Anda di halaman 1dari 14

Pajak Daerah dan Pajak Lainnya (Materai, PBB, dam BPHTB)

Mata Kuliah Pajak


DOSEN : Dr. Vince Ratnawati, MSi. Ak. BKP. CA

OLEH
KELOMPOK 4

AISYAH RAHMAYANI (2110247025)


FITRA ANJELA (2110246780)
SHELLY AFRIDINI (2110246839)

FAKULTAS EKONOMI
MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami dapat menyelesaikan
Makalah ini. Penyusunan Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pajak tentang
Pajak Daerah dan Pajak Lainnya. Selain itu tujuan dari penyusunan Makalah ini juga untuk
menambah wawasan tentang pengetahuan Pajak secara meluas. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Dr. Vince Ratnawati, MSi. Ak. BKP. CA selaku dosen kami yang telah
membimbing kami agar dapat menyelesaikan makalah ini. Akhirnya kami menyadari bahwa
Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
kami menerima kritik dan saran agar penyusunan Makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk
itu kami mengucapkan banyak terima kasih dan semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para
pembaca.

8 November 2021

Kelompok 4
BAB 1

PENDAHULUAN

Pajak adalah iuran wajib kepada negara yang mana tidak mendapatkan kontra
prestasi secara langsung dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam
rangka pelaksanaan tugas negara sebagai penyelenggara negara. Jenis pajak dibedakan
menjadi 2 yaitu pajak pusat yang contohnya pajak penghasilan (Pph), pajak pertambahan
nilai barang & jasa (Ppn), pajak penjualan atas barang mewah (Ppn-BM) serta pajak bumi
dan bangunan (Pbb) dan pajak daerah contohnya seperti pajak reklame, pajak bahan
bakar, pajak hiburan serta pajak kendaraan bermotor. Pajak daerah ini menjadi bagian
dari Otonomi daerah yang mana ditandai dengan pemberian kewenangan yang besar dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri

Pemberian kewenangan ini diharapkan mampu memacu pemerintah daerah untuk


mewujudkan kesejahteraan yang lebih besar bagi masyarakatnya. Pemberian kewenangan
ini tidak hanya dari sisi administrasi pemerintahan, tetapi juga dalam hal keuangan.
Melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, pemerintah pusat mengalihkan beberapa pajak yang semula ditarik oleh pusat
menjadi pajak daerah. Pajak dan retribusi daerah merupakan salah satu pendapatan
daerah yang tergolong kedalam PAD (pendapatan asli daerah).
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pajak dan Retribusi Daerah

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atau PDRD adalah pungutan oleh daerah


yang merupakan salah satu hak daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Hak-
hak daerah tersebut sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

2.1.1 Prinsip

- Umum

 Keadilan (equity)
 Kepastian (certainity)
 Kemudahan (convenience)
 Efisiensi (efficiency)
- Pemungutan
Didasarkan pada peraturan daerah
 Daerah memiliki potensi penerimaan pajak dan/atau retribusi yang memadai
 Penetapan tarif memperhatikan kemampuan masyarakat dan aspek keadilan
 Administrasi pemungutan diatur secara efisien dan efektif
 Terdapat kepastian hukum dan pengaturan yang jelas mengenai hak dan
kewajiban pembayar dan pemungut pajak daerah dan retribusi daerah
 Pemungutan tidak dapat diborongkan
 Pemungutan tidak berlaku surut

2.1.2 Perbedaan antara Pajak dan Retribusi


- Pembayar pajak tidak menerima imbalan langsung. Sedangkan pembayar retribusi menerima
imbalan/manfaat dari penerima retribusi.
- Objek pajak bukan merupakan objek retribusi.
- Pada retribusi berlaku sistem official assessment. Sedangkan pada pajak berlaku sistem self
assessment, official assessment, dan withholding.
2.1.3 Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah Otonom (daerah) yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.1.4 Ciri-ciri Pajak Daerah
- Dipungut oleh Pemda, berdasarkan kekuatan peraturan perundang-undangan.
- Dipungut apabila ada suatu keadaan, peristiwa dan perbuatan yang menurut peraturan
perundang-undangan dapat dikenakan pajak daerah.
- Dapat dipaksakan, yakni apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban pembayaran pajak
daerah, yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi (pidana dan denda).
- Tidak terdapat hubungan langsung antara pembayaran pajak daerah dengan imbalan/balas
jasa secara perseorangan.
- Hasil penerimaan pajak daerah disetor ke kas daerah.
2.1.5 Jenis Pajak Daerah
Pajak daerah terdiri atas pajak provinsi dan pajak kabupaten/kota. Daerah dilarang
memungut pajak selain jenis pajak yang telah ditentukan, sebagaimana tersebut di bawah.
Pajak daerah dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai dan/atau
disesuaikan dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Khusus
untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah
kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis pajak daerah yang
dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk daerah provinsi dan pajak untuk
daerah kabupaten/kota.
2.1.6 Retribusi Daerah
Retribusi Daerah atau Retribusi adalah pungutan daerah (otonom) sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
2.1.7 Ciri-ciri

-Dipungut oleh pemerintah daerah, berdasarkan kekuatan peraturan perundang-undangan.


-Dapat dipungut apabila ada jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dan dinikmati oleh
orang atau badan.
-Pihak yang membayar retribusi daerah mendapatkan imbalan/balas jasa secara langsung dari
pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.
-Wajib retribusi yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran retribusi daerah dapat dikenakan
sanksi ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi daerah tidak memperoleh jasa yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
-Hasil penerimaan retribusi daerah disetor ke kas daerah.
2.1.8 Objek dan Golongan Retribusi
Objek Retribusi adalah:

1. Jasa Umum;
2. Jasa Usaha; dan
3. Perizinan Tertentu.
Dengan demikian, retribusi digolongkan menjadi:

1. Retribusi Jasa Umum;


2. Retribusi Jasa Usaha; dan
3. Retribusi Perizinan Tertentu.

2.2 Peranan Pajak Daerah dalam Pembangunan Daerah


Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan, karena pajak merupakan sumber
pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan seperti fungsi anggaran, fungsi mengatur, fungsi stabilitas, dan fungsi
retribusi pendapatan.
2.2.1 Beberapa contoh pajak daerah
Definisi pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengertian pajak daerah di atas
tertuang dalam UU N0. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(PDRD). Aturan ini menggantikan UU N0. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000.
Pembagian Pajak Daerah
Dalam administrasi negara, pemerintah daerah terbagi menjadi pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Jenis-jenis pajak pun dikelompokkan
berdasarkan provinsi dan kabupaten/kota (Pasal 2 UU 28/2009).

Jenis Pajak provinsi terdiri atas:


o Pajak Kendaraan Bermotor;
o Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
o Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
o Pajak Air Permukaan; dan
o Pajak Rokok.
Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri dari:
- Pajak Hotel;
- Pajak Restoran;
- Pajak Hiburan;
- Pajak Reklame;
- Pajak Penerangan Jalan;
- Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
- Pajak Parkir;
- Pajak Air Tanah;
- Pajak Sarang Burung Walet;
- Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 

2.2.2 Mekanisme pembayaran dan pelaporan pajak daerah


Terkait dengan tata cara pemungutan Pajak Daerah yang menjadi
kewenangan dari pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, dapat
dilakukan dengan 2 (dua) cara.

1. Pajak dapat dibayarkan oleh Wajib Pajak setelah Wajib Pajak mendapatkan Surat
Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Cara
ini masuk ke dalam official assessment system
2. Wajib Pajak melakukan perhitungan, pembayaran, dan pelaporan secara pribadi
atau sendiri sesuai dengan pajak terutang melalui Surat Pemberitahuan Pajak
Daerah (SPTPD). Cara ini masuk ke dalam self assessment system.

2.3 Subjek, objek, dan perhitungan PBB, BPHTB, dan Bea Materai
2.3.1 Pajak Bumi dan Bangunan
Sesuai dengan namanya, yang menjadi objek PBB adalah bumi dan bangunannya.
Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sedangkan
bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan/atau perairan. Namun, tidak semua bumi dan bangunan termasuk dalam objek pajak.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, pada pasal 3 disebutkan ada
beberapa ketentuan yang mengatur objek pajak yang tidak dikenakan PBB.

- Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,


kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan.
- Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau sejenisnya.
- Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
- Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik.
- Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan.
Subjek pajak bumi dan bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau
memiliki menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Orang atau badan
tersebut memiliki kewajiban membayar pajak PBB ini.
Cara menghitung PBB:
Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah 0,5%. Maka, rumus dasar penghitungan PBB
adalah:
O,5% x NJKP
Rumus mencari NJKP adalah:
20% x NJOP
2.3.2 BPHTB
BPHTB adalah pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Pungutan ini ditanggung oleh pembeli dan hampir mirip dengan Pajak Penghasilan (PPh)
bagi penjual. Dengan begitu, pihak penjual dan pembeli sama-sama memiliki tanggung
jawab untuk membayar pajak. Awalnya, BPHTB dipungut oleh pemerintah pusat, namun
setelah terbit Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, BPHTB dialihkan menjadi salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah
kabupaten/kota. BPTHB dikenakan kepada seorang individu atau badan karena mereka
mendapatkan hak atas tanah atau bangunan secara hukum.
Cara menghitung BPHTB:
Rumus dalam menghitung tarif BPHTB adalah Tarif Pajak 5% x Dasar Pengenaan Pajak
(NPOP – NPOPTKP). 
2.3.3 Bea Materai
Salah satu definisi bea meterai adalah pajak atas dokumen yang terutang sejak saat
dokumen tersebut ditandatangani oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau diserahkan
kepada pihak lain jika dokumen itu hanya dibuat oleh satu pihak.

 Pihak yang menerima atau mendapatkan manfaat dokumen, kecuali pihak yang
bersangkutan menentukan berbeda.
 Jika dokumen dibuat secara sepihak, seperti kuitansi, bea meterai terutang oleh penerima
kwitansi.
 Jika dokumen dibuat oleh dua pihak atau lebih, seperti surat perjanjian, masing-masing
pihak terutang bea meterai.
Objek Bea Materai:
- Dokumen yaitu kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud
tentang perbuatan, keadaan, kenyataan bagi seseorang dan pihak-pihak yang
berkepentingan.
- Pengenaan Bea materai bukanlah pada perbuatan hukumnya melainkan pada ada atau
tidaknya dokumen yang dibuat untuk membuktikan adanya perbuatan itu

2.4 UU PBB
Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Undang-
Undang PBB adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
2.5 UU Bea Meterai
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020. Bahwa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang
Bea Meterai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum, kebutuhan masyarakat, dan
kebutuhan tata kelola Bea Meterai sehingga perlu diganti.
2.6 UU BPHTB
UU No. 20 Tahun 2000
2.7 UU Dokumen Negara
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997
2.8 UU Pajak Daerah dan Retribusi
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

2.9 Kasus : Pajak Daerah


Kasus OTT Pegawai Pajak Daerah di serahkan Ke Kejari Jakbar
Jakarta Barat - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya pada
Jumat (11/12/2015) berhasil membongkar praktik mafia perpajakan di tubuh Dinas Pendapatan
Daerah (Dispenda) DKI Jakarta. Tiga orang tertangkap tangan tengah menguras peserta wajib
pajak perhotelan di Dunkin Donuts Mall Puri Indah Kembangan Jakarta Barat.
Ketiga orang yang dibekuk itu adalah RD (Bendahara Unit Pelayanan Pajak Cilandak), SAD
(Pajak Dispenda DKI), dan RM (Unit Pelayanan Pajak Daerah Grogol). Mereka bertiga adalah
satu tim, yang bertugas mengawasi masalah pajak atas 75 hotel di DKI Jakarta.
Perkara ketiga tersangka tersebut telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan Tim
JPU menyatakan Berkas Perkara Sudah Lengkap (P-21) pada tanggal 24 Maret 2016.
Setelah dinyatakan lengkap, selanjutnya dilaksanakan Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti
ke Kejaksaan Negeri Jakarta Barat mengingat locus dan tempus kejadian di wilayah hukum
Jakarta Barat.
“hari ini telah kami terima dan kami periksa, kemudian ketiga orang tersangka langsung kami
tahan selama 20 hari di Rutan Salemba Jakarta Pusat” kata Choirun Parapat, SH.,MH Kasi
Pidsus Kejari Jakarta Barat (Selasa 05/03/2016).
Dalam kasus ini Penuntut Umum telah menerima barang bukti dokumen berikut uang puluan juta
rupiah terkait dengan oeprasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda
Metro Jaya.
Modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku dengan cara awalnya para pelaku yang
tergabung dalam tim pengawas peserta pajak khususnya pajak perhotelan melakukan
pemeriksaan ke salah satu hotel yakni Hotel N. dalam pemeriksaan tersebut para pelaku berhasil
mendapatkan temuan, namun salah satu dari pelaku menyampaikan kepada pihak hotel temuan
tersebut akan dibuat nihil jika memberikan imbalan sebesar Rp. 500 juta.
Pihak hotel meminta kepada para pelaku untuk menurunkan tingkat bunga yang harus
dibayarkan, alhasil terjadi kesepakatan sebesar Rp. 300 juta. Karena merasa diperas, akhirnya
pihak hotel melaporkan perbuatan tersebut ke Polda Metro Jaya.
Setelah menerima laporan, pihak Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menyarankan agar pihak hotel
bertemu dengan para pelaku guna menyerahkan sejumlah uang untuk pengurusan hasil temuan
sebelumnya, dan setelah dihubungi para pelaku sepakat untuk melakukan pertemuan di Dunkin
Donuts Puri Indah Mall. Dalam pertemuan tersebut pihak hotel menyerahkan uang puluhan juta
rupiah kepada salah satu pelaku dan seketika itu juga anggota Ditreskrimsus Polda Metro Jaya
langsung melakukan penangkapan terhadap para pelaku dan menyita uang puluhan juta yang
telah diterima oleh para pelaku.
Ketiga tersangka di jerat dengan Pasal 12 huruf a dan e Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP.
BAB 3
KESIMPULAN

Dalam sejarah kepemerintahan daerah di Indonesia, pemungutan pajak daerah


terbukti berjalan seiring dengan sejauh mana daerah diberi kewenangan oleh pemerintah
pusat untuk mengatur dirinya. Pola pemberian kemampuan keuangan, baik yang tercakup
dalam topik alokasi keuangan antar tingkatan pemerintahan maupun pemberian
kemampuan bagi daerah untuk secara langsung menerima penerimaan (komponen PAD,
dimana termasuk di dalamnya pajak daerah), sangat terkait erat dengan kewenangan yang
dimiliki dan dijalankan daerah dalam rangka status otonom yang diembannya. Politik
desentralisasi, dimana tercakup di dalamnya desentralisasi fiskal, yang dijalankan oleh
pemerintah Republik Indonesia dapat dilihat sebagai suatu pendulum yang bergerak
sesuai dengan irama politik yang dimainkan oleh penguasa (pemerintah pusat) dan
tuntutan daerah.
Tujuan dari diadakannya otonomi daerah sangat penting untuk memberikan
peluang kepada daerah untuk mengoptimalkan penerimaannya, termasuk dalam
penerimaan pajak daerah dengan memberikan kesempatan bagi daerah untuk
memungut beragam jenis pajak. Namun demikian, pemberian kemampuan ini tidak
berhenti pada titik ini. Pemerintah juga harus kembali mengeluarkan regulasi guna
mencegah dampak-dampak negatif yang muncul dari keberagaman jenis pajak yang
dipungut seraya membuat aransemen kelembagaan yang komprehensif guna mengatur
pelaksanaan desentralisasi fiskal yang terkait dengan dimungkinkannya daerah
memungut beragam jenis pajak daerah.
Selanjutnya, untuk meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan Daerah,
mekanisme pengawasan diubah dari represif menjadi preventif. Setiap Peraturan Daerah
tentang Pajak dan Retribusi sebelum dilaksanakan harus mendapat persetujuan terlebih
dahulu dari Pemerintah. Selain itu, terhadap Daerah yang menetapkan kebijakan di
bidang pajak daerah dan retribusi daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi akan dikenakan sanksi berupa penundaan dan/atau
pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil atau restitusi.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang terbaru untuk pajak daerah dan
retribusi daerah (UU No. 28 Tahun 2009), kemampuan Daerah untuk membiayai
kebutuhan pengeluarannya semakin besar karena Daerah dapat dengan mudah
menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak daerah dan
diskresi dalam dunia usaha yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.wikiapbn.org/pajak-daerah-dan-retribusi-daerah/

https://www.pajakku.com/read/5d82eb4574135e0390823b09/Definisi-Pajak-Daerah-dan-Jenis-
jenis-Pajak-Daerah

https://jdih.kemenkeu.go.id/

https://www.rusdionoconsulting.com/pajak-bumi-dan-bangunan-objek-pajak-dan-cara-
menghitungnya/

https://klikpajak.id/blog/bphtb-pengertian-objek-tarif-cara-menghitung-dan-syarat-mengurus/

https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/bea-materai

https://arsip.usu.ac.id/images/pdf/UU-Nomor-8-Tahun-1997-Tentang-Dokumen-Perusahaan.pdf

https://igedearianta.co.id/download/uu-bphtb/

http://kejari-jakbar.go.id/index.php/arsip/berita/item/222-kasus-ott-pegawai-pajak-daerah-di-
serahkan-ke-kejari-jakbar

Anda mungkin juga menyukai