Anda di halaman 1dari 7

DONGENG SI TANDUK PANJANG

Suatu keluarga yang terdiri dari seorang ayah, ibu, dan seorang anak perempuan
tinggal di suatu desa dan hidup miskin. Baik ayah maupun ibunya amat sayang
kepada anaknya. Akan tetapi, sebenarnya mereka sangat kecewa. Mereka
menginginkan seorang anak laki-laki. Setiap hari tak jemu-jemunya mereka
berdoa, bermohon kepada Tuhan agar di karuniai seorang putra sebagai
penyambung keturunannya. 

Bertahun-tahun kemudian, Tuhan mengabulkan permohonan mereka. Tentu saja


mereka amat gembira. Namun, mereka sangat kecewa karena pada kepala bayi
laki-laki mereka ada tanduknya. Bukan hanya kecewa, tetapi mereka juga malu dan
takut akan diejek kerabat serta orang-orang sedesa. 

Akhirnya, mereka memutuskan membuang saja anak laki-laki yang baru


dilahirkan. Anak itu dihanyutkan di sungai. Sang bayi ditempatkan di dalam
sebuah peti dibekali dengan sebutir telur ayam dan secangkir beras. 

Ketika mengetahui keputusan kedua orang tuanya, kakak perempuan si bayi amat
sedih. Diam-diam dia meninggalkan rumahnya dan mengikuti adiknya yang
sedang dihanyutkan di tepi sungai. Beberapa waktu kemudian ia mendengar tangis
adiknya. Karena menduga adiknya lapar, ia menghiburnya dengan bernyanyi.
"Adikku sayang si Tanduk Panjang, janganlah engkau menangis. Jika engkau
lapar, makanlah sebutir beras, agar kenyang perutmu. 

Beberapa hari kemudian kakaknya mendengar suara ciapan anak ayam. Itu
menandakan bahwa telur yang dibekalkan kepada adiknya sudah menetas.
Demikianlah untuk menghibur adiknya bila sedang menangis, si kakak selalu
bernyanyi dengan perasaan penuh kasih sayang. 
THE HORN OF THE LONG HORN

A family of fathers, mothers, and a daughter lives in a village and lives


in poverty. Both his father and his mother were very dear to his son.
However, they were really disappointed. They want a boy. Every day
they do not want to cry, pray to God for the gift of a son as a descendant
of his descendants.

Years later, God granted their petition. Of course they are very happy.
However, they were very disappointed because at the head of their baby
boy there was a horn. Not only disappointed, but they are also
embarrassed and scared to be mocked by relatives as well as people.

Finally, they decided to just throw a new born boy. The child was swept
away in the river. The baby is placed in a coffin equipped with a chicken
egg and a cup of rice.

When knowing the decisions of his parents, the baby's sister was very
sad. She secretly left her house and followed her sister who was washed
away by the river. Some time later she heard her sister cry. Because he
suspected his brother was hungry, he entertained her by singing. "My
dear brother, Long Horn, do not cry. If you are hungry, eat a grain of
rice, so that your stomach is full.

A few days later his older brother heard the voice of a chick. It indicates
that the eggs supplied to his brother have hatch. So to entertain her sister
when she was crying, the sister always sang with a loving feeling.
Berbulan-bulan peti itu hanyut. Si kakak tidak dapat mendekatinya. Namun ia setia
terus mengikutinya. Atas kehendak Tuhan, akhirnya peti itu terdorong arus ke tepi
sehingga si kakak dapat meraihnya. 

Ajaib sekali! Ketika pintu peti itu dibukanya, melompatlah seorang anak laki-laki
yang gagah dan tampan, tanpa tanduk diatas kepalanya. Di belakangnya seekor
ayam jantan yang bagus sekali mengiringkannya. Betapa girang kakaknya. Ia
bersyukur kepada Tuhan. Kedua kakak beradik segera berjalan menuju ke desa
yang terdekat dari tepi sungai. Di depan pintu gerbang desa mereka ditegur oleh
penghuni desa. Kepala desa memberitahu bahwa untuk dapat masuk ke dalam
desanya, mereka diharuskan mengadu ayam dengan ayam penghuni desa tersebut.
Bila mereka menang, mereka akan mendapat harta kekayaan. Tetapi sebaliknya,
jika mereka kalah, mereka harus menjadi budak di desa itu. Jika mereka tidak
berani, mereka dipersilakan membatalkan niatnya memasuki desa itu. Kedua kakak
beradik itu menyanggupi ajakan orang-orang desa. Pada hari yang ditentukan,
ayam mereka diadu dengan disaksikan oleh segenap penduduk desa. Ternyata
ayam kakak beradik itulah yang menang. Oleh karena itu, mereka diperkenankan
memasuki desa. Mereka dijamu dan diberi banyak harta kekayaan. Setelah itu,
mereka minta diri meninggalkan desa itu. 

Anehnya, untuk memasuki desa selanjutnya, mereka selalu dikenai syarat yang
sama. Mereka harus menyabung ayam. Untungnya ayam kedua kakak beradik itu
selalu menang. Hasil kemenangannya ini membuat mereka kaya raya. 

Akhirnya mereka sampai di suatu desa, di mana penghuninya menanyakan asal


usul mereka berdua. Lalu mereka pun menceritakan kisah mereka yang
sebenarnya. 

Mendengar cerita mereka, tahulah siapa sebenarnya kedua anak itu. Lalu
tersebarlah berita bahwa si Tanduk Panjang bersama dengan kakak perempuannya
telah kembali dengan membawa harta yang banyak. 

Kabar ini juga sampai ke telinga kedua orang tuanya. Ayah ibunya segera
menyongsong anak-anaknya, tetapi sang anak menolak. 

"Kami tidak mempunyai orang tua lagi, karena sewaktu kami memerlukan kasih
sayang serta perlindungan orang tua, justru kami dibuang!" 

Sadar akan kesalahannya, kedua orang tua mereka sangat menyesal. Kemudian
jatuh sakit dan meninggal dunia. 
Kesimpulan
Cerita ini dapat digolongkan ke dalam dongeng. Tidak ada petunjuk tempat
tertentu di Tanah Batak sebagai tempat terjadinya. Susah untuk membuktikan
kebenaran cerita ini. 
Dongeng ini mengajarkan, agar jangan menyia-nyiakan anak kandung kita,
sekalipun ia buruk mukanya. Kita tidak dapat meramalkan nasib seseorang. Kini
ia buruk, tetapi kelak anak itu dapat menjadi baik. 
Kisah Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang (legenda terbentuknya candi
Sewu dan Prambanan)

Ilustrasi Bandung Bondowoso dan Roro


Jonggrang

Haloooo ketemu lagi dengan penulis amatir yang masih setia menuliskan ulang kisah-
kisah yang pernah dibaca, didengar ataupun diketahui oleh penulis. Pada kali ini penulis
mau mengangkat legenda atau mitor bagian Interlokal, legenda dari tanah Jawa yaitu
kisah tentang terbentuknya candi Sewu dan candi Prambanan. Dalam legenda itu juga
terdapat kisah Cinta seorang Bandung Bondowoso kepada Roro Jonggrang, berikut
kisahnya.

Dikisahkan pada zaman dahulu kala ditanah jawa ada dua kerajaan yang bertetangga,
kerajaan tersebut adalah kerajaan Pengging dan Kerajaan Baka. Pengging adalah
kerajaan yang subur dan makmur dipimpin oleh seorang raja yang bernama Prabu
Damar Maya. Prabu Damar Maya memiliki seorang putra yang bernama raden Bandung
Bondowoso. Sedangkan kerajaan Baka dipimping oleh raja Raksasa bernama Prabu
Baka, Prabu Baka memiliki seorang putri yang canti yang bernama Roro Jonggrang

Untuk memperluas kerajaannya dan merebut kerajaan Pengging, Prabu Baka bersama
Patih Gupala melatih balatentara dan menarik pajak dari rakyat untuk membiayai
perang. Setelah persiapan matang, Prabu Baka beserta tentaranya menyerbu kerajaan
Pengging. Pertempuran meletus di kerajaan Pengging. Banyak korban jatuh dari kedua
belah pihak. Akibatnya rakyat Pengging menderita kelaparan, kehilangan harta benda,
dan banyak yang tewas. Demi mengalahkan para penyerang, Prabu Damar Moyo
mengirimkan putranya, Pangeran Bandung Bondowoso untuk bertempur melawan
Prabu Baka. Pertempuran antara keduanya begitu hebat, dan berkat kesaktiannya
Bandung Bondowoso berhasil mengalahkan dan membunuh Prabu Baka. Ketika Patih
Gupala mendengar kabar kematian junjungannya, ia segera melarikan diri mundur
kembali ke kerajaan Baka

Pangeran Bandung Bondowoso mengejar Patih Gupala hingga kembali ke kerajaan Baka.
Ketika Patih Gupala tiba di Keraton Baka, ia segera melaporkan kabar kematian Prabu
Baka kepada Putri Rara Jongrang. Mendengar kabar duka ini sang putri bersedih dan
meratapi kematian ayahandanya. Setelah kerajaan Baka jatuh ke tangan balatentara
Pengging, Pangeran Bandung Bondowoso menyerbu masuk ke dalam Keraton (istana)
Baka. Ketika pertama kali melihat Putri roro jonggrang, seketika Bandung Bondowoso
terpikat oleh kecantikan sang putri. Ia jatuh cinta dan melamar roro jonggrang. Akan
tetapi sang putri menolak lamaran itu, karena ia tidak mau menikahi pembunuh
ayahandanya dan penjajah negaranya. Bandung Bondowoso terus membujuk dan
memaksa agar sang putri bersedia dipersunting. Akhirnya roro jonggrang bersedia
dinikahi oleh Bandung Bondowoso, tetapi sebelumnya ia mengajukan dua syarat yang
mustahil untuk dikabulkan. Syarat pertama adalah ia meminta dibuatkan sumur yang
dinamakan sumur Jalatunda, syarat kedua adalah sang putri minta Bandung Bondowoso
untuk membangun seribu candi untuknya hanya dalam satu malam. Meskipun syarat-
syarat itu teramat berat dan mustahil untuk dipenuhi, Bandung Bondowoso
menyanggupinya.

Sang pangeran berhasil menyelesaikan sumur Jalatunda dengan kesaktiannya. Setelah


sumur selesai, roro jonggrang berusaha memperdaya sang pangeran dengan
membujuknya untuk turun ke dalam sumur dan memeriksanya. Setelang Bandung
Bondowoso masuk ke dalam sumur, sang putri memerintahkan Patih Gupala untuk
menutup dan menimbun sumur dengan batu, mengubur Bondowoso hidup-hidup. Akan
tetapi Bandung Bondowoso berhasil keluar dengan mendobrak timbunan batu itu
karena sakti. Bondowoso sempat marah akibat tipu daya sang putri, akan tetapi sang
putri berhasil memadamkan kemarahan sang pangeran karena kecantikan dan
rayuannya.

Untuk mewujudkan syarat kedua, sang pangeran bersemadi dan memanggil makhluk
halus, jin, setan, dan dedemit dari dalam bumi. Dengan bantuan makhluk halus ini sang
pangeran berhasil menyelesaikan 999 candi. Ketika roro jonggrang mendengar kabar
bahwa seribu candi sudah hampir rampung, sang putri berusaha menggagalkan tugas
Bondowoso. Ia membangunkan dayang-dayang istana dan perempuan-perempuan desa
untuk mulai menumbuk padi. Ia kemudian memerintahkan agar membakar jerami di sisi
timur. Mengira bahwa pagi telah tiba dan sebentar lagi matahari akan terbit, para
makhluk halus lari ketakutan bersembunyi masuk kembali ke dalam bumi. Akibatnya
hanya 999 candi yang berhasil dibangun dan Bandung Bondowoso telah gagal
memenuhi syarat yang diajukan roro jonggrang. Ketika mengetahui bahwa semua itu
adalah hasil kecurangan dan tipu muslihat roro jonggrang, Bandung Bondowoso amat
murka dan mengutuk roro jonggrang menjadi batu. Sang putri berubah menjadi arca
yang terindah untuk menggenapi candi terakhir. Menurut kisah ini situs Keraton Ratu
Baka di dekat Prambanan adalah istana Prabu Baka, sedangkan 999 candi yang tidak
rampung kini dikenal sebagai Candi Sewu, dan arca Durga di ruang utara candi utama di
Prambanan adalah perwujudan sang putri yang dikutuk menjadi batu dan tetap
dikenang sebagai Lara Jonggrang yang berarti "gadis yang ramping"

Anda mungkin juga menyukai