Anda di halaman 1dari 15

Nama : Hilda Day Ata Ndima

Kelas : B
Nim : 2001010053

TUGAS 1
Topic : Hakikat Dan Fungsi Sastra

1. Pengertian Sastra
Jawab:
Menurut buku prinsip-prinsip kritik sastra,pengarang:prof.Dr.Rachmat Djoko
Pradopo teori sastra adalah bidang studi sastra yang berhubungan dengan teori-teori
kesusastraan.
Menurut Teeuw dari buku intisari sastra Indonesia,pengarang: ani andriyani
kesusastraan berasal dari bahasa sansekerta,yaitu susastra. Su memiliki arti’baik atau
bagus’,sedangkan sastra memiliki arti’buku,tulisan,huruf,atau teks yang mengandung
pedoman atau intruksi.dengan demikian kesustraan merupakan himpunan buku-buku yang
mempunyai bahasa-bahasa yang indah serta isi yang mengandung pedoman untuk
mengerjakan hal-hal baik. Sementra itu,menurut sumardjo dan saini,sastra adalah ungkapan
pribadi manusia yang berupa pengalaman,pemikiran ,perasaan,ide,semangat keyakinan
dalam sebuah bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Sastra adalah ungkapan ekspresi manusia berupa karya tulisan atau lisan berdasarkan
pemikiran, pendapat, pengalaman, hingga ke perasaan dalam bentuk yang imajinatif,
cerminan kenyataan atau data asli yang dibalut dalam kemasan estetis melalui media bahasa.
Pengertian di atas diperkuat oleh Sumardjo & Saini (1997: 3) yang berpendapat bahwa
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide,
semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona
dengan alat bahasa.(sumber internet)

2. Mengapa sastra itu ada?


Jawab:
Salah satu karunia yang dianugrahi Allah kepada kita manusia adalah keindahan, ini
karunia yang tidak  ada tara tingginya, karena Allah tidak menganugrahkan kepada mahluk
lain selain manusia. Tentu saja karena manusia adalah mahluk yang berperasaan, karena
perasaan adalah alat untuk mengukur keindahan. Dengan perasaan manusia bisa menangkap
keindahan itu dari hal-hal yang berada disekitarnya.  Keindahan alam, keindahan budaya,
keindahan budi pekerti, keindahan – keindahan itu kemudian diolah menjadi harmoni
tertentu dalam jiwa manusia, yang muncul dalam bentuk ekpresi-ekpresi manusia yang
kemudian disebut dengan istilah Seni. dari macam- macam seni itulah sastra lahir, sastra
sebagai salah satu ekpresi keindahan yang ditangkap oleh perasaan manusia. Tapi ada yang
istimewa dari sastra dibanding seni yang lainnya, yakni sastra dapat dijadikan sebagai
cerminan kehidupan manusia.(sumber internet).
3. Asal muasal sastra
Jawab:
Dalam bahasa-bahasa “Barat”, istilah sastra secara etimologis diturunkan dari bahasa
Latin literature (littera=huruf atau karya tulis). Istilah itu dipakai untuk menyebut tatabahasa
dan puisi. Istilah Inggris Literature, istilah Jerman Literatur, dan istilah Perancis litterature
berarti segala macam pemakaian bahasa dalam bentuk tertulis.
Dalam bahasa Indonesia, kata ‘sastra’ diturunkan dari bahasa Sansekerta (Sas- artinya
mengajar, memberi petunjuk atau instruksi, mengarahkan; akhiran -tra biasanya
menunjukkan alat atau sarana) yang artinya alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku
instruksi atau pengajaran. Misalnya: silpasastra (buku petunjuk arsitektur), kamasastra (buku
petunjuk mengenai seni cinta)
Istilah ‘sastra’ (yang di Eropa baru muncul sekitar abad ke-18 itu) pertama-tama
digunakan untuk menyebut pemakaian bahasa dalam bentuk tertulis
Dalam bahasa Perancis, dipergunakanlah istilah belles-lettres (yang berarti: tulisan yang
indah dan sopan) sebagai istilah yang khas untuk menyebut karya sastra yang bernilai
estetik. Dalam bahasa Indonesia, ada teoretisi yang menyebut awalan su dalam kata susastra
yang berarti: baik, indah, perlu dikenakan kepada karya-karya sastra untuk membedakannya
dari bentuk pemakaian bahasa lainnya.
Persoalannya adalah tidak semua karya sastra (terutama terlihat pada seni-seni modern)
menggunakan bahasa yang indah dan berbunga-bunga. Foucault menyebutkan bahwa sastra
modern lahir dan bertumbuh di dalam kemapanan bahasa dan kungkungan pola-pola
linguistik yang kaku
Para ahli kesusastraan umumnya sepakat untuk mengatakan bahwa tidak mungkin
dirumuskan suatu definisi mengenai sastra secara universal.
‘Sastra’ hanyalah sebuah istilah yang dipergunakan untuk menyebut sejumlah karya dengan
alasan tertentu dalam lingkup kebudayaan tertentu

4. Persoalan Seputar Defenisi Sastra Atau Mengapa Defenisi Sastra Selalu Ditentang Dan
Tidak Berlaku Universal.
Jawab:
Ada bermacam-macam definisi tentang kesusastraan. Namun demikian, diskusi
tentang hakikat sastra sampai sekarang masih hangat. Hal itu karena banyak definisi yang
tidak memuaskan. Definisi-definisi yang pernah ada kurang memuaskan karena :
a. Pada dasarnya sastra bukanlah ilmu, sastra adalah cabang seni. Seni sangat ditentukan
oleh faktor manusia dan penafsiran, khususnya masalah perasaan, semangat, kepercayaan.
Dengan demikian, sulit sekali dibuat batasan atau definisi sastra di mana definisi tersebut
dihasilkan dari metode ilmiah.
b. Orang ingin mendefinisikan terlalu banyak sekaligus. Seperti diketahui, karya sastra
selalu melekat dengan situasi dan waktu penciptaannya. Karya sastra tahun 1920-an tentu
berbeda dengan karya sastra tahun 1966. Kadang-kadang definisi kesusastraan ingin
mencakup seluruhnya, sehingga mungkin tepat untuk satu kurun waktu tertentu tetapi
ternyata kurang tepat untuk yang lain.
c. Orang ingin mencari definisi ontologis tentang sastra (ingin mengungkap hakikat sastra).
Karya sastra pada dasarnya merupakan hasil kreativitas manusia. Kreativitas merupakan
sesuatu yang sangat unik dan individual. Oleh sebab itu sangat tidak memungkinkan jika
orang mau mengungkap hakikat sastra.
d. Orientasinya terlalu kebarat-baratan. Ketika orang mencoba mendefinisikan kesusastraan,
orang cenderung mengambil referensi dari karya-karya barat. Padahal belum tentu telaah
yang dilakukan untuk karya sastra Barat sesuai untuk diterapkan pada karya sastra
Indonesia.
Biasanya terjadi percampuran antara mendefinisikan sastra dan menilai bermutu
tidaknya suatu karya sastra. Definisi mensyaratkan sesuatu rumusan yang universal, berlaku
umum, sementara penilaian hanya berlaku untuk karya-karya tertentu yang diketahui oleh
pembuat definisi.
Beberapa definisi yang pernah diungkapkan orang :
a. Sastra adalah seni berbahasa.
b. Sastra adalah ungkapan spontan dari perasaan yang mendalam.
c. Sastra adalah ekspresi pikiran (pandangan, ide, perasaan, pemikiran) dalam bahasa.
d. Sastra adalah inspirasi kehidupan yanag dimateraikan dalam sebuah bentuk keindahan.
e. Sastra adalah buku-buku yang memuat perasaan kemanusiaan yang mendalam dan
kebenaran moral dengan sentuhan kesucian, keluasan pandangan, dan bentuk yang
mempesona.
f. Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan,
ide, semangat, keyakainan dalam suatu bentuk gambaran kongkret yang membangkitkan
pesona dengan alat bahasa.

5. Ciri sebuah teks disebut teks sastra


Jawab:
Sesuatu disebut teks sastra jika:
(1) teks tersebut tidak melulu disusun untuk tujuan komunikatif praktis atau sementara
waktu,
(2) teks tersebut mengandung unsur fiksionalitas,
(3) teks tersebut menyebabkan pembaca mengambil jarak,
(4) bahannya diolah secara istimewa, dan
(5) mempunyai keterbukaan penafsiran.

6. Fungsi Sastra
Jawab:
Sastra memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan masyarakat. Selain menghibur,
memperluas wawasan juga untuk menajamkan nurani, berempati kepada orang lain dan
sebagainya.
Adapun fungsi sastra dalam kehidupan adalah.
1. Fungsi Reaktif
Fungsi reaktif berarti sastra itu dapat menghibur bagi pembaca dan penikmatnya. Misalnya
kisah-kisah lucu dalam sebuah novel membuat pembaca terhibur. Atau kisah inspiratif
dalam sebuah karya sastra membuat pembaca lebih berempati.

2. Fungsi Didaktif
Sastra juga bersifat mendidik atau mengedukasi pembaca.Karena di dalam karya sastra
terdapat berbagai unsur dan nilai yang bisa kita petik juga sesuai dalam kehidupan sehari-
hari.
3. Fungsi Estetis
Sastra adalah tulisan indah. Sehingga, bisa dikatakan bahwa sastra memiliki nilai estetika
yang mana dapat dinikmati oleh penikmat dan pembaca.

7. Manfaat sastra
Jawab:
Karya-karya sastra yang ditulis dapat memberikan efek kepada pembacanya. Bahkan
sastra bisa mengubah kebiasaan suatu kaum.selain itu,sastra adalah cermin kehidupan karena
karya sastra dibuat sebagai imitasi kehidupan yang sebenarnya. Sehingga pembaca dapat
memperoleh manfaat atau hikmah dari suatu kisah,selain itu dengan mendalami sastra,para
pembaca dapat menajamkan nurani dan rasa kemanusiaan lewat kisah yang dibacanya sebab
ada banyak sekali penulis yang menyelipkan pesan-pesan moral di dalam karya sastra.
TUGAS 2
TOPIK: Teori dan Pendekatan dalam Kajian Sastra

1. Apa Itu Teori?


Jawab:

Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena
dengan menentukan hubungan antarvariabel, dengan maksud menjelaskan fenomena
alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran
teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa
variabel-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan. Dalam ilmu
pengetahuan, teori dalam ilmu pengetahuan berarti model atau kerangka pikiran yang
menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan,
dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu
hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk
menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda
mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan). Sering kali, teori dipandang
sebagai suatu model atas kenyataan (misalnya: apabila kucing mengeong berarti minta
makan). Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak pengamatan dan terdiri atas
kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan.

2. Apa itu Pendekatan?


Jawab:
Pendekatan diartikan sebagai proses membuat atau cara mendekati, diartikan pula
sebagai usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan
objek yang diteliti atau metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian.
Sedangkan mengapresiasi adalah memberikan pengertian, pemahaman, dan penghargaan.
Jadi mengapresiasi sastra adalah seluruhkegiatan yang berusaha memberikan penilain
makna yang diemban pengarang.

3. Perbedaan Teori dan Pendekatan?


Jawab:
Pendekatan yang berarti memandang fenomena, dalam pengertian ini pendekatan
menjadi sudut pandang. Pendakatan yang berarti disiplin ilmu, dalam hal ini ketika
disebut studi Islam dengan menggunakan pendekatan sosiologis, maka akan sama artinya
dengan mengkaji Islam dengan menggunakan disiplin ilmu sosiologis. Secara umum,
pendekatan adalah cara pandang yang terdapat dalam suatu bidang ilmu kemudian
digunakan dalam memahami agama.
Sedangkan, teori adalah seperangkat konstruk, definisi, dan proposisi yang
berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antar
variable, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Dengan
kata lain teori adalah rumusan-rumusan yang disusun secara sistematis dari sebuah
fenomena atau peristiwa yang diungkap.

4. Berbagai Jenis Teori dan Pendekatan?


Jawab:
Berbagai Jenis Teori dalam kajian Sastra
1. Teori Struktural
Teori struktural merupakan sebuah teori sastra yang digunakan untuk menganalisis karya
sastra berdasarkan strukturnya. Teori ini menggunakan pendekatan objektif yang
mamandang karya sastra bersifat otonom dan terlepas dari pembaca maupun
pengarangnya.
Dalam teori struktural, bagian yang dianalisis meliputi tema, tokoh, alur, latar serta sudut
pandang. Tema merupakan gagasan utama pada sebuah cerita, tokoh merupakan pelaku
cerita. Istilah tokoh menunjuk kepada pelaku cerita, karakter menunjuk pada perwatakan
tokoh, sedangkan penokohan merupakan perwujudan dan pengembangan tokoh dalam
sebuah cerita. Yang dimaksud dengan latar yakni tempat terjadinya peristiwa dalam
sebuah karya sastra, kemudian sudut pandang yakni titik pengisahan dalam karya sastra.

2. Teori Psikologi Sastra


Psikologi sastra adalah teori sastra yang digunakan untuk menganalisis unsur kejiwaan
yang ada di dalam karya sastra. Sigmund Freud membagi kepribadian manusia menjadi 3
aspek yakni id , ego, dan superego. Id merupakan kepribadian manusia yang
berhubungan dengan aspek kesenangan, ego merupakan kepribadian manusia yang
berusaha menekan id dengan berpegang kepada kenyataan, dan superego yakni
kepribadian manusia yang lebih menekankan kesempurnaan dibanding dengan kepuasan
serta berasal dari nurani yang berhubungan erat dengan moral.

3. Teori Kepribadian Abdul Aziz Ahyadi


Kepribadian adalah suatu organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri perorangan
yang menentukan penyesuaian terhadap diri terhadap lingkungan. Teori Kepribadian
Abdul Aziz Ahyadi merupakan teori yang menganalisis sisi kepribadian yang ada dalam
karya sastra. Baik kepribadian masyarakat yang diceritakan, maupun kepribadian tokoh-
tokohnya.

4. Sosiologi Sastra
Karena karya sastra dianggap sebagai cerminan dari kehidupan sosial masyarakatnya,
maka karya sasta bersifat unik. Karena imajinasi pengarang karya sastra dipadukan
dengan kehidupan sosiak yang kompleks. Sosiologi sastra merupakan teori sastra yang
menganalisis sebuah karya sastra didasarkan pada segi-segi kemasyarakatan. Karya sastra
juga dianggap sebagai ekspresi pengarang. Disebabkan oleh tindakan manusia yang tidak
dapat lepas dari interaksi sosial dan komunikasi serta kepribadian manusia dipengaruhi
oleh sistem budaya, maka struktur sosial pengarang dapat mempengaruhi bentuk karya
sastra itu sendiri.
5. Kritik Sastra Feminis
Dalam arti leksikal, feminisme merupakan gerakan wanita yang menuntut persamaan hak
sepenuhnya antara perempuan dan laki-laki namun bukan merupakan gerakan
pemberontakan terhadap kaum laki-laki melainkan hanya menuntut gerakan peningkatan
terhadap harkat dan martabat wanita.

Jadi dalam kritik sastra feminis, para kritikus sastra menginginkan suatu hak yang sama
dalam mengungkapkan makna baru dalam karya sastra, serta menentukan ciri relevan
yang ada dalam karya sastra sebab kritikus tersebut menggunakan cara dan pandangan
baru dalam pengkajiannya.Kritikus sastra dapat mengkaji karya sastra melalui tiga tahap,
yakni tahap pertama peneliti mengidentifikasi tokoh perempuan dalam karya sastra dan
keududukannya dalam masyarakat, kemudian peneliti mencari tahu tujuan hidup tokoh
perempuan yang igambarkan penulis, dan yang terakhir mengamati sikap penulis dalam
menulis karya sastra.

6. Resepsi Sastra
Resepsi sastra adalah kualitas keindahan yang timbul sebagai akibat hubungan antara
karya sastra dengan pembaca. Jika peneliti menggunakan resepsi sastra dalam
penelitiannya, maka harus ditentukan terlebih dahulu maksud pengarang yang
sebenarnya, barulah mencari tahu reaksi dari pembaca setelah membaca karya sastra.

7. Teori Marxis
Teori Marxis memberikan penekanan terhadap kehidupan manusia yang mana didalam
kehidupan manusia itu sendiri ditentukan oleh sistem sosial dan ekonomi. Marxis
memandang bahwa sejarah, budaya dan ekonomi saling berkaitan dalam memahami
kelompok masyarakat. Sebab Marxisme sendiri merupakan faham yang percaya bahwa
penentu dari suatu kehidupan adalah sosio ekonomi.

8. Sastra Poskolonial
Merupakan kesusastraan yang membawa pandangan subversif terhadap penjajah dan
penjajahan (Aziz, 2003: 200).

9. Stilistika Studi Sastra


Merupakan ilmu yang menganalisis cara penggunaan dan gaya bahasa dalam suatu karya
sastra.

10. Kajian Semiotik


Semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Hoed, 1992: 2). Dalam
pandangan semiotik yang berasal dari teori Saussure, bahwa bahasa merupakan sebuah
sistem tanda dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut
dengan makna. Jika dalam suatu teks kesastraan bahasa menjadi sebuah sistem tanda,
maka bukan hanya mengarah pada tataran makna pertama melainkan pada tataran makna
tingkat kedua.
Berbagai Jenis Pendekatan dalam Kajian Sastra:
1. Pendekatan Mimetik
Pendekatan mimetik adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra berupa
memahami hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Kata mimetik berasal
dari kata mimesis (bahasa Yunani) yang berarti tiruan. Dalam pendekatan ini karya sastra
dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan (Abrams, 1981). Untuk dapat
menerapkannya dalam kajian sastra, dibutuhkan data-data yang berhubungan dengan
realitas yang ada di luar karya sastra. Biasanya berupa latar belakang atau sumber
penciptaa karya sastra yang akan dikaji. Misal novel tahun 1920-an yang banyak
bercerita tentang "kawin" paksa. Maka dibutuhkan sumber dan budaya pada tahun
tersebut yang berupa latar belakang sumber penciptaannya.

2. Pendekatan Ekspresif
Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra memfokuskan
perhatiannya pada sastrawan selaku pencipta karya sastra. Pendekatan ini memandang
karya sastra sebagai ekspresi sastrawan, sebagai curahan perasaan atau luapan perasaan
dan pikiran sastrawan, atau sebagai produk imajinasi sastrawan yang bekerja dengan
persepsi-persepsi, pikiran atau perasaanya. Kerena itu, untuk menerapkan pendekatan ini
dalam kajian sastra, dibutuhkan sejumlah data yang berhubungan dengan diri sastrawan,
seperti kapan dan di mana dia dilahirkan, pendidikan sastrawan, agama, latar belakang
sosial budayannya, juga pandanga kelompok sosialnya.

3. Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana
untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. Dalam hal ini tujuan tersebut
dapat berupa tujuan politik, pendidikan, moral, agama, maupun tujuan yang lain. Dalam
praktiknya pendekatan ini cenderung menilai karya sastra menurut keberhasilannya
dalam mencapai tujuan tertentu bagi pembacannya (Pradopo, 1994). Dalam praktiknya,
pendekatan ini mengkaji dan memahami karya sastra berdasarkan fungsinya untuk
memberikan pendidikan (ajaran) moral, agama, maupun fungsi sosial lainnya. Semakin
banyaknya nilai-nilai tersebut terkandung dalam karya sastra makan semakin tinggi nilai
karya sastra tersebut bagi pembacannya.

4. Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif adalah pendekatan yang memfokuskan perhatian kepada karya sastra
itu sendiri. Pendekatan ini memandang karya sastra sebagai struktur yang otonom dan
bebas dari hubungannya dengan realitas, pengarangm maupun pembaca. Pendekatan ini
juga disebut oleh Welek & Waren (1990) sebagai pendekatan intrinsik karena kajian
difokuskan pada unsur intrinsik karya sastra yang dipandang memiliki kebulatan,
koherensi, dan kebenaran sendiri.

5. Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural ini memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur
karya sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang otonom, berdiri
sendiri, bebas dari pengarang, realitas maupun pembaca (Teeuw, 1984). Dalam
penerapannya pendekatan ini memahami karya sastra secara
close reading atau mengkaji tanpa melihat pengarang dan hubunga dengan realitasnya.
Analisis terfokus pada unsur intrinsik karya sastrra. Dalam hal ini setiap unsur dianalisis
dalam hubungannya dengan unsur yang lain.

6. Pendekatan Semiotik
Sesuai dengan pengertian semiotik, pendekatan semiotik ialah pendekatan yang
memandang karya sastra sebagai sitem tanda. Sebagai ilmu tanda, semiotik secara
sitematik mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, sistem lambang dan proses
perlambangannya (Luxemburg, 1984).

7. Pendekatan Sosiologi Sastra


Pendekatan sosiologi sastra merupakan perkembangan dari pendekatan mimetik.
Pendekatan ini memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan aspek
sosial kemasyarakatannya. Pendekatan ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan
karya sastra tidak dapat lepas dari realitas sosial yang terjadi di suatu masyarakat
(Sapardi Djoko Damono 1979).

8. Pendekatan Resepsi Sastra


Resepsi berarti tanggapan. Dari pengertian tersebut dapat kita pahami makna resepsi
sastra adalah tanggapan dari pembaca terhadap sebuah karya sastra. Pendekatan ini
mencoba memahami dan menilai karya sastra berdasarkan tanggapan para pembacanya.

9. Pendekatan Psikologi Sastra


Wellek & Waren (1990) mengemukakan empat kemungkinan pengertian. Pertama adalah
studi psikologi pengarang sebgai tipe atau pribadi. Kedua studi proses kreatif. Ketiga
studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra. Pengertian
keempat menurut Wellek & Waren (1990) terasa lebih dekat pada sosiologi pembaca.

10. Pendekatan Moral


Di samping karya sastra dapat dibahas dan dikritik berdasrkan sejumlah pendelatan yang
telah diuraikan sebelumnnya, karya sastra juga dapat dibahasa dan dikritik dengan
pendekatan moral. Sejauh manakah sebuah karya sastra menawarkan refleksi moralitas
epada pembacanya. Yang dimaksudkan dengan moral adalah suatu norma etika, suatu
konsep tentang kehidupan yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnnya. Moral berkaitan
erat dengan baik dan buruk. Pendekatan ini masuk dalam pendekatan pragmatik

11. Pendekatan Feminisme


Pendekatan feminisme dalam kajian sastra sering dikenal dengan nama kritik sastra
feminis. Pendekatan feminisme ialah salah satu kajian sastra yang mendasarkan pada
pandangan feminisme yang menginginkan adanya keadilan dalam memandan eksistensi
perempuan, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra (Djananegara, 2000:15)
TUGAS 3
TOPIK: Formalisme

1. Pengertian Formalisme
Jawab:
Secara Etimologis formalisme berasal dari kata forma (latin), yang berarti bentuk atau
wujud. Dalam ilmu sastra, formalisme adalah teori yang digunakana untuk menganalisa karya
sastra yang mengutamakan bentuk dari karya sastra yang meliputi tehnik pengucapan –meliputi
ritma, rima, aquistik/bunyi, aliterasi, asonansi dsb, kata-kata formal (formal words) dan bukan isi
serta terbebas dari unsur luar seperti sejarah, biografi, konteks budaya dsb sehingga sastra dapat
berdiri sendiri (otonom) sebagai sebuah ilmu dan terbebas dari pengaruh ilmu lainnya. Teori
formalis ini bertujuan untuk mengetahui keterpaduan unsur yang terdapat dalam karya sastra
tersebut sehingga dapat menjalin keutuhan bentuk dan isi dengan cara meneliti unsur-unsur
kesastraan, puitika, asosiasi, oposisi, dsb. Formalisme adalah reaksi terhadap pendekatan sastra
yang bersifat positivistik yang merupakan sebuah pendekatan yang didasari oleh filsafat
positivisme, yakni suatu faham yang menganggap bahwa segala ilmu pengetahuan harus
berasaskan fakta yang dapat diamati. Ilmu pengetahuan yang tidak didasarkan pada keterangan
pancaindra, menurut faham tersebut, ditolak karena dianggap sebagai spekulasi kosong.
Pemikiran positivisme memiliki pengaruh kuat pada pemikiran pada umumnya terutama para
ahli sastra.

2. Dasar – Dasar Formalisme


Jawab:
 Mereka bersatu untuk suatu studi sastra yang ilmiah , sebagai pengethauan yang
otonom dengan menggunakan metode prosedurnya sendiri.
 Mereka cenderung membuat karya sastra menjadi aneh yaitu suatu bentuk
defamiliarisasi.

3. Hukum, Asas dan Prinsip Formalisme


Jawab:
Teori ini beranggapan bahwa bahasa di dalam sastra berbeda dengan bahasa sehari–hari.
Dalam rangka membedakan diri dengan bahasa sehari–hari, terjadilah proses deotomatisasi
dan defamiliarisasi. Defamiliarisasi adalah konteks sifat sastra yang aneh atau asing.
Keanehan tersebut sebagai hasil sulapan pengarang dari bahan–bahan netral. Teks sastra boleh
saja sulit dikenali karena menggunakan bahasa spesifik sehingga ia kehilangan otomatisasi
(deotomatisasi) untuk dipahami oleh pembaca (Endraswara, 2011:48). Tomashevki (dikutip
Emzir dan Rohman, 2016:15) memformulasikan cara membedakan bahasa sastra dari bahasa
sehari–hari. Menurutnya, perbedaan yang lebih jelas terlihat pada penyajiannya dan bukan
pada bahasanya. Penyajian karya sastra dikemas dalam fabula dan sujet. Fabula adalah bahan
dasar cerita yang dimiliki oleh pengarang dan sujet merupakan perangkat literer yang dipakai
untuk mengubah bahan dasar cerita tersebut menjadi plot. Selain itu, ada juga yang disebut
sebagai motif, satuan terkecil dalam peristiwa yang diceritakan. Adapun sujet atau alur
merupakan penyusunan motif–motif (Endraswara, 2011:48). Upaya formulasi yang dilakukan
Tomashevki tersebut bukan hanya sebuah upaya menjawab keraguan terhadap perbedaan
bahasa sehari–hari dan bahasa sastra, tetapi juga menegaskan bahwa formalisme bisa
digunakan untuk menganalisis sastra yang berbentuk prosa melalui pengkajian motif.

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan, langkah–langkah analisis karya sastra


dengan menggunakan pendekatan formalisme mencakup dua jenis, sebagai berikut.

1. analisis puisi, dalam analisis ini tahapan yang dilakukan adalah pembacaan secara saksama,
pencarian frasa atau kalimat yang berbeda frasa atau kalimat sehari–hari, dan memberikan
tafsir terhadap frasa atau kalimat yang unik tersebut, dan

2. analisis prosa, dalam analisis ini tahapan yang dilakukan adalah identifikasi fabula,
identifikasi sujet, identifikasi motif, pengelompokan motif–motif, dan pembuatan peta motif
yang membentuk karya menjadi satu kesatuan.

4. Sejarah Singkat Lahirnya Formalisme


Jawab:
Teori Formalisme lahir sebagai reaksi atas paradigma positivisme yang lebih memegang
teguh prinsip-prinsip kausalitas, dalam hubungan ini sebagai reaksi terhadap studi biografi.
Formalisme Rusia (1915-1930) juga disebut sebagai tonggak awal bagi kesusastraan moden,
lalu diteruskan oleh strukturalisme Praha (1940-an), dan sekitar 1960-an disusul oleh
strukturalisme baru di Rusia, strukturalisme Perancis, strukturalisme Inggris, gerakan
otonomi Jerman, strukturalisme Belanda, dan strukturalisme Indonesia melalui kelompok
Rawamangun pada 1960-an3.
Kelompok studi the OPOJAZ (Obshchestvo Izucheniia Poeticheskogo Yazyka / Society for
the Study of Poetic Language) terbentuk di St. Petersburg, Rusia. Keberadaan kelompok ini
dipelopori oleh para ahli linguistik dan para ahli sastra. Diantara mereka terdapat nama-
nama seperti : Boris Eichenbaum, Viktor Shklovsky, Roman Jakobson, Boris Tomasjevsky,
dan Juri Tynyanov. Kelompok studi ini bergabung dan menetapkan dua hal sebagai dasar
formalisme, yakni : 1). Mereka bersatu untuk suatu studi sastra yang ilmiah, sebagai
pengetahuan yang otonom dengan menggunakan metode dan prosedurnya sendiri; 2).
Mereka cenderung membuat karya sastra menjadi aneh, yaitu suatu bentuk defamiliarisasi
Sebagai contoh de-automatisme, dalam tulisan yang bukan termasuk karya sastra, suatu
kalimat diungkapkan secara langsung : “bumi ini adalah bulat”. Dalam karya sastra yang
dimaksud dalam kajian formalis, kalimat diungkapkan secara tidak langsung : “sejauh mata
memandang, kita tidak akan dapat melihat batas ujung dunia, hanya matahari yang memutari
bumi yang dapat menjadi pengetahuan kita tentangnya”

5. Tokoh – Tokoh Formalisme


Jawab:
1. Victor Shklovsky

Shklovsky lahir di St. Petersburg (24 Januari 1893 – 6 Desember 1984), Rusia.
Shklovsky mengemukakan bahwa sifat kesusastraan muncul sebagai akibat dan pengubahan
bahan yang semula bersifat netral. Para pengarang menyulap teks-teks dengan efek
mengasingkan dan melepaskannya dari otomatisasi. Proses penyulapan oleh pengarang ini
disebut defamiliarisasi, Shklovsky mengatakan “Defamiliarization is found almost
everywhere form is found” yakni membuat teks menjadi aneh dan asing, dengan gaya
bahasa yang menonjol serta menyimpang dari biasanya. Proses defamiliarisasi mengubah
pandangan kita terhadap dunia, Dengan teknik penyikapan secara rahasia, pembaca dapat
meneliti dan memahami sarana-sarana (bahasa) yang digunakan pengarang.
Teknik yang dimaksud misalnya menunda, menyisipi, memperlambat, memperpanjang, atau
mengulur-ulur kisah sehingga menarik perhatian sebab tidak dapat menanggapi secara
otomatis.

2. Boris Eichenbaum
Boris Mikhailovich Eikhenbaum, atau Eichenbaum (Rusia: Борис Михайлович
Эйхенбаум; 16 Oktober 1886 - November 2, 1959) adalah seorang sarjana sastra Rusia dan
Soviet, dan sejarawan sastra Rusia. Dia adalah wakil dari formalisme Rusia.
Eichenbaum memberi penegasan, kaum formalis dipersatukan oleh adanya gagasan untuk
membebaskan diksi puitik dari kekangan intelektualisme dan moralisme yang
diperjuangakan dan menjadi obsesi kaum simbolis. Ia berusaha untuk menyanggah prinsip
estetika subjektif yang didukung para kaum-kaum simbolis (yang bersandar pada teori-
teorinya)

3. Roman Jakobson
Roman Jakobson Osipovich (Rusia: Роман Осипович Якобсон; 11 Oktober 1896-18 Juli
1982) adalah seorang ahli bahasa Rusia-Amerika dan teori sastra.
Jakobson merupakan salah satu ahli bahasa terbesar abad ke-20. Ia lahir di Rusia dan
merupakan anggota dari sekolah formalis Rusia sedini 1915. Jakobson diajarkan di
Cekoslovakia antara dua perang dunia, di mana, bersama dengan N. Trubetzkoy, ia adalah
salah satu pemimpin yang berpengaruh di lingkaran linguistics Praha (Prague Linguistic
Circle). Ketika Cekoslovakia diserbu oleh Nazi, ia terpaksa melarikan diri ke Skandinavia,
dan pergi dari sana ke Amerika Serikat pada tahun 1941. Dari 1942-1946 Jakobson
mengajar di École des Hautes Etudes Libre di New York City, di mana ia bekerja sama
dengan Claude Levi-Strauss.
4. Boris Tomashevsky
Boris Tomashevsky menyebut motif sebagai satuan alur terkecil. Secara umum, motif berarti
sebuah unsur yang penuh arti dan yang diulang-ulang di dalam satu atau sejumlah karya. Di
dalam satu karya, motif merupakan unsur arti yang paling kecil di dalam cerita. Pengertian
motif di sini memperoleh fungsi sintaksis.Ia membedakan motif terikat dengan motif bebas.
Motif terikat adalah motif yang sungguh-sungguh diperlukan oleh cerita, sedangkan motif
bebas merupakan aspek yang tidak esensial ditinjau dari sudut pandang cerita. Meskipun
demikian, motif bebas justru secara potensial merupakan
6. Keunggulan dan Kelemahan
Jawab:

Keunggulan Formalisme:
(1) Metode yang digunakan: formal (tidak merusak teks dan mereduksi) melainkan
merekonstruksi dengan cara memaksimalkan konsep fungsi, sehingga menjadi teks
sebagai suatu kesatuan yang terorganisasikan.
Kelemahan Formalisme:

(1) formalisme terlampau menyederhanakan bahasa sehari–hari. Bahasa sehari–hari


tidaklah seragam. Ada banyak ragam bahasa, baik dari ragam kelas sosial, ragam
profesional, dan lain–lain,

(2) formalisme cenderung hanya dekat dengan puisi dan menjauhi prosa sebab kaum
formalis memfokuskan diri pada bentuk bahasa,

(3) karena formalisme memiliki kecenderungan untuk mendasarkan diri pada persepsi,
pengertian sastra menjadi kabur dan meluas, serta

(4) pengertian sastra, karena ia perseptif, tidak lagi ontologis sebab persepsi dapat
berubah dalam konteks yang berbeda.
TUGAS 4
TOPIK: Pendekatan Ekspresif dan Pendekatan Strukturalisme

1. Jelaskan pengertian Pendekatan Ekspresif dan Strukturalisme


Jawab:
Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra
memfokuskan perhatiannya pada sastrawan selaku pencipta karya sastra. Pendekatan ini
memandang karya sastra sebagai ekspresi sastrawan, sebagai curahan perasaan atau
luapan perasaan dan pikiran sastrawan, atau sebagai produk imajinasi sastrawan yang
bekerja dengan persepsi-persepsi, pikiran atau perasaanya. Kerena itu, untuk menerapkan
pendekatan ini dalam kajian sastra, dibutuhkan sejumlah data yang berhubungan dengan
diri sastrawan, seperti kapan dan di mana dia dilahirkan, pendidikan sastrawan, agama,
latar belakang sosial budayannya, juga pandanga kelompok sosialnya.
Pendekatan struktural ini memandang dan memahami karya sastra dari segi
struktur karya sastra itu sendiri. Karya sastra dipandang sebagai sesuatu yang otonom,
berdiri sendiri, bebas dari pengarang, realitas maupun pembaca (Teeuw, 1984).
Dalam penerapannya pendekatan ini memahami karya sastra secara close reading. Atau
mengkaji tanpa melihat pengarang dan hubunga dengan realitasnya. Analisis terfokus
pada unsur intrinsik karya sastrra. Dalam hal ini setiap unsur dianalisis dalam
hubungannya dengan unsur yang lain.

2. Tokoh – tokoh Pendekatan Ekspresif dan Strukruralisme


Jawab:
Penekanan aspek ekspresif karya sastra telah lama dimulai. Pada masa Yunani
dan Romawi penonjolan aspek ekspresif karya sastra telah dimulai seorang ahli sastra
Yunani Kuno, Dionysius Casius Longius, dalam bukunya On the Sublime (Mana Sikana,
dalam Atmazaki, 1990: 32-33). Menurut Longius karya sastra harus mempunyai gaya
bahasa yang baik, mempunyai falsafah, pemikiran, dan persoalan agung yang penting,
harus mempunyai emosi yang intens dan terpelihara serta tahan menghadapi zaman.
Kenyataan ini menyebabkan pengarang mesti punya konsep yang jelas dan jauh dari
kebimbangan-kebimbangan yang melanda dirinya.
Bila kemudian Plato mengungkapkan bahwa karya sastra adalah meniru dan meneladani
ciptaan Tuhan, cukupkah sampai di situ peran seorang pengarang? Ternyata Aristoteles
menolak pendapat yang menyatakan bahwa posisi pengarang hanya berada di bawah
Tuhan. Menurutnya, ciptaan Tuhan hanyalah sebagai tempat bertolak. Pengarang dalam
penciptaan karyanya, dengan daya khayal dan kreativitas yang dipunyainya, justru
mampu menciptakan kenyataan yang lebih kurang terlepas dari kenyataan alami. Dalam
hal ini secara “lancang” menurut Aristoteles (dalam Atmazaki, 1990: 33) pengarang
dengan sombongnya sebagai pencipta telah menyamai Tuhan.
Menurut Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 52-53), teori struktural dalam bidang
linguistik dikenalkan oleh Ferdeinand de Saussure pada awal abad ke-20, kemudian teori
tersebut mengilhami R. Jacobson Mukarovsky untuk merintis teori struktural dalam
bidang sastra. Kaum strukturalisme memandang bahwa karya sastra bersifat otonom dan
memiliki bentuk yang terdiri atas unsur-unsur yang mempunyai fungsi, tersusun secara
berkaitan dan terpadu serta utuh mendukung keseluruhan karya sastra. Perkembangan
selanjutnya timbul ketidakpuasan pakar-pakar sastra terhadap teori struktural, karena
dalam mengutak-atik karya sastra dengan analisis bentuk dan unsur-unsurnya yang
terstruktur tersebut, mereka sering belum tuntas menemukan makna hakiki karya sastra.
Sehubungan dengan itu muncullah teori-teori baru dari pakar-pakar sastra, seperti aliran
Post Struktural di Amerika Serikat, Strukturalisme Genetik dan aliran Nouvella Critiqu di
Perancis.

3. Keunggulan dan kelemahan Pendekatan Ekspresif dan Strukruralisme


Jawab:
- Keunggulan pendekatan ekspresif
Dengan pendekatan ekspresif penelaah lebih mudah mempelajari
pengetahuan tentang pribadi pengarang guna memahami karya seninya”. Telaah
dengan pendekatan ekspresif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan pengarang dalam mengungkapkan gagasan-gagasan, imajinasi,
spontatanitasnya dan sebagainya. Dengan demikian secara konseptual dan
metodologis dapat diketahui bahwa pendekatan ekspresif menempatkan karya
sastra sebagai: (1) wujud ekspresi pengarang, (2) produk imajinasi pengarang
yang bekerja dengan persepsi-perseps
- Kelemahan pendekatan ekspresif
Kecenderungan untuk menyamakan secara langsung
realitas yang ada dalam karya sastra dengan realitas
yang dialami oleh sastrawan

- Keunggulan pendekatan struktural


a. Memberikan peluang untuk melakukan telaah sastra lebih rinci dan dalam.
b. Mencoba melihat sastra sebagai sebuah karya sastra dengan hanya
mempersoalkan apa yang ada di dalam dirinya.
c. Analisis yang objektif dan analitik banyak memberi umpan balik kepada
penulis, dan mendorong penulis untuk berhati-hati dan teliti dalam menulis.
- Kelemahan pendekatan struktural
a. Analisis cenderung menyebabkan masalah estetika dikorbankan.
b. Lebih bersifat sinkronis daripada diakronis, lebih cocok untuk analisis karya
sastra dari waktu ke waktu.
c. Membutuhkan dukungan pengetahuan teori yang mendalam guna berbicara
lebih dalam tentang aspek-aspek yang membangun karya sastra.
d. Mengenyampingkan konstelasi sosial budaya, padahal sastra merupakan
sesuatu yang berada dan lahir dalam konstelasi budaya.

Anda mungkin juga menyukai