Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran
pensiun termasuk iuran Tabungan Hari Tua/Tunjangan Hari Tua (THT) (kecuali iuran Tabungan Hari
Tua/THT pegawai negeri sipil/anggota ABRI/pejabat negara), dan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP).
Biaya jabatan yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya
5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp 1.296.000,00 setahun atau Rp 108.000,00 sebulan.
Berapa besarnya PTKP untuk diri pegawai, tambahan untuk pegawai yang kawin, tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang?
PTKP :
setahun = Rp 2.880.000,00
sebulan = Rp 240.000,00
setahun = Rp 1.440.000,00
sebulan = Rp 120.000,00
Tambahan untuk seorang istri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau pekerjaan yang tidak
ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lain Rp. 2.880.000,00
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan
lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang setiap
keluarga Rp 1.440.000,00
Di atas Rp 200.000.000,00 = 35 %
Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima pensiun yang menerima
pensiun secara bulanan?
Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan PTKP
Besarnya biaya pensiun yang diperkenankan adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto berupa uang
pensiun setinggi-tingginya Rp 432.000,00 setahun atau Rp 36.000,00 sebulan.
Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap, pemagang dan calon
pegawai?
Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP.
Tarif yang digunakan adalah sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan atau
terutang.
Perkiraan penghasilan neto adalah sebesar 40 % dari penghasilan bruto berupa honorarium atau
imbalan lain dengan nama apapun.
Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima upah harian, mingguan, satuan,
borongan dan uang saku harian?
Penerima upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian.
Tarif sebesar 10% diterapkan atas upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan
uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp 24.000,00 tetapi tidak melebihi Rp 240.000,00 dalam
satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.
Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 240.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat
dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima
penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.
Upah/uang saku harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar jumlah hari kerja;
Upah mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan;
Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan yang
dihasilkan;
Upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian pekerjaan
tertentu.
Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima uang tebusan pensiun,
Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus?
Penerima uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan
sekaligus.
10% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp 25.000.000,00.
15% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya lebih dari Rp 25.000.000,00
Kecuali, atas jumlah penghasilan bruto Rp 8.640.000,00 atau kurang, tidak dipotong PPh Pasal 21.
Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima uang pesangon yang
dibayarkan sekaligus?
10% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp 25.000.000,00.
15% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya lebih dari Rp 25.000.000,00
Kecuali, atas jumlah penghasilan bruto Rp 17.280.000,00 atau kurang, tidak dipotong PPh Pasal 21.
Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima hadiah dan penghargaan
dengan nama dan dalam bentuk apapun?
Penerima hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Atas hadiah dan penghargaan dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif sebesar 15% dari jumlah bruto,
dan bersifat final.
Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk petugas dinas luar asuransi dan petugas
penjaja barang dagangan yang menerima komisi?
Petugas dinas luar asuransi dan petugas penjaja barang dagangan yang menerima komisi.
Atas komisi yang diterima diterapkan tarif sebesar 10% bersifat final dengan syarat petugas tersebut
bukan pegawai tetap.
Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21) 20% lebih tinggi dari yang seharusnya
Tidak mempunyai NPWP untuk yang dipungut 100% lebih tinggi dari yang seharusnya
/potong(Untuk PPh Pasal 23)
PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa 5% lebih rendah dari yang seharusnya
efek
Peredaran bruto sampai dengan Rp. Pengurangan 50% dari yang seharusnya
50.000.000.000
3. Penghasilan Tidak Kena Pajak
No Keterangan Setahun
1. Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi Rp. 15.840.000,
2. Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp. 1.320.000,-
3. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya Rp. 15.840.000,-
digabung dengan penghasilan suami.
4. Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah Rp. 1.320.000
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat
yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk
setiap keluarga
Tarif Pajak yang dikenakan atas objek pajak (PBB) adalah = 0,5%
Tarif Pajak yang dikenakan atas BPHTB adalah =5
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah = 10 %
BJ = biaya jabatan, 5% dari penghasilan tetapi maksimal Rp. 108 ribu per bulan.
BP = biaya pensiun, 5% dari pensiunan tetapi maksimal Rp. 36 ribu per bulan.
Upah yang Diterima oleh Tenaga Harian Lepas di atas Rp. 110.000/hari tetapi tidak lebih dari Rp.
1.100.000/bulan
Upah yang Diterima oleh Tenaga Harian Lepas tidak lebih dari Rp. 110.000/hari namun lebih dari Rp.
1.100.000/bulan
Rabat/Komisi Penjualan yang diterima oleh Distributor MLM/Direct Selling dan kegiatan sejenis
[dihitung per bulan]
Uang Tebusan Pensiun, Uang THT atau JHT, Uang Pesangon [ FINAL ]
Rp. 25 juta s.d Rp. 50 juta = PB x 5%
Rp. 50 juta s.d Rp. 100 juta = PB x 10%
Rp. 100 juta s.d Rp. 200 juta = PB x 15%
Diatas Rp. 200 juta = PB x 25%
PB x Tarif Pasal 17
Honorarium yang diterima Dewan Komisaris/Pengawas yang bukan pegawai tetap pada perusahaan
yang sama
PB x Tarif Pasal 17
PB x Tarif Pasal 17
Honorarium dan Pembayaran Lain yang diterima oleh Tenaga Ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek,
Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris) sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa dan kegiatan
PB x 7,5%
Honorarium yang diterima oleh Pegawai Tidak Tetap, Pemagang, Calon Pegawai
Honorarium dan pembayaran lain yang diterima oleh Tenaga Lepas (Seniman, Olahragawan,
Penceramah, Pemberi Jasa, Pengelola Proyek, Peserta Perlombaan, PDL Asuransi, dll)
PB x Tarif Pasal 17
Penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang diterima oleh Tenaga Asing (Expatriate) yang
telah berstatus sebagai WPDN
((PB – (BJ + IP) – PTKP) x Tarif Pasal 17
Penghasilan dari pekerjaan yang diterima oleh Tenaga Asing (Expatriate) yang bekerja pada
Perusahaan Pengeboran Migas [penghasilan per bulan]:
a. General Manager = US$ 11.275 x Tarif Pasal 17
b. Manager = US$ 9.350 x Tarif Pasal 17
c. Supervisor/Tool Pusher = US$ 5.830 x Tarif Pasal 17
d. Assisten Supervisor/Tool Pusher = US$ 4.510 x Tarif Pasal 17
e. Crew Lainnya = US$ 3.245 x Tarif Pasal 17
Written by Administrator
Masalah: Berapakah tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
Badan ?
Solusi: Tarif Pajak yang diterapkan terhadap Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Badan untuk tahun
2008 adalah Tarif Pajak Progresif sedangkan untuk tahun 2009 adalah Tarif Pajak Tunggal, berikut
adalah table perbandingan tariff PPh Badan
Ilustrasi Penghitungan
Besarnya Biaya Pensiun yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto untuk pensiunan sebesar 5%
dari penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 2.400.000,- (dua juta empar ratus ribu rupiah) setahun
atau Rp 200.000,- (dua ratus ribu) sebulan. Sebelumnya sebesar 5% dari penghasilan Bruto, setinggi-
tingginya Rp 432.000,- setahun atau Rp 36.000,- sebulan
Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar:
a. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak
orang pribadi;
b. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang
kawin;
c. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang
isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (1); dan
d. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluhribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
3. Tarif PPh Ps 21
di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah) adalah 15% (lima belas persen
di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) adalah 25% (dua puluh lima persen)
di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) adalah 30% (tiga puluh persen)
4. Tidak ada lagi SPT Tahunan PPh Ps 21 untuk tahun pajak 2009
Sebelum tahun pajak 2009, selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan
kena pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah
dipotong pada masa-masa sebelumnya dalam tahun pajak yang bersangkutan dilaporkan di SPT
Tahunan PPh Ps 21.
Untuk SPT Tahunan PPh Pasal 21 tahun pajak 2008 masih ada.....
E-SPT adalah data SPT WP dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh WP
dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh DJP. Aplikasi e-SPT
adalah aplikasi dari DJP yang dapat digunakan WP untuk membuat e-SPT.
“Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam
bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan
mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor
DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan
oleh Dirjen Pajak.”
Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah :
c. jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yg hrs
diisikan dlm SPT.SPT yg telah diisi dgn benar, lengkap, dan jelas tersebut
wajib disampaikan ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau
tempat lain yang ditetapkan oleh DJP, dan kewajiban penyampaian SPT oleh
Pemotong atau Pemungut Pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.
Penandatangan SPT.
Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
mengisi dan menanda tangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus
dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 ayat 3 UU KUP).
e-Filing melalui ASP (Penyedia Jasa Aplikasi) dan diberikan Bukti Penerimaan
Elektronik.
E-Filing adalah cara penyampaian SPT / Perpanjangan SPT Tahunan yg
dilakukan secara on-line dan real time melalui Application Service Provider
(ASP). (PMK No. 181/PMK.03/2007)
Batas waktu penyampaian SPT pada pasal 3 ayat 3 UU KUP diatur sbb :
a) SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
b) SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir
Tahun Pajak;
c) SPT Tahunan PPh WP Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun
Pajak.
SPT terdiri dari SPT Induk dan Lampiran, merupakan satu kesatuan yg tidak
terpisahkan;
Dalam UU KUP yang pasti harus dilampirkan dalam SPT adalah sbb:
Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak
dilampirkan pada SPT, SPT dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga
SPT dianggap tidak disampaikan. {Pasal 4 ayat (4b) UU KUP}
Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
mengisi dan menandatangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus
dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 angka 3 UU KUP)
Dalam Pasal 3 ayat (3a) dan (3b) ditetapkan bahwa WP dengan kriteria
tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa.
WP dengan kriteria tertentu dan tata cara pelaporan diatur dengan atau
berdasarkan PMK No. 182/PMK.03/2007 sbb :
b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau
penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak
lebih dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah); atau
Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi yaitu WP Orang Pribadi yang dalam satu Tahun
Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP
sebagaimana dimaksud dalam UU PPh.
Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau
batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan
Surat Teguran (Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran, disamping
merupakan bentuk pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat bagi
dikenainya WP yang bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b dan Pasal 13
ayat 3 UU KUP.
Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan apabila SPT tidak disampaikan dalam
jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar:
e. WP Badan yg tidak melakukan usaha lagi tetapi belum bubar sesuai dgn
ketentuannya
b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yg isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan
perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13A,
didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang
dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1
tahun.”
Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP menyatakan ”Setiap orang yang dengan
sengaja:
2. Membetulkan SPT