Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pajak merupakan suatu pungutan wajib kepada mereka yang seharusnya


membayar pajak. Pajak dapat dipaksa, yakni pemerintah dapat memaksa. Adanya
pajak diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan hidup semua masyarakat.
Pajak ini sifatnya tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat.
Pajak ini ada bermacam-macam. Dalam hubungannya dengan adanya suatu
wilayah di permukaan bumi dan segala sesuatu yang bernilai di atasnya, dalam
pelaksanaan pemungutan pajak harus memiliki aturan yang jelas dan dipungut
berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945
pasal 23A yang menyatakan bahwa, pajak dan pungutan lain yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang. Pajak mempunyai
berbagai fungsi diantaranya Budgetair yakni pajak dijadikan alat yang dimasukan
kepada kas negara. Fungsi lainnya Registerend yakni pajak dijadikan sebagai alat-
alat untuk mengatur kebijakan kebijakan pemerintah (semakin tinggi harga
barang semakin tinggi juga pajak yang dikeluarkan).

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan APBN (Anggaran Belanja dan
Pendapatan Negara) yang selalu menjadi tolok ukur akan kemajuan bangsa
Indonesia. Yang mendukung pertumbuhan pembangunan baik itu pertumbuhan
ekonomi maupun pembangunan infrastruktur merupakan target dari adanya APBN
itu sendiri. Dalam hal ini perananan pajak sangat penting, di antaranya tentu saja
menjadi sumber utama penerimaan APBN yang bertujuan menciptakan lapangan
kerja , untuk mengatasi adanya masalah makro ekonomi yaitu
pengangguran.Sampai detik ini Peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
atau APBN terhadap pertumbuhan ekonomi 2016, Anggota Komisi XI DPR
Mukhamad Misbakhun mengatakan, penerimaan pajak secara keseluruhan per 31
Desember 2016 mencapai Rp 1.105 triliun, atau sebesar 81,54 persen dari target
penerimaan pajak di APBN Perubahan 2016 yang sebesar Rp 1.355 triliun.
Penerimaan total itu tumbuh sekitar 4,13 persen dibandingkan dengan 2015,
Jumlah penerimaan itu sudah meliputi hasil tax amnesty (pengampunan pajak)
sampai periode kedua yang berakhir 31 Desember 2016. Kepatuhan dalam
mematuhi peraturan negara, khususnya untuk membayar pajak seharusnya sudah
menjadi budaya. Pajak bukan sekedar kewajiban semata, karena dari pajaklah
semua pembangunan yang ada di negara Indonesia ini dapat berlangsung. Kita
seharusnya tidak selalu menuntut hak akan fasilitas yang wajib disediakan oleh
negara, tetapi hanya untuk sekedar memberikan kontribusi pajak negara saja, kita
memikirkan berbagai macam cara untuk memanipulasinya. Saat inilah waktu yang
tepat bagi kita bersama untuk memberikan kontribusi bagi negara ini, hanya

1
dengan kepatuhan akan menjalankan peraturan negara, kita dapat membangun
negara ini menjadi lebih baik lagi.

B. Rumusan Masalah

Makalah ini disusun untuk membahas tentang Asas pajak di Indonesia dan khasus
pajak perusahaan Google yang ada di Indonesia , yaitu :

1 Asas-asas apa saja yang dianut dalam hukum pajak Internasional ?


2 Asas-asas apa saja yang di terapkan di perpajakan Indonesia ?
3 Bagaimana perkembangan kasus pajak perusahaan Google yang ada di
Indonesia?
4 Bagaimana solusi kasus pajak perusahaan Google yang ada di Indonesia ?

C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

1 Untuk mengetahui Asas-asas yang dianut dalam hukum pajak


Internasional.
2 Untuk mengetahui Asas-asas yang di terapkan di Indonesia.
3 Untuk mengetahui perkembangan kasus pajak perusahaan Google yang
ada di Indonesia.
4 Untuk mengetahui solusi tentang kasus pajak perusahaan Google di
Indonesia.

BAB 2

2
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Hukum Pajak Internasional


Pengertian hukum pajak ini dapat dibagi menjadi tiga bagian dari pendapat
ahli hukum pajak, yaitu:

1. Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak


internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik
berupa kaedah-kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat
antar negara dan dari prinsif atau kebiasaan yang telah diterima baik oleh
negera-negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan di mana
dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing.
2. Menurut pendapat Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional
adalah suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur
dalam UU Nasional mengenai pemajakan terhadap orang-orang luar
negeri, peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak ganda
dan traktat-traktat.
3. Sedangkan menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak
internasional sebenarnya merupakan hukum pajak nasional yang di
dalamnya mengacu pengenaan terhadap orang asing.
Persoalan yang terjadi dalam hukum pajak ini ialah apakah hukum pajak
nasional akan diterapkan atau tidak? Hukum pajak internasional juga merupakan
norma-norma yang mengatur perpajakan karena adanya unsur asing, baik
mengenai objeknya maupun subjeknya.

B. Kedaulatan Hukum Pajak Internasional


Berbicara masalah Hukum Pajak Internasional, khususnya Hukum Pajak
Internasional Indonesia secara umum dapat dikatakan barlaku terbatas hanya pada
subjeknya dan objeknya yang berada di wilayah Indonesia saja. Dengan kata lain
terhadap orang atau badan yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan di
Indonesia pada dasarnya tidak akan dikenakan pajak berdasarkan UU Indonesia.
Namun demikian, Hukum Pajak Internasional dapat berkaitan dengan subjek

3
maupun objek yang berada di luar wilayah Indonesia sepanjang ada hubungan
yang erat dalam hal terdapat hubungan ekonomis atau hubungan kenegaraan
dengan Indonesia.

UU No. 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah dengan UU


No. 17 Tahun 2000 (UU PPh) khususnya dalam pasal 26 diatur bahwa terhadap
WP luar negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia antara lain berupa
bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, akan dikenakan PPh sebesar 20%
dari jumlah bruto. Pasal ini menunjukkan bahwa contoh adanya hubungan
ekonomis antara orang asing dengan penghasilan yang diperoleh di Indonesia.

Dalam hukum antar negara terdapat suatu asas mengenai kedaulatan


negara yang dinyatakan sebagai kedaulatan setiap negara untuk dengan bebas
mengatur kepentingan-kepentingan rumah tangganya sendiri, dalam batas-batas
yang ditentukan oleh hukum antar negara dan bebas dari pengaruh kekuasaan
negara lain. Sesuai dengan asas yang dimaksud di muak, maka kedaulatan
pemajakan sebagai spesial dari gengsi kedaulatan negera dapat dinyatakan sebagai
kedaulatan suatu negara untuk bertindak merdeka dalam lapangan pajak.

C. Sumber-sumber Hukum Pajak Internasional


Prof. Dr. Rochmat Soemito dalam bukunya Hukum Pajak Indonesia,
menyebutkan bahwa ada bebarapa sumber hukum pajak internasional, yaitu:

1. Hukum Pajak Nasional atau Unilateral yang mengandung unsur asing.


2. Traktat, yaitu kaedah hukum yang dibuat menurut perjanjian antar negara
baik secara bilateral maupun multilateral.
3. Keputusan Hakim Nasional atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak
internasional.
Sedangkan dalam buku Pengantar Ilmu Hukum Pajak karangan R.
Santoso Brotodihardjo, S.H. menyatakan bahwa sumber-sumber formal dari
hukum pajak internasional, yaitu:

1. Asas-asas yang terdapat dalam hukum antar negara


2. Peraturan-peraturan unilateral (sepihak) dari setiap negara yang
maksudnya tidak ditujukan kepada negara lain.

4
3. Traktat-traktat (perjanjian) dengan negera lain, seperti:
a. Untuk meniadakan atau menghindarkan pajak berganda.
b. Untuk mengatur pelakuan fiskal terhadap orang-orang asing.
c. Untuk mengatur soal pemecahan laba di dalam hal suatu perusahaan
atau seseorang mempunyai cabang-cabang atau sumber-sumber
pendapatan di negara asing.
D. Asas pemajakan :

Asas domisili

Subjek pajak dikenakan pajak di Negara tempat subjek pajak berdomisili.


Indonesia menganut asas ini.

Asas sumber

Pajak dikenakan berdasarkan tempat sumber penghasilan berasal.

Asas kewarganegaraan

Pengenaan pajak dikenakan atas status kewarganegaraannya walaupun


penghasilan diterima dari Negara lain. Amerika menganut asas ini

Asas campuran

Campuran dari kedua asas di atas.

Asas teritorial

Pajak dikenakan atas penghasilan yang diperoleh dalam wilayah suatu Negara
sehingga jika atas penghasilan yang diperoleh diluar Negara tersebut tidak
dikenakan pajak.

Prinsip-prinsip pemajakan berbeda yang dianut masing-masing Negara merpakan


penyebab mnculnya pajak berganda internasional. Penghindaran pajak berganda
di suatu Negara dapat dilakukan dengan menerapkan metode kredit pajak dan
metode pengecualian.

Pada dasarnya, pajak internasional berlandaskan pada ketentuan pemajakan


domestic yang berlaku terhadap wajib pajak dalam negeri yang memperoleh
penghasilan dari Indonesia. Selain pada ketentuan domestic, pajak internasional
juga berlandaskan pada perjanjian perpajakan dan praktik perpajakan global

Asas-asas yang dianut dalam Perpajakan di Indonesia

5
1 Asas wilayah atau territorial adalah asas untuk memungut pajak yang
didasarkan kepada wilayah tempat domisili seseorang. Sehingga kewajiban
membayar dan besaran pajak adalah bergantung kepada di mana seseorang
tersebut tinggal dan menetap dalam menjalani kehidupan sehari hari.
2 Asas Kebangsaan atau Nasionalitas, yang dimaksud dengan asas
kebangsaan ini adalah saat seseorang berada di suatu tempat, sebut saja
sebagai negara, maka ia otomatis memiliki kewajiban untuk membayar
pajak. Bahkan, ketika ia kelak sedang melakukan sebuah perjalanan singkat
di dalam maupun luar negeri, pajak wajib tetap dibayarkan selama catatan
administrasi tetap menyantumkan namanya di catatan wilayah suatu
kebangsaan.
3 Asas Sumber, yang mana dalam hal ini pemungutan pajak didasarkan
kepada adanya sumber di suatu negara. Perlu dipahami secara rinci bahwa
negara yang berhak memungut pajak adalah negara yang menjadi tempat di
mana sumber berada.
4 Asas Umum adalah pemungutan pajak hendaknya menganut asas keadilan,
maksudnya adalah bahwa segala prinsip perundang undangan yang
mengatur soal pajak maupun praktik sehari hari dalam pelaksanaannya
harus memerhatikan keadilan.
5 Asas Yuridis, asas ini mempertegas bahwa hukum pajak seharusnya
memberikan jaminan hukum, sebagaimana isi pasal 23 ayat (2) UUD 1945.
6 Asas Ekonomis, Asas ekonomis ini lebih menjelaskan kepada pemungutan
pajak yang harus bertitik tolak dari kepentingan umum. Intinya, keberadaan
pajak tidak boleh membuat perekonomian masyarakat menjadi merosot.
7 Asas Finansial, dalam asas ini dijelaskan bahwa biaya biaya atas segala
penetapan dan juga pemungutan pajak harus sekecil mungkin bila
dibandingkan dengan hasil pemungutan pajak.

E.Terjadinya Pajak Berganda Internasional

Pajak berganda internasional umumnya terjadi karena pada dasarnya tidak ada
hukum internasional yang mengatur hal tersebut sehingga terjadi bentrokan
hukum antar dua negara atau lebih. Velkenbond memberikan pengertian bahwa
pajak berganda internasional terjadi apabila pengenaan pajak dari dua negara atau
lebih saling menindih sedemikian rupa, sehingga orang-orang yang dikenakan
pajak di negara-negara yang lebih dari satu memikul beban pajak yang lebih besar
daripada jika mereka dikenakan pajak di satu negara saja. Beban tambahan yang
terjadi tidak semata-mata disebabkan karena perbedaan tarif dari negara-negara
yang bersangkutan, melainkan karena dua negara atau lebih secara bersamaan
memungut pajak atas objek dan subjek yang sama.

6
Dari pengertian di atas jelas bahwa pajak berganda internasional akan
timbul karena atas suatu objek pajak dan subjek pajak yang sama dikenakan pajak
lebih dari satu kali sehingga menimbulkan beban yang berat bagi subjek pajak
yang dikenakan pajak tersebut. Selanjutnya Prof. Rochmat Soemitro menjelaskan
bahwa ada beberapa sebab terjadinya pajak berganda internasional, yaitu:

1. Subjek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negera,
yang dapat terjadi karena:
a. Domisili rangkap
b. Kewarganegaraan rangkap
c. Bentrokan atas domisili dan asas kewarganegaraan.
2. Objek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negara.
3. Subjek pajak yang sama dikenakan pajak di negara tempat tinggal
berdasarkan atas wold wide income, sedangkan di negera domisili
dikenakan pajak berdasarkan asas sumber.
F. Cara Penghindaran Pajak Berganda Internasional

Ada dua cara untuk menghindari pajak berganda internasional, yaitu


dengan cara sebagai berikut:

1. Cara Unilateral
Cara ini dilakukan dengan memasukkan ketentuan untuk menghindari
pajak berganda dalam UU suatu negara dengan suatu prosedur yang jelas.
Pengguanaan cara ini merupakan wujud kedaulatan suatu negara untuk
mengatur sendiri masalah pemungutan pajak dalam suatu UU.

2. Cara Bilateral atau Multilateral


Cara Bilateral atau Multilateral dilakukan melalui suatu perundingan antar
negara yang berkepentingan untuk menghindarkan terjadinya pajak
berganda. Perjanjian yang dilakukan secara bilateral oleh dua negara,
sedangkan multelateral dilakukan oleh lebih dari dua negara, yang lebih
dikenal dengan sebutan traktat atau tax treaty. Proses terjadinya perjanjian
secara bilateral maupun multilateral tentu akan membutuhkan waktu yang
cukup lama karena masing-masing negara mempunyai prinsip

7
pemajakannya masing-masing sesuai dengan kedaulatan negaranya
sendiri.

G Perjanjian Dalam Pajak Berganda Internasional

Perjanjian seperti ini kebanyakan masih berusia muda, dahulu hanya


dikenakan persetujuan persahabatan, persetujuan untuk menetap, persetujuan
dagangan dan peretujuan pelayanan yang kadang-kadang mencakup satu
ketentuan yang ada hubungannya dengan beberapa macam pajak yang
kebanyakan mencantumkan klausul tentang keharusan adanya perlakuan yang
sama terhadap penduduk atau penguasa dari negara-negara yang mengadakan
persetujuan.

Prosedur dari perjanjian kolektif ternyata sukar untuk dilaksanakan karena


bermacam-macam ragam, sistem dan asas perpajakan di berbagai negara, dan
karena lambannya prosedur perundingan untuk tidak berbicara tentang lambannya
atau resikonya pengukuhan oleh kepala negara-negara peserta perjanjian.

Ketentuan-ketentuan penting yang tercantum dalam perjanjian-perjanjian


pajak berganda secara singkat adalah sebagai berikut:

1. Orang-orang yang dapat menikmati keuntungan dari perjanjian-perjanjian.


2. Pajak-pajak yang diatur dalam perjanjian.
3. Sengketa internasional.
4. arti tempa kediaman fiskal.

BAB 3

PEMBAHASAN

8
GOOGLE, namanya langsung booming karena masuk dalam daftar
perusahaan asing yang mengemplang pajak di Indonesia. Tunggakan pajak
perusahaan internet raksasa asal Amerika Serikat (AS) di Indonesia ditaksir
mencapai Rp 5,5 triliun dalam kurun waktu 5 tahun.

Sebenarnya bagaimana cara google menjalankan praktik penghindaran pajak di


seluruh dunia, termasuk Indonesia?

A. SKEMA GOOGLE MENGHINDARI PAJAK

Dalam beberapa tahun terakhir, Google telah melakukan ekspansi besar, dari
sekedar administrator mesin pencarian website terbesar di dunia, sampai dengan
pemilik Youtube.

Google Inc. didirikan di California pada 1998. Kemudian, pada 2011, pendapatan
perusahaannya hampir mencapai US$38 miliar dengan profit sekitar US$ 10
miliar.

Tarif pajak efektif perusahaan pada tahun tersebut adalah 2,4%, walaupun tarif
pajak menurut undang-undang pajak penghasilan Amerika pada saat itu adalah
35%. Pertanyaannya bagaimanakah Google berhasil mencapai efek pajak
tersebut?

Struktur Google dikenal dengan sebutan Double Irish Dutch Sandwich


dikarenakan terdapatnya dua anak perusahaan Irlandia yang mengapit satu anak
perusahaan Belanda, bagaikan roti (Irlandia) dengan isinya (Belanda) merupai
suatu sandwich.

Ilustrasi struktur Google dapat digambarkan sebagai berikut:

9
Tahap pertama dalam struktur pajak Google adalah melakukan transfer
intellectual property (IP) keluar dari Amerika. Manajemen Google telah
mengantisipasi bahwa nilai IP Google akan meningkat seiring atau bahkan
melampaui pertumbuhan perusahaan.

Apabila IP tersebut dieksploitasikan dari Amerika, maka penghasilan yang


dihasilkan oleh IP Google tersebut akan terkena dampak pajak yang berat,
dikarenakan sistem pajak Amerika yang menerapkan tarif pajak yang tinggi.

Dengan demikian apabila IP Google tersebut ditempatkan di negara yang lebih


bersahabat secara pajak maka Google mendapatkan penghematan pajak yang
cukup signifikan.

Adapun cara melakukan transfer IP agar transaksi transfer IP itu sendiri tidak
terkena pajak yang besar adalah dengan cost sharing agreement. Perlu
diperhatikan bahwa IP pada dasarnya bersifat intangible sehingga dapat dengan
mudah direlokasikan ke tempat lain.

Tahap kedua adalah menentukan negara di mana IP tersebut akan ditempatkan.


Idealnya adalah negara dengan tarif pajak yang rendah.

10
Dalam konteks ini Google telah mendirikan perusahaan Irlandia, namun dengan
tempat manajemen efektif (ditentukan antara lain dari status subjek pajak direksi
dan tempat dilakukannya meeting BOD) di Bermuda. Alasan dilakukan hal ini
adalah agar anak perusahaan tersebut tidak mendapatkan status subjek pajak di
negara manapun (stateless).

Sebagai informasi anak perusahaan Google di Bermuda/Irlandia ini hanya


mempunyai direksi dan tidak melakukan kegiatan bisnis yang aktif. Sebagai salah
satu pemilik IP Google, anak perusahaan Irlandia mendapatkan penghasilan
royalti dari lisensi IP Google.

Tahap ketiga adalah pendirian anak perusahaan Irlandia yang kedua, yaitu Google
Ireland Limited (GIL).

GIL akan berfungsi sebagai pusat manajemen dan koordinasi aktivitas Google di
seluruh dunia (EMEA). Pilihan untuk mendirikan perusahaan di Irlandia lagi
dikarenakan oleh tarif pajak Irlandia yang cukup rendah (12,5%) dan untuk
menggunakan loophole dalam peraturan Controlled Foreign Corporation (CFC)
Amerika.

Secara singkat peraturan CFC ditujukan agar Amerika dapat memajaki anak
perusahaan multinasional Amerika dengan deemed dividends, apabila anak
perusahaan tersebut merupakan perusahaan pasif.

Apabila peraturan CFC tidak ada, maka perusahaan-perusahaan dapat menyimpan


penghasilannya di anak perusahaan di luar negeri tanpa dikenakan pajak di
Amerika, karena pada prinsipnya Amerika baru dapat memajaki penghasilan
tersebut ketika anak perusahaan memutuskan melakukan distribusi dividen kepada
perusahaan induk di Amerika (efeknya adalah deferral of tax liability atau
penundaan saat terkena pajak, sehingga terdapat keuntungan time value of money).

Loophole peraturan CFC Amerika adalah dimungkinkannya untuk


memperlakukan dua anak perusahaan di negara yang sama sebagai satu kesatuan
entitas. Dengan demikian dari kacamata Amerika, anak perusahaan Google di
Irlandia adalah perusahaan aktif (sebab GIL merupakan perusahaan aktif),
sehingga tidak terkena peraturan CFC Amerika.

Tahap keempat adalah pemanfaatan perusahaan Belanda sebagai perantara


pembayaran royalti. Struktur Double Irish Dutch Sandwich ditujukan untuk
perencanaan pajak pada pembayaran royalti (penghasilan yang dihasilkan oleh IP
Google).

11
Adapun aliran pembayaran royalti adalah sebagai berikut EMEA (perusahaan
related maupun non-related yang memanfaatkan IP Google di Eropa, Timur
Tengah maupun Asia) membayar royalti kepada GIL, GIL membayar royalti ke
Belanda, dan terakhir Belanda membayar royalti ke Bermuda/Irlandia.

Apabila Belanda tidak ada, maka GIL harus membayar royalti langsung kepada
Bermuda/Irlandia (yang bukan merupakan subjek pajak di negara manapun),
pembayaran royalti tersebut dikenakan withholding tax di Irlandia.

Dalam konteks ini Belanda dimanfaatkan sebagai perantara karena pembayaran


royalti dari Belanda ke luar negeri tidak dikenakan withholding tax; dan
pembayaran royalti dari GIL ke Belanda juga tidak dikenakan withholding tax
karena terdapatnya directive royalty di komunitas Eropa.

Pasalnya, Bermuda/Irlandia tidak dapat memanfaatkan directive ini karena


Bermuda/Irlandia bukan merupakan subjek pajak di negara dalam komunitas
Eropa, namun dalam kasus ini GIL dan Belanda sama-sama merupakan subjek
pajak di negara yang merupakan anggota komunitas Eropa.

Selain itu, Google telah mendapat tax ruling dari otoritas pajak Belanda, yang
memungkinkan anak perusahaan Google Belanda dikenakan pajak yang rendah di
Belanda, namun tetap mendapatkan status subjek pajak di Belanda.

B. ALASAN GOOGLE MEMILIH IRLANDIA

Bagaimana cara Google menghindari pajak? Sang raksasa internet menggunakan


strategi yang dikenal dengan istilah double irish with a dutch sand wich
mengacu pada dua negara yang digunakan sebagai fasilitator, yakni Irlandia dan
Belanda, untuk menuju tujuan akhir berupa negara tax haven.

Pendapatan Google dari luar AS tidak disalurkan ke Tanah Airnya karena bisa
dikenai pajak pemasukan perusahaan sebesar 35 persen. Alih-alih melakukan itu,
Google mentransfer dana pemasukan global ke Irlandia, yang menjadi markas
operasional untuk wilayah Eropa, Timur Tengah, dan Afrika.

Mengapa Irlandia? Karena peraturan pajak di negara ini memiliki celah yang bisa
dimanfaatkan untuk menghindari pajak.

Di Irlandia, Google memiliki dua anak perusahaan. Salah satunya mengumpulkan


pendapatan dari berbagai wilayah di dunia. Lainnya memegang hak atas paten dan
properti intelektual Google.

12
Anak perusahaan pertama yang mengumpulkan pendapatan akan menyalurkan
dana tersebut sebagai pembayaran royalti ke anak perusahaan kedua yang
memegang paten. Di Irlandia, royalti dipajaki lebih rendah dibandingkan
pemasukan jenis lain.

Tapi dana tak langsung ditransfer, melainkan dialihkan terlebih dahulu ke anak
perusahaan lain di Belanda, yakni Google Netherlands Holdings B.V., untuk
menghindari pajak penghasilan (withholding tax) di Irlandia tadi, sekaligus pajak
tinggi yang dikenakan apabila dana langsung dipindahkan ke negara tax haven.

Regulasi Irlandia tak mengenakan pajak untuk pembayaran royalti tertentu ke


perusahaan yang berbasis di negara sesama anggota Uni Eropa (Belanda). Dari
sana, barulah sebagian besar dana kembali ditransfer ke anak perusahaan kedua di
Irlandia sebagai pemegang royalti.

Meski terdaftar di Irlandia, anak perusahaan kedua pemegang properti intelektual


ini tak berkantor di negara tersebut, melainkan negara lain yang dikenal sebagai
tax haven -misalnya Bermuda dalam kasus Google- yang tak mengenakan pajak
pemasukan korporasi sama sekali, alias 0 persen.

Sekali lagi terdapat celah regulasi yang dieksploitasi karena Irlandia tidak
mengategorikan perusahaan yang manajemen pusatnya berada di luar negeri
sebagai tax resident.

Dana akan sulit dilacak begitu sampai di Bermuda karena anak perusahaan
Google di sana memiliki status hukum sebagai unlimited liability company.
Artinya, menurut hukum Irlandia, perusahaan yang bersangkutan tidak diwajibkan
membuka informasi finansialnya.

Dengan memanfaatkan skema Double Irish with a Dutch Sandwich di atas,


Google menghindari pembayaran pajak pemasukan perusahaan di Irlandia sebesar
12,5 persen yang sudah lebih kecil dibandingkan AS (35 persen) atau Inggris (28
persen).

C. MENGAPA INDONESIA KESULITAN MENAGIH PAJAK GOOGLE

Metode tax planning yang dilakukan oleh Google adalah dengan pemanfaatan
syarat physical presence.

Isu yang dikembangkan Google, jangan sampai terbentuk BUT di negara


Indonesia. Di mana itu suatu syarat dan ambang batas negara bisa mengenai
pajak. Apabila ada BUT, maka laba yang dialokasikan kepada BUT tersebut

13
adalah minimal. Google melakukannya dengan cara pertama dia jangan sampai
saya hadir secara fisik di Indonesia,

Hal itu karena kontrak dilakukan secara online, begitu juga dengan pembayaran
atas jasa yang diberikan. Sehingga bila tidak mendirikan Bentuk Usaha Tetap
(BUT), maka negara akan kesulitan untuk mengejar pajak perusahaan tersebut.

Google merasa di Indonesia tidak ada BUT karena pertama Google marasa tidak
hadir secara fisik, dan kalau dituduh memiliki BUT keagenan, faktanya kontrak
langsung antara konsumen langsung dengan Singapura, ujar Danny.

Google memiliki anak usaha di Singapura yang mengatur bisnis di sekitar Asia.
Sedangkan di Indonesia Google hanya membangun kantor marketing
representative yang berperan sebagai penunjang dan pelengkap.

Dengan klasifikasi itu, itu tidak dapat dikategorikan sebagai BUT. Google
menganggap marketing support adalah fungsi yang tidak penting sehingga dalam
konteks pricing dia hanya dikenai cost dan komisi, 8% saja nggak ada masalah,
imbuh Danny.

D. NEGARA YANG MEMILIKI MASALAH YANG SAMA DENGAN


GOOGLE

Selain di Indonesia, masalah pajak Google ternyata juga terjadi di negara-negara


lain. Google disebut sengaja memanfaatkan celah hukum agar bisa membayar
pajak sekecil-kecilnya padahal telah meraup pendapatan sebesar-besarnya.

Berikut kasus-kasus pajak Google di empat negara lain, sebagaimana dihimpun


KompasTekno dari beberapa sumber, Sabtu (17/9/2016).

1. Italia

Otoritas pajak di Italia meminta Google membayar 300 juta euro atau setara Rp
4,4 triliun pada awal 2016. Nilai itu telah dikalkulasi dari pendapatan rata-rata
Google selama enam tahun berbisnis di Negeri Pasta.

Menurut pemerintah Italia, Google telah melakukan manipulasi pajak dengan


mengalokasikan pendapatan yang diperoleh di Italia ke Irlandia. Oleh karena itu,
pajak yang disetor Google ke Italia menciut jadi 2,2 juta euro atau Rp 32 miliar
pada 2015 lalu.

Sama seperti di Indonesia, Google Italia juga berdalih telah mematuhi ketetapan
pajak di tiap negara operasi mereka.

14
2. Inggris

Urusan pajak Google Inggris dengan pemerintah di sana telah didiskusikan dalam
rentang waktu cukup panjang. Akhirnya, pada Februari 2016, Google sepakat
membayar pajak sebesar 130 juta poundsterling atau Rp 2,2 triliun.

Kesepakatan itu terjadi antara otoritas pajak dengan Google Inggris. Namun,
beberapa politikus dan ahli pajak menganggap nilai itu terlampau kecil. Otoritas
pajak Inggris juga dinilai tak transparan dalam diskusinya bersama pihak Google.

Nilai 130 juta poundsterling dibayar Google untuk menebus pajak selama 10
tahun. Padahal, pendapatan Google Inggris dalam rentang waktu itu ditaksir
mencapai 7,2 miliar poundsterling atau Rp 123 triliun.

3. Perancis

Kantor Google di Paris, Perancis, diuber-uber tim investigasi pajak Negeri Eiffel
pada Mei lalu. Pemerintah setempat menuding Google tak kooperatif soal
kewajiban pajaknya.

Sama seperti di negara lain, pemerintah Perancis mengatakan Google membawa


sebagian besar pendapatannya ke Irlandia. Alhasil, pajak yang dibayar Google ke
Perancis hanya secuil dari penghasilan yang diraup di negeri tersebut.

4. Spanyol

Sekitar satu bulan pasca penggrebekan kantor Google di Perancis, insiden serupa
menimpa kantor Google di Madrid, Spanyol, pada Juni 2016. Dasarnya pun sama:
Google dituding berkelit dari kewajiban pajak. Pemerintah Spanyol mengaku
kecewa atas niat Google di negaranya yang dianggap cuma cari untung.
Perwakilan Google Spanyol pun melontarkan pernyataan seragam dengan
perwakilan Google di negara lain. "Kami patuh terhadap regulasi fiskal di
Spanyol, sama seperti kami patuh di semua negara tempat kami beroperasi,"
perwakilan tersebut menuturkan.

Kasus pajak Google di beberapa negara masih berlanjut, sama seperti di


Indonesia. Hingga kini, belum dijabarkan berapa nominal pajak penghasilan yang
seharusnya disetor Google Indonesia ke negara.

BAB 4

PENUTUP

15
A KESIMPULAN
Begitu banyak peraturan peraturan yang ada sperti adanya peraturan dalam
perpajakan mengenai penghasilan dari luar negeri mapun dalam negeri yang
sudah tertera berbagai macam peraturan yang telah di buat . seperti halnya
permasalahan pada google ini yang menghindarkan pajak di beberapa negara
termasuk negara indonesia ini . seharusnya google tidak boleh
menghindarkan pajak seperti ini dengan enaknya google menerima
peenghasilan dari negara negara yg memakai servernya namun dia tidak mau
memanjakan penghasilannya . semua peraturan perpajakan sudah di buat dan
harus di patuhi bukan dengan di hindarkan seperti ini alangkah baiknya
google membayar pajaknya di indonesia yg hanya eberapa persen d
penghasiannya yg begitu besar dr pada google selalu di kejar permasalahan
permasalahan mengenai penghindaran pajaknya yg akan mengakibatkan
nama baik google dan perusahaannya yg akan memburuk kedepannya jika
permasalahan pembayaran pajak di negara negara yg di hidarkan pajaknya
tida kunjung di selesaikan.

B SARAN
Menurut kami jika indonesia ingin sukses menagih pajak kepada google,
indonesia harus mengikuti langkah inggris yaitu membuat data akurat se
spesifik mungkin agar dapat menentukan tarif besarnya pajak yang harus di
bayar oleh google dan dengan masalah BUT indonesia pun harus sudah
mengikuti langkah inggris yang menetapkan juka perusahaan OTT (over The
Top), sengaja tidak membentuk BUT dan sudah terbukti menghindari pajak
maka harus di kenakan pajak 25% terhadap google. Dan juga indonesia dan
negara-negara terlibat juga harus transpalansi data agar masing-masing
negara dapat memiliki data yang akurat terhadap pendapatan google

Daftar pustaka

http://tekno.kompas.com/read/2016/09/30/20120057/kasus.pajak.google.jadi.mom
entum.menata.kedaulatan.cyber.ri

16
http://tekno.kompas.com/read/2016/09/17/19060027/selain.di.indonesia.pajak.goo
gle.dipermasalahkan.di.4.negara.ini

http://tekno.kompas.com/read/2016/09/20/10330087/cara.google.memanfaatkan.c
elah.untuk.menghindari.pajak

http://inet.detik.com/cyberlife/d-3320705/cara-google-menghindari-pajak-di-
indonesia

https://docs.google.com/file/d/0B6aC4A7EcCajSF9KMVVvS2hhM1U/edit

https://www.scribd.com/document/326142387/Hukum-Pajak-Internasional

17

Anda mungkin juga menyukai