1. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia; dan
2. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.
Subjek Pajak Luar Negeri baik itu orang pribadi ataupun badan memiliki kewajiban
pajak subjektif yang dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan sebagaimana melalui Bentuk Usaha
Tetap atau pada saat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan
berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
Bentuk Usaha Tetap atau pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
Dari pengertian di atas dapat dibedakan dua jenis Wajib Pajak Luar Negeri, yaitu :
2. Wajib Pajak Luar Negeri yang tidak mempunyai Bentuk Usaha Tetap di
Indonesia.
Selain itu, ada juga Wajib Pajak Luar Negeri yang pengenaan pajaknya diatur
khusus pada Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan, yaitu Wajib Pajak Luar
Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia.
Subjek Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang merupakan Warga Negara Indonesia
berubah statusnya menjadi Subjek Pajak luar negeri dalam bekerja di luar negeri
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga hari) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan dan dapat menunjukkan salah satu dokumen tanda pengenal resmi
yang masih berlaku sebagai penduduk luar negeri yang dapat berupa:
1. green card;
2. identitiy card;
3. student card;
4. pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh Kantor Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri;
Yang menjadi objek pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap, yaitu :
1. penghasilan dari usaha atau kegiatan dan dari harta yang dimiliki atau
dikuasai Bentuk Usaha Tetap tersebut;
2. penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang
dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap di Indonesia;
Bentuk Usaha Tetap merupakan satu kesatuan dengan kantor pusatnya, sehingga
pembayaran oleh Bentuk Usaha Tetap kepada kantor pusatnya seperti royalti atas
penggunaan harta kantor pusat, merupakan perputaran dana dalam satu
perusahaan itu sendiri.
Oleh karena itu, jika kita mengacu pada ketentuan di atas, pembayaran berupa
royalti, imbalan jasa, dan bunga oleh dari Bentuk Usaha Tetap kepada kantor
pusatnya tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pengecualian dari ketentuan ini
adalah apabila kantor pusat dan Bentuk Usaha Tetapnya bergerak dalam bidang
usaha perbankan, maka pembayaran bunga pinjaman oleh Bentuk Usaha Tetap
kepada kantor pusatnya dapat dibebankan sebagai biaya.
Karena Bentuk Usaha Tetap merupakan Subjek Pajak yang diperlakukan sama
dengan Subjek Pajak badan, maka biaya yang dapat dikurangkan atau tidak dapat
dikurangkan dengan penghasilan yang diterima mengikuti ketentuan yang terdapat
pada Pasal 6 dan Pasal 9 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Tarif dasar Pasal 26 ini adalah sebesar 20% yang dihitung dari Dasar Pengenaan
Pajak (DPP). DPP Pasal 26 terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu
1. jumlah bruto,
Karena Pasal 26 adalah pemajakan terhadap Wajib Pajak Luar Negeri selain BUT
yang penghasilannya bersumber dari Indonesia, dalam hal ketentuan P3B mengatur
berbeda dari yang tertulis di Pasal 26, maka yang berlaku adalah ketentuan P3B
sebagai lex specialis dari Undang-Undang Pajak Penghasilan. Namun demikian
patut diperhatikan bahwa P3B tidak mengatur aspek pemajakan terkait objek-objek
penghasilan yang dikenakan maupun yang tidak dikenakan pajak, melainkan
mengatur pembatasan hak pemajakan suatu negara atas penghasilan yang
diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri yang bersumber dari negara tersebut.
Perkiraan penghasilan neto yang dimaksud di atas adalah sebesar 25% (dua puluh
lima persen) dari harga jual. Pemotongan pajak tersebut bersifat final dan atas
penghasilan yang merupakan objek pajak pada pasal 4 ayat (2) Undang-Undang
Pajak Penghasilan tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 26.
Selain itu, untuk Wajib Pajak Luar Negeri yang berkedudukan di negara-negara yang
telah mempunyai P3B dengan Indonesia, pemotongan pajak hanya dilakukan
apabila berdasarkan P3B yang berlaku, hak pemajakannya berada di Indonesia.
Wajib Pajak Luar Negeri yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 memperoleh
bukti pemotongan yang dibuat oleh pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak.
Selain atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri dari penjualan
harta, Wajib Pajak Luar Negeri juga dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima
dari pengalihan saham.
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 atas penjualan saham yang dilakukan oleh
Wajib Pajak Luar Negeri adalah pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong. Besarnya
tarif sebesar pemotongan adalah 20% dari 25% alias tarif efektif 5%.
Dalam hal pembeli adalah Wajib Pajak Luar Negeri, maka yang menjadi pemungut
pajak adalah perseroan yang sahamnya diperjualbelikan tersebut. Pencatatan akta
pemindahan hak dilakukan apabila telah ditunjukkan asli bukti pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 26 dan telah diserahkan fotokopi bukti pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 26 kepada Perseroan.
Sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Pajak
Penghasilan, Menteri Keuangan berwenang menetapkan besaran perkiraan
penghasilan neto atas penghasilan berupa premi yang diterima oleh perusahaan
asuransi luar negeri. Terhadap perkiraan penghasilan neto tersebut dipotong pajak
dengan tarif 20% (dua puluh persen).
lembar ke-2 untuk dilampirkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak
Penghasilan 26 yang disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
pemotong terdaftar;
3. pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh Bentuk Usaha Tetap untuk
menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia; atau
4. investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh Bentuk Usaha Tetap untuk
menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia.
Selain persyaratan utama yang telah disebutkan di atas, terdapat juga persyaratan
tambahan terhadap masing-masing jenis penanaman modal kembali yang dilakukan
oleh BUT yang bersangkutan, yaitu:
3. Untuk pembelian aktiva tetap yang digunakan oleh Bentuk Usaha Tetap untuk
menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau melakukan kegiatan Bentuk
Usaha Tetap di Indonesia atau investasi berupa aktiva tidak berwujud oleh
Bentuk Usaha Tetap untuk menjalankan usaha Bentuk Usaha Tetap atau
melakukan kegiatan Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, BUT yang
bersangkutan tidak boleh melakukan pengalihan atas pembelian aktiva tetap
atau pengalihan atas investasi berupa aktiva tidak berwujud paling sedikit
dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak perolehan aktiva tetap atau investasi
aktiva tidak berwujud yang bersangkutan.
Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (4) ini diperlakukan seperti pengenaan
pajak atas dividen yang melekat pada Wajib Pajak Badan, tetapi subjek
pemotongnya adalah Bentuk Usaha Tetap yang berada di Indonesia.
Pada dasarnya dalam P3B hak pemajakan atas perusahaan pelayaran dan/atau
penerbangan dengan jalur lalu lintas internasional adalah di negara dimana tempat
manajemen efektif perusahaan itu berada.
Hal ini di karenakan sumber penghasilannya berasal dari Indonesia. Sedangkan atas
penghasilan dari kegiatan operasional jalur lalu lintas internasional yang berasal dari
luar negeri ke wilayah Indonesia maka Indonesia tidak berhak mengenakan pajak.
Besarnya Pajak Penghasilan yang dikenakan terhadap Wajib Pajak tersebut adalah
sebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaran bruto
Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/ atau Penerbangan Luar Negeri dan bersifat
final.
Dengan adanya P3B antara Indonesia dengan Negara Mitra, maka dalam
mengaplikasikan pengenaan pajak terhadap Perusahaan Pelayaran dan/atau
Penerbangan Asing sudah tentu harus melihat isi dari P3B antara Indonesia dengan
Negara Mitra tersebut terutama pada article General Definitions dan article Shipping
and Air Transport karena tidak setiap P3B mengaplikasikan hak pemajakan yang
sama antara satu dengan yang lainnya.
Nilai ekspor bruto adalah semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di
Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada
atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Direktur Jenderal Pajak melalui Surat Edaran Nomor SE-2/ PJ.03/2008 memberikan
penegasan atas pertanyaan yang timbul terhadap pengenaan pajak kepada Wajib
Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia. Dalam
suratnya, Direktur Jenderal Pajak menegaskan bahwa Wajib Pajak Luar Negeri yang
dimaksud dalam KEP-667/PJ./2001 adalah Wajib Pajak Luar Negeri yang
mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia yang berasal dari negara yang
belum mempunyai P3B.
Sedangkan untuk Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai Kantor Perwakilan
Dagang di Indonesia yang berasal dari Negara Mitra atau yurisdiksi mitra P3B,
besarnya tarif pajak yang terutang disesuaikan dengan tarif Branch Profit Tax dari
suatu Bentuk Usaha Tetap tersebut sebagaimana dimaksud dalam P3B terkait.
Untuk Kantor Perwakilan Dagang yang yang dikecualikan dari Bentuk Usaha Tetap
sesuai dengan P3B antara Indonesia dengan Negara Mitra atau yurisdiksi mitra,
maka hak pemajakannya berada di negara domisili dimana Wajib Pajak Luar Negeri
tersebut terdaftar sebagai resident.
Dengan demikian, pengenaan pajak kepada Kantor Perwakilan Dagang Asing yang
berasal dari negara mitra P3B dapat dilakukan serpanjang kegiatan yang dilakukan
oleh Kantor Perwakilan Dagang Asing dimaksud tidak termasuk pada kegiatan yang
dikecualikan sebagai bentuk usaha tetap, sebagaimana diatur dalam P3B yang
berlaku.
P3B (Tax Treaty)
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) adalah perjanjian pajak antara 2
(dua) negara (bilateral) yang mengatur mengenai pembagian hak pemajakan atas
penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh penduduk dari salah satu atau kedua
negara yang melakukan perjanjian (both Contracting States).
Kedua, metode pemajakan bilateral (tax treaty) dimana hak pemajakan diatur
melalui perjanjian antara kedua negara yang mengatur hak pemajakan atas
penghasilan dan warga negara kedua belah pihak.
1. subjek pajak yaitu pengaturan terhadap Subjek Pajak Dalam Negeri, Luar
Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT);
2. objek pajak yaitu antara lain penghasilan atas kegiatan usaha, penghasilan
atas penjualan saham dan aset, dividen, bunga, royalti, dan penghasilan atas
jasa tertentu;
3. jenis pajak, tarif, dan kondisi khusus lainnya yang secara umum menjadi
sengketa atau rentan terjadi pemajakan berganda; serta
Kedua model perjanjian diatas adalah dasar dari pembuatan P3B Indonesia dengan
negara mitra, namun pada pelaksanaannya, bentuk P3B yang digunakan dibuat
berdasarkan kondisi dan kepentingan Indonesia pada saat perjanjian berlangsung.
sehingga bentuk P3B Indonesia tidak baku dan merupakan gabungan dari kedua
model perjanjian diatas.
Treaty Shopping adalah salah satu bentuk penyalahgunaan P3B, dimana seseorang
bertindak melalui suatu entity di negara mitra lainnya dengan tujuan hanya untuk
memanfaatkan keuntungan yang ada dalam P3B, yang sebenarnya tidak dapat
dimanfaatkan oleh seseorang tersebut. Entitas tersebut sering disebut perusahaan
cangkang atau special porpose vehicle (SPV).
Persyaratan tidak terjadinya penyalahgunaan P3B dalam hal Wajib Pajak Luar
Negeri merupakan orang pribadi adalah orang pribadi tersebut tidak bertindak
sebagai Agen atau Nominee.
Sedangkan persyaratan tidak terjadinya penyalahgunaan P3B dalam hal Wajib Pajak
Luar Negeri merupakan Wajib Pajak badan :
pertama: Wajib Pajak Luar Negeri merupakan perusahaan yang sahamnya terdaftar
di Pasar Modal (listed company) dan diperdagangkan secara teratur;
kedua : bagi penghasilan yang di dalam P3B terkait tidak memuat persyaratan
beneficial owner, Wajib Pajak Luar Negeri menjawab bahwa pendirian perusahaan di
Negara Mitra P3B atau pengaturan struktur/skema transaksi tidak ditujukan untuk
pemanfaatan P3B.
6. tidak menggunakan lebih dari 50% (lima puluh persen) dari total
penghasilannya untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain dalam bentuk,
seperti: bunga, royalti, atau imbalan lainnya.
Apabila ketentuan tersebut diatas tidak dapat dipenuhi, Pemotong/ Pemungut Pajak
wajib memotong atau memungut pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Sedangkan bagi WPLN untuk dapat memperoleh manfaat P3B harus memenuhi
syarat administratif yaitu:
Yang dimaksud formulir Form-DGT 1 dan Form-DGT 2 diatas adalah formulir yang
ditetapkan dalam Lampiran II (Form - DGT 1) atau Lampiran III (Form - DGT 2)
Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER- 24/PJ/2010.
Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang
berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-
hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang
menjadi nasabahnya.
SKD adalah persyaratan administratif bagi WPLN untuk menggunakan fasilitas yang
ada dalam P3B. Apabila WPLN tidak dapat melampirkan SKD yang diterbitkan oleh
otoritas negaranya dalam laporan perpajakannya di Indonesia, maka
pemotong/pemungut pajak wajib memotong/memungut pajak atas penghasilan
yang diperoleh di Indonesia sesuai peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
Begitu pula dengan WPDN Indonesia yang memperoleh penghasilan dari Negara
Mitra, apabila WPDN Indonesia tidak dapat melampirkan SKD yang diterbitkan oleh
otoritas Indonesia maka WPDN tersebut akan dikenakan pajak atas penghasilan dari
Negara Mitra sesuai peraturan perpajakan yang berlaku di Negara Mitra tersebut.
SKD diterbitkan atau disahkan oleh Direktur Jenderal Pajak melalui KPP Domisili
berdasarkan permohonan Wajib Pajak. Yang dimaksud dengan KPP domisili adalah
Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau domisili
Wajib Pajak orang pribadi terdaftar atau tempat kedudukan Wajib Pajak badan
terdaftar. KPP Domisili menerbitkan SKD dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja
setelah menerima permohonan Wajib Pajak secara lengkap.
Formulir SKD yang diterbitkan adalah form DGT-7 sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran II PER-35/PJ/2010 atau menggunakan formulir khusus yang digunakan
oleh Negara Mitra P3B. Masa berlaku SKD adalah 12 bulan sejak tanggal disahkan.
Isi SKD menerangkan bahwa Wajib Pajak bersangkutan adalah Wajib Pajak Dalam
Negeri Indonesia, yang berdomisili/menjalankan usahanya di wilayah KPP domisili
dan telah melaporkan SPT Tahunan PPh pada Tahun Pajak yang dimaksud. Bagi
Wajib Pajak luar negeri, SKD yang diterbitkan Negara Mitra adalah sesuai kelaziman
di Negara tempat WPLN berkedudukan, namun sekurang-kurangnya harus
menyatakan bahwa WPLN yang bersangkutan benar bekedudukan di Negara
tersebut sesuai dengan peraturan P3B yang berlaku, disertai dengan tanggal dan
tanda tangan pejabat yang menerbitkan SKD tersebut.
Sedangkan bila pihak yang dipotong atau dipungut merupakan Wajib Pajak Luar
Negeri yang tidak menjalankan kegiatan atau usaha melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia, permohonan pengembalian dapat dilakukan melalui Wajib Pajak yang
melakukan pemotongan atau pemungutan atau Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan pemungutan.
Permohonan pengembalian diajukan atas suatu bukti pembayaran, bukti
pemotongan/pemungutan pajak, faktur pajak atau dokumen lain yang dipersamakan
dengan faktur pajak. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan format sesuai peraturan beserta lampiran terkait dan ditandatangani
oleh Wajib Pajak terkait ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak pemohon
terdaftar.
Berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak melalui KPP terkait
melakukan peneltian atas permohonan dan dapat meminta dokumen pendukung
yang diperlukan kepada Wajib Pajak. Berdasarkan hasil penelitian tersebut,
kelebihan pembayaran akan dikembalikan melalui Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar.
CFC dibuat sebagai alat untuk menangguhkan kewajiban pajak atas penghasilan
dari operasi perusahaan tersebut dengan cara menangguhkan pendistribusian
dividen ke pemegang saham.
Untuk menghadapi penghindaran pajak tersebut, Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang
Pajak Penghasilan menjelaskan bahwa :
Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib
Pajak Dalam Negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain
badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, dengan ketentuan sebagai
berikut:1. besarnya penyertaan modal Wajib Pajak Dalam Negeri tersebut paling
rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau2. secara
bersama-sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri lainnya memiliki penyertaan
modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor.
Ketentuan tersebut kemudian diatur lebih lanjut melalui PMK Nomor
256/PMK.03/2008 yang mengatur saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak Dalam
Negeri atas penyertaan modal pada badan usaha di luar negeri selain badan usaha
yang menjual sahamnya di bursa efek.
Saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak tersebut adalah ditentukan sebagai
berikut:
2. pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir apabila badan usaha di luar
negeri tersebut tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan surat
pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan atau tidak ada ketentuan batas
waktu penyampaian surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan.
Sedangkan besarnya dividen yang wajib dihitung oleh Wajib Pajak Dalam Negeri
adalah sebesar jumlah dividen yang menjadi haknya terhadap laba setelah pajak
yang sebanding dengan penyertaannya pada badan usaha di luar negeri selain
badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek, kecuali dividen tersebut telah
dibagikan oleh perusahaan luar negeri sebelum batas waktu yang ditentukan dalam
peraturan dan atas penghasilan tersebut wajib dilaporkan oleh Wajib Pajak di Surat
Pemberitahuan Tahunan PPh-nya untuk tahun pajak dibagikannya dividen tersebut.
Pajak atas dividen yang telah dibayar atau dipotong di luar negeri dapat dikreditkan
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang
Pajak Penghasilan. Ketentuan ini menerangkan bahwa pajak yang dibayar atau
terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak Dalam Negeri dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang
berdasarkan Undang-Undang PPh dalam tahun pajak yang sama, dan besarnya
kredit pajak tersebut adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang
di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang
berdasarkan Undang-undang PPh.
klik gambar untuk memperbesar
Special Purpose Company adalah adalah sebuah perusahaan dengan tujuan atau
fokus yang terbatas. Perusahaan ini dibentuk oleh suatu badan hukum untuk
melakukan aktivitas khusus atau bersifat sementara.
Perusahaan ini biasanya, walaupun tidak perlu, dikuasai hampir sepenuhnya oleh
badan hukum yang menjadi sponsornya. SPC dapat digunakan sebagai suatu
saluran (conduit) dalam menghindari pembayaran pajak atas penghasilan yang
diperoleh dengan cara mendirikan perusahaan di salah satu Negara Mitra P3B
(treaty shopping).
Tujuan pembentukan SPC tersebut tidak selalu untuk mendapatkan harga saham
atau aktiva di bawah harga pasar, yang paling sering adalah sebagai perusahaan
bentukan untuk memanfaatkan dan menikmati fasilitas perpajakan yang disediakan
dalam P3B antara Indonesia dengan Negara Mitra.
1. Saham atau aktiva yang sebelumnya dimiliki dan/atau dijaminkan oleh Wajib
Pajak Dalam Negeri yang ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya
melakukan pembelian, sehubungan dengan perjanjian utang piutang; atau
2. Aktiva yang merupakan aset kredit (piutang) kepada Wajib Pajak Dalam
Negeri yang ditetapkan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan
pembelian, sehubungan dengan perjanjian utang piutang.
Apabila saham tersebut dibeli oleh Wajib Pajak Luar Negeri, maka pihak yang
ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah badan yang didirikan atau berkedudukan di
Indonesia yang sahamnya diperjualbelikan oleh pemegang saham Wajib Pajak Luar
Negeri di luar Bursa Efek; dan harus mencatat akta pemindahan hak atas saham
yang dijual.
2. permintaan yang diajukan oleh Warga Negara Indonesia yang telah menjadi
Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B sehubungan dengan ketentuan
non diskrimasi (non-discrimination) dalam P3B yang berlaku;
4. hal yang dianggap perlu oleh dan atas inisiatif Direktur Jenderal Pajak.
Jangka waktu pengajuan permohonan MAP diatur berdasarkan P3B yang berlaku
dengan Negara Mitra.
Permintaan untuk melaksanakan MAP yang diajukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri
dilakukan antara lain dalam hal:
1. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia dikenakan pajak atau akan dikenakan
pajak karena melakukan praktik Transfer Pricing sehubungan adanya
transaksi dengan Wajib Pajak Dalam Negeri Negara Mitra P3B yang
mempunyai Hubungan Istimewa;
4. Wajib Pajak Dalam Negeri Indonesia yang juga merupakan Wajib Pajak
Dalam Negeri Negara Mitra P3B meminta pelaksanaan konsultasi dalam
rangka MAP untuk menentukan status dirinya sebagai Wajib Pajak Dalam
Negeri dari salah satu negara tersebut.
Permohonan pengajuan MAP sekurang-kurangnya memuat:
2. tindakan atau pengenaan pajak yang telah dilakukan oleh otoritas pajak
Negara Mitra P3B yang dianggap lebih berat dibandingkan dengan tindakan
atau pengenaan pajak yang dilakukan oleh otoritas pajak Negara Mitra P3B
dimaksud kepada warga negaranya sendiri;
4. pihak yang dapat dihubungi oleh Direktur Jenderal Pajak dalam rangka tindak
lanjut atas permohonan yang telah disampaikan oleh yang bersangkutan;
dan
5. nama kantor pajak Negara Mitra P3B, jika memungkinkan nama unit vertikal
kantor pajak Negara Mitra P3B yang terkait dalam hal diketahui oleh yang
bersangkutan.
Tujuan Kesepakatan Harga Transfer adalah untuk memberikan sarana kepada Wajib
Pajak guna menyelesaikan permasalahan Transfer Pricing. Ruang lingkup
Kesepakatan Harga Transfer meliputi seluruh atau sebagian transaksi yang
dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa.
Pasal 18 ayat (3a) Undang-Undang Pajak Penghasilan menjelaskan bahwa:
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan
bekerjasama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga
transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa, yang berlaku
selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan
renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir.
Keuntungan dari Advance Pricing Agreement (APA) selain untuk memberikan
kepastian hukum dan kemudahan penghitungan pajak, Fiskus tidak perlu lagi
melakukan koreksi dalam pemeriksaan atas harga jual dan keuntungan produk yang
dijual Wajib Pajak kepada perusahaan dalam grup yang sama. APA dapat bersifat
unilateral, yaitu merupakan kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dengan
Wajib Pajak atau bilateral, yaitu kesepakatan Direktur Jenderal Pajak dengan
otoritas perpajakan negara lain yang menyangkut Wajib Pajak yang berada di
wilayah yurisdiksinya.
Pembicaraan awal (prelodgement meeting) antara Direktur Jenderal Pajak dan Wajib
Pajak;
Pembahasan APA
1. ruang lingkup transaksi dan Tahun Pajak yang akan dicakup oleh
Kesepakatan Harga Transfer;
Dalam hal Wajib Pajak menganggap bahwa Kesepakatan Harga Transfer dapat
menyebabkan terjadinya pengenaan pajak berganda, Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak untuk
mengadakan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure/MAP)
dengan otoritas pajak dari negara/jurisdiksi mitra P3B.
Jadi Resident Tie Breaker berfungsi sebagai penentu bagi permasalahan dual
resident.
Resident Tie Breaker dilakukan secara berurutan dan bertahap sesuai dengan tax
treaty yang sudah ditanda-tangani. Ada dua jenis Resident Tie Breaker, yaitu satu
untuk individu atau sering disebut Wajib Pajak Orang Pribadi, kedua untuk persons
other than individual atau kita sebut jasa wajib pajak badan.
Resident Tie Breaker untuk Wajib Pajak Orang Pribadi terdiri: Tempat tinggal
(Permanent Home), pusat kepentingan (Centre of Vital Interests), kebiasaan
berdiam (Habitual Abode), status kewarganegaraan (Nationality), Citizenship, dan
prosedur kesepakatan (Mutual Agreement Procedures). Kriteria pengujian dan
dilakukan secara berurutan (sequency) artinya apabila kriteria pertama tidak dapat
memecahkan masalah dual residence maka digunakan kriteria kedua dan
seterusnya.
Tempat tinggal tetap (permanent home) yaitu tempat dimana Wajib Pajak tinggal
dalam jangka waktu yang relatif lama sehingga memenuhi persyaratan degree of
permanence. Pusat kepentingan (centre of vital interest) yaitu tempat dimana
hubungan keluarga dan kepentingan ekonomi berada.
Ada 39 tax treaty yang menggunakan Tie Breaker dengan urutan sebagai berikut:
Permanent Home, Centre of Vital Interests, Habitual Abode, dan terakhir Mutual
Agreement Procedures.
Sebanyak 22 tax treaty menggunakan Tie Breaker dengan urutan sebagai berikut:
Permanent Home, Centre of Vital Interests, Habitual Abode, Nationality, dan terakhir
Mutual Agreement Procedures.
Istilah Citizenship hanya digunakan dalam satu tax treaty yang kedudukannya sama
seperti Nationality. Menurut saya, urutan yang kedua sama saja dengan ketiga.
Sedangkan Resident Tie Breaker untuk Wajib Pajak Badan terdiri: MAP (Mutual
Agreement Procedures); POCM (Place of Control and Management); POEM (Place
of Effective Management); POI (Place of Incorporation); POO (Place of where it is
organised).
Ada 29 tax treaty yang hanya menggunakan Mutual Agreement Procedures untuk
menentukan dual resident, 26 tax treaty hanya menggunakan Place of Effective
Management, dan 3 tax treaty hanya menggunakan Place of Incorporation.
Permanent Establishment
Tax treaty biasanya mengatur hak pemajakan dari penghasilan usaha (business
profit) sepenuhnya diserahkan kepada negara domisili atau negara dimana Wajib
Pajak terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri. Pengecualian dari ketentuan
tersebut adalah terpenuhi syarat Permanent Establishment sesuai tax treaty.
Jika terpenuhi syarat Permanent Establishment sesuai tax treaty, maka Indonesia
berhak mengenakan pajak sesuai tax treaty. [pada kebanyakan, Indonesia sebagai
negara sumbber].
Permanent Establishment Tipe Aset memiliki ciri fixed place yang dapat dirinci
menjadi tiga pengujian [test], yaitu :
2. fixed, tempat usaha harus bersifat tetap, yaitu harus berada di satu tempat
yang bersifat tetap.
3. doing business through that fixed place, yaitu kegiatan usaha perusahaan
tersebut dilakukan melalui tempat tetap tersebut.
Dan syarat fixed place inilah yang banyak dimanfaatkan oleh perusahaan digital.
Fixed place menjadi kelemahan tax treaty sejak industri internet berkembang.
TES WAKTU
NO NEGARA Kegiatan
Konstruksi Instalasi Perakitan Jasa Lainnya
Pengawasan
1. ALGERIA 3 bulan 3 bulan 3 bulan 3 bulan 3 bulan/12bulan
2. AUSTRALIA 120 hari 120 hari 120 hari 120 hari 120 hari/12bulan
3. AUSTRIA 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12bulan
4. BANGLADESH 183 hari 183 hari 183 hari 183 hari 91 hari/12 bulan
183 hari/
5. BELGIUM 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan
12bulan
BRUNEI DARUS
6. 183 hari 3 bulan 3 bulan 183 hari 3 bulanl12bulan
SALAM
120
7. BULGARIA 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan
haril 12bulan
120 haril 12
8. CANADA 120 hari 120 hari 120 hari 120 hari
bulan
9. CZECH 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12 bulan
10. CHINA 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan/ 12bulan
3 bulanl 12
11. DENMARK 6 bulan 3 bulan 3 bulan 6 bulan
bulan
12. EGYPT 6 bulan 4 bulan 4 bulan 6 bulan 3 bulan/1 2bulan
13. FINLAND 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulanl1 2bulan
14. FRANCE 6 bulan n/a 6 bulan 183 hari/12 bul 183 haril 12
an bulan
15. GERMANY 6 bulan 6 bulan Tidak Ada Tidak Ada 7,5 % 1
16. HUNGARY 3 bulan 3 bulan 3 bulan 3 bulan 4 bulan/12bulan
17. INDIA 183 hari 183 han 183 hari 183 hari 91 hari/ 12bulan
18. IRAN 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 183 hari/12bulan
19. ITALY 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12bulan
20. JAPAN 6 bulan 6 bulan Tidak Ada 6 bulan 6
bulan/tahunpaja
k2
21. JORDAN 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 1 bulan/12bulan
KOREA,
22. 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12 bulan
REPUBLIC OF
KOREA.
DEMOCRATIC
23. 12 bulan 12 bulan 12 bulan 12 bulan 6 bulan/12 bulan
PEOPLE'S
REPUBLIC OF
24. KUWAIT 3 bulan 3 bulan 3 bulan 3 bulan 3 bulan/12 bulan
25. LUXEMBOURG 5 bulan 5 bulan 5 bulan 5 bulan 10% 3
26. MALAYSIA 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12 bulan
27. MEXICO 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 91 hari/12 bulan
26. MONGOLIA 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12 bulan
29. NETHERLANDS 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12 bulan
30. NEW ZEALAND 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12 bulan
31. NORWAY 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12 bulan
32. PAKISTAN 3 bulan 3 bulan 3 bulan 3 bulan 15% 4
PHILIPPINES, 183 hari/12
33. 6 bulan 3 bulan 3 bulan 6 bulan
TH E bulan
120 hari/12
34. POLAND 183 hari 183 hari 183 hari 183 hart
bulan
183 hari/12
35. PORTUGAL 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan
bulan
36. QATAR 6 bulan 6 Bulan 6 Bulan 6 Bulan 6 bulan/12 bulan
37. ROMANIA 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 4 bulan/12 bulan
38. RUSSIA 3 bulan 3 bulan 3 bulan 3 bulan Tidak ada 5
Tidak
39. SAUDI ARABIA " Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
ada
40. SEYCHELLES 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12 bulan
41. SINGAPORE 183 hari 183 hari 183 hari 6 bulan 90 hari/12 bulan
42. SLOVAK 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 91 hari/12 bulan
120 hari/12
43. SOUTH AFRICA 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan
bulan
44. SPAIN 183 hari 183 hari 183 hari 183 hari 3 bulan/12 bulan
45. SRI LANKA 90 hari 90 hari 90 narl 90 hari 90 hari/12 bulan
46. SUDAN 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12 bulan
47. SWEDEN 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12 bulan
46. SWITZERLAND 183 hari 183 hari 183 hari 183 hari 5% 6
183 hari/12
49. SYRIA 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan
bulan
120 hari/12
50. TAIWAN 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan
bulan
51. TH AILAND 6 bulan 8 bulan 6 bulan 6 bulan 183 hari
52. TUNISIA 3 bulan 3 bulan 3 bulan 3 bulan 3 bulan/12 bulan
183 hari/12
53. TURKEY 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan
bulan
54. U.A.E 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan
55. UKRAINE 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 4 bulan/12 bulan
UNITED
56. 183 hari 183 hari 183 hari 183 hari 91 hari/12 bulan
KINGDOM
UNITED 120 haril12
57. 120 hari 120 hari 120 hari 120 hari
STATES bulan
58. UZBEKISTAN 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan/12 bulan
59. VENEZUELA 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 10%7
60. VIETNAM 6 bulan 6 bulan 6 bula n 6 bulan 3 bulan/12 bulan
jasa lainnya dalam P3B RI-Jerman dikenakan pajak 7,5% dari fee untuk jasa-
jasa teknik (Pasal 12 P3B RI-Jerman)
meliputi jasa konsultasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 5 P3B RI-
Jepang
jasa lainnya dalam P3B RI-Pakistan dikenakan pajak 10% dari fee untuk jasa-
jasa teknik (Pasal 12 P3B RI-Luxembourg)
jasa lainnya dalam P3B RI-Pakistan dikenakan pajak 15% dari fee untuk jasa-
jasa teknik, meliputi jasa manajerial, jasa teknis maupun jasa konsultasi
(Pasal 13 P3B RI-Pakistan)
pajak atas jasa-jasa konsultasi dan lainnya dalam P3B RI-Swiss dikenakan
pajak 5% dari jumlah pembayaran bruto (Pasal 13 P3B RI-Swiss)
dalam hal fee atas bantuan teknis meliputi pemberian segala macam jasa
termasuk jasa konsultasi, jasa manajerial dan jasa teknis yang berkaitan
dengan pengetahuan teknik, pengalaman, ketrampilan, metode atau
proses,namun tidak termasuk pembayaran atas jasa-jasa profesional
sebagaimana dimaksud, dalam Pasal 15 P3B RI-Venezuela dikenakan pajak
10% dari jumlah bruto pembayaran (Pasal 12 P3B RI-Venezuela)
Ada juga tax treaty yang mengatur time test untuk Exploration. Negara yang
menyebutkan time test untuk Pengeboran Lepas Pantai (Drilling Rig or Working
Ship) adalah Amerika, Australia, Kroasia (120 hari); Hong Kong (183 hari); Sri Lanka
(90 hari); dan Cina (6 bulan).
Agen tidak bebas dapat berupa orang pribadi atau badan menjadi Permanent
Establishment dengan syarat :
UN model mengatur perusahaan asuransi khusus di Pasal 5 ayat (6). Ayat ini
mengatur bahwa perusahaan asuransi, kecuali berkenaan dengan reasuransi, dapat
dianggap mempunyai Permanent Establishment apabila perusahaan asuransi
tersebut mengumpulkan atau menerima premi atau menanggung resiko di negara
sumber melalui orang / badan yang bukan agen independent sebagaimana
dimaksud ayat (7). Menurut negara-negara berkembang, agen asuransi biasanya
tidak memiliki kuasa untuk menutup kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (5) huruf a OECD model. Jadi, menurut UN model bagi agen perusahaan
asuransi syarat Permanent Establishment adalah agen di negara sumber yang
bersangkutan mengumpulkan atau menerima premi dan menanggung resiko yang
terletak di negara sumber tersebut.
Ada 44 tax treaty Indonesia dengan negara mitra yang mengatur perusahaan
asuransi secara khusus.
Immovable Property
Seluruh tax treaty yang disepakati Indonesia memberikan hak pemajakan atas
penghasilan dari immovable property kepada negara di mana immovable property
tersebut berada (where the immovable property situated). Khusus perjanjian
dengan Kuwait, hak pemajakan di negara di mana immovable property berada,
dikurangi 50%.
Pada prinsipnya, hak pemajakan atas operasi kapal laut dan pesawat di kawasan
internasional berada di negara domisili tempat manajemen efektif berada.
Namun atas kegiatan pelayaran 17 negara menyebutkan dapat dikenakan di negara
sumber dengan ketentuan tertentu yaitu Austria, Bangladesh, Brunei Darussalam,
China, Filipina, Hongkong, Hongaria, India, Malaysia, Pakistan, Qatar, Romania,
Rusia, Singapura, Sri Lanka, Swiss, dan Thailand.
Pada prinsipnya, hak pemajakan atas operasi kapal laut dan pesawat di kawasan
internasional berada di negara domisili tempat manajemen efektif berada. Namun
atas kegiatan pelayaran 17 negara menyebutkan dapat dikenakan di negara sumber
dengan ketentuan tertentu yaitu Austria, Bangladesh, Brunei Darussalam, China,
Filipina, Hongkong, Hongaria, India, Malaysia, Pakistan, Qatar, Romania, Rusia,
Singapura, Sri Lanka, Swiss, dan Thailand.
Selain laba atas partisipasi di pool, joint business; agency internasional; 14 negara
menyebutkan sumber penghasilan lain yang termasuk dalam pasal ini yaitu laba
atas penggunaan, sewa dan perawatan container; serta rental on bare boat basis
yaitu Afrika Selatan, Amerika Serikat, India, Kroasia, Maroko, Portugal, Arab Saudi,
Slovakia, Syria, Turki, Ukraina, Uni Emirat Arab, dan Uzbekistan.
42 Saudi Arabia8 Tidak Tidak ada Tidak ada Tidak ada n/a n/a n/a n/a
ada
54 Thailand34 sesuai Tidak ada (RI)15% (RI) 15% (RI) 15% 10% 10% 15%
UU