PAJAK PENGHASILAN
(UMUM)
KELOMPOK 1:
ERINNA YULIA PUTRI_2202106017
ADYNDA SURYA A. K_2202106018
PAJAK PENGHASILAN UMUM
01 02 03
PENDAHULUAN DEFINISI DASAR
PPH HUKUM PPH
04 05 06
SUBJEK OBJEK PPH OBJEK PPH
PAJAK BENTUK USAHA
TETAP
07 08 09
PENGURANGN MENGHITUN PELUNASAN
PENGHASILAN G PPH PPH
01 Pendahuluan
Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang
Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983. Undang-Undang tersebut telah beberapa
kali diubah dan disempurnakan, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1991, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000, dan yang terakhir Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2008.
Pokok-pokok perubahan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000 adalah:
1. dalam rangka meningkatkan keadilan pengenaan pajak maka
dilakukan perluasan Subjek dan Objek Pajak dalam hal-hal tertentu
dan pembatasan pengecualian atau pembebasan pajak dalam hal
lainnya;
Lanjutan
2. dalam rangka meningkatkan daya saing dengan negara-negara lain,
mengedepankan prinsip keadilan dan netralitas dalam penetapan
tarif, dan memberikan dorongan bagi berkembangnya usaha-usaha
kecil maka struktur tafir pajak yang berlaku juga perlu diubah dan
disederhanakan yang meliputi penurunan tarif secara bertahap,
terencana, pembedaan tarif, serta penyederhanaan lapisan yang
dimaksudkan untuk memberikan beban pajak yang lebih
proporsional bagi tiap-tiap golongan wajib pajak tersebut; dan
3. untuk lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, sistem self
assessment tetap dipertahankan dan diperbaiki. Perbaikan terutama
dilakukan pada sistem pelaporan dan tata cara pembayaran pajak
pada tahun berjalan agar tidak mengganggu likuiditas Wajib Pajak
dan lebih sesuai dengan perkiraan pajak yang akan terutang.
02 Definisi Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) adalah
pajak yang dikenakan terhadap
Subjek Pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya
dalam suatu tahun pajak.
03 Dasar Hukum
Peraturan perundangan yang mengatur PPh
di Indonesia adalah UU Nomor 7 Tahun 1983
yang telah disempurnakan dengan UU
Nomor 7 Tahun 1991, UU Nomor 10 Tahun
1994, UU Nomor 17 Tahun 2000, UU Nomor
36 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden, Keputusan Menteri
Keuangan, Keputusan Direktur Jenderal
Pajak, dan Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak.
04 Subjek Pajak
Subjek PPh adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk
memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan PPh.
UU PPh di Indonesia mengatur pengenaan PPh terhadap Subjek Pajak
berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
Tahun Pajak. Subjek Pajak akan dikenakan PPh apabila menerima atau
memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Jika Subjek Pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara
objektif maupun subjektif maka disebut Wajib Pajak (WP).
1. Penghasilan berupa deposito dan tabungan lainnya , bunga obligasi dan surat
utang negara , dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi .
2. Penghasilan berupa hadiah undian
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan aset berupa tanah / bangunan
5. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ,Keputusan
Kementerian Keuangan , dan Peraturan Perundang undangan perpajakan lainnya.
Penghasilan Tidak Termasuk Objek Pajak
Berdasarkan Pasal 4 Ayat (3) UU Nomor 36 Tahun 2008 , Penghasilan yang tidak termasuk
Objek Pajak menurut ketentuan tersebut adalah :
1. Bantuan / sumbangan
2. Warisan
3. Aset termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
4. Penggantian / imbalan sehubungan dengen pekerjaan jasa
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
6. Dividen
7. Iuran yang diterima dari dana pensiun
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
9. Beasiswa yang memenuhi persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
10. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyeenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu .
06. Objek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap
Berdasarkan Pasal 5 Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 , Objek Pajak Bentuk
Usaha Tetap adalah :
1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan Bentuk Usaha Tetap tersebut dan dari aset
yang dimiliki atau dikuasai oleh Bentuk Usaha Tetap
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan , penjualan barang , dan
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan /dilakukan oleh
Bentuk Usaha Tetap di Indonesia
2. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya
yang berkaitan dengan usaha Bentuk Usaha Tetap .
3. Biaya kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan yaitu biaya royalti , imbalan ,
bunga.
4. Pembayaran berikut sebagaimana no 3 yang diterima dan diperoleh dari kantor pusat
tidak dianggap sebagai Objek Pajak , kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha
perbankan .
Penghasilan BUT yang Ditanamkan Kembali di Indonesia
Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap
di Indonesia dikenakan pajak sesuai Ketentuan Pasal 26 ayat (4) UU Pajak Pnghasilan
dengan tarif sebesar 20% . Apabila ingin ditanamkan kembali di Indonesia , atas
penghasilan tersebut tidak dipotong pajak , dengan syarat :
1. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi
Pajak Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri / peserta pendiri .
3. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling sedikit dalam
jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan berproduksi
secara komersial .
Contoh Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak Bentuk Usaha :
1. Diri Wajib Pajak Rp2.880.000 Rp12.000.000 Rp13.200.000 Rp 15.840.000 Rp 24.300.000 Rp 36.000.000 Rp54.000.000
Tarif Khusus. Tarif khusus PPh terutang sebesar 1% dari peredaran bruto usaha bagi
WP orang pribadi dan badan kecuali bentuk usaha tetap yg memiliki penghasilan dari
peredaran bruto usaha tertentu. Peredaran bruto usaha tertentu yg dimaksud adalah
sebesar RP4.8000.000.000 setahun. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013.
Penghasilan Kena Pajak
Secara umum, besarnya PPh bagi WP dalam negeri dan bentuk
usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi
biaya utk mendapatkan, menagihkan, dan memelihara penghasilan.
Penghasilan bruto yg dimaksud adalah penghasilan sesuai dgn
Pasal 4 ayat (1) UU PPh tidak termaksud penghasilan yg
dikenakan PPh bersifat final sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat
(2) dan penghasilan yg dikecualikan dari objek pajak.
UU PPH KETERANGAN
Pasal 4 ayat (1) Penghasilan Termasuk Objek Pajak
Pasal 6 ayat (1) Biaya Diperkenankan sebagai Pengurang (deductible expenses)
Pasal 6 ayat (2) Kompensasi Kerugian
Pasal 7 ayat (1) Penghasilan Tidak Kena Pajak
Pasal 9 ayat (1) Biaya Tidak Diperkenankan sebagai Pengurang (non-deductible expenses)
• Huruf b • Biaya yg dibebankan atau dikeluarkan utk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota.
• Huruf c • Pembentukan dan pemupukan dana cadangan dengan syarat tertentu.
• Huruf d • Premi asuransi tertentu yg dibayar oleh pemberi kerja (sbg WP orang
pribadi) dan premi tsb dihitung sbg penghasilan WP yg menerima.
• Huruf e • Natura dlm bentuk makanan & minuman bagi seluruh pegawai dan
natura dan kenikmatan utk daerah tertentu yg diatur dlm Peraturan
• Huruf f Menkeu.
• Jumlah yg melebihi kewajaran yg dibayarkan kpd pemegang saham atau
kpd pihak yg mempunyai hubungan istimewa sbg imbalan sehubungan
dgn pekerjaan yg dilakukan.
UU PPH KETERANGAN
• Huruf g • Aset yg dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan zakat yg diterima oleh
badan amal zakat atau Lembaga amal zakat yg dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yg diakui di Indonesia, yg diterima oleh Lembaga keagamaan yg
dibentuk/disahkan oleh pemerintah, yg ketentuannya diatur dgn atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
• Huruf h • Pajak Penghasilan
• Huruf I • Biaya yg dibebankan atau dikeluarkan utk kepentingan pribadi WP atau yg
menjadi tanggungannya.
• Huruf j • Gaji yg dibayarkan kpd anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yg modalnya tdk terbagi atas saham.
• Huruf k • Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yg berkenaan dgn pelaksanaan perundang-undangan bidang
perpajakan.
Penentuan penghasilan kena pajak dikelompokkan menjadi:
1. WP Orang Pribadi dan Badan yg Memiliki Peredaran Usaha Tertentu
a. Tarif yg dikenakan adalah 0.5%.
b. PKP yg dimaksud adalah peredaran bruto sebulan.
c. Pph terutang dihitung dikalikan penghasilan kena pajak.
PPh Terutang= Tarif × PKP
= 1% × Peredaran bruto sebulan
2. WP Orang Pribadi Menggunakan Norma Penghitungan
a. Tarif yg dikenakan adalah tarif Pasal 17 UU PPh ayat (1) huruf a UU PPh.
b. PKP dihitung sbg berikut.
PKP= Penghasilan neto-PTKP
= (Peredaran bruto × % NPPN)-PTKP
c. PPh terutang dari tarif dikalikan PKP:
PPh terutang= Taruf × PKP
= Tarif × (Peredaran bruto × % NPPN)-PTKP
3. WP Orang Pribadi Menyelenggarakan Pembukuan
a. Tarif yg dikenakan adalah tarif pasal 17 UU PPh ayat (1) huruf a UU PPh.
b. PKP dihitung sebagai berikut:
PKP= Penghasilan neto-PTKP
= (Peredaran bruto-Pengeluaran/Biaya yg boleh
dikurangkan)-PTKP
c. PPh terutang dihitung dari tarif dikalikan PKP:
PPh terutang= Tarif × PKP
= Tarif × ((Peredaran bruto-Pengeluaran/Biaya yg
boleh dikurangkan)-PTKP)
4. WP Badan dalam Negeri Menyelenggarakan Pembukuan
a. Tarif yg dikenakan adalah tarif Pasal 31E UU PPh.
b. PKP dihitung sebagai berikut.
PKP= Penghasilan neto
= (Peredaran bruto-Pengeluaran/Biaya yg boleh
dikurangkan)
c. Pph terutang dihitung tarif dikalikan PKP:
PPh Terutang= Tarif × PKP
= Tarif × (Peredaran bruto-Pengeluaran/Biaya yg
5. WP Bentuk Usaha Tetap
a. Tarif yg dikenakan adalah tarif Pasal 17 (1) huruf b UU PPg.
b. PKP dihitung sebagai berikut.
PKP= Penghasilan neto
= (peredaran bruto – Pengeluaran/Biaya yg boleh
dikurangkan)
c. PPh terutang dihitung dari tarif dikalikan PKP:
PKP Terutang= Tarif × PKP
= Tarif × (Peredaran bruto –
Pengeluaran/Biaya yg boleh dikurangkan)
09. Pelunasan PPh
Pelunasan PPh dlm tahun berjalan dpt dilakukan dgn dua cara, yaitu
pelunasan pajak melalui pihak lain dan oleh WP sendiri. Pelunasan
PPh dlm tahun berjalan diatur dlm Peraturan Pemerintah No. 138
Tahun 2000. Jika pelunasan pajak dilakukan oleh pihak lain, maka
penghitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan dilakukan
oleh pihak yang memberikan/membayarkan penghasilan. Pelunasan
PPh juga bisa dilakukan tdk dlm tahun berjalan (sesudah tahun pajak
berakhir).
Pertanyaan dari Audiens
Nama:
Pertanyaan:
Nama:
Pertanyaan:
Nama:
Pertanyaan:
Nama:
Pertanyaan:
Pertanyaan dari Penyaji
1 . Apa yang anda ketahui mengenai Pajak Penghasilan ?
2 . Jelaskan perbedaan Wajib Pajak Dalam Negeri dengan Wajib Pajak Luar
Negeri ?
Pelunasan PPh dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu pelunasan pajak melalui pihak lain dan oleh WP sendiri. Jika pelunasan
pajak dilakukan oleh pihak lain, maka penghitungan, pemotongan, penyetoran,
dan pelaporan dilakukan oleh pihak yang memberikan/membayarkan penghasilan.
Pelunasan PPh juga bisa dilakukan tdk dlm tahun berjalan (sesudah tahun pajak
berakhir).