Anda di halaman 1dari 5

Cara menghitung Pajak

Dosen Pengampu : Alfita Rakhmayani, S.E., M.Ak.

Disusun oleh,

Nama : Nita Kumala Sari

Nim : 40011422650291

PROGRAM STUDI D4 AKUNTANSI PERPAJAKAN

SEKOLAH VOKASI

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2023
Cara menghitung pajak pph 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) merupakan jenis pajak yang dikenakan terhadap penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain yang diterima oleh pegawai, bukan
pegawai, mantan pegawai, penerima pesangon dan lain sebagainya.

Berdasarkan Bab V Pasal 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor PER-16/PJ/2016, Dasar
Pengenaan dan Pemotongan PPh 21 adalah sebagai berikut:

1. Penerima penghasilan kena pajak, antara lain:


 Pegawai tetap
 Penerima pensiun berkala
 Pegawai tidak tetap dengan penghasilan per bulan melewati Rp 4.500.000
 Bukan pegawai seperti yang dimaksud dalam PER-16/PJ/2016 Pasal 3(c) yang menerima
imbalan yang sifatnya berkesinambungan.
2. Seseorang yang menerima penghasilan melebihi Rp 450.000 per hari, yang berlaku bagi
pegawai tidak tetap atau tenaga lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah
satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan
kalender belum melebihi Rp 4.500.000.
3. 50% dari penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam
PER-16/PJ/2016 Pasal 3(c) yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan.
4. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan,
sebagaimana yang dimaksud dalam tiga poin di atas.

Selain dasar pengenaan dan pemotongan, perhitungan PPh 21 juga didasarkan atas Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP).

Artinya, pengenaan PPh tidak secara mentah diterapkan sesuai tarif, melainkan dikurangi PTKP terlebih
dahulu. Anda dapat menemukan tarif PTKP yang berlaku di bawah ini.

Perhitungan PPh 21 dengan PTKP Terbaru

Perhitungan PPh 21 selalu disesuaikan dengan tarif PTKP yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak
(DJP). Saat ini, hukum terbaru yang mendasari tentang PTKP adalah Undang-Udang Harmonisasi
Perpajakan No. 7 Tahun 2021 pada bab III pasal 7. Berikut ini adalah besaran PTKP terbaru yang berlaku:

 Bagi wajib pajak orang pribadi sebesar Rp54.000.000


 Bagi wajib pajak yang kawin memperoleh tambahan sebesar Rp4.500.000
 PTKP bagi istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, sebesar Rp54.000.000
 Bila ada tambahan, maksimal 3 orang untuk tanggungan keluarga sedarah dalam satu garis
keturunan, semenda, atau anak angkat, sebesar Rp4.500.000.

Adapun yang dimaksud dengan keluarga sedarah adalah orang tua kandung, saudara kandung, dan anak.
Sedangkan keluarga semenda adalah mertua, anak tiri, dan ipar.
Selain adanya penyesuaian pada tarif PTKP, terdapat perubahan pada tarif progresif yang digunakan
untuk menghitung penghasilan kena pajak (PKP). Berikut ini adalah besaran tarif progresif yang berlaku.

 Tarif 5% dikenakan untuk PKP hingga Rp60 juta


 Tarif 15% dikenakan pada PKP dari Rp60 juta sampai dengan Rp250 juta.
 Tarif 25% dikenakan pada PKP dari Rp250 juta sampai dengan Rp500 juta.
 Tarif 30% dikenakan pada PKP dari Rp500 juta hingga Rp5 miliar.
 Tarif 35% dikenakan pada PKP di atas Rp5 miliar.

Contoh soal :

menghitung pajak penghasilan orang pribadi dengan penghasilan Rp4.5 juta tiap bulannya dengan
tanggungan TK/0.

 Penghasilan per bulan= Rp4.5 juta


 Penghasilan per tahun= Rp4.5 juta x 12 bulan= Rp54 juta
 Penghasilan per tahun – PTKP= Rp54 juta – Rp54 juta= 0

Jawab : dikarenakan orang pribadi dengan gaji sampai dengan Rp4.5 juta tidak memiliki PPh terutang
sehingga tidak perlu membayar pajak

Ragam Metode Perhitungan Gaji Karyawan

1. Metode Gross (Gaji Kotor Tanpa Tunjangan Pajak)

Metode gross diterapkan bagi pegawai atau penerima penghasilan yang menanggung PPh 21
terutangnya sendiri. Ini berarti gaji pegawai tersebut belum dipotong PPh 21.

Misalnya, Ardi seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan senilai Rp 10.000.000, maka
perhitungannya sebagai berikut:

Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun,Tarif PPh: 15% PPh 21 (yang


ditanggung sendiri): Rp 9.900.000/tahun atau Rp 825.000/bulan. Gaji bersih (take home pay): Rp
9.175.000

2. Metode Gross-Up (Gaji Bersih dengan Tunjangan Pajak)

Metode gross-up diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang diberikan
tunjangan pajak (gajinya dinaikkan terlebih dahulu) sebesar pajak yang dipotong.

Misalnya, Ardi seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan senilai Rp 10.000.000, maka
perhitungannya:

Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun

Tarif PPh: 15%


Tunjangan pajak (dari perusahaan): Rp 9.900.000/tahun atau Rp 825.000/bulan

Total gaji bruto: 10.825.000

Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan): Rp 825.000/bulan

Gaji bersih (take home pay): Rp 10.000.000/bulan

3. Metode Net (Gaji Bersih dengan Pajak Ditanggung Perusahaan)

Metode net diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang mendapatkan gaji bersih
dengan pajak yang ditanggung perusahaan.

Misalnya jika Ardi, seorang laki-laki lajang (TK/0) menerima gaji bulanan sejumlah Rp 10.000.000,
maka: perhitungannya:

Gaji pokok: Rp 10.000.000/bulan atau Rp 120.000.000/tahun. Total gaji bruto: Rp


10.000.000,Tarif PPh 21: 15%, Pajak yang ditanggung perusahaan: Rp 9.900.000/tahun atau Rp
825.000/bulan, Nilai PPh 21 (yang dibayarkan perusahaan): Rp 825.000/bulan, Gaji bersih (take
home pay): Rp 10.000.000/bulan

Contoh perhitungan :

Sita Rianti adalah karyawati pada perusahaan PT. Onix Komunika dengan status menikah dan
mempunyai tiga anak. Suami Sita merupakan pegawai negeri sipil di Kementrian Komunikasi &
Informatika. Sita menerima gaji Rp 6.000.000 per bulan. PT. Onix Komunika mengikuti program pensiun
dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan sebesar 1%
dari perhitungan gaji, yakni senilai Rp 60.000 per bulan.Di samping itu perusahaan membayarkan iuran
Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Sita membayar
iuran (JHT) setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji.Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan
Kematian (JK) dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 0,24% dan 0,3% dari
gaji.

Pada bulan Juli 2016, di samping menerima pembayaran gaji, Sita juga menerima uang lembur (overtime)
senilai Rp 2.000.000.

Anda mungkin juga menyukai