Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah pembelajaran membaca (praktikum)
Disusun Oleh:
Nita (2010631080022)
2021/2022
KATA PEGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan nikmat-Nya dan sholawat
serta salam tak lupa tercurahkan kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW sehingga
penyelesaian makalah ini dapat berjalan dengan lancar dan tepat waktu.
Makalah yang berjudul “Keterbacaan” ini diselesaikan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Pembelajaran Membaca. Makalah ini diperoleh dari sumber-sumber yang ada di
internet maupun buku-buku pembelajaran. Satu tema yang disajikan terkait penulisan yang telah
dilakukan mengenai hal keterbacaan.
Penyusun mengucapkan terima kasih dan menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan sehingga penyusun menerima saran dan kritik dari pembaca. Penyusun berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat diperaktikkan dengan baik.
Penyusun
i
DAFTAR IS
KATA PEGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.3. Tujuan..................................................................................................................................2
1.4. Manfaat................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3
2.3. Wacana.................................................................................................................................5
ii
2.4.1. Formula Keterbacaan Spache....................................................................................6
3.1. Kesimpulan........................................................................................................................13
3.2. Saran..................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
memahami materi atau informasi yang ada pada bahan bacaan. Apalagi melihat kurikulum
2013 yang sangat berbasis menggunakan teks. Dalam arti, peserta didik sangat dituntut
untuk bisa memahami serta menghasilkan suatu teks bacaan dengan penggunaan bahasa
yang baik dan benar. Keterbacaan pada ruang lingkup pendidikan atau sekolah khususnya
kelas bawah, merupakan sebuah ukuran terhadap sesuainya atau tak sesuainya suatu
bacaan bagi para pembaca tertetu. Oleh sebab itu, makalah ini akan membahas tentang
berbagai kepemahaman keterbacaan.
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian dan konsep keterbacaan.
1.3.2. Untuk mengetahui konsep keterbacaan wacana.
1.3.3. Untuk mengetahui pengertian wacana.
1.3.4. Untuk mengetahui ragam tingkat keterbacaan wacana.
1.3.5. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi keterbacaan.
1.3.6. Untuk mengetahu syarat-syarat keterbacaan.
1.4. Manfaat
Manfaat dalam penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman serta
wawasan yang lebih luas lagi kepada kami maupun teman-teman dalam upaya
meningkatkan kemampuan membaca untuk mementuk karakter pada diri sendiri dan juga
dapat memberikan segala informasi tentang materi keterbacaan yang belum atau sudah
diketahui oleh pembaca.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pesan yang ada di dalamnya akan dibaca serta dipahami jika mudah dibaca, singkat, dan
bisa menjawab seluruh pertanyaan krusial yang dicari oleh pembaca. Bisa disimpulkan
bahwa keterbacaan merupakan istilah untuk mendeskripsikan kemudahan atau kesulitan
memahami suatu bacaan.
4
2.3. Wacana
Menurut KBBI, wacana merupakan satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan
dalam bentuk karangan arau laporan utuh seperti novel, buku, artikel, pidato atau
khotbah. Henry Guntur Tarigan (1987) mengemukakan bahwa wacana adalah satuan
bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan
koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan
dapat disampaikan secara lisan atau tertulis.
Pada penjelasan di atas sudah sangat jelas bahwa wacana memiliki bentuk dan
proposisi yang sangat berkesinambungan antar kalimat satu dengan kalimat-kalimat
berikutnya. Dalam bentuk penyampaian wacana bisa menggunakan bahasa lisan maupun
bahasa tulis. Dalam bahasa lisan sangat dibutuhkan lawan bicara atau audiens yang
nantinya akan menyimak sesuatu yang telah disampaikan oleh seseorang. Sedangkan
dalam bahsa tulis, seorang penulis harus memperhatikan dengan sangat teliti dalam
penggunaan bahasa, kata, maupun kalimat yang baik untuk ditulis agar nantinya tidak
ada kesulitan bagi para pembaca untuk memahami atau membaca wacana tersebut.
Wacana juga memiliki berbagai ciri dan sifat, Syamsudidin dkk (1998) mengungkapkan
sebagai berikut.
a. Wacana berupa rangkaian ujaran secara verbal atau rangkaian tindak tutur, dalam
hal tersebut menjelaskan bahwa wacana bisa berupa bahasa lisan maupun bahasa
tulis.
b. Wacana menyampaikan, dalam arti wacana merupakan hal yang bersifat untuk
menyampaikan sesuatu kepada audiens atau pembaca.
c. Penyampaian dalam wacana juga sangat teratur, sistematis, koheren, serta lengkap
dengan situasi pendukung lainnya,
d. Wacana memiliki satu kesatuan misi dalam sebuah rangkaian inti di dalamnya.
e. Wacana dibuat oleh unsur segmental dan nonsegmental. Unsur segmental adalah
suatu unsur yang terdapat di dalam kalimat tertulis yaitu, penulisan tanda baca,
huruf kapital, dan sebagainya sedangkan nonsegmental sebuah unsur wacana yang
berkaitan dengan konteks tertentu.
5
2.4. Ragam Tingkat Keterbacaan Wacana
Guna mengukur taraf keterbacaan sebuah wacana, terdapat sejumlah formula-
formula yang dapat dipergunakan. Penerapan formula keterbacaan ialah aktivitas belajar
yang sangat krusial serta harus dikuasai oleh pengajar juga peserta didik. Melalui hal
tersebut seorang peserta didik akan dibekali dengan kompetensi pada hal penerapan
formula keterbacaan. Formula-formula tadi umumnya dipergunakan untuk mengukur
taraf keterbacaan wacana, diantaranya sebagai berikut.
6
Pada angka bawah seperti 108, 112, 116, dan seterusnya menunjukkan data
jumlah suku kata per seratus kata, yakni jumlah kata dari wacana sampel yang
dijadikan sampel pengukuran keterbacan wacana. Angka-angka yang tertera di bagian
kiri grafik, yakni 25.0, 20, 18.7, serta seterusnya menunjukkan rata-rata jumlah
kalimat perseratus perkata. Hal tersebut merupakan perwujudan faktor panjag-pendek
kalimat. Angka-angka pada bagian tengah yang berada diantara garis penyekat
meunjukkan peringkat keterbacaan wacana. Angka 1 menunjukkan peringkat 1,
artinya wacana tersebut cocok untuk pembaca level 1 (kelas 1 Sekolah Dasar) dan
seterusnya. Langkah untuk mengukur keterbacaan wacana lewat grafik Fry ialah
sebagai berikut.
a. Memilih penggalan yang representatif dari wacana dengan mengambil atau
mengambil 100 kata.
b. Kemudian menghitung jumlah kalimat 100 kata tersebut hingga berpuluhan
terdekat. pada penghitungan kalimat ini, residu kata yang termasuk ke dalam
hitungan 100 itu diperhitungkan pada bentuk desimal (perpuluhan).
7
Maksudnya, apabila kata yang termasuk ke dalam hitungan 100 buah
perkataan (sampel wacana) tidak jatuh di ujung kalimat maka penghitungan
kalimat tidak akan selalu utuh, melainkan akan terdapat sisa. Sisanya berupa
sejumlah kata yang merupakan bagian serta deretan kata-kata yang
membentuk kalimat utuh. Residu kata yang termasuk pada hitungan 100 itu
diperhitungkan dalam bentuk desimal (perpuluhan).
Tata cara atau mekanisme penggunaan Grafik Raygor hampir sama dengan Grafik
Fry, langkah-langkahnya sebagai berikut.
a. Menghitung 100 buah perkata sebagai sampel.
b. Menghitung jumlah kalimat hingga pada persepuluhan terdekat untuk
mneghitung jumlah rata-rata kalimat.
8
c. Menghitung jumlah kata-kata sulit, yakni kata-kata yang dibentuk oleh 6
huruf atau lebih.
d. Akibat yang diperoleh dari langkah b dan c bisa diplotkan ke dalam grafik
Raygor untuk memilih taraf keterbacaan wacana
Tata cara atau mekanisme penggunaan Grafik Raygor hampir sama dengan Grafik
Fry, langkah-langkahnya sebagai berikut.
e. Menghitung 100 buah perkata sebagai sampel.
f. Menghitung jumlah kalimat hingga pada persepuluhan terdekat untuk
mneghitung jumlah rata-rata kalimat.
g. Menghitung jumlah kata-kata sulit, yakni kata-kata yang dibentuk oleh 6
huruf atau lebih.
9
h. Akibat yang diperoleh dari langkah b dan c bisa diplotkan ke dalam grafik
Raygor untuk memilih taraf keterbacaan wacana
Pada ke enam formula di atas, terdapat beberapa formula yang sering digunakan
untuk mengukur tingkat kemampuan membaca yaitu, formula keterbacaan Fry dan
formula keterbacaan Raygor. Pada kedua formula tersebut disediakan dua grafik yang
terdapat garis dan angka-angka di dalam, kanan, maupun kiri grafik yang sangat
berfungsi sekali unuk peserta didik mengetahui tingkat keberapa yang cocok untuk
memahami atau membaca suatu wacana. Hal tersebut sangatlah penting agar nantinya
tidak ada lagi kesulitan-kesulitan pembaca dalam memahami isi yang ada pada
sebuah bacaan atau wacana.
10
Panjang kalimat merupakan indeks yang mencerminkan adanya pengaruh jangka
ingat (memory span) terhadap keterbacaan. Beberapa peneliti membuktikan bahwa
faktor panjang kalimat ini termasuk salah satu faktor yang menyebabkan sebuah
wacana untuk sulit dipahami (Damaianti, 1995 dan Kurniawan, 1996). Ini berarti
bawa faktor panjang kalimat diyakini sangat berpengaruh terhadap tingkat
keterbacaan sebuah wacana. Harjasujana dan Mulyati (1996/1997: 107)
menegaskan bahwa ada dua faktor yang berpengaruh terhadap keterbacaan, yakni
panjang pendek kalimat dan tingkat kesulitan kata. Kedua faktor tersebut dijadikan
sebagai dasar pengukuran keterbacaan dalam menggunakan berbagai formula.
11
2. Adanya teks atau wacana
Teks merupakan salah satu saranan yang sangat penting dalam proses
belajar dan mengajar. Menurut Harjasujana dan Mulyati (1996: 106)
keterbacaan teks yang tinggi relatif mudah dipahami pembaca daripada
keterbacaan teks yang rendah. Teks mendukung tercapainya kompetensi yang
menjadi tujuan pembelajaran dan merupakan media komunikasi untuk
menginformasikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Dengan teks
seorang guru juga dapat menentukan bahan ajar yang akan disampaikan
kepada peserta didik. Teks atau wacana tersebut nantinya akan menjadi bahan
pertimbangan seorang guru untuk menentukan tingkat keterbacaan yang ccok
untuk diberikan kepada peserta didik.
3. Mengetahui formula-formula keterbacaan
Setelah terpenuhinya bahan ajar dan wacana yang akan diberikan kepada
peserta didik maka selanjutnya yaitu mengetahui dan memahami lebih dalam
tentang berbagai macam formula yang ada (formula spache, formula Dale dan
Chall, formula Fry, formula Raygor, formula SMOG, dan Teknik Uji
Rumpang). Dalam formula tersebut terdapat berbagai rumus-rumus
keterbacaan yang akan sangat membantu guru untukmmempersiapkan atau
mengubah tingkat keterbacaan materi bacaan yang hendak diajarkan.
12
13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Keterbacaan dapat didefinisikan sebagai hal atau ihwal terbacanya atau tidaknya
suatu bahan bacaan tertentu oleh pembacanya. Keterbacaan juga mempersoalkan tingkat
kesulitan atau tingkat kemudahan suatu bahan bacaan tertentu bagi peringkat pembaca
tertentu (Finn, 1993; Basuki dan Martutik, 2003). Dalam hal ini, keterbacaan (readability)
merupakan ukuran tentang sesuai atau tidaknya suatu bacaan bagi pembaca tertentu
dilihat dan segi tingkat kesukaran atau kemudahan wacananya. Dan seorang pendidik
atau guru harus mempunyai kemampuan dalam menentukan tingkat keterbacaan sebuah
wacana yang akan dijadikan sebagai bahan ajar. Keterampilan untuk mengubah tingkat
keterbacaan wacana harus dimiliki oleh setiap guru agar mampu mempertimbangkan
tingkat keterbacaan tulisanya sehingga dapat terbaca dengan baik oleh siswa. Untuk
mengetahui tingkat kemampuan peserta didik dalam keterbacaan wacana ini dapat
diketahui dengan cara mengetahui beberapa formula, yaitu formula keterbacaan Spache,
formula Dale dan Chall, grafik Fry, formula keterbacaan Raygor, formula SMOG, dan
teknik uji rumpang.
3.2. Saran
Berdasarkan tentang penjelasan keterbacaan di atas, kami sebagai penulis ingin
memberikan saran terhadap materi tersebut, yaitu hendaknya semua guru wajib memiliki
kemampuan dalam memahami keterbacaan guna mengukur sebuah teks bacaan yang
dapat disajikan tepat pada kemampuan perseta didik. Agar nantinya perseta didik dapat
memahami materi yang telah di sampaikan oleh guru sesuai dengan tingkat
keterbacaannya. Guru bahasa Indonesia sangat penting sekali untuk meningkatkan
kemampuan membaca perseta didik. Dalam hal tersebut, hendaknya guru menggetahui
atau mengusai benar teori-teori membaca. Para siswa hendaknya menggunakan banyak-
banyak membaca buku sebagai sumber belajar untuk meningkatkan prestasi belajar
mereka. Penulis atau penyusun buku diharapkan lebih cermat dan lebih memperhatikan
struktur kata dalam kalimat sehingga memenuhi kritria keterbacaan yang diharapkan.
14
Dalam meningkatkan kualitas pembelajaran membaca atupun pembelajaran lainya guru
dapat melaksanakan pembelajaran dengan beberapa model penelitian tindakan kelas.
15
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur (2009). Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa.
16