Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pajak merupakan aspek yang penting dalam proses pembangunan suatu bangsa
khususnya di Indonesia, karena pembangunan bertujuan untuk mewujudkan serta
meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa. Pendapatan dari penerimaan pajak yang berasal
dari rakyat merupakan kontribusi nyata dalam menunjang pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan. Dalam membayar pajak, untuk menjadikan pajak sebagai sumber
penerimaan negara yang paling utama bukanlah hal yang mudah. Masyarakat Indonesia
harus mengerti pajak dan cara perhitungannya, agar tidak terjadi kesalahan dan
penyimpangan dalam pembayaran pajak. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan
peraturan berupa Undang-Undang Perpajakan. UndangUndang tersebut mengatur
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pajak, wajib pajak, subjek pajak, objek pajak,
maupun tata cara perhitungan pajak. Pajak memiliki dua fungsi, yaitu fungsi anggaran
(budgeter) dan fungsi mengatur (regulerend). Fungsi anggaran (budgeter) dari pajak adalah
memasukkan uang ke kas negara sebanyak-banyaknya untuk keperluan belanja negara.
Dalam hal ini pajak lebih difungsikan sebagai alat untuk menarik dana dari masyarakat
untuk dimasukan ke dalam kas negara. Sementara itu, fungsi mengatur (regulerend) dari
pajak berfungsi sebagai alat penggerak masyarakat dalam sarana perekonomian untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, fungsi mengatur ini menggunakan
pajak untuk mendorong dan mengendalikan kegiatan masyarakat agar 2 sejalan dengan
rencana dan keinginan pemerintah, walaupun kadang dari sisi penerimaan (fungsi anggaran)
justru tidak menguntungkan.
Di Indonesia, dominasi pajak sebagai pos penerimaan dalam negeri telah terlihat
sejak awal berdirinya republik ini. Bersumber data APBN penerimaan dari sektor pajak
telah memberikan sokongan yang cukup signifikan yaitu di atas 50%. Dengan
meningkatnya penerimaan dari sektor perpajakan diharapkan pula pemerintah mampu
meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat tanpa menadah tangan kepada negara
lain. Pemerintah di Indonesia dalam melaksanakan program-program kerja pemerintah
untuk melakukan pembangunan dengan tujuan mensejahterakan masyarakatnya
membutuhkan dana yang besar. Pemerintah memerlukan dana, sumber daya alam dan
sumber daya manusia dalam pembiayaan pelaksanaan fungsinya, baik fungsi pokok
ekonominya maupun fungsi secara keseluruhan. Modal berupa dana tersebut selain dari
potensi alam yang dimiliki suatu negara, juga berasal dari laba suatu negara, royalti
1
pemerintah, restribusi, kontribusi, bea dan cukai, sanksi dan denda serta berasal dari pajak
(Siti Kurnia Rahayu, 2010). Salah satu penerimaan dari sektor pajak adalah Pajak
Penghasilan (PPh), Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh),
UndangUndang Pajak Penghasilan mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap subjek
pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila memperoleh penghasilan, dalam Undang-
Undang PPh disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan
dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam
tahun pajak.
Pajak Penghasilan (PPh) cukup berkontribusi dalam penerimaan pajak. Penerimaan
Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas, sebagai satu-satunya jenis pajak yang bertumbuh.
Berdasarkan data yang tercatat pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sampai dengan 31
Agustus 2015, penerimaan PPh Non Migas adalah sebesar Rp.320,997 triliun. Pertumbuhan
yang dicatatkan oleh PPh Non Migas diantaranya didukung oleh pertumbuhan PPh Non
Migas Lainnya, PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi, PPh Final, PPh Pasal 21, PPh Pasal 26, PPh
Pasal 25/29 Badan, serta PPh Pasal 23 (Sumber: www.pajak.go.id/06/12/2015).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan contoh kasus dari PPh Pasal 21?
2. Apa pengertian dan contoh kasus dari PPh Pasal 22?
3. Apa pengertian dan contoh kasus dari PPh Pasal 23?
4. Apa pengertian dan contoh kasus dari PPh Pasal 24?
5. Apa pengertian dan contoh kasus dari PPh Pasal 26?
6. Apa pengertian dan contoh kasus dari PPh Pasal 4(2)?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan contoh kasus dari PPh Pasal 21
2. Untuk mengetahui pengertian dan contoh kasus dari PPh Pasal 22
3. Untuk mengetahui pengertian dan contoh kasus dari PPh Pasal 23
4. Untuk mengetahui pengertian dan contoh kasus dari PPh Pasal 24
5. Untuk mengetahui pengertian dan contoh kasus dari PPh Pasal 26
6. Untuk mengetahui pengertian dan contoh kasus dari PPh Pasal 4(2)

BAB II
2
PEMBAHASAN

2.1 Pajak Penghasilan Pasal 21


Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) merupakan jenis pajak yang dikenakan terhadap
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain yang diterima oleh
pegawai, bukan pegawai, mantan pegawai, penerima pesangon dan lain sebagainya.
Berdasarkan Bab V Pasal 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak (PER) Nomor PER-16/PJ/2016,
Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh 21 adalah sebagai berikut:

1. Penerima penghasilan kena pajak, antara lain:

 Pegawai tetap
 Penerima pensiun berkala
 Pegawai tidak tetap dengan penghasilan per bulan melewati Rp 4.500.000
 Bukan pegawai seperti yang dimaksud dalam PER-16/PJ/2016 Pasal 3(c) yang
menerima imbalan yang sifatnya berkesinambungan.

2. Seseorang yang menerima penghasilan melebihi Rp 450.000 per hari, yang berlaku bagi
pegawai tidak tetap atau tenaga lepas yang menerima upah harian, upah mingguan, upah
satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 bulan
kalender belum melebihi Rp 4.500.000.

3. 50% dari penghasilan bruto, yang berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksud
dalam PER-16/PJ/2016 Pasal 3(c) yang menerima imbalan yang tidak bersifat
berkesinambungan.

4. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima
penghasilan, sebagaimana yang dimaksud dalam tiga poin di atas.

Selain dasar pengenaan dan pemotongan, perhitungan PPh 21 juga didasarkan atas
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Artinya, pengenaan PPh tidak secara mentah diterapkan
sesuai tarif, melainkan dikurangi PTKP terlebih dahulu.

Perhitungan PPh 21 selalu disesuaikan dengan tarif PTKP yang ditetapkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak (DJP). PTKP yang tercantum pada PER-32/PJ/2015 adalah sebagai berikut:

 Rp 54.000.000 per tahun atau setara dengan Rp 4.500.000 per bulan untuk wajib pajak
orang pribadi.

3
 Rp 4.500.000 per tahun atau setara Rp 375.000 per bulan tambahan untuk wajib pajak
yang kawin (tanpa tanggungan).
 Rp 4.500.000 per tahun atau setara Rp 375.000 per bulan tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus atau anak angkat,
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (orang) untuk setiap keluarga.

Contoh Kasus
Selama tahun 2015 Tn. Bagas Farel bekerja di PT. Maju Makmur Mandiri sebagai Direktur
Keuangan dengan gaji sebesar Rp. 10.000.000,- per bulan, NPWP Tn. Bagas 72.799.843.7-
443.000, Tn. Bagas menikah dengan Ny. Imelda Susanti yang bekerja di PT. Jaya Sentosa
sebagai Manajer Pemasaran dengan menerima gaji sebesar Rp. 8.000.000,- per bulan. Tn. Bagas
memiliki 2 orang anak.
Pada awal tahun 2016 Tn. Bagas menerima bukti potong A1 dari perusahaan untuk tahun pajak
2015 dengan nilai Rp. 5.350.000,- sedangkan bukti potong yang diterima Ny. Imelda sebesar
Rp. 3.280.000,-
Tn. Bagas dan Ny. Imelda melakukan perjanjian pemisahan harta & penghasilan (PH) dan/atau
Ny. Imelda menginginkan menjalankan kewajiban perpajakannya sendiri (MT), maka dari itu
Ny. Imelda memiliki NPWP sendiri dengan nomor 73.801.853.7-443.000.

Penghitungan pajak terutang Tn. Bagas Farel dan Ny. Imelda Susanti untuk tahun 2015:

Penghasilan Tn. Bagas :

Penghasilan Sebulan Rp. 10.000.000,-

Biaya Jabatan

(5% x Rp. 10.000.000,-) Rp. 500.000,-

Ph Neto Sebulan Rp. 9.500.000,-

Ph Neto Setahun (12 x Rp. 9.500.000,-) Rp.114.000.000,

Penghasilan Ny. Imelda:

Penghasilan Sebulan Rp. 8.000.000,-

Biaya Jabatan

(5% x Rp. 8.000.000,-) Rp. 400.000,-

4
Ph Neto Sebulan Rp.7.600.000,-

Ph Neto Setahun (12 x Rp. 7.600.000,-) Rp. 91.200.000,-

Ph Neto Gabungan (suami + istri) Rp. 205.200.000,

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Wajib Pajak Sendiri Rp. 36.000.000,-

Istri Rp. 3.000.000,-

Tanggungan Anak Rp. 6.000.000,-

Penghasilan Istri Digabung Rp. 36.000.000,-

Jumlah PTKP Rp. 81.000.000,

Penghasilan Kena Pajak Rp. 124.200.000,-

PPh 21 Terutang Gabungan:

5% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 2.500.000,-

15% x Rp. 74.200.000,- = Rp. 11.130.000,-

Jumlah PPh Gabungan = Rp. 13.630.000,-

Perhitungan pajak terutang masing-masing porsi :

Dalam pengisian SPT untuk WP OP yang status pajaknya PH & MT, penghitungan pajak di
atas diisikan dalam lampiran tersendiri form 1770 S, untuk lampiran SPT nya baik lampiran I
maupun lamiran II tidak saya tampilkan di sini, saya anggap teman-teman sudah menguasainya,
tampilan pengisian SPT nya seperti di bawah ini:
5
SPT Tn. Bagas

SPT Ny. Imelda

6
Perhitungan PPh terutang

2.2 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22


Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22
(PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak
terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang. Mengingat sangat
bervariasinya obyek, pemungut, dan bahkan tarifnya, ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih rumit

7
dibandingkan dengan PPh lainnya, seperti PPh 21 atau pun PPh 23. Pada umumnya, PPh Pasal
22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap ‘menguntungkan’, sehingga baik
penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Karena
itulah, PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.
Tarif PPh Pasal 22
1. Atas impor:
 Yang menggunakan angka pengenal importir (api) = 2,5% x nilai impor;
 Non-api = 7,5% x nilai impor;
 Yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD = 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)
3. Atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak, yaitu:
 Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
 Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
 Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
 Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau
importir bahan bakar minyak,gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain
penyalur/agen bersifat tidak final
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari
pedagang pengumpul ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk
PPN)
6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang
menggunakan API = 0,5% x nilai impor.
7. Atas penjualan
 Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
 Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp
10.000.000.000,-
 Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih
dari Rp 10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.

8
 Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp 10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih
dari 400 m2.
 Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv),
minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 5.000.000.000,-
(lima miliar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
8. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh
Pasal 22.
Contoh Kasus
PT Kertasindo adalah perusahaan yang kegiatan usahanya memproduksi kertas. Perusahaan
ini didirikan tahun 2005 dan beralamat di Jl. Diponegoro No. 28. Semarang. Nomor NPWP-
nya 01.999.888.7.508.000. berikut adalah transaksi penjualan hasil industri oleh PT
Kertasindo kepada beberapa distributornya selama November 2016.
- 02 November : PT Kertasindo menjual hasil industri kepada CV Indah senilai
Rp.110.000.000 (termasuk PPN 10%). CV indah beralamat di Jl. Alamanda No. 12
Semarang. NPWP-nya 01.333.111.4.508.000.
- 14 November : PT Kertasindo menjual hasil industri kepada Noval Pratama senilai
Rp.165.000.000 (termasuk PPN 10%). Noval Pratama beralamat di Jl. Elang No. 10
Semarang. NPWP-nya 68.111.222.3.524.000.
- 20 November : PT Kertasindo menjual hasil industri kepada UD Jaya Terus senilai
Rp.825.000.000 (termasuk PPN 10%). UD jaya Terus beralamat di Jl. Kotalama No. 14
Yogyakarta. NPWP-nya 01.555.333.6.541.000.
Diminta :
- Hitunglah PPh pasal 22 yang dipungut pada saat penjualan hasil industri kertas
- Buatkan bukti pemungutan PPh pasal 22
- Setorkan hasi pemungutan PPh tersebut dengan menggunakan SSP
- Laporkan hasil pemungutan PPh tersebut menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22
Penyelesaian :
Nama Dasar Pengenaan Pajak PPh yang dipungut
Pembeli
CV (100/110)XRp110.000.000=Rp100.000.000 0,1%XRp100.000.000=Rp100.000
Indah

9
Noval (100/110)XRp165.000.000=Rp150.000.000 0,1%XRp150.000.000=Rp150.000
Pratama
UD Jaya (100/110)XRp875.000.000=Rp750.000.000 0,1%XRp750.000.000=Rp750.000
Terus
Total Rp 1.000.000

Bukti Pemungutan PPh pasal 22

SSP (Surat Setoran Pajak)

10
Daftar Bukti Pemungutan SPT (Surat Pemberitahuan)

2.3 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 23


Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23) adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan
atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal
21. Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari
penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%,
tergantung dari objek PPh 23 tersebut.

Contoh Kasus
1. Tuan Kwon mendapatkan hadiah sebuah mobil senilai Rp. 250.000.000,- atas
undian tabungan yang diselenggarakan Bank Gdragon pada tanggal 20 Desember 2013.
Hitunglah PPh pasal 23 yang harus dipotong Bank Gdragon:
Jawab :
15% x Rp. 150.000.000 = Rp. 22.500.000
Saat terutang : akhir bulan dilakukan pembayaran yaitu pada tanggal 31 desember
2013
Saat Penyetoran : paling lambat 10 januari 2014
Saat Pelaporan : paling lambat 20 januari 2014
2. PT Andara (perusahaanpenerbit) membagikandevidensecaratunaipadatanggal 1 Mei
2016 kepada:

11
 Tuan Andi, jumlah penyertaan 15%, jumlah devide yang diterima sebesar Rp
8.000.000
 PT Ambon, jumlah penyertaan 20%, jumlah deviden yang diterima sebesar Rp
10.000.000
 PT Hilo, jumlah penyertaan 30%, jumlah deviden yang diterima sebesarRp
15.000.000
 Bank BNI (BUMN), jumlah penyertaan 32%, jumlah deviden yang diterima sebesar
Rp 17.000.000
 Bank Mandiri (BUMN), jumlah penyertaan 22%, jumlah deviden yang diterima
sebesar Rp 11.000.000

Selain itu juga pada bulan Juni 2016 membagikan royalty kepada penulis:

 Tuan Bagus (memiliki NPWP) sebesarRp 20.000.000


 Tuan Andara (tidakmemiliki NPWP) sebesarRp 15.000.000
 Tuan Eben (mempunyai NPWP) sebesarRp 32.000.000

Diminta:

- Hitunglah PPh pasal 23 yang dipotong oleh PT Andara atas pembagian deviden
- Hitunglah PPh pasal 23 yang dipotong oleh PT Andara atas pembagian royalti

Jawab:

- PPhPasal 23 yang dipotong PT Andara atas pembayaran deviden:


Tuan Andi 15% x Rp 8.000.000 = Rp 1.200.000
PT Ambon = Rp –
PT Hilo 15% x Rp 15.000.000 = Rp 2,250.000
Bank BNI 15% x Rp 17.000.000 = Rp 2.550.000
Bank Mandiri = +

Jumlah PPh pasal 23 yang dipotong = Rp 6.000.000

- PPh Pasal 23 yang dipotong PT Andara atas pembayaran Royalti yakni :


Tuan Bagus 15% x Rp 20.000.000 = Rp 3.000.000
Tuan Andara 15% x Rp 15.000.000 + 100% = Rp 4.500.000
Tuan Eben 15% x Rp 32.000.000 = Rp 4.800.000 +
Jumlah PPh Pasal 23 yang dipotong = Rp 12.300.000

12
2.4 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 24
PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24) adalah peraturan yang mengatur hak wajib
pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak
terhutang yang dimiliki di Indonesia. Sehingga, jumlah pajak yang harus dibayar di
Indonesia dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar di luar negeri,
asalkan nilai kredit pajak di luar negeri tidak melebihi hutang pajak yang ingin dibayar di
Indonesia. Pemanfaatan kredit pajak di luar negeri ini dimaksudkan agar wajib pajak tidak
terkena pajak ganda
Contoh Kasus
PT. YGent yang berlokasi di Jakarta selama tahun 2014 memperoleh penghasilan baik dari
usahanya dari dalam negeri maupun beberapa cabangnya yang berada di luar negeri.
Penghasilan netto dari dalam negeri Rp. 15.000.000, sedangkan usahanya diluar negeri,
seperti Korea Selatan memperoleh penghasilan Rp 30.000.000.000, Jepang memperoleh
penghasilan Rp. 50.000.000.000, sedangkan di Cina rugi Rp 20.000.000.000. pajak yang
telah dibayar diluar negeri sebesar 40% untuk Korea 25% untuk Jepang dan 30% untuk
China. Berapa PPh Pasal 24 yang diperkenakan untuk dikredit dengan pajak penghasilan
yang harus dibayar didalam negeri ?
Jawab:
- Mencari penghasilan kena pajak (PKP):
Penghasilan netto dalam negeri Rp. 15.000.000.000
Penghasilan netto luar negeri
Korea selatan Rp. 30.000.000.000
Jepang Rp. 50.000.000.000

Jumlah penghasilan netto luar negeri Rp. 80.000.000.000 +

Penghasilan kena pajak (PKP) Rp. 95.000.000.000

- Mencari pajak penghasilan terutang dari jumlah PKP sebesar Rp. 95.000.000.000:
25% x Rp. 95.000.000.000 = Rp. 23.750.000.000
- Mencari kredit pajak luar negeri (KPLN) :
Korean selatan: Rp. 30.000.000.000 / Rp. 95.000.000.000 x Rp. 23.750.000.000 = Rp.
7.500.000.000

13
Jepang: Rp. 50.000.000.000 / Rp. 95.000.000.000 x Rp. 23.750.000.000 = Rp.
12.500.000.000
- Mencari pajak yang telah dibayar atas penghasilan luar negeri :
Korea selatan: 40% x Rp. 30.000.000.000 = Rp. 12.000.000.000
Jepang: 25% x Rp. 50.000.000.000 = Rp. 12.500.000.000

PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan Korea selatan sebesar
Rp. 7.500.000.000

PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan Jepang sebesar Rp.
12.500.000.000

Jumlah PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri :

Rp. 7.500.000.000 + Rp. 12.500.000.000 = Rp. 20.000.000.000

2.5 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 26

Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan
yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Hal yang menentukan seorang individu atau perusahaan dikategorikan sebagai wajib pajak
luar negeri adalah:
- seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
- seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia.
- Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti
dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri, diwajibkan untuk memotong Pajak
Penghasilan Pasal 26 atas transaksi tersebut.
Tarif untuk Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26)
Tarif 20% (final) atas jumlah bruto yang dikenakan atas:
1. Dividen
14
2. Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan
pembayaran pinjaman
3. Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset
4. Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
5. Hadiah dan penghargaan
6. Pensiun dan pembayaran berkala
7. Premi swap dan transaksi lindung lainnya
8. Perolehan keuntungan dari penghapusan utang
Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari:
 Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia.
 Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
 Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau
pengalihan saham perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang
didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki
hubungan khusus untuk suatu entitas atau bentuk usaha tetap (BUT) didirikan di Indonesia.
 Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan
pajak, suatu bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia.

Contoh Kasus
- Seorang atlet dari China yang ikut mengambil bagian dari perlombaan lari maraton di
Indonesia berhasil meraih juara dan memperoleh hadiah uang tunai sebesar
Rp100.000.000. Atas penghasilan dari hadiah tersebut dikenakan PPh Pasal 26.
Hitunglah PPh Pasal 26?
Jawaban:
PPh Pasal 26 = 20% x Rp100.000.000 = Rp 20.000.000
Maka, atas penghasilan yang diterima oleh atlet dari China tersebut akan dipotong PPh
Pasal 26 sebesar Rp20.000.000.
- Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dira Consulting. Mike tinggal di
Indonesia kurang dari 183 hari. Mike sudah beristri dan mempunyai seorang anak. Pada
bulan april 2016 Mike memperoleh gaji sebesar US$10.000 sebulan. Kurs yang berlaku
adalah Rp10.500,- per US$ 1. Hitunglah PPh Pasal 26?
Jawaban:
Penghasilan bruto berupa gaji sebulan: US$10.000 x Rp10.500 = Rp105.000.000

15
PPh Pasal 26 = 20% x Rp105.000.000 = Rp21.000.000
Jadi, PPh pasal 26 atas gaji Mike bulan April 2016 adalah Rp21.000.000
2.6 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 4 (2)
Pajak penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat 2 adalah pajak penghasilan yang bersifat final,
sehingga apabila wajib pajak telah melunasinya, maka kewajiban pajak telah selesai.
Penghasilan yang dikenakan PPh final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain
yang tidak bersifat final. PPh Pasal 4 ayat 2 ini dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan,
transaksi, atau usaha tertentu lainnya yang telah ditentukan.
Contoh Kasus
- Aditya menyimpan uang di Bank ABC dalam bentuk deposito sebesar Rp100.000.000
dengan tingkat bunga 12% per tahun. Atas deposito tersebut, Aditya menerima bunga
setiap bulan sebesar Rp1.000.000. Berapa besaran pajak yang harus dibayarkan atas
bunga deposito Aditya?
Jawab:
PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong Bank ABC adalah 20% x Rp1.000.000 = Rp200.000
Pajak deposito per tahun = Rp200.000 x 12 bulan = Rp2.400.000
- Tuan Galan menjual 1000 lembar saham dengan harga Rp3.000 per lembar. Berapa
pajak yang harus dikenakan atas transaksi penjualan saham tersebut?
Jawab:
PPh Pasal 4 ayat 2 atas penjualan saham adalah 0,1% x Rp3.000 x 1000 = Rp3.000.

16
BAB III

KESIMPULAN

PPh pasal 21 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima dari pekerjaan, PPh pasal 22 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas
penghasilan yang berasal dari penjualan pada instansi pemerintah, impor, dan industri
tertentu, PPh pasal 23 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang
diperoleh dari penggunaan harta atau modal, PPh pasal 24 merupakan pasal yang mengatur
penghasilan yang berasal dari luar negeri, PPh pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang
dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, PPh pasal 4(2) merupakan pajak penghasilan yang
dikenakan atas penghasilan yang bersifat final. Selain itu, pasal-pasal di atas memiliki
beberapa contoh kasus yang dapat diketahui bagaimana penyelesaiannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Resmi, Siti. 2017. Perpajakan : teori dan Kasus. Edisi ke-10. Jakarta : Salemba Empat
Anita. 2015. Contoh Penghitungan Pajak Terutang Dan Pengisian SPT Tahunan WP OP
Yang Status Perpajakannya PH & MT. http://anitasharing.blogspot.com/2015/08/contoh-
penghitungan-pajak-terutang-dan_28.html. 16 Maret 2019

18

Anda mungkin juga menyukai