpa

menggunakan sorot balik.

6. Latar yang digunakan dalam Hikayat Si Miskin adalah latar tempat,latar

waktu,dan latar sosial.

7. Perwatakan dalam cerita ini terdiri dari beberapa tokoh dengan karakter

yang berbeda-beda.

8. Nilai-nilai sosiologi dalam cerita ini adalah mencegahnya kesenjangan

sosial, kepemimpinan yang bijakasana, kesetian isteri terhadap suami,

tidak terlalu mempercayai hal-hal yang belum pasti.

Universitas Sumatera Utara


5.2 SARAN

Banyak hal yang tidak terpikirkan oleh kita tentang eksistensi karya sastra

lama terlebih-lebih sastra rakyat di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.

Boleh disebut hal-hal yang pernah terpikirkan itu adalah kesalahan pada diri kita

secara disadari atau tidak disadari.

Mengapa demikian? Karena kebanyakan orang beranggapan, karya sastra seperti

Hikayat (mite,legenda,dongeng) hanya hiburan semata, penuh peristiwa hal yang

irasional dan banyak lagi alasan yang maknanya setingkat dengan itu. akibatnya

kita tidak pernah ingin tau dan mengetahui manfaat yang sebenarnya. Padahal

sastra rakyat itu banyak yang bernilai kehidupan. Untuk itu, penulis menyarankan

agar ditingkatkan upaya mengangkat kembali cerita-cerita rakyat yang menurut

penulis dapat ditempuh melalui menuliskan kembali cerita rakyat tersebut ke

dalam sebuah buku oleh orang yang mengetahuinya, membahas atau meninjau

cerita itu dengan ilmu sastra ataupun di luar ilmu sastra guna mendapatkan nilai-

nilai yang terkandung dalam karya sastra tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara


Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta : Kencana Prenda Media

Group.

Dewi, Susanti. 2013. “Analisis Struktural dan Sosiologi Sastra Terhadap Novel

Projo dan Brojo Karya Arswendo Atmowiloto” (Skripsi). Semarang :

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Dipenogoro.

Endaswara, Swardi. 2009. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : Media

Pressindo.

Faruk. 1999. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Jabrohim. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogjakarta : Hanindita Graha

Widia.

Mahyudin Az Mudra. 2001. Cerita Melayu Pilihan. Palembang : Palembang

Word Press.

Moleong, Lexy Z. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja

Remaja Rosda karya

Tantawi, Isma.2014. Bahasa Indonesia Akademik. Bandung : Cipta Pustaka

Media.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori Sastra. Jakarta : Dunia

Pustaka Jaya.

Universitas Sumatera Utara


Yulianti, Ayu Mustika. 2013, “ Analisis Struktural dan Nilai Moral cerpen Te

Bukuro Wo Kai Ni” (Skripsi). Semarang : Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Semarang.

Lampiran

Naskah hikayat si miskin yang telah di transkripsikan oleh Pusat


Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dalam bentuk buku Transkripsi dengan
ejaan EYD HSM yang dirujuk dari naskah asli HSM yang ada di Perpustakaan
Nasional Indonesia dengan nomor naskah CXLIII.

Ini hikayat diceritakan orang dahulu kala. Maka diceritakan oleh orang
yang tahu akan ceritanya.maka adalah seorang miskin dua laki istri berjalan
menjalan rezekinya berkeliling negeri Anta beranta itu.

Adapun nama raja didalam negeri itu maharaja indera dewa, terlalu amat besar
kerajaanya baginda,beberapa raja yang ada takluk, di tanah indra dewa itu
mengantarkan upeti segenap tahun.

Maka pada suatu hari baginda pun sedang ramai diadap segala raja-raja
sekalian dihadapan baginda itu. maka si miskin itupun datanglah di hadapan
baginda itu. setelah dilihat orang banyak itu,akan datang si miskin itu dua laki
istri, dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing rupanya, maka orang banyak
itupun ramailah tertawaserta mengambil kayau dan batu,maka lalu dilemparinya
lah si miskin itu,maka kenalah tubuhnya,habislah bengkak-bengkak,ada yang
berdarahan segala tubuhnya yang berlumuran dengan darah,maka orangpun
gemparlah.

Maka titah banginda: “apakah yang gempar itu?” maka sembah raja-raja
: ya tuanku, syah’alam, orang melempari si miskin Tuanku”. Maka diusir
oranglah,hinggaia lari ke tepi hutan, maka orang itupun kembalilah. Maka
haripun malamlah, maka baginda pun masuk ke dalam istananya,maka segala

Universitas Sumatera Utara


raja-raja dan mentee dan hulubalang dan rakyat sekalipun masing-masing pulang
kerumahnya.

Maka si miskin itupun larilah ia ke pasar itu, maka sampailah ia kepasara


itu setelah dilihat orang pasar itu akan si miskin datang maka masing-masing
mengusirnya dengan kayu dan batu maka larilah ia membawa bengkaknya serta
berlumuran badannya dengan darah,berjalan sambil menangis sepanjang jalan
dengan lapar dan dahaganya,seperti akan mati rasanya.maka iapun beretemulah
dengan orang yang bertumpukan sampah dan segala rumput-rumput yang ada di
dalam pasar yang di tepi jalan,maka iapun berhentilah di jalan maka dicarinyalah
di dalam runut, yang tertimbun itu, barang apa yang ada yang boleh dimakannya
demikian nya itu,yang didapatnya ketupat yang sudah basi, dibuangkan orang
dengan sampah dengan buku-buku tebu maka diambilnyalah ketupat dan buku-
buku tebu dan pisang busuk itu,maka lalu dimakannya lah ketupat itu, maka
buku tebu itu, maka sedikit segarlah tubuhnya itu. maka berjalanlah si miskin
masuk ke dalam hutan tempatnya sediakala itu,diasanalah ia tidur, darah dan
tubuhnya pun disapunyalah,tiada kena darahnya itu sudah kering.

Maka tidurlah si miskin itu di dalam hutan itu seleah pagi-pagi itu, mak
kata suaminya: “wah,matilah aku, sangat sakit rasa tubuhnya,tiada boleh bergaya
lagi,hancurlah anggotak”. Maka iapun menangis terseru-seru.maka telalu belas
hatilah suaminya terhadap istrinya tersebut maka iapun turut menangis, seraya
mengambil daun kayu, lalu dimamahnya, maka disapuknya seluruh tubuhnya itu
sambil berkata : diamlah tuan, jangan menangis,sudahlah dengan untung selaku
ini”.maka istrinyapun diamlah.

Adapun akan si miskin itu asalnya dari pada raja keinderaan, maka ia
kena sumpah batera indra, mak iapun menjadi demikian itu,maka suaminya pun
pergi kehutan mencari umbut kayu dan taruk kayu dimana patut boleh dimakan,
maka dibawanyalah kepada istrinya dan dimakan dua laki istri itu.

Hatta demikian, maka si miskin itu hamillah tiga bulan lamanya,maka


istrinya itupun menangis hendak makan buah ampelam di taman raja itu,mak

Universitas Sumatera Utara


suaminya itu menangis kenakan untung, tatkala ia menjadi raja keinderaan
itu,tiada mau beranak akan sekarang telah melarat,maka baharulah sekarang
hendak beranak,seraya berkata kepada istrinya itu “adapun tuan adinda hendak
membunuh kakandalah rupanya ini, tiadakan tuan tau akan hal kita, yang telah
lalu itu? jangankan boleh meminta sesuatu,hampirpun tiada boleh kepada
kampungnya”.

Maka kata suaminya : diamlah tuan, jangan menangis, biarkan kakanda


mencari buah ampelam itu, jikalau dapat oleh kakanda berikan kepada
tuan”.maka istrinyapun diamlah, mak suminyapun berjalan-jalan kepasar
mencari buah mapelam itu, setelah beretemu dengan dia,orang yang berjual
ampelam itu maka itupun si miskin berhentilah ia disana hendak dimintanya,
takut ia akan dipukul oleh orang itu.

Maka kata orang yng berjual buah ampelam itu : “apakah kehendak hai si
miskin?” maka sahut si miskin itu “jikalau ada belas kasihan tuan-tuanku hamba
orang miskin,sudah terbuang ini,hamba hendak memohonkan buah ampelam itu
tuan, yang busuk itu brang sebiji tuanku”.

Maka terlalu belas dan kasihan hati segala yang mendengar kata si
miskin itu, seperti akan hancurlah rasanya, maka ada yang member buah
ampelam, ada yang memberi juada, ada yang memberi segala buah-buahan
daripada sebab tuan anaknya,ia akan dirinya itu, boleh ia diberi orang sepasar itu
berbagai-bagai jenisnya.maka dapun tatkala dahulu,jangankan diberi barang
sesuatu,hampirpun tiada boleh,dilempari dengan kayu dan batu.

Setelah sedah dipikir yang dalam itu demikian hatinya,maka ia pun


kembalilah mendapatkan istrinya kedalam hutan itu. setalah sampai kepada
istrinya,maka berkata kepada istrinya katanya : inilah tuan mapelam. Maka
segala buah-buahan dan makan-makanan dan kain baju itupun ditunjukkannya
kepada istrinya seraya berceritakan. Tatkala di pasar itu, mak istrinya menangis
tiada mau,maka si miskin terlalu susah hatinya kepada istrinya dan diunjukkanya

Universitas Sumatera Utara


juga tiada mau juga kepada istrinya makanya, jikalau tiada ampelam di dalam
taman raja itu “biarkan aku mati sekali!”

Maka terlalu belas rasa hatinya suaminya itu melihatkan kelakuan


istrinya itu seperti orang, hendak matilah rupanya,tiada berdaya lagi. Maka
pergilah ia menghadap kepada maharaja indera dewa itu. maka baginda-baginda
pun sedang ramai dihadap raja-raja. Dan maka si miskin pun datanglah, lalu
masuk ke dalam maka titah baginda,hai miskin apa kehendakmu datang kemari
ini?” maka si miskin itupn sujud kepalanya smapi ketanah : ampun
tuanku,beribu-ribu ampun jikalau rahim dan karunia dulisyaja putih, hamba
orang yang hina hendak memohonkan daun mapelam ayah,alam yang gugur
barang sehelai,tuanku.

Maka titah banginda : “hendak engkau buat apa daun ampelam itu?”
maka sembahnja: “hendak patik makan,tuanku. “maka titah baginda kepada
hambanya : “ambilkan olehmu buah ampelam itu barang setangkai, berikan
kepada si miskin itu”. maka diambilkan oranglah buah ampelam itu,maka
diberikan kepada si msikin. Maka diambilnyalah, seraya menyembah kepada
bagindaa,lalu ia berjalan keluar kembali. Kemudian,maka baginda pun berangkat
masuk ke dalam istana.maka segala raja-raja dan menteri,hulubalang itupun
masing-masing pulang kerumahnya.

Arkian,maka si miskin itupun sampaila kepada tempatnya,setelah dilihat


oleh istrinya, suaminya datang itu membawa buah ampelam.

Itu setangkai maka iapun tertawa-tawa seraya disambutnya lalu


dimakannya. Sudah itu,mak ada barang tiga hari lamanya,maka iapun menangis
pula hendak makan nangka,yang ada di dalam taman raja itu,maka lalu
diambilnya ,maka dibwanya pulang ,diberikannya kepada istrinya itupun
ditertawakan juga, maka lalu dimakannyalah buah nangka itu.Adapun selama ini
hamil istrinya itu, segala makan-makanan dan kain baju dan bera padi segala
perkakasnya itu banyak diberi oleh orang itu.

Universitas Sumatera Utara


Hatta dengan demikian itu, maka genaplah bulannya,pada ketika kepada
malam empat belas hari bulan pada sedang terang temaram, pada ketika itulah si
miskin itupun beranaklah seorang laik-laki elok parasnya. Maka dianamainya
anaknya itu marekerama,anak laki-laki dalam kesukaran.maka diperlihatkan
baik-baik akan anaknya itu, tiada ia boleh bercerai barang seketika jua dengan
marakerma itu. hatta dengan takdir Allah niat hambanya, maka si miskin itu
menggali tanah,hendak membuat tempatnya tiga beranak itu.maka digalinya
tanah itu,maka ia hendak mendirikan tiang teratap itu,maka tergalilah terhadap
emas,banyaknya tujuh potong yang tergolek-golek,disangkanya akar kayu,maka
lalu ditimbunnya kepada kayu besar,maka dilihatnya emas,maka dipanggilnya
istrinya, maka istrinya pun sampaikan melihat emas itu seraya berkata : ”sampai
kepada anak cucu kita sekalipun tiada bisa belanjakan”.

Maka terlalu suka citalah kedua laki istri itu, maka datanglah suaminya
itu maka diambilnyalah emas itu maka diambilnya dan dibawanya kepada
saudagar di negeri antah berantah itu. setelah dia bertemu dengan saudagar itu.
maka sigerlah katanya: “duduk,marilah,tuan hamba duduk dahulu, dimanakah
tuan hamba datang tadi, apakah masuk tuan hamba datang kepada hamba ini?”

Maka sahut si miskin seraya tersenyum,katanya: “adalah kehendak


hamba sedikit datang kepada hamba ini. Jikalau boleh kiranya menolongi
hamba, supaya hamba katakanan : kepada tuan hamba”. Maka sahut saudagar
itu: “baiklah,supaya hamba dengar!”

Maka si miskin itu mengeluarkan emas kepada saudagar itu daripada


kandungan, seraya katanya : “inilah emas, hamba hendak minta tolong beli
dengan kaus sepasang kepada tuan hamba”.

Setelah dilihat oleh saudagar akan emas itu terlalu amat banyak
harganya,maka terlalu heranlah saudagar itu melihat halnya si miskin seorang
ketua :baiklah tuan,tetapi hamba minta berjanji bareng tujuh tahun lamanya,
karena terlu sukar pekerjaan ini”. Maka kata si miskin : “baiklah tuan” ia pun
bermohonkan kepada saudagar itu, mak ia pergi pulak kepada saudagar itu,

Universitas Sumatera Utara


maka ia pergi pulak kepada saudagar yang lain itu, disanalah ia minta buatkan
tongkat.

Hatta dengan demikian,maka habislah segala saudagar yang ada dalam


negeri antah berantah itu. ada yang disuruhnya membeli payung, ada yang
disuruhnya membeli kendi, ada yang disuruhnya membeli lampit, ada yang
disuruhnya membeli pedang, ada yang disuruhnya membeli utar-utar, ada yang
disuruhnya membeli lembing, ada yang disuruhnya membeli keris, ada yang
disiruhnya membeli kuda, ada yang disuruhnya membeli pelana kuda.

Setelah sudah lama maka ia pun kembali kerumahnya. Setelah ia sampai


kepada tempatnya itu,maka ia pun mandi berlimbau,setelah sudah mandi, maka
mengambil anaknya itu seray berkata. “jikalau sungguh engkau anak dewa,
turun hendak menerangkan muka ayah bundamu, jadilah kota paritnya dan
istananya dengan menteri, hulubalang serta rakyatnya sekalian dengan segala
raja-raja, yang dibawahku ini.

Maka dengan takdir yang maha kuasa yang menunjukkan kodratnya


maka jadilah ia sebuah negeri dengan selengkapnya ala kerajaan itu. maka ia
bersalin nama berganti menjadi maharaja indera angkasa dan negeri dinamai
negeri puspa sari dan istrinya dinamai tuan putrid Ratna dewi.

Hatta dengan beberapa lamanya antara, maharaja indera angkasa itu


duduk di atas kerajaan itu dengan adil murahnya serta negerinya dengan segala
raja-raja, yang dibawahnya dengan menteri, hulubalang, rakyatnya itu, tetapi
adatnya takkala itu menjadi raja-raja dan demikian diperbuatnya, maka
mashurlah wartanya kepada segala negeri mengatakan halnya si msikin itu, telah
ia sudah menjadi besar di negeri puspa sari dengan saktinya dapat ia mencita
negeri dengan selengkapanya.

Arkian berapa lamanya baginda itu duduk di atas tahta kerajaan itu, maka
maharaja marakerma itupun terlalu amat baik kepada segala raja-raja kepada
segala inang pengasuhnya.maka segala inang pengasuhnya itu terlalu amat kasih
sayangnya kepada maharaja marakerama. Maka tuan putrid ratna dewi itupun

Universitas Sumatera Utara


hamilah pula. Maka segala istri raja-raja dan istri segala menteri , hulubalang
itupun masinglah masuk membawa persembahan idam-idaman segala buah-
buahan dan makan –makanan.

Setelah beberapa hari lamanya anatar daripada itu, maka sampailah


kepada bulannya, maka datanglah pada ketika,yang baik, maka puteralah
seorang perempuan terlalu baik,akan parasnya gilang gemilang rupanya. Maka
dimandikan oranglah didalam katil ema. Setelah sudah mandi itu, mak diperbuat
oranglah, maka bagindapun keluar,member persalin segala anak raja-raja. Dan
menteri ,hulubalang, rakyat segala bersuka-sukaan. Maka bagindapun bertitah:
“hai kamu seklaian,anakku ini ,aku namai tuan putri nila kesuma”. Maka
dipungutkan baginda inang pengasuhny, betapa adat anak raja, yang besar-besar,
demikian dierbuat oleh baginda, anakdah kedua itu. maka bagindapun duduklah
makan minum bersuka-sukaan setiap hari, tiadalah berselang lagi segala
permainannya itu.

Alkisah, maka tersebutlah saudagar, yang ada di dalam negeri anata


beranta itu,apabila ia mendengar kabar akan si msikin itu sudah menjadi raja
sekaliannya itupun masing menyuruh pandai emas hendak membuatkan
perkakas, yang disuruh oleh si miskin dahulu, sekarang ia sudah menjadi raja
besar. Telah berapa lamanya, maka sudahlah sekaliannya itu. maka masinglah,
yang membawanya kepada maharaja indera angakasa itu. setelah datang, maka
dipersembahkan oranglah kepada baginda, maka bagindapun keluarlah dihadap
segala anak raja dan menteri, hulubalang penuh sesak menghadap baginda.
Maka saudagar sekalipun heranlah melihat adat maharaja dewa angkasa itu serta
dengan alat pacarannny, betapa adat-adat yang besar,demikian alatnya, tiada
bersalah lagi tercengang-cenganag sekaian saudagar.

Telah ia ingatkan dirinya, mak ia pun menyembah sembahnya. “ampun,


tuanku beribu-ribu ampun, harap akan diampuni dulu syah alam, dari hal, yang
tuanku suruh perbuat dahulu itu, ini telah sudah opatik kerjakan, telah sempurna
semuanya,hamba tuanku”.

Universitas Sumatera Utara


Maka titah bagindapun : “ hai, saudara kita,segala terima kasih hamba
kepada saudara sekalian”. Maka dikaruniai oleh baginda dengan beberapa
persalin sekalian saudagar itu. maka di dalam hati saudagar itu,bukannya orang
ini si miskin, barangkali si miskin asalnya daripada raja juga. Maka demikian
perintahnya, terlalu adil dan murahnya dan lagi baik budi bahasanya kepada
sekalian orang dibawah perintahny.maka terlalu kasih dan sayangnya sekalian
saudagar itu kepada maharaja indera angkasa itu.

Setelah beberapa lamanya saudagar sekalian itu duduk menghadap


baginda itu, maka dijamuoleh paduka bagindapun dengan sepertinya makan dan
minum. Setelah sudah makan nasi, lalu santap minum pula,terlalu ramai orang
bermain di hadapan paduka baginda, itulah yang tiada ingat lagi kepada hari
yang kemudian. Telah sudah makan beberapa banyakpun yang bertatahkan ratna
mutu manikan dikeluarkan irang dihadapan saudagar sekalian itu, maka ia pun
lalu bermohon pulang.

Hatta arkian setelah pulang sekalian saudagar itu, masing-masing datang


kepada tempatnya, selang beberapa lamanya maka kedengaranlah kabar kepada
maharaja indera dewa. Si miskin telah menjadi raja terlalu besar kerajaannya
maka baginda itupun berpikirlah, jikalau demikian negeriku ini niscaya sunyilah
maka baginda pun keluar dihadap oleh segala punggawa,menteri,hulubalang
sekalian rakyat, maka titah baginda kepada sekalian menteri punggawa katanya:
“hai, menteri sekalian, kamu bagaimanalah si miskin sekarang ini,ia sudah
menjadi raja kabarnya, beberapa banyak rakyat kita berpindah kepada negerinya
itu, jikalau begitu sunyilah negeri kita ini”. Maka sembah sekalian menteri
punggawa itu: “benarlah seperti titah duli tuanku sekarang ini.” Bagaimana
bicara tuanku,sebabnya ,anak itulah, maka ia menjadi raja , jikalau kita pergipun
tiada gunanya dan sekarang ini tuanku, ia kabarnya hendak mencari nujum yang
tau selamanya hendak melihatkan anaknya dua bersaudara itu. maka titah
bagindapun “jikalau demikian,kampungkanlah kepada hari yang ini juga,
sekalipu nujum itu”. maka sekalian menteri, punggawa itu pun bermohonlah
lalu berjalan ke luar,masing-masing mencari sekalian nujum”. Maka sekalian

Universitas Sumatera Utara


menteri, punggawa itupun bermohonlah lalu berjalan keluar, masing-masing
mencari sekalian nujum itu”. maka sekalian nujum itu”. maka sekalian
menteri,punggawa itu pun bermohonlah lalu berjalan ke luar, masing-masing
mencari sekalian nujum itu, tiada lagi ada yang tinggalnya, barang siapa yang
membuka nujum itu ,telah habislah.

Maka datanglah orang yang tau membuka nujum itu mengahadap paduka
baginda, telah datang duduk menymebh nujum sekalian itu, maka titah
banginda: “hai,kamu sekalian,jikalau kiranya,datang suruna maharaja indera
angkasa di negeri puspa sari itu,hendak membuka nujum anaknya dua saudara
itu, katakana oleh kamu, anaknya itu celaka.”

Maka sembah nujum sekalian itupn: “mana titah duli, tuanku patik
sekalian junjung di atas kepala hamba tuanku”. Maka dikaruniai oleh baginda
pun bebrapa pakaian dan harta emas patis terlalu banyak, maka masing-masing
pulang pada rumahnya.

Hatta arkian, maka tersebutlah maharaja indera angkasa, telah pulang


sauadagar sekalian itu,piker di dalam hatinya, baiklah aku coba nujumkan
anakku dua bersaudara ini. Setelah sudah ia piker yang demikian itu, maka
masukalah ia kedalam istana, lalu duduk dekat putrid ratna dewi, seraya katanya
: adinda sudah santap ? maka kata isterinya: belum lagi kakanda. Maka
dihidangpun dibawa oranglah, lalu santap dua ornag sehidangan, sudah santap
lalu santap sirih, lalu memamkai bahu-bahuan. Maka haripun malamlah, maka
keesokan harinya pagi-pagi, maka ,bagindapun keluarlah dihadap oleh segala
menteri punggawa. Maka titah baginda kepada menteri punggawa,carikan aku
nujum,yang mana tiada berbohong,barang tujuh orang”. Maka sembah menteri,
punggawa :”baiklah tuanku”. Maka lalu berjalan ke luar kota, masing-masing
menuju tempat orang yang tahu nujum itu.

Hatta, beberapa lama ia berjalan itu, maka sampailah ia ke tempat nujum


itu, lalu bertabta kepada orang yang ada dalam rumah nujum itu:”baiklah,dahulu
tuan hamba, nanti hamba beri tahu nujum”. Maka menteri pun naiklah,lalu

Universitas Sumatera Utara


duduk maka orang itu lagi memberi tau tuanya. Maka yang diberitahu
itupun,keluarlah mendpatkan menteri itu,maka kata menteri itu: “hamba ini
disuruh oleh maharaja indera angkasa memanggil tuan hamba ini disuruh oleh
maharaja indera angkasa memanggil tuan hamba ini”.maka kata nujm
itu:”baiklah,lalu dia mengambil surat nujumnya itu,lalu berjalan-jalan bersama
menteri itu”. maka punggawa sekalian itupun msing-masing ia mencari nujum
itu, telah dapat,lalu pulang dibawanya menghadap duli baguinda, maka
semuanya orang nujum itu, datanglah masing ia membaa nujum itu, lalu
dipersembahkannya kepada paduka baginda. Maka baginda pun sedang dihadap
oleh sekalian rakyat.

Maka titah baginda kepada nujum itu: “hai,kamu sekalian,aku minta


lihatkan anakku dua bersaudara ini”. Maka semabh nujum ini,apa tuanku
anakada kedua itu, laki-laki atau perempuan maka titah baginda : yang taunya
laki-laki atau perempuan”.maka sembah nujum itu : baiklah,taunku lalu ia
membukakan nujumnya,masing-masing pada membuka suratnya itu”.maka titah
baginda betapa baik dan jahatnya jangan engaku takut betapa dia dengan
sebenarnya”.

Maka titah baginda itupun kepada segala ahli nujum itu : betapakah
halnya boleh kamu katakana sebenarnya,jangan engakau takut akan aku karena
hendak tau akan untung anak itu”. maka sembah segala nujum itu sekalian: “ ya,
tuanku syahalam selagia da hidup kanak-kanak dua bersaudara itu niscaya tidak
akan kekal duli syah alama itu di atas tahta kerajaan itu, anakda kedua itu terlalu
besar besar sangat celakanya itu”.

Maka ia pun sudah dipersembahakan hal yang demikian itu, segala ahli
nujum itupun di anugerahi oleh baginda beberapa banyk emas dan pitis. Maka
nujum sekalianpun bermohonkan lalu menyembah masing-masing ia berjalan
menuju tempatnya. Maka bagindapun masuk kedalam istana.

Universitas Sumatera Utara


Duduk dekat isterinya,seraya bertitah: ya adinda ,kakanda tdi memanggil
nujum melihatkan anakda kedua ini, mak didalm surat ahli nujum itu mengatkan
anakda kedua itu besar celakanya,akan sekarang baiklah kitabunh kedunya itu.

Setelah didengar oleh istrinya itu akan titah baginda itu,mak iapun rebah
pingsan tiada kabarkan.dirinya lagi setelah dia ingat daripada pingsannya
itu,maka iapun menangis teramat sangat seraya katanya datang hati kakanda
melihat darahnya bertaburan itu? jikalau sangat kakanda benci akan dia biarlah
adinda suruh barang kemana,tetapi akal adinda selama kita beranak ini adalah
boleh kebijakan sebab darpada itu,adinda boleh kebajikan sebabdaripada itu
juga”. Maka sebut tuan putrid ratna dewi “ya,sabarlah dulu kakanda”. Maka
baginda : terlalu sangat marahnya itu seraya berdiri, maka dipanggilnya anaknya
kedua itu,seperti akan tiada boleh tertahan lagi.mak isterinya pun terlalu sangat
manis pula,lalu rebah pisan.

Maka bagindapun duduklah,maka datanglah semuanya dayang membawa


air mawar,maka lalu dicucuri oleh sekalian dayang itu, maka tuan putri ratna
dewi sadarlah, ia akan dirinya,amak dia mendapat anaknya dua bersaudara itu,
maka diambilnya oleh tuan putrid ratna dewi sadarlah, ia akan dirinya
sendiri,amak ia lalu mendapoatkan anaknya dua bersaudara itu. maka
diambilnya oleh tuan putri ratna dewi,putei nila kesuma itu,lalu dipangkunya
sambil mencium marakerama , seraya katanya : anakku,tua,dua bersaudara ini,
tuan dikatakan oleh nujum celaka kepada ajahmu. Sekarang baiklah engkau
berlari barang kemana sukamu membawa adinda tuan ini ! maka marakerama
pun tunduk lalu menangis terlalu sangat, maka dibujuk oleh bunda baginda,
maka diamlah dan ia pergi mandi. Setelah sudah,mak iapun mendapatkan
bundanya ,seraya ia menyapu air matanya: “wah,anakku,tuam karena hendak
dikeluarkan oleh ayahanda tuan dari negra ini,sebab dikatakanoleh orang sangat
celaka”.

Maka marakerama itupun tahulah akan dirinya kena fitnah, maka iapun
menangis pula,seraya katanya”jikalau demikian,apa gunanya,karena orang

Universitas Sumatera Utara


celaka membinasakan yang baik-baik itu, tiada baik ditaruh di dalam negeri
karena orang yang sangat celaka”. Maka ia pun pergi bermohon kepada ayahnya
itu lalu sujud kepadanya di kaki ayahanda dan ibunya itu seraya katanya :
“anakda minta diredhakan air susu bunda dan ayahanda memeliharakan anakda
kedua ini orang celaka,tioada membalas kasih sekali ini. Ia berkata-kata lagi
sambil air matanya tiada tertahan lagi, maka segala yang melihat dan mendengar
kata marakerma itu terlalu belas kasihan rasa hatinya itu seperti akan hancurlah
pada rasanya melihat kelakuan marakerma itu melihat kedua sauadara itu. tetapi
sangat hancur luluh batinnya tuan putrid ratna dewi seperti hendak mati rasanya
belaskan hal kelakuan anakda kedaua itu diperbuat oleh ayahnya itu. maka
ditundung oleh baginda itu : “pergilah engkau dari sini jangan engkau membawa
barang suatu apa, engkau ini tiada aku sukakan”. Maka marakerma dan adinda
tuan putri nila kesuma itupun jatuh terguling-guling, maka tuan putri nila
kesuma itupun menangis terlalu sangat, seraya katanya “datang hati ayahanda
membuat akan anakda kedua selaku ini!”

Maka lalu menangis berjalan. Maka inang pengasuhan itupun


mengikut,maka segala pakaian, yang lekat pada tubuhnya itupun ditinggalkan
diberikan kepada inang pengasuhnya, seraya katanya: “tinggalah tauan-tuan
sekalian,baik-baik peliharakan ayahanda bundaku. Jikalau ada barang yang salah
bebalku kepadamu sekalian, ampun oleh kamu sekalian,karena aku orang celaka,
tiada dapat ditara di dalam negeri. Dan aku pergi barang kemana barang seperti
kakiku membawa untungku. Maka sekaliannya itupun sujudlah kepada kaki tuan
putrid kedua itu, seraya katanya: “pergilah tuanku baik-baik, moga-moga
selamat sempurna.

Maka gemuruh bunyi tangis orang dalam puspa sari itu. maka bundanya
itupun datanglah berlari-lari membawa cincin sebentuk dan kemala sebiji serta
ketupat tujuh biji, seraya katanya: “wah, annakku, tuan betapa hal kelakuan tuan
bercerai dengan bunda di hutan dimana gerangan bunda berhenti dan di rimba
mana tuan jalani dan gunung mana tuan edari dan apadang mana tuan lalui?

Universitas Sumatera Utara


Maka berbaiagailah bunyinya ratap-ratap tuan puteri itu. ia pun rebah pingasan,
tiada kabar dirinya lagi.

Setelah dilihat oleh marekarma, hal bundanya itu, maka ia pun


kembalilah pula dipeluknya kaki bundanya itu, seraya menangis dua bersauadara
itu. maka dipeluknya kaki bundanya itupun ingatlah daripada pingsan itu, maka
dipeluknya dan diciumnya seluruh tubuh anakda kedua itu berganti-ganti malah
basah seperti dimandikan dengan air mata rupanya, sekalian tubuhnya anak
keduanya itu,seraya ditunjukkan cincin dan kemala dan ketupa tujuh biji itu
kepada marakerma, seraya katanya kepada bundanya: “janganlah bunda
bersusah hati,tiadalah akan menjadi bekal kepada anakda, akan menjadi penyakit
kepada anakda itu”.

Maka diberikannya juga kepada anaknya itu, maka diambilnya oleh


marakerma sebab ia melihat kelakuan bundanya itu, seraya katanya: “Tinggalah
bunda baik-baik dan janganlah bunda bersusah hati dan janganlah bunda
berduram durja,kalau bunda dimurka oleh ayahda itu, adapun akan anakda ini
sudahla untung anakda hendak menangggung duka nestapa. Tetapi percintaan
seumur hidup, tetapi adalah sesal anakda h sedikit kepada ayah anda dan bunda,
jikalau sekiranya dari kecil mula anakda ini janaganlah dihidupi oleh ayahanada
dan bunda.

Setelah didengar oleh bundanya,lalu ia menangis maka marakerma pun


berjalan maka dilihatnya air mata ibundanya juga.maka marakerma pun
mendukung saudaranya itu berjalan menuju hutan belantara itu.

Maka yang tinggal itupun menangis termangu-mangu, seperti orang


kehilangan raja rupanya di daalm negeri puspa sari itu. maka sunyi senyaplah
rupanya seperti orag yang tiada bersemangat lagi dan seperti negeri orang yang
dikalahkan oleh musuh,demikian rupanya.

Sampailah kepada tiga hati marakerma pergi, maka negeri pusapa sari
itupun terbakarlah,satupun tiada apa tinggal lagi, habis pecah belah,cerai berai
,tiada berketahuan lagi perginya,masing-masingmembawa dirinya kesana

Universitas Sumatera Utara


kemari. Maka maharaja indera angkasa itupun tinggalah dua laki istri di tepi
hutan dekat dengan negeri itu. maka barulah tahu akan orang yang dengki
dengannya itu, maka berjalanlah ia kedalam hutan itu sambil menangis mencari
anakda tiada bertemu lagi. Segala sesalnya itu tiada berguna lagi, maka tiada
terkata-kata lagi segala sesalnya itu, seperti hendak anak matilah pada rasanya
darupada sebalnya itu.

Alkisah, maka tersebutlah perkataan marakerama berjalan dua


bersaudara itu. setelah petang, haripun amatlah gelapnya maka tuan putrid nila
kesuma itupun menangis hendak makan susu itu. maka marakerama itupun
menangis, seraya berkata: diamlah tuan, jangan menangis, karena kita orang
celaka dibuangkan oleh orang, dimana pula kita beroleh susu”. Maka diberinya
ketupat sebelah maka dimakannyalah, maka diamlah.

Setelah sampai kepda tujuh hari, tujuh malam berjalanpun maka ketupat
yang tujuh biji itupun habislah dimakan. Oleh tuan putri nila kesuma itu, kaena
diberikan kepada adiknya itu setelah pagi,sebelah petang. Setelah habis ketupat
itu, maka tuan putrid nila kesuma itupun menangis, hendak makan, maka
diambilnya oleh markerama segala taruk kayu dan umbut kayu dan buah-buahan
kayu yang ada di dalam hutan itu, barang yang patut dimakan, diberikannya
kepoada saudaranya itudan barang dimana bertemu air, maka dimandikannya
saudaranya itu.

Syahdan, beberapa lamanya berjalan itu, maka beberapa melalui gunung


yang tinggi pandangan yang luas-luas dan tasik berombak seperti laut,
tempatnya segala dewa-dewa dan peri mambang. Indera cendar itu bermain
perahu berlumba-lumba. Disanalah marakerama beroleh kesaktian ,diberinya
oleh segala anak raja itu, maka beberapa ia bertemu dan binatang yang buas itu,
maka didukungnya akan saudara itu tiada diberinya lepas dari tangannya.

Hatta dengan demikian, maka ia pun sampailah kepada pohon kayu


beringin itu teramat besarnya. Maka adalah air turun dari atas gunung itu, maka
disanalah ia berhenti itu, mandikan saudaranya,maka melayanglah seekor

Universitas Sumatera Utara


burung dari atas kepalanya itu, maka tuan putri nila kesuma itupun menangislah
minta tangkapan burung terbang itu, mak marakerama itupun melompat, lalu
disambarnya maka didapat, diberikannya kepada saudaranya itu,seraya berkata
“bakarlah kakanda burung ini kita makan!”

Maka marakerama itupun berkata : “sabarlah tuan dahulu”. Maka


didengarnya bunyi ayam berkokok sayup-sayup”, karena hutan itu dekat dengan
negeri palinggam cahaya itu. maka kata marakerama kepada saudaranya itu
“Tuan, tinggalah dahulu disini,baik-baik, kakanda mau mencari api dan
membakar burung ini”. Maka sahutnya: “baiklah kakanda pergi”, maka
dipeluknya dan diciumnya,akan sauadaranya itu, seraya berkata : “janganlah,
tuan berjalan kesana-kesini sepeninggal kakanda ini”. Jikalau tuan sesak kelak,
tiada bertemu dengan kakanda lagi, maka sahut saudaranya itu. “baiklah
kakanda”. Maka marakerama itupun pergilah berjalan menuju tempat ayam
berkokok itu. tetapi hatinya tiada dirasa badannya, mak berdebar-debar rasa
hatinya.

Setelah ia sampai kepada dusun orang itu, terlalu jadi segala tanam-
tanaman itu seperti,tebu,pisang,ubi,keladi,kacang,jagung dan jangan dikata lagi.
Maka iapun bejalanlah berkeliling pagar itu, menantikan orang yang punya
kebun itu hendak minta api.

Setelah dilihat oleh yang empunya kebun itu,maka katanya “hai, anak si
pencuri, demikianlah perbuatanmu sehari-hari, perbuatanmu itu mencari segala
tanam-tanamanku ini. Habislah dengan jagung,pisangku tiada berketahuan
olehmu mencuri,oleh akan sekarang ini, hendak kemanakan engkau, melarikan
nyawam, itu ia pun datang denganku juga. Sedanglah lamanya aku menantikan,
tiada juga bertemu engkau barulah sekarang aku bertemu dengan engkau.

Maka ia berkata sambil ia berlari-lari menangkap tangan marakerama itu,


maka kata marakerama itu “tiada aku akan lari, karena aku tiada berdosa
kepadamu itu,karena aku bukan pencuri aku ini orang sesat,datang dari negeri
orang, hendak meminta api kepadamu itu.”

Universitas Sumatera Utara


Maka ditamparnya dengan dugencunya marakerama itu seraya katanya
bohonglah engkau ini, maka kemala yang digendong marakerama, yang diberi
oleh bundanya itu, maka jatuhlah dari pinggulnya itu. setelah dilihat orang itu,
maka diambilnyalah seraya berkata “itu kemalaku,engkau curi”. Maka sahut
marakerma itu: “nyatalah engkau berbuat aniaya kepadaku ini”.

Maka iapun tenangkan akan saudaranya, yang tinggal dalam hutan


seorang dirinya itu. maka kata di dalam hatinya : kaknda ini kelak, karena
kakanda dianiaya oleh orang, matilah, kakanda tiada bertemu dengan tuan lagi”.
Maka iapun mennagis terlalu sangat lalu ia pingsan tiada kabar dirinya lagi.

Maka kata orang itu: “yang,engkau, itulah akan balas,engaku makan


jantungku”. Maka dilihatnya, segala tubuhnya marakerama itu habislah
bengkak-bengkak berlumuran dengan darah dan tiada bergerak lagi. Maka pada
sangkanya itu sudah mati, rupanya ini, maka diikatnya dengan tali bahunya
sampai kepda kakinya seperti orang mengikat lepat, demikianlah lakunya.
Setelah sudah diikatnya itu, mak dijatuhkannya ketepi laut, maka ia pun
kembalilah kerumahnya.

Alkisah maka tersebutlah perkataan raja didalam negeri Palinggam


cahaya itu bernama maharaja puspa indera, maka bagindapun berputera seorang
laki-laki, terlalu baik parasnya, bernama maharaja mangindera sari dan
gundanya bernama tuan puteri maduratan terlalu baik parasnya, kerajaannya,
baginda itu terlalu amat besar.

Syahdan, beberapa dipuja orang dan baginda akan anaknya baginda itu,
hendak diberinya istri, tiada mau, maka adapaun suatu hari, raja mangindera sari
punbermohon kepada ayah bundanya, hendak pergi berburu itu.

Maka kata, baginda : “manakala tuan hendak pergi berburu itu”, maka
sembah mangindera sari “pada besok hari tuanku”.maka bagindapun,
menyuruhnya segala raja, menteri, hulubalang dan rakyat sekalian, berlengkap
segala alat buruan.

Universitas Sumatera Utara


Setelah dinihari bintangpun belum padam cahayanya, maka gung
pangurupun berbunyilah, maka segala anak raja,menteri, hulubalang, rakyat
sekalian, yang muda-muda itupun, bangunlah masing-masing mengenakan
pakaiannya dengan lengkapanya. Maka raja mangindera sari itupun
bermohonlah kepda ayah,bunda,baginda itu, lalu berjalan diiringkan segala anak
raja dan menteri dan hulubalang,rakyat sekalian, masuk ke dalam hutan, tempat
perburuan itu, dari pagi-pagi datang tengah hari, jangankan beroleh kijang,
menjangan, lalatpun tiada pikatpun tiada melintas.

Maka raja mangindera sari pun sangatlah dahaga,hendak minumair itu,


maka iapun menyuruhkan orang pergi mencari air, mak orang itupun pergilah.
Adapun tuan putri nila kesuma itu, duduk dibawah pohon beringin, mennatikan
kakanda baginda itu, tiad juga ia datang sampai tengah hari. Maka ia pun
menangis terlalu sangat, seraya katanya: “wah,kakanda, sampai hati
kaknda,meninggalkan adinda, di dalam hutan limbah belantara ini matilah
baginda dimakan segala binatang yang ada di dalam hutan ini.

Maka burung itupun di pengangnya juga sambil menangis itu. maka


orang yang disuruhkan oleh raja mangindera sari mencari air itupun sampailah
kepada pohon beringin itu, maka dilihatnyalah ada seorang anak menangis,
memegang, seekor burung, terlalu baik parasnya,maka iapun segeralah
mengambil air itu,lalu ia kembali mendapatkan raja mangindera sari itu.

Maka kata baginda : “kemana lama engkau pergi,mencari air itu?” maka
iapun dioersembahkannyalah kepada baginda itu, seraya katanya: “ya
tuanku,hamba melihat suatu kanak-kanak perempuan, terlalu amat baik
parasnya, duduk dibawah pohon beringin, ia sambil memegang seekor burung
sudah sdisembelih. Maka terlalu baik parasnya, seperti anak-anak gading
rupanya.

Maka kata raja mangindera sari kepada perdana menteri


“mamanda,ambil anak-anak itu,kita bawa pulang, karena,haripun hamper
petang, seekor binatangpun tiada kita peroleh pemburuan kita bawa kembali”.

Universitas Sumatera Utara


Maka sahut perdana menteri: “baiklah, tuanku! Maka diambilnya oleh
perdana menteri, kanak-kanak itu,lalu didukungnya, seraya katanya : “diamlah
tuan jangan menangis, marilah kita pulang kerumah!”

Maka raja mangindera sari itupun, berangkatlah dengan segala raja-raja


dan menteri, hulubalang,rakyat sekalian,setelah sampai ke pasar itupun
gemparlah mengatakan ada mendapat anak di dalam hutan, terlalu baik
parasnya, maka masing-masing melihat anak-anak itu.

Setelah ia sampai ke istana itu, maka baginda laki istripun, keluarlah melihat
anakda baginda datang itu, maka anak-anak itupun disuruh oelh baginda duduk
dekat istrinya baginda itu, seraya katanya: “anak siapa gerangan ini? Terlalu
amat baik parasnya, beruntung juga anak perempuan yang parasnya dipelihara,
perkataan lemah lembut ini memeliharakan baik-baik , maka disuruh tuan putrid
maduratna mandikan kepada inangnya itu.

Maka segala dayang-dayang itupun, masing-masing dengan jawatuanya,


ada yang membawa bedak, ada yang membawa limau,ada yang membawa
kain,maka dibedakinya oleh segala dayang-dayang itu dan dilingarinya, maka
lalu dimandikannya.

Setelah sudah mandi, maka lalu dikaininya , mak didukungnya pulang ke


istana, maka didudukkan oleh kedua laki istri itu, maka disuruhnya baginda
membawa ambilkan gelang dan subang dan cicncin ranta, disuruh dengan
selengkapnya pakaian segala anak raja-raja itu, maka dikenakannya kepada
anak-anak itu.

Setelah sudah mandi, maka lalu dikaininya, maka didukungnya pulang


ke istana , maka didudukkan di depan baginda ambilkan gelang,dan subang dan
cincin rantai, disuruhnya dengan selengakpnya pakaian segala raja-raja itu,maka
dikenakannya kepada kanak-kanak itu.

Setelah sudah diberi pakaian itu,maka mungkin bertambah baik parasnya


itu, seperti anak-anakan emas yang sudah disepuh , demikian rupanya. Maka

Universitas Sumatera Utara


terlalu sukacita hati baginda dua laki istri, melihat rupanya itu,maka dinamai
oleh baginda , tuan putri majang mengarai.

Makatitah baginda kepada segala inang pengasuhnya itu “baik-baik


engkau sekalian memeliharakkan anakku ini jangan engkau bedakan dengan
radja mangindera sari itu maka sekaliannya itupun, tunduk menyembah, katanya
lebih pula hati hamba sekalian ini, belum melihatkan dia, orang pintu ini,
tuanku”.

Hatta, dengan bebrapa lamanya, maka tuan putrid mayang mengurai


itupun , besarlah ,mangkin elok parasnya, gilang gemilang rupanya, ada kepada
suatu hari, baginda duduk laki istri,maka datanglah tuan putrid mayang
mengurai itu menghadap baginda, kedua laki istri itu, hendak minta pergi
bermain-main ke taman Mandan berahi itu.

Setelah dilihat oleh baginda, tuan putrid itu diiringkan oleh segala
dayang-dayang dan inang pengasuhnya sekalian itu, mak sekalian ditegur oleh
bundanya itu , katanya: marilah tuan duduk dekat tuan ini apakah maksud tuan
ini, katakanlah kepada bunda, maka iapun menyembah kepada baginda dua laki
istri itu lalu dekat baginda seraya memandang kepada tuan putrid mayang
mengurai itu juga, jikalau tiada ia takut akan ayah baginda itu, oleh raja
mangindera sari itu, daripada sangat beraninya akan tuan putri itu.

Maka baginda, dua laki istripun tersenyumlah melihat kelakuan anakdah


bagindah itu, tahulah akan anakda baginda itu, maka terlalu sukacita baginda itu,
melihat anakdah itu, maulah is beristeri , seraya berkata kepada baginda itu,
melihat anakdah itu, maulah ia beristeri seraya baginda berkata, maukan tuan
akan bunga ayahanda itu, sambil ia tertawa, maka raja mangindera sari itupun ,
duduk ,malu, satupun tiada apa katanya,maka tuan putrid mayang mengurai
itupun hendak bermohon pulang, maka kata ibundanya: “apa kehendak tuan,
katakanlah kepada bunda” maka sembah , tuan puteri itu hendak bermohon
pergi ,bermain keteman, mandam berahi itu, hendak bermohon pergi bermain
keteman, mandam birahi, bukannya, bunda yang empunya dia, barang siapa,

Universitas Sumatera Utara


hendak bermain-main kesana ,minta dahulu izin kepada yang empunya dia,
supaya dapat ia masuk ke dalam yang empunya taman itu.

Maka baginda dua laki istri itupun tertawa, seratya berkata “mintalah,
tuan, izin kepada kakanda itu karena ia yang empunya dia “. Maka tuan putri
mayang mengurai itupun tunduk masam mukanya, satupun tiada apa katanya,
maka ia bermohon pulang kepada manlingainya diringkan oleh segala dayang-
dayang , inang pengasuhnya sekalian itu, setelah dilihatnya, oleh raja
mangindera sari itu akan tuan putri, telah kembali itu, maka dalam hatinya
gusarlah rupanya tuan putrid akan kakandah bahwa pergi bermain-main ke
taman berahi itu, mengapakah tangkal kalbu kakandah , marilah tuan, kakanda
bahwa pergi bermain-main ke taman kanadah itu,mengapakah tangkal kalbu
merajuk, berjalan sendiri, tiada menantikan kakandah. Maka bagindah itupun,
taulah akan hatinya anakdah itu,sangat berani akan tuan putrid mayang mengurai
itu.

Setelah keesokan harinya,maka bundanyahpun, menyuruh mrnyambut


tuan putrid mayang mengurai, kepada segala dayang-dayang itu, segalanya
bertemu dengan bundanya itu, maka lalu menyembah, maka bundanya pun
berkata :marilah tuan duduk dekat bunda mak tuan putri itupun duduk di dekat
bundanya itu mak disurungkan oleh bundanya itu, puannya seraya berkata:
santaplah tuan sirih, maka segeralah disambut, oleh tuan putri itu, seraya
menyembah, lalu memakan sirih sekapur, maka puan itupun dipersembahkannya
kembali, maka bundah, baginda itupun, berkatalah kepada tuan putri:
“sudahlah,hadir tuan putri bermain ke taman itu ? “maka sembah tuan putri itu
mohonlah patik tuanku, tiadalah jadi patik tuanku pergi ke taman itu bermain-
main”.

Maka kata bundanya, sambil tertawa: gusarkah tuan akan kakanda itu,
karena itu berguarau juga dengan tuan, kecil hati akan paduka kakanda itu”.
maka sembah, tuan puteri: tiadalah tuanku, jangan paduka anaklah itu
murkakan,patikpun, baiklah, karena tubuh patik, tiadalah sedap tuanku, maka

Universitas Sumatera Utara


sahut bundanya: “tiada paduka kaknda itu murkakan tuan karena bergurau juga
dengan tuan itu”.

Adapun baginda itu, lagi dihadap oleh anak raja-raja itu dan
menteri,hulubalang,rakyat sekalian, dibalairung itu, karena baginda itu
menggerahkan segala orang berbagi-bagi membaikkan negeri, kepada perdana
menteri itu, karena baginda hendak mengawinkan anakda itu dengan tuan putrid
mayang mengurai.

Setelah sudah baginda bercara itu, maka bagindapun berangkatlah masuk


ke dalam istana. Segala anak-anak raja dan menteri, hulubalang, rakyat sekalian
pun, masing-masing menggerahkan titah baginda itu.

Adapun baginda itu, lagi dihadap segala anak raja itu dan menteri,
hulubalang dan rakyat sekalian, dibalairung itu karena baginda iru mengerahkan
semua orang berbagi-bagi membaikkan negeri, kepada perdana menteri itu,
kerena baginda hendak mengawinkan anakda itu dengan tuan putri mayang
mengurai.

Setelah sudah baginda bicara itu, maka bagindapun berangkatlahmasuk


ke dalam istana. Maka segala anak-anak raja, hulubalang, dan menteri , rakyat
sekalipun itu , masing-masing mengarahkan baginda itu.

Maka apabila tuan putrid mayang mengurai itu,melihat baginda, datang


itu, maka iapun segralah menegur anakda baginda itu seraya berkata “marilah,
tua putrid: sudah lama tuanku patih terhadap duli, yang dipertuan”. Maka dengan
bui bahasanya sedap manis,barang lakunya,seketika duduk. Maka tuan putrid itu
bermohonlah kepada baginda dua laki istri itu, maka ia kembali pulang pada
malingainya, diiringkan segala dayang-dayang dan inang pengasuhnya setelah
sampai.

Maka ia lalu naik ke atas maligai itu maka segala raja menteri,
hulubalang,rakyat sekalian itu, setelah sudah ia mengiasi segala pecan dan

Universitas Sumatera Utara


balairang dan balai tempt segala raja-raja bermain catuir dan segala tempat raja-
raja bermain menghadap berbagai permainannya.

Setelah sudah mustaip sekalian tempat itu maka perdana menteri itupun
masing-masing masuklah,mempersmbahkan segala baginda itu maka baginda itu
mulai berjaga-jaga itu empat puluh hari empat puluh malam lamanya itu, gagap
gempita segala bunyi-bunyian,masing-masing dengan ragam nya.maka terlalu
ramailah anak-anak raja itu bermain catur dan bermain kuda, ada yang bermain
berjaumkan biram , ada yang menghadap masing-masing dengan kesukaanya.

Setelah genap empat puluh hari empat puluh malam, mak tuan purtri
madurata itupun mengiasi tuan putri mayang mengurai itu dengan selengkap
pakaian, yang indah-indajh mak terlalu baik parasnya, makin bertambah baik
rupanya gilang gemilang,kilau-kiluan ditentang nyata rupanya itu daripada
tempatnya seperti bulan purnama dipagar oleh bintang, demikian rupanya itu.
Mak bagindapun mengiasi anakda itu dengan selngkapnya pakaian yang
indah-indah maka diraklah oleh baginda berkeliling negri palinggam cahaya itu,
maka terlalu ramailah ia, lalu kembali ke maligai tuan putri itu.setelah
sampai,maka disambut oleh baginda, seraya didudukkan di kanan tuan puteri.

Maka baginda pun, keluarlah pergi menjamu, segala raja-raja yang besar-
besar mengawinkan anaknya demikian diperbuatnya oleh baginda itu. setelah
selesailah pekerjaan baginda itu, makan tuan putri duduklah , berkasih-kasihan ,
dua laki istri.

Maka adapun, ada suatu hari raja mangindera sari, pergi menghadap
ayahanda baginda itu, maka tuan putri mayang mengurai itupun menangis
seperti sungguh akan rasanya , seraya katanya: “wah kakanda, jangalah
mengarapi adinda pada rasa hati adinda kepada kakanda, maka suaminya pun
tertawa mendngar kata isterinya itu, seraya katanya: diamlah tuan jangan
menangis,kakanda bergurau dengan tuan.

Maka tuan putri pun diamlah. Setelah itu,maka ada empat hari lamanya
ia duduk dengan cahaya kairani itu, maka kendengaranlah bunyi tongkat itu,

Universitas Sumatera Utara


seperti akan terbongkar kayu-katyuan itu bunyi tongkat bahayanya seperti bukit
runtuh, demikianlah bunyi tongkat raksasa itu, demikianlah bunyinya maka
marakerama terkejut seraya ia bertanya kepada istrinya itu: “bunyi apa itu
adinda?” maka adinda : “itula maka bunyi tongkat raksasa itu datang kakanda
,baiklah, kakanda bersembunyi maka sahut marakerama : baiklah tuan!, seraya
katanya : “jikalau bertanyakan hati tua, belum lagi benar, jikalau menek hendak
lekas besar hati cucumu ini, carikanlah cucumu, hati segala binatang, demikian
kata tuan sekarang kepada raksasa itu.” maka sahut istrinya “baiklah kakanda”.
Maka marakerama itupun disembunyikan oleh istrinya, dibawah istrinya itu,
maka ditutupinya oleh kawah besar itupun.

Maka raksasa itupun, sampailah ia kerumahnya, lalu dihempaskanyalah


yang dibawahnya itu,maka rumahnya itupun seperti akan terbongkarlah
rasanya,maka kata raksas itu, hai cucuku dimana ada bau manusia ini? Maka
segeralah disahutnya oleh tuan putri katanya: “hai, nenekku dimana datangnya
manusia,yang lain daripada ku ini, siapa yang berani datang kesini?” maka ia
pun, diamlah lalu memasak segala makanan-makanannya, maka dijadikannya
api dan dijerangkannya kawah dua buah dan sebuah tempat nasinya dan sebuah
tempat gulainya. Maka binatang didalam hutan, dekat rumahya itupun, habislah
berlari itu,takut akan api itu,terangnya samapi ke hutan rimba, rupanya seperti
negeri sebuah terbakar itu demikianlah akan rupanya. Setelah sudah masak nasi,
lalu diangkatnya, maka diambilnya tikar sehelai dan selebarnya tikar itu ada
kira-kira sepuluh depah bujurnya, lalu dikacaunya lah nasi itu,maka gugurlah
segala binatang diatasnya itu dan serta kalah lipan dan cecah bengkarung, tokek,
dan tikus , lawa-lawa dan lipan maka penuhlah di nasinya itu, jadi seperti bunga
nasi itu rupanya itu makna yang tiada sempat lari itu matilah ia, lain pula segala
binatang yang kecil-kecil itu tiadalah terbilang seperti lalat dan nyamuk dan adas
sekalian itu habis berhamburan diatas nasinya itu maka rumahnya itupun
gelaplah oleh asap nasinya. Itu dan gulainya itupun demikian juga halnya
gemuruhlah dengan segala binatang itu maka ia pun duduklah makan maka
peluhnya itu pun mengalirlah. Setelah sudah ia makan lalu minum air, keringlah

Universitas Sumatera Utara


sebuah telaga dimnumnya. Maka ia pun, beregempalah seperti tegar gemuruh
bunyinya. Maka diambil lah kayu sebesar betis, lalu dicucukannya kepada
giginya, kalau kiranya ada daging terselit pada giginya itu seperti ayam atau
seperti kucing, matilah ia tiada dapat berbaring-baring sambil ia berpantun maka
marakeramapun trkejutlah disangkanya halilintar membelah tuan putri itu sudah
ia biasa, tiadalah ia terkejut lagi.

Maka segala binatang yang didalam hutan rimba belantara itupun


habislah berlari-larian berejerit-jeritan tabinya dan kucingnya sepanjang jalan
itu, setengah beranak matilah anaknya dipijakkan oelh ibunya dan yang bunting
terpancarlah anaknya keluar, sebab ia terkejut, mendegar suara raksasa itupun
berhentilah ia bernyanyi seketika itu seraya berkata “hai cucuku,baiklah
bunyinya suaraku bernyanyi itu?” maka segera disahuti oleh tuan putri itu
katanya “baik,suara nenek bernyanyi, seperti bulu merindu bunyinya, halus
manis, sedap pedana bunyinya, banyaklah aku sudah mendengar suara orang
bernyanyi tiadalah seperti suara nenek jikalau ada orang beranak sebab ia
mendegar suara nenek bernyanyi itu,terlalu sangat pandai berlagu itu, dan
bernyanyilah nenek sedikit lagi,terlalulah gemar aku mendegar dia.

Maka terlalu suka hatinya raksasa itu, mendegar katanya tuan putrid itu
demikianlah, maka ia pun tertawa gelak-gelak, gemuruhlah bunyinya seperti
batu rubuh suaranya itu dipuji oleh tuan.

Putri itu maka ia pun bernyanyi pula maka nenek pun turut bernyanyi
bersama-sama dengan lakinya. Maka aga gempita tiada sangka bunyinya lagi.
Maka marakerama, taiada tertahani hatinya lagi, jikalau lai daripada marakerama
dan tuan putri itu, niscaya pingasanlah ia tiada kabarkan dirinya, karena sangat
memberi dahsaya bunyinya. Maka segala marga satwa. Yang di dalam hutan
itupun , makin jauhlah ia lagi. Karena ia sangat dasyat bunyinya, sebab ia telah
dua orang berbunyi itu yang sangat jauh bunyinya bahanya itu. maka segala
binatang itupun larilah dengan jeritnya, diakatakannya langit akan runtuh itu,
tiada disangka bunyinya lagi. Gegap gempitalah di dalam hutan belantara itu.

Universitas Sumatera Utara


masing-masing berlembah ia lari , karena takutnya itu, hingga tiada kedengaran
lagi bunyinya, disnalah ia berhenti.

Maka raksasa itu pun, berhentilah, lalu ia tidur, maka bunyi nafasnya
itupun gemeurhlah bunyinya, seperti ombak memcah di tepi batang demikianlah
bunyinya. Setelah keesokan harinya raksasa itupun bangun ia dari tidurnya,
maka katanya “hai cucuku, diamana bau manusia ini terlalu sangat keras
baunya?” maka segeralah disauhutinya, oleh tuan putrid katanya “hai nenek
diamanakah datangnya manusai sampai kemari ini ada tiadanya akulah manusia,
jikalau nenek hendak makan aku makanlah sungguhpun ia berkata, gemetar
ketakutan maka sahut raksasa itu “sudahlah besar hatimu itu cucuku?” maka
sahut, tuan putrid “belum lagi besar nenek jikalau nenek hendak lekas besar
,carilah aku segala hati binatang barang seratus jenis biarlah aku makan supaya
lekas besar hatiku jikalau tiada demikian itu, tiadalah boleh besar hatiku jkaulau
seratus tahun kemudian sekalipun,nenek peliharakan tiada akan besar hatiku”
setelah didengarnya kata tuan putrid itu demikian maka sahut raksasa “baiklah
cucuku nntilh aku pergi mencari dia seraya katanya “marilah carikan kutu nenek
terlalu gatal kepalaku”. Maka segeralah tuan putri itu mengambil kacang dan
butir jagung yang sudah di goring itu sreta dengan sepit besi dan pemukul besi
seraya katanya “bauklah nenek ,marilah aku carikan kutu nenek itu” maka
segeralah tuan putri itu mengambil kacang dan butir jagung yang sudah digoreng
itu serta dengan sepit besi seraya berkata marilah aku carikan kutu nenek itu
maka raksasa dua laki istri itupun tidurlah ia maka dicarinya oleh tuan putri itu
serta dibukanya dengan sepit besi rambutnya raksasa itu maka berjalanlah
ular,maka berjalanlah ular dan kala halipun dan kalajengking di kepalanya
rasaksa itu : “tindaslah,baik-baiklah cucuku, terlalu gatal kepalaku”. Maka
disepitnya kepala ular itu oleh tuan puteri itu, lalu dipukulnya dengan pemukul
besi itu, akan ular itupun matilah. Maka kata raksasa : “ialah cucuku, pandai
menindas kutuku ini”. Maka dimakanyalah oleh tuan puteri itu kacang butir
(jagung) itu.

Universitas Sumatera Utara


Maka kata raksasa itu : “hai, cucuku, apa itu?” maka sahut tuan puteri
itu: “telur kutu, nenek, akan tindas, sambil dipukulnya dengan pemukul besi,
ular itu dan kala, halipan itu, maka dicakarnyalah dengan sepit besi itu, maka
raksasa itu pun sadarlah ia, sebab dicarinya kutunya itu.

Hatta, dengan demikian, maka sampailah tiga hari, maka iapun


bersiaplah hendak pergi itu. maka katanya kepada tuan puteri itu : “tinggallah
cucuku baik-baik aku hendak pergi mencarikan cucu, hati segala binatang itu”.
maka sahut tuan puteri : “tinggalah cucuku baik-baik aku hendak pergi
mencarikan cucu, hati segala binatang itu.” maka sahut tuan puteri: baiklah
nenek pergi, baik-baik, segera nenekku kembali”.

Maka sahutnya : “baiklah cucuku”, maka ia pun berjalanlah, dua lelaki


isteri, tiada juga ia bertemu dengan binatang itu, jangankan bertemu dengan
kijang, menjangan itu, lalat dan pikatpun tiada ia melintas.

Maka makin jauhlah ia daripada tempatnya itu sediakala mencari makan-


makanan itu, sampai disanalah pergi itupun tiada juga ia bertemu dengan seekor
binatang itu,karena segala binatang lari ke hutan itu, sebab ia ketakutan
mendengar suara raksasa itu binatang itu, dicarinya lah raksasa itu segenap
rimba belarantara itu, maka tiada juga ia bertemu dengan seekor binatang. Maka
ia pu terlalulah ia berjalan itu, lalu ia berhenti di depan padang itu, sambil
menoleh ke kanan dan kiri, seekor binatang tiada.

Arkian, maka adapun marakerama itu sepeninggal raksasa pergi itu,


maka iapun keluarlah pergi membuat lubang tempat jalan raksasa itu pergi
datang itu. maka ditaruhnya ranjau di dalam lubang itu, maka ditutupi dengan
daun-daunan kayu yang keriting-keriting itu.

Setelah sudah, maka ia pun pulang lalu dia membuka segala baliknya
itu, maka dikeluarkannya segala perkara yang mana baik-baik yang patut
dibawanya itu, maka diambilnya. Setelah sudah ia bersiapan segala perkakas
itu,maka lalu dibawanya dipantai marakerama dua laki-isteri ditumbuhkannya
itu. setelah sudah maka diperbuatnya segala sampah itu dan kayu-kayuan yang

Universitas Sumatera Utara


kering-kering itu. maka dicucurinya dengan minyak , sudah itu maka diambilnya
tali hijuk itu, lalu dibakarnya tali itu, diletakkanya baik-baik setelah sudah ,
maka kata marakerama : “marilah adinda kita pergi”. Maka tuan putri pun
berjalanlah ke tepi pantai itu, maka dilihatnya ada sebuah perahu berlayar itu,
lagi jauh, belum nyata kelihatan orangnya, karena kapal itu sangat dibawa arus ,
mak jatuh sampai kemari ini.

Setelah sudah ia dekat kapal itu,mak dilambai-lambainya oleh


marakerama itu dengn kain putih. Setelah dilihat oleh anak nahkodanya, orang
melambai-lambai di tepi pantai itu: maka nahkoda kapal itu “hai jurubatu dan
jutumudi dan anak perahu sekalian, apatah bicar kita sekarang tuan sekalian,
baiklah kita singgah supaya boleh kita lihat kalau ada orang rusak pecah perahu
,maka ia terdampar di tepi pantai itu, karena tiada pernah manusia kemari itu,
karena disini tempat raksasa, tiada pernah belajar sampai kemari, karena takut
pada raksasa itu”. Adapun akan kita ini orang jarang sudah hanyut, entah
mati atau hidup, jikalau kita singgah sekalipun tiada akan bangat pelayaran kita
samapi kemana-mana di dalam itupun kata hamba, maan yang baik kepada
nahkoda itu, jikalau demikian hamba sekalian menurut juga.

Maka sahut nahkoda dan anak perahu itupun, naiklah ia kedarat,


mendapatkan marakerama ,nahkoda kapal itu,maka marakerama itupun
singgahlah ia maka dilihatnya terlalu banyak perkakas ditumbuhkannya di tepi
pantai itu, stelah marakerama melihat pantai itu singgah maka ia pun terlalu
sukacita di dalam hatinya, lepaslah aku daripada raksasa ini.

Setelah sampai nahkoda dan anak perahu itupun, naiklah ia ke darat,


mendapatkan marakerama , nahkoda kapal itu, maka marakerama pun segralah
berjalan mendapatkan nahkoda itu. setelah bertemu, ia berjabat tangan dengan
nahkoda itu dan anak perahunya sekalian, seraya dibawanya duduk bersama-
sama , maka diberinya makan barang yang ada padanya itu, maka nahkodah
itupun makanlah, seraya katanya menanyakan hal marakerama itu: “apa mulanya
maka orang muda diam dipantai ini?”maka diceritakannya segala ikhwalnya itu

Universitas Sumatera Utara


dari pemulanya kepada kesudahannya, kepada nahkoda itu, “adapun akan
sekarang ini jikalau ada belas kasihan nahkoda itu akan hamba yag sudah mati
ini, hendak minta hidup kepada tuan itu.

Maka sahut nahkoda itu “apa hendak orang muda ini kepada hamba
katakanlah kepada hamba ini maka kata marakerama, jikalau ada kasihan kepada
tuan nahkoda akan hamba ini, barang diman ada negri di dapat , bawalah hamab
ini, barsama-sama barang di dapatnya itu, kepada tuan hamba nahkoda
hendaklah supaya hamba berikan kepada tuannahkoda itu”.

Maka terlalu belas kasihanlah hati nahkoda itu mendengarkan kataorang


muda ini,seraya katanya: “baiklah, hai orang muda, muatkanlah naik ke kapal
segala perkakas ini, karena kita takut di dapat oleh raksasa”.

Setelah di dengar oleh marakerama, kata nahkoda itu demikian maka


terlalu sukacita marakerama itu dua laki istri,seraya memberi persalinan kepada
nahkoda itu dan segala perahunya sekalian itu masing-masing dengan
kadarnya,maka habis ia bermuat itu, maka nahkoda itupun berbayarlah. Setelah
sampai kepada tiga hari, tiga malam, ia berlayar itu, maka tali hijuk yang dibayar
oleh marakeramapun berbayarlah dan tiadak lama dari itu maka rumah raksasa
itupun terbakarlah ia , karena apinya terlalu amat besarnya seperti bukit rupanya
maka asapnya pun terlalu kelam kabut.

Setelah dilihat oleh raksasa asap api itupun betul teralalu amat besarnya
itu, maka segeralah ia pulang raksasa itu laki bini ia berjalan sigera-sigera , maka
ia jatuh maka kedua laki bini , maka matilah ia terbakar raksasa itu laki bini
seperti bukit bunyinya jatuh, demikian bunyinya.

Arkian maka nahkoda itupun mupakatlah dengan segala anak perahunya


itu, hendak membunuh marakerama itu,maka sekalian anak perahu itu tiada mau.
Sudah itu, maka nahkoda itupun diamlah mencari akal dirinya sendiri hendak
membunuh marakerama itu juga, karena istrinya itu pun terlalu amat elok
parasnya itu lagi artanya banyak, maka itulah hendak dibunuhnya juga
marakerama itu oleh nahkoda kapal itu.

Universitas Sumatera Utara


Hatta dengan demikian, maka sampailah kepada lima hari lima malam
lamanya ia berlayar itu, maka turunlah angin ribut, taupun, kilatpun sambung
menyambung waktu tengah malam gelap gulita, kelamkabut, petir, halilintar,
gegap gempita tiada sungguh bunyinya lagi.

Maka marakerama itupun pergilah berulang anak perahu, lalu ia berdiri


di tepi perahu itu, maka dilihat oleh nahkoda, maka lalu ditolaknya kedalam laut,
seraya katanya, matilah engkau dimakan hujan, angin itu, dimana kau boleh
engaku hidup lagi. Setelah itu , maka angin itupun selesailah maka nahkoda
itupun berlayarlah, adapun tuan putri itu setelah nahkoda itupun berlayarlah.
Adapun tuan putri itu setelah berhenti, angin itu dilihatnya suaminya itu tiada
lagi, mak dicarinyalah oleh tuan putri itu, tiada juga bertemu dengan dia, maka
iapun bernangislah berseru-seru terlalu sangat, jangan menangis, lambat dengan
lambatnya masakan tuan tiada bertemu dengan kakanda itu, sedang diikat
dengan orang, lagipun tiada ia mati, inikan tiada ia diikat itu, pergilah tuan,
masuk ke dalam , kurung tuan baik-baik dari dalam.

Maka piker tuan putri itu : “benarlah seperti kata jurubatu itu” maka
nahkoda itupun segeralah ia beralri-lari mendapatkan tuan putri hendak
mendapat tangan tuan putrid itu,seraya katanya: “diamlah tuan jangan menangis,
masakan mati ia boleh hidup pula, kakandalah akan ganti memeliharakan tuan.
Apa juga, yang tuan susahkan hati,seraya teratawa melihat tuan putrid itu”.
setelah dilihat oleh tuan putrid kelakuan nahkoda itu mendengar katanya
demikian itu, maka ia terlalu benci hatinya, maka diambilnya pisau , lalu ia
hendak membunuh dirinya itu. setelah dilihat oleh nahkoda itu, tuan putri
hendak menikam dirinya itu,maka ia pun mundurlah ia sambil didalam hatinya
keman perginya,karena sudah di dalam tanganku ini,maka tuan putri ini
masukalh ke dalam kurung itu, maka dikuncinyalah pintu karung itu, dari dalam
demikianlah halnya tuan putri itu sehari-hari.

Arkian, adapun marakerama itu sudah jatuh ke dalam laut itu, maka ia
pun menangis terkenangkan istrinya maka dilihatnyalah seekor ikan hiu terlalu

Universitas Sumatera Utara


amat besar, melayang itu berkeliling dengan marakerama itu. maka kata
marakerama kepada ikan itu: “hai,sang hiu, makanlah aku ini, tiada kuasa aku
menanggung percintaan seumur hidup ini, tiada sekali berhati suka, baiklah aku
mati daripada hidup, yang selaku ini, apakah gunanya, berkata-kata itu, sambil ia
mennagis”.

Maka hiu itupun menundukan kepalanya,seperti selaku orang


menyembah, katanya: ya tuanku, maharaja besar, busunglah perut hamba,lalu
matilah hamba,makan tuanku raja” jikalau tuanku hendak pergi. Barang kemana-
mana,marilah hamba antarkan.

Setelah didengar oleh marakerama kata ikan yang demikian itu, maka
adalah suka sedikit hatinya itu, seraya katanya: “jikalau demikian, hai hiu ,
bawalah aku mengikut kapal itu, barang dimana ia berehenti, disanalah engkau
singgahkan aku,”. Maka kata hiu itu: baiklah tuanku, maka ditelannya oleh hiu
itu marakerama anak raja itu, lalu dibawanya mengikut kapal itu.

Hatta dengan demikian, maka nahkoda itupun sampailah ke negeri


palinggam cahaya dan nahkoda itu bersahabat dengan maharaja indera puspa
indera itu pun menyuruh menyambut nahkoda itu kepada perdana menteri.

Hatta, maka ikan hiu itupun terdamparlah ke darat betul kepada


pangkalan nenek kabayan itu. maka nenek kabayan itu pun barulah ia bangun
dari tidurnya pagi hari, maka ia lalu pergi ke pangkalan itu, maka ia dapat
berbasuh muka, maka ia terlihat ada seekor ikan hiu terlalu amat besarnya
terdampar di pasir itu betul pangkalan nenek kabayan itu. maka seekor burung
raja wali melayang hampir nenek kabayan, maka seekor burung rajawali
melayang hamper nenek kabayan, seraya katanya: ”hai, nenek kabayan, ambil
olehmu daun padi taruh kepada perut hiu itu, ada suatu anak raja di dalam
perutnya itu”.

Setelah di dengar oleh nenek kabayan itu, kata burung raja wali, yang
demikian itu, maka iapun segeralah ia beralari-lari pergi mengambil daun padi

Universitas Sumatera Utara


itu,lalu ditaruhnya kepada perut ikan hiu itu, turunlah ia ke laut tempat ikan hiu
itu sediakala.

Setelah dilihat oleh kabayan rupanya Marakerama itu terlalu elok, gilang
gemilang, kilau-kilauan, seperti emas, yang sudah tersepuh, demikian rupanya.
Maka kata nenek kabayan itu: “Haruslah, maka nenek makan tak kenyang
menjadi nenek makan tak kenyang nenek menjadi hamba cucuku ini, mandi tak
basah, berminyak tiada licin.

Nenek tiadalah boleh lupa, sebab nenek hendak bertemu dengan tuan ini,
maka lalu dibawanya pulang kerumahnya, lalu dimandikannya dan dilangirinya
dan dibedikanya, maka makin bertamabh-tambah pula elok parasnya.
Marakerama itupun bertanya kepada nenek kabayan itu, katanya : “hai nenekku,
negeri raja mana ini dan apalah nama negeri ini?”

Maka sahut nenek kabayan itu : “Hai,cucuku, adapun negeri ini, palinggam
cahaya disebut orang namanya dan raja puspa indera”.

Syahdan baginda itu berputera seorang laki-laki terlalu baik parasnya,


bernama raja Wangindera sari, ialah yang pergi berburu, mendapatkan seorang
puteri di dalm hutan di bawah pohon beringin, memegang seekor burung, akan
sekarang telah dibuatnya seorang istri oleh raja Mangindera sari itu. setelah itu,
maka terlalu kasihlah ia kepada istrinya itu. setelah di dengar oleh marakerama,
kata nenek kabayan itu demikian, ia akan saudaranya, maka air matanya
bercucucrlah air matanya tiada berasa lagi, mendengar kata nenek kabayan itu.

Maka kata nenek Kabayan : “Apakah yang tuan tangkiskan itu?” Maka
kata Marakerama :”Tiada nenek, mataku keguguran sampah, berceritakan nenek
lagi, sukalah aku mendengarkan dia”. Maka kata nenek kabayan : “Adakah,
nenek melihat isteri raja Mangindera Sari itu, ada bagaimana sudah besarnya?”
maka sahut nenek kabayan itu “Tiada, Tuan, nenek mendengar kabarnya juga”
setelah itu, maka kata marakerama itu kepada nenek Kabayan : “Hei, nenekku,
apalah salahnya nenek memberi aku makan, karena nenek orang tua, lagi
perempuan bujang, sepertinya kau yang memberi nenek makan dan pakai itu,

Universitas Sumatera Utara


akan sekarang nenek yang memberi kau makan, berapalah kuasa mencarikan aku
makan nenek boleh sehari”.

Maka sahut nenek kabayan itu. “mengapakah tuan berkata demikian itu
masakan rezeki nenek yang tuan makan itu, melainkan rezeki tuan sendiri”.
Maka sahut Marakerama itu : Benarlah seperti nenek kabayan itu, tetapi
hendaklah kita mencari jalannya, supaya kita beroleh rezeki itu” seraya katanya:
“maukah nenek pergi berjualan bunga , karena pohon nenek itupun banyak,
sedang dia berkembang, biarlah aku gubahkan nenek pergilah petikan aku
nenek”. Maka sahut nenek kabayan itu : “Tuan, dahulu nenekpun berjualan
bunga juga , tetapi tiadalah nenek gubah, maka baharulah sekarang nenek
bertemu dengan ini, maka baharulah nenek berhenti”. Maka kata Marakerama :
“pergilah nenek memungut bunga itu”. maka diambil Marakerama itulah bunga
itu. setelah sudah, maka diberikannya bunga itu kepada nenek itu, maka diambil
oleh nenek kabayan bunga itu, ditaruhnya dalam bakul. Maka kata Marakerama
itu : “baiklah nenek coba bawa ke kapal kepada istri nahkoda kapal itu, yang
baru datang berlabuh itu, barangkali larislah bunga nenek”. Maka sahut nenek
itu : “baiklah tuan”, maka lalu ia berjalan pergi ke pala itu itu menjual bunga itu.

Setelah dilihat orang kapal itu, ada perempuan tua berjual bunga itu,
ramailah ia membeli bunga itu, maka di panggil oleh tuan puteri itu, katanya :
“marilah, bawa bunga nenek itu!” Maka nenek kabayan itupun segeralah ia
datang mendapatkan tuan puteri. Setelah dilihat oleh nahkoda itu, akan nenek
kabayan itu, masuk kedalm kurung, maka ia pun masuk bersama-sama dengan
nenek kabayan itu. setelah dilihat oleh tuan puteri, nahkoda itu masuk bersama-
sama, maka tuan puteri itupun segeralah mengambil pisau, sambil menangis
hendak membunuh dirinya itu, maka ia pun segeralah keluar, seraya katanya: hai
nenek datanglah-datnglah sehari-hari nenek bawakan tuan puteri bunga itu
kemari, “maka sahut nenek kabayan itu : “baiklah tuanku” dan pintu kurung
itupun dikunci oleh tuan puteri”. Maka diambilnya oleh tuan puteri itu bakul
bunga nenek kebayan itu : “tiadalah tuan nenek yang punya anak dan cucunya
nenek yang empunya sendiri yang mengubah bnga ini, ajarilah aku nenek:

Universitas Sumatera Utara


Baiklah, esok hari nenek datang , bawalah cermin mata nenek kemari. “maka
sahut nenek : baiklah tuanku”,maka dibelinya oleh tuan puteri itu bunganya
nenek kebayan itu, lalu diberinya jundah ,maka nenek kebayan itu bermohonlah
kepada tuan puteri itu, maka ia pun pulang ke rumahnya, maka didapatinya
cucunya lagi duduk di muka pintu.

Setelah dilihat oleh Marakerama neneknya datng itu, maka segeralah


ditegurnya katanya “bangatlah segera nenek datang ini, adakah laku bunga
nenek ?” maka sahut nenek : “laku, tuan, kekurangan bunga, banyak lagi orang,
yang hendak membeli bunga, tiada lagi bunganya itu,” maka marakerama pun
tertawa-tawa, maka kata nenek kabayan itu kepada marakerama : elok sungguh
tuan, istrinya nahcoda kapal itu, tetapi berkelahi rupanya dengan suamiya itu”.
lalu diceritakannya segala kelakuan tuan puteri itu dengan nahkoda itu.

Setelah didengar oleh Marakerama kata nenek kabayan, demikian itu,


maka katanya: jikalau demikian, esok hari nenek pergi kembali kepadanya itu
berjual”. Maka ia pun segeralh menangis mendengar cucunya yang demikian itu:
apakah , yang ditangiskan itu takut nenek kepada nahkoda itu, maka sahutnya
Tiada tuan nenek takut akan nahkoda itu, karena nenek sudah berjanji dengan
tuan puteri itu. setelah sudah disuratnya maka lalu diberikannya kepada nenek
kabayan itu.

Supaya hangat nenek dipinang orang “ Maka segeralah disambutnya sambil ia


tertawa, seraja menyembah, katanya : “ baiklah tuan”.

Setelah sudah, maka tuan puteri pun bermohonlah kepada kakanda dua
laki-laki isteri, lalu ia kembali kemahligainya, diiringkan oleh segala dayang-
dayang, inang pengasuhnya sekalian.

Setelah genaplah tiga hari lamanya, pada waktu dini hari pun belum lagi
padam cahaya bintang dan segala margasatwa pun belum lagi mencari makanan.
Maka gung pengarah pun berbunyilah, maka segala raja-raja, dan menteri,
punggawa, hulubalang, rakyat sekalian bangunlah, masing-masing dengan
senjatanya.maka raja Marakeramadan raja Mangindera Sari pun, keluarlah pergi

Universitas Sumatera Utara


melihat orang, maka baginda pun menitahkan Perdana Menteri : “keluarkan alat,
juga alat kerajaan dan tunggul panji-panji dan payung iram yang keemasan,
bertahtahkan ratna mutu manikan, berumbai-umbaikan mutiara berseling dengan
nilam pualam dan puspa ragam dengan baiduri dikarang dengan intan
kemuncaknya kemala, di pagar dengan intan permata panca warna, maka
gemerlapanlah rupanya mungkar gajah dua buah itu. “ Maka segala bingkisan
itupun dikeluarkan oranglah beriring-iringan seperti di dalam tulisan rupanya.

Setelah sudah habis keluar semuanya,maka tuan puteri kedua dan


maharaja Marakerama dan raja Mangindera Sari itupun masuklah ia bermohon
kepada ayahanda bunda bagindakedua itu, maka di peluk cium oleh baginda
maharaja Mangindera Sari dengan tangisnya, seraya katanya : “ baik-baik, tuam
mufakat-mufakat tuan dua bersaudara itu, jikalau ada salah bebal adinda itu, ajari
oleh tua, karena ia belum pernah bercerai dengan ayahanda ini dan lagi , jikalau
ada barang sesuatu mara bahaya anakda segeralah suruh beritahu ayahanda”. “
Maka sembahnya : “ baiklah tuaku, seraya ia berkata kepada isterinya dan
saudaranya : “Baiklah, tuan kedua pun menyembah ayahanda bubda baginda itu. “
Maka di peluk dan di cium oleh bundanya, seraya menagis, katanya : “ Wah,
anakku, tuan, betapala kelakuan bundamu ini, sepeninggal tuan sekalian ini kelak,
janganlah tuan lama di sana, matilah bunda dalam percintaan tuan itu.

Maka sembah tuan puteri Nila Kesuma itu : “ Tiada anakda lama, tuanku, seraya
menangis”. Setelah sudah bertangis-tangisan itu, maka baginda pun laki isteri,
naik ke atas bangun bangunan di atas kota, melihat orang-orang mengatur orang
berjalan itu. Maka tuan puteri itupun masinglah masuk kedalam pungkurnya itu
dengan segala inang pengasuhnya, dayang-dayang sekalian. Maka nenek kabayan
pun masuk ke dalam pergi mengatur segala raja-raja berjalan fahulu itu raja
RumSyah, karena ia raja tua, pandai akan tipu orang perang dan biasa mengadu
kesaktian dengan segala raja-raja, lagi gagah berani serta dengan sakitnya
munggangi kuda sembari, berpelanakan sehalat “aina’Ibemat”, yang merah
keemasan bertahtahkan ratna mutu manikan berpanjikan cempaka warna. Maka

Universitas Sumatera Utara


berjalanlah ia di iringkan oleh segala menteri, hulubalang, rayat sekalian , maka
sudah itu.

maka raja Syah Pri berjalan diiringkan oleh segala menteri, hulubalang rakyat
sekaliannya berkuda merah, berpelana emas dipahat dengan permata manca warna
tungkulnya merah yang keemasan berjalanlah ia dengan bunyi-bunyian. Sudah
itu, maka raja Gerdansyah pula, berjalan diiringkan oleh segala menteri,
hulubalang, rakyat sekaliannya dan kenaikkannya kuda terbang, berpanji-panjikan
dewangga yang keemasan serta dengan bunyi-bunyian terlau ramai. Dan sudah itu
maka maharaja Marakerama berjalan di atas rata melayang, maka terdirilah jogan,
alamat kerjaan berkibarlah tonggak panji-panji yang keemasan. Maka
terkembanglah payung ubar-ubar yang keemasan berapit kiri dan kanan, maka
berbunyilah genderang arak-arakan dengan dandi, muri,serdan, bangsi, nakara
medali, ceracap terlalu ramai. Maka berjalanlah ia diiringkan oleh segala raja-raja
dan menteri, hulubalang, rakyat sekalian. Sudah itu maka mungkur kaca kedua
itupun berjalanlah terkibar-kibar seperti merak menggigil rupanya. Maka
gemerlapanlah rumbai-rumbai mutiaranya gerincing bunyinya dan gemencak
gegetarnya, maka memancar-mancarlah cahaya kemala itu berpalu dengan cahya
permata.

Panca warna itu. Sudah itu, maka berjalanlah raja Mangindera Sari di atas
walmana tebang itu. Sudah, maka terdirilah pula alamat kerajaan berkibarkanlah
tunggul, panji-panji yang keemasan. Maka terkembanglah payung ubur-ubur
beremas berapit kiri dan kanan, maka berbunyilah bunyi-bunyian berbagai jenis
ragamnya itu, seperti rebab, kecapi, dandi, muri, serdam, nakara, nafsiri, kopok,
ceracap terlalu ramai. Maka berjalanlah ia diiringkan raja dan menteri,
hulubalang, rakyat sekalian. Sudah itu, maka berjalanlah raja Dewa Ramsa
dengan tunggul, panji-panji serta dengan segala bunyi-bunyian sepuluh mata di
tatah dengan pudi maknikam. Maka berjalanlah ia. di iringkan oleh segala
menteri, hulubalang, rakyat sekalian seprti rupa angkatan peperangan terlalu ramai

Universitas Sumatera Utara


gagak gempita. Maka gemerlapanlah rupanya pakaian segala ank raja-raja itu,
memancar-mancarlah seperti kilat cahyanya mahkota anak raja-raja kedua itu,
kena sinar matahari terbit itu, rupanya seperti kembang setaman. Setelah tidak
kelihatan lagi orang berjalan itu, maka baginda pun berangkatlah, lalu masuk dua
laki isteri itu, maka baginda pun berangkatlah, lalu masuk dua laki isteri
termangu-mangu sambil ia menyapu air matanya, lalu masuk kendalam istananya,
duduklah menantikan anakda itu.

Arkian, adapun maharaja Marakerama berjalan itu, dimana ia bertemu


dengan buah kayu,yang baik-baik dan melihat bunga bengawan itu disanalah ia
berhenti, membawa isterinya bermain-main dan menyukakan hati sepanjang jalan
itu, maka ramailah ia bercengkerama itu. Maka segala dayang itupun pergilah
memungut bungan dan mengambil buah-buahan itu, dibawanya kepada tuan
puteri kedua itu. Maka diambil oleh tuan puteri Nila Kesuma, seraya memanggil
nenek Kabayan ; kemari ini, bawa cermin matanya segera aku hendak belajar
mengubah bunga. Maka nenek Kabayan itupun tertawalah, seraya datang
mendapatkan tuan puteri Cahya Kairani, sambil ia tersenyum panggilkan aku
nenek, maka sahut raja Mangindera Sari, sambil ia tertawa, katanya : lalat itu
sudah menjadi kumbang, dimana lagi boleh di panggil, terbangnya sayup-sayup
mengawan. Maka maharaja Marakerama pun tertawa, seraya memandang kepada
nenek Kabayan itu, katanya : ajarlah nenek, cucumu itu! Maka nenek Kabayan
pun gtertawalah, seraya katanya : Cermin mata nenek sudah hilang tuan, maka
segala dayang-dayang itupun datanglah mendukung anak pelanduk, seraya
katanya : jikalau tiada lalat itu, inilah pelanduk gantinya. Maka ramailah orang
tertawa seketika itu. Maka gung pengajarahpun berbunyilah. Maka segala raja,
menteri, hulubalang, rakyat sekalian, masing-masing mendapatkan jawatannya,
lalu berjalan.

Syahdan, maka beberapa lamanya, ia berjalan itu, kelihatannya antara ada


dengan tiada kelihatan dari jauh terlindung menyamar dengan awan. Maka kata
raja Mangindera Sari : ya, kakanda, kata negeri manakah, yang terdinding dengan
awan itu, belum ada tentu kelihatan negeri. Maka sahutnya tuan : itulah negeri

Universitas Sumatera Utara


Anta Beranta, itulah negerinya maharaja Indera Dewa dan seketika berjalan, maka
kedengaranlah bunyi-bunyian terlalu ramai bunyinya. Kepada segala raja-raja,
yang di titahkan oleh maharaja Indera Angkasa itu, menantikan maharaja
Marakerama itu datang ditengah padang Tajam Maya itu, tiga hari perjalanan
jauhnya itu dari negeri Puspa Sari itu. Maka segala raja-raja itupun menyuruhkan
orangnya pergi melihat bunyi-bunyian itu. Setelah bertemu dengan lasykarnya
raja Rumsyah itu, maka ia pun bertanyakan, maka kata lasykarnya : darimana kah
datangnya ini dan hendak kemanakah tuanku sekalian ini dan siapa nama pengulu
laskar ini? Maka sahut orang itu : adapun pengulu kami itu, maharaja
Marakerama, datang dari negeri Palinggam Cahya, hendak mendapatkan ayah
bundanya di negeri Puspa Sari itu.

Setelah didengar oleh pengulu itu, maka ia pun segeralah kembali


memberi tahu segala raja-raja itupun menyuruhkan oranglah pergi persembahkan
kepada baginda itu, maka orang itu pergilah ia. Setelah sampai, lalu masuk
menghadap baginda itu, maka sembahnya : ya, tuanku, Syah’alam akan paduka
anakda itu telah datang tuanku, setelah baginda mendengarkan kata orang itu,
maka baginda laki isteri pun segeralah turun dari istana, lalu berjalan keluar kota,
tiada lagi sempat memanggil Perdana Menteri lagi. Setelah dilihat oleh Perdana
Menteri baginda laki-isteri telah berjalan keluar kota itu, maka ia pun segeralah
berlari lari pergi mengarahkan orang membawa gajah kenaikan baginda dan
mengeluarkan alat kerajaan, yang keemasan dan tunggul panji-panji dewangga,
yang keemasan serta dengan bunyi-bunyian. Maka segala raja-raja dan menteri,
hulubalang, rakyat sekalianitupun keluarlah mengikuti baginda laki isteri berlari-
lari itu. Setelah bertemu dengan baginda, maka Perdana Menteri itupun sujud
pada kaki baginda, sembahnya : “ya, tuanku syah’alam, silahkanlah, tuanku, yang
dipertuan naik kendaraannya tiada baik dilihat oleh segala raja yang datang itu,
duli yang dipertuan berjalan di tanah itu, jadi malu anakda kepada raja-raja. Maka
titah baginda : “ Benarkah katamu itu’’ lalu ia naik ke atas gajah itu, dua laki
isteri. Maka segala raja-raja itupun masing-masinglah naik keatas kudanya, maka
diatur oleh Perdana Menteri segala anak raja-raja berjalan itu. Maka jogat

Universitas Sumatera Utara


almatpun terdirilah segala tunggul, panji-panji itupun berkibarlah ditiup oleh
angin. Setelah sudah, maka baginda pun berjalanlah diiringkan oleh segala raja-
raja, menteri, hulubalang, rakyat sekalian serta dengan bunyi-bunyian itu terlalu
ramai. Maka Perdana Menteri itupun menggelepakkan gajah baginda duduk
memegang kuasa. Maka kedengaranlah bunyinya baginda itu kepada segala raja-
raja, maka segeralah dipersembahkan kepada maharaja Marakerama, jikalau
demikian baiklah kita berhenti dahulu, karena baginda sendiri keluar itu
mendapatkan kita. Setelah sudah berhenti, maka segala anak raja itupun turunlan
daripada kendarannya, pergi mengiringkan maharaja Marakerama dan raja
Mangindera Sari mendapatkan baginda dua laki isteri.

Setelah bertemu dengan baginda, maka ia pun segerahlah turun dari atas
gajahnya melihat anakda baginda keduanya itu, datang mendapatkan dia. Maka
maharaja Mangindera itupun datanglah menyembah kaki ayahanda bunda baginda
itu, maka dipeluk, cium oleh baginda akan anakda baginda itu. Maka segala anak
raja-raja itupun datanglah menyembah kaki baginda itu. Setelah sudah, maka
bagindapun berjalan mendapatkan anakda baginda tua puteri kedua itu, diiringkan
oleh maharaja Marakerama dan raja Mangindera Sari dan segala anak. raja-raja
sekalian itu.

Setelah sampai, lalu dihamparkan oranglah permadani di tengah padang


itu. Maka tuan puteri Cahya Kairani itupun keluarlah ia dari dalam mungkurnya
menyembah baginda laki isteri itu, maka dipeluknya dan dicium oleh bundanya
itu serayabertangis-tangisan. Maka raja Mangindera Sari itupun segeralah pergi
kemungkur isterinya itu, seraya berkata : “ Keluarlah tuan mendapatkan ayah
bunda kita itu, tiadakah tuan kasihan melihatkan baginda itu, sendiri datang
mendaatkan tuan?” maka tuan puteri Nila Kesuma itupun keluarlah dari dalam
mungkurnya, sambil ia menangis, lalu pergi mendapatkan bundanya, lalu ia
meniarapa di kali bundanya itu sambil menangis seraya katanya : “ Ya, bunda
senyampang juga ada kasih orang melihara anakda, maka boleh anakda bertemu
dengan bunda lagi, jikalau tiada matilah anakda segenap hutan rimba belantar di
makan oleh segala binatang, tiadalah bertemu dengan bunda lagi daripada celaka

Universitas Sumatera Utara


anakda, jikalau demikian. “ sepatutnyalah tuan murkakan bunda, karena sebab
bunda tuan puteri merasai siksa” maka baginda pun datanglah ia mendapatkan
anakda tuan puteri itu, sambil menangis seraya berkata : “ Wah, anakku tuan,
telah bersalah tuan” maka sahut tuan puetri : “ bagaimana tiadakan bersama
karena sudah kenyang makan taruk kayu-kayuan segala daun humbut kayu
berebut dengan anak kera itu”. Setelah di dengar oleh baginda kata anakda
demikian itu, maka ia pun rebah pingsan tiada kabarkan dirinya lagi, maka
segeralah disambut oleh maharaja Marakerama dan raja Mangindera Sari itu.
Maka disapunyalah oleh tuan puteri Cahya Kairani itu dengan air mata muka
baginda itu sambil menangiskan pulak, maka kata Mangindera Sari kepada
isterinya itu.

“ pergilah tuan menyembah ayahda itu, tiadakah engkau kasihan melihatkan hal
baginda, orang tuan yang demikian itu? Maka nenek kabayan itupun datanglah
menyembah baginda itu. Maka disapunyalah oleh baginda belakang tuan puteri
Nila Kesuma, seraya katanya : “ jangan tuan murkakan ayahda itu”. Maka sembah
nenek , kabayan itu : “ Patik tuanku, bukannya paduka anakda . maka baginda pun
terkejut, seraya berkaya : “ siapakah ini?” maka sembah maharaja marakerama itu,
katanya : “ Nenek, patik tuan, inilah, yang memeliharakan patik tuanku”. Maka
sgeralah dipegang oleh baginda tangan nenek kabayan itu, sambil menagis
katanya : “wah, apalah, yang aku balaskan orang tua ini”. Maka tuan puteri Nila
Kesuma itupun tertawa melihat kelakuan nenek kabayan itu, lalu ia pergi
menyembah kaki baginda itu, lalu segera dipeluk dicium oleh baginda akan
anakda itu, sambil ia menangis. Katanya : “wah, anakku tuan, jikalau tiada
anakda, sekalian ini, yang mengasihani, ayahda, orangtua, lagi bebal, matilah
ayahda di dalam percintaan.

Setelah bertangisan itu, maka gung pengaruh itupun berbunyilah, maka


segala raja-raja dan menteri, hulubalang, rakyat sekalian itupun, masing-masing
mengambil jawatnya, lalu berjalan didalam hutan. Setelah beberapa lamanya
berjalan itu, maka sampailah, maka segala bingkisan itupun dibawa oranglah
masuk kedalam istana. Maka baginda pun memberi persalian kepada segala anak

Universitas Sumatera Utara


raja-raja dan menteri, hulubalang, rakyat sekalian masing-masing dengan
kodratnya. Sudah itu, maka baginda pun duduk makan minum bersuka-sukaan
dengan segala bunyi-bunyian terlalu ramai, gegap gempita dengan tempik
soraknya segala anak raja-raja itu, tujuh hari, tujuh malam, tiada berhenti lagi dan
ebberapa lagi dan beberapa ayam, itik angsa dan kerbau, kambing, kijang
menjangan, yang disembelih orang berjaga-jaga itu wallohu aklam bissawab.

Aklisah, maka tersebutlah perkataan maharaja Indera Dewa . Barata itu.


Setelah ia mendengar kabarnya maharaja Marakerama datang mendapat ayah
bundanya ia di negeri Puspa Sari itu, saudaranya telah menjadi menantu maharaja
Puspa Indera, di negeri Palinggam Cahya itu dan ia beristerikan anak raja Jin,
yang bernama maharaja Mali Kosna terlalu besar kerajaan baginda itu, berputera
dua orang tuanya perempuan, bernama tuan puteri Cahya Kairani, ialah yang
dilarikan oleh raksasa itu yang mudanya laki-laki, bernama raja Bujangga Indera,
bersahabat dengan maharaja Marakerama. Tatkala ia bermain-main lancang
berjambakan segala anak raja-raja ditarik Indera Samudera itu, disanalah ia
beroleh bertemu dengan maharaja Marakerama itu berjalan, tatkala ia dihalukan
oleh ayahnya. Maka is bersahabat dengan segala raja-raja itu. Maka raja Indera
Dewa itupun pikir dalam hatinya, mungkin besarlah kerajaan Marakerama itu,
dapat ditiadalah ia menyerang negeriku ini, jikalau demikian, baiklah aku dului
dia, supaya jangan aku malu kepada segala raja-raja itu. Maka baginda pun, lalu
bertitah kepada Perdana Menteri, menyuruh mengimpun segala kota patinya itu,
mana yang buruk, karena itu hendak berperang dengan Marakerama itu, pergilah
kami aku suruh membawa suratku ini kepada segala raja-raja segenap negeri itu.
Maka Perdana Menteri itupun menyembah, lalu pergi mengerjakan titah baginda
itu.

Setelah sudah, maka membaiki segala senjata peperangan itu, maka


punggawa, berbicara hal pekerjaan itu. Maka tidak baginda , “Esok hari kita ke
padang perjuangan Beram”, lalu baginda berangkat besok. Maka segala raja-raja
itupun masing-masinglah pulang ke tempatnya. Setelah keesokan harinya. maka
segala raja-raja danla para punggawa, menteri, hulubalang, rakyat sekalian itupun,

Universitas Sumatera Utara


bangunlah ia masing-masing memakai alat senjata sekalian, lalu berjalan ke luar
kota dengan segala bunyi-bunyian, terlalu ramai dengan tempik soraknya, segala
hulubalang-hulubalang pahlawan itu gegap gempita bunyinya. Maka penuh sesak
padang perjuangan Biram itu. Maka segala rakyat maharaja Indera Dewa itu,
datang hendak menyerang dia, maka ia pun segera menghadap baginda bersama-
sama dengan raja Mangindera Sari. Maka segeralah ditegur oleh baginda katanya :
“Marilah anakda kedua itu, duduk dekat ayahda, seraya menyembah : “ Ya,
tuanku syah’alam patik kedua ini datang bermohon ke bawa dulin yang di
perintah tuan patik hendak mengeluari maharaja Indera Dewa itu, telah menanti di
luar kota, tuanku”.

Setelah didengar oleh baginda , kata anakda demikian itu, maka baginda
menangis, seraya memeluk leher anakda kedua itu, katanya : “ janganlah anakda
kedua keluar melawan maharaja Indera Dewa itu, karena ia raja raja besar, banyak
raja-raja yang takluk kepadanya itu”. Lagipun ia raja tuan pandai akan hikmat tipu
perang, lagi biasa mengadu kesaktian kepada segala raja-raja di tengah medan itu.

Akan tuan kedua ini orang muda belum bisa perang, biarlah ayahda keluar
melawandia, jikalau ayahda sudah mati, mana bicara anakda kedua itu”. Mara
sembah anak radka kedua itu : “ Ya, tuankuSyah’alam jikalau ada lagi patik dua
bersaudara ini, janganlah duli yang dipertuan ke luar ketengah medan itu dahulu,
jikalau anakda ini telah mati, mana bicara tuanku hendak juga ke medan itu,
bunuhlah patik kedua bersaudara. Maka baginda pun tiadalah berdaya lagi
mendengar sembah anakda kedua itu, lalu memeluk dan mencium anakda kedua
itu, seraya katanya : “ Pergilah tuan kedua, baik-baiklah jangan lupa barang
sesuatu pekerjaan itu”. Maka anakda kedua itupun menyembah lalu keluar. Maka
segala raja-raja, menteri, hulubalang, rakyat sekalian itupun hadirlah hingga
menanti ia maharaja marakerama dan raja Magindera Sari itu juga. Setelah ia
melihat anak raja kedua itu sudah keluar, maka berdirilah sekalian, masing-
masing dengan jawatnnya. Maka berbunyilah genderang perang serunai, nafiri,
serdam nakara, mendali, dandi muri, bangis, ceracap, terlalu ramai merawankan
hati, segala yang mendengar dia. Maka berjalan diarak keluar kota itu, lalu ke

Universitas Sumatera Utara


tengah padang , datang ia berhadapan dengan mahara Indera Dewa itu. Maka
berkibarlah tunggul, panji-panji segala raja-raja kedua pihak itu, seperti bunga
lalang rupanya dan lembing perisai segala hulubalang itu seperti ranggas di
tengah padang itu. Maka datanglah suruh daripada maharaja Indera Dewa itu
bertanyakan, berapakah banyak bala tentaranya dan raja-raja, menteri , hulubalang
maharaja Marakerama itu, dipersembahkan oranglah kepada maharaja
Marakerama itu, suruhlah ia masuk. Maka suluh itu masuklah, lalu sujud pada
kaki maharaja Marakerama itu. Sembahnya : “Ya, tuanku Syah’alam raja
Marakerama dan ra a Mangindera Sari dan pahlawan, hulubalang duli tuanku
berapa, maka hendak berlawan dengan baginda itu, karena ia raja besar,banyak
raja, yang dibawahnya itu. “Maka maharaja Marakerama pun tertawa mendengar
sulu itu sambil memandang raja Mangindera Sari. Maka ia berkata, sebab ia raja
besar, maka ia sangat menunjukkan laki-lakinya kepadaku, karena aku orang
celaka itu, dimana aku akan beroleh rakyat banyak seperti raja, yang tuah itu.
Adapun akan banyaknya bala tentarakau ini, hanya tiga laksa empat ribu dan raja-
raja lima puluh tiga orang menteri, hulubalangnya dua ratus lima puluh sembilan
orang juga banyaknya. Pergilah engkau beritahu akan raja Indera Dewa itu, negeri
yang mana patut tempatku dan duduk itu, karena negeri Puspa Sari itu sangat
bertuah, tiada layak aku diam di sana, karena aku orang celaka tolonglah
pernujumkan oleh raja Indera Dewa itu, supaya aku tahu tempatku ini.

Setelah sudah berkata-kata demikian itu, maka suluh itupun menyembah,


lalu kembali menghadap kepada rajanya itu. Maka segala perkataannya maharaja
Marakerama itu semuanya dipersembahkannya kepada raja Indera Dewa itu.
Setelah di dengar oleh raja Indera Dewa itu, sembahnya suluh itu, maka mukanya
pun merah padam seperti api menyala-nyala rupanya, seraya bertitah, menyuruh
memalu genderang perang, pada ketika itu juga keluarlah segala pahlawan
berlompat-lompatan itu di tengah padang medan itu minta lawannya. Setelah di
dengar oleh maharaja Marakerama itu genderang perang terlalu keras bunyinya
itu, maka maharaja Marakerama pun segeralah menyuruh memalu genderang
perangnya, lalu ke luar di tengah peperangan itu.

Universitas Sumatera Utara


Maka bunyi-bunyian itu, raja Rumsyah pun bermohon kepada anak raja
kedua itu, lalu ia keluar dengan bala tentaranya sekalian itu. Maka berseru-serulah
hulubalang raja Indera Dewa itu, katanya : “ Hai, Marakerama, jikalau engkau
hendak mati, marilah engkau ke medan ini, jikalau engkau hendak hidup,
datanglah engkau menyembah minta nyawa kepada raja kami”. Setelah didengar
oleh hulubalang raja Rumsyah itu orang menyeru itu, maka segeralah disahutinya
kata raja Indera Dewa itu : “ janganlah engkau menyebut-nyebut nama raja kami,
akulah kawan dahuluoleh kamu”. Maka kedua pihak tentara itu berhadapanlah,
lalu berperanglah, gegap gempita bunyinya, terang cuaca menjadi kelam kabutlah,
arana duli terbangkit ke udara itu. Seketika perang itu, maka darah pun banyaklah
tumpah ke bumi dan bangkai pun tertimbun-timbunlah, maka mundurlah rakyat
raja Rumsyah itu, di usir oleh segala bala tentaranya habis undur maka ia pun
memecut kudanya mengusir segala rakyat raja Bahrum Dewa itu. Stelah dilihat
oleh segala rakyatnya, rajanya telah masuk perang itu, maka ia pun kembali pula
bersama-sama mengusir segala rakyar raja Bahrum Dewa itu, pecah lah bala raja
Bahrum Dewa itu, lalu lari segala rakyatnya itu, tiada berketahuan lari perginya,
masing-masinglah membawa dirinya. Maka raja Rumsyah itupun sampailah
ketempat raja Bahrum Dewa itu, maka raja Bahrum Dewa itupun terkejut, hendak
lari malu ia akan raja-raja itu, karena ia pahlawan lagi gagah berani terlalu
saktinya itu, lalu ia memalingkan kudanya berhadapan dengan raja Rumsyah itu,
lalu ia berpanah-panahan, sama tiada lut. Maka dipanah oleh raja Bahrum Dewa
ke udara maka turunkanlah angin ribut, taupan, guruh, kilat petir, sabung
menyabung, halilintar memanah datang kepada segala bala tentaranya raja
Bahrum Dewa itu. Maka banyaklah yang mati dan binasa oleh halilintar itu. Maka
api itupun padamlah ditimpah oleh hujan ribut itu. Segala raja-raja yang kedua
piha itupun berdirilah di tengah padang itu. Melihat gagahnya anak raja kedua itu
berperang sama gagah perkasanya, lagi pahlawan berani, sama tiada mau undur,
maka haripun petanglah maka genderang dipalu oranglah, maka kedua pihak
tentarnya itupun kembalilah masing-masing pergi menghadap rajanya. Maka
dipersalin oleh rajanya akan anak kedua raja itu. Maka kedua pihak raja-rja itupun
menjamu segala rakyatnya serta dengan bunyi-bunyian terlalu rame. demikianlah.

Universitas Sumatera Utara


Maka kata raja Mangindera Sari kepada raja Marakerama itu, “ ya, kakanda,
baiklah kita menyuruh kepada ayahanda itu, karena ayahanda itupun ada berpesan
kepada kakanda itu juga, jikalau ada barang sesuatu halnya anakda, suruh beritahu
ayahanda adapun akan raja Indera Dewa itu ada juga segala anak raja-rajai itu,
datang membantu dia, akan kita ini seorang pun tiada yang datang melihat
berperang ini ”. maka sahut raja Marakerama itu. “ Baiklah, tuan berkirim surat
kepada ayahanda itu!” maka raja Mangindera Sari menyuruhkan seorang
hulubalang, yang tingkas berjalan, pergi membawa surat itu kepada baginda itu,
demikian bunyinya : “ bahwa ini surat sanabh sujud daripada anakda maharaja
Marakerama, dua bersaudara datang menghadap ke bawah duli Syah’alam itu,
karena maharaja Indera Dewa itu, datang menyerang anakda dua bersaudara itu
dari negeri anta berantalah sebabnya tuanku, supaya jangan ayahda nantika itu”.

Setelah maka lalu diberikannya kepada hulubalang itu, maka ia pun


menyembah, lalu berjalan menuju negeri Palinggam Cahya itu namanya, sia dan
malam tiada berhenti lagi. Maka ia pun sampailah ke negeri Palinggam Cahya
itu, lalu masuk menghadap baginda itu. Maka baginda pun sedang ramai diadap
oleh segala raja dan menteri , hulubalang berbicarakan raja Mangindera Sari itu.
Maka betapa halnya, maka belum juga datang kembali ini. Maka hulubalang
itupun sampailah lalu sujud kepada kaki baginda, seraya dipersembahkannya surat
itu, maka segerahlah disambut oleh bentara itu, lalu diberikannya, lalu dibacanya
surat itu, dihadapan baginda itupun, setelah di dengar oleh baginda bunyinya surat
itu, maka baginda itupun terlalu murka, seperti ular berbelit-belit rupanya, seraya
bertitah kepada Perdana Menterinya itu : “ menyuruhmenghimpunkan segala
rakyat, balatentaranya, segala itu mengutus segala negeri, pada segala raja-raja,
yang takluk kepadanya itu”. Setelah sudah berhimpun segala raja-raja itu, maka
baginda pun berangkat, laki isterinya serta diiringkan oleh raja-raja, menteri,
hulubalang, rakyat, supaya sangat sampai itu dan Perdana Menteri tinggal
menunggu negeri Palinggam Cahya itu wallahu ‘aklam bisawab.

Alkisah, maka tersebutlah perkataan maharaja Marakerama itu


sepeninggal hulubalang itu sudah berjalan, maka ia pun terkenanglah segala

Universitas Sumatera Utara


sahabatnya, yang bertemi di tasik Indera Samudera itu, karena sudah berjanji
tatkala ia bercerai itu, jikalau ada suatu hal saudaraku, ciptalah nama hamba itu
supaya hamba datang mendapatkan tuanku.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai