Anda di halaman 1dari 52

TEORI ORGANISASI

RINGKASAN BUKU TEORI ORGANISASI


(Prof. Gudono, Ph.D., CMA., CA.)
Dosen Pengampu: Putu Eka Purnamaningsih, SH., MAP

OLEH KELOMPOK 3
1. Ni Luh Devi Damayanti (1812531003)
2. Ni Made Diah Pradnyasuari Ananda Yuka (1812531008)
3. Luh Eki Rastiti (1812531015)
4. Dewa Ayu Ambari Putri (1812531020)
5. Kadek Sukma Wati (1812531026)
6. I DG. Taksusepta Reksa Armajaya (1812531031)
7. Devi Gita Ananda (1812531038)
8. Kadek Mas Febby Pratiwi (1812531044)
9. Kadek Rahayu Swari Dewi (1812531049)
10. Puji Lestari Marpaung (1812531054)
11. Ni Kadek Prastika Sari (1812531059)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS UDAYANA
BALI
2019
Bab 1. Manajemen Klasik dan The Scientific Management Theory
Para ahli manajemen melihat prilaku manusia yang rasional dari adanya sifat untuk
memaksimalkan fungsi utilitas individu. Analisis organisasi dari sudut manajeral menjadi
berbeda dibanding dari sudut sosiologi organisasi karena penekanan analisis dari manajeral pada
aspekk the business of organization.
a. Aliran aliran manajemen
1. Scientific management
Scientific management adalah manajemen yang menggunakan ilmu (science) dan scientific
method. Pada masa perkembangan era revolusi industri pada tahun 1700an penemuan
produk-produk manufaktur seperti peralatan tekstil, mesin uap dan mesin perkakas telah
sangat berkembangan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia  [Emerson dan
Naehring, 1988]. Dengan semakin tinggi dan kompleksnya sistem yang harus ditangani oleh
pihak perusahaan dan management, maka berdampak pula pada peningkatan permasalahan
yang dihadapi. Salah satu permasalahan pokok yang terjadi pada saat itu adalah berkaitan
dengan produktivitas dan efisiensi.
Scientific management memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Tersusun secara sistematis atau teratur.
b. Dapat dipelajari dan diajarkan.
c. Menggunakan metode-metode ilmiah.
d. Dapat dijadikan suatu teori.
e. Objektif dan rasional.
Scientific management mempunyai berbagai keterbatasan dalam implementasi di lapangan
antara lain karena peningkatan produktivitas tidak disertai dengan peningkatan pendapatan
yang layak bagi karyawan, upah yang tinggi dan kondisi kerja yang baik sebenarnya tidak
dipengaruhi oleh peningkatan laba perusahaan, masih jauhnya hubungan antara manajer dan
karyawan, adanya pengabaian faktor frustasi dan ketegangan yang dialami karyawan ketika
tidak dapat memenuhi kebutuhan sosialnya, dan pengabaian kebutuhan manusia untuk
mendapatkan kepuasan hasil kerja.
2. Social psychology of industry
Pada pertengahan tahun 1950an sampai dengan 1965an pergerakan buruh di Negara-negara
barat sangat keras. Kenyataan ini memberikan kesempatan pada para psikologi industri

2
untuk membahas aspek psikologi manusia di tempat kerja. Aliran ini kurang menaruh
perhatian pada aspek institusional, struktur organisasi dan hubungan social yang lebih luas
dalam konteks antar organisasi.
b. Prinsip – Prinsip Manajemen Klasik
1. Satuan komando adalah seorang karyawan hanya menerima perintah dari atasan
2. Scalar chain adalah garis otoritas mengalir dari atasan ke bawahan dan bersifat top
down. Jalur ini harus digunakan sebagai jalur komunikasi
3. Rentang kendali adalah jumlah orang yang melapor pada seorang supercisor tidak
boleh terlalu banyak melainkan perlu dibatasi agar tidak menimbulkan masalah
komunikasi dan koordinasi.
4. Staff and line adalah personil staf dapat memberikan bantuan yang berharga tetapi
tidak boleh melanggar garis otoritas
5. Division of work adalah manajemen harus berusaha menjalankan spesialisasi yang
dirancang untuk mencapai tujuan perusahaan secara efisien
6. Sentralisasi otoritas adalah sampai level tertentu sentralisasi otoritas harus perlu ada
dan tingkatannya bervariasi untuk mengoptimalkan pemanfaatan personil
7. Disiplin adalah ketaatan energy dan prilaku baik yang harus dijalankan sesuai aturan
8. Eprit de corp adalah semangat kebersamaan untuk membangun harmoni
c. Dampak Positif dan Negatif Manajemen Klasik
Positif :
1. Keefisiensian produktivitas yang tercipta dari tenaga kerja
2. Metode tersebut lebih mengarah pada pengembangan potensi tenaga kerja
3. Metode tersebut mampu memberi rancangan kerja
Negatif :
1. Peningkatan produktivitas sering mengakibatkan pemberhentian kerja atau
perubahan yang terjadi perubahan upah
2. Teori ini kurang memiliki kebutuhan sosial
3. Manajer selalu menganggap remeh individu yang ada dibawahnya

3
Bab 2. Struktur Organik: Teori-Teori Psikologi Dalam Analisis Organisasi
Pendekatan organis atau adokrasi merupakan pendekatan baru yang lebih menekankan
pada aspek psikologis manusia. Warren Bennis merupakan pencetus awal mulanya istilah
adokrasi untuk menyebutkan ciri desain organisasi yang telah dirancang agar fleksibel untuk
menghadapi lingkungan yang selalu berubah. Ciri-ciri penting adokrasi yaitu (Bowditch dan
Buono, 1990) :
1. Mengurangi peranan (deempasize) deskripsi tugas yang formal serta mengurangi
spesialisasi.
2. Tidak ada asumsi bahwa orang yang ada pada posisi lebih tinggi memiliki informasi yang
lebih baik daripada orang yang ada di posisi bawah.
3. Hubungan horizontal lebih penting daripada hubungan vertikal.
4. Suasana keorganisasian lebih bersifat kolegial.
5. Struktur organisasi bersifat ‘cair’ (mudah berubah).
Pembahasan aspek perilaku dalam organisasi ada dua macam, yaitu:
1. Kita bisa meneliti sisi kepribadian (personality) dan aspek keperilakuan (behavioral
aspects) manusia yang ada di dalam perusahaan.
2. Seperti yang disarankan Cyert dan March dalam bukunya The Behavioral Theory of The
Firm (1968) kita bisa mengambil :
a. Perusahaan sebagai unit dasar analisis
b. Meramal perilaku perusahaan dalam kaitannya dengan keputusannya di bidang
harga dan alokasi sumber daya.
c. Menekankan pada proses pembuatan keputusan di perusahaan.
a. Teori Motivasi
Maslow’s Theory Of Needs. Perlawanan yang makin keras terhadap pendekatan mekanistik
manajemen ilmiah menyebabkan para teoritisi organisasi menengok ilmu Biologi dan
Psikologi yang mengakui manusia sebagai makhluk hidup dengan kebutuhan yang kompleks
untuk digunakan dalam menganalisis organisasi. Kalangan ilmiah tertarik untuk mengetahui
apakah yang memotivasi buruh bekerja. Maslow mengajukan ‘teori’ tentang hierarki
kebutuhan manusia yang “apabila tidak dipengaruhi akan menyebabkan yang bersangkutan
berusaha keras agar kebutuhan tersebut terpenuhi”. Sekali sebuah kebutuhan terpenuhi maka

4
ia kehilangan ‘motivational effect’. Dengan begitu akan muncul ‘motivasi’. Maslow
menyatakan bahwa kebutuhan manusia bertingkat-tingkat seperti gambar dibawah ini.

Aktualisasi
diri

Ego/esteem

Sosial

Keamanan

Phisik

Maslow mengakui ada beberapa jenis kebutuhan (needs) yang sulit ditentukan posisinya,
misalnya: rasa ingin tahu dan kebutuhan untuk memahami (the desires to know and to
understand).
The Expectancy Theory Vroom (1964). Dalam teori pengharapan (expectancy theory) motivasi
dianggap fungsi dari 3 unsur sebagai berikut:
1. Harapan mengenai hubungan antara usaha (effort) dan kinerja (performance), yaitu
bahwa menambah usaha akan meningkatkan kinerja (unsur expectancy),
2. Persepsi hubungan antara kinerja (performance) dan hasil (outcome), yaitu bahwa kinerja
yang baik akan memunculkan hadiah (outcomes atau reward) (unsur instrumentality),
dan
3. Nilai daya tarik hadiah (out come/reward) tersebut bagi seseorang (unsur valance).
Hubungan antara ketiga unsur tersebut bisa digambarkan dalam sebuah rangkaian faktor
motivasional dalam model sebagai berikut:
Keterangan:
E V I V
Perilaku Hasil Kerja V = Valance
Reward
(Bekerja) Baik I = Instrumentality

Misalnya: Misalnya: Misalnya: E = Expectancy

Mengetik dengan tekun. Laporan selesai dikerjakan mendapat bonus/promosi.


Keunggulan teori pengharapan adalah bahwa teori tersebut memberi kerangka untuk memahami
bagaimana motivasi bekerja. Dengan kerangka tersebut tindakan yang ‘lebih tepat’ bisa diambil
untuk meningkatkan kinerja. Masalah pokok yang terkait dengan teori pengharapan ini adalah

5
bahwa teori ini berasumsi orang akan berperilaku secara rasional. Dalam kenyataannya orang
bisa saja memiliki informasi yang terbatas atau menghadapi dua atau lebih tujuan yang sama-
sama disenangi sehingga perilakunya menjadi ‘tidak rasional’.

b. Psikologi Kognitif vs Behaviorisme


Ilmu psikologi sebetulnya terpecah menjadi dua, yaitu:
1. Psikologi kognitif (sering disebut cognitive theories), yang mencoba memberikan
penjelasan mengenai apa yang ada di dalam pikiran manusia.
2. Behaviorisme, yang menganggap apa yang ada di kepala sebagai ‘black box’ sehingga
penjelasannya mengandalkan hubungan antara variabel-variabel lingkungan, yaitu
dalam bentuk stimulus dan respons.
Skinner menulis buku The Behavior of Organism (1938), dalam buku tersebut Skinner
menguraikan perbedaan 2 macam perilaku, yaitu:
a. Respondent behavior, tindakan refleks
b. Operant behavior, perilaku yang terjadi karena proses pembelajaran
Teori psikoanalitis dipelopori oleh Sigmund Freud (psikolog Jerman). Teori
psikoanalitis berpendapat bahwa perilaku manusia dewasa merupakan refleksi
pengalaman di masa anak-anak. Pengalaman anak-anak tersebut masuk kea lam bawah
sadar dan suatu ketika muncul lagi di saat mereka dewasa.
c. Manipulated Behaviors
Menurut teori penguatan untuk membentuk perilaku tertentu (behavior shaping)
menyatakan bahwa konsekuensi tindakan perlu diatur, tergantung tujuan kita. Ada
beberapa jenis konsekuensi tindakan, yaitu:
1. Positive reinforcement yang bersifat memperkuat perilaku. Ini dilakukan dengan
menimbulkan konsekuensi yang disukai pelaku.
2. Negative reinforcement yang bersifat memperkuat perilaku dengan cara menarik
(menghilangkan) sesuatu yang sifatnya tidak nyaman bagi pelaku.
3. Hukuman (punishment) yang bersifat melemahkan perilaku tertentu. Ini dilakukan
dengan memberikan konsekuensi yang tidak enak bagi pelaku.
4. Extinction yang bersifat melemahkan perilaku tertentu. Extinction dilakukan dengan
cara ‘mengabaikan’ tindakan pelaku sehingga dia tidak mengulanginya lagi.

6
Selain jenis konsekuensi, kita harus pula memperhatikan, yaitu:
a. Jadwal penguatannya, yaitu tetap (kontinu) dan putus-putus (intermittent)
b. Kadar penguatan, yaitu tetap (fixed) atau variabel.

d. Perilaku Rasional VS Irrational


Bounded Rationality. Hebert Simon mengajukan teori normatif bounded rationality yang
kemudian memenangkan hadiah Nobel tahun 1978. Teori bounded rationality mengatakan
bahwa manusia gagal untuk bisa sepenuhnya rasional karena beberapa faktor sebagai berikut:
 Kemampuan yang terbatas untuk memproses informasi
 Penggunaan judgmental heuristics
 Dalam situasi kompleks orang tidak bisa memaksimalkan tujuan, tapi sekadar mencapai
tujuan yang ‘memuaskan’ (satisficing)
Heuristik adalah aturan kasar atau cara singkat yang digunakan seseorang untuk
menyederhanakan pemrosesan informasi dalam memori (otak) dia. Ada dua macam
judgmental heuristics, yaitu kecenderungan mendasarkan keputusan pada informasi yang
sudah ada di dalam memori (availability heuristics) dan kecenderungan menilai sesuatu
berdasarkan apa yang telah dikenal.
Escalation of Commitment. Kegagalan dalam membuat keputusan yang rasional juga
terlihat pada fenomena yang disebut escalation of commitment di mana seseorang
melanjutkan keputusan yang sudah tampak rugi selama beberapa periode. Kreitner dan kinicki
(2002) menyebutkan beberapa kategori penyebab, yaitu:
a. Faktor psikologis (misalnya ego defense)
b. Faktor keorganisasian (misalnya kegagalan komunikasi)
c. Faktor karakteristik proyek (misalnya return yang tertunda)
d. Faktor kontekstual (misalnya tekanan politik)
e. Restrukturisasi kerja
Implikasi pendekatan psikologis terhadap teori organisasi terlihat dalam gerakan perubahan
organisasi melalui restrukturisasi kerja. Ada lima dimensi kerja yang bisa ‘dimainkan’ untuk
memperbaiki kondisi psikis buruh, yaitu :
1. Skill Variety : ragam ketrampilan untuk menyelesaikan tugas.

7
2. Task identity : tingkat sejauh mana suatu pekerjaan memiliki sense of job closure –
kelengkapan sebagai satu kesatuan.
3. Task significance: kadar sejauh mana suatu pekerjaan memiliki dampak pada pihak
lainnya.
4. Autonomy : tingkat sejauh mana suatu pekerjaan memberikan kebebasan individual
mengenai cara untuk mengerjakannya.
5. Feedback : tingkat sejauh mana pekerja diberi informasi mengenai efektivitas, mutu, nilai
kinerja mereka dalam mengerjakan tugas tersebut.
Kelima dimensi ini diduga memengaruhi tiga aspek psikis buruh yang sangat penting, yaitu
experienced meaninfulness of work, experienced responsibility of work outcomes, dan
knowledge of actual results. Kelima dimensi tersebut perlu diperkuat agar tiga aspek psikis
karyawan terkait dengan pekerjaannya juga bisa ditingkatkan. Untuk menguatkan ada
beberapa tindakan (kebijakan) yang bisa ditempuh oleh manajemen, yaitu job rotation, job
enrichment, dan job enlargment.
f. Moral dan Perilaku
Dari sudut filsafat etika ada beberapa teori mengenai aspek moralitas, yaitu utilitarisme
(perbuatan disebut etis jika memberi manfaat banyak orang), deontologi (perbuatan
baik/buruk) karena memang perbuatan itu baik/buruk, teori hak, dan teori keutamaan.
Lawrence Kohlberg mengajukan teori mengenai tingkatan pemahaman nilai moral. Kohlberg
mengatakan ada 6 tahapan pemahaman nilai moral, yaitu:
1. Taat dan berorientasi pada hukuman di mana orang berbuat baik karena takut dihukum.
2. Hedonis dan orientasi instrumental di mana peraturan diikuti hanya untuk kepentingan
(manfaat) dirinya.
3. Moralitas ‘good boy’ di mana orang berbuat baik terhadap orang lain karena
mengharapkan pujian.
4. Otoritas dan moralitas untuk memperhatikan kepatuhan sosial di mana aturan baik atau
buruk ditentukan oleh masyarakat.
5. Moralitas kontrak dan hak-hak individu di mana orang berbuat baik karena ingin
mematuhi aturan yang telah disepakati bersama.

8
6. Moralitas prinsip-prinsip individual di mana orang mematuhi aturan etika yang universal
dan bila ada peraturan yang baru yang ternyata bertentangan dengan landasan etika
universal maka dia berani melanggar.
7. Meskipun tahapan yang diajukan oleh kohlber tersebut berguna untuk memahami moral
reasoning seseorang, tahapan tersebut tidak bisa digunakan untuk memprediksi
perilaku moral pada situasi tertentu-khusunya situasi samar-samar (grey area).
Masalah lain yang kita hadapi berkaitan dengan nilai-nilai moral adalah bahwa meskipun
variabel nilai moral sangat penting, sampai saat ini belum ada metode yang menjamin
keberhasilan dalam mengubah moral seseorang. Beberapa metode yang sering digunakan
untuk ‘mengajar’ dan mengubah perilaku moral seseorang meliputi penguatan (reinforcement)
dengan memakai hadiah dan hukuman, role modeling dan metode ‘Do as I say..’. Teknik lain
yang juga sering digunakan adalah teknik cuci otak (brain-washing). Dalam teknik ini
keyakinan moral ataupun tatanan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh seseorang
‘dihancurkan’ terlebih dulu dengan berbagai cara (misalnya dengan humiliasi dan kecaman-
kecaman atas nilai-nilai sekarang) dan setelah itu baru nilai-nilai baru yang akan ditanamkan
diperkenalkan kepada subjek.
Corporate Crimes. Milton Friedman pernah mengatakan bahwa Perseroan Terbatas (PT) tidak
bisa dimintai pertanggungjawaban moral karena Perseroan terbatas (PT) pada hakikatnya
sekedar fiksasi hukum. PT ada karea secara hukum dibuat ‘ada’ dan ‘dibuat’ memiliki
kemampuan mewakili dirinya sendiri di pengadilan seperti manusia. Dalam ilmu kriminologi
kejahatan perusahaan (corporate crime) didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum
yang dilakukan baik oleh perusahaan ataupun oleh orang-orang yang memiliki afiliasi dengan
perusahaan tertentu. Kejahatan perusahaan dikelompokkan menjadi kejahatan kerah putih
(white-collar crime), kejahatan terorganisasi (organized crimes), dan state-corporate crimes.
Dari klasifikasi tersebut tampak jelas bahwa bukan saja tindakan manusia (sebagai individu)
yang bisa dijaring pengadilan dalam kasus kejahatan pengadilan, tapi juga perusahaan itu
sendiri sebagai entitas.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa partai politik di seluruh dunia hidup dari donasi yang
sebagian (dalam jumlah yang material) berasal dari perusahaan. Selain itu banyak pemerintah
di berbagai negara yang stabilitas ekonominya sangat tergantung pada operasi bisnis
perusahaan-perusahaan di negara tersebut. Permasalahan moral sering kali sukar diatasi

9
karena banyak situasi yang menyangkut dilema moral seringkali tersembunyi (tidak
diketahui) dari pihak-pihak lain selain yang langsung terlibat.
g. Aspek Perilaku dan Ideologi
Karl Marx sangat yakin pada ramalan komunisme, yaitu bahwa masyarakat kapitalis akan
ambruk. Sifat kapitalisme membuat orang yang berlomba menumpuk ‘kapital’ dengan
mengejar ‘harta’ dan ‘kekuasaan’. Sifat loba tersebut akhirnya akan cenderung mendorong
para kapitalis melakukan apa saja, seperti penindasan antarkelas dan penipuan. Marx
berpendapat bahwa aka nada revolusi besar berupa perjuangan kelas dalam bentuk
pemberontakan kaum proletar untuk membentuk tatanan masyarakat baru berbasis sosialis-
komunis. Karl Marx yakin karena komunisme adalah ‘ilmiah’. Dalam imajinasi Karl Marx
buruh dan rakyat proletar pada masyarakat kapitalis semakin lama akan semakin tidak tahan
terhadap penindasan yang telah terjadi sejak zaman Revolusi Industri di Inggris. Bahkan
tragisnya lagi keadaan yang berkebalikan (paradoxial) justru terjadi di negara-negara
komunis.
Pertama, revolusi Rusia yang terjadi pada tahun 1917 justru tidak terjadi karena ada
penindasan buruh di pabrik, karena pada saat itu Rusia adalah negara agraris. Kedua, harapan
munculnya ‘ masyarakat tanpa kelas’ justru pudar karena setelah revolusi yang muncul adalah
pemerintahan totaliter. Lenin menciptakan ‘diktator proletar’ sedangkan Stalin pada 1924
dengan kekerasan menjalankan industrialisasi.
Beberapa faktor yang perlu dilihat lebih jauh adalah mengenai faktor keturunan (genetika),
bagaimana manusia memproses informasi, pemgaruh kelompok dan budaya organisasi, dan
proses terbentuknya (dan juga perubahan) keyakinan (belief), dan lain-lainnya.
Bab 3. Teori Kontinjensi Struktural
a. Prinsip – Prinsip Dasar Teori
Masuknya pengaruh variabel lingkungan dalam analisis organisasi diawali dengan
kemunculan pendekatan sistem (system approach) dalam analisis organisasi dimana
kemunculan pendekatan ini sebenarnya karena inspirasi dari ilmu biologi, khususnya
dikemukakan oleh luwig von bertalanffy. Menurut pendekatan ini organisasi adalah
sebuah open system besar yang didalamnya terdiri dari beberapa subsistem yang saling
terkait.

10
Menurut teori kontinjensi tujuan akhir sebuah organisasi dalam beroperasi adalah agar
bisa bertahan (survive) dan bisa tumbuh (growth) atau disebut juga keberlangusngan
(viability). Dari konsep ilmu biologi (Darwinisme) keberlangsungan (Viability) tersebut
hanya bisa dicapai jika ada kecocokan (‘fit’) antara organisasi dengan lingkungannya.
Ada dua hal yang dilakukan organisasi untuk menjalankan penyesuaian terhadap
lingkungannya. Pertama, manajemen menata konfigurasi sebagai subsistem di dalam
organisasi agar kegiatan organisasi menjadi efisien. Kedua, bentuk – bentuk spesies
organisasi memiliki efektivitas yang berbeda – beda dalam menghadapi perubahan dalam
lingkungan luar.
Ada beberapa anggapan dasar (asumsi) dalam teori kontinjensi, antara lain:
1. Manajmen pada dasarnya bersifat situasional. Hal tersebut menyebabkan teknik –
tekik manajemen sangat bergantung pada sistuasi yang dihadapi.
2. Manajemen harus mengadopsi pendektan dan strategi yang sesuai dengan
permintaann setiap situasi yang dihadapi
3. Ketika kefektifan dan kesuksesan manajemen dihubungkan secara langsung dengan
kemampuannya menghadapi lingkunagn dan setiap perubahan dapat diatasi.
4. Manajer yang sukses harus menerima bahwa tidak ada satu cara terbaik dalam
mengelola suatu organisasi.
b. Tiga Konsep ‘Fit’
Dalam riset teori kontinjensi deviasi tersebut dihitung dengan cara yang berbeda –
beda tergantung pada desain riset yang dipilih peneliti. Bahkan beberpa penulis
mengajukan konsep yang metode pengukuran ‘fit’ yang berbeda – beda (chenhall dan
chapman dalam hoque, 2006).
Salah satu penulis tersebut adalah deazin dan van de ven (1985) yang menjelaskan ada
tiga konsep fit di dalam teori kontenjensi. Konsep fit yang pertama berdasarkan pada
pendekatan gestalt. Pendekatan ini mendasarkan pada kecocokan internal (internal fit)
antara berbagai karakteristik organisasi.
1. Pendekatan kedua menggunakan asumsi bahwa karakteristik organisasi memiliki
skala kontinu.

11
2. Pendekatan kedua ini sering juga disebut pendekatan interaksi. Pendekatan ini
memusatkan kondisi fit eksternal, yaitu kecocokan antar karakteristik organisasi
dengan karakteristik lingkungannya.
3. Pendekatan ketiga disebut juga pendekatan seleksi. Pendekatan seleksi beranggapan
bahwa perusahaan – perusahaan yang diamati telah beroperasi dalam kondisi diaman
konsumen dan produsen telah menyetujui harga suatu barang. Penelitian – penelitian
dengan pendekatan seleksi banyak menggunakan metode korelasi (asosiasi – seperti
Simon, 1987).

c. Masalah Eucledian Distance


Sebagaimana diuraikan sebelumnya dalam pendekatan gestalt, pengukuran mengenai
kecocokan (fit) sering menggunakan jarak lurus terdekat (eucledian distance) antara
variabel kontinjensi. Proses perubahan struktural biasanya terjadi karena perubahan –
perubahan pada faktor kontenjensi, seperti peringatan keanekarangam produk, perbaikan
teknologi produksi, peningkatan ukuran perusahaan dan peningkatan laju perubahan pasar
dan teknologi. Kondisi ini akan menyebabkan kinerja perusahaan akan menurun yang
selanjutnya harus diperbaiki oleh organisasi melalui perubahan struktur.
d. Overuse Teori Kontinjensi
Tidak bisa dipungkiri bahwa Teori kontinjensi telah mendominasi analisis manajemen
selama tiga puluh tahun terakhir. Namun, jika kita amati lebih jauh nampak bahwa
penelitian-penelitian yang mengklaim menggunakan teori kontinjensi untuk menjelaskan
hubungan antar variabel yang sedang di analisis peneliti tersebut tidak lagi membatasi
pengamatannya pada variabel-variabel yang secara tradisional digunakan dalam teori
kontijensi: struktur dan strategi.
Dalam konteks ini teori kontinjensi bergeser maknanya menjadi sekedar hubungan antar
variabel yang didalamnya mengandung variabel pemoderasi (moderating variable) untuk
menggambarkan aspek saling ketergantungan (contingency). Burns dan Stalker memiliki
argumentasi yang kuat mengapa hubungan antara desain organisasi dengan kinerja
organisasi tidak bersifat mekanistik. Dengan kata lain ada penjelasan teoritis yang

12
mengurai sisi mikro hubungan antarvariabel sehingga menjadi muncul ketergantungan
(Contingency).
e. Kritik Terhadap Teori Kontinjensi
Organisasi dilihat sebagai konstruksi manusia-manusia yang melayani kepentingan
manusia yang satu melebihi manusia lainnya. Oleh sebab itu, kehidupan di dalam
organisasi rentan konflik, bersifat politis, dan diwarnai oleh hubungan kekuasaan.
Organisasi adalah instrumen sekelompok elit untuk menguasai manusia lain. Teori
organisasi bergeser penekanannya dari pengamatan fungsi struktur ke politik manipulasi
struktur. Ada tiga teori yang mencoba menjauh dan pendekatan kontinjensi struktural, yaitu
teori ketergantungan sumber daya (Pfeffer dan Salancik, 1978), teori institricinnal (Powell
dan DiMaggio, 1991), dan teori ekologi-populasi (Hannan dan Freeman, 1989). Walaupun
demikian, bukan berarti antara ketiganya tidak terjadi perbedaan yang mendasar.
a. Teori ketergantungan sumber daya (resource dependence theory) menyatakan bahwa
organisasi membutuhkan sumber daya dan akan cenderung berusaha berhubungan baik
dengan penyedia sumber daya yang diperlukan.
b. Teori institusional (institusional theory) memandang bahwa rancangan struktur
organisasi sangat dipengaruhi oleh kebutuhan untuk bisa menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang bersifat kelembagaan (Institusional). Pandangan teori ekologi
populasi (population ecology theory) yang menyatakan bahwa bentuk dan struktur
organisasi dibentuk melalui kelahiran dan kematian organisasi daripada oleh
penyesuaian organisasi secara individual.Kemampuan adaptasi terhadap lingkungan
adalah penting jika dilihat dalam konteks populasi organisasi, maka organisasi yang
gagal dalam beradaptasi akan punah.
Selain paradigma sosiologi yang memengaruhi ketiga teori tersebut juga ada paradigma
ekonomi organisasional yang memengaruhi analisi terhadap organisasi. Dua teori yang
menonjol dalam paradigma ini adalah teori keagenan (agency teory) dan teori biaya
transaksi (transaction cost theory). Teory keagenan dan teori biaya transaksi memiliki
kesamaan yaitu bahwa keduanya mencoba meneorikan ketidakjujuran dan pengkhianantan
oleh manajer. Di dalam teori keagenan diramalkan bahwa agen yang mengutamankan
kepentingan pribadi melalui tindakan yang merugikan prinsipal yang muncul dalam bentuk
‘residual loss’ karena ada ketimpangan informasi (information asumentry). Untuk

13
mengurangi ‘residual loss’ tersebut prinsipal akan melakukan monitoring (Jensen dan
Meckling, 1976).
Dalam teori biaya transaksi masalah sebagaimana diuraikan diatas, menurut Williamson
(1970; 1985) dengan tumbuhnya perusahaan perusahaan raksasa menyebabkan hilangnya
kendali manajemen puncak terhadap manajemen bawah dan manajemen menengah. Hal
tersebut memungkinkan manajemen bawah dan menengah mendesakkan kepentingan
pribadinya dalam bentuk konsumsi berlebih atas sumber daya perusahaan dengan
mengorbankan kinerja perusahaan. Hal tersebut meningkatkan biaya transaksi internal
perusahaan.
Bab 4. Teori Ketergantungan Terhadap Sumber Daya (Resource Dependence Theory)

a. Pengertian Resource Dependence Theory


Resource Dependence Theory adalah studi tentang bagaimana sumber daya eksternal
organisasi mempengaruhi perilaku organisasi. Teori ini berimplikasi pada struktur divisi
organisasi yang optimal, rekrutmen anggota dewan dan karyawan, strategi produksi,
struktur kontrak, hubungan organisasi eksternal, dan banyak aspek lain dari strategi
organisasi. Argumen dasar Teori Ketergantungan Sumberdaya dapat diringkas sebagai
berikut:
1. Organisasi tergantung pada sumber daya
2. Sumber daya ini pada akhirnya berasal dari lingkungan organisasi
3. Lingkungan hingga batas tertentu berisi organisasi-organisasi lain
4. Sumber daya satu kebutuhan organisasi biasanya sering ada di tangan organisasi lain
5. Sumber daya adalah dasar kekuasaan
6. Secara hukum organisasi independen sehingga dapat bergantung terhadap satu sama
lain

Hal ini di rasa wajar,karena organisasi melangsungkan kehidupannya pasti


memerlukan suatu sumber daya. Tetapi masalahnya adalah darimana sumber daya tersebut
berasal, terlebih jika sumber daya tersebut bersifat kritis bagi organisasi. Hal ini yang
menjadikan organisasi selalu mementingkan tindakan yang bersifat politis ketimbang
efisiensi. Misalnya jika organisasi menunjuk seorang manajer karena latar belakang

14
manajer tersebut yang mempunyai sumbangsih modal besar bagi organisasi dimana saat itu
modal merupakan salah satu sumber daya yang sangat di perlukan organisasi.

The Resource Based View Of The Firm (RBV) menurut Jay Barney keunggulan saing
(competitive advantage) bisa didapat jika perusahaan menguasai sumber daya yang
bernilai (valuable).

Nilai sumber daya ditentukan oleh 3 faktor, yaitu :

a. Kelangkaan (scarcity)
b. Dibutuhkan sebagai pemuas
c. Bisa dimiliki atau dikuasai

Perbedaan Teori KSD dengan RBV yang mana teori KSD menekankan pada
eksploitasi politis, yaitu memperkuat ketergantungan organisasi lain atau mengurangi
ketergantungan dirinya pada organisasi lain. Sementara RBV lebih banyak menekankan
pada strategi nilai sumber daya untuk mencapai keunggulan daya asing.

Strategi mendapatkan keunggulan daya saing, yaitu :

a. Investing in resources
b. Upgrading resources
c. Leveraging resources
b. Teori KSD vs Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan menjelaskan konflik yang terjadi dalam organisasi pada saat hbungan
antarpihak berupa hubungan agen-prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Terdapat
kontrak antara principal dengan agen yang mana principal memberikan kekuasaan pada
agen untuk membuat keputusan jadi kewenangan tersebut bersifat terutang (loaned) dari
principal.

Teori KSD menganalisis konflik tersebut dalam konteks ketidakseimbangan kekuatan


karena salah satu pihak memiliki bargaining power yang lebih besar dibandingkan
dengan pihak lain sebagai akibat dikuasainya sumber daya penting oleh pihak yang lebih
kuat. Jadi, teori KSD tidak mewajibkan adanya hubungan antar dua pihak yang
berkonflik sebagaimana yang terdapat di dalam teori keagenan.

15
c. Resource Mobilization Theory

Teori ini beranggapan bahwa organisasi tidak bisa muncul tiba-tiba melainkan harus
dibangun melali mobilisasi sumber daya. Menurut teori ini ada beberapa factor yang
penting yang memiliki dampak pada perkembangan organisasi, yaitu :

1. Initial resource mix


Kehidupan organisasi akan diawali dengan kekacauan menemukan kombinasi
sumber daya yang tepat dan setelah berhasil diikuti oleh periode stabilitas
(Stincombe)
2. Balance of inducement and inducements
Menurut Barnard, sumber daya yang terpenting dalam organisasi adalah manusia.
maka dari itu perlunya memotivasi manusia agar mereka mau bekerja dengan baik
untuk organisasi. Simon menyempurnakan pandangan Barnard dengan melahirkan
Barnard-Simon Theory of Organizational Equilibrium (TOE), TOE dibangun atas
ima postulat, yaitu :
a. Organisasi merupakan system perilaku social yang saling terkait dari banyak peserta
b. Masing-masing partisipan menerima inducement dari organisasi sehingga mereka
mau memberikan kontribusi
c. Masing-masing partisipan akan tetap berpartisibasi jika mereka memiliki persepsi
bahwa nilai inducement tersebut lebih tinggi dari nilai kontribusi mereka
d. Di sisi lain kontribusi dari semua partisipan tersebut akan membentuk kumpulan
sumber daya yang akan digunakan oleh organisasi untuk mencuptakan inducement
e. Oleh sebab itu, sebuah organisasi akan tetap bisa beroperasi (solven) hanya jika total
kontribusi tersebt memungkinkan organisasi tetap bisa menciptakan inducement yang
bisa mendorong partisipan terus memberikan kontribusinya.
3. Membership demographics
Menurut Mcneil dan Thompson factor demografis partisipan memiliki dampak yang
panjang pada organisasi itu sendiri.
4. Akuisisi Sumber Daya
Dalam hal ada ketidakpastian yang sangat tinggi atas ketersediaan sumber daya maka
kemampuan mengakuisisi sumber daya menjadi penentu kelangsungan hidup.

16
d. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Teori KSD dan teori ketergantungan adalah dua teori yang berbeda namun terdapat
beberapa aspek yang mana keduanya memiliki kemiripan. Pertama, keduanya sma-sama
memakai pendekatan politik dan power. Kedua, keduana sama-sama berbincang mengenai
aspek ketergantungan yang terkait dengan masalah sumber daya pihak-pihak tersebut.
Beberapa premis penting teori ketergantungan, yaitu :
a. Keterbkaan sebagaimana yang didengungkan leh Negara maju tidak lain adalah untuk
membuka akses pasar Negara miskin untuk produk-produk Negara maju. Ini saja akan
menciptakan transfer of wealth yang memungkinkan Negara maju menikmati standar
hidup lebih baik
b. Negara makmur dengan sengaja dan dengan berbagai macam cara menciptakan
ketergantungan Negara-negara miskin melalui media masa, system keuangan, budaya,
olah raga, pola hidup, dan tentu saja investasi dan ekonomi.
c. Negara maju aktif berusaha mematahkan upaya-upaya Negara miskin untuk melepaskan
diri dari ketergantungan dengan macam-macam cara dan bilamana perlu sanksi ekonomi
dan kekuatan militer.

Bab 5. Teori Populasi (The Population Ecology Theory)


a. Dasar – Dasar Teori Ekologi Populasi
Pada awalnya teori ekologi populasi timbul akibat adanya pertanyaan “ mengapa bentuk
(populasi) organisasi bermacam – macam?” dan “ faktor apa yang mendorong variasi
tersebut?’. Kata populasi dalam teori ekologi populasi biasanya merujuk pada
pasar/sekelompok organisasi yang memiliki bentuk yang sama. Teori ini terinspirasi dari
ilmu biologi ,khususnya ‘seleksi alam’ alamnya Charles Darwin.
Konsep dari teori ini adalah organisasi yang bisa beradaptasi dengan lingkungan disitu
akan terinstitusi (institutionalized), bisa bertahan (retained), dan bertambah banyak
(reproduced) yang akhirnya akan mendukung pertumbuhan mereka/ setidaknya bertahan
selam tidak ada perubahan drastic pada lingkungan. Kitas sadari bahwa prilaku organisasi
dan proses manajemen yang efektif merupakan faktor yang mendukung keberhasilan
organisasi tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa teori ekologi populasi membahas perubahan organisasi sebagai
fungsi dari kekuatan – kekuatan lingkungan pada populasi organisasi, khususnya pada

17
proses pembentukan dan kegagalan organisasi. Teori ini menentang pendapat teori
kontijensi structural yang menyatakan bahwa proses adaptasi dilakukan pada level
individu organisasi.
Riset – riset yang memakai paradigma teori ekologi populais diantaranya : kepadatan
populasi, ukuran organisasi, tingkat kelahiran dan kematian. Metodologi yang biasa
digunakan adalah event-history analysis
Berikut adalah konsep – konsep umum yang digunakan dalam teori ekologi populasi :
1. Structural inertia
Adalah kecenderungan organisasi untuk mempertahankan struktur internalnya apapun
yang terjadi pada faktor – faktor lainnya. Konsep ini merujuk pada ketidakmampuan
suatu organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan. Semakin kuat tekanan structural
inertia nya maka semakin rendak fleksibelitas adaptif organisasi tersebut ( Hannan dan
Freeman, 1984)
2. Liability of newness
Adalah kenyataan yang merujuk pada resiko mati (bangkrut) organisasi yang masih baru
adalah tinggi dan berjalan sesuai dengan bertambahnya usia perusahaan ( Stinchcombe,
1965).
3. Liability of smallness
Adalah kecenderungan menurunnya tingkat kematian sejalan dengan besarnya ukuran
organisasi. Hal ini dikarenakan organisasi – organisasi besar memiliki akuntabilitas,
rebilitas, dan legimentasi yang juga lebih besar.
4. Niche width theory
adalah populasi organisasi tergantung pada sumber daya lingkungan yang identik. Jika
dua populasi menempati niche yang sama tapi memiliki karakteristik yang berbeda maka
populais memiliki kecocokan yang lebih kecil
5. Generalist population dan specialist population
Generalist population tergantung pada niche yang lebar sumber daya lingkungan,
keadaan ini akan memaksimalkan ekspolari tetapi meningkatkan resiko, sebaliknya
specialist population tergantung niche yang sempit maka memungkinakan organisasi di
dalamnya untuk makmur
6. Density dependence

18
Menyatakan bahwa legitimasi dan kompetisi bergantung pada tingkat kepadatan
populasi. Jika tingkat kepadatan rendah maka proses legitimasi mendominasi akan
meningkatkan kelahiran dam menurunkan ktingkat kematian organisasi begitupun
sebaliknya
b. Asumsi – asumsi perspektif ekologi populasi
Ada beberapa asumsi yang digunakan dalam pembahasan – pembahasan teori ekologi populasi
(Robbins,1990), diantaranya :
1. Teori ini memusatkan kajiannya pada kelompok atau populasi organisasi bukan sebuah
organisasi
2. Efektifitas organisasi semata – mata sebagi survival ( mampu bertahan hidup)
3. Lingkungan sangat menentukan dan menejemen memiliki pengaruh kecil dalam
kemampuan organisasi untuk dapat bertahan hidup
4. Kapasitas (daya dukung) lingkunganadalah terbatas
Teori ini menganggap ada proses tiga tahap yang bisa menjelaskan organisasi – organisasi bisa
beroprasi pada niche lingkungan yang sama akhirnya memiliki dimensi structural yang sama
diantaranya ada variasi, seleksi dan retensi.
c. Topologi strategi dalam teori ekologi populasi
Adapun 2 karakteristik oragnisasi agar bisa bertahan (survive) pada lingkungan diantaranya :
1. Generalis yang berarti organisasi beroperasi pada lebih dari satu niche
2. Specialis berarti organisasi beroprasi pada satu niche saja/ hanya menjual barang dan saja
tertentu
Generalis memiliki kekuatan cadangan yang digunakan untuk menghadapi ketidakpastian
manakal terjadi perubahan lingkungan sedangkan specialis lebih efisien
Tipe strategi menurut umur perusahaan terbagi menjadi 2 yaitu :
1. R-strategy yaitu strategi untuk memasuki suatu lngkungan pada tahap awal siklusnya
2. K-strategy yaitu strategi untuk memasuki suatu lingkungan belakangan setelah organisasi
lain menguji lingkungan tersebut.
Tingkat kelahiran organisasi baru terjadi karena seorang wiraswastawan mendirikan organisasi
baru setelah melihat kesempatan yang diberikan oleh lingkungan sedangkan tingkat kematian
organisasi terjadi karena likuidasi/bangkrut, organisasi masih tahp belajar untuk mendapatkan
kompetensi yang cocok dengan niche lingkungan dimana mereka beroperasi.

19
“ Jika cukup banyak organisasi yang survive tentu akan menigkatkan kepadatan populasi dalam
lingkungan tersebut berarti juga akan meningkatkan persaingan antarorganisasi dalam sebuah
ekosistem lingkungan.”
d. Pengaruh Biologi dan Darwinisme
Tema utama dari ilmu biologi yang dimaksud adalah seleksi adalah lebih penting dari adaptasi
dan seleksi telah lama diabaikan dalam kajian organisasi. Beberapa konsep penting dalam ilmu
biologi (darwinisme) seperti reproduksi biologis, mutasi random, genetic inheritance, dan
organisme diskrit tidaklah mudah untuk dicari padannya dalam kehidupan organisasi. Dalam
kenyataannya organisasi tidak perlu mati benar karena bisa diakuisisi/merger dan bertahan dalam
wujud organisasi baru
e. Sosiologi dan Sosiologi Radikal
Hannan dan Freeman melihat organisasi bukan sebagai entitas yang bersifat tunggal atau
monolit melainkan sebagai entitas yang terdiri dari berbagai kelompok kepentingan yang
akhirnya akan mendorong terjadinya mekanisme proses politik dalam penentuan strategi dan
struktur organisasi
Menurut Hannan Freeman organisasi adalah proses antara (intermediary) saja dimana power
dimobilisasi dan perubahan sosial dijalankan. Organisasi lebih kepada unit – unit kajian dalam
aspek – aspek sosiologis terhadap proses perubahan sosial
f. Pendekatan Ekologi Populasi Marxis
Malthus mengeluarkan hukum Malthus yang mengatakan bahwa pertumbuhan manusia
adalah menurut deret ukur, sedangkan pertumbuhan makanan adalah menurut deret hitung.
Menurut Malthus kemiskinan dan penderitaan adalah alat cek (pengendali) yang bagus
terhadap populasi manusia. Sedangkan menurut Karl Marx masalah utama bukan karena
kelebihan penduduk/sedikitnya makanan melainkan karena para kapitalis swasta menguasai
alat untuk memenuhi kebutuhan manusia. Karl Marx mempunyai konsep untuk manusi
survive yaitu jika ingin mempertahankan eksistensinya dari generasi ke generasi maka perlu
untuk berproduksi dan memproduksi kebutuhan material untuk bisa hidup. Howard Aldrich
(1979) banyak mengupas tentang perubahan teknologi produksi serta dampaknya pada
pembentukan industry baru, dimana terjadi bentuk organisasi lebih disukai daripada
organisasi lainnya. Ada 4 proses sosial yang terjadi dalam ekologi organisasi tersebut
diantaranya:

20
1. Variasi
Variasi organisasi bisa terjadi karena secara kebetulan/by design. Jika terjadi variasi maka
akan muncul rutinitas baru dan bentuk organisasi baru
2. Seleksi
Seleksi bisa terjadi dengan berbagai cara, dimana dengan adanya seleksi maka akan
mengurangi variasi. Menurut Aldrich, optimalisasi keputusan seperti bounded rationality
juga mepengaruhi seleksi
3. Retensi
Retensi terjadi ketika organisasi memili tata kelola tertentu berhasil melenyapkan
rivalnya. Retensi akan menyebabkan dipertahankannya cara tatat kelola tertentu sehingga
populasi dengan bentuk tertentu bisa bertahan.

4. Struggle
Struggle terjadi karena organisasi terus – menerus aktif. Misalnya walaupun bisa survive
banyak organisasi terus berjuang untuk mendapatkan legitimasi, hal ini mendorong
terjadinya perubahan internal perusahaan
g. Ekologi Populasi Dan Teori Organisasi
Teori ekologi populasi berpendapat bahwa agar bisa bertahan organisasi harus melalukan
‘adaptasi’, namun adaptasi tersebut terjadi pada level populasi dan terjadi dalam bentuk
kelahiran (birth) dan kematian (death) bukan penyesuaian internal masing – masing
individu. Tahapan proses adaptasi : sifat lingkungan > strategi yang harus dipilih > struktur
organisasi yang harus dijalankan. Teori Kontijensi tidak bisa menjelaskan perubahan melalui
proses kelahiran dan kematian organisasi – organisasi baru yang muncul serta pra-kondisi
yang diperlukan untuk melahirkannya oleh sebab itu mungkin lebih tepat jika dikatakan
bahwa hubungan anatar kedua teori itu bersifat komplemen/saling melengkapi.
h. Teori Populasi vs Teori keagenan
Teori keagenan memusatkan anlisisnya pada level individu organisasi dan dalam kajiannya
memusatkan pada masalah tata kelola organisasi misalnya mengenai dampak negative dan
memburuknya tata kelola yang terjadi karena pertentangan kepentingan antara agen dan

21
principal. Teori keagenan berasal dari ilmu ekonomi sedangkan teori populasi berasal dari
ilmu sosiologi dan biologi. Dalam hal mengamati suatu fenomena terdapat perbedaaan antara
kedua teori ini. Teori keagenan mengatakan organisasi akan muncul bilamana ada biaya
(transaksi) penyelenggaraan suatu kegiatan akan lebih murah jika dilakukan dalam organisasi
dibandingkan jika diolah oleh individu – individu masing – masing secara terpisah. Sementara
teori ekologi mengatakan organisasi baru muncul karena adanya ecological niche yang
memberi banyak sumber daya.mereka yang berjiwa wirausahawanlah yang kemuadian bisa
menangkap peluang tersebut dan mendirikan usaha (organisasi). Dimana awalnya bervariasi
kemudian ada seleksi alam sehingga organisasi dengan struktur efisien dan efektif akan
tersingkir/punah.
i. Kelemahan Teori Ekologi Populasi
Dengan memusatkan pada level populasi teeri ekologi populasi menyulitkan penggunanya
untuk menjelaskan perilaku sebuah organisasi. Selain itu teori ini cenderung bersifat ex-post
bukan ex-ante. Artinya teori ini hanya memberikan penjelasan mengenai sesuatu yang sudah
lewat/bersifat historis. Hal ini terjadi karena beberapa sebab diantaranya pertama, dalam teori
ekologi hubungan antara karakteristik lingkungan dengan kepadatan populasi organisasi tidak
bersifat linier melainkan memiliki titik belok. Kedua, karakteristik lingkungan dan juga
dampaknya pada organisasi tidak statis, bagi sebagian orang mungkin sifat lingkungan
tertentu bisa mematikan tiap sekelompok organisasi namun ada juga yang menguntungkan,
ketiga teori ini akan menyulitkan penggunaan model prediksi karena fenomena yang
dijelaskan terbatas yaitu hanya cenderung pada faktor – faktor antarorganisasi saja.
Bab 6. Teori Keagenan
Teori keagenan (The Agency Theory) dikembangkan pada tahun 1970-an dari tulisan Jensen
dan Meckling. Konsep-konsep dari teori keagenan bermacam-macam dan memiliki sejarah
yang panjang , teori ini dipengaruhi oleh beberapa konsep misalnya oleh pemikiran mengenai
konsep biaya transaksi Ronald H.Coase (1937), teori property right , konsep pemisahan antara
kepemilikan dan pengendalian (Berle dan Means,1932) dan filsafat utilitarisme (Ross 1973) .
a. Coase dan Biaya Transaksi
Ekonomi biasanya lebih tertarik melihat ekosistem secara makro, para ekonomi dulu lebih
condong membahas tentang mekanisme pasar yang berjalan otomatis, elastis dan responsif
dalam mengatur mekanise harga dan distribusi barang serta jasa pada masyarakat (Coase

22
1937). Coase melihat ada dua dunia yaitu pertama dunia di luar perusahaan dimana
mekanisme transfer barang dalam kehidupan masyarakat ditentukan secara otomatis oleh
penawaran dan permintaan dipasar dan kedua di dalam perusahaaan dimana transfer barang
dilakukan melalui koordinasi produksi . Meski pasar berjalan dengan otomatis tetapi perlu
juga diperlukan perusahaan (organisasi) karena dengan memakai organisasi sebagian besar
biaya transaksi dengan mekanisme pasar tersebut bisa dihilangkan (dihemat).
Ada bermacam-macam biaya transaksi melalui mekanisme pasar, seperti misalnya biaya
negosiasi dan ketidakpastian. Coase mengakui bahwa di dalam mekanisme pasar biaya-biaya
ini diusahakan dikurangi, namun tidak bisa dihilangkan. Prof.Knight berpendapat bahwa
pengelolaan produksi melalui perusahaan juga ada biayanya. Coase berpendapat bahwa
manakala sebuah perusahaan semakin besar maka terjadi decreasing return to the entrepreneur
function.

b. Berle dan Means : Masalah Tata Kelola (Governance)


Biaya keagenan (agency costs) akan rendah atau bahkan tidak ada manakala master tidak
menggunakan buruh sama sekali untuk mengelola usahanya. Dengan tidak adanya buruh
master tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memonitor. Satu-satunya biaya keagenan yang
muncul dalam situasi ini adalah jika master memaksakan diri mengelola usahanya padahal dia
tidak memiliki kemampuan. Berle dan Means (1932) adalah penulis pertama yang memberi
perhatian atas masalah pemisah antara pemilik dengan manajemen yang mengelola
perusahaan sehari-hari khususnya diperusahaan dengan jumlah pemilik yang tersebar luas.
Berle dan Means dalam tulisannya “The Modren Corporation and Private Property “,
mengajukan tesis ‘Hegemoni Manajerial’ yaitu bahwa diperusahaan yang besar dan modren
dengan kepemilikan yang tersebar, manajemen eksekutif mengambil alih kendali dan
menjalankan perusahaan sesuai dengan kepentingannya sendiri dengan mengorbankan
kepentingan pemilik.
Dalam struktur kepemilikan atas perusahaan yang sangat tersebar masing-masing pemilik
hanya memiliki proporsi hak kepemilikan yang sanagt kecil dan hal tersebut akan mengurangi
insentif mereka untuk mengawasi manajemen secara efektif ( Fama dan Jensen,1983)

23
.Akibatnya manajemen akan meminimalkan upaya produktif mereka serta memberi organisasi
tempat mereka bekerja dan para pemiliknya return yang sekecil mungkin.
Untuk memahami kerangka pikir Berle dan Means terlebih dahulu harus memahami situasi
bisnis pada tahun-tahun saat The Modern Corporation and Private Property ditulis. Di amerika
serikat dari tahun 1890-an sampai menjelang tahun 1920-an dikenal dengan era financial
capital di mana perusahaan-perusahaan raksasa bermunculan dan kelompok baru yang disebut
manajemen eksekutif muncul. Sebagai konsekuensinya tentu saja sekelompok kecil pemegang
saham mayoritas yang lama tidak lagi memegang kekuasaan mayoritas dankepemilikan
menjadi lebih tersebar. Dari kajia atas 200 perusahaan nonkeuangan pada tahun 1929 Berle
dan Mean menemukan bahwa 44 persen diantaranya tidak ada yang dikuasai oleh individu
yang memiliki share kepemilikan diatas 20 %. Ketentuan 20% ini merupakan batas yang
mereka anggap syarat minimal untuk bisa mengendalikan perusahaan.Fenomena ini bagi
Berle dan Means menjadi semacam perebutan kekuasaan (usurpation) oleh manajer dimana
kepentingan para manajer tersebut tidak perlu harus sesuai sejalan dengan kepentingan para
pemiliknya. Menurut Berle dan Means melindungi hak milik pemegang saham tidak bisa
ditawar-tawar dan dia menyarankan diterapkannya konsep shareholder supremacy untuk
melindungi hak-hak pemegang saham. Proposal Berle dan Means untuk mengobati efek
negatif pemisahan kepemilikan dari kontrol harus dipahami dalam konteks bahwa pandangan
mereka sangat dipengaruhi paham yang berkembang pada zaman itu bahwa ‘ private
property’ termasuk perlindungan hak-hak pemilik serta maksimalisasi laba masih merupakan
paradigma yang dominan. Dalam pandangan Berle dan Means tidak semua orang setuju
dengan pandangan mereka , dan praktik proposal Berle dan Means ini diterapkan setengah
hati banyak orang justru kembali kepasar sebagai solusi , kemungkinan take-over dan sistem
kompensasi berbasi kinerja lebih banyak diterima sebagai alat untuk mendisiplinkan manajer
yang tidak efesien. Adanya depresi besar ( Great Depression) tahun 1929 oleh banyak
kalangan disebut sebagai dampak dari hilanggnya kepercayaan publik pada perilaku manajer
yang ugal-ugalan dan tidak transparan dalam menyajikan laporan keuangan.
c. Teori Keagenan ( Agency Theory )
Teori keagenan dibangun sebagai upaya untuk memahami dan memecahkan masalah yang
muncul manakala ada ketidaklengkapan informasi pada saat melakukan kontrak . kontrak
yang dimaksud adalah kontrak antara prinsipal seperti pemberi kerja,misalnya pemegang

24
saham atau pimpinan perusahaan dengan agen penerima perintah misalnya manajemen atau
bawahan. Pandangan teori keagenan pada hakikatnya dibangun dengan memperluas teori
yang dibahas dalam karya-karya Coase, Berle, dan Means . Dalam konteks ini agency costs
merupakan biaya atau cost of governance yang terjadi manakala solusi organisasi adalah yang
dipilih untuk mendistribusikan barang dan jasa dalam masyarakat .Coase, Berle dan Means
telah menyoroti perilaku oportunistik manajer sebagai akibat kepemilikan saham perusahaan
yang tersebar dan corporate law yang memberi kekuasaan terlalu besar pada manajemen yang
merugikan pemegang saham. Namun begitu pandanagn Berle dan Means masih terbatas pada
hubungan antara manajemen dan pemegang saham. Konteks permasalahan prinsipal agen di
dalam teori keagenan tidak terbatas pada manajemen vs pemilik saja, melainkan bisa siapapun
selama kedua pihak terikat dalam kontrak dan hubunganmereka bisa diposisikan sebagai
hubungan prinsipal dengan agen sehingga konteks hubungan prinsipal agen relevan untuk
hubungan-hubungan anatar pemilik vs manajemen , pimpinan puncak vs bawahan , kreditur
vs manajemen dan pemerintah dan perusahaan .

Agency Problem : Adverse Selection vs Moral Hazard


Ada dua macam bentuk masalah keagenan terdapat dalam hubungan antara prinsipal dan agen
, yaitu 1) Pilihan buruk , pilihan buruk terjadi manakala prinsipal tidak mengetahui mengenai
kemampuan agen dan oleh sebab itu mereka bisa terjerumus membuat pilihan yang buruk
mengenai agen. Misalnya pemilik perusahaan tidak tahu apakah calon manajer yang akan dia
kerjakan betul-betul memiliki keahlian yang dia perlukan. 2) Bencana moral terjadi manakala
kontrak sudah disetujui oleh prinsipal dan agen namun pihak agen yang sadar memiliki
keunggulan (informasi) tidak memenuhi persyaratan kontrak tersebut. Bencana moral ini
terjadi dalam kasus perusahaan asuransi dimaan orang yang telah membeli asuransi karena
sadar perilakunya sehari0hari tidak terdeteksi oleh perusahaan asuransi cenderung tidak hati-
hati.
Tampak sekali bahwa baik pada massalah adverse selection ataupun Bencana moral faktor
information assymetry memainkan peranan penting. George Akerlof pada tahun 1970
membahas masalah asimetri informasi ia membahas tentang jika terjadinya interaksi antara
heterogenitas mutu dan asimetri informasi maka terjadi kondisi no-trade equilibrium dimana

25
barang yang berkualitas bagus ditarik dari pasar atau tidak diperdagangkan. Keadaan tersebut
terjadi karena pada saat mutu produk dipasar bervariasi dan para pembeli tidak memiliki
informasi tentang mana produk yang berkualitas bagus artinya adanya simetri informasi para
penjual barang dan jasa bermutu jelek akan membanjiri pasar.
Employment Contract
Dengan kondisi agen yang oportunistik , memiliki informasi yang lebih banyak daripada
prinsipal dan memiliki kepentingan yang tidak selalu sejalan dengan kepentingan prinsipal,
masalah mendaar dari teori keagenan adalah bagaimana caranya agen bertindak sesuai dengan
kepentingan prinsipal. Salah satu mekanisme yang sering digunakan untuk mencapai tujuan
tersebut adalah menerapkan employment contract yang didalamnya mengandung sistem
kompensasi yang tepat untuk manajemen.
Mengingat kesulitan dalam pembuatan kontrak maka, Milgrom dan Roberts(1992)
menyarankan pembuatan kontrak dengan mempertimbangkan empat prinsip yaitu :
1. The Informativeness Principle yaitu indikator apapun selama itu bisa menunjukkan upaya
yang dikeluarkan oleh agen sebaiknya dimasukkan dalam kontrak kompensasi.
2. The Incentive Intensity Principle yaitu intensitas insentif yang optimal tergantung
beberapa faktor : laba inkremental yang dihasilkan dari tiap peningkatan upaya, presisi
dalam mengukur aktivitas , toleransi risiko pihak agen dan sensitivitas agen terhadap
imsentif
3. The Monitoring Intensity Principle yaitu prinsip ini melengkapi prinsip nomor dua dalam
arti intensitas insentif yang optimal juga terkait dengan monitoring yang optimal.
4. The Equal Compensation Principle yaitu kegiatan yang dinilai sama oleh prinsipal pada
dasarnya harus bernilai sama.
d. Model Dilema Keagenan
Permasalahan keagenan bisa ditunjukkan dengan model , berikut model yang dirancang
sesuai dengan alur pikir :
1. Agen adalah rasional dalam arti memiliki informasi yang cukup lengkap dan
memaksimalkan fungsi utilitasnya sendiri
2. Prinsipal berusaha memotivasi agen agar mengeluarkan effort yang besar dengan cara
memberi reward pada agen. Tujuan prisipal ini untuk mendapatkan output yang
optimal dari agen juga tercapai

26
3. Reward untuk agen tergantung pada output yang dia hasilkan dan output tersebut
tergantung pada jumlah usaha yang dia keluarkan dalam model
4. Agen memiliki target tertentu dalam arti dia hanya mau bekerja jika reward yang dia
terima dari prinsipal.
e. Asumsi-asumsi dalam Teori Keagenan
Mukherjib dan Kroll (2001) menyatakan ada dua asumsi dalam teori keagenan.
Pertama, asumsi mengenai masalah oportunisme, oportunisme adalah sifat suka mengejar
keuntungan sendiri dengan memakai akal bulus. Asumsi kedua teori keagenan adalah
bahwa agen tidak menyukai resiko. Oleh sebab itu, jika peneliti bidang teori keagenan
menemukan agen yang netral ataupun suka dengan resiko akan dianggap pengecualian
(Jensen dan Meckling, 1976). Miller (2005), berpendapat ada enam asumsi dalam teori
keagenan yaitu :
1. Tindakan agen akan memengaruhi hasil yang didapatkan oleh prinsipal.
2. Karena prinsipal tidak bisa melihat tindakan agen, maka prinsipal harus
menggunakan outcome sebagai indikasi tindakan agen.
3. Preferensi agen tidak sama dengan preferensi prinsipal.
4. Prinsipal adalah aktor yang rasional
5. Baik prinsipal maupun agen sama-sama memahami rasionalitas agen
6. Prinsipal memiliki bargain power tatkala menetapkan kontrak dengan agen
f. Teori Keagenan VS Transaction Cost Economics
Dalam hal ini biaya transaksi merupakan satu karya yang mengilhami teori keagenan
namun berbeda dengan teori keagenan yang menekankan pada dampak ketimpangan
informasi antara prinsipal dengan agen yang berakibat pada timbulnya agency costs, teori
biaya transaksi justru menganggap bahwa antar pelaku pasar yang sama-sama
mengutamakan kepentingannya sendiri. Didalam teori biaya transaksi biaya-biaya yang
terjadi berkaitan dengan penciptaan dan distribusi barang dan jasa hanya ada dua yaitu
biaya produksi dan biaya transaksi . Biaya transaksi tersebut tergantung pada apakah
pilihannya adalah mekanisme pasar atau hierarki.
Menurut Williamson pilihan terhadap pasar/hierarki dalam rangka meminimalkannya
biaya transaksi dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu frekuensi transaksi, ketidakpastian
dan asset specifity.Misalnya, jika transaksi sangat sering atau jika kepastian pasokan

27
material dari pasar sangat rendah, maka solusi dengan pasar akan mahal karena jumlah
negoisasi dalam rangka menemukan harga yang tepat akan sangat tinggi.
Kedua teori ini pun memiliki beberapa persamaan, pertama keduanya berasumsi bahwa
para pelaku ekonomi adalah mengejar kepentingannya sendiri dan juga opportunistik,
kedua kedua teori ini sama-sama mencari pemecahan yang optimal lebih tepatnya adalah
minimalisasi biaya berkaitan hubungan antara dua belah pihak.
g. Teori Keagenan VS Teori Pengelolaan
Teori pengelolaan adalah teori yang relatif lebih baru dibandingkan dengan teori
keagenan (Donaldson,1990).Kedua teori ini sama-sama membahas masalah tata kelola
atas amanah yang diberikan oleh prinsipal kepada agen, namun keduanya banyak berbeda
dari sisi asumsi model of man khususnya mengenai agen yang mereka gunakan. Model of
man yang melandasi teori keagenan adalah faktor yang mengejar kepentingannya sendiri
dan selalu memaksimalkan keuntungan pribadinya.
Model of man dalam teori pengelolaan adalah faktor yang memiliki motivasi instrinsik
untuk maju. Dalam teori pengelolaan manajer mungkin saja melakukan kegiatan yang
tidak atau kurang rewarding karena dia merasa pekerjaan tersebut sudah menjadi
tugasnya.
h. Teori Keagenan VS Teori Kontinjensi Struktural
Burn dan Stalker (1961) menyatakan bahwa cara pengelolaan (struktur) organisasi yang
paling tepat untuk digunakan tergantung (kontinjen) pada kondisi yang dihadapi
organisasi tersebut. Menurut teori kontinjensi struktural dalam situasi dimana terdapat
task uncertainty yang cukup besar maka struktur organik lebih tepat. Teori kontinjensi
struktural selalu ada opsi yang terbaik tergantung pada keadaan faktor-faktor lain yang
terkait.
Dalam teori keagenan solusi dengan struktural organik yang sifatnya banyak memberi
kebebasan kepada agen akan selalu tidak tepat karena akan memberi peluang agen
melakukan shirking dan membuat kegiatan monitoring ataupun pemberian saksi kepada
agen menjadi sulit.
Bab 7. Teori Institusional

28
Apa itu institusionalisme? Menurut March dan Olsen (1989.1995,2005) institusi adalah
sebuah paradigma (cara pandang melihat realita), terutama paradigma institusionalisme yang
menolak paham rasionalitas dan efisiensi dalam perilaku sosial.
a. Sejarah Institusionalisme
Sejak ribuan tahun yang lalu para filsuf yunani telah menyadari bahwa institusi yang satu
denagn yang lainnya saling berinteraksi. Abad 19 an Max weber mencoba mengkaji
birokrasi  dan institusi secara sistematis . Madzab institusionalis AS berkembang sejak
tahun 1880an dipengaruhi oleh madzab institusonalis Jerman dan pemikiran –pemikiran
Thorten Zveblen (1899). Dalam perkembangannya karena pertentangan internal para
institusional tentang metodologi, khususnya antara Richard T. Ely Vs Simon Newcomb,
menyebabkan pengaruh institusionalis memudar dikalangan akademimisi AS. Semakin
kuatnya pengaruh kelompok marginalis dalam kajian akademik di banyak perguruan
tinggi besar di AS seperti Yale, havard dan Chicago membuat pengaruh institusionalis
semakin menurun.. Pada tahun 1920an tinggal beberapa perguruan tinggi  seperti
Universy of Colombia (dibawah Wisley C Mitchell) dan Wisncosin (dibawah John
Commons) dimana pengaruh para institusioanalis masih dirasakan. Selama periode
tersebut para institusianalis boleh dikatakan mundur dari konfrontasi teori, khususnya
dengan kelompok ekonami neoklasik. Dan memusatkan diri dalam kajian pengukuran
empiris tentang siklus bisnis. Situasi tersebut pada era tahun 1980an mulai merubah 
dengan kemunculan kelompok ilmuwan  New Institutionalism. New Institutionalism ini
memutar balik pendekatan  para old institutionalist , misalnya untuk bidang ekonomi.
Dari semula  menggunakan pendekatan sejarah serta perhatian pada institusi untuk 
mengkaji perilaku ekonomi  dan tatanan sosial menggnakan  pendekatan ekonomi
neoklasik untuk menganalisis sejarah hubungan sosial dan pembentukan institusi.
b. Ciri Khusus Paradigma Institusionalisme
Ciri pembeda paradigma institusionalise adalah dalam melihat hakekat organisasi. Ide
mereka adalah organisasi lebih merupakan sistem sosial yang bentuknya dipengaruhi oleh
sistem simbolis, budaya dan aspek sosial yang lebih luas dimana organisasi tersebut
berada. Kendati demikian kajian yang dilakukan para institusioanalis menyatakan bahwa 
struktur organisasional seharusnya bukan untuk dipahami  sebagai adaptasi rasional
terhadap faktor-faktor kontijensi dialam modus teknikal instrumentalis, tapi dengan

29
merujuk pada norma, kewajiban legitimasi, mitos, kepercayaan  dan faktor –faktor
teknikal instrumentalitas (Donaldson ,2000).
c. Macam-Macam Madzab Institusionalisme Baru
Institusionalisme baru adalah sebuah wadah besar di mana didalamnya bermacam-macam
aliran atau mazdab yang masing-masing memiliki fokus kajian yang berbeda-beda
terhadap organisasi. Terdapat 6 aliran, yaitu :
1. Normative InstitutionalismNormative institutionalism merupakan asal usul
institusionalisme dibidang sosiologi, oleh karena itu sering disebut juga sociological
institusionalism. Istilah normatif berasal dari  sudut pandang peneliti yang menganggap 
ada norma  atau standar perilaku (logic of appripriateness) yang menentukan kewajaran
bertindak para aktor dalam institusi. Para aktor tidak bisa seenaknya bertindak
memaksimalkan utility function dia, atau berperilaku kalkulatif seperti pandangan aliran
pilihan rasional karena para aktor tersebut terikat tatanan nilai yang ada  yang
menentukan apakah tindakan para aktor tersebut bisa diterima (acceptable) didalam
lingkup institusi tersebut. Institusionalisme normatif menekankan pada konteks budaya
dimana organisasi menjalankan fungsinya serta tata nilai yang memberi inspirasi para
aktor.
2. Rational Choice Institutionalism
Dalam Rational choice institusionalism ada dua sudut pandang yang lazim dianut dalam
melihat institusi. Yang pertama melihat institusi sebagai kendala yang bersifat eksogenus,
yaitu  institusi merupakan kumpulan aturan yang mengatur perilaku individu didalam
organisasi dan masing –masing individu tidak memiliki daya untuk merubahnya. Sudut
pandang kedua melihat aturan dalam  institusi diciptakan sendiri (bisa dirubah-rubah)
oleh para pemain didalamnya.dalam sudut pandang ini institusi merupakan cara
ekuilibirium dalam melakukan sesuatu. Untuk memahami institusi dengan baik kita harus
memahami interaksi antar individu, dimana individu bersifat kalkulatif dan berhadapan
dengan game teori. Arti kalkulatif yaitu pilihan tindakan yang dilakukan individu aktor
adalah dalam rangka mengoptimalkan kepuasan individu tersebut.
3. Historical Institutionalism
Aliran ini mengakui pentingnya sejarah perkembangan institusi.Jalur yang dipilih (path
dependencey) pada tahap awal perkembangan institusi memainkan peranan penting pada

30
kehidupan kemudian. Institusi dianggap memiliki agenda inhern berdasarkan pola
perkembangan yang baik yang bersifat formal.; Suatu jalur cenderung stabil walaupun
bisa berubah jika terjadi critical juncture. Aliran historical dan rasional sebenarnya ada
aspek yang overlap. Misalnya keduanya sama-sama mengakui pentingnya institusi untuk
politik karena institusi mengatur perilaku politik., yang agak mengejutkan bahwa
perbedaan keduanya apakah manusia itu rasional atau tidak. Perbedaan pokok antara
keduanya misalnya dalam ilmu politik adalah bahwa aliran historis lebih tertarik
mengamati dan menjelaskan dampak politik yang riil dan spesifik. Tujuan
institusionalisme Pilihan rasional berbeda, menurut Steinmo (2001) tujuan pendukung
aliran ini mememukan hukum tentang perilaku politik ( The Law of Political Behavior) .
4. Constructivist Institutionalism
To Constuc dalam bahasa latin berarti mengatur atau membentuk(to arrange or give
structure). Proses pembentukan terus menerusb adalah konsep pokok
ConstructivismConstructivism merasuki banyak bidang, dan yang paling menonjol
adalah bidang ilmu sosiaL (Social Constructivism) yang dipelopori oleh Lev Vegotsky
yang menyatakan bahwa bahasa dan skema konseptual yang ditransfer melalui bahasa
merupakan fenomena sosial. Oleh sebab itu struktur kognitif manusia disusun lewat
mekanisme sosial. Bidang lain yang dirasuki adalah institusionalisme menjadi
(Constructivist intitutionalist). Perubahan institutionalism terjadi pada perubahan
hubungan antara aktor dengan kontek dimana mereka berada: lingkungan institutional,
institutionalized subject, dan institutional, architect.  Perubahan institusinal dipahami
dalam konteks strategik.
5. Institusionalis Economic
nstitusionalis economic memusatkan kajiannya untuk memahami peranan institusi buatan
manusia dalam mempengaruhi perilaku ekonomi. Menurut Douglass Institutional
Economic berbeda dengaan teori ekonomi neo klasik dalam beberapa hal. Misalnya :
Institutional Economic mempertahankan asumsi dasar mengenai kelangkaan (scarcity)
dan kompetisi, Institutional Economic telah melepaskan asumsi instrumental rationality.
Karena menganut instrumental rationality, maka teori ekonomi neo klasik menganggap
bahwa institusi, ide, ideologi tidak diperlukan (tidak berpengaruh) dan pasar yang efisien
menjadi ciri pokok kegiatan ekonomi. Untukmelihat perbedaan cara pandang ekonomi 

31
neo klasik dan ekonomi institusionalis yaitu Pandangan Neoklasik Rumus
Y=C+S(agregat output sama dengan konsumsi C+S), maka jelas orang miskin(Y kecil)
tidak bisa menabung(S kecil) karena outputnya habis dimakan(C), itulah sebabnya
mereka miskin terus, karena S-nya rendah, padahal S penting untuk meningkatkan Y.
Solusi : mereka harus memperkecil C agar S meningkat, peningkatan S akan
memperbesar Y
6. Radical Institutional
Radical institusionalism sekilas seperti sama dengan pendekatan Constructivis
institusionalism  tetapi ada perbedaan  nyata. Constructivis institusionalism melihat aspek
kognitif sebagai faktor yang menentukan pemahaman  tentang in stitusi, Radical
institusionalism memusatkan pada aspek non kognitif, bahkan Radical institusionalism
lebih tegas dalam memilih objek amatan (petani, buruh dan masyarakat) ataupun
kegagalan sistem pasar. Veblen dalam tulisannya berjudul  The Theory of the Leasure
Class (1899) berpendapat bahwa hidup masyarakat jaman sekarang sebetulnya warisan
kebiasaan jaman barbar. Jaman barbar kelompok masyarakat terbelah dua :yaitu yang
pertama, penguasa yang biasanya memonopoli pekerjaan sebagai tentara (warrior) yang
hidup nyaman karena bisa menikmati banyak previlese. Dan yang kedua rakyat atau
petani atau pedagang (kelas inferior) Veblem berpendapat bahwa the leassure class akan
selalu berusaha memaksa langsung atau tidak langsung kelompok inferior untuk
mempertahankan status dan menikmati previlese.Menurut Veblem masyarakat modern
tidak berubah dari pola pengelompokan semacam ini. Bagi Veblem manusia adalah
irrasional karena mereka sekedar mengejar status sosial tanpa memperhatikan
kebahagiaan mereka. Misalnya orang membeli merek mahal untuk melakukan proses
emulsi (peniruan) kelas sekedar bisa dilihat memiliki status sosial yang berbeda.
d. Metodologi Riset Institusionalisme
Institusional dikenal karena dua hal, pertama karena pendekatannya yang holistis dalam
memahami situasi ataupun masalah kemasyarakat dan kedua serangan  terhadap
pandangan mainstream ekonomi neoklasik atau kapitalisme pasar bebas. Kedua serangan 
terhadap pandangan mainstream ekonomi neoklasik atau kapitalisme pasar bebas.
Mengapa  para penyerang  tidak serta menjadi institusionalis? Karena banyak orang yang
meragukan keilmiahan pendekatan holistis  ataupun  keilmiahan hasil riset. Dengan kata

32
lain metodologi riset yang diterapkan aliran institusionalis  menyebabkan orang tidak 
tertarik masuk ke aliran tersebut.
Dalam Institusionalisme ada variasi metode riset :
1.    Comparative analysis (sebut juga dengan historical comparative method) yaitu
peneliti melakukan analisis sosialogis dalam bentuk perbandingan proses sosial antara
dua institusi, Ada dua  pendekatan comparative analisis yaitu, yang pertama dengan
mencari persamaan persamaan yang ada, dan yang kedua dengan mencari perbedaan-
perbedaan yang ada.
2.    Studi kasus dengan pendekatan etnografis, yaiti peneliti memilih sebuah institusi
sebagai kasus yang akan diamati dengan mencermati aspek sosio kultural yang ada.
3.    Metode riset kuantitatif , yaitu pada umumnya  bertitik tolak pada positivisme yang
cenderung meneliti hanya sebagian fenomena, pendekatan ini ditandai dengan
pengembangan teori dan hipotesa, modeling dan penggunaan data kuantitatif serta alat
statistik.
e. Asumsi dan Tiga Pilar Institusi
Paradigma institusionalm telah berubah dari  pendekatan yang kurang sistematis
(dalam old institusionalism) menjadi paradigma yang sistematis dengan kerangka pikir
yang cenderung baku. Ada dua asumsi pokok (core assumption). Asumsi pokok pertama
adalah institusi menciptakan elemen-elemen keteraturan dan prediktabilitas (daya ramal),
berarti institusi adalah sesuatu yang bisa dipelajari secara sistematis. Asumsi kedua
adalah bahwa terjemahan (translation) dari struktur ke tindakan politik, dan dari tindakan
menjadi perubahan yang institusional ditimbulkan oleh proses yang rutin dan bisa
dipahami. Ini berarti ada modus tindakan yang berulang dimana peneliti perlu
mempelajari upaya bagaimana dalam situasi itu kestabilan bisa terbentuk.
Scott (1995) memberikan kerangka pikir untuk mempelajari institusi. Menurut
Scott ada tiga pilar institusi, yaitu (1) Regulatif, (2) Normatif, dan (3) Kognitif.
Perbedaan antara ketiga pilar tersebut dilihat dari sisi dasar ketaatan, mekanisme
pengelolaan, logika mengenai perilaku manusia, indikator mengenai pilar institusi
tersebut.
Bab 8. Ideologi Dan Organisasi: Kapitalisme, Liberalisme, Dan Neoliberalisme

33
Ideologi dapat dipecah menjadi ‘idea’ dan ‘logy’. Saat ini ideologi sering diartikan sebagai
seperangkat pandangan hidup yang didalamnya mengandung visi yang komprehensif, asumsi,
dan kerangka pikir untuk mengkontruksi realita. Bab ini memusatkan mengenai ideologi
organisasi dan sejarah kapitalisme yang merupakan ideologi mainstream(banyak dianut) dan
neoliberalisme.

a. Era Sebelum Kapitalisme

Sistem ekonomi dan ideologi yang dianut adalah feodalisme dan merkantilisme.
Feodalisme berasal dari kata feudum yang berarti ‘tanah’ yang diberikan kepada ksatria sebagai
imbalan atas kesetiaannya kepada raja. Era feodalisme ini antara abad 9 sampai dengan abad 15
dimana dikuasai oleh para tuan tanah (land lords dan/vassals). Para tuan tanah mendapatkan
kuasa menjadi wakil penguasa(raja) dan sebagai gantinya dia akan loyal dan melakukan
pengawasan atas wilayah yang dikuasainya untuk kepentingan kerajaan.

Pada era feodalisme jelas sekali bahwa kepemilikan tanah sangat penting karena semua
negara pada saat itu merupakan negara agraris. Salah satu faktor yang menyebabkan era
feodalisme hancur yaitu terjadi wabah ‘Black Death’ (1348-1350) dimana penduduk eropa
(terutama Inggris) tinggal sepertiga saja sehingga akibatnya buruh menjadi mahal. Sebagian dari
mereka dapat membebaskan diri dari tuan tanah sehingga dapat mengurangi kekuasaan tuan
tanah dan meningkatkan sistem perdagangan.

Merkantilisme adalah politik dagang yang menyatakan untuk memakmurkan suatu


bangsa maka perdagangan internasional dan penjualan emas ke luar negeri harus diatur secara
ketat. Disini terjadi kolaborasi antara pemerintah dan pedagang(merchant) dengan meningkatkan
power sekaligus meningkatkan kemakmuran dengan cara mengurangi peran negara lain.
Pemerintah memberikan proteksi atau perlindungan kepada pedagangnya serta menaikkan
barrier dagang dari bangsa lain. Paham merkantilisme banyak dianut oleh negara-negara Eropa
antara abad 16 dan 18.

Adam Smith mengkritik pemikiran merkantilis yang terpusat pada produksi. Menurutnya
satu-satunya cara untuk meningkatkan ekonomi adalah meningkatkan konsumsi. Pada abad 18-
19 pengaruh pemikiran merkantilisme mulai berangsur ditinggalkan. Pada abad 19 Inggris, yang

34
secara teknologi industri kuat(penemuan mesin uap dan banyak koloni jajahan yang menjadi
SDA) justru mendorong perdagangan bebas (free trade).

b. Sejarah Kapitalisme

Kapitalisme adalah sistem dimana alat produksi di distribusikan secara terbuka pada
perseorangan yang berkompetisi mengejar laba lalu investasi, distribusi barang dan jasa, serta
income ditentukan melalui transaksi di pasar bebas. Muncul pada abad 16-18(ada yang
mengatakan lebih tua) merupakan penerus sistem merkantilisme yang sudah menimbulkan
banyak perang antar negara di Eropa Barat.

Dari sudut perkembangan masyarakat pola kehidupan yang sesuai dengan prinsip kapitalisme
dapat dibagi ke beberapa jenis atau tahapan yaitu:

1. Kapitalisme Pertanian (disebut juga market feudalism, dari abad 16-17)

2. Merkantilisme (merchant capitalism, abad 17, paruh pertama abad 18-an)

3. Kapitalisme Industri (industrial capitalism, dari abad 18 – pertengahan abad 19)

4. Kapitalisme Monopoli (monopoly capitalism, dari pertengahan abad 19 – pertengahan


abad 20)

5. Kolonialisme (colonialism, awal abad 19 – awal abad 20)

6. Kapitalisme Kemakmuran (welfare capitalism, dari pertengahan abad 20 – awal abad 21)

7. Produksi Massal (mass production, setelah perang dunia II)

8. Kapitalisme Negara (state capitalism)

9. Kapitalisme Keuangan (financial capitalism, pertengahan abad 20-sekarang)

c. Liberalisme dan Ciri-Ciri Ideologi Kapitalisme

Dari uraian diatas dapat disimpulkan karakteristik dari ideologi kapitalisme sebagai berikut:

35
1. Masing-masing individu mengejar kepentingan sendiri, artinya status yang bersifat
membatasi dikesampingkan. Dimana masyarakat tak dibatasi oleh negara, dogma agama,
dan sosial.

2. Perdagangan bebas. Prinsip ini bertentangan dengan pemikiran di era merkantilisme yang
mengandalkan regulasi negara dan proteksionisme. Perdagangan bebas justru
menimbulkan perubahan positif karena frekuensi pertukaran justru akan berlipat. Selain
itu akan menimbulkan manfaat timbal balik karena secara keseluruhan masyarakat akan
mendapatkan sesuatu yang paling murah atau paling efesien (konsep comparative
advantage, Ricardo).

3. Bebas berinovasi, hal ini merupakan prasyarat kemajuan ilmu pengetahuan dan kemajuan
industri. Hasil inovasi akan memperbaiki sistem produksi dan menurunkan biaya
produksi.

Tampak jelas dari ketiga ciri tersebut merupakan prasyarat terbentuknya


kapitalisme tidak lain adalah bentuk tata sosial yang sesuai dengan falsafah hidup
liberal(liberalisme). Kapitalisme sebagai implementasi falsafah liberalisme dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan.

Pada abad 20 dan 21 liberalisme lebih menonjol sebagai pemikiran yang


memengaruhi kebijakan ekonomi pemerintah. Selama abad 20 pemikiran liberalism
mengalami evolusi dimulai sejak terjadinya deperesi besar(The Great Depression) tahun
1929-1933 an. Ekonomi liberal klasik (dipelopori Ludwig von Mises) berpendapat bahwa
keadaan optimal dimana sumber daya dialokasikan secara efisien terjadi manakala ada
‘free market’ atau campur tangan pemerintah sangat minimal. Saat ini banyak variasi
pemikiran liberalisme, termasuk aliran ‘liberal-conservatism’ dimana secara ekonomi
pengikutnya menganut paham liberal klasik, tetapi secara sosial mereka menghargai
tatanan sosial dan agama (yang merupakan pemikiran konservatif). Ini jelas beda dengan
liberal klasik yang mendukung kebebasan individu sepenuhnya.

d. Neoliberalisme

36
Neoliberalisme adalah paradigma pemikiran alternatif yang kemudian banyak diterapkan
(dengan menggunakan pengaruh lembaga besar seperti Bank Dunia dan IMF). Adapun
ciri-ciri pemikiran neoliberalisme meliputi:

1. Pemerintah seharusnya tidak menjalankan kebijakan fiskal yang berakibat defisit


besar.

2. Mengubah arah pengeluaran negara dari subsidi ke pengeluaran untuk program pro-
growth dan pro-poor seperti jasa layanan pendidikan dan investasi infrastruktur.

3. Reformasi pajak dengan memperluas objek kena pajak tetapi menurunkan tarif pajak.

4. Tingkat bunga yang ditentukan oleh pasar.

5. Nilai tukar mata uang yang mengambang.

6. Liberalisasi perdagangan (kuota dan restriksi harus minimal).

7. Liberalisasi aliran dana (memungkinkan orang menanamkan uang ke luar negeri


dengan mudah).

8. Privatisasi BUMN

9. Deregulasi atas peraturan yang menyebabkan hambatan pasar.

10. Perlindungan hokum atas hak milik.

Terlihat bahwa neoliberalisme mendorong sistem masyarakat dan pasar yang terbuka,
termasuk pemerintahan tidak perlu mengatur arus keluar masuknya barang dan dana serta
meningkatkan transparansi dalam kebijakannya. Dampak neoliberalsime tidak hanya
pada ekonomi, tetapi juga pada budaya, gaya hidup, dan politik. Mengapa politik? Karena
neoliberalisme berusaha memindah kendali ekonomi dari tangan publik(pemerintah) ke
tangan sektor swasta dengan anggapan bahwa hal itu dapat menyehatkan ekonomi.

e. Ideologi Organisasi

Berikut contoh keberadaan ideologi organisasi yang ditunjukkan oleh nilai-nilai yang dianut
dalam perusahaan:

37
1. Marriott International: pelayanan yang bersahabat – memperlakukan penghuni hotel
sebagai tamu; pegawai adalah manusia dan oleh sebab itu perlakukan mereka secara
manusiawi; bekerja keras tetapi tetap harus bergembira; terus-menerus memperbaiki diri.

2. Walt Disney Company: tidak boleh sinis; perhatian yang fanatik untuk menjaga
konsistensi dan detail; kemajuan berkesinambungan melalui kreativitas – impian-
imajinasi; membawa kebahagiaan kepada jutaan orang serta merayakan – membina –
menyebarluaskan nilai-nilai bangsa Amerika.

Melihat pemikiran Raymond Budon (1989) dapat disimpulkan bahwa ‘hakikat’ ideologi
adalah idealisme yang (dicoba) dijalankan dalam kegiatan sehari-hari, ‘ideal-type’
(penyederhanaan mengenai hal yang dianggap ideal atau mulia walaupun mungkin tak bisa
dicapai), pembenaran atas keyakinan, dan kecenderungan pikiran pada doktrin tertentu yang
dianggap ilmiah. Dalam hal nyata ideologi merupakan salah satu perwujudan budaya manusia,
khususnya yang berkaitan dengan sistem nilai sosial yang dianut. Menurut Jean Baechler materi
bahan mentah ideologi berasal dari mitos, agama, kebiasaan, dan ide rasional kaum
cendekiawan.

f. Kapitalisme dan Korporasi

Dalam ideologi kapitalisme korporasi (corporation) atau perusahaan (terutama perseroan


terbatas) adalah instrument pemilik (sebagai ‘kapitalis’) untuk meningkatkan kemakmurannya.
Hubungan kontraktual antara manajemen dan pemilik tidak lain adalah agar seluruh upaya
manajemen semata-mata untuk mendapatkan keuntungan(laba ditahan) dan menaikkan harga
saham (stock returns). Untuk gantinya manajemen akan mendapatkan rewards dalam bentuk
gaji, bonus, dan macam-macam fasilitas.

Pemikiran Adam Smith yang dianggap sebagai rohnya kapitalisme sebetulnya justru
menentang monopoli korporasi. Yang menjadi gagasannya adalah sebuah pasar yang terdiri dari
penjual dan pembeli kecil (Korten, 1996). Menurutnya kondisi pasar seperti itu akan cenderung
memberikan laba yang sewajarnya saja untuk tanah, tenaga kerja, dan modal. Ini akan menjamin
penjual dan pembeli untuk kelangsungan hidupnya (tanpa harus serakah) lalu dari sisi
pemanfaatan sumber daya secara nasional akan menjadi optimal.

38
g. Neoliberalisme dan Korporasi

Saat ini di era globalisasi sebagai implikasi diadopsinya pemikiran neoliberalisme


menyebabkan gerak operasi korporasi menjadi lebih lincah dan dinamis dalam menyikapi
kebijakan suatu pemerintahan yang dianggap akan menghambat bisnisnya. Banyak orang
menganggap neoliberalisme ataupun globalisasi lahir karena dorongan korporasi. Perusahaan-
perusahaan global dapat dengan mudah mengatasi pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah
yang dirancang berdasarkan pola pikir lama.

Penyebab pemerintah bisa tunduk terhadap perusahaan: Pertama, pemerintah


membutuhkan dana untuk menjalankan program pembangunannya. Perusahaan swasta menjadi
tumpuan sumber pendapatan dalam bentuk pajak, royalti, fee, cukai, dan dividen (khususnya
untuk BUMN). Kedua, pemerintah menjadi tunduk pada perusahaan swasta karena pejabat
pemimpin pemerintahan bisa dibeli (tegasnya menerima suap) kebijakannya. Sifat greedy yang
digabung dengan gaji pejabat pemerintah yang rendah di beberapa negara berkembang
menyebabkan faktor kedua ini signifikan.

Bab 9. Ideologi Radikal Dan Teori-Teori Kritis : Anarkisme, Sosialisme, Libertarian


Sosialisme.
a. Muncul perlawanan (Terhadap Kapitalisme)
Dalam sistem kapitalisme keinginan ‘mengejar kepentingan sendiri (self-interest)
merupakan faktor pendorong kapitalis untuk melakukan tindakan ekonomi. Bilamana
self-interest tersebut bergabung dengan sifat-sifat lain sistem kapitalisme, seperti
‘kompetisi bebas’ ( dog-eat-dog competition yang dipermudah di alam ‘demokrasi’,
kapitalisme menjadi mematikan karena eksploitasi atau tindakan-tindakan yang
cenderung melanggar etika bisnis akan dilakukan dalam rangka memupuk harta (dan
itulah pula sebabnya kapitalis menuntut “property rights”). Dalam sistem kapitalisme
bentuk korporasi menjadi pilihan dalam manajemen suatu perusahaan. Bentuk korporasi
ini memiliki desain unik dimana orang yang memiliki perusahaan (stockholders) terpisah
dari orang yang sehari-hari mengelola perusahaan (managers). Maka dari itu
pengkhianatan manajer atas pemegang saham mudah terjadi.

39
Adam Smith dalam bukunya (The Wealth of Nations) bahwa manajemen akan sembrono
dan tidak bisa dipercaya untuk mengelola uang orang lain jika bentuk korporasi adalah
yang dipilih.
Keruntuhan dalam perusahaan yang menganut sistem kapitalisme sejak zaman dulu kala
memang sudah sering terjadi seperti pada VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie)
yang bangkrut pada tahun 1800 dan South Sea Company pada tahun 1720. Kekacauan
pasar modal tersebut mendorong Parlemen Inggris untuk mengeluarkan Bubble Act pada
tahun 1720 yang menyatakan tindakan mendirikan Perseroan Terbatas dan mengeluarkan
saham yang bisa diperjualbelikan adalah tindakan melanggar hukum. Hal ini dikarenakan
banyaknya manipulasi yang terjadi pada pasar modal sebagai akibat dari eksploitasi pasar
saham oleh korporasi untuk kepentingannya.
Kebebasan individu seperti pedang bermata dua. Di satu sisi akan mendorong manusia
berusaha efisien dan satu sisi lain sesuai dengan insting dasar manusia – akan mendorong
manusia menjadi hedonis. Efek tersebut wajar sesuai dengan sifat manusia rasional yang
ingin memaksimalkan utility function yang dalam hal ini berarti memperkaya diri (wealth
maximation) atau kekuasaan (power). Itulah mengapa sepanjang sejarah kapitalisme
pasar modal berkali-kali mengalami crash karena penyembunyian fakta-fakta buruk
dalam laporan perusahaan (window dressing) demi mendapatkan laba berlebih (excess
profit).
Sistem ekonomi kapitalisme cenderung eksploitatif karena menurut Marx sistem kapital
dibangun dengan cara membeli komoditi (semurah mungkin) dan menjual hasil olahan
komoditi tersebut dipasar output dengan harga setinggi mungkin dan kapitalisme
menuntut surplus.
Satu hal yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa dominasi kapitalisme muncul
bersamaan waktunya dengan gerakan modernisme. Gerakan modernisme mencakup
gerakan reformasi dengan mengkaji ulang realita kehidupan dalam rangka membuat
perubahan-perubahan di bidang seni, musik, arsitektur, keuangan (commerce), filsafat,
sains, dan politik. Kapitalisme dan modernisme memiliki hubungan yang dekat karena
keduanya mendorong kebebasan individu. Pemahaman manusia modern sering di
identikkan dengan masalah kebendaan (produk-produk kapitalis seperti produk
lifestyle/fashion, mobil, TV, telepon seluler dan lain sebagainya).

40
Kemudian karena terdapat kenyataan negatif tentang modernisme, muncullah
postmodernism sebagai bentuk gerakan yang terkait dengan seni, arsitektur, dan literatur
yang memperkenalkan kembali gaya tradisional.
b. Jawaban Sosialisme
Sosialisme sering didefinisikan sebagai filsafat politik, sistem kehidupan masyarakat,
atau pandangan ekonomi (ideologi) yang mendukung kepemilikan alat produksi seperti
kapital, tanah, dan lain-lainnya oleh masyarakat. Dalam sistem sosialisme pengelolaan
alat-alat produksi dilakukan secara mandiri oleh masyarakat dimana masing-masing
anggotanya dianggap memiliki kekuasaan politik yang sama. Salah satu bentuk organisasi
ekonomi yang cocok dengan karakteristik sosialisme adalah koperasi (co-operative).
Tujuan utama sosialisme adalah membentuk masyarakat berkeadilan sosial (social
equality) dimana distribusi kekayaan didasarkan atas kontribusi seseorang pada
masyarakat serta pengaturan kehidupan ekonomi diutamakan untuk kepentingan
masyarakat secara keseluruhan (bukan didasarkan atas persaingan dan kepentingan
individu kapitalis.
Ide sosialisme dicetuskan oleh banyak tokoh, antara lain Pierre Leroux, Karl Marx,
Frederich Engels, Eduard Bernstein, Thorstein Veblen, dan Robert Owen. Istilah
sosialisme di dunia modern berawal dari pemikiran Henri de Saint Simon yang kagum
pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan menganggap bahwa ilmu
pengetahuan akan membantu masyarakat mengelola alat produksi secara lebih baik
daripada yang ditawarkan sistem sosialisme. Menurut Saint Simon sosialisme yang
memberikan kesamaan kesempatan pada masing-masing anggota masyarakat akan
mengatasi ketimpangan dalam masyarakat yang ditimbulkan oleh kapitalisme.
1. Karl Marx
Menurut Marx perkembangan masyarakat terjadi melalui proses dialektika pertentangan
kelas. Dan Kapitalisme tidak akan bertahan lama karena menimbulkan alienasi,
eksploitasi kaum pekerja, dan akhirnya pemberontakan buruh. Kapitalisme akan
digantikan sistem sosialisme. Sistem sosialisme tersebut pun akan berkembang menjadi
sistem masyarakat tanpa kelas dan tanpa negara atau ‘pure communism’.
2. Bakunin

41
Bakunin menolak semua bentuk otoritas kekuasaan (baik dalam konteks pemerintahan
ataupun ‘kekuasaan Tuhan’ sekalipun). Pernyataan Bakunin yang terkenal mengenai
perlunya kebebasan masyarakat adalah “The liberty of man consists solely in this, that he
obeys the laws of nature because he has himself recognized them as such, and not
because they have been imposed upon him externally by any foreign will whatsever,
human or divine, collective or individual”.
3. Lenin
Sifat khusus Leninisme adalah keyakinan Lenin bahwa kapitalisme hanya bisa
disingkirkan melalui revolusi. Menurut Lenin, pergerakan untuk mengganti sistem
kapitalisme harus dimulai dari mendidik masyarakat (kaum buruh atau proletar) tentang
kesadaran kelas agar mindset ataukesadaran yang keliru yang ditanamkan oleh kaum
borjuis bisa dihapus.
4. Trotsky
Dalam pandangan trotsky penyebaran revolusi ke negara-negara sekitar dimana sistem
kapitalisme masih kuat diperlukan untuk mempertahankan sistem sosialisme.
c. New Left ( Gerakan Kiri Baru)
Istilah New Left ( Kiri Baru) biasanya dikaitkan dengan gerakan yang muncul di
beberapa negara Eropa dan Amerika Serikat tahun 1960 dan 1970-an. Gerakan KB di
Amerika Serikat merupakan gerakan para mahasiswa radikal atau liberal yang bersifat
politis untuk menentang kelompok mapan (establishment). New Left lebih condong
kepada isu-isu yang terkait kehidupan individu seperti menentang alienisasi, budaya
counter-culture, dan menentang keotoriteran penguasa. Jika pada awalnya beberapa
pemikiran dilahirkan dari pencetus gerakan ini adalah ‘demokrasi partisipatif’ , dalam
perkembangannya pemikiran KB menyebar kemana-mana sejalan dengan perkembangan
politik di negara dimana pemikiran tersebut berkembang.
d. Gerakan Anti-Korporasi
Banyak masalah yang ditimbulkan oleh korporasi yang ternyata tidak mudah untuk
dijelaskan dengan teori-teori organisasi (konvensional). Dalam kasus zat-zat berbahaya
Teori Keagenan yang membahas ekses negatif hubungan kontraktual antara prinsipal
dengan agen mungkin tidak cocok untuk digunakan karena dalam kasus ini tidak ada
hubungan kontraktual sehingga jual-beli adalah transaksi bebas. Para teoritisi kelompok

42
‘anti-korporasi’, seperti Bakan dan Naomi Klein, melihat masalah tersebut dengan cara
berbeda. Bakan berpendapat bahwa akar masalah perilaku korporasi adalah pada desain
korporasi itu sendiri sebagai badan hukum (legal person). Di dalam bukunya Bakan ( The
Corporation) berkesimpulan bahwa sikap perilaku korporasi yang semacam itu mirip
dengan perilaku psikopat.
Naomi Klein mengajukan Teori empat ‘No’ (No Space,No Choice, No Jobs, dan No
Logo) di dalam bukunya Naomi menyerang isu-isu tentang kondisi kerja yang berbahaya
(sweatshop termasuk juga buruh anak-anak/ child labor), corporate censorship, dan anti-
globalisasi. Di mata Naomi korporasi telah mengeksploitasi kelemahan hukum untuk
kepentingan sepihak baik pemegang saham ataupun manajamen.
The Addicted Gambler Theory, Naomi berpendapat bahwa bantuan (bail-out)
pemerintah Bush kepada perusahaan keuangan di Amerika akhir tahun 2008 sebesar
US$700 miliar bukanlah bantuan sekali jadi (one-time gift). Artinya bantuan semacam ini
akan terus mengalir ke perusahaan-perusahaan pada masa yang akan datang dengan
berbagai alasan seperti menjaga kepercayaan investor, menyelamatkan industri yang
penting bagi rakyat, dan menghindari pemecatan para karyawan. Poin penting dari the
addicted gambler theory ini adalah dimana pemerintah seperti seorang penjudi (yang
kecanduan judi) tidak bisa mengendalikan pengeluaran uang (out of control).
e. Anarkisme ( Anarchism)
Anarkisme merupakan paham (ideologi) yang sering disalah artikan (khususnya di
Indonesia) karena dianggap sebagai kelompok yang suka huru- hara dan perusakan. Kata
Anarkisme berasal dari bahasa latin anarcho yang berarti ‘tanpa pemerintah’ (without
ruller). Nama ini cocok dengan pandangan filosofis serta sikap orang-orang ang
mendukung dihapuskannya pemerintahan yang bersifat memaksa (coercive/compulsary
state). Orang yang pertama kali mengumumkan dirinya adalah seorang anarkis adalah
Pierre-Joseph Proudhon (bapak teori anarkisme modern, hidup tahun 1809-1865).
Menurut Proudhon, keteraturan muncul manakala setiap orang melakukan hanya apa
yang dia inginkan. Proudhon menentang tindakan revolusioner yang diwarnai kekerasan.
Pokok –pokok pemikiran yang dianut oleh kaum anarkis ekstrim dapat digambarkan
dalam alur logika sebagai berikut ini :
1. Manusia terlahir bebas (mankind is born free)

43
2. Jika manusia terlahir bebas, maka perbudakan adalah pembunuhan
3. Karena perbudakan adalah pembunuhan, maka hak milik adalah pencurian.
4. Jika hak milik adalah pencurian, maka pemerintahan adalah tirani.
5. Jika pemerintahan adalah tirani, maka anarki adalah kemerdekaan.
Dari rangkaian pemikiran tersebut tampak bahwa anarkisme dan marxisme memiliki
kesamaan, yaitu keduanya melawan penindasan. Bedanya Marxisme mengutamakan
pembebasan buruh dari penindas para kapitalis, sedangkan anarkisme ingin menghapus
segala macam penindasan oleh sekelompok manusia pada manusia lainnya.
f. Libertarian Sosialisme merupakan salah satu cabang anarkisme. Libertarian Sosialisme
adalah pandangan politik (ideologi) yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat tanpa
hierarki politik, sosial, dan ekonomi (David, 2005). Noam Chomsky merupakan salah
satu tokoh dari anarkisme modern. Sesuai dengan pandangan libertarian-sosialis
Chomsky menentang adanya sensor, pemaksaan kehendak melalui jalur militer, dan
otoritas negara. Chomsky adalah penentang kapitalisme dan korporasi. Berbda dengan
aliran sosialisme yang tetap mengakui pentingnya negara, libertarian sosialisme
berpendapat bahwa masyarakat yang adil dan makmur hanya bisa dibentuk jika institusi
otoriter dihapus.
Kata Libertarian dalam istilah ‘libertarian sosialisme’ memiliki konotasi bahwa aliran ini
berusaha memaksimalkan kebebasan individu. Dalam libertarian sosialisme hak milik
pribadi sangat ditentang karena hak milik atas sumber daya alam hanya dikuasai oleh
segelintir orang, kepemilikan kekayaan menyebabkan eksploitasi manusia yang satu pada
manusia yang lainnya. Oleh sebab itu anarkisme menentang hak milik karena hal itu
menjadi sumber ketidakadilan dan sumber strata sosial (dan hak privilese).
Kelemahan anarkisme adalah terletak pada bagaimana merealisasikan cita-cita yang
menjadi tujuan dari paham ini ada. Pendapat para anarkisme seringkali baru merupakan
‘wacana’. Penyebabnya adalah mayoritas anarkis adalah pria kulit putih, kaum berpunya,
dan menghindari pembahasan mengenai kepemimpinan. Masalah yang saat ini dihadapi
oleh gerakan anarkisme adalah bahwa perpecahan internal antarkelompok pendukung
pandangan ‘anarkisme’ sangat serius. Dua kelompok besar anarkisme, yaitu individualis
dan kolektivitas.
Bab 10. Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder Theory)

44
a. Pengertian Stakeholders
Stakeholders (pemangku kepentingan) adalah semua pihak yang menjadi sasaran (alasan
utama) pengembangan perusahaan (Mercier,1999). Sementara Freeman (1984) mengartikan
sebagai kelompok atau individu manapun yang dapat memengaruhi ataupun dipengaruhi
oleh upaya organisasi dalam merealisasi tujuannya. Selain itu, beberapa penulis juga
membuat penggolongan lebih jauh, seperti menjadi pemangku kepentingan utama
(contractual steakholder) yaitu dimana pihak-pihak yang memiliki hubungan kontraktual
dengan organisasi (seperti kreditur atau konsumen) dan pemangku kepentingan kedua
(secondary stakeholders atau diffuse stakeholder) yaitu semua pihak yang mungkin
dipengaruhi oleh tindakan organisasi walaupun dia tidak memiliki hubungan kontraktual
dengan organisasi. Konsep pemangku kepentingan (stakeholders) baru dikenal pada tahun
1963 dari memo internal di The Standford Research Institue. Istilah stakeholder diciptakan
untuk membantah pandangan tradisional bahwa pemiik adalah satu- satunya pihak yang
memiliki kepentingan dan yang harus dilayani oleh manajemen. Pemikiran beberapa teori
organisasi konvensional diwarnai dengan pandangan tradisional tersebut..
Pemikiran Edward Freeman tentangg pendekatan pemangku kepentingan dimulai
saat Freeman bekerja di WARC (Wharton Applied Research Center) tahun 1978 – awal
1980-an. Salah satu tugasnya dapat memunculkan ide tentang pendekatan pemangku
kepentingan (stakeholder approach) adalah pada saat Freeman harus mengembangkan
kasus bisnis dan mengajar para eksekutif dari AT & T yang kemudian menjadi The Bell
System. Freeman mengaku bahwa dia bukanlah pencipta dan bukan satu-satunya yang
mengeluarkan ide pemangku kepentingan karena ide tersebut juga ia pelajari dari Stanford
Researh Institute. Pokok pikiran Freeman mengenai pendekatan pemangku kepentingan
dapat digambarkan seperti “ we were taking the viewpoint of senior management and our
view was that if a group of invidual could affect the firm (or be affected by it, and
reciprocate) then managers should worry about that group in the sense that it needed an
explicit strategy for dealing with the stakeholder” (Freeman,2004). Sejak tahun 1984
perhatian para peneliti menjadi semakin meluas walaupun sebagian telah menjadi
kesalahpahaman dalam memahaminya. Beberapa kekeliruan tersebut, seperti (Phillip at al,
2003) (1) ada konflik antara pemegang saham dengan pemangku kepentingan lainnya, (2)
pendekatan pemangku kepentingan seharusnya digunakan untuk merumuskan “non-

45
ahareholder theory of the firm” dan menggantikan paradigma teori sebelumnya yang
berbasis shareholder.
b. Elemen Teori Pemangku Kepentingan
Dalam pendekatan pemangku kepentingan terdapat beberapa elemen yang saling terkait
secara logis. Elemen tersebut ialah :
a. Apapun pendirianmu dan apapun tujuanmu, kamu harus mempertimbangkan dampak
perbuatan pada pihak lain dan dampak perbuatan orang lain padamu.
b. Dengan melalakukan hal pada poin (1) maka kamu harus memahami perilaku, tata nilai,
konteks/latar belakang berbagai pihak pemangku kepentingan termasuk konteks sosial.
Agar sukses terus maka kita harus memiliki jawaban atas pertanyaan “apa pendirian
kita?”.
c. Ada beberapa poin penting untuk menjawab pertanyaan pada point (2) atau strategi
perusahaan tersebut.
d. Kita perlu memahami bagaimana hubungan antarpemangku kepentingan pada 3
tingkatan analisis, yaitu (a) rasional atau perusahaan secara keseluruhan, (b) proses, (c)
standard operating procedures
e. Kita dapat memikirkan kembali bagaimana proses perencanaan stratejik seharusnya
dijalankan agar bisa memasukkan kepentingan pihak-pihak pemangku kepentingan kita
ke dalam perencanaan perusahaan
f. Kepentingan para pemangku kepentingan harus diseimbangkan sepanjang waktu
Dengan skema tersebut, karena kepentingan semua pihak sudah dimasukkan ke dalam
proses bisnis, maka pendekatan corporate social respocibility (CSR) secara terpisah
sehingga saat ini menjadi tidak dikeluarkan.
Dalam pasar bebas setiap organisasi perusahaan komersial menghadapi 3 macam masalah
seperti :
a. Masalah penciptaan niai dan perdagangan. Dunia bisnis yang mengglobal dan dinamis
akan meningkatkan resiko bisnis.
b. Problem etika kapitalisme. Bagaimanakah keterkaitan antara aspek etika dengan
kapitalisme?
c. Problem mindset managerial. Bagaimana manajemen harus berpikir dalam rangka
menciptakan nilai dan menghubungkan antara etika dengan kapitalisme?

46
Dengan pendekatan pemangku kepentingan ketigamasalah bisnis diatas dapat teratasi
dengan :
a. Bisnis bisa dipahami sebagai sekumpulan hubungan antarberbagai kelompok yang
memiliki kepentingan atas kegiatan yang dilakukan organisasi (perusahaan)
b. Pendekatan pemangku kepentingan lebih memperhatikan aspek moral khususnya jika
menyangkut masalah keadilan, kebebasan pemilihan, penghindaran dampak buruk, atau
penciptaan menfaat untuk semua pihak. Oleh sebab itu, pendekatan tersebut akan lebih
bisa mengarahkan perhatian untuk menciptakan nilai-nilai dan menghindari kegagalan
moral.
c. Aspek Ideologi
Dalam sebuah artikel di tahun 1970 di majalah New York Times Magazine Milton
Friedman membuat pernyataan. Menurut Friedman jika manajer perusahaan
mempertimbangkan aspek tanggung jawab sosial dalam membuat keputusan bisnisnya maka
dia sudah melanggar tanggung jawabnya pada pemilik perusahaan. Sebagai individu
seseorang eksekutif atau manajer boleh saja menggunakan uangnya sendiri untuk
menjalankan program-program soaial yang disukainya. Pandangan Milton Friedman
konsisten dengan pemikiran Libertarianisme (Rothbard 1978) yang mengatakan bahwa
setiap individu memiliki kebebasan untuk menggunakan harta hak miliknya sesuka dia
termasuk untuk melakukan kontrak dengan pihak lain dalam meningkatkan kemakmurannya
sejauh itu tidak melaggar hak pihak lain. Den Uyl mengajukan serangkaian logika untuk
menunjukkan mengapa Stakeholder Theory dari sudut aliran Libertarianisme adalah keliru
sebagai berikut :
o Manajemen perusahaan menerima amanah titipan modal dari pemilik dan harus
mempertanggungjawabkannya
o Pemilik hanya punya satu alasan mengapa dia mempekerjakan manajemen, yaitu
untuk memaksimalkan laba (kemakmuran pemegang saham)
o Manajemen akan melanggar fiduciary trust tersebut bilamana melakukan tindakan
yang dengan sengaja justru mengurangi atau tidak berkaitan dengan maksimalisasi
laba tersebut.
d. Corporate Social Responsibility (CSR)

47
Bowen (1953) menyatakan bahwa CSR merujuk pada kewajiban perusahaan(bisnis)
untuk menjalankan kewajiban dan untuk membuat keputusan yang diharapkan dalam
konteks untuk mencapai tujuan dan niai-nilai masyarakat. Ada beberapa variasi kegiatan
yang dapat dikatagorikan sebagai CSR. Dalam perspektif jangka panjang secara umum
kegiatannya memiliki 3 ciri-ciri sebagai berikut :
a. CSR merupakan bagian perspektif jangka panjang mengenai keuntungan ekonomis
yang tidak mudah diukur walaupun bisa memberikan aset berharga yang bisa
menghasilkan keuntungan pada masa yang akan datang
b. CSR berkaitan dengan hal yang tidak terbatas pada ketentuan hukum, teknik, dan
ekonomi yang biasanya sempit. oleh sebab itu mematuhi peraturan tidak semata mata
membuat sebuah perusahaan dianggap bertanggung jawab sosial. CSR merupakan
ekspresi tindakan yang bersifat suka rela, bukan karena dipaksa pemerintah. CSR
menunjuk bahwa perusahaan sudah melampaui batas minimal kepatuhan atas standar
dan peraturan umum. CSR pada domainn kewajiban moral atau prinsip- prinsip
normatif.
c. CSR dilakukan karena adanya kesadaran bahwa perusahaan memiliki tanggung
jawab kepada semua pemangku kepentingan yang bisa ditentukan memiliki klaim
baik secara hukum ataupun moral (Jones 1999)
e. Kritik Terhadap dan Kesalahpahaman Mengenai Teori Pemangku Kepentingan
Semakin meningkatnya demokratisasi di banyak negara dimana konsumen dan
masyarakat semakin bebas berbicara, sumber daya alam yang menipis, polusi yang
semakin parah, dan masalah- masalah lainnya yang sekaligus menerpa semua
komponenlingkungan bisnis. Teori pemangku kepentingan seperti dapat menawarkan
jawaban yang disukai untuk oleh pemangku kepentingan atas masalah tersebut. Namun,
teori pemangku kepentingan ini tentunya didak lepas dari kritik walaupun sebagian
kritiknya timbul karena kesalahan dalam memahami teori ini. Beberapa kritik terhadap
teori pemangku kepentingan (disarikan dari working paper art al, 2010) :
 Stakeholder theory is an excuse for managerial opportunism (Jensen, 2000).
Manajemen bisa berargumentasi bahwa tindakannya bermanfaat karena bisa
memberi lebih banyak pihak (stakeholders). Dari sisi lain, bilamana ada

48
mismanajemen perusahaan harus memperhatikan kepentingan semua
pemangku kegiatan.
 Stakeholder theory is primarily concerned with distribution of financial help.
Teori ini menekankan pembahasan pada aspek siapa mendapatkan apa.
 All stakeholder must be treated equally. Pandangan ini berawal dari
pemikiran dala stakeholder theory bahwa perlu dijaga keseimbangan
kepentingan para pihak minoritas. Jelas secara normatif teori pemangku
kepentingan lebih berkepentingan pada terjadinya keseimbangan bukan
perlakuan atau distribusi nilai yang sama ke semua pihak.
 Steakholder theory memerlukan perubahan mendasar atas hukum yang ada
sekarang. Hukum korporasi (undang - undang perseroan) terbatas di banyak
negara dirancang dengan sudut pandang untuk kepentingan pemegang saham.
Lack of Specifity. Selain kritik yang disampaikan oleh parmar at al (2010) beberapa
ilmuan juga mengajukan pandangan negatif mengenai teori tersebut. misalnya, Key
(1999) mengatakan stakeholder theory lemah dalam hal Specifity sehingga
menyulitkan review secara ilmiah. Pemangku kepentingan hal yang sangat umum
sekali. Kepentingan antarkelompok yang sama pun (anggota masyarakat) terhadap
perusahaan bisa berbeda-beda.
Private Politics Model. Dari sudut pandang private politics model perusahaan
dianggap memilliki kepentingan sendiri dalam hal mencapai laba maksimal,
sedangkan stakeholder yang lain juga memiliki kepentingan sendiri yaitu
memaksimalkan manfaat untuk mereka sendiri tanpa mempedulikan kepentingan
perusahaan. Solusinya ialah pada saat mereka berinteraksi adalah delam negosiasi.
Bab 11 . Agama, Ideologi Dan Moralitas
a. Agama dan Organisasi
Agama adalah sekumpulan sistem budaya ,system serta cara pandang yang menetapkan
simbol-simbol yang menghubungkan kemanusiaan dengan spiritualitas dan dengan moral
etika. Tidak sedikit dalam masing-masing agama ada kelompok-kelompok yang disebut
sekte yang biasanya merupakan varian dalam pelaksaan ibadah di agama tertentu.
Fakta menunjukkan bahwa ada keterkaitan erat dan saling memengaruhi antara agama
dan organisasi. Di Negara dimana warga negaranya adalah penganut agama yang kuat,

49
sangat jelas bahwa tata nilai di masyarakat serta perilaku sehari-hari yang dipengaruhi
oleh syariat agama dan akhirnya tata nilai tersebut menentukan pola pikir dan judgment
masyarakat.
Akibat hubungan semacam itu dapat dibayangkan semua input yang masuk ke dalam
organisasi, apakah itu untuk tenaga kerja, bahan mentah, dan aspek lainnya akhirnya
terpengaruh oleh nilai-nilai agama walaupun nilai-nilai agama tersebut tidak dianut secara
konsisten sekali pun, mislanya, seperti karyawan muslim mungkin akan enggan
mengoalh produk-produk yang mengandung elemen zat yang diduga najis. Begitu pula
dari sisi output organisasi, seperti iklan, produk, dan jasa juga akan terpengaruh oleh tata
nilai agama. Misalnya, gambar iklan yang dipasang perusahaan tentu tidak sembarangan,
melainkan harus mempertimbangkan norma agama yang dianut.
Dalam konteks hubungan yang kompleks ini dapat ditebak bahwa sebagian ajaran agama
akan berpengaruh pada cara pandang pimpinan. Pada kebijakan, pada gaya
kepemimpinan. Dan pada sistem nilai dalam pergaulan di perusahaan. Secara keseluruhan
berikut ini adalah ringkasan dua pengaruh agama dalam organisasi :
1. Agama mempengaruhi tata nilai yang berlaku dalam kebijakan formil organisasi
dan/atau pergaulan pihak-pihak di dalam organisasi. Kebijakan pimpinan yang
mampu mengartikulasi nilai-nilai yang sesuai dengan keyakinan agama. Misalnya,
aspek etika keadilan ataupun upaya untuk membantu pihak yang lemah- cenderung
akan mendapat dukungan dari para karyawan dan akan mengurangi resistensi. Tidak
sedikit nilai-nilai yang diajarkan dalam agama dikutip dalam anggaran dasar, aturan
perusahaan, visi dan misi, ataupun laporan resmi perusahaan, setidaknya untuk
mengambil hati masyarakat.
2. Sebagian ajaran agama mempengaruhi perilaku sehari-hari, terutama perilaku
perilaku pihak di dalam perusahaan yang kelihatan, walaupun perilaku tersebut hanya
simbolis saja. Orang bisa saja meragukan peran agama (yang tentunya mengajarkan
keluhuran budi) dalam mempengaruhi perilaku karena tidak sedikit karyawan,
pimpinan perusahaan swasta. Dan birokrat yang korupsi. Untuk menjawab pertanyaan
ini perlu dijelaskan bahwa ajaran agama bukan satu-satunya yang mempengaruhi
perilaku, sifat greedy, kebutuhan hidup, ancaman dan faktor-faktor yang lain juga

50
dapat mempengaruhi. Selain itu, jelas sekali bahwa peran agama pula, pelaku
kejahatan tersebut biasanya tidak berani memamerkan kejahatannya secara terbuka.
3. Agama juga dapat membuka peluang bisnis, misalnya, beberapa perusahaan
mengasosiasikan dengan pelaksanaan ibadah agama tertentu (misalnya seperti bank
syariah, dan yayasan keagamaan) beberapa perusahaan memiliki peluang membangun
kebutuhan materi peribadahan (misalnya kontruksi tempat ibadah ataupun aksesoris
terkait dengan pelaksanaan ibadah agama tertentu, konsultan manajemen mengenai
aplikasi nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari).
Karena peran agama yang penting tersebut pihak-pihak tertentu sering berusaha
memanfaatkan ajaran agama demi mempengaruhi pendapat publik untuk kepentingannya.
Bahkan perang antarnegara sering dilakukan dengan alasan agama juga. Oleh sebab itu,
ideologi tertentu menuduh bahwa agama merupakan instrumen kelompok yang berkuasa.
b. Agama dan Sosialisme
Ideologi Sosialisme ada akibat perkembangan kapitalisme, sosialisme merupakan suatu
paham yang mengutamakan kebersamaan sebagai tujuan hidup. Kepentingan bersama
dan individu harus disampingkan. Sejak abad ke-19, sosialisme telah berkembang ke
banyak aliran yang berbeda, yaitu: Anarkisme, Komunisme, Marhaenisme, Marxisme,
Sindikalisme. Penerapan keyakinan mengenai tidak perlu adanya pemimpin tunggal
sehingga kehidupan diatur bersama-sama secara kolektif dapat dilihat dalam kehidupan
berbagai organisasi kemasyarakatan di desa-desa. Dalam sistem kehidupan
bermasyarakat semazcam itu masing-maisng anggota masyarakat melakukan pekerjaan
sesuai dengan kemerdekaan pribadinya masing-masing. Kerugian yang diakibatkan oleh
tindakan seorang anggota masyarakat bukannya tanpa hukuman. Masyarakat menentukan
norma sosial yang disepakati bersama dan untuk menimbulkan hak-hak serta kewajiban-
kewajiban yang harus dilakukan setiap individu.
c. Budaya korporasi dan Moralitas
Ada beberapa sebab mengapa individu lemah dalam menrapkan nilai-nilai keagamaan.
Pertama, dalam kehidupan modern dimana masyarakat sangat disibukkan dengan
kepentingan duniawi. Kedua, perkembangan IPTEK yang menyebabkan sebagian
individu menganggap ajaran agama hanyalah mitos atau cerita zaman dahulu. Ketiga,
mengikuti ajaran agama memaksa orang harus bersedia menginggalkan dunia hedonis

51
(berfoya-foya, meminum minuman keras, dan penggunaan bahan terlarang). Karena
dunia hedonis lebih bertentangan dengan ajaran agama. Dalam ajaran agama hal-hal yang
menimbulkan kesenangan tersebut dibatasi ke level normal dan itu pun hanya untuk hal-
hal yang diperbolehkan oleh Tuhan. Dengan adanya tiga masalah tersebut bisa ditebak
orientasi budaya korporasi (budaya organisasi) baik di dalam dan di luar organisasi, maka
akan muncul sifat permisif (suka mengizinkan) terhadap pelanggaran aturan agama dan
sifat transaksional dalam pergaulan antarindividu yang meluas di dalam masyarakat. Di
Negara-negara dimana kebebasan individu sangat diagungkan, mendeklarasi diri sebagai
seorang Atheis bukan lagi hal yang luar biasa. Dalam situasi tersebut jikalau indovidu
menerapkan etika bisnis yang kebetulan sama dengan tata nilai agama hal tersebut
kemungkinan besar karena alasan duniawi, bukan karena keperluan akhirat.

52

Anda mungkin juga menyukai