Anda di halaman 1dari 9

RINGKASAN TEORI KESUSASTERAAN

(RENE WELLEK & AUSTIN WARREN)

BAGIAN 1

DEFINISI DAN BATASAN

1. Sastra Dan Studi Sastra

Pertama-tama kita harus membedakan sastra dan studi sastra. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif,
sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu pengetahuan. Seorang penelaah satra harus dapat
menerjemahkan pengalaman sastranya dalam bahasa ilmiah, dan harus dapat menjabarkannya dalam
uraian yang jelas dan rasional. Studi sastra memiliki metode-metode yang absah dan ilmiah, walau tidak
selalu sama dengan metode ilmu-ilmu alam. Bedanya hanya saja ilmu-ilmu alam berbeda dengan tujuan
ilmu-ilmu budaya. Ilmu-ilmu alam mempelajari fakta-fakta yang berulang, sedangkan sejarah mengkaji
fakta-fakta yang silih berganti. Dengan demikian, studi sastra adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan
yang berkembang terus-menerus. Karya sastra pada dasarnya bersifat umum dan sekaligus bersifat
khusus, atau lebih tepat lagi: individual dan umum sekaligus. Hubungan sastra dan studi sastra
menimbulkan beberapa masalah yang rumit. Jalan keluar yang pernah ditawarkan bermacam macam,
sejumlah teoritikus menolak mentah mentah bahwa telaah sastra adalah ilmu, dan menganjurkan
penciptaan ulang sebagai gantinya yang dilakukan oleh Walter Pater (penyair inggris abad ke 19)
mencoba memindahkan lukisan terkenal Karya Leonardo da Vinci, Mona Lisa, dalam bentuk tulisan.
Akhirnya, perlu diingat bahwa setiap karya sastra pada dasarnya bersifat umum dan sekaligus bersifat
khusus. Seperti setiap manusia yang memiliki kesamaan dengan umat manusia pada umumnya, dengan
sesama jenisnya, dengan bangsanya, dengan kelasanya, dengan rekan rekan seprofesinya. Setiap karya
sastra mempunyai ciri yang khas, tetapi juga mempunyai sifat – sifat yang sama dengan karya seni yang
lain. Jadi, kita dapat membuat generalisasi terhadap karya sastra dan drama periode tertentu.

2. Sifat –Sifat Sastra

Salah satu batasan sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Edwin Greenlaw mendukung
gagasan ini: “segala sesuatu yang berkaitan dengan sejarah kebudayaan termasuk dalam wilayah kita”
(“Nothing related to the history of civilization is beyond our province”). Ilmuwan sastra “tidak terbatas
pada belles letters atau manuskrip cetakan atau tulisan dalam mempelajari sebuah peiode atau
kebudayaan” (“not limited to belles letters o even to printed or manuscript records in our effort to
understand a period or civilization”), dan kerja ilmuwan sastra harus dilihat “dari sumbangannya pada
sejarah kebudayaan” (“in the light of its possible contribution to the history of culture”).

Menurut teori Greenlaw dan praktek banyak ilmuwan lain, studi sastra bukan hanya berkaitan erat, tapi
identik dengan sejarah kebudayaan. Istilah sastra tepat diterapkan pada seni sastra, yaitu sastra sebagai
karya imajinatif. Bahasa adalah bahan baku dari sastra sebagai medianya dan bahasa itu sendiri bukan
benda mati seperti batu, melainkan ciptaan manusia dan mempunyai muatan budaya dan linguistic dari
kelompok pemakai bahasa tertentu. Bahasa ilmiah cenderung menyerupai sistem tanda matematika
atau logika simbolis. Sedangkan bahasa sastra penuh ambiguitas dan homonym dengan kata lain adalah
bahasa sastra sangat konotatif. Bahasa satra bukan sekedar bahasa referential, yang hanya mengacu
pada satu hal tertentu. Bahasa sastra mempunyai fungsi ekspresif, menunjukkan nada dan sikap
pembicara atau penulisnya. Bahasa sastra berusaha mempengaruhi, membujuk dan pada akhirnya
mengubah sikap pembaca.

Bahasa sehari- hari bukanlah sikap yang beragam. Bahasa percakapan, bahasa perdagangan bahasa
resmi, bahasa keagamaan dan slang anak muda termasuk bahasa sehari hari. Memang jarang ada
kesadaran atas tanda dalam bahasa sehari-hari. Tapi kesadaran ini muncul dalam simbolisme bunyi
nama dan kejadian, serta dalam permainan kata. Tak bisa diragukan lagi bahwa bahasa sehari-hari juga
mempunyai tujuan mencapai sesuatu, untuk mempengaruhi sikap dan tindakan.Jadi, pertama-tama
hanya secara kuantitatif saja dapat kita bedakan bahasa sastra dan bahasa sehari-hari. Dalam karya
sastra, sarana-sarana bahasa dimanfaatkan secara lebih sistematis.

3. Fungsi Sastra

Edgar Allan Poe melontarkan sastra berfungsi menghibur dan sekaligus mengajarkan sesuatu. Menurut
sejumlah teoritikus, fungsi sastra adalah untuk membebaskan pembaca dan penulisnya dari tekana
emosi. Mengekspresikan emosi berarti melepaskan diri dari emosi itu.segi manfaat sastra tidak terletak
pada ajaran-ajaran moralnya. Le bosu mengira hommer menulis illiad untuk itu, bahkan Hegel juga
menemukan hal yang sama dalam drama tragedi kesukaanya, Antigone. Bermanfaat dalam arti luas
sama dengan tidak membuang buang waktu, bukan sekedar kegiatan iseng. Jadi sesuatu yang perlu
mendapat perhatian serius. Menghibur sama dengan tidak membosankan, bukan kewajiban, dan
memberikan kesenangan.

Kalau suatu karya sastra brfungsi sesuai dengan sifatnya, kedua segi tadi ( kesenangan dan manfaat )
bukan hanya harus ada melainkan harus saling mengisi, kesenangan yang diperoleh dari sastra bukan
seperti kesenangan fisik lainnya , melainkan kesenangan yang lebih tinggi, yaitu kontemplasi yang tidak
mencari keuntungan, sedangkan manfaat keseriusan bersifat didaktis adalah keseriusan yang
menyenangkan, keseriusan estetis dan keseriusan persepsi. Meskipun demikian bisa saja seorang yang
berfikir serba relatif mengatakan bahwa minatnya pada puisi tidak berdasarkanpenilaian estetis, tapi
selera pribadi, seperti halya hoby main catur atau mengisi teka teki silang, sebaliknya seorang pendidik
bisa saja salah mencari keseriusan sastra yaitu mencarinya pada keterangan sejarah atau ajaran
moralnya.

4. Teori, Kritik, dan Sejarah Sastra

Dalam wilayah studi sastra perlu ditarik perbedaan antara teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra.
Yang pertama-tama perlu dipilah adalah perbedaan sudut pandang yang mendasar. Antara teori, kritik,
dan sejarah sastra tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Teori sastra adalah studi prinsip, kategori, dan
criteria yang ada pada satra itu sendiri. Kritik sastra adalah studi karya-karya konkret (pendekatan
statis). Dan sejarah sastra adalah mempelajari dan menyatukan sejarah sastra masa kini dan masa
lampau.

Ada alasan lain untuk memisahkan sejarah satra dan kritik sastra, bahwa penilaian merupakan hal yang
penting, tidsk dapat di sanggah. Tetapi dikatakan pula bahwa sejarah satra mempunyai kriteria dan
standartnya sendiri, yaitu kriteria dan nilai zaman yang sudah lalu. Menurut ahli rekonstruksi sastra, kita
harus masuk ke alam pikiran dan sikap orang- orang dari zaman yang kita pelajari. Rekonstruksi sejarah
sastra telah berhasil memusatkan perhatian pada maksud pengarang yang di telusuri melalui sejarah
kritik dan selera. Asumsinya, jika kita dapat memastikan maksud pengarang dan membuktikan bahwa
maksud pengarangnya tercapai, masalah kritik sastra sudah selesai. Pengarang sudah menunaikan tugas
zaman dan karyanya tidak perlu diulas lagi. Pendekatan ini mengakibatkan pengakuan standart tuggal
dalam kritik sastra yang didasarkan pada sukses dizamannya.

5. Sastra Umum, Sastra Bandingan, dan Sastra Nasional

Istilah sastra bandingan dalam prakteknya menyangkut bidang studi dan masalah lain. Pertama dipakai
untuk studi sastra lisan, terutama cerita cerita rakyat dan migrasinya, setra bagaimana dan kapan cerita
rakyat masuk ke dalam penulisan sastra yang lebih artistik. Sayangnya, hampir studi sastra lisan hanya
mengkhususkan diri pada studi tema dan migrasi sastra lisan dari satu negara ke negara lain. Tapi
syukurlah akhir akhir ini ahli folklor mulai mengalihkan perhatian dari studi pola, bentuk dan tehnik
kepada morfologi bentuk sastra, permasalahanya sekitar penceritaaan dan narator, serta pendengar
dongeng. Dengan demikian jalan untuk mengintegrasikan studi satra lisan dengan konsepsi sastra umum
sudah disiapkan. Meskipun studi karya lisan mempunyai permasalahanya tersendiri, yaitu permasalahan
penyebaran dan latar sosial. Lagi pula, kesinambungan sastra lisan dan sastra tulisan tidak pernah
terputus. Kedua mencakup studi hubungan antara dua kesusastraan atau lebih, pendekatan ini
dipelopori oleh klompok ilmuwan prancis yang disebut comparatistes, dipimpin oleh fernand balden
sperger, mereka mengulas soal reputasi, pengaruh dan ketenaran Goethe di Perancis dan di Inggris serta
keteneran Ossian, Carlyle, dan Shiller di Perancis. Metodeloginya lebih dari sekedar mengumpulkan
informasi tinjauan buku, terjemahan dan pengaruh. Dan yang ketiga sastra bandingan disamakan
dengan studi sastra menyeluruh.jadi sama dengan sastra dunia sastra umum atau universal. Istilah
sastra umum juga ada kekurangannya. Istilah ini dulu berarti poetika atau teori dan prinsip sastra Sastra
bandingan mempelajari hubungan dua kesusastraan atau lebih. Sastra umum mempelajari gerakan dan
aliran sastra yang melampaui batas nasional. Sastra nasional menuntut ppenguasaan bahasa asing dan
keberanian untuk menyisihkan rasa kedaerahan yang sulit dihilangkan.

BAGIAN 2

PENELITIAN PENDAHULUAN

6. Memilih dan Menyusun Naskah

Salah satu kegiatan ilmuwan adalah mengumpulkan naskah yang akan dipelajarinya, memulihkan dari
dampak waktu, dan meneliti identitas pengarang, keaslian, dan tahun penciptaan. Dan semua ini adalah
kegiatan persiapan.

Ada dua tingkat kegiatan persiapan dalam memilih naskah: (1) Menyusun dan menyiapkan naskah, (2)
Menentukan urutan karya menurut waktu penciptaan, memeriksa keaslian, memastikan pengarang
naskah, meneliti karya kerja sama dan karya yang sudah diperbaiki oleh pengarang atau penerbit.

Dan ada 5 kegiatan dalam menyusun naskah: (1) Menyusun naskah dan mengumpulkan naskah dalam
bentuk manuskrip atau cetakan (2) Membuat katalog atau keterangan bibliografi (3) Proses editing (4)
Proses menetapkan silsilah teks berbeda dengan kritik teks dan yang berikutnya , (5) Koreksi teks.
BAGIAN 3

STUDI SASTRA DENGAN PENDEKATAN EKSTRINSIK

7. Sastra dan Biografi

Penyebab utama lahirnya karya sastra adalah penciptanya sendiri yakni Sang Pengarang. Biografi dapat
dinikmati karena mempelajari hidup pengarang yang jenius, menelusuri perkembangan moral, mental,
dan intelektualnya.Dan dapat juga dianggap sebagai studi yang sistematis tentang psikologi pengarang
dan proses kreatif. Permasalahan penulis biografi adalah permasalahan sejarah. Penulis biografi harus
menginterpretasikan dokumen, surat, laporan saksi mata, ingatan, dan pernyataan otbiografis. Ada dua
pernyataan yang harus dijawab dalam menyusun biografi sastrawan. Pertama: sejauh mana penulis
biografi tersebut dapat memanfaatkan sebagai bahan atau pembuktian? Kedua: sejauh mana biografi itu
relavan dan penting untuk memahami karya sastra? Jawaban atas kedua pertanyaan ini sering sangat
optimistis. Bagaimana kalau menyusun biografi menulis tentang sastrawan zaman lampau yang sulit di
telusuri data biografisnya? Biasanya yang ditemukan hanyalah dokumen resmi seperti akte kelahiran,
surat perkawinan berkas perkara hukum, dan lain lain.

Pandangan bahwa seni adalah exspresi diri yang murni dan polos yakni perwujudan pengalaman pribadi
dan perasaan terbukti keliru. Meskipun ada karya yang erat kaitanya dengan kehidupan pengarangnya,
ini bukan bukti bahwa karya sastra merupakan fotokopi kehidupan. Pendekatan biografis sering
melupakan bahwa seni bukan sekedar perwujudan pengalaman, tetapi merupakan mata rantai tradisi
sastra dan konvensasi, yang menentukan apakah suatu karya tersebut drama atau puisi. Pendekatan
biografis tetap mempunyai dampak terhadap penilaian karya sastra. Tidak ada bukti bahwa biografi
dapat menambah atau mempengaruhi penilaian kritik sastra.

8. Sastra dan Psikologi

Psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan. Yang pertama studi psikologi pengarang sebagai tipe
atau studi pribadi. Kedua, studi proses kreatif. Ketiga, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang
diterapkan pada karya sastra. Keempat, mempelajari dampak sastra pada pembaca. Kemungkinan (1) &
(2) bagian dari psikologi seni. Kemungkinan (3) berkaitan pada bidang sastra. Kemungkinan (4) pada bab
sastra dan masyarakat. Proses kreatif meliputi seluruh tahapan, mulai dari dorongan bawah sadar yang
melahirkan karya sastra pada perbaikan terakhir yang dilakukan pengarang, yang mana pada bagian
akhir ini menurut mereka merupakan tahapan yang paling kreatif.

Kejeniusan sastrawan selalu menjadi bahan pergunjingan. Sejak zaman yunani, kejeniusan dianggap
disebabkan oleh semacam kegilaan dari tingkat neurotik sampai psikosis. Konsepsi zaman dulu yang
bertahan sampai sekarang adalah anggapan bahwa bakat penyair merupakan ganti dari sesuatu yang
hilang. Kebanyakan pengarang sekarang mulai meningggalkan freudianisme dan mereka sudah memulai.
Berhenti membuat psikoanalisa. Kebanyakan penyair menolak untuk disembuhkan atau menyesuaikan
diri dengan norma masyarakat. Menyesuaikan diri berarti mematikan dorongan menulis atau berarti
mengikuti arus lingkungan yang dianggapnya munafik dan borjuis. Teori seni sebagai gangguan emosi
menampilkan masalah hubungan imajinasi dengan kepercayaan.

9. Sastra dan Masyarakat


Sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan social, walaupun
karya sastra juga meniru alam dan dunia subjektif manusia. Penyair adalah warga masyarakat yang
mempunyai status khusus, maka dari itu dia mendapat pengakuan dan penghargaan masyarakat dan
mempunyai masa-walaupun hanya secara teoretis. Pembahasan hubungan sastra dan masyarakat
biasanya bertolak dari frase De Bonald bahwa” sastra adalah ungkapan masyarakat “(Literature is an
expression of society). Masalah kritik yang berbau penilaian bisa kita temukan dengan menemukan
hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat. Hubungan yang bersifat deskriptif : (1) Sosiologi
pengarang, profesi pengarang, institusi sastra (2) Isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal yang tersirat
dalam karya sastra itu sendiri (3) Permasalahan pembaca dan dampak social karya sastra.

Posisi sastrawan dalam masyarakat dapat ditelusuri secara jelas dalam sejarah. Dalam sastra lisan
populer, terlihat besarnya ketergantungan penyanyi. Pada abad pertengahan, kita mengenal beberapa
macam pengarang di ruang kecilnya. Sejarah mencatat adanya peralihan dukungan keuangan terhadap
sastrawan dari kalangan pelindung seni yaitu kaum bangsawan pindah ke para penerbit yang bertindak
sebgai agen pembaca. Tetapi sistem perlindungan oleh bangsawan tidak merata. Selain bangsawan,
gereja dan (kelak) teater ikut mendukung hidup jenis-jenis sastra tertentu. Untuk beberapa saat
lamanya, sastra kehilangan para dermawany. Padahal, saat itu khalayak pembaca juga kurang dapat
memberikan dukungan. Akibatnya, keadaan ekonomi para sastrawan zaman itu sangat parah.

10. Sastra dan Pemikiran

Sastra sering dilihat sebagai suatu bentuk filsafat, atau sebagai pemikiran yang terbungkus dalam bentuk
khusus. Sastra dianalisis untuk mengungkapkan pemikiuran-pemikiran hebat. Karya sastra dapat
dianggap sebagai dokumen sejarah pemikiran dan filsafat, karena sejarah sastra sejajar dan
mencerminkan sejarah pemikiran. Beberapa puluh tahun yang lalu, sekelompok ilmuwan Amerika
menggambarkan studi hubungan sastrawan dengan pemikiran dan menamakan metode mereka dengan
“sejarah pemikiran”. Sejarah pemikiran secara tidak langsung membantu pemahaman sastra. Selain itu
Lovejoy juga menentang kecenderungan sejarah filsafat untuk mencari unsur-unsur ilmiah pada karya
sastra secara berlebihan. Lovejoy mengungkapan bahwa pemikiran ditentukan oleh asumsi kebiasaan
mental yang tidak di sadari.

Manfaat pengetahuan sejarah filsafat bagi pemahaman karya sastra memang sangat besar, lagi pula
sejarah sastra terutama jika dipenuhi oleh pengarang – pengarang seperti Pascal, Emerson dan
Nietzsche secara terus menerus berisi masalah – masalah sejarah pemikiran. Kalau dilihat secara
terpisah dari karya sastra zamannya, secarah kritik memang merupakan bagian dari sejarah pemikiran
estetika.

BAGIAN 4

STUDI SASTRA DENGAN PENDEKATAN INTRINSIK

11. Sastra dan Seni

Hubungan sastra dengan seni rupa dan seni musik sangat beragam dan rumit. Kadang-kadang puisi
mendapat inspirasi dari lukisan, patung, atau musik. Karya seni seperti halnya benda dan manusia sering
menjadi tema dan objek puisi. Sebagaimana sastra terutama lirik dan drama banyak memakai musik,
sastra juga bisa menjado tema seni lukis atau musik terutama seni suara dan musi program. Karya sastra
sering menghasilkan efek yang sama dengan efek sebuah lukisan atau menghasilkan efek musikal. Unsur
musik dalam sajak, kalau dianalisis, ternyata berbeda dengan melodi musik. Unsur musik disini lebih
merupakan hasil susunan pola fenetik, penghindaraan akumulasi konsonan, atau efek ritmis tertentu.
Puisi-puisi Romantik (seperti puisi Tieck dan kemudian Verlaine) memakai kesan musikal untuk menekan
makna, menghindari kontruksi logis, dan memilih konotasi daripada denotasi. Puisi yang strukturnya
terjalin secara padu kurang cocok dijadikan lagu, sedangkan puisi-puisi Heine dan Wilhelm Muller yang
kurang bermutu cocok untuk lirik lagu Schubert dan Schumann yang paling indah. Puisi dengan nilai
sastra tinggi bisa rusak dan kabur strukturnya jika dijadikan musik walaupun musiknya sangat bagus.
Kesejajaran sastra dan seni sering membuat orang merasa bahwa lukisan dan puisi tertentu
menghasilkan suasana hati (mood) yang sama. Jadi, puisi zaman kini memerlukan poetika baru dan
teknik analisis yang tidak bisa diambil dari terminologi seni rupa. Baru sesudah mendapatkan
terminologi yang tepat untuk menganalisis karya sastra, kita dapat menentukan batas-batas periodisasi
sastra dan bukan sekadar batasan metafisik yang disatukan oleh satu “semangat zaman”

12. Modus Keberadaan Karya Sastra

Penentuan akhir setiap baris, pengelompokan baris menjadi stansa dan alenia persajakan dan
permainan kata dapat di lihat dari ejaan serta banyak teknik lain harus dianggap sebagai faktor integral
dalam karya sastra. Percetakan adalah bagian penting dari puisi modern karena pada dasarnya puisi di
lihat bukan didengar. Perbedaan gaya pengucapan, penekanan, tempo, dan tinggi rendahnya, suara
ditentukan oleh kepribadiaan pembaca yang menunjukkan interprestasi pembaca. Puisi merupakan
pengalaman pembacanya. Pengalaman membaca puisi di tentukan oleh ke biasaan individu, dan
suasana hati. Puisi merupakan sesuatu yang dialami dan diciptakan kembali dalam setiap pengalaman
pembaca. Pengajaran sastra bertujuan meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap teks. Puisi
juga merupakan pengalaman baik sadar maupun tak sadar. Puisi bukanlah pengalaman seseorang
ataupun gabungan pengalaman. Puisi hanyalah penyebap potensial dari pengalaman. Puisi yang
sebenarnya harus dilihat sebagai struktur norma yang diwujutkan melalui pengalaman pembaca.
Terdapat beberapa pembagian strata yaitu strata bunyi, uniknya makna dan objek yang mewakili oleh
kata duni sang novelis. Stratum dunia di lihat dari sudut pandang tertentu tidak dinyatakan tetapi
tersirat. Karya sastra merupakan sesuatu yang diciptakan pada satu titik waktu dan dapat berubah serta
musnah. Hal tersebut menyerupai sistem bahasa.

13. Efoni, Irama, dan Matra

Karya sastra adalah urutan bunyi yang menghasilkan makna.Didalam sejumlah karya sastra stratum
bunyi memang kadang kurang penting sedangkan didalam stratum fonetik tetap merupakan prasyarat
makna.Dalam banyak karya sastra,stratum bunyi menarik perhatian efek estetis dan berlaku untuk karya
prosadan puisi.Dalam menganalisis efek bunyi kita harus selalu mengingat ada dua prinsip.Pertama kita
harus membedakan penyajian puisi secara lisan danpola suara puisi.Kedua yang umum adalah bahwa
bunyi harus dianalisis terpisah dari makna. Efoni adalah kombinasi bunyi dalam puisi yang indah dan
menimbulkan kesam merdu.Didalam efoni kita perlu membedakan dua macam unsur bunyi yaitu.Yang
pertama unsur bunyi yang melekat dan terikat, misalnya kekhasan bunyi a atau o atau juga I dan o.
Kualitas ini merupakan dasar untuk efek musikal atau efoni.Kedua unsur bunyi yang terkait yang
merupakan dasar irama dan matra, misalnya adalah titik nada, lama bunyi, tekanan dan pengulangan.
Masalah irama bukan hanya terbatas pada sastra atau bahkan bahasa.Irama sebagai bunyi yang
berulang secara periodik.Irama dekat hubungannya dengan melodi, intonasi yang ditentukan oleh
urutan tinggi rendah suara. Ilmu matra adalah bidang ilmu yang sudah banyak ditekuni. George R.
Stewart memformulasikan bahwa puisi dapat berdiri tanpa makna karena matra pada dasarnya tidak
tergantung dari makna, kita dapat mencoba mereproduksi struktur matra dari baris mana saja tanpa
melihat maknanya.

14. Gaya dan Stilistika

Karya sastra hanyalah seleksi dari beberapa bagian dari suatu bahasa tertentu. F.W.Bateson
mengemukakan bahwa sastra adalah bagian dari sejarah umum bahasa dan sangat tergantung padanya.
Dalam tesisnya dia berkata: pengaruh zaman pada sebuah puisi tidak dapat dilihat dari penyairnya, tapi
dari bahasa yang dipakainya. Stilistika tidak dapat diterapkan dengan baik tanpa dasar linguistic yang
kua, karena salah satu perhatian utamanya adalah kontras system bahasa karya sastra dengan
penggunaan bahasa pada zamannya. Manfaat stilistika yang sepenuhnya bersifat estetis.

15. Citra, Metafora, Simbol, dan Mitos

Jika kita berhenti menguraikan puisi dalam bentuk prosa dan mulai mrmpelajari makna puisi dari
keseluruhan strukturnya yang kompleks, berarti kita mulai berhadapan dengan inti struktur puisi, yaitu
citra, metafora, simbol dan mitos. Menurut seorang kritikus modern, dua unsur yang mendasari puisi
adalah matra dam metafora. Lagi pula, matra dan metafora tidak dapat dipisahkan, dan definisi puisi
harus cukup luas sehingga mencakup keduanya dan dapat menerangkan keduanya. Teori puisi tadi juga
dikemukakan oleh Coleridge dalam Biographia Literaria. Pencitraan adalah topik yang termasuk dalam
bidang psikologi dan studi sastra. Dalam psikologo kata citra berarti reproduksi mental, sutu ingatan
masa lalu yang besifat indrawi dan berdasarkan presepsi dan tidak selalu bersifat visual. Ahli-ahli
psikologi dan estetika menyusun berbagai macam pencitraan. Ada pencitraan yang berkaitan dengan
cita rasa pencicipan, ada yang berkaitan dengan penciuman. Ada pula yang berkaitan dengan suhu dan
tekanan. Simbol adalah suatu istilah dalam logika, matematika, semantik, semiotik dan epistomologi,
simbol juga memiliki sejarah panjang didunia teotologi, dibidang liturgi, di bidang puisi dan seni rupa.
Unsur yang sama dalam beraneka penggunaan di atas adalah sifat simbol unruk mewakili sesuatu yang
lain. Simbol logika dan aljabar adalah tanda konvensional yang disetujui bersama. Mitos adalah naratif,
cerita, yang dikontraskan dengan wacana dialektis, eksposisi. Mitos bersifat irasional dan instuitif, bukan
uraian filosofis yang sistematis. Istilah mitos mengacu dan meliputi wilayah makna yang penting, yang
masuk dalam bidang agama, foklor, antropologi, sosiologi, psikoanalisis dan seni rupa. Dalam pengerian
luas, mitos adalah cerita anonim mengenai asal mula alam semesta dan nasib serta tujuan hidup. Dalam
sastra motif mitos yang penting adalah citra atau gambar yang ditampilkan, unsur mitos yang bersifat
sosial atau supernatural, cerita atau unsur naratifnya, segi arketip atau universalnya, perwujudan
simbolis dari hal-hal yang ideal dalam adegan-adegan yang nyata, sifatnya yang menyiratkan ramalan,
rencana, dan unsur mistiknya

16. Sifat dan Ragam Fiksi Naratif

Realitas dalam karya fiksi, yakni ilusi kenyataan dan kesan meyakinkan kepada pembaca,tidak selalu
merupakan kenyataan sehari-hari.Raalisme dan naturalisme dalam drama atau novel adalah
gerakan,kovensi,dan gaya sastra atau sastra filsafat,seperti romantisme dan suralisme. Fiksi naratif atau
lebih tepatnya cerita berkaitan dengan waktu atau urutan waktu.Cerita banyak bersumber dari
sejarah.Sastra sering digolongkan sebagai seni waktu (berbeda dengan seni lukis dan seni patung yang
merupakan seni ruang). Sejarah adalah sesuatu yang tidak nyata:sejarah adalah hanyalah usaha yang
membuka gulungan waktu yang tidak menghasilkan sesuatu yang luar biasa;dan novel adalah sejarah
yang fiktif.Dalam bahasa Inggris ada dua ragam fiktif naratif yang utama disebut romance(romansa) dan
novel.Perbedaan dua ragam tersebut ialah novel adalah gambaran kehidupan dan perilaku nyata dan
romance hanyalah ditulis dalam bahasa yang agung dan diperindah.Novel bersifat ralistis sedangkan
romance bersifat puitis dan epic.

17. Genre Sastra

Teori genre adalah suatu prinsip keteraturan yaitu sastra dan sejarah sastra diklasifikasikan tidak
berdasarkan waktu atau tempat, tetapi berdasarkan tipe struktur atau susunan sastra tertentu.
Aristoteles dan Horace memberikan dasar klasik untuk pengembangan teori genre yaitu ada dua jenis
utama sastra, tragedi dan epik. Aliran Neo- Klasik adalah percampuran antara resionalisme dan sikap
otoriter, kecenderungannya adalah bersifat konservatif, mempertahankan sejauh mungkin jenis-jenis
yang berasal dari tradisi kuno, terutama jenis tradisi puitis. Hierarki jenis-jenis sastra sebagian
merupakan suatu kalkulus yang bersifat hedonistis artinya dalam doktrin-doktrin klasik, skala
kesenangan tidak bersifat kuantitatif. Masalah genre jelas merupakan masalah inti sejarah sastra dan
sejarah kritik sastra, serta kaitan antara keduanya. Masalah genre meletakkan masalah filosofis yang
menyangkut kaitan antara kelas dan individu pengarang, serta kaitan antara satu orang dan banyak
orang, dalam konteks sastra yang kusus. Masalah genre adalah masalah yang menyangkut sifat dari
bentuk-bentuk sastra yang universal.

18. Penilaian

Kita perlu membedakan istilah “nilai” dari “penilaian”. Sepanjang sejarah, orang telah tertarik dan
menganggap sastra lisan maupun cetakan “bernilai” positif. Tetapi kritikus dan filsuf yang membuat
“penilaian” terhadap sastra, atau karya sastra tertentu, mungkin mengambil keputusan yang yang
negatif. Konsep tentang kemurnian adalah saslah satu unsur analisis, kita dapat mulai dengan unsur
yang lain, yaitu unsur susnan da gunsi, yang menentukan suatu karya sastra atu bukan sastra bukanlah
unsur-unsurnya, tetapi bagaimana unsur-unsur itu disatukan dan berfungsi.Kita perlu menilai kesastraan
sastra berdasarkan kriterian estetis dan menilai kebesaran suatu karya sastra berdasarkan kriterian
eksatra-estetis, kita perlu membuat dikontomi atas penilaian yang pertama,yaitu penilaian kesastraan.
Mula-mula kita mengklasifikasikan konstruksi verbal karya sastra (misalnya
cerpen,puisi,drama),kemudian kita menanyakan apakah karya sastra itu merupakan karya sastra itu
damam suatu ranking untuk mendapatkan kedudukanya sebagai pengalaman estetis,penialaian kedua
,mengenai kebesaran karya sastra menyangkut astandr dan norma ,kritikus-kritikus modern yang hanya
membatasi diri pada penilaian pertama disebut kelompok”formalis”. Aliran formalisme terhadap seni
bersifat otomistis, mengukur sifat puitis bahan-bahan mentah saja, dan tidak mengukur nilai puitis
keseluruhan karya. Keinginan untuk mengukuhkan nilai-nilai sastra yang objektif, bukan berarti
menjanjikan keterikatan pada suatu norma-norma yang statis, yang tidak mengenal penambahan nama
dan perubahan peringkat.

19. Sejarah Sastra

Sejarah sastra adalah sejarah sosial atau sejarah pemikiran dengan mengambil contoh karya sastra, atau
impresi dan penilaian atas beberapa karya sastra yang diatur kurang lebih secara kronologis. Ada
kelompok lain yang menyadari bahwa sastra adalah seni nomor satu, sayangnya kelompok ini tidak
dapat menulis sejarah. Mereka hanya menampilkan satu seri esai tentang pengarang-pengarang
tertentu, yang saling dikaitkan oleh “pengaruh – pengaruh “, tetapi esai – esai itu tidak didasarkan pada
konsepsi evolusi sejarah yang nyata. Kebanyakan sejarah sastra yang paling menonjol adalah sejarah
kebudayaan atau kumpulan kritik sastra. Tipe pertama adalah disebut sejarah seni, sedangkan tipe yang
kedua bukan sejarah seni. Tugas utama sejarah sastra adalah meletakkan kedudukan yang tepat dari
setiap karya dalam suatu tradisi.Salah satu tipe seri evolusi dapat disusun dengan cara memisahkan
salah satu kecenderungan dalam karya sastra, lalu menelusuri perkembangannya dalam mencapai suatu
tipe ideal (walaupun hanya sementara saja bersifat ideal). Pada kriteria sastra yang murni. Suatu periode
bukanlah suatu tipe atau kelas, tetapi merupakan bagian waktu yang dijabarkan oleh sistem norma yang
melekat pada proses sejarah, dan tidak dapat dilepaskan daripadanya.Kejelasan tentang skema
hubungan antara beberapa metode merupakan obat untuk kerancuan mental, meskipun seseorang
berhak untuk mengkombinasikan beberapa metode dalam menyusun sejarah sastra.

Anda mungkin juga menyukai