Anda di halaman 1dari 17

MATA KULIAH : PERPAJAKAN

DOSEN PENGAMPU : NORRA ISNASIA RAHAYU,SE., MSA., Ak.,CA


KELOMPOK 3 PERPAJAKAN

AGUNG EKO TRI C. (190304011)


CINDY MARIANITA HOTDIANA (200304244)
IVANA LUMBAN GAOL (200304150)
REDO SETIAWAN (190304333)
SUSY SUCITA (200303004)
PPh Pasal 21
(Yang Bukan Pegawai Yang Menerima Imbalan Yang Tidak Bersifat Berkesinambungan)

Istilah PPh 21 berkesinambungan dan tidak berkesinambungan bisa ditemukan dalam Peraturan

Direktur Jenderal Pajak Nomor 16 tahun 2016 (Per 16/2016) tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,

Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan

Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi. Dalam Per 16/2016 disebutkan kalau PPh 21

berkesinambungan dan tidak berkesinambungan masuk dalam kelompok Wajib Pajak yang bukan pegawai.

Oleh karenanya, kelompok pekerja tersebut memiliki skema penghitungan dan pelaporan PPh 21 yang

berbeda dengan pegawai.


PPh Pasal 21
(Yang Bukan Pegawai Yang Menerima Imbalan Yang Tidak Bersifat Berkesinambungan)
CONTOH SOAL PERTAMA

Contoh soal :
Jojo adalah salah satu atlet bulu tangkis yang berasal dari Jakarta. Berdasarkan catatan 2020, dia menjuarai
berbagai ajang kompetisi kejuaraan bulu tangkis dan memperoleh hadiah.
-Indonesia Open Super Series hadiah Rp 100 juta
-Badminton Garut Championship hadiah Rp 200 juta
-Pembangunan Jaya Raya Junior Grand Prix hadiah Rp 20 juta
-Bantul International Challenge hadiah Rp 50 juta
Total penghasilan dari hadiah yang diterima selama tahun 2020 adalah Rp 370 juta.
Selain itu, Joio diketahui belum menikah dan tidak memiliki tanggungan, sehingga Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) nya adalah sebesar Rp 54 juta/tahun (wajib pajak single)
Sebelum menghitung pajaknya, maka terlebih dahulu untuk menentukan penghasilan netonya. Penghasilan
Neto Atlet adalah norma dikalikan penghasilan bruto.
PPh Pasal 21
(Yang Bukan Pegawai Yang Menerima Imbalan Yang Tidak Bersifat Berkesinambungan)

Penghasilan Neto:
35% x Rp 370.000 .000 = Rp 129.500.000
Setelah penghasilan diketahui, maka perlu dihitung Penghasilan Kena Pajak (PhKP) nya Hitunganya yakni
penghasilan Neto dikurangi PTKP yang saat ini Rp 54.000.000
PhKP:
Penghasilan Neto - PTKP
Rp 129.500.000 - Rp 54.000.000 = Rp 75.500.000
PPh:
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 25.500.000 = Rp 3.825.000
Maka total PPh yang harus dibayarkan Jojo adalah Rp 6.325.000 per tahunnya
PPh Pasal 21
(Yang Bukan Pegawai Yang Menerima Imbalan Yang Tidak Bersifat Berkesinambungan)
Cara Menghitung PPH 21 Uang Lembur
Dari sudut pandang perusahaan,kerja lembur adalah bentuk upaya peningkatan produktivitas.perusahaan tidak perlu menambah
karyawan baru,hanya menambah jam kerja karyawan yang sudah ada
Ketika upah lembur diberikan kepada karyawan,uang tersebut juga dikenakn pajak atau PPH 21 uang lembur. Kalua dilihat dari
sisi kepentingan perusahaan,overtime atau kerja lembur bias diasumsikan sebagai upaya untuk meningkatkan produltivitas.
Pertimbangannya adalah perusahaan tidak perlu menambah karyawan baru,hanya cukup menambah jam kerja karyawan yang
sudah ada.
Setiap perintah kerja lembur tentu harus mengikuti ketentuan. Aturannya ada dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan.
Uang lembur yang diterima pekerja adalah termasuk penghasilan teratur yang diberikan secara periodik berdasar ketentuan
yang ditetapkan oleh pengusaha. Uang lembur dihitung dengan mengalikan tambahan jam kerja dengan tarif uang lembur yang
ditetapkan pemberi kerja,Walaupun ditambahkan ke dalam gaji pekerja,upah lembur juga dikenakan pajak penghasilan atau
PPH 21 uang lembur.
Penghitungan PPH 21 Uang Lembur tidak jauh berbeda karena dasar hukumnya tetap mengacu peraturan direktur jendral
(perdirjen) pajak Nomor PER-32/PJ/2018 yang diperbarui menjadi Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER-16/PJ/2016 Tentang Tarif
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
PPh Pasal 21
(Yang Bukan Pegawai Yang Menerima Imbalan Yang Tidak Bersifat Berkesinambungan)

CONTOH SOAL KE 2

Rani adalah Karyawati PT Maju Pantang Mundur. Statusnya sudah menikah dan belum memiliki anak. Gaji
pokok yang diterima Rani adalah Rp 8.500.000/bulan. Sementara itu,Rani rutin membayar iuran pensiun per
bulan sebesar Rp 50.000.
Pada bulan Januari 2020,Rani mendapatkan uang lembur sebesar Rp.2.000.000.Berapa PPH 21 yang harus
dibayar?
Langkah 1
Gaji pokok + Uang Lembur= Pendapat kotor
Rp 8.500.000+Rp 2.000.000= Rp 10.5000.00
Langkah 2
Biaya Jabatan + Iuran Pensiun = Komponen Pengurang
Rp 500.000+ Rp 50.000=Rp 550.000
Langkah 3
Pendapat kotor –Komponen Pengurang= Gaji Bersih
Rp 10.500.000- Rp 550.000 = Rp 9.950.000
Langkah 4 Hitung Gaji Bersih Setahun
12 x Rp 9.950.000 = Rp 119.400.000
PPh Pasal 21
(Yang Bukan Pegawai Yang Menerima Imbalan Yang Tidak Bersifat Berkesinambungan)

Langkah 5 Hitung Penghasilan Tidak Kena Pajak


Rp 54.0000.000 (PTKP/0)+ Rp 4.500.000 (tambahan 1 suami)= Rp 58.500.000
Langkah 6 Hitung Pengahasilan Kena Pajak Setahun Yaitu Gaji Bersih Setahun-PTKP
Rp 119.400.000-Rp 58.500.000= Rp 60.900.000
Langkah 7 Hitung PPH 21 Terutang Setahun
5% x Rp 50.000.00= Rp 2.500.000
15% x Rp 10.900.000= Rp 1.635.000
Total Rp 2.500.000+Rp 1.635.000= Rp 4.135.000
PPH 21 Terutang Sebulan
Rp 4.135.000 : 12 Bulan =Rp 344.583
Jadi PPH 21 yang harus Rani Bayar di bulan Januari 2020 adalah Rp 344.583.
PPh Pasal 21
(Yang Bukan Pegawai Yang Menerima Imbalan Yang Tidak Bersifat Berkesinambungan)

CONTOH SOAL KE 3
Soal buruh dengan gaji tidak tetap.

Fajar merupakan seorang pekerja belum menikah. Pada bulan Januari 2018, Fajar bekerja sebagai tenaga
kerja harian PT Morisa TV serta mendapat upah Rp 125.000 per jumlah unit TV yang dapat
diselesaikan.Dalam satu minggu (6 hari kerja) Fajar menyelesaikan 24 buah TV dengan total upah Rp
3.000.000. Berapa PPh 21 yang dikenakan?
Cara hitung:
Upah per hari :
Rp 3.000.000 / 6 = Rp 500.000
Upah di atas Rp 450.000 sehari :
Rp 500.000 – Rp 450.000 = Rp 50.000
PPh 21 terutang: 6 x (5% x Rp 50.000) = Rp 15.000
Objek PPh Pasal 21 untuk Peserta
Kegiatan
Objek PPh Pasal 21 untuk peserta kegiatan adalah penghasilan bruto yang
diterima atau diperoleh oleh peserta kegiatan. Penghasilan bruto adalah jumlah seluruh
penghasilan tanpa dikurangi biaya apa pun. Penghasilan bruto peserta kegiatan meliputi
honorarium, uang saku, tunjangan, biaya transportasi, akomodasi, dan fasilitas lain yang
diberikan kepada peserta kegiatan. Jika peserta kegiatan menerima atau memperoleh
penghasilan dalam bentuk barang atau jasa, maka nilai barang atau jasa tersebut dianggap
sebagai bagian dari penghasilan bruto. Sementara kalau peserta kegiatan menerima atau
memperoleh penghasilan dalam mata uang asing, maka nilai mata uang asing tersebut
harus dikonversikan menjadi rupiah dengan menggunakan kurs pajak pada saat
penerimaan atau penerimaannya.
Objek PPh Pasal 21 untuk Peserta
Kegiatan
● Tarif dan Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Peserta Kegiatan
● Penghitungan PPh Pasal 21 untuk peserta kegiatan dilakukan dengan cara mengurangkan
penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari penghasilan bruto peserta kegiatan. PTKP
adalah jumlah penghasilan yang tidak dikenakan pajak sesuai dengan status dan jumlah
tanggungan peserta kegiatan.
● PTKP yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto peserta kegiatan adalah sebesar Rp
54 juta per tahun atau Rp 4,5 juta per bulan. Jika peserta kegiatan telah memperoleh PTKP
dari sumber penghasilan lain, maka PTKP yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
peserta kegiatan adalah sebesar sisa PTKP yang belum digunakan.
● Perlu diingat, jika peserta kegiatan tidak memiliki NPWP, maka akan dikenakan tarif 20
persen lebih tinggi dari yang seharusnya. Setelah dikurangi PTKP, penghasilan bruto
peserta kegiatan menjadi penghasilan kena pajak (PKP).
Objek PPh Pasal 21 untuk Peserta
Kegiatan
PKP adalah dasar pengenaan pajak yang dikenakan tarif progresif sesuai dengan
besarnya PKP. Tarif progresif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh yang berlaku saat ini untuk
PKP peserta kegiatan adalah sebagai berikut:
● – Sebesar 5% untuk PKP sampai dengan Rp 60 juta
● – Sebesar 15% untuk PKP di atas Rp 60 juta sampai dengan Rp 250 juta
● – Sebesar 25% untuk PKP di atas Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta
● – Sebesar 30% untuk PKP di atas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar
● – Sebesar 35% untuk PKP di atas Rp 5 miliar
CONTOH SOAL NO 4
● Berikut adalah contoh penghitungan PPh Pasal 21 untuk peserta kegiatan:
● Ari Gunawan adalah seorang atlet bulutangkis profesional Indonesia yang bertempat
tinggal di Jakarta. Ia menjuarai turnamen Indonesia Grand Prix Gold dan
memperoleh hadiah sebesar Rp 200 juta.
● Maka, PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen Indonesia Grand Prix Gold
tersebut adalah:

● 5% X Rp 60.000.000 = Rp 3.000.000
● 15% X Rp 140.000.000 = Rp 21.000.000
● Rp 3.000.000 + Rp 21.00.000 = Rp 24.000.000
Penerima uang pesangon, Pensiun, dan tunjangan hari tua.
● Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan perihal
Pajak Penghasilan, lalu direvisi dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU
Ciptaker) dan diharmonisasikan dalam Undang-Undang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan (UU HPP).
● Pesangon
● Atas penghasilan uang pesangon yang diterima oleh pegawai akan
dikenakan dan dipotong PPh Pasal 21 yang bersifat final, PPh pasal 21 atas
pesangon tersebut wajib disetor ke Negara paling lama 10 hari setelah masa
pajak berakhir dan dilaporkan pada SPT PPh 21 masa dengan membuat
Formulir 1721-VII Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 (Final).
Berikut dasar hukum PPh 21 atas Pesangon :
Penerima uang pesangon, Pensiun, dan tunjangan hari tua.
● Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 Pasal 4
● Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Pasal 17 ayat (1) huruf a
● PMK No 16/PMK.03/2010 Pasal 1 Ayat 4
● Lapisan tarif progresif untuk PPh 21 atas Pesangon sama dengan yang sebelumnya, yakni :

● Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 sebesar 0%


● Penghasilan bruto diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000 sebesar 5%
● Penghasilan bruto diatas Rp 100.000.000 s/d Rp500.000.000 sebesar 15%
● Penghasilan bruto diatas Rp 500.000.000 sebesar 25%
● Lapisan tarif progresif untuk PPh 21 atas Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan
Hari Tua masih sama dengan yang sebelumnya, yakni :

● Penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000 sebesar 0%


● Penghasilan bruto diatas Rp 50.000.000 sebesar 5%
Penerima uang pesangon, Pensiun, dan tunjangan hari tua.
CONTOH SOAL KE 5
Bagi pegawai yang tidak mempunyai NPWP dikenakan tarif lebih tinggi 20% dari tarif pasal pasal 17 UU PPh.
Contoh:
PT. Asgaramanah melakukan pembayaran uang pesangon kepada Tn. Firman secara bertahap dengan jadwal
pebayaran sbb;
a. Januari 2015: Rp 240.000.000
b. Januari 2016: Rp 120.000.000
c. Juli 2016: Rp 120.000.000
d. Januari 2017: Rp 120.000.000
maka PPh terutang adalah;
a. Januari 2015
0% x Rp 50.000.000 = Rp 0
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp140.000.000 = Rp 21.000.000 + Rp 23.500.000
b. Januari 2016
15% x Rp 120.000.000 = Rp 18.000.000
c. Juli 2016
15% x Rp 120.000.000 = Rp 18.000.000
d. Januari 2017
Karena telah lewat tahun ke- 2 maka uang pesangon dikenakan tarif pasal 17 UU PPh (tidak final)
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 70.000.000 = Rp 10.500.000 + Rp 13.000.000
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai