Anda di halaman 1dari 53

PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN
(UMUM)

KELOMPOK 1:
 ERINNA YULIA PUTRI_2202106017
 ADYNDA SURYA A. K_2202106018
PAJAK PENGHASILAN UMUM
01 02 03
PENDAHULUAN DEFINISI DASAR
PPH HUKUM PPH
04 05 06
SUBJEK OBJEK PPH OBJEK PPH
PAJAK BENTUK USAHA
TETAP
07 08 09
PENGURANGN MENGHITUN PELUNASAN
PENGHASILAN G PPH PPH
01 Pendahuluan
Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang
Pajak Penghasilan yang berlaku sejak 1 Januari 1984 adalah Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983. Undang-Undang tersebut telah beberapa
kali diubah dan disempurnakan, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1991, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000, dan yang terakhir Undang-Undang Nomor 26
Tahun 2008.
Pokok-pokok perubahan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000 adalah:
1. dalam rangka meningkatkan keadilan pengenaan pajak maka
dilakukan perluasan Subjek dan Objek Pajak dalam hal-hal tertentu
dan pembatasan pengecualian atau pembebasan pajak dalam hal
lainnya;
Lanjutan
2. dalam rangka meningkatkan daya saing dengan negara-negara lain,
mengedepankan prinsip keadilan dan netralitas dalam penetapan
tarif, dan memberikan dorongan bagi berkembangnya usaha-usaha
kecil maka struktur tafir pajak yang berlaku juga perlu diubah dan
disederhanakan yang meliputi penurunan tarif secara bertahap,
terencana, pembedaan tarif, serta penyederhanaan lapisan yang
dimaksudkan untuk memberikan beban pajak yang lebih
proporsional bagi tiap-tiap golongan wajib pajak tersebut; dan
3. untuk lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, sistem self
assessment tetap dipertahankan dan diperbaiki. Perbaikan terutama
dilakukan pada sistem pelaporan dan tata cara pembayaran pajak
pada tahun berjalan agar tidak mengganggu likuiditas Wajib Pajak
dan lebih sesuai dengan perkiraan pajak yang akan terutang.
02 Definisi Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) adalah
pajak yang dikenakan terhadap
Subjek Pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya
dalam suatu tahun pajak.
03 Dasar Hukum
Peraturan perundangan yang mengatur PPh
di Indonesia adalah UU Nomor 7 Tahun 1983
yang telah disempurnakan dengan UU
Nomor 7 Tahun 1991, UU Nomor 10 Tahun
1994, UU Nomor 17 Tahun 2000, UU Nomor
36 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden, Keputusan Menteri
Keuangan, Keputusan Direktur Jenderal
Pajak, dan Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak.
04 Subjek Pajak
Subjek PPh adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk
memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan PPh.
UU PPh di Indonesia mengatur pengenaan PPh terhadap Subjek Pajak
berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
Tahun Pajak. Subjek Pajak akan dikenakan PPh apabila menerima atau
memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku. Jika Subjek Pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara
objektif maupun subjektif maka disebut Wajib Pajak (WP).

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008, Subjek Pajak


dikelompokkan sebagai berikut.
1. Subjek Pajak orang pribadi.
Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau
berada di Indonesia atau di luar Indonesia.
Subjek Pajak Lanjutan …
2. Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek Pajak
pengganti, menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris.
3. Subjek Pajak badan.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik
yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha meliputi PT, Perseroan
Komanditer, BUMN, BUMD, Firma, Koperasi, Dana Pensiun, persekutuan,
yayasan, lembaga dan sebagainya. BUMN BUMD merupakan Subjek Pajak tanpa
memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan
pemerintah, misalnya Lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh
Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan Subjek Pajak.
4. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Subjek Pajak Lanjutan …
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi
yang tidak bertempat di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor;
e. pabrik;
f. bengkel;
g. gudang;
h. ruang untuk promosi dan penjualan;
i. pertambangan dan penggalian sumber alam;
j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
Subjek Pajak Lanjutan …
k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu dua belas
bulan;
n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya
tidak bebas;
o. agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi
asuransi atau menanggung risiko di Indonesia;
p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik
untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
 Subjek Pajak Dalam Negeri dan
Subjek Pajak Luar Negeri
Dalam Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2008, Subjek PPh juga dikelompokkan
menjadi Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri.
1. Subjek Pajak dalam negeri adalah:
a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau orang
pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) Pembiayaanya bersumber dari APBN atau APBD;
3) Penerimaanya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah; dan pembukuannya diperiksa oleh apparat pengawasan fungsional
negara.
Lanjutan ...
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
2. Subjek Pajak luar negeri adalah:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia.
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia
tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
 Kewajiban Pajak Subjektif
Kewajiban pajak subjektif berarti kewajiban pajak yang
melekat pada subjeknya dan tidak dapat dilimpahkan pada
orang atau pihak lain.
Pada umumnya, setiap orang yang bertempat tinggal di
Indonesia memenuhin kewajiban pajak subjektif. Sementara
untuk orang yang bertempat tinggal di luar Indonesia,
kewajiban pajak subjektifnya ada jika mempunyai hubungan
ekonomi dengan Indonesia.
Saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif untuk
setiap Subjek Pajak diuraikan dalam table berikut.
MULAI BERAKHIR
Subjek pajak dln negeri orang pribadi:
1. Saat dilahirkan 1. Saat meninggal
2. Saat berada di Indonesia atau berniat 2. Saat meninggalkan Indonesia utk
bertempat tinggai di Indo selama-lamanya
Subjek pajak dln negeri badan:
Saat didirikan atau bertempat kedudukan di Saat dibubarkan atau tdk lagi bertempat
Indonesia kedudukan di Indonesia
Subjek pajak luar negeri melalui BUT:
Saat menjalankan usaha atau melakukan Saat tdk menjalankan usaha/melaku-kan
kegiatan melalui BUT di Indonesia kegiatan melalui BUT di Indo
Subjek Pajak luar negeri tdk melalui BUT
Saat menerima atau memperoleh Saat tdk lagi menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia penghasilan dari Indo.
Warisan belum terbagi:
Saat timbulnya warisan yg belum terbagi Saat warisan telah selesai dibagikan
 Tidak Termasuk Subjek Pajak
Tidak termasuk Subjek Pajak berdasarkam Pasal 2 UU Nomor 36 Tahun 2008
adalah:
1. Kantor perwakilan negara asing.
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari
negara asing.
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadi
anggota organisasi tersebut dan tdk menjalankan usaha atau kegiatan
lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota. Ini ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan.
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada
Nomor 3, dgn syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
5. Organisasi internasional yang berbentuk kerja sama teknik dan/atau
kebudayaaan dgn syarat kerja sama Teknik tsb memberi manfaat pada
Lanjutan ...
negara/pemerintah Indonesia dan tdk menjalankan usaha/kegiatan lain
untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
6. Jika terdapat ketentuan perpajakan yang diatur dalam perjanjian
internasional yang berbeda dgn ketentuan perpajakan yang diatur
dalam UU PPh, perlakuan perpajakannya didasarkan pada
ketentuan dalam perjanjian tsb sampai dengan berakhirnya
perjanjian dimaksud, dgn syarat perjanjian tsb telah sesuai dgn UU
Perjanjian Internasional.

Nama-nama organisasi dan pejabat perwakilan organisasi


internasional yang tdk termasuk Subjek Pajak penghasilan diatur lebih
lanjut dalam Kemenkeu Nomor 215/PMK.03/2008 disempurnakan
dengan PMK No. 15/PMK.03/2010 dan PMK No.142/PMK.03/2012.
 Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib
Pajak Luar Negeri
Subjek Pajak orang pribadi dalam negeri menjadi WP apabila telah
menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Terhitung sebagai WP sejak saat
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek Pajak luar negeri,
baik orang pribadi maupun badan, sekaligus menjadi WP karena menerima
dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau
menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari
Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain,
WP adalah orang pribadi atau badan yg telah memenuhi kewajiban
subjektif dan objektif. Sehubungan dgn pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP), WP orang pribadi yg menerima penghasilan di bawah
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tdk wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP.
Perbedaan WP dalam negeri dan WP luar negeri terletak pada pemenuhan
kewajiban pajaknya, antara lain:
WP dalam negeri WP luar negeri
Dikenakan pajak atas penghasilan baik Dikenakan pajak hanya atas
yg diterima atau diperoleh dari penghasilan yang berasal dari sumber
Indonesia dan dari luar Indonesia penghasilan di Indonesia
Dikenakan pajak berdasarkan Dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan netto dengan tarif umum penghasilan bruto dengan tarif
sepadan
Wajib menyampaikan SPT Tdk wajib menyampaikan SPT
Pemenuhan kewajiban perpajakannya Pemenuhan kewajiban perpajakannya
diatur dlm UU PPh dan UU yg diatur dlm UU PPh dan UU yg
mengatur mengenai ketentuan umum mengatur mengenai ketentuan umum
dan tata cara perpajakan dan tata cara perpajakan
05 Objek Pajak
Penghasilan
Objek Pajak merupakan segala sesuatu (barang,
jasa, kegiatan, atau keadaan) yg dikenakan pajak.
Objek Pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yg diterima
atau diperoleh WP, baik yg berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yg dapat dipakai untuk
konsumsi atau menambah kekayaan WP yg
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa
pun.
Lanjutan…
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada WP,
penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas
seperti gaji, honorarium, penghasilan dai praktik dokter, notaris, aktuaris,
akuntan, pengacara, dsb.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3. Penghasilan dari modal, yg berupa asset gerak ataupun asset tak gerak
seperti bunga, dividen, royalty, sewa, dan keuntungan penjualan asset
atau hak yg tidak dipergunakan untuk usaha; dan
4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dpt dipakai untuk konsumsi dan


dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.
 Penghasilan yang Termasuk Objek Pajak
Penghasilan yang termasuk Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 36
Tahun 2008 adalah:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yg diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam undang-undang ini.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan asset.
5. Penerimaan Kembali pembayaran pajak yg telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan jaminan pengembalian utang.
7. Dividen dari perusahaan asuransi dan pengembalian sisa hasil usaha koperasi.
Lanjutan …
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan asset.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai jumlah tertentu yang
ditetapkan dgn Peraturan Pemerintah.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aset.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yg diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yg terdiri atas WP
yg menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dlm undang-undang yg mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
19. Surplus Bank Indonesia.

Penghasilan yang PPh-nya Bersifat Final
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh , Penghasilan yang dikenakan PPh Bersifat
Final antara lain :

1. Penghasilan berupa deposito dan tabungan lainnya , bunga obligasi dan surat
utang negara , dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi .
2. Penghasilan berupa hadiah undian
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan aset berupa tanah / bangunan
5. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ,Keputusan
Kementerian Keuangan , dan Peraturan Perundang undangan perpajakan lainnya.
Penghasilan Tidak Termasuk Objek Pajak
Berdasarkan Pasal 4 Ayat (3) UU Nomor 36 Tahun 2008 , Penghasilan yang tidak termasuk
Objek Pajak menurut ketentuan tersebut adalah :

1. Bantuan / sumbangan
2. Warisan
3. Aset termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
4. Penggantian / imbalan sehubungan dengen pekerjaan jasa
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
6. Dividen
7. Iuran yang diterima dari dana pensiun
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
9. Beasiswa yang memenuhi persyaratan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
10. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyeenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu .
06. Objek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap

Berdasarkan Pasal 5 Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 , Objek Pajak Bentuk
Usaha Tetap adalah :

1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan Bentuk Usaha Tetap tersebut dan dari aset
yang dimiliki atau dikuasai oleh Bentuk Usaha Tetap

2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan , penjualan barang , dan
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan /dilakukan oleh
Bentuk Usaha Tetap di Indonesia

3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima / diperoleh oleh


kantor pusat sepanjang terdapat hubungan efektif antara Bentuk Usaha Tetap dan
aset / kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut .
Penentuan Laba Usaha Tetap
1. Biaya biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat usaha / kegiatan ,
penjualan barang , yang dijalankan oleh Bentuk Usaha Tetap

2. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya
yang berkaitan dengan usaha Bentuk Usaha Tetap .

3. Biaya kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan yaitu biaya royalti , imbalan ,
bunga.

4. Pembayaran berikut sebagaimana no 3 yang diterima dan diperoleh dari kantor pusat
tidak dianggap sebagai Objek Pajak , kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha
perbankan .
Penghasilan BUT yang Ditanamkan Kembali di Indonesia
Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap
di Indonesia dikenakan pajak sesuai Ketentuan Pasal 26 ayat (4) UU Pajak Pnghasilan
dengan tarif sebesar 20% . Apabila ingin ditanamkan kembali di Indonesia , atas
penghasilan tersebut tidak dipotong pajak , dengan syarat :

1. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi
Pajak Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri / peserta pendiri .

2. Penanaman kembali dilakukan dalam Tahun Pajak berjalan / selambat lambatnya


Tahun Pajak berikutnya dari Tahun Pajak diterima penghasilan tersebut .

3. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling sedikit dalam
jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan berproduksi
secara komersial .
Contoh Penghitungan
Penghasilan Kena Pajak Bentuk Usaha :

Tetap di Indonesia tahun 2012 Rp 17.500.000.000


Pajak Penghasilan 25%xRp 17.500.000.000 Rp 4.375.000.000 -

Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi Rp 13.125.000.000


pajak

Pajak Penghasilan yang dipotong : 20%x Rp 13.125.000.000


= Rp 2.625.000.000

Apabila Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi pajak tersebut


( sebesar Rp 13.125.000.000 ) ditanamkan kembali di Indonesia , atas penghasilan tersebut
tidak dipotong pajak .
07. Pengurangan Penghasilan
Pph dihitung dari tarif dikalikan dgn penghasilan kena pajak. PKP bagi WP dalam
negeri dan BUT ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi dgn
pengurangan/pengeluaran tertentu. Pengeluaran tsb dinamakan biaya atau beban.
Pengeluaran/beban/biaya/ yg dpt dikurangkan dari penghasilan bruto dpt dibagi dlm
dua golongan, yaitu:
1. Pengeluaran/beban/biaya yg mempunyai masa manfaat tdk lebih dari satu tahun yg
merupakan biaya pada thn yg bersangkutan, missal gaji, biaya administrasi dan
bunga, dsb.
2. Pengeluaran/beban/biaya yg mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun yg
pembebanannya dilakukan melalui penyusutan/amortisasi, misalnya asset
tetap/asset berwujud, asset tak berwujud, dsb.
Dalam perpajakan, pengeluaran/beban/biaya dibedakan menjadi dua, yaitu:
3. Pengeluaran/beban/biaya yg dpt dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible
expense).
4. Pengeluaran/beban/biaya yg tdk dibebankan sbagai biaya (non-deductible
expenses).
Biaya yang Diperkenankan sebagai Pengurang (Deductible Expense)
pasal 6 ayat (1) UU NO. 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa PKP bagi WP dalam negeri dan
BUT ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya utk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan termasuk;
1. Biaya yg secara langsung atau tdk langsung berkaitan dgn kegiatan usaha, antara lain:
biaya pembelian bahan; biaya berkenaan dgn pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan dlm bentuk uang; bunga, sewa, dan royalty;
biaya perjalanan; biaya pengolahan limbah; premi asuransi; biaya promosi dan penjualan
yg diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menkeu; biaya administrasi; dan pajak kecuali
PPh.
2. Penyusutan atas pengeluaran utk memperoleh asset berwujud & amortisasi atas
pengeluaran utk memperoleh hak & atas biaya lain yg mempunyai masa manfaat lebih daei
satu tahun.
3. Iuran kpd dana pension yg pendiriannya telah disahkan oleh Menteri keuangan.
4. Kerugian karena penjualan/pengalihan asset yg dimiliki dan digunakan dlm perusahaan/yg
dimiliki utk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing.
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yg dilakukan di Indonesia.
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
8. Piutang yg nyata tdk dapat ditagih, dgn syarat: (a) telah dibebankan sbg biaya dlm
laporan laba rugi komersial; (b) WP hrs menyerahkan daftar piutang yg tdk dpt
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; (c) telah diserahkan perkara penagihannya
kpda Pengadilan Negeri/instansi pemerintah yg menangani piutang negara; atau
adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang; (d) syarat pada huruf c tdk
berlaku utk menghapuskan piutang tak tertagih debitur kecil yg pelaksanaannya
diatur lebih lanjut dgn/berdasarkan Peraturan MenKeu.
9. Sumbangan dlm rangka penanggulangan bencana nasional
10. Sumbangan dlm rangka penelitian & pengembangan yg dilakukan di Indonesia yg
ketentuannya diatur dgn Peraturan Pemerintah.
11. Biaya pembangunan insfratruktur social yg ketentuannya diatur dgn Peraturan
Pemerintah.
12. Sumbangan fasilitas Pendidikan yg ketentuannya diatur dgn Peraturan Pemerintah.
13. Sumbangan dlm rangka pembinaan olahraga yg ketentuaannya diatur dlm Peraturan
Pemerintah.
Kompensasi Kerugian. Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan tsb didapat
kerugian, kerugian tsb dikompensasikan dgn penghasilan mulai tahun pajak berikutnya
berturut-turut sampai dengan lima tahun.
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Penghasilan Tidak Kena Pajak ( PTKP ) merupakan jumlah
penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak . Untuk
menghitung besarnya penghasilan kena pajak Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri , penghasilan neto nya dikurangi
dengan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak . Penyesuain
besarnya PTKP Terakhir diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan No.101/PMK.010/2016 Yang diberlakukan efektif
tahun pajak 2016 .
Pasal 7 UU PMK PMK Pasal 7 UU No PMK PMK PMK
No 17 Tahun No.564/kmk0 No.137/PMK.0 36 Tahun 162/PMK.011/ 122/PMK 101/PMK
2000 ( mulai 3/2004(Mulai 3/2005 (Mulai 2008(Mulai 2012 ( Mulai 010/2015 010/2016
Keterangan berlaku 1 berlaku 1 berlaku 1 berlaku 1 berlaku 1 (Berlaku ( Berlaku
Januari Januari 2005) Januari 2006) Januari 2009) Januari 2013 ) tahun 2015) tahun pajak
2001) 2016 )

1. Diri Wajib Pajak Rp2.880.000 Rp12.000.000 Rp13.200.000 Rp 15.840.000 Rp 24.300.000 Rp 36.000.000 Rp54.000.000

2. Tambahan untuk Rp1.440.000 Rp1.200.000 Rp1.200.000 Rp1.320.000 Rp2.025.000 Rp 3.000.000 Rp4.500.000


Wajib Pajak yang
sudah kawin

3. Tambahan untuk Rp2.880.000 Rp12.000.000 Rp 13.200.000 Rp15.480.000 Rp24.300.000 Rp36.000.000 Rp54.000.000


istri yang menerima
penghasilan digabung
dengan penghasilan
suami

4. Tambahan untuk Rp1.440.000 Rp1.200.000 Rp 1.200.000 Rp1.320.000 Rp2.025.000 Rp36.000.000 Rp4.500.000


setiap anggota
keluarga sedarah
dalam garis keturunan
lurus yg menjadi
tanggungan nya
(maksimal 3)
Penghasilan Tidak Kena Pajak Wanita.
1. Jika WP adalah Wanita kawin & suami menerima atau memperoleh
penghasilan, besarnya PTKP setahun utk dirinya sendiri, yaitu
Rp54.000.0000
2. Jika WP adalah Wanita kawin yg menunjukkan keterangan tertulis dari
pemerintah daerah setempat (serendah-rendahnya kecamatan) bahwa
suaminya tdk menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP
setahun di samping utk diri sendiri (sebesar RP54.000.000 setahun) juga
ditambah PTKP untuk status kawin dan anggota keluarga yg menjadi
tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang masing-masing sebesar
RP4.500.000 setahun.
3. Jika WP tdk kawin, maka besarnya PTKP setahun di samping utk dirinya
sendiri (sebesar RP54.000.000 setahun) ditambah PTKP utk keluarga yg
menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang masing-masing
sebesar RP4.500.000 setahun.
Menentukan besarnya biaya penyusutan
1. Saat dimulainya penyusutan. Saat dimulainya penyusutan dpt dilakukan pada
bulan asset tsb digunakan utk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan atau pada bulan asset tsb mulai menghasilkan.
2. Metode penyusutan, metode penyusutan yg diperbolehkan untuk kelompok asset
berwujud dikelompokkan menjadi dua, yaitu penyusutan asset berwujud
bangunan dan asset berwujud selain (bukan) bangunan. Untuk asset berwujud
selain (bukan) bangunan, Wp diperbolehkan memilih metode penyusutan yaitu
metode garis lurus (straight-line method) dan saldo menurun (declining balance
method). Sedangkan utk asset berwujud bangunann, WP hanya dapat
menggunakan metode garis lurus.
3. Kelompok masa manfaat asset dan Tarif penyusutan. Pasal 11 UU Nomor 36
Tahun 2008 mengatur masa manfaat asset berwujud dan tarif penyusutan, baik
menurut metode garis lurus (straight-line method) maupun saldo menurun
(declining balance method). Masa manfaat dan tarif penyusutan asset berwujud
diatur sebagai berikut.
Kelompok Aset Masa Manfaat Garis Lurus Saldo Menurun
Berwujud
I. Bukan Bangunan:
• Kelompok I 4 Tahun 25 % 50 %
• Kelompok II 8 Tahun 12.5 % 25 %
• Kelompok III 16 Tahun 6.25 % 12.5 %
• Kelompok IV 20 Tahun 5% 10 %
II. Bangunan:
• Permanen 20 Tahun 5% -
• Tidak Permanen 10 Tahun 10 % -
Bangunan tdk permanen adalah bangunan yg bersifat sementara dan terbuat dari
bahan yg tdk tahan lama atau bangunan yg dapat dipindah-pindahkan, yang masa
manfaatnya tdk lebih dari 10 tahun, misalnya barak atau asrama yg terbuatt dari
kayu. Jenis-jenis asset berwujud untuk setiap kelompok asset dapat dilihat pada
lampiran buku ini.
Penentuan Nilai Perolehan. Dalam hal perolehan asset secara umum, harga
perolehan dihitung dari harga beli ditambah dgn biaya-biaya yg dikeluarkan
sampai asset tsb siap utk digunakan. Demikian juga jika asset berwujud
dibangun/dibuat sendiri, maka harga perolehan merupakan akumulasi
pembelian material, tenaga kerja, dan overhead pabrik.
1. Penilaian dalam Hal Jual Beli Aset
2. Penilaian dalam Hal Tukar Menukar
3. Pengalihan Aset dalam Rangka Pengembangan Usaha Berupa Likuidasi,
Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, Pemecahan, Pengambilalihan
Usaha
4. Penilaian karena Hibah, Bantuan, dan Sumbangan
5. Pengalihan Aset sebagai Pengganti Saham
Biaya yang Tidak Diperkenankan sebagai Pengurang (Non-Deductible Expense)
Sesuai Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008:
1. Pembagian laba dgn nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yg
dibayarkan oleh perusahaan asuransi kpd pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
koperasi.
2. Biaya yg dibebankan atau dikeluarkan utk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu,
atau anggota.
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali (PMK NO. 81/PMK.03/2009 dan
PMK No. 219/PMK.011/2012):
a. Cadangan piutang tak tertagih utk usaha bank & badan usaha lain yg menyalurkan kredit,
sewa guna usaha hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahan anjak
piutang.
b. Cadangan utk usaha asuransi meliputi cadangan premi tanggungan sendiri dan klaim
tanggungan sendiri utk perusahaan asuransi kegiatan & cadangan premi utk perusahaan
asuransi jiwa.
c. Cadangan penjaminan utk Lembaga Penjaminan Simpanan
d. Cadangan biaya reklamasi utk perusahaan pertambangan
e. Cadangan biaya penanaman Kembali untuk usaha kehutanan
f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
4. Premi asuransi Kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa yg dibayar oleh WP orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi
kerja dan premi tsb dihitung sebagai penghasilan bagi WP yg bersangkutan.
5. Penggantian/imbalan sehubungan dgn pekerjaan atau jasa yg diberikan dlm bentuk natura
dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan & minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian imbalan dlm bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yg
berkaitan dgn pelaksanaan pekerjaan yg ditetapkan KeMenKeu.
6. Jumlah yg melebihi kewajaran dibayarkan kpd pemegang saham/kpd pihak yg mempunyai
hubungan istimewa sbgai imbalan sehubungan dgn pekerjaan yg dilakukan,
7. Aset yg dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan kecuali sumbangan serta zakat
yg diterima oleh badan amil zakat/Lembaga amil zakat yg wajib bagi pemeluk agama yg
diakui di Indonesia.
8. Pajak penghasilan.
9. Biaya yg dibebankan utk kepentingan pribadi WP atau orang yg menjadi tanggungannya.
10. Gaji yg dibayarkan kpd anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yg
modalnya tdk terbagi atas saham.
11. Sanksi administrasi sprt bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yg
berkenaan dgn pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
08. Menghitung PPh
Secara umum, pph yg terutang dihitung sgn rumus berikut.
PPh Terutang= Tarif Pajak × Penghasilan Kena Pajak

Tarif Pajak, merupakan presentase tertentu yg digunakan utk


menghitung besarnya PPh.tarif PPh: (1) tarif umum dan (2) tarif khusus.
• Tarif Umum. Tarif umum diatur dlm Pasal 17 UU No. 7 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir adalah dlm UU
No. 36 Tahun 2008.
Sistem penerapan tarif PPh sesuai dgn Pasal UU PPh dibagi menjadi dua
yaitu, WP orang pribadi dalam negeri dan WP dalam negeri badan dan
bentuk usaha tetap.
1. Tarif PPh WP orang pribadi dalam negeri (Pasal 17 ayat (1) huruf a UU
PPh), yaitu:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan RP50.000.000 (lima puluh juta 5%
rupiah)
Di atas RP50.000.000 (lima puluh juta rupiah) 15 %
sampai dengan RP250.000.000 (dua ratus lima
puluh juta rupiah)

Di atas RP250.000.000 (dua ratus lima puluh 25 %


juta rupiah) sampai dengan RP500.000.000
(lima ratus juta rupiah)

Di atas RP500.000.000 (lima ratus juta rupiah) 30 %


2. Tarif PPh untuk WP Badan Dalam Negeri dan BUT (Pasal 17 ayat (1) huruf b UU
PPh) adalah 28% (dua puluh delapan persen). Tarif tsb menjadi 25% (dua puluh
lima persen) berlaku mulai Tahun Pajak 2010 (Pasal 17 ayat (2a) UU PPh).
Berdasarkan SE No. SE-66/PJ/2010, penerapan tarif umum bagi WP badan
selanjutnya dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) Tarif 12,5% bagi WP badan dgn peredaran bruto tdk melebihi jumlah
RP4.800.000.000.
2) Tarif 12,5% utk Sebagian penghasilan kena pajak dan 25% utk Sebagian
penghasilan kena pajak lainnya bagi WP dgn peredaran bruto melebihi
RP4.8000.000.000.
3) Tarif 25% bagi WP badan dgn peredaran bruto melebihi jumlah
RP50.000.000.000. seluruh penghasilan kena pajak dikalikan dgn 25%.

Tarif Khusus. Tarif khusus PPh terutang sebesar 1% dari peredaran bruto usaha bagi
WP orang pribadi dan badan kecuali bentuk usaha tetap yg memiliki penghasilan dari
peredaran bruto usaha tertentu. Peredaran bruto usaha tertentu yg dimaksud adalah
sebesar RP4.8000.000.000 setahun. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah
No. 46 Tahun 2013.
Penghasilan Kena Pajak
Secara umum, besarnya PPh bagi WP dalam negeri dan bentuk
usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi
biaya utk mendapatkan, menagihkan, dan memelihara penghasilan.
Penghasilan bruto yg dimaksud adalah penghasilan sesuai dgn
Pasal 4 ayat (1) UU PPh tidak termaksud penghasilan yg
dikenakan PPh bersifat final sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat
(2) dan penghasilan yg dikecualikan dari objek pajak.
UU PPH KETERANGAN
Pasal 4 ayat (1) Penghasilan Termasuk Objek Pajak
Pasal 6 ayat (1) Biaya Diperkenankan sebagai Pengurang (deductible expenses)
Pasal 6 ayat (2) Kompensasi Kerugian
Pasal 7 ayat (1) Penghasilan Tidak Kena Pajak
Pasal 9 ayat (1) Biaya Tidak Diperkenankan sebagai Pengurang (non-deductible expenses)
• Huruf b • Biaya yg dibebankan atau dikeluarkan utk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota.
• Huruf c • Pembentukan dan pemupukan dana cadangan dengan syarat tertentu.
• Huruf d • Premi asuransi tertentu yg dibayar oleh pemberi kerja (sbg WP orang
pribadi) dan premi tsb dihitung sbg penghasilan WP yg menerima.
• Huruf e • Natura dlm bentuk makanan & minuman bagi seluruh pegawai dan
natura dan kenikmatan utk daerah tertentu yg diatur dlm Peraturan
• Huruf f Menkeu.
• Jumlah yg melebihi kewajaran yg dibayarkan kpd pemegang saham atau
kpd pihak yg mempunyai hubungan istimewa sbg imbalan sehubungan
dgn pekerjaan yg dilakukan.
UU PPH KETERANGAN
• Huruf g • Aset yg dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan zakat yg diterima oleh
badan amal zakat atau Lembaga amal zakat yg dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah atau sumbangan keagamaan yg sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yg diakui di Indonesia, yg diterima oleh Lembaga keagamaan yg
dibentuk/disahkan oleh pemerintah, yg ketentuannya diatur dgn atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
• Huruf h • Pajak Penghasilan
• Huruf I • Biaya yg dibebankan atau dikeluarkan utk kepentingan pribadi WP atau yg
menjadi tanggungannya.
• Huruf j • Gaji yg dibayarkan kpd anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yg modalnya tdk terbagi atas saham.
• Huruf k • Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yg berkenaan dgn pelaksanaan perundang-undangan bidang
perpajakan.
Penentuan penghasilan kena pajak dikelompokkan menjadi:
1. WP Orang Pribadi dan Badan yg Memiliki Peredaran Usaha Tertentu
a. Tarif yg dikenakan adalah 0.5%.
b. PKP yg dimaksud adalah peredaran bruto sebulan.
c. Pph terutang dihitung dikalikan penghasilan kena pajak.
PPh Terutang= Tarif × PKP
= 1% × Peredaran bruto sebulan
2. WP Orang Pribadi Menggunakan Norma Penghitungan
a. Tarif yg dikenakan adalah tarif Pasal 17 UU PPh ayat (1) huruf a UU PPh.
b. PKP dihitung sbg berikut.
PKP= Penghasilan neto-PTKP
= (Peredaran bruto × % NPPN)-PTKP
c. PPh terutang dari tarif dikalikan PKP:
PPh terutang= Taruf × PKP
= Tarif × (Peredaran bruto × % NPPN)-PTKP
3. WP Orang Pribadi Menyelenggarakan Pembukuan
a. Tarif yg dikenakan adalah tarif pasal 17 UU PPh ayat (1) huruf a UU PPh.
b. PKP dihitung sebagai berikut:
PKP= Penghasilan neto-PTKP
= (Peredaran bruto-Pengeluaran/Biaya yg boleh
dikurangkan)-PTKP
c. PPh terutang dihitung dari tarif dikalikan PKP:
PPh terutang= Tarif × PKP
= Tarif × ((Peredaran bruto-Pengeluaran/Biaya yg
boleh dikurangkan)-PTKP)
4. WP Badan dalam Negeri Menyelenggarakan Pembukuan
a. Tarif yg dikenakan adalah tarif Pasal 31E UU PPh.
b. PKP dihitung sebagai berikut.
PKP= Penghasilan neto
= (Peredaran bruto-Pengeluaran/Biaya yg boleh
dikurangkan)
c. Pph terutang dihitung tarif dikalikan PKP:
PPh Terutang= Tarif × PKP
= Tarif × (Peredaran bruto-Pengeluaran/Biaya yg
5. WP Bentuk Usaha Tetap
a. Tarif yg dikenakan adalah tarif Pasal 17 (1) huruf b UU PPg.
b. PKP dihitung sebagai berikut.
PKP= Penghasilan neto
= (peredaran bruto – Pengeluaran/Biaya yg boleh
dikurangkan)
c. PPh terutang dihitung dari tarif dikalikan PKP:
PKP Terutang= Tarif × PKP
= Tarif × (Peredaran bruto –
Pengeluaran/Biaya yg boleh dikurangkan)
09. Pelunasan PPh
Pelunasan PPh dlm tahun berjalan dpt dilakukan dgn dua cara, yaitu
pelunasan pajak melalui pihak lain dan oleh WP sendiri. Pelunasan
PPh dlm tahun berjalan diatur dlm Peraturan Pemerintah No. 138
Tahun 2000. Jika pelunasan pajak dilakukan oleh pihak lain, maka
penghitungan, pemotongan, penyetoran, dan pelaporan dilakukan
oleh pihak yang memberikan/membayarkan penghasilan. Pelunasan
PPh juga bisa dilakukan tdk dlm tahun berjalan (sesudah tahun pajak
berakhir).
 Pertanyaan dari Audiens

Nama:
Pertanyaan:

Nama:
Pertanyaan:

Nama:
Pertanyaan:

Nama:
Pertanyaan:
 Pertanyaan dari Penyaji
1 . Apa yang anda ketahui mengenai Pajak Penghasilan ?

2 . Jelaskan perbedaan Wajib Pajak Dalam Negeri dengan Wajib Pajak Luar
Negeri ?

3 . Pihak siapa saja yang tidak termasuk dalam Subjek Pajak ?

4. Apa saja Objek Pajak Penghasilan Badan Usaha Tetap ( BUT ) ?

5 . Bagaimana penentuan Laba Badan Usaha Tetap (BUT) ?

6 . Apa saja Kewajiban Pajak Subjektif ? Jelaskan!


KESIMPULAN
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang dikenakan terhadap
Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun
pajak. Subjek pajak di sini adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk
memperoleh penghasilan dan menjadi sarana untuk dikenakan PPh. Jika subjek
pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara objektif maupun subjektif maka
disebut dengan Wajib Pajak (WP).

Pelunasan PPh dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu pelunasan pajak melalui pihak lain dan oleh WP sendiri. Jika pelunasan
pajak dilakukan oleh pihak lain, maka penghitungan, pemotongan, penyetoran,
dan pelaporan dilakukan oleh pihak yang memberikan/membayarkan penghasilan.
Pelunasan PPh juga bisa dilakukan tdk dlm tahun berjalan (sesudah tahun pajak
berakhir).

Anda mungkin juga menyukai