Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) merupakan jenis pajak yang dikenakan
terhadap penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
yang diterima oleh pegawai, bukan pegawai, mantan pegawai, penerima pesangon dan
lain sebagainya. Berdasarkan Bab V Pasal 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER)
Nomor PER-16/PJ/2016, Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh 21 adalah sebagai
berikut:
1
Anggraini, N. G. (2020). Aplikasi Perhitungan PPH 21 Dan PPH 26 Karyawan Berbasis Web. JUSTIAN-
Jurnal Sistem Informasi Akuntansi, 1(2).
Walaupun perhitungan PPh 21 telah diatur oleh DJP, namun pada praktiknya,
setiap perusahaan memiliki metode perhitungan PPh 21 sendiri yang disesuaikan
dengan tunjangan pajak atau gaji bersih yang diterima karyawannya. Ada 3 metode
perhitungan PPh 21 yang paling umum, yaitu:
2
Sandrinata, L. (2006). Penerapan perhitungan PPh pasal 21 pegawai tidak tetap pada CV X (Doctoral
dissertation, Petra Christian University).
Sita Rianti adalah karyawati pada perusahaan PT. Onix Komunika dengan
status menikah dan mempunyai tiga anak. Suami Sita merupakan pegawai
negeri sipil di Kementrian Komunikasi & Informatika. Sita menerima gaji Rp
6.000.000 per bulan. PT. Onix Komunika mengikuti program pensiun dan BPJS
Kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS
Ketenagakerjaan sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni senilai Rp 60.000 per
bulan. Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT)
karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Sita membayar
iuran (JHT) setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan
Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi kerja dengan
jumlah masing-masing sebesar 0,24% dan 0,3% dari gaji. Pada bulan Juli
2016, di samping menerima pembayaran gaji, Sita juga menerima uang lembur
(overtime) senilai Rp 2.000.000.
Penjelasan:
(v) Penghasilan Neto: Jika pegawai merupakan pegawai lama (lebih dari
satu tahun) atau pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Januari
tahun itu, maka penghasilan neto dikalikan 12 untuk memperoleh nilai
penghasilan neto setahun. Namun jika pegawai merupakan pegawai baru
yang mulai bekerja pada bulan Mei (sekadar contoh), maka penghasilan
neto setahun dikalikan 8 (diperoleh dari penghitungan bulan dalam
setahun: Mei - Desember = 8 bulan). Pada contoh ini diasumsikan
pegawai merupakan pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan
Januari.
3
Sandrinata, L. (2006). Penerapan perhitungan PPh pasal 21 pegawai tidak tetap pada CV X (Doctoral
dissertation, Petra Christian University).
Fahri bekerja pada PT Kartika Kawashima. Status-nya belum menikah dan
tidak mempunyai tanggungan dengan gaji bersih senilai Rp
5.500.000 sebulan. Perusahaan tempatnya bekerja memberikan tunjangan
pajak penuh kepada Fahri sejumlah Rp 35.167. Sementara, iuran pensiun
yang dibayar Fahri adalah Rp 55.000 sebulan. Jadi, Contoh Hasil
Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bulan Agustus 2016 bagi Fahri
yang tidak menerima penghasilan lain dari PT. Kartika Kawashima selain
gaji adalah:
Jika wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka PPh 21 perlu dikalikan
120%, sehingga PPh 21 terutangnya menjadi Rp 35.167 x 120% = Rp
42.200.
Ardi adalah pegawai tenaga lepas untuk desain grafis di PT. Cahaya Kurnia
dengan penghasilan Rp 5.000.000.
Bila Aditya tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang
adalah:
Penjelasan:
Karena Ardi bukan pegawai tetap di PT. Cahaya Kurnia, maka PKP yang
dikenakan sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto. Hal ini sesuai dengan
peraturan PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c. Sedangkan tarif PPh Pasal 21 untuk
penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50.000.000 adalah 5%.
DAFTAR PUSTAKA :
Sandrinata, L. (2006). Penerapan perhitungan PPh pasal 21 pegawai tidak tetap pada
CV X (Doctoral dissertation, Petra Christian University).