Akuntansi Pajak
( PPh Pasal 21 )
Bang Togar adalah Karyawan di PT. Karya Kencana yang memiliki Penghasilan sebesar Rp.
5.000.000 / Bulan, Bang Togar sudah kawin dan memiliki 3 orang anak, dan setiap bulannya
bang togar membayar Iuran Hari Tua sebesar Rp.100.000. Hitunglah pajak terutang bang Togar /
tahun dan / bulan !
Jawab :
Penghasilan Bang Togar Rp. 5.000.000
Biaya Jabatan 5 % X Rp. 5.000.000 ( Rp. 250.000 )
Iuran Hari Tua ( Rp. 100.000 )
_______________________________
Ket :
PTKP sebesar Rp. 24.300.000 itu berdasarkan peraturan yg dikeluarkan menkeu yaitu :
PMK – 196/PMK.011/2012
Yang berlaku mulai 01 januari 2013 hingga sekarang.
Biaya jabatan tidak boleh lebih dari Rp.1.000.000 alias Maksimal Rp.1.000.000
Dan Jurnal yang dicatat perusahaan jika pekerja langsung menerima gaji bersih :
Biaya Gaji Rp. 5.000.000
Utang Pajak – PPh 21 Rp. 97.500
Iuran Hari Tua Rp. 100.000
Kas Rp. 4.802.500
Dan Jurnal yg Dibuat Perusahaan saat membayar utang pajak dan iuran hari tua :
Utang Pajak – PPh 21 Rp. 97.500
Iuran Hari Tua Rp. 100.000
Kas Rp. 197.500
Artikel Terkait
jak
Reply
2.
Reply
3.
Apakah biaya jabatan hanya untuk pegawai negeri atau juga berlaku untuk pegawai
swasta(asalkan bekerja secara tetap di suatu perusahaan)? Terimakasih
Reply
Replies
1.
tidak, Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja
sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
Smoga Bemanfaat Y
Reply
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei 2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 Juni 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 Juni 2010
CV. Karya Sejati membayar jasa akuntansi ke KAP Candra & Partner sebesar Rp10.000.000 (
tidak termasuk PPN ) Pada tanggal 1 April 2010 dan PPh 23 langsung dipotong CV.Karya Sejati.
Ditanya :
a. Besarnya PPh 23 Terutang ?
b. Juranal Akuntansi yang dibuat CV.Karya Sejati dan KAP Candra & Partner.
Jawab :
a. Besarnya PPh 23 yaitu = 2%x 30% x 10.000.000 = Rp60.000
Rumus PPh 23 yaitu : 2% x DPP
Ket : 2 % merupakan tarif Tunggal ( Jika WP Tidak punya NPWP Tarif menjadi 4% )
DPP merupakan dasar pengenaan pajak, yang mana jasa akuntansi pengenaan
pajaknya adalah 30%.
b. Jurnal Akuntansinya :
CV. Karya Sejati :
Saat membayar Jasa akuntasi ke KAP Candra & Partner :
Kas 10.940.000
PPh 23 dibayar dimuka 60.000
Pendapatan Jasa 10.000.000
PPN Keluaran 1.000.000
Karna KAP Candra & Partner Memungut PPN, maka PPN saat disetor ke negara :
PPN Keluaran 1.000.000
Kas 1.000.000
Home
Update dan postingan baru dari blog ini bisa anda temukan di Accounting-Financial-
Tax.com. Di situs yang baru ini makin banyak topik di bahas, berbagai accounting
standard, concept dan contoh kasus yang bervariasi. Dengn ciri khas yang sama: detail,
mendalam, dan practical. Diupdate setiap hari, termasuk perkembangan terkini dari
international accounting standard [IAS], International Financial Reporting Standard
[IFRS], GAAP Codification [ASC], Auditing Standard, dll. Dan, semuanya disajikan
dengan interface yang lebih user friendly, clear navigation yang mengkaitkan antara satu
topic dengan topic lain, dengan tingkat accuracy yang selalu dievaluasi dari waktu ke
waktu.
"Accounting theories and concept" adalah penting, akan tetapi apalah artinya concept dan
theory jika tidak diwujudkan dalam tingkatan implementasi.
Per 2011, saya juga aktif menulis di JurnalAkuntansiKeuangan.com yang di launch baru-
baru ini, meskipun tak cukup sering.
[Q]. Siapa yang wajib bertindak selaku pemotong PPh Pasal 23?
[A]. Pemotong PPh Pasal 23: badan pemerintah,Wajib Pajak badan dalam negeri,
penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT), perwakilan perusahaan luar negeri lainnya,
Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
15 % dari jumlah bruto atas: dividen, bunga, dan royalti, hadiah dan penghargaan selain yang
telah dipotong PPh pasal 21.
15 % dari jumlah bruto dan final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi, yang
jumlahnya melebihi Rp. 240.000,00 setiap bulan.
15% dari perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta. Tarif, perkiraan penghasilan neto, dan objeknya adalah: 15 % x 20 % dari
jumlah bruto atas sewa penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat, 15 % x 40 % dari
jumlah bruto atas sewa lainnya (tidak termasuk sewa tanah dan bangunan).
[Q]. Imbalan jasa lainnya, jasa apa saja yang dimaksudkan jasa lainnya?
[A]. Dibagi menjadi 5 (lima) kelompok besar berdasarkan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)-nya,
yaitu:
(1). DPP-nya 50% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
a). Jasa profesi.
b). Jasa konsultan, kecuali konsultan konstruksi
c). Jasa akuntansi dan pembukuan
d). Jasa penilai
e). Jasa aktuaris
b). Jasa perancang / desain : Jasa perancang interior dan jasa perancang pertamanan, Jasa
perancang mesin dan jasa perancang peralatan, Jasa perancang alat-alat transportasi/kendaraan,
Jasa perancang iklan/logo, Jasa perancang alat kemasan.
c). Jasa instalasi/pemasangan : Jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik / telepon / air / gas / AC /
TV Kabel, kecuali dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi
dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi, Jasa instalasi/pemasangan
peralatan,
d). Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan, Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan mesin,
listrik / telepon / air / gas / AC / TV kabel, Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan peralatan,
Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan alat-alat transportasi / kendaraan, Jasa perawatan /
pemeliharaan / perbaikan bangunan, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin / sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi.
e). Jasa pengeboran (jasa drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali
yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap.
g). Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas.
o). Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan KSEI dan tidak termasuk
sewa gudang yang telah dikenakan PPh final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun
1996
Eit…. Pasti ada yang mau tanya….”Apa bedanya PPh Pasal 23 dengan PPh Pasal 4(2)?"
Smart question! Tetapi jawabannya saya pending dahulu, nanti kita bicarakan di pembahasan
pembahasan PPh Pasal 4(2).
BUT = Acronym dari Badan Usaha Tetap = Representative Office = Perwakilan perusahaan
asing yang berkedudukan di Indonesia.
DPP = Dasar Pengenaan Pajak = Nilai Neto/Penghasilan Neto = Penghasilan setelah dikurangi
perkiraan expense/cost.
Pemotong = Pihak yang melakukan pemotongan atas obyek PPh Pasal 23 (silahkan baca
kembali FAQ).
Terpotong = Pihak penerima penghasilan atas obyek PPh Pasal 23 (silahkan baca kembali
FAQ).
Kalau kita summarized dari FAQ tadi, maka obyek pajak dan tarifnya dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok besar, yaitu:
[-]. Obyek pajak yang PPH Pasal 23 menggunakan “Jumlah Bruto” sebagai DPP (Dasar
Pengenaan Pajak).
Contoh Kasus-1:
Pada tanggal 10 May 2008, PT. Sukses Gemilang, membagikan dividen masing-masing Rp
10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan, PT. Sukses Gemilang
wajib memungut PPh Pasal 23.
Read on….
Tarif PPh Pasal 23 atas dividen adalah 15% (baca kembali FAQ), sehingga besarnya PPh Pasal
23 yang dipotong kepada masing-masing pemegang saham dihitung dengan formula:
1). Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pencatatan atas pembagian dividen dan
pemotongan PPh Pasal 23, dengan jurnal:
2). Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pemotongan dan menerbitkan bukti
pemotongan PPh Pasal 23 atas dividen yang diterima oleh pemegang saham masing-masing
sebesar Rp 1,500,000 kepada keduapuluh penerima dividen.
3). Pada penutupan buku Tanggal 30 May nanti, di neraca PT. Sukses Gemilang akan
muncul: Dividen (pengurang retained earning) sebesar Rp 200,000,000 di sisi Pasiva, pada
kelompok equity, dan Utang PPh Pasal 23 sebesar Rp 30,000,000 di sisi aktiva lancar (current
asset). Itulah disebut “saat pengakuan PPh Pasal 23 terhutang” (baca kembali FAQ).
4). Pada tanggal 10 June 2008 (latest) menyetorkan PPh Pasal 23 (yang telah dipungut
olehnya) ke kas negara melalui bank persepsi (disebut “Saat penyetoran”), dan atas penyetoran
tersebut dicatat dengan jurnal:
Dengan jurnal di atas, maka Utang PPh pasal 23 menjadi nol, dan akumulasi cash-out adalah Rp
200,000,000 (sama dengan pengakuan dividen-nya: Rp 170,000,000 telah dicatat tanggal 10 May
dan Rp 30,000,000 telah dicatat tanggal 10 June 2008).
5). Tanggal 10 June 2008 (latest), melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 disertai:
a). Daftar pemotongan
b). Bukti Pemotong masing-masing 1 copy
c). SSP atas setoran yang telah dilakukan melalui bank persepsi.
Apa pengaruhnya terhadap besarnya PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29 PT. Sukses Gemilang
(selaku pemotong)?, Jawabannya: Tidak ada pengaruhnya. PT. Sukses Gemilang telah
mengakui pembagian dividen sepenuhnya (Rp 200,000,000) dan pengakuan cash-out sejumlah
yang sama. Dividen bukanlah cost/expense. Hanya saja, atas pembagian dividen tersebut PT.
Sukses Gemilang akan memasukkan pembagian dividen tersebut pada SPT PPh Badan Tahunan-
nya pada blanko 1771-V (Bagian:B).
Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pencatatan atas penerimaan dividen dan potongan
PPh Pasal 23 dengan jurnal:
[Debit]. Cash = Rp 8,500,000 (Nilai neto setelah dipotong PPh Pasal 23)
[Debit]. PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
[Credit]. Pendapatan dividen = Rp 10,000,000
Pada tanggal 10 May 2008, menerima bukti pemotongan PPh Pasal 23 dari PT. Sukses
Gemilang dan mengarsipkannya.
Pada saat pembuatan SPT PPh Pasal 29 nantinya, PPh Pasal 23 tersebut dimasukkan ke
dalam blanko 1770 S-1 (Bagian:B) dan akan menjadi kredit pajak (Blanko 1770-S Bagian:D),
dengan melampirkan bukti potong yang telah diterima dari PT. Sukses Gemilang.
Itulah prosedur dan perlakuan akuntansi atas PPh Pasal 23 pembagian dividen. Untuk obyek
pajak yang dihitung berdasarkan jumlah bruto lainnya, silahkan lihat kembali FAQ).
[-]. Obyek pajak yang PPH Pasal 23 yang menggunakan “Jumlah Neto” sebagai DPP.
Besarnya jumlah neto telah ditentukan oleh undang-undang dengan persentase tertentu dari
jumlah bruto-nya berdasarkan jenis jasa yang diserahkan (silahkan baca kembali FAQ).
(1). DPP-nya 30% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN): Jasa Konsultan Akuntansi
Contoh:
Pada tanggal yang sama (10 May 2008), PT. Sukses Gemilang menerima Debit Note dari “Asal-
asalan Solusindo Consultant” yang menangani pembukuannya sebesar Rp 5,500,000 (termasuk
PPn). Untuk itu PT. Sukses Gemilang wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebelum
dilakukan pembayaran, dengan perhitungan sebagai berikut:
Dan contoh perhitungan atas obyek lainnya (tarif dan DPP lainnya), silahkan dikembangkan, get
self-exercised (baca FAQ dengan teliti kata demi kata, kalimat demi kalimat), saya yakin dengan
2 contoh di atas, sudah lebih dari jelas.
Mengapa ada obyek PPh Pasal 23 yang menggunakan jumlah bruto sebagai DPP, sementara
ada obyek PPh Pasal 23 lainnya menggunakan jumlah neto sebagai DPP? Why?
Logically, bisa dilihat bahwa obyek yang dihitung berdasarkan bruto-nya, adalah obyek-obyek
pajak yang untuk memperoleh penghasilan tersebut sama sekali tidak ada cost/expense.
Sementara obyek yang menggunakan jumlah neto sebagai DPP adalah obyek-obyek (penyerahan
jasa) yang obviously ada pengorbanan ekonomis (cost/expense) untuk memperoleh pendapatan
tersebut.
Mengapa jasa Akuntansi jumlah neto-nya 30%, sementara jasa lainnya dengan % yang
berbeda?.
Ada yang bisa membantu saya mencarikan logika atas pertanyaan itu?, rekan-rekan dari
accounting? Rekan-rekan dari manajemen?, atau bapak-bapak dari DJP? Bapak-bapak dosen dan
konsultan pajak?. Silahkan tulis komentar anda, saya akan senang berdiskusi mengenai masalah
ini.
Prosedur perhitungan, pemotongan, pencatatan dan pelporan PPH Pasal 23, sesungguhnya tidak
sesulit perhitungan dan perlakuan PPh pasal 21 atau pajak lainnya, yang agak confusing
adalah obyek pajaknya (setidaknya itu menurut saya). Silahkan share juga pendapat anda
mengenai hal ini.
Update: 12-May-2008 (Penting).
Hmmm... say abaru tahu ada tarif efektif PPh Pasal 23 terbaru 2007 (PER-70/PJ/2007), saya
ketinggalan, mengikuti tarif PPh pasal 23 yang berubah terus, what a confussion!. Untuk tarif
silahkan baca PER-70/PJ/2007, sedangkan untuk perlakuan masih berlaku hal yang sama seperti
yang saya tulis disini.
Diposting oleh PUTRA
Label: Akuntansi Pajak, ARTIKEL, PAJAK, Taxation di 7:00 PM
6 comments:
1.
Anonymous4/6/08 6:42 PM
Myra
Reply
2.
Billy16/6/08 8:45 PM
Dear,
Mohon Pak Putra minta form excel perhitungan PPH Pasal 23 ini dengan daftar bukti
potongnya.
Reply
3.
Anonymous7/8/08 7:35 AM
Syarif
Reply
4.
Anonymous17/6/09 8:39 PM
Pertanyaan:
1. Apakah pemotongan atas penghasilan deviden dari perusahaan Malaysia tersebut telah
sesuai dengan peraturan???
Reply
5.
Anonymous21/5/10 4:16 AM
Reply
6.
Saya mau nanya. Kalau kita di sisi yang dipotong, pada saat transaksi kita catatkan di sisi
debit di bagian aset. Nah pada akhir bulan kita catatkan sebagai apa ya? Kan tidak
mungkin selamanya ada di sisi aset.
Terima kasih
WINBIE GENESIS
BLOG YANG BISA BUAT NILAI UJIAN KAMU MENJADI A+ DAN MENJADIKAN MU
MASTER MANAGEMEN
Home
EBOOK
SKRIPSI
MAKALAH
LOWONGAN KERJA
CERITA LUCU
skripsi
PPH PASAL 23 DAN CONTOH SOAL
Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari
modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
Penghitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah bruto tidak termasuk PPN
Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23:
1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk
dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih
dahulu.
2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan dengan
hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan
pada hari kerja berikutnya.
Bukti Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang
Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.
Contoh Kasus-1:
Pada tanggal 10 May 2010, PT. Sukses Gagalnya, membagikan dividen masing-masing Rp
10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan, PT. Sukses Gagalnya
wajib memungut PPh Pasal 23.
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei 2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 Juni 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 Juni 2010
Contoh Kasus-2:
Pada tanggal 20 agustus 2010, PT. Tukang Utang membayar bunga atas pinjaman membayarkan
bunga kepada PT. Lintah Darat sebesar Rp 90.000.000,-
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Agustus 2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 September 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 September 2010
Contoh Kasus-3:
CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat Lemes membayar Royalti kepada Tuan. Doan Wiro
Pasaribu atas pemakaian merek Ayam Goreng “Pak Doan” sebesar Rp 1.000.000.000,- pada
tanggal 2 Maret 2010
PPh pasal 23 yang harus dipotong CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat Lemes :
=> 15% x Rp 1.000.000.000,- = Rp 150.000.000,-
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Maret 2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 April 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 April 2010
Contoh Kasus-4 :
Doan Pasaribu mendapat hadiah sebuah mobil senilai Rp 200.000.000,- atas undian
tabungan yang diselenggarakan Bank Kecap ABC pada tanggal 20 Januari 2010
PPh pasal 23 yang harus dipotong Bank Kecap ABC adalah :
=> 15% x Rp 200.000.000,- = Rp 30.000.000,-
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Januari2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 Februari 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 Februari 2010
Contoh Kasus-5 :
PT. Selalu Susah menyewa sebuah bus pariwisata dengan nilai sewa Rp 20.000.000,- milik Budi
Apabila Budi tidak mempunyai NPWP maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT. Selalu susah
adalah Rp 800.000,-
Contoh Kasus-6 :
PT Kalkulus meminta jasa dari Pak Dodi untuk membuat sistem akuntansi Perusahaan dengan
imbalan sebesar Rp. 22.000.000,- (sudah termasuk PPN)
PPh pasal 23 yang dipotong PT kalkulus adalah
2% x Rp 20.000.0000,- = Rp 400.000,-
PT. Celalu cayang dy membayarkan jasa konsultan PT Jaya sebesar Rp 2.200.000 ( termasuk
PPN). PT jaya tidak mempunyai NPWP
maka PPh pasal 23 yang dipotong PT. Celalu cayang dy adalah:
200% x 2% x Rp 2.000.000 = Rp 80.000,-
Labels: PERPAJAKAN
0 comments:
Wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas penghasilan kena pajak yang berasal dari
seluruh penghasilan wajib pajak termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar
negeri. Jadi, pajak penghasilan dikenakan kepada wajib pajak tanpa memandang tentang
penghasilan tersebut diperoleh dari dalam negeri ataupun luar negeri. Dalam menghitung pajak
penghasilan, maka seluruh penghasilan tersebut digabungkan. Apabila dalam penghasilan kena
pajak terdapat penghasilan dari luar negeri, maka pajak penghasilan yang dibayarkan ataupun
terutang di luar ngeteri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan
yang terutang di Indonesia.
PPh pasal 24 ayat 1 menyatakan bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri
atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh
dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan undang-undang ini dalam tahun pajak
yang sama.
Ayat 2 besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan
pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.
Ayat 3 dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber
penghasilan ditentukan sebagai berikut:
a. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan
sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut
didirikan atau bertempat kedudukan;
b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah
negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat
kedudukan atau berada;
c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat
harta tersebut terletak;
90
d. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara
tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
e. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan;
f. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam
pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi
penambangan berada;
g. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; dan
h. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah
negara tempat bentuk usaha tetap berada.(4) Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip yang
dimaksud pada ayat tersebut. (5) Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang
dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang
menurut Undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan
atau pengembalian itu dilakukan. (6) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas
penghasilan dari luar negeri diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
PPh pasal 24 merupakan kredit pajak luar negeri yang dilakukan dalam tahun
digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Indonesia
menganut tax credit yang ordinary credit dengan menerapkan per country limitation.
A. Penggabungan Penghasilan
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut :
1. Penggabungan penghasilan dari usaha di dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut.
91
2. penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU No. 10/1994) dilakukan
dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan keputusan
Menteri Keuangan.
Contoh 1
PT. “Sembada” memperoleh penghasilan neto dari luar negeri dalam
tahun 2011 adalah :
1. Hasil usaha di Singapura dalam tahun pajak 2011 sebesar Rp 2.000.000.000,00
2. Diperoleh dividen atas kepemilikan sahamnya di Holden Corp negeri Belanda sebesar Rp.
1.000.000.000,00 yang berasal dari keuntungan tahun 2010 yang ditetapkan RUPS th. 2009 dan
baru dibayarkan tahun 2011.
3. Penghasilan berupa bunga dari obligasi yang ditanamkan City bank, di Singapura Rp. 600.000
yang akan diterima awal tahun 2012.
Dari ketiga penghasilan tersebut, yang diakui sebagai penghasilan tahun 2011 adalah
berasal dari hasil usaha di Singapura dan dividen yang diperoleh dari Holden Corp, sedangkan
penghasilan dari City bank telah dapat di akui sebagai penghasilan tahun 2011 karena
diperolehnya masih pada tahun 2010, yang berarti merupakan penghasilan tahun 2010.
92
C. Batas Maksimum Kredit Pajak
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/atau perhitungan
berikut ini :
1. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri
2. (Penghasilan luar negeri : seluruh penghasilan kena pajak) x seluruh PPh (berdasarkan pasal 17)
3. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh pen ghasilan kena pajak adalah lebih kecil dari pada
penghasilan luar negeri.
Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan
batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing masing negara.
Contoh :
PT. “Sembada” pada tahun 2011 memperoleh penghasilan neto, sbb :
1. Di Indonesia sebesar Rp3.500.000.000,00
2. Di Singapura Rp1.500.000.000,00 dengan tarif pajak 40%
3. Di Belanda Rp 1.000.000,00 dengan tarif pajak 20%
93
a. Singapura :
Pajak terutang : 40% x Rp. 1500.000.000,00 = Rp 600.000.000,00 maka kredit yang diperlukan
adalah Rp 420.000.000,00 (yaitu diambil yang terendah)
dengan perbandingan (Rp 1.500.000.000,00 : 6000.000.000,00) x Rp 1.500.000.000,00 =
Rp375.000.000,00
b. Belanda
Pajak terutang : 20% x Rp 1000.000.000,00 = Rp 200.000.000,00
Dengan perbandingan (Rp1.000.000.000 : Rp 6.000.000.000) x Rp.1.500.000.000
= Rp249.999.999,99 maka kredit pajak diperkenankan adalah Rp 200.000.000,00
Jadi besarnya kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah
Singapura Rp. 375.000.000,00
Belanda Rp. 200.000.000,00
Kredit pajak yang diperkenankan Rp. 575.000.000,00
Labels: PERPAJAKAN
0 comments:
Post a Comment
Dalam rangka meringankan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban membayar pajak,
maka sistem pembayaran pajak di Indonesia mengatur secara khusus tentang cara pembayaran
pajak dengan angsuran pajak hal ini diatur dalam pasal 25 UU No. 36 tahun 2008 tentang pajak
penghasilan.
Pajak penghasilan pasal 25 ayat 1 menyatakan besarnya angsuran pajak dalam tahun
pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan adalah sebesar
pajak penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun
pajak yang lalu dikurangi dengan:
a. pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta pajak
penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
b. pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Ayat 2 menyatakan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib pajak
untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilandisampaikan
sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sama
dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhirtahun pajak yang lalu.
Ayat 3 Dihapus.
Ayat 4 menyatakan apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak
untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat
ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat
ketetapan pajak.
Ayat 5 Dihapus.
Ayat 6, menyatakan Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan
besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:
a. Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian;
95
b. Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas
waktu yang ditentukan;
d. Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan;
e. Wajib pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang
mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan
f. terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak.
Ayat 7, menyatakan Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya
angsuran pajak bagi:
a. Wajib pajak baru;
b. bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib pajak masuk bursa, dan Wajib
pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat
laporan keuangan berkala; dan
c. Wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% (nol koma tujuh
puluh lima persen) dari peredaran bruto.
Ayat 8, menyatakan Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib pajak dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak ke luar negeri wajib
membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ayat 8a menyatakan Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) berlaku sampai dengan
tanggal 31 Desember 2010.
Ayat 9 Dihapus
Besarnya angsuran PPh pasal 25 tiap bulan dilakukan dengan cara menghitung selisih
pajak yang terhutang pada tahun pajak yang lalu dengan kredit pajak berupa PPh pasal 21,22,
23,dan 24 dibagi dengan 12. Kredit pajak (pasal 25) adalah suatu jumlah yang merupakan
angsuran pajak baik yang telah dipungut/dipotong maupun yang dibayar berdasarkan ketentuan
yang berlalu yang dapat dikreditkan atau diperhitungkan dengan pajak yang terhutang.
96
Secara skematis dapat disajikan berikut ini
PPh Terutang menurut SPT – th 2011 Rp. xxx
Dikurangi kredit pajak :
1. PPh pasal 21 (di potong pemberi kerja) Rp xxx
2. PPh pasal 22 (di pungut pihak lain) Rp. xxx
3. PPh pasal 23 (di potong pihak lain) Rp xxx
4. PPh pasal 24 (kredit pajak luar negeri) Rp xxx
5. PPh pasal 25 (PPh yang dibayar sendiri) Rp xxx +
Rp xxx - Pajak
Kurang Bayar/Pajak Lebih Bayar Rp xxx
Jika terdapat kurang bayar, maka harus dibayar terlebih dahulu (sesuai dengan PPh pasal
29) sebelum memasukkan SPT tahunan.
Contoh 1
Tn. Candra sebagai pegawai di PT Sembada juga memiliki usaha, dimana data pada
tahun 2011 adalah:
PPh terutang sesuai dengan SPT tahunan PPh th. 2011 Rp. 40.000.000,00
PPh tahun 2011 yang telah dipotong di pungut dan di bayar :
1. PPh pasal 21 Rp. 10.000.000,00
2. PPh pasal 22 Rp 4.000.000,00
3. PPh pasal 23 Rp 2.000.000,00
4. PPh pasal 24 -
5. PPh pasal 25 Rp 2.000.000,00
Rp. 18.000.000,00 -
PPh kurang bayar Rp. 22.000.000,00
Berdasarkan data tahun 2011 tersebut dapat dihitung besarnya PPh pasal 25 untuk tahun 2012.
Besarnya angsuran PPh pasal 25 untuk tahun 2012 adalah :
PPh yang terutang tahun 2011 Rp. 40.000.000,00
Dikurangi
1. PPh 21 Rp.10.000.000,00
2. PPh 22 Rp. 4.000.000,00
97
3. PPh 23 Rp. 2.000.000,00
4. PPh 24 - +
Rp. 16.000.000,00 -
Dasar perhitungan PPh pasal 25 untuk tahun 2012 Rp 24.000.000,00
98
3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yagn ditentukan
4. Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT tahunan.
5. Wajib pajak membetulkan sendiri SPT tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan
lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib pajak
Contoh:
1. Data Tn. Andi dengan status K/3 diketahui sebagai berikut:
PPh terutang berdasarkan SPT 2010 sebesar Rp150.000.000,00, PPh yang dipotong pemberi
kerja Rp30.000.000,00, PPh dipungut pihak lain Rp 25.000.000,00, PPh dipotong pihak lain
Rp7.500.000 dan Kredit pajak luar negeri Rp27.500.000,00.
Hitung PPh pasal 25 untuk tahun 2011.
PPh terutang berdasarkan SPT 2010 Rp150.000.000,00
Kredit Pajak:
PPh 21 :Rp30.000.000,00
PPh 22 :Rp25.000.000,00
PPh 23 :Rp 7.500.000,00
PPh 24 :Rp27.500.000,00
Jumlah kredit pajak Rp 90.000.000,00
Selisih Rp.60.000.000,00
2. Data Tn. Andi (ada hubungan soal sebelumnya) dengan status K/3 istri tidak berpenghasilan
diketahui Penghasilan Neto tahun 2010 sebesar Rp1.000.000.000,00 PPh yang dipotong pemberi
kerja Rp45000.000,00, PPh dipungut pihak lain Rp 55.000.000,00, PPh dipotong pihak lain
Rp27.500.000,00 dan Kredit pajak luar negeri Rp47.500.000,00. Hitung PPh pasal 25 untuk
tahun 2010.
Penghasilan Neto tahun 2010 Rp1.000.000.000,00
PTKP K/3 Rp 21.120.000,00
99
PKP Rp 978.880.000,00
PPh terutang (PPh pasal 17)
5% X 50.000.000 = 2.500.000
15%X200.000.000 = 30.000.000
25%X250.000.000 = 62.500.000
35%X478.880.000 = 167.608.000
PPh terutang Rp262.608.000
Kredit Pajak:
PPh 21 :Rp45.000.000,00
PPh 22 :Rp55.000.000,00
PPh 23 :Rp27.500.000,00
PPh 24 :Rp47.500.000,00
PPh 25 :Rp60.000.000,00
Labels: PERPAJAKAN
0 comments:
Post a Comment