Anda di halaman 1dari 42

Pajak Penghasilan

(Umum)
Nama
Anggota :
1. Hisbul Ridho (B200230316)
2. Naufal Priya Firmansyah
(B200230317)
3. Riska Sarila Ramadani (B200230318)
4. Alya Gyas Mutiara Hani
(B200230320)
5. Muthia Zhafira Putri Adji
(B200230321)
Pajak
Penghasilan
Pajak yang dikenakan terhadap
subjek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak.
Subjek 1. Subjek pajak
Pajak dalam negeri
2. Subjek pajak
luar negeri
Subjek pajak dalam negeri
a. Orang pribadi, baik yang merupakan warga negara
Indonesia maupun warga negara asing.

b. Badan yang didirikan atau tempat kedudukan di


Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan
pemerintah yang memenuhi kriteria tertentu.

c. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu


kesatuan yang berhak. merupakan harta yang dimiliki
oleh Wajib Pajak yang sudah meninggal dunia dan
harta yang dimilikinya belum dibagi/diserahkan
kepada ahli waris.
Subjek pajak luar negeri
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia

b. Warga Negara Asing yang berada di Indonesia tidak lebih


dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan

c. warga negara indonesia yang berada di luar indonesia


lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan serta
memenuhi persyaratan.

d. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat


kedudukan di indonesia yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di indonesia.

e. bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang digunakan


oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud padaa ayat (4)
huruf A, B, C, dan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf D untuk menjalankan usaha atau kegiatan di indonesia
Ketentuan Pemajakan WNI
dan WNA
Bagi WNI atau WNA jadi subjek pajak dalam negeri di UU Cipta Kerja, yang tertuang dalam
Pasal 2 ayat (3) huruf a:
Orang pribadi yang merupakan WNI maupun WNA, yang;
1. Bertempat tinggal di Indonesia;
2. Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; atau
3. Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan memiliki niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia
Bunyi pasal tentang WNI atau WNA yang jadi subjek pajak luar negeri di UU HPP yaitu ;
1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
2. WNA yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
3. WNI yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan serta
memenuhi persyaratan:
4. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
Pengecualian dari objek pajak
untuk WNA
Bagi WNA yang merupakan subjek pajak dalam
negeri akan dikecualikan dari objek pajak alias tidak
dikenakan pajak penghasilan jika tidak memenuhi
kriteria tertentu sesuai ketentuan. ini disebutkan
dalam Pasal 4 ayat (1a) tentang PPh, bahwa WNA
yang telah menjadi SPDN dikenai PPh hanya atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
Indonesia dengan ketentuan:
1.) Memiliki keahlian tertentu,
2.) Berlaku selama 4 tahun pajak yang dihitung sejak
menjadi SPDN.
Tapi, pengenaan PPh tidak berlaku bagi WNA yang
memanfaatkan Ph3B(Perjanjian Penghindaran Pajak
Berganda) antara Indonesia dengan mitra. ketentuan
lebih lanjut tersebut akan diatur dalam
PMK(Peraturan Menteri Keuangan)
Dasar Hukum Pajak
Penghasilan
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2023
Saat Timbul dan Berakhirnya
Kewajiban Pajak Subjektif
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri:
1. Dimulai pada saat orang tersebut dilahirkan, berada, atau berniat untuk
bertempat tinggal di Indonesia
2. Berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya.

Wajib Pajak Badan Dalam Negeri:


1. Dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia
2. Berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di
Indonesia
3. Warisan yang belum terbagi: dimulai pada saat timbulnya warisan yang
berlum terbagi tersebut berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi
Tidak Termasuk Subjek Pajak:
1. Kantor perwakilan negara asing
2. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat
lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan
kepada mereka yang bekerja dan bertempat tinggal bersama-
sama mereka.
3. Organisasi-organisasi internasional ditetapkan dengan keputusan
Menteri Keuangan.
4. Pejabat-Pejabat perwakialn organisasi Internasional yang
ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.
Penghasilan,
Objek Pajak Penghasilan,
dan yang Dikecualikan
Penghasilan
Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari indonesia maupun dari luar indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
UU Pajak Penghasilan Indonesia menganut prinsip pemajakan yang sangat luas.
maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun
pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak.

Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak,


penghasilan dapat dikelompokkan menjadi :
1) Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja & pekerjaan bebas, seperti
gaji, honororarium, aktuaris ,dan sebagainya.
2) Penghasilan dari kegiatan usaha baik orang pribadi maupun badan.
3) Penghasilan dari modal, berupa aktiva gerak maupun aktiva tak bergerak seperti
deviden, bunga, sewa, dll.
4) Penghasilan lain-lain, seperti hak atas bayaran berkala, pembebasan utang, dll.
Objek Pajak Penghasilan
Yang menjadi objek pajak penghasilan menurut pasal 4 UU No. 36
Tahun 2009 sebagai mana telah diubah dalam UU HPP adalah
sebagai berikut :
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa, yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah,
tunjangan honororarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
2. Hadiah dari undian, atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan.
3. Laba usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan aktiva
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah
dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan
pengembalian pajak.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan dan jaminan
pengembalian utang.
7. Deviden
8. Royalti
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
aktiva.
10. Penerimaan dan perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
14. Premi Asuransi
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenakan pajak.
17. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah.
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam UU yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.
19. Surplus Bank Indonesia
Penghasilan yang
Dikenai PPh Final
Objek pajak PPh yang dikenakan pajak secara final meliputi :
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya.
2. Penghasilan berupa hadiah undian.
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan
saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan aktiva berupa tanah
dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan
persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
5. Pajak penghasilan final menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
55 Tahun 2022
6. .Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah
Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak ber Klausul BUT telah
diatur dalam Pasal 2 ayat (5) UU PPh, namun klausul tentang
BUT ini juga diatur dalam tax treaty setiap negara yang
memiliki perjanjian dengan Indonesia, sehingga dalam
transaksi perpajakan internasional yang digunakan adalah
klausul BUT dalam tax treaty yang sudah disetujui oleh
kedua negara (bilateral).
Kewajiban Pajak atas BUT
Kewajiban pajak atas BUT adalah seperti wajib pajak badan dalam
negeri. Perbedaannya terjadi apabila laba setelah pajak dari suatu
BUT dikirim ke luar negeri maka akan dikenakan PPh Pasal 26
berdasarkan Pasal 26 UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan atau apabila Indonesia dan negara lain mempunyai Tax
Treaty atau P3B, maka pengenaanya berdasarkan tarif pajak
penghasilan dalam Tax Treaty tersebut. Sehingga apabila laba
setelah pajak tersebut sebagian atau seluruhnya ditanamkan
kembali di Indonesia dalam bentuk pendirian perusahaan
berbentuk PT (Perseroan Terbatas) dengan syarat tertentu, maka
atas bagian laba yang ditanamkan kembali di Indonesia tidak
dikenakan PPh Pasal 26.
Objek Pajak BUT
1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan
dari aktiva yang dimiliki atau dikuasai,
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan,
penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang
sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh
BUT di Indonesia (force of attraction rule),
3. Penghasilan tersebut dalam Pasal 26 UU Pajak
Penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusat,
sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan
aktiva atau kegiatan yang memberikan penghasilan
dimaksud (effective connection rule).
Dikecualikan dari objek pajak
1. Sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh lembaga amil
zakat yang disahkan oleh pemerintah dan diterima oleh
penerima zakat.
2. Aktiva hibahan yang diterima keluarga sedarah, badan
keagamaan, badan pendidikan, dan sebagainya, yang
ketentuannya diatur berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
3. Warisan.
4. Setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau pengganti penyertaan modal.
5. Imbalan yang diterima dalam bentuk natura/kenikmatan dari
wajib pajak kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak.
6. Dividen yang diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri dari badan usaha yang berkedudukan di
Indonesia dengan syarat tertentu.
7.Sisa lebih yang diperoleh lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan yang terdaftar pada instansi yang
membidanginya,yang ketentuannya diatur lebih lanjut
berdasarkan Peraturan Menetri Keuangan.
8.Santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu.
9.Dana setoran BPIH dan penghasilan dari pengembangan
keuangan haji,dan yang diterima BPKH.
10.Sisa lebih yang diterima lembaga sosial dan keagamaan.
11.Keuntungan karena pengalihan harta orang pribadi.
12.Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali jumlahnya
tidak lebih dari 350 juta rupiah yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Bukan Objek PPh
Kriteria penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan PPh
bertambah menjadi 16 item dari sebelumnya 13 item. berikut
adalah tambahan daftar penghasilan yang bukan objek PPh:

1. bagian laba atau sisa hasil usaha (SHU) koperasi


2. dana setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji dan
pengembangan keuangan haji di instrumen keuangan
tertentu
3. sisa lebih yang diterima lembaga sosial dan keagamaan yang
digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana sosial
dan keagamaan maksimal empat tahun sejak diterima
PPh sebelumnya:

1. bantuan atau sumbangan


2. hibah
3. warisan
4. harta
5. imbalan
6. klaim asuransi kesehatan, asuransi jiwa, dan asuransi beasiswa
7. dividen atau bagian laba atau penghasilan yang ditetapkan
8. iuran dana pensiun
9. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
10. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusaan modal ventura
11. beasiswa
12. sisa lebih yang diterima badan atau lembaga nirlaba pendidikan,
penelitian dan pengembangan
13. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh BPJS
ada beberapa point yang menjadi perhatian
khusus dalam pasal 4 ayat (3) huruf f UU
Cipta Kerja seperti berikut ini

Dividen Tidak Kena Pajak


Berdasarkan ketentuan pasal 14 PMK,
dividen dari dalam negeri dan luar negeri
yang diterima wajib pajak dalam negeri
dikecualikan dari objek PPh. Dividen yang
dikecualikan dari objek PPh merupakan
dividen yang dibagikan berdasarkan RUPS
atau dividen interim sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
(Pasal 24 ayat (2) PMK).
Penurunan tarif PPh Pasal 26
atas penghasilan bunga
Penambahan dalam Pasal 26 ayat (1b) tentang
PPh pada klaster perpajakan UU Cipta Kerja,
menyatakan bahwa tarif sebesar 20 % dari
jumlah bruto oleh pihak yang wajib
membayarkan bunga termasuk premium,
diskonto, dan ketidakseimbangan sehubungan
dengan jaminan utang, dapat di turunkan
dengan Peraturan Pemerintah (PP)
Pengaturan Dana Setoran Haji
Tentang pengelolaan dana setoran Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), terdapat
penambahan dalam Pasal 4 ayat (3) huruf o pada
klaster perpajakan Pasal 111 UU Cipta Kerja,
disebutkan :
Dana setoran BPIH dan penghasilan dari
pengembangan keuangan haji, diterima oleh
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang
ketentuannya di atur oleh Peraturan Menteri
Keuangan (PMK)
Dan pada Pasal 4 ayat(3) huruf p, disebutkan :
Sisa lebih yang diterima lembaga sosial dan
keagamaan yang tercatat, maka akan ditanamkan
kembali dalam bentuk sarana prasarana
keagamaan dalam jangka waktu paling lama 4
tahun sejak diperolehnya sisa lebih itu atau sebagai
dana abadi yang ketentuannya diatur oleh PMK.
Perhitungan Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan kena pajak di peroleh dari pengurangan antara penghasilan
bruto wajib pajak dengan pengurang penghasilan bruto.

Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan
perhitungan umum dihitung berdasarkan penghasilan bruto dikurangi :
1. biaya langsung atau tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan
usaha
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh aktiva berwujud
3. Iuran kepada dana pensiun yang telah di sahkan oleh Menteri
Keuangan
4. Kerugian penjualan
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing
6. Biaya penelitian
7. Biaya beasiswa, magang, pelatihan
8. Piutang yang tidak dapat ditagih dengan syarat tertentu
9. Sumbangan-sumbangan dan biaya lainnya
Biaya yang Tidak Diperbolehkan
8. Pajak penghasilan terutang oleh Wajib
Untuk Pengurangan Penghasilan Pajak yang bersangkutan
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi 9. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan
Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak pribadi Wajib Pajak
boleh dikurangkan ; 10. Gaji yang dibayarkan
1. Pembagian laba dalam bentuk apapun seperti deviden 11. Sanksi administrasi
2. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan,kecuali
• cadangan piutang tak tertagih
• cadangan untuk usaha asuransi
• cadangan pinjaman
• cadangan biaya” lainnya
4. Premi asuransi kesehatan
5. Imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan
kenikmatan
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan
kepada pemegang saham atau pihak yang punya
hubungan istimewa
7. Aktiva yang dihibahkan
Perlakuan Pajak Terhadap
Kerugian Fiskal
Apabila jumlah penghasilan bruto
dikurangi dengan pengeluaran-
pengeluaran yang diperkenankan
berdasar ketentuan perpajakan
memperoleh kerugian, maka kerugian
tersebut dapat dikompensasikan dengan
penghasilan neto atau laba fiskal selama
lima tahun berturut turut dimulai sejak
diperolehnya kerugian tersebut.
Penghaslian Tidak Kena Pajak (PTKP)

PTKP berfungsi sebagai pengurang


dalam perhitungan pajak
penghasilan. Penghasilan tidak
kena pajak (PTKP) tahun 2016
kembali dinaikkan oleh
pemerintah. Yang artinya
perhitungan PTKP ini berlaku dari
awal bulan Januari 2016. Berikut ini
adalah tabel kenaikan ptkp 2016
sesuai dengan aturan PMK Nomor
101/PMK.010/2016
Tambahan PTKP Untuk
Anggota Sedarah dan
Semenda
wajib pajak yang mempunyai anggota keluarga sedarah dan semenda
dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya diberikan tambahan penghasilan tidak kena
pajak untuk paling banyak 3 orang. Hubungan kekeluargaan sedarah
dihitung dengan jumlah kelahiran dan setiap kelahiran disebut
derajat.Urutan derajat yang satu dengan derajat yang lainnya disebut
garis.
Garis lurus adalah urutan derajat antara orang-orang di mana yang
satu merupakan keturunan dari yang lainnya.Dalam garis lurus
dibedakan garis lurus ke bawah dan garis lurus ke atas. Garis lurus ke
bawah merupakan hubungan antara bapak-asal dan keturunannya,
sedangkan garis lurus ke atas adalah hubungan antara seseorang dan
mereka yang menurunkannya.
sedangkan kekeluargaan semenda adalah suatu pertalian
kekeluargaan karena perkawinan,yaitu pertalian antara salah
seorang dari suami-istri dan keluarga sedarah dari pihak lain.
•Hubungan sedarah:
1. Lurus satu derajat:Ayah,Ibu,Anak Kandung
2. Kesamping satu derajat:Saudara Kandung(Kakak,Adik
kandung)

•Hubungan Semenda:
1. Lurus satu derajat:Mertua,Anak Tiri
2. Kesamping satu derajat:Saudara ipar(Adik ipar,Kakak ipar)
anggota keluarga sedarah dan semenda berikut
ini tidak dapat diperhitungkan sebagai
tanggungan:
1. saudara kandung, karena termasuk dalam
pengertian keluarga sejarah ke samping satu
derajat.
2. saudara ipar, karena termasuk dalam
keluarga semenda ke samping satu derajat.
3. saudara dari bapak/ibu, karena tidak
termasuk dalam keluarga sedarah dan
keluarga semenda.
Anak yang telah memiliki penghasilan sendiri

Anak yang memiliki penghasilan sendiri tetap


diperhitungkan PTKP nya sebagai tanggungan wajib pajak
orang tuanya.Menurut undang-undang hukum
perdata,maksud belum dewasa adalah mereka yang belum
mencapai umur genap 21 tahun dan tidak kawin
sebelumnya.Sedangkan menurut undang-undang pajak
adalah anak yang berumur 18 tahun/lebih dan belum
pernah menikah.Anak yang telah berumur 18 tahun atau
lebih dan telah memperoleh penghasilan sendiri tidak lagi
diperhitungkan sebagai tanggungan dalam besarnya
PTKP.Namun apabila wajib pajak mempunyai anak yang
telah berumur 18 tahun tetapi belum menikah,anak
tersebut masih diperhitungkan sebagai tanggungan wajib
pajak dalam perhitungan ptkp.
Anak yang telah memiliki penghasilan sendiri

Anak yang memiliki penghasilan sendiri tetap


diperhitungkan PTKP nya sebagai tanggungan wajib pajak
orang tuanya.Menurut undang-undang hukum
perdata,maksud belum dewasa adalah mereka yang belum
mencapai umur genap 21 tahun dan tidak kawin
sebelumnya.Sedangkan menurut undang-undang pajak
adalah anak yang berumur 18 tahun/lebih dan belum
pernah menikah.Anak yang telah berumur 18 tahun atau
lebih dan telah memperoleh penghasilan sendiri tidak lagi
diperhitungkan sebagai tanggungan dalam besarnya
PTKP.Namun apabila wajib pajak mempunyai anak yang
telah berumur 18 tahun tetapi belum menikah,anak
tersebut masih diperhitungkan sebagai tanggungan wajib
pajak dalam perhitungan ptkp.
PTKP Untuk Anak Angkat
Pengertian anak angkat dalam perhitungan PTKP adalah
seorang anak yang diaku dan diangkat sebagai anak.
Pengertian anak angkat yang dapat diperhitungkan dalam
penentuan PTKP adalah dengan kriteria berikut:
1. seseorang yang belum dewasa.
2. yang tidak tergolong keluarga sedarah atau semenda
dalam garis lurus dari wajib pajak.
3. menjadi tanggungan sepenuhnya dari wajib pajak.
Pengertian menjadi tanggungan sepenuhnya menurut
undang-undang pajak penghasilan berdasarkan keadaan
berikut yaitu:
1. tinggal bersama-sama dengan wajib pajak.
2. nampak secara nyata tidak mempunyai penghasilan
sendiri.
3. tidak pula turut dibantu oleh lain-lain anggota keluarga.
PTKP Karyawati Kawin &
Wajib Pajak Belum Menikah

dalam hal karyawati kawin ptkp yang dapat


dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri.
ptkp bagi wanita yang berstatus kawin dan anak
yang belum dewasa adalah penghasilan wanita
yang berstatus kawin digabung dengan penghasilan
suaminya kecuali penghasilan yang berasal dari satu
pemberian kerja yang telah dipotong PPh pasal 21
dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya
dengan pekerjaan bebas suaminya.
Penyusutan Harta Berwujud
dan tidak Berwujud

menurut peraturan perpajakan biaya penyusutan


memiliki ketentuan tersendiri dalam soal
penghitungannya. salah satu biaya usaha yang
boleh dikurangkan dari penghasilan bruto saat
penghitungan penghasilan kena pajak adalah biaya
penyusutan.
penyusutan adalah alokasi sistematik jumlah yang
dapat disusutkan dari suatu aktiva tetap berwujud
sepanjang masa manfaatnya.
Pertanyaan
1.

Anda mungkin juga menyukai