Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Dosen iPengampu:
Ana Mufidah, S.E., MM
Dr. Novi Puspitasari, SE, M.M

Disusun ioleh:
Chica Dewi Qintiamany (190810201039)
Intan Malehatus Soleha (190810201046)
Afifah Aziz Fitriani (190810201048)
Amelia Azharin (190810201052)
Rivani Atwinda Diva (190810201061)
Ravina Atwinda Diva (190810201062)
Aldy Prayoga Wiranata (190810201208)

PRODI S1 MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JEMBER
2021
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

1.1. LATAR BELAKANG ....................................................................................................... 1

1.2. RUMUSAN MASALAH................................................................................................... 1

1.3. TUJUAN ............................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3

2.1. PENGERTIAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI .................................................... 3

2.2. PENGHASILAN BRUTO DAN POTONGAN BIAYA YANG DIPERKENANKAN5

2.3. PENGHASILAN KENA DAN TIDAK KENA PAJAK DALAM SUAMI ISTRI ...... 8

2.4. TARIF PAJAK PENGHASILAN ................................................................................. 12

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 12

3.1. KESIMPULAN ............................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 14


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia sendiri banyak warga yang masih kurang percaya dengan adanya
pajak. Bahkan dilihat dari lingkungan masyarakatnya mereka hanya mengenal pajak
sebagai suatu tradisi membayar sejumlah pungutan kepada pemerintah tanpa mengerti
dasar serta maksud dan tujuan dari pembayaran pajak. Pajak merupakan suatu kontribusi
yang harus dilaksanakan oleh wajib pajak. Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak sendiri terbagi menjadi beberapa hal, diantaranya yaitu pajak penghasilan
wajib pajak orang pribadi. Pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi sering dikenal
dengan sebutan PPh OP. PPh OP adalah pengenaan pajak terhadap subjek pajak milik
orang pribadi atas penghasilan atau pendapatan yang diterima atau diperoleh dalam tahun
pajak. Untuk menentukan seberapa besar pajak PPh OP yang harus dibayarkan oleh wajib
pajak yaitu menggunakan metode tariff progresif.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian wajib pajak orang pribadi dan bagaimana mekanisme
perhitungannya?
2. Apa yang dimaksud dengan penghasilan bruto dan potongan biaya yang
diperkenankan
3. Berapakah tarif pajak penghasilan?
4. Apa saja penghasilan kena dan tidak kena pajak dalam suatu istri?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian wajib pajak orang pribadi serta mengetahui
bagaimana mekanisme dalam perhitungannya
2. Untuk mengetahui pengertian penghasilan bruto dan potongan biaya yang
diperkenankan
3. Untuk mengetahui jumlah tarif pajak penghasilan
4. Untuk mengetahui apa saja penghasilan yang kena dan tidak kena pajak dalam
suami istri
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Wajib Pajak Orang Pribadi


Wajib pajak secara umum adalah orang pribadi maupun badan sebagai pembayar
pajak, pemotong pajak serta pemungut pajak memiliki hak dan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di
Indonesia. Sebagai subjek pajak, orang pribadi bebas bertempat tinggal di Indonesia
maupun di luar Indonesia. Seseorang baru disebut sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi
(WPOP) ketika telah menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia atau melalui Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Wajib Pajak Orang
Pribadi atau WPOP terbagi menjadi dua, yaitu Wajib Pajak subjek Dalam Negeri
(WPDN) dan Wajib Pajak subjek Luar Negeri (WPLN).
➢ Wajib Pajak subjek Dalam Negeri (WPDN)
Wajib Pajak Orang Pribadi Sudah diatur dalam Undang-Undang Pajak
Penghasilan (UU PPh) Nomor 36 Tahun 2008. Kriteria Wajib Pajak subjek Dalam Negeri
adalah sebagai berikut:
• Orang Pribadi yang bertempat tinggal atau menetap di Indonesia
• Orang Pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
atau
• Orang Pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia.
➢ Wajib Pajak subjek Luar Negeri (WPLN)
Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) Nomor 36 Tahun 2008. Kriteria
disebut Wajib Pajak subjek Luar Negeri adalah sebagai berikut ini:
• Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang tidak
tinggal di Indonesia lebih 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
• Orang pribadi yang tidak tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang tidak tinggal di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia, tidak dari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui kegiatan melalui Bentuk Usaha tetap (BUT) di Indonesia.
➢ Mekanisme atau Rumus (PPh)
Mekanisme penghitungan PPh Orang Pribadi (OP) dibedakan dari jumlah
penghasilan dan penggunaan metode pencatatan atau pembukuan yang dilakukan,
diantaranya:
A. Mekanisme PPh OP Secara Umum
Rumus PPh atau mekanisme umum ini berlaku bagi WP OP yang menjalankan
usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan melakukan pembukuan.
Pembukuan merupakan proses pencatatan keuangan yang meliputi harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan
barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan
laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Perhitungan pajak bagi orang
pribadi yang menyelenggarakan pembukuan ini dilakukan dengan menggunakan
mekanisme perhitungan biasa sesuai ketentuan tarif pada UU PPh Pasal 17.
B. Mekanisme PPh Final PP 23/2018
Rumus PPh atau mekanisme perhitungan PPh OP ini berlaku bagi wajib pajak
pribadi yang memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam setahun. WP
OP ini hanya menyelenggarakan pencatatan saja dalam satu tahun pajak. Rumus PPh atau
perhitungan PPh OP ini tidak menyelenggarakan pembukuan, sehingga akan dikenakan
PPh yang bersifat final sesuai tarif dan ketentuan pada PP 23 Tahun 2018, yakni tarif PPh
Final sebesar 0,5% dari omzet bruto.
C. Mekanisme PPh OP secara NPPN
Rumus PPh atau penghitungan PPh OP dengan mekanisme NPPN ini bagi yang
tidak menyelenggarakan pembukuan.Norma penghitungan penghasilan neto ini bisa
digunakan oleh wajib pajak dengan peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu
tahun.Untuk menggunakan mekanisme NPPN ini, WP OP harus mengajukan
pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).Dengan demikian, cara
menghitung pajak penghasilan dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan jumlah
penghasilan neto berdasarkan ketentuan norma yang ditetapkan pada Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015.Kemudian PPh-nya dihitung berdasarkan tarif
pada UU PPh Pasal 17.
2.2 Penghasilan Bruto dan Potongan Biaya Yang Diperkenankan
➢ Pajak Penghasilan Bruto
Penghasilan bruto adalah penghasilan kotor yang terkumpul dalam satu tahun.
Sumber penghasilan bruto dapat berasal dari mana saja, selama penghasilan itu diperoleh
dari aktivitas kerja, seperti hasighal usaha atau gaji tetap. Penghasilan bruto adalah tidak
hanya diterapkan pada Wajib Pajak perorangan saja. Namun juga diterapkan pada Wajib
Pajak institusi, badan usaha, dan sejenisnya. Penghasilan bruto menjadi jenis penghasilan
yang nantinya akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21.
Penghasilan bruto dibagi dalam dua jenis penghasilan, yakni yang bersifat rutin
dan tidak rutin. Penghasilan yang bersifat rutin ini merujuk pada pendapat dari gaji pokok
juga tunjangan. Sementara yang tidak rutin, contohnya bonus atau THR.
➢ Komponen Penghasilan Bruto Yang Harus Dilaporkan
Sebagaimana diatur perihal penghasilan, penghasilan bruto adalah jenis
penghasilan yang juga punya beberapa komponen wajib lapor pajak. Komponen-
komponen ini wajib tercantum dalam laporan SPT tahunan. Diantaranya;
• Uang pensiunan (bagi yang sudah pensiun) serta gaji.
• Berbagai tunjangan, termasuk di sini Tunjangan Hari Raya, Tunjangan Hari Tua,
Tunjangan PPh, juga tunjangan lainnya seperti tunjangan kesehatan, transportasi, makan,
hingga tunjangan biaya pendidikan.
• Honorarium juga wajib dilaporkan, termasuk apabila honorarium berbentuk imbalan atau
uang tunai.
• Premi asuransi yang dibayarkan.
• Bonus tahunan yang diterima.
➢ Biaya Pengurang Penghasilan Bruto
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
• Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara
lain: biaya pembelian bahan; biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,
gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;
bunga, sewa, dan royalti; biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi asuransi;
biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; biaya administrasi; dan pajak kecuali Pajak Penghasilan;
• Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun;
• Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
• Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan;
• Kerugian selisih kurs mata uang asing;
• Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
• Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
• Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat telah dibebankan sebagai
biaya dalam laporan laba rugi komersial; Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang
yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan telah diserahkan perkara
penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani
piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur
bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu. Syarat telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur
bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
• Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah;
• Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
• Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
• Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
dan
• Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan biaya tersebut didapat kerugian,
kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya
berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.
2.3 Tarif Pajak Penghasilan
Berdasarkan pasal 17 Undan-Undang Pajak Penghasilan no 36 tahun 2008,
ditetapkan tarif pajak penghasilan untuk orang pribadi yang dapat digunakan untuk
menghitung pajak penghasilan pasal 21 pegawai, yaitu:
1. Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 dikenakan tarif pajak 5%.
2. Diatas Rp. 50.000.000,00 s/d Rp. 250.000.000,00 dikenakan tarif 15%.
3. Diatas Rp. 250.000.000,00 s/d Rp. 500.000.000,00 dikenakan tarif 25%.
4. Diatas Rp. 500.000.000,00 dikenakan tarif 30%.
Pengenaan tarif tersebut hanya dikenakan untuk pegawai dan penerima pensiun,
sedangkan untuk jenis pajak penghasilan pasal 21 untuk bukan pegawai dan peserta
kegiatan diberlakukan tarif yang berbeda, yaitu dikenakan langsung dari penghasilan
bruto dengan tarif 5%.
2.4 Penghasilan Kena dan Tidak Kena Pajak Dalam Suami Istri
Penghasilan Kena Pajak merupakan penghasilan Wajib Pajak yang menjadi dasar
untuk menghitung pajak penghasilan. Pendapatan kena pajak diatur dalam Pasal 6
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Penghasilan Tidak Kena Pajak atau PTKP merupakan besarnya penghasilan yang
menjadi batasan tidak kena PPh Pasal 21 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP).
Dengan kata lain, jika penghasilan bulanan seseorang tidak mencapai ambang batas
PTKP maka tidak wajib bayar pajak. Pada prinsipnya (sudut pandang perpajakan),
keluarga merupakan satu kesatuan ekonomi yang mana satu NPWP cukup digunakan
untuk satu keluarga. Artinya, penghasilan dan pengeluaran maupun kerugian dari seluruh
anggota keluarga (termasuk perempuan yang sudah menikah), digabungkan menjadi satu
kesatuan yang dikenakan pajak.
➢ 4 Jenis Status Perpajakan Dalam Suami Istri:
1. Status Kepala Keluarga ( KK )
Suami istri yang tidak menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakan secara terpisah. Istri dalam melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga.
2. Status Hidup Berpisah ( HB )
Jika suami istri berdasarkan putusan hakim memilih hidup berpisah (cerai), maka
hak dan kewajiban pajak suami dan istri tersebut dilakukan secara terpisah.
3. Status Pisah Harta ( PH )
Kondisi yang terjadi, jika dalam sebuah perkawinan suami istri mengadakan
perjanjian pisah harta secara tertulis. Istri akan memiliki NPWP yang berbeda dengan
suami dan menjalankan kewajiban perpajakannya sendiri.
4. Status Memilih Terpisah ( MT )
Istri dapat mengajukan status MT jika ingin memiliki NPWP terpisah dari suami
tanpa mengadakan perjanjian (tertulis) pisah harta.
Contoh Kasus 1 (KK) :
Rama merupakan pegawai negeri sipil (PNS) dengan penghasilan bruto sebulan
Rp10.000.000 dengan pengurang penghasilan sebesar Rp1.000.000. Rama memiliki
seorang istri (Rina) yang merupakan karyawan di sebuah perusahaan swasta dengan
penghasilan bruto sebulan Rp8.000.000 dan pengurang penghasilan sebesar Rp500.000.
Per 1 Januari 2018, Rama dan Rina telah memiliki satu anak yang menjadi
tanggungannya (K/1). Rina memilih untuk ikut suaminya dalam hal kewajiban
perpajakan (status KK).
Perhitungan PPh terutang:
Contoh Kasus 2 (MT)
Kondisi yang sama, hanya saja Rina memilih untuk menjalankan kewajiban
perpajakannya sendiri dan telah memiliki NPWP sendiri (status MT).
Besaran PTKP Wajib Pajak Orang Pribadi
Besaran PTKP yang sudah ditetapkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi terhitung
sejak tahunan pajak 2016 adalah sebagai berikut:
• Laki-laki/Perempuan Lajang
TK/0 Rp54.000.000
TK/1 Rp58.500.000
TK/2 Rp63.000.000
TK/3 Rp67.500.000
• Laki Laki Kawin
K/0 Rp58.500.000
K/1 Rp63.000.000
K/2 Rp67.500.000
K/3 Rp72.000.000
• Suami Istri Digabung
K/I/0 Rp112.500.000
K/I/1 Rp117.000.000
K/I/2 Rp121.500.000
K/I/3 Rp126.000.000

Keterangan:
- TK : Tidak Kawin
- K : Kawin
- K/I : Kawin dengan penghasilan suami dan istri digabung.
(Tanggungan maksimal 3 orang)
2.5 Studi Kasus Pajak Penghasilan Pengusaha
✓ Dengan Mekanisme PPh OP Secara Umum
Pak Abdul punya usaha Tekstil. Status menikah dengan 2 tanggungan. Pada 2020,
Pak Abdul memiliki penghasilan bruto dari usahanya yang dicatatkan menggunakan
metode pembukuan sebesar Rp5.000.000.000. Biaya dari usaha tersebut mencapai
Rp2.500.000.000. Dari perusahaan tekstil yang dijalankannya ini, Pak Abdul menjabat
sebagai direktur dengan gaji Rp250.000.000 setahun, dan sudah dipotong untuk PPh
Pasal 21 sebesar Rp5.389.450 per bulan oleh pemberi kerja dalam hal ini perusahaannya
menjadi sebesar Rp136.763.580.
Maka, rumus PPh dan cara menghitung pajak penghasilan atau PPh Terutang untuk
tahun 2020 adalah:
Peredaran Bruto Usaha Rp5.000.000.000
Biaya-biaya Rp2.500.000.000 (-)
Penghasilan Neto dari Usaha Rp2.500.000.000
Penghasilan Neto dari
Rp 136.763.580 (+)
Karyawan
Total Penghasilan asumsi tidak ada koreksi fiskal* Rp2.636.763.580
PTKP (K/2) Rp 67.500.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak Rp2.569.263.580
Penghasilan Kena Pajak pembulatan ke ribuan terdekat* Rp2.569.263.000
PPh terutang tahun 2020
5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp 250.000.000 Rp 37.500.000
25% x Rp 500.000.000 Rp 125.000.000
30% x Rp1.769.263.000 Rp 530.778.900
Total PPh Terutang Rp 695.778.900
Kredit Pajak PPh 21 Rp 5.389.450 (-)
PPh 29 (Kurang Bayar) Rp 690.389.450

✓ Dengan Mekanisme PPh Final 23/2018


Pak Aldy memiliki usaha distro. Pada tahun 2020, Pak Aldy memperoleh omzet
bruto sebesar Rp 3000.000.000. Selama bulan Januari 2020, ia mendapat penghasilan Rp
250.000.000. Karena omzet bruto dari usahanya tidak mencapai Rp 4,8 miliar dalam
setahun, maka Pak Aldy menggunakan perhitungan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 23
tahun 2018, jadi PPh Final dari usaha tersebut adalah:
Penghasilan Bruto Rp 250.000.000
Tarif PP 23 0,5 % (×)
PPh Final Rp 1.250.000
✓ Mekanisme PPh OP Secara Umum
Pak Kelik seorang Konsultan di Jakarta, punya 1 istri yang tidak bekerja dan 3 anak.
Pendapatan bruto sebagai jasa konsultan selama 2020 sebesar Rp800.000.000. Selain itu
Pak Kelik juga punya usaha budidaya ikan Lele di Solo dengan omzet bruto
Rp500.000.000. Pak Kelik tidak melakukan pembukuan atas seluruh transaksi yang
terjadi, baik yang berkaitan dengan usaha budidaya ikan Lele maupun profesinya sebagai
konsultan. Di sini Pak Kelik mengajukan penggunaan NPPN kepada DJP dalam
menentukan penghasilan netonya.
Berikut rumus PPh dan cara menghitung pajak penghasilan Pak Kelik dengan metode
NPPN:
Budidaya Ikan Lele Konsultan
Penghasilan Bruto Rp500.000.000 Rp800.000.000
NPPN 22% (x) 55% (x)
Penghasilan Neto Rp 110.000.000 Rp440.000.000
Total Penghasilan Neto Rp550.000.000
PTKP (K/3) Rp 72.000.000 (-)
Pendapatan Kena Pajak Rp478.000.000
PPh terutang tahun 2020:
5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp 250.000.000 Rp 37.500.000
25% x Rp 178.000.000 Rp 44.500.000
Total PPh Terutang Rp 84.500.000

Catatan
• Angka 22% untuk budidaya ikan lele di daerah
• Angka 55% sebagai konsultan di Ibukota Provinsi
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atau yang sering disebut dengan
PPh OP adalah pengenaan pajak terhadap subjek pajak milik orang pribadi atas
penghasilan atau pendapatan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. PPh OP
terbagi menjadi 2 yaitu Wajib Pajak subjek Dalam Negeri (WPDN) dan Wajib Pajak
subjek Luar Negeri (WPLN). Dan untuk menentukan pengenaan pajak penghasilan wajib
pajak orang pribadi yaitu terdapat beberapa mekanisme yang dibedakan dari jumlah
penghasilan dan penggunaan metode pencatatan atau pembukuan yang dilakukan. Salah
satu contohnya yaitu mekanisme PPh Final PP 23/2018 dan mekanisme PPh OP secara
NPPN.
Daftar Pustaka

Fitriya. (2021). "Bagaimana Cara Menghitung PPH Pengusaha?",


https://klikpajak.id/blog/perhitungan/bagaimana-cara-menghitung-pph-pengusaha/, diakses
pada 27 Agustus 2021.
Khurin. (2021). Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami Istri Bekerja. Jakarta: Konsultanku.
Muammar, A. (2012). Dampak Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terhadap Jumlah Pajak
Penghasilan Tahunan. Jurnal Integrasi , 4(2): 187-193.
Prabandaru, A. (2021). "Pahami 3 Pengelompokan Pajak yang Berlaku di Indonesia",
https://www.pajak.go.id/id/biaya-yang-diakui-sebagai-pengurang-penghasilan-bruto, diakses
pada 27 Agustus 2021.

Anda mungkin juga menyukai