Anda di halaman 1dari 234

Milik Depdikbud

Tidak diperdagangkan

KAJIAN MITOS DAN NILAI BUDAYA


DALAM TANTU PANGGELARAN

DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI


JAKARTA
1999
KAJIAN MITOS DAN NILAI BUDAYA DALAM TANTU PANGGELARAN
Tim Penulis Dwi Ratna Nurhajarini
Suyami
Penyunting Sri Guritno
Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang
Diterbitkan oleh Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya
Jakarta Direktorat sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat
Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Jakarta 1999
Edisi 1999
Dicetak oleh CV. PUTRA SEJATI RAYA
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL KEBUDAYAAN

Pembinaan nilai··nilai budaya Indonesia ditekankan pada


usaha menginventarisasi dan memasyarakatkan nilai-nilai
budaya Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Sehubungan dengan itu, program pembinaan kebudayaan
diarahkan pada pengembangan nilai-nilai budaya Indonesia
yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa sehingga dapat
memperkuat kepribadian bangsa, mempertebal rasa harga
diri, memunculkan kebanggaan nasional serta memperkuat
jiwa kesatuan.
Penerbitan buku sebagai upaya untuk memperluas
cakrawala budaya masyarakat patut dihargai. Pengenalan
aspek-aspek kebudayaan dari berbagai daerah di Indonesia
diharapkan dapat mengikis etnosentrisme yang sempit di
dalam masyarakat kita yang majemuk. Oleh karena itu, kami
dengan gembira menyambut terbitnya buku hasil kegiatan
Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Jakarta,
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal
Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Penerbitan buku ini diharapkan dapat meningkatkan
pengetahuan masyarakat mengenai aneka ragam kebudayaan
di Indonesia. Upaya ini menimbulkan kesalingkenalan, dengan
harapan akan tercapai tujuan pembinaan dan pengembangan
kebudayaan nasional.

v
Buku ini belum merupakan hasil suatu penelitian yang
mendalam sehingga masih terdapat kekurangan-keku rangan.
Diharapkan hal tersebut dapat disempurnakan pada masa
yang akan datang.
Sebagai penutup kami sampaikan terima kasih kepada
pihak yang telah menyumbangkan pikiran dan tenaga bagi
penerbitan buku ini.

Jakarta, Juli 1999


Direktur Jenderal Kebudayaan

I.G.N. Anom
NIP. 130353848

vi
KATA PENGANTAR

Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisiona_l, . Direktorat


Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan melalui Proyek Pengkajian dan, Pembinaan
Nilai-nilai Budaya Jakarta pada tahun anggaran- 1999/2000
telah melakukan pengkajian naskah-naskah lama dalam
upaya mengungkapkan nilai-nilai budaya yang bermanfaat
bagi pembangunan bangsa. Naskah tersebut diantaranya
Kajian Mitos Dan Nilai Budaya Dalam Tantu Panggelaran.

Nilai-nilai yang ditelaah dalam naskah atau dokumen


tertulis meliputi semua aspek kehidupan bangsa yang dapat
dipakai sebagai acuan bagi kehidupan berbangsa dan bemegara
di masa sekarang dan akan datang. Dengan pemahaman yang
baik pada nilai-nilai luhur bangsa diharapkan akan terbentuk
suatu sikap yang kondusif pembangunan nasional.
Kami menyadari bahwa kajian naskah ini belum
mendalam sehingga hasilnya pun belum memadai. Diharapkan
kekurangan-kekurangan itu dapat disempurnakan dimasa
yang akan datang.
Semoga buku ini bermanfaat bagi para pembaca serta
menjadi petunjuk bagi kajian selanjutnya.

vii
Kepada tim penulis, penyunting dan semua pihak yang
telah membantu sehingga terwujudnya karya ini disampaikan
terima kasih.
Jakarta, Juli 1999

Proyek Pengkajian dan Pembinaan


Nilai-nilai Budaya Jakarta
Pemimpin,

Dra. Renggo Astuti


NIP. 131792091

viii
DAFrAR ISi
Hal aman
Sambutan Direktur Jenderal Kebudayaan ............................. v
Kata Pengantar ............ ............................ ... ... ........ ........ ................ vii
Daftar Isi ....... .. .. .. ...... .. ................. ........ .. ...... ........... .................... .... . ix

Bab I Pendahuluan
1.1 Latar ................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian ....................................... .................. 4
1.3 Ruang Lingkup Penelitian ......................................... 5
1.4 Landasan Teori ........ .......... .... ... .. .................... .... ... ..... .. 5
1.5 Metode Penelitian ........ ................................ ................ 6
1.6 Sistematika Penulisan ...... .. ... ............ ...... ..... .......... ..... 7
Bab II Suntingan Teks Tantu Penggelaran
2.1 Deskripsi ........... ..................................... .... ........... ... ....... 9
2.2 Teks Tantu Panggelaran ....... .............. ........................ 10
2.3 Terjemahan .... ......... ... ...... ........ ..................... ................. 72
Bab III Kajian Mitos Dan Nilai Budaya Dalam Tantu
Penggelaran
3.1 Kajian Mitos dalam Tantu Panggelaran ................ 141
3.2 Kajian Nilai Budaya dalam Tantu Panggelaran ... 154
3.3 Relevansi dan Peranannya dalam Pembinaan
dan Pengembangan Kebudayaan Nasional ..... ...... 180
Bab IV Simpulan ... .............. ... .................................................... 183
Daftar Pustaka ....... ... ..... .................... ......... ................................. .. 185

ix
BABI
PENDAHULUAN

1.1 Latar
Tantu Panggel aran adalah merupak an satu di antara
berbagai hasil karya sastra Jawa yang cukup terkenal dalam
lingkup khasana h sastra Jawa. Karya tersebut ditulis pada
tahun 1557 dalam bahasa Jawa Tengaha n dalam bentuk
prosa. Bahasa Jawa Tengaha n adalah bahasa Jawa yang ada
di antara bahasa Jawa-Ku na dan bahasa Jawa Dewasa ini.
Adapun tumbuhn ya pada jaman membub ungnya kerajaan
Majapah it (Poerbat jaraka, 1952: 57).
Dalam bukuny a Denys Lombar d disebutk an bahwa
Tantu Panggel aran merupak an semacam "buku panduan "
tentang semua dharma atau banguna n suci di Pulau Jawa.
Isi Tantu Panggela ran cukup menarik karena dalam buku itu
tidak ada penggam baran tentang adanya kekuasa an raja,
akan tetapi berbaga i komunit as (beserta tradisi lisan dan
dongeng nya) digamba rkan sebagai wilayah yang merdeka dari
segala kekuasaa n pusat (Denys Lombard , 1996 : 29).
Secara ringkas Tantu Panggela ran mencerit akan tentang
pengisia n manusia di tanah Jawa oleh Batara Guru, pengajar an
tentang sistem tata kehidupa n manusia, peminda han gunung
mahame ru dari tanah India ke tanah Jawa, dirangka ikan
dengan berbaga i pengisah an kehidup an Batara Guru dan
permaisu rinya, yaitu Batari Uma beserta para dewa selama
berada di tanah Jawa.

1
Mula-mu la disebutk an bahwa pada jaman dahulu pulau
Jawa masih kosong belum dihuni oleh manusia . Karena itu
Batara Guru mengut us Sang Hyang Brahma dan Wisnu
membua t sepasang manusia sebagai bibit umat manusia di
tanah Jawa. Mereka segera mengepa l-ngepal tanah untuk
dijadika n manusia . Batara Brahma membua t manusia laki-laki
sedangk an Batara Wisnu membua t manusia perempu an.
Jadilah sepasan g manusia yang wujudny a sangat cantik
sempurn a seperti wujud dewa, yang akhirnya menurun kan
seluruh umat manusia di Jawa. Tempat Batara Brahma dan
Wisnu membua t manusia tersebut kemudia n disebut gunung
Pawiniha n.
Disebutk an pula bahwa manusia di Jawa telah berkemb ang
biak menjadi banyak. Namun cara kehidup annya masih
seperti binatang , Mereka masih hidup telanjan g, belum
mengen al sistem peruma han, belum mengen al tata cara
kehidup an sebagaim ana layaknya manusia . Mereka hidup di
hutan dengan memaka n buah-bu ahan dan daun-da unan.
Mereka juga belum mengen al sistem bahasa dan tata cara
kemasya rakatan.
Melihat hal itu Batara Guru memerin tahkan para dewa
turun ke dunia untuk mengaja rkan berbaga i macam
pengeta huan dan ketramp ilan bagi manusia di tanah Jawa.
Batara Brahma diperint ahkan menjadi pandi besi, Batara
Wiswak arma disuruh mengaja rkan cara membua t rumah,
Batara Iswara disuruh mengaja rkan tentang bahasa. Batara
Wisnu disuruh memimp in seluruh umat manusia . Batara
Mahadew a disuruh menjadi pande mas, Bagawan Ciptagup ta
disuruh menjadi pelukis.
Batara Brahma menjadi pande besi, bertemp at disebuah
gunung yang akhirnya bernam a Gunung Brahma. Batara
Wisnu turun menjadi raja dengan gelar Kandyaw an, di
Kerajaan Medangk amulan. Istri Batara Wisnu yang bernama
Batari Sri menjadi permaisu ri raja Kandyaw an dengan nama
Kanyaw an. Dia tinggal di Medang Gana mengaja rkan cara
meminta l, menenun , maupun cara berpakai an.

2
Anak-an ak Kandya wan bernam a Manguk uhan,
Sandang garba, Kantung Malaras , Karungk ala, dan Wreti
Kandayu n. Mereka berlima membun uh kendara an Batari
Sri yang berupa empat ekor burung, yaitu burung perkutut ,
burung puter, burung derkuku merah, dan merpati putih.
Tembolo k burung perkutu t berisi biji berwarn a putih,
tembolok merpati hitam berisi bi.ii berwarna hitam, tembolok
burung derkuku merah berisi biji berwarna merah, tembolok
burung puter berisi biji berwarn a kuning yang baunya
harum semerba k.
Manguk uhan menyem aikan biji-biji tersebut . Bi.ii warna
putih tumbuh menjadi padi putih, biji warna hitam tumbuh
menjadi padi hitam, biji warna merah tumbuh menjadi padi
merah, sedangk an biji warna kuning habis dimakan oleh
kelima anak Kandyaw an, dan tinggal kulitnya saja. Ketika
ditanam kulit biji kuning tumbuh menjadi pohon kunyit.
Disebut kan bahwa pada saat itu pulau Jawa masih
senantia sa bergetar -getar dan bergoyan g-goyang karena belum
ada penekan nya. Karena itu Batara Guru memerin tahkan para
dewa untuk memuta r gunung Mahame ru yang letaknya di
tanah India. Untuk kemudia n dipindah kan ke pulau Jawa.
Dipoton glah puncak gunung Wahame ru kemudia n diputar
diusung ke tanah Jawa ditempa tkan pada bagian ujung barat
pulau Jawa, maka menjung kitlah pulau Jawa, bagian timur
naik ke atas. Kemudia n atas perintah Batara Guru diusungl ah
gunung tersebut ke arah timur. Bagian-b agian yang rempak
jatuh di perjalan an menjadi gunung Katong, gunung Wilis,
gunung Kamput , gunung Kawi, gunung Arjuna, dan gunung
Kemuku s.
Disebutk an pula bahwa pada saat para dewa minum air
suci kehidupa n abadi yang membua t terhinda r dari ketuaan
dan kematia n, seorang raksasa bernama Rahu menyam ar
ikut minum, Kemudi an dipengg allah lehernya oleh Sang
Raditya- Wulan (dewa matahar i dan dewa bulan) , Air suci
kehidupa n abadi baru masuk kepala belum sampai ke badan.
Maka dari itu kepala Rahu tidak bisa ma ti, sedangka n tubuhny a

3
mati karena belum terkena air suci tersebut. Rahu merasa
sakit hati dan menaruh rasa dendam kepada sang Raditya
Wulan sehingga dia terus mengejarnya. Setiap bertemu sang
Raditya Wulan ditelannya, namun setelah melewati leher keluar
lagi karena raksasa Rahu tidak memiliki badan.
Dalam buku itu juga disebutkan tentang pengalaman-
pengalaman anak-anak <;iwa dan Uma. Cerita ini kemungkinan
berasal dari cerita-cerita asli Indonesia, karena tidak
terdapat dalam kesusasteraan India (S. Wojo Wasito, 1952: 104).
Selain itu juga berisi mengenai asal mula tempat-tempat
pertapaan dengan segala paksa atau aturannya.
Setelah dicermati dalam cerita yang dikisahkan dalam
Tantu Panggelaran tersebut terdapat unsur rnitos. Selain itu
karya sastra ini juga sarat dengan nilai ajaran. Oleh karena
itu, karya tersebut diangkat dalam penelitian ini dengan judul
"Tinjauan Mitos dan Nilai Budaya dalam Tantu Panggelaran".

1.2 Tujuan Peneliti

Penelitian ini rnempunyai dua tujuan, yaitu tujuan secara


umum dan tujuan secara khusus. Secara urnurn penelitian ini
bertujuan untuk memperkenalkan kembali hasil karya sastra
Jawa Tengahan serta mengungkapkan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya. Adapun secara khusus penelitian ini
bertujuan untuk :
1). Menyajikan Teks cerita Tantu Panggelaran beserta hasil
terj ernahannya.
2) . Mengkaji unsur rnitos yang terkandung dalam cerita Tantu
Panggelaran.
3). Mengkaji nilai-nilai yang terkandung dalam cerita Tantu
Panggelaran beserta relevansinya dalarn kehidupan pada
masa sekarang.

4
1.3 Ruan1r Ling'kup Penelitian
Materi penelitian ini dibatasi hanya pada cerita Tantu
Panggelaran naskah terbitan Pigeaud nada tahun 1924.
Selanjutnya dari karya tersebut akan dikaji mengenai unsur
mitosnya, nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya,
beserta relevansi dart nilai budaya dalam karya tersebut pada
kehidupan di masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Oleh karena karya tersebut ditulis dalam bahasa Jawa
Tengahan yang relatif sudah tidak begitu akrab lagi dengan
pembaca pada zaman sekarang, maka dari karya tersebut
juga akan disajikan hasil terjemahannya dalam bahasa
Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah para
pembaca, umumnya yang kurang menguasai bahasa Jawa
Tengahan, yang ingin memahami cerita Tantu Panggelaran
secara keseluruhan. Akan tetapi, untuk mempertahanka n
hakekat ciri kebahasaan teks, hasil terjemahan teks cerita
Tantu Panggelaran yang disajikan di sini masih kental
mempertahankan ciri kebahasaan teks. Jadi tidak sepenuhnya
mengikuti aturan tata bahasa Indonesia baku..

1.4 Landasan Teori


Sehubungan dengan tujuan penelitian yaitu ingin mengkaji
unsur mitos dan nilai budaya yang terkandung dalam Tantu
Panggelaran beserta relevansinya, maka di sini berturut-
turut akan dikutipkan pengertian mitos, nilai budaya serta
relevansi.
Menurut Panuti Sudjiman (1990: 52) mitos mempunyai dua
pengertian, yaitu: 1) cerita rakyat legendaris atau tradisional,
biasanya bertokoh makhluk yang luar biasa dan mengisahkan
peristiwa-peristi wa yang tidak dijelaskan secara rasional,
seperti terjadinya sesuatu; 2) kepercayaan atau keyakinan yang
tidak terbukti tetapi yang diterima mentah-mentah.
Nilai budaya artinya konsep abstrak mengenai masalah
dasar yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan

5
manusia (KBBI, 1995 : 690). Sedangkan kata, relevansi artinya
hubungan ; kaitan, berasal dari kata relevansi yang artinya
kait mengait; bersangk ut paut ; berguna secara langsung
(KBBI, 1991: 830).

1.5 Metode Penelitian


Langkah yang ditempuh dalam penelitian ini meliputi
pengumpu lan data, pengolaha n data dan analisis.
1). Pengumpu lan Data
Penelitian ini merupaka n penelitian kepustaka an, karena
sumber datanya sepenuhn ya berdasar pada sumber data
tertulis, sumber data tertulis yang dimaksudk an di sini adalah
teks cerita Tantu Panggela ran yang merupaka n terbitan
Pigeaud pada tahun 1924, termuat pada halaman 57--128.
2). Pengolaha n Data
Data berupa teks cerita berbahas a Jawa Tengahan
tersebut diolah dengan cara diterjema hkan dalam bahasa
Indonesia . Hal ini dimaksud kan di samping untuk
memperm udah pembaca yang tidak akrab dengan bahasa
teks yang ingin memaham i cerita Tantu Panggelar an secara
utuh, juga dimaksud kan untuk memperm udah penganalis aan
teks.
3) . Analisis
Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengkaji unsur mitos
yang terkandun g dalam cerita Tantu Panggelar an, mengkaji
nilai budaya yang terkandun g di dalamnya, juga mengkaji
relevansi dari nilai budaya yang terkandun g dalam karya
tersebut pada kehidupan di masa sekarang maupun di masa
yang akan datang.

6
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan laporan hasil penelitian ini disusun menjadi 5 bab,
di antaranya:
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar, tujuan penelitian, ruang lingkup
penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab II Teks Tantu Panggelaran
Isi bab ini berupa deskripsi, suntingan teks Tantu
Panggelaran, dan hasil terjemahan teks Tantu
Panggelaran dalam bahasa Indonesia.
Bab III Kajian Mitos dan Nilai Budaya dalam Tantu
Panggelaran
Bab ini berisi kajian unsur mitos dan unsur nilai
budaya yang terkandung dalam Tantu Panggelaran,
beserta relevansinya dalam kehidupan di masa
sekarang maupun yang akan datang.
Bab IV Simpulan
Adapun simpulan umum dari keseluruhan hasil
penelitian, dipaparkan dalam bab ini.
Pada bagian akhir akan disajikan daftar pustaka yang
dipakai dalam penelitian ini, baik pustaka sumber maupun
pustaka acuan.

7
BAB II
SUNTING AN TEKS TANTU PANGGEL ARAN

2.1 Deskripsi
Teks Tantu Panggela ran yang menjadi bahan dalam
penelitian ini adalah teks Tantu Panggelar an yang termuat
dalam De Tantu Panggela ran, terbitan Theodoor Gautier
Thomas Pigeoud, tahun 1924, halaman 57--128.
Menurut Colofon, teks Tantu Panggelar an yang diterbitka n
Pigeoud tersebut selesai ditulis pada tahun 1557 dengan
sengkalan "resi pandawa bu ta tunggal". Teks ditulis dalam
bahasa Jawa Tengahan, dalam bentuk prosa.
Teks berisi penceritaa n tentang pengisian manusia di tanah
Jawa, pengajara n tata kehidupa n bagi manusia di tanah
Jawa, pemindah an gunung Mahameru dari tanah India ke
tanah Jawa untuk memperku kuh keduduka n pulau Jawa agar
tidak senantias a bergetar dan bergoyang -goyang, serta
rangkaian cerita yang mengisahk an kehidupan Batara Guru
dan Batari Uma beserta para dewa selama berada di tanah
Jawa. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan disajikan
suntingan teks Tantu Panggelar an beserta hasil terjemaha nnya
dalam Bahasa Indonesia .

9
2.2 Teks Tantu Penggelara n

Awighnam astu
Nihan sang hyang Tnatu paglaranya , kayatnakn a de mpu
sanghulun , sa maharepa wruherika ; ndah ndah pahenak
tangdenta mengrengl! ring kacaritani ka nu~a Jawa ring a~itkala.
Iki manu~a tanama, nguniweh sang hyang Mahiimeru tanhana
ring nula Jawa; kunang kahananir a sang hyang Manc;i~lagiri, sira
ta gunung magong aluhur pinakalin gganing bhuwana,
[mungguh ring bhumi Jambudipa ] Yata matangny an henggang
henggung hikang nu~a Jawa, sadakala molah marayegan , hapan
tanana sang hyang Mandarap arwwata, nguniweh janma
manusa. Yata matangny an mangadeg bhatara Jagatpram ana.i
rep mayugha ta sira ring nusa Yawadipa lawan bahtari
Parame~war1; yata matangnya :ri hana ri. Dihyang ngaranya
mangke, tantu bha~ara mayugha nguni kacaritany a.
Malawas ta bhatara manganak en yugha, motus ta sira ri
sang hyang Brahma ·wi~f:lu magawe manu~a. Ndah tan wihang
hyang Brahma Wisnu, magawe ta sira manusa; lmah
kinempelk emelnira ginawenir a manusa lituhayu paripUrnn a
kadi rupaning dewata . manusa jalu hulih sang hyang
Brahmaga we, maniisa histri hulih sang hyang Wisnu gawe, pada
lituhayu paripumna". Yata matangny an hana gunung Pawinihan
ngaranya mangk·e: tantu hyang Brahma wi~~u magawe manu~a
kacarita-ny a.
Pinatmok en pwa hulih hyang Brahma Wi~I_lu magawe
manusa, sama hatut madulur mapasihpa sihan. Manak taya,
maputu, mabuyut, mahitung, munihang gas; Wfddhi karmma
ning janma manu~a. Ndah tanpa humah taya lanang wadwat
mawuc;ia-wU<;ia haneng alas, manikesni kes hanggas, apan tan
ana pagawe ulahnya,ta nana tinirUtirUnya; tanpa kupina, tanpa
ken, tanpa sampur-sa mpur, tanpa ba~ahan, tanpa kez:ic;iit, tanpa
jambul, gunting. Mangucap tan wruhring ujaranya, tan wruh ri
raha::;anya; sing roz:ic;ion mwang wohan pinangany a; mangkana
huljanma manu~a ring usana.

10
Yata matangnyan maupupul mapulungrahi sang
watek dewata kabeh, manangkil ri bhatllra Guru. Tuwan
bhatara Jagatnatha manuduh wat~k dewata gumawayakna
katatwaprati~~a ri Yawadipantara. Na ling bhatara
Mahakarana:
"Anaku kamu hyang Brahma, turuna pwa ring Yawadipa;
panglandepi perang perang ning manUl?a, lwirnya; astra, luke,
tatah, usu, perkul, patuk, salwirning pagawayaning manu~a.
Kita mangaran pande wsi; kunang denta manglap.depanastra,
ana Windu praka9a ngaranya. Mpune sukunta kalih rnangapita
nabuka; paradaken tang ayah 9arasantana. Malai:ic;iep tang
astra dene mpune sukunta kalih; rnatangnyan rnpu Sujiwana
ngarantrapai;H;ie, [apan mpune sukunta rnanglandepi hayah.
Matangnyan mpu ngaranta pai:ic;ie wsi], apan rnpune sukunta
9arana. Samangkana pawkasangku ri tanayangku.
Muwah tanayangku sang hyang Wi9wakarrnrna, turun
pwa ring Yawadipa, rnagawe urnah tirunen ring rnanu~a;
tinher ngarananta hu~~ahagi [Kita tirunen ing rnanu~a
rnagaweyurnah, kitangaran hui:ic;iahagi].
Kunang karnu hyang I9wara, turun pwa ring Yawac;iipa,
pawarahwarah tikang manu~a warah ring sabda wruhanya ring
bha!?a, nguniweh warah ring da9a9ila, panca9iksa. Kita guruwa
ning rama de9a, matangnyan Gurude9a ngaranta ring Yawac;iipa.
Kunang kamu hyang Wisnu, turun pwa ring Yawadipa;
kunang pituhun sawuwusta dening rnanu~a. sapolahta tirun~n
dening rnanu~a. Kita guru ning janrna rnanu~a. arnawa rat
kitllnaku.
Kunang kita hyang Mahadewa, turun gwa ring Yawac;iipa,
papai:i9-e mas, pagawe hanggonanggoning rnanu~a.
Bhagawan Ciptagupta rnanglukisa, harnari:i~arnari:ii:iaha
lengkara, sakarupaka ri cipta, rna9arana rnpune tanganta;
rnatang-nyan mpu Ciptangkara ngarananta nglukis. ·
Sarnangkana pawkas bhatara Guru ring dewata kabeh; yata
sarna turnurun maring Yawa~ipa. Hyang Bhahrna Pai:t9-ewsi, inar

11
sayanira tang paftcamahab huta, lwirnya: prthiwi, apah, teja,
bayu, aka~a. Ikang p~hiwi pinakaparwa n, ·apah pinakacapit,
teja pinakahapuy, bayu pinakahubub an, '9.ka.~a pinakapalu; yata
matangnyan hana gunung Brahma ngaranya mangke, tantu
hyang Brahma pai:i~e wsi nguni kacaritanya yata tkaning
mangke. Palu parwan sawit ning tal gongnya, susupitnya
sapucang, hyang Bayu mtu saking guha, hyang Agni hana rahina
wngi, apan tantu hyang Brahma kapa.I_lc;le wsi kacaritanya.

Tumurun ta bhagawan Wi~wakarmma hu:q.Q.ahagi


magaweyum ah, [maniruniru tang manu~a magaweyum ah],
pa<;ta taya momahomah . Yata hana de~a ring M~ang Kamulan
ngaranya mangke, mulaning manui:;iipom ahomah ngUni
kacari tanya.
Tumurun bha~are~wara mawarahma rah ring ~abda rahayu,
nguniweh ring da~ a~ ila pane a~ iksa. Sira ta Guru de~ a
panenggah ringkana.
Jeg tumurun ta bhatara Wisnu kalih bhatari <;ri jeg ratu
sakeng awangawang . A ngaraning tanana; wa ngaraning
maruhur, hyang ngaraning bhatara; matangnyan ra rahyang
Ka:q.c;tyawan ngaran bhatara Wi~I}u. Sang Ka.I_lc;lyawan ngaran
bhatart <;ri ri nagara ring Mc;lang Ga:r:ia, apan mulamulanin g
nagara kacaritanya nguni, apan sira amarahmara h ring
manul?a; yata wruh mangantih man~nun makupina madodot
matapih masampursa mpur.
Bhatara Mahadewa sira tumurun mapa:q.Q.emas; bhagawan
Ciptagupta sira tumurun anglukis.
Kahucapa ta sira hyang Ka:r:ic;lyawan, manak ta sira limang
siki; sang Mangukuhan anak panuha, sang Sa!fc,iang garbha
panggulu, sang Katung malaras panngah, sang Karung kalah
kakang ring pamungsu, sang Wrt;ti ka:r:ic,layun pamungsu. R~p
tka ta wahana bhatari <;ri, manuk patang siki kwehnya,
lwirnya : kitiran, put~r. wuruwuru spang, c,iara wulung. Binuru
denikang paftcaputra, katututan, tumap ring warwang, diniwal
ta de sang Wrtti kal}c;tayun. Ruru tlih tikang manuk: ikang
kitiran mesi wija putih, c,iara wulung mesi wija hireng, ikang

12
wuruwuru spang mesi wija mirah, ikang puter mesi wija kuning,
mrbuk awangi gandhanika. Har~a tambek sang paiicaputra,
ginugut nira tlas; yata niatangnyan orana wija kuning tamapi
tkaning mangke, apan henti ginugut sang paiicaputra. Sang
Mangukuhan sira mangipuk ikang wija putih [bang] ireng, yata
dadi pari tamapi tkaning mangke. Kunang kang udja kuning
kulitnya pine:r:i<;iemnira, matmahan kunir; yata gnep ikang wija
catur war:r:i:r:ia tamapi tkaning mangke.
Kunang kahucapa ta <;::ri bha~ara Mahakarana magawe
tantu prati~~a ri Yawa<;tipa, tuminggalak natantu hyang, yata
gumlar ing iil)<;ia bhuwana, kumer;i<;teng tan pgat, rumeka tan
lbur; mangkana karmanya. Kunang ikang nu~a Jawa ring
a~itkala enggangeng gung sadfilc&la molah marayegan, apan
tanana tindihnya: matangnyan bha~ara Mahakarana mamet
pagehan ikang n~a Jawa sira ring atita natgata warttamana.
Rep mayuga bha~ara Guru, madeg Sang hyang umarep wetan;
taya pinuternira, mangdadi werehwereh, mangdadi gunung.
Yata matangnyan hana gunung Hyang tamapi katkaning
mangke, yuganira bha~ara guru kacaritanya nguni; mah ri suku
bha~ara matmahan guning limohan.

Nher tikang nusa Jawa tan apag~h. sadakala molah


marayegan. Ndah irika ta bha.tara Parame~wara kumon i sang
dewatan mawusana magawe jagat prati~~a. mantuka ring
swargganira sowang sowang. Mantuk sira kabeh, pa<;ia
siratinggal anak yugagumant ya ri sakramaning manu~a.
Rep kahucapa ta sira hyangta Kar;i¢yawan; nher sira
manilar ing anakira kalima gumantyana na ratu ring sira. Ndah
tanana ta sira angga salahtunggal . Wkasan ta sira magawe
hu:Q.<;ii halangalang ; sing mandudut ikang winutelan, sira
gumantyanan a ratu. Mandudut ta sira kapat, ndatan kadudut
ikang winuntelan; wkasanta katuju sang Wrtti ka:r:i<;iayun
adudutikang winuntelan. Yata rinatwaken sang wrtti ka:r:i<;tayun.
Kunang sang Mangukuhan makakrami wwang tani, sangkaning
pinanganira sang ratu. Sang Sa:r:i<;tang garbha makakrama
adagang, sangkaning pirakira sang ratu. Sang Katung malaras
makakrama amahat, sangkaning twaknira sang ratu. Sang

13
Karung kalah makakrama ajagal, sangkaning iwaknira sang
ratu. Ratu sang Wrt;ti k~~ayun gumantyani bapanira. Mantuk
ta bhatara Wi~i:iu saking kahananya muwah kalawan bhatara
<;ri:\ Kunang ikang manu~a sayakweh matamb~h.
Rep kahucapa ta sang watek dewata sama sumambah ri
bha~ara Guru, sakweh ning dewata kabeh •. z:sig8?a, ~uranggana
wi9yadara, gandarwwa, pada ngimpunaken lebuni pa~adwaya
bha~ara Mahakarana. Uwusnira mawwat sembah, pa<;la ma~ila
mataraptap manangkil ri bha~ara guru: "Uduh kamu kita hyang
dewata kabeh, r~igai:ia. ~iiranggana, wi9yadara, gan<;tarwwa,
laku, pareng JambuQipa, tanayangku kita kabeh, alihakna sang
hyang Mahameru, parakna ring nu~a Jawa, [makatitindih
paknanya] marapwan apageh mari enggangenggung ikang nusa
Jawa, lamun tka ngke sang hyang Mandaragiri. Laku,
tanayangku kabeh!"
Mangkana wuwus bhatarA ring dewata kabeh, mwang
r~igar.ia, widyaQ.ara, gan9,arwwa, ~uranggal}a. Tan wihang sira
kabeh, pa9a siramit lumampaha Q.atenga ring JambuQ.ipa,
kumembulana sang hyang Mandaragiri. Prapti ring gunung
Jambu<;lipa, mageng aruhur, tutug tka ring llka~a. satusewu
yojana ruhurnya. Matangnyan satusewu yojana-dwahnin g
aka~a lawan prthiwi, apan satusewu yojana ruhur sang hyang
mahameru ngUni. Inalih pwa maring nusa Jawa, satngah karing
Jambudipa; matangnyan satngah ring a.ka~a ruhur sang hyang
Mahameru mangke, sira ta bungkah sang hyang Mahameru;
pucaknira inalih maring Jawa.
Yata kinambulan de sang watek dewata kabeh. Bhatara
Wisnu matmahan naga, tanpahingan dawa-gengira, makatali
ning amuter sang hyang Mahameru. Sang hyang Brahma
matmahan kUrmmariija, tanpahingan gongnira, pinakadasaring
amuter sang hyang Mahameru. Rep ambebed ikang nagari
sang hyang Mahameru, pareng mayat sira kabeh mamupaka ri
sang hyang Mahameru. Mijil tang teja prabhawa saha ktug
mwang prahara. Jag les pareng amundut sang dewatii kabeh;
umung mangastungkar ajaya jaya sang wantek r~igai:ia,
dewanggana. Bhatara Bayu sira dewata kaskaya, rep

14
tumumpakn i tunggir sang hyang klirmmaraja , sang hyang
Mandaragiri pinuter dening watek dewata kabeh, umung
majayajaya mangusung ri sang hyang Mahameru.
Kunang wong Jambm;Upa tumon ing sang hyang mahameru
Malakulaku , ndah tan katwan kang dewata denya. Yata
matangnyan umung gumurah ~abdanya, pada mangastuti
sira sang brahmfil:la kabeh ri sang hyang Mandaragiri; jag perat
les, mangkana pangastuti sang brfilun.8.l)a kabeh.
Kahucapa ta sang watek dewata kabeh, pa<;ta kangelan sira
mamuter i sang hyang Mandaragiri, yata sira pada malapa way.
Ana ta way mijil saking sang hyang Mahameru, wai wi~ya
Kalakuta ngaranya; yata pinakameda ne hikang gunung;
sangka ring helning dewata kabeh tinahapnira tang wai wi~ya
Kfilakata. Nher pjah ta sang dewata kabeh dening ~akti nikang
wai wil?ya KfilakU~a ngaranya. Mulat sira bhatara Parame~wara:
"I, pjah kita sang dewata kabeh; ah mapa nimitanya pjah
kabeh arih? Ih, umiskaning gunung, pilih ininumnya,
matangnyan pjah kabeh. Ah, uh, dak tahapnya."
Tinahapnira tang wai KalakUta; mahireng gulu bhatara
kadi twah rUpanya. Matangnyan bha~ara Guru mangaran
bhatara Nila.kanta, apan ahireng kadi twah. Mojar ta bha~ara
Guru:
"lh, maha~akti dahat ngko arih; kasakitan aku denya."
Rep dinelengnira tang wai wi~ya KalakUta, yata matmahan
tatwam~ha <;iwamba. Yata pinakaisi sang hyang Kaman<;lalu,
pinakapanira mnira ri sang dewata kabeh. Jag les pwa sumiram
sang hyang tawamrta ~iwambha ri sang dewata kabeh; yata
mahurip sira kabeh mwang caturlokaph ala, widyadara,
gan<;larwwa, pa<;ta sumambah ri bhatara Guru sang dewata
kabeh. Jag les mojar ta bhatara Parame~wara:
"Ndah puter ta manih sang hyang Mandaragiri, den tkeng
nu~a Jawa. Arah, anaku!"

15
Mangkana ling bha~ara ring dewata kabeh; tan wihang
sira kabeh. Yata inawesya ta detya danawa rak~asa kabeh
apulihana sang watek dewata kabeh. Pinuter ta sang hyang
Mandaragiri; jag les, <;tatang ta sireng nusa Jawa tungtungan
kulwan. Rep mangadeg ta sang hyang Mahameru,
makiris makelahkela h tampak sang dewata; matangnyan
Kelai;:a-par wwata ngaran sang hyang Mahameru, apan
makelahkela h tampak sang dewata.
Col fil!<;iap kulwan, maluhur wetan ikang nu~a Jawa; yata
pinupak sang hyang Mahameru, pinalih mangaten.
Tunggaknir a hana kari kulwan; matangnyan hana argga
Kela~a ngaranya mangke, tunggak sang hyang Mahameru ngijni
kacaritanya. Puncaknira pinalih mangaten, pinuter kinembulan
dening dewata kabeh; runtuh teka sang hyang Mahameru.
Kunang tambe ning lemah runtuh matmahan gunung Katong;
kaping, rwaaning lmah runtuh matmahan gunung Wilis;
kaping tiganing lmah runtuh matmahan gunung Kampud;
kaping pat ing lmah runtuh matmahan gunung Kawi; kaping
limaning lmah runtuh matmahan gunung Arjjuna; kaping nem
ing lmah runtuh matmahan gunung Kumukus. ·
Goweng_ sisih ring iswar dehing runtuh sang hyang
Mahameru, yata condong mangalwar pangadegnir a, [molah
pukah pucaknira]. Yata inadegaken dening watek dewata
pucak sang hyang Mahameru. "Ih pawitra" ling ning dewata
kabeh; yata ring Pawitra ngaranya mangke pucak sang hyang
Mahameru kacaritanya nglini. Kunang pwa tan apageh sang
hyang Mahameru, sum~Q.a ring gunung Brahma sira wkasan,
apan wyakti rubuh sang hyang Mahameru, yan tan sumfil!c;iaha
ring gunung Brahma, apan sira goweng sisih iswar. Nimitanira
apagehana ring gunung Brahma, rep mapageh pangadeg
sang hyang Mandaragiri; yata matangnyan apageh tikang nusa
Jawa mari molah marayegan, nisadapageh. Yata matangnyan
sang hyang Mahameru inaranan gunung Ni~aQ.a.
Ndan irika ta bha~ara Parame'rwar a kumwan ing sang
dewata kabeh mamiijaha ri sang hyang Mandaragiri, kumnakna
hi~i sang hyang Mahameru. teher tikang dewa trisamaya

16
sinung nugraha wahana: wr~abha putih pinakawahana bha~ara
I9wara; hangsa putih pinakawahana bhatara Brahma;
garu<;iadwaja pinakawruiana bhatB.ra Wi~z:iu. Tlasnira dewata
trisamaya sinung nugraha wahana, asamuha tang dewata
kabeh amujaha ri sang hyang Mahameru giriraja. Jag Ms yeki
mangke bhawanira.
Ana kuz:i<;ii maz:iik, sang hyang Kamaz:ic;lalu ngaranya, mesi
sang hyang tatwamrta 9iwambha, makahiji sang hyang
Mandaragiri. Yatika pinuja dening sang watek dewata kabeh.
Ri huwusnira pinuja, pinupu ijinira sang hyang Mahameru,
lwirnya: mirah, komala, inten; inaturaken ri bhatara
Parame9wara; tan kahuninga sang hyang Kamaz:ic;lalu. Jag les
lungha sang dewata kabeh, kari sang hyang kuI_l~i maz:iik.
Ana ta rak~asa roro kwehnya, sang Ratmaja sang RatmajI
ngaranya. Amengameng maring sang hyang Mandaragiri,
harep amupuha mas mirah komala inten ri idepnya. Ndah tan
pantuka mas mirah komala inten, kapanggih ta sang hyang
Kama1:11;lalu denya. Pinupuwiring anggonya, pinakamenga-
menganya ri ic;lepnya; tan wruh taya ri paknanya. [Tuhu m!eng-
mleng Iiipanya], yata inaranan sang hyang Ktek-meleng sang
hyang Kamandalu denya. Jag les lungha ta sang Ratmaja
RatmajL ··
Ucapen ta sang watek dewata kabeh datang pada nembah
ri bha~a.ra Guru. Mwajar ta bha~ara: · ·
"Um anaku dewata kabeh, ndi ta iji sang hyang Mahameru
[dentB.nakuJ? Inaturaken ta ikang mas mirah komala inten,
tanana ikang ku1,1<;ii mal)ik sang hyang Kamal)<;lalu, mesi
sang hyang tatwamrtha 9iwamba, pinakahurip ring dewata
kabeh ika".
Mangkana ling bhatara Mahakarana. Ndah tanana wruh
sang dewata kang umalap sang hyang Kamal)c;ialu; nguniweh
fl?i Narada, Kapila, Ketu, Tumburu, [ Sapaka, Wi9wakarmma],
ndah tanana wruh tikang jumumput sang hyang Kamai:ic;lalu.
Ikang caturlokapala, Indra, Yama, Barul)a, Kowera, rl?igana,
dewanggana, 9iiranggana, widyadara, gam;larwwa, sami tan

17
wruh ika. Kemngan ikang para watek dewata kabeh; wkasan ta
sang hyang raditya wulan tinakonan de sang watek dewata.
Mojar ta sang hyang r9.ditya wulan:
"Ana ta rak~asa roro kwehnya, sang Ratmaja sang Ratmaj1
ngaranya; ika mangalap sang hyang Kamar.i<:Ialu"
Mangkana ling sang hyang raditya wulan. Kunang bhatara
Brahmil Wisnu sira mara ri kahanan sang Ratmaja RatmajI.
Jag les pra.pta irikang raksasa . Mwajar ta sang Ratmaja
ratmaj1: .
"Uduh, dingaryyan sang watek dewata yan parangke.
Punapi. dwaning <;tatang pwangkulun?"
Mwajar ta sang hyang Brahma Wi~~u:

"Dwaning hulun datang : paran hulihta sakeng


mandaragiri ?"
Sumawur tikang rak~asa :
"Tan pan~mu mas mirah komala wint~n nghulun bhatara.
Ana si Kt~k-ml~ng ulihning· hulun". · ·
Sumawur sang dewata :
"Apa Kt~k-ml~ng ngaranya? [Apa rupanya],
Pinintona.k~n ta km:u;li mru:iik. Nher pinalaku de sang watek
dewata: ndatan paweh tikang rak~asa. Pinalaku tinukwing
mas mai:iik: tan paweh tikang rak~asa . Wkasan matakwan
tikang rak~asa :
"Apa gatinikang kui:ic;li m~ik?"

Mwajar ta sang dewata :


"Ikang kui:ic;ii m~ik sang hyang Kamru:ic;lalu ngaranya, mesi
tatwamrtha ~iwambha, pinakahurip ing dewata" .
Rep sinambutnya tang ku.Q.c;li mai:iik dening rak~asa, nher
kinmitnya kalihan. Ndah kerangan sang hyang Brahma Wi~i:iu.
Saka ri prajfta sang hyang Brahma Wi~i:iu molaha, marUpa ta

18
sirestri lituhayu; rep yeki mangke blfawanira. Datang ri
kahanan ikang Ratmaja Ratmajf, pinalakunira tang km:u;ti
maJ:.lik, teher minanismanisanira. Hamham buddhinikang
~asa tumon ing istri lltuhayu; yata winehaknira tang kw:u;ii
maI)ilc. Ka.g~m ta de bha~Ara Wi~J:.lU. Jag l~s pinalaywaknira
de hyang Brahma Wi~:q.u. Tinut de sang Ratmaja Ritmaj1,
ndatan katututan [ta sang hyang Brahma ~J:.lU] denya, apan
tanpahingan dresnira. Kerangan ta sang Ratmaja Ratmajf.
Kahucapa ta sang dewata kabeh samanangkil ri bha~ira
Parame~wara. T~h~r man-ahap tatwa.mr~ha ~iwambha,
phalanira tan kneri tuwa pati; rwaning wandira pinakata-
hapanira ngkana. Ana ta~ Rahu ngaranya, [menggep
kadi dewata swabhawanya], umor ing dewata nahap
tatwimr~ha ~iwambha; rwaning awarawar tahapanya.
Tuminghal ta sang hyang niditya wulan, inaruharuhan tang
kala nahap tatw&.mp;ha ~iwimbha; yata dinagel ring cakara
[kang kataJ de bha~iira Wi~J:.lU. [Pgat t~ngg~knya] pjah
laweyanya; ikang am~ta wahu kahmii durung tka ring
awaknya. Matangnyan mahurip t~1:u:tasnikang Rahu; sang
hyang raditya wulan kinawuyunganya, yata sang Rahu
pinakawikalpanya sang hyang raditya wulan yadyapi tkaning
mangke.
Ri huwusnikang dewata nahap tatwamrtha ~iwambha,
rep mayuga ta bha~ara <;iwa; mijil tang gunung Wlahulu.
Rep mayuga ta bhatara I~wara; mijll tang gunung Saiijaya. Rep
mayuga ta bha~ara Brahma; mijll tang gunung Walangbangan.
~P mayuga ta bha~ira Wif!I].U; mijil tang gunung Pamrihan;
twek ning wek Damalung pjah, yata inaranan gunung Ma
wulusan, mangkana kacaritanya.
Kahucapa ta bha~ara Jagatpram8.J:.la, tyaga timb~knira;
matangnyan hana kategan ing Bulon ngaranya mangke,
tambayan ing bha~ara magawe katyagan kacaritanya ngiini.
Kaping kalih ring Kupang, kaping tiga ring Huluwanwa,
kaping pat ring Pacira. Ana ta naga magalak ar~p angalahakna
ri bha~ara; pirangnira ring km;ii; pjah tang naga, dadi tumuwuh
marwan akembang. Nher ingaranan nagasari, matangnyan ing

19
Pacira tambehan ing hana kembang nagasari. Hana ta tunci
tininggalakn ing kayu, matmahan satwa lutung ngaranya
mangkana kacaritanya.
Tindak bhatara saking Pacira mangulwan maring Mar;:in.
Atapa ta sira kalih bhatan Huma, amangunman gun ayu sira;
matangnyan hana manguyu, sira tinut hana bhawa hamanguyu,
magawe phalapalupi ring jagat. Maharep ta bhatara Guru
manaka lituhayu; mijil ta anak bhatari. Inaranan ta sang
hyang Kamadewa, lituhayu Iwih sakeng dewata kabeh;
ikang istrI inaranan bhatan Smar!. Mogha ta sira waliwitan
amangan; kamasq.ihen ta bha~Bri. hinguntitake nira tang sga
pinendeam nira. dadi tumuwuh malung kumendung ;
matan~yan hana gadung ngaranya, sga ngiini kacaratinya.
Ing Ileru hunggon bha~ara Guru; bha~ari Huma kalih
bhatan Smari lungha sira anger ing kubonkubon ing Wanisari;
teher ta hunggon bhatari Uma ring Wanisari, katamapi tkaning
mangke tantu bhatart Uma.
Sah bha~ara Guru saking Masin; kari ta sang hyap.g
Kamadewa lawan bhatari Smari ring argga Kelaca. Kunang
bhatara Guru qatang sireng Mahameru kalawan bhatari
Paramer;war i, pa~a sira mangunaken tapa. Bhatari Huma
umintonake n bhawanira, tinher ing argga Pinton patapan
bhatari Uma, hletan jurang saking patapan bhatara Guru.
Prapta bhat8.ri Uma ring patapan bha~ara Guru, kasru;ic;t.ung ta
sira ring kayu mal8.IJ.Q.ep kadi taji wsi, tinher ta ring Kayutaji
ngaraning patapan bhatara Guru. Rahen ta suku bha~ari,
manangis ta sira; tangisnira matmahan panr;:ar;:ilah, Iuhnira
matmahan ktakning ptung, sisinira matmahanja muming patj.ali.
Sah ta bhatara Guru saking Kayutaji, atma ring ranu
bhawanira; tinher i Ranubhawa ngaraning patapan bhatara
Guru. Tumiit ta bhatart Paramer;wari, lagi mabyangbya ngan
rahning suku bha~ari; tinher ing Kabyang araning patapan
bhatari Uma. Masiga tambek bhatari, mahyas ta sira. Tumwan
ta bhatara Guru bhatari hayunira; mara ta bhatara Para-
me<;wara ring bh~tari Huma; masangyoga ta sira, kaworan ta

20
bha~ari Uma ring jero wtangnira. Sah ta sira ring patapanira,
amanguyu ta sira wkasan; ring Pamanguyon-agu ng unggonira.
Uwi tal~s <;linaharnira; matangnyan amglembu-gunt ung
bhatara, tinher ngaranira Amanguyu-guntu ng.
Mijil ta anak bhat8.ri, jalujalu kalih sira. Mwajar ta bha~ara
Guru: "Inguni gaJ?.aku mara iri kita, bhat.ari, matangnyan
GRJ?.a Kumara arananyanakning hulun". Bha~art Uma ta sira
masehmase'11 i??-<;ling barunjing ri tusan sang hyang
Ranupuhan, matangnyan ring I;>ingtj.ing aranya mangke.
ll)<;lingira amoh, yata rineknira; rinubung ring lal~r umung
mabyungan. Matmahan arwan aqa<;lung, tinher ingaranan
turuk-umung.
Kahucapa ta sang hyang Kamadewa lawan bhat8.ri Smarl,
sira maring argga Kefa~a. Maharep ta sang hyang Kamadewa
sanggamaha lawan bhatari SmarI, awdi ta kanglengana de
bhatara Guru. Pinalih tawaknira bhat8.ri Smart; matangnyan
bhatari Ratih manakbi ri sang hyang Kamadewa. Mangjanma
ta bhatart Ratih sira ri hyangta Ka.J;l<;layun, matmahan sang
Turukmanis; [sang Kamadewa mangjanma matmahan sang
Wngan, sira pinakalaki sang Turuk-manis]. Matangnyan
pinale~awi, makestri sang Katiha; mangkana sang. Kulikuli,
nagara ring M<;lang-gal)a, makestri sang wawuh-langit ring
nagara ring M~ang-gRJ?.a.
Kahucapa ta bhatara Guru mwang bha~8.ri Huma, sira ta
haneng Pamanguywan-a gung, makanak sang GaIJ.a mwang
sang Kumara. Wkasan ta bha~art Uma amet raka sang Gana
Kumara; tumurun maring ratharatha sira, phalawa k~mbang
binaktanira. Bhatara Guru kari among sang Ga??-a mwang
sang Kumara, sukambek mameng sira. Kacarita bha~8.ri Huma
manangsinangsi . Kerangan ta bha~ari Huma, wkasan ta
sinamburataken tang phalawa kambang. Jag, les mantuk ta
bhatari Uma, sinungsung de sang Gana Kumara. Mogha ta
sira doyan amangan, apoyah ta bhatari Huma, winwaran ta
spet sganira.

21
Kahuca pa ta bhatar a Parame~wara, tuming galakn ing
bhatari Huma mwang sang G~a Kumara . Tyaga tambek nira,
mungg uh ri gegergeg~r; yata ri Geger- katyaga n ngarani ng
patapa n bhatara Guru. Kunang bhatari Uma momah omah
mwang sang Gar:ia sang Kumara ; inic;l.~p ta laki kalih sira,
matang nyan Gar:ia Kumara hyang ning ambulu ngan ing kili;
yata agong papa pinang guhnya tang mabhn. wa kili, yan
katurun alaki, apan ngilni bhatari Uma kacarita nya. Tumutu r
sang Gar:ia ri bhatara Guru; lungha ta bha~ara Guru, kari ta
sang Gaz:ia ring Geger- katyaga n. Bhatar a Guru tumar:ic;l.es
hi<.Mpnira, tinher ing TaIJ.<;les ngarani ng patapan bhatara Guru.
Kunang ucapa ta bha~ari Huma, sah ta saking Pamang uy-
wanagu ng, magawe ta sira latapan . "Alm mar:iik haneng wukir''
hi<;lepnira; tinher ing gunung Ma~ik ngaran ing patapa n
bhatan Huma. Maku~a ta bhawan ira, Makuta ngarany a. Kadi
tingkah ning dewata mabaha san, tinher Kaki-de wata namani ra
bhatan, katama pi tkaning mangke .
Kunan g sang Kumar a tumutu r i bhatar a Guru sira,
kaputan gpati ta sira. "Ih, katuho n ring tumut ring bhatara "
lingnira; tinh~r Katuka tu ngarani ra. Yata matang nyan sang
Kumara hyang ning kakuka tu, yata magong papa kapang guh
de sang bhawa katukat u, yan sira katurun arabi apan bhatara
Guru kacarit anya. Sang Kumar a [pwa sira malapa susu,
mantuk ta sira manusw ing bhatan Huma; war~g sira manusu ,
mantuk maring bhatara Guru. Malapa ta sira sumusu muwah,
pak=?anira maraha ring bha~ari; wruh ta bhat~ri Huma yan
<;latang sang Kumara , mahE!thetan ta sira bhatan . Wruh sira
sang Kumara , timit nira bhatanJ matmah an ta sira Kalpata ru.
Pinehni ra ta susu bhatari , katwan ta umis tang Kalpata ru de
sang Kumara , yata linangg angnira. Arasa ta kadi susu bhatari,
wruh ta sang Kumar a wkasan yan tmahan bhatari Uma
tikang kayu. Sinantw anira tang kalpata ru wkasan .
"Non duh duk amangg uh susu ning indung karing dangu".
Matang nyan hano ngarany a mangke ; duk ngarani ng wulunya,
dangu ngarani ng sulurny a.

22
Mangkana ling sang Kumara. Jag les, lunghiita bha~art
Hurni, mangulwan larinira; tinut ta de sang Kumlira, katututan
ta sira, pinipilan ing sang Kumira; matangnyan hana gunung
Pilan ngaranya. Malara ambek sang Kumara, matapa ta sira
ring gunung Tawungan ngaranya mangke, patapanira sang
Kumara ngiinikacaritanya .
Datang ta sang hyang GSl}a ri bha~ari Humii, mogha ta
pa4apac;ta riipanira lawan sang Kumara; matangnyan ahijo
sang hyang Gal).a, tinher gunung Hijo ngaraning gunung
bha~ari Hurni. Malara tam~k sang hyang Gana, matapa ta
sira; matangnyan hana gunung Wija ngaranya mangke, patapan
sang hyang G8l)8. ngUni kacaritanya.
Inanugrahan ta sang hyang Gaq.a de bha~ara Guru
mandi~wara, sawuwusnira tuhu. wikalpa ta manah sang hyang
Brahma Wi~J].U tumon kasiddhan sang hyang Ga11-a; yata
hetuniragaweya cangkriman. datang ta sang hyang wi~i:iu ri
harep sang hyang G8.IJ.R, [mwajar ta sang hyang GaI].a]:
"Apa gawenta, sang hyang Wi~i:iu?"
[Mwajar ta sang hyang Wi~J?.U llngnira:]
"Cpani cangkriman ing hulun, hyang Gai:ia".
''Apa ta cangkrimanta, sang hyang Wisnu?
"Apa pinakawadangku ?"
"Ah, brahmitya pinakawadanta"
''Apa brahmahatya ngaranya?"
"Amatimati paQ.anta dewata kita"
"Taha, durung taku amatimati pagangku dewata"
''Ah, mamatimati kita padanta dewata; apa ta yan kum~em
polah mangkanan?"
Jag Ies, lungha ta bhatara Ke~awa, Q.atang ta sang hyang
Brahmagawe sangkriman. Lima ngiini teJ].c;ias sang hyang
Brahma; intetak~n ~irahnira kang ring tngah, papat katwan
~irahnira, yek:i mangke bhawanira. Jag les, c;tatang ri kahanan
sang hyang Gai:ia.

23
"Apa gawenta, sang hyang Brahma?"
Sumahur bha~iira Piwaka:
"Cpani kwehe te~9as1ru denta, hyang GaI].a"
"Apa ta yan kacpan kwehe teJ?.9asta?"
"Dak sambah kita, hyang GaI].a; tan kacpan, c;lak pangan
kita, hyang GaI].a. (Lah, pira kwehe t~I_19asku denta, hyang
GaI].a?J"
"Papat kwehe t~~9asta, hyang Brahma"
"Ah, pjah si kita denlru hyang GaI].a, apan lllima kweh ning
te~4as1ru, hyang GaI].a."
Tuminghal ta bha~ira Parameswara; "Uc;tuh, pjah syanak
ning hulun de bha~ara Brahma mne". Matangnyan pin~gat
\:irah sang hyang Brahma kang ring tngah de bha~ara Guru ri
tangan kiwa. Kunang pinakatangan tng~n sang hyang
Brahma, sang hyang Wisnu tangan kiwa; matangnyan sang
hyang Wi~I].u kinonira umaiapana teJ?.<:tas sang hyang Brahma.
Katuju kapacupi sang hyang G8J?.a ri sang hyang Wi~l)U yan sira
brahmahatya.
Kahucapa ta wuwus sang hyang Brahma lawan sang hyang
Gana:
"Papat kwehning te:r:u;iasta, sang hyang Brahma,"
"Ah taha, lllima kwehning tel_l9as1ru, hyang Ga:r:ia."
[Mangkana ling sang hyang Brahma. J
"Ah, Mati ngko denlru, hyang Gal_la."
Mangkana ling hyang Brahma; paks.anira umijilakna
tendasnira, mogha wus pinegat de bha~ara, (muncar ta
rudiranira]. Kro~a ta bha~ara Brahma; ya ta matangnyan
yinuganira tang ruc;tira matmahan mahakala raksasa satus
~olapan kwehnya, kinwah urnjahana ri hyang Ga:r:ia. [Jag Ies,
malayu sang hyang Gal_la], sumambah ri bha~ara Guru,
sinambut ta lunghayanira de bha~ara Parame\:wara.
"Uc;iuh, kami umalapi tt!l}.qase si Rlijapati; uwus piah kita
yen tan aku mangalapana \:irah sang hyang Brahma, apan

24
den tetaken c,:irahnya kang ring tngah, hetunya katwan papat
denta".
"Kroq.a mangke pun Rajapati, pwangkulan; matangnyan
manganaken surakala rakf?asa satus c,lolapan kwehnya, ahyun
umjahana ri tanayan bha~ara mangke, pwangkulun dwan ing
tanayan bha~ara sumambah ri paduka Paramec,:wara".
"U~uh, tan sangc,:ayaha kitanaku sang hyang G~a; yan sang
hyang Brahmayuga r~asa, kami mayuga dewa",
<;eg rep, yinuga ta kukunira kalima; tep, bet, yata
yinuganira, matmahan dewata limang siki kwehnya, inaranan
Kuc,:ika, Gargga, Metri, Kurusya, Pratafijala [samangkana kweh
nya]. Kinwanira manglawana ikang mahasurakala; fidah tan
wihang sang pancadewata, tan ucapen prangnira. pancadewata
lawan raksasa.
Kahucapa tan tandas sang hyang Brahma, linabuhnira
ring sagara [asat kang sagara]; sinalahaken ing akac,:a,
[gseng kang akac,:a kadi sinanga]; sinalahaken ing pfthiwi, t~rus
tkeng jro patfila. Katiban c,:irah sang hyang Anantabhoga, naga
pinakadasar ing prthiwi; sira ta kaholaholah c,:ar1ranira,
matangnya li.J?.C;iu bha~ari prf;hiwi, ogah sang hyang Mahameru.
sawet ning dr~s nikang liqQ.u matakut ta bhatara Guru rubuha
sang hyang Mahameru; yata inalapanira c,:irah sang hyang
Brahma sangkeng jro patfila.
Kahucapa ta mahasurakfila sampun alah matakut denikang
pancadewata; matangnyan pa~a marek sang panca dewata ring
sira bhatara Guru (aminta upadec,:a]. Tan wineh ta bhatari
Huma rumengwakna upadec,:a de bha~ara; yata dinohaknira,
kinwan ta sirameta pehan ing lembu kanya hireng. Tan wihang
ta bhatari Huma, jag les lungha ta bhatari Huma. Enak ta
pangupidec,:anikang pancamahadewata ri sira bhatara Guru.
Kunang c,:irah sang hyang Brahma din~leg de bha~ara
penenc,lem ta ring gunung Kampud wkasan; matangnyan
gunung Sambadagni ngaraning gunung Kampud wkasan.
Tumuwuh <;irah sang hyang Brahmawkasan, matangnyan hana

25
nyu ngaranya mangke, tmahaning i;irah [sang hyang Brahma]
kacaritany a ngiini.
Kahucapa ta bhatari Huma, mahas ta sira ring swargga
loka, amet ta sira p~han ing lembu kanya hir~ng; tka ring
saptapata la, ndah tan panmu sira p~han ing l~mbu kanya
ir~ng. Mahas ta sira ring ma<;lyapada, mogha ta sira kasai:iqung
ring watu karang; blah ta mpu ning sukunira kiwa, matangny a
lumampa h matk~n sira. Binafican a ta de bhatara Guru,
pinarik~a kasatyan bha~ari Uma; matangny an bha~ara Guru
matmahan sang kumru-a gohphala, raray angon, tanpahing an
lituhayuny a. [lkang andaka putih wahananir a] wineh atmahaz:ia
lembu kanya irE!ng, yata ingonira; rep yeki bhawanira . S<;lang
mamHh pE!han ing l~mbu kanya ir~ng sang kumara gohphala
[mogha ta] kapanggih de bila~ari Huma. Mwajar ta bha~ari
Huma:
"lh, sang raryyangon , ndak aminta pehan iri kita,arih".
"Tan paweh pinun, arih".
"Ah, tan aweh; ih, <;lak tukuneng mas ma.J_lik, arih".
"Ah, tan paweh; makapara n ta gawehanin g hmas mal}.ik
dening pinun?"
Mangkana lingnira. Wkasan ta sang kumara gohphala
amalaku linawanan ; wirangrwa ng budqi bha~ari Uma, yeka
ta wari;ma kasatyani ra; yata hana gunung Winihatya
ngaranya. Matnge ta bha~ari Huma ri pehan ing Mmbu kanya
ir~ng; matangny an linawanan ira sang kumara gohphala. Satya
matapi sira ri bhatan Guru; masangga ma ta linawanan ira ta
ring rahasya, linawanan ira pupu, din~ngkulaknira kadi rahasya
rupanya. RE!p asanggam a ta sira, matangny an hana gunung
Pasanggam an aranya mangke. Kunang pasangyog a bha~ara
lan bhatari matmahan tang komara Cintamar;iik (masangga ma
pwa sira lawan pupu) tinh~r kasamput a ngaraning sang
Cintama~i. Kinarangu lonira ta sembung, kinalai;an ira ta
papa; kari ta sira sang Cintamal}.i kagulingg ulingan; yata
matangny an hana gunung Gulingar;iqara ngaranya mangke.
Kamanira wutah haneng lmah, inurugan ta de bha~ari Huma,

26
matmahan ta gunung Marapi. Blak ni mpumpu ning suku
bhatfui mesi ta karna katitisan de bhatara; yata matangnyan
abeh mpumpu ning suku bha~ari.
Winehnira ta bha~ari Uma pehan ing l~mbu kanya ireng.
Jag, les, msat ta sang kumara gohphala, waluya ta bha~ara
Guru; muwah tikang andaka pa<:ta manglayang, pinapa ta de
bhatari Huma, tibaheng p~thiwi, tan w~nang mura; yata
matangnyan hana gunung Itip-ing-Iembu ngaranya mangke.
Mana<;lah ta sapatanira bhatari Huma, kinwanira mangunakna
tapa. Atapa tikang andaka; yata matangnyan hana gunung
Kedyangga ngaranya mangke.
Ikang pehan kang sinwaknira matmahan silodaka.
Ka.hucapa ta bha~ari Huma, maboh mpumpu ning sukunira
kiwa; marepota sira, pinijetira, mtu rahnya, mtu pilapilunya,
mtu kawahkawahnya; pinijetnira muwah, mtu tangraray
tigang siki kwehnya, mtu ariarinya. Yata matangnyan kroda
bhatari Huma; r~p rin~gep tang saiijata ning para watek dewata,
yeki mangke bhawanira; sumyuhkna ikang raray paryyanira.
Rep ikang raray katrini sumambah ri bhatan Parame~wari;
mwajar tang raray "Apa deya ranak bhatfui yan pjahana de
Parame9wari; prasidandn tanayan bhatari, pwungkulun".
Mangkana ling ning raray katrini; r~p. marl kroda bha~ari .
Huma, yata matangnyan pinrati~~hanira tang raray wkasan :
"Uc;l.uh tanayanku kita raray katrini, kita pwa mijil sakeng
mpumpune sukungku kiwa, matangnyan mpu kuna ngaranta
katrini. Kunang kita sang matuha, dak sangaskara kita, dak
rarapusane romanta; tinher mpu Kumara-gimbal ngaranta,
wiku rsyangaremban ta ngaranta mangke. Mangkana ta
panugrabang kwiri kita: saiijata sang hyang Trikurungan ta;
(kayatnak~n ta panganugrahangku]".

"Kunang kita raray panngah, dak sangaskara kita, ndah ta


suhun wulune raha~yangku, tinh~r mpu Kumara-sidc;l.i
ngarananta. Pasewa ta kita ri hyang Gaz:ia, matangnyai wiku
<,:ewa ta ngaranta ring rat. Warahwarah tang miinusa ring ak~ara

27
wijjana , kita hastapa dasari ning bhuwan a. Bhiija ngarani ng
tangan , angga ngarani ng yarira, tinher ta mpu Bhujan gga
ngaran anta. Mah panugr ahangk u ri ko: sanjata sang hyang
M.i;~a ngarany a. Kayatn aken pangan ugrahan gku".

"Kunan g kita raray pamung yu, dak sangask ara kita mangke ,
mpu Kumar a-raray ta ngaran ta; tinjo ta raha~yangku yan
samahi ta; wiku bod<;ia ta nga[ra] nta ring rat, pami~q.a kita ring
bhatara Bud<;ia dlaha. c;o ngarani ng hyang, gata ngarahi ng rem;
tinher ta yOgata ngaran ta ring rat. Mah pangan ugrahan gku:
saiijata sang hyang Gm;luha ngarany a. Kayatnak~n ta panga-
nugraha ngku".
"lh muwah raray, paran kita mangla btiryya ku, ndi
sangka nta?"
"Sajja bha~ari, prati~tanen tanayan bha~an, pwangk ulun;
ranak bhatar i mahan ing kawahk awah nikang raray
pwangk ulun"
"lah, dak prati~ta kita; patapa kita pinggir inga[wa ]n. Ki[ta]
ngfmi mangla bt iryyaku; tinher ta tabehab et ngarant a. Nihan
pangan ugrahan gkwa riko: sanjata sang hyang Gora ngarany a.
Kayatn aken ta pangan ugrahan gku".
"Muwa h raray, paran kitanam bah irryaku, lanang wadwan
kita?"
" Sajja bhatan, prar;i~~anen tanayan bhatari pwangk ulun;
ranak bhatari tmahan ing harihar i ning raray pwangk ulun".
"Lah, c:tak prati&~a kita; pamid~r kita ring rat pam~<;lagi~a
kitat [den kadi bhawan gku lawan bapanta ngfmi] mangka na
bhawah anta raray wadwan kita".
"[Muwa h kita raray lanang] den kadi bhawan e bapant a duk
anggo<;la hiryyak u; pasawit kita <;la<;lung, paglang glang hada
pinulir; tinher ta hamba1:i<;iagi~anggo9-a ngaran anta ring rat.
Mangka na pawkas angku ring ko".
"lh, satwa, paran ta kita sumam bah iryyaku"?

28
"Sajja bhatari, satwa lutung haran pinakanghu lun.
Mra~i~tanen tanayan bhatart pwangkulun" .

"Lah, 9-ak pra~ista kanyu. [Mah, saiijata Gada ngaranya;l


padodwata kita wic;lak, pacaritak~n tang bhUwana, rak~asa
pujan sang prabhu; tinher ta widu ngarananta ring rat.
Mangkana pawkasangk u ri ko.
Kahucapa ta sang Cintamani, inemban kinudang de sang
wat~k dewati. Bapa-hibuny a tinakonaken , winarah ta sira
dening wat~k dewata yan sira hanak de bha~ara Guru makebu
bha~ari Uma. Yata matangnyan [lumampahl sang Cintamaz:ii,
~atang ri bha~ara Parame~wara; tan hinaku hanak sira de
bha~ara Guru, pambeda [bha~ara ri] bha~ari Huma;
kamerangen ta bha~ari mangakuha ring anaknira. Yatta
matangnyan manangisang Cintamarµ, r~p tum~dun ta sira sing
mahitala. Li:r:u;tu tang p:rthiwi saha ktug mwang prahara;
manganaken ta sira teja prabhawa sawetning laranira tan
inaku hanak de bhatara mwang bhatart. [Kasiharep bhatara]
wkasan, yata matangnyan sinambut sang Cintam~ wkasan,
inaku hanak de bha~ara mwang bhatari.
Kahucapa tatwa sih bhatara Parame~wara tumulusakna
magawe tantu [pra~i~ta] ri Yawac;lipa. Makaryya ta sira
maq<;tala, makulambi magu~c;lala sira, tumitihi su[ra]ngga
pataral).a, Tinher manganakna dewaguru sira, umisyani sira
patapan kabeh, kadyana: katyagan, pangajaran, pangubwana n,
pa[ma]nguy wan, pangabtan, gurude~a. hangundagi ,
angaremban ; siragawe hika kabeh. Masamoha ta sira sang
watek dewata kabeh, mangambuli to sira makaryya humah sing
kayu tan wurung, sarwwasid~a [mun huwusal], matangnyan
ring Sarwwasid~a ngaraning map.9ala mangke. <;ighra siragawe
humah, maluwaran sang dewata sira kabeh, arep ta sira
magaweha rereban; tinher ing gunung Rereban ngaranya
mangke. pangr~ban sang dewata ngiini kacaritanya Mawelawela
sukaning dewata kabeh, tinh6r maq<;tala ri Sukawela ngaranya
mangke. Bhatara sira mayajna suka, matangnyan ring
Sukayajiia ngaranya wkasan. Bhatara Guru sira mapurwwa
taruka, Sukayajiia tambeyaning hana maz:i<;tala.

29
Akweh manu~a harep wikuwa, yata sinanga skaran de
bha~ara Guru. Tambeh aning mangas karani bhagaw an
Wrhaspati, kaping kalih bhagawa n soma, kaping tiga bhagawa n
Bud<;la, kaping pat bhagawa n <;ukra, kaping lima bhagawa n
Raditya , kaping enem bhagaw an Sane9ca ra, kaping pitu
bhagawa n Hanggar a, Samang kana kwehnin g 9ik~a bhatara
Guru duk ing Sukayajna.
Tan hucap~n lawasnira, ar~p ta siramang etana, Q.atnga ri
sang hyang Mahame ru [prayani ra] . Yata winkas bhatara
Wi~l}U gumanty anana dewagur u sira; ndah tanagga bhatara
Wi~l).U . Pinarik~~h de bha~ara Parame9 wara, tiningga lan ta
[payung] kundala kalambi, panugra ha sang hyang; wkasan
manglalu bhatiu-a Wi~q.u. Jag l~s lunghii ta bhatara Guru sira,
mapaks a wukir ta sira; uminte polah hyang Wi~i:iu sira,
Mayama ya pa~anira hyang Guru; tinhor hing Mayana
hunggwa nira hyang Guru; matangn yan ring Sukayajn a muwah
p~a ring Mayana, kaping kalih ing mru:ic:taia hika.

Kahucap a ta bhatara Wisnu gumanty ani lungguh ring


bha~ara Guru tumitihi surangga patarw:ia: ndah tanpami tra
sira. Ana wwang arep lumaku ha wiku, · alm~h ta sira
mangask aranana. Tuminghfil ta bha~ara Guru, yata <;tatang ri
kahanan sang hyang Wi~y;iu, mwajar ta sira hyang Guru,
lingnira:
"lh. tanayank u hyang Wi~pu, apa dwaning tanpa9i~ya?
Akweh manu~a harep wikuha, ndan tonton kita tanpami9wa;
mangask arani kitanaku !"
Sumahu r sang hyang Wisnu :
'' Almt!h tanayan bhatara hangask iranana; hasuker
hakweha na mantara. Sukaning hatipa prihawak ."
Mojar ta bhatara Guru :
"Kapan ta kang manusa limpada sakeng pancaga ti
sangsar a? Dwaning makaryy a mandala panglpa sana
pitarapa pa. Antukan ing manusa mangask ara hayun wikuha :
matapa sumamb aha dewata, dewata sumengk aha watek hyang,

30
watek hyang sumengkaha siddarsi, siddarsi, sumengkaha
watek bhatara. Lena sakeri.ki · hana · p·wa wiku sasar
tapabratany a; tmahanya tumitis ing rat, mandadi ratu
cakrawathi wice[~] ring bhuw~a, wurungnya mandadi dewata.
Matangnyan wuwurungan dewata prabhii. cakrwathi, apan
tmahan ing wiku sasar tapabratany a hika. Matangnyan ta kita,
hyang Wi~:q.u, pangaskaran i kanyu!"
Sumahur bha~ara Wi~~u tinhe'r macugal :
"Tambe tanayan bha~ara mangaskarar u wwang, lamun ana
wwang sasiwak; samangkana tambe pangaskaran i".
"Uc;tuh, tanpangaska r8ni si kita [ta]nayan mangkana, apan
tanana wwang sasiwak ngaranya".
Jag l~s. lungha ta bhatara Guru; yata matangnyan
sirarupa wwang casiwak, [matangan masuku tunggal, acangkem
[m) atha sisih]. Rep datang ri kahanan sang hyang Wisnu, [yeki
mangke bhawanariJ. Tuminghal ta bhatara Wisnu, yata gumuyu
sira: · ·· ·

[Ci ha.ha.hah], i~ep ning hulun tanana wwang casiwak;


[ih, dadi hana wwang casiwak]. Ih, paran ta don ta
marangke? Ndak ton kita sarosa, apa gawentra marangke"?
"Uc;luh pukulun hyang kaki, dwaning <;tatang hayun awikuha,
mahyun man~qanga bhawa laksa[na] bhatala pwangkulun".
"U~uh, gung ri 4al}<;la bhatara mangrehaken , tan wnang
hulun mundura cabda ya".
Rep, s&.mpun akaryya pu~pa sira, mamicwagur u bha~ara
Wi~i;iu; tanangga ta sira kapapasa. Masinght!l maku~q.ala
bad~a 4awak; sampun sangaskara, suk~ma muwah sfra
manglayang. Umung gumuruh pangastuti ning wat~ dewata
sira kabeh, matangnyan hana m~c;tala ring Guruh ngaranya
mangke.
Kahucapa t:a bha~ara Paramecwar a, sah ta sira saking
Manis, mangetan sira; tumut[t]a sira bha,t-ari Paramecwari .
mararyyan ta sira ring gunung Wilis; mwajar tta bha~ira :

31
"SSjni bha~iirl, pakari ngkene, pakbakbata kita".
Tinh~r ngaran bha~iri Kbakba.
"Kami c;iatengeng Mahameru; [yan wuwus abcik tembe
cara-cara sang hyang Mandaragiri kami hundang kita tembe.
Haywa ta kita tka yan tan hinundang!"
Mangkana pawkas bha~ilra ring bha~Sri. Jag les Iungha
bha~ara Guru mare sang hyang Mahameru; magawe ta sira
mandala ring Hahah, ri lambung sang hyang mahameru]
kidlliwetan. Simpun sira taruka [maQq.ala ring Hahih] magawe
ta sira mandala ring G4!resik, iringan sang hyang malWneru
wetan. Sampun magawe maQ4ala ring Geresik, magawe ta sira
mandala hiringan, [sang hyang Mahi.meru] kidul. ~ sagiri
tan hani tapa; tinhBr hing <;unyasagiri ngaraning ~<;iala.
Kahucapa ta bhatara Wisnu haneng Sukiyajni; ndah
sampun sira ma~i~yiikweh, dating ta sira ring patapan
bha~ira I~wara ring Pangke~wara ngaranya. [Mwajar ta sira
bha~ara W~r;iu: 1

"Taganti manandang kuruwa, hyang I~wara, sira dewaguru-


wa mangke".
Sinrahak~n tang payung guJ].4ala kalambi ring bha~are
~wara, sira gumanti dewaguru ring Sukiyajni. Bhaiara Wuµ:iu
mangher hing Mayan[a], mapaksa wukir ta sira; bh&:t~wara
sira Sukiyajna p~ R.4!ban.
Hana ta brahmana sakeng JambudQipa, sang hyang Tken
wuwung aranya; anggagar;iacara aniit[t]a lari sang hyang
Mah&meru. Manwan ta teja putih: "lka pawitra nggoning sang
hyang" lingnira. Anger ta sira luhuming thirtha mill maring
Suki"yajna; tuminggal ta sang hyang I~wara :
Jah sang b~a" [ling sang hyang I~wara] "haywa sira
hangher hing ruhuring kene. Tunggal hikang baiiu hiki, sugyan
kita rinanglru~a. acep~l tikang baiiu. Pamet hunggonmaneh,
hangruhuri dahat kita".

32
Ndah pak~a tinangg~han sang braman~; kewalya juga
tanangga, c;lara<;lah sama rinangkusa, mtu cirinya tan yogya.
Awimana ri sang Pa.J?.Q.ita: madahar manglarut hajang maring
swah, angising taya ring banu :
"Kadi wruhanira sang pa~q.ita" [lingnira] "yan mamya-
ngising ring lwah".
Mulih ta sang brahma~a hapuyapuy; tuminghal ta
bhatire~wara :

"Uc;luh, ri~angku~a hikang brahm~a. keli tahine sne. Ih,


walu [ya] ta ko, banu, [pareng natare c;tang hyang Tk~n­
wuwung] !
mawlar banu mili minc;luhur.
[L~s Mwajar c;tang hyang
Tk~nwuwung: J

"lh, banu mili maring natar, ising mangan tajang mami,


huni wus le'pas keli, mangke ta mungswing natar. Ih, mantyanta
banu mili minc;luhur amamanek; apurwwa bafiu hiki, apan sing
lebak paraning banu. Ih, ~akti tmen sang pandita!"
R~p qatang c;tang hyang Teken-wuwung ri kahanan sang
hyang I~wara :
"Uquh sangtabya ranak sang piu_ic;lita; apa dwaning banu
mili mi!fc;luhur pwangkulun ? Tan ya don sing lbak paraning
banu; kapuhan kami dening banu mili minduhur. Mapa
kalinganya?" ··
Sumahur bha~ara I~wara :
"Ah, nirangkusa tan sipi dahat, harih, mangileknajang
mangising ring lwah. Ika tan kahar~p ingwang."
"Duh, ndi ta nggonta wruh [yan angising ring lwah] ?"
["Haneng umah kamyalungguh, katon kita ngising ring
lwah; matangnyan dakwalek~n ik~na kang banu."
"Duh, maha~ akti dahat sang pa:r:i~ita. Ih, paran rika
ka~ aktinira? Mahyun warahen siranaknira; hana hmas

33
akweh ring Jambu<;iipa] mangem bangan iran sang paJ?.c;lita,
pwangk ulun."
"Lah, sang brahma na yan ahyun warahen , [lamun si kita]
haywa salah rupa; den tungga l kang warl)J)a; pawiku kita
hhi kami, manaJ?.c;langa hupaka ra bha~ara, [matan gnyan
tunggal kang waqma ]."
"Uc;luh, bhahag ya yan mangka na, pwangk ulun."
Wila~a la~sa:na ning wiku; r~p s~ang sinanga skara sang
brahma:r:ia, kinen ~iwopakarana; inarana n mpu Sidc;tayogi.
Winarah ring upade~a de bha~are9wara.
UcapE!n ta lawasn irampu Sidc;layoga mangun aken tapa,
kaq,q~han ta sira ragiwa~a. ikang parakra ma inuntita ken
dening
~adwargga. Matang nyan matur i sang guihnir a:

"Sajna bhatara , mahyun manam buta karmm a tanayan ,


bha~ara, pwangk ulun. [Kdeh mahyun marabih al tan kawa~a
tutungg a-la.-"
"Lah, dara:r:iakna, mpu Sidc;layoga; satya masilun glung
brata, den hana sid<;ia tkeng ~warggakarana, kadung kapa ikang
Parame 9wara ~iwapac;ia sing sakar~a; nora dewata sidc;la yan
tan lumkas a tapa brata. Aprang a kiteng ~amara, sing wani
ganjare n; angusir satya puru~a, lot dara:r:iakna ring spaspi,
kadyap rang tngah ning raIJ.a, tan kangne ng hanak rabi. Tempuh
ing si ~arru:iaken; pira wkas doh ning tgal, non lo tanpabi sa
mamrih . [Aywa mundu r ing raJ?.a] , ~aq,qa patita hawakta . Mne
pwa yan huwusidc;latapa , padum pamilih sakar~a."
Mangk ana wuwus sang hyang I~wara . Kq~h sirarep
marabih a, tanpang ur atutung gal.
"Ih, yan ahyun kita harabih a, ana ta rajapu trf ring
Mqangga:r:ia, mangar an dewi Kasingi lawan dewi Madum ali,
anak de mahara ja Wawu-l angit. Alap ta denta kang atuha
ngaran dewi Kasingi ."

34
Mangkana mpu Siddayoga henggal, hapan hambaramargga.
Prapta ring nagara, pinintanira ta sang rakryan rajaputri;
tan tinenget de mahar8ja Wawulangit. (Kinon ta sira mpu
Sid9.ayog8milihana; pinilihnira kang atuha. Mojar tta sira i;:rl
mahariJa Wawu-langit:
"Masyar~pa sang pandita ryyanak ning hulun kang atuha,
hapan wuta, nirwwang "gumulak tang swaca, tanpanwan
hanggagap ika."
Mangkana ling i;:ri maharaja Wawu-langit. Jag l~s], mantuk
ta sira mpu Siddayoga, prapta sumambah ri gurunira, umajar
sira yan wuta sang r8japutrf kang atuha.
"Lah, wali halap ika, dumling mari wuta; kunang kita
yan apanggih, aywa katararyyan ing nagara; bwat amanguyu
ikasanta."
Mangkana ling bha~arei;:wara. Lumampah tampu Sidq.ayogi.
Prapta ring nagara, kapanggih lawan dewi kasingi. sampuning
mangkana amit[t]a sira manguyuha. Mantuk dinularaken,
prapta sumambah ri gurunira :
"Sajja bhatara, sampun apanggih tanayan bhatara lawan
dewi Kasingi. Lah, den pada . .
. bhawalaksana".
R~p sinangaskara dewi Kasingi, hingaranan wiku
Siddayogi. "Atapitapi tapadadwan humah, aywa kita
gulaw~J?.~ah. Tatkala k~c:Iehan ragiwai;:a, pamareng tapinta".

Mangkana pawkas bhatarei;:wara. sang Siddayogi


hoyengg~ger lwar ing Mayana, hMtan lwah lawan mpu
Sidc;layoga. Tan ucap~n lawasnya, manak ta sira kalih siki
i;:ami jalu, sang Gagang-aking panuha, sang Bubuksah kang
anom; paq.a nwam awiku pa<;ia lumakwatapa sira. ·
Kahucapa ta sang hyang Brahma, sira ta dewaguru ring
SarwwasidP,a, mapaksa wukir ta sira. Ana ta sira pandita
saking swargga, bhagawan Karmmandeya ngaranya;
mariipa ta sira kbo bule, datang ta sireng argga Kelai;:a. Arep ta
bha~ara hamupuha, mata.kut ta sira kapupuha; yata matangnya
maluy p~~itarii.pa. R~p sumambah sira ring bha~arai;:wara.

35
Kunang bhatara Ir;wara harep ta datngen g sang hyang
Mahame ru tumutur a ri bha~ara Guru. Rt!p sinrahak nira· tang
payung gundala kalambi ring bhagawa n Karmma ndeya, sira
gumanty ani dewagu ru umumng guh ring hargga Kelar;a.
Matangn yan sang wiku ring Sukayajna tanpa[m a]ngan kbo bule,
apan bhagaw an Karmma ndeya mariipa kbo bule nguni
kacaari tanya. ··
Kahucap a ta bhatara trisamay a, Ir;wara, Brahma, Wisnu,
datang rt sang hyang Mahame ru tumutur ing bhatara Guru.
Jag ms, prapta bha~ara trisamay a ri sang hyang maharne ru;
kunang bhatara Guru sdang haneng <;:unyag iri-mand ala,
umawas aken sang hyang hastifati . Datang hyang I9wara
Brahma Brahma Wi~:r:iu, sumamb ah ri bha~ara Guru, mwajar
tta bhatara Parame9 wara :
"Uduh, bhahagy a tanayan ku sang trisamay a,
rowanga nangku gawe tantu pra9ista ri sang hyang Mahame ru.
Tanpasr ehan tang bhuwan a; kita katrini humilan gkna
lkalkani ng bhuwana ; glar tawur serehany u. Kunang sang
hyang IHwara Brahma Wisnu, mas~hana wruha ri sisikusun g
kita dewata. Den padagaw e kahyang an tanayank u katiga.
Nihan panganu grahang ku: payung gu11-<:tala, kalambi guru,
muwah pustaka samuf?~i pafi.jang nya, binbed hing na~a
sinuntag i; kunang hisinya kami hiki. Ndah kayatna ken
panugrah angku muwah sang hyang Brahma WisnwT9wara".
Samangk ana panugra ha bhatara Guru ri dewata trisamay a.
Pada ta mawot sembah katiga; jag les, lungha bhatara
trisamay a, pac,ia hagawe mai:i<:tala sowangs owang. Kun.ang
pustaka panugra ha bha~ara kart tan kahuning a de bha~ara
trisamay a : anghing payung gundala kalambi kasamb ut.
Tumingh al ta bha~ara Guru :
"Duh, kari si kang pustaka de bha~ara trisamay a; pilih
lali katrii:iinya."
Sinambu t hikang pustaka de bhatara Guru, winawan ira
mareng jro pahoma n; rep kinukub anira tan wineh katona;
matangn yan ring Kukub ngaranin g mandala wkasan, Kukub
kahyang an bhatara Guru. ··

36
Kahucapa ta sira bha~ara trisamaya magawe mal}<;tala;
bha~ara I~wara pupus ing sang hyang tiga, matangnyan
Tigaryyan-parwwata kahyangan ....... ;.......... bha~ara Brahma;
ring Nangka-parwwata kahyanganira bhatara Wi~:r:iu.
Mapana~apa~a sira, matangnyan ring Panasagiri ngaraning
m3.1}4ala. Pa<;ta manget ri serehanira sowangsowang.
Kahucapa ta bhatara Guru se<;iangnira haneng Kukub,
linolyaken jatanira mangetan, matmahan gunung Ja~a;
yata pinakawates ning Tand~s lawan ing gunung Ma:r:iik
Matangyan lmah larangan tan wnang hinambah ikang
gunung Kampil, apan jata bha~ara kacaritanya ngiini. Mwajar
bhatara Guru :
"Tanayangku kamu hyang Ga.:r:ia, tufljang jatangkul!"
Ndah tan wihang hyang Ga:r:ia, tinunjang ja~a bha~ara;
yata matangnyan hana ma~<;iala ring gunung Manunjang
ngaranya mangke. Hyang Ga:r:ia sira prati~tangkana.
Hana ta sira brahmal}a mangajawa, hanuta ta larinira
sang hyang Mahameru, dang hyang Kacul}qa ngaranya,
brahmana sid~i i;akti. :r;>atang ri sang hyang Mandaragiri,
kahampir ta sireng Kukub, sumambah ri bha~ara Mahakarana,
aminta nugraha upakara bha~ara. Yata sinangaskaran de
bha~ara ring Kukub, inaranan bhagawan A~o~~i, sira brahmana
hanusun brata. Tlas lq-tta sangaskara, sah sira saking Kukub-
ma:r:ic;lala, nac;iahamba haminta bhumi prayanira. Jag les lungha
ta sira bhagawan A~o~ti, kahampir ta ring ma:r:i~ala Pana~agiri.
Mojar ta bhatara Wi~pu :
"Bhahagya yan datang sang dwijarsi, apa dwaning datang,
lawandi parana sang dwijawara"? ·
Sumahur sang dwijarsi :
"Ahyun patengeng Mdang hameta hunggona ~wacaranira."
Sumahur tta bhatara Ke~awa :
"Yan ahyun hungawan si hangera kulwan ing Kedman,
ramyapar~k lwah jurang...

37
Sumah ur bhagaw an A9osti :
"Yogya dahat sih pwangk ulun, yan mangka na gocaran ira
laksana milu tarukah a".
Rep sampun sira mataru ka, matur bhagaw an A9osti ri
bhatar a Guru ring Kukub, nher hamint anugra ha payung
km;ic;lala kalamb i, mapaja r yan sinung hunggo n de sang hyang
wi~:r:iu. Mwajar tta bhatara Guru :

"Duh, labdaw ara dahat tanayan gku, wineh unggon de


bhatara Hari".
Mangka na ling bha~ara; tinher hing Labdaw ara ngarani ng
ma:r:i<;lala. Mangka na kacari tanya ngtini.
Ana ta taruni hatuha tanpalak i, sumam bah ri bha~ara Guru,
aminta nugrah a bha~ara. Sinanga skara ta de bhatara , wineh
mabad aharom a hinang it, madod ota widak, midera ring
bhuwan a; kamaw a9yaha ra katungg alanya, tinhor mangaw asi
ngarany a. Mangka na mulanin g anangaw asi.
Ana ta strT pjah swamin ya, sumam bah ri bahata ra
hamint anugrah a bhatara. Sinanga skara de bhatara , t~h~r ta
wineh maken qita walatu ng, cihnan ya yan satya malaki,
kahi~~pnya wkasan ing lakinya ; t~h~r ta mambu
lungan a
kalihkalih, matang nyan hakili ngarany a. Mangka na mulanin g
ana bhawa kili.
Ana ta wwang lanang wadwan sumam bah ri baha~ara Guru
aminta nugrah a bha~ara. Sinang askara ta de bha~ara
Jagatna tha, tan wineh tayama gehana brata, maba~aha ri
kalanin g purnna ma tilem; "uwus kapwa tembe suruha ta,
wnanga mageha kna brata"; tinh~r ta bharub haru ngarany a. ·
Hana taruna hanwam ring wayah, sumam bah ri bhatara
Guru aminta nugrah a kawikun . Yata hingask ara de bha~ara
Guru, tan siningla n taya daluwan g, siningla n taya rwan ing
halalan g; tinher wiku hijo ngaran ya. Mangk ana mulani ng
wiku hijo.

38
Ucapen ta lak~a:r:ia bha~ara Jagatwi~esa, angga~~a
yinuganira hina~ti, siniramnira ring Tatwamrtha ~iwamba,
yinuganira matmahana dewata puru~angkara. Inaranan
bhagawan Ag~~i, inanugrahan kawikun de bha~iira, kinwan
matapaha ring gunung Kawi. Tinher makadrwya kang
gunung Kawi pinakapacihna pawkas bha~ara Guru.
Muwah bha~ara Nandiguru manghanaken ta sira yuga,
pinalih ta hajfiananira, mijil ta bha~ara I;>armmaraja.
Kinahanan sangaskara, siniramning Tatw~rtha ~iwamba,
inaranan sang r~i SidQawangsitadewa. Inanugrahan kawikun,
sumusuk sang hyang sima brata, kinwan ta mangunakna tapa
de bhatara. Tan wihang ta sang r~i Sid<;iawangsitadewa,
malenggita sira mangunkna tapa, malaghna mona~ri, tan
kalangkahan dening rahina wngi, tan pa[nulwukning pangan
turu. Kalinganya: tan hana hini~~inira, tan bhuwana, tan
swargga, tan bhatara, tan kamoksan, tan kalepasen, tan suka,
tan <;tuhka; tan hana hinalemnira, tan hana keliknira; yata
sinangguh tapa ngaranya. Tepet s<;teng sarjjawa juga sira,
yata hinaranan Sarjjawa JambuQipa, patapan sang !"~i
Siddawangsitadewa. Sira murttining atapa ngUning ardc;ti, sira
ta bha~ara Darmmarija.
Sf:ieng rumgep samad<;li nirmmala sang r~i Siddawang-
sitadewa, tuminghal ta bha~ara I~wara Brahma Wi~~u ri
polahira sang ~i Sid<;lawangsitadewa, ri s<;teng rumgep samaddi
nirmmala. "Sumadya syuhan ing bhUwana" mangkana if:lep
bhatara trisamaya, ndah tan wruh ta sira yan bha~n.ra
Darmmar8.ja sang matapa; "kewala samanya paJ:.l~ita", ri
hidepnya, "sumadya sy\ihan ing bhuwana", ri hi<;lepnya sang
hyang trisamaya. Wikalpa ta manahnira; yata matangnyan
mijil tang k8.la trisamaya. Kala Lodra mtu saking bhatara
Brahma, kala Sambu mijil saking bha~ara Wi~~u, k8.la Samaya
mijil saking bhat-n.ra I~wara; rt'!p yeki mangke bhawanira.
Yata kinonira humjahana sang !"~i Sid<;liwangsitadewa; ndah
tan wihang ta sang k8.la trisamaya.
Jag, l~s. lumampah tang kala, prapta ri kahanan sang
~~i Sid~awangiitadewa s~ang mangregep sama<;li nirmmala.

39
Tka tang kala saha~ a hamigraha, pada taya mam!P
mangd~d~l mapupuh manahut m~~ekung; nirwikara sang r~i
sira. Mamrep tang kala kaprep rowangnya dawak, mand~d~l
kad~d~l rowangnya c;lawak, mamupuh kapupuh rowangnya
~awak, manahut kasahut rowangnya <;lawak, manujah katujah
rowangnya c;lawak; ndatan kawnang sang pandita winigrahan.
Kerangan bud<;li sang kala dening tan pjah sang r~i
Sidc;liwangsitadewa; jag l~s lungha tang krua, mungsir i sang
hyang Brhama Wi~r:iu I~wara ; mawarah taya dugaduga yan tan
kawnang winigrahan sang f!?i.
Matangnyan pac;la lumampah bha~ara trisamaya humjahana
sang r~i prayanya. Jag rep mawak Agni sang hyang Brahma,
gumsenghan a sang r~i prayanya; ndatan wikara sang r~i.
Mapa nimitaning tan pjah de sang hyang Brahma? Apan sang
hyang Darmma tan gst!ng dening apuy; yata matangnyan
kawes matakut sang hyang Brahma. Tumandang ta bhatara
Wi~r:iu, mawak ta Wi~J?.U krotj.a sira, atendas [s]ewu, atangan
rongiwu. Sarwwasaiija ta rineg~pnira, sang r~i pinarajayany a,
dinag~nira ring cakra Suc;larsana, pinupuh ring gada Mandiki,
tinujah ri tw~k Nandaka, pinngengani ra sangka Paiicajanya;
ndatan wikara sang r~i Sidc;liwangsi tadewa. Muwah bha~ara
Hari hamut~r cakra Calakunc_ia, cakra Tarenggabah u, cakra
Rebhawinuk, yata dinagelaknira ri sang tapa. Ndatan kawnang
dening a.mbe [k] kroc_ia hyang Darmmaraja sira; alah matakut
kawes ta bhatara Wi~J?.U. RE!p mawak Rudra ta bha~ara l~wara,
sang ff?Yfitapa sinahasanira ; ndah sang r~i Siddiwangsit adewa,
sc;lang rumg~p samaddi nirmmala, langgeng tunggeng sira. Tan
kagyat [t]an wikalpa sira, nirawarana sirat inurugan lmah
tankorugan sira, langg~ng tungg~ng ·sira; matangnyan hana
gunung TunggE!ng aranya. lngilen baftu tan kahilen, tintel
sira. Apa .h etunira yan mangkana? Kalinganya: sang hyang
Darmma pinendem sira tan awuk, tinunu sira tan gs~ng,
linabuh sira ·tan keli. Mangkana kasiddan sang r~i
Sid~iwangsitadewa.

Matangnyan matakut sang hyang Brahma Wi~r:iu I~wara


tumon kasidc;lanira sang !~i tapa. Jag l~s malayu ta bhatara
trisamaya tj.atngeng Kukub-ma~c_iala. Tuhun bhatara sdeng

40
tinangkil dening dewata caturlokaphala, q.atang ta bhatara
trisamaya, sumambah ri bhatara Jagatnatha. Jag rep:
"Sajfta bhatara, dwan ing tanayan bhatara sumambah ri
paQ.adoja bhatara pwangkulun: ana paQ.Q.ita mal~kasaken
tapa, masadya syuhan ing bhuwana, mangkana hi<;lep tanayan
bhatara. Mantyanta sidc;ii 9aktinya, tamapi tanayan bhatara
katrini kaswaran prabhawa denya. Dwan ing tanayan bhatara
sumambah: aminta car~a tanayan bha~ara".
Mangkana ling bhatara trisamaya. Sumahur bhatara
Guru:
"uq.uh, tayananku kita hyang Brahm-a Wi.S!lU I9wara, sang
r~iSidc;liwangsitadewa hika kanyu sengguh masadya syuhan
ing bhuwana? Taha, tan mangkana hika; apan bhatara
Darmmar8.ja sang r~yatapa, apan pamalihan mami hajftana
hika, matangnyan tan alah denyu. Kita pwa manganaken
raksasa, byaktawas kita kala; matangnyan haroharaning
bhuwana, apan siiksat kanyu raksasa hika. Matangnyan pjah
ikang kala denyu!"
Mangkana ling bhatara Guru. Mwajar ta bhatara
trisamaya:
Sajfta bhatara, tan pjah ikang kala, yan tan pjah sang
rl?i Sidc;liwangsi tadewa."
Mangkana ling bhatara trisamaya; yata matangnyan
bha~ara Guru humangsil hing urip sang fl?i SidQ.awangsitadewa,
apan bhatara wi9esanira. Kinwanira kang dewata catur-
lokaphala mananggaha 9awanira sang rl?i, apan byakta
matmahan hekanarwwa tang bhuwana, yan tumibaha ring
prthiwi 9awanira sang r~i SidQ.iwangsitadewa. Yata lumampah
tang dewata catiirlokaphala, q.atang ri kahanan sang r~yatapa .
Binaftcut tang huripnira de bhatara Guru, pjah sang r~yatapa:
sinangga ta -;:awanira de bhat~ra caturlokaphala. Pinundut ft]a
sira mangetan, yata sinangguh Pundutan--;:awa ngaranya.
Pinei:i~em ta ring pucaknira sang hyang Mahameru f-;:awanira
sang ~l:?i Sid~iwangsitadewa wkasan]; matangnyan tan hana

41
wnang mangruhu rana pucaknira sang hyang Mahameru ,
apan pinez:i~emnira bha~ara Dannmara ja kacaritany a. Mogha
bayu tan ana wani mangruhu rana [pucaknir a sang hyang
Mahamer uJ, yadyan sang hyang Raditya Wulan tuwi
tanpangru huri, [ngiiniweh tang janma manusa tan wnang
mangruhu rana pucaknira sang hyang Mahameni J.
Kela9 a bhumi sampurnJ? .awan pineJ?.~em bha~ara
Dannmara ja.
[Kela9a ngaraning gunung; bhumi ngaraning lemah]
sampUrnz:iawangan ngaraning awa ruhur; tinher tta Kela9a
bhumi sampun:m awan [ngaran sang hyang Mahameru ] Yata
sinangguh susuk sima brata ngaranira, lmah larangan ikang
prasadda lingga, tan wnang rinug; tinher pinakapra9i~ta
susuk ~ima [brata] sang hyang kawikun.
Kahucapa ta sang hyang Brahma Wi~J?.U I~wara umjahi
tang kala trisamaya ; dinelengn ira hikang drstiwisya ,
bhafYmibhuta matmah[a n] awu. Awunikan g kala ·trisamaya
matmahan gunung Wihanggamaya; [gunung Wihanggamaya]
ring Pangawan awunikan g kala trisamaya , ya kacaritany a
ngUni. Ri wuwusnik ang kfila trisamaya pjah mantuk ta bhatara
trisamaya; bha~ara I9wara mantuk maring Tigapatra mand.ala;
bhatara Brahma mantuk maring Jalaparww ata-mand ala;
bha~ara Wi~i:u mantuk maring Nangkaparwwata-ma:r;i~ala.

Kahucapa ta hatmajiwa nikang krua trisamaya matmahan


taya raksasa rwang 9iki kwehnya, mijil saking gunung wiyang-
gamaya; "sang Kalanungkfila ngaranya. Sumamba h ri bhatara
Parame9w ara aminta kumawaga kna bhuwana ta.wan janma
manu~a; mwajar ta bha~ara Guru :

"Anaku Kafanungkrua, astu kita kumawa9a kna bhuwana


kalawan janma manu~a. Yan tengeta yughanta [ma]hapra laya,
irika ta yan pamiiktya ya; manguna kna tapa kamung
rumuhun. Patunggu ta kita babahan sang hyang Mahameru
[kulwan], irika ta kamung manguna kna tapa. Kunang
pawkasan ang-kwiri ko: yan ana bharibhar i mangram pa
d~a9wa, umalap lmah larangan, lumbur susuk sima [brata]

42
sang r=?i, rumugaken sang hyang pra~ista kawikun, kamung
makadfWYa hika, nguniweh salwirning sisikusung sarampadan,
kamung makad:rwYa hika kabeh. Kunang yan rumugaken sang
hyang [pra9i~~a] kawikun, astu tibfilla ring maharorawa, tan
tkaha ring swargga. Ndah kayatnak~nta sapawkasning hulun".
Mangkana ta ling bhatara Guru. Yata sang Kfilanungkala
matungku babahan sang hyang mahameru kulwan, ring
Pangawan ngaraning babahan, [matangnyan nana desa ring
Pangawan babahan sang hyang Mahameru hika]. Sang
KaHinungkala pra9i~~a kinabhaktyan ing Pangawan;
manganaken ta yuga sang Kalanukala, ~abdanira mangdadi
gereh, kdapira mangdadi kilat, sihunghuntunira mangdadi
glap. Ikang naka matmahan paiicayaksa, aranya sang
Lumanglang, sang Lumangling, Bang Lumangut, sang
Mangdulur, sang Manginte. Ika mangingetaken yan hana salah
ulah salah 9abda; mangkana kacaritanya.
Kunang hyang Ga!fa kinon kumemita lmah larangan,
matungguha babahan sang hyang Mahameru marep wetan;
matangnyan hana de~a ring Pur~najiwa ngaranya mangke,
babahan sang hyang Mahameru marep wetan. Sang hyang
Gat?-a sira pra9i~~a kinabhakten sira ring Pnr:r:majiwa.
Kunang sang sry Anggasti kinon kumemita lmah larangan,
atungguha babalian sang· hyang Mahameru marep kidul;
matangnyan hana de~a ring Pa~ang aranya mangke, babahan
sang hyang Mahameru hika. sang :rl?Y Angg~~i kinabakten ing
Pa<;tang.
Kunang bhatari Ghori kinon kum~mita lmah larangan,
matungguha babahan sang hyang Mahameru marep lwar.
Matangnyan hana de9a ring Ganten ngaranya mangke, babahan
sang hyang Mahameru marep lwar; bhatari Ghori pra9i~ta
kinabhakten ing Ganten.
Papat babahan sang hyang Mahameru; yata sinangguh
Paiiatiir-muka ngaranya.

43
Ucap en ta bhata ra Darm mar8j a, mijil ta salting aggha nira
sang hyang Maha meru. Blah pucak nira sang hyang Maha meru
[apat iga; yata matan gnyan tiga pucak nira sang hyang
Maha meru] katam api katka ning mang ke. Tinho r gunun g
Tri~mgga ngara n sang hyang Maha meru,
apan tiga hargh anira.
Mrbuk hawan gi pwa ganda nira [bhata ra Darm maraj a duk mijil
saking hargh anira sang hyang Maha meru] ; yata matan gnyan
sang hyang Maha meru inara han gunun g Gan<;tama<;tana
wkasa n. Li1.1Q.u pwa bhata ri Prthiw i, kadi ruga sang byang
Maham eru, mel}q~k bhumiwa~ana, kumu cak wai nikang hudad i,
atgata bhata ra Param e9war a [ruga sang hyang Maha meru] .
Yata matan gnyan mara bhata ra Guru roarin g argha
[amba ra margg a sira lawan handa kadew a]. Jag les prapt a ring
arggh anira sang hyang Mand aragir i, kating alan ta bhata ra
Darm maraj a mijil saking blahn ira sang hyang Maha meru.
Atrina yana caturb huja sira, samas ama lawan rupa bhata ra
Guru. Rep, mang adeg ta bhata ra Darm maraj a ri punuk nikan g
a.
wr~abhadewa; matan gnyan tu~~ambek nikan g W!~abhadew
Muwa h bha~ara :i;:>armmaraja kinan an sira sanga skara ,
sang f~i Tarui: ia-tap a-yow ana, inugr ahan sira kawik un de
bhata ra Guru, susuk [~ima] sang hyang ~ima brata. Winkas ta
sira sang ~~i Taruy;ia-tapa-yowana sambe gaha ring rat kabeh ;
sinrah aken tang d~a~wa. <;o ngara ning dewa; matan gnyan
d~a~wa sang hyang Maha meru, sira ta lmah larang
an bhata ra
ngara nira, pinak asusu k-f?im a sang rf?i; sira pinak atam-
brapurru:ia, yeka sinang guh mantr a tanpa surat ngaran ya.

Muwa h bhata ra Guru wineh aknira tang wrsab hadew a ri


sira sang r~i Tapa-taru1.1a-yowana, pinaka9arai:ianira ngrak sa
bhuw ana. Muwa h sinra haken ira tang payun g ku1.19ala
kalam bi; sira guma ntyan i dewag uru ring Kuku b-man dala.
Matan gnyan yen ana f~i taru1.1a tapa yowan a, mijil sakin g
renga tnira sang hyang Maha meru, tanpa bapa tanpa babu,
tanpa kadan g [tanpa wwan gsana k], sira talape n pinak alingg a
sang hyang Maha meru, mung guha ring Kukub-mru:i<;lala; sira
ta sang ri;;i :r;>armmahutpti ngaran ira.

44
Muwah ana ta dewata kalmahan tan wnang mura, kna sapa
de sang ~i Sid~wangsitadewa nguni kacaritanya. Sumambah
ri bhatara Parame~wara, aminta winaluy&.kning swargga.
sumaliur bhatara Guru :
"Udiih hanaku dewata kna sapa, astu kamung mantuka
ring swargga; yan mantuk maring swargga sang rsi
Tapayowana, tan kantuna kamung. Kunang pawkasangkWiri
ko: panganak~n tapa kamung rumuhun. Nihan ta
panganugrahangkwiri ko: payung kundala mwang kulambi.
Ndah tanpangaskiiraha, tinhor ta Dewata-kaki panenggahan
ing rat hiri kita, idep ta ring Swargga patapanta."
Mangkana pawkas bha~ara Guru; matangnyan hana ring
Swargga ngaranya mangke, mangkana kacaritanya. Muwah
sang Kfilanungkfila winkas ta de bhatiira Guru, rumaksaha ri
sang rsi Tarunll-tapa-yowana: "Yan mantuk maring swargga,
tan kantuna kamung". Mangkana ling bha~iira Guru.
Kahucapa ta l~aIJ.a bha~iira Guru tumulusakna magawe
pra~i~~a. Mayoga ta ring argghanira sang hyang mahameru,
apatitis anggr~a~ika humarep kulon; matangnyan harepning
kahyangan kulon, apan lrulwan arepan ing bhatara mayoga.
Tumungkul mulat mingsor sira, sahulatnira mingsor matmahan
Tasik-lebu; mangkana kacaritanya. Mayoga ta sira muwah,
maphala swastahaning rat kabeh; matangnyan hana wukir
Phala ngaranya. "Tan hana pwa way pa~ucanya" i~epnira;
magawe ta sira ranu pa~ucyananira.
Kahucapa ta bhatiiri Huma, alawas [s Jira haneng gunung
Wilis, [alal ta sira bhatara mangundangeng sira] . Tan darana
pwa bhatari, yata sira lumampah c;tatengeng Mahameru.
Sdangnira bhatara magawe ranu, datang ta bhatiiri Huma;
mwajar ta bha~~a Guru : . .
"Ah bhatart, paran [n]imitaning ~atang? Tan hana hulih
mami sangketa lawan kita? "Kami hundang kita dlaha, yan
huwus ri.mya caracaranira sang hyang Mahameru", mangkana
hujarlru nglini.

45
Rep kro~a tta bha~ari Huma; wurun g ta de bhatar agawe
ra1:m, matan gnyan hana ranu Wurun g aranya mangk e. Jag
Ies, Iungha bhatar a huma, mara ta maring gunun g Irariju na.
Kunan g bhatar a Guru tumulu saknag awe ranu; amase hmase h
ta sira komba la; matan gnyan hinara n rru.m Komba la tkanin g
mangk e talagan ira sang hyang Maham eru.
Tindak ning bhatar a saking Maham eru maring gunun g
Pawitr a. Atrisa dyabra ta bhatar a, madyu s ta sira ping tiga
sarahn ira ping tiga sawngi. Tustun ira manrin g Warunggama;
matan gnyan hana bafiu ring gunun g Pawitr a, apan enti
makad yus bhatar a nguni kacari tanya. Tinda knira saking
Pawitr a; mayog a sira si harggh aning gunun g Kumu kus .
Atihan geyeh bha~ara Guru, kumuk us mangd adi warira ng,
katam api tkanin g mangk e.
Kahuc apa ta bha~8.ri Huma, sah salting gunun g Harjju na
~atengeng gunun g [Kawi , tumul uy marin
g] Kamp ud.
[Patam puh ning kroda bhatar i] pinupa knira ta pucakn ing
gunun g Kamp ud, inunta laknir a mangi dul mangu lwan;
matan gnyan hana gunun g Lebeng aranya mangk e, pucakn ira
gunun g Kamp ud ngiini kacari tanya. Dinde lnira sa~e~aning
gunun g Kampu d, bubul trus tkeng sagara kidul [tkeng Reneb,
saka ri wuyun g bhatar i Huma] ; matan gnyan mili wwayn ing
gunun g Kampu d amjahi janma manu~a. "Tuhan , Rahad yan,
Panger an" samba tning rat kabeh. Bhatar a Guru sdang mayog a
ring gunun g Kumuk us, mangr enge ta panang is ning rat kabeh.
Sawul atnira kidul katon ta pukah pucak nikang gunun g
Kampu d; wruh ta sira yan bhatar i makam beknik a. Mwaja r ta
sira:
"Uc;luh, paran ta mne lwiran ing rat kabeh, yan tan aku
hasiha ? Aku hamah ayu rat kabeh".
Marti.pa ta sira dewap utra lituhay u, tinher Dewap utra
ngaran ira, sira mahay u rat kabeh. Tinam baknir a kroc;la bhatar i,
mange mbong manala ga, mangd adi ra1:m ring gunun g Kampu d;
tinher bhatar a hyang Hamal aga ngaran ira. Sira human del iring
gunun g Kampu d, umade gaken ta gada nira wsi, agong aruhur

46
tumutug tkeng aka9a. Jag les, lungha ta bhatari Huma, nher
marl kro<;tanira. Mwajar ta bha~ara Guru :
"Uni haku duk pinaka [gurunikang rat kabeh, duk] guru
ning dewata kabeh, bha~ara Guru haranku. Mangke pwaku
hamahayu rat kabeh; "Tuhan, rahadyan, Pangeran" hujar ning
wwang kalaran masambat iryyaku. Matangnyan bha~ara Tuhan
ngaranku, aku bha~ara Pangeran, aku kinabhaktyan ikang
manu~a. aku sumungku ring rat kabeh; matangnyan bha~ara
Hanungkurat ngaranku waneh. Alm byapaka ning rat kabeh,
aku pasajen ing rat kabeh; wastu tuliha kang wwang marek ing
gunung Kampud yan tanpad~e sasajen."
Mangkana ling bhatara Tuhan; yata padadrwe pasajen
kang wong marek ing · gunung Kampud; pasajen ing rat
kabeh ring gunung kampud merep kulon. Kunang bha~ara
Tuhan ring Kumara pajanma-mfu:iu~anira ngl.lni.
Kunang hikang ga<:ta wsi matmahan siladri, gunung watu
kumutung tka ring aka9a. Tatkala pwa lumingsir sang
hyang ~iwa-raditya kulwan, tan kasuluhan sang hyang
Mahameru de hyang Raditya, apan katingkeran denikang
gunung Ga<:ta-wsi. Yata hinalapanira tang gupung Ga<;Ia-wsi,
linabuhakning sagara mangdadi karang. ~e~anya sinalahning
p~thiwi, [hangganghanggang] ; matangnyan hana gunung
Hanggang-hanggang ngaranya mangke.
Kahucapa ta bhatari huma, umgil sira maring gunung
Gangamadana. i;>atng ta sang Kumara, sumambah ri
bha~arI9warl, tumakwanaking bha~ara Guru. Sumahur bhatari
Huma:
"Apa denta takwanaken bhatara, apan tan wruh kahanira"
Sumawur ta sang Kumara:
"Mahyun sumambaha ri paqa bha~ara ranak bhatari, apan
bhatara sangkaning ranak bhatari, apan pada bhatara
panlangan juga, cawan cte ranak bhatarIJ ." . .

47
Mang kana ling sang Kuma ra. Kroq.a [tamb ekJ bhata ri
Huma rehira sinang guh panla ngan de sang Kuma ra. Yata
matan gnyan sinam but sang Kuma ra, inalap an ikang rah-w ulu-
sumsu m-nir a. Nher sinapa de bhata ri Huma matm ahana wil
rupa sang Kuma ra; atmah an Brnggiri~ti ta sira. Sc;leng
minan gkana sang Kuma ra de bhati ra Huma , datan g ta
bhata ra Guru; katwa n minan gkana sang Kuma ra de bhata ri
Huma . Kroda ta bhata ra Guru, sinapa ta bhata ri Huma :
"Jhah, bhata ri Huma , apa do~anyanaku demu, matan gnyan
demu wehi matm ahan wil, teher demu halapi ra.hnya sumsu m
wulun ya? Durgg a dahat kamun g, bhata ri Huma , agila haku
tumon ing riipam u.
Mang kana ling bhata ra Guru ri bhata rt Huma . Tanpe ndah
duduk wuluh mangn ani lag<;tu, [kang paribh asaJ tan wyart ha
tumaf tceb s;abda bhata ra ri bhata ri Huma . [Yatta matan gnyan
rep tang rupaju ti] matm ahan rak~asi rupa bhata ri Huma ,
mabh o mang i ta sira; tinher bhata ri DUrggadewi ngara nira.
Jag, les, lungh a ta bhata ri Diirgg a sakin g Mand aragir i,
inindi tnira sang Kuma ra nher lungha, pineJ.f~enira wulu-sum-
sumn irah ning Kuma ra. Wala pwa ngaran ing· rare, tinher ta
ring Walru:i~ita ngaran ing gunung, pame!f~eman ing rah wulu
sumsu m sang Kuma ra kacar itanya nguni . Jag les, lungh a
marin g sma kisidul palayas;ara.
Kunan g bha~ara Guru tapwa n kahan an kroqa sira nglini,
[mang ke sira kapwa tan kanan kroc;laJ ; yata sumap a hawak nira
matm ahan raksa sa. [Rep rupa bhata ra Guru maru pa ta
raksas aJ matrin .ayana caturb huja; tinher ta ngara nira sang
hyang Kalar udra. Girigirin tang watek dewat a kabeh , nguniweh
tang rat kabeh tumon rupa bha~ara Kalaru dra; mahy un sira
manq ala sahisi ning bhUwana.
Rep sakl?a~a bha~ara Is;war a Brahma-Wi1?I?-U umaw ara
panad ah bhata ra Kalar udra; [tumu run marin g mady apada
hawa ·yang sira], umuc apake n tatwa bhata ra mwang. bhat8.ri
ring bhuwa na. Mapan ggung makli r sira, waiula ng hinuk ir maka
wayan gnira, kinud angan paftja ng lango n-lang on. Bhata ra
His;wara sira hudip an, rinaks a sira de hyang Brahm a Wi~i;iu.

48
Mid~r sira ring bhuwana masang gina hawayang, [tinh~r
hawayang; mangkana mula kacaritanya ngiini.
hab~f:iagi.I].a

Muwah pangawara bha~i.ra Hi<;wara Brahma Wil?~U ri


bhatira Kala, midera ring bhuwana, bha~ira KAla tiniiijonira,
ijohijo molah ta sireng bale, lumawulawu hawakniral. Sang
hyang l<;wara dadi <;wari, sang hyang Brahma dadi pederit, sang
hyang Wi~~u dadi tkes; mid~r mangidung hamenamen, [tinher
ba.r.i~agi~a menmen] ngaranya. Mangkana mulaning hana
b~~agU:ia menmen.

Kunang, bha~ara Guru lumawulawu ring <;ariranira;


matangnyan hana gunung Lawu ngaranya mangke, patapanirii
bhatira Kalariidri nguni kacaritanya. Malawas ta bhatara
Kal·a hamangunaken tapa, waluya mariipajati muwah sira
bhatiira Guru. Kunang bhatari Durgga anadah antasapa ri
bhatara Param~wara; kinon ta sirimangunaklla tapa. Matapa
ta sira ri jro patala; alawas ta sirimangun tapa, waluya jati
mariipa bha~iiri Humadewi. Umijil ta sira saking jro patala,
matangnyan hana gunung Bret ngaranya mangke, awan bhatiiri
Huma saking jto patala kacariptanya. Kunang sang Kum~a­
Bhrnggiri~~i manaqah antasapa ring bhatart Huma; kinon ta
mangunakna tapa; waluya marilpajati Kumara.
Kahucapa bhatira Guru, tumulusaknama gawe tantu ri
Yawadipa; matilel "atantu satampakning kuntul anglayang,
kumendeng tan pgat, rumeka tan lbur, satampak bhatara 0

Guru. · Mariipa ta sira wiku, bhujangga <;ewapaksa ta sira, sira


bhatira mahiimpu Palyat ngaranira. Dumunung ta sira ring
sma Kalyasem, sma ginawe patapan, wetan kidul sakeng
Paguhan. Kunang denini mangun tepa bherawapaksa lkasnira,
amangan Hawa [ning wwang], inayemnira tang <;awa, tatkala
tngah wngi sira npana<;iah.
Gnep ta [dwida<;a] rwawlas tawun lawasnira, mangrengo ta
sang prabhu ring Galuh, <;rl maharaja Bhatari ngaranira, yan
Brahmaloka sang wiku; mangundanga ta sira para wiku,
manganakna yajiia sira. Pininangan ta sang para gowanten
kabeh, pininangan ta sirampu Mahapalyat. Sadanantara tka

49
ni~g
tanggu ng ning rajasokfil"yya, ring paiicada~i ~Uklapaksa
kasang a; data~g kang wong sakidu lning Galuh, sakulo n ing
Galuh. Mangk at sira mahari ipu Palyat lawan kang atungg u
sma, yata hamaw a maham angsa . Kapha laning wwang
pinak atahap anira, lawan ka:r:i~ora lima kwehn ya , yata
makaw adahn ira [ngaye m ~awaning wwang ] . J?atan g sira
maham pu Palyat [ring taratag ]; matak wan ta haj i Bhatha ti
ring pangam behan, lingnir a:
"Mpu Waju-kuning, mpu Kalota n, ndi ta sang wiku Palyat
hunggo nya? Apa riipani ra?"
"Unya, pwang kulun, sang maling gih kilyan sira."
"Ih, mapa dening hulun tuming ha[eng sira] ; purung ul-
purung ul yaya dayaka ta rupani ra. Idepni ng hulun habhra ngga
mabad da makal ambi-g uru [mapa yung makun dala]. iringen
dening anak-~i~yanira satus rongat us kwehn ya." .
Mangk ana ling ~rl mahara ja; sumah ur mpu Kalota n :
"Taha si pwang kulun, apan sira-bh ujangg a wiku ~ewapaksa
sira, yata nimita ning tanpabad~a."
["Ah, mangk ana kupwa ]. Apa pwa mungg uh ring arepnir a?"
"Kaph alanin g wwang lawan kanto ra ngaran ya ,
pwang kulun." "Kang kaphal a pinaka paran? "
"Pinak atapah an, pwang kulun."
"Kang ka:r:i~ora pinaka paran? "
"WadahniriingayE!m [~awaning wwang ], pwang kulun."
U e golol kele, mutah ~rt mahar aja: "Ye iijuru pawoh aii,
[n]jalu k [k]inan g."
"Ih, yaman gan wwang kapwa sira maham pu Palyat? Sak~at
brahm alokas angha ra ngaran ing wiku mangk ana. Dohak na
sangke ng nusa Jawa, labuha kna ring sagara , marap wan tanana
karmm a marigk ana."
Duhka siraji Bhatat hi; mantu k sira maham pu Palyat, wruh
yan duhka sang prabhu . Gumuy u sira: "ci hah hah hah", mantu k
sira maham pu Palyat maring patapa nira ring Kalyas em.

50
Eiijang mara yata mpu Kalotan lawan mpu Waju-
kuningkinon tumilangakna sang pandita. [Jag les lungha sang
inutus,c;tatenga ring Kalyasem; uni~<;tem anambah sirampu
Kalotan lawan mpu Waju-kuning, umarahaken yan hinutus de
sang prabhu lumabuhakna ring sagara rakwa sang pa:i;i~ita.
"Um, hanglampu juga kami, bapa; wruh kami yan sang
prabhu <;Iuhka."]
wusungan amanikep mangambuli mpu Kalotan lawan mpu
Waju-kuning, mambebed ring walatung, linabuhakning
sagara sirampu Mahapalyat. Jag les mulih sang malabuh,
mawarah ring i;ri maharaja [Bhatathi yen sampun linabuh
sirampu Mahapalyat). Ring eiijing mara yata [sirampu
Kalotan lawan mpu Waju-kuning inutus de sang prabhu
tumilikanampu Mahapalyat. Jag les lungha sang inutus],
kapanggih ta haring-haring sirampu Mahapalyat. [Uma:r:i9en
anambah mpu Kalotan lawan mpu Waju-kuning, mwajar ta
sirampu Mahapalyat lingnira:]
"[Tan maati kami] ; pamet watu sadedeg dawahanya,
sawitning tal gonganya".
Nher binbed ta sira lawan watu; ring eiijing mara yata
linabuh malih sang inutus, kapanggih sirampu mahapalyat.
Bhina~mi ta sira wkasan, awunya linabuh ring sagara. Ring
efijing mara yata malih sang inutus, kapanggih ta sira mai;ila
mpu Mahapalyat. Mpu Kalotan lawan mpu Waju-kuning
[umnang ka-wongan] tumon ri kai; aktin sang pa:r:i9ita;
samangkana mpu Kalotan lawan mpu Waju-kuning mamekuli
jong sang yatiwara, ateher dumilati jongnira sang Pa:r:i9-ita:
"Tan olih humjahi sang pandita, pwangkulun".
Sumahur tampu Mahapalyat, lingnira:
"Mpu Kalotan [lawan mpu Waju-kuning], kami saha saking
kene, apan hangicca hamengameng kami matring nusa Jawa,
apan bhumi mami ring nTI~a Kambangan ngaranya; [irika
mandala kabhujanggan mami]. Mangke pwa 9uhka sang
prabhu ring Galuh, ndah mulih kami mangke maring ma:r:i~ala
mami ring nu~a Kambangan" .

51
Pukul un, tumu t raput u sang paJ?.<:lita, tanda ha - ri jting
sang yatiwa ra, pwang kulun" .
"Um, hapa lingan mami yan mangk ana; kami hame ta watu
sapulu h c;lpa dawan ya, pinak apara hu mamyruayar".
Amin tonak en kawak yan sira; tumut [t]am pu Kalot an Iawan
mpu Waju-kuning. Aman ggih ta sira tuiijun g bang ri teleng ning
Sagar a, sakala [nga] n ronya akem bang mas. Prapt a sira ri
nii~a Kamb angan , sinung sung dening r;isyanira, wwan
g ayuha yu
saha bhusa na, satus wwal ung puluh kweh nya. Umar ek
pac,la nemb ah; matak wan tamp u Kalot an [lawa n mpu
Wajukuning]:
"Wong apeki, pwang kulun , ayuha yu saha bhusa na?"
"Ah, deden ing wwan g pinan gan mami dukin g nu~a Jawa."
"Mang kana kapwa , [Pwa] ngkulu n".
Tinam itani ta siram pu Maha palya t denin g r;isya nira
kabeh . Ri Samp uning mang kana sinan gaska ra ta siram pu
Kalot an lawan mpu waju- kunin g; mpu Janad ipa puspa ta-
niram pu Kalot an, mpu-N arajfi ana pu;:;p atanir ampu WajtJ-
kuning, apan mahni ng buddi krta sira. Samp uning mang kana
mangl !mban g tampu Janad ipa ·1awan mpu Narajfiana amwit a
mantu ka marin g nusa Jawa. Samp un ta sira minta r [sakin g
nusa Kamb angan , ·prap ta sira ring nUsa Jawa muwa h],
dumu nung ta sira ri haji ring Galuh. Mama rah sasok raman ira
ring r;ri mahar 8ja; saman gkana mpu Janad ipa pinak aguru de
haji Batath i, siram pu Narajf iana pinak apuro hita sira.
Kahuc apa ta bha~ara r;r1 mangra:r:ic;larru:ic;la ta sira, tinhor
sang randa Raga- runtin g aranir a. Hang antih ning tafijun g
humah riii-a, matan gnyan hana der;a ring Mqan g-tafi jung
ngaran ya mangk e. Hana ta sang walija Parijfiana ngaran ira, sira
ta wwan g dibya lba; [tan ahare p ta sira sang ra~c;la Raga-
runt-i ng wanoh a lawan wong dibyal oka]. Dinuk ta ring sapu
mang laru wetan tkeng gunun g Baficak; [yata hana gunun g
Karur ungan ngara nya mang ke J. Makl!l).<:fangkandang ta sira
lawan sang walija Parija na; matan gnyan hana gunun g
Kenqe ng arany a mangk e.

52
Kahucapa tampu Mahapalyat, mantuk ta sira maring nu~a
Jawa. Pinalihnira ta 9ariranira matmahan ta 9aiwa sogata,
mangaran sirampu Barang, sirampu Waluh (-bang. Sirampu)
Barang 9ewapaksa, (sirampu Waluh-bang [sogatapaksa). Jag
les, prapti sireng nu~a Jawa]; dumunung ta sira ring Girah,
manganaken ta sira patapan ring Hanggirah, [sirampu (Barang
Ian sirampu) Waluh-bang].
Kahucapa ta sira hyang buyut ring Kukub, sang rsi Taruna-
tapa-yowana, [bhatara Mahaguru ngaranira]. Akweh ta hanak-
9isyanira, yata tiningkah ta 9isyanira maserehan, lwirnya :
pangadyan, ulu-kembang-pakalpan, pwamah, pajanan, ata-nek,
abrih, akarapa, juru-hamaiijang-hamaiijing, kabhayan-
panglayar, (kabhayan-ma:r;i~ala, mahawanetha), bahudez:ida,
butwi9e~a, asa:r;i~ing-among, kebhayan-pamkas. Mangkana
lwirning maserehan.
Kunang bhat.ara Mahaguru mangnakna karyya bhojana;
gungni wulan Ha9ujima9a dadyaning karyya. Yata kinwan
manangsinangsiha ki kabhayan-panglayar; manangsinangsi
mingetan larinira. <;ighra prapta wulan Ha9ujima9a, ~atang
kabeh 9isya bha~ara, ngiiniweh bha~ara trisamaya sami <;iatang;
sumambah ri bha~ara Guru sakwehning <;il?yanira kabeh;
anghing kaki kabhayan-panglayar durung tka. Tlas karyya
bha~ara, mantuk tikang para 9i~ya kabeh, nguniweh tikang
ma~c:J.ala trisamaya ami mantuk maring mai:i<:falanira sowang-
sowang.
Kancit qatang ki kabhayan-panglayar; Kahucapa ta larinira
saka wetan, kablat heweh ariwed. Akweh ta hantukantukira,
guci, k!ci, matha lembu nguniweh [tang gerang] kbo, sapi,[asu]
celeng, [bebek], hayam, pisaningli wwang lanang wadwan
arep awikuha aminta sinambahakning bhatara mahaguru.
Kablet lampahira ki kabhayan-panglayar; kunang tampaknira
saka wetan: ring Ragdang unggoniratinggal gerang asu, ri
Tambangan hunggoniratinggal gerang kbo, ring Pacelengan
hunggoniramakan celeng, ring Untehan unggonira nguntehunte,
ring Ku<;iampilan hunggonira z:i<:f ampil sapi, ring Cangcangan
unggonira nangcang pagor, ring bakar hungganira hababakar,

53
ring Duk hunggon ira hamet hc;f uk , ring Payama n
hunggon iratingga l ayam.
Kunang duk sira tkeng Kukub, amintasi h ring ki kabhayan -
wicye~a umatura kna ring bha~ara Mahagur u. Wruh sira yan
kacalana de hyang Mahagur u. <;ighra matur kabhayan-wicye~a
ri bhatara Mahagur u, mawarah [dugadug al yan tka kabhayan -
pangla-y ar. Mwajar ta byang Mahagur u lingnira :
"Aywa wineh mareka si panglaya r; do~ane tka sep ing
karyya. Kon mangsula !"
Mangkan a ling hyang Mahagur u. Mangsul mantuk ta sang
wicyel?a, mawara h ring kabhaya n-pangla yar, yan sira tan
kasatma tha de hyang Mahagu ru; do~anira tj.atang sep ing
karyya. Wkasan ki kabhaya n-pangla yar makwan ing but-wicyel?a
amalena na hantukan tuknira karing curahcur ah kidul, katureng
bhatara Mahagur u. Kunang kabhaya n-pangla yar mangeta n
larinira, makatal i talingisn ira, makasw ang sampHn ira; jag
les lumamp ah bhagawa n pangalay ar.
[Ucapen ta kang maser~han, tj.atang ring cucurah kidul,
amaleni hantukan tuknira ki panglaya r, ikang guci, krci, tamapi
gerang kbo, sami, hasu, celeng. patang ring Kukub sang
masereh an, ikang gering karing Payaman , tan liwat ring loh
Sarayu; ring kana makahan gan] .
Hucap~n ta kabhaya n-pangla yar, matharu ka ta sira
mai:ic;fala ri patengg~k sang hyang Mahame ru lawan sang
hyang Brahma, umgil ta sira ngai:ig.awar-h~c;fawar; tinher ta
ngaranin g m~c;fala ring Ai:ic;lawar. Ana ta panugrah a bha~ara
Mahagu ru, sang hyang kuiici Sandijii ana ngarany a; yata
pinanah aknireng jagat, matangn yan kerut kang rat kabeh
sumamb aheng sira. Lanang wadon kang wong pac;iarep wikuha,
ndatan ingaskar an denira, apan durung lq-tanugr aha saking
bhatara Mahagur a. Matangn yan sira wineh masingel a babakan
ing kayu, tinher ta ngaran ki bakal.
"Tembe kita tj.ak sangaska rani, lamun huwus lqtanugr aha-
nira Namacyiwaya."

54
[Mangkana lingnira] ; wruh ta sira yan hanandang witj.i
salting buyut ring Kukub. Sah sakeng AJ:l.Q.awar sira, <;iatang
sira mareng wukir Hyang, aminta sira bhumi ri mpu ramarama
ring Besar. Pinintanira taluntalun katinggal, tan tinenget
f dening rama ring BesarJ, winehnira hikang talun [tan
ingetegnira; yata hinaranan m3.If<;iala ring Talun].
Ana ta rak~asa ring kana, tanpaweh gawenen mai:i<;iala.
Linawananira ring, yogha samatj.i, kalah tang rak~asa
[mawijaya], wkasan kesisan ta. denira; pinanahaknira tang
ku:fici Sandijftana, kerut [t]ang rat kabeh denira.
Tindaknira sakeng Talun, mataruka m3.If <;iala ring wa93.1fa.
Ana ta rakl?asa ring kana, tanpaweh gawenen mal)<;iala
humahnya; linawanira ring yoga, alah tang kfila denira. Ana ta
watu Hubhusan ngaranya, yata pinakaguruyaganya, ana
mangke. Muwah ta pinanahaknira tang kuftci SaIJ.<;lijjana,
kerut [t]a kang rat kabeh denira; akweh wwang lanang
wadwan arep wikuha, ndatan sinangaskaranira."
Kocapa sirampu Brang lawan sirampu Waluh-bang, amet
[t]a sira pak~a. Sirampu Waluh-bang mangulwan, mataruka
ring Warag, sirampu Barang [mangetanJ, manganaken ta sira
9etragamana. Ana ta sma ring gunung Hyang, ring arggha
Kalyasem ngaranya, sma bandung pasamohan ing wong
hatitiwa; wong wetan ing gunung Hyang, lor ing gunung
Hyang, pada titiwa ring Kalyasem. Ring kana pasamuhan
ing kunapakweh, yata pinakapatapanira mpu Bharang;
bhairawapakl?a sira, 9awaning wwang tina<;iahnira.
Ana ta sira ratu siniwining :i;>aha, anak atuha de haji
Bhathati, 9rl maharaja Taki ngaranira. Sira ta siniwi ring i;:>aha,
mangrenge ta yan hana bhiijangga mambherawa matapa rikang
sma ring arggha Kalyasem, kunapaning wwang pinanganya.
Agila [ta manahJ ~ri maharaja mangrengo. yata motus ri sang
9ogata kalih sanak, mangaran sira mpu Tapa-wangkeng mwang
mpu Tapa-palet. Kalih paQ.a kinon de sang prabhu hamjahana
sirampu Bharang.
Tan wihang sira sang inutus; lumampah hambaramargga,
pa':fa 9aktinya, apan utpti bha~ara Brahma Wi~~u; hyang

55
Brahm a dadi Tapa- wangk eng, hyang Wi~IJ.u dadi Tapa- palet.
Jag les lungh a lumam pah sang <yogata kalih {umja hane sang
bhuja ngga camah ; [yeki. bhaw anira] . c;fghr a datan g ring
gunun g Hyang , dumu nung ring sma Kalya sem; kapan ggih ta
siram pu Bhara ng malun gguh mang arepa ken ka.r;itora lawan
maha mang sa, kapha laning wwan g tahap anya, [<yawaning
wwan g makat aqaha nya. :r;:>atang tampu Tapa- wangk eng} lawan
mpu Tapa- palet] , mawa rah ta sira yan ingutu s de sang prabh u;
mang lampu juga siram pu Bhara ng. Sinike p kinem bulan, nher
sira bin bed ri walat ung, linabu h sireng sagar a [mang ke J
siram pu Bhara ng. Mulih , sang mang labuh , mawa rah ri 9ri
mahar aja ring J?aha yan sampu n linabu h siram pu Bhara ng.
Ring eiijing [sang prabh u motus ri sang bhuja ngga kalih
sanak tumili kana bhuja ngga camah . Tan wihan g sang inutus ,
<yighra prapt a ring Kalya semJ kapan ggih siram pu Bhara ng.
Sinike p ta sira muwa h, binbe d ri walatu ng, inuka lukala n wsi
ka~e. linabu h ring sagara . Les mantu k sang inutus
.

Ring eiijing mara yata malih sang inutus ; kapan ggih muwa h
siram pu Bhara ng. Bina~mi ta sira wkasa n; sampu n dadi ha~~i
siram pu Baran g, mantu k sang -;waga ta kalih, mawa rah ri sang
prabh u yan sampu n dadi h~~i siram pu Bhara ng.
Eiijing motus [s] ang prabh u tumili kana bhuja ngga camah ;
tan wihan g sang inutu s. Luma mpah engga l hapan sira
hamb arama rggal ; prapt ing Kalya sem, kapan ggih muwa h
siram pu Bhara ng. Binal'.>mi muwa h siram pu Bhara ng, ha~~inira
linab uh ring sagar a; mantu k sang swag ata kalih sanak ,
mawa rah ring 9ri mahar aja yan sampu n panaii cade9 a hawun ira
mpu Baran g.
Ring eiijing muwa h motus sang prabh ii tumili kana sang
bhuja ngga camah . Tan wihan g sira kalih, wawa ng papta ring
arggh a ring kalyas em, kapan ggih muwa h siram pu Baran g.
saman gkana siram pu Tapa- wangk eng lawan siram pu Tapa-
palet sumam bah ri siram pu Bhara ng; wruh ta sira yan bhata ra
Param e9war a. Sama ngkan a siram pu Bhara ng mahy un saha
saking gunun g Hyang c:latngeng bhum i Jambw ;lipa paryya nira.

56
Agawe ta sira pu~~aka Ha~idarwwa ngaranya, lawan kalambi;
yata tininggalakning sanggar p~~aka lawan kulambi. Jag les,
lumampah sira Q.atngeng Jambuqipa, milu ta sirampu Tapa-
wangk~ng muwah sirampu Tapa-palet; lumampah ta sira pada
hambaramargga.
Kunang ucapen ta kabhayan-panglayar, tindaknira sakeng
mru:i~aleng Wa9ar;ia, Q.atang sira maring harggha Kalyasem,
same ring lawan ikang r~asa, mapengaran Ki Maranak lawan
Ki Lemah-bang. :patngeng sirampu Bharang prayanira, mogha
ta wus lungha; wkasan ta sira hamanggih puf?taka lawan
kalambi ring sanggar. Inungkabanira tang pu~taka, me~i
Hadidrawa. palupuynira mpu Bharang; kahi<;i~pnira
panugrahanira bhatara Guruhika. Wkasan tang sma tinaruka
mai:i9.ala, nhor hanurud kalambi ring sanggar, yata ring
Sanggara ngaraning mru:i~alanira.
Muwah tang rak~asa kalih 9iki aminta panugraha sira;
wnang ta sira ngaskarani hakalambi ring sanggar, yata
sinangguh wiku sanggara ngaranya. Muwah pinanahaknira tang
Sandijiiana, kerut [t] ang rat kabeh; datang wwang lawan
wadwan sumambah ri sira, mangaturaken sadrwenya. Embuh
9i~ya sira makweh, aprameya ler sagara kwehning 9i~ya lawan
draWYa; matangnyan hinaranan mandala ring Sagara wkasan.
Mari ta haran ki kabhayan-panglayar, bha~ara Guru panenggah
ing sarat wkasan ring sira. Sira sang apurwwa taruka ring
Sagaramai:i<;iala, mangasihasih ta sireng anak-~i~yanira:
"Tanpabh~aha tanaya, putu bhuyut bhasahanteryyaku."
Mangkana pangasihasihnira ring anak-!?i!?yanira;
matangnyan pangasih-bhaanira: bhuyut ring Sagara. Muwah
sang dewa guru ring Sagara tanpakalami hamanya,
makahingan adodot sinalusur, apan durung krtanugraha saking
hyang [Guru) bhuyut ring Kukub. ·
"Tambe pwa, yan uwus krt;anugraha de hyang buyut ring
Kukub, wnang akalambiha de Sagara. Aywa tan mengH yan
Kukub kamulanya nguni, ndah kayatnak~n ta wkasku. Kunang
kanyu yan tan menget ri pawkasku, astu ko tampuhan ing
upadarwwa."

57
Mangka na lingira ki kabhaya n-pangl ayar, sira ta
purwwat aruka ring Sagara, sira magawe mandala trisamay a
ring gunung Hyang.
Kahucap a ta bhataram pu Bharang , ~atang sireng bhumi
JambU<;lipa; kapangg ih ta sang brahmal}.a sc;lang mamiija sira ri
sang hyang Harica:r;H;:lana, awyatara sewu kwehnya sira para
brahmal}.a. i;>atang ta sirampu Bharang mangade gadeg; mojar
ta sang brahmfil )a:
"Jhah, paran kita mangade gadeg, tanpanam bah ri bhatara
HaricaJ}.<;).ana? Kami brahma:r;i.a pawitra janma, mayan
panamba h ri bha~ara, apan siran hagawe jagatray a."
Sutahur sirampu Bharang :
"Almeh kami manamb aha, apan nghulun brahmfil:ia jawa."
"Brahma:r:ia kapwa kita; lah, panamba h, brahmfu:la jawa!"
"Almeh kami manamb aha.
Sinikep [ta rumuhu n, hinagem aken lungaya nira],
sinemba haken ring bhatara Harican dana. Wahu ta sira
kasideku ng, lil).c;lu bhatarr" P~:thiwI, bentar harccani ra bhatara
Harica~9ani , tamapi tkaning mangke. Samang kana ta sang
brahma:r:ia pada kapuhan tumon ing kasid~anira mpu Bharang;
samang kana ta sang brahman .a pac;la mamuja ri sira
bhataram pu Bharang salwehni ng sang Brahma~a. Wkasan ta
sang brahmal).a haweh hmas mirah komala hinten; tan aharep
ta sirampu Bharang . Hamala ku ta sirahuru pa bha~ma ,
bhal?man irampu Barang [gantj.a, bhal?man ira sang brahmai:iaJ
ratnadw ada . [Mahuru p ta sira bhal?ma ; ratnadw ada
bha1?ma nirampu Bharang wkasan, bha~manira mpu Bharang
gantj.a], yata pinakabh al?manir a sang bramai:ia.
Ri sampuni rahurup bha~ma , ~atang sang prabhu ring
JambuQ. ipa, <;ri maharaj a Cakrawa ti ngaranir a. (Umende k
manamb ah ri sirampu Bharang ], mangatu raken dodot malit,
mas mirah hinten rajayogy a. Ndatan tinangga p deniram pu
Bharang , pinintan ira kang kinabhak ten de sang prabhu. Tan
tinnget, winehakn ira tang pratina mas bhatara Wi~J?U hinimba,

58
sira kinabhaktening Jambugipa. Yata winehakning sirampu
Bharang, ndatan inalap sireka, tuhun tiniru rUpanya;
yata pinakahantukantuknira maring Jawa.
Lumampah sirampu Bharang samering lawan sirampu
Tapawangkeng mwang Tapa-palet, pa~ahambaramargga sira.
Prapta ring Yawac;tipa, dumunung ta sireng gunung Brahma, ri
tantunira hyang Brahma p~~e wsi ngiini. Irika ta sirampu
Bharang mangaji Tigarahasya, sirampu Tapa-wangkeng
mangaji Tigalana, sirampu Tapa-palet mangaji Tigatpet.
Kunang sirampu Bharang magawe ta sira kaiicana, dinadeken
pratimma hmas winimba rupa bhatara Wisnu; inukimira dempu
Tapa-palet Tapa-wangkeng. Tahatahaning mangukir
sumamburat. lwir huddaka, matmahan krsna katamapi
katkaning mangke.
Sampun paripuma sang hyang pratima hmas, pinucakanira
ta ring gunung Su~~awini. Mangr~ngo ta sang prabhu ring
Daha, ~ri maharaja Toki, yan ana sang hyang pratima hmas ring
gunung Sundawini; yata hutusan sang prabhu mangundanga
sirampu Bharang nguniweh sirampu Tapa-wangkeng Tapa-
palet. Tan wihang sang inutus, lumampah sfghra prapta
sumambah ri sirampu Bharang; [mojar taya:J
"Ranak sang pa:q.c;tita hinutus de sang aji ring Daha,
hangundanga ri sang yatiwara datngeng nagara ta,
pwangkulun".
["Um" lingnirampu Bharang] "tan wihang kami" .
Lumampah sirampu Bharang samering lawan s1rampu
Tapawangkeng Tapa-phalet, [~Tgraha prapting paha s!!"a
katriµi] dumunung ring aji Taki. Pinintanira tang pratima hmas
de sang prabhu; tan tingget [t]aya, winehaknira denirampu
Bharang. Yata matangnyan sang hyang pratima hmas
kinabhaktenira de sang prabhu ring J?aha, katamapi katkaning
mangke.

59
Kahucapa ta bha~ari Smarl marupa ta sira manu~a. tarm:ii
tan pramana ring ayu; sira Hibhutnga han aranira. Tumut [t]
aya sireng bapanira ring sira bhataram pu Bharang, matapa
hletaii jurang lawan sira bapanira; tapitapi bhawanira .
Matangny an geger ing Tapi ngaranya mangke.
Kahucapa ta bha~ara Waluh-bang, mapak~a rl?i mabadc;la
sira, tuminggal aken bhoddapak sa. Sah ta sira saking Warag,
c;latang ta sire Tigaryyan. Mangadeg adeg ta sira tanpanam bah
ri bhapira I9wara; mojar ta bha~ara I9wara ring 9isyanira :
"Apa ganya sang wiku Waluh-ba ng mangadeg adeg
tanpanam bah iryyaku?"
Sumahur 9i~yanira :
"Hakas turipun, pwangkulu n"
Tinher ta wiku kasture ngaranya. Samangka na ta bha~ara
I9wara supranath aknira ta payung kundala mwang kalambi ri
bhatara Waluh-ban g; sira gumanti dewaguru ring Tigaryyan,
tinh~r makapak~a kasturi. Bha~ara I9wara mantuk maring
swarggani ra.
Kahucapa ta sira bhataramp u Bharang, datang ta sireng
Tigaryyan maring sira bha~ara Waluh bang. Mojar ta bha~ara
Waluh-ban g:
"Lah, den pac;lanai:i~ang kurug, mpu Bharang,
phalaningw ang tunggal kalawan sira".
Rep sinrahaken tang payung kui:ic;Iala mwang kalambi :
"Dewagur u kita, bapa, purwwa-< ;iarmma-k asturi
mandalaha nta, bapa."
Mangkana ling bhatara Waluh-ban g; tan wihang sirampu
Bharang, mataruka ta sira mai:i<;iala, tinher ta ngaran ing
ma:r:i<;iala purwwa-~armma-kasturi Hantabapa . Ambhairaw a ta
sira, sing pangan tan ana liniwatan denira. Datang ta
ramarama ngat uraken uryyanira; sinid<:likaranira tang huryyan,

60
matmahana skul aputih hapul~n. Mantuk tang rama hatflryyan,
tinhUr ta ngaraning de9a ring TUryyan, yata makam~<;tala­
kasturi pUrwwa-<;larmma ring Bapa.
Kahucapa ta sirampu Tapa-wangkeng Tapa-palet,
sdangnira hana ring Daha sira kalih, sirampu Tapa-wangkeng
samg~t bagaiijing haranira. Mahutang ta sira l~a, asamaya
nawura huwus tngah ngwe. Norana ta panawuranira; pin~g~ng
ta sang hyang c;iwahaditya, langg6"ng ta sira tngah ngwe tan
lumingsir. Sang prabhii sirabratangajaya, tanpalabuhan
yandurung lumingsir; luhya ta sira tanpalabuhan, apan durung
lumingsir; mangucap ta sira sang prabhU:
"Apa ganyasuwe tan lumingsir sang hyang <;iwahaditya?
Luhya ngwang mangke."
Mangutus ta sira pangalasan maring samget bhagaiijing
tumakwanakna ri kalinganira sang hyang <;iwahadityasuwe
tan lumingsir. Tan wihang sang hinutus, mareng samgM-
bhagaiijing :
"Raputu sang pandita, pwangkulun, hinutus de sang
prabhu: paran pwa nimitanira sang hyang <;iwahadityasuwe
tanlumingsir tanlumingsir, pwangkulun?"
Sumawur samget-bhagaiijing :
"Hawirang kami mawaraha, bapa: tan warahna manawa
duhka sang prabhii. Mahutang l~a kami, bapa, samaya wus
tngah ngwe, nora panahura mami. Matangnyan kami pgeng
sang hyang c;iwahaditya".
"Ah, mangkana ka[pwa], pwangkulun. Putunira matura ring
9ri maharaja".
Jag les, mawarah ring sang prabhu yan mangkana ki samget
bhagaiijing. Wineh ta pirak de sang prabhu, yata panawur sira
hutang; rep surup ta sang hyang <;iwahaditya.
Kahucapa ta mpu Tapa-palet manglawani rakryan bhiniha
ji. Uwdita 9ri parame<;warl; wruh ta sira sang prabhu yan tan

61
ulihira , [tan satya hisinin g wtang nira bhinih aji]. Mwaja r 9ri
mahllr aja Taki ri prami9 wari: ·

"Tan satya kita ri kami, (dudu hulih mami hisine wtangt a


hiku.]"
Sumah ur rakrya n bhiJ?lhaji:
"Sajfta haji, ngbulu n tan satyah eng sang prabhi i?"
"Lah, yan kita satya hiri kami, mtuha rare paripU rnna
lituhay u, han ulih ning hulun isine wtang ta hiku. Kunan g yan
tan ulihnin g [hulun , kita tan] satya, astu mtuha salah riipa".
Mangk ana lingira haji Taki; yata mtu sapi wadwa n bulalak
riipany a. Saman gkana ta rakrya n param e9wan tinund ung de
sang prabhu . Jag les lungha ta sira, waluya bhatar i <;::ri muwah .
Mojar ta sira nher lungha : ·

"Yen ana tambe ratu wadon wi9esa hangad eg ing nusa Jawa
ring Daha, hingar anan aji Nini, kami hika. " Lungh a ta sira, rika
tangad eg ratu ring Cempa .
Kunan g sapi bulalak iningu ta denira samge t -bhagaft-njing.
Sang Tapa-p alet wruh sira yan ilangak na, yata lungha sira
sakeng :r;>aha. Jag les, mange tan ta larinira . Muwah lumrah
balanir a haji Taki amet siramp u Tapa-p alet; ana mange tan, ana
mangu lwan, ana mangid ul, ana manga lor. Kapan ggih ta malayu
mangu ngsi ring jro rong; mojar ta siramp u Tapa-p alet:
["Aja kami denta pateni ; ana ta guna mami sumala h iri kita,
gunani ng magaw e pra9ad a, sang hyang pratim a mungg uh heng
jro; inukir ttaja hinger:i~ek~z:i~ek. Muwah gui:ianing magaw e
lumpa ng pamipi san, gu:r:ianing magaw e rong."
Mojar ta sira :
"Kuna ng ikang guha hunggo n mami hiki, mangk ana hurip
ajalagr aha."
Jala ngaran ing wwe, graha ngaran ing rong, tinher ta
jalagr aha ngaran ya. Wurun g taya mama tyani sira, apan
winehn ira gu~a-n-mangkana; purww aning jalagra ga.

62
Kunang sira Tapa-paletJ mabadc;ta masampet mapak~a r~i
ta sira, tuminggalak na bodqap~a sira. Aminta ta siranugraha
kalambi ri sang hyang ma:r:i~ala purwwa-c;tar mma ring Bapa;
tinhOr ta sira dewaguru ri sang hyang mandala-ka sturi
Celagraharon g. Sira ta sang apiirbhwa-ta ruka: matangnyan
kasturi Palet ngaranya; mangkana kacaritanya kasturi Palet.
Kahucapa tanakniram pu Bharang, sira Hibu-tngaha n
ngaranya, amalaku saralakya tyaga; winehniralak ya tyaga.
Wareg sirfilakya, rinekrina tyaga. Ndfill almeh ikang tyaga
pgata lawan sira, ginutuk ta ring upih; yata matangnyan sang
tyaga tan sah ring kajang k~~i.
Muwah amalaku ta siralakya caryya; wareg siralakya,
rineknira hikang ciiryya. Almeh ikang caryya pgata lawan
sira,ginutukn ira ta ring watu; matangnyan hana watu Gutuk
ngaranya mangke, kidul sakeng Tiiryyan.
Amalaku ta siralakya widu, wineh siralakya widu. Wareg ta
sira halaki, rineknira tang widu. Apurik tang widu ri sira, tinher
tinigas tenggeknira, les lungha tikang widu. kari mahurip tang
9irah, 9irahnya mangucap:
Kari mahurip tang 9irah, 9irahnya mangucap:
"Jhah, sang raryyangon, tpungakna nggone laweyangku!"
"Hih, halumuh pinun."
"Dah, po ma harih."
"Ah, halumuh; sapining pinun tan kawruhan paranya."
"Lah, katemu mne hanakanak."
"Ah, hapan lanang sapi pinun."
"Lah, paran dene mne katmu hanakanak."
Rep tin~pungak~n lawehan lawan 9irahnya, paripuma sira
muwah, mulih roaring ramanira. Ikang raryangon katmu roro
sapinya. Kunang ikang widu mangungsi maz:ic;iala hirikang
G~harong, amalaku sira winikon. Sinangaskar an hinaranan but
Genting, mataruka ta maz:ic;iala ring gunung Kawi; ngaraning

63
tarukan ya: ring Brajah ning, ring Arggha -manik , ring
Jangka nang, ring Brahm ana, ring Guman tar. Saman gka
kwehni ng tarukan ya mai:i~ala; yeka sinangg uh kasturi Genting
ngarany a.
Kunang sirampu Bharan g, sah ta sirang saking mandal a
ring Bapa, mangu lon ta larinira , mataru ka manda la ring
r;>upaka. Tinher bheraw apaksa sira, sing pangan tanana
liniwat an, mating gal ta siranak rabi, tyagam beknira ;
matang nyan dewagu ru pak~a tyaga ngarany a. Sira tembeh an
ing dewagu ru paksa tyaga sang hyang mandal a-kastu ri Dupaka.
Muwah mataru ka mandal a ring Wariguh ·ri lambun g bhatara
Wilis lor, irika ta sira · 9uklapak~a. loka sinangg uh kasturi
Ba[ra]n g nagaran ya; mangka na kacarita nya ngiini.
Kahuca pa ta ki samget- bhagaii jing, mabad4 a mapak~a fl'?i
sira. Sah ta sira saking Daha, mataru ka ta sira mandal a pinggir
ing awan, bharara k daml pinakah ubhubn ira. Wineh't a sira tahi
huyuh dening wwang liwat awan; matang nyan kaki Botahi
paneng gah ning wong ri sira. Rep tumedu n tang wangun an
saking ruhur hakaHa , pareng lawan tambak lalehan .
Samang kana ta kang wong kapuha n tumon kasidQ.yanira kaki
Botahi . Ikang sapi bhulala k tansah ringwa nira; yata
matang nyan ingaran an ma~~ala ring Bhulala k ngaran ya
wkasan .
Amtang ikang sapi, ingwan ira ta pinggir ing awan; mijil
tanakn ya rare wadwa n lituhay u. Winawa tinakni ra mulih,
winehak nira ta ring abt~k :
"Hana ta wwang hatadin den kareken hanakn ya ring awan."
Mangk ana lingira kaki Botahi. Atuha pwa kang rare ,
tanpah ingan lituhay uning rUpani ra. Siraji Taki pwa nora
binihaji nira; inalapn ira tanakni ra kaki Botahi, ikang ibu sapi;
ata pinaka-parame 9warlni ra. Mangka na kacarita nya mai:i~ala
ring Bhulala k, yeka kasturi Botahi ngarany a.
Mamka s ta ring C::i~yanira :
"Yan ana tembe 9 aiwapak~a manga ran siramp u
Tapawa ngkeng , kawi 9akti bi~angaji, tan adoh saking J?aha,

64
aywa ta kita tan prayatna; kami hika, waluya muwah
ma:r.ic;lalangku ring Bhulalak."
Mangkana pawkasira kaki Botahi.
An~ ta sira prabhu sama ta sira ring Daha, sira haji
Hundal ngaranya. Mapalayanan ta sira Iawari aji Taki; kalah
ta :iLi-a haji Hm:11;ia1. Tan satya sira ring raJ?.a, matakut ring
pati, mambolot ta sira-susupan. Ana ta hulunira pujut kalih
c;iki lawan walyan tunggal, yata tumut tansah ring sira.
Mangungsi ta sira gunung Kawi, makuwukuwu ta
sirasusupan. Magawe ta sira sumur, matangnyan hana ring
Undal ngaranya mangke, ikang sumur hana tkaning mangke.
Manambut [t]a sira daluwang ring sampiran: "mandar lamun
wikuha". Matangnyan hana ring Lamunwiku ngaranya mangke,
ri himbang sang hyang Kawi marep wetan. i;:>atang ta sira ri
sang hyang Mahameru, harep ta sira hangera ring TaJ)~es .
Tinakonaken ta nggonirangaskara, mawarah ta yan hanambut
daluwang ri sampiran; tan wineh mangc;u hapan sira durung
wiku.
Tumurun ta sira saking Ta~~es, makuwukuwu ta sita
ring jurang ring <;ir:ic:Io. Motus ta sireng hulunira datnga ring
Kukub, sumambaheng bhatara Maha.guru, hamintiinuggraha
pangaskara. Almeh sira katatapa dwanarthutus. Lumampah
tikang hulun apangaran si Kajar [r]wwa lawan walyan pangaran
Bugoleng; ikang pujut pangaran si Tenggek yata kari matunggu
sira, lawan asu lanang tunggal.
Kunang pangaran si Kajar lawan Bhugoleng <;tateng ring
Kukub, sumambah ri bhatara Mahaguru, mawarah yen kotus
de haji Hundal. Irika ta bhatara Darmmaraja mangutus ta
sira hulu-k~mbang-pakalpan d.atngeng aji Hundal, kumirimi
daluwang pangaskara; nher winawan payung kundala kalambi,
dewaguruha ring Geresik c;ri maharaja.
Tan wihang lumampah sira hulu-kembang-pakalpan, tan
wineh malawasa; sinamayan rwang wngi. <;Ighra datang ri
<;indo; mogha tan kapanggih sira haji Hundal, kahadang sira
Iungha mengameng. InaI?~i hasuwe taz:i 9-·a tang, mari.tuk sira

65
hulu-k~mbang-pakalpan; ikang <;taluwang sangas kara
kinaryy akniren g watu, ikang watu pamase han i.t:ic;iing bha~ari
Huma kacarita nya ngUni.
Les lungha hulu-ke mbang- pakalpa n; sapung kurira c:tatang
9rl mahara ja; binadda knira kang daluwa ng pangask ara, payung
kuz:ic;tala kalamb i hinangg onya. Ikang watu hinaran an ki Hulu-
kemban g-pakal pan, [ana tkaning mangke , pamase han iz:ic;ting
bha~ari Huma kacarit anya; tinhor ring J?ingc;ting haranin
g
mar:i<;iala tkaning mangke . Matang nyan maz:i~ala ring J?ing<;ling
tan marek ing Kukub tkaning mangke : ratu halmeh katatap
kacarita nya.]

Ana ta 9i~ya de bha~areng Dingdin g, ki bhuyut Samadi


ngarany a. Ma9ewa ta sira c;tarmma; sampun siramus pa ring
ratri, wineh ta siranug raha kawilcuri. Enak ta wisikwi siknira
lawan bhuyut Sama<;ii; kunang si Kajar si Tengge k Bhugol eng
tan kari hasu hireng pada maturu ring longan , pada ta
mangre ngo wisikwisiknira. Enak pangren genya ri sang hyang
kawikun , pada tan wruh ri sang hyang c:tarmma.
Ki byut Samadi ri huwusn ira wineh nugraha sang hyang
kawiku n, sinung ta sira payung km:ic;iala kalamb i, kinwan ira
dewagu ruha ring Maftjang, taruka sang hyang Gaz:ia nglini;
tinher J?ing<;ting-Manuftjang ngarany a. Mangka na kacarita nya.
Kunang kahuca pa ta si Kajar lawan si Tenggek , mangre nge
sira wisikwi sikira bha~ara ring ki buyut Samac;ti. Manguc ap tasi
Kajar, lingnya :
"Jhah, si Timggek, mangre ngo kita?"
"Mangr ego" si pinun."
"Enak ta pangren gtlngku ; wruh ngwang mangke kalinga n
ing wiku; wnang ngwang mangke wiku tanpagu ruha."
Mangka na wuwusn ya kalih. Ana ta daluwa ng lepihan ing
9ri mahara ja, yata binad<;lakenya kalih. Mwajar taya:
"Wiku ngaran ing ngwang kalih. Kajar, syapara nta wiku
mangke ?"

66
"Byut Jala ngaran ing ngwang mangke. Kita si Tenggek,
syapa ngaranta wiku ?"
Byut Giri ngaran ing wang mangke. Matangnyan byut
Jalagiri ngaran ing wang kalih. Byut Jala, penembah
kiteryyaku!"
"Ih, halmeh si pinun, pada hi kita makas ture. Byut Girt,
panembah kiteryyaku!"
"Ih, halmeh si pinun, pa<;ia taya makas ture."
Matangnyan wiku kasture ngaranya kalih. Les lungha taya
kalih, c;tatang ring gunung Wlahulu hamanguna kna tapa;
matangnyan hana ring Arggha-kle~a ngaranya mangke patapan
ing byut Jalagiri. Mangkana kacaritan ing kasturi Jalagiri.
Ana ta rajaputra hinilangaken saking nagareng Galuh, sira
tuhan Caftcuraja ngaranya masusupan ta sira, c;iatang maring
byut Jalagiri, amalaku ta sira hinurip. Mojar ta byut Jalagiri :
"Lah, si kita sang rajaputra, yan arep ahuripa, pawiku ta
kita hiri kami."
Mwajar ta tuhan Caftcuraja:
"Almeh si karni hawikuha ri rahadyan sanghulun, [apan
rajaputra pinakanghul un] ."
"Lah, hulih si kita mareng nagara, yan kita halmeh
winikwan."
Mangkana lingnira byut Jalagiri. Wkasan manglalu ta sang
rajaputra, sinangaskara n dening pujut, inaranan ta byut <;rT-
manggala; winkaswkas ta de byut Jalagiri :
"Haywa ta kita wanwa lawan wiku waneh, agong patakaning
wiku. Balik tkani sakarepta; sing pangan tjana parabi;
panganggo sahananing ctrwenta. Wnang kita mangaskaran i
hanak rabi, wnang tanpabanten , wnang tanpamuja-b rata,
wnang tan wruh ing 9astragama, wnang hanajina kinawruhake n.
Bhatara juga panenggahak ning hawakta."

67
Mangk ana pawkas byut Jalagiri ring byut <;ri-manggala.
Jag les lungha byut <;ri-manggala, manaru ka ta sira mru:i~ala ri
tpining sagara kidul haranin g tarukan ya: ring Rajam~ik, ring
Panimb angan, (ring Gilinga n] , ring Wungkalibek; samang kana
kwehni ng tarukan ya ma~~ala, yeka kasturi <;ri-ma nggala
ngarany a. Mangka na kacarita nya nglini.
Kahuca pa ta walyan mangar an Bhugoleng, wruh yan lungha
si kajar lawan si t~nggek. Enak ta pengre ngonya ri sang
hyang kawikun , ms lungha Bhugole ng; amanng ih ta ya wiku
mati, yata pinupun ya daluwa ngnya lawan jatanya , ginawen ya
badqa raiijing-raiijingan. Lungha ta ya manang sinangs i, Iran
kahamp ir ta ya ring amahat ; si Lulump ang-gur ut ngaran ikang
amahat . Maweh ta yanginu ma twak, sinamb inya maguyw an-
guywan; nhor manguc ap wikuha si Lulump ang-bur ut. Mwajar
Bhugol eng:
"Yen sih <;lak ~angaskarani, yan sirarep wikuha. "
Rep sinanga skaran ta, nher mangin um twak maguyw an-
guywan , winatah ri sang hyang kawiku n. Inarina n ta byut
Lsung- burut. Les lungha ta ya maring deryalas, mataru ka
m~<;iala ring Argggh a-tilas. Tumind ak manget an, mataru
ka
mai:ipa la ring Jawa, manga lwar mataru ka manda la ring
R~bhiilas, ri sukunin g gunung <;undawi~i. Aminta kalamb
i ring
Tigaryy an, yeka kasturi Lsung- burut nagaran ya. Mangka na
kacarita nya ngiini.
Kahuca pa ta hikang asu hireng, enak ta pangren gonya ri
sang hyang kiwikun, wruh mangrengl> ri sang hyang darmma .
Katwan lungha si Kajar lawan si T'enggek Bhugole ng, lungha ta
ya muwah . Ana ta majaga l mangar an si Drwyan ak, akweh
ta celeng winawa nanya; kapang gih tang asu denya. Mwajar ta
ya, lingnya:
"Ih, hasung ku katmu mangko , alawas ta ya lungha, dak
pupuh nguni, ho~anya tanpas ara manuta ken dadi lungha.
Atutuk u hanmu. "

68
Mangkana lingnikanang ajagal; mojar tikang asu:
"Jhah, sugih amalaku dinol kamung, sumengguh asumu
hiryyrum. Pira ta pirakpirakmu? Astu matiha celengmu."
Mangkana ling ikang asu; pjah ta celengnya. Mwajar kang
ajagal:
"Uduh, masambhawa kita hasu; wruh mwajaar wwang,
atyanta siddi9aktinyu. Mati kabeh celengku mangko; pangawak
bha~ara kapwa sira."

Rep manambah ta si :r;:>rwyanak ring asu, aminta warah


nugraha; mojar tta sang asu ireng :
"Lah, si kamu dak wikwani; kunang pawkasangkwiri ko:
pabhasma kita hawu; wnang ta kita tanpamuja-brata;
singpangan tanana liniwatan; panakrabi kita; wnang tan wruh
ring 9astra; wnang tanpajapamantra. Ajana kita nawruhaken,
bhatara juga panenggahakning awakta, wnang kitangaskarani
hanak rabi. Aywa kita wanwawiku waneh, apan agong papa-
patakaning wiku. Mangkana pawkasangkwiri ko."
Tlas mangaskara si J?rwyanak, byut Areng ta ngaranya
wiku. Jag les lungha ta sira mara ring Wlahulu. Kunang byut
Areng mataruka ma~~ala, ngaraning tarukanya: ring Anaman,
ring Andrala, ring Kpuh-r~bah, ring Junma~ik; samagkana
kwehning tarukanya ma~c;iala. Sumambah ri bha~ara ri
Tigaryyan, mamintanugraha kalambi; matangnyan kasturi
Hareng ngaranya.
Ana ta kahucapa muwah rajaputri saking Daha, sira tuhan
Galuh 9rl wiratanu ngaranya, anak de maharaja Taki. Kasingsal
ta saking nagaranira duk sira Tapa-palet hingilangaken saking
r;>aha, 9r1 parame9warl sira tinu:r:i<;tung. Karuwak ta rakryan
rajaputri; samana ta sang rajaputrT sah saking Paha, umungsi
ta ma:r:i<;Iala ring Labdawara ring sira bhagawan A90~~i. Tan
ucapen lawasnirangkana, tan darana tambeknira bhagawan
A90~~i tumon lituhayunira rakryan rajaputrl; yata linawananira
rakryan Galuh 9ri Wiratanu. Kawaran ta hesi wtangning radyan

69
Galuh; erang ta rnanaka ring Labdawara ; les lungha ta sira
<;tatang gunung Kawi. Manak ta raray k~rnbar pada jalu,
lituhayu pariparnr:i a. Wruh ta sira yan raray rnangirang -
irangana, yata tininggal tiang raray ring alas. L~s lungha ta sira
rnantuk rnaring nagaranira .
Kari tang raray rnanangis rnakanang kanangan. Turninghfil
ta bhagawan Aga~~i. rnawlas turnon arnbeknir a ring
kasesinika ng raray tininggala knibhunya . Sinarnbutn ira tang
raray, nher dinus dinulangni ra, iningunira ring yogha sarna<;ii.
Atuha tang raray wkasan, winawanir a rnangulwa n rnaring
Ma~in, <;tatang ring arggha Kela~a, ring rnru;i~ala bhagawan
Markandey a, rnantuka rnaring swargganira. Yata sinrahakni ra
tang payung kui:i~ala kalarnbi ri bhagawan Aga~~i. sira
gurnantyan i dewaguru turnunggu ring arggha Kela~a, gurnanti
bhagawan Miirkandeya. Sira bhagawan Agasti dewaguru ring
Sukayatjt ia Kun~ng tikang raray kalih 9lki kitahanan ira
sangaskar a, inaranan bhagawan Tmawindu lawan bhagawan
Anggira; inanugrah an ta sang hyang kawikun de bhagawan
Angg~~i.

Kahucapa ta bhagawan Markandeh a, sah saking harggha


Kelaga, rnider ta sireng bhuwaI].a; ·arnrabhaj ita bhawanira .
Kiirnpir ta sira hurnah ing abhelawa, si Suka ngaran ikang
ajagal. Turnon ta bhagawan Markandey a ring balung, igulan,
kulit, wruh ta yan hurnah ning ca:r:i4Ria. Les lungha ta sira;
rnanututi ta si Suka, rnojar tta ya:
"U~uh, rnangsula sang pa~<;iita, pwangkul un, aq.ahara
sarwapha la rnulaphal a sang yatiwara, pwangkul un. Hapa
kalinganya tanpanolih ?
Tan surnahur bhagawan MarkaI].c;teya, nher lurnaku.
Mangetan ta larinira rnatut j(Sng sang hyang Mahiirneru kidul;
ikang ajagal tansah rnatutburi , ring sira. Rep rnararyyan ta
sira ring alas, lesu geyuh tawaknira si Suka, apan kangelan
turnut i larnpah sang pandita; rnatangny an ta haturu rnangko.
Enak ta paturunik a si Suka, lungha ta bhagawan MarkaI].<;teya
rnangetan larinira; tininggalak~n ta sarnp~tnira ri linggakning

70
nangka. Jag les manganaken ta sira brata samadi ring sang
hyang Mahameru, pitung we pitung wngi lawasnira, mangilanya
ca:r:ic;lala paknanya. Ri sampunira mangkana mantuk ta sira
maring swargganira.
Kahucapa ta si Suka, sapatanginya norana katon sang
pa:r:ic;lita denya, satinghalnya ri tunggakning nangka ana
kari daluwangnira. Sinambutnira tang saluwang, nhtlr
binadc;iak~nya; ikang tunggak sinambahnya, ini<;l~pnira sang
pa~c;iita. Ikang alas tinarukanya ma:r:ic;lala, wapa ngaraning alas,
aji pinetnya, tinhOr ngaraning maI_Ic;iala ri Jiwana ngaranya
mangke. Sumambah ta ring bha~ara ring Sukayajtia aminta
nugraha ring bhagawan Agasti; tlas pwaya sinung krttanugraha
kalambi, mataruka ta mandala ring jong bhatari Wilis.
Ngaraning taruka: ring Bhana, ring Talutug, ring AribhaQ.a;
samangkana kwehning tarukan mandala, yeka Sukayajfi.a-
pak~a-Jiwana ngaranya. Mangkana kacaritanya nglini.
Kunang bhagawan Agasti mantuk ta maring swargganira,
ikang payung ku:r:ic;lala kalambi sinrahaken ta ring bhagwan
Tp_J.awiQ.c;iu, sira gumanti dewaguru ring Sukayajiia sira ta
mungguh ring arggha Kela9a. Kunang bhagawan Anggira wineh
nugraha payung kuI_I<;f.ala kalambi de bhagawan Tn1awii:i<;1.u,
kinon sira dewaguruha ring Sarwwasidda mapak~a wukir.
Manggruya ta bhagawan Hanggira, apan tan sukawa9angarak a
sira; tnh~r ta ngaranira Sukayajtia-paksa -manggalya.
Mataruka ta sira ma:r;ic;iala, ikang lwah sinatnira batiunya,
winetnira hiwaknya; tinher ngaraning mandala ring
Panatmaku. Akweh ta 9isyanira, manguftjangaftjf og ta sira
maring gunung Bhurukah, magawe ta sira wwat malaring
lwah, artha pwa sira kayu mali. Sampun ta ya pinrangan mantuk
ta sang hangufijangaiijin g; ikang kayu halmen ta gawenen wat,
ring wngi malayu hikang wawatang tumdun ring lwah. Ring
eiijing yata mara sang anguiijangatijing ikang wawatang nora
kapanggih; tunggaknya gunturnya Matmahan watu, ana
tkaning mangke. Tinut [t]ampaknya malayu tumdun ing lwah;
tinher ngaraning ma1_1c;lala ring Layu- watang, niari haryning
Panatan.

71
Iti sang hyang Tantu panglaran, kagac;luhana de sang
mataki-taki, kabuyutan ing sang Yawac;tipa, caturpakand an,
caturpak~a. kabuyutan ring Nanggaparw wata. Mwah
tanpasasangk ala, mulanikang manusa Jawa, quk ~urung sang
hyang Mahameru tka ring Jawa, sawusira tibeng Jawa ;
mangkana nirnitanya tanpasasang kala reh yan ing purwwa.
Tla9 [s]inurat sang hyang Tantu panglaran ring
karang kabhujanga n Kutritusan, dina u(manis) bu(dha)
ma<;l.angsya, titi rrarri ka9a, rah 7. tenggek 5, r~i pandawa buta
tunggal: 1557.

2.3 Terjemahan Tantu Penggelaran


Semoga tak ada aral melintang
Beginilah uraian ceritanya, hendaknya diperhatika n
keadaan pada awal mulanya bila ingin mengetahui dengan
mendengark an cerita Pulau Jawa pada jaman dahulu kala.
Manusia tidak ada, apa lagi gunung tinggi, tidak ada di Pulau
Jawa. Keberadaan Gunung Mandalagiri, gunung besar dan
tinggi yang dijadikan sebagai pertanda alam bertempat di
tanah, Jambu Dwipa (India). Itulah sebabnya Pulau Jawa
bergoyang-g oyang, senantiasa bergerak bergetar, karena
dahulu tidak ada bukit maupun manusia. Oleh sebab itu
berdirilah Bathara dagatprama na mau bersemadi di Pulau
Jawe beserta Batari Prameswari. Oleh sebab itu sekarang ada
yang dinamakan Dihyang, itu ceritanyt dahulu sebagai tempat
bersemadi bathara.
Lamalah bathara bersemadi. Dia mengutus Sang Hyang
Brahma dan Wisnu membuat manusia. Hyang Brahma dan
Wisnu tidak menolak, mereka membuat, manusia , tanah
dikepal-kepa l dibuat manusia yang sangat cantik sempuma
bagaikan wujud dewa. Manusia laki-laki dibuat oleh Sang
Hyang Brahma, manusia perempuan dibuat oleh Sang Hyang
Wisnu. Semuanya cantik sempuma. Oleh sebab itu sekarang
ada yang dinamakan Gunung Pawirikan, itu ceritanya tempat
Hyang Brahma dan Wisnu membuat manusia.

72
Dipertemukanlah manusia hasil buatan Hyang Brahma
dan Wisnu, sama-sama rukun bersaudara berkasih-kasihan.
Mereka beranak, bercucu, berbuyut turun-temurun, kejadian
manusia semakin tumbuh subur. Mereka hidup tanpa rumah,
laki-laki perempuan bertelanjang mencari perlindungan di
hutan, karena tidak ada yang membuat, tidak ada yang
ditirunya, tanpa cawat, tanpa kain, tanpa selendang, tanpa
basahan, tanpa ikat pinggang, tanpa jambul, tanpa ikat
kepala. Berkata-kata tidak tahu ucapannya, tidak tahu
maksudnya. Makanan yang dimakan dari daun dan buah-
buahan. Begitulah kehidupan manusia di sana.
Oleh sebab itu para dewa berkumpul untuk
bermusyawarah, menghadap pada Bathara Guru. Bathara
Siwa menyuruh para dewa untuk membuatkan tempat
tinggal di tanah Jawa. Bathara Guru berkata "Anakku Hyang
Brahma, turunlah engkau ke tanah Jawa, buatlah barang-
barang tajam bagi manusia seperti panah, parang, tatah, pasak,
mangkul, beliung, segala peralatan bekerja manusia. Engkau
bernama "Pande besi". Cara membuat panah ditempat yang
bernama "Winduprakasa" dilakukan dengan cara, ibu jari
kedua kaki mengapit besi lalu dipukul, bagian ujung panah
dikikir, membuat panah dengan menggunakan ibu jari
kedua kaki. Oleh sebab itu bernam "pande" (sebab ibu jari
kakinya dipakai untuk menajamkan besi). Oleh sebab itu
"pande besi" dinamakan empu sebab ibu jari (empu) kaki yang
dipergunakan. Demikianlah pesanku kepadamu anak-anakku.
Kemudian anakku Sang Hyang Wiswakarma, turunlah
engkau ke tanah Jawa, membuat rumah agar ditiru oleh
manusia, lalu bernamalah engkau "Undagi" (engkau membuat
rumah agar ditiru oleh manusia, engkau bernama "Undagi").
Kemudian anakku Hyang Iswara, turunlah engkau ke
tanah Jawa, ajarlah manusia belajar berbicara, perkenalkan
pada bahasa, terutama ajarlah tentang "dasasila" (sepuluh
larangan dalam agama Budha) dan "pancasikta" (lima hal
pelajaran). Jadilah engkau guru untuk tetua desa. Oleh sebab
itu engkau dinamakan "guru desa" di tanah Jawa.

73
Engka u Hyang Wisnu, turunl ah engkau ke tanah Jawa,
seluru h perkat aanmu akan dipatu hi oleh manus ia, semua
tingka hmu akan ditiru oleh manus ia. Engka u guru bagi umat
manus ia. Engka u pengu asa dunia anakku .
Engka u Hyang Mahad ewa, turunla h engkau di tanah Jawa,
jadilah "pande mas", memb uat pakaia n dan perhia san manus ia.
Begaw an Ciptag upta meluk islah, buatla h warna -warna
sebaga i perhia san, menur ut wujud yang ada dalam pikiran ,
mengg unakan alat ibu jari tangan . Oleh karena pekerj aannya
meluki s maka dinam akan "empu Ciptan gkara" .
Demik ianlah pesan Batha ra Guru kepad a semua dewa.
Turunl ah merek a bersam a-sama ke tanah dawa, Hyang Brahm a
menjad i "Pande besi" (tukan g besi), dia minta perlind ungan
(bantu an) dari lima unsur kekuat an yaitu pertiw i (dewi bumi/
tanah) , apah (air), teja (cahay a), bayu (angin) , dan angkas a
(langit ). Pertiw i sebaga i landas an, apah sebaga i penjep it, teja
sebaga i api, bayu sebaga i pemup ut, dan angka sa sebaga i
pemuk ul. Itulah sebabn ya sekara ng ada gurung bernam a
Gunun g Brahm a. Itu dahulu ceritan ya berasa l dari cerita
Hyang Brahm a yang menja di pande besi yang ada sampa i
sekara ng. Pemuk ul landas an sebesa r pohon tal, penjep itnya
sebesa r pohon pinang , angin keluar dari dalam gua, api selalu
ada siang malam , sesung guhny a se bagai tempa t Hyang
Brahm a menjad i pande besi.
Begaw an Wiswa karma turun menjad i undagi , memb uat
rumah . (manu sia meniru nya memb uat rumah ), semula tidak
ada yang berum ah. Maka sekara ng ada desa bernam a "Meda ng
Kamul an" itu ceritan ya dahulu merup akan tempa t awal mula
manus ia hidup berum ah.
Bathar a Iswara turun menga jarkan bahasa dan tutur kata
yang baik, terutam a menge nai sepulu h larang an dalam agama
Budha dan lima hal pelajar an. Di sana dia menda pat gelar
se bagai guru desa.
Segera turunl ah Batara Wisnu dan Batari Sri dari angkas a
("awan g-awan g"), 'W' sebuta n tidak ada. "wa" sebuta n tinggi/

74
atas, "Hyang'' sebutan dewa. Oleh sebab itu raja Kandiawan
disebut Batara Wisnu, istri Kandiawan yang bemama Batari Sri
di Negara Medang Kamulan adalah awal mula cerita adanya
negara. Mereka mengajarkan kepada manusia, memberi tahu
cara memintal, menenun, bercawat, berdodot, berkain,
berselendang .
Bathara Mahadewa turun menjadi "pande mas", Bagawan
Ciptagupta turun menjadi pelukis.
Tersebutlah Hyang Kandiawan beranak lima orang : Anak
tertua bernama Sang Mangukuhan , kedua Sang Sandang
Garba, ketiga Sang Kantung Malaras, keempat Sang
Karungkala, sedangkan bungsunya bemama Wreti Kandayun.
Tiba-tiba datanglah kendaraan Bathari Sri berupa empat
ekor burung, yaitu: burung perkutut, burung puter, burung
derkuku merah, dan merpati hitam. Diburulah oleh kelima
anak, terkejar, hinggap pada pohon, ditembaklah (dengan
ketapel) oleh Sang Wreti Kandayun. Jatuhlah tembolok sang
burung. Tetbolok burung perkutut berisi biji berwama putih.
Tembolok merpati hitam berisi biji berwama hitam, tembolok
burung derkuku merah berisi biji berwama merah, tembolok
burung puter berisi bjji berwarna kuning, harum semerbak
aromanya. Kelima anak menginginka nnya, dimakanlah hingga
habis. Oleh sebab itu, sampai sekarang tidak ada biji kuning
sebab habis dimakan oleh kelima anak. Sang Mangukuhan
menyemaika n biji putih, merah dan hitam, itulah yang menjadi
padi sampai sekarang, Adapun biji yang berwarna kuning
kulitnya ditanam, menjadi kunyit. Genaplah keempat macam
biji bahkan sampai sekarang.
Tersebutlah Sri Bathara Mahakarana membuat tempat
tinggal di tanah Jawa, ditinggalkan lah tempatnya di kahyangan,
tergelar di bulatan bumi, berada dengan terus teratur,
terjaga tidak rusak, begitu teratur. Adapun pulau Jawa pada
jaman dahulu kala bergoyang-g oyang, senantiasa bergerak
bergetar sebab tidak ada penekannya. Oleh sebab itu, Bathara
Mahakarana berupaya untuk memperkoko h Pulau Jawa pada
jaman dahulu, sekarang dan yang akan datang. Seketika
bersemadila h Bathara Guru, berdiri menghadap ke timur,

75
ketiadaan diputar meniadi buih, meitjadi gunung, oleh sebab
itu sampai sekarang ada gunung Hyang, ceritanya dahulu
merupaka n hasil semadi Batara Guru. Tanah di kaki Bathara
Guru menjadi gurung Limohan.
Kemudian Pulau Jawa tidak tetap, selalu bergerak bergetar.
Kemudia n Bathara Paramesw ara menyuruh para dewa
mengakhi ri pembuata n dunia tempat tinggal, kembali ke
tempat tinggalnya masing-ma sing. Semua kembali dengan
meninggal kan anak-anak yang mengganti kannya bertata cara
seperti manusia.
Tersebutla h raja Kandiawan ; Dia lalu meninggal kan kelima
anaknya untuk mengganti kannya sebagai raja. Dia tidak suka
memilih salah satu. Akhirnya dibuatlah undian dengan
mengguna kan rumput ilalang. Barang siapa yang mencabut
ilalang bersimpul maka dialah yang mengganti kannya sebagai
raja. Mencabu tlah keempat anaknya tetapi ialang yang
bersimpul belum tercabut. Akhirnya Wreti Kandayun lah yang
kebetulan mencabu t ilalang bersimpu l, sehingga Wreti
Kandayun dijadikan raja. Adapun Mangukuh an dipekerjak an
sebagai petani, menyediak an makanan untuk sang ratu. Sang
Sandangg arba dipekerjak an berdagang, menyediak an kekayaan
untuk Sang ratu. Sang Katung Malaras dipekerja kan
menyadap , menyedia kan tuak (minuman ) sang ratu Sang
Karungka la dipekerjak an pembanta i, menyedia kan daging
bagi sang ratu. Ratu Sang Wreti Kandayun menggant ikan
ayahnya. Kembalila h Bathara Wisnu dari tempatnya , begitu
pula Bathari Sri. Adapun manusia semakin banyak bertambah .
Tersebutla h para dewata menyemba h pada Bathara Guru.
Semua dewa, kelompok resi, bidadari, bidadara, gandarwa
mengump ulkan debu kedua kaki Bathara Mahakara na.
Sesudah menghatu rkan sembah, mereka bersila, berderet-d eret
menghada p Bathara Guru.
"Kuutus kamu semua para dewa, golongan resi, bidadari,
bidadara, gandarwa, berjalanlah ke Jambudip a (India) . Anak-
anakku semua, pindahkan lah Sang Hyang Mahameru , di bawa

76
ke pulau Jawa (gunanya untuk menekan agar supaya pulau
Jawa menjadi kuat, berhenti bergoyang-goyan g, jika Sang
Hyang Mandaragiri sudah tiba nanti. Berjalanlah anakku
semua".
Demikianlah kata Bathara Guru kepada semua dewa,
juga golongan resi, bidadara, gandarwa, dan bidadari. Semua
tidak menolak. Berpamitanlah mereka untuk berangkat ke
Jambudipa, beramai-ramai, mendatangi Sang Hyang
Mandaragiri. Sampailah ke Gunung Jambudipa, besar tinggi,
sampai menyentuh langit, tingginya seratus ribu Yojana. Jadi
seratus ribu yojanajauh antara langit dah bummi. Dahulu tinggi
Sang Hyang Mahameru adalah seratus ribu yojana. Separuh
gunung Jambudipa di pindah ke pulau Jawa. Sehingga
sekarang tinggi gunung Mahameru separuh jarak ke langit.
Dipotonglah gunung Mahameru, puncaknya dipindah ke Jawa.
Diusung beramai-ramai oleh para dewa. Bathara Wisnu
menjadi naga, besar dan panjangnya tiada terhingga sebagai
tali untuk memutar Sang Hyang Mahameru. Sang Hyang
Brahma menjadi raja kura-kura, besamya tiada terhingga,
sebagai atas untuk memutar Sang Hyang Mahameru. Seketika
sang naga melilit Sang Hyang Mahameru. Semua bertindak
serentak memotong Sang Hyang Mahameru. Keluarlah cahaya
kekuatan serta dentuman dan badai. Seketika semua dewa
bersama-sama mengangkut, Para golongan resi dan golongan
dewa bergemuruh beramai-ramai mengucapkan kata "astu"
agar mendapatkan berkah kekuatan. Bathara Bayu segera
memerintah semua dewa naik ke punggung raja kura-kura.
Sang Hyang Mandaragiri diputar oleh semua dewa, bergemuruh
mengadu kekuntan untuk mengusung Sang Hyang Mahameru.
Adapun orang-orang Jambudipa melihat Sang Hyang
Mahameru berjalan-jalan, sedangkan para dewa tidak
tampak oleh mereka. Oleh sebab itu menjadi ribut suaranya
bergemuruh, semua brahmana memberkati Sang Hyang
Mandaragiri. "Terus-terus-ter us demikianlah doa semua
brahmana. Tersebutlah semua dewa mengalami kesulitan
dalam memutar Sang Hyang Mandaragiri, mereka mencari air.

77
Adalah air keluar dari Sang Hyang Mahameru , namanya air
racun kalakuta, yaitu yang merupaka n racun dari gunung
Karena para dewa begitu hausnya, diminuml ah air racun
kalakuta tersebut. Lalu matilah semua dewa oleh kekuatan air
racun kalakuta itu. Bathara Paramesw ara mengetahu i akan
hal itu. "Oh semua dewa mati. Ah bagaiman a cara
menyelam atkan kematian mereka. Uh racun gunung dipilih
untuk diminum. Akhirnya semua mati. Ah uh akan kuhisap".
Dihisaplah air kalakuta. Leher Bathara Guru menghitam
wamanya seperti "toh". Oleh sebab itu, Bathara Guru bernama
Bathara Nilakanta, sebab lehemya berwarna hitam seperti toh.
Berkatalah Bathara Guru, "Oh air ini sangatlah ampuh. Aku
kesakitan olehnya". Seketika itu diamatilah air racun kalakutal
kemudian menjadi air suci kehidupan sejati. Itu sebagai isi
Sang Hyang Kamanda lu, untuk menyiram semua dewa .
Selanjutny a semua dewa disiram air suci kehidupan sejati;
hiduplah semuanya juga keempat penjaga dunia, bidadara,
gandarwa, semua dewa menyemb ah kepada Bathara Guru.
Seketika berkatalah Bathara Paramesw ara, "putarlah lagi Sang
Hyang Mandaragi ri sampai di Pulau Jawa. Ayolah, anakku".
Begitulah kata Bathara kepada semua dewa. Semua tidak
ada yang menolak. Mereka dirasuki kekuatan raksasa untuk
membantu para dewa. Diputarlah Sang Hyang Mandaragi ri.
Tibalah di ujung barat pulau Jawa, Seketika itu berdirilah Sang
Hyang Mahameru , jejak kakipara dewa bersinar cemerlang ,
Oleh Saba itu, Sang Hyang Mahameru dinamaka n Gunung
Kelasa sebab jejak kaki para dewa bersinar-s inar ("makelah-
kelah").
Jadilah pulau Jawa merendah bagian barat meninggi
begian timur. Maka dipotongla h gunung Mahameru , dipindah
ke timur. Pangkalny a berada di barat. Oleh sebab itu sekarang
ada gunung bernama gunung Kelasa, itu ceritanya dahulu
adalah pangkal (pokok) Sang Hyang Mahameru . Puncaknya
dipindah ke timur, diputar bersama-s ama oleh semua dewa.
Tiba-tiba runtuhlah Sang Hyang Mahameru . Tanah yang
runtuh pertama kali menjadi gunung Katong. Tanah yang

78
jatuh ke dua menjadi gunung Wilis. Tanah yang jatuh ke tiga
menjadi gunung Kampud. Tanah yang jatuh keempat menjadi
gunung Kawi. Tanah yang runtuh kelima menjadi gunung
Arjuna. Tanah yang runtuh keenam kali menjadi gunung
Kemukus.
Oleh karena berguguran, rompeslah bagian bawah Sang
Hyang Mahameru, sehingga berdirinya condong ke utara
(bergerak patahlah puncaknya). Maka didirikanlah puncak
Sang Hyang Mahameru oleh para dewa. "Ih Pawitra" yang
artinya "nah bersihlah" kata semua dewa. Maka sekarang
namanya berada di Pawitra puncak Sang Hyang Mahameru
yang dahulu diceritakan. Konon Sang Hyang Mahameru tidak
kokoh, artinya dia bersandar pada gunung Brahma, karena
Sang Hyang Mahameru akan roboh jika tidak disandarkan
pada gunung Brahma, sebab rompes bagian bawah. Karena
diperkokoh oleh gunung Brahma, Sang Hyang Mandaragiri
seketika berdiri tegak. Oleh sebab itu, pula Jawa menjadi
kokoh, berhenti bergerak bergetar, menetap kuat
("Nisadapageh") . Oleh sebab itu, Sang Hyang Mahameru
dinamakan gunung "NISADA".
Kemudian Bathara Parameswara menyuruh semua dewa
memuia Sang Hyaig : "Mandaragiri, agar memberi isi pada
Sang Hyang Mahameru. Kemudian ketiga dew a (dew a tri
tunggal : Brahma, Wisnu-Siwa) diberi anugerah kendaraan.
Sapi jantan putih sebagai kendaraan Bathara Iswara, angsa
putih sebagai kendaraan Bathara Brahma, panji-panji garuda
sebagai kendaraan Bathara Wisnu. Setelah ketiga dewa diberi
anugerah kendaraan, semua dewa memuja raja gunung Sang
Hyang Mahameru seketika inilah jadinya sekarang.
Ada cupu manik bernama Sang Hyang Kamandalu, berisi
Sang Hyang air suci kehidupan sejati, sebagai isi Sang
Hyang Mandaragiri. Kemudian dipujalah oleh semua dewa.
Sesudah dipuja, dikumpulkanlah bijih Sang Hyang Mahameru,
yaitu: mirah, kumala, intan, dipersembahkan kepada Bathara
Parameswara, Sang Hyang Kamandalu tidak ketahuan .
Seketika pergllah semua dewa, Sang Hyang Cupu Manik (kundi
manik) ketinggalan.

79
Adala h dua raksa sa berna ma Ratm aja dan Ratm aji.
Berm ain-m ain ke gunun g Mand aragir i (Sang Hyan g
Mand aragir ii denga n maksu d akan meng umpu lkan mas, rnirah,
kuma la dan intan. Tidak mend apatk an mas, mirah , kumal a,
intan melai nkan ditem ukanl ah Sang Hyan g Kama ndalu .
Diamb illah denga n maksu d akan digun akan untuk berrna in-
main, tidak tahu kegun aanny a. (Wuju dnya sungg uh berkil auan)
"mlen g". Oleh karen a itu, Sang Hyang Karna ndalu dinarn akan
Sang Hyang "Ktek -mele ng", Seket ika pergil an sang Ratma ja-
Ratma ji.
Diseb utkan semua dewa datan g meng hadap menye mbah
Batha ra Guru. Berka talah Sang Batar a :
"Hai anakk u semu a dewa, mana kah bijih Sang Hyang
Maha meru, anakk u. Diser ahkan lah mas, mirah , kumal a,
intan, tidak ada kundi manik Sang Hyang Karna ndalu yang
berisi air suci kehid upan sejati, yang meng hidup an para
dewa" .
Begitu lah kata, Batha ra Maha karan a, Para dewa tidak ada
yang tahu yang meng ambil Sang Hyang Kama ndalu , tidak
juga Resi Narad a, Kapil a, Ketu , Tumb uru (Sapa ka,
Wisw akarm a) juga tidak meng etahu i yang menga mbil Sang
Hyang Kama ndalu. Para penja ga empa t penju ru dunia yaitu
Indra , Yama , Barun a Kome ra, Rigan a, Dewa nggan a,
Suran ggana , Bidad ara, ganda rwa juga tidak menge tahuin ya.
Para dewa kebing ungan . Akhim ya Sang Hyang matah ari dan
bulan ditany ai oleh para dewa. Berka talah sang Hyan g
matah ari dan bulan (Radit yawul an).
"Ada dua raksas a bema rna Sang Ratma ja-Rat maji, itulah
yang menga mbil Sang Hyang Karna ndalu" .
Begit ulah kata Sang Hyang Matah ari-Bu lan. Kemu dian
satira Brahm a dan Wisnu datan g ke tempa t tang Ratma ja-
Ratma ji berada . Seket ika tibala h ditem pat raksas a. Berka talah
sang Ratm aja-R atmaj i, "Aduh tumb en sang dewa kemar i.
Apaka h tujuan kedat angan tuan kemar i" .

80
Berkatalah Sang Hyang Brahma Wisnu, " Kami berdua
datang untuk menanyaka n apa yang kalian dapat dari
Mandaragiki" .
Jawaban sang raksasa, "Saya tidak menemukan mas, mirah,
kumala, iritin hanya ada "ktek-meleng " yang kami dapatkan".
Bertanyalah sang dewa, "Apa itu yang bernama "ktek
meleng" (seperti apa rupanya) ?"
Ditujukanlah sang kundi manik. Lalu dimintalah oleh sang
dewa. Sang raksasa tidak membolehka n, Diminta dengan
ditular mas permata. sang raksasa tidak memberikann ya.
Akhirnya bertanyalah Sang raksasa, "Apa penting kundi
manik?"
Berkatalah sang dewa, "Kundi manik itu namanya Sang
Hyang Kamandalu, berisi air suci kehidupan sejati, yang
menghidupk an para dewa". Seketika diambillah sang kundi
manik oleh raksasa, lalu disembunyik anlah oleh kedoanya.
Malulah Sang Hyang Brahma Wisnu. Setelah berpikir Sang
Hyang Brahma Wisnu merubah diri berwujud wanita cantik.
Beginilah jadinya sekarang. Datanglah di tempat Ratmaja-
Ratmaji, dimintalah sang kundi manik, lalu dibujuklah mereka.
Melihat wanita cantik, bergairahlah (tergiurlah) sang raksasa.
Maka diberikanlah sang kundi manik. Digenggaml ah oleh
Bathara Wisnu. Seketika dilarikanlah oleh Sang Hyang Bathara
Brahma Wisnu. Diikuti (dikejar) oleh Sang Ratmaja-Rat maji,
tidak terkejarlah Sang Hyang Brahma Wisnu oleh mereka,
sebab tidak terhingga cepatnya, malulah (sedihlah/
menyesallah) Sang Ratmaja-Rat maji.
Tersebutlah para dewa menghadap pada Bathara
Parameswara , Kemudian menghirup air suci kehidupan sejati,
hasilnya terhindar dari ketuaan dan kematian. Yang dipakai
untuk min um adalah daun beringin (wandira). Ada raksasa
bernama Rahu menyamar sebagai dewa, membaur pada dewa
minum air suci kehidupan sejati. Daun awar-awar yang
dipakai untuk minum. Tahulah Sang Hyang Raditya Wulan

81
(matah ari bulan) . Ditegu rlah saat mengh irup air suci kehidu pan
sejati, maka dipeng galah dengan panah raksas a terseb ut oleh
Bathar a Wisnu. Putusl ah leherny a, matila h tubuhn ya. Air suci
sudah ditelan namun belum sampa i pada tubuhn ya. Oleh
sebab itu, hidup lah kepala Rahu. Sang Hyang Radity a
Wulan dimara hinya. Bahka n sampo i sekara ng Sang Hyang
Radity a Wulan masih diangg ap sebaga i penyeb ab keprih atinan
(kesed ihan) Sang Rahu.
Setelah para dewa minum air suci kehidu pan sejati, seketik a
berana klah Batha ra Siwa lahir gunun g Wlahu hu. Batha ra
Iswara berana k keluar gunun g Sanjay a. Batha ra Brahm a
berana k keluar gunun g Walan gbanga n. Bathar a Wisnu berana k
keluar gunun g Pamrih an juga dinam akan gunung Mawul usan,
karena awal mulany a Celeng Damal ung mati di sana. Begitu lah
ceritan ya.
Terseb utlah Batha ra Jagad prama na, menin ggalka n
tambak nya. Oleh sebab itu, sekara ng ada pening galan yang
berada di Bulon, dahulu ceritan ya untuk pertam a kali dewa
memb uat pening galan, ke dua di Kupan g, ke tiga di Huluw anwa
(Lowan o), ke empat di Pacira. Adalah seekor naga buas akan
menye rang (meng alahka n) Bathar a. Dilawa nlah dia dengan
kundi (paran g). Sang naga mati, beruba h menja di pohon
tumbu h berhub ungan, lalu dinam akan nagasa ri. Oleh sebab
itu , di Pacira terdap at kemba ng nagas ari untuk yang
pertam a kali. Ada tunci ditingg alkan di kayu, menjad i binata ng
naman ya lutung . Begitu lah ceritan ya.
Berjala nlah Bathar a dari Pacira ke Barat menjad i macing .
Bertap alah dia denga n Batha ra Uma, merek a memb angun
kebaik an (aman gun man gun ayu), oleh sebab itu ada
"mangu yu". (kelom pok pertap a), merek a diikuti ada orang yang
memili h hidup bertap a, memb uat contoh telada n di dunia.
Bathar a Guru mengi nginka n memp unyai anak yang cantik
(sempu rna). Lahirla h anak Bathar a. Dinam akan Sang Hyang
Kamad ewa, sanga t tampa n meleb ihi semua dewa. Yang
perem puan dinam akan Bathar i Smari. Lalu dia mulai diberi
makan . Sedihl ah (menan gislah) sang Bathar i, dilemp arkanl ah

82
nasinya lalu ditanam, menjadi tumbuh, lalu tumbuh menjadi
tumbuhan menjalar yang sangat rimbun ("mulung
kumendung"). Oleh sebab itu ada tumbuhan bernama
gandung, yang ceritanya dahulu adalah nasi.
Berpindahlah Bathara Guru, Bathari Uma dan Batari Smari
pergi menantinya di kebun-kebun di kebun bunya (wanisari),
kemudian tempat Bathari Uma adalah di Wanisari, Bahkan
sampai sekarang begitulah cerita Bathari Uma.
Bathara Guru berpindah dari Masin. Tinggalah Sang Hyang
Kamadewa dan Bathari Smari di gunung Kelasa. Adapun
Bathara Guru datang ke Mahameru bersama Bathari
Parameswari, untuk bertapa. Bathari Uma memperlihatkan
("umintonaken") wujudnya. Kemudian pertapaan Bathari
Uma disebut 'gunung pinton' atau 'arga pinton'. Terpisahjurang
dari pertapaan Bathara Guru. Bathara Uma datang ke
pertapaan Bathari Guru. Terantuklah' dia pada kayu tajam
bagaikan taji besi, Maka lalu, disebut di kayujati nama
pertapaan Bathara Guru. Kaki Bathari berdarah. Menangislah
dia. Tangisnya menjadi lima batu karang. Air matanya menjadi
tunas bambu petung. Ingusnya menjadijamur pohon Cempaka.
Berpindahlah Bathara Guru dari kayu jati, melakukan
hid up di air/telaga ("atma ring ranu bhawanira"), lalu pertapaan
Bathara Curu dinamakan di Ranubawa. Ikutlah Bathari
Parameswari. Terus bercucuranlah ("lagi mabyangbyangan")
darah kaki Bathari. Kemudian pertapaan Bathari Uma
dinamakan di Kabyang. Senanglah hati Bathari. Berhiaslah dia.
Tahulah Bathara Guru akan kecantikan Sang Bathari. Datang
Bathara Guru pada Bathari Uma. Mulai bertapalah dia. Bathari
Uma disatukan di dalam bentangannya. Pergilah dia dari
pertapaannya, akhirnya dia bertapa, tempatnya di pertapaan
agung. Ubi talas yang dimakannya. Oleh sebab itu, Bathara
bertapa sebagai lembu ("anglembu-guntung"), lalu dinamakan
"pertapa-guntung" ("manguyu-guntung").
Keluarlah anak Bathari, dua laki-laki semua. Berkatalah
Bathara Guru: "Dahulu karena saya datang kepadamu ("lnguni
ganaku mara iri kita"L Bathari. Oleh sebab itu. Ganat Kumara

83
nama anakku" . Bathari Uma memba suh kain kotomy a ("inding
barunjin g") pada aliran air telaga susu; oleh sebab itu sekaran g
dinama kan di Dingdin g. Kainny a berloba ng, lalu diperha tikan.
Dikerum uni lalat bising berdeng ungan ("umun g mabyun gan") .
Kemud ian dihalau dengan tali besar ("dadu ng"), lalu
dinama kan "turuk-u mung".
Tersebu tlah Sang Hyang Kamad ewa dan Bethari Smari
pergi ke gunung Kelasa . Sang Hyang Kamad ewa ingin
mengga uli Bathari Smart, takut dihalan gi oleh Bathara Guru.
Dibelah dualah tubuh Bathari Smari, kemudi an Bathari Ratih
dikawin i oleh Sang Hyang Kamade wa. Menjelm alah Bathari
Ratih pada. Hyang Kanday un menjad i wanita lembut (sang
Turuk Manis) . Sang Kamad ewa menjel ma menjad i Sang
Wangan , sebaga i suami Sang TurukM anis. Oleh sebab itu
sebagai ikatan untuk istri Sang Katiha. Begitul ah Sang Kuli-
Kuli di negara Mdang- gana beristri kan Sang Wuwuh Langit di
negara Mdang- gana. Tersebu tlah Bathara Guru dan Bathari
Uma, mereka berada di pertapa an agung ("Pama nguyua n
agung" ) berana k sang Gana dan Sang Komara . Akhirn ya
Bathari Uma mencar i makana n (umbi-u mbian) untuk Sang
Gana dan kumara . Turunla h dia ke dataran . Dibawa lah daun-
daun bunga. Bathara Guru tinggal mengas uh Sang Gana dan
Sang Kumara , menghi bumya agar hatinya senang. Dicerita kan
Bathari Uma menang is, tidak tahu apa yang ditangi sinya.
Bersed ihlah Bathar i Uma, akhirny a daun-d aun bungan ya
dihamb ur-rata kan. Seketik a kembal ilah Bathar i Uma, di
sambut oleh Sang Gana dan Kumara ingin sekali makan,
mintala h pada Bathari Uma. dikatak an bahwa nasinya basi.
Tersebu tlah Bathara Parame swara menget ahui kelakua n
Bathari Uma terhada p Sang Gana dan Kumara . Dia ingin
mening galkann ya, untuk tinggal di punggu ng gunung ("geger
geger") . Sehing ga pertapa an Bathar a Guru dinama kan di
Peningg alan Geger ("geger- ketyaga n"). Adapun Bathari Uma
beruma h tangga dengan Sang Gana Sang Kumara , keduan ya
diangga p sebagai suaminy a. Jadi Gana Kumare tinggal pada
wanita pertap a. Maka besarla h kemala ngan yang
didapa tkanny a. Adapun dahulu dikisah kan Bathar i Uma

84
berlaku sebagai pertapa wanita, berubah menjadi laki-laki.
Bercerital ah Sang Gana pada Bathara Guru. Pergilah Bathara
Guru. Tinggalah Sang Gana di Peninggal an Geger ("geger-
katyangan "). Bathara Guru bermaksu d ingin mengakhir inya
("tumand es hidepuira "). Lalu pertapaa n Bathara Guru
dinamakan Tandes.
Kemudia n disebutka nlah Bathari Uma pergi dari
"Pamargu ywan Agung" (pertapaa n agung"). Membuatl ah di
pertapaam . "Akulah pertapa di gunung". ("Aku manik haneng
wukir"). Begitulah kata hatinya. Lalu pertapaan Bathari Uma
dinamaka n berada di gunung manik. Dia tampil bermahko ta
(makutata bhawanira ), namanya "makuta". Seperti sikap dewa
yang berkain, lalu nama Bathari menjadi "kaki-dew ata"
(kakekdew a), bahkan sampai sekarang.
Adapun Sang Kumara, dia bercerita kepada Bathara Guru.
Dia merasa sangat bersalah (berhutan g). Katanya "Ah saya
sungguh-s ungguh ingin mengikuti Sang Bathara" ("lh, katuhon
ring tumut ring bhatara"). Lalu Katukatu- lah namanya, itu oleh
karena Sang Kumara tinggal di Katukatu. Adalah sungguh
besar (berat) kemalanga n yang diderita oleh Sang Katukatu,
ceritanya oleh Bathara Guru dia dirubah menjadi perempuan .
Sang Kumara ingin menyusu, kembalila h ia menyusu pada
Bathari Uma. Setelah kenyang (puas) menyusu dia kembali
kepada Bathara Guru. Dia ingin menyusu lagi. Dia terpeksa
datang kembali pada Bathari. Tahulah Bathari Uma akan
kedatanga n Sang Kumara. Gemaslah Uengkellah ) Sang Batari.
Tahulah Sang Kumara. Diikutilah (dibuntuti lah) sang Bathara.
Jadilah dia pohon kalpataru. Diperahla h susu Bathari. Pohon
kalpataru tampak mencucur kan darah (mengelua rkan getah
lalu dihiruplah oleh Sang Kumara. Rasanya, seperti susu Sang
Bathari. Akhirnya tahulah Sang Kumara bahwa Bathari Uma
menjadi kayu. Akhirnya disadaplah sang kalpataru.
"Ketika menunggu lama untuk memperol eh susu ibunya,
Kampala air" ("Non duh duk amangguh susu ning indung
karing dangu"). Oleh sebab itu sekarang namanya "hano"
(enau), bulunya bernama "duk" (ijuk), tunasnya bernama
"dangu" (pucuk enam).

85
Begitulah kata Sang Kumara. Seketika pergilah Bathari
Uma , arahnya ke barat. Diikutilah oleh Sang Kumara .
Terkejarlah dia. Diamatilah dengan sungguh-sungguh oleh
Sang Kumara (Piripilan ing Sang Kumara) . Oleh sebab itu, ada
gunung bernama gunung Pilan. Sang Kumara merasa sedih.
Bertapalah dia di gunung yang sekarang namanya Tawungan,
dahulu ceritanya merupakan tempat pertapaan Sang Kumara.
Datanglah Sang Hyang Gana pada Bathara Uma,
menginginkan wujud yang sama dengan Sang Kumara. Oleh
sebab itu Sang Hyang Gana menjadi berwarna hijau
("matanggan ahijo Sang Hyang rana") , lalu gunung Bathari
Uma dinamakan "gunung Hijo" (gunung ijo) . Sang Hyang Gana
merasa sedih. Bertapalah dia. Oleh sebab itu, ada gunung yang
sekarang bernama "gunung wija". Dahulu gunung itu ceritanya
sebagai tempat pertapaam Sang Hyang Gana.
Dianugerahilah Sang Hyang Gana oleh Bathara Guru, yaitu
apapun yang diucapkannya akan terwujud. Bimbanglah hati
Sang Hyang Brahma Wisnu melihat keberhasilan Sang Hyang
Gana. Karena itulah dia membuat cangkrirna. Datanglah
Sang Hyang Wisnu di hadapan Sang Hyang Gana. Berkatalah
Sang Hyang Gan, "Apa keperluanmu Sang Hyang Wisnu".
Bertakatalah Sang Hyang Wisnu, "Tebaklah teka-teki saya
Hyang Gana".
"Apakah gerangan teka-tekimu, Sang Hyang Wisnu", tanya
Hyang Gana. "Apa yang sebagai bunga khas bagiku?", Sahut
Sang Hyang Wisnu.
Jawab Hyang Gana, "Aha, yang sebagai bunga khas bagimu
adalah sebagai pembunuh Brahma". ("brahmatya") .
"Apa"?, namanya pembunuh Brahma ? Engkau sama sekali
belum sama dengan dewa. Tidak, sama sekali belum
menyamaiku sebagai dewa", kata Hyang Wisnu.
Jawab Hyang Gana, "Ah, saya benar-benar sudah sama
dengan dewa. Apakah hanya karena hal itu , saya mesti
tenggelam ?"

86
Seketika pergilah Bathara Kesawa. Datanglah Sang Hyang
Brahma dengan membuat teka-teki. Semula lima-lah kepala
Sang Hyang Brahma. Ditekanlah (ditenggelamka nlah)
kepalanya yang tengah. Kelihatan kepalanya empat. Itulah
penampakannya sekarang (kemudian). Seketika datanglah ke
tempat sang Hyang Gana berada.
"Apa keperluanmu Sang Hyang Brahma?'', tanya Hyang
Gana.
Menjawablah Sang Hyang Pawaka (Brahma), "kau tebaklah
banyak kepalaku, Hyang Gana!.
"Apa gerangan jika tertebak jumlah kepalamu ?", sahut
Hyang Gana.
Berkatalah Hyang Pawaka, "Kusembah engkau, Hyang
Gana. Jika tidak tertebak, kumakan engkau, Hyang Gana!. Nah,
berapakah banyak kepalaku menurutmu?".
Jawab Hyang Gana, "Empat banyak kepalamu, Hyang
Brahma".
"Aha, matilah engkau olehku, Hyang Gana. Sebenarnya lima
banyak kepalaku, Hyang Gana", Sahut Hyang Brahma.
Melihatlah Bathara Parameswara sambil berkata, "Aduh,
matilah anakku oleh bathara Brahma nanti". Oleh sebab itu
dipenggalah kepala Sang Hyang Brahma yang berada di
tengah oleh Bathara Guru dengan tangan kiri. Kemudian Sang
Hyang Brahma dipegang tangan kanan. Sang Hyang Wisnu
tangan kiri. Kemudian Sang Hyang Wisnu disuruh mengambil
kepala Sang Hyang Brahma. Terbuktilah kebenaran tebakan
Sang Hyang Gana terhadap Sang Hyang Wisnu, bahwa dia
pembunuh Brahma.
Tersebutlah pembicaraan Sang Hyang Brahma dengan
Sang Hyang Gana.
Hyang Gana, "Empat banyak kepalamu, Sang Hyang
Brahma".

87
Hyang Brahma, "Ah tidak, lima banyak kepalaku, Hyang
Gana. Matilah engkau olehku, Hyang Gana"
Begitulah, kata Hyang Brahma. Dia berusaha mengeluar kan
kepalanya , ternyata sudah dipengga l oleh Batara,
(memanca rlah darahnya) . Marahlah Bathata Brahma. Maka
kemudian diciptalah darahnya menjadi raksasa yang sangat
besar sebanyak seratus delapan, disuruh membunu h Hyang
Gana. Seketika larilah Sang Hyang Gana, menyemba h pada
Bathara Guru. Disambut lah tanganny a oleh Bathara
Paramesw ara,
"Duhai, saya mengamb il kepala si Rajapati (Brahma) .
Sudah matilah engkau jika aku tak mengembi l kepala Sang
Hyang Brahma, sebab ditekan (ditenggela mkan) kepalanya
yang berada di tengah. Itulah sebabnya kelihatan empat
olehmu".
"Marahlah sekarang si Rajapati tuanku, sehingga mencipta
raksasa maha kuat (mahasura kala) sebanyak seratus
delapan, sekarang akan membunu h putranda, tuanku. Oleh
karena itu, putranda menyemb ahmu (menghad apmu),
paduka Paramesw ara".
"Aduh, janganlah engkau cemas anakku, Sang Hyang Gana.
Jika Sang Hyang Brahma mencipta raksasa, kita mencipta
dewa" .
Seketika diciptalah kelima kukunya, seketika tercipta
menjadi dewa sebanyak lima (pancadew ata), diberi nama
Kusika, Garga, Metri, Kurusya, dan Pratanjala (sebegitul ah
banyaknya ), disuruhny a melawan sang mahasura kala (sang
raksasa yang sangat kuat) . Sang Pancadew a (kelima dewa)
pun tidak menolak. Tidak diceritaka n peperanga n antara
pancadew a melawan raksasa.
Disebutka n kepala Sang Hyang Brahma dilabuh (dibuang)
ke lautan (keringlah air lautan). Ditaruh di angkasa (hanguslah
sang angkasa seperti disangrai ( disangan, dipanggan g,
dibakar ?). Ditaruh di bumi, langsung menembus ke dalam
tanah. Tertimpal ah kepala Sang Hyang Anantaba ga, yaitu
naga penyangga bumi, diceritaka n dia menggelep ar-gelepar,

88
Kahucapa tampu Mahapalyat, mantuk ta sira maring nu~a
Jawa. Pinalihnira ta 9ariranira matmahan ta 9aiwa sogata,
mangaran sirampu Barang, sirampu Waluh (-bang. Sirampu)
Barang 9ewapaksa, (sirampu Waluh-bang [sogatapaksa). Jag
les, prapti sireng nu~a Jawa] ; dumunung ta sira ring Girah,
manganaken ta sira pat a pan ring Hanggirah, [sirampu (Barang
lan sirampu) Waluh-bang] .
Kahucapa ta sira hyang buyut ring Kukub, sang rsi Taruna-
tapa-yowana, [bhatara Mahaguru ngaranira] . Akweh ta hanak-
9isyanira, yata tiningkah ta 9isyanira maserehan, lwirnya :
pangadyan, ulu-kembang-pakalpan, pwamah, pajanan, ata-nek,
abrih , akarapa , juru-hamaiijang-hamaiijing, kabhayan-
panglayar, (kabhayan-mai;i~ala, mahawanetha), bahuder_ida,
butwi<ye~a , asaz:i~iing-among, kebhayan-pamkas. Mangkana
lwirning maserehan.
Kunang bhat.ara Mahaguru mangnakna karyya bhojana;
gungni wulan Ha9ujima9a dadyaning karyya. Yata kinwan
manangsinangsiha ki kabhayan-panglayar; manangsinangsi
mingetan larinira. <;ighra prapta wulan Ha9ujima9a, c:tatang
kabeh 9isya bha~ara, ngliniweh bha~ara trisamaya sami tj.atang;
sumambah ri bha~ara Guru sakwehning <;i~yanira kabeh;
anghing kaki kabhayan-panglayar durung tka. Tlas karyya
bha~ara , mantuk tikang para 9i~ya kabeh, nguniweh tikang
mar_i~ala trisamaya ami mantuk maring ma~c;ialanira sowang-
sowang.
Kancit datang ki kabhayan-panglayar; Kahucapa ta larinira
saka wetan: kablat heweh ariwed. Akweh ta hantukantukira,
guci, ~ci , matha lembu nguniweh [tang gerang] kbo, sapi,[asu]
celeng, [bebek], hayam, pisaningu wwang lanang wadwan
arep awikuha aminta sinambahakning bhatara mahaguru .
Kablet lampahira ki kabhayan-panglayar; kunang tampaknira
saka wetan : ring Ragdang unggoniratinggal gerang asu, ri
Tambangan hunggoniratinggal gerang kbo, ring Pacelengan
hunggoniramakan celeng, ring Untehan unggonira nguntehunte,
ring Kutj.ampilan hunggonira ~c;iampil sapi, ring Cangcangan
unggonira nangcang pagor. ring bakar hungganira hababakar,

53
ring Duk hunggon ira hamet h~uk, ring Payama n
hunggon iratingga l ayam.
Kunang duk sira tkeng Kukub, amintasi h ring ki kabhayan -
wi9e~a umatura kna ring bhapira Mahagur u. Wruh sira yan
kacalana de hyang Mahagur u. <:ighra matur kabhayan-wi9e~a
ri bha~ara Mahagur u, mawarah [dugadug al yan tka kabhaya n-
pangla-y ar. Mwajar ta byang Mahagur u lingnira:
"Aywa wineh mareka si panglaya r; do~ane tka sep ing
karyya. Kon mangsula !"
Mangkan a ling hyang Mahagur u. Mangsul mantuk ta sang
wi9e~a, mawara h ring kabhaya n-pangla yar, yan sira tan
kasatma tha de hyang Mahagur u; dosanira datang sep ing
karyya. Wkasan ki kabhayan -panglay ar makwari ing but-wi9e~a
amalena na hantukan tuknira karing curahcur ah kidul, katureng
bhatara Maha.gu ru. Kunang kabhaya n-pangla yar mangeta n
larinira, makatal i talingisn ira, makasw ang sampetn ira; jag
les lumamp ah bhagawa n pangalay ar.
[Ucapen ta kang masereh an, tj.atang ring cucurah kidul,
amaleni hantukan tuknira ki panglaya r, ikang guci, krci, tamapi
gerang kbo, sami, hasu, celeng. patang ring Kukub sang
masereh an, ikang gering karing Payaman , tan liwat ring loh
Sarayu; ring kana makahan gan].
Hucap~n ta kabhaya n-pangl ayar, matharu ka ta sira
mai:i~ala ri patengg~k sang hyang Mahame ru lawan sang
hyang Brahma, umgil ta sira ngai:i~awar-h~~awar; tinher ta
ngaranin g ma~~ala ring A~~awar. Ana ta panugrah a bha~ara
Mahagu ru, sang hyang kuftci Sandijft ana ngarany a; yata
pinanah aknireng jagat, matangn yan kerut kang rat kabeh
sumamb aheng sira. Lanang wadon kang wong pac;tarep wikuha,
ndatan ingaskar an denira, apan durung krtanugr aha saking
bhatara Mahagur a. Matangn yan sira wineh masingel a babakan
ing kayu, tinher ta ngaran ki bakal.
"Tembe kita tj.ak sangaska rani, lamun huwus Iq-tanugr aha-
nira Nama9iw aya."

54
[Mangkana lingnira] ; wruh ta sira yan hanandang wiqi
saking buyut ring Kukub. Sah sakeng Andawar sira, datang
sira mareng wukir Hyang, aminta sira bhuriii ri mpu rarriarama
ring Besar. Pinintanira taluntalun katinggal, tan tinenget
[dening rama ring Besar], winehnira hikang talun [tan
ingetegnira; yata hinaranan m~<;iala ring TalunJ .
Ana ta rak~asa ring kana, tanpaweh gawenen mai:i<;iala.
Linawananira ring, yogha samaqi, kalah tang rak~asa
[mawijaya], wkasan kesisan ta. denira; pinanahaknira tang
kuftci Sandijftana, kerut [t]ang rat kabeh denira.
Tindaknira sakeng Talun, mataruka m~<;iala ring wai;~a.
Ana ta rak~asa ring kana, tanpaweh gawenen mal).<;iala
humahnya; linawanira ring yoga, alah tang kfila denira. Ana ta
watu Hubhusan ngaranya, yata pinakaguruyaga nya, ana
mangke. Muwah ta pinanahaknira tang kuftci Sal)<;iijjana,
kerut [t]a kang rat kabeh denira; akweh wwang lanang
wadwan arep wikuha, ndatan sinangaskaranira ."
Kocapa sirampu Brang lawan siriimpu Waluh-bang, amet
[tJa sira pak~a. Sirampu Waluh-bang mangulwan, mataruka
ring Warag, sirampu Barang [mangetan], manganaken ta sira
i;etragamana. Ana ta sma ring gunung Hyang, ring arggha
Kalyasem ngaranya, sma bandung pasamohan ing wong
hatitiwa; wong wetan ing gunung Hyang, lor ing gunung
Hyang, pada titiwa ring Kalyasem. Ring kana pasamuhan
ing kunapakweh, yata pinakapatapan ira mpu Bharang;
bhairawapak~a sira, i;awaning wwang tina<;iahnira.

Ana ta sira ratu siniwining Daha, anak atuha de haji


Bhathati, 'Yrl maharaja Taki ngaranfra. Sira ta siniwi ring i;>aha,
mangrenge ta yan hana bhiijangga mambherawa matapa rikang
sma ring arggha Kalyasem, kunapaning wwang pinanganya.
Agila [ta manahJ 9ri maharaja mangrengo. yata motus ri sang
'YOgata kalih sanak, mangaran sira mpu Tapa-wangkeng mwang
mpu Tapa-palet. Kalih pa<;ia kinon de sang prabhu hamjahana
sirampu Bharang.
Tan wihang sira sang inutus; lumampah hambaramargga,
pac;ta i;aktinya, apan utpti bha~ara Brahma Wi~i:iu; hyang

55
Brahma dadi Tapa-w angkeng , hyang Wii?IJ.U dadi Tapa-pa let.
Jag les lungha lumamp ah sang 9ogata kalih {umjah ane sang
bhujan gga camah; [yeki. bhawan ira]. <;fghra datang ring
gunung Hyang, dumunu ng ring sma Kalyase m; kapang gih ta
sirampu Bharan g malung guh mangar epaken ka1.1tora lawan
maham angsa, kaphal aning wwang tahapa nya, [9awan ing
wwang makata qahany a. patang tampu Tapa-w angkeng } lawan
mpu Tapa-pa let], mawara h ta sira yan ingutus de sang prabhu;
mangla mpu juga sirampu Bharang . Sinikep kinemb ulan, nher
sira bin bed ri walatun g, linabuh sireng sagara [mangk e]
siramp u Bharan g. Mulih, sang mangla buh, mawara h ri i;ri
mahara ja ring :r;>aha yan sampun linabuh sirampu Bharang .
Ring efijing [sang prabhu motus ri sang bhujang ga kalih
sanak tumilik ana bhujang ga camah. Tan wihang sang inutus,
9ighra prapta ring Kalyase m] kapang gih sirampu Bharan g.
Sinikep ta sira muwah, binbed ri walatun g, inukalu kalan wsi
kate, linabuh ring sagara. Les mantuk sang inutus.
Ring eiijing mara yata malih sang inutus; kapang gih muwah
sirampu Bharang . Bina~mi ta sira wkasan ; sampun dadi ha~~i
sirampu Barang, mantuk sang i;wagat a kalih, mawara h ri sang
prabhu yan sa.mpun dadi h~~i sirampu Bharang .
Eiijing motus [s] ang prabhu tumilik ana bhujang ga camah;
tan wihang sang inutus. Lumam pah enggal hapan sira
hambar amargg al; praptin g Kalyas em, kapang gih muwah
sira.mpu Bharang . Bina~mi muwah sirampu Bharang , ha~~inira
linabuh ring sagara; mantuk sang swagat a kalih sanak,
mawara h ring 9ri mahara ja yan sampun panaiic ade9a hawuni ra
mpu Barang.
Ring eiijing muwah motus sang prabhii tumilik ana sang
bhujang ga camah. Tan wihang sira kalih, wawang papta ring
arggha ring kalyase m, kapang gih muwah siramp u Barang .
samang kana sirampu Tapa-w angken g lawan sirampu Tapa-
palet sumam bah ri sirampu Bharang ; wruh ta sira yan bhatara
Parame 9wara. Samang kana sirampu Bharan g mahyun saha
saking gunung Hyang c;iatngeng bhumi Jambuc;iipa paryyan ira.

56
Agawe ta sira pu~~aka Ha<;lidarwwa ngaranya, lawan kalambi;
yata tininggalakning sanggar pu~~aka lawan kulambi. Jag les,
lumampah sira c;tatngeng Jambuqipa, milu ta sirampu Tapa-
wangkeng muwah sirampu Tapa-palet; lumampah ta sira pada
hambaramargga.
Kunang ucapen ta kabhayan-panglayar, tindaknira sakeng
mru:i~aleng Wa9a.IJ.a, ~atang sira maring harggha Kalyasem,
same ring lawan ikang rak~asa, mapengaran Ki Maranak lawan
Ki Lemah-bang. i;:>atngeng sirampu Bharang prayanira, mogha
ta wus lungha; wkasan ta sira hamanggih pu~taka lawan
kalambi ring sanggar. Inungkabanira tang pu~taka, mel?i
Hadidrawa. palupuynira mpu Bharang; kahid~pnira
panugrahanira bhatara Guruhika. Wkasan tang sma tinaruka
mandala, nhor hanurud kalambi ring sanggar, yata ring
Sanggara ngaraning mru:i<;lalanira.
Muwah tang rak~asa kalih 9iki aminta panugraha sira;
wnang ta sira ngaskarani hakalambi ring sanggar, yata
sinangguh wiku sanggara ngaranya. Muwah pinanahaknira tang
Sandijiiana, kerut [t] ang rat kabeh; datang wwang lawan
wadwan sumambah ri sira, mangaturaklm sadrwenya. Embuh
9i~ya sira makweh, aprameya ler sagara kwehning 9i~ya lawan
drawya; matangnyan hinaranan mru:i~ala ring Sagara wkasan.
Mari ta haran ki kabhayan-panglayar, bha~ara Guru panenggah
ing sarat wkasan ring sira. Sira sang apUrwwa taruka ring
Sagaramru:ic;tala, mangasihasih ta sireng anak-~i~yanira:
"Tanpabh~aha tanaya, putu bhuyut bhasahanteryyaku."
Mangkana pangasihasihnira ring anak-~ii?yanira;
matangnyan pangasih-bhaanira: bhuyut ring Sagara. Muwah
sang dewa guru ring Sagara tanpakalami hamanya,
makahingan adodot sinalusur, apan durung lq'tanugraha saking
hyang [Guru) bhuyut ring Kukub.
"Tambe pwa, yan uwus kftanugraha de hyang buyut ring
Kukub, wnang akalambiha de Sagara. Aywa tan menget yan
Kukub kamulanya nguni, ndah kayatnaken ta wkasku. Kunang
kanyu yan tan menget ri pawkasku, astu ko tampuhan ing
upadarwwa."

57
Mang kana lingir a ki kabha yan-p angla yar, sira ta
piirww ataruk a ring Sagar a, sira magaw e mand ala trisam aya
ring gunun g Hyang.
Kahu capa ta bhata rampu Bhara ng, ~atang sireng bhum i
Jambuc;iipa; kapan ggih ta sang brahmaz;i.a sc;iang mami ija sira ri
sang hyang HaricaI.J.9ana, awyat ara sewu kwehn ya sira para
brahmaIJ.a. :i;>atang ta siram pu Bhara ng manga degad eg; mojar
ta sang brahm~a:
"Jhah, paran kita manga degad eg, tanpa namb ah ri bhata ra
HaricaJ?.c;iana? Kami brahm a:q.a pawit rajan ma, maya n
panam bah ri bhatar a, apan siran hagaw e jagatr aya."
Sutah ur siram pu Bhara ng:
"Almeh kami manam baha, apan nghul un brahmfil:ia jawa."
"Brahma:r:ia kapwa kita; lah, panam bah, brahmfu:la jawa!"
"Almeh kami manam baha.
Sinik ep [ta rumu hun, hinag emak en lunga yanir aJ,
sinem bahak en ring bhata ra Haric andan a. Wahu ta sira
kaside kung, li:q.<;l.u bhatar r" Prthiwf, benta r harcc anira bhata ra
Harica~~ani, tamap i tkanin g mang ke. Sama
ngkan a ta sang
brahma:r:ia pada kapuh an tumon ing kasid~ anira mpu Bhara ng;
sama ngkan a ta sang brahm ana pa<;l.a mamu ja ri sira
bhata rampu Bhara ng salwe hning sang Brahm a:r:ia. Wkasa n ta
sang brahmar;ia haweh hmas mirah komal a hinten ; tan ahar~p

laku ta sirah urupa bha~m a,


ta siram pu Bhara ng. Hama
bha~manirampu Baran g [ganqa , bha~m anira sang brahma:r:iaJ
ratna dwad a . [Mah urup ta sira bha~ma ; ratna dwad a
bha~manirampu Bhara ng wkasa n, bhal?m anira
mpu Bhara ng
ganqa ], yata pinakabha1?manira sang bramru;ia.
Ri samp unira hurup bhal?m a, ~atang sang prabh u ring
Jambu c;iipa, <;ri maha raja Cakra wati ngara nira. (Um~nd~k
mana mbah ri siramp u Bhara ng], mangaturak~n dodot malit,
mas mirah hint~n rajayo gya. Ndata n tinang gap denira mpu
Bhara ng, pinint anira kang kinab hakte n de sang prabh u. Tan
tinnge t, wineh aknira tang pratin a mas bhata ra Wi~:r:iu hinim ba,

58
sira kinabhakten ing JambuQipa. Yata winehakning sirampu
Bharang, ndatan inalap sireka, tuhun tiniru rnpanya;
yata pinakahantu kantuknira maring Jawa.
Lumampah sirampu Bharang samering lawan sirampu
Tapawangke ng mwang Tapa-palet, pa~ahambaramargga sira.
Prapta ring Yawa<;lipa, dumunung ta sireng gunung Brahma, ri
tantunira hyang Brahma p~(ie wsi ngiini. Irika ta sirampu
Bharang mangaji Tigarahasya , sirampu Tapa-wangk eng
mangaji Tigalana, sirampu Tapa-palet mangaji Tigatpet.
Kunang sirampu Bharang magawe ta sira kaiicana, dinadeken
pratimma hmas winimba rupa bhatara Wisou; inukirnira dempu
Tapa-palet Tapa-wangk eng. Tahatahani ng mangukir
sumambura t lwir huddaka, matmahan krsna katamapi
katkaning mangke.
Sampun paripiima sang hyang pratima hmas, pinucakanira
ta ring gunung Su~~awini. Mangr~ngo ta sang prabhu ring
Daha, ~ri mahar8ja Toki, yan ana sang hyang pratima hmas ring
gunung Sundawini; yata hutusan sang prabhu mangundang a
sirampu Bharang nguniweh sirampu Tapa-wangk~ng Tapa-
palet. Tan wihang sang inutus, lumampah sfghra prapta
sumambah ri sirampu Bharang; [mojar taya:J
"Ranak sang pa~~Uta hinutus de sang aji ring Daha,
hangundan ga ri sang yatiwara datngeng nagara ta,
pwangkulun" .
["Um" lingnirampu Bharang] "tan wihang kami".
Lumampah sirampu Bharang samering lawan sirampu
Tapawangk~ng Tapa-phalet , [~igraha prapting paha s!!a
katripi]dumu nung ring aji Taki. Pinintanira tang pratima hmas
de sang prabhii; tan tingget [t]aya, winehaknira denirampu
Bharang. Yata matangnya n sang hyang pratima hmas
kinabhakten ira de sang prabhu ring J?aha, katamapi katkaning
mangke.

59
Kahucapa ta bhatiiri Smarl marupa ta sira manusa, taruni
tan pramana ring ayti; sira Hibhutngahan aranira. Tumut [t]
aya sireng bapanira ring sira bhatariimpu Bharang, matapa
hletafi jurang lawan sira bapanira; tapitapi bhawanira.
Matangnyan geger ing Tapi ngaranya mangke.
Kahucapa ta bhatara Waluh-bang, map~a r~i mabadQ.a
sira, tuminggalaken bhoddapaksa. Sah ta sira saking Warag,
datang ta sire Tigaryyan. Mangadegadeg ta sira tanpanambah
ri bhatara I9wara; mojar ta bha~ara I9wara ring <;isyanira :
"Apa ganya sang wiku Wal uh- bang mangadegadeg
tanpanambah iryyaku?"
Sumahur <;i~yanira :
"Hakas turipun, pwangkulun"
Tinher ta wiku kasture ngaranya. Samangkana ta bha~ara
I9wara supranathaknira ta payung kundala mwang kalambi ri
bhatara Waluh-bang; sira gumanti dewaguru ring Tigaryyan,
tinh"er makapak~a kasturi. Bhatara I9wara mantuk maring
swargganira.
Kahucapa ta sira bhatarampu Bharang, datang ta sireng
Tigaryyan maring sira bha~ara Waluh bang. Mojar ta bha~ara
Waluh-bang :
"Lah, den pa<;tanai:i~ang kurug, mpu Bharang,
phalaningwang tunggal kalawan sira".
Rep sinrahaken tang payung ku:r:i<;iala mwang kalambi :
"Dewaguru kita, bapa, purwwa-~armma-kasturi
mandalahanta, bapa."
Mangkana ling bha~ara Waluh-bang; tan wihang sirampu
Bharang, mataruka ta sira mai:i~ala, tinh~r ta ngaran ing
mandala purwwa-darmma-kasturi Hantabapa. Ambhairawa ta
sira,· sing pangan tan ana liniwatan denira. J?atang ta
ramaramangat uraken uryyanira; sinid<;likaranira tang huryyan,

60
matmahana skul aputih hapul~n. Mantuk tang rama hatiiryyan,
tinhUr ta ngaraning de~a ring TUryyan, yata makam~9a1a­
kasturi piirwwa-<;tannma ring Bapa.
Kahucapa ta sirampu Tapa-wangkeng Tapa-palet,
sdangnira hana ring Daha sira kalih, sirampu Tapa-wangkeng
samg~t bagaiijing haranira. Mahutang ta sira l~a, asamaya
nawura huwus tngah ngwe. Norma ta panawuranira; pin~g~ng
ta sang hyang <;iwahaditya, langgOhg ta sira tngah ngwe tan
Iumingsir. Sang prabhii sirabratangajaya, tanpalabuhan
yandurung Iumingsir; luhya ta sira tanpalabuhan, apan durung
lumingsir; mangucap ta sira sang prabhU:
"Apa ganyasuwe tan Iumingsir sang hyang <;iwahaditya?
Luhya ngwang mangke."
Mangutus ta sira pangalasan maring samgH bhagaftjing
tumakwanakna ri kalinganira sang hyang <;iwahadityasuwe
tan lumingsir. Tan wihang sang hinutus, mareng samg~t­
bhagaiijing :
"Raputu sang pandita, pwangkulun, hinutus de sang
prabhu: paran pwa nimitanira sang hyang <;iwahadityasuwe
tanlumingsir tanlumingsir, pwangkulun?"
Sumawur samget-bhagaiijing :
"Hawirang kami mawaraha, bapa: tan warahna manawa
duhka sang prabhii. Mahutang lak;>a kami, bapa, samaya wus
tngah ngwe, nora panahura mami. Matangnyan kami pgeng
sang hyang <;iwahaditya".
"Ah, mangkana ka[pwa], pwangkulun. Putunira matura ring
~:ri maharaja".
Jag Ies, mawarah ring sang prabhu yan mangkana ki samget
bhagaftjing. Wineh ta pirak de sang prabhu, yata panawur sira
hutang; rep surup ta sang hyang <;iwahaditya.
Kahucapa ta mpu Tapa-palet manglawani rakryan bhiniha
ji. Uwdita ~ri parame<;warl; wruh ta sira sang prabhu yan tan

61
ar 9ri
ulihir a, [tan satya hisini ng wtan gnira bhini haji]. Mwaj
mah-nraja Taki ri prarn i9war t: ·
ta
"Tan satya kita ri kami, (dudu hulih mami hisine wtang
hiku.) "
Suma hur rakry an bhiJ?.ihaji:
"Sa.jii.a haji, ngbu lun tan satya heng sang prabh u?"
a
"Lah, yan kita satya hiri kami, mtuh a rare parip iirnn
gta hiku. Kuna ng yan
lituha yu, han ulih ning hulun isine wtan
.
tan ulihn ing [hulu n, kita tan] satya , astu mtuh a salah riipa"
ak
Mang kana lingir a haji Taki; yata mtu sapi wadw an bulal
e9wa ri tinun dung de
riipan ya. Sama ngkan a ta rakry an param
h.
sang prabh u. Jag les lungh a ta sira, waluy a bhata ri <;::ri muwa
Moja r ta sira nher lungh~: ·

"Yen ana tamb e ratu wado n wi9es a hanga deg ing nusa Jawa
rika
ring Daha , hinga ranan aji Nini, kami hika. " Lung ha ta sira,
tanga deg ratu ring Cemp a.
Kuna ng sapi bulal ak ining u ta denir a samg et -bhag aii-nj ing.
a sira
Sang Tapa -pale t wruh sira yan ilang akna, yata lungh
etan ta larini ra. Muwa h lumra h
saken g Daha . Jag les, mang
0

pu Tapa- palet; ana mang etan, ana


balan ira haji Taki amet siram u
mang ulwan , ana mang idul, ana mang alor. Kapa nggih ta malay
mang ungsi ring jro rong; mojar ta siram pu Tapa- palet:
["Aja kami denta paten i; ana ta guna mami suma lah iri kita,
heng
gunan ing maga we pra9a da, sang hyang pratim a mung guh
ing maga we
jro," inuki r ttaja hinge ndeke ndek. Muw ah gunan
lump ang pamip isan, gti~aning.magawe rong." ·

Moja r ta sira :
"Kun ang ikang guha hungg on mami hiki, mang kana hurip
ajalag raha."
ta
Jala ngara ning wwe, graha ngara ning rong, tinhe r
sira, apan
jalag raha ngara nya. Wuru ng taya mam atyan i
wineh nira gu:Q.a-n-mangkana; purw wanin g jalagr aga.

62
Kunang sira Tapa-pale tJ mabadQ.a masampet mapak~a r~i
ta sira, tuminggal akna bod4ap~a sira. Aminta ta siranugrah a
kalambi ri sang hyang mru:i~ala purwwa-~armma ring Bapa;
tinhOr ta sira dewaguru ri sang hyang ma~~ala-kasturi
Celagrahar ong. Sira ta sang apiirbhwa -taruka, matangny an
kasturi Palet ngaranya; mangkana kacaritany a kasturi Palet.
Kahucapa tanaknira mpu Bharang, sira Hibu-tnga han
ngaranya, amalaku saralakya tyaga; winehnira lakya tyaga.
Wareg siralakya, rinekrina tyaga. Nda.h almeh ikang tyaga
pgata lawan sira, ginutuk ta ring upih; yata matangny an sang
tyaga tan sah ring kaj ang ka.i:i~i.
Muwah amalaku ta siralakya caryya; war~g siralakya,
rineknira hikang ciiryya. Almeh ikang caryya pgata lawan
sira,ginutu knira ta ring watu; matangny an hana watu Gutuk
ngaranya mangke, kidul sakeng Tiiryyan.
Amalaku ta siraiakYa widu, wineh sir9.lakya widu. Wareg ta
sira halaki, rineknira tang widu. Apurik tang widu ri sira, tinher
tinigas tenggeknir a, l~s lungha tikang widu. kari mahurip tang
9irah, 9irahnya mangucap :
Kari mahurip tang 9irah, 9irahnya mangucap :
"Jhah, sang raryyangon , tpungakna nggone laweyangku!"
"Hih, halumuh pinun."
"Dah, poma harih."
"Ah, halumuh; sapining pinun tan kawruhan paranya."
"Lah, katemu mne hanakanak ."
"Ah, hapan lanang sapi pinun."
"Lah, paran dene mne katmu hanakanak ."
R~p tinl!pungak~n lawehan lawan 9irahnya, paripuma sira
muwah, mulih maring ramanira. Ikang raryangon katmu roro
sapinya. Kunang ikang widu mangungs i maz:i~ala hirikang
G.i;harong, amalaku sira winikon. Sinangask aran hinaranan but
Genting, mataruka ta ma~~ala ring gunung Kawi; ngaraning

63
tarukan ya: ring Brajah ning, ring Arggha -manik , ring
Jangka nang, ring Brahm ana, ring Guman tar. Saman gka
kwehni ng tarukan ya mar:i~ala; yeka sinangg uh kasturi Genting
ngarany a.
Kunang sirampu Bharan g, sah ta sirang saking mandal a
ring Bapa, mangul on ta larinira , mataru ka manda la ring
r;>upaka. Tinher bheraw apaksa sira, sing pangan tanana
liniwat an, mating gal ta siranak rabi, tyagam beknira ;
matang nyan dewagu ru paksa tyaga ngarany a. Sira tembeh an
ing dewagu ru paksa tyaga sang hyang mandal a-kastu ri Dupaka .
Muwah mataru ka mandal a ring Wariguh ·ri lambun g bhatara
Wilis lor, irika ta sira · 9uklapak~a. loka sinangg uh kasturi
Ba[ra]n g nagaran ya; mangka na kacarita nya ngiini.
Kahuca pa ta ki samget- bhagaii jing, mabadd a mapaks a rsi
sira. Sah ta sira saking I;>aha, mataru ka ta sira niru:i.<;tala pillggir
ing awan, bharara k dami pinakah ubhubn ira. Wineh ta sira tahi
huyuh dening wwang liwat awan; matang nyan kaki Botahi
paneng gah ning wong ri sira. Rep tumedu n tang wangun an
saking ruhur hakaHa , pareng lawan tambak lalehan .
Samang kana ta kang wong kapuha n tumon kasid<:fyanira kaki
Botahi . Ikang sapi bhulala k tansah ringwa nira; yata
matang nyan ingaran an ma:r:i¢ala ring Bhulala k ngaran ya
wkasan .
Amtang ikang sapi, ingwan ira ta pinggir ing awan; mijil
tanakn ya rare wadwa n lituhay u. Winawa tinakni ra mulih,
wineha knira ta ring abtek :
"Hana ta wwang hatadin den kareken hanakn ya ring awan."
Mangk ana lingira kaki Botahi. Atuha pwa kang rare,
tanpah ingan lituhay uning rupanir a. Siraji Taki pwa nora
binihaji nira; inalapn ira tanakni ra kaki Botahi, ikang ibu sapi;
ata pinaka- parame 9warlni ra. Mangka na kacarita nya ma:r:i¢ala
ring Bhulala k, yeka kasturi Botahi ngarany a.
Mamka s ta ring <;i~yanira :
"Yan ana tembe 9 aiwapak~a manga ran siramp u
Tapawa ngkeng , kawi 9akti bi~angaji, tan adoh saking i;>aha,

64
aywa ta kita tan prayatna; kami hika, waluya muwah
ma.r;ic:talangku ring Bhulalak."
Mangkana pawkasira kaki Botahi.
Ana ta sira prabhu sama ta sira ring Daha, sira haji
Hundal ngaranya. Mapalayanan ta sira lawari aji Taki; kalah
ta Sire. haji Hur;n;iaL Tan satya sira ring raI?-a, matakut ring
pati, mambolot ta sira-susupan. Ana ta hulunira pujut kalih
9iki lawan walyan tunggal, yata tumut tansah ring sira.
Mangungsi ta sira gunung Kawi, makuwukuwu ta
sirasusupan. Magawe ta sira sumur, matangnyan hana ring
UI?-<:ial ngaranya mangke, ikang sumur hana tkaning mangke.
Manambut [t]a sira daluwang ring sampiran: "mandar lamun
wikuha". Matangnyan hana ring Lamunwiku ngaranya mangke,
ri himbang sang hyang Kawi marep wetan. Datang ta sira ri
sang hyang Mahameru, harep ta sira hangera ring Tai;i9.es.
Tinakonaken ta nggonirangaskara, mawarah ta yan hanambut
daluwang ri sampiran; tan wineh mang9u hapan sira durung
wiku.
Tumurun ta sira saking Ta?).~es, makuwukuwu ta sita
ring jurang ring C::i~<;f.o . Motus ta sireng hulunira datnga ring
Kukub, sumambaheng bhatara Mahaguru, hamintanuggraha
pangaskara. Almeh sira katatapa dwanarthutus. Lumampah
tikang hulun apangaran si Kajar [r]wwa lawan walyan pangaran
Bugoleng; ikang pujut pangaran si Tenggek yata kari matunggu
sira, lawan asu lanang tunggal.
Kunang pangaran si Kajar lawan Bhugoleng <;t.ateng ring
Kukub, sumambah ri bhatara Mahaguru, mawarah yen kotus
de haji Hundal. Irika ta bhatara Darmmaraja mangutus ta
sira hulu-k~mbang-pakalpan datngeng aji Hundal, kumirimi
daluwang pangaskara; nher winawan payung kundala kalambi,
dewaguruha ring Geresik 9ri maharaja.
Tan wihang lumampah sira hulu-kembang-pakalpan, tan
wineh malawasa; sinamayan rwang wngi. c;::Ighra datang ri
<;-:indo; mogha tan kapanggih sira haji Hundal, kahadang sira
lungha m~ngameng. Ina:r:i~i hasuwe taz:i <;latang, mantuk sira

65
hulu-k emban g-pak alpan; ikang <;taluwang sanga skara
kinary yaknir eng watu, ikang watu pamas ehan inding bhatar i
Huma kacari tanya ngUni. ·· ·

Les Iungha hulu-k emban g-paka lpan; sapung kurira 9atang


~rl mahar aja; binadd aknira kang daluwa ng pangas kiira,
payung
ku.r:i~ala kalamb i hinang gonya. Ikang watu hinara nan ki Hulu-
kemba ng-pak alpan, [ana tkanin g mangk e, pamas ehan inding
bhatar i Huma kacari tanya; tinhtir ring :i;:>ing~ing harani ng
maz:i<;iala tkanin g mangk e. Matan gnyan maz:i~a!a ring I;>ing<;ling
tan marek ing Kukub tkanin g mangk e: ratu halmeh katata p
kacari tanya. ]

Ana ta ~i~ya de bha~areng Dingdi ng, ki bhuyu t Samad i


ngaran ya. Ma~ewa ta sira c;tarmma; sampu n siramu spa ring
ratri, wineh ta siranu graha kawilcuri. Enak ta wisikw isiknira
Iawan bhuyu t Sama<;ii; kunang si Kajar si Tengge k Bhugo leng
tan kari hasu hireng pada matur u ring longan , pada ta
mangre ngtl wisikwisiknira. Enak pangre ngenya ri sang hyang
kawiku n, pada tan wruh ri sang hyang 9armm a.
Ki byut Samad i ri huwus nira wineh nugrah a sang hyang
kawiku n, sinung ta sira payung kui:i<;iala kalamb i, kinwan ira
dewag uruha ring Mafija ng, taruka sang hyang Ga:r:ia ngUni;
tinher J?ingc;ling-Manufijang ngaran ya. Mangk ana kacarit anya.
Kunan g kahuca pa ta si Kajar Iawan si Tengge k, mangr enge
sira wisikw isikira bhatar a ring ki buyut Sama<;li. Mangu cap tasi
Kajar, lingny a:
"Jhah, si 'Timggek, mangrengt> kita?"
"Mang rego" si pinun."
"Enak ta pangre ngtlng ku; wruh ngwan g mangk e kalinga n
ing wiku; wnang ngwan g mangk e wiku tanpag uruha. "
Mangk ana wuwus nya kalih. Ana ta daluwa ng lepihan ing
~ri mahar aja, yata binad<:lakenya kalih. Mwaja r taya:

"Wiku ngaran ing ngwan g kalih. Kajar, syapar anta wiku


mangk e?"

66
"Byut Jala ngaran ing ngwang mangke. Kita si Tenggek,
syapa ngaranta wiku?"
Byut Giri ngaran ing wang mangke. Matangnyan byut
Jalagiri ngaran ing wang kalih. Byut Jala, penembah
kiteryyaku!"
"lh, halmeh si pinun, pada hi kita makas ture. Byut Giri,
panembah kiteryyaku!"
"Ih, halmeh si pinun, pac;ta taya makas ture."
Matangnyan wiku kasture ngaranya kalih. Les lungha taya
kalih, <;tatang ring gunung Wlahulu hamangunakna tapa;
matangnyan hana ring Arggha-klef?a ngaranya mangke patapan
ing byut Jalagiri. Mangkana kacaritan ing kasturi Jalagiri.
Ana ta rajaputra hinilangaken saking nagareng Galuh, sira
tuhan Caficuraja ngaranya masusupan ta sira, c_iatang maring
byut Jalagiri, amalaku ta sira hinurip. Mojar ta byut Jalagiri :
"Lah, si kita sang rajaputra, yan arep ahuripa, pawiku ta
kita hiri kami."
Mwajar ta tuhan Caficuraja:
"Almeh si kami hawikuha ri rahadyan sanghulun, [apan
rajaputra pinakanghulun] ."
"Lah, hulih si kita mareng nagara, yan kita halmeh
winikwan."
Mangkana lingnira byut Jalagiri. Wkasan manglalu ta sang
rajaputra, sinangaskaran dening pujut, inaranan ta byut c;rT-
manggala; winkaswkas ta de byut Jalagiri:
"Haywa ta kita wanwa lawan wiku waneh, agong patakaning
wiku . Balik tkani sakarepta; sing pangan tjana parabi;
panganggo sahananing drwenta. Wnang kita mangaskarani
hanak rabi, wnang tanpabanten, wnang tanpamuja-brata,
wnang tan wruh ing 9astragama, wnang hanajina kinawruhaken.
Bhatara juga panenggahakning hawakta. "

67
Mang kana pawka s byut Jalagi ri ring byut <;ri-manggala.
Jag les lungh a byut <;ri-manggala, manar uka ta sira mru:i9-ala ri
tpinin g sagara kidul haran ing taruka nya: ring Rajamaz:i.ik, ring
Panim banga n, (ring Giling an] , ring Wungkalibek; saman gkana
kweh ning taruk anya ma:f!9-ala, yeka kastu ri <;ri-m angga la
ngaran ya. Mang kana kacari tanya ngtl.ni.
Kahuc apa ta walya n mang aran Bhugo leng, wruh yan lungh a
si kajar lawan si tengg ek. Enak ta pengr engon ya ri sang
hyang kawik un, ms lungh a Bhugo leng; amann gih ta ya wiku
mati, yata pinup unya daluw angny a lawan ja~anya, ginaw enya
bad4a raiijing-raiijingan. Lungh a ta ya manan gsinan gsi, Iran
kaham pir ta ya ring amaha t; si Lulum pang- gurut ngara n ikang
amaha t. Mawe h ta yangi numa twak, sinam binya maguy wan-
guywan; nhor mangu cap wikuh a si Lulum pang- burut. Mwaja r
Bhugo leng:
"Yen sih ~ak ~angaskarani, yan sirare p wikuh a."
Rep sinang askara n ta, nher mang inum twak maguy wan-
guywa n, winat ah ri sang hyang kawik un. Inarin an ta byut
Lsung -buru t. Les lungh a ta ya marin g de~alas, matar uka
mal_l~ala ring Arggg ha-tila s. Tumin dak mange tan, matar uka
ma~9ala ring Jawa, mang alwar matar
uka mand ala ring
R~bhfilas, ri sukun ing gunun g <;undawiiµ.
Amin ta kalam bi ring
Tigary yan, yeka kastur i Lsung -buru t nagar anya. Mang kana
kacari tanya nglini.
Kahuc apa ta hikang asu hireng , enak ta pangr engon ya ri
sang hyang kiwikun, wruh mangr engli ri sang hyang darmm a.
Katwa n lungh a si Kajar lawan si T'enggek Bhugo leng, lungh a ta
ya muwa h. Ana ta majag al mang aran si DrwYanak, akweh
ta celeng winaw anany a; kapan ggih tang asu denya . Mwaja r ta
ya, lingnya:
"Ih, hasun gku katmu mangk o, alawa s ta ya lungh a, dak
pupuh nguni , ho~anya tanpa sara manu taken dadi lungh a.
Atutu ku hanmu ."

68
Mangkana lingnikanang ajagal; mojar tikang asu:
"Jhah, sugih amalaku dinol kamung, sumengguh asumu
hiryyfilru. Pira ta pirakpirakmu? Astu matiha celengmu."
Mangkana ling ikang asu; pjah ta celengnya. Mwajar kang
ajagal:
"Uduh, masambhawa kita hasu; wruh mwajaar wwang,
atyanta siddi9aktinyu. Mati kabeh celengku mangko; pangawak
bha~ara kapwa sira."

Rep manambah ta si :i;>rwyanak ring asu, aminta warah


nugraha; mojar tta sang asu ireng :
"Lah, si kamu dak wikwani; kunang pawkasangkwiri ko:
pabhasma kita hawu; wnang ta kita tanpamuja-brata;
singpangan tanana liniwatan; panakrabi kita; wnang tan wruh
ring 9astra; wnang tanpajapamantra. Ajana kita nawruhaken,
bhatara juga panenggahakning awakta, wnang kitangaskarani
hanak rabi. Aywa kita wanwawiku waneh, apan agong papa-
patakaning wiku. Mangkana pawkasangkwiri ko."
Tlas mangaskara si J?rwyanak, byut Areng ta ngaranya
wiku. Jag les lungha ta sira mara ring Wlahulu. Kunang byut
Areng mataruka m~~ala, ngaraning tarukanya: ring Anaman,
ring Andrala, ring Kpuh-r~bah, ring Junmanik; samagkana
kwehning tarukanya mandala. Sumambah ri bhatara ri
Tigaryyan, mamintanugraha kalambi; matangnyan kasturi
Hareng ngaranya.
Ana ta kahucapa muwah rajaputri saking Daha, sira tuhan
Galuh 9rl wiratanu ngaranya, anak de maharaja Taki. Kasingsal
ta saking nagaranira duk sira Tapa-palet hingilangaken saking
Daha, 9r1 parame9warl sira tinundung. Karuwak ta rakryan
rajaputri; samana ta sang rajaputri sah saking J;)aha, umungsi
ta ma~<;}ala ring Labdawara ring sira bhagawan A90~~i. Tan
ucapen lawasnirangkana, tan darana tambeknira bhagawan
A90l?~i tumon lituhayunira rakryan rajaputrl; yata linawananira
rakryan Galuh 9ri Wiratanu. Kawaran ta hesi wtangning radyan

69
Galuh; erang ta manaka ring Labdawara; les lunghii ta sira
~atang gunung Kawi. Manak ta raray kembar pada jalu,
lituhayu pariparnq.a. Wruh ta sira yan raray mangirang-
irangana, yata tininggal tiang raray ring alas. Les lungha ta sira
mantuk maring nagaranira.
Kari tang raray manangis makanangka nangan. Tumingh8.l
ta bhagawan Aga~~i, mawlas tumon ambeknira ring
kasesinikang raray tininggalakni bhunya. Siniimbutnir a tang
raray, nher dinus dinulangnira, iningunira ring yogha samadi.
Atuha tang raray wkasan, winawanira mangulwan maring
Ma~in, ~atang ring arggha Kela~a. ring m~~ala bhagawan
Markandeya, mantuka maring swargganira. Yata sinrahaknira
tang payung kui:i~ala kalambi ri bhagawan Aga~~i, sira
gumantyani dewaguru tumunggu ring iirggha Kela~a, gumanti
bhagawan Miirkandeya. Sira bhagawan Agasti dewaguru ring
Sukayatjfta Kunang tikang raray kalih ~ikt kitahananir a
sangaskiira, inaranan bhagawan Tmawindu lawan bhagawan
Anggira; inanugrahan ta sang hyang kawikun de bhagawan
Angg~~i.

Kahucapa ta bhagawan Miirkandeha, sah saking harggha


Kelaga, mider ta sireng bhuw~a; ·amrabhajita bhawanira.
Kampir ta sira humah ing abhelawa, si Suka ngaran ikang
ajagal. Tumon ta bhagawan Miirkandeya ring balung, igulan,
kulit, wruh ta yan humah ning cai:i~ala. Les lungha ta sira;
manututi ta si Suka, mojar tta ya:
"U~uh, mangsula sang pa~~ita, pwangkulun , a~ahara
sarwaphala mulaphala sang yatiwara, pwangkulun . Hapa
kalinganya tanpanolih?
Tan sumahur bhagawan Markaq.c;teya, nher lumaku.
Mangetan ta larinira matut j(5ng sang hyang Mahiimeru kidul;
ikang ajagal tansah matutburi, ring sira. Rep mararyyan ta
sira ring alas, lesu geyuh tawaknira si Suka, apan kangelan
tumut i lampah sang pandita; matangnyan ta haturu mangko.
Enak ta paturunika si Stika, lungha ta bhagawan Markandeya
mangetan larinira; tininggalaken ta sampetnira ri linggakning

70
nangka. Jag les manganaken ta sira brata samadi ring sang
hyang Mahameru, pitung we pitung wngi lawasnira, mangilanya
car:ic;iala paknanya. Ri sampunira mangkana mantuk ta sira
maring swargganira.
Kahucapa ta si Suka, sapatanginya norana katon sang
paIJ.c;iita denya, satinghalnya ri tunggakning nangka ana
kari daluwangnira. Sinambutnira tang saluwang, nhtlr
binadc;iak~nya; ikang tunggak sinambahnya, inic;i~pnira sang
par:i<;iita. Ikang alas tinarukanya mru:ic;iala, wapa ngaraning alas,
aji pinetnya, tinhtlr ngaraning mar:i<;tala ri Jiwana ngaranya
mangke. Sumambah ta ring bhatara ring Sukayajiia aminta
nugraha ring bhagawan Aga~~i; tlas pwaya sinung iq-ttanugraha
kalambi, mataruka ta mandala ring jtlng bhatari Wilis.
Ngaraning taruka: ring Bhana, ring Talutug, ring Aribhal).a;
samangkana kwehning tarukan mandala, yeka Sukayajfia-
pa~a-Jiwana ngaranya. Mangkana kacaritanya n@.ni.
Kunang bhagawan Agasti mantuk ta maring swargganira,
ikang payung kundala kalambi sinrahaken ta ring bhagwan
Trr:iawiz:ic;iu, sira gumanti dewaguru ring Sukayajiia sira ta
mungguh ring arggha Kela9a. Kunang bhagawan Anggira wineh
nugraha payung kur:i<;iala kalambi de bhagawan Tp;1awii;ic;iu,
kinon sira dewaguruha ring Sarwwasidda mapakl?a wukir.
Manggruya ta bhagawan Hanggira, apan tan sukawa9angaraka
sira; tnh~r ta ngaranira Sukayajiia-paksa-manggalya.
Mataruka ta sira mfu:lc;iala, ikang lwah sinatnira baiiunya,
winetnira hiwaknya; tinher ngaraning mandala ring
Panatmaku. Akweh ta 9isyanira, manguiijangaii]ing ta sira
maring gunung Bhurukah, magawe ta sira wwat malaring
lwah, artha pwa sira kayu mali. Sampun ta ya pinrangan mantuk
ta sang hanguiijangafijing; ikang kayu halmen ta gawenen wat,
ring wngi malayu hikang wawatang tumdun ring lwah. Ring
eiijing yata mara sang angufijangaiijing ikang wawatang nora
kapanggih; tunggaknya gunturnya Matmahan watu, ana
tkaning mangke. Tinut (t]ampaknya malayu tumdun ing lwah;
tinher ngaraning ma:r:i<;tala ring Layu- watang, niari haryning
Panatan.

71
Iti sang hyang Tantu panglara n, kaga<;luhana de sang
mataki-t aki, kabuyut an ing sang Yawa<;lipa, caturpak andan,
caturpa ksa, kabuyut an ring Nangga parwwa ta. Mwah
tanpasas angkala, mulanika ng manusa Jawa, duk durung sang
hyang Mahame ru tka ring Jawa, sawusir a tibeng Jawa;
mangkan a nimitany a tanpasas angkala reh yan ing purwwa.
Tla\'. [s]inura t sang hyang Tantu panglar an ring
karang kabhuja ngan Kutritus an, dina u(manis ) bu(dha)
mac;tangsya, titi ~a\'.i ka\'.a, rah 7. tenggek 5, r~i pandawa buta
tunggal: 1557.

2.3 Ter.jemahan Tantu Penggela ran


Semoga tak ada aral melintan g
Beginila h uraian ceritany a, hendakn ya diperha tikan
keadaan pada awal mulanya bila ingin mengeta hui dengan
mendeng arkan cerita Pulau Jawa pada jaman dahulu kala.
Manusia tidak ada, apa lagi gunung tinggi, tidak ada di Pulau
Jawa. Keberad aan Gunung Mandala giri, gunung besar dan
tinggi yang dijadika n sebagai pertanda alam bertemp at di
tanah, Jambu Dwipa (India). Itulah sebabny a Pulau Jawa
bergoya ng-goya ng, senantia sa bergerak bergetar , karena
dahulu tidak ada bukit maupun manusia . Oleh sebab itu
berdirila h Bathara dagatpra mana mau bersema di di Pulau
Jawe beserta Batari Pramesw ari. Oleh sebab itu sekarang ada
yang dinamak an Dihyang, itu ceritanyt dahulu sebagai tempat
bersema di bathara.
Lamalah bathara bersema di. Dia mengutu s Sang Hyang
Brahma dan Wisnu membua t manusia . Hyang Brahma dan
Wisnu tidak menolak , mereka membua t, manusia , tanah
dikepal-k epal dibuat manusia yang sangat cantik sempurn a
bagaikan wujud dewa. Manusia laki-laki dibuat oleh Sang
Hyang Brahma, manusia perempu an dibuat oleh Sang Hyang
Wisnu. Semuany a cantik sempurn a. Oleh sebab itu sekarang
ada yang dinamak an Gunung Pawirikan, itu ceritanya tempat
Hyang Brahma dan Wisnu membua t manusia .

72
Dipertemukanlah manusia hasil buatan Hyang Brahma
dan Wisnu, sama-sama rukun bersaudara berkasih-kasihan.
Mereka beranak, bercucu, berbuyut turun-temurun, kejadian
manusia semakin tumbuh subur. Mereka hidup tanpa rumah,
laki-laki perempuan bertelanjang mencari perlindungan di
hutan, karena tidak ada yang membuat, tidak ada yang
ditirunya, tanpa cawat, tanpa kain, tanpa selendang, tanpa
basahan, tanpa ikat pinggang, tanpa jambul, tanpa ikat
kepala. Berkata-kata tidak tahu ucapannya, tidak tahu
maksudnya. Makanan yang dimakan dari daun dan buah-
buahan. Begitulah kehidupan manusia di sana.
Oleh sebab itu para dewa berkumpul untuk
bermusyawarah, menghadap pada Bathara Guru. Bathara
Siwa menyuruh para dewa untuk membuatkan tempat
tinggal di tanah Jawa. Bathara Guru berkata "Anakku Hyang
Brahma, turunlah engkau ke tanah Jawa, buatlah barang-
barang tajam bagi manusia seperti panah, parang, tatah, pasak,
mangkul, beliung, segala peralatan bekerja manusia. Engkau
bernama "Pande besi". Cara membuat panah ditempat yang
bernama "Winduprakasa" dilakukan dengan cara, ibu jari
kedua kaki mengapit besi lalu dipukul, bagian ujung panah
dikikir, membuat panah dengan menggunakan ibu jari
kedua kaki. Oleh sebab itu bernam "pande" (sebab ibu jari
kakinya dipakai untuk menajamkan besi) . Oleh sebab itu
"pande besi" dinamakan empu sebab ibu jari (empu) kaki yang
dipergunakan. Demikianlah pesanku kepadamu anak-anakku.
Kemudian anakku Sang Hyang Wiswakarma, turunlah
engkau ke tanah Jawa, membuat rumah agar ditiru oleh
rnanusia, lalu bernarnalah engkau "Undagi" (engkau rnembuat
rumah agar ditiru oleh manusia, engkau bernarna "Undagi").
Kemudian anakku Hyang Iswara, turunlah engkau ke
tanah Jawa, ajarlah rnanusia belajar berbicara, perkenalkan
pada bahasa, terutarna ajarlah tentang "dasasila" (sepuluh
larangan dalam agarna Budha) dan "pancasikta" (lima hal
pelajaran). Jadilah engkau guru untuk tetua desa. Oleh sebab
itu engkau dinarnakan "guru desa" di tanah Jawa.

73
Engkau Hyang Wisnu, turunla h engkau ke tanah Jawa,
seluruh perkata anmu akan dipatuh i oleh manusi a, semua
tingkah mu akan ditiru oleh manusi a. Engkau guru bagi umat
manusi a. Engkau pengua sa dunia anakku .
Engkau Hyang Mahade wa, turunla h engkau di tanah Jawa,
jadilah "pande mas", membu at pakaian dan perhias an manusi a.
Begawa n Ciptag upta melukis lah, buatlah warna- warna
sebagai perhias an, menuru t wujud yang ada dalam pikiran,
menggu nakan alat ibu jari tangan. Oleh karena pekerja annya
melukis maka dinama kan "empu Ciptang kara".
Demiki anlah pesan Bathar a Guru kepada semua dewa.
Turunla h mereka bersam a-sama ke tanah dawa, Hyang Brahma
menjad i "Pande besi" (tukang besi), dia minta perlind ungan
(bantua n) dari lima unsur kekuata n yaitu pertiwi (dewi bumi/
tanah), apah (air), teja (cahaya ), bayu (angin), dan angkas a
(langit) . Pertiwi sebagai landasa n, apah sebagai penjepi t, teja
sebaga i api, bayu sebaga i pemup ut, dan angkas a sebaga i
pemuku l. Itulah sebabn ya sekaran g ada gurung bernam a
Gunung Brahma . Itu dahulu ceritan ya berasal dari cerita
Hyang Brahm a yang menjad i pande besi yang ada sampai
sekaran g. Pemuku l landasa n sebesar pohon tal, penjepi tnya
sebesar pohon pinang, angin keluar dari dalam gua, api selalu
ada siang malam , sesung guhnya sebaga i tempat Hyang
Brahma menjad i pande besi.
Begawa n Wiswak arma turun menjad i undagi, membu at
rumah. (manus ia menirun ya membu at rumah) , semula tidak
ada yang beruma h. Maka sekaran g ada desa bernam a "Medan g
Kamula n" itu ceritany a dahulu merupa kan tempat awal mula
manusi a hidup beruma h.
Bathara Iswara turun mengaj arkan bahasa dan tutur kata
yang baik, terutam a mengen ai sepuluh laranga n dalam agama
Budha dan lima hal pelajara n. Di sana dia mendap at gelar
sebagai guru desa.
Segera turunla h Batara Wisnu dan Batari Sri dari angkasa
("awang -awang" ), ".N' sebutan tidak ada. "wa" sebutan tinggi/

74
iawa n
atas, "Hyang" sebu tan dewa . Oleh seba b itu raja Kand ri Sri
ama Bata
diseb ut Bata ra Wisnu, istri Kand iawa n yang bem
a adan ya
di Nega ra Meda ng Kam ulan adala h awal mula cerit tahu
mem beri
nega ra. Mere ka meng ajark an kepa da manu sia, ain,
odot , berk
cara mem intal , men enun , berc awat , berd
berse lenda ng.
wan
Bath ara Maha dewa turun menj adi "pan de mas" , Baga
Cipta gupt a turun menj adi peluk is.
Anak
Terse butla h Hyan g Kand iawa n beran ak lima orari g:
Sand ang
tertu a bern ama Sang Man guku han, kedu a Sang
pat Sang
Garb a, ketig a Sang Kan tung Mala ras, keem
Kand ayun .
Karu ngka la, sedan gkan bung suny a bem ama Wreti
pa emp at
Tiba -tiba datan glah kend araa n Bath ari Sri beru buru ng
,
ekor buru ng, yaitu : buru ng perk utut, buru ng puter
kelim a
derk uku mera h, dan merp ati hitam . Dibu rulah oleh gan
ah (den
anak , terke jar, hing gap pada poho n, ditem bakl sang
olok
ketap el) oleh Sang Wreti Kand ayun . Jatuh lah temb putih .
buru ng. Tetbo lok buru ng perk utut beris i biji berw arna olok
hitam , temb
Temb olok merp ati hitam beris i biji berw ama
temb olok
buru ng derku ku mera h beris i biji berw ama mera h, rbak
g, haru m seme
buru ng pute r beris i bjji berw arna kunin hingg a
ya, dima kanla h
arom anya . Kelim a anak meng ingin kann g
tidak ada biji kunin
habis . Oleh sebab itu, samp ai seka rang
guku han
seba b habis dima kan oleh kelim a anak . Sang Man
hitam , itula h yang menj adi
meny emai kan biji putih , mera h dan
yang berw arna kuni ng
padi samp ai seka rang , Adap un biji maca m
kulit nya ditan am, menj adi kuny it. Gena plah keem pat
biji bahk an samp ai sekar ang.
at
Ters ebutl ah Sri Bath ara Mah akar ana mem buat temp n,
anlah temp atny a di kahy anga
tingg al di tanah Jawa , ditin ggalk
terat ur,
terge lar di bula tan bum i, bera da deng an terus pada
ur. Adap un pulau Jawa
terja ga tidak rusak , begit u terat erak
-goy ang, sena ntias a berg
jama n dahu lu kala bergo yang ara
pene kann ya. Oleh seba b itu, Bath
berg etar seba b tidak ada pada
untu k mem perko koh Pula u Jawa
Mah akara na berup aya Seke tika
jama n dahu lu, seka rang dan yang akan data ng.
ke timu r,
berse madi lah Bath ara Guru , berd iri men ghad ap

75
ketiadaan diputar meniadi buih, menjadi gunung, oleh sebab
itu sampai sekarang ada gunung Hyang, ceritanya dahulu
merupakan hasil semadi Batara Guru. Tanah di kaki Bathara
Guru menjadi gurung Limohan.
Kemudian Pulau Jawa tidak tetap, selalu bergerak bergetar.
Kemudian Bathara Parameswara menyuruh para dewa
mengakhiri pembuatan dunia tempat tinggal, kembali ke
tempat tinggalnya masing-masing. Semua kembali dengan
meninggalkan anak-anak yang menggantikannya bertata cara
seperti manusia.
Tersebutlah raja Kandiawan; Dia lalu meninggalkan kelima
anaknya untuk menggantikannya sebagai raja. Dia tidak suka
memilih salah satu. Akhirnya dibuatlah undian dengan
menggunakan rumput ilalang. Barang siapa yang mencabut
ilalang bersimpul maka dialah yang menggantikannya sebagai
raja. Mencabutlah keempat anaknya tetapi ialang yang
bersimpul belum tercabut. Akhirnya Wreti Kandayunlah yang
kebetulan mencabut ilalang bersimpul, sehingga Wreti
Kandayun dijadikan raja. Adapun Mangukuhan dipekerjakan
sebagai petani, menyediakan makanan untuk sang ratu. Sang
Sandanggarba dipekerjakan berdagang, menyediakan kekayaan
untuk Sang ratu . Sang Katung Malaras dipekerjakan
menyadap, menyediakan tuak (minuman) sang ratu Sang
Karungkala dipekerjakan pembantai, menyediakan daging
bagi sang ratu. Ratu Sang Wreti Kandayun menggantikan
ayahnya. Kembalilah Bathara Wisnu dari tempatnya, begitu
pula Bathari Sri. Adapun manusia semakin banyak bertambah.
Tersebutlah para dewata menyembah pada Bathara Guru.
Semua dewa, kelompok resi, bidadari, bidadara, gandarwa
mengumpulkan debu kedua kaki Bathara Mahakarana.
Sesudah menghaturkan sembah, mereka bersila, berderet-deret
menghadap Bathara Guru.
"Kuutus kamu semua para dewa, golongan resi, bidadari,
bidadara, gandarwa, berjalanlah ke Jambudipa (India) . Anak-
anakku semua, pindahkanlah Sang Hyang Mahameru, di bawa

76
ke pulau Jawa (gunanya untuk menekan agar supaya pulau
Jawa menjadi kuat, berhenti bergoyang-goyang, jika Sang
Hyang Mandaragiri sudah tiba nanti. Berjalanlah anakku
semua".
Demikianlah kata Bathara Guru kepada semua dewa,
juga golongan resi, bidadara, gandarwa, dan bidadari. Semua
tidak menolak. Berpamitanlah mereka untuk berangkat ke
Jambudipa, beramai-ramai, mendatangi Sang Hyang
Mandaragiri. Sampailah ke Gunung Jambudipa, besar tinggi,
sampai menyentuh langit, tingginya seratus ribu Yojana. Jadi
seratus ribu yojanajauh antara langit dah bummi. Dahulu tinggi
Sang Hyang Mahameru adalah seratus ribu yojana. Separuh
gunung Jambudipa di pindah ke pulau Jawa. Sehingga
sekarang tinggi gunung Mahameru separuh jarak ke langit.
Dipotonglah gunung Mahameru, puncaknya dipindah ke Jawa.
Diusung beramai-ramai oleh para dewa. Bathara Wisnu
menjadi naga, besar dan panjangnya tiada terhingga sebagai
tali untuk memutar Sang Hyang Mahameru. Sang Hyang
Brahma menjadi raja kura-kura, besarnya tiada terhingga,
sebagai atas untuk memutar Sang Hyang Mahameru. Seketika
sang naga melilit Sang Hyang Mahameru. Semua bertindak
serentak memotong Sang Hyang Mahameru. Keluarlah cahaya
kekuatan serta dentuman dan badai. Seketika semua dewa
bersama-sama mengangkut, Para golongan resi dan golongan
dewa bergemuruh beramai-ramai mengucapkan kata "astu"
agar mendapatkan berkah kekuatan. Bathara Bayu segera
memerintah semua dewa naik ke punggung raja kura-kura.
Sang Hyang Mandaragiri diputar oleh semua dewa, bergemuruh
mengadu kekuntan untuk mengusung Sang Hyang Mahameru.
Adapun orang-orang Jambudipa melihat Sang Hyang
Mahameru berjalan-jalan, sedangkan para dewa tidak
tampak oleh mereka. Oleh sebab itu menjadi ribut suaranya
bergemuruh, semua brahmana memberkati Sang Hyang
Mandaragiri. "Terus-terus-terus demikianlah doa semua
brahmana. Tersebutlah semua dewa mengalami kesulitan
dalam memutar Sang Hyang Mandaragi1i, mereka mencari air.

77
Adalah air keluar dari Sang Hyang Mahameru , namanya air
racun kalakuta, yaitu yang merupaka n racun dari gunung
Karena para dewa begitu hausnya, diminuml ah air racun
kalakuta tersebut . Lalu matilah semua dewa oleh kekuatan air
racun kalakuta itu. Bathara Paramesw ara mengetahu i akan
hal itu . "Oh semua dewa mati. Ah bagaiman a cara
menyelam atkan kematian mereka. Uh racun gunung dipilih
untuk diminum. Akhirnya semua mati. Ah uh akan kuhisap".
Dihisaplah air kalakuta. Leher Bathara Guru menghitam
warnanya seperti "toh". Oleh sebab itu, Bathara Guru bernama
Bathara Nilakanta, sebab lehernya berwarna hitam seperti toh.
Berkatalah Bathara Guru, "Oh air ini sangatlah ampuh. Aku
kesakitan olehnya". Seketika itu diamatilah air racun kalakutal
kemudian menjadi air suci kehidupan sejati. !tu sebagai isi
Sang Hyang Kamanda lu, untuk menyiram semua dewa.
Selanjutny a semua dewa disiram air suci kehidupan sejati;
hiduplah semuanya juga keempat penjaga dunia, bidadara,
gandarwa, semua dewa menyemb ah kepada Bathara Guru.
Seketika berkatalah Bathara Paramesw ara, "putarlah lagi Sang
Hyang Mandaragi ri sampai di Pulau Jawa. Ayolah, anakku".
Begitulah kata Bathara kepada semua dewa. Semua tidak
ada yang menolak. Mereka dirasuki kekuatan raksasa untuk
membantu para dewa. Diputarlah Sang Hyang Mandaragi ri.
Tibalah di ujung barat pulau Jawa, Seketika itu berdirilah Sang
Hyang Mahameru , jejak kakipara dewa bersinar cemerlang ,
Oleh Saba itu, Sang Hyang Mahameru dinamaka n Gunung
Kelasa sebab jejak kaki para dewa bersinar-s inar ("makelah-
kelah") .
Jadilah pulau Jawa merendah bagian barat meninggi
begian timur. Maka dipotongla h gunung Mahameru , dipindah
ke timur. Pangkalny a berada di barat. Oleh sebab itu sekarang
ada gunung bernama gunung Kelasa, itu ceritanya dahulu
adalah pangkal (pokok) Sang Hyang Mahameru . Puncaknya
dipindah ke timur, diputar bersama-s ama oleh semua dewa.
Tiba-tiba runtuhlah Sang Hyang Mahameru . Tanah yang
runtuh pertama kali menjadi gunung Katong. Tanah yang

78
jatuh ke dua menjadi gunung Wilis. Tanah yang jatuh ke tiga
menjadi gunung Kampud. Tanah yang jatuh keempat menjadi
gunung Kawi. Tanah yang runtuh kelima menjadi gunung
Arjuna. Tanah yang runtuh keenam kali menjadi gunung
Kemukus.
Oleh karena berguguran, rompeslah bagian bawah Sang
Hyang Mahameru, sehingga berdirinya condong ke utara
(bergerak patahlah puncaknya). Maka didirikanlah puncak
Sang Hyang Mahameru oleh para dewa. "Ih Pawitra" yang
artinya "nah bersihlah" kata semua dewa. Maka sekarang
namanya berada di Pawitra puncak Sang Hyang Mahameru
yang dahulu diceritakan. Konon Sang Hyang Mahameru tidak
kokoh, artinya dia bersandar pada gunung Brahma, karena
Sang Hyang Mahameru akan roboh jika tidak disandarkan
pada gunung Brahma, sebab rompes bagian bawah. Karena
diperkokoh oleh gunung Brahma, Sang Hyang Mandaragiri
seketika berdiri tegak. Oleh sebab itu, pula Jawa menjadi
kokoh, berhenti bergerak bergetar, menetap kuat
("Nisadapageh"). Oleh sebab itu, Sang Hyang Mahameru
dinamakan gunung "NISADA".
Kemudian Bathara Parameswara menyuruh semua dewa
memuia Sang Hyaig : "Mandaragiri, agar memberi isi pada
Sang Hyang Mahameru. Kemudian ketiga dewa (dewa tri
tunggal : Brahma, Wisnu-Siwa) diberi anugerah kendaraan.
Sapi jantan putih sebagai kendaraan Bathara Iswara, angsa
putih sebagai kendaraan Bathara Brahma, panji-panji garuda
sebagai kendaraan Bathara Wisnu. Setelah ketiga dewa diberi
anugerah kendaraan, semua dewa memuja raja gunung Sang
Hyang Mahameru seketika inilah jadinya sekarang.
Ada cupu manik bemama Sang Hyang Kamandalu, berisi
Sang Hyang air suci kehidupan sejati, sebagai isi Sang
Hyang Mandaragiri. Kemudian dipujalah oleh semua dewa.
Sesudah dipuja, dikumpulkanlah bijih Sang Hyang Mahameru,
yaitu: mirah, kumala, intan, dipersembahkan kepada Bathara
Parameswara, Sang Hyang Kamandalu tidak ketahuan.
Seketika pergilah semua dewa, Sang Hyang Cupu Manik (kundi
manik) ketinggalan.

79
Adalah dua raksasa bernam a Ratmaja dan Ratmaji .
Bermain -main ke gunung Mandar agiri (Sang Hyang
Mandara girii dengan maksud akan mengum pulkan mas, mirah,
kumala dan intan. Tidak mendapa tkan mas, mirah, kumala,
intan melaink an ditemuk anlah Sang Hyang Kamand alu.
Diambill ah dengan maksud akan digunaka n untuk bermain-
main, tidak tahu kegunaan nya. (Wujudn ya sungguh berkilaua n)
"mleng". Oleh karena itu, Sang Hyang Kamand alu dinamak an
Sang Hyang "Ktek-me leng", Seketika pergilan sang Ratmaja -
Ratmaji.
Disebutk an semua dewa datang menghad ap menyem bah
Bathara Guru. Berkatal ah Sang Batara :
"Hai anakku semua dewa, manaka h bijih Sang Hyang
Mahame ru, anakku. Diserahk anlah mas, mirah, kumala,
intan, tidak ada kundi manik Sang Hyang Kamand alu yang
berisi air suci kehidupa n sejati, yang menghid upan para
dewa".
Begitula h kata, Bathara Mahakar ana, Para dewa tidak ada
yang tahu yang mengam bil Sang Hyang Kamand alu, tidak
juga Resi Narada, Kapila, Ketu, Tumbur u (Sapaka ,
Wiswaka rma) juga tidak mengeta hui yang mengam bil Sang
Hyang Kamanda lu. Para penjaga empat penjuru dunia yaitu
Indra, Yama, Baruna Komera , Rigana, Dewang gana,
Surangg ana, Bidadara , gandarw a juga tidak mengeta huinya.
Para dewa kebingun gan. Akhimya Sang Hyang matahari dan
bulan ditanyai oleh para dewa. Berkata lah sang Hyang
matahari dan bulan (Raditya wulan).
"Ada dua raksasa bemama Sang Ratmaja- Ratmaji, itulah
yang mengam bil Sang Hyang Kamanda lu".
Begitula h kata Sang Hyang Matahar i-Bulan. Kemudia n
satira Brahma dan Wisnu datang ke tempat tang Ratmaja -
Ratmaji berada. Seketika tibalah ditempa t raksasa. Berkatal ah
sang Ratmaja -Ratmaj i, "Aduh tumben sang dewa kemari.
Apakah tujuan kedatang an tuan kemari" .

80
Berkatalah Sang Hyang Brahma Wisnu, " Kami berdua
datang untuk menanyakan apa yang kalian dapat dari
Mandaragiki".
Jawaban sang raksasa, "Saya tidak menemukan mas, mirah,
kumala, iritin hanya ada "ktek-meleng" yang kami dapatkan".
Bertanyalah sang dewa, "Apa itu yang bernama "ktek
meleng" (seperti apa rupanya) ?"
Ditujukanlah sang kundi manik. Lalu dimintalah oleh sang
dewa. Sang raksasa tidak membolehkan, Diminta dengan
ditular mas permata. sang raksasa tidak memberikannya.
Akhirnya bertanyalah Sang raksasa, "Apa penting kundi
manik?"
Berkatalah sang dewa, "Kundi manik itu namanya Sang
Hyang Kamandalu, berisi air suci kehidupan sejati, yang
menghidupkan para dewa". Seketika diambillah sang kundi
manik oleh raksasa, lalu disembunyikanlah oleh kedoanya.
Malulah Sang Hyang Brahma Wisnu. Setelah berpikir Sang
Hyang Brahma Wisnu merubah diri berwujud wanita cantik.
Beginilah jadinya sekarang. Datanglah di tempat Ratmaja-
Ratmaji, dimintalah sang kundi manik, lalu dibujuklah mereka.
Melihat wanita cantik, bergairahlah (tergiurlah) sang raksasa.
Maka diberikanlah sang kundi manik. Digenggamlah oleh
Bathara Wisnu. Seketika dilarikanlah oleh Sang Hyang Bathara
Brahma Wisnu. Diikuti (dikejar) oleh Sang Ratmaja-Ratmaji,
tidak terkejarlah Sang Hyang Brahma Wisnu oleh mereka,
sebab tidak terhingga cepatnya, malulah (sedihlah/
menyesallah) Sang Ratmaja-Ratmaji.
Tersebutlah para dewa menghadap pada Bathara
Parameswara, Kemudian menghirup air suci kehidupan sejati,
hasilnya terhindar dari ketuaan dan kematian. Yang dipakai
untuk minum adalah daun beringin (wandira). Ada raksasa
bernama Rahu menyamar sebagai dewa, membaur pada dewa
minum air suci kehidupan sejati. Daun awar-awar yang
dipakai untuk minum. Tahulah Sang Hyang Raditya Wulan

81
(mata hari bulan) . Diteg urlah saat mengh irup air suci kehid upan
sejati, maka dipen ggalah denga n panah raksas a terseb ut oleh
Batha ra Wisnu. Putus lah lehern ya, matila h tubuh nya. Air suci
sudah ditela n namu n belum sampa i pada tubuh nya. Oleh
sebab itu, hidup lah kepal a Rahu . Sang Hyan g Radit ya
Wulan dimar ahiny a. Bahka n sampo i sekara ng Sang Hyang
Radity a Wulan masih diang gap sebag ai penye bab keprih atinan
(kesed ihan) Sang Rahu.
Setela h para dewa minum air suci kehid upan sejati, seketi ka
beran aklah Batha ra Siwa lahir gunun g Wlahu hu. Batha ra
Iswar a beran ak kelua r gunun g Sanja ya. Batha ra Brahm a
beran ak keluar gunun g Walan gbang an. Batha ra Wisnu beran ak
keluar gunun g Pamri han juga dinam akan gunun g Mawu lusan,
karen a awal mulan ya Celen g Dama lung mati di sana. Begitu lah
ceritan ya.
Terse butla h Batha ra Jagad pram ana, menin ggalk an
tamba knya. Oleh sebab itu, sekara ng ada penin ggalan yang
berad a di Bulon , dahul u cerita nya untuk pertam a kali dewa
memb uat pening galan, ke dua di Kupan g, ke tiga di Huluw anwa
(Lowa no), ke empa t di Pacira . Adala h seeko r naga buas akan
menye rang (meng alahk an) Batha ra. Dilaw anlah dia denga n
kundi (paran g). Sang naga ma ti, berub ah menja di pohon
tumbu h berhu bunga n, lalu dinam akan nagas ari. Oleh sebab
itu, di Pacir a terda pat kemb ang nagas ari untuk yang
pertam a kali. Ada tunci diting galkan di kayu, menja di binata ng
naman ya lutung . Begitu lah ceritan ya.
Berjal anlah Batha ra dari Pacira ke Barat menja di macin g.
Berta palah dia denga n Batha ra Uma, merek a memb angun
kebai kan (aman gun mang un ayu), oleh sebab itu ada
"mang uyu". (kelom pok pertap a), merek a diikut i ada orang yang
memil ih hidup bertap a, memb uat conto h telada n di dunia.
Batha ra Guru meng ingink an memp unyai anak yang cantik
(semp urna). Lahirl ah anak Batha ra. Dinam akan Sang Hyang
Kama dewa, sanga t tamp an meleb ihi semu a dewa. Yang
perem puan dinam akan Batha ri Smari . Lalu dia mulai diberi
makan . Sedih lah (mena ngisla h) sang Batha ri, dilem parkan lah

82
nasinya lalu ditanam, menjadi tumbuh, lalu tumbuh menjadi
tumbuhan menjalar yang sangat rimbun ("mulung
kumendung"). Oleh sebab itu ada tumbuhan bernama
gandung, yang ceritanya dahulu adalah nasi.
Berpindahlah Bathara Guru, Bathari Uma dan Batari Smari
pergi menantinya di kebun-kebun di kebun bunya (wanisari),
kemudian tempat Bathari Uma adalah di Wanisari, Bahkan
sampai sekarang begitulah cerita Bathari Uma.
Bathara Guru berpindah dari Masin. Tinggalah Sang Hyang
Kamadewa dan Bathari Smari di gunung Kelasa. Adapun
Bathara Guru datang ke Mahameru bersama Bathari
Parameswari, untuk bertapa. Bathari Uma memperlihatkan
("umintonaken") wujudnya. Kemudian pertapaan Bathari
Uma disebut 'gunung pinton' atau 'arga pinton'. Terpisahjurang
dari pertapaan Bathara Guru. Bathara Uma datang ke
pertapaan Bathari Guru. Terantuklah' dia pada kayu tajam
bagaikan taji besi, Maka Ialu, disebut di kayujati nama
pertapaan Bathara Guru. Kaki Bathari berdarah. Menangislah
dia. Tangisnya menjadi lima batu karang. Air matanya menjadi
tunas bambu petung. Ingusnya menjadijamur pohon Cempaka.
Berpindahlah Bathara Guru dari kayu jati, melakukan
hidup di air/telaga ("atma ring ranu bhawanira"), lalu pertapaan
Bathara Curu dinamakan di Ranubawa. Ikutlah Bathari
Parameswari. Terus bercucuranlah ("lagi mabyangbyangan")
darah kaki Bathari. Kemudian pertapaan Bathari Uma
dinamakan di Kabyang. Senanglah hati Bathari. Berhiaslah dia.
Tahulah Bathara Guru akan kecantikan Sang Bathari. Datang
Bathara Guru pada Bathari Uma. Mulai bertapalah dia. Bathari
Uma disatukan di dalam bentangannya. Pergilah dia dari
pertapaannya, akhirnya dia bertapa, tempatnya di pertapaan
agung. Ubi talas yang dimakannya. Oleh sebab itu, Bathara
bertapa sebagai lembu ("anglembu-guntung"), Ialu dinamakan
"pertapa-guntung" ("manguyu-guntung").
Keluarlah anak Bathari, dua laki-laki semua. Berkatalah
Bathara Guru: "Dahulu karena saya datang kepadamu ("Inguni
ganaku mara iri kita"). Bathari. Oleh sebab itu. Ganat Kumara

83
nama anakku". Bathari Uma membas uh kain kotornya ("inding
barunjing ") pada aliran air telaga susu; oleh sebab itu sekarang
dinamak an di Dingding . Kainnya berloban g, lalu diperhat ikan.
Dikerum uni lalat bising berdengu ngan ("umung mabyung an").
Kemudi an dihalau dengan tali besar ("dadun g"), lalu
dinamak an "turuk-u mung".
Tersebu tlah Sang Hyang Kamade wa dan Bethari Smari
pergi ke gunung Kelasa . Sang Hyang Kamade wa ingin
menggau li Bathari Smari, takut dihalang i oleh Bathara Guru.
Dibelah dualah tubuh Bathari Smari, kemudia n Bathari Ratih
dikawini oleh Sang Hyang Kamadew a. Menjelm alah Bathari
Ratih pada. Hyang Kandayu n menjadi wanita lembut (sang
Turuk Manis). Sang Kamade wa menjelm a menjadi Sang
Wangan, sebagai suami Sang TurukMa nis. Oleh sebab itu
sebagai ikatan untuk istri Sang Katiha. Begitula h Sang Kuli-
Kuli di negara Mdang-g ana beristri}t an Sang Wuwuh Langit di
negara Mdang-g ana. Tersebut lah Bathara Guru dan Bathari
Uma, mereka berada di pertapaa n agung ("Pama nguyuan
agung") beranak sang Gana dan Sang Komara. Akhirny a
Bathari Uma mencari makanan (umbi-um bian) untuk Sang
Gana dan kumara. Turunlah dia ke dataran. Dibawala h daun-
daun bunga. Bathara Guru tinggal mengasu h Sang Gana dan
Sang Kumara, menghib urnya agar hatinya senang. Diceritak an
Bathari Uma menangi s, tidak tahu apa yang ditangisi nya.
Bersedih lah Bathari Uma, akhirnya daun-da un bungany a
dihambu r-rataka n. Seketika kembali lah Bathari Uma, di
sambut oleh Sang Gana dan Kumara ingin sekali makan,
mintalah pada Bathari Uma. dikataka n bahwa nasinya basi.
Tersebut lah Bathara Parames wara mengeta hui kelakuan
Bathari Uma terhadap Sang Gana dan Kumara. Dia ingin
meningg alkannya , untuk tinggal di punggun g gunung ("geger
geger") . Sehingg a pertapaa n Bathara Guru dinamak an di
Peningga lan Geger ("geger-k etyagan" ). Adapun Bathari Uma
berumah tangga dengan Sang Gana Sang Kumara, keduany a
dianggap sebagai suaminy a. Jadi Gana Kumare tinggal pada
wanita pertapa . Maka besarlah kemalan gan yang
didapatk annya. Adapun dahulu dikisahk an Bathari Uma

84
berlaku sebagai pertapa wanita, berubah menjadi laki-laki.
Berceritalah Sang Gana pada Bathara Guru. Pergilah Bathara
Guru. Tinggalah Sang Gana di Peninggalan Geger ("geger-
katyangan"). Bathara Guru bermaksud ingin mengakhirin ya
("tumandes hidepuira") . Lalu pertapaan Bathara Guru
dinamakan Tandes.
Kemudian disebutkan lah Bathari Uma pergi dari
"Pamarguyw an Agung" (pertapaan agung"). Membuatlah di
pertapaam. "Akulah pertapa di gunung". ("Aku manik haneng
wukir"). Begitulah kata hatinya. Lalu pertapaan Bathari Uma
dinamakan berada di gunung manik. Dia tampil bermahkota
(makutata bhawanira), namanya "makuta". Seperti sikap dewa
yang berkain, lalu nama Bathari menjadi "kaki-dewat a"
(kakekdewa) , bahkan sampai sekarang.
Adapun Sang Kumara, dia bercerita kepada Bathara Guru.
Dia merasa sangat bersalah (berhutang). Katanya "Ah saya
sungguh-sun gguh ingin mengikuti Sang Bathara" ("lh, katuhon
ring tumut ring bhatara"). Lalu Katukatu-lah namanya, itu oleh
karena Sang Kumara tinggal di Katukatu. Adalah sungguh
besar (berat) kemalangan yang diderita oleh Sang Katukatu,
ceritanya oleh Bathara Guru dia dirubah menjadi perempuan.
Sang Kumara ingin menyusu, kembalilah ia menyusu pada
Bathari Uma. Setelah kenyang (puas) menyusu dia kembali
kepada Bathara Guru. Dia ingin menyusu lagi. Dia terpeksa
datang kembali pada Bathari. Tahulah Bathari Uma akan
kedatangan Sang Kumara. Gemaslah Uengkellah) Sang Batari.
Tahulah Sang Kumara. Diikutilah (dibuntutilah ) sang Bathara.
Jadilah dia pohon kalpataru. Diperahlah susu Bathari. Pohon
kalpataru tampak mencucurka n darah (mengeluark an getah
lalu dihiruplah oleh Sang Kumara. Rasanya, seperti susu Sang
Bathari. Akhirnya tahulah Sang Kumara bahwa Bathari Uma
menjadi kayu. Akhirnya disadaplah sang kalpataru.
"Ketika menunggu lama untuk memperoleh susu ibunya,
Kampala air" ("Non duh duk amangguh susu ning indung
karing dangu"). Oleh sebab itu sekarang namanya "hano"
(enau), bulunya bernama "duk" (ijuk), tunasnya bernama
"dangu" (pucuk enam).

85
Begitulah kata Sang Kumara. Seketika pergilah Bathari
Uma, arahnya ke barat. Diikutilah oleh Sang Kumara.
Terkejarlah dia. Diamatilah dengan sungguh-sungguh oleh
Sang Kumara (Piripilan ing Sang Kumara). Oleh sebab itu, ada
gunung bernama gunung Pilan. Sang Kumara merasa sedih.
Bertapalah dia di gunung yang sekarang namanya Tawungan,
dahulu ceritanya merupakan tempat pertapaan Sang Kumara.
Datanglah Sang Hyang Gana pada Bathara Uma,
menginginkan wujud yang sama dengan Sang Kumara. Oleh
sebab itu Sang Hyang Gana menjadi berwarna hijau
("matanggan ahijo Sang Hyang rana"), lalu gunung Bathari
Uma dinamakan "gunung Hijo" (gunung ijo). Sang Hyang Gana
merasa sedih. Bertapalah dia. Oleh sebab itu, ada gunung yang
sekarang bernama "gunung wija". Dahulu gunung itu ceritanya
sebagai tempat pertapaam Sang Hyang Gana.
Dianugerahilah Sang Hyang Gana oleh Bathara Guru, yaitu
apapun yang diucapkannya akan terwujud. Bimbanglah hati
Sang Hyang Brahma Wisnu melihat keberhasilan Sang Hyang
Gana. Karena itulah dia membuat cangkrima. Datanglah
Sang Hyang Wisnu di hadapan Sang Hyang Gana. Berkatalah
Sang Hyang Gan, "Apa keperluanmu Sang Hyang Wisnu".
Bertakatalah Sang Hyang Wisnu, "Tebaklah teka-teki saya
Hyang Gana".
"Apakah gerangan teka-tekimu, Sang Hyang Wisnu", tanya
Hyang Gana. "Apa yang sebagai bunga khas bagiku?", Sahut
Sang Hyang Wisnu.
Jawab Hyang Gana, "Aha, yang sebagai bunga khas bagimu
adalah sebagai pembunuh Brahma". ("brahmatya").
"Apa"?, namanya pembunuh Brahma ? Engkau sama sekali
belum sama dengan dewa. Tidak, sama sekali belum
menyamaiku sebagai dewa", kata Hyang Wisnu.
Jawab Hyang Gana, "Ah, saya benar-benar sudah sama
dengan dewa. Apakah hanya karena hal itu, saya mesti
tenggelam ?"

86
Seketika pergilah Bathara Kesawa. Datangla h Sang Hyang
Brahma dengan membua t teka-teki . Semula lima-lah kepala
Sang Hyang Brahma . Ditekan lah (ditengg elamkan lah)
kepalany a yang tengah. Kelihata n kepalany a empat. Itulah
penampa kannya sekarang (kemudia n). Seketika datangla h ke
tempat sang Hyang Gana berada.
"Apa keperlua nmu Sang Hyang Brahma? ", tanya Hyang
Gana.
Menjawa blah Sang Hyang Pawaka (Brahma ), "kau tebaklah
banyak kepalaku , Hyang Gana!.
"Apa geranga n jika tertebak jumlah kepalam u ?", sahut
Hyang Gana.
Berkatal ah Hyang Pawaka, "Kusem bah engkau, Hyang
Gana. Jika tidak tertebak , kumakan engkau, Hyang Gana! . Nah,
berapaka h banyak kepalaku menurut mu?" .
Jawab Hyang Gana, "Empat banyak kepalam u, Hyang
Brahma" .
"Aha, matilah engkau olehku, Hyang Gana. Sebenarn ya lima
banyak kepalaku , Hyang Gana", Sahut Hyang Brahma.
Melihatl ah Bathara Parames wara sambil berkata, "Aduh,
matilah anakku oleh bathara Brahma nanti" . Oleh sebab itu
dipengg alah kepala Sang Hyang Brahma yang berada di
tengah oleh Bathara Guru dengan tangan kiri. Kemudia n Sang
Hyang Brahma dipegang tangan kanan. Sang Hyang Wisnu
tangan kiri. Kemudia n Sang Hyang Wisnu disuruh mengam bil
kepala Sang Hyang Brahma. Terbukti lah kebenara n tebakan
Sang Hyang Gana terhadap Sang Hyang Wisnu, bahwa dia
pembunu h Brahma.
Tersebu tlah pembica raan Sang Hyang Brahma dengan
Sang Hyang Gana.
Hyang Gana, "Empat banyak kepalam u, Sang Hyang
Brahma" .

87
Hyang Brahma, "Ah tidak, lima banyak kepalaku, Hyang
Gana. Matilah engkau olehku, Hyang Gana"
Begitulah, kata Hyang Brahma. Dia berusaha mengeluarkan
kepalanya, ternyata sudah dipenggal oleh Batara,
(memancarlah darahnya). Marahlah Bathata Brahma. Maka
kemudian diciptalah darahnya menjadi raksasa yang sangat
besar sebanyak seratus delapan, disuruh membunuh Hyang
Gana. Seketika larilah Sang Hyang Gana, menyembah pada
Bathara Guru. Disambutlah tangannya oleh Bathara
Parameswara,
"Duhai, saya mengambil kepala si Rajapati (Brahma).
Sudah matilah engkau jika aku tak mengembil kepala Sang
Hyang Brahma, sebab ditekan (ditenggelamkan) kepalanya
yang berada di tengah. Itulah sebabnya kelihatan empat
olehmu".
"Marahlah sekarang si Rajapati tuanku, sehingga mencipta
raksasa maha kuat (mahasurakala) sebanyak seratus
delapan, sekarang akan membunuh putranda, tuanku. Oleh
karena itu, putranda menyembahmu (menghadapmu) ,
paduka Parameswara".
"Aduh, janganlah engkau cemas anakku, Sang Hyang Gana.
Jika Sang Hyang Brahma mencipta raksasa, kita mencipta
dewa".
Seketika diciptalah kelima kukunya, seketika tercipta
menjadi dewa sebanyak lima (pancadewata), diberi nama
Kusika, Garga, Metri, Kurusya, dan Pratanjala (sebegitulah
banyaknya), disuruhnya melawan sang mahasurakala (sang
raksasa yang sangat kuat). Sang Pancadewa (kelima dewa)
pun tidak menolak. Tidak diceritakan peperangan antara
pancadewa melawan raksasa.
Disebutkan kepala Sang Hyang Brahma dilabuh (dibuang)
ke lautan (keringlah air lautan). Ditaruh di angkasa (hanguslah
sang angkasa seperti disangrai ( disangan, dipanggang,
dibakar ?). Ditaruh di bumi, langsung menembus ke dalam
tanah. Tertimpalah kepala Sang Hyang Anantabaga, yaitu
naga penyangga bumi, diceritakan dia menggelepar-gele par,

88
sehingga terjadilah gempa di bumi, bergoncanglah Sang Hyang
Mahameru, Oleh karena begitu kuatnya gempa, takutlah .
Bathara Guru jika Sang Hyang Mahameru roboh. Maka
diambillah kepala sang Hyang Brahma dari dalam bumi.
Tersebutlah mahakalasura sudah kalah, ketakutan
terhadap Pancadewa. Oleh sebab itu, menghadaplah Sang
pancadewata pada Bathara Guru (mo hon petunjuk). Tidak
bolehlah (dilaranglah) Bathari Uma mendengarkan petunjuk
Bathara. Adapun keduanya disuruh mencari susu lembu betina
hitam. Tidak berkeberatanlah Bathari Uma. Seketika pergilah
Bathari Uma. Enaklah petunjuk bagi Pancamahadewata dari
Bathara Guru.
Adapun kepala Sang Hyang Brahma diamat-amati oleh
sang Bathara, akhirnya ditanamlah di gunung Kamput. Oleh
sebab itu, akhirnya gunung Kamput dinamakan "gunung
Sambadagni" . Akhirnya tumbuhlah kepala Sang Hyang
Brahma. Oleh karena itu, sekarang ada yang dinamakan "nyu"
dahulu ceritanya merupakan Kejadian dari kepala sang Hyang
Brahma.
Tersebutlah Bathari Uma, pergilah dia ke swargaloka hi tarn.
Sampai,di tujuh dunia (saptapratala), tetaplah dia tidak
mendapatkan susu lembu betina hltam. Pergilah dia ke
madyapada, tiba-tiba dia tersandung (terantuk) pada batu
karang. Terbelahlah ibu jari kaki kirinya. Oleh sebah itu,
berjalan dengan tongkatlah dia. Dikelabuilah oleh Bathara
Guru, diujilah kesetyaan Bathari Uma. Oleh karena itu,
Bathara Guru menjadi Sang Kumara Gohpala, anak gembala,
tak terhingga tampannya. (Lembu jantan putih kendaraannya)
diberi kehidupan menjadi lembu betina hitam. Sang Kumara
Gohpala sedang memerah susu lembu betina hitam, tiba-tiba
bertemulah dengan Bathara Uma. Berkatalah Bathari Uma,
"Hai, sang anak gembala, aku akan meminta stisu kepadamu,
dik, apakah boleh?"
"Ah tidak boleh", jawab anak gembala.

89
Bathar i Urna berkat a, "Baikl ah akan kubeli dengan ernas
perrna ta"
Jawab anak gernba la, "Ah tidak boleh. Sepert i apakah
pernbu atan ernas perrna ta yang untuk rnernbeli".
Begitu lah katany a, Akhim ya sang Kurnar a Gohpa la berjala n
berpas angan. Bingun glah hati Bathar i Urna. Itulah (rnunc ullah)
kesetia annya. Maka ada gunun g narnan ya "gunun g wirih ati".
Memp erhatik anlah Bathar i Urna pada susu sapi betina hitam.
Oleh sebab itu, dilayan ilah (didek atilah) sang Kurnar a Gohpa la.
Seolah -olah dia setia pada Bithar a Guru. Bersan ggarna tidak
dilayan i dengan perasa an (kewan itaann ya) , dilayan i dengan
betis dan lutut sehing ga tarnpa k sepert i alat kewan itaan.
Seketi ka bersen ggama lah merek a. Oleh sebab itu, sekara ng
ada gunun g narnan ya "Gunu ng Pasang garnan ". Kernu dian
bersern adilah Bathar a dan Bathar i menjad i anak laki-laki kecil
mutiar a cinta (cintam anik) . Oleh karena bersen ggama dengan
betis {"pupu") lalu sang cintarn ani disebu t "kesam puta". Dia
dibant ali daun sembu ng, dialasi daun apa-ap a. Tingga lah sang
Cintam ani bergul ing-gu ling. Oleh sebab itu, sekara ng ada
gunun g narnan ya "Gunu ng Guling andara " . Air rnanin ya
turnpa h di tanah. Ditutu plah (ditirn bunlah , dengan tanah oleh
Batha ri Urna, rnenja di Gunun g Merap i. Belaha n ibu kaki
Batha ri Urna terisi air rnani yang ditetes kan batara . Maka
rnenjad i bengka klah ibu jari kaki bathar i.
Diberi lah Bathar i Urna susu lernbu betina hitam. Seketi ka
rnengh ilangla h sang Kamar a Gohpa la, kernba li sebaga i Bathar a
Guru. Juga lernbu nya rnelay ang-la yang. Dikutu klah oleh
Bathar i Urna, jatuh di tanah, tidak rnamp u terban g (berger ak).
Oleh sebab itu, sekara ng ada gunun g bemam a "Gunu ng ltip-ing -
lernbu ". Bathar i Urna berser u rnenyu rnpahi nya, disuru hnya
bertap a. Bertap alah sang lernbu. Maka kernud ian sekara ng ada
gunun g naman ya "Gunu ng Kedyan gga".
Susuny a dituan g menjad i rnata air.
Terse butlah Batha ri Urna, bengk ak ibu jari kiriny a .
Sibuk lah dia, dipijat lah, keluar darahn ya, keluar cairan
berlurn pur, keluar air ketuba nnya. Dipijit lagi keluar tiga anak

90
bayi, keluar tembuninya. Maka kemudian marahlah Bathari
Uma. Seketika dipeganglah senjata para dewa, adapun yang
dilakukann ya sekarang, dihancurka nlah tembuni anak-
anaknya. Seketika ketiga anaknya menyembah pada Bathari
Parameswa ri. Berkatalah anak-anakn ya, "Apa sebabnya
saudara-sau daraku anak-anak bathari akan kau bunuh, sang
Maharatu. Sempurnaka nlah anak-anak batari, tuanku".
Begitulah perkataan ketiga anak. Seketika lenyaplah
kemarahan Bathari Uma. Oleh sebab itu, akhirnya
ditetapkanla h anak-anakny a :
"Oh ketiga anakku, kalian lahir dari ibu jari kaki kiriku.
Oleh sebab itu, kaliyan bertiga bernamalah empu kuna.
Adapun engkau yang tertua, engkau kutasbihkan
(kusucikan) , kuminyaki rambutmu, lalu empu Kumara
Gimbal namamu, sekarang namamu Wiku Rsyangarem ban
(Resi yang siap bertindak). Itulah anugerahku kepadamu.
Senjata Sang Hyang Trikurunga n sebagai penguat
penganugera hanku". "Adapun engkau anak kedua, engku
kutasbihkan , kuminta bulunya kusembunyik an, lalu engkau
bernamalah empu Kumara Siddi. Menghadap lah
("Pasewa") engkau pada Hyang Gana, oleh sebab itu Wiku
Sewa-lah sebutanmu di dunia. Mengajarka n kepada
manusia tentang asal usul aksara. Tangan dan kakimu
sebagai bunga alam semesta. Bhuja namanya tangan, angga
namanya badan; lalu namamu mpu Bhujangga. Itulah
anugerahku untukmu . Senjata bernama Hyang Musa.
Untuk memperkuat penganugera hanku".
"Adapun engkau anak bungsu, sekarang engkau
kutasbihkan , mpu Kumara-rara y (mpu Kumara-Kan ak
kinak)-lah namamu. Memandang lah rahasiaku dengan
penuh konsentrasi. Wiku Prodda (pemeluk agama buda/
orang yang mengetahui dan mengerti)-lah sebutanmu di
dunia, pada masa yang akan datang menjelmalah engkau
sebagai Bathara Buda. Co nama dewanya, gata nama
penyelubung nya. Lalu Cogata-lah sebutanmu didunia.
Inilah anugerahku. Senjata bernama Sang Hyang Guduha,
untuk memperkuat penganugera hanku.

91
giku
"Dan lagi anak -anak ku, baga iman a kalia n meng unjun
(men carik u), dari mana asaln ya (baga iman a caran ya)".
h) kami
"Siap kanla h, Bath ari. Teta pkan lah (sem purna kanla
Jadik anlah saud araku anak
sebag ai anak Bath ari, tuank u.
batha ri yang beru pa air ketub an menj adi anak mu".
jalan .
Nah kuse mpur naka nlah dia. Perta paan mu dipin ggir
tiryy aku) . Lalu
Engk au dahu lu men carik u (man glab
erah anku
nam amu "tbe habe t". Adap un peng anug
Seba gai
kepa damu , senja ta bema ma "San g Hyan g Gora ".
peng uat peng anug eraha nku" .
nmu
"Lag i anak -ana kku, baga iman a perk emb anga
kepa daku , laki-l aki perem puan dian tara kalian ".
tuan ku
Siap kanl ah, Bath ari. Sem purn akan lah anan da
yang menj adi temb uni
Bath ari, Saud arak u anak bath ari
anak -anak tuank u".
alam
"Nah , kuse mpu rnak anla h dia. Pere dara nmu di
tuka ng kayu .
seme sta. Engk au haru s tram pil sepe rti
jama n
(Jadi lah sepe rti perb uata nku dan ayah mu pada
puan ".
dahu lu). Begi tulah sikap mu seba gai anak perem
kan
(Jug a kalia n anak laki- laki) , jadil ah sepe rti tinda
goda ku (mer ayuk u). Yang sebag ai
ayah mu pada saat meng
ng (tali besa r). Seba gai
sawi t (kalu ng) adal ah dadu
da" -
gelan gnya adala h lidi dipili n. Lalu "ham band agina nggo
meng goda /mera yu).
lah nama nya di duni a. (tram pil dalam
Begi tulah pesa nku pada kalia n.
kalia n
"Nah , bina tang (mak hluk hidu p), baga iman akah
meny emba hku" .
ku.
"Siap kanl ah bath ari, bina tang lutun g seba gai nama
Men yemp umak an anak tuan ku batar i",
nya.
"Nah , kuse mpum akan lah engk au, senja ta gada nama
wida k),
Jadil ah engk au tuka ng cerit a (pad adew ata kita
dung
cerit akan lah tenta ng duni a (alam seme sta) , pelin
di bumi .
keho rmat an sang raja. Lalu widu -lah sebu tanm u
Begi tulah pesa nku kepa damu ".
para
Terse butla h sang Cinta mani , digen dong ditim ang oleh
itahu kah dia oleh para
dewa . Ayah -ibun ya ditan yaka n, diber
Uma. Maka
dewa bahw a dia anak Bath ara Guru , berib u Bath ari

92
kemudian berjalanlah sang Cintamani, datang pada Bathara
Parameswara. Tidak diaku anaklah dia oleh Bathara Guru.
Bathara membawa-bawa Bathari Uma. Merasa malulah Bathari
mengakuinya sebagai anak. Maka kemudian menangislah Sang
Cintamani. Seketika turunlah dia di permukaan bumi.
Bergempalah sang bumi serta berdentumanlah hujan dan
badai, Karena kesedihannya tidak diakui sebagai anak oleh
Bathara dan Bathari, menimbulkan daya kekuatan yang luar
biasa. Akhirnya Bathari merasa sedih, maka akhirnya
disambutlah Sang Cintamani kemudian, diakui sebagai anak
oleh Bathara dan Bathari. Dia menimbulkan daya kekuatan
yang luar biasa.
Tersebutlah hakekat (kesejatian) Bathara Parameswara
melestarikan membuat tempat tinggal di tanah Jawa,
Membuatlah dia tempat pemujaan, memakai baju, memakai
anting-anting, menduduki tempat duduk berlapik kain merah,
Lalu dia mengadakan pemimpin keagamaan, dia memulai
adanya semua pertapaan, seperti ada: peninggalan, pengajaran,
biara. pertapaan, tempat tinggal para rohaniawan, wiku desa.
Dia memulai dan mengerjakannya sendiri dalam membuat itu
semua, Semua dewa bersama-sama membuat rumah dari kayu,
pasti semuanya terlaksana ("saruwasidda") juga selesai. Oleh
sebab itu, sekarang tempat pemujaan dinamakan saruwasidda.
Segeralah dia membuat rumah. Bubarlah para dewa. Mereka
akan membuat tempat peristirahatan ("rereban"). Lalu
sekarang dinamakan gunung Rereban, dahulu ceritanya sebagai
tempat peristirahatan para dewa. Tampak jelaslah kepuasan
("mawelawela sukaning") para dewa. Kemudian sekarang
tempat pemujaan tersebut dinamakan "su karela". Bathara
dengan senang mengadakan pengorbanan ("mayajna suka").
Oleh sebab itu, akhimya dinamakan Sukarajna. Bathara Guru
mulai merintis menempatinya, di Sukarajna itulah awal mula
adanya tempat pemujaan.
Banyak manusia ingin mengabdikan diri sebagai wiku,
maka ditasbihkanlah oleh Bathara Guru. Pada mulanya
mentasbihkan Bhagawan Wrhaspati, kedua Bhagawan Soma,
ketiga Bhagawan Budda, keempat Bhagawan <;ukra, kelima

93
Bhagaw an Raditya, keenam Bhagaw an Sane9ar a, ketujuh
Bhagawa n Hanggar a. Segitula h banyak murid Bathara Guru
pada saat berada di Sukayajn a.
Tidak disebutk an lamanya, dia akan ke timur dengan tujuan
mendata ngi Sang Hyang Mahame ru. Dipesan lah Bathara
Wisnu untuk menggan tikannya sebagai dewa guru (pemimp in
para rohaniaw an), Bathara Wisnu merasa tidak mampu.
Dipaksal ah oleh Bathara Parames wara, ditinggal ilah payung
(pelindu ng) berupa anting-a nting, baju, sebagai anugera h
Sang Hyang. Akhirny a sanggup lah Bathara Wisnu untuk
menjalan inya, Seketika pergilah Bathara Guru. Bertekad ke
gunungla h dia. Dia mengawa si perbuata n Hyang Wisnu. Lalu
di Mayana- lah tempat Hyang Guru. Oleh karena di sukayajn a
dan bertekad ke Mayana. Itulah tempat pemujaa n yang ke dua.
Tersebu tlah Bathara Wisnu menggan tikan keduduk an
Bathara Guru, mendudu ki tempat duduk berlapik kain merah.
Tanpa temanlah dia. Adalah orang ingin berlaku menjadi wiku,
Tidak maulah dia mentasb ihkannya . Melihatla h Bathara Guru,
maka datangla h pada tempat Sang Hyang Wisnu berada.
Berkatal ah Sang Hyang Guru. Perkataa nnya, "Hai, putraku
Hyang Wisnu ! Apa alasanny a tanpa murid Banyak manusia
ingin menjadi wiku , tetapi kulihat engkau tanpa murid .
Mentasb ihkanlah , engkau anakku".
Menjawa blah Sang Hyang Wisnu, Tidak maulah ananda
Bathara mentasb ihkanny a. Diantara mereka banyak yang
kotor. Lebih senang bertapa sendirian ". Berkatal ah Bathara
Guru, Kapanka h manusia terbebas (sempur na) dari lima
bentuk derita kesengs araan. Tujuan membua t tempat
pemujaa n adalah untuk melepas kan nenek moyang (penyeba b)
kesengsa raan. Hasil manusia ingin ditasbihk an menjadi wiku
(pertapa ): bertapa untuk menyem bah dewa, dewa naik
(mening kat) kepada Tuhan, Tuhan naik (mening kat) pada
siddhars i (resi sorga, resi yang sempurn a), siddhars i naik
(mening kat) pada bathara (dewa tertinggi /mulia). Lain dari
pada itu, ada wiku (pertapa ) yang tersesat ibadat tapanya
(tapa- bratanya . Kegagal annya menjadi dewa, akan menitis

94
(mertjelma) di dunia, mertjadi raja penguasa tertinggi dunia.
Oleh sebab itu, kegagalan dewa yang menjadi raja penguasa
tertinggi dunia (prabu Cakrawalarthi), itu sebagai akibat dari
wiku (pertapa) yang tersesat ibadat tapanya (tapa bratanya).
Oleh karenanya, hyang Wisnu, tasbihkanlah mereka".
Kemudian menjawablah bhatara Wisnu dengan kasar,
" Putranda Bathara akan mengawali mentasbihkan mahusia,
jika ada manusia berbadan separo (terbelah) . Itu baru akan
kutasbihkan" .
"Aduh, kalau begitu anakku, engkau tidak akan
mentasbihkan, sebab tidak ada orang yang namanya berbadan
sebelah". Seketika pergilah Bathara Guru. Maka kemudian dia
menjelma dalam wujud manusia berbadan sebelah, (bertangan
berkaki satu, bermulut bermata sebelahl. Segera datanglah dia
di tempat Hyang Wisnu berada, Itulah wujudnya sekarang.
Melihatlah Bathara Wisnu, maka tertawalah dia.
"(Ci hahahah). Saya pikir tidak ada manusia berbadan
sebelah, (Ah, jadi ada manusia berbadan sebelah) . Ah apa
tujuannya datang kemari. Akan kutanyai dia dengan geram,
apa kerjanya datang kemari" .
"Aduh tuanku yang mulia, tujuan kedatanganku ingin
menjadi pertapa, menginginkan mendapatkan wujud
seperti bathara (dewa) tuanku" .
Segera, sudah membuat bungalah dia. Bathara Wisnu memuja
sebagai guru. Tidak mampu dan tertawalah dia. Mengenakan,
ikat kepala, anting-anting, tali pada dirinya, sudah sempurna,
sukma (jiwa) dan tubuhnya melayang Berdengung dan
gemuruhlah ("umung gumuruh") pujian para dewa. Oleh sebab
itu, sekarang ada pertapaan namanya di guruh.
Tersebutlah Bathara Parameswara, pergi dari manis,
dia ke timur. Ikutlah Bhatari Parameswara. Berhentilah
(beristirahatlah) dia di Gunung Wilis. Berkatalah Bathara,
Engkau Bathari, tinggalan di sini, beristirahatlah ("pakbakbata
kita") . Karena itu kemudian disebut bathari "Kbakba".
"Saya pergi ke Mahameru. Apabila hiasan Sang Mandaragiri
sudah mulai dapat dikatakan baik, barulah engkau
kuundang. Janganlah datana jika tidak kuundang".

95
Begit ulah pesan batha ra kepad a bathar i. Seket ika pergil ah
batha ra Guru menu ju Sang Maha meru. Memb uatlah dia
tempa t pemu jaan di Hakah , di lambu ng Sang Hyang Maha meru
sisi tengg ara. Sesud ah dia memb uat perka mpun gan pada
tempa t pemu jaan di Hakah , memb uatlah dia tempa t pemu jaan
di Gresik , di lereng timur Sang Hyang Maham eru. Sesud ah
memb uat tempa t pemu jaan di Gresik , memb uatlah dia tempa t
pemu jaan di lereng selata n Sang Hyang Maha meru. Sanga t
sunyi mence kam (<;unya sagiri) tidak ada yang bertap a sehing ga
di c;unya sagiri lah naman ya tempa t pemuj aan.
Terse butla h Batha ra Wisnu di Sukay ajna. Dia sudah
memp unyai banya k siswa. Datan glah dia di pertap aan Batha ra
Iswara , naman ya di Pangk e9war a. Berka talah Batha ra Wisnu,
"Berg antila h engka u dalam menja lani sebag ai guru. Hyang
Iswara , sekara ng engka u jadila h dewa guru".
Disera hkanl ah payun g (pelin dung) , anting -antin g, baju ke
pada Batha ra Iswar a. Dia meng ganti kan dewa guru di
Sukay ajna. Batha ra Wisnu bersam balew a (berja lan-ja lan) di
Maya na, berte kat ke gunun g-lah ia, Batha ra Iswar a
meng adaka n pengo rbana n untuk Reban .
Adala h brahm ana dari Jamb udipa , sang hyang teken -
wuwu ng naman ya, mengi kuti keperg ian Sang Hyang Maha meru
denga n cara terban g. Mema ndang cahay a putih "itulah pawit ra
(cahay a penyu cian) tempa t sang hyang (Maha meru) " katany a.
Bersa mbale walah dia di atas air menga lir ke arah Sukay ajna.
Melih atlah Sang Hyang Iswar a "yah, Sang Brahm ana" (kata
Sang Hyang Iswira ). "Janga nlah engka u bersam ba-lew a di atas
tempa t ini. Air ini hanya satu-s atuny a. kalau- kalau engka u
buang air, -kotor lah airnya. Carila h tempa t lagi, engka u sanga t
melam paui.
Sang Brahm ana bertek at tetap bertah an. Saket ika dia tidak
mamp u mena han keing inann ya untuk berak . Munc ullah
(kelua rlah) tanda -tand anya yang tidak baik. Mema ndang
renda h kepad a sang pende ta. Maka n dan mengh ancur kan alat
makan nya di ruang angka sa, berak seolah -olah tidak di air.

96
"Seperti yang kau lihat sang pendeta" (katanya) "bahwa
saya berak di ruang angkasa"
Pulanglah Sang Brahmana menyalakan api-untuk pemanes,
Melihat Batara Iswara.
"Aduh Brahmana itu berak, sekarang kotorannya hanyut ke
sini, Ah kembalilah engkau, air, ke halaman Sang hyang
Teken Wuwung".
Seketika bersayaplah (terbanglah), air mengalir ke atas.
Berkatalah dang hyang Teken Wuwung, "Ih Air mengalir ke
halaman. Kotoran menyergap alat makanku. Semula sudah
terlepas hanyut, sekarang berada (kembali) di halaman. Ih, luar
biasa, air Sengalir ke atas, memanjat. Sejak dahulu kala, air itu
mengalirnya ke lembah. Ih. begitu sakti sang pendeta".
Seketika datanglah dang hyang Teken Wuwung di tempat Sang
Hyang Iswara berada.
"Ad uh maatkanlah ananda (diriku) sang pendeta. Apa
tujuannya air mangalir ke atas, tuanku. Tidaklah air
mengalir menuju lembah. Kami tak habis pikir (kewalahan)
oleh adanya air mengalir ke atas. Ape maksudnya".
Menjawablah Batara Iswara, "Ah, engkau sungguh keterlaluan,
dik, menghanyutkan kotoran berak di angkasa. Itu yang saya
tidak suka". "Aduh, bagaimena engkau tahu, (bahwa berak di
angkasa)". "Saya duduk di rumah, tampaklah engkau berak di
angkasa. Oleh sebab itu, saya kembalikan airnya kepadamu".
"Aduh, sang pendeta sungguh sangat sakti. Ah, seperti apa
kesaktianmu. Anandamu (saya) ingin diajari. Ada banyak emas
di Jambudipa, akan menghiasi sang pendeta. tuanku".
"Lah, Sang Brahmana kalau ingin diajarkan, jika engkau
janganlah dalam wujud yang tidak wajar. Menyatulah engkau
dalam wujud seperti para wiku {pertapa) di tempat kami,
menjalanilah engkau penganugerahan sebagai bathara
(sehingga samalah wujudnya)".
"Aduh berbahagialah kalau begitu tuanku".

97
Merindukan gelar wiku, tepatlah saatnya Sang Brahmana
segera ditasbihkan, disuruh mempersiapkan perlengkapan
upacara siwait, dinamakan mpu Siddayogi. Diberi petunjuk
oleh Bathara·Iswara.
Tersebutlah selama mpu Siddayoga melakukan tapa,
terkalahkanlah dia oleh hawa nafsunya, kekuatannya
diombang-ambin gkan oleh musuh dalam dirinya. Kemudian
menghadaplah (memberitahukan lah) dia kepada gurunya.
"Oh Bathara, putranda Bathara ingin menjalani
perkawinan. (Terkalahkan oleh keinginan untuk beristri).
Tidak kuasa sendirian'', Kata mpu Siddayoga. Jawab Sang
Hyang Iswara, "Lah sabarlah, mpu Siddayoga. Bersungguh-
sungguhlah kamu hanyut dalam tapa, hingga mencari pada
kesempurnaan untuk bisa masuk surga. Capailah dengan
keinginanmu kedudukan maharaja di tempat kediaman
siwa. Bukan dewa yang sempuma jika tidak bisa melawan
nafsu dalam bertapa. Walanpun engkau berperang di
medan perang, yang berani pasti mendapatkan hadiah.
Untuk mengusir dorongan kelaki-lakian, terus menerus
disabarkan dalam kesunyian, seperti halnya berperang di
tengah hutan, tidak rindu pada anak istri. Tujuan
mengabarkan, berapa jauh batas medan perang, kelihatan
sangat luas tanpa bisa dijangkau Uanganlah mundur dalam
peperangan), hukumannya adalah kematianmu. Kelak jika
sudah sempurna tapanya, bagaimana memilih
sekehendakmu".
Begitulah kata Sang Hyang Iswara. Redalah keinginannya
untuk beristri, lebih memilih melajang. Selanjutnya, Hyang
Iswara berkata, "Ah jika engkau ingin beristri, ada putri raja
di Medangganam bemama Dewi Kasingi dan Dewi Madumali,
anak maharaja Wawulangit. Ambillah olehmu yang tua bemama
Dewi Kasingi".
Begitulah, mpu Sic;tc;tayoga cepat-cepat pergi dengan jalan
terbang. Tibalah dia di negara Medang-gana, Dimintalah
olehnya sang putri raja, Tidak ditolaklah oleh maharaja
Wawulangit. Disuruhlah mpu Si<;l<;layoga untuk memilih.

98
Pilihannya yang tua. Berkatalah Sang Sri Maharaja Wawulangit,
"Mana mungkin mau sang pendeta terhadap putriku yang tua,
sebab buta, tidak seperti manusia, matanya berputar-putar,
tidak bisa melihat melainkan selalu meraba-raba".
Begitulah kata maharaja Wawulangit. Seketika pulanglah
mpu Siddayoga, setibanya di hadapan gurunya segera
menyembah, mengatakan bahwa putri raja yang tua buta.
"Lah, kembali ambillah dia, matanya terbuka lebar (tajam)
sudah tidak buta lagi. Adapun jika engkau menemaninya,
janganlah engkau singgah di kerajaan. Berat buatmu untuk
memulai hidup sebagai pertapa", sahut bathara Iswara.
Begitulah kata Bathara Iswara. Berjalanlah mpu
Siddayoga. Tiba di Kera,jaan, berjumpa dengan Dewi Kasingi.
Sesudah itu dia minta diri untuk bertapa. Kembali
dipertemukan ( diiringkan), sampai pad a gurunya lalu
menyembah dan berkata, "Batara yang bijaksana. Ananda
bathara sudah berjumpa dengan Dewi Kasingi. Nah segeralah
diresmikan".
Seketika ditasbihkan Dewi Kasingi dinamakan wiku
Siddayogi.
"Hidup berumah berduaan dengan pertapa perempuan,
janganlah engkau garap. Pada saat dikuasai oleh semangat
yang berapi-api, bersama-samalah meminta", pesan
Bathara Iswara.
Begitulah pesan Bathara Iswara. Sang Si99ayogi tinggal
di punggung utara hutan, dipisahkan sungai dengan mpu
Si<;l<;layoga. Tak diceritakan lamanya, beranaklah mereka dua
orang laki-laki semua, Sang Gagang Aking yang tua, Sang
Bubuk Sah yang muda. Sejak muda menjadi wiku, mereka
menjalankan tapa.
Tersebutlah Sang Hyang Brahma. Dia Dewa Guru di
Sarwasi9<;1a, mendaki gununglah dia. Adalah pendeta berasal
dari surga, Bhagawah Karumaz:ic;leya namanya. Berwujudlah dia
kerbau bule, datanglah dia di Gunung Kelasa. Inginlah dia
menyerbunya, namun dia takut kalah. Maka kemudian kembali

99
berwujud pendeta. Seketika menyemba hlah dia pada Bathara
Iswara. Adapun Bathara Iswara akan datang ke Sang Hyang
Mahameru mengikuti Bathara Guru. Seketika diserahkan lah
payung, anting-ant ing, baju kepada Bhagawan Karumand eya,
dia mengganti kan mertjadi Dewa guru bertempat di Gunung
Kelasa. Oleh sebab itu pertapa di Sukayajiia tidak makan
kerbau bule, sebab ceritanya dahulu Bhagawan Karumai:i<;teya
berwujud kerbau bule.
Tersebutl ah bathara tritunggal (lswara, Brahma, dan
Wisnu) datang ke Sang Hyang Mahameru , mengikuti bathara
guru. Seketika tibalah tritunggal di Sang Hyang Mahameru .
Adapun bathara guru sedang berada di tempat pemujaan
<;unyagiri , mengawas i dengan sangat cermat dan teliti.
Datanglah Hyang Iswara, Brahma Wisnu menyemb ah pada
Bathara Guru. Berkatala h Bathara Paramesw ara, "aduh
berbahagi alah anak-anak ku sang tritunggal , Bantulah aku
membuat tempat yang tetap di Sang Hyang Mahameru . Bumi
ini tanpa sirih. Kalian bertiga menghilan gkanlah kerak-kera k
bumi. Tebar taburkanla h bibit sirih yang bagus. Adapun Sang
Hyang Iswara, Brahma dan Wisnu, menebark annya kemana-
mana, agar para dewa mengetahu i dalam (Cara) manggaru k
dan mengusung nya. Ketiga anakku, hendaklah kalian membuat
tempat tinggal. Inilah anugerahk u: payung, anting-ant ing.
baju guru, serta pustaka sepanjang satu musti (tangan dikepal
dengan ibu jari diperpanja ng), dibebat naga sekelilingn ya.
Adapun isinya adalah diri kami. Peliharala h anugerahk u juga
Sang Hyang Brahma, Wisnu dan Iswara".
Itulah anugerah Bathara Guru kepada dewa tritunggal.
Ketiganya segera menyemb ahnya dengan penuh hormat.
Seketika itu pergilah bathara tritunggal untuk membuat
tempat pemujaann ya sendiri-sen diri. Adapun pustaka anugerah
bathara tertinggal. Akan tetapi. payung, anting-ent ing, dan.
baju diambilnya . Melihatny a Bathara Guru. "Aduh, ketinggala n
pustaka ini oleh Bathara Tritunggal . Tampakny a ketiganya
lupa", seru Bathara Guru.
Diambillah pustaka tersebut oleh Bathara Guru dibawalah
ke dalam rumah. Seketika ditutupila h ("kinukuba nira") tidak

100
boleh kelihatan. Oleh karena itu akhirnya di Kukub-lah nama
tempat pemujaan, Kukub tempat tinggal Bathara Guru.
Tersebutlah bathara tritunggal, mereka membuat tempat
pemujaan. Bathara Iswara sebagai pucuk (pemimpin) di antara
ketiganya. Kemudian tiga kakak beradik tersebut tinggal di
gunung. Bathara Iswara tinggal di Tigapatra-M andala. Bathara
Wisnu di Jalaparwata- Mandala (tempat pemujaan di gunung
Nangka). Dia memasang jerat pada po hon nangkan
(Mapana~apa~a). Oleh sebab itu di Panasagiri nama tempat
Pemujaanny a. Mereka mengingat (memperhati kan) tanaman
sirihnya masing-masi ng.
Tersebutlah Bathara Guru ketika berada di Kukub,
menggerakka n (melemparka n) pilinan rambutnya ("jatanira")
ke arah timur, menjadi Gunung "Jata". Itu menjadi pembatas
antara Tandes dan Gunung Manik. Oleh sebab itu, menjadi
tanah pantangan tidak boleh terinjak kaki, itu merupakan
gunung berbahaya, sebab ceritanya dahulu adalah pilinan
rambut Batara. Berkatalah Bathara Guru, "Putraku, engkau
Hyang Gana, tabraklah pilinan rambutku ("tufijangjata ngku")".
Tidak menolaklah Hyang Gana. Ditabraklah pilinan rambut
Bathara. Maka kemudian sekarang ada tempat pemujaan.
namanya di Gunung Manunjang. Hyang Ganalah yang
bertempat tinggal di sana.
Adalah seorang brahmana datang ke Jawa, mengikuti
kepergian Sang Hyang Mahameru, namanya dang hyang
Kacunda, brahmana sempurna dan sakti. Datanglah di Sang
Hyang Mandaragiri, berkunjungla h dia ke Kukub, menyembah
pada bathara Mahakarana, meminta anugerah hadian bathara.
Maka ditasbihkan oleh batara di Kukub, dinamakan Bhagawan
A~osti, sang brahmana menyusun (melakukan) tapa. Selesai
pelaksanaan pentasbihan, pergilah dia dari tempat pemujaan
Kukub, tujuannya mohon status minta tanah, Seketika pergilah
Bhagawan A~ostil berkunjungl ah ke tempat pemujaan di
Panagagiri. Berkatalah Bethara Wisnu, "Selamat datang
pendeta suci (dwijarsi), apa tujuan kedatangan, dan siapakah
sang dwijawara (brahmana unggul)"

101
Jawab sang pendeta suci, "Ingin datang ke Medang mencari
tempat, bemama swasa (tempat bemafas ).
Tanggap an Bathara Kesawa, "Kalau ingin tempat
bersamb alewala h engkau ke barat di tempat tertutup
(terlindu ng), indah dekat sungai dan jurang".
Bhagawa n A~osti, "Betapa baik, tuanku. Jika seperti itu ciri-
ciri tympana ikutlah membua l perkamp ungan".
Tak lama sudahla h dia membu at perkamp ungan.
Melapor kan Bhagawa n A~osti pada Bathara Guru di Kukub,
lalu minta anugera h payung, anting-a nting, baju,
memberi tahukan bahwa diberi tempat oleh Sang Hyang Wisnu.
Berkatal ah Bathara Guru, "Aduh, sungguh sudah menerim a
anugera h ("labdaw ara dahat") anakku, diberi tempat oleh
Bathara Wisnu".
Begitula h kata batara; kemudia n di Labdaw ara nama
tempat pemujaa nnya. Begitula h dahulu ceritanya .
Adalah perawan tua tanpa suami, menyem bah pada
Bathara Guru, minta anugerah bathara. Ditasbih kanlah oleh
bathara , diberi (disuruh ) mengen akan bunga berbau
busuk, berdodo t widak, mengelilingi buana. Dibert kuasa atas
makana n dan sejenisn ya. Kemudi an dinamak an menjaga
("mengaw asi"), begitulah awal mula adanya penjaga/ pengawa s
("ananga wasi").
Adalah seorang istri meningg al suaminy a, menyem ban
pada bathara minta anugera h batara. Ditasbih kanlah oleh
bathara, lalu diberi (disuruh) berangki n rotan, sebagai pertanda
bahwa setia pada suami, akhirny a dihadap kanlah pada
suaminya , lalu diikat pinggang keduany a ("leher mabulun gana
kalih-ka lih"), oleh sebab itu namany a "hakili" (pertapa
perempu an). Begitula h awal mula adanya cara hid up pertapa
wanita ("bhawa kili").
Adalah orang laki-laki perempu an menyem bah pada
bathara guru minta anugerah bathara, Ditasbih kanlah oleh

102
bathara Jagatnat a, tidak boleh mengada kan kesetiaa n pada
saat bertapa. Mengen akanlah bunga pada saat bulan gelap
(kalau sudah harulah memulai makan sirih bersama -sama),
dapat mempe rkuat tapa; Lalu bharu-b haru (golong an
rohaniaw an) namanya .
Ada pemuda berusia muda, menyem bah pada Bathara
Guru, minta anugerah menjadi wiku. Maka ditasbihk anlah oleh
bathara guru, tidak sembuny i menyam ar di balik pakaian dari
kulit pohon, sembuny i menyam ar di balik ilalang. Lalu wiku
hijau namanya . Begitula h awal mula wiku hijau (pertapa hijau).
Tersebu tlah tindaka n (atribut ) Bathara Guru, yang
bersema yam dalam tubuhny a diperana kkan dengan yoga,
dipegang dengan tangan, disiramn ya dengan air suci kehidupa n
sejati ("Tatwa. mrta <;:iwamba"), diperana kkan dengan cara yoga
menjadi dewa berbentu k manusia laki-laki ("Purusa ngkara") .
Dinamak an Bhagawa n A9asti, oleh bathara dianuger ahi status
kewikua n ("kawiku n"), disuruh bertapa di Gunung Kawi.
Kemudia n menjadi pemilik Gunung Kawi, sebagai tanda hasil
akhir Bathra Guru.
Juga Bathara Nandigu ru mengad akan tapa dibelahl ah
jiwanya, keluarla h Bathara Dammar aja. Diadakan pentasbi han,
disiram tatwame rta <;:iwamba (air suci kehidupa n sejati), diberi
nama sang resi Sic;lc;tawangsitadewa. Mendap atkan anugerah
status kewikua n (sebagai wiku), menanda i (dengan batu suci)
sang Hyang Sima Brata (tanah bebas untuk bertapa) , disuruh
melakuk an tapa oleh bathara, Tidak menolak lah sang resi
Siddawa ngsitade wa, dia memusa tkan perhatia n melakuk an
tapa, bertelan jang menghen ingkan cipta, tidak terlangk ahi
(menghi raukan) atas siang malam, tanpa kepuasa n atas-
makan dan tidur. Maksudn ya: tidak ada yang diingink an,
tidak alam semesta, tidak surga, tidak batar, tidak kemoksa an,
tidak kelepasa n (kesemp urnaan), tidak suka, tidak duka, tidak
ada yang dipuji, tidak ada yang dicela. Itu dianggap tapa
namanya , Dia benar-b enar jujur ("sarjjaw a") setulus hati
("t~pH"), maka pertapa an sang resi Si~~awangsitadewa
dinamak an sarijawa Jambud ipa. Dia sebagai perwuju dan

103
pertapa di gunung pada masa sebelumnya. Dialah Bathara
Darmmaraja.
Pada saat sang resi Si~qawangsitadewa sedang tekun
bersemadi memusatkan pikiran suci, melihatlah Bathara
Iswara, Brahma, Wisnu pada tingkah sang res1
Siddawangsi tadewa, bahwa sedang bersemadi memusatkan
pikiran suci. "Bertujuan untuk menghancu rkan buana".
Begitulah pikiran bathara tritunggal. Tidak tahulah mereka
bahwa Bathara Darmmaraj a sang pertapa, "ingin
menghancu rkan buana", dalam anggapan sang hyang
tritunggal. Bimbanglah hatinya, maka kemudian keluarlah
niat jahat (tang kala) dewa tritunggal. Kala Samaya keluar
dari Bathara Brahma, Kale Sambu keluar dari Bathara Wisnu,
Kale Samaya keluar dari Bathara Iswara. Seketika itu
berwujudlah . Maka disuruhlah membunuh sang resi
Siddawangsi tadewa. Tidak menolaklah Sang Kala tritunggal.
Seketika berjalanlah sang kala . Tibalah di tempat
keberadaan sang r~si Siddawangsi tadewa yang sedang tekun
bersemadi dengan suci. Datanglah sang Kala dengan gempar
membabi buta, tidak menghirauka n apa-apa, mereka memukul,
mendesak, menyerang, menggigit, menendang. Sang resi tak
terpengaruh . Sang Kala memukul. Yang terpukul temannya
sendiri. Mendesak, teman sendirilah yang terdesak. Menyerang,
temannya sendirilah yang terserang. Menggigit, temannya
sendirilah yang tergigit. Menikam, temannya sendirilah yang
tertikam. Sang pendeta tidak mempan dikacaukan. Malulah
perasaan sang Kala oleh karena sang resi Siddawangsi tadewa
tidak terbunuh. Seketika pergilah sang Kala, berlindung
pada Sang Hyang Brahma, Wisnu dan Iswara, menyampaik an
ketidak mampuanny a bahwa sang resi tidak mempan diganggu.
Oleh sebab itu, bertindaklah bathara tritunggal dengan
tujuan untuk membunuh sang resi. Seketika bertubuh apilah
Sang Hyang Brahma, dengan maksud ingin membakar sang
resi. Sang resi tidak tidak terpengaruh. Apa sebab tidak mati
oleh Sang Hyang Brahma. Sebab Sang Hyang Darmma tidak
bisa terbakar oleh api. Maka kemudian kagum dan takutlah

104
sang Hyang Brahma. Bertindaklah Sang Hyang Wisnu. Wisnu
marah menjelma dengan berkepala seribu, bertangan dua
ribu. Lengkap memegang senjata. Sang resi diserangnya.
Dilempar cakram sudarsana, diserang dengan gada
Mandiki, ditikam dengan parang nandaka, dipusingkan dengan
sangka Pancajanya (terompet kerang Pancajanya) . Resi
Siddiwangsitade wa tidak terpengaruh. Lagi Bathara Wisnu
memutar Cakra CalakUJ?.9-a, Cakra Tarenggabaku, Cakra
Rebhawinuk, yaitu dilemparkan pada sang pertapa, Hyang
Darmmaraja tidak mempan oleh tindak kemarahan. Kalah
takut dan kagumlah Bathara Wisnu. Seketika berbadan
amarahlah Bathara Iswara. Sang resi pertapa diserang
membabi buta. Adapun sang resi Sic;ic;iiwangsitedewa sedang
tekun bersemadi memusatkan pikirah suci, dia tetap tak
bergerak, Tidak terkejut, dia tidak tergoda, dia tak temoda,
ditimbuni tanah dia tidak tertimbun, dia tetap tak bergerak
("langgeng tunggeng sira"). Oleh sebab ada yang namanya
Gunung Tunggeng. Dialiri air tidak teraliri (tiak basah). Dia
sangat padat. Mengapa begitu ? Sebab" Sang Hyang Darmma
ditanam tidak busuk, dibakar tidak hangus, dilabuh tidak
hanyut. Begitulah kesempumaan sang resi Si<;i<;iiwangsitadewa.
Oleh sebab itu, takutlah Sang Hyang Brahma, Wisnu, dan
Iswara melihat kesempurnaan sang resi pertapa. Seketika
larilah bathara tritunggal menuju tempat pemujaan Kukub.
Sesungguhnya bathara sedang dihadap oleh dewa pelindung
empat penjuru dunia ("dewata Caturlokaphala" ). datanglah
Bathara Tritunggal menyembah pada bathara Janadnata.
"Tuan Bathara, maksud putranda bathara menyembah
pada kedua kaki bathara tuanku (duli tuanku): ada pendeta
melakukan tapa, berniat ingin menghancurkan buana,
begitulah pikiran putranda bathara. Sangat sempurna
kesaktiannya, bagaimanapun juga putranda bathara kami
bertiga terkalahkan oleh daya kekuatannya. Tujuan
putranda bathara menyembah; putranda bathara minta
perlindungan".
Begitulah kata bathara tritunggal, menjawablah Bathara Guru,
"Aduh, anak-anakku kalian Hyang Brahma, Wisnu, Iswara, Sang

105
resi Siddiwangsit adewa itu kau anggap ingin menghancur kan
buana ·?· tidak, tidak begitu itu. Sebab sang resi tapa adalah
Bathara Darmmaraja . Itulah sebabnya tidak terkalahkan oleh
kalian, sebab sama halnya denganku sang resi tapa itu, karena
itu merupakan belahan jiwaku, oleh sebab itu, tidak kalah
olehmu. Kalian menciptakan raksasa, nyata-nyata kalianjahat.
Oleh sebab itu, kekacauan buana karena raksasa itu sama
halnya dirimu. Untuk itu bunuhlah raksasa kalian".
Begitu kata Bathara Guru. Berkatalah bathara tritunggal,
"Tuan Bathara, tidak akan mati raksasa itu, jika sang
resi Si~~iwangsitadewa tidak mati".
Begitulah kata bathara tritunggal. Maka kemudian Bathara
Guru menarik kembali kehidupan sang resi Siddiwangsit adewa,
karena bataralah yang menguasain ya. Disuruhlah dewa
Catfulokapha la mengangkat (menyangga) jenazah ("~awanira")
sang resi, sebab sungguh akan menjadi lautan luas di bumi,
jika terjatuh di bumi mayat sang resi Siddiwangsit adewa. Maka
berjalanlah sang dewa Caturlokaph ala, datang di tempat
keberadaan sang resi bertapa. Dicabutlah kehidupanny a oleh
Bathara Guru, matilah sang resi pertapa. Diangkatlah
mayatnya oleh bathara Caturlokapha le. Dibawalah ("Pinundut
ta") dia ke timur. Maka disebutlah "Puq.~utan-<;::awa" namanya.
Akhirnya mayat tang resi Siddiwangsi dewa dikuburlah di
puncak Sang Hyang Mahameru. Oleh sebab itu, tidak ada yang
boleh melampaui puncak Sang Hyang Mahameru, sebab
ceritanya terdapat kuburan Bathara Darmaraja. Karenanya
bayu (angin) pun tidak berani melampaui puncak Sang Hyang
Mahameru, sekalipun Sang Hyang Raditya wulan (matahari dan
bulan) juga tidak melampaui, tentu saja manusia tak boleh
melampaui puncak Sang Hyang Mahameru.
Pemakaman Bathara Darmaraja disebutkan "Kelar;a bhumi
sampun:iawa n". Kelar;a nama gunungnya, bumi nama tanahnya,
sampuri:iawa ngan nama udara di atasnya. Lalu "Kelar;a btumi
simpurnawa n"-lah sebutan, Sang Hyang Mahameru. Maka
disebutlah dengan nama "susuk sina brata" (dianggap sebagai
batu suci pananda lahan bebas untuk bertapa), tanah yang

106
menggunung tinggi sebagai tanda bahwa merupakan tanah
larangan, tidak boleh dirusak. Kemudian mertjadi penetapan
"susuk sina brata" bagi para pertapa.
Tersebutlah Sang Hyang Brahma, Wisnu, dan Iswara
membunuh para raksasanya (raksasa tritunggal), Ditataplah
dengan mata beracun, terbakarlah raksasa menjadi abu.
Abu raksasa tritunggal menjadi gunung Wihanggamaya.
Gunung Wihanggamaya di Pangawan (perabuan) tempat abu
raksasa tritunggal. Itulah dahulu ceritanya. Sesudah para
raksasanya mati, kembalilah bathara tritunggal. Bathara
Iswara kembali ke TigapatraMandala. Bathara Brahma kembali
ke Jalaparwata-Mandala. Bathara Wisnu kembali ke
Nangkaparwata-Mandala .
Tersebutlah jiwa dari raksasa tritunggal berubah mertjadi
dua raksasa, keluar dari gunung Wiyanggamaya, bernama
sang Kalanungkala. Menyembahlah dia kepad~ Bathara
Parameswara untuk minta kekuasaan atas buwana dan umat
manusia. Berkatalah Bathara Guru, Anakku Kruanungkala,
pastilah kamu akan berkuasa atas buana dan umat manusiai.
Kalaupun tidak, kelak di akhir dunia pada saat hari kiamat,
saat itulah engkau memiliki kebebasan. Engkau bertapalah
dahulu. Jadilah engkau penunggu celah Sang Hyang Mahameru
sebelah barat. Disanalah engkau bertapa. Adapun pesanku
kepadamu: jika ada siapapun yang tidak mengindahkan nekat
mengambil apapun yang ada di tanah larangan, merusak susuk
sina brata sang resi, menghancurkan penetapan tempat para
pertapa, itu menjadi milikmu. Terutama setiap yang
menggaruk, mengusung, semua hasil rampasannya itu semua
menjadi milikmu. Adapun jika menghancurkan penetapan
tempat para pertapa, pastilah akan jatuh ke dalam neraka,
tidak sampai ke surga. Perhatikanlah semua pesanku".
Begitulah kata Bathara Guru. Maka Sang Kalanungkala
menunggu celah Sang Hyang Mahameru sebelah barat, di
Pangawan nama celahnya. Oleh sebab itu, celah Sang Hyang
Mahameru tersebut berada di Desa Pengawan. Sang
Kalanungkala tetap dipuja di Pangawan. Melakukan yoga-lah

107
sang Kalanun gkala, suaranya menjadi guruh, kedipnya menjadi
kilat, taring giginya menjadi petir. Kukunya menjadi lima
raksasa bernama Sang Lumangl ang, Sang Lumangl ang, Sang
Lumang ut, Sang Mandulu r, Sang Mangint e. Itu untuk
menging atkan bila ada yang berbuat salah atau salah berkata.
Begitula h ceritanya .
Adapun Hyang Gana disuruh menjaga tanah larangan ,
menungg ui celah Sang Hyang Mahame ru yang menghad ap
ke timur. Oleh sebab itu sekarang ada desa yang bernama
Purnajiw a, yaitu celah Sang Hyang Mahame ru yang menghad ap
ke timur. Sang Hyang Gana tetap menjadi pujaan di desa
Purnajiw a.
Adapun sang resi Anggast i menjaga tanah larangan ,
menungg ui celah Sang Hyang ·Mahame ru yang menghad ap
ke selatan. Oleh sebab itu sekarang ada desa bernama Padang,
yaitu celah Sang Hyang Mahame ru. Sang R~si Anggasti dipuja
di Padang. ··

Adapun Bathari Ghori disuruh menjaga tanah larangan ,


menungg ui celah Sang Hyang Mahame ru yang menghad ap
ke utara. Oleh sebab itu, sekarang ada desa bernama Ganten,
yaitu celah Sang Hyang Mahame ru yang menghad ap ke utara.
Bathari Ghori tetap dipujaa di Ganten, Empat celah Sang
"Hyang Mahame ru disebut dengan nama "Paftatu r-muka"
(keempa t pintu masuk).
Tersebu tlah Bathara Darmma raja, keluar dari puncak
Sang Hyang Mahame ru, terbelah lah puncak Sang Hyang
Mahame ru menjadi tiga. Maka kemudia n tigalah puncak Sang
Hyang mahame ru, juga sampai sekaran g. Lalu gunung
"Tricrug ga" lah nama Sang Hyang Mahame ru, karena tiga
puncakn ya. Semerba k harumlah aroma Batara Darmma raja
pada saat keluar dari puncak Sang Hyang Mahame ru. Maka
kemudia n akhirnya Sang Hyang Mahame ru disebut gunung
Gandam adana. Bergetar lah Bathari Pertiwi, laksana hancur
Sang Hyang Mahame ru, akhirnya permuka an bumi menurun ,
bergelo mbangla h air samudra , Cemasla h Bathara Guru
barangka li Spng Hyang Mahame ru roboh.

108
Maka kemudian datanglah Bathara Guru ke puncak
(denganjalan terbang bersama andakadewa (dewa sapijantan).
begitu tiba di puncak Sang Hyang Mandaragiri, tampaklah
Bathara Dermmaraja pada ponok Wrsabhadewa (dewe sapi
jantan); Oleh sebab itu senanglah ha ti Wrsabhadewe. Juga
Bathara Darmmaraja mendapatkan pentasbihan, diberi nama
sang resi Taruna-tapa-yow ana (pertapa muda), diberi status
sebagai wiku (pertapa) oleh Bathara Guru, diberi wilayah
tempat bertapa. Dipesanlah sang resi TaruI?-i-tapa-yow ana
untuk menyayangi seluruh alam semesta; Diserahkanlah
seluruh isinya. <;o sebutan dewa. Oleh sebab itu, kekayaan Sang
Hyang Mahameru, yaitu tanah larangan disebut bathara,
menjadi batu suci tanda lahan bebas untuk bertapa {pinaka
susuk sima) sang resi. Dia diberi (sebagai) piagam lempeng
tembaga, yaitu disebut dengan nama "mantra tanpa-surat"
(doa suci tak tertulis).
Juga Bathara Guru memberikan sang wrsabhadewa kepada
sang resi Tapa-taruna-yow ana, sebagai aiat untuk menjaga
buana. Juga diserahkannya payung, anting-anting, dan baju.
Dia menggantikan Dewa Guru di tempat pemujaan Kukub.
Oleh sebab itu, jika ada resi Taruna-tapa-yow ana keluar dari
belahan (celah) Sang Hyang Mahameru, tanpa ayah tanpa ibu,
tanpa saudara (tanpa keluarga), engkau ambillah sebagai
lambang Sang Hyang Mahameru pada tempat pemujaan di
Kukub. Dialah yang bemama resi J?armmahutpli.
Juga ada dewa tertimbun tanah tidak bisa bergerak
(kelpar), dahulu ceritanya mendapat kutukan dari sang
resi Sic;iqiwangsitad ewa. Menyembahlah kepada Bathara
Parameswara, minta dikembalikan ke surga. Menjawablah
Bathara Guru, "Aduh anakku, dewa terkena kutuk. Pasti
kamu akan kembali ke surga. Jika sang resi Tapa-
yowana kembali ke surga, jangan, ketinggalan kamu. Adapun
pesanku kepadamu: bertapalah kamu terlebih dahulu. Ini
penganugerahan ku kepadamu: payung, anting-anting, serta
baju. Dan kemudian walaupun tanpa pentasbihan,
tinggalkanlah dewata-kaki, deshan di dunia, Perhatikanlah apa
yang akan didapat oleh orang lain. Anggaplah di surga
pertapaanmu".

109
Begitula h pesan Bathara Guru. Oleh sebab itu sekarang
ada yang namanya di surga; Begitula h ceritanya , Juga sang
Kalanun gkala dipesan oleh Bathara Guru, untuk menjaga
sang resi Taruna-t apa-yow ana: "jika kembali ke surga, jangan
ketingala nlah kamu".
Tersebut lah atribut Bathara Guru melanjut kan membua t
ketetapa n. Beryoga lah di puncak Sang Hyang Mahame ru,
pandang an ke puncak hidung menghad ap ke Barat. Oleh sebab
itu, kahyang an (tempat tinggal dewa-de wa) menghad ap ke
Barat, sebab baratlah arah hadapan batara beryoga. Menundu k
melihat ke bawahla h dia. Dari pandanp annya ke bawah
menjadi "Tasikla bu" (lautan debu), Begitula h ceritany a.
Beryoga lagilah dia, menghas ilkan ketentra man di seluruh
dunia ("mapha la swastaha ning rat kabeh"), oleh karena itu ada
gunung namanya Gunung Phala. "Tidak ada air untuk bersuci"
pikimya. Membua tlah dia danau (ranu) untuk bersuci.
Tersebu tlah Bathara Uma. Lamalah dia berada di
Gunung Wilis. (Dia sangat mengha rapkan Bathara Guru
memang gilnya). Tidak sabarlah bathari, maka dia berjalan
ke Mahame ru, Bertepa tan Bathara Guru ledang membua t
kolam, datangla h Bathari Uma. Berkata lah Batara Guru:
"Ah Batari, mengapa engkau datang ? Saya tidak ada janji
denganm u. Kuundan g engkau kelak jika segala sesuatu di
Sang Hyang Maheme ru sudah teratur dengan baik. Begitula h
kataku dahulu".
Seketika marahlah Bathari Uma. Gagallah ("wurung ta)
Bathara Guru dalam membua t danau (rani), Oleh sebab itu
sekarang ada danau bemama "Rahu Wurung". Segera pergilah
Bathari Uma, menuju ke gunung Harjuna, Adapun Bathara
Guru melanjut kan membua t, danau. Mencuci lah dia jumbai
("komba la"). Oleh karena itu sampai sekarang telaga di Sang
Hyang Mahame ru dinamak an "Ranu Kombala ".
Pergilah bathara dari Mahame ru menuju Gunung Pawitra,
Bertapa- tigalah bathara. Mandila h dia tiga kali sehari tiga
kali semalam . Tetesan airnya mengalir ke pohon wam di jalan

110
("warungg ama"), Oleh karena itu di Gunung Pawitra ada telaga,
sebab dahulu ceritanya bekas untuk mandi bathara.
Seperginy a dari Pawitra, bertapalah dia di puncak Gunung
Kemukus. Bathara Guru Kencing, berasap menjadi belerang,
bahkan sampai sekarang.
Tersebutl ah Bathari Uma, pergi dari Gunung Harjuna,
datang di Gunung Kawi, lalu segera ke Kamput. Amukan
kemaraha n Bathari, dipenggal ah puncak Gunung Kamput,
dilempark an ke arah Barat Daya. Oleh sebab itu, sekarang ada
gunung bernama "Gunung Lebeng". dahulu ceritanya adalah
merupaka n puncak Gunung Kamput. Karena kemaraha n
Bathari Uma, didorongl ah sisi Gunung Kamput, tembuslah
terus hingga sampai ke lautan selatan, sampai tumbuh lebat
daunnya. Oleh sebab itu, mengalirla h air Gunung Kamput
mematika n umat manusia. "Penguasa , terhormat , tempat
berlindung " (Tuhan, Rahadyan , Pangeran) ratapan seluruh
alam. Batthara Guru sedang beryoga di Gunung Kemukus,
mendenga rlah ratapan seluruh alam. Sepenglih atannya di
sebelah barat daya terdapat patahan puncak Gunung Kamput,
Tahulah dia bahwa bathari yang melakukan nya. Berkatalah dia,
"Aduh, bagaiman a manti seluruh alam semesta, jika tidak aku
berbelas kasih. Aku mengatur kebaikan seluruh alam".
Berwujud lah dia putra dewa sangat tampan, kemudian
bernama Dewa Putra. Dia mengatur seluruh alam.
Dibendung lah kemaraha n bathari menggena ng menjadi telaga
(mangemb ang manalaga) menjadi danau di Gunung Kamput,
kemudian Bathara Hyang Hanalaga sebutann ya. Dia
memperk okoh lareng Gunung Kamput, mendirika n gada
besinya, besar tinggi sampai mencapai angkasa. Seketika
pergilah Bathari Uma, redalah kemaraha nnya, Berkatala h
Bathara Guru, "Dulu aku ketika sebagai guru seluruh alam
semesta, ketika sebagai guru bagi semua dewa, sebutanku
Bathara Guru. Sekarang aku mengatur kebaikan seluruh alam
semesta "Tuhan, Rahadyah, Pangeran" perkataan orang-oran g
kesakitan berkeluh padaku, Oleh sebab itu, Bathara Tuhan
sebutank u, aku Bathara Pangeran . Aku disembah para
manusia, aku mengiring i seluruh alam semesta ("aku sumungku
ing rat kabeh"). Oleh karena itu, Bathara Hanungku rat sebutan

111
lainku. Aku meliputi seluruh alam semesta. Aku tempat
menyiapkan ("Pasajen") seluruh alam semesta. Sungguh tulilah
orang yang datang ke Gunung Kamput jika tidak punya
sesaji".
Begitulah kata Bathara Tuhan. Maka membawa sesajilah
orang yang datang ke Gunung Kamput . Semua tempat sesaji
di Gunung Kamput menghadap ke Barat. Adapun Bathara
Tuhan ke Kumara, tempatnya dahulu menjelma sebagai
manusia.
Adapun gada besinya berubah me ,jadi gunung batu,
gunung batu berasap sampai ke angkasa. Pada saat matahari
("sang hyang <;iwa-Raditya condong ke sebelah barat, tidak
tersinarilah Sang Hyang Mahameru oleh Sang Hyang Raditya,
sebab terlindung oleh Gunung Gada-wesi. Maka diambillah
Sang Gunung Gada-wesi,-dilab uh di s_a mudra menjadi karang.
Sisanya ditaruh di bumi , bergoyang-goya ng ("hanggang-
hanggang") , oleh sebab itu sekarang ada gunung bernama
Gunung Hanggang-hangg ang.
Tersebutlah Bathari Uma, pergilah dia ke Gunung
Gandamadana . Datanglah Sang Kumara , menyembah
pada Bathari Swari, meniru sebagai anak Bathara
Guru . Menjawablah Bathari Uma, "Apa sebabnya engkau
mengaku sebagai anak Bathara, sebab tidak mengetahui
ke beradaannya".
Menjawablah Sang Kumara : "ingin menyembah pada duli
bathara anak bathari, sebab sebagai asal anak bathari, sebab
sarana untuk menjadi anak bathari".
Begitulah kata Sang Kumara. Marahlah hati Bathari Uma
oleh karena dianggap sebagai saluran oleh Sang Kumara. Maka
kemudian ditangkaplah Sang Kumara, diambilnya darah, bulu,
dan sungsumnya. Kemudian dikutuklah oleh Bathari Uma
menjadi beberapa raksasalah sang, Kumara. Akhirnya menjadi
Brng giri~ti (hamba <;iwa) -lah dia. Ketika Sang Kumara sedang
dibegitukan oleh Bathari Uma, datanglah Bathara Guru.
Tampak Sang Kumara dibegitukan oleh Bathari Uma .
Marahlah Suru. dikutuklah Bathari Uma: Yah, Bathari Uma,

112
apa dosa anakku padamu, sehingga kau biarkan menjadi
raksasa, kemudian engkau ambil darahnya, sungsumnya,
bulunya. Sungguh tak terkendali engkau ("Durgga dahat
kamung"), Bathari Durga, ketakutan aku melihat wujudmu".
Begitulah kata Bathara Guru kepada Bathari Uma. Ibarat
peribahasa bambu runcing mengenai lumpur, tak ayal
mengenalah ucapan Bathara Guru pada Bathari Uma. Maka
kemudianseketika berganti wujud, menjadi raksasalah
wujud Bathari Uma, berbau busuklah dia, lalu Bathari
Durggadewilah sebutannya. Seketika pergilah Bathari Durga
dari Mandaragiri, dijinjingnya ("ininditmira") Sang Kumara lalu
pergi, dikuburlah bulu-sungsum-darah Sang Kumara. Walau
sebutan sebagai anak, kemudian di Walandita-lah nama gunung
yang dahulu ceritanya merupakan tempat penguburan darah-
bulu-sungsum Sang Kumara. Seketika pergilah ke pekuburan
dengan hati karena tiada berdaya.
Adapun Bathara Guru, dahulu dia sama sekali tidak
memiliki kemarahan, Sekarang dia juga tidak marah. Maka
disumpahlah dirinya menjadi raksasa. Seketika wujud Bathara
Guru berupa raksasa, bermata tiga bertangan empat. Lalu.
Sang Hyang Kalarudra-lah namanya. Dicekam rasa
ketakutanlah para dewa, terutama seluruh alam semesta,
melihat wujud Bathara Kalarudra seakan-akan dia akan
menelan segenap isi alam semesta.
Seketika bathara Iswara, Brahma, dan Wisnu segera
menghalangi (melindungi) makanan Bathara Kalarildra. Dia
turun ke dunia mempertunjukkan/mempergelarkan wayang,
menceritakan kesejatian Bathara dan Bathari di bumi. Dia
berpanggung tabir ("kelir"), kulit diukir sebagai wayangnya,
diberi nama-nama (dibuat penokohan), dilagukan dengan indah
mempesona. Bathara Iswara sebagai dalang, dijaga oleh
Hyang Brahma Wisnu. Berkelilinglah mereka di buana,
mempergelarkan keahliannya mewayang, kemudian membawa
barang dagangan berupa keahlian mewayang ("abandagina
hawayang"): Begitulah dahulu mula ceritanya.

113
gi
Bath ara Iswar a, Brah ma dan Wisn u juga meng halan
Kala
pada Bath ara Kala. Berk elilin g di buan a, Bath ara
dia berw arna hijau berge rak-g erak di
diawa sinya , tamp aklah
g bale" ), badan nya besar tamp ak
balai ("ijohijo mola h siren
Sang
gemb ira tanpa meng hirau kan apa-a pa ("lum awula wu),
aisur i (toko h putri ), Sang
Hyan g Iswa ra menj adi perm
kaian
Hyan g Brah ma menj adi Pede rat (toko h yang berpa
u menj adi Teke s (toko h
serba indah ), Sang Hyan g Wisn
p kepa la). Berk elilin g
rohan iwan meng enak an tekes /tutu
~r mang idung
samb il berde ndan g untuk meng hibur ("mid
ng
kame name n"), kemu dian dinam akan mem bawa bana
awal mula
dagan gan hibur an ("ban dagin aminm on"), Begit ulah
atau
adany a sebu tan mem bawa baran g dagan gan hibur an
baran g ngam en.
r
Adam un Bath ara Guru bada nnya sang at besa
ang
("lum awula wu ring <::arriranira"). Oleh sebab itu, sekar
anya
ada gunu ng yang nama nya Gunu na Lawu , cerit
dra.
dahu lu meru paka n temp at perta paan Bath ara Karu
ara
Lama lah Bath ara Kala mela kuka n tapa, akhir nya Bath
un
Guru kemb ali lagi dalam wuju dnya yang sejati . Adap
ara
Bath ara Durg a mint a peng hapu san kutuk an pada Bath
dia melak ukan tapa. Berta palah dia
Param eswar a. Disur uhlah
lama dia melak ukan tapa, kemb alilah
di dalam bumi. Setel ah
dewi.
dia dalam wuju dnya yang sejati berup a Batha ri Huma
tanah , oleh sebab itu sekar ang
Kelu arlah dia dari dalam
ng Bret, cerita nya meru pakan jalan
ada yang nama nya Gunu
Sang
Batha ri Uma ketik a kelua r dari dalam tanah . Adap un
pengh apusa n kutuk an pada Batha ri
Kuma ra-Bh plgpi risti minta
ukan tapa. Kuma ra kemb ali dalam
Uma. Disur uhlah dia melak
wujud sejati nya.
Ters ebutl ah Bath ara Guru mele starik an mem buat
cerita
rangk aian cerita di tanah Jawa, menin ggalk an rangk aian
mem benta ng tiada
yang laksa na jejak bang au terba ng,
pema h rusak , sebag ai
terpu tus, menja di garis lurus yang tak
ah dia sebag ai wiku,
(itula h) jejak Bath ara Guru . Berw ujudl
,
dia sebag ai pujan gga (brah mana ) peng ikuts ekte saiwa
dia dipek ubura n
nama nya Batha ra Mana mpu Palya t. Tingg alah

114
Kaliasem, pekuburan dibuat sebagai tempat bertapa, arah
tenggara dari Paguhan. Adapun dalam melakukan tapa dia
berbuat sebagai pemula c;iwa. memakan mayat manusia,
mayatnya disimpan. ditempat sejuk, pada saat tengah malam
dia memakannya.
Genaplah (dua puluh) dua belas tahun lamanya,
mendengarlah sang prabu di Galuh, Sri Maharaja Batati
namanya, bahwa akan mengadakan "Brahmaloka" (surga
Brahma) bagi para wiku agar terbebas dari kelahiran kembali.
Mengundanglah dia para wiku untuk mengadakan kurban,
Diundanglah semua para rohaniawan. Diundang pulalah empu
Mahapalyat. Setelah tiba waktunya pelaksanaan dilakukan
dengan upacara kerajuaan, pada ke lima belas paroh terang
bulan ke sembilan. Datanglah orang-orang di sebalah Selatan
Galuh, sebelah Barat Galuh. Berangkatlah dia Mahampu Palyat
dengan yang menunggu pekuburan, maka juga membawa
makanan yang baik. Sebagai makanannya adalah kepala
manusia, dengan mangkok (wadah) sebanyak lima buah, yaitu
sebagai wadah untuk menyimpan (mendinginkan) mayat
manusia. Datanglah dia mahampu Palyat di teratag
(panggung). Bertanyalah Raja Ba ta ti dari tempat tidur,
Perkataannya, "Mpu Wahyu Kuning, Mpu Walotan, manalah
tempat Sang wiku Palyat. Apa wujudnya".
"Itulah, Tuanku, yang duduk di barat itulah dia".
"Ah mengapa saya melihat dia, polos tanpa apa-apa seolah-olah
bukan termasuk masyarakat biarawan. Pikir saya membawa
kendi air, mengenakan ikat kepala, berbaju guru, berpayung,
Peranting-anting, diiringkan oleh anak muridnya sejumlah
seratus atau duaratus".
Begutilah kata Sri Maharaja. Menjawablah Mpu Kolotan,
"Tidak, Tuanku, sebab dia bujangan wiku pengikut sekte Giwa,
maka ciri-cirinya tanpa ikat kepala".
"Ah begitu rupanya. Apa itu yang berada di depannya ?",
"Kepala manusia dengan wadah yang namanya kai:i~ora,
tuanku".
"Kepalanya untuk apa ?".

115
"Untuk makan, tuanku".
"K~~oranya untuk apa ?"

"Sebagai wadah untuk mendingin kan mayat manusia, tuanku".


U e hoak------m untahlah Sri Maharaja.
"Ye, pembawa kotak pinang, minta sirih
"Ih, makan begitulah dia mahampu Palyat ? Pagaikan
"brahmalo kasangkar a" (tempat brahma penghancu r) namanya
wiku seperti itu, Jauhkanla h dari tanah Jawa, labuhlah di
samodera, agar supaya tidak ada tindakan begitu. Marahlah
Ratu Batati. Pulanglah Mahampu Palyat. Tahulah dia bahwa
sang prabu marah. Tertawala h dia : "Ci hah hah hah".
Kembalila h Mahampu Palyat ke tempat pertapaan nya di
Kaliasem.
Pagi harinya menghada plah Mpu Kalotan serta Mpu Wayu-
Kuning, diutus melenyapk an sang pendeta. Seketika pergilah
yang diutus, pergi ke Kaliasem . Melempa r (melesat)
menyemb ahlah Mpu Kalotan serta Mpu Wayu-Kun ing,
menyampa ikah bahwa diutus oleh sang prabu untuk melabuh
sang pendeta ke samodera.
"Ah, kami tidak bisa berbuat lain, bapak. Yang kami tahu
hanyalah bahwa sang prabu marah" -
Mpu Kalotan dan Mpu Wayu. Kuning segera menangka p
dan menyerang nya, mengikatn ya dengan rotan, dihanyutk an
(dilabuh) Mpu Mahapalya t di samoderal ah Seketika pulanglah
yang melabuh, memberit ahukan kepada <;:ri Maharaja
Batati bahwa Mpu Mahapaly at sudah dilabuhw. Pagi
harinya Mpu Kalotan dan Mpu Wayu-Kun ing diutus oleh
sang prabu untuk melihat Mpu Mahapaly at, Seketika
berangka tlah yang diutus. Dijumpail ah Mpu Mahapaly at
sedang beristirah at. Terburu-b uru menyemb ahlah Mpu
kalotan dan Mpu Wayu-Kun ing. Berkatalah Mpu Mahapalya t,
katanya, "Aku tidak mati. Carilah batu setinggi manusia
berdiri, sebesar pohon tal".
Lalu diikatlah dia pada batu, dilabuh di samodera. Pagi
harinya kembali lagilah yang diutus , dijumpa dengan Mpu

116
Mahapalyat. Akhirnya dia dibakar, abunya dilabuh di samodera.
Pagi harinya datang lagilah yang diutus, dijumpailah Mpu
Mahapalyat sedang duduk bersila. Mpu Kalotan dan Mpu
Wayu-Kuning merasa tak berdaya melihat kesaktian sang
pendeta. Seketika itu juga Mpu Kalotan dan Mp'u Wayu
Kuning memeluk kaki sang pendeta, kemudian menjilati kaki
sang pendeta.
"Tidak mampu membunuh sang pendeta, tuanku".
Menjawablah Mpu Mahapalyat, katanya :
"Mpu Kalotan dan Mpu Wayu-Kuning. Alm akan pergi dari
sini. Sebab maksudku hanya ingin menghibur diri ke Pulau
Jawa. Karena tanahku (tempatku) di Nusa Kambangan
namanya. Disanalah tempat pemujaan kepujanggaanku.
Sekarang sang prabu di Saluh marah. Maka akan pulanglah
aku sekarang ke tempat pemujaanku di Nusa K_a mbangan".
"Tuanku, ijinkanlah kami mengikuti sang pendeta
senantiasalah kami be rad a di bawah kaki tuanku pendeta".
"Hem. Kalau begitu kuperintahkan, kalian carilah
panjangnya sepuluh depa, sebagai perahu untuk berlayar".
Mereka menyampaikan permohonammyn. Turutlah Mpu
Kalotan dan Mpu Wayu-Kuning. Menemukanlah teratai merah
di tengah samodera. Di sekelilingnya berdaun dan berbunga
emas. Sampailah mereka di Nusa Kambangan di sambut oleh
para muridnya, manusia cantik-cantik serta berdandan,
sebanyak seratus delapan puluh. Mereka mendekat dan
menyembah. Betanyalah Mpu Kalotan dan Mpu Wayu-Kuning :
"Orang apa ini, tuanku. Cantik-cantik serta berdandan?"
"Ah, kejadian dari orang-orang yang saya makan ketika di
Nusa Jawa".
"Begitu rupanya, tuanku".
Dielu-elukaniah Mpu Mahapalyat oleh semua siswanya.
Sesudah itu ditasbihkanlah Mpu Kalotan dan Mpu Wayu-
Kuning. Mpu Janadipa-lah nama Mpu Kalotan, Mpu
Narajnyana nama Mpu Wayu-Kuning, maka menjadi jernihlah

117
hati dan pikirail mereka. Sesudah begitu memuia dengan
bungalah Mpu Janadipa dan Mpu Narajnyan a mohon diri untuk
kembali ke Nusa Jawa. Sudahlah mereka pergi dari Nusa
Kambanga n, tibalah .mereka di Nusa Jawa lagi. Bertempa tlah
dia di istana Kerajaan Galuh. memberit ahpkanlah segala
tingkah lakunya kepada Cri Maharaja. Dengan begitu Mpu
Janadipa dianggap sebagai guru oleh Raja Batati, Mpu
Narajnyan a dijadikan sebagai pendeta rumahtang ganya.
Tersebutl ah Bathari Cri, hidup menjanda (mangra~~a­
ra~~a)-lah dia, sehingga sang rai:i~a Raga-run ting
sebutanny a. Memintal di tanjung rumahnya , sehingga ada
desa di Medang Tanjung namanya. Adalah seorang pedagang
Parijftana namanya. Dia manusia sangat loba, Tidak sukalah
dia pada sang randa Raga-runt ing, terbiasa dengan orang
yang sangat loba (kaya), Dilemparl ah dengan sapu melarut ke
timur Gunung Bancak. Maka sekarang ada yang bernama
Gunung Karurunga n. Berjajarla h("makend angkandan g")-lah
dengan pedagang Parijiiana, sehingga sekarang. ada yang
namanya Gunung K~~c:t~ng.
Tersebutl ah Mpu Mahapaly at. Kembalila h dia ke nusa
Jawa. Dibelahlah tubuhnya jadilah Caiwa-Sog ata (penganut
Caiwa dan penganut Budha), bernama Mpu Barang dan
Mpu Waluhbang . Mpu Barang menjadi <;ewapaksa (penganut
sekte <;aiwa), Mpu Waluh-ba ng menjadi sogatapa ksa
(penganut Budha/sog ata). Seketika tibalah dia di nusa Jawa.
Bertempa tlah dia di Girah. Mpu Barang dan Mpu Waluh-ban g
mengadak an pertapaan di hanggirah.
Tersebutl ah hyang Buyut di Kukub, sang Resi Taruna-
tapa-yowa na, bernama Bathara Mahaguru . Banyaklah anak
muridnya . Maka rencanany a pada siswanya akan diberi
tugas, misalnya : raja ("pangady an"), pengurus bunga
untuk sesaji("ul u-kemban g-pakalpa n"), pengurus rumah
("pwamah "), pengurus manusia ("pajanan "), 'pengurus
masakan ("atanek") , pemukul gong ("abrih"), pengumpu l akar-
akaran ("akarapa "), tukang melaguka n kakawin ("juru-
hamaiijan g-hamai\ji ng"), penjaga bahaya dalam pelayaran

118
("kabhaya n-panglay ar"),penia ga bahaya ditempat pemujaan
("Kabhay an-Manda la"),peng urus jalan ("Mahawa netha"),
pengawal atau pemegang kuasa hukum ("bahude nda"),
penguasa hukuman tertinggi ("butwi9e sa"), pendampi ng-
pengasuh ("asanding -among"), tukang menyampa ikan instruksi
("Kabhaya n-pamkas" ). Begitulah masing-ma sing tugasnya.
Tersebut lah Bathara Mahaguru mengada kan pesta
makan. Pesta tersebut diadakan pada bulan Aruji. Maka
disuruhlah Ki Kabhayan -Panglaya r untuk mengumu mkannya.
Dimumka nnyalah ke arah timur. Segera tibalah bulan Aruji.
Datangla h semua murid Bathara. Begitu juga Bathara
Tritungga l juga datang. Semua muridnya menyemb ahlah
kepada Bathara Guru. Akan tetap, Kakek Kabayan-P anglayar
belum datang. Selesailah pesta Bathara-S emua siswanya
kembali ke tempat pemujaan nya. Begitu Pula Bathara
Tritungga l juga kembali ke tempat pemujaan nya masing-
masing.
Pada saat itu datanglah Ki Kabhayan -Panglaya r.
tersebutla h perjalanny a dari arah barat, tiba-tiba terhambat
oleh karena menyeret barang-ba rang yang menyulitk an,
Banyaklah perolehan nya : Guci, kuci, mata lembu, begitu juga
dendeng daging daging, sapi daging anjing, itik gading ayam,
hasil piaraan orang-ora ng laki-laki perempua n yang ingin
menjadi pertapa minta dipersem bahkan kepada Bathara
Mahaguru . Tergesa-ge salah jalannya Ki Kahhayan- Panglayar.
Adapun jejaknya dari timur: di Ragdang tempat dia
meningga lkan dendeng anjing. Di Tambang an tempat dia
meningga lkan dendeng kerbau. Di Pacelenga n tempat dia
makan celeng. Di Untehan tempat dia memilin ("ngutehun te") .
Di Kundamp ilan tempat dia menggirin g ("ndampil" ) sapi. Di
Cangcang an tempat dia menamba tkan ("nanicang ") di pagar.
Di Bakar tempat dia membaka r-bakar. Di Duk tempat dia
mencari ijuk ("li~uk") . Di Payaman tempat dia meninggal kan
ayam.
Adapun ketika dia tiba di Kukub, minta belas kasih kepada
Kabhaya n Wi9esa untuk melapork an kepada Bathara

119
Mahagur u. Tahulah dia bahwa disalahk an oleh Hyang Maha
Guru. Segera melaporl ah Kabhaya n Wi~esa kepada Bathara
Guru, memberi tahukan dengan terus terang bahwa Kabhaya n-
Panglaya r datang. Berkatal ah Sang Hyang Maha Guru Katanya,
"Jangan diijinkan si Panglay ar mendek at. kesalaha nnya
terlamba t datang pada pesta. Disuruhl ah kembali! ".
Begitula h kata Hyang Mahagur u. Kembali pulangla h Sang
Wi~esa, member itahukan nya kepada Kabhaya n-Pangla yar,
bahwa dia tidak diterima oleh Hyang Mahagur u. Kesalaha nnya
terlamba t datang pada pesta. Akhimya Ki Kabhaya n-Pangla yar
bertemp at di bu Wi~esa, mengam bil kembali berang-b arang
peroleha nnya yang tertingga l di jurang-ju rang selatan, untuk
dipersem bahkan kepada Hyang Mahagur u. Adapun kepergia n
Kabhaya n-Pangla yar ke arah timur. Dia bertali serut bambu -
("ingis") sebagai penggan ti selemm ang ("Sampe t")-nya.
Seketika berjalanl ah Baghawa n Panglaya r.
Tersebu tlah yang ditugask an, tibalah jurang selatan,
mengam bil kembali peroleha n Ki Panglaya r, yaitu Guci. Krci,
ataupun dendeng daging kerbau, daging sapi, daging anjing,
daging celeng. Datangla h sang utusan di Kukub. Dendeng
dagingn ya tertingg al di Payamgn , tidak melewat i Sungai
Sarayu, di sana agar ringan.
Tersebu tlah Kabhay an Panglay ar, membua t tempat
pemujaa n di selatan gunung antara Sang Hyang Mahame ru
dan Sang Hyang Brahma. Menggal ilah dia tanah di bawah
pohon a war-a war ("ungil ta sira nga:r:i~awar-handawar").
Kamudia n nama tempat pemujaa nnya di A:r:<;tawar. Adalah
anugerah Bethara Mahagur u, Sang Hyang Konci Sandijiia na
(ilmu rahasia) namanya , yaita diberi kuasa atas dunia. Oleh
sebab itu, terhanyu tlah seluruh dunia menyem bahnya. Banyak
orang dan perempu an yang ingin menjadi wiku, tidak
ditasbih kan olehnya sebab belum tiba saatnya menerim a
anugerah dari Bathara Mahanur u. Oleh karena itu, dia diberi
tutup kepala dari kulit kayu, kemudia n bernama Ki Bakal.
"Barula h engkau kutasbih kan, bila sudah mendap atkan
anugerah Nama Giwaya". kata Sang Bathara.

120
Kini tahula h dia bahwa menja lani hukum an dari buyut di
Kukuh . Pergil ah dia dari Andaw ar. Datan glah dia di Gunun g,
Hyang . minta lah dia tanah pada Mpu Rama -rama di Besar.
Dimin tanya kebun -kebu n yang diting galkan . Tidak disera hkan
oleh tetua ("ram a") di Besar. Diber inya kebun ("talun " ) yang
.
tidak diinga tnya. Maka dinam akan tempa t pemu jaan di Talun
Adala h raksa sa di sana, tidak memp erbol ehkan nya
memb uat temp at pemu jaan. Dilaw anlah denge n beryo ga
samad i (meng henin gkan cipta) . Malah an sang raksas a menan g,
akhirn ya tidak terlin dungl ah dia. Diser ahkan lah kunci ilmu
rahas ia, larutl ah seluru h dunia padan ya.
Pergi nya dari Talun , memb uatlah tempa t pemu jaan di
Wac;a na. Adala h raksa sa di sana, tidak memp erbol ehkan
mem buat ruma h temp at pemu jaan. Dilaw anlah denga n
beryo ga. Kalah lah sang raksa sa olehn ya. Adala h batu
"kubh usan" nama nya, itu sekar ang digun akan sebag ai upah
guru. Diser ahkan lah kemb ali kunci ilmu rahasi a. Hanyu tlah
seluru h dunia kepad anya. Banya k orang laki-la ki perem puan
ingin menja di wiku, tidak ditasb ihkan nya.
Terse butlah Mpu Baran g dan Mpu Waluh -bang , merek a
menc ari pengi kut. Mpu Waluh -bang ke barat, mend irikan
perka mpun qan di Warag. Mpu Baran g ke timur, meng adaka n
kunju ngan ke pekub uran. Adala h makam di gunun g Hyang , di
Gunu ng Kalya sem naman ya, Pekub uran umum tempa t orang
bersa ma-sa ma meng adaka n upaca ra pemak aman. Orang -orang
,
di sebela h timur gunun g Hyang , sebela h utara gunun g Hyang
meng adaka n upaca ra pema kama n di Kalya sem, yaitu sebag ai
tempa t pertap aan Mpu Baran g. Dia penga nut aliran Bairaw a
dalam bentu k Siwa yang meng erikan . Mayat manus ialah yang
dimak annya .
Adala h raja dihorm ati di Daha, anak tertua raja Batati ,
,
Sri Maha raja Taki nama nya. Dia dihor mati di Daha
mend engar lah bahw a ada bujan gga meng erikan berta pa di
pekub uran di punca k Kalya sem, mayat manu sia yang menja di
maka nanny a, Ngeri lah hati raja mend engar nya. Maka

121
mengutuslah dia dua bersaudara penganut agama Budha-
bemama Mpu Tapa-wangkang dan Mpu Tapa-palet. Keduanya
disuruh oleh sang prabu untuk membunuh Mpu Barang.
Tidak menolaklah mereka diutus, berangkat melalui
angkasa, sama-sama sakti, karena merupakan inkamasi dari
Brahma Wisnu. Hyang Brahma menjadi Tapa wangkang, Hyang
Wisnu menjadi Tapa-pelet. Seketika pergilah dua orang
penganut Budha tersebut untuk menjalankan perintah
membunuh bujangga kotor, yaitu dalam cara hidupnya.
Segeralah datanglah ke gunung Hyang, bertempat di pekuburan
Kalyasem, Didapatilah Mpu Barang duduk menghadapi
mangkok ("kantora")dengan makanan kesukaannya, yaitu
kepala manusia yang merupakan minumannya, mayat manusia
yang menjadi makanannya, Datanglah Mpu tapa-wangkang
dan Mpu Tapa-pelet, memberitahukanlah mereka bahwa diutus
sang prabu untuk membunuh Mpu Barang. Ditangkaplah
bersama-sama kemudian diikat pada rotan, selanjutnya Mpu
Barang dihanyutkan di samudra. Kembalilah yang
menghanyutkan, memberitahukan kepada sri maharaja di Daha
bahwa Mpu Barang sudah dihanytkan.
Pagi harinya sang prabu mengutus sang bujangga dua
bersaudara untuk melihat sang bujangga kotor. Tidak
menolaklah yang diutus, segera tibalah di Kalyasem,
didapatilah Mpu Barang. Ditangkap lagilah dia, diikat dengah
rotan, dipukuli dengan besi mentah, dihanyutkan di laut. Segera
pulanglah sang utusan.
Pagi harinya datang kembalilah sang utusan, bertemu lagi
dengan Mpu Barang. Akhirnya dibakarlah dia. Sudah menjadi
gajah (abu)-lah si Mput Barang. Planglah kedua orang
penganut Budha, memberitahukan kepada sang prabu bahwa
si Mpu Barang sudah menjadi gajah (abu).
Pagi harinya mengutuslah sang prabu untuk melihat si
bujangga kotor. Tidak menolaklah yang diutus, Segera
berangkatlah sebab mereka melalui angkasa. Setibanya di
Kalyasem, bertemu lagilah dia dengan Mpu Barang, Mpu

122
Barang dibakar lagi, abunya dihanyutkan ke laut. Pulanglah
dua bersaudara penganut budha tersebut, memberitahukan
kepada sri maharaja bahwa abu si Mpu Barang sudah disebar
pada lirna arah.
Pagi harinya lagi rnengutuslah sang prabu untuk rnelihat
sang bujangga kotor. Tidak rnenolaklah rnereka berdua.
Dengan segera tibalah di gunung di Kalyasern. Berjurnpa lagilah
dia dengan Mpu Barang. Seketika itu Mpu Tapa-wangkeng dan
Mpu Tapa-pelet rnenyernbah pada Mpu Barang. Tahulah dia
bahwa Bathara Pararneswara. Seketika itu Mpu Barang ingin
pergi dari gunung Hyang, tujuannya akan ke tanah Jarnbudipa.
Mernbuatlah dia kitab Hadidarwwa narnanya, serta baju. Maka
ditinggalkan kitab dan baju di sanggar. Seketika berangkatlah
di ke Jarnbudipa. Turutlah Mpu Tapa-wangkeng dan Mpu
Tapa-pelet. Berangkatlah rnereka rnelewati angkasa.
Adapun tersebutlah Kabhayan-Panglayar, perginya dari
ternpat pertapaan di Wa9ana, datanglah dia di gunung
Kalyasern, seiring dengan raksasa bemarna Ki Maranak dan
Ki Lernah-bang, Tujuannya ingin datang pada Mpu Barang.
Tiba-tiba dia sudah pergi. Akhimya dia mendapatka kitab dan
baju di sanggar. Dibukalah sang kitab, berisi Hadidarwwa
contoh teladan atau petunjuk dari Mpu Barang. Dianggapnya
itu sebagai anugerah dari Bathara Guru. Akhimya pekuburan
tersebut dibuat sebagai ternpat pertapaan, kernudian
berdasarkan adanya baju di sanggar, rnaka di Sanggara-lah
narna ternpat pertapaannya.
Lagi kedua raksasa rninta anugerah padanya. Bisalah dia
rnentasbihkan dengan rnengenakan baju di sanggar, rnaka
dianggaplah dia bemarna wiku sanggara. Juga diserahkanlah
ilrnu rahasia. Tertariklah seluruh dunian Datanglah orang laki-
laki perernpuan rnenyernbah padanya, menyerahkan harta
rniliknya. Bertarnbahlah rnuridnya rnenjadi sernakin banyak.
Menjadi rarnailah utara lautan karena banyaknya rnurid dan
harta kekayaannya. Oleh sebab itu akhimya dinamakan tempat
pernujaan di Sagara. Berhentilah dia bernarna Kabhayan
Pannlayar. Akhimya seluruh dunia rnenganggap dirinya sebagai

123
Bathara Guru. Dia yang memula i membu at perkam pungan di
tempat pemuja an Sagara, minta kemura han hatilah anak
muridn ya kepadan ya.
"Jangan menyeb ut sebagai anak, cucu atau cicit sebutan mu
terhada pku".
Begitul ah kemura han hatinya ("panga sihasihi ra") kepada
anak muridny a. Oleh sebab itu "Pangas ih" sebutan Buyut di
Sagara. Juga sang Dewagu ru di Sagara tanpa baju, hingga
dodotn ya didesak , sebab belum saatny a menda patkan
anugera h dari Hyang Guru, buyut yang berada di Kukub.
"Barula h kelak, jika sudah saatnya mendap atkan anugera h
dari hyang buyut di Kukub, boleh berbaju lah di Sagara,
Jangan lah tidak mengin gat bahwa Kukubl ah awal mulany a
dahulu. Ayo, perhati kanlah pesanku . Adapun jika engkau
tidak mengin gat pesank u , pastila h engkau akan
mendap atkan malape taka".
Begitu lah kata Ki Kabhay an-Pan glayar. Dialah yang
mengaw ali membu at perkam pungan di Sagara. Dia membu at
tempat pemuja an tritungg al di gunung Hyang.
Tersebu tlah Bathar a Mpu Barang , tibalah dia di tanah
Jambud ipa. Bertem ulah Sang Brahma na sedang melaku kan
pemuja an terhada p Sang Hyang Hari Candan a, banyak nya
sekitar seribu orang brahma na. Datang lah Mpu Barang terus
berdiri. Berkata lah sang brahma na :
"Hah, mengap a engkau terus berdiri, tidak menyem bah
pada Bathar a HariCa ndana? Kami brahma na terlahir
dengan suci, walau begitu menyem bah kepada Bathara ,
sebab dialah yang mencip takan alam semesta ".
Menjaw ablah Mpu Barang :
"Tidak maulah saya menyem bah, sebab saya brahma na
Jawa". "Sama -sama sebaga i brahma na, engkau . Nah
menyem bahlah brahma na jawa".
"Tidak maulah saya menyem bah" .

124
Ditangkapl ah dahulu dipaksakan lah tangannya
disembahka n kepada bathara HariCandan a. Baru saja dia
dipaksa untuk berlutut, terjadi gempalah di bumi, pecahlah
patung bathara HariCandana , bahkan sampai sekarang. Saat
itulah para brahmana ketakutan (pucat) melihat kesaktian
Mpu Barang. Pada saat itu para brahmana memuja pada
Bathara Mpu Barang, brahmana seluruhnya. Akhirnya sang
Brahmana memberi emas, mirah, komala, intan. Tidak maulah
Mpu Barang. Yang dialakukan adalah bertukar tanda sekte
("bhasma"). Bhasma Mpu Barang berbau wangi ("Ganda"),
bhasma sang brahmana gemerlapan ("ratnadwad a").
Betukarlah mereka bhasma. Akhirnya ratnadwada menjadi
bhasma milik Mpu Berang, bhasma ganda milik Mpu Barang
se bagai bhasma sang brahmana.
Setelah mereka bertukar bhasma, datanglah sang raja di
Jambudipa, <;ri Maharaja Cakrawati namanya, merendahlah
dia menyembah pada Mpu Barang, menyerahkan dodot kecil,
mas, mirah, intan yang pantas untuk raj a. Tidak ditanggapi oleh
Mpu Barang. Dimintanya yang disembah oleh sang prabu.
Tidak ditolak. Diberikanlah patung mas tiruan Bathara Wisnu.
Dia disembah di Jambudipa. Maka diberikanlah kepada Mpu
Barang, tidak diambillah olehnya, tetapi ditiru wujudnya, yaitu
sebagai buah tangan ke Jawa.
Berjalanlah Mpu Barang beriringan dengan Mpu
Tapamangke ng dan Mpu Tapa-pelet, dengan jalan melalui
angkasa. Tiba di tanah Jawa, bertempat di Gunung Brahma,
pada tempat suti Hyang Brahma dahulu pada saat menjadi
pande besi. Di sanalah Mpu Berang mempelajar i ilmu
"Tigarahasy a", Mpu Tapawangk eng mempelajar i ilmu
"Tigalana", Mpu Tapapelet mempelajar i ilmu "Tigatpet".
Adapun Mpu Barang membuat emas, dijadikan patung emas
meniru wujud Bathara Wisnu, diukir oleh Mpu Tapa-pelet dan
Tapa-wangk eng. Tahi tatahan saat mengukir menyebar
bagaikan hujan, menjadi Krisna, hingga sampai sekarang.
Sudah selesailah pembuatan sang Hyang patung emas,
dipuncakkan pada gunung Sundawini mendengarl ah sang

125
prabu di"Daha, <;ri maharaja Taki, bahwa ada patung emas di
gunung Sui:i<;J.awini. Maka mengutuslah sang prabu untuk
memanggil Mpu Barang begitu juga Mpu Tapa-wangke ng dan
Tapa-pelet. Tidak menolaklah yang diutus, Berangkat dan
segera tiba menyembah pada Mpu Barang. Berkatalah dia
Ananda sang pendeta diutus oleh sang raja di Daha, memanggil
sang pertapa ("Yatiwara") untuk datang segara, tuanku".
"Um" kata Mpu Barang. "Saya tidak menolak".
Berjalanlah Mpu Barang se1rmg dengan Mpu
Tapawangke nq, Tapa-pelet. Segeralah mereka bertiga tiba di
Daha, menuju ke tempar Raja Taki. Dimintalah sang patung
emas oleh sang prabu. Tidak ditolaklah olehnya. Diberikanlah
oleh Mpu Barang. Maka oleh sebab itu sang hyang patung
emas disembah oleh sang prabu di Daha, hingga sampai
sekarang.
Tersebutlah Bathari Smari, berwujudlah dia manusia, muda
tak terhingga Janina Dia bernamp Hibhu-tugah an. Dia
nengikuti ayahnya pada Bathara Mpu Barang. Bertapa-
terpisahkan jurang dengan ayahnya; sebagai pertapalah cara
hidupnya. Oleh sebab itu sekarang namanya punggung gunung
di Tapi.
Tersebutlah Bathara Waluh-bang, dia bertekad akan
menentang guru ("resi"), meninggalka n aliran pemeluk agama
Budha. Pergilah dia dari Warag, datanglah dia di Tigaryyam.
Berdirilah dia tanpa menyembah pada Bathara Iswara.
Berkatalah Bathara Iswara pada muridnya : "Mengapa engkau
sang wiku Waluh-bang berdiri tidak menyembah padaku".
Menjawabla h muridnya, "Marasa kuat ("kakas") katanya,
tuanku".
Kemudian Wiku Kasture-lah namanya. Seketika itu Bathara
Iswara menyerahka nnya payung, anting-ahtin g, serta baju
kepada Bathara Waluh-bang. Dia menggantika n Dewaguru
diTigaryyam , kemudian menjadi golongan kasturi. Bathara
Iswara kembali ke surganya.

126
Tersebutlah Bathara Mpu Barang, datanglah dia
diTigaryyam kepada Bathara Waluh-bang. Berkatalah Bathara
Waluh-bang, "Hah, silahkan memakai baju ("kurung"), Mpu
Barang, hasilku menyatu denganmu".
Seketika diserahkanlah sang payung, anting-anting, serta
baju. "Dewagurulah engkau, bapak, mulailah ditetapkan
sebagai golongan kasturi tempat pemujaanmu, bapak
("Purwwa" darmma-kasturi mandalahanta, bapa"), kata
Bathara waluh-bang.
Tidak menolaklah dia membuat tempat pemujaan,
kemudian nama tempat pemujaannya di Purwwa-~armma­
kasturi Hantabapa. Mengerikanlah dia, yang dimakan tidak ada
yang terlewatkan. Datanglah seorang t.etua menyerahkan
barangnya yang ketinggalan. Diubahlah yang ketinggalan
menjadi nasi putih empuk dan kental. Pulanglah tetua yang
menyerahkan barang ketinggalan ("mantuk tang rama
katuryyan"), kemudian nama desanya di Turyyan, yaitu
menjadi tempat pemujaan kasturi yang pada mulanya
ditetapkan oleh Bapa.
Tersebutlah Mpu Tapa-wangkeng Tapa-pelet, ketika
keduanya berada di Daha, Mpu Tapa-wangkeng dinamakan
Samget-baganjing {pejabat istana yang mengurusi bangunan
tempat suci), Berhutanglah dia laksa (minuman), berjanji akan
membayar setelah lewat tengah hari, Tidak adalah yang untuk
membayarnya. Ditahanlah sang Hyang <;iwahaditya (matahari),
tetap berada pada posisi tengah hari tidak beranjak bergerak
turun. Sang prabu melakukan puasa, tidak akan berbuka
sebelum lewat tengah hari. Laparlah dia, belum berbuka puasa
sebab belum lewat tengah hari. Berucaplah sang prabu,
"Mengapa begitu lama sang hyang <;iwahaditya (matahari)
tidak juga beranjak bergerak condong. Laparlah saya sekarang".
Mengutuslah dia pangalasan {pengurus air tempat bersuci)
kepada samgE!t-baganjing {pengurus tempat suci) menanyakan
penyebab sang hyang matahari lama tidak condong, Tidak
menolaklah yang diutus, datanglah pada samget-baganjing.

127
,
"Cuc unda sang pand eta, hamb a diutu s oleh sang prabu
<;iwa hadity a lama tidak berge rak
apa peny ebab sang hyang
condo ng, tuank u", tanya yang diutu s.
beri-
"Men jawab lah samg et-ba ganji ng, "Mal ulah saya mem
n baran gkali
tahuk anny a, bapak , jika tidak mem berita huka
Saya
sang prab u mara h. Saya berh utang laksa , bapa k.
bisa
menj anjik an setel ah lewa t tenga h hari. Saya tidak
g
mem baya rnya. Oleh sebab itu, saya tahan sang hyan
<;iwahaditya".
"Ah, begit u rupan ya tuank u. Cucu nda akan
.
meny ampa ikann ya kepad a Gri Maha raja", kata penga lasan
Ki
Seke tika berce ritala h dia pada sang prabu bahw a
sang
Sang et-ba ganji ng berbu at begit u. Diber ilah uang oleh
sang
prabu untuk memb ayar hutan gnya. Seket ika tenag elaml ah
hyang <;iwahaditya.
Terse butla h Mpu Tapa -pale t berse ngga ma deng an istri
a
raja. Hami lah sang <;ri Perm aisuri . Tahu lah sang prabu bahw
tidak benar lah isi perut
buka n hasil dari perbu atann ya. Bahw a
i,
istrin ya. Berk atala h <;ri maha raja Taki kepa da perm aisur
hasil perbu atank u isi
"Tida k-seti alah engka u padak u. Buka n
perut mu itu".
sang
Jawa b sang istri raja, "Tuan raja, saya tidak setia pada
prabu ?".
k
"Lahl jika engk au setia padak u, lahirl ah anak yang canti
jika
semp urna, jika hasil perbu atank u isi perut mu itu. Adap un
engka u tidak setia, pasti akan lahir
buka n hasil perbu atank u,
salah wujud ".
a
Begit ulah perka taan raja Taki. Adala h lahir sapi betin
pemi aisur i diusir oleh
berw ama belan g, Seket ika .itulah sang
ri Sri
sang prabu dan seket ika itu pergi lah dia. Kemb ali Batha
ada ratu wani ta
lagi. Berk atala h dia lalu pergi , jika kelak
, bema ma ratu
berku asa menja di raja di tanah Jawa di Daha
Nini, sayal ah itu". Pergi lah dia, menja di ratu di Cemp a.

128
Adapu n belang dipelih ara oleh Samge t-baga njing. Sang
Tapa-p alet tahu dirinya (sang permai suri) sudah dileny apkan,
maka pergila h dia dari Daha. Seketi ka ke timur pergin ya,
Serta terseba rlah bala tentar a Raja Taki menca ri Mpu Tapa-
Palet. Ada ke timur, ada ke barat, ada ke selatan , dan ada ke
utara. Didapa tilah berlari berlind ung di dalam lubang .
Berka talah Mpu Tapa-P alet, "Janga lah saya kalian bunuh .
Adalah kecaka panku akan berma nfaat bagimu . Kepan daian
memb uat candi denga n terdap at di dalam nya, diukir -ukir
dengan cara dipaha t. Juga kepan daian memb uat lumpa ng
batu untuk pemip isan, kepand aian memb uat gua. Adapu n gua
tempa tku ini, sepert i itulah hidupk u sebaga i tukang batu
("ajagr aha").
Jala sebuta n airnya , graha sebut an guany a, kemud ian
jalagra halah naman ya. Tidak jadilah pembu nuhan atas dirinya
sebab diberit ahukan kepand aianny a sepert i itu. Awai mulan ya
jalagra ha (tukan g batu).
Adapu n si Tapa-P alet menol ak memak ai selemp ang, dia
bertek ad menja di resi, menin ggalka n aliran agama Budha .
Memin talah dia anuger ah baju pada Sang Hyang Bapa yang
menga wali menet apkan tempa t pemuj aan. Kemud ian dialah
dewag uru di sang hyang tempa t pemuj aan kastar i gua
galagra ha. Dialah yang mulai memb uat perkam punga n, oleh
sebab itu kastur i Palet naman ya. Begitu lah cerita kastur iPalet.
Terseb utlah anak Mpu barang , si Hibu-t ugahan naman ya.
Mintal ah dia bersua mikan pertap a yang sedang menin ggalka n
kedun iawian . Diber ilah dia suami pertap a yang sudah
menin ggalka n kedun iawian , Setela h puas dia bersua mi,
dilukis lah pertap a itu. Engga nlah sang pertap a berpis ah
dengan nya, maka dilemp arlah dia dalam kelopa k daun palma
("upih" ), maka kemud ian sang pertap a senan tiasa berada
dalam kantun g kain.
Lagi mintal ah dia bersua mi pengem bara. Setela h puas dia
bersua mi, diluki slah sang penge mbara . Engga nlah sang
pengem bara berpis ah dengan nya. Dilemp arlah ("ginu tuk")-l ah

129
dia pada batu. Oleh sebab itu, sekarang ada yang namanya
"watu gutuk", di selatan Turyyan.
Mintalah dia bersuamikan widu (seniman penari, penyanyi,
pemain, atau pembawa cerita). Diberilah dia suami seniman,
Setelah puas dia bersuami, digambarlah sang widu. Marahlah
sang widu padanya, lalu dipenggalah lehernya. Langsung
pergilah sang widu. Tinggalah yang hidup kepalanya berkatas
"Yah, anak gembala, sambungkanlah tempat tubuhku".
"Hih, tidak mau saya".
"Dah, perhatikanlah baik-baik dik".
"Ah, tidak mau; Lembuku tidak ketahuan perginya".
"Lah, ketemulah kelak jika beranak".
"Ah, karena jantan sapi saya".
"Lah, walaupun begitu kelak akan ketemu jika beranak".
Seketika disambungkanl ah tubuh dan kepalanya.
Sempurnalah dia kembali. Pulanglah pada ayahnya. Anak
yang menggembala mendapatkan sapinya menjadi dua ekor.
Adapun sang widu mencari perlindungan pada tempat
pemujaan yang berada di rumah gua, mintalah dia dijadikan
wiku. Ditasbihkanlah dia dengan nama But Genting,
membuatlah dia tempat pemujaan di Gunung Kawi. Nama
perkampungan yang dibuatnya: di Braja-hning, di Gunung
Manik, di Jangkangan,di Brahmana, di Gumantar. Segitulah
banyaknya tempat pemujaan yang dibuatnya. Yaitu disebut
dengan nama kasturi Genting,
Adapun Mpu Barang, pergilah dia dari tempat pemujaan
di Bapa, ke arah baratlah perginya, membuat tempat
pemujaan di Dupaka. Kemudian dia mengikuti aliran yang
mengerikan, yang dimakannya tiada yang terlewatkan,
meninggalkanla h dia anak istri, cara hidupnya sudah
meninggalkan keduniawian. Oleh sebab itu dewa Guru "Paksa-
tyaga" (aliran yang meninggalkan keduniawian)-lah namanya.
Dia mengawali sebagai dewa Guru "paksa-tyaga" di tempat
pemujaan Sang Hyang Mandala-Kastu ri Dupaka. Lagi
membuat tempat pemujaan di wilayah di Lambung Bathara

130
(gunung) Wilis sebelah utara. Disanalah dia mensucika n diri,
terkenal dengan sebutan nama kasturi Barang. Begitu
ceritanya dahulu.
Tersebut lah Ki Samget - bhaganjin g, dia memaksa
mengikuti cara resi. Pergilah dia dari Daha, membuatl ah dia
tempat pemujaan di pinggir jalan, Daun kelapa kering dan
jerami Uerami kering)-lah yang sebagai peneduhny a. Diberilah
dia kotoran dan air kencing oleh arang yang melintasi jalan.
Oleh sebab itu kaki Botahi (bau kotaran)la h sebutan orang
kepadany a, Seketika turunlah suatu bangunan dari atas
angkasa bersama dengan benteng yang yang mengelilin ginya.
Pada saat itulah orang-ora ng tercengan g melihat kesaktian
kaki Botahi. Sapi Belangnya . ("lkang sapi blulalak") senantiasa
di dekatnya . Maka kemudian akhirnya disebut tempat
pemujaan di Bhulalak namanya.
Hamillah sang sapi, digembala kan di pinggir jalan, lahirlah
anaknya berupa anak perempua n cantik. Dibawalah anaknya
pulang, diberikan kepada si tukang masak.
"Adalah orang membuan g anaknya ditinggalk an di jalan",
Begitulah kata kaki Botahi, Besarlah sang anak . Tiada
terhingga kecantika n wajahnya, Raja Taki tidak punya istri.
Diambilla h anak kaki Botahi, yang beribu sapi. Maka
dijadikanl ah dia pennaisuri . Begitulah cerita tempat pemujaan
di Bhulalak, yaitu kasturi Botahi namanya.
Berpesan lah kaki Botahi muridnya , Jika kelak ada
<;aiwapak sa (pengikut sekte giwa) bernama pa-Wangk eng,
pujangga sakti yang mampu membaca teks suci, tidak jauh
dari Daha, janganlah kalian tidak setia; .Itu adalah saya,
kembali lagi tempat pemujaan di Bhulalak"
Adalah seorang raja setara dengan yang bertahta di Daha,
dia bemama raja Hundal. Bennusuh anlah dia dengan raj a Taki.
Kalahlah raja Hundal. Tidak tuluslah dia di medan perang,
takut mati, melarikan dirilah dia untuk bersembun yi. Adalah
dua orang pemimpin kulit hitam dan seorang pengawaln ya
senantiasa mengikuti nya.

131
Mengungs ilah dia di Gunung Kawi, membuat lah dia
tempat persembu nyiannya. Membuat lah dia sumur. Oleh
sebab itu, tempat yang namanya Undal. sumur tersebut
masih ada sampai sekarang. Mengamb illah dia pakaian
pertapa dari kulit pohon (daluwang ") yang tergantun g.
Dengan bangga (sombong ) merasa sudah menjadi wiku
("mandar lamun wikuha"). Oleh sebab itu, sekarang ada di
Lamun wiku namanya, di lereng sanga Hyang kawi
menghada p ke timur. Datanglah dia di sang hyang Mahameru ,
inginlah dia mengham ba ke TaQ.Q.es. Ditanyaka nlah tentang
pentasbih an dirinya. Diberitahu kanlah bahwa dia mengambi l
("daluwan g") pada gantunga n. Tidak diperbole hkan
memakain ya sebab dia belum pertapa.
Turunlah dia dari tandes, tinggalah dia di jurang di Cii:i<;to.
Mengutus lah dia pada pemimpin kulit hitam untuk datang
ke Kukub, menyemb ah pada Bathara Mahaguru , meminta
anugerah ditasbihka n. Tidak maulah dia diungguli (diatasi)
maka dia mengirim kan Utusan. Berangka tlah salah satu
pemimpin kulit hitam bernama si Kajar bardua dengan
Pengawal bernama Bugoleng. Adapun si kulit hitam yang
bernama si Tenggek tinggal menunggu inya, dengan seekor
anjing jantan.
Adapun yang bernama si-Kajar dan Bugoleng datang
ke Kukub, menyamb ah pada Bathara Mahaguru ,
memberit ahukan bahwa diutus oleh raja Hundal. Disanalah
Bathara Darmmara ja mengutus pimpinan pengurus bunga
("hulu-kem bang-paka lpan") mendatang i raja Hundal, dikirimi
pakaian pentasbiha n. Lalu dibawakan payung, anting-ant ing
dan baju, <;ri Maharaja dijadikan dewa guru di Gresik.
Tidak menolak, berjalanla h si Hulu-kem bang-paka lpan,
tidak diperkena nkan berlama-la ma, diberi waktu dua malam.
Segera datanglah di sungai. Tiba-tiba tidak dijumpaila h sang
raja Hundal. Ditunggu dia pergi berjalan-ja lan. Dinanti cukup
lama tidak kunjung datang, pulanglah si hulu-kem bang
pakalpan. Pakaian pentasbih annya diletakkan peda batu,
yaitu batu yang konon ceritanya dipakai untuk membasuh
kain kotor Bathari Huma.

132
Seketika pergilah hulu-kem bang-pak alpan. Sepening galnya
datangla h <;ri Maharaj a. Diambil lah pakaian pentasb ihan
("daluwa ng pangask ara"), payung, anting-a nting, dan baju
dipakaia nya. Batunya dinamak an ki Hulu-kem bang-pak alpan,
masih ada sampai sekarang , yaitu ceritany a merupak an, tempat
mencuci kain kotor ("inding" ) Bathari Huma. Kemudia n nama
tempat pemujaa nnya di Dingding , hingga sampai sekarang .
Oleh sebab itu tempat pemujaa n di Dingding tidak datang
menghad ap ke kukub sampai sekarang , ceritanya raja enggan
diunggul i (diatasi) .
Adalah murid Bathara di Dingding , ke bhuyut Samadi
namanya . Memujal ah dia sang hyang Dharmm a. Dia sudah
memuja dengan bunga pada malam hari, diberilah dia anugerah
sebagai pertapa. Dengan jelas dibisikka nlah kepada bhuyut
Samadi. Adapun si Kajar, si Tenggek , Bhugole ng, tidak
ketingga lan Pula si anjing hitam, mereka tidur di kolong, sama
mendeng arkan bisik-bis iknya. Terang pendeng arannya pada
sang hyang kawikun , namun tidak melihat pada sang hyang
darmma.
Ki Bhuyut Samadi sesudah diberi anugerah sebagai "sang
hyang kawikun " (pertapa }, diberila h dia payung, anting-
anting, dan baju, disuruh lah dia menjadi dewagu ru di
Manunja ng, hasil pembua tan sang hyang gana dahulu, lalu
Dingding -Manunj ang namanya . Begitula h ceritanya .
Adapun tersebut lah si Kajar dan Si Tenggek , mereka
menden gar bisikan bathara pada ki bhuyut Samadi.
Berucapl ah si Kajar "Jhah, si Tenggek mendenp arlah engkau?"
"Menden gar aku", Jawab si Tenggek
"Terang lah pendeng aranku. Tahulah saya sekarang yang
dituturk an pada wiku (pertapa ). Berhakla h saya sekarang
menjadi wiku tidak dengan berguru'' , sahut si Kajar.
Begitula h pembica raan mereka berdua. Adalah "daluwan g"
(pakaian pertapa} , baju rangkap <;ri Maharaja , maka dipakaila h
berdua. Berkatal ah mereka :

133
"Wiku-lah nam& kita berdua. Kajar, siapa nama wikumu
sekarang? "
"Buyut Jala namaku sekarang. Engkau si Tenqgek, siapa
nama wikumu".
"Buyut Giri namaku sekarang. Oleh sebab itu Buyut
JalaGiri nama dua orang tersebut. Buyut Jala,
menyemba hlah engkau padaku".
"lh tidak mau saya, kakimu kasar ("pada hi kita makas
ture"). Buyut Giri, menyemba hlah kepadaku".
"lh tidak mau saya. lutut kakimu juga kasar (pada taya
makas ture) ".
Oleh karena itu, wiku Kasture nama keduanya. Seketika
pergilah mereka berdua, datang ke Gunung Wlawulu melakukan
tapa. Oleh sebab itu berada di Arggha-kle sa sekarang namanya
pertapaan Buyut Jalagiri. Begitulah cerita di kasturi jalagiri.
Adalah putra raja (raja putra) dusir dari kerajaan Galuh,
dia bemama tuan Canduraja (Cancuraja ) . Bersembun yilah dia,
datang ke Buyut Jalagiri, mintalah dia hidup . Berkatala h
Buyut Jalagiri, "Lah, anda sang raja putra, jika ingin hidup,
berwikulah engkau pada kami" .
Jawaban tuan Cancuraja , "Tidak maulah saya berwiku pada
engkau. (sebab putra rajalah asalku)".
"Lah kembalilah enngkau ke kerajaan, jika engkau tidak mau
dijadikan wiku", kata Buyut Jalagiri.
Begitulah kata Buyut Jalagiri. Akhrnya menurutla h sang
raja putra, ditasbihka nlah oleh orang kulit hi tern, jinamakan lah
Buyut \:ri manggala . Dipesan-p esanlah oleh Buyut Jalagiri,
Janganlah engkau mengenal pada wiku lain. Besarlah
hukuman nya sebagai wiku. Sebalikny a berbuatla h
sekehend akmu . Dalam hal makan janganlah ada yang
dilewatkan , Tentang istri, tentang pakaian seadanya apa yang
engkau miliki. Berwenan glah engkau mentasbih kan anak istri,
Boleh tidak mengadak an korban, Boleh tidak melakukan puja-
brata. Boleh tidak mengenal tradisi suci yang tertulis. Boleh
ditunjukka n nada manusia, bahwa dirimu juga disebut batara".

134
Begitulah pesan Buyut Jalagiri kepada Buyut <;ri Manggala.
Seketika pergilah buyut <;ri Manggala, membuatlah dia tempat
pemujaan tepi lautan selatan. Nama tempat tinggalnya : di
Rajamanik, di Pamimbangan, di Gilingan, diWungkal-ibek.
Sebegitulah banyaknya tempat tinggalnya untuk tempat
pemujaan, yaitu kasturi <;:ri Manggala namanya. Begitulah
konon ceritanya.
Tersebutlah pengawal yang bernama Bhugolen, mengetahui
bahwa si Kajar dan si Tenggek pergi. Jelaslah pendengarannya
dari sang hyang kawikun. seketika pergilah Bhugoleng.
Menemukanlah wiku mati. Maka diambilnya pakaiannya
("daluwang"nya), serta rambut yang dipilinnya ("jala"-nya),
dipakaianya untuk menentang kekuasaan, pergilah dia
mengembara. Singgahlah dia pada seorang penyadap. Si
Lulumpan-Gurut nama si penyadap. Lalu berkata ingin
menjadi wiku-Calosi Lulumpang-Burut. Berkatalah Bhugoleng,
"Kalau suka saya tasbihkan, jika engkau ingin menjadi wiku".
Seketika ditasbihkanlah, lalu meminum tuak sambil
tertawa tertawa, diajarkan oleh sang hyang Kawikun.
Dinamakanlah Buyut Lsung-Burut, Seketika pergilah dia ke
perkampungan dalam hutan, membuatlah tempat pemujaan di
Gunung-tilas. Berjalan ke timur, membuat tempat pemujaan
di Jawa (jiwa), ke utara membuat tempat pemujaan di
Rebhalas, di kaki Bunung <;:undawini. Meminta baju
diTigaryyam, yaitu kasturi Lsung-Burut namanya. Begitulah
konon ceritanya.
Tersebutlah si anjing hitam, teranglah pendengarannya
pada sang hyang Kawikun. tahu mendengarkan pada sang
hyangdarmma. Tampak pergi si Kajar dan si tenggek Bhugolen,
pergi jugalah dia. Adalah seorang jagal bernama si Drwyanak,
banyaklah celeng (babi hutan) yang dibawanya. Bertemulah
sang anjing dengannya. Berkatalah dia, "lh, anjingku ketemu
sekarang, lama dia pergi, dahulu saya pukul, kesalahannya tidak
kuat mengikuti menjadi pergi. Engkau hasil pembelianku".

135
Begitul ah kata sang jagal. Berkata lah sang anjingp , "Jhah,
kayalah hasilku bila kau jual, kau anggap aku ini anjingm u.
Berapa lah kekayaa nmu. Pasti akan mati babi hutanm u".
Begitul ah kata sang anjing. Matilah babi hutanny a.
Berkat alah sang jagal, "Uduh, pandai lah engkau anjing,
menget ahui pembic araan manusi a, luar biasa kemam puan
kesakti anmu. Mati semua babi hutanku sekaran g. Bertub uh
batara rupany a engkau" .
Seketik a menyem bahlah sang Drwyan ak pada anjing,
minta anuger ah petunju k. Berkata lah sang anjing hitam,
"Lah wiku. Adapu n Pesank u padam u: Berbas malah
(mengo leskan urap pada dahi sebagai tanda sekte) engkau
menggu nakan abu; bolehla h engkau tidak melaku kan pemuja an
atau tapa; yang dimaka n tidak perlu ada yang dilewat kan;
engkau boleh beranak istri; baleh tidak mengen al aturan tata
tertib (kitab ajaran) ; boleh tanpa berdoa . Jangan engkau
membe ritahuk an, dirimu juga diangga p sebagai batara, boleh
mentas bihkan anak istri. Jangan lah engkau mengen al wiku
(pertap a lain), karena besar hukum annya sebaga i wiku,
Begitul ah perasaa nku padamu ".
Selesai lah mentas bihkan si Drwyan ak, Buyut Areng nama
wikuny a. Seketik a pergila h diamen uju ke Wlahul u. Adapun
Buyut Areng membu at tempat pemuja an, nama tempatn ya: di
Anoma n, di Androli , di Kpuh-re bah, di Jun-ma nik. Sebegit ulah
banyak nya rumah tempat pemuja annya. Menye mbahla h
kepada bathara di Tigaryy an, memint a anugera h baju. Oleh
sebab kasturi Hareng namany a.
Adalah disebut kan lagi putri raja (raja putri) dari Daha, dia
tuhan Galuh c;ri Wiratan u namany a, anak dari mahara ja
Takil Tersesa tlah dari kerajaa nnya pada saat Tapa-P alet
dilenya pkan dari Daha, f;ri permais uri diusir. hancurl ah sang
raja putri. Ketika itu, sang putri pergi dari Daha mengun gsi ke
tempat pemuja an di Labdaw ara (telah msnerim a anugera h),
kepada sang bhagaw an A<;:'osti. Tidak disebut kan lamany a dia

136
di sana, tidak tahanlah rasa bhagawan A<;:osti melihat
kecantikan sang raja putri. Maka dianugerahilah sang Galuh
<;:ri Wiratanu. Ditutupilah perut radyan Galuh yang berisi.
Malulah melahirkan di Labdawara. Seketika pergilah dia ke
Sunung Kawi. Lahirlah dua anak kembar laki-laki, sangat
tampan. Tahulah dia bahwa anaknya mendatangkan malu,
maka ditinggalkannya anaknya di hutan. Seketika pargilah dia
kembali ke kerajaannya.
Tinggalah anaknya menangis meratap-ratap, melihat
bhagawan A<;:osti, merasa ibalah melihat keadaannya anak
yang terisak-isak ditinggalkan ibunya. Dipungutlah sang anak,
lalu dimandikan disuapi, dipeliharalah dengan cara yoga
semadi. Besarlah sang anak akhirnya, dibawanya ke barat ke
Ma<;:in, datang ke Arga Kela<;:a, di tempat pemujaan bhagawan
Markandeya, yang kembali ke surganya. Maka diserahkanlah
payung, anting-anting, baju kepada bhagawan, A<;:osti, dia
menggantikannya sebagai dewaguru menunggu di Arga Kela<;:a,
menggantikan bhagawan Markandeya. Bhagawan A<;:osti
adalah dewa guru di Sukayajiia. Adepun keberadaan anak
yang dua orang ditasbihkan, dinamakan Bhagawan T!Jlawindu
serta Thagawan Anggira. Dianugerahilah sebagai kawikun
(wiku/pertapa) oleh Bhagawan Anggasti.
Tersebutlah Bhagawan Markandeya, pergi dari harggha
Kela<;:a, berkeliling buanalah dia, dia berlaku sebagal
pengembara yang saleh. Singgahlah dia di rumah jagal, Si Suka
nama sang jagal. Melihatlah Bhagawan Markandeya pada
tulang, rusuk, kulit , tahulah bahwa itu rumah pedagang
(tercela) . Seketika pergilah dia.
Mengejarlah Si suka, berkatalah dia, "Uduh, kembali sang
pendeta, tuanku, makanlah berbagai mcam buah-buahan, akar-
akaran dan buah-buahan sang pertapa. Apa maksudnya, tanpa
mempedulikan?".
Tidak menjawab Bhagawan Markandeya, lalu berjalan. Ke
timurlah arahnya mengikuti kaki gunung sang hyang Mahameru
sisi selatan. Sang jagal senantiasa membuntutinya. Seketika

137
berhentila h (beristirah atlah) dia di hutan, lelah dan lemaslah
badan Si suka, sebab kesulitan mengikut i jalan sang
pendeta. Oleh sebab itu tertidurlah sekarang. Enaklah tidur Si
suka, pergilah bhagawan Markamd eya ke timur arahnya.
Ditinggalk arlah selempang nya pada pokok pohon nangka.
Seketikal ah dia melakuka n tapa bersemad i di sang hyang
Mahameru , tujuh hari tujuh malam lamanya, menghilan gkan
sifat tercelanya . Sesudah begitu kembalila h dia ke tempat
tinggalnya .
Tersebutla h si suka, ketika bangun tidak tampaklah sang
pendeta olehnya. Dalam penglihata nnya pada pokok pohon
nangka ada tertinggal pakaianny a. Diambillah sang pakaian,
lalu dikenakan nya. Sang pokok pohon disembah nya,
dianggap nya sang pendeta. Hutannya dibuatlah tempat
pemujaan , wana nama hutannya, kitab sucinya dicari ("aji
pinetnya") , sekarang nama tempat pemujaann ya di jiwanya.
Menyemb ahlah pada bathara di Sukayajna minta anugerah
kepada bhagawan Agasti. Sesudah itu diberilah anugerah baju,
membuatl ah tempat pemujaan di kaki bhatari Wilis. Nama
tempatnya di Bhana, di Talutung, di Aribhana. Sebegitula h
banyak bangunan tempat pemujaan, yaitu Sukayajfta -paksa-
jiwana namanya. Begitulah konon ceritanya.
Adapun bhagawan Agasti kembalilah ke surganya (tempat
asalnya). Payung, anting-ant ing, bajunya diserahkan kepada
bhagawan Tp::iawind u, dia menggan tikannya menjadi
dewaguru di Sukayajfta , dia bertempa t di Arggha Kelac;a.
Adapun bhagawan Anggira diberi anugerah payung, anting-
anting, baju dari bhagawan Tfl:tawindu, disuruhlah dia menjadi
dewaguru di Sanywasi dda di sisi gunung. Beruntun glah
bhagawan Hanggira, sebab dia tidak usah membersi hkan
kerak, lalu namanya SukaySjiia -paksa-Ma nggalya.
Membuat lah dia tempat pemujaan , sungai dikeringka n
airnya, diabadikan ikannya. Lalu nama tempat pemujaann ya di
Panatmak u. Banyaklah muridnya . Hilir-mud iklah dia ke
gunung Bhurukah , membuat lah dia jembatan untuk
menghubu ngkan sungai. Bermaksu dlah dia menceri kayu kecil.

138
Sesudah dipotong kembalilah dia mudik. Sang kayu tidak mau
dibuat jembatan, pada, pada malam nari larilah sang batang
turun ke sungai ("ring wngi melayu kikang wawatang tumdun
ring lwah"). Pagi harinya datanglah sang hilir-mudik, sang
batang tidak dijumpai. Pmkok batangnya kebanjiran menjadi
batu, ada sampai sekarang. Diikuti jejaknya berlari turun ke
sungai. Lalu nama tempat pemujaannya di Layu-Watang,
selesai namanya peraturan.
Kolofon:
Tamat sang hyang Tantu panglaran, dirawat oleh yang
bersungguh-sungguh mempelajari, di Lempat-tempat suci di
tanah jawa, empat bagian, empat sekte, ternpat suci di tetangga
gunung. Juga tanpa rantai pengikat, awal mula adanya manusia
di jawa, ketika sebelum sang hyang mahameru tiba di jawa,
sesudahnya tiba di jawa. Begitulah alasan tidak adanya rantai
pengikat, keadaan mengenai zaman dahulu.
Selesai ditulis sang hyang Tantu panglaran di tempat
kediaman para bujangga di Kutritusan, hari Rebo Legi,
madangsya, hari titi (akhir) bulan pertama (kasa), rah
("tanggal ?) tujuh, temggek (bulan) lima, resi pandawa buta
tunggal: 1557 ··

139
BAB III
KAJIAN MITOS DAN Nil.AI BUDAYA
DALAM TANTU PANGGELARAN

3.1 Kajian Mitos Dalam Tantu PenKlfelaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:660--661)


kata "mitos" artinya cerita suatu bangsa tentang dewa
atau pahlawan zaman dahulu, yang mengandung penafsiran
tentang asal usul semesta alam, manusia, dan bangsa itu sendiri
yang mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan
cara gaib. Sedangkan Panuti Sudjiman (1990:52) mengartikan
kata "mitos" dalam dua pengertian, yaitu: 1) cerita rakyat
legendaris atau tradisional, biasanya bertokoh makhluk luar
biasa dan mengisahkan peristiwa-peristiwa yang tidak
dijelaskan secara rasional, seperti cerita terjadinya sesuatu;
2) kepercayaan atau keyakinan yang tidak terbukti tetapi yang
diterima mentah-mentah.
Sebagaimana tampak dalam cerita, unsur mitos yang
terdapat dalam Tantu Panggelaran adalah: 1) mitos mengenai
asal mula adanya manusia di Pulau Jawa, 2) mitos mengenai
adanya kebudayaan di Jawa, 3) mitos asal mula adanya padi di
Jawa, 4) mitos asal mula adanya gerhana, 5) mitos asal mula
adanya beberapa gunung di Jawa, 6) mitos asal mula adanya
beberapa pohon tertentu di Jawa, 7) mitos asal mula nama-
nama hart Saptawara di J awa.

141
1) Mitos asal mula adanya manusia di Jawa
Dalam teks disebutk an bahwa pada mulanya tanah jawa
masih sunyi sepi, belum ada penghun inya. Bathara Guru
berkehen dak ingin member i penghun i tanah Jawa. Kemudia n
diperint ahkanla h kepada Bathara Brahma dan Bathara
Wisnu untuk membua t sepasang manusia sebagai pengisi tanah
Jawa.
Disebutk an Bathara Brahma dan Bathara Wisnu membua t
manusia dari tanah dikepal-k epal. Bathara Brahma membua t
manusia laki-lak i, Bathara Wisnu membua t manusia
perempu an. Jadilah sepasang manusia yang wujudny a sangat
cantik sempum a, sama seperti wujud para dewa. Sepasan g
manusia buatan tersebu t kemudia n dipertem ukan hingga
a.khimya beranak, bercucu, bercicit dan terns berkemb ang biak
turun menurun , hingga mertjadi banyak.
Tampak nya cerita mengena i asal mula adanya manusia di
Jawa yang dikisahk an dalam Tantu Panggela ran ini merupak an
transform asi dari adanya kepercay aan bahwa manusia yang
pertama kali diciptak an Tuhan adalah Nabi Adam. Dia
diciptak an dart segump al tanah. Dalam keyercay aan yang
mencipt akan Nabi Adam adalah Tuhan.
Dalam Tantu Panggel aran hal tersebut ditransfo rmasikan
dalam cerita bahwa Tuhan yang digamba rkan sebagai Bathara
Guru tidak mencipt akan sendiri manusia tersebut. Dia hanya
berkehen dak. Adapun untuk membua t diperinta hkan kepada
petugas. Di sini petugas yang diturtjuk adalah Bathara Brahma
dan Bathara Wisnu yang disebutk an sebagai anaknya.
Begitu pula mengena i kejadian manusia yang perempu an.
Dalam kepercay aan manusia perempu an yang tercipta pertama
kali adalah Siti Hawa. Dia istri Adam. Dia disebutk an tercipta
dari salah satu tulang rusuk Adam sebelah kiri. Hal tersebut
dalam Tantu Panggel aran ditransfo rmasikan dengan cerita
bahwa manusia perempu an yang pertama juga diciptaka n dari
tanah. Bahwasa nnya disebutk an Bathara Brahma membua t
manusia laki-laki sedangk an Bathara Wisnu membua t manusia
perempu an. Kemudia n keduany a dijodohk an.

142
2) Mitos mengenai asal mula adanya kebudayaan
Menurut Koentjaraningra t (1974:79) kebudayaan adalah
keseluruhan dari kelakuan dan hasil kelakuan rnanusia, yang
teratur oleh tata kelakuan, yang harus didapatkannya
denganbelajar, dan yang sernuanya tersusun dalarn kehidupan
rnasyarakat.
Kebudayaan terdiri dari tujuh rnacarn unsur, yaitu:
(1) Peralatan dan perlengkapan hidup rnanusia {pakaian,
perurnahan, alat rurnah tangga, senjata, alatproduksi,
transport dan sebagalanya)
(2) Mata pencaharian hidup dan sistern-sistern ekonorni
{pertanian, peternakan, sistern produksi, sistern distribusi
dan sebagainya)
(3) Sistern kernasyarakatan (sistern kekerabatan, organisasi
politik, sistern hukurn, sistern perkawinan)
(4) Bahasa (lisan rnaupun tertulis)
(5) Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya)
(6) Sistern pengetahuan
(7) Religi
Dalarn Tantu Panggelaran disebutkan bahwa sepasang
rnanusia buatan Bathara Brahma dan Bathara Wisnu tersebut
akhirnya berkernbang biak rnenjadi banyak. Narnun kehidupan
rnereka rnasih seperti halnya binatang. Belurn rnengenal rurnah
sebagai ternpat tinggal. Belurn rnengenal peralatan rurnah
tangga seperti barang-barang tajarn atau senjata. Belurn
rnengenal sistern bahasa atau belurn bertutur kata. Belurn
rnengenal sistern rnata pencaharian. Belurn rnengenal sistern
pakaian. Belurn rnengenal kesenian.
Disebutkan rnereka hidup bertelanjang dengan
berlindung di hutan. Makanannya hanya daun dan buah-

143
buahan hutan. Mereka belum mengenal sistem tata kehidupan
manusia. Oleh karena itu, Bathara Guru mengutus para
putranya turun ke tanah Jawa untuk mengajarkan dan memberi
contoh tentang tata cara kehidupan sebagai manusia agar
ditiru oleh mereka.
Bathara Brahma disuruh menjadi tukang besi, membuat
persenjataa n dan peralatan rumah tangga yang terbuat
dari besi. Dia menjadi "pande" besi dan disebut "empu".
Bathara Wiswakarma disuruh membuat rumah untuk tempat
tinggal. Dia disebut "undagi". Bathara Wiswakarma disuruh
mengajarkan cara bicara, bertutur kata, atau berbahasa. Dia
juga mengajarkan "dasasila" (sepuluh ketentuan dalam ajaran
Buda) dan pancasiksa" (lima larangan) . Dia disebut gurudewa.
Bathara Wisnu disuruh menjadi pemimpin dan memberi
teladan agar segala tingkah lakunya ditaati. Bathara
Mahadewa disuruh menjadi "pande mas" membuat pakaian dan
perhiasan manusia. Bathara Ciptagupta disuruh menjadi
pelukis.
Uraian tersebut menunjukk an bahwa dewalah yang
memberi teladan dan mengajarkan kepada manusia di jawa
untuk hidup berbudaya, yaitu untuk mengenal sistem
perumahan, untuk mengenal sistem persenjataan dan peralatan
rumah tangga, untuk mengenal sistem kemasyarata n dan
sistem pemerintaha n, untuk mengenal sistem pakaian dan
perhiasan, serta untuk mengenal kesenian seperti lukisan.
3). Mitos asal mula adanya padi
Mitos tentang asal mula adanya padi memang dijumpai
dalam banyak ragam. Dalam Tantu Panggelaran dikisahkan
berasal dari biji-bijian yang terdapat dalam tembolok burung,
burung kendaraan Bathari Sri.
Bathari Sri adalah pasangan Bathara Wisnu. Pada saat
Bathara Wisnu turun ke tanah Jawa untuk memimpin manusia,
Bathari Sri turut serta. Bathara Wisnu menjadi raja dengan
gelar Kandyawan. Bathari Sri bernama Kanyawan. Mereka

144
tinggal di Medang Gana. Bathari mengajarkan cara memintal,
menenun, dan cara berpakaian.
Raja Kandyawan mempunyai lima orang anak bernama
Mangukuhan, Sandanggarba, Kantung Malaras, Karungkala,
dan Wreti Kandayun. Pada suatu saat datanglah kendaraan
Bithari Sri yang berupa empat eker burung, yaitu burung
perkutut, burung puter, burung derkuku merang, dan burung
merpati hi tam. Burung-burung terse but diburu oleh anak-anak
Raja Kandyawan.
Ditembaklah burung-burung tersebut oleh Wreti Kandayun
dengan menggunakan ketapel hingga jatuhlah temboloknya.
Tembolok burung perkutut berisi biji berwarna putih.
Tembolok burung merpati hitam berisi biji berwarna hitam.
Tembolok burung derkuku merah berisi biji berwarna merah.
Tembolok burung puter berisi biji berwarna kuning, harum
semerbak baunya. Kelima anak menginginkannya. Maka
dimakanlah biji kuning sampai habis.
Sang Mangukuhan menyemaikan biji-biji tersebut. Biji
putih tumbuh menjadi padi putih. Bijl hitam tumbuh
menjadi padi hitam. Biji merah tumbuh menjadi padi merah.
Biji kuning sudah habis dimakan, tinggalah kulitnya. Kulit
tersebut lalu ditanam, tumbuhlah menjadi pohon kunyit.
Cerita ini mirip dengan cerita asal mula padi di Bali. Hanya
bedanya di sana empat ekor burung tersebut tidak disebutkan
sebagai kendaraan milik Bathari Sri. Melainkan empat ekor
burung tersebut adalah milik Hyang Kesuhun Kidul yang
diutus mengantarkan biji-bijian kepada Raja Pretu, titisan
Bathara Wisnu. Dalam perjalanan burung-burung tersebut
berjumpa dengan Bathari Sri yang juga akan berkunjung
kepada Raja Pretu. Karena kebetulan tujuan mereka sama
burung-burung tersebut minta Bathari Sri bersemayam pada
biji-biji yang mereka bawa untuk menjaganya agar selamat
sampai tujuan. Biji kuning tumbuh menjadi kunyit atas
kutukan Sang Hyang Kesuhun Kidul karena telah terjatuh saat
diserang gandarwa.

145
4) Mitos asaI mula adanya gerhana
Gerhana merupak an suatu peristiw a alam yang terjadi
apabila sinar matahari yang akan menyina ri bulan terhalan g
oleh bayanga n bumi atau matahar i yang akan menylliari bumi
terhalan g oleh bulan. Dan gerhana akan berakhir sendiri secara
alami.
Dalam Tantu Panggel aran diisyara tkan bahwa gerhana
terjadi karena bulan atau matahar i ditelan kepala raksasa
rahu. Setelah ditelan matahar i atau bulan bisa keluar lagi
karena raksasa Rahu tidak bertubuh . Jadi begitu masuk leher
langsung keluar.
Alkisah disebutk an pada saat para dewa beramai- ramai
minum air suci kehidupa n sejati ada raksasa yang menyam ar
ikut minum. Air suci kehidupa n sejati adalah air kehidupa n
yang berasal darl isi Sang Hyang Mahame ru dalam wadah cupu
manik kamanda lu. Barang siapa meminum air tersebut akan
terhinda r dart ketuaan atau kematian .
Adapun yang menyam ar ikut minum adalah raksasa yang
bemama Rahu. Para dewa tidak ada yang mengeta huinya.
Namun Hyang Raditya-Wulan (dewa matahar i dan dewa bulan)
yang Benanti asa mengaw asinya melihat karena para dewa
minum dengan menggun akan daun beringin sedangk an raksasa
Rahu minum dengan menggun akana daun awar-awar. Maka
ditegurla h raksasa Rahu. Kemudia n dipanahl ah oleh Bathara
Wisnu hingga kepalany a terpengg al.
Raksasa Rahu sudah berhasil minum air suci kehidupa n
namun belum sempat ditelanny a. Karena itu ketika kepalany a
terpengg al, kepalany a terus hidup karena sudah minum air suci
kehidupa n sejati. Sedangk an tubuhny a langsung maii karena
air tersebut belum ditelan masuk mengena i tubuhnya . Raksasa
Rahu sangat marah kepada Hyang Raditya- Wulan yang
diangga pnya telah menyeb abakan kesengs araanny a. Dia
sangata dendam kepada mereka. Karena itu walaupu n tinggal
kepala tanpa tubuh dia terus mengeja r Hyang Raditya Wulan.

146
Begitu tertangkap langsung ditelanlah mereka. Namun karena
raksasa Rahu sudah tidak bertubuh, maka begitu ditelan
langsung keluar.
Begitulah mitos terjadinya gerhana (bulan dan matahari)
yang digambarkan dalam Tantu Panggelaran. Jika Hyang
Raditya yang ditangkap dan ditelan berarti terjadi gerhana
matahari. Sedangkan jika Hyang Wulan yang tertangkap dan
ditelan, gerhana bulanlah yang terjadi.
Nampaknya cerita tersebut sangat dipercaya oleh
masyarakat Jawa terutama yang tinggal di pedesaan. Jika
terjadi gerhana, baik gerhana bulan atau gerhana matahari
orang-orang akan beramai-ramai memulrul kentongan atau apa
saija agar sang raksasa takut kemudian bulan atau matahari
segera dikeluarkan lagi.
5) Mitos asal mula adanya beberapa gunung di jawa
Dalam Tantu Panggelaran banyak diceritakan mengenai
asal mula atau terjadinya gunung.
Pertama adalah Gunung Pawinihan. Gunung tersebut
merupakan tempat Bathara Brahma dan Bathara Wisnu
membuat manusia. Di namakan gunung Pawinihan sebab
disanalah tempat membuat benih (winih) yang berupa
sepasang manusia yang akhirnya berkembang biak turun
temurun menurunkan manusia penghuni tanah Jawa.
Kedua Gunung Brahma. Konon Gunung Brahma adalah
merupakan tempat Bathara Brahma bekerja sebagai "pande
besi". Dalam bekerja sebagai "pande besi" tersebut Bathara
Brahma minta bantuan kepada bumi, air, cahaya, angin, dan
angkasa. Bumi sebagai landasan, air sebagai penjepit, cabaya
sebagai api, angin sebagai pemuput, dan angkasa sebagai
pemukul. Konon angin selalu keluar dari gua dan api selalu ada
siang malam.
Ketiga Gunung Hyang dan Gunung Limohan. Konon
walaupun ondah ada Gunung Pawinihan dan Gunung Brahma

147
pulau Jawa masih terus bergoyang -goyang bergerak bergetar.
Keduduka n pulau Jawa bumi kokoh. Bathara Guru ingin
memperk okohnya. Dia melakuka n yoga. Dikisarlah alam
kekosonga n hingga menjadi buih dan akhirnya menjadi gunung
dinamaka n Gunung Hyang. Adapun tanah di kaki Bathara Guru
menjadi Gunung Limohan.
Selanjutn ya Gunung Kelasa, Gunung Katong, Gunung
Wilis, Gunung Kampud, Gunung Kawi, Gunung Arjuna, Gunung
Kemukus, dan Gunung Mahameru .
Disebutka n walaupun Bathara Guru sudah menciptak an
Gunung Hyang dan Gunung Limohan, Pulau jawa masih belum
kokoh masih selalu bergoyang -goyang bergerak bergetar.
Kemudian dia mengutus para dewa untuk mengutun g Gunung
Mahameru yang berada di India untuk dipindah ke tanah jawa.
Para dewa-pun segera beramai-ra mai memindah kannya.
Gunung Mahameru -pun diusung ke jawa, tiba di ujung
Barat Pulau Jawa. Tampahla h kaki para dewa bersinar-s inar
(makilah- kilah) . Kemudia n gunung terse but dinamaka n
Gunung Kelasa. Dengan berdirinya Gunung Kelasa di ujung
Barat, maka Pulau Jawa-pun menjadi menjungki t, bagian barat
merendah bagian timur meninggi. Karena itu Bathara Guru
memerint ahkan memoton g puncak gunung tersebut untuk
didirikan di bagian timur Pulau Jawa. Maka dipotong dan
diusungla h puncak Gunung Kelasa (Mahamer u) ke arah Timur.
Dalam perjalanan bergugura nlah puncak gunung tersebut.
Runtuhan pertama menjadi Gunung Katong. Runtuhan kedua
menjadi Gunung Wilis. Runtuhan hketiga menjadi Gunung
K!llilpud. Runtuhan keempat menjadi Gunung Kawi. Runtuhan
kelima menjadi Gunung Arjuna. Runtuhan keenam menjadi
Gunung Kemukus. Akhirnya Gunung Mahameru didirikan di
ujung Timur Pulau Jawa, disandark an pada Gunung Brahma
karena bawahnya kompes oleh berkali-k ali kegugura n .
Akhirnya berdiri kokohlah Gunung Mahamer u yang juga
dinamaka n Gunung Nisada.
Konon Gunung Kemukus mengeluar kan asap belerang yang
berasal dari asap air kencing Bathara Guru. Disebutka n

148
Bathara Guru bertapa di puncak Gunung Kemulrus. Di pana
dia kencing. Asap air kencing Bathara Guru itulah yang ·
kemudia n menjadi asap belerang.
Gunung- gunung yang lainnya adalah Gunung Wlahulu ,
Gunung Sanjaya , Gunung Walangb angan, dan Gunung
Pamriha n atau Gunung Mawulus an. Konon gunung-g unung,
tersebut diperana kkan oleh Bathara Siwa, Bathara Iswara,
Bathara Brahma, dan Bathara Wisnu.
Disebutk an setelah para dewa minum air suci kehidupa n
sejati seketika beranakl ah mereka melahirk an gunung. Gunung
Wlahulu diperana kkan oleh Bathara Siwa. Gunung Sanjaya
diperana kkan oleh Bathara Iswara. Gunung Walangb angan
diperana kkan oleh Bathara Brahama . Dan Gunung Pamriha n
atau Gunung Mawalus an diperana kkan oleh Bathara Wisnu.
Selain itu ada pula gunung-g unung yang lain yaitu Gunung
Merapi, Gunung Jata, Gunung Wihanggamaya, dan Gunung
Anggang -anggang .
Konon Gunung Merapi terjadi dari gunduka n tanah
timbuna n air mani Bathara Guru dengan Bathara Uma pada
saat Bathara Guru menjelm a sebagai penggem bala sapi
bernam a Kumara Gohpala . Alkisah Bathara Guru akan
memberi petunjuk pada Pancade wata, yaitu lima dewa ciptaan
Hyang Gana untuk mengala hkan raksasa ciptaan Bathara
rahma yang bernama Mahaka lasura. Bathari Uma tidak
diijinkan mendeng ar petunjuk terse but. Karena itu dia disuruh
mencari susu lembu betina hitam.
Bathari Uma tidak berhasil mendapa tkan susu tersebut
walau sudah mencarin ya di surga maupun di tujuh lapisan
dunia. Kemudia n Bathara Guru menjelm a menjadi seorang
pengem bala lembu bernama Kumara Gohpala . Akhirny a
Bathari Uma jatuh cinta kepadan ya merekap un lalu melakuk an
sanggam a. Namun Bathari Uma tidak melayan inya dengan
kewanita annya, melaink an dengan lipatan betis dan paha.
Karena itu air mani Kumara Gohpala (Batara Guru) tumpah ke
tanah. Air mani tersebut ditimbun tanah oleh Bathari Uma,
kemudia n menjadi Gunung Merapi. ·

149
Gunung Jata terjadi dari jata {pilinan rambut) Bathara
Guru. Disebutkan pada saat Bathara Guru bertapa di kukub,
dia melemparkan pilinan rambutnya (jata-nya) ke arah Timur,
lalu jadilah Gunung Jata.
Gunung Wihanggamaya terjadi dari abu raksasa tritunggal.
Disebutkan Bathara Guru mengadakan yoga. Dibelahlah
jiwanya, kemudian keluarlah Bathara Darmaraja. Dia diberi
nama sang Resi Sidawangsitadewa. Bathara Tritunggal
(Brahma, Wisnu, iswara) ingin membunuhnya. Mereka
menciptakan raksasa Kalalodra dari Bathara Brahma,
Kalasambu dari Bathara Wisnu, dan Nalasamaya dari Bathara
Iswara. Namun ketiga raksasa tersebut tidak mampu
mengalahkan Bathara Darmaraja. Begitu pula Bathara
Tritunggal. Akhirnya Bathara Tritungaal melaporkannya
kepada Bathara Guru.
Bathara Guru memerintahkan, Bathara Tritunggal untuk
membunuh ketiga raksasanya. Bathara Tritunggal hanya mau
membunuh raksasanya jika Bathara Darmaraja sudah mati.
Kemudian Bathara Guru mencabut kehidupan Darmaraja.
Maka Bathara Tritunggal-pun bersedia membunuh raksasanya.
Bathara Tritunggal membunuh raksasanya dengan tatapan
mata beracunnya. Seketika terbakarlah raksasa tritunggal abu.
Abu raksasa tritunggal menjadi Gunung Wihanggagamaya.
Sedangkan Gunung Anggang-anggang terjadi dari Gunung
Batu yang berasal dari gada besi Bathara Guru. Alkisah
Bathara Uma menyusul Bathara Guru di Gunung Mahameru.
Bathara Guru menegurnya karena Bathara Uma datang
sebelum diundang. Padahal sebelumnya sudah dipesan bahwa
tidak boleh menyusul sebelum dipanggil.
Atas teguran tersebut Bathari Uma menjadi marah .
Dipenggallah puncak Gunung Kampud dilemparkan ke arah
Barat Daya menjadi Gunung Lebeng. Kemudian didoronglah
sisi Gunung Kampud hingga tembus ke lautan selatan. Karena
itu mengalirlah air Gunung Kampud hingga mematikan umat
manusia. Umat manllsia meratap mohon pertolongan Tuhan.

150
Bathara Guru yang sedang bertapa di Gunung Kemukus
mendengar ratapan tersebut.
Bathara Guru menjelma menjadi putra dewa yang sangat
tampan bernama Dewaputra. Dia membendung kemarahan
Bathari Uma. Dia memperkokoh lereng Gunung Kampud
dengan mendirikan pada besinya yang besar tinggi hingga
mencapai angkasa. Gada besi tersebut kemudian menjadi
Gunung Batu, dan berasap sampai ke angkasa. Pada saat
matahari condong ke Barat Gunung Mahameru tidak
mendapatkan sinar karena terhalang oleh Gunung Cadawesi.
Karena itu kemudian diambillah Gunung Cadawesi dilabuh di
samudra menjadi karang. Sisanya ditaruh di bumi menjadi
Gunung Anggang-anggang.
Selain yang sudah disebutkan tadi, dalam kitab tersebut
masih ada penyebutan beberapa nama gunung yang
keberadaannya dikaitkan dengan peristiwa tertentu. Misalnya
Ganung Wurih Ati sebagai tempat saat Bathari Uma jatuh
hati pada Kumaya Gohpala yang merupakan jelmaan Bathara
Guru. Gunung Pasanggaman merupakan tempat Bathari Uma
melakukan sanggama dengan Kumara Gohpala. Gunung
Gulingandara sebagai tempat bergulingannya bayi cintamani,
anak Kumara Gohpala dengan Bathari Uma. Gunung Rereban
sebagai tempat beristirahatnya para dewa saat tengah
membuat tempat tinggal di marcapada.
6) Mitos adanya beberapa nama pohon
Asal mula adanya pohon tertentu yang disebutkan dalam
Tantu Panggelaran adalah nama pohon nagasari, pohon
gadung, dan pohon enam.
Pohon nagasari disebutkan berasal dari seekor naga yang
menyerang Bathara Guru. Konon ketika Bathara Guru berada
di Pacira ada seekor naga buas yang akan menyerangnya.
Bathara Guru melawannya dengan menggunakan parang.
Matilah naga terse but. Tubuh naga berubah menjadi pohon dan
tumbuh berbunga. Kemudian dinamakanlah pohon nagasari.

151
Pohon Gadung disebutka n berasal dari nasi sisa makan
Bathara Smari dan Sang Hyang Kamadew a yang dibuang oleh
Bathari Uma. Disebutka n Bathara Guru berjalan dari Pacira
ke arah Barat menuju Macing. Di sana bertapalah Bathara Guru
dengan Bathari Uma. Bathara Guru mengingin kan mempunya i
anak yang cantik. Lahir dua anak Bathari Uma, laki-laki
perempuan , diberi nama Sang Hyang Kamadew a dan Bathari
Smari.
Pada saat diberi makan menangisl ah Bathari Smari, maka
dilempark anlah nasinya lalu ditanam. Dari tanaman nasi
tersebut tumbuhla h pohon menjalar yang sangat rimbun
(malung kumendun g). Kemudian tumbuhan itu dinamaka n
pohon gadung.
Sedangkan pohon enau, dalam kitab ini diceritaka n sebagai
berasal dari diri Bathari Uma. Alkisah pada saat berada di
pertapaan Agung, Bathara Guru dan Bathari Uma melahirka n
dua orang anak laki-laki diberi nama Gana dan Kumara.
Bathari Uma turun ke dataran untuk mencari makanan umbi-
umbian buat Sang Gana Komara. Dia mengambi l daun-daun
dan bunga. Tiba-tiba hatinya menjadi sedih. Dia menangis
namun tidak tahu apa yang ditangisin ya. Dihambu r-
hamburka nlah daun-dau n dan bunganya . Kemudian dia
kembali, Sang Gana Kumara segera menyamb utnya untuk
minta makan. Bathari Uma mengatak an bahwa nasinya sudah
basi.
Begitu mengetah ui kelakuan Bathari Uma terhadap Gana
Kumara Bathara Guru langsung pergi meningga lkannya.
Bathara Uma tinggal di rumah bersama Gana Kumara. Bathari
Uma mengangg ap Gana Kumara sebagai suami.
Sang Gana mencerita kan hala tersebut kepada Bathara
Guru yang berada di Geger. Sang Gana disuruh tinggal di
pertapaan Geger. Bathara Guru pindah ke pertapaan di
Tandes. Sang Kumara menyamp aikan penyesala n kepada
Bathara Guru. Kemudian Bathara Guru merubah wujud Sang
Kumara menjadi perempua n. Tiba-tiba Sang Kumara menyusu.

152
Kembalilah ia menyusu pada Bathari Uma. Setelah puas
menyusu dia kembali pada Bathara Guru. Tiba-tiba dia
ingin menyusu lagi. Terpaksalah dia dateng kembali pada
Bathari Uma.
Dewi Uma mengetahui kedatangan Sang Kumara.
Jengkellah dia. Maka dia lalu merubah wujud menjadi pohon.
Sang Kumara mengetahui bahwa Bathari Uma berubah wujud
menjadi pohon kalpataru. Kemudian diperoleh susu sang
Bathari. Pohon kalpataru tampak mencucurkan darah (getah?).
Lalu dihiruplah getah tersebut oleh Sang Kumara. Kanon
rasanya sama dengan susu Sang Bathari. Tabulah sang
Kumara bahwa Bathari Uma berubah menjadi kayu. Maka
akhimya disadaplah sang kalpataru.
Pada saat menunggu lama untuk memperoleh susu ibunya,
tampaklah air(non duh duk amungguk susu ning indung
karing dangu). Oleh sebab itu, pohon tersebut dinamakan
"kano" (enau), bulunya bemama "duk" (ijuh), dan pucuknya/
tunasnya bemama "dangu".
7) Mitos asal mula nama-nama hari saptawaya di jawa
Dalam kehidupan masyarakat Jawa dikenal dua sistem
perhitungan hart, yaitu pancawara dan saptawara. Pancawara
adalah hitungan hari yang berjumlah llma yaitu Pon, Wage,
Kliwon, Legi, Paing. Sedangkan saptawara adalah hitungan
hari yang berjumlah tujuh, yaitu Senin, Selasa, Rabu, Kamis,
Jumat, Sabtu dan Minggu.
Mengenai hari saptawara ini dalam masyarakat Jawa
dikenal nama-nama hari seperti Soma, Anggara, Buda, Respati,
Sukra, Tumpak, Radite. Nama-nama hari tersebut tampak
berkaitan dengan cerita dalam Tantu Panggelaran.
Disebutkan pada waktu Bathara Guru menjalani sebagai
pertapa di Sukayajta di sana banyak manusia yang ingin
menjadikan diri sebagai wiku. Bathara Guru pun lalu
mentasbihkannya. Mereka yang ditasbihkan adalah Bagawan
Wrhaspati, Bagawan Soma, Bagawari Budda, Bagawan yukra,

153
Bagawan Riditya, Bagawan Sanigcara, dan Bagawan Hanggara.
Nama para wiku itu tanyak berkaitan dengan nama-nama
hari saptawara tersebut, yaitu hari Soma (Senin) berhubungan
dengan pantasbihan Bagawan Soma. Hari Anggara (Selasa)
berhubunga n dengan pentasbihan Bagawan Hanggara. Hari
Buda (Rabu) berkaitan dengan pentasbihan Bagawan Buddha.
Hari Respati (Kamis) berhubunga n dengan pentasbihan
Bagawan Wrhaspati. Hari Sukra (Jumat) berhubungan dengan
pentasbiha n Bagawan Pukra. Hari Tumpak (Saptu)
berhabunga n dengan pentasbihan Bagawan Sanigcara. Hal ini
dapat dilihat dalam nama hari saptawara dalam budaya Bali,
bahwa di sana hari Saptu disebut dengan nama hari Saniskara.
Sedangkan hari Radite (Minggu) berhubunga n dengan
pentasbihan Bagawan Raditya.

3.2 Kajian NDai Budaya Dalam Talltu Panggelaran


Deflnisi nilai budaya menurut Koentjaranin grat merupakan
inti dari keseluruhan kebudayaan (Koentjarani ngrat, 1987: 2).
Sedangkan sistem nilai budaya adalah bagian dari sistem
budaya dan merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat.
Sistem nilai budaya ini terdiri dari konsepsi-kon sepsi yang
hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat
mengenai hal-hal yang harus mereka ~ggap amat bernilai
dalam hidup. Sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai
pedoman tertinggi atau menjiwai semua pedoman, yang
mengatur tingkah laku warga yang bersangkutan .
Oleh karena sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman
tertinggi bagi warga masyarakat, maka pandangan hidup
seseorang juga diwarnai oleh apa yang dianggap ideal dalam
pola berpikir masyarakat tersebut.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia nilai artinya
sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi
kemanusiaa n (KBBI, 1995: 690). Sedangkan budaya berasal
dari kata sanskerta "buddhi" berarti "budi" atau "akal"
(Koentjaran ingrat, 1982: 9). Dalam KBBI, kata "budaya"

154
t isti ada t, ata u ses uat u
dia rtik an seb aga i pikiran, aka ! bud i, ada kem ban g (be rad ab,
ber
me nge nai keb uda yaa n yan g sud ah
maj u).
definisi nilai bud aya
Sed ang kan dala m (KBBI, 1995 : 679),
ma sal ah yan g san gat
ada lah kon sep abs trak me nge nai
man usia . Ole h kar ena
pen ting dan bernilai dal am keh idu pan o ini akan dip ero leh
kun
itu, apa bila dite laah isi dar i nas kah
lam a gen eras i pen dah ulu ban gsa
info rma si bah wa sud ah seja k
me nge nai citr a yan g
Ind one sia ini me mil iki pen ilai an
a wa ktu itu. Pig eau d
dih ara pka n ole h ma sya rak at pad men gan dun g isi yan g
ik
men gat aka n bah wa kar ya sas tra klas
dan etik a, seja rah dan
rela tif lua s mel ipu ti bid ang aga ma
mas yar aka t, cer ita rak yat,
mitologi, sast ra, seni, huk um an, ilm u
d, 1967: 45).
ada t isti ada t dan serb a serb i (Pig eau
aka n has il cip taan si
Wa laup un kar ya sas tra lam a me rup
un apa yan g disa mp aika n
pen ulis pad a mas a yan g lam pau , nam
eru sny a. Pad a das arn ya
mas ih ber man faa t bag i gen eras i pen
an kar yan ya tida k sem ata-
seo ran g pen gar ang dal am men cip tak
sad ar ata upu n tida k jug a
ma ta men cipt a, teta pi bai k sec ara
g men jad i mak sud nya ,
men uju pad a sua tu ara h tert ent u yan
na ajar an ata u am ana t
Sua tu mak sud itul ah yan g dise but mak
dite laa h ma ka dal am
(An dre Hur dja na, 1983: 13). Apa bila
lai ajar an yan g san gat
"Ta ntu Pan gge lara n" terd apa t nilai-ni
nila i reli gi, keg oto ng-
ber gun a bag i ma sya rak at, sep erti
mas ih ban yak !&gi.
royongan, nilai ten tan g kearifan, dan
am nas kah Tan tu
Nil ai-n ilai yan g ter kan dun g dal
Pan gge lara n :
a. Nilai Religius
am nas kah Tan tu
Nil ai reli giu s yan g terk and ung dal g ken tal. Hal ini
du yan
Pan gge lara n mem pun yai naf as Hin era ngk an bag aim ana
i cer ita yan g men
tam pak ant ara lain dar
aga i ma hag uru dal am
usa ha dan per bua tan Ciw a seb
ya me nja di ped om an
pem bua tan per tap aan yan g akh irn reli giu s (su ci) yan g
um ncu lny a ·ma nda la a tau tem pat

155
memben tang dari barat ke timur di seluruh Jawa yang juga
menulisk an bahwa dalam Tantu Panggela ran banyak dijumpai
tentang asal mula terjadiny a pertapaa n-pertap aan Hindu di
Pulau Jama (Denys Lombard , 1996: 71. Pada halaman pertama
teks Tantu Panggela ran (Pigeaud, 3.924: 57) diceritak an tentang
Bathara Jagadpr amana yang bersema di dan kemudia n
memberi perintah pada Hyang Brahma dan Wisnu supaya pulau
Jawa diberi penghun i. Mahagur u (Ciwa) juga memberi perintah
kepada para dewa supaya turun ke bumi dan mengaja r pada
manusia tentang banyak hal, seperti menenun , meminta l,
membua t rumah, dan sebagain ya.
Nafas Hinduju ga tampak pada upaya peminda han Gunung
Mahame ru, gunung suci di India ke pulau Jawa. Sejak saat itu
Mandara giri, gunung tinggi "yang menjadi lingga bagi dunia"
(Pinaka linggiin ing Bhuwan a) tertanam di pulau Jawa.
Diceritak an bahwa dari dalam gunung Mahame ru keluarlah air
racun kalakuta , matilah semua dewa yang menghis ap air
tersebut , Air itu oleh Bathara Parameo wara kemudia n diubah
menjadi air suci kehidupa n sejati. Semua dewa yang disiram
dengan air suci kemudia n hidup kembali. Hanya Ciwalah yang
kuasa membua t air suci (Prijohut omo, 1953: 129).
Ciwa sebagai Bathara Guru (Mahagu ru) membua t mandala
yang pertama di Sukayajn a, dan sebagai Dewagu ru, Ciwa
berhak mentasb ihkan manusia lain sebagai wiku. Ciwa lalu
mengang kat Wisnu menjadi dewagur u yang baru, kemudia n
digantik an oleh Iswara, Tersebu tlah batara Tritung gal
membua t tempat pemujaa n sendiri-s endiri, Bathara Iswara
tinggal di Tiga patra-m andtla. Bathara Brahma di Jala
parwata -mandal a dan Wisnu di Mangka parwata -mandal a
(Pigeaud , 1924: 90). Tiap-tiap kali kalau ada guru baru yang
merubah aturan-a turan atau pakca gurunya, maka timbulla h
mazhab atau mandala baru. Kalau tidak maka mandala
yang baru itu hanya merupak an bagian dari mandala yang lama.
Di samping berlatar belakang agama Hindu, dalam Tantu
Panggela ran juga menyebu t tentang agama Budha. Pemyata an
yang dapat menduk ung terdapa t pada perintah yang

156
disampaikan oleh Batara Guru kepada Hyang Iswara agar
turun ke tanah Jawa untuk mengajarkan tentang "da~a~ila"
(sepuluh larangan dalam agama Budha) dan "paii~asik~a" (lima
hal pelajaran), seperti yang ditulis Pigeaud (1924: 5)9,
"kunang kamu yang Hyang Icwara, turun pwa ri Yawadipa,
pawarahwarah tika manusa warah ring sabda wruhanya ring
bhfu?a, nguniweh warah ring da~a~ila, paii~acik~a"
Kemudian petunjuk lain tentang adanya agama Budha
juga penganut Budha/tampak dengan munculnya sekte
"Sogatapaksa" atau penganut Budha/ Sogatal,(Pigeaud, 1924:
109, 112).
Di samping agama Hindu dan Budha dalam Tantu
Panggelaran juga menunjukkan sebuah karya sastra yang
banyak memuat bentuk-bentuk kepercayaan "asli" (Kusen,
dkk, 1993: 100). Pengertian kepercayaan "asli" adalah
kepercayaan yang berkembang sebelum agama Ciwa (Hindu)
dan Budha. Konsep-konsep yang mendasari kepercayaan "asli"
adalah anggapan bahwa alam semesta didiami oleh makhluk-
makhluk halus atau roh-roh. Selain itu koentjaraningrat (1958:
62) menyatakan bahwa mempunyai kekuatan yang melebihi
kekuatan manusia (adikodrati).
Anggapan adanya makhluk halus dan roh-roh merupakan
unsur keyakinan yang mencakup konsepsi tentang nenek
moyang, tentang dewa, roh baik dan _roh jahat, serta konsepsi
tentang kosmogoni dan kosmologi. Konsep-konsep spiritual
tersebut menyebabkan munculnya keinginan manusia untuk
mengadakan hubungan dengan alam semesta.
Dalam kepercayaan asli ada pula anggapan bahwa gunung
merupakan tempat arwah nenek moyang atau nenek moyang
yang didewakan. Dengan demikian gunung merupakan suatu
unsur yang didewakan atau Mountain of God.
Jika kepercayaan tersebut dikaitkan dengan isi "Tantu
Panggelar~n" yang berhubungan dengan kepercayaan "asli"
nampak pada munculnya konsepsi tentang dewa-dewa di Jawa.

157
Konsep si . dewa yang ada tidak dapat dikemb alikan pada
konsep si dewa-d ewa di India. Dengan demikia n, dewa atau
tokoh suci itu tidak mengg ambark an dewa-d ewa dalam
agama (Kusen , dkk, 1933: 100), Pengga mbaran dewa
sepenuh nya sesuai sebagai tokoh yang mempu nyai hubung an
dengan kondisi di Jawa.
Cerita yang dimuat dalam kitab "Tantu Pangge laran"
diantar anya adalah cerita tentang Dewi Sri yang membe ri
pelajar an bahwa manusi a di pulau Jawa hingga mampu
bercoco k tanam. Cerita Dewi Uma yang mendap at kutuka n
Bathar a Guru menjad i raksasa , certta tentang Dewa (Brahm a,
Wisnu, dan Iswara) yang berusah a menceg ah agar manusi a
Jawa tidak dimusn ahkan oleh Dewa Kala. Upaya yang
ditemp uh adalah dengan jalan memai nkan wayang secara
berkelll ing. Tradisi pertunj ukkan wayang dengan tujuan yang
sama masih dilakuk an sampai sekaran g, yakni pada saat
upacara ro.watan anak-an ak sukerta dari kroda Bathara Kala
dengan cerita Murwak ala (Kusen, dkk., 1994: 101).
Di India, dewa Ciwa diangga p sebagai pengua sa gunung
(tingga l di Maham eru), dan seperti telah ditulis di bagian
terdahu lu bahwa dalam Tantu Pangge laran ada bagian yang
mencer itakan tentang pemind ahan Gunung Maham eru dari
India ke Jawa oleh para dewa (Denys Lombar d, 1996: 61).
Konsep tentang keperca yaan terhada p "pengu asa gunung "
juga terlihat dari bagian yang mencer itakan puncak Maham eru
yang disebut pewitra yang artinya "sucilah " atau "bersihl ah"
(Pigeau d, 1924: 66). Secara lebih jelas bisa diteran gkan bahwa
puncak Gunung Maham eru adalah tempat suci.
b. Percaya Kepada Sang Pencipt a
Manusi a pada dasamy a adalah homo religius . Berbag ai
macam cara dan bentuk dilakuk an oleh manusi a untuk
menunj ukkan rasa bakti mereka kepada Sang Pencipt anya.
Satu diantar a berbag ai macam bentuk tersebu t adalah
muncul nya upacar a ritual. Bentuk pemuja an itu dijalank an

158
karena nanusia sadar akan keberadaannya, bahwa manusia
dan alam semesta ini ada yang mencipta yaitu "Dia" yang Maha
Pencipta dan patut untuk disembah.
"Tantu Panggelaran" memuat tentang nilai budaya yang
berhubungan dengan kepercayaan manusia akan keberadaan
Sang Pencipta alam semesta, sehingga manusia haruslah
memujanya. Kutipan di bawah ini akan menunjukkan hal
tersebut (Pigeaud, 1924: 115)
"Jhah, paran kita mangadegadeg, tanpanambah ri batt,iara
Hanicaz:i~ana? Kami brahmaz:ia pawitrajanma, mayan
panambah ri bhatara, apan siran higawe jagatraya".
Artinya:
"Huh, mengapa engkau terus berdiri, tidak menyembah
pada Bathara Haricandana ? Kami Brahmana terlahir
dengan suci, walau begitu menyembah kepada Batara
sebab dialah yang menciptakan alam semesta".
Adapun Sang pencipta dalam pemujaan Haricandana
"dihadirkan" lewat patung Haricandana yang disembah oleh
para Brahmana.
Dengan adanya kesadaran tentang Sang Pencipta alam
samesta maka kehidupan manusia akan lebih bermakna.
Sebab seseorang akan menyadari bahwa semuanya tidak
muncul tiba-tiba. Oleh karena itu, akan menumbuhkan sikap
dan tingkah laku yang senantiasa rendah hati, karena
keberadaannya disebabkan oleh yang Maha Penciptanya.
c. Pengendalian diri
Dalam naskah Tantu Panggelaran ada bagian yang ·berisi
tentang pengendalian diri. Hal itu tercermin pada tindakan
Dewa Tri Tunggal (Brahma, Wisnu, dan Iswara) tatkala
berusaha melenyapkan pertapa yang bernama Resi
Siddawangsitadewa. Kutipan di bawah ini memuat tentang
pengendalian diri.

159
"Sden g rumg ep samad di nirnm ala sang rsi Sidda wang
sitade wa, tumin ghal ta bhata ra I~wara Brahm a Wisnu ri
polah ira sang ~~i Sid9-a wangs itadew a, ri sdeng ru"mgep
sama ddi nirmm ala. "Sum adya syuha n ing bhuw ana"
mang kana idep bha~ara trisam aya, ndah tan wryh ta sira
yan bhata ra Darim araja sang matap a; "kewa la saman ya
pandi ta", ri hi~epnya, "suma dya syiiha n ing bhuwa na", ri
hidep nya sang hyang trisam aya. Wikal pa ta manah nira;
yata matan gnyan mijil tang kila trisam aya. Kala Lodra mtu
saking bhata ra Brahm a, kW.a Samb u mijil saking bhata ra
Wil?J}U, kW.a· Sama ya mijil saking bhata ra l~wara; rep yeki
mang ke bhaw anira. Yata kinon ira humja hana sang ~l?i
SidC;iiwangsitadewa; ndah tan wihan g ta sang krua trisam ayi
(Pigea ud, 1924: 92-93) .
Artin ya:
Pada saat sang resi Sidda wang sitade wa sedan g tetun
bersem edi memu satkan pikira n suci, melih at itu Batha ra
Iswara , Brahm a, Wisnu pada tingka h sang resi Siddaw ang-
sitade wa yang sedan g bersem edi memu satkan pikira n suci
"bertu juan untuk meng hancu rkan buana ", begitu lah pikira n
Batha ra Tri Tungg al. Tidak tahula h merek a bahwa yang
berta pa adala h Batha ra Darm maraj a. Bimb angla h hati
sang Tritun ggal. Kala Lodra keluar dari Batha ra Brahm a,
Kala Samb u kelua r dari Batha ra Wisnu dan Kala Samay a
kelua r dari Batha ra Iswara . Sang Kala disuru h memb unuh
sang resi Siddu wangs itadew a.
Dari perist iwa di atas dapat ditari k kesim pulan menge nai
pentin gnya bersik ap kritis dan mene liti suatu masal ahnya
terleb ih dahul u , sebel um bertin dak yang lebih jauh agar
terhin dar dari hal-ha l yang meny ebabk an kerug ian baik pada
diri sendir i ataup un bagi orang lain, terleb ih bagi masya rakat
luas. Disini lah letak arti pentin gnya penge ndalia n diri.
Masih tenta ng penge ndalia n diri, diung kapka n dalam
"Tant u Pangg elaran " yakni pada saat dewa Tritu nggal
meny erang resi Sidda wang sitade wa, kemu dian dilanj utkan

160
dengan petuah yang diberikan oleh Bathara Guru kepada dewa
Tritunggal.
"Jag, les, lumampah tang kala, prapta ri kahanan sang
rsi Siddawangsitade wa s~ang mangregep sarnadi nirmmala.
Tka tang kala sahai; a hamigraha, pada taya mamrp
mangdedel mapupuh manahut mandekung; nirwikara sang
rsi sira. Mamrep tang kala kaprep rowangnya dawak,
mandedel kadedel rowangnya dawak, maupuh kaiupuh
rowangnya dawak, manahut kasahut rowangnya dawak,
manujah katll.iah rowangnya dawak; ndatan kawnan·g sang
panddita wirigrahan. Kerangan buddi sang kfila dening tan
pjai1 sang rsi Sid~iwangsitadewa; jag les lungha tang krua,
mungsir i sang hyang Brahma Wisnu Ii;wara; mawarah taya
dugaduga yan tan kawnang winigrahan sang rsi (Pigeaud,
1924: ..

Artinya :
....... .... ... datanglah Sang Kala dengan gem par, membabi
buta, tidak menghiraukan apa-apa, mereka memukul,
mendesah, menyerang, menggigit, menendang. Sang Resi
tidak terpengaruh. Sang Pendeta tidak mempan
dikacaukan .. .. oleh sebab itu bertindaklah Bathara
Tritunggal dengan tujuan untuk membunuh Sang Resi.
Seketika bertubuh apilah Sang Hyang Brahma, dengan
maksud ingin membakar Sang Resi. Sang Resi tidak
terpengaruh, apa sebab tidak mati oleh Sang Hyang
Brahma. Sebab Sang Hyang Darnrna tidak bisa terbakar
oleh api. Maka kemudian kagum dan takutlah Sang Hyang
Brahma. Bertindaklah Sang Hyang Wisnu. Wisnu marah
menjelma dengan kepala seribu, bertangan dua ribu
lengkap memegang senjata. Sang Resi diserang .... Hyang
Darrnmaraja tidak mempan oleh tindak kemarahan.
Adapun petuah dari Bathara Guru adalah sebagai berikut:
"Uduh, tanayanku kita hyang Brahma Wi~J:?.U Ii;wara, sang
~~i Siddiwangsitadew a hika kanyu sengguh masadya syuhan

161
ing bhuwana ? Taha, tan mangkan a hika; apan bhatara
:parmma raja sang r~yatapa. Nimitany a tan alah denyu,
apan saksat kami sang r~ya.tapa, apan pamaliha n mami
hajftana hika, matangn yan tan alah denyu, Kita pwa
mangana ken rak~asa, byaktaw as kita kala; matangn yan
harohara ning bhuwana , apan sak~at kanyu rak~asa hika.
Matangn yan pjah ikang kala denyu" (Pigeaud , 1984: 94).
Artinya:
"Aduh, anak-ana kku kalian Hyang Brahma, Wisnu, Iswara,
Sang Resi Siddiwa ngsitade wa itu kau anggap ingin
menghan curkan buana? tidak, tidak begitu. Sebab Sang
Resi Tapa adalah Bathara Darmma raja. Itulah sebabny a
tidak terkalah kan oleh kalian. Sebab sama halnya dengank u
sang resi tapa itu, karena itu merupak an belahan jiwaku,
oleh sebab itu tidak kalah olehmu. Kalian mencipt akan
raksasa, nyata-n yata kalian jahat. Oleh sebab itu
kekacau an buana, karena raksasa itu sama halnya dirimu.
Oleh sebab itu bunuhlah raksasa kalian".
Uraian tersebut mengand ung ajaran betapa berbahay anya
akibat yang bisa ditimbu lkan oleh karena tidak adanya
pengend alian diri yang baik dari Bathara Tritungg al. Bukan
hanya kesengs araan pada orang yang diserang nya saja,
tetapi bisa jauh lebih luas bahkan buana pun ikut kacau. oleh
karena itu, nasehat yang diucapk an Bathara Guru untuk
Bathara Tritungg al agar mereka "membu nuh rakaasa" dalam
dirinya. Dengan kata lain agar bisa membun uh amarah yang
bersaran g pada Bathara Tritungg al.
Oleh karena itu, betapa pentingn ya menjaga pengend alian
diri, agar bisa tercipta ketenter aman dan menjaga keselara san
hubunga n dengan lingkung annya.
Dalam bagian yang lain diceritak an tentang kemarah an
Bathara Uma yang menyeb abkan air gunung Kamput
mengalir dengan derasnya sehingga mematik an umat manusia
(Pigeaud , 1924: 101) Kemarah an yang membaw a akibat fatal
tersebut hanya disebabk an oleh rasa atau dorongan hatinya

162
untuk bertemu dengan Bathara Guru, Hanya karena tidak
bisa mengendalikan perasaannya, kehancuran umat
manusialah yang menjadi akibatnya.
d. Nilai Kegotongroyonga n
Gotong royong merupakan masalah dasar dalam hubungan
manusia dengan masyarakat. Menurut Koentjaraningra t
(1984: 62) konsep nilai gotong royong merupakan latar belakang
dari segala aktivitas tolong meholong antara warga. Di dalam
gotong royong tidak dikenal istilah upah atau balas jasa lain.
Di dalam gotong royong tidak dikenal gistem kompetisi yang
sering menimbulkan persaingan.
"Yata kinambulan de sang watek dewata kabeh. Bhatara
Wi~r;iu matmahan naga, tanpahingan dawa-gengira,
makatali ning amuter sang hyang Mahameru, Sang hyang
Brahma matmahan kurmmaraja, tanpahingan gonanira,
pinakadasaring amut~r sang hyang Mahameru. Rep
ambebed ikang nagari sang hyang Mahameru, pareng
mayat sira kabeh mamupaka ri sang hyang Mahameru.
Mijil tang teja pribhawa saha ktug mwang prahara. Jag
les pareng amundut sang dewata kabeh; umung
mangastungkarSj ayajaya sang watek rsigana, dewanggana.
Bha~ara Bayu sira dewata kaskaya, rep tunumpakni tunggrr
sang hyang klirmmar~a. sang hyang Mandaragiri pinuter
dening watek dewata kabeh, unung majayajaya mangusung
rt sang Hyang Mahameru (Pigeaud, 1924: 63-64).
Artinya:
"Diusung beramai-ramai oleh para dewa. Bathara Wisnu
menjadi naga besar dan panjangnya tiada terhingga
sebagai tali untuk memutar Sang Hyang Mahameru. Sang
Hyang Brahma menjadi kura-kura, besarnya tiada
terhingga, sebagai alas untuk memutar Sang Hyang
Mahameru, Seketika sang naga melilit Sang Hyang
Mahameru. Semua bertindak serentak memotong Sang
Hyang Mahameru . Keluarlah cahaya kekuatan serta

163
dentum an dan badai. Seketi ka semua dewa bersam a-sama
menga ngkut . Para golong an resi dan golong an dewa
bergem uruh beram ai-ram ai mengu capka n kata "astu"
agar menda patkan berkah kekuat an, Bathar a Bayu segera
memer intahk an semua de~a naik ke pungg ung raja kura-
kura. Sang Hyang Manda ragiri diputa r oleh semua dewa,
bergem uruh menga du kekua tan untuk mengu sung Sang
Hyang Maham eru,"
Hikma h yang bisa diambi l dari kejadia n terseb ut adalah
betap a beratn ya beban yang harus dikerj akan. Apabi la
dikerja kan secara bersam a-sam a akan terasa lebih mudah .
Dalam kebers amaan (kegotong-royongan) juga tidak dibeda kan
antara status dan kedud ukkan seseor ang antara satu dengan
yang lainnya.
Nilai gotong royong lainny a dapat dipetik dari bagian yang
mence ritakan -saat Batha ra Guru dihada p oleh Batha ra Tri.
tungga l, Ketiga Batha ra oleh Batha ra Guru diberi tugas
untuk memb antu memb uat tempa t tingga l yang tetap di
Maham eru. Ketiga nyajug a disuru h mengh ilangka n kerak- kerak
bumi. Selanj utnya diberi tugas menab urkan bibit sirih.
Nilai gotong -royon g dan bantu memb antu dari uraian tadi
bisa diambi l contoh , untuk suri taulad an. Bahka n sampa i saat
sekara ng di daerah pedesa an masih banyak ditemu i kegiat an
gotong -royon g pada pembu atan tempa t tingga l. Walau pun
tidak seluru hnya (dari awal pembu atan sampa i selesai) namun
ada bagian -bagia n yang dilaku kan secara gotong royong.
e. Nilai Moral
Isi naska h "Tant u Pangg elaran " sarat denga n ajaran
morali tas. Moral itu sendiri mempu nyai bebera pa penger tian;
pertam a, moral sebaga i sepera ngkat ide (moral thinkin g)
tentan g: tingka h laku hidup denga n warna dasar terten tu
yang dijadik an sebaga i pandu an dan pegang an bagi masya rakat
pada lingku ngan suku bangsa tertent u, Kedua, moral sebaga i
tingka h laku (moral behav ior) yang menda sarkan diri pada

164
kesadaran bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai
yang baik sesuai dengan nilai yang berlaku dalam lingkungan
budayanya. Aspek ketiga, moral adalah berkaitan dengan
tingkah laku yang baik berdasarkan pada pandangan hidup
maupun agama (Wila Huki dalam Daroeso, 1968).
Dalam Tantu Panggelaran nilai moral dapat dilihat pada
peristiwa pertemuan antara Brahmana dari Jambudipa, Sang
Hyang Teken Wuwung dengan Sang Hyang Iswara. Dalam
bagian itu diceritakan Sang Hyang Teken Wuwung yang
berasal dari Jambudipa merasa mempunyai "kedudukan" lebih
tinggi daripada orang-orang di tanah Jawadipa. Oleh karena
itu, sang Brahmana bertindak sangat sombong dan memandang
rendah pada pendeta di Jawa, Brahmana Sang Hyang Teken
Wuwung melakukan makan, minum, dan berak di angkasa di
atas daerah pendeta Iswara, walaupun Sang Hyang Teken
Wuwung sudah diperingatkan oleh sang pendeta agar tidak
mengotori air yang mengalir di bawahnya, tapi sang -brahmana
nyata-nyata tidak menghiraukan.
Oleh karena perbuatan Brahmana terbebut, maka pendeta
Iswara mencoba menyadarkan Brahmana itu. Air dan kotoran
yang dibuang oleh Brahmana dikembalikan lagi ke atas (ke
tempat Sang Hyang Brahmana Teken Wuwung), Seketika
Sang Hyang Teken Wuwung terkejut akan kesaktian Sang
Pendeta. Dari peristiwa itu dapat ditarik pelajaran agar
manusia selalu bersikap sopan dan menghargai orang lain.
f. Nilai Kesetiaan
Dikisahkan dalam Tantu Panggelaran bahwa tatkala
Sang Pancadewata menghadap Bathara Guru untuk minta
petunjuk, temyata Bathari Uma ikut mendengarkan, padahal
itu tidak diperkenankan. Oleh karena itu, Bathari Uma disuruh
oleh Bathara Guru untuk mencari susu lembu betina hitam.
Bathari Uma mencari susu lembu yang dimaksud dari
swargaloka sampai ke tujuah dunia, tetapi belum juga
ditemukan. Akhimya, sampailah di madyapada dan diujilah
kesetiaan Bathari Uma oleh Bathara Guru, Bathara Guru

165
mengub ah dirinya menjadi seorang penggem bala yang
tampan nya tiada tara, dan saat Bathari Uma lewat sang
Kumara Gohpala (nama si penggam bala) sedang memera h
susu lembu betina hitam. Sang Kumara Gohpala akan
member ikan susu lembu betina hitam yang diminta oleh
Bathari Uma dengan syarat Bathari mau melayan i
keingina nnya, Bathari Uma setia pada Bathara Guru, maka
keingina n Sang Kumara Gohpala dilakuka n dengan memaka i
betis dan lututnya (tampak seperti alat kewanita an), buka
dengan sifat kewanita annya. Seolah-o lah dia setia pada Bathara
Guru. Setelah bersengg ama, Bathari Uma diberi susu lembu
betina hitam dan lenyapla h Sang Kumara Gohpala kembali
menjadi Bathara Guru.
Oleh karena perbuata n Brahman a tersebut, maka pendeta
Iswara mencoba menyada rkan Brahman a itu. Air dan kotoran
yang dibuang oleh Brahman a dikemba likan lagi ke atas (ke
tempat Sang Hyang Brahma na Teken Wuwung ), Seketika
Sang Hyang Teken Wuwung terkejut akan kesaktia n Sang
Pendeta . Dari peristiw a itu dapat ditarik pelajara n agar
manusia selalu bersikap sopan dan menghar gai orang lain.
Ajaran tentang kesetiaa n yang lainnya dapat dipetik dari
peristiw a yang mencerit akan antara Raja Taki dengan istrinya.
Sang permaisu ri telah berbuat salah (zina) dengan Empu Tapa
Pelet, sampai sang permaisu ri hamil. Raja Taki mengata kan
kalau sang permais uri tidak setia, sebab isi perut sang
permaisu ri bukan hasil dari perbuata n Raja Taki. Diceritak an
kalau sang permaisu ri tidak memban tah namum juga tidak
mengiya kan. Oleh karena itu Raja Taki berkata :
"Lah, yan kita satya hiri kami, mtuha rare paripuqr n
lituhayu , han ulih ning hulun isine wtangta hiku. Kunang
yan tan ulihning [hulun, kita tan] satya, astu mtuha salah
Iiipa", (Pigeaud , 1924: 119).
Artinya:
"Lah, jika engkau setia padaku, lahirlah anak yang cantik
sempum a. jika hasil perbuata nku isi perutmu itu. Adapun

166
jika bukan hasil perbuatanku, engkau tidak setia, pasti akan
lahir salah wujud".
Tatkala sang permaisuri melahirkan yang keluar adalah
seekor sapi betina berwarna belang. Kemudian si istri diusir
dari istana.
Dari peristiwa antara Raja Taki dan istrinya dapatlah
ditarik kesimpulan bahwa sikap setia seorang istri sangatlah
tinggi nilainya dan semestinya merupakan sebuah kewajiban.
Karena ketidaksetiaannyalah maka dia diusir dari istana.
g. Nilai Kesabaran, Ketabahan dan Berkemauan Keras
Manusia pada dasarnya adalah sebagai makhluk sosial
dan makhluk individu. Sebagai seorang individu manusia
memiliki kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya. Usaha
yang dilakukan manusia untuk sampai pada tujuan yang
dicita-citakan, mempunyai nilai-nilai yang sangat berharga
dalam kehidupan-nya. Nilai tersebut antara Iain adalah dalam
hal kesabaran, ketabahan, berkemauan keras dan yang lainnya.
Nilai-nilai tersebut dalam Tantu Panggelaran dapat dipetik
dari peristiwa perjalanan Sang Brahmana dari Jambudipa ke
tanah Jawa, Diceritakan temyata Sang Brahmana Jambudipa
kalah sakti dibandingkan dengan pendeta dari Jawa. Oleh
karena itu, Sang Brahmana bertekad untuk berguru pada
pendeta Jawa. Sang Brahmana diberi nama baru; Mpu
Siddayogi dan disuruh bertapa, agar bisa menjadi manusia
yang sempuma untuk bisa masuk ke surga, Ternyata tidak
mudah Mpu Siddayogi menjalani syarat tersebut. Godaan dari
dalam dirinya sendiri muncul tatkala Mpu Siddayogi merasa
sudah tidak kuat lagi hidup sendirian. Namun setelah Mpu
Siddayogi menghadap pada Bathara, petuah yang diterimanya
kembali menumbuhkan semangat untuk menjadi orang yang
sempurna.
Dari petuah yang Liberian oleh Bathara, adalah keinginan
Mpu Siddayogi untuk beristri, kembali dia meneruskan tapanya
sampai selesai (sempurna). Dari peristiwa itu bisa dipetik

167
pelajar an tentang kesabar an, tabah dalam mengha dapi godaan
dan kemaua n yang kuat untuk mencap ai tujuan.
h. Nilai Kedisip linan
Dalam naskah ini nilai tentang kedisip linan dapat dipetik
dari peristiw a pesta makan yang diselen ggaraka n oleh Bathara
pada bulan Aruji, dan diunda nglah semua muridn ya yang
bertuga s untuk mengum umkan pesta makan tersebu t adalah
Ki Kabhay an-Pan glayar, Tepat pada saat pesta makan
dilaksa nakan pada bulan Aruji, semua siswa Bathara datang,
juga Bathar a Tri-tung gal, dan sembah pun dihatur kan pada
Bathar a Guru.
Akan tetapi Kabhay an-Pan glayar belum datang sampai
pesta selesai, Tatkala Kabhay an-Pang layar datang, dia tidak
diperke nankan untuk mendek at sebab telah datang terlamb at,
lihat (Pigeau d, 1924: 110)
"Aywa wineh mareka si panglay ar; dosane tka sep ing
karyya. Kon mangsu la!"
Artinya :
"Janga n diijinka n si Panglay ar mendek at, kesalah annya
terlamb at datang pada pesta. Disuruh lah kembal i"
Dari petikan di atas dapat diambil kesimpu lan, temyat a
kedisip linan dalam hal ini disiplin waktu sangatl ah penting .
Oleh karena itu, waktu sangatl ah berharg a. Hanya karena
terlam bat seseora ng jadi kehilan gan kesemp atan, bahkan
diangga p bersala h.
Selama ini bahkan ada kesan bahwa masyar akat kita ada
budaya "jam karet" atau tidak disiplin dan kurang
mengh argai waktu. Anggap an ini setidak -tidakn ya akan
berkura ng apabila orang mengha yati dan memah ami ajaran
tentang kedisip linan seperti yang ada dalan naskah Tantu
Pangge laran.

168
i. Nilai Kearifan
Kata "kearifan" berasal dari kata "arif" yang berarti
bijaksana atau kecendekiaan (KBBI, 1995: 56).
Dalam Tantu Panggelaran nilai kearifan dapat dipetik dari
perbuatan Bathara Guru tatkala mengetahui kalau semua
dewa yang mengusung Sang Hyang Mahameru nati karena
racun dari Sang Hyang Mahameru. Dengan bijaksana Bathara
Guru mencari tahu penyebab kematian para dewa tersebut.
Setelah diketahui penyebabnya kematian para dewa tersebut,
Bathara Guru berusaha menyembuhkan (menghidupkan)
para dewa. Air Kala-Kuta dihisap oleh Bathara Guru, dan
kemudian dijadikan sebagai air suci kehidupan.
Dari uraian itu dapat diambil pelajaran tentang kearifan,
seperti perbuatan yang dilakukan Bathara Guru tersebut.
Walaupun menghadapi keadaan yang penting (saat semua
dewa meninggal, juga para penjaga dunia), Bathara Guru
bisa menggunakan aka! sehatnya untuk mencari sebab-sebab
kematian dan kemudian mengobatinya.
j. Nilai Budaya dalam Hubungan Manusia dengan Alam
Alam merupakan kesatuan kehidupan manusia dimanapun
dia berada. Lingkungan ikut membentuk, mewarnai, ataupun
menjadi obyek timbulnya ide-ide dan pola pikir manusia. oleh
sebab itu, ada kebudayaan yang memandang alam sebagai
kekuatan yang dahsyat dan manusia hanya menyerah saja
pada alam tanpa adanya perlawanan. Namun ada juga budaya
yang memandang bahwa manusia harus bisa menaklukkan
alam. Di samping itu, ada juga kebudayaan yang memandang
bahwa antara manusia dengan alam harus terjadi keselarasan
(Koentjaraningrat, 1984: 29) .
.Ajaran mengenai hubungan antara manusia dengan alam
dari naskah Tantu Panggelaran dapat dilihat dari upaya-
upaya yang dilakukan para tokohnya yang berkaitan dengan
pemanfaatan alam, pelestarian alam , dan menjaga
keseimbangan alam.

169
Pema nfaata n alam (bumi ) dilaku kan denga n jalan sebag ai
tempa t tingga l. Baik itu di daera h pegun ungan maup un di
daera h datar an. Berba gai tanam an yang bergu na bagi
manu sia ditana m di bumi. Batha ra Guru bahka n menyu ruh
Dewa Tritun ggal untuk mene bar bibit sirih agar semu a
menge tahuin ya.
Air sunga i dijaga keber sihann ya, karen a air sunga i terseb ut
dipaka i untuk berba gai keper luan manus ia. Oleh karen a sunga i
(air) diman faatka n untuk berba gai keper luan, maka air sunga i
dijaga kebers ihanny a.
Secar a tidak langs ung nilai yang berhu bunga n denga n
pelest arian alam juga dimua t dalam Tantu Pangg elaran . Nilai
terseb ut dapat diamb il dari penta sbiha n oleh Batha ra Guru
yang diberi kan pada Resi Tarun a-Tap a-Yow ana. bahwa sang
Resi dipesa n untuk menya yangi seluru h alam semes ta, dan
segal a isinya disera hkan pada sang resi. Dari pesan itu
terun gkap bahw a menja di manu sia memp unyai kewaj iban
untuk menja ga, menya yangi, dan meme lihara alam semes ta.
Masih berhu bunga n denga n manu sia dan alam, menja ga
keseim banga n alam menja di tangg ung jawab seluru h umat
manu sia. Term asuk di dalam nya perbu atan untuk tidak
merus ak lingku ngan, sepert i memb uat kotor (polusi) baik di
darat, laut (air) maup un udara . Di sampi ng itu, juga tidak
merus ak hutan , gunun g, tanah perta nian dan sebag ainya .
Ajara n untuk tidak meru sak lingk ungan agar tidak
meny ebabk an kehan curan umat manu sia dalam Tantu
Pangg elaran dalam dipeti k dari bagia n yang menc eritak an
tentan g banjir, atau derasn ya air yang menga lir dari gunun g
Kamp ut. Begit u besar arus air, maka segala yang terken a
aliran nya menja di mati. Air yang meng alir denga n deras
terse but munc ul karen a perbu atan Batha ri Uma yang
mend orong sisi gunun g Kamp ut hingg a tembu s ke lautan
Selata n. Doron gan itulah yang meny ebabk an keseim banga n
alam yang ada jadi tergan ggu, air yang tadiny a bisa terser ap
ke badan gunun g Kamp ut jadi terus menga lir tanpa ada yang
mengh alangi , sehing ga menim bulka n aliran yang sanga t besar.

170
Usaha yang dilakukan Bathara untuk mengurangi aliran air agar
tidak mematikan umat manusia adalah membuat telaga.
Dengan adanya telaga, maka air bisa tertampung dahulu ke
teiaga dan aliran air bisa terjaga sehingga kehidupan di bawah
aliran air bisa terselamatkan, Secara tidak langsung perbuatan
Bathara tersebut bisa membuat keseimbangan alam menjadi
terjaga. Adapun pembuatan telaga secara keseluruhan
tujuannya adalah untuk menyelamatkan umat manusia.
Adapun petikan dari naskah adalah sebagai berikut:
"Dindelnira sa~esaning gunung Kampud, bubul trus tkeng
sagara kidul [tkeng Reneb, saka ri wuyung bhatBri Huma];
matangnyan mill wwayning gunung Kampud affijahi janma
manU~a", (Pigeaud, 1924: 101).

MarUpa ta sira dewaputra lituhayu, tinher Dewaputra


ngaranira, sira mahayu rat kabeh. Tinambaknira kroda
bha~Bri nangembong manalaga, mangdadi r~u ring gunung
Kampud; tinher bha~ara hyang Hanalaga ngaranira. Sira
humandel iring gunung Kampud, umadegaken ta gadanira
wsi, agong aruhur tumutug tkeng aka~a. Jag les, lungha ta
bha~Bri Huma, nher marl kro<:lanira, (Pigeaud, 1924: 101)

Artinya:
"Karena kemurahan Bathari Uma, didoronglah s1s1
gunung Kamput, tembuslah terus hingga sampai ke lautan
Selatan, sampai tumbuh lebat daunnya. Oleh sebab itu,
mengalirlah air gunung Kamput mematikan umat
manusia".
"Berwujudlah dia putra dewa sangat tampan, kemudian
bernama Dewa Putra. Dia mengatur seluruh alam.
Dibendunglah kemarahan Bathari, menggenang menjadi
telaga (mengembang malaga), menjadi danau di Gunung
Kamput.
Sebenarnya berbagai nilai bisa dipetik dari peristiwa di
atas, antara lain mengenai pentingnya menjaga amarah

171
(pengen dalian diri), nilai ten tang kearifan , nilai tentang kasih
sayang pada umat manusi a, dan juga nilai tentang lingkun gan
al am.
Bahaya tentang rusakny a alam akibat ulah manusi a akhir-
akhir ini sering muncu l di media massa. Baik berupa
pemba karan hutan, peneba ngan pohon- pohon, pencem aran
lingkun gan, dan lainnya yang sesemu anya menye babkan
lingkun gan alam menjad i tidak seimba ng (rusak). Akibatn ya
umat manusi a baik saat ini maupu n yang akan datang bisa
terkena bencan a.
k. Nilai tentang Tata Pemeri ntahan
Sebuah kutipan dari Tantu Pangge laran yang berikut
mengen ai tata pemeri ntahan.
"R~p kahuca pa ta sira hyangt a KaJ?.<;fYawan; nh~r sira
manila r ing anakira kalima gumant yanana ratu ring sira.
Ndah tanana ta sira angga salahtun ggal. Wkasan ta sira
magaw e hUJ?.<;ii halanga lang; sing mandud ut ikang winunte
lan, sira guman tyanan a ratu. Mandu dut ta sira kapat,
ndatan kadudu t ikang winunte lan; wkasan ta katuju sang
W~ti kaJ?.<;iayun kadudu t ikang winunte lan. Yata rinatwa ken
sang Wrrti ka~~ayun. Kunan g sang Mangu kuhan
makakr ama wwang tani, sangkan ing pinanga nira san ratu,
Sang SaJ?.<;fang garbha makakr ama adagang , sangkan ing
pirakir a sang ratu . Sang Katung malara s makak rama
amahat , sangkan ing twaknir a sang ratu. Sang Karung kalah
makakr ama ajagal, sangkan ing iwaknir a sang ratu. Ratu
sang Wrti ka.r:i~ayun guman tyani bapanir a. Mantuk ta
bhatara Wisnu saking kahana nya mumah kalawan bhatari
~ri, Kunang fkang manusa sayakw eh matamb eh", (Pigillld,
1924: 62).
Artinya :
"Terseb utlah raja Kandia wan ; dia mening galkan kelima
anakny a untuk mengga ntikann ya sebagai rada. Dia tidak
suka memili h salah satu. Akhirn ya, dibuatl ah undian

172
dengan menggunakan rumput ilalang. Barang siapa
mencabut rumput ilalang bersimpul dialah yang
menggantikannya sebagai raja. Mencabutlah keempat
anaknya, Ilalang yang bersimpul belum tercabut. Akhirnya,
Wreti
Kandayunlah yang kebetulan mencabut ilalang bersimpul,
sehingga Wreti Kandayun dijadikan raja, Adapun
Mangukuhan dipekerjakan sebagai petani, menyediakan
makanan untuk sang ratu, Sang Sandanggarba
dipekerjakan berdagang, meyediakan kekaryaan untuk
sang ratu. Sang Katung Malaras dipekerjakan menyadap,
menyediakan tuak (minuman) sang ratu. Sang Karunghala
dipekerjakan sebagai pembantai dan menyediakan daging
bagi sang ratu, Ratu Sang Wreti Kandayun menggantikan
ayahnya. Kembalilah Bathara Wisnu dari tempatnya, begitu
pula Bathari Sri. Adapun manusia semakin bertambah.
Ajaran tentang tata pemerintahan dapat dipetik dari
peristiwa yang menggambarkan Wisnu sebagai penguasa di
dunia. Bathara Wisnu dan Batharu Sri adalah raja di Medang
Kamulan, yang merupakan bentuk negara pertama. Raja
tersebut bernama Kandiawan, berputra lima orang. Raja
Kandiawan kemudian mengundurkan diri sebagai raja, dan
anak-anak rajalah yang menggantikan. Oleh karena yang bisa
mengambil ilalang yang ada simpulnya adalah si putra bungsu,
maka dialah raja baru, Sang Wreti Kandayun. Adapun keempat
saudaranya mempunyai tugas sendiri-sendiri. Ada yang sebagai
petani, pedagang, dan ada yang mengurusi bagian minuman
dan satunya memegang urusan daging.
Dari uraian tersebut tampak adanya kedudukan raja yang
memerintah di suatu negara, kemudian ada rakyat . Juga
ada orang-orang yang mempunyai tugas khusus pada
urusan-urusan tertentu. Dari itu bisa dianalogikan dengan
kedudukan "menteri" atau "lembaga" negara dengan tugas
dan tanggung jawab masing-masing, yang semuanya berpusat
pada sang raja.

173
l. Ilmu Penge tahuan
Dalam Tantu Pangg elaran ada sedikit uraian yang bisa
dikait kan tentan g penge tahuan yang berhub ungan denga n
ruang. Walau pun uraian tadi bukan merup akan bahan pokok
dari keselu ruhan cerita dalam Tantu Pangge laran, Ruang yang
dikena l dari Tantu Pangg elaran adalah ruang (alam) Kedew aan,
almn tern pat kehidu pan manus ia (bumi) , alam kehidu pan di
angka sa luar.
Alam Kedew aan (kahya ngan), ruang ini diangg ap sebaga i
tempa t tingga l para dewa. Kemud ian bumi denga n segala
isinya, tempa t tingga l manus ia. Walau pun begitu Gunun g
Maham eru sering kali diangg ap sebaga i perwu judan tempa t
tingga l dewa-d ewa. Ruang yang lain adalah kehidu pan di luar
angkas a yang dalam hal ini terliha t dari adanya tokoh Radity a-
Wulan . Dalam Tantu Pangg elaran inform asi yang ada tidak
mengu lang keada an masing -masin g alam terseb ut, namun
dapat didug a bahwa masin g-mas ing alam (ruang ) itu
merup akan planet tersend iri.
Di sampi ng penget ahuan tentan g ruang, masya rakat zaman
dahulu yang dilukis kan dalam Tantu Pangge laran juga telah
menge nal jenis-j enis tanam an (bunga -bunga an) yang bisa
dimak an. Selain itu, adajug a akar-a kar yang bisa diman faatka n
untuk kebutu han manus ia.
Dari ketera ngan terseb ut bila diaktu alisasi kan denga n
kehidu pan sekara ng ternya ta masih sangat relevan , Karen a
pada dasarn ya baik itu akar-a karan maupu n bunga- bungaa n,
denga n kemaj uan teknol ogi yang semak in canggi h tentun ya
akan lebih banyak bagi temua n yang berhar ga dari berbag ai
flora yang tumbu h di muka bumi ini.
m. Sistem Mata Pencah arian
Dalam Tantu Pangg elaran juga dapat dilihat bahwa pada
waktu dahulu masya rakatn ya sudah memp unyai berbag ai
ragam kegiat an yang berhub ungan dengan mata pencah arian,
sepert i bertan i yang digam barka n dari pekerj aan Sang

174
Mangukuhan (anak raja Kandiawan). Berdagang, dilukiskan
sebagai pekerjaan Sang Sandanggarba yang harus menyediakan
kekayaan pada ratunya. Kemudian pada bagian yang lain ada
uraian mengenai penjual laksa. Jenis pekerjaan lain adalah
penyadap.
Dalam naskah Tantu Panggelaran tidak ditemukan adanya
informasi khusus mengenai golongan masyarakat yang
hidupnya sebagai betemak. Namun demikian dapat diduga
bahwa ketika itu masyarakatnya sudah mengembangkan
sistem peternakan, terutama sapi (lembu). Dugaan ini
didasarkan atas isi cerita yang mengisahkan perihal Bathari
Uma mencari susu lembu betina hitam yang akhimya didapat
dari seorang penggembala sapi. Kemudian juga didapat:
keterangan serba sedikit ttentang barang-barang yang hendak
dipakai untuk upacara yang antara lain seperti daging sapi,
daging kerbau, ayam, dan itik.
Di samping yang telah disebutkan di atas ada juga orang
yang mempunyai mata pencaharian sebagai tukang batu
(ajalagrala). Atas dasar pertimbangan tersebut, maka bisa
dikatakan bahwa masyarakat pada saat itu telah menjalankan
berbagai jenis kegiatan sebagai mata pencahariannya.
Walaupun di dalam naskah tidak digambarkan secara lengkap,
namun informasi tersebut betapapun kecil tentu bermanfaat
bagi yang ingin mengetahuinya.
n. Kesenian
Kesenian menurut Koentjaraningrat dapat dibagi dua
yaitu : seni rupa atau kesenian yang dapat dinikmati dengan
mata dan seni suara atau kesenian yang dapat dinikmati
dengan telinga.
Dalam Tantu Panggelaran cukup banyak ditemukan hal-hal
yang berhubungan dengan kesenian. Walaupun seni itu juga
tidak digambarkan atau diceritakan dengan rinci. Bagian yang
berisi kesenian khususnya seni lukis bisa ditemukan dalam
uraian mengenai Hibu-tugahan yang sedang mencari suami.

175
Suami pertam a seorang pertapa kemudi an dilukis oleh Si Hibu.
Suami kedua, seorang pengem bara juga kemudi an dilukisn ya,
begitu juga suamin ya yang ketiga.
Adapu n dalam hal seni yang lain adalah tentang seni
membu at relief (ukir). Seni itu dapat dijumpa i dalam bagian
yang mencer itakan tentang patung Bathar a Wisnu yang diukir
oleh Mpu Tapa-P alet dan Tapa-W angkeng . Kemud ian mengen ai
seni suara dapat dijump ai dalam bagian yang mencer itakan
tentan g tugas yang diberik an oleh Hyang Buyut di Kutub
kepada murid-m uridnya . Tugas tersebu t salah satu diantar anya
adalah sebagai tukang melagu kan kakawi n (juro huma.fi-jang-
humaij jing). Samua informa si mengen ai kesenia n juga tidak
diserta i dengan keteran gan yang rinci. Oleh karena itu, hanya
itu pula yang bisa ditulisk an.
o. Nilai tentang Kasih Sayang Orang Tua Kepada Anakny a.
Menuru t Koentja raningr at sebagai akibat dari perkaw inan
akan terjadi suatu kelomp ok kekera batan yang disebu t
keluarg a inti. Suatu keluarg a inti terdiri dari seorang suami,
seoran g istri dan anak-a nak mereka yang belum kawin
(Koentj araning rat, 1977: 105).
Berkai tan dengan adanya Bentuk keluarg a inti seperti
terseb ut di atas dalam uraian ini akan disorot i tentang
hubung an kasih sayang antara orang tua (ayah-ib u) dan anak-
anakny a. Dalam Tantu Pangge laran, hubung an antara orang
tua dengan anak-an aknya tidak selalu digamb arkan secara
harmon is. Banyak peristiw a yang dapat dipetik dari Tantu
Pangge laran yang mengga mbarka n tentang hubung an antara
anak dan orang tua.
Pengga mbaran kehidu pan dari keluarg a raja dan ratu
Kandia wan yang berputr a lima orang, bisa disebut kan kalau
hubung an kasih sayang diantar a mereka terjalin dengan erat.
Karena raja Kandia wan tidak mau memili h satu diantar a
kelima anak untuk mengga ntikann ya menjad i raja, maka cara
yang dipilih adalah dengan membu at undian. Walapu n tidak

176
diterangkan lebih lanjut dalam naskah, namun dapat diambil
hikmahnya bahwa penggantian tahta itu berjalan dengan baik.
Dari gambaran tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa
kelima anaknya Raja Kandiawan sangat menghormati dan
patuh dengan orang tuanya. Hal itu bisa dilakukan apabila
kondisi dalam keluarga itu berjalan dengan harmonis.
Penggambaran yang lain tentang kasih sayang orang tua
kepada anak tercermin lewat cerita antara Bathara Guru
dengan anaknya Sang Gana, dimana Sang Gana mendapat
anugrah dari ayahnya bahwa apapun yang diucapkan akan
terwujud. Anugrah tersebut bisa dikatakan sangat berlebihan.
oleh karena itu, sang Tritunggal membuat ujian untuk Sang
Gana, Tatkala Sang Gana hampir kalah kemudian merubah
kepalanya menjadi Sang Brahma, yang dibantu oleh sang ayah
(Bathara Guru). Walaupun perbuatan sang ayah bisa dikatakan
curang, sebab mencampuri urusan antara Gana dan Brahma.
Namun dari cerita ini dapat ditarik hikmah kasih sayang orang
tua terhadap anaknya.
Dari penggambaran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kasih sayang orang tua kepada anak secara berlebihan tidaklah
baik. Sebab si anak bisa besar kepala dan tidak mandiri.
Penggambaran cerita lain tentang hubungan kasih sayang
antara anak dan orang tua tercermin lewat tokoh Bathara Guru
dan Bathari dengan anaknya masih kecil, Sang Gana Kumara,
Tatkala Bathari mencari makananan untuk sang anak, Bathara
Gurulah pengasuh kedua anaknya. dengan penuh kasih sayang
dihiburnya agar kedua anak tersebut agar hatinya merasa
senang.
Dari penggambaran itu tampak bahwa pengasuhan anak
menjadi tanggung jawab kedua orang tua, Kegiatan mencari
makan untuk anak-anaknya bukan melulu pekerjaan ayah.
Karena kalau dicermati dalam cerita tersebut yang mencari
makan untuk anak-anaknya adalah si ibu.

177
Di lain bagian dicerit akan tentan g anak yang lahir akibat
hubun gan suami istri, namun anak tidak diakui. Bahka n ada
kutuka n yang keluar dari mulut sang ibu terhad ap anakny a.
Atau malah an si ibu mening galkan si bayi karena sang anak
diangg apnya memb uat malu keluarg a. Gamb aran dari Tantu
Pangg elaran tentan g anak dan orang tua sepert i itu temya ta
sejak dahulu kala sudah ada. Namun yang perlu dikaji dan terus
dikem bangka n hendak nya hubun gan yang harmo nis, sedang kan
hubun gan-hu bunga n yang dishar moni henda knya dijadik an
guru kehidu pan. Agar peristi wa terseb ut tidak terulan g di
waktu sekara ng dan yang akan datang .
p. Nilai tentan g Musya warah
Dalam "Tantu Pangg elaran " ada bagian yang memu at
tentan g musya warah, walaup un cara bermu syawa rahnya tidak
digam barkan secara jelas. Namu n begitu dari uraian yang
serba sedikit terseb ut dapat dikata kan bahwa prinsip -prinsi p
demok rasi telah dijalan kan. Bagian yang mence ritakan tentan g
musya warah dapat dibaca pada Pigeau d halam an 58, yang
artiny a : "Oleh sebab itu, para dewa berku mpul untuk
bermu syawar ah, mengh adap pada Bathar a Guru", para dewa
berkum pul untuk bermu syawa rah dihada pan Batha ra Guru
terseb ut karena ada perma salaha n yang dihada pi, yaitu bahwa
manus ia yang ada di tanah Jawa pada waktu itu masih belum
menge nal pakaia n dan perala tan (Pigea ud, 1924:. 57--58).
Kemud ian Bathar a Guru menyu ruh para dewa untuk turun ke
bumi Jawa menga jari manus ia dalan berbag ai hal.
Dari uraian di atas dapat dipeti k pelaja ran tentan g
musya warah . Dalam mengh adapi berba gai masal ah,
masya rakat (masy arakat kedew aan) senan tiasa bertin dak
"seiya -sekat a", walau pun dalam naska h digam barkan
kehidu pan kedew aan, namun ajaran itu bisa diterap kan dalam
kehidu pan kita sehari- hari. Apalag i pada kehidu pan sekara ng
yang jauh lebih komple ks, perbed aan penda pat dan berbed a
kepent ingan adalah hal yang biasa dan sering muncu l. Untuk
itu apabil a prinsip musya warah dijalan kan dengan baik, niscay a
perbed aan-pe rbedaa n terse but bisa dicari jalan keluarn ya, dan

178
bukan untuk dipertentan gkan melainkan untuk dicari
kesepakatann ya.
q.. Nilai Toleransi (Tenggang Rasa)
Nilai-nilai ajaran yang berhubungan dengan kehidupan
bermasyarak at seperti sikap toleransi atau tenggang rasa
tampak menonjol dalam naskah Tantu Panggelaran . Sikap
sating menghargai terhadap kelompok lain (baik itu lain agama
maupun lain sekte) bisa dipelajari dari naskah Tantu
Panggelaran . Hal ini antara lain terdapat dalam cerita
mengenai Mpu Mahapalyat yang membelah tubuhnya menjadi
dua, yaitu menjadi Caiwa-Soga ta {penganut Caiwa dan
penganut Budha), bemama Mpu Barang dan Mpu Wabuh-bang
(Pigeaud, 1924: 109). Keduanya membuat tempat pertapaan di
Hangginah.
Dari cerita tersebut dapat diambil ajaran bahwa biarpun
kedua aliran tersebut (Ciwa dan Budha) berbeda, namun
keduanya bisa hidup rukun berdampinga n. Karena kedua aliran
itu tetap berasal dari satu sumber yang sama, yaitu Mpu
Mahapalyat yang merupakan penjelmaan dari Bathara Guru,
Dengan demikian apabila lebih dicermati lagi maka pada
dasarnya biarpun berbeda cara dan aturan-atura nnya dalam
menjalankan jiwa "keimanan"n ya, namun semua tetap pada
satu tujuan. Oleh karenanya bila hal itu dilakukan oleh
masyarakat kita sekarang, maka kecil kemungkina nnya
masyarakat bisa dipecah belah dengan isu agama atau
kepercayaan yang berbeda.
Seperti yang sekarang tampak di masyarakat mengenai
banyaknya agama beserta alirannya. Antara lain disebutkan,
Islam yang kemudian muncul golongan Muhammad iyah,
Nahdatul Ulama, Ahmadiyah, dan sebagainya. Juga Nasrani
yang mempunyai berbagai jenis aliran atau jemaat, Maka dalam
Tantu Panggelaran juga ditemui sejumlah pertapaan yang
dibedakan satu dengan lainnya menurut pakca. Kelompok itu
adalah resi, Caiwa, Sogata bhairawa, danjuga golongan kasturi
(Denys Lombard, 1976: 147) .

179
3.3 Relevansi -dan Peranannya dalam Penibinaan dan
Pengembangan Kebudayaan Nasional
Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta
"buddhayah" merupakan bentuk jamak dari "buddhill yang
berarti "budi" atau "akal". Dengan demikian kebudayaan dapat
diartikan sebagai "hal-hal yang bersangkutan dengan akal".
Sedangkan dalam bahasa Inggris, kebudayaan berasal dari kata
culture, Kata culture sendiri berasal dari bahasa latin yaitu
colere yang berarti "mengolah, mengerjakan" terutama
mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti
culture sebagai "segala daya upaya serta tindakan manusia
untuk mengolah tanah dan mengubah alam" (Koentjaraningrat,
1975 : 195),
Dalam hubungannya dengan kebudayaan nasional,
pemerintah mengaturnya lewat pasal 32 Undang-undang Dasar
1945 yang berbunyi "Pemerintah memajukan kebudayaan
nasional Indonesia". Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut:
Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai
buah usaha budinya rakyat Indoensia seluruhnya.
Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-
puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia
terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha
pengembangan kebudayaan harus menuju ke arah
kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak
menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang
dapat memperkembangkan atau memperkaya bangsa
sendiri serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa
Indonesia.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa
pengembangan kebudayaan nasional Indonesia harus
berorientasi pada sejarah bangsa di masa lalu, masa kini dan
masa yang akan datang dengan bersumber kepada Pancasila
dan UUD 1945, Usaha pembinaan dan pengembangan
kebudayaan nasional tidak lepas dari upaya penggalian dan

180
pembinaan sumber-sum ber kebudayaan daerah. Kebudayaan
daerah yang beraneka ragam dan tersebar di seluruh wilayah
Nusantara merupakan sumber potensial terwujudny a
kebudayaan nasional.
Dalam buku Kebijakan Tehnis Operasional Kesejarahan
dan Nilai Tradisional, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional,
disebutkan bahwa pembinaan kebudayaan dilakukan
dengan meningkatka n mutu dan mempersiapk an masyarakat
sebagai pendukung kebudayaan yang tanggap, tangguh, dan
bertanggung jawab dalam menghadap i tantangan zaman
dengan upaya menanamka n dan mengukuhka n nilai-nilai
budaya, pemikiran dan gagasan sesuai dengan perkembang an
ilmu dan teknologi. Dengan demikian, masyarakat bukan hanya
akan melestarikan pada tingkah laku yang sesuai dengan nilai-
nilai budaya nasional yang sedang dikembangka n, melainkan
menjadi pendukung kebudayaan yang aktif dan kreatif dalam
memperkem bangkan dan memperkaya kebudayaan.
Sedangkan dalam hal pengembang an kebudayaan adalah
bahwa pengembang an ditujukan untuk mempertingg i suatu
kebudayaan bangsa, memperkaya nilai-nilai dan memperkoko h
identitas budaya bangsa sesuai dengan penjelasan UUD 1945
pasal 32, serta mengupayak an tersedianya berbagai fasilitas
yang dapat mendukung upaya memajukan kebudayaan
nasional.
Dalam kaitannya dengan usaha penggalian, pembinaan dan
pengembang an kebudayaan, bisa dilakukan lewat berbagai
cara. Satu diantaranya adalah lewat karya sastra, karena
karya sastra merupakan manifestasi kehidupan masa lalu, masa
kini, dan masa yang akan datang, dengan mempelajari dan
mengkaji karya sastra, seperti "Tantu Panggelaran" , akan dapat
diketahui dan dihayati pikiran, pesan-pesan dan ajaran-ajaran
yang bernilai luhur sebagai pedoman masyarakat. Nilai-nilai
yang terkandung dalam Tantu Panggelaran seperti nilai
keagamaan (hubungan manusia dengan Tuhan), nilai tentang
kearifan, ataupun nilai tentang pengendalian diri, nilai gotong
royong, ajaran tentang cinta lingkungan alam, dan sebagainya

181
patut disebar luaskan pada masyarakat. Walaupun Tantu
Panggelaran ditulis pada masa lampau, namun karya sastra
merupakanh asil karya, cipta, dan karsa yang berlatarkan sastra
Jawa tersebut ternyata ajarannya masih relevan untuk masa
kini dan masa yang akan datang.
Kini masyarakat Indonesia tengah berada dalam alam
pembanguna n, yang dalam kenyataanny a telah melahirkan
serangkaian perubahan besar. Perubahan besar ini tidak hanya
menyangkut aspek-aspek fisik saja, melainkan juga diikuti
dengan perubahan orientasi nilai-nilai budaya, cara berpikir dan
pola-pola kehidupan masyarakat.
Dalam kondisi seperti ini keberadaan kebudayaan asli di
daerah-daer ah dengan perangkat nilai, -norma, dan adat-
istiadatnya yang selama ini telah menjadi pedoman masyarakat
pendukungn ya perlu untuk dikaji lebih dalam lagi, Sebab tidak
selamanya yang berbau traditional itu kuno dan tidak berguna.
Bahkan nilai-nilai Pancasila itupun digali dari nilai-nilai budaya
"asli" milik masyarakat bangsa ini. Oleh karena itu, kandungan
isi dari "Tantu Panggelaran " walaupun berlatarkan cerita
tentang asal mula manusia di Jawa, namun apabila ditelaah
ternyata penuh dengan berbagai ajaran. Jadi, tampaknya
reorientasi nilai-nilai budaya "asli" seperti naskah kuno "Tantu
Panggelaran" perlu dilakukan.

182
BAB IV
SIMPULAN

Berdasarkan uraian di muka dapat diketahui bahwa Tantu


Panggelaran adalah merupakan hasil karya sastra Jawa yang
mengandung berbagai umur mitos dan banyak mengandung
nilai budaya. Karya tersebut ditulis pada tahun 1557 dalam
bahasa Jawa tengahan.
Unsur mitos yang terkandung dalam Tantu Panggelaran
meliputi, mitos asal mula adanya manusia di Pulau Jawa,
mitos. Mitos asal mula manusia Jawa mengenal kebudayaan,
mitos asal mula adanya padi di Jawa, mitos asal mula adanya
gerhana, mitos asal mula adanya beberapa gunung di Jawa,
mitos asal mula adanya pohon nagasari, gadung, dan enau, serta
mitos sehubungan dengan nama hari saptawara dalam budaya
Jawa. Adapun nilai budaya yang terkandung dalam Tantu
Panggelaran antara lain nilai religius, nilai gotong-royong, nilai
musyawarah, nilai cinta lingkungan, nilai kesetiaan, dan nilai
disiplin.
Secara keseluruhan Tantu Panggelaran merupakan satu
diantara berbagai hasil karya sastra Jawa yang beraliran
Budhisme. Hal ini di samping dapat dilihat dalam keseluruhan
cerita yang banyak menyebutkan tokoh-tokoh tertentu yang
berkedudukan sebagai penganut sekte Budha, dalam awal
cerita juga disebutkan Bathara Guru mengutus putranya yang
bernama Bathara Iswara untuk mengajarkan sepuluh ajaran
agama Budha yang disebut "dasasila" dan lima larangan dalam
Agama Budha yang disebut "pancaciksa".

183
Daf'tar Pustaka

Hardjana, Andre.
1983 Kritik Sastra: Sebuah Pengantar, Jakarta:
PT. Gramedia.
Koentjaraningrat, Prof. Dr,
1974 Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan.
Jakarta: PT, Grarnedia,

1974 Pengantar Antropologi. Jakarta : Aksara-Baru.

Kusen, dkk,
1993 "Agama dan Kepercayaan Masyarakat Majapahit"
dalam 700 Tahun Majapahit (1293--1003) Suatu
Bunga Rampai. Surabaya
Lombard, Denys
1996 Nusa Jawa: Silang Budaya Kajian Sejarah Terpadu.
Bagian III. Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris,
Jakarta : Gramedia.
Panuti Sudjiman,
1990 Kamus Istilah Sastra. Jakarta : UI Press

Pigeaud,
1924 De Tantu Panggelaran. s' Gravenhage, Nederl.
Boekensteendrukkerij Voorhen h.l. Smits.

185
Poerbatjaraka, Prof. Dr. R. M. Ng dan Tardjan Hadidjaja,
1952 Kepustakaan Djawa. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Prijohutomo,
1953 Sedjarah Kebudajaan Indonesia II. Kebudajaan
Hindu di Indonesia. Djakarta.
Raka, A, A. Gg
1963 "Asal Mula Padi (Tjeritera Rakjat dari Bali)" dalam
Kumpulan Tjeritera Rakjat Indonesia. Halaman
15--19. Diterbitkan oleh Urusan Adat-Istiadat dan
Tjeritera Rakjat Dep, P.D. dan K, Djawatan
Keboedajaan.
Wojowasito, S.
1952 Sedjarah Kebudajaan Indonesia. Djakarta
Siliwangi.
Zoetmulder, P.J, dan Robson, S.0.
1995 Kamus Jawa Kuna-Indonesia. Penerjemah
Darusuprapto dan Sumarti Suprayitno. Jakarta :
PT. Gramedia Pustaka Utama.

186

Anda mungkin juga menyukai