Anda di halaman 1dari 5

Nama: Indah susanti

Kelas : XII AKL 2

REMEDIAL PAJAK

1.Pak Kelik sebagai pengusaha dengan omzet dalam setahun mencapai Rp3.500.000.000 dan
mendirikan usahanya pada tahun 2018. artinya, Pak Kelik sebagai WP Prbadi yang melakukan usaha
dengan skala UKM dapat memanfaatkan tarif PPh Final 0,5% sesuai PP 23 Tahun 2018.
Karena Pak Kelik merupakan WP Pribadi yang dapat menggunakan fasilitas PPh Final setengah persen
hingga 7 tahun terhitung sejak 2018 dan berakhir pada 2024

Jawaban:
agar lebih mudah memahami perhitungan PPh Pribadi Pengusaha atau UMKM yang bebas PPh,
berikut ilustrasi perhitungannya:
Pak Kelik punya bisnis Katering. Katakanlah jumlah omzet Katering Pak Kelik setiap bulannya sama,
yakni Rp40.000.000 per bulan. Sehingga total omzet setahun adalah Rp480.000.000.
Dan memilih menghitung pajak penghasilan usahanya menggunakan tarif PPh Final 0,5%
berdasarkan PP No. 23 tahun 2018.
Maka, perhitungan PPh Final 0,5% PP 23/2018 atas usaha catering Pak Kelik adalah:
PPh Final = Tarif PPh Final x Peredaran Bruto
= 0,5% x Rp400.000.000
= Rp2.000.000 setahun
Atau
= Rp2.000.000 : 12 bulan
= Rp166.666 sebulan

2.PT CCC memiliki peredaran bruto sebesar Rp45.000.000.000 dan Penghasilan Kena Pajak adalah
sebesar Rp4.500.000.000.Karena peredaran bruto PT CCC tidak melebihi Rp50 miliar, maka
penghitungan PPh Badan PT CCC dilakukan sesuai ketentuan Pasal 31E.
PPh Badan Terutang PT CCC adalah...

Jawaban:Peredaran Bruto = Rp45.000.000.000


Penghasilan Kena Pajak = Rp4.500.000.000
Bagian Penghasilan Kena Pajak dengan Fasilitas: =
[Batas Penghasilan Bruto yang mendapat fasilitas tarif : Peredaran Bruto] x Penghasilan Kena
Pajak) = (Rp4.800.000.000/Rp45.000.000.000) x Rp4.500.000.000 = Rp480.000.000
PPh Terutang untuk Bagian dengan Fasilitas: = (Pengurang Tarif x Tarif PPh x Penghasilan Kena
Pajak dengan Fasilitas) = 50% x 20% x Rp480.000.000 = Rp48.000.000
3.PT BBB memiliki peredaran bruto sebesar Rp4.500.000.000. Penghasilan Kena Pajak adalah sebesar
Rp800.000.000.
PT BBB tidak termasuk WP yang dikenakan PPh Final atas peredaran Bruto Tertentu.
Karena Peredaran Bruto PT BBB tidak melebihi Rp50 miliar, maka penghitungan PPh Badan PT BBB
dilakukan sesuai Pasal 31E.
Untuk ketentuan tarif menggunakan Pasal 31E, perlu diperhatikan bahwa peredaran bruto sampai
dengan Rp4,8 miliar, memperoleh fasilitas pengurangan tarif sebesar Rp50%.
Karena Peredaran Bruto PT BBB tidak melebihi Rp4,8 miliar, maka seluruh bagian peredaran bruto
memperoleh fasilitas pengurangan tarif.
Berikut perhitungan PPh Badan Terutang PT BBB:

Jawaban:
Peredaran Bruto = Rp4.500.000.000
Penghasilan Kena Pajak = Rp800.000.000
PPh Badan = (Pengurang Tarif x Tarif PPh x Penghasilan Kena Pajak)
= 50% x 20% x Rp800.000.000
= Rp80.000.000

4.Pada tahun 2020, PT Abjad XYZ memperoleh penghasilan bruto sebesar Rp 6 Miliar. Selain itu,
diketahui selama tahun berjalan tersebut, PT Abjad XYZ memiliki rincian beban dan pendapatan
sebagai berikut:
Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan bruto sebesar Rp5,4
miliar.
Mendapatkan penghasilan lainnya sebesar Rp50 juta.
Pengeluaran biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya sebesar Rp30
juta.
Kompensasi kerugian fiskal dari tahun sebelumnya Rp10 juta.
Kredit PPh Pasal 25 Rp100 juta.
Kredit PPh Pasal 22 Rp10 juta.
Kredit PPh Pasal 23 Rp20 juta.
Berapa besaran PPh terutang PT Abjad XYZ untuk dibayar dan dilaporkan pada SPT Tahunan PPh
Badan? Pertama-tama, terlebih dahulu mencari besaran penghasilan kena pajak PT Abjad XYZ:

Jawaban:
Peredaran Bruto – Biaya 3M Peredaran Bruto = Penghasilan Neto
Rp6.000.000.000 – Rp5.400.000.000 = Rp600.000.000
Penghasilan lainnya – Biaya 3M Penghasilan Lainnya = Penghasilan Neto Lainnya
Rp50.000.000 – Rp30.000.000 = Rp20.000.000
Total Penghasilan Neto = Rp600.000.000 + Rp20.000.000
Total Penghasilan Neto = Rp620.000.000
Penghasilan Kena Pajak = Total Penghasilan Neto – Kompensasi Kerugian
Penghasilan Kena Pajak = Rp620.000.000 – Rp10.000.000
Penghasilan Kena Pajak PT Abjad XYZ adalah sebesar Rp610.000.000
Karena omzet peredaran bruto PT Abjad XYZ di atas Rp4,8 miliar, maka memperoleh fasilitas
pengurangan tarif:
Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
(Rp4.800.000.000 x Rp610.000.000) / Rp6.000.000.000 = Rp488.000.000
Jumlah penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas
Rp610.000.000 – Rp488.000.000 = Rp122.000.000
Maka, besaran PPh terutangnya adalah
(50% x 22%) x Rp488.000.000 = Rp53.680.000
22% x Rp122.000.000 = Rp26.840.000
Total PPh terutang= Rp53.680.000 + Rp26.840.000
PPh terutang PT Abjad XYZ adalah sebesar Rp80.520.000
PT Abjad XYZ memiliki beberapa kredit pajak penghasilan yang sudah dibayar:
PPh Pasal 22 + PPh Pasal 23 + PPh Pasal 25
Rp10.000.000 + Rp20.000.000 + Rp100.000.000
Maka, PPh terutang dikurangi dengan total kredit pajak tersebut.
Rp80.520.000 – Rp130.000.000= (Rp49.480.000)
Dalam hal ini, PT Abjad XYZ memiliki lebih bayar pajak sebesar Rp49.480.000

5.Mas Danar bekerja di PT.EDG sebagai karyawan tetap dengan gaji pokok Rp4.700.000 per bulan,
tunjangan makan dan transportasi Rp1.000.000. Ia belum berkeluarga dan tidak memiliki
tanggungan. Lantas berapa PPh 21 Mas Danar?

Jawaban:
Total gaji: 5.700.000
Biaya jabatan : 5%
PTKP (TK/0): 54.000.000
Perhitungan
5.700.000 X 5% = 285.000
5.700.000 – 285.000 = 5.415.000 (penghasilan neto sebulan)
5.415.000 X 12 = 64.980.000 (penghasilan neto setahun)
64.980.000-54.000.000 = 10.980.000 (penghasilan kena pajak setahun)
10.980.000 X 5% = 549.000 (PPh 21 setahun)
549.000 : 12 = 45.750 (PPh 21 sebulan)

6.Hidayat seorang pria lajang, bekerja sebagai buruh harian PT Mulya Abadi pada bulan Januari 2019.
Rohmat bekerja selama 15 hari dan menerima gaji harian sebesar Rp550.000.
Hitunglah berapa besarnya PPh 21 atas gaji harian yang diterima Hidayat.

Jawaban:
Penghitungan PPh Pasal 21
Upah sehari Rp550.000
Upah sehari >Rp450.000 Rp550.000-Rp450.000 Rp100.000
PPh 21 5% × Rp100.000
Pada hari ke-9 kerja, Hidayat setelah menerima penghasilan sebesar Rp4.950.000, sehingga
penghasilan telah melebihi batas Rp4.500.000.
PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima Hidayat pada bulan Januari 2019 dihitung:

Penghitungan PPh Pasal 21


Upah 9 hari kerja 9 × Rp550.000 Rp4.950.000
PTKP 9 × (Rp54.000.000÷36) -Rp1.500.000
Penghasilan Kena Pajak
PPh Pasal 21 5% × Rp3.450.000 Rp172.500
PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai hari ke-8 8 × Rp5.000 -Rp40.000
PPh Pasal 21 terutang pada hari ke 9
Jumlah sebesar Rp172.100 dipotongkan dari upah harian sebesar Rp550.000 adalah: Rp550.000-
Rp172.100 = Rp377.900
PPh Pasal 21 yang dipotong per hari pada hari ke-10 dan seterusnya:
Upah yang diterima Hidayat pada hari ke 10 adalah: Rp550.000-Rp20.000 = Rp530.000

7.Contoh lengkap bukan objek pajak, PPh final, deductable expense dan non deductable expense

Jawaban:
Non-Deductible Expense adalah biaya yang tidak diperbolehkan untuk mengurangi penghasilan
bruto karena pengeluaran yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak, seperti pembayaran imbalan dalam bentuk natura, sumbangan,
pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemilik, cadangan atau pemupukan dana cadangan, pajak
penghasilan, dan biaya lainnya yang tidak diperbolehkan (Resmi, 2017). Sesuai dengan pasal 9 UU
Pph berikut adalah yang termasuk non deductible expense :
Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen.
Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
Pembentukan dana cadangan, kecuali pembentukan dana cadangan yang dapat dikurangkan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Kementerian Keuangan (PMK No.81/PMK.03/2009 dan PMK
No.219/PMK.011/2012)
Premi asuransi yang berkaitan dengan kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan beasiswa, yang
dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut
dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan. Kecuali yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak
yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
Aset yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6
ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m UU PPh serta zakat yang diterima oleh lembaga amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pajak Penghasilan.
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang
menjadi tanggungannya.
Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham.
Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang
berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dari penjelasan diatas maka untuk management pajak non deductible expenses adalah untuk
biaya tunjangan kesehatan, jika perusahaan memberikan tunjangan tersebut dalam bentuk in kind
seperti disediakan dokter dan obat di klinik perusahaan maka hal tersebut berupa natura yang
tidak dapat dibebankan, namun jika dirubah dalam bentuk uang cash berupa tunjangan maka
perusahaan dapat membebankan tunjangan kesehatan tersebut sebagai deductible expenses.

Anda mungkin juga menyukai