Anda di halaman 1dari 22

Penghitungan PPh Pasal 21

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap ?

Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran
pensiun termasuk iuran Tabungan Hari Tua/Tunjangan Hari Tua (THT) (kecuali iuran Tabungan Hari
Tua/THT pegawai negeri sipil/anggota ABRI/pejabat negara), dan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP).

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Berapa besar tarif biaya jabatan ?

Biaya jabatan yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya
5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp 1.296.000,00 setahun atau Rp 108.000,00 sebulan.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Berapa besarnya PTKP untuk diri pegawai, tambahan untuk pegawai yang kawin, tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang?

PTKP :

Untuk diri pegawai

setahun = Rp 2.880.000,00

sebulan = Rp 240.000,00

Tambahan untuk pegawai yang kawin

setahun = Rp 1.440.000,00

sebulan = Rp 120.000,00

Tambahan untuk seorang istri yang mempunyai penghasilan dari usaha atau pekerjaan yang tidak
ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lain Rp. 2.880.000,00

Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan
lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang setiap
keluarga Rp 1.440.000,00

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]


Berapa besar tarif pajak sesuai dengan Pasal 17 ?

Tarif yang digunakan adalah :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak ;

Sampai dengan Rp 25.000.000,00 = 5 %

Di atas Rp 25.000.000,00 sampai dengan Rp 50.000.000,00 = 10 %

Di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 100.000.000,00 = 15 %

Di atas Rp 100.000.000,00 sampai dengan Rp 200.000.000,00 = 25 %

Di atas Rp 200.000.000,00 = 35 %

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima pensiun yang menerima
pensiun secara bulanan?

Penerima pensiun yang menerima pensiun secara bulanan.

Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan PTKP

Besarnya biaya pensiun yang diperkenankan adalah sebesar 5% dari penghasilan bruto berupa uang
pensiun setinggi-tingginya Rp 432.000,00 setahun atau Rp 36.000,00 sebulan.

PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.

Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap, pemagang dan calon
pegawai?

Pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pegawai.

Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP.

PTKP sama dengan PTKP untuk pegawai tetap.

Tarif yang digunakan sama dengan tarif untuk pegawai tetap.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]


Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk tenaga ahli yang melakukan pekerjaan
bebas?

Tarif yang digunakan adalah sebesar 15% dari perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan atau
terutang.

Perkiraan penghasilan neto adalah sebesar 40 % dari penghasilan bruto berupa honorarium atau
imbalan lain dengan nama apapun.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima upah harian, mingguan, satuan,
borongan dan uang saku harian?

Penerima upah harian, mingguan, satuan, borongan dan uang saku harian.

Tarif sebesar 10% diterapkan atas upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan
uang saku harian yang jumlahnya melebihi Rp 24.000,00 tetapi tidak melebihi Rp 240.000,00 dalam
satu bulan takwim dan atau tidak dibayarkan secara bulanan.

Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 240.000,00 maka besarnya PTKP yang dapat
dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP yang sebenarnya dari penerima
penghasilan yang bersangkutan dibagi dengan 360.

Yang dimaksud dengan :

Upah/uang saku harian adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar jumlah hari kerja;

Upah mingguan adalah upah yang terutang atau dibayarkan secara mingguan;

Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan yang
dihasilkan;

Upah borongan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar penyelesaian pekerjaan
tertentu.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima uang tebusan pensiun,
Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus?

Penerima uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan
sekaligus.

Dipotong dengan tarif bersifat final sebesar :

10% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp 25.000.000,00.

15% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya lebih dari Rp 25.000.000,00
Kecuali, atas jumlah penghasilan bruto Rp 8.640.000,00 atau kurang, tidak dipotong PPh Pasal 21.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima uang pesangon yang
dibayarkan sekaligus?

Penerima uang pesangon yang dibayarkan sekaligus.

Dipotong pajak sebesar :

10% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya tidak lebih dari Rp 25.000.000,00.

15% dari penghasilan bruto jika penghasilan brutonya lebih dari Rp 25.000.000,00

Kecuali, atas jumlah penghasilan bruto Rp 17.280.000,00 atau kurang, tidak dipotong PPh Pasal 21.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk penerima hadiah dan penghargaan
dengan nama dan dalam bentuk apapun?

Penerima hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Atas hadiah dan penghargaan dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif sebesar 15% dari jumlah bruto,
dan bersifat final.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]

Bagaimana penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk petugas dinas luar asuransi dan petugas
penjaja barang dagangan yang menerima komisi?

Petugas dinas luar asuransi dan petugas penjaja barang dagangan yang menerima komisi.

Atas komisi yang diterima diterapkan tarif sebesar 10% bersifat final dengan syarat petugas tersebut
bukan pegawai tetap.

[ Kembali ke Pertanyaan ] [ Ke Menu Info Pajak ]


Daftar Tarif PPh dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
1.Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%

Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 15%


250.000.000,-
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 25%
500.000.000,-

Diatas Rp. 500.000.000,- 30%

Tarif Deviden 10%

Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21) 20% lebih tinggi dari yang seharusnya

Tidak mempunyai NPWP untuk yang dipungut 100% lebih tinggi dari yang seharusnya
/potong(Untuk PPh Pasal 23)

Pembayaran Fiskal untuk yang punya NPWP Gratis

2. Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap

Tahun Tarif pajak


2009 28%

2010 dan selanjutnya 25%

PT yang 40% sahamnya diperdagangkan di bursa 5% lebih rendah dari yang seharusnya
efek
Peredaran bruto sampai dengan Rp. Pengurangan 50% dari yang seharusnya
50.000.000.000
3. Penghasilan Tidak Kena Pajak

No Keterangan Setahun
1. Diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi Rp. 15.840.000,
2. Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp. 1.320.000,-
3. Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya Rp. 15.840.000,-
digabung dengan penghasilan suami.
4. Tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah Rp. 1.320.000
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat
yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk
setiap keluarga

4. Tambahan tarif Lainnya

Tarif Pajak yang dikenakan atas objek pajak (PBB) adalah = 0,5%
Tarif Pajak yang dikenakan atas BPHTB adalah =5
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah = 10 %

Dengan Peraturan Pemerintah menjadi paling rendah = 5%


Dengan Peraturan Pemerintah menjadi paling tinggi = 15 %
Atas ekspor barang kena pajak = 0%

Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah


Paling rendah = 10 %
Paling tinggi = 75 %
Atas ekspor barang kena pajak = 0%

Formula Menghitung PPh Pasal 21


PPh Pasal 21 adalah salah satu pajak penghasilan yang memiliki banyak rumus berdasarkan profesi,
keadaan, dan jenis penghasilan. Formula-formula dibawah ini, mudah-mudahan, dapat membantu
cara menghitung PPh Pasal 21 terutang.

Tetapi sebelum ke formula, saya jelaskan dulu singkatan yang digunakan :

PB = penghasilan bruto, total semua penghasilan yang diterima.

BJ = biaya jabatan, 5% dari penghasilan tetapi maksimal Rp. 108 ribu per bulan.

BP = biaya pensiun, 5% dari pensiunan tetapi maksimal Rp. 36 ribu per bulan.

IP = iuran pensiun, sesuai yang dibayarkan ke Dana Pensiun.

Tarif Pasal 17 = tarif progresif berdasarkan Pasal 17 UU PPh 1984

Penghasilan Teratur yang diterima oleh Pegawai Tetap

(PB – (BJ + IP) – PTKP) x Tarif Pasal 17

Upah yang Diterima oleh Tenaga Harian Lepas di atas Rp. 110.000/hari tetapi tidak lebih dari Rp.
1.100.000/bulan

(PB – Rp. 110.000) x 5%

Upah yang Diterima oleh Tenaga Harian Lepas tidak lebih dari Rp. 110.000/hari namun lebih dari Rp.
1.100.000/bulan

(PB – PTKP sebenarnya) x 5%

Rabat/Komisi Penjualan yang diterima oleh Distributor MLM/Direct Selling dan kegiatan sejenis
[dihitung per bulan]

(PB – PTKP) x Tarif Pasal 17

Uang Tebusan Pensiun, Uang THT atau JHT, Uang Pesangon [ FINAL ]
Rp. 25 juta s.d Rp. 50 juta = PB x 5%
Rp. 50 juta s.d Rp. 100 juta = PB x 10%
Rp. 100 juta s.d Rp. 200 juta = PB x 15%
Diatas Rp. 200 juta = PB x 25%

Jasa Produksi, Tantiem, Gratifikasi, Bonus yang diterima Mantan Pegawai

PB x Tarif Pasal 17

Honorarium yang diterima Dewan Komisaris/Pengawas yang bukan pegawai tetap pada perusahaan
yang sama

PB x Tarif Pasal 17

Uang Pensiun Bulanan yang diterima pensiunan

((PB – BP) – PTKP) x Tarif Pasal 17

Penarikan dana pada Dana Pensiun oleh Pensiunan

PB x Tarif Pasal 17

Honorarium dan Pembayaran Lain yang diterima oleh Tenaga Ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek,
Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris) sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa dan kegiatan

PB x 7,5%

Honorarium yang diterima oleh Pegawai Tidak Tetap, Pemagang, Calon Pegawai

(PB – PTKP) x Tarif Pasal 17

Honorarium dan pembayaran lain yang diterima oleh Tenaga Lepas (Seniman, Olahragawan,
Penceramah, Pemberi Jasa, Pengelola Proyek, Peserta Perlombaan, PDL Asuransi, dll)

PB x Tarif Pasal 17

Penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang diterima oleh Tenaga Asing (Expatriate) yang
telah berstatus sebagai WPDN
((PB – (BJ + IP) – PTKP) x Tarif Pasal 17

Penghasilan dari pekerjaan yang diterima oleh Tenaga Asing (Expatriate) yang bekerja pada
Perusahaan Pengeboran Migas [penghasilan per bulan]:
a. General Manager = US$ 11.275 x Tarif Pasal 17
b. Manager = US$ 9.350 x Tarif Pasal 17
c. Supervisor/Tool Pusher = US$ 5.830 x Tarif Pasal 17
d. Assisten Supervisor/Tool Pusher = US$ 4.510 x Tarif Pasal 17
e. Crew Lainnya = US$ 3.245 x Tarif Pasal 17

Tarif Pajak Penghasilan Badan

Written by Administrator

Friday, 31 July 2009 08:41

Masalah: Berapakah tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
Badan ?

Solusi: Tarif Pajak yang diterapkan terhadap Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Badan untuk tahun
2008 adalah Tarif Pajak Progresif sedangkan untuk tahun 2009 adalah Tarif Pajak Tunggal, berikut
adalah table perbandingan tariff PPh Badan

Perbandingan Tarif PPh Badan

Lapisan Kena Pajak UU No.17/2000 UU No.36/2008


Sampai Dengan rp. 50.000.000,- 10% 28%
Di atas Rp.50.000.000 s/d 15%
100.000.000,-
Di atas Rp. 100.000.000,- 30%

Ilustrasi Penghitungan

Tahun Penghasilan kena Dasar Tarif PPh Pajak Penghasilan


Pajak Penghitungan
2008 Rp.50.000.000,- Rp.50.000.000,- 10% Rp.5.000.000,-
2009 Rp.50.000.000,- Rp.50.000.000,- 28% Rp.14.000.000,-
2008 Rp.100.000.000,- Rp.50.000.000,- 10% Rp.5.000.000,-
Rp.50.000.000,- 15% Rp.7.500.000,-
Total Rp.12.500.000,-
2009 Rp.100.000.000,- Rp.100.000.000,- 28% Rp.28.000.000,-
2008 Rp.150.000.000,- Rp.50.000.000,- 10% Rp.5.000.000,-
Rp.50.000.000,- 15% Rp.7.500.000,-
Rp.50.000.000,- 30% Rp.15.000.000,-
Total Rp.27.500.000,-
2009 Rp.150.000.000,- Rp.150.000.000,- 28% Rp.42.000.000,-

Penghitungan PPh Ps 21 tahun 2009

1. Perubahan Biaya Jabatan

Dasar Hukum : Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 250/PMK.03/2008


a. Besarnya Biaya Jabatan yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto sebesar 5% dari
penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 6.000.000,- (enam juta rupiah) setahun atau Rp 500.000,-
(limaratus ribu) sebulan . Sebelumnya sebesar 5% dari penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp
1.296.000,- setahun atau Rp 108.000,- sebulan.

Besarnya Biaya Pensiun yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto untuk pensiunan sebesar 5%
dari penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 2.400.000,- (dua juta empar ratus ribu rupiah) setahun
atau Rp 200.000,- (dua ratus ribu) sebulan. Sebelumnya sebesar 5% dari penghasilan Bruto, setinggi-
tingginya Rp 432.000,- setahun atau Rp 36.000,- sebulan

2. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Dasar Hukum : Pasal 7 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008

Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar:

a. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak
orang pribadi;

b. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang
kawin;

c. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang
isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (1); dan

d. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluhribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

3. Tarif PPh Ps 21

Dasar Hukum : Pasal 17 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak sampai dengan Rp50.000.000,00

(lima puluh juta rupiah) adalah 5% (lima persen)

di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah) adalah 15% (lima belas persen

di atas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) adalah 25% (dua puluh lima persen)

di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) adalah 30% (tiga puluh persen)

4. Tidak ada lagi SPT Tahunan PPh Ps 21 untuk tahun pajak 2009

Dasar Hukum : Pasal 13 ayat (5) PMK No. 252/PMK.03/2008


Besarnya PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk masa pajak terakhir (Masa Pajak terakhir adalah
masa Desember atau masa pajak tertentu dimana pegawai tetap herhenti bekerja ) adalah selisih
antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan kena pajak selama 1 (satu) tahun
pajak atau bagian tahun pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa-masa
sebelumnya dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Sebelum tahun pajak 2009, selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan
kena pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah
dipotong pada masa-masa sebelumnya dalam tahun pajak yang bersangkutan dilaporkan di SPT
Tahunan PPh Ps 21.

Untuk SPT Tahunan PPh Pasal 21 tahun pajak 2008 masih ada.....

Dasar Hukum : PER-39/PJ/2008

Dan disampaikan ke KPP paling lambat 31 maret 2009.

Apabila ada kekurangan bayar , harus dilunasi sebelum SPT disampaikan.

Surat Pemberitahuan (SPT)

Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT).

SPT adalah surat yang oleh WP digunakan untuk melaporkan penghitungan


dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak,
dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan per-UU-an Pajak.
SPT terdiri dari :

a. SPT Tahunan PPh;

b. SPT Masa yang meliputi :

1. SPT Masa PPh;

2. SPT Masa PPN; dan

3. SPT Masa Pemungut PPN

SPT tersebut berbentuk: formulir kertas (hardcopy); atau e-SPT.

E-SPT adalah data SPT WP dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh WP
dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh DJP. Aplikasi e-SPT
adalah aplikasi dari DJP yang dapat digunakan WP untuk membuat e-SPT.

Kewajiban menyampaikan SPT.

Kewajban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek


pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT
tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi sbb :

“Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam
bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan
mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor
DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan
oleh Dirjen Pajak.”

Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah :

a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan


ketentuan peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya;
b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek
pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan

c. jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yg hrs
diisikan dlm SPT.SPT yg telah diisi dgn benar, lengkap, dan jelas tersebut
wajib disampaikan ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau
tempat lain yang ditetapkan oleh DJP, dan kewajiban penyampaian SPT oleh
Pemotong atau Pemungut Pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.

Tempat dan cara pengambilan SPT.

Pasal 3 ayat (2) UU KUP menyatakan, WP mengambil sendiri SPT ditempat yg


ditetapkan oleh Dirjen (pada kantor DJP atau tempat lain yg diperkirakan
mudah terjangkau oleh WP) atau mengambil dgn cara lain yg tata cara
pelaksanaannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
(PMK). Dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 tgl 28-12- 2007 diatur :

SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy) dapat diambil secara langsung di


tempat yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.SPT berbentuk e-SPT dapat diambil
secara langsung oleh WP dengan cara mengunduh format SPT atau aplikasi e-
SPT dari situs DJP.

Penandatangan SPT.

Mengenai kewajiban WP menandatangani SPT, selain diatur dalam Pasal 3


ayat 1 UU KUP, juga disebut dalam Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi bahwa:”WP
wajib mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar, lengkap, jelas, dan
menandatanganinya.”

Bagi WP Badan yang berhak menandatangani SPT tersebut adalah pengurus


atau direksi (Pasal 4 ayat 2 UU KUP). Meskipun yang dimaksud dengan
pengurus sebagaimana diuraikan dalam penjelasan Pasal 32 ayat 4 UU KUP
adalah termasuk orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam
menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka
menjalankan kegiatan perusahaan, misalnya berwenang menandatangani
kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya
walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus
yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan, dan termasuk
pula bagi komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali, namun
untuk penandatangan SPT sebaiknya tetap orang yang namanya tercantum
dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte
perubahan. Ketentuan mengenai orang yang tidak tercantum namanya
dalam akte pendirian beserta perubahannya yang dianggap sebagai pengurus
tepat diberlakukan bagi kewajiban perpajakan lainnya seperti misalnya
untuk kepentingan penagihan pajak.

SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh WP atau Kuasa WP.

Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
mengisi dan menanda tangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus
dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 ayat 3 UU KUP).

Penandatanganan SPT oleh WP / Kuasa WP dapat dilakukan secara biasa,


tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang
semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan
biasa. Tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital adalah informasi
elektronik yang dilekatkan, memiliki hubungan langsung atau terasosiasi
pada suatu informasi elektronik lain termasuk sarana administrasi
perpajakan yang ditujukan oleh WP atau kuasanya untuk menunjukan
identitas dan status yang bersangkutan. (PMK No. 181/PMK.03/2007)

Cara penyampaian SPT.

Penyampaian SPT oleh WP dapat dilakukan :

secara langsung dan diberikan tanda penerimaan surat;

melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau

dengan cara lain seperti:

melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; atau

e-Filing melalui ASP (Penyedia Jasa Aplikasi) dan diberikan Bukti Penerimaan
Elektronik.
E-Filing adalah cara penyampaian SPT / Perpanjangan SPT Tahunan yg
dilakukan secara on-line dan real time melalui Application Service Provider
(ASP). (PMK No. 181/PMK.03/2007)

Batas waktu penyampaian SPT.

Batas waktu penyampaian SPT pada pasal 3 ayat 3 UU KUP diatur sbb :

a) SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;

b) SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir
Tahun Pajak;

c) SPT Tahunan PPh WP Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun
Pajak.

SPT dianggap Tidak Disampaikan.

Dalam Pasal 3 ayat 7 UU KUP dinyatakan bahwa, SPT dianggap tidak


disampaikan apabila:

a. SPT tidak ditandatangani;

b. SPT tidak dilampiri keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan Per.


Menkeu;

c. SPT lebih bayar disampaikan telah lewat 3 tahun sesudah berakhirnya


Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan WP telah ditegur
secara tertulis; atau

d. SPT disampaikan setelah Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan /


menerbitkan SKP.

Apabila SPT dianggap tidak disampaikan, Dirjen Pajak wajib memberitahukan


kepada WP (Pasal 3 ayat 7a UU KUP). SPT tersebut selanjutnya dianggap
sebagai data perpajakan.
Mengenai dokumen yang harus dilampirkan pada SPT dalam PMK No.
181/PMK.03/2007 tentang “Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara Pengambilan,
Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian SPT” dinyatakan bahwa :

SPT terdiri dari SPT Induk dan Lampiran, merupakan satu kesatuan yg tidak
terpisahkan;

SPT harus dilampiri dgn keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan UU


Pajak;

Ketentuan mengenai dokumen yg harus dilampirkan dlm SPT diatur dgn


Peraturan DJP;

Dalam UU KUP yang pasti harus dilampirkan dalam SPT adalah sbb:

SPT Tahunan PPh WP yg wajib menyelenggarakan pembukuan harus


dilampiri dgn laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta
keterangan lain yg diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena
Pajak. {Ps. 4 ayat (4)}.

Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak
dilampirkan pada SPT, SPT dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga
SPT dianggap tidak disampaikan. {Pasal 4 ayat (4b) UU KUP}

Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
mengisi dan menandatangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus
dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 angka 3 UU KUP)

WP dgn Kriteria Tertentu yg dpt melaporkan Beberapa Masa Pajak dalam


Satu SPT Masa.

Dalam Pasal 3 ayat (3a) dan (3b) ditetapkan bahwa WP dengan kriteria
tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa.
WP dengan kriteria tertentu dan tata cara pelaporan diatur dengan atau
berdasarkan PMK No. 182/PMK.03/2007 sbb :

1) WP dengan kriteria tertentu dapat menyampaikan 1 (satu) SPT Masa


untuk beberapa Masa Pajak sekaligus, yang meliputi:

a. WP usaha kecil; terdiri dari:


1> WP Orang Pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau melakukan
pekerjaan bebas, yang harus memenuhi kriteria sbb :

a> WP Orang Pribadi dalam negeri; dan

b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau
penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak
lebih dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah); atau

2> WP Badan yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a> modal WP 100% (seratus persen) dimiliki oleh W N I;

b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak


sebelumnya tidak lebih dari Rp.900.000.000,-; atau

b. WP di daerah tertentu, adalah WP yg tempat tinggal/kedudukan/kegiatan


usahanya berlokasi di daerah tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

2) Tata Cara Pelaporan

a> WP yang termasuk dalam kriteria tertentu yang bermaksud melaporkan


beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa harus menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Dirjen Pajak paling lambat 2 (dua)
bulan sebelum dimulainya masa pajak pertama yang oleh WP akan
disampaikan dalam SPT Masa yang meliputi beberapa Masa sekaligus;

b> Terhadap pemberitahuan secara tertulis dilakukan penelitian;

c> Apabila berdasarkan penelitian WP tidak memenuhi kriteria, Dirjen Pajak


memberitahukan secara tertulis kepada WP.

WP PPh tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT.

Berdasarkan PMK No. 183/PMK.03/2007 yang dikecualikan dari kewajiban


menyampaikan SPT dapat diuraikan sebagai berikut:

Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi yaitu WP Orang Pribadi yang dalam satu Tahun
Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP
sebagaimana dimaksud dalam UU PPh.

Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 yaitu WP


Orang Pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan
pekerjaan bebas.

Sanksi karena tidak menyampaikan SPT.

Sanksi bagi WP yang tidak menyampaikan SPT, dapat berupa sanksi


administrasi ataupun sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat berupa denda
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU KUP atau berupa kenaikan
sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 3 UU KUP. Sanksi pidana dapat
berupa kurungan atas tindak pidana kealpaan sebagaimana diatur dalam
Pasal 38 UU KUP ataupun penjara atas tindak pidana kesengajaan
sebagaimana diatur dalam Pasal 39 UU KUP.

A. Surat Teguran atas SPT yang tidak disampaikan.

Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau
batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan
Surat Teguran (Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran, disamping
merupakan bentuk pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat bagi
dikenainya WP yang bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b dan Pasal 13
ayat 3 UU KUP.

B. Sanksi administrasi berupa denda.

Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan apabila SPT tidak disampaikan dalam
jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar:

Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN,

Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya,

Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan

Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Orang


Pribadi.
Ayat (2) menyatakan bahwa “sanksi administrasi berupa denda diatas tidak
dilakukan terhadap”:

a. WP Orang Pribadi yang telah meninggal dunia;

b. WP Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau


pekerjaan bebas;

c. WP Orang Pribadi yg berstatus sebagai W N A yg tidak tinggal lagi di


Indonesia;

d. BUT yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;

e. WP Badan yg tidak melakukan usaha lagi tetapi belum bubar sesuai dgn
ketentuannya

f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;

g. WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Per. Menkeu;


atau

h. WP lain yg diatur dengan atau berdasarkan PMK.

Yg dimaksud dgn WP lain tersebut pada huruf h berdasarkan PMK No.


186/PMK.03/2007 adalah WP yg tidak dapat menyampaikan SPT dalam
jangka waktu yg telah ditentukan karena keadaan antara lain : a. kerusuhan
massal; b. kebakaran; c. ledakan bom atau aksi terorisme; d. perang antar
suku; atau e. kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara
atau perpajakan.

Penetapan WP tersebut dilakukan dengan Keputusan Dirjen Pajak.

C. Sanksi administrasi berupa kenaikan.

Sanksi administrasi berupa kenaikan dapat dikenakan melaui penerbitan SKP


KB apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya dan setelah
ditegur secara tertulis, tetap tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam Surat Teguran (Pasal 13 ayat 1 huruf b UU KUP). Dari
Jumlah pajak dalam SKP KB yang diterbitkan ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sesuai dengan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.

D. Sanksi pidana kurungan.


Pidana kurungan dalam Pasal 38 UU KUP dikenakan terhadap setiap orang
yang karena kealpaannya tidak menyampaian SPT.

Pasal 38 UU KUP tersebut berbunyi:” Setiap orang yang karena kealpaannya:

a. tidak menyampaikan SPT; atau

b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yg isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan
perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13A,

didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang
dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1
tahun.”

Yang dimaksud dengan perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 13A adalah “WP yang karena kealpaannya tidak menyampaikan
SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap,
atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana
apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh WP dan WP tersebut
wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 % dari jumlah pajak yg
kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan SKP KB”.

E. Sanksi pidana penjara.

Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP menyatakan ”Setiap orang yang dengan
sengaja:

c. tidak menyampaikan SPT;

d. menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau


tidak lengkap, terkena sanksi pidana antara 6 bulan s/d 6 tahun dan denda
antara 2 s/d 4 kali.
Hak WP berkaitan dengan penyampaian SPT.

Berkaitan dengan kewajiban melaporkan penghitungan dan/atau


pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta
dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan melalui SPT, WP mempunyai hak-hak sbb :

1. Memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan

2. Membetulkan SPT

3. Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT

Anda mungkin juga menyukai