Anda di halaman 1dari 35

Menghitung PPh Pasal 21 ( dilengkapi dengan Jurnal )

Akuntansi Pajak
( PPh Pasal 21 )

a beri satu contoh cara menghitung pajak terutang PPh Pasal 21 :

 Bang Togar adalah Karyawan di PT. Karya Kencana yang memiliki Penghasilan sebesar Rp.
5.000.000 / Bulan, Bang Togar sudah kawin dan memiliki 3 orang anak, dan setiap bulannya
bang togar membayar Iuran Hari Tua sebesar Rp.100.000. Hitunglah pajak terutang bang Togar /
tahun dan / bulan !

 Jawab :
Penghasilan Bang Togar Rp. 5.000.000
Biaya Jabatan 5 % X Rp. 5.000.000 ( Rp. 250.000 )
Iuran Hari Tua ( Rp. 100.000 )
_______________________________

Penghasilan Net / bulan Rp. 4.650.000

Penghasilan Setahun 12 x 4.650.000 Rp.55.800.000


PTKP / Penghasilan tidak kena pajak :
Untuk Wajib Pajak sendiri ( Rp.24.300.000 )
Untuk Istri dan 3 orang anak ( Rp. 8.100.000 )
( dimana 4 * Rp.2.025.000 )
--------------------------------
PKP ( Penghasilan Kena Pajak ) Rp. 23.400.000

Pajak Terutang Satu Tahun : 5 % X Rp. 23.400.000 = Rp. 1.170.000

Pajak Terutang / bulan : Rp. 1.170.000 / 12 = Rp. 97.500

Ket :
PTKP sebesar Rp. 24.300.000 itu berdasarkan peraturan yg dikeluarkan menkeu yaitu :
PMK – 196/PMK.011/2012
Yang berlaku mulai 01 januari 2013 hingga sekarang.
Biaya jabatan tidak boleh lebih dari Rp.1.000.000 alias Maksimal Rp.1.000.000

Keterangan Tambahan ( Persentase Tarif Pajak PPh Pasal 21 ) :


5 % untuk PKP Rp. 0 Sampai Rp. 50.000.000
15 % untuk PKP Rp. 50.000.000 Sampai Rp. 250.000.000
25 % untuk PKP Rp. 250.000.000 Sampai Rp. 500.000.000, dan
30 % untuk PKP Rp. 500.000.000 Keatas

Dan Jurnal yang dicatat perusahaan jika pekerja langsung menerima gaji bersih :
Biaya Gaji Rp. 5.000.000
Utang Pajak – PPh 21 Rp. 97.500
Iuran Hari Tua Rp. 100.000
Kas Rp. 4.802.500

Dan Jurnal yg Dibuat Perusahaan saat membayar utang pajak dan iuran hari tua :
Utang Pajak – PPh 21 Rp. 97.500
Iuran Hari Tua Rp. 100.000
Kas Rp. 197.500
Artikel Terkait
jak

1. AnonymousOctober 2, 2014 at 7:30 PM

Mohon info untuk dasar hukum terkait biaya jabatan


Mungkin saya yang kurang update, karena saya taunya biaya jabatan 5% x Ph. Bruto
maksimal Rp. 500.000 sebulan, bukan Rp. 1.000.000,-
Mudah2an saya dapat pencerahan, terima kasih

Reply

2.

berto candra purbaOctober 6, 2014 at 12:45 PM

trima ksh atas knjunganya saudara anonymous.


untuk lbih ditailnya buka link di bawah ini :
http://candraekonom.blogspot.com/2014/07/penghitungan-pph-21-bagi-karyawan-
tetap.html

Reply

3.

AnonymousNovember 26, 2014 at 2:58 PM

Apakah biaya jabatan hanya untuk pegawai negeri atau juga berlaku untuk pegawai
swasta(asalkan bekerja secara tetap di suatu perusahaan)? Terimakasih

Reply

Replies
1.

berto candra purbaDecember 1, 2014 at 4:35 PM

tidak, Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja
sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
Smoga Bemanfaat Y

Reply

Contoh Perhitungan PPh Pasal 23


Pada tanggal 10 May 2010, PT. Sukses Gagalnya, membagikan dividen masing-masing Rp
10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan, PT. Sukses Gagalnya
wajib memungut PPh Pasal 23.

PPh pasal 23 yang harus dipotong PT. Sukses Gagalnya adalah :


=>15% x Rp 10.000.000,- = Rp 150.000,-
=>20 x Rp 150.000,- = Rp 3.000.000,-

Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei 2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 Juni 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 Juni 2010

Contoh perhitungan pph pasal 24


PT. Trimegah pada tahun 2009 dengan peredaran bruto Rp.400.000.000.000,- memperoleh
Penghasilan Kena Pajak sbb :
Di Australia, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 10.000.000.000,- dengan tarif pajak 35 %
(Rp. 3.500.000.000,-)
Di Belanda, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 30.000.000.000,- dengan tarif pajak 20 %
(Rp. 6.000.000.000,-)
Di Cina, menderita kerugian Rp. 20.000.000.000,-
Di Indonesia, memperoleh penghasilan (laba) Rp. 40.000.000.000,-
Pertanyaan :
Berapakah jumlah pajak luar negeri yang dapat dikreditkan ?
Berapakah PPh yang disetor di Dalam Negeri untuk tahun pajak 2009 ?
Jawab :
A. Pajak Luar Negeri yang dapat dikreditkan:
1. Penghasilan dari LN :
Laba di Australia Rp. 10.000.000.000,-
Laba di Belanda Rp. 30.000.000.000,-
Rugi di Cina Rp. –
Jumlah Penghasilan di LN Rp. 40.000.000.000,-

2. Penghasilan Dalam Negeri Rp. 40.000.000.000,-


3. Jumlah PKP (LN & DN)
Rp. 80.000.000.000,-

4. PPh terhutang = (28 % x Rp. 80.000.000.000,-)


= Rp. 22.400.000.000,-

5. Batas maximum kredit pajak untuk masing-masing negara sbb:


– Di Australia
10.000.000.000 x 22.400.000.000 = Rp. 2.800.000.000,-
80.000.000.000
Pajak yang dibayar di Australia Rp. 3.500.000.000,- maka maximum kredit pajak yang dapat
dikreditkan di Indonesia adalah Rp. 2.800.000.000,- (pilih yang terendah)
– Di Belanda
30.000.000.000 x 22.400.000.000= Rp. 8.400.000.000,-
80.000.000.000
Pajak yang dibayar di Belanda sebesar Rp. 6.000.000.000, maka maximum kredit pajak yang
dapat dikreditkan Rp. 6.000.000.000,-
– Di Cina
Menderita rugi Rp. 2.000.000.000,-.Kerugian ini tidak dapat dimasukkan dalam perhitungan
penghasilan kena pajak. Kerugian ini juga tidak dapat dikompensasikan sebagai kredit pajak luar
negeri.

Jadi jumlah pajak luar negeri yang diperkenankan adalah:


Rp. 2.800.000.000,- + Rp. 6.000.000.000,-
= Rp. 8.800.000.000,-
Contoh Soal dan Jawaban Akuntansi PPh Pasal 23

CV. Karya Sejati membayar jasa akuntansi ke KAP Candra & Partner sebesar Rp10.000.000 (
tidak termasuk PPN ) Pada tanggal 1 April 2010 dan PPh 23 langsung dipotong CV.Karya Sejati.
Ditanya :
a. Besarnya PPh 23 Terutang ?
b. Juranal Akuntansi yang dibuat CV.Karya Sejati dan KAP Candra & Partner.

Jawab :
a. Besarnya PPh 23 yaitu = 2%x 30% x 10.000.000 = Rp60.000
Rumus PPh 23 yaitu : 2% x DPP
Ket : 2 % merupakan tarif Tunggal ( Jika WP Tidak punya NPWP Tarif menjadi 4% )
DPP merupakan dasar pengenaan pajak, yang mana jasa akuntansi pengenaan
pajaknya adalah 30%.

b. Jurnal Akuntansinya :
CV. Karya Sejati :
Saat membayar Jasa akuntasi ke KAP Candra & Partner :

Beban Jasa Akuntan 10.000.000


PPN Masukan 1.000.000
Kas 10.940.000
Utang PPh 23 60.000

Saat membayar PPh 23 ke kas negara :

Utang PPh 23 60.000


Kas 60.000
KAP Candra & Partner :
Saat menerima pembayaran jasa akuntansi :

Kas 10.940.000
PPh 23 dibayar dimuka 60.000
Pendapatan Jasa 10.000.000
PPN Keluaran 1.000.000

Karna KAP Candra & Partner Memungut PPN, maka PPN saat disetor ke negara :
PPN Keluaran 1.000.000

Kas 1.000.000

ACCOUNTING, FINANCE & TAXATION


Articles & Tips : Accounting, Financial & Taxation

 Home

Update dan postingan baru dari blog ini bisa anda temukan di Accounting-Financial-
Tax.com. Di situs yang baru ini makin banyak topik di bahas, berbagai accounting
standard, concept dan contoh kasus yang bervariasi. Dengn ciri khas yang sama: detail,
mendalam, dan practical. Diupdate setiap hari, termasuk perkembangan terkini dari
international accounting standard [IAS], International Financial Reporting Standard
[IFRS], GAAP Codification [ASC], Auditing Standard, dll. Dan, semuanya disajikan
dengan interface yang lebih user friendly, clear navigation yang mengkaitkan antara satu
topic dengan topic lain, dengan tingkat accuracy yang selalu dievaluasi dari waktu ke
waktu.

"Accounting theories and concept" adalah penting, akan tetapi apalah artinya concept dan
theory jika tidak diwujudkan dalam tingkatan implementasi.

Per 2011, saya juga aktif menulis di JurnalAkuntansiKeuangan.com yang di launch baru-
baru ini, meskipun tak cukup sering.

Salam, Lie Dharma Putra

May 12, 2008


PPH PASAL 23 (Perhitungan, Pemotongan, Pencatatan, Pelaporan)
Apa itu PPh Pasal 23 ? Siapa pemotong dan penerima penghasilan yang dipotong?, Apa
saja obyek pajaknya? Bagaimana contoh perhitungannya? Bagaimana prosedur
pemotongannya? Bagaimana pencatatannya (perlakuan akuntansinya)? Dan yang tak kalah
pentingnya; bagaimana hubungan PPh PASAL 23 dengan PPh PASAL 25 dan PPh PASAL
29? Hmm… abviously, it is not merely about tax law of the articles (PPh Pasal 23), but it’s
rather about “How To’s”.

PPH Pasal 23 – FAQ


[Q]. Apa itu PPh Pasal 23?
[A]. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal
dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal
21.

[Q]. Siapa yang wajib bertindak selaku pemotong PPh Pasal 23?
[A]. Pemotong PPh Pasal 23: badan pemerintah,Wajib Pajak badan dalam negeri,
penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha tetap (BUT), perwakilan perusahaan luar negeri lainnya,
Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.

[Q]. Siapa penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23?


[A]. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23: WP dalam negeri, BUT

[Q]. Apa saja obyek pajaknya dan berapa tarif-nya?

[A]. Seperti ini:

15 % dari jumlah bruto atas: dividen, bunga, dan royalti, hadiah dan penghargaan selain yang
telah dipotong PPh pasal 21.

15 % dari jumlah bruto dan final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi, yang
jumlahnya melebihi Rp. 240.000,00 setiap bulan.

15% dari perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta. Tarif, perkiraan penghasilan neto, dan objeknya adalah: 15 % x 20 % dari
jumlah bruto atas sewa penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat, 15 % x 40 % dari
jumlah bruto atas sewa lainnya (tidak termasuk sewa tanah dan bangunan).

15 % dari perkiraan penghasilan netto atas Imbalan jasa Lainnya.

[Q]. Imbalan jasa lainnya, jasa apa saja yang dimaksudkan jasa lainnya?

[A]. Dibagi menjadi 5 (lima) kelompok besar berdasarkan Dasar Pengenaan Pajak (DPP)-nya,
yaitu:
(1). DPP-nya 50% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):
a). Jasa profesi.
b). Jasa konsultan, kecuali konsultan konstruksi
c). Jasa akuntansi dan pembukuan
d). Jasa penilai
e). Jasa aktuaris

(2). DPP-nya 40% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):

a). Jasa tehnik dan jasa manajemen.

b). Jasa perancang / desain : Jasa perancang interior dan jasa perancang pertamanan, Jasa
perancang mesin dan jasa perancang peralatan, Jasa perancang alat-alat transportasi/kendaraan,
Jasa perancang iklan/logo, Jasa perancang alat kemasan.

c). Jasa instalasi/pemasangan : Jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik / telepon / air / gas / AC /
TV Kabel, kecuali dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi
dan mempunyai izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi, Jasa instalasi/pemasangan
peralatan,

d). Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan, Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan mesin,
listrik / telepon / air / gas / AC / TV kabel, Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan peralatan,
Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan alat-alat transportasi / kendaraan, Jasa perawatan /
pemeliharaan / perbaikan bangunan, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai izin / sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi.

e). Jasa pengeboran (jasa drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali
yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap.

f). Jasa penunjang dibidang penambangan migas.

g). Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas.

h). Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara.

i). Jasa penebangan hutan, termasuk land clearing.

j). Jasa pengolahan/pembuangan limbah.

k). Jasa maklon.

l). Jasa rekruitmen/penyediaan tenaga kerja.

m). Jasa perantara.


n). Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh BEJ, BES,
KSEI dan KPEI.

o). Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan KSEI dan tidak termasuk
sewa gudang yang telah dikenakan PPh final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun
1996

p). Jasa telekomunikasi yang bukan untuk umum

q). Jasa pengisian sulih suara (dubbing) dan/atau mixing film.

r). Jasa pemanfaatan informasi dibidang teknologi, termasuk jasa internet.

s). Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan/pemeliharaan dan


perbaikan.

(3). DPP-nya 13.33% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):


Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa perawatan /pemeliharaan/perbaikan bangunan, jasa
instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/AC/TV Kabel, sepanjang jasa tersebut
dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya dibidang konstruksi dan mempunyai
izin/sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi,

(4). DPP-nya 26.67% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):


a. Jasa perencanaan konstruksi.
b. Jasa pengawasan konstruksi.

(5). DPP-nya 10% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN):


Jasa pembasmian hama dan Jasa pembersihan, Jasa Catering, Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas
yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.

[Q]. Okay. Ada ketentuan khusus lainnya?


[A]. Oh ya, ada beberapa yang dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 23, bisa dibaca di situs
resminya DJP.

[Q]. Kapan saat pengkuan PPh Pasal 23 terhutang?


[A]. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

[Q]. Kapan PPh Pasal 23 di setorkan?


[A]. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.

[Q]. Kapan SPT PPh Pasal 23 disampaikan ke Kantor Pajak?


[A]. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah
Masa Pajak berakhir.

Okay, saya rasa cukup “Frequently Ask Question’-nya.

Eit…. Pasti ada yang mau tanya….”Apa bedanya PPh Pasal 23 dengan PPh Pasal 4(2)?"
Smart question! Tetapi jawabannya saya pending dahulu, nanti kita bicarakan di pembahasan
pembahasan PPh Pasal 4(2).

Prosedur, Perhitungan & Perlakuan PPh Pasal 23


Cara perhitungannya sebenarnya sederhana saja, jauh lebih mudah dibandingkan perhitungan
PPh Pasal 21. Sebelum ke cara dan contoh perhitungannya, serta prosedur pencatatan dan
pelaporannya, ada beberapa jargon (istilah) yang perlu dipahami pengertiannya (yang saya
sebutkan disini adalah yang penting-penting saja), yaitu:

BUT = Acronym dari Badan Usaha Tetap = Representative Office = Perwakilan perusahaan
asing yang berkedudukan di Indonesia.

Jumlah Bruto/Penghasilan Bruto/Nilai Bruto = Total nilai transaksi persewaan = Penghasilan


yang diterima atas persewaan sebelum memperhitungkan adanya perkiraan cost/expense yang
timbul guna memperoleh penghasilan tersebut.

Jumlah Neto/Penghasilan Neto/Nilai Neto = Total Nilai transaksi persewaan [dikurangi]


perkiraan cost/expense yang timbul guna memperoleh penghasilan persewaan tersebut.

DPP = Dasar Pengenaan Pajak = Nilai Neto/Penghasilan Neto = Penghasilan setelah dikurangi
perkiraan expense/cost.

Pemotong = Pihak yang melakukan pemotongan atas obyek PPh Pasal 23 (silahkan baca
kembali FAQ).

Terpotong = Pihak penerima penghasilan atas obyek PPh Pasal 23 (silahkan baca kembali
FAQ).

Okay, cukup jargonnya. Next is how to’s….

Kalau kita summarized dari FAQ tadi, maka obyek pajak dan tarifnya dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok besar, yaitu:

[-]. Obyek pajak yang PPH Pasal 23 menggunakan “Jumlah Bruto” sebagai DPP (Dasar
Pengenaan Pajak).

Contoh Kasus-1:
Pada tanggal 10 May 2008, PT. Sukses Gemilang, membagikan dividen masing-masing Rp
10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan, PT. Sukses Gemilang
wajib memungut PPh Pasal 23.

a). Dari sisi pemotong:


Berapa besarnya PPh Pasal 23 yang harus di potong? Bagaimana cara mencatat pembagian
dividen tersebut? Bagaimana prosedur pemotongan, pencatatan dan pelaporan PPh Pasal 23-nya?
Bagaimana pengaruhnya terhadap PPh Pasal 25 dan 29 PT. Sukses Gemilang?

b). Dari sisi yang terpotong:


Apa yang harus dilakukan?, apa pengaruh PPh Pasal 23 terhadap PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29
pihak yang terpotong?

Read on….

Tarif PPh Pasal 23 atas dividen adalah 15% (baca kembali FAQ), sehingga besarnya PPh Pasal
23 yang dipotong kepada masing-masing pemegang saham dihitung dengan formula:

PPh Pasal 23 = Tarif x Jumlah Bruto = 15% x 10,000,000


PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = 20 x Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = Rp 30,000,000

Atas pembagian dividen tersebut, PT. Sukses Gemilang:

1). Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pencatatan atas pembagian dividen dan
pemotongan PPh Pasal 23, dengan jurnal:

[Debit]. Dividen = Rp 200,000,000 (Jumlah bruto x 20)


[Credit]. Cash = Rp 170,000,000 (Total Bruto – PPh Pasal 23)
[Credit]. Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000

2). Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pemotongan dan menerbitkan bukti
pemotongan PPh Pasal 23 atas dividen yang diterima oleh pemegang saham masing-masing
sebesar Rp 1,500,000 kepada keduapuluh penerima dividen.

3). Pada penutupan buku Tanggal 30 May nanti, di neraca PT. Sukses Gemilang akan
muncul: Dividen (pengurang retained earning) sebesar Rp 200,000,000 di sisi Pasiva, pada
kelompok equity, dan Utang PPh Pasal 23 sebesar Rp 30,000,000 di sisi aktiva lancar (current
asset). Itulah disebut “saat pengakuan PPh Pasal 23 terhutang” (baca kembali FAQ).

4). Pada tanggal 10 June 2008 (latest) menyetorkan PPh Pasal 23 (yang telah dipungut
olehnya) ke kas negara melalui bank persepsi (disebut “Saat penyetoran”), dan atas penyetoran
tersebut dicatat dengan jurnal:

[Debit]. Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000


[Credit]. Cash = Rp 30,000,000

Dengan jurnal di atas, maka Utang PPh pasal 23 menjadi nol, dan akumulasi cash-out adalah Rp
200,000,000 (sama dengan pengakuan dividen-nya: Rp 170,000,000 telah dicatat tanggal 10 May
dan Rp 30,000,000 telah dicatat tanggal 10 June 2008).

5). Tanggal 10 June 2008 (latest), melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 disertai:
a). Daftar pemotongan
b). Bukti Pemotong masing-masing 1 copy
c). SSP atas setoran yang telah dilakukan melalui bank persepsi.

Apa pengaruhnya terhadap besarnya PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 29 PT. Sukses Gemilang
(selaku pemotong)?, Jawabannya: Tidak ada pengaruhnya. PT. Sukses Gemilang telah
mengakui pembagian dividen sepenuhnya (Rp 200,000,000) dan pengakuan cash-out sejumlah
yang sama. Dividen bukanlah cost/expense. Hanya saja, atas pembagian dividen tersebut PT.
Sukses Gemilang akan memasukkan pembagian dividen tersebut pada SPT PPh Badan Tahunan-
nya pada blanko 1771-V (Bagian:B).

b) Di pihak terpotong (penerima dividen).

Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pencatatan atas penerimaan dividen dan potongan
PPh Pasal 23 dengan jurnal:

[Debit]. Cash = Rp 8,500,000 (Nilai neto setelah dipotong PPh Pasal 23)
[Debit]. PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
[Credit]. Pendapatan dividen = Rp 10,000,000

Pada tanggal 10 May 2008, menerima bukti pemotongan PPh Pasal 23 dari PT. Sukses
Gemilang dan mengarsipkannya.

Pada saat pembuatan SPT PPh Pasal 29 nantinya, PPh Pasal 23 tersebut dimasukkan ke
dalam blanko 1770 S-1 (Bagian:B) dan akan menjadi kredit pajak (Blanko 1770-S Bagian:D),
dengan melampirkan bukti potong yang telah diterima dari PT. Sukses Gemilang.

Itulah prosedur dan perlakuan akuntansi atas PPh Pasal 23 pembagian dividen. Untuk obyek
pajak yang dihitung berdasarkan jumlah bruto lainnya, silahkan lihat kembali FAQ).

[-]. Obyek pajak yang PPH Pasal 23 yang menggunakan “Jumlah Neto” sebagai DPP.

Besarnya jumlah neto telah ditentukan oleh undang-undang dengan persentase tertentu dari
jumlah bruto-nya berdasarkan jenis jasa yang diserahkan (silahkan baca kembali FAQ).

(1). DPP-nya 30% dari jumlah bruto (tidak termasuk PPN): Jasa Konsultan Akuntansi
Contoh:
Pada tanggal yang sama (10 May 2008), PT. Sukses Gemilang menerima Debit Note dari “Asal-
asalan Solusindo Consultant” yang menangani pembukuannya sebesar Rp 5,500,000 (termasuk
PPn). Untuk itu PT. Sukses Gemilang wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebelum
dilakukan pembayaran, dengan perhitungan sebagai berikut:

PPh Pasal 23 = Tarif x DPP


PPh Pasal 23 = Tarif x [30% x (Jumlah Bruto - PPn)]
PPh Pasal 23 = 4.5% x [30% x (5,500,000 – 500,000)]
PPh Pasal 23 = 4.5% x [30% x 1,500,000]
PPh Pasal 23 = 4.5% x Rp 2,500,000
PPh Pasal 23 = Rp 67,500

Untuk prosedur pemotongan, penyetoran, pelaporan dan perlakuan akuntansinya, sama


saja dengan contoh sebelumnya. So, saya tidak perlu jelaskan hal yang sama lagi.

Dan contoh perhitungan atas obyek lainnya (tarif dan DPP lainnya), silahkan dikembangkan, get
self-exercised (baca FAQ dengan teliti kata demi kata, kalimat demi kalimat), saya yakin dengan
2 contoh di atas, sudah lebih dari jelas.

I have couple of questions:

Mengapa ada obyek PPh Pasal 23 yang menggunakan jumlah bruto sebagai DPP, sementara
ada obyek PPh Pasal 23 lainnya menggunakan jumlah neto sebagai DPP? Why?

Logically, bisa dilihat bahwa obyek yang dihitung berdasarkan bruto-nya, adalah obyek-obyek
pajak yang untuk memperoleh penghasilan tersebut sama sekali tidak ada cost/expense.
Sementara obyek yang menggunakan jumlah neto sebagai DPP adalah obyek-obyek (penyerahan
jasa) yang obviously ada pengorbanan ekonomis (cost/expense) untuk memperoleh pendapatan
tersebut.

But, read on my next question.....................

Mengapa jasa Akuntansi jumlah neto-nya 30%, sementara jasa lainnya dengan % yang
berbeda?.

Ada yang bisa membantu saya mencarikan logika atas pertanyaan itu?, rekan-rekan dari
accounting? Rekan-rekan dari manajemen?, atau bapak-bapak dari DJP? Bapak-bapak dosen dan
konsultan pajak?. Silahkan tulis komentar anda, saya akan senang berdiskusi mengenai masalah
ini.

Prosedur perhitungan, pemotongan, pencatatan dan pelporan PPH Pasal 23, sesungguhnya tidak
sesulit perhitungan dan perlakuan PPh pasal 21 atau pajak lainnya, yang agak confusing
adalah obyek pajaknya (setidaknya itu menurut saya). Silahkan share juga pendapat anda
mengenai hal ini.
Update: 12-May-2008 (Penting).
Hmmm... say abaru tahu ada tarif efektif PPh Pasal 23 terbaru 2007 (PER-70/PJ/2007), saya
ketinggalan, mengikuti tarif PPh pasal 23 yang berubah terus, what a confussion!. Untuk tarif
silahkan baca PER-70/PJ/2007, sedangkan untuk perlakuan masih berlaku hal yang sama seperti
yang saya tulis disini.
Diposting oleh PUTRA
Label: Akuntansi Pajak, ARTIKEL, PAJAK, Taxation di 7:00 PM

6 comments:

1.

Anonymous4/6/08 6:42 PM

Dear Pak Putra..


TThanks ya dah menyediakan blog ini, Saya banyak terbantu dengan Blog ini.
Pak, saya mau tanya yaa..
PAk Saya bekerja di perusahaan Subkontraktor. perusahaan saya men-subkontrak-kan
suatu pekerjaan konstruksi ke orang pribadi.
yang ingin saya tanyakan bagaimanakah tarif dan cara penghitungannya ??
atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.

Myra

Reply

2.

Billy16/6/08 8:45 PM

Dear,

Mohon Pak Putra minta form excel perhitungan PPH Pasal 23 ini dengan daftar bukti
potongnya.

Mohon bantuanya Pak Putra.

Reply

3.
Anonymous7/8/08 7:35 AM

Mohon bantuannya pak...


Kalo jurnal akhir tahun untuk perusahaan yang dipotong PPh Pasal 23 bagaimana ya?
PPh Pasal 23 sebagai uang muka pajak dalam hal ini bagi perusahaan tersebut...
Soalnya kan berhubungan dengan mekanisme pengkreditan dalam SPT Tahunan PPh
Badan...
Terima kasih...

Syarif

Reply

4.

Anonymous17/6/09 8:39 PM

Pak, seandainya seorang manajer pendapatan deviden sebesar Rp 50.000.000, hasil


investasi 30% di salah satu perusahaan Malaysia, dipotong pajak oleh perusahaan
Malaysia tersebut sebesar Rp 5.000.000.

Pertanyaan:
1. Apakah pemotongan atas penghasilan deviden dari perusahaan Malaysia tersebut telah
sesuai dengan peraturan???

2. Jika pemotongan tersebut tidak benar, bagaimana seharusnya penghasilan tersebut


dipotong???

3. Bagaimana peraturan perpajakan di Indonesia memperlakukan pajak yang telah


dipotong oleh pihak lain di luar negeri (dalam hal ini perusahaan Malaysia)??

Reply

5.

Anonymous21/5/10 4:16 AM

1. Gimana cara potong Pph (23) 2% bagi jasa kendaran?


2. Bila Pph dibayar oleh pihak (Perusahaan) yang memakai jasa kendaraan dari pihak
(Perusahaan) KAMI, maka bukti potong Pph yang asli diberikan kepada siapa?
3. Apakah bukti potong Pph 23 dapat dicairkan?

Reply
6.

Dewi Putri Hasibuan11/7/11 9:46 PM

Dear Pak Putra

Saya mau nanya. Kalau kita di sisi yang dipotong, pada saat transaksi kita catatkan di sisi
debit di bagian aset. Nah pada akhir bulan kita catatkan sebagai apa ya? Kan tidak
mungkin selamanya ada di sisi aset.
Terima kasih

WINBIE GENESIS
BLOG YANG BISA BUAT NILAI UJIAN KAMU MENJADI A+ DAN MENJADIKAN MU
MASTER MANAGEMEN

 Home

 EBOOK
 SKRIPSI
 MAKALAH
 LOWONGAN KERJA
 CERITA LUCU

skripsi
PPH PASAL 23 DAN CONTOH SOAL

Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari
modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23

1. Pemotong PPh Pasal 23:


a. badan pemerintah;
b. Subjek Pajak badan dalam negeri;
c. penyelenggaraan kegiatan;
d. bentuk usaha tetap (BUT);
e. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
f. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak.
2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
a. WP dalam negeri;
b. BUT

Tarif dan Objek PPh Pasal 23

1. 15% dari jumlah bruto atas:


a. dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga,
dan royalti;
b. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
2. 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa
konsultan.
4. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu:
a. Jasa penilai;
b. Jasa Aktuaris;
c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d. Jasa perancang;
e. Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT;
f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i. Jasa penebangan hutan
j. Jasa pengolahan limbah
k. Jasa penyedia tenaga kerja
l. Jasa perantara dan/atau keagenan;
m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI
dan KPEI;
n. Jasa kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p. Jasa mixing film;
q. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan
dan perbaikan;
r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau
TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi
s. Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon,
air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi
t. Jasa maklon
u. Jasa penyelidikan dan keamanan;
v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
w. Jasa pengepakan;
x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang
atau media lain untuk penyampaian informasi;
y. Jasa pembasmian hama;
z. Jasa kebersihan atau cleaning service;
aa. Jasa katering atau tata boga.
5. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% ebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23
6. Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh
badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri
atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
a. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang diabayarkan oleh WP penyedia
tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak
dengan pengguna jasa;
b. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan
faktur pembelian);
c. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya
dibayarkan kepada pihak ketiga(dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga
disertai dengan perjanjian tertulis);
d. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran
sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak
ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah
dibayarkan kepada pihak ketiga).

Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:

e. Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;


f. Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan
pajak yang bersifat final;

Penghitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah bruto tidak termasuk PPN
Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23:

1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;


2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP
dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
b. bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
c. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan
kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
d. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
e. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan
yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.

Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23

1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk
dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih
dahulu.
2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan dengan
hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan
pada hari kerja berikutnya.
Bukti Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang
Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.

Contoh Perhitungan PPh Pasal 23

Contoh Kasus-1:
Pada tanggal 10 May 2010, PT. Sukses Gagalnya, membagikan dividen masing-masing Rp
10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan, PT. Sukses Gagalnya
wajib memungut PPh Pasal 23.

PPh pasal 23 yang harus dipotong PT. Sukses Gagalnya adalah :


=>15% x Rp 10.000.000,- = Rp 150.000,-
=>20 x Rp 150.000,- = Rp 3.000.000,-

Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Mei 2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 Juni 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 Juni 2010

Contoh Kasus-2:

Pada tanggal 20 agustus 2010, PT. Tukang Utang membayar bunga atas pinjaman membayarkan
bunga kepada PT. Lintah Darat sebesar Rp 90.000.000,-

PPh pasal 23 yang harus dipotong oleh PT Tukang Utang adalah :


=> 15% x Rp 90.000.000 = Rp 13.500.000,-

Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Agustus 2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 September 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 September 2010

Contoh Kasus-3:
CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat Lemes membayar Royalti kepada Tuan. Doan Wiro
Pasaribu atas pemakaian merek Ayam Goreng “Pak Doan” sebesar Rp 1.000.000.000,- pada
tanggal 2 Maret 2010

PPh pasal 23 yang harus dipotong CV. Ayam Goreng Krenyes-Krenyes buat Lemes :
=> 15% x Rp 1.000.000.000,- = Rp 150.000.000,-

Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Maret 2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 April 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 April 2010

Contoh Kasus-4 :
Doan Pasaribu mendapat hadiah sebuah mobil senilai Rp 200.000.000,- atas undian
tabungan yang diselenggarakan Bank Kecap ABC pada tanggal 20 Januari 2010
PPh pasal 23 yang harus dipotong Bank Kecap ABC adalah :
=> 15% x Rp 200.000.000,- = Rp 30.000.000,-

Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 Januari2010
Saat Penyetoran : paling lambat 10 Februari 2010
Saat Pelaporan : paling lambat 20 Februari 2010

Contoh Kasus-5 :

PT. Selalu Susah menyewa sebuah bus pariwisata dengan nilai sewa Rp 20.000.000,- milik Budi

PPh pasal 23 yang harus dipungut PT. Selalu Susah


=> 2% x Rp. 20.000.000,- = Rp 400.000,-

Apabila Budi tidak mempunyai NPWP maka PPh Pasal 23 yang dipotong PT. Selalu susah
adalah Rp 800.000,-
Contoh Kasus-6 :

PT Kalkulus meminta jasa dari Pak Dodi untuk membuat sistem akuntansi Perusahaan dengan
imbalan sebesar Rp. 22.000.000,- (sudah termasuk PPN)
PPh pasal 23 yang dipotong PT kalkulus adalah
2% x Rp 20.000.0000,- = Rp 400.000,-
PT. Celalu cayang dy membayarkan jasa konsultan PT Jaya sebesar Rp 2.200.000 ( termasuk
PPN). PT jaya tidak mempunyai NPWP
maka PPh pasal 23 yang dipotong PT. Celalu cayang dy adalah:
200% x 2% x Rp 2.000.000 = Rp 80.000,-

Posted by winbie wimpie at 8:45 PM

Labels: PERPAJAKAN

0 comments:

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas penghasilan kena pajak yang berasal dari
seluruh penghasilan wajib pajak termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar
negeri. Jadi, pajak penghasilan dikenakan kepada wajib pajak tanpa memandang tentang
penghasilan tersebut diperoleh dari dalam negeri ataupun luar negeri. Dalam menghitung pajak
penghasilan, maka seluruh penghasilan tersebut digabungkan. Apabila dalam penghasilan kena
pajak terdapat penghasilan dari luar negeri, maka pajak penghasilan yang dibayarkan ataupun
terutang di luar ngeteri atas penghasilan tersebut dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan
yang terutang di Indonesia.

PPh pasal 24 ayat 1 menyatakan bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri
atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh
dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan undang-undang ini dalam tahun pajak
yang sama.
Ayat 2 besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan
pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.
Ayat 3 dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber
penghasilan ditentukan sebagai berikut:
a. penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan
sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut
didirikan atau bertempat kedudukan;
b. penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah
negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat
kedudukan atau berada;
c. penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat
harta tersebut terletak;

90
d. penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara
tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada;
e. penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan;
f. penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam
pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi
penambangan berada;
g. keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; dan
h. keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah
negara tempat bentuk usaha tetap berada.(4) Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip yang
dimaksud pada ayat tersebut. (5) Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang
dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang
menurut Undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan
atau pengembalian itu dilakukan. (6) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas
penghasilan dari luar negeri diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
PPh pasal 24 merupakan kredit pajak luar negeri yang dilakukan dalam tahun
digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Indonesia
menganut tax credit yang ordinary credit dengan menerapkan per country limitation.

A. Penggabungan Penghasilan
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut :
1. Penggabungan penghasilan dari usaha di dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut.

91
2. penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU No. 10/1994) dilakukan
dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan keputusan
Menteri Keuangan.
Contoh 1
PT. “Sembada” memperoleh penghasilan neto dari luar negeri dalam
tahun 2011 adalah :
1. Hasil usaha di Singapura dalam tahun pajak 2011 sebesar Rp 2.000.000.000,00
2. Diperoleh dividen atas kepemilikan sahamnya di Holden Corp negeri Belanda sebesar Rp.
1.000.000.000,00 yang berasal dari keuntungan tahun 2010 yang ditetapkan RUPS th. 2009 dan
baru dibayarkan tahun 2011.
3. Penghasilan berupa bunga dari obligasi yang ditanamkan City bank, di Singapura Rp. 600.000
yang akan diterima awal tahun 2012.
Dari ketiga penghasilan tersebut, yang diakui sebagai penghasilan tahun 2011 adalah
berasal dari hasil usaha di Singapura dan dividen yang diperoleh dari Holden Corp, sedangkan
penghasilan dari City bank telah dapat di akui sebagai penghasilan tahun 2011 karena
diperolehnya masih pada tahun 2010, yang berarti merupakan penghasilan tahun 2010.

B. Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri


Dalam pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri, Wajib pajak harus
menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri :
1. laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
2. fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaian di luar negeri
3. dokumen pembayaran pajak di luar negeri
Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut
dilakukan bersamaan dengan penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan

92
C. Batas Maksimum Kredit Pajak
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/atau perhitungan
berikut ini :
1. Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri
2. (Penghasilan luar negeri : seluruh penghasilan kena pajak) x seluruh PPh (berdasarkan pasal 17)
3. Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh pen ghasilan kena pajak adalah lebih kecil dari pada
penghasilan luar negeri.
Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan
batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing masing negara.
Contoh :
PT. “Sembada” pada tahun 2011 memperoleh penghasilan neto, sbb :
1. Di Indonesia sebesar Rp3.500.000.000,00
2. Di Singapura Rp1.500.000.000,00 dengan tarif pajak 40%
3. Di Belanda Rp 1.000.000,00 dengan tarif pajak 20%

Diminta: Hitunglah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan!


Pembahasan :
Penghasilan luar negeri
a. Di Singapura Rp. 1.500.000.000,00
b. Di Belanda Rp. 1.000.000.000,00 +
Jumlah penghasilan luar negeri Rp. 2.500.000.000,00
Penghasilan dalam negeri Rp. 3.500.000.000,00 +
Jumlah penghasilan kena pajak Rp. 6.000.000.000,00
PPh terutang sesuai dengan pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008
25% x Rp6.0000.000.000 Rp. 1.500.000.000,00
PPh terutang menurut (pasal 17) Rp. 1.500.000,00
Batas maksimum kredit pajak untuk masing masing negara :

93
a. Singapura :
Pajak terutang : 40% x Rp. 1500.000.000,00 = Rp 600.000.000,00 maka kredit yang diperlukan
adalah Rp 420.000.000,00 (yaitu diambil yang terendah)
dengan perbandingan (Rp 1.500.000.000,00 : 6000.000.000,00) x Rp 1.500.000.000,00 =
Rp375.000.000,00
b. Belanda
Pajak terutang : 20% x Rp 1000.000.000,00 = Rp 200.000.000,00
Dengan perbandingan (Rp1.000.000.000 : Rp 6.000.000.000) x Rp.1.500.000.000
= Rp249.999.999,99 maka kredit pajak diperkenankan adalah Rp 200.000.000,00
Jadi besarnya kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah
Singapura Rp. 375.000.000,00
Belanda Rp. 200.000.000,00
Kredit pajak yang diperkenankan Rp. 575.000.000,00

Posted by winbie wimpie at 11:01 AM

Labels: PERPAJAKAN

0 comments:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home


Subscribe to: Post Comments (Atom)
AJAK PENGHASILAN PASAL 25

Dalam rangka meringankan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban membayar pajak,
maka sistem pembayaran pajak di Indonesia mengatur secara khusus tentang cara pembayaran
pajak dengan angsuran pajak hal ini diatur dalam pasal 25 UU No. 36 tahun 2008 tentang pajak
penghasilan.

Pajak penghasilan pasal 25 ayat 1 menyatakan besarnya angsuran pajak dalam tahun
pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan adalah sebesar
pajak penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun
pajak yang lalu dikurangi dengan:
a. pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta pajak
penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
b. pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Ayat 2 menyatakan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib pajak
untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilandisampaikan
sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sama
dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhirtahun pajak yang lalu.
Ayat 3 Dihapus.
Ayat 4 menyatakan apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak
untuk tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat
ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat
ketetapan pajak.
Ayat 5 Dihapus.
Ayat 6, menyatakan Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan
besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:
a. Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian;

95
b. Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas
waktu yang ditentukan;
d. Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan;
e. Wajib pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang
mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan
f. terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak.
Ayat 7, menyatakan Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya
angsuran pajak bagi:
a. Wajib pajak baru;
b. bank, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib pajak masuk bursa, dan Wajib
pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat
laporan keuangan berkala; dan
c. Wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% (nol koma tujuh
puluh lima persen) dari peredaran bruto.
Ayat 8, menyatakan Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib pajak dan telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang bertolak ke luar negeri wajib
membayar pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ayat 8a menyatakan Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) berlaku sampai dengan
tanggal 31 Desember 2010.
Ayat 9 Dihapus
Besarnya angsuran PPh pasal 25 tiap bulan dilakukan dengan cara menghitung selisih
pajak yang terhutang pada tahun pajak yang lalu dengan kredit pajak berupa PPh pasal 21,22,
23,dan 24 dibagi dengan 12. Kredit pajak (pasal 25) adalah suatu jumlah yang merupakan
angsuran pajak baik yang telah dipungut/dipotong maupun yang dibayar berdasarkan ketentuan
yang berlalu yang dapat dikreditkan atau diperhitungkan dengan pajak yang terhutang.

96
Secara skematis dapat disajikan berikut ini
PPh Terutang menurut SPT – th 2011 Rp. xxx
Dikurangi kredit pajak :
1. PPh pasal 21 (di potong pemberi kerja) Rp xxx
2. PPh pasal 22 (di pungut pihak lain) Rp. xxx
3. PPh pasal 23 (di potong pihak lain) Rp xxx
4. PPh pasal 24 (kredit pajak luar negeri) Rp xxx
5. PPh pasal 25 (PPh yang dibayar sendiri) Rp xxx +
Rp xxx - Pajak
Kurang Bayar/Pajak Lebih Bayar Rp xxx
Jika terdapat kurang bayar, maka harus dibayar terlebih dahulu (sesuai dengan PPh pasal
29) sebelum memasukkan SPT tahunan.
Contoh 1
Tn. Candra sebagai pegawai di PT Sembada juga memiliki usaha, dimana data pada
tahun 2011 adalah:
PPh terutang sesuai dengan SPT tahunan PPh th. 2011 Rp. 40.000.000,00
PPh tahun 2011 yang telah dipotong di pungut dan di bayar :
1. PPh pasal 21 Rp. 10.000.000,00
2. PPh pasal 22 Rp 4.000.000,00
3. PPh pasal 23 Rp 2.000.000,00
4. PPh pasal 24 -
5. PPh pasal 25 Rp 2.000.000,00
Rp. 18.000.000,00 -
PPh kurang bayar Rp. 22.000.000,00
Berdasarkan data tahun 2011 tersebut dapat dihitung besarnya PPh pasal 25 untuk tahun 2012.
Besarnya angsuran PPh pasal 25 untuk tahun 2012 adalah :
PPh yang terutang tahun 2011 Rp. 40.000.000,00
Dikurangi
1. PPh 21 Rp.10.000.000,00
2. PPh 22 Rp. 4.000.000,00
97
3. PPh 23 Rp. 2.000.000,00
4. PPh 24 - +
Rp. 16.000.000,00 -
Dasar perhitungan PPh pasal 25 untuk tahun 2012 Rp 24.000.000,00

A. Masalah Khusus untuk Menghitung PPh Pasal 25


1. Angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT tahunan PPh. Besarnya
angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT tahunan PPh adalah
sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun yang lalu, sepanjang tidak kurang dari
rata rata angsuran bulanan tahun pajak yang lalu.
2. Apabila diterbitkan SKP untuk 2 tahun sebelum tahun SPT.
Apabila angsuran pajak sesuai SKP lebih besar daripada angsuran pajak PPh pasal 25 dihitung
berdasarkan SKP tahun pajak terakhir.
3. Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP untuk dua tahun sebelumnya Apabila angsuran
pajak menurut SKP lebih besar daripada angsuran pajak bulan sebelumnya berdasar PPh pasal 25
ayat 1,2 atau 3 maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tahun pajak
terakhir mulai bulan berikutnya dari SKP.
4. Angsuran PPh pasal 25 jika SPT tahunan lebih bayar sebelum ada keputusan Dirjen Pajak,
besarnya angsuran PPh pasal 25 sama dengan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun
pajak yang lalu, sepanjang tidak kurang dari rata rata angsuran bulanan tahun pajak yang lalu.

B. Hal Hal Tertentu Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25


Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan besarnya angsuran pajak yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib pajak dalam tahun berjalan apabila :
1. Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian
2. Wajib pajak memperoleh penghasilan teratur

98
3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yagn ditentukan
4. Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT tahunan.
5. Wajib pajak membetulkan sendiri SPT tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan
lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib pajak

Contoh:
1. Data Tn. Andi dengan status K/3 diketahui sebagai berikut:
PPh terutang berdasarkan SPT 2010 sebesar Rp150.000.000,00, PPh yang dipotong pemberi
kerja Rp30.000.000,00, PPh dipungut pihak lain Rp 25.000.000,00, PPh dipotong pihak lain
Rp7.500.000 dan Kredit pajak luar negeri Rp27.500.000,00.
Hitung PPh pasal 25 untuk tahun 2011.
PPh terutang berdasarkan SPT 2010 Rp150.000.000,00
Kredit Pajak:
PPh 21 :Rp30.000.000,00
PPh 22 :Rp25.000.000,00
PPh 23 :Rp 7.500.000,00
PPh 24 :Rp27.500.000,00
Jumlah kredit pajak Rp 90.000.000,00
Selisih Rp.60.000.000,00

2. Data Tn. Andi (ada hubungan soal sebelumnya) dengan status K/3 istri tidak berpenghasilan
diketahui Penghasilan Neto tahun 2010 sebesar Rp1.000.000.000,00 PPh yang dipotong pemberi
kerja Rp45000.000,00, PPh dipungut pihak lain Rp 55.000.000,00, PPh dipotong pihak lain
Rp27.500.000,00 dan Kredit pajak luar negeri Rp47.500.000,00. Hitung PPh pasal 25 untuk
tahun 2010.
Penghasilan Neto tahun 2010 Rp1.000.000.000,00
PTKP K/3 Rp 21.120.000,00
99
PKP Rp 978.880.000,00
PPh terutang (PPh pasal 17)
5% X 50.000.000 = 2.500.000
15%X200.000.000 = 30.000.000
25%X250.000.000 = 62.500.000
35%X478.880.000 = 167.608.000
PPh terutang Rp262.608.000
Kredit Pajak:
PPh 21 :Rp45.000.000,00
PPh 22 :Rp55.000.000,00
PPh 23 :Rp27.500.000,00
PPh 24 :Rp47.500.000,00
PPh 25 :Rp60.000.000,00

Jumlah kredit pajak Rp235.000.000,00


Pajak Kurang Bayar (PPh pasal 29) Rp 27.608.000,00

Posted by winbie wimpie at 11:03 AM

Labels: PERPAJAKAN

0 comments:

Post a Comment

Newer Post Older Post Home


Subscribe to: Post Comments (Atom)

Anda mungkin juga menyukai