Oleh:
Oktavianus Malo
202101100006
Kritik sastra merupakan studi sastra yang langsung berhadapan dengan karya sastra,
secara langsung membicarakan karya sastra dengan penekanan pada penilaiannya (Wellek,
1989: 38). Berdasarkan istilah di atas, Wellek mengatakan bahwa kritik sastra itu berarti
penghakiman karya sastra. Hal serupa juga dikemukakan H.B Jassin (1985: 44-45) bahwa
kritik sastra itu pertimbangan baik atau buruk karya sastra, penerangan, dan penghakiman
karya sastra. Hudson juga mengemukakan bahwa istilah kritik sastra dalam artinya yang
tajam adalah penghakiman yang dilakukan oleh seorang yang ahli atau memiliki sesuatu
kepandaian khusus untuk membedah karya sastra, memriksa karya sastra mengenai kebaikan-
kebaikan dan cacat-cacatnya, dan menyatakan pendapatnya mengenai hal itu (Pradopo, 2002:
32).
Berdasarkan pendapat tersebut, kritik sastra itu merupakan bidang studi sastra untuk
“menghakimi” karya sastra, untuk memberi penilaian dan keputusan mengenai bermutu atau
tidaknya suatu karya sastra. Dalam kritik sastra, suatu karya sastra diuraikan (dianalisis)
unsur-unsurnya atau norma-normanya, diselidiki, diperiksa satu per satu, kemudian
ditentukan berdasarkan hukum-hukum penilaian karya sastra, bernilai ataukah kurang bernilai
karya sastra itu.
Sajak tersebut adalah salah satu sajak yang paling orisinal dari Sapardi
Djoko Damono. Kendati pertanyaan besar “siapa aku” sering kita jumpai, dengan
segala pretensi kefilsafatan ataupun ketasawufan semacam banyak yang
terkandung dalam pelbagai karya mistik Jawa, dalam sajak tersebut pertanyaan
itu lebih merupakan puncak kegelisahan di tengah misteri. Tak ada tanda tanya
sebuah pun di sana, tetapi ia tetap sesuatu yang kejang meraih jawaban: baris
demi baris tidak sekedar resah yang menuju ke arah klimaks. Setiap kali langkah
itu terasa kaget dan termangu: kita dengar suara keras konsonan-konsonan yang
kemudian tiba-tiba tersentak, disusul vokal “u” pada setiap ujung dan pertanyaan
itu belum terjawab, hanya berakhir dengan kekosongan yang sama. Dan tanda
pun akan terasa sebagai sesuatu yang berlebihan.
2. Contoh kedua adalah analisis puisi dengan metode Ganzeit berjudul Apakah
Maknanya karya Sutan Takdir Alisjahbana.
APAKAH MAKNANYA
Ya Allah, ya Tuhanku,
Langkah lekas kau ambil,
Kau renggutkan dari sisiku.
20 April 1935
(Alisjahbana, 2008: 4)
Sebuah karya puisi yang begitu menyentuh, puisi STA berjudul Apakah
Maknanya menggambarkan suasana hati kehilangan mendalam yang dialami
pengarang. Puisi tersebut adalah puncak kesedihan berpulangnya sosok istri yang
sangat dicinta. Dua bait pertama menggambarkan pencarian yang sia-sia tanpa
arti. Ketidakridhaan pengarang dalam bait berikutnya menimbulkan keegoisan
dan ketidakrealistisannya dalam hidup. Pikiran dan batinnya semakin kacau
dengan gambaran kalimat pada bait terakhir yang ia tanyakan ‘apakah dosa’ yang
menganggap bahwa kehilangan adalah sebuah hukuman terberat dari Tuhan.
Dominasi bunyi vokal “u” dan “i” mengakibatkan puisi tersebut tampak riang dan
berupaya untuk menghibur diri dan tegar akan takdir yang terjadi.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan
diantaranya sebagai berikut.
1. Kritik sastrawan adalah bagian dari kritik sastra terapan yang bersifat objektif.
2. Cara dalam melakukan kritik sastrawan dapat bermula dari penceritaan sekilas
mengenai biografi pengarang kemudian mengkritik berdasarkan perspektif
ekspresif (pengarang) dan obyektif (karya itu sendiri) dan tidak secara mendalam.
3. Metode Ganzheit berhubungan dengan totalitas sebuah karya sastra.
4. Penerapan metode Ganzheit dilakukan dengan menyoroti secara menyeluruh
karya sastra secara ekspresif untuk mendapatkan gambaran suasana hati
pengarang.
Saran
Dalam menerapkan kritik sastrawan benar-benar harus memperhatikan aspek-aspek
yang dititikberatkan pada orientasi sastrawan dan karyanya. Kritik yang dilakukan tidak perlu
secara mendalam. Demikian halnya dengan penerapan metode Ganzheit hendaknya
dilakukan secara totalitas dalam karya sastra itu dengan pendekatan ekspresif untuk
memperoleh suasana hati yang terdapat dalam karya itu.
DAFTAR PUSTAKA
Djajanegara, S. (2000). Kritik sastra feminis: sebuah pengantar. Gramedia Pustaka Utama.
Harsono, S. (2008). Ekokritik: Kritik Sastra Berwawasan Lingkungan. Kajian Sastra, 32(1), 31-50.