Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

PAJAK INTERNASIONAL
Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Pajak

Kelompok 2 :
Nama No. Absen
Anugrah Bagas E. 03
Mufty Yusfiardani 18
Nafa Tasya A. 20
Risang Adhi Pradana 24
Yuniarizky Ari D. 30

PRODIP I PAJAK - B

PRODIP I KEUANGAN SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA


KAMPUS BALAI DIKLAT KEUANGAN YOGYAKARTA

TAHUN 2013/2014
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga sampai saat ini penyusun masih diberi kesempatan untuk membuat
laporan analisis yang berjudul Pajak Internasional sehingga dapat tersusun dengan baik dan dapat
disajikan dengan baik utuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Hukum Pajak.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk menambah wawasan penyusun tentang bab Pajak
Internasional dan Tax Treaty pada mata kuliah Pengantar Hukum Pajak sehingga dapat membuat
penyusun sebagai mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Pengantar Hukum Pajak, dapat
mengetahui lebih dalam mengenai Pajak Internasional, lebih daripada sekedar materi yang ada pada
modul pegangan kuliah Pengantar Hukum Pajak.
Penyusun juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Roy Martfianto selaku widyaiswara
pengampu mata kuliah Pengantar Hukum Pajak yang telah memberi tugas untuk menyusun makalah
ini, sehingga membuat penyusun lebih dapat menguasai materi Pajak Internasional dan Tax Treaty.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan maupun pengkajiannya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifat-
sifatnya membangun sangat penyusun harapkan, demi untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Yogyakarta, Februari 2014

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang..................................................................................................................... 1
B Rumusan Masalah................................................................................................................ 1
C Tujuan ...............................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak Internasional............................................................................................ 3
B. Kasus Pajak Internasional Wajib Pajak Orang Pribadi........................................................ 13
C. Kasus Pajak Internasional Wajib Pajak Badan .................................................................. 23
D. Pembahasan Contoh Kasus Pajak Internasional.................................................................. 36
BAB III PENUTUP
A Kesimpulan ......................................................................................................................... 35
B Saran .............................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... iii
LAMPIRAN ...................................................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG
Di dalam ilmu perpajakan dikenal adanya azas-azas pengambilan pajak, yakni azas
Sumber yaitu pemungutan pajak berdasarkan tempat objek pajak atau asal penghasilan tersebut,
azas Kewarganegaraan yaitu pemungutan pajak berdasarkan status atau kedudukan warga
negara dari setiap orang pribadi yang berasal dari negara yang memungut pajak, azas tempat
tinggal yaitu pemungutan pajak oleh negara berdasarkan tempat tinggal atau tempat kedudukan
dari wajib pajak.
Perbedaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan antar negara tentang penerapan
pengambilan pajak memungkinkan dan dapat juga mengharuskan adanya perjanjian antar
negara, sehingga pemungutan pajak tidak dilakukan dengan kesewenangan sendiri-sendiri. Dari
perjanjian tersebut pemungutan pajak menjadi lebih adil, tidak terjadi pemungutan dua kali atas
penghasilan seorang wajib pajak, adanya pemungutan pajak ketika wajib pajak sama sekali
tidak di pungut pajaknya.
Perjanjian tersebut yakni P3B atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, atau pun
dalam istilah masing-masing negara.

B RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah sebagai berikut :
1 Apa pengertian pajak internasional?
2 Bagaimana pengertian pajak internasional oleh beberapa ahli?
3 Sumber Hukum Pajak Internasional khususnya P3B
4 Metode Penyelesaian Pajak Berganda Internasional
5 Kasus yang terkait dengan P3B

C TUJUAN
Tujuan sebagai berikut :
1 Mengetahui pengertian Pajak Internasional
2 Mengetahui pengertian pajak internasional oleh beberapa ahli
3 Mengetahui Sumber hukum Pajak internasional khususnya P3B
4 Mengetahui metode Penyelesaian Pajak Berganda Internasional
5 Mengetahui kasus-kasus yang terkait dengan P3B

BAB II. PEMBAHASAN

A. PAJAK INTERNASIONAL

1. PENGERTIAN PAJAK INTERNASIONAL

Dalam perpajakan di dunia internasional dimana suatu fakta fiskal (subjek dan objek pajak)
dapat memiliki kepentingan dengan beberapa negara sekaligus, memiliki potensi akan timbulnya
ketidakteraturan dalam pemajakannya. Hal ini dapat terjadi karena setiap negara memiliki peraturan
dan sistem perpajakan yang berbeda sesuai kedaulatan dan kepentingan masing-masing negara
tersebut.Sebelum membahas lebih dalam mengenai pajak internasional, kita perlu memahami apa
sebenarnya pajak internasional itu. Berikut beberapa pendapat mengenai pengertian pajak
internasional, diantaranya :
1. Prof. Dr. Ottmar Buhler
Hukum pajak internasional dalam arti sempit adalah kaedah-kaedah (norma) hukum
perselisihan (kolisi) yang didasarkan pada hukum antar bangsa (hukum internasional). Sedangkan
dalam arti luas hukum pajak internasional adalah kaedah-kaedah hukum antar bangsa ditambah
peraturan nasiomal yang mempunyai sebagai objek hukum kolisi dalam bidang perpajakan.
2. Prof. Dr.P.J.A.Adriani
Hukum pajak internasional adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tata tertib hukum dan
yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di masyarakat. Hukum pajak internasional merupakan
suatu kesatuan hukum yamh mengupas suatu persoalan yang diatur dalam undang-undang nasional
mengenai :
Pemajakan terhadap orang-orang luar negeri
Peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak berganda
Traktat-traktat
3. Anglo Sakson
Di negara-negara Anglo Sakson berlaku pengertian yang terperinci tentang hukum pajak
internasional, yang dibedakan antara :
National External Tax Law (Auszensteuerrecht)
Merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat mengenai peraturan perpajakan
yang mempunyai daya kerja sampai di batas luar negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik
mengenai objeknya (sumber ada di luar negeri) maupun terhadap subjeknya (subjek ada di luar
negeri).
Foreign Tax Law (Auslandisches Steuerrecht)
Adalah mencakup keseluruhan perundang-undangan dan peraturan-peraturan pajak dari
negara-negara yang ada di seluruh dunia. Foreign tax law berguna sebagai bahan perbandingan
dalam melakukan comparative tax law study ketika akan melakukan perjanjian perpajakan dengan
negara lain.
International Tax Law
Dalam arti sempit diartikan bahwa hukum pajak internasional merupakan keseluruhan kaedah
pajak berdasarkan hukum antar negara seperti traktat-traktat, konvensi, dll yang semata-mata
berdasarkan sumber-sumber asing. Sedangkan dalam arti luas adalah keseluruhan kaedah baik yang
berdasarkan traktat, konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima negara-negara dunia, maupun
kaedah-kaedah nasional yang objeknya adalah pengenaan pajak yang mengandung adanya unsur-
unsur asing, yang dapat menimbulkan bentrokan hukum antara dua negara atau lebih.

Pajak Internasional atau lebih tepatnya Perpajakan Internasional adalah tata cara dan hukum
pemajakan yang terdiri atas kaidah-kaidah, baik kaidah perpajakan nasional maupun kaidah yang
berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip yang telah diterima baik oleh negara-negara di
dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik
mengenai subjek maupun mengenai objeknya.

Setiap Negara memiliki peraturan perundang-undangan perpajakan nasional sendiri-sendiri


atau yang disebut dengan yurisdiksi nasional, yang masing-masing peraturan perundang-undangan
dimaksud memiliki landasan dan filosofi hukum yang berbeda dengan Negara-negara lainnya.
Dalam rangka melakukan investasi di Negara lain maupun dalam rangka suatu Negara
menerima investasi dari Negara lain pasti akan terjadi beberapa konflik kepentingan. Sebagai
contoh, Indonesia menganut konsep pengakuan penghasilan, yaitu konsep tambahan kemampuan
ekonomis atau juga disebutworld wide income. Artinya peraturan perundang-undangan pajak
penghasilan tidak mempermasalahkan darimana datangnya penghasilan, bagaimana penghasilan
tersebut diterima atau diperoleh, dan dalam bentuk apa penghasilan tersebut.
Semua adalah objek pajak penghasilan yang harus dikenakan Pajak Penghasilan bagi Wajib
Pajak Indonesia, baik Wajib Pajak orang pribadi, badan, maupun Bentuk Usaha Tetap. Sehingga ada
kemungkinan terjadi benturan (konflik) dalam pengenaan pajak dengan Negara lainyang menganut
asas pemajakan berbeda dengan Indonesia, nisalnya Negara yang menganut asas pemajakan
kebangsaan (kewarganegaraan). Negara yang menganut asas kebangsaan tidak mempermasalahkan
dari mana penghasilan diterima atau diperoleh, seseorang tetap diwajibkan membayar pajak di
Negara di mana dia berkebangsaan.
Konflik yang timbul umumnya adalah kemungkinan pengenaan pajak berganda atas suatu
subjek atau objek pajak oleh beberapa Negara, yang sering disebut sebagai pajak berganda
internasional. Pajak berganda internasional sendiri hanya merupakan satu jenis peristiwa pajak
berganda, karena pajak berganda dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1 Pajak berganda nasional (national double taxation)
Adalah pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama oleh suatu negara.
2. Pajak berganda internasional (international double taxation)
Adalah pajak yang dikenakan lebih dari satu kali terhadap objek yang sama oleh lebih dari
satu negara, dengan kata lain pajak berganda internasional timbul karena :
a. Ada lebih dari satu negara yang memungut pajak
b. Dikenakan terhadap objek yang sama
Untuk menghindari adanya pajak berganda internasional maka perlu diadakan perjanjian
penghindaran pajak berganda (agreement for the avoidance of double taxation and the prevention of
tax evasion) atau dikenal dengan istilah tax treaty.
Pajak internasional mengenal azas-azas tentang domicily country dan source country. Disebut
domicily country apabila negara tempat tinggal Wajib Pajak (domicily country atau home country)
menganut asas domisili yang mengenakan pajak penghasilan atas worldwide income atas dasar asas
domisili.
Apabila Wajib Pajak melakukan transaksi dan memperoleh laba di negara tempat tinggalnya
(source country, atau host country), dan kemudian dikenakan juga pajak penghasilan atas laba
tersebut atas dasar asas domisili, maka Wajib Pajak tersebut akan dikenakan pajak dua kali (double
taxation). Yang pertama oleh source country dan yang kedua oleh domicile country. Negara-negara
yang tarif pajaknya rendah atau sama sekali tidak mengenakan pajak atas penghasilan disebut
sebagai negara-negara surga pajak (tax haven countries).
Pajak berganda dapat dibedakan menjadi Pajak berganda internal (internal double taxation);
pajak berganda internasional (international double taxation); pajak berganda secara yuridis (juridical
double taxation) serta pajak berganda secara ekonomis (economic double taxation). Internal double
taxation adalah pengenaan pajak atas Subjek dan Objek Pajak yang sama dalam suatu negara.
International double taxation adalah pengenaan pajak dua kali (atau lebih) terhadap Subjek dan
Objek Pajak yang sama oleh dua negara. Dua negara atau lebih mengenakan pengenaan pajak atas
Objek Pajak yang sama dan Subjek Pajak yang sama.
Knechtle dalam bukunya berjudul Basic problem in international fiscal law (1979)
membedakan pengertian pajak berganda secara luas (wider sense) dan secara sempit (narrower
sense). Secara luas pengertian pajak berganda diartikan setiap bentuk pembebanan pajak dan
pungutan lainnya lebih dari satu kali, dapat dalam bentuk berganda (double taxation) atau lebih
(multiple taxation) terhadap suatu fakta fiskal. Secara sempit pajak berganda dianggap terjadi pada
semua kasus pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak dalam satu
administrasi perpajakan yang sama. Pajak berganda seperti ini sering disebut sebagai pajak
berganda ekonomis (economic double taxation). Pemajakan ganda oleh berbagai administrator
dapat pula terjadi secara vertikal (pemerintah pusat dan daerah, atau secara diagonal (pemerintah
daerah kota/kabupaten, propinsi X dan Y).

2. SUMBER-SUMBER HUKUM PAJAK INTERNASIONAL

Pada dasarnya hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang didalamnya
mengandung unsur-unsur asing, unsur tersebut bisa mengenai subjek pajaknya, objek pajaknya
maupun pemungut pajaknya.
Sumber hukum pajak internasional terdiri dari :
1 Hukum pajak nasional yaitu peraturan pajak sepihak yang tidak ditujukan kepada pihak lain.
2 Traktat yaitu perjanjian pajak dengan negara lain
a. Untuk menghindari pajak berganda
b. Untuk mengatur perlakuan fiskal terhadap orang asing
c. Untuk mengatur mengenai laba Badan Usaha Tetap (BUT)
d. Untuk memberantas penyelundupan pajak
e. Untuk menetapkan tarif douane
3 Putusan hakim (nasional maupun internasional)
Tujuan umum pajak internasional adalah untuk mengeliminsai gejala pajak ganda, hal ini
dapat dilakukan dengan 3 cara :
1) Dengan cara unilateral, dimana negara yang bersangkuatan memasukkan dalam perundang-
undangan pajaknya ketentuan untuk menghindari pajak berganda seperti :
a. Exemption yang didasarkan pada pure territorial principle atau restricted terrirorial principle
b. Tax credit yang dapat dibedakan menjadi direct tax credit, indirect tax credit, dan fictious tax
credit/tax sparing
2) Dengan cara bilateral, dilakukan dengan melakukan perjanjian pajak antar negara yang
dikenal dengan isilah tax treaty atau perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Untuk negara
Indonesia telah memiliki Tax Treaty dengan 57 negara.
3) Perjanjian multilateral, misalnya General Agreement Tariffs and Trade (GATT) yang
mengatur tarifsecara multilateral.

Sumber Hukum Pajak Internasional Indonesia


Di Indonesia, pajak internasional khususnya mengenai P3B diatur dalam Pasal 32A Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36
Tahun 2008. Kedudukan P3B berdasarkan ketentuan ini adalah lex specialist terhadap Undang-
undang domestik. Dengan demikian, jika ada ketentuan dalam undang-undang domestik
bertentangan dengan ketentuan dalam P3B maka yang dimenangkan adalah ketentuan P3B.
Saat ini sudah ada sekitar 58 P3B Indonesia dengan negara lain yang sudah berlaku efektif.
Jumlah ini akan terus bertambah karena ada beberapa P3B lagi yang belum berlaku efektif tetapi
masih dalam proses perundingan, penandatanganan, ratifikasi atau proses pemberlakuan.Beberapa
ketentuan pelaksanaan terkait pelaksanaan atau penerapan P3B ini adalah antara lain :
PER-61/PJ./2009 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
PER-62/PJ./2009 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda.
PER-67/PJ./2009 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan P3B.
Dalam P3B OECD Model, ketentuan tentang pertukaran informasi dimuat dalam Pasal 26.
Sementara itu aturan internal di Indonesia untuk melakukan proses pertukaran informasi diatur
dalam SE-61/PJ/2009.
Sementara itu, proses pembentukan P3B seperti proses pendekatan, perundingan, ratifikasi
serta pemberlakuannya tunduk kepada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional.

3. PENYELESAIAN PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL

Ada beberapa metode yang biasa dilakukan untuk mengurangi resiko kemungkinan
pengenaan pajak berganda internasional, antara lain:
1 Metode perjanjian pengenaan pajak berganda internasional, yang antara lain dapat dilakukan
dengan:
Traktat yang bersifat multilateral, yakni perjanjian yang dilakukan oleh beberapa Negara
dalam suatu perjanjian;
Traktat yang bersifat bilateral, yakni perjanjian yang menyangkut dua Negara.
2 Metode unilateral atau sepihak
Cara ini ditempuh oleh Negara secara sepihak melauli yurisdiksi nasionalnya, yakni dengan
cara memasukkan ketentuan-ketentuan yang kemungkinan dapat menimbulkan pengenaan pajak
berganda kedalam yurisdiksi nasionalnya, misalnya Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan
tentang kredit pajak luar negeri. Tata cara pengkreditan luar negeri terbagi menjadi dua, yaitu:
Kredit penuh, yakni pembayaran pajak diluar negeri dikreditkan sebesar jumlah yang
dibayarkan di luar negeri; dan
Kredit terbatas, yakni tata cara pengkreditan pajak yang dibayar di luar negeri menurut
jumlah yang paling rendah antara yang dibayar di luar negeri dengan jumlah pajak apabila
dikenakan menurut tarif di Indonesia, sebagaimana dianut Pasal 24 Undang-Undang PPh.
3 Metode Pembebasan
Metode inidianggap metode yang paling praktis sebab Negara Domisili tidak perlu
mengetahui bagaimana suatu penghasilan dikenakan pajak di Negara Sumber, yaitu dengan cara
memberikan kebebasan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Ada dua
cara pembebasan yang dapat ditempuh, yaitu:
Memberikan pembebasan sepenuhnya terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari Negara sumber. Artinya penghasilan dari Negara sumber tidak dimasukkan dalam
perhitungan pajak Negara domisili. Metode ini juga sering disebut dengan pembebasan
penuh atau full exemption;
Cara pembebasan penghitungan pajak yang terutang hanya atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh di dalam negeri, tetapi menerapkan tarif rata-rata atas seluruh penghasilan,
baik dari dalam negeri atau dari luar negeri, atau disebut juga pembebasan dengan progresi
atau exemption with progression.

4. PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B) / TAX TREATY

Adalah perjanjian pajak antar dua negara atau antar beberapa negara dalam upaya
menghindari pajak berganda. Hal-hal yang ada didalamnya meliputi negara mana saja yang menjadi
peserta dan terikat dalamperjanjian tersebut dan objek pajak apa yang tercakup dalam perjanjian
tersebut.
Pada dasarnya tax treaty dapat dibedakan menjadi 3 macam :
1 Menyebutkan jenis pajaknya tetapi tidak menyebutkan definisinya, hal ini dapat menimbulkan
perbedaan dalam penafsiran, sehingga sering kali ditambahakan klausal jika terdapta keragu-
raguan maka akan dibicarakan bersama.
2 Mencantumkan definisi pajak yang diliputinya disertai dengan nama pajaknya, yang pada waktu
perjanjaian dibuat telah ada dan ditambah dengan ketentuan bahwa pada sewaktu-waktu tertentu
otoritas keuangan dari masing-masing negara akan saling memberitahukan, pajak mana yang
tunduk dalam perjanjiana tersebut.
3 Menyebutkan nama pajaknya dengan ketentuan, bahwa perjanjian tersebut juga berlaku untuk
pajak-pajak yang akan diadakan, dan pada hakekatnya mempunyai dasar yang sama.

Objek pajak dalam tax treaty pada umumnya dibagi dalam 15 jenis penghasilan :
1 Penghasilan dari harta tetap atau barang tak bergerak (income from immovable property)
2 Penghasilan dari usaha (business income atau business profit)
3 Penghasilan dari usaha perkapalan atau angkutan udara (income from shipping and air
transport)
4 Deviden
5 Bunga
6 Royalty
7 Keuntungan dari penjualan harta (capital gain)
8 Penghasilan dari pekerjaan bebas (income from independent personal service)
9 Penghasilan dari pekerjaan (income from dependent personal service)
10 Gaji untuk direktur (director fees)
11 Penghasilan seniman, artis dan atlit (income earned by entertainers and athletes)
12 Uang pensiun dan jaminan social tenaga kerja (pension and social security payment)
13 Penghasilan pegawai negeri (income in respect of government service)
14 Penghasilan pelajar atau mahasiswa (income received by students and apprentices)
15 Penghasilan lain-lain (other income)

Model Tax Treaty


Dalam Perpajakan Internasional terdapat dua model persetujuantax treaty utama yang
digunakan sebagai model untuk tax treaty antar negara-negara di dunia, antara lain :
1. OECD Model.
OECD merupakan singkatan dari Organization for Economic Cooperation and Development,
adalah sebuah organisasi Internasional dengan tiga puluh negara yang menerima prinsip demokrasi
perwakilan dan ekonomi pasar bebas. Negara-negara anggotaOECD adalah negara negara yang
maju, dimana arus barang, uang dan orang diantara mereka setara. Negara negara ini menggunakan
asas residensial atau domisili untuk taxing right atau hak pemajakannya, dimanapenghasilan royalti
tidak termasuk penghasilan yang dibebaskan dalam penghitungan pajak. Hak pemajakan atas royalti
diberikan sepenuhnya kepada Negara Domisili.
Hal ini tidak menjadi masalah bagi negara-negara OECD dikarenakan kesetaraan tadi, hingga
saling internetting perpajakan di lingkungan negara negara OECD. Hal ini kemudian menjadi tidak
adil bila dilakukan modeltax treatyini dilakukan dengan negara negara berkembang, karena bila
menggunakan asas residensial, maka negara negara berkembang tersebut tidak akan mendapatkan
bagian hasil pajakkarena umumnya negara maju memiliki investasi di negara berkembang,
sebaliknya negara berkembang memiliki sedikit investasi di negara negara maju.Metode yang
digunakan pada tax treaty model OECD adalahexemption dancredit method.

2. UN Model.
UN merupakan singkatan dari United Nationatau dikenal sebagai PBB (Persatuan Bangsa-
Bangsa), adalah sebuah organisasi yang anggotanya hampir seluruh negara di dunia. Lembaga ini
dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan internasional, lembaga
ekonomi, dan perlindungan sosial.Oleh karena itu, model tax treaty UNlebih memungkinkan untuk
mempertimbangkan berbagai kondisi negara-negara yang berbeda, sehingga sebisa mungkin tidak
ada yang dirugikan dalam penetapan ketentuan persetujuan tax treaty.Maka UN model adalah
model tax treaty yang lebih menjamin keadilan untuk negara negara berkembang.
Model tax treaty UN hanya mengatur perlakuan terhadap penduduk masing-masing negara
dimana penghasilan yang diperoleh (atau kekayaan yang dimiliki) dari Negara Sumber diabaikan
sama sekali oleh Negara Domisili dalam menghitung penghasilan lainnya yang diperoleh
penduduknya (full exemption), sehingga penghasilan yang diperoleh dari Negara Sumber tidak
dikenai pajak oleh Negara Domisili, tetapi penghasilan tersebut ikut diperhitungkan hanya untuk
menentukan tarif progresif (exemption with progression).
Akibat dari exemption tersebut laba usaha yang diperoleh di negara sumber tidak dapat
digunakan sebagai kompensasi kerugian di dalam negeri. Tapi, penghasilan atau kekayaan yang
diperoleh atau dimiliki oleh penduduk dari negara domisili berasal atau berada di negara sumber,
yang berdasarkan P3B ybs dikenai pajak di negara sumber, negara domisili harus memberikan
pengurangan pajak yang dibayar di negara sumber tersebut.

Pada kenyataannya, pada tax treaty yang dilakukan oleh dua negara(bilateral), model UN dan
OECD tersebut hanya merupakan gambaran umum, karena pada akhirnya, sistem dan keseluruhan
tata cara yang dipakai tergantung isi perjanjian yang disepakati oleh dua buah negara yang
melakukan perjanjian. Dan model tax treaty yangdijadikan acuan utama dalam perundingan P3B
(tax treaty) Indonesia adalahmodelUN.

Selain kedua model utama diatas, juga terdapat model yang dikembangkan oleh suatu negara
untuk kepentingannya sendiri, misalnya US Model (1996, 2006); dan Multilateral Tax Treaty, yang
tidak diterima secara luas dan hanya meliputi beberapa negara saja, contohya:
Pakta Andean (Bolivia, Chile, Kolombia, Ekuador, Peru dan Venezuela)
Nordic (Denmark, Finlandia, Islandia, Norwegia dan Swedia)
Maghribi Union (negara-negara di wilayah Afrika Utara)

5. TUJUAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN INTERNASIONAL

Untuk memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing


negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan
investasi tersebut. Salah satu upaya untuk meminimalkan beban tersebut adalah dengan melakukan
penghindaraan pajak berganda internasional.
Adanya kebijakan pajak internasional khususnya P3B dimaksudkan terutama untuk
menghilangkan pajak berganda (double tax). Pajak berganda ini timbul karena dua negara
mengenakan pajak atas penghasilan yang sama. Ketentuan-ketentuan dalam P3B yang dimaksudkan
untuk mencegah pengenaan pajak berganda ini misalnya ;
Adanya ketentuan untuk menyelesaikan kasus dual residence di mana seseorang atau badan
diakui sebagai subjek pajak dalam negeri (resident tax person) oleh dua negara yang berbeda.
Adanya ketentuan pembagian hak pemajakan dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 21 P3B
untuk jenis-jenis penghasilan tertentu. Pembagian hak pemajakan ini ada yang bersifat
ekslusif diberikan hanya kepada satu negara dan ada juga yang berupa pembatasan kepada
suatu negara untuk mengenakan pajak.
Adanya ketentuan tentang Corresponding Adjustment terhadap lawan transaksi di suatu
negara dalam hal negara yang lain melakukan koreksi terhadap satu Wajib Pajak yang
melakukan transfer pricing.
Adanya ketentuan tentang Mutual Agreement Procedures (MAP) di mana jika satu Wajib
Pajak diperlakukan tidak sesuai dengan ketentuan P3B di negara lain maka Wajib Pajak
tersebut dapat meminta otoritas pajak untuk menyelesaikan masalahnya melalui MAP ini.

Selain untuk mencegah pengenaan pajak berganda, P3B juga dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion). Jika tujuan-
tujuan tersebut tercapai tentu saja pada akhirnya P3B dapat menghilangkan hambatan dalam lalu
lintas perdagangan, modal dan investasi antar negara sehingga pada akhirnya dapat dicapai
kesejahteraan suatu negara karena sumber daya dialokasikan secara efisien.
Perpajakan berganda internasional terjadi karena benturan antar klaim perpajakan. Hal ini
karena adanya prinsip perpajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle) dimana
penghasilan dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen (negara
domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial (source principle) bagi wajib pajak
luar negeri (WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari
negara tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan
pajak dua kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Bentokran klaim lebih
diperparah bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara sama-sama mengklaim seorang
subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia terkena pemajakan global
dua kali.
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur prinsip-prinsipnetralitas yang harus dipahami dalam
perpajakaninternasional. yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional:
1. Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik) :
Kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada
bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di
luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan
melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
2. Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional) :
Darimanapun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari
dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu
negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN)
terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang
perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan yang berlaku.
3. National Neutrality :
Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak
luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.

6. PERMASALAHAN DALAM PERPAJAKAN INTERNASIONAL


1. Transfer Pricing
Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke perusahaan dengan hubungan
istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar
harga penjualan yang lebih rendah dari harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada
harga yang wajar, thin capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk mengurangi
laba). Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT A punya anak perusahaan B
Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan cara B
LTd meminjamkan uang dengan bunga yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang
pendapatan B Ltd bertambah namun tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A
menjual rugi (mark down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B Ltd. Di
Indonesia, transfer pricing dicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak fiskus berhak
mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan DER (Debt Equity Ratio).

2. Treaty Shopping
Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda namun malah memberi
kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI
di bursa singapura dibebaskan pajak. Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial owner
(penerima manfaat) dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB
sehingga tax treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di negara
yang menandatangani tax treaty.

3. Tax Heaven Countries


Negara-negara yang memberikan keringanan pajak secara agresif seperti tarif pajak rendah,
pengawasan pajak longgar telah membuat penerimaan pajak dari negara-negara berkembang
merosot tajam. Negara tax heaven yang termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara lain
Argentina, Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island, dll. Saat ini negara tax
heaven sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan tax avoidance (penghindaran pajak) di
negara-negara tersebut sedang gencar-gencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar
terkena koreksi UU PPh Pasal 18. Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax treaty.
B. KASUS PAJAK INTERNASIONAL WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

KASUS 1
http://bola.inilah.com/

David Beckham Beramal untuk Hindari Pajak?

Oleh: Irvan Ali Fauzi


Bola - Selasa, 5 Februari 2013 | 14:04 WIB
INILAH.COM, Paris - Isu tak sedap menyeruak bersamaan dengan langkah
David Beckham ke Paris Saint-Germain. Beckham dituduh menghindari pajak yang membebaninya
sebagai pekerja di Prancis.
Beckham resmi bergabung dengan PSG Jumat (1/2/2013) akhir pekan lalu dengan kontrak
berdurasi lima bulan. Mantan bintang Manchester United dan Real Madrid itu kemudian
menghibahkan semua gaji yang diterimanya dari PSG sebesar 800 ribu Euro (sekitar 10 miliar
Rupiah) per bulan untuk sebuah panti asuhan. Niat baik ini justru menimbulkan syak wasangka.
Presiden Prancis, Francois Hollande, menetapkan pajak sebesar 75 persen bagi seseorang
yang tinggal di negaranya dengan penghasilan lebih dari 1 juta Euro atau sekitar 13 miliar Rupiah
per tahun, baik itu penghasilan yang didapat dengan bekerja di Prancis maupun penghasilan yang
didapat dari luar Prancis.
Definisi menetap sendiri menurut hukum Prancis adalah orang yang tinggal di negeri asal
Napoleon itu selama minimal enam bulan. Untuk menghindari ini, Beckham hanya mengikat
kontrak selama lima bulan bersama PSG. Tak hanya itu, sang istri, Victoria, serta anak-anaknya,
tetap tinggal di London sehingga Becks bisa tetap memegang KTP London.
Selain itu, gajinya di PSG langsung disalurkan ke badan amal di Paris tanpa lebih dulu
mampir ke rekeningnya. Dengan demikian, Beckham bisa membuktikan bahwa ia benar-benar tidak
cari untung di Prancis.
Becks sendiri tetap mendapat bayaran dari PSG, namun jumlahnya amat kecil, yakni 2200
Euro atau sekitar 28 juta Rupiah per bulan. Ini adalah upah minimum bagi seorang pesepak bola
profesional di Prancis.
Beckham lebih baik memilih mengorbankan penghasilan total 4 juta Euro selama lima bulan
di PSG daripada penghasilan totalnya, yang tahun lalu mencapai 30 juta Euro (390,5 miliar Rupiah)
per tahun dibebani pajak hingga 22,5 juta Euro (292 miliar Rupiah).
Kebijakan sang presiden ini dikecam perdana menteri Prancis, Gerald Darmanin. Menurutnya,
niat pemerintah untuk meraup pemasukan justru akan membuat sumber-sumber pemasukan dari
sektor pajak mereka menjauh.
Saya lebih suka menarik 50 persen dari banyak wajib pajak, ketimbang 75 persen dari tak
satupun orang, keluhnya.
Total kekayaan pemain berusia 37 tahun itu mencapai 234,6 juta Euro atau sekitar 3 triliun
Rupiah

KASUS 2
http://sport.detik.com/sepakbola/read/2013/09/27/173704/2371736/75/messi-dan-ayahnya-ikuti-
sidang-penggelapan-pajak

Messi dan Ayahnya Ikuti Sidang Penggelapan Pajak

Jumat, 27/09/2013 17:37 WIB


Femidiah - detikSport
Barcelona - Kasus dugaan penggelapan pajak Jorge dan Lionel Messiberlanjut. Ayah dan anak
itu dimintai keterangan pada sidang tertutup di Gava, tak jauh dari Barcelona.
Messi, pemilik empat gelar pemain terbaik dunia, dituduh menipu pemerintah Spanyol lebih
dari 4 juta euro atau setara Rp 61,87 miliar. Sebelumnya pemain berusia 26 tahun dan ayahnya,
Jorge, dituduh mengisi laporan pajak palsu selama 2007-2010 dan nilainya mencapai 4 juta euro.
Messi juga dituduh menghindari kewajiban pajak dengan menggunakan perusahaan fiktif di
Belize dan Uruguay untuk menjual hak penggunaan citra dirinya, seperti dengan
produk Banco Sabadell, Danone, Adidas, Pepsi-Cola,Proctor and Gamble, dan the Kuwait Food
Company.
Kedua terdakwa itu bukannya mengemplang pajak sepenuhnya. Pada Agustus lalu mereka
membayar 5 juta euro (sekitar Rp 77,34 miliar) kepada otoritas pajak, Nah, jika dihitung-hitung
kekurangan pajak mencapai 4 juta euro itu ditambah bunganya.
Pendapatan bersih Messi di Barcelona mencapai 16 juta euro setahun. Itu belum termasuk dari
sponsor komersial yang mengikatnya. Pada persidangan awa hari Jumat (27/9) ini, Jorge dipanggil
ke dalam ruangan lebih dahulu. Messi dijadwalkan satu jam kemudian. "Saya tidak khawatir. Saya
selalu ada menyelesaikan sesuai kewajiban, begitu pula ayah saya," kata Messi kepada BBC.
"Kami punya pengacara dan penasehat yang akan menyelesaikan semuanya. Kami percaya
kepada kerja mereka dan mereka akan memberikan solusi," sambungnya.

KASUS 3
http://nasional.kontan.co.id/news/aset-rahasia-9-keluarga-terkaya-indonesia

PENYIMPAN ASET DI NEGERI TAX HAVEN :


Aset Rahasia 9 Keluarga Terkaya Indonesia

Kamis, 11 April 2013 | 13:24 WIB


JAKARTA. Sembilan dari sebelas keluarga terkaya di Indonesia menempatkan aset di
kawasan tax haven. Dokumen yang bocor kepada International Consortium of Investigative
Journalists (ICIJ) menemukan bahwa mereka mendirikan lebih dari 190 perusahaan dan pengelola
dana offshore di sini.
Enam dari sembilan taipan kondang nusantara itu pernah menjalin hubungan dekat dengan
keluarga Soeharto. Nama-nama mereka tercatat di antara 2.500 nama orang Indonesia yang
ditemnukan di dokumen-dokumen penyedia jasa offshore Singapura, Portcullis TrustNet.
Tak ada bukti bahwa aset dan perusahaan itu ilegal. Tapi tak menutup kemungkinan ini masuk
dalam masalah perusahaan offshore dan akunbank offshore rahasia yang digunakan untuk
menghindari pajak.
Menurut laporan Global Financial Interity, lembaga riset asal Washington, Indonesia telah
kehilangan US$ 10 miliar lebih dalam pelarian dana gelap, termasuk penghindaran pajak, selama
tahun 2001-2010. Indonesia berada di ranking ke-9 di antara 150 negara yang duitnya paling banyak
menguap ke kawasan tax haven.
Meskipun begitu, adapula perusahaan offshore yang legal. Penyedia jasa TrustNet melayani
perusahaan dan individu yang hendak mendiversifikasi investasi, bisnis, dan mencari rekanan lintas
batas politik. Mereka juga membantu individu yang ingin tinggal di beberapa negara sekaligus.
Akan tetapi, dokumen yang dianalisis ICIJ menunjukkan bahwa para taipan itu berupaya agar
tetap anonim di dunia offshore. Keluarga Riady dari Grup Lippo memiliki sediktinya 11 perusahaan
offshore dan pengelola dana (trust). TrustNet menamai Lippo sebagai 'Klien A' dalam
korespondensi internal mereka.
Rekaman data menyatakan bahwa, "klien tak ingin terlihat bertransaksioffshore." Agen
mereka Gary Phair memerintahkan staf TrustNet untuk menghapus 'referensi apapun untuk Grup
Lippo' dari semua alamat kontak di catatan Klien A. Phair juga meminta namanya tak dimasukkan
dalam invoice.
Kepulauan Cook di Pasifik Selatan telah menjadi pilihan tujuan Keluarga bagi banyak entitas
perusahaan offshore keluarga Riyadi. Dokumen menyatakan bahwa ini dilakukan dari tahun 1989
sampai setidaknya tahun 2009. Jurubicara Stephen Riyadi mengatakan, tidak ada dana ilegal atau
tidak layak di kawasan tax haven itu.
Selain Lippo, nama keluarga Sampoerna juga terungkap memiliki dana di Kepulauan Cook.
Jika Anda masih ingat, pada 18 Mei 2005, Phillip Morris International membeli saham perusahaan
rokok Sampoerna senilai US$ 2 miliar. Nah, dua minggu setelahnya, TrustNet mendirikan sebuah
pengelola dana offshore bernama Strong Castle Trust di Kepulauan Cook. Sulistiani Sampoerna
tercatat dalam dokumen Trustnet sebagai 'trust settlor'. Kemungkinan ini menunjukkan bahwa uang
di dalam dana kelolaan trust itu merupakan uangnya. Sulistiani merupakan saudara perempuan
almarhum Boedi Sampoerna. Ia tak merespon pertanyaan dari ICIJ soal ini.
Dua taipan rokok yang juga disebut memiliki sejumlah perusahaan offshore. Mereka adalah
Susilo Wonowidjojo, Presiden Direktur PT Gudang Garam Tbk, dan Peter Sondakh dari Grup
Rajawali yang memiliki Bentoel.
Empat taipan lagi yang masuk daftar adalah Eka Tjipta Widjaja, keluarga Salim, Sukanto
Tanoto, dan Prajogo Pangestu. Mereka memiliki sekitar 140 perusahaan offshore yang sebagian
besar bermarkas di British Virgin Islands.
Pengusaha kesembilan adalah Marimutu Sinivasan. Pada akhir tahun 1997, pegawai TrustNet
Stephen Breed datang ke Jakarta untuk bertemu pimpinan Texmaco itu. Saat itu Indonesia
memasuki krisis. Sinivasan yang dekat dengan Soeharto, telah memperoleh pinjaman US$ 2,2
miliar dari bank dan lembaga pemerintah untuk Texmaco.
Pada 4 April 1997, TrustNet mendirikan perusahaan offshore di Kepulauan Cook bernama
Pipeline Trust Company Limited. Pada 13 Agustus 1997, TrustNet mentransfer saham-saham
perusahaan itu menjadi atas nama Sinivasan.
Sinivasan menjadi satu-satunya pemegang saham. Namun Pipeline menggunakan anak usaha
TrustNew Directcorp dan Secorp sebagai direktur dan sekretarisnya. Kemudian TrustNet mengirimi
Sinivasan dokumen surat kuasa pada 11 Desember 1997. Dengan dokumen ini, Sinivasan bisa
membuka rekening bank dan mentransfer dana dari dan ke dalam rekening atas nama perusahaan
itu. Sinivasan masih belum bisa dikonfirmasi soal ini.

Aliran dana lingkaran penguasa


Tak hanya pengusaha yang dekat dengan Soeharto yang punya aset offshore, tapi juga mereka
yang berhubungan langsung dengan mantan presiden yang lengser keprabon pada 21 Mei 1998 itu.
Pada September 1998, Trustnet mendirikan perusahaan offshore rahasia bernama Pico Trading
Limited. Tak ada satu pun nama direktur maupun pemilik yang tercatat. Namun data invoice
memperlihatkan lusinan pembayaran, sebagian besar berjumlah puluhan ribu dollar AS per
transaksi, dari rekening bank Pico Trading.
Lebih dari US$ 30.000 dikirim ke seseorang yang disebut Yanti Rukmana. Nama ini mirip
nama asli Mbak Tutut alias Siti Hardiyanti Rukmana. Namun memang tak ada dokumen yang
menunjukkan bahwa memang benar itu Tutut.
Dokumen yang diperoleh ICIJ juga menunjukkan bahwa putra mantan presiden BJ Habibie
juga menggunakan perusahaan offshore. Anak bungsu Habibie, Thareq Kemal Habibie, adalah salah
satu di antara mereka yang bergegas membuka perusahaan offshore di tahun 1998.
Ia mendirikan dua perusahaan British Virgin Islands di beberapa minggu terakhir sebelum
Soeharto mundur. Satu dekade kemudian, Ilham Habibie juga secara pribadi mengorganisir
setidaknya tujuh perusahaan TrustNet sebagai basis offshore dari sejumlah perusahaannya di
Indonesia. Perusahaan itu di antaranya adalah perusahaan tambang. Ilham juga tak menanggapi
konfirmasi soal ini.
KASUS 4
http://cetak.kompas.com/read/2013/04/08/02551962/terungkapnya.para.pemilik.rekening.rahasia

PENGGELAPAN PAJAK
Terungkapnya Para Pemilik Rekening Rahasia
Senin, 08 April 2013
Jutaan e-mail dan catatan-catatan rekening di negara-negara surga pajak bocor. Identitas
pemilik rekening pun bertebaran. Di dalamnya termasuk keluarga Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev
hingga Jean-Jacques Augier, kepala bagian pendanaan kampanye Presiden Perancis Francois
Hollande.
Berita-berita ini muncul di harian Inggris, The Guardian, dan surat kabar Perancis, Le
Monde, Kamis (4/4). Hollande tambah tertekan karena sudah mati-matian membela mantan Menteri
Anggaran Jerome Cahuzac, yang sempat menangani penggelapan pajak. Ironinya, Cahuzac malah
memiliki rekening rahasia yang dipindahkan dari Bank UBS (Swiss) ke Singapura.
Data rekening rahasia tersebut pada umumnya bocor dari negara-negara surga penggelapan
pajak, seperti Kepulauan Virgin Britania Raya (BVI) dan Kepulauan Cayman. Ini adalah hasil
investigasi lembaga International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) yang berbasis di
Washington DC, AS.
Menurut The Guardian, di permukaan tidak ada nama individu yang berperilaku melanggar
hukum karena menyimpan uang di negara-negara surga pajak itu dilindungi hukum. Meskipun
demikian, tetap ada potensi masalah.
Para individu itu memiliki rekening di negara-negara bebas pajak yang memiliki kerahasiaan
ketat soal rekening. Ini memungkinkan aksi penggelapan pajak dan menyulitkan pengusutan sumber
dana.
Global Witness, organisasi advokasi transparansi, meminta G-8 menyerukan agar semua data
itu dipublikasikan.
Perusahaan dengan rekening rahasia memungkinkan aksi korupsi, pencurian uang negara,
dan pelaksanaan kontrak bisnis yang merugikan keuangan negara serta di sisi lain bisa
mengabadikan kemiskinan, kata juru bicara (jubir) Global Witness, Stuart McWilliam.

Nama-nama terkenal
Beberapa nama terkenal yang terungkap memiliki rekening rahasia di negara-negara surga
pajak itu, antara lain, Maria Imelda Marcos Manotoc, seorang gubernur di Filipina dan putri tertua
mantan Presiden Ferdinand E Marcos.
Seorang anggota keluarga Kerajaan Spanyol, Carmen Thyssen-Bornemisza, yang juga
kolektor barang berharga, juga termasuk dalam bocoran. Ada juga rekening milik lebih dari 4.000
warga AS. Informasi lain menunjukkan, ada tiga perusahaan didirikan di BVI tahun 2008 atas nama
dua putri Presiden Azerbaijan, Arzu dan Leyla. Belum ada pihak-pihak dari nama-nama itu yang
berkomentar.
Augier, yang mengontrol dana kampanye Hollande, disebutkan memegang saham di dua
perusahaan yang terdaftar di Cayman, termasuk sebuah perusahaan distributor di China. Augier
mengatakan, tidak ada yang ilegal soal rekening itu. Namun, muncul pertanyaan mengapa ia harus
menabung di Cayman.
Kasus lain yang dikutip The Guardian adalah istri Wakil Perdana Menteri Rusia Igor
Shuvalov, Olga Shuvalova, yang dikenal sebagai perempuan pengusaha yang dekat dengan Presiden
Vladimir Putin. Shuvalov diketahui mendirikan beberapa perusahaan di negara-negara bebas pajak.
Ini mencuatkan nuansa penyalahgunaan kekuasaan di Rusia yang dikenal kaya migas.
Tony Merchant, pengacara Kanada, memiliki setidaknya 1,7 juta dollar Kanada di Kepulauan
Cook mulai tahun 1998. Menjadi pertanyaan, mengapa pengacara dan suami senator itu harus
menyimpan uang di negara surga pajak.
ICIJ memulai kerja investigasi soal rekening rahasia ini setelah mendapatkan paket data
korporasi akibat skandal Firepower Australia, kasus yang melibatkan penipuan di negara surga
pajak.
Reaksi bermunculan setelah bocoran ini beredar. Komisi Uni Eropa (UE) langsung
menyerukan agar negara-negara UE lebih cermat mendalami penggelapan pajak karena penipuan ini
merugikan negara triliunan dollar AS per tahun.
Bagi komisi, tak ada kekecualian soal pengusutan penggelapan pajak, kata jubir Presiden
Komisi UE, Olivier Bailly.
Di tengah kemelut negara bangkrut yang menyebabkan kesengsaraan warga di UE dan AS,
ada kekayaan yang tersimpan rapi di negara-negara surga pajak. (AFP/mon).

KASUS 5
http://sport.detik.com/aboutthegame/read/2013/11/29/092643/2427072/1497/2/para-penghindar-
pajak-di-lapangan-hijau

Para Penghindar Pajak di Lapangan Hijau

Jumat, 29/11/2013 09:51 WIB


SyaharAliyasa - detikSport
Tak ada yang pasti di dunia ini, kecuali kematian dan pajak. Demikian pikiran yang pernah
dilontarkan oleh Benjamin Franklin dan Daniel Defoe. Menurut mereka, seorang manusia tidak
mungkin menghindari kematian sebagaimana ia juga tak mungkin mengelak dari beban pajaknya
semasa hidup. Tapi mungkin saja mereka berdua tidak kenal klub-klub dan para pemain sepakbola.
Dari kasus yang melibatkan Presiden Bayern Munich, Uli Hoeness, terkuak bahwa isu
penggelapan pajak memang telah menjadi hal yang lazim dalam dunia sepakbola. Mulai dari
pemain, pelatih hingga klub terkadang dengan secerdik mungkin menghindari kewajibannya itu.
Umumnya ini terjadi karena besarnya beban yang harus dibayarkan. Dengan tingginya gaji
yang diterima oleh para pelaku sepakbola, tentu pajaknya pun akan tinggi nilainya. Well, siapa yang
rela berpisah dengan pundi-pundi uangnya, bukan?
Sama halnya seperti organisasi ataupun perusahaan, pemain dan pelatih tentunya
mengharapkan laba maksimal dari penghasilan mereka. Adanya anggapan bahwa pajak merupakan
suatu beban juga turut menyebabkan isu ini tak pernah lepas dari sepakbola.
Oleh karena itulah, terkadang pajak sampai mendikte nasib para pesepakbola. Pemain
seperti David Beckham atau Xabi Alonso akan melihat besaran penghasilan setelah pajak yang akan
didapatkan, ketika hendak memutuskan hengkang dari klub asalnya. Juga dengan beberapa aktor
dalam lapangan hijau seperti Lionel Messi, Wayne Rooney, Ashley Cole. Bahkan, hingga klub
sekaliber Real Madrid dan Barcelona pun ingin menghindari pajak yang tinggi.
Maka, tidak heran jika mereka yang terlibat dalam industri sepakbola menggunakan jasa
konsultan pajak. Dengan teliti mereka merancang skema untuk meminimalisir kewajiban pajaknya.
Saking cerdiknya, beberapa perencanaan pajak yang telah "dikutak-katik" itu mungkin dapat
dikatakan disusun secara jujur dan sah. Akan tetapi, selalu saja terdapat pelanggaran. Terlebih jika
perencanaan tersebut dilakukan dengan melanggar etika dan undang-undang yang berlaku.
Ilmu perpajakan sendiri mengenal bahwa penggelapan pajak merupakan bagian dari tax
evasion, atau suatu upaya untuk menguntungkan organisasi dengan mengurangi beban pajak. Akan
tetapi, terdapat pelanggaran yang diterapkan dalam upaya tersebut. Karenanya penggelapan pajak
merupakan suatu tindak pidana.

Penggelapan Pajak dari Hasil Image Rights


Pada lingkup pemain, contoh kasus pajak yang populer adalah yang menimpa Lionel Messi.
Sebagaimana diketahui, pemain terbaik dunia 3 kali berturut-turut ini, di luar dari penghasilannya
sebagai pemain, memiliki suntikan dana segar dari penjualan image rights. Pemasukan dari image
rights inilah yang berusaha disembunyikan Messi dengan cara mengalirkan arus kas kepada suatu
perusahaan.
Melalui skema membentuk perusahaan non-residen, para pesepakbola dapat mengakui
pendapatan image rights sebagai dividen perusahaannya. Dengan cara ini, pemain dapat menghindar
dari pajak yang dibebankan. Ini karena umumnya aturan pajak tidak mengakui dividen dari
perusahaan non-residen sebagai objek pajak.
Perusahaan non-residen hanya dikenakan tarif pajak penghasilan atas aktivitas perusahaan.
Nilai tarif pajaknya pun lebih kecil jika dibandingkan dengan pajak penghasilan atas
individual/pribadi. Dengan cara tersebut, tentunya beban pajak yang dibayarkan akan berkurang
nilainya, jika dibandingkan mengalirkan kas langsung ke saku pribadi Messi.
Satu kesalahan Messi yang menjadikan dirinya harus terlibat dengan otoritas pajak adalah ia
menyembunyikan pemasukannya dari beberapa perusahaan yang ia miliki di Uruguay,
Swiss, Belize, dan Inggris.
Di Inggris sendiri pajak perusahaan pribadi hanya dikenai tarif pajak sebesar 28%, jauh
berbeda dengan pajak penghasilan pribadi (individual) yang mencapai 50%. Ini
menyebabkan Wayne Rooney, Theo Walcott, Gareth Barry, dan beberapa pemain Inggris lainnya
coba mengakali hal ini.
Dengan skema yang kompleks dalam perencanaan pajak ini, mereka dapat menghemat
sebesar 2% dari pajak yang dikenakan. Rooney, yang menggunakan jasa konsultan pajak, bahkan
mampu menghemat pengeluaran atas beban pajaknya hingga 600 ribu pounds pada tahun 2010 dan
2011.
Prihal penghematan pengeluaran pajak ini, the Sunday Times pernah melakukan investigasi.
Mereka berhasil menemukan bahwa beberapa pesepakbola mampu menghemat pengeluaran
pajaknya sebesar 2%, sebanyak 55 pemain lainnya juga mampu mengirit pembayaran pajak hingga
sebesar 22%.
Bahkan, baru-baru ini Manuel Pellegrini dapat dikatakan melakukan penghindaran pajak yang
lebih ekstrim. Melalui metode skema perencanaan pajak yang sama, Pellegrini mengalokasikan
20% pendapatannya ke dalamimage rights. Dengan adanya aturan perpajakan yang baru di
Pulau Guernsey, Pellegrini pun membangun perusahaan image rights di daerah tersebut.
Guernsey sendiri akan memberikan manfaat pajak maksimum bagi perusahaan yang berada
pada wilayah tersebut. Terlebih lagi, selama objek pajak bukan penduduk Guernsey, maka
pendapatan tidak akan dikenankan berbagai pajak, seperti pajak penghasilan, pajak daerah, pajak
warisan dan pajak kematian lainnya, PPN, pajak barang dan jasa, pajak tidak langsung dan transfer
modal.
Ditambah lagi pajak korporasi di Guernsey ada pada tingkat nol persen. Bandingkan jika
Pellegrini membangun perusahaan di Manchester. Ia tentu tak mampu menghemat 50% dari beban
pajak penghasilannya.

Pengaruh Pajak dalam Menentukan Klub


Selain menggunakan image rights untuk menghindari pajak, cukup banyak pemain yang
melihat tarif pajak di suatu negara ketika memutuskan untuk pindah klub. Perpindahan Cristiano
Ronaldo, dari Manchester United menuju Real Madrid, jadi salah satu kasus yang lazim dijadikan
contoh tentang pengaruh pajak dalam menentukan klub.
Kronologisnya, pada tahun 2009 adanya aturan Beckham Law yang berlaku di Spanyol turut
mendasari perpindahan Ronaldo ke Real Madrid. Dengan adanya Beckham Law, Ronaldo sendiri
hanya cukup dikenakan tarif pajak sebesar 24% dari laba yang ia dapatkan. Berbeda sekali kala
dengan berkarier di Inggris, yang akan dikenakan tarif hingga sebesar 50%.
Berbeda dengan Ronaldo, Guus Hiddink yang sempat terlibat kasus penggelapan pajak
memilih Anzhi Makachkala dalam meneruskan karier kepelatihannya. Ini karena pajak yang
dibebankan kepada mantan pelatih PSV Eindhoven tersebut akan ditanggung oleh pihak klub.
Hiddink yang awalnya meminta gaji 15 juta euro per musim langsung mengubah pikirannya.
Ia menerima tawaran gaji bersih setelah pajak sebesar 10 juta euro.

Dari Penghasilan dan Jual Beli Pemain


Dalam skala klub, boleh dikatakan pajak memiliki beban yang kecil, terlebih jika
dibandingkan dengan beban gaji pemain. Akan tetapi, di tengah gencarnya usaha klub dalam meraih
pendapatan dan mencari laba semaksimal mungkin, faktor beban pajak cukup menjadi pengganjal
dalam kinerja laporan keuangansuatu klub.
Bagi beberapa klub yang tidak menghasilkan laba, tentu beban pajak sendiri tidak akan terlalu
berpengaruh. Ini karena pajak tidak akan dipungut apabila perusahaan tidak mendapatkan laba pada
periode laporan keuangan tertentu.
Namun, akan berbeda sekali dengan kondisi klub yang sedang dililit utang. Laba maksimal
tanpa beban pajak tentunya dapat dialokasikan guna membayar utang yang menumpuk.
Sebagaimana halnya yang berlaku pada Manchester United.
United mampu membayar hutang Glazer sebesar 48 juta pounds pada musim 2012-2013, dari
laba kotor yang mencapai angka 146 juta pounds. Angka tersebut merupakan porsi kedua terbesar
untuk beban pengeluaran di bawah finance cost senilai 71 juta pounds. Executive Vice
Chairman Manchester United Edward Woodward pun berujar, "Kami sangat bangga dengan hasil
kami pada tahun fiskal 2013." Namun, dapat dikatakan, hasil tersebut tak lepas dari cara United
untuk menghindari pajak.
Selain dengan melakukan Initial Public Offering, Manchester United mampu memaksimalkan
laba karena rendahnya beban pajak karena terdaftar di Kepulauan Cayman. Area ini masih
merupakan bagian dari teritori Britania Raya, dan berada pada wilayah barat, Laut Karibia. Dengan
memanfaatkan kebijakantax haven di Kepulauan Cayman, tentu United mampu melakukan
penghematan pajak.
Tak hanya menyangkut penghasilan, pajak juga harus dibayarkan dengan klub berkaitan
dengan proses jual-beli pemain. Setidaknya itu yang dirasakan Paris Saint-Germain terkait akan
aturan pembebanan tarif pajak sebesar 75% bagi pesepakbola yang mendapatkan gaji di atas 1,35
juta euro.
Bagi PSG sendiri, dengan adanya 10 pemainnya yang menerima gaji di atas 1 juta euro,
tentunya pengeluaran klub akan membesar. Apalagi ini dikarenakan pemain meminta penghasilan
bersih tanpa pajak dari klub. Bahkan, menurut sumber dari Paris Saint-Germain sendiri,
pengeluaran klub diestimasi membengkak hingga 30%, apabila tarif pajak yang baru akan
dikenakan.
Jelas suatu hal yang tak adil bagi Paris Saint-Germain. Apalagi, AS Monaco, yang notabene
merupakan klub saingan PSG dalam kompetisi Ligue 1, mendapatkan kompensasi yang berbeda.
Sebagaimana telah banyak diketahui, Monaco membebankan tarif pajak yang kecil karena sistem
kekerajaan yang berbeda dengan daerah Prancis lainnya.

Penghindaran Pajak Dalam Usaha Membantu Klub


Apabila menyinggung Real Madrid dan Barcelona dalam kasus penghindaran pajak, tidak
selamanya kasus ini semata-mata hanya menguntungkan pihak pemerintah saja. Dalam kasus ini,
kubu kerajaan Spanyol yang diwakili oleh Madrid dan kubu Catalunya yang diwakilkan oleh
Barcelona, dapat dikatakan memberikan keringanan atas beban pajak yang dikenakan kepada kedua
klub.
Dengan bentuk badan usaha sebagai yayasan, sebagaimana organisasi nirlaba pada umumnya,
tentu pemerintah tidak akan memberikan tarif beban pajak yang terlampau tinggi. Di Spanyol
sendiri, ada Real Madrid, Athletic Bilbao, Osasuna dan Barcelona yang berada pada jalur ini.
Semua semata-mata dilakukan demi mendukung kegiatan klubnya. Karena umumnya, selain
sebagai sarana hiburan bagi masyarakat kelas pekerja, sepakbola di Spanyol merupakan suatu
simbol perlawanan atas kerajaan ibu kota.
Didasari hal itu, klub yang merupakan simbol perlawanan atas kerajaan Madrid diberikan
keringanan khusus dalam beban pajak, agar klub dapat meningkatkan daya saing dengan
memperkuat sektor perekonomian.
Sepakbola memang tidak pernah dapat dilepaskan dari urusan sepakbola. Terlebih kini
sepakbola telah menjadi ladang bisnis yang cukup menjanjikan bagi para investor. Dan ketika ada
aktivitas bisnis yang menghasilkan laba, disitulah otoritas pajak akan selalu terlibat di dalamnya.
Ketika uang dan keuntungan terlibat, maka saat itu juga skema untuk menghindari pajak akan
terjadi. Semuanya tidak dapat dihindari. Maka, boleh kiranya pameo itu diralat menjadi: Tak ada
yang pasti di dunia ini, kecuali kematian, pajak, dan pengemplang pajak.
C. KASUS PAJAK INTERNASIONAL WAJIB PAJAK BADAN

KASUS 1
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/11/22/0910425/Penggelapan.Pajak.oleh.Korporasi.M
ultinasional.Makin.Canggih

Jumat, 22 November 2013 | 09:10 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Penggelapan pajak yang dilakukan oleh korporasi multinasional
semakin canggih dan belum banyak terjamah. Belakangan, perhatian dunia internasional semakin
menguat. Di Indonesia, indikasi masifnya persoalan penggelapan pajak tersebut sejak 2012.
Forum Global tentang Transparansi dan Pertukaran Informasi untuk Keperluan Pajak
menggelar pertemuan keenam di Jakarta, Kamis (21/11/2013). Agendanya adalah membahas cara-
cara mempromosikan pertukaran informasi mengenai pajak guna menghindari penggelapan pajak.
Hadir dalam kesempatan itu perwakilan dari 80 negara dan 11 organisasi internasional.
Menteri Keuangan M Chatib Basri memberikan pidato kunci dalam pembukaan. Selanjutnya,
Ketua Forum Global tentang Transparansi dan Pertukaran Informasi untuk Keperluan Pajak Kosie
Louw memberikan sambutan.
Seusai acara, Chatib menyatakan, penggelapan pajak oleh korporasi multinasional adalah
persoalan nyata di Indonesia, tetapi bukan permasalahan terbesar. Hal ini juga menjadi persoalan di
sejumlah negara.
Inilah mengapa Indonesia menginisiasi pertemuan ini karena kami ingin mengembangkan
sistem untuk meminimalkan penggelapan pajak, kata Chatib.
Mengingat modus penggelapan pajak lintas negara, menurut Chatib, antisipasi yang
diperlukan juga harus melibatkan kerja sama antarnegara. Namun, karena setiap negara punya
peraturan dan kedaulatan, forum kerja sama untuk berbagi informasi menjadi sangat penting.
Modus canggih
Secara terpisah, Kepala Seksi Hubungan Eksternal Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen) Chandra
Budi menegaskan, modus utama penggelapan pajak oleh korporasi multinasional adalah dengan
cara memindahkan keuntungan ke negara yang tarif pajaknya lebih rendah. Atau memindahkan
kerugian ke negara yang tarif pajaknya lebih tinggi.
Pada 2012, Indonesia terindikasi dijadikan negara yang menjadi tujuan pemindahan kerugian
perusahaan multinasional. Hal ini tampak dari 7.000 perusahaan penanaman modal asing yang
mengklaim rugi lebih dari satu tahun. Implikasinya, mereka tidak membayar Pajak Penghasilan
(PPh) badan selama periode itu. Namun, anehnya mereka terus beroperasi.
Sejauh ini, kata Chandra, Direktorat Jenderal Pajak tengah meneliti kejanggalan tersebut.
Meski demikian, hasilnya belum diketahui.
Pada 2012, Indonesia memiliki traktat pajak (tax treaty) dengan 59 negara. Dengan tax
treaty tersebut, Indonesia atau negara mitra dapat meminta informasi guna mencegah pajak
berganda atau penggelapan pajak. Bentuknya berupa audit simultan atau visiting audit.
Sementara itu, pertumbuhan target penerimaan pajak pada 2014 melandai. Pada tahun ini,
target pajak naik Rp 110 triliun, tumbuh 12 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Namun, pada 2014, target hanya bertambah Rp 35 triliun atau tumbuh 3 persen.
Target penerimaan pajak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 adalah
Rp 1.110,2 triliun. Penerimaan pajak dalam hal ini di luar penerimaan dari bea dan cukai.
Dibandingkan dengan APBN Perubahan (APBN-P) 2013, target pajak tahun 2014 naik Rp 35
triliun atau 3,15 persen. Ini jauh lebih rendah dari peningkatan target pajak APBN-P 2013 senilai Rp
110 triliun, 12,4 persen lebih besar dari target APBN-P 2012.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany menyatakan,
sebaiknya Ditjen Pajak tidak bicara soal proyeksi penerimaan pajak. Alasannya, hal itu dapat
memengaruhi kinerja internal Ditjen Pajak dan respons wajib pajak.

KASUS 2
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Artikel_Pajak_170513.pdf

Menyelisik Pajak Perusahaan Global


Oleh Anandita Budi Suryana, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Intensifikasi pajak dari perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) menjadi salah satu fokus
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tahun ini.Jaringan perusahaan PMA yang ada di berbagai negara
memungkinkan terjadiinya upaya penghindaran pajak ini. Khusus Uni Eropa, penghindaran pajak
diperkirakan merugikan keuangan anggota Uni Eropa sekitar 1 triliun euro atau Rp12.000 triliun di
tahun 2012.
Pengalaman Inggris menggambarkan penghindaran pajak dilakukan dengan terstruktur.Akhir
tahun 2012, badan pajak Inggris HM Revenue and Customs (HMRC) menisik pelaporan pajak 4
perusahaan global.Kasus pertama dari franchisor kedai kopi asal Amerika Serikat (AS). Parlemen
Inggris menyoroti laporan keuangan franchisor yang menyatakan kerugian sebesar 112 juta pounds
selama 2008-2010 dan tidak membayar Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) pada 2011. Namun,
dalam laporan ke investor, franchisor menyatakan omset selama 2008-2010 dengan nilai 1,2 miliar
pounds atau Rp18 triliun.
Modus franchisor dengan membuat laporan keuangan seolah rugi dilakukan dengan tiga cara.
Satu, membayar royalti offshore licensing atas desain, resep dan logo ke cabangnya di Belanda.
Kedua, membayar bunga utang sangat tinggi, di mana utang tersebut justru digunakan untuk
ekspansi kedai kopi di negara lain. Ketiga, dengan membeli bahan baku dari cabangnya di Swiss
walaupun pengiriman barang langsung dari negara produsen dan tidak masuk ke Swiss.
Kasus kedua, laporan pajak perusahaan internet search engine kakap berbasis di AS.
Perusahaan ini meraih untung di Inggris senilai 398 juta pounds pada 2011, tapi hanya membayar
pajak senilai 6 juta pounds. Keuntungan perusahaan cabang Inggris kemudian ditransfer ke cabang
di Irlandia, Belanda dan berakhir di Bermuda. Sebagai informasi, Bermuda adalah tax havens
country yang tidak memungut PPh Badan.
Kasus ketiga, pajak bonus karyawan investment banking dari AS.Agar pembayaran bonus ini
tidak terdeteksi, karyawan investment banking cabang Inggris diminta mengajukan permohonan
pinjaman lunak ke investment banking cabang AS.Dengan dalih pinjaman lunak, karyawan
investment banking cabang Inggris tidak harus membayar pajak penghasilan. Atas kecurangan ini,
investment banking cabang Inggris harus membayar denda 500 juta pounds atau Rp7,5 trilun.
Kasus keempat, skandal bunga pinjaman Perusahaan Air Minum swasta Inggris. Perusahaan
ini meminjam dari induknya di Hongkong yang mengeluarkan Eurobond melalui tax havens
countries di Channel Islands dan Cayman Island. Anak usaha di Inggris meminjam dari induknya
lebih dari 1 miliar pounds atau Rp15 triliun dengan suku bunga 11 persen atau sekitar Rp1,65 triliun
per tahun.
Menurut aturan Inggris, pembayaran bunga ke luar negeri dipotong pajak 20 persen, kecuali
pinjaman obligasi Eurobond. Dengan meminjam Eurobond di Channel Islands dan Cayman Island,
PAM swasta menghemat pajak bunga pinjaman 20 persen dari Rp1,65 triliun atau sekitar Rp330
miliar (setara 22 juta pounds). Padahal secara akumulasi, pembayaran bunga pinjaman setahun
adalah sebesar 2,1 miliar pounds. Dengan pajak bunga 20 persen, kerugian Inggris dari
penghindaran pajak bunga senilai 420 juta pounds atau sekitar Rp6,3 triliun. Penghindaran pajak
lazim dilakukan perusahaan global dengan cabang di berbagai negara.Modusnya usang tapi selalu
berhasil.Dari berbagai kasus di atas, dapat dilihat ada beberapa modus yang biasanya dilakukan
PMA-PMA nakal untuk mengelabui pajak. Pertama, pembayaran biaya manajemen royalti atas
HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) atas logo dan merek kepada perusahaan induk.
Peningkatan royalti akan meningkatkan biaya yang pada akhirnya mengurangi laba bersih sehingga
PPh Badan juga turun. Jika tarif tax treaty untuk pajak royalti hanya 10 persen dan tarif PPh badan
adalah 25 persen,maka Indonesia kehilangan 15 persen PPh.
Modus kedua, pembelian bahan baku dari perusahaan satu grup. Pembelian bahan baku
dilakukan dengan harga mahal dari perusahaan satu grup yang berdiri di negara bertarif pajak
rendah.
Modus ketiga, berhutang atau menjual obligasi kepada afiliasi perusahaan induk dan
membayar kembali cicilan dengan bunga sangat tinggi.Tingkat suku bunga tinggi ini adalah dividen
terselubung ke perusahaan induk.
Modus keempat, menggeser biaya usaha (termasuk gaji pegawai headquarters) ke negara
bertarif pajak tinggi (cost center) seperti Inggris dan mengalihkan profit ke negara bertarif pajak
rendah (profit center) seperti Bermuda.Dengan demikian keuntungan perusahaan terlihat kecil dan
tidak perlu membayar pajak korporasi.
Modus kelima, menarik dividen lebih besar dengan menyamarkan biaya royalti dan jasa
manajemen untuk menghindari pajak korporasi.Modus terakhir dengan mengecilkan omset
penjualan.Perusahaan menjual rugi barang ke cabang perusahaan di negara bertarif pajak rendah,
sehingga penjualan ekspor terlihat merugi.Kemudian dari cabang tersebut, barang dijual dengan
harga normal ke konsumen akhir.
Bagaimana di Indonesia? Peningkatan pembayaran royalti ke perusahaan induk (parent
company) berpotensi mengurangi PPh Badan yang harus dibayar perusahaan. Dari laporan
keuangan di BEI, sebuah perusahaan consumer goods harus membayar royalti kepada holding
company di Belanda dari mencapai 5 - 8 persen mulai tahun 2013-2015, di mana meningkat dari 3,5
persen. jika dihitung, asumsi omset tahun 2013-2015 consumer goods tersebut stagnan di angka
Rp27 triliun, dengan kenaikan royalti dari 3,5 persen menjadi 8 persen. Ini berarti ada kenaikan
royalti sebesar 4,5 persen yang dikalikan Rp27 triliun atau sekitar Rp1,215 triliun. Sehingga,
potensial loss PPh Badan tahun 2015 adalah sebesar Rp1,215 triliun dikalikan 25 persen atau sekiar
Rp303 miliar.
Hal ini menurut aturan adalah legal namun kurang adil jika dilihat dari sisi pajak bagi negara
sumber penghasilan, karena 8 persen harga produk dibayar rakyat Indonesia lari ke royalti holding
company.Apakah ada penghindaran pajak di Indonesia?Sangat mungkin, karena banyak perusahaan
global yang juga beroperasi di Indonesia.
Upaya membuktikan penghindaran pajak tidak mudah, namun ada upaya yang bisa
dicoba.Pertama adalah dengan benchmarking kewajaran nilai biaya beban umum seperti royalti
offshore licensing dan jasa manajemen. Apakah ada perbedaan tarif jasa manajemen dan royalti
antara Indonesia dengan negara lain untuk perusahaan yang sama? Perusahaan consumer goods di
India hanya membayar royalty 1,4 sampai 3,15 persen di tahun 2018, sementara di Indonesia antara
5-8 persen. Biaya royalti dan jasa manajemen yang tinggi bisa dianggap sebagai dividen, selain
tentunya merugikan investor minoritas.
Kedua, perlu ada aturan pencabutan ijin suatu usaha PMA jika dalam waktu sekian tahun
mendapat rugi secara terus menerus tapi tatap beroperasi. Ketiga adalah meninjau ulang Perjanjian
Perhindaran Pajak Berganda (P3B) dengan negara-negara tempat domisili holding company yang
memiliki anak usaha di Indonesia, seperti Singapura, Jepang, Korea, Cina dan Negara Eropa.
Keempat, perlu adanya kesepakatan pertukaran data keuangan perbankan dengan negara anggota
OECD, untuk mengejar data keuangan para penghindar pajak, seperti yang dilakukan parlemen Uni
Eropa.Kelima adalah dengan melakukan pembatasan tarif bunga pinjaman ke perusahaan induk.

KASUS 3
http://www.aktual.co/teknoget/192309perusahaan-it-kelas-dunia-yang-punya-utang-pajak-
miliaran-dolar
Perusahaan IT Kelas Dunia yang Punya Utang Pajak Miliaran Dolar

Onic Metheany - Selasa, 28-05-2013 08:25


Jakarta, Aktual.co Pemimpin Eropa baru-baru ini bertemu untuk membahas kebijakan
pajak dan khususnya keprihatinan mereka atas sejumlah perusahaan internasional yang
memiliki profit tinggi telah berhasil menyampingkan pembayaran pajak, padahal pendapatan yang
dihasilkan perusahan ini cukup diperhitungkan di Eropa.
Berikut adalah beberapa perusahaan IT yang pembayaran pajaknya rendah, seperti yang
dilansir dalam Times Of India :

Apple
Sebuah penyelidikan yang dilakukan oleh Senat AmerikaSerikat (AS) menunjukkan bahwa
pembuat iPhone dan iPad ini telah membayar hanya 2 persen pajak dari penghasilan sebesar USD74
miliar selama tiga tahun terakhir, sebagian besar dengan memanfaatkan celah yang tidak biasa
dalam kode pajak Irlandia.
Irlandia mengatakan, pihaknya tidak bisa disalahkan, dan Apple telah membela praktek
yang legal. Tapi, laporan senat telah menambah kehebohan sekitarnya, penghindaran pajak oleh
perusahaan-perusahaan besar.

Google
Meskipun menghasilkan USD18 miliar pendapatan di Inggris pada periode 2006 sampai 2011,
internet raksasa berbasis pencarian ini hanya menyetor USD16 juta dalam bentuk pajak kepada
pemerintah Inggris. Google mengatakan, tidak memiliki keberadaan yang berarti dalam penjualan di
Inggris dan karena itu tidak dapat dianggap seperti penduduk lainnya untuk tujuan perpajakan,
sehingga menurunkan kewajibannya untuk bayar pajak.
Sebuah penyelidikan oleh Reuters telah menunjukkan bahwa sekitar 1.300 orang yang
dipekerjakan oleh Google UK Ltd., terlibat dalam kegiatan penjualan dan pemasaran, tetapi Google
mengatakan mempekerjakan orang-orang dengan latar belakang penjualan, bahkan jika mereka
tidak terlibat langsung dalam penjualan tersebut.
Parlemen Inggris telah memanggil eksekutif Google sebelum sidang untuk mencoba
memahami lebih lanjut tentang kegiatan yang dilakukan oleh Google.

Amazon
Perusahaan ritel internet sebagian besar beroperasi di Eropa dari Luksemburg, yang
memungkinkan untuk meminimalkan jumlah pajak itu harus membayar pada pendapatan yang
dihasilkan di negara-negara Eropa lainnya.
Tetapi mekanisme penghindaran pajak juga memungkinkan Amazon untuk secara dramatis
memotong tagihan pajak AS, investigasi oleh Reuters telah menunjukkannya, dengan perusahaan
yang membayar tingkat pajak sekitar 5,3 persen selama 5 tahun terakhir. Otoritas pajak AS telah
meminta Amazon untuk membayar kembali pajaknya sebesar USD1,5 miliar.

Vodafone
Operator telepon seluler terbesar di dunia telah berhasil secara bertahap mengurangi jumlah
pajak di Inggris selama dekade terakhir dengan menggunakan skema penghindaran hukum pajak,
termasuk mendaftarkan keuntungan di yurisdiksi lain, seperti Luksemburg.
Pemeriksaan Reuters terhadap pengajuan hukum oleh Vodafone di Eropa selama 16 tahun
terakhir menunjukkan bahwa petugas pajak Inggris sering pergi dengan tangan kosong yang
seharusnya bisa menerima sekitar 1 milliar pound (USD1,51 milliar) dalam pendapatannya.

KASUS 4
http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2012/12/121203_bisnis_pajakinggris.shtml

Starbucks, Amazon Dikritik Karena Pajak

3 Desember 2012 - 18:48 WIB

Starbucks, Amazon dan Google dikritik karena tidak bayar pajak atau hanya bayar sedikit.
Parlemen Inggris mengkritik sejumlah perusahaan global, termasuk Starbucks dan Amazon,
karena hanya membayar pajak sedikit. Ketua Komisi Anggaran Umum Parlemen, Margaret Hodge,
mengatakan badan pajak dan cukai, HRMC, perlu melakukan "langkah yang lebih agresif dan tegas
untuk menghadapi penghindaran pajak."
Perusahaan multinasional tersebut dikecam karena hanya membayar pajak sedikit atau tidak
sama sekali. Mereka itu meraup hasil penjualan ratusan juta poundsterling setiap tahun. Starbucks,
misalnya, mendapatkan hasil penjualan 400 juta di Inggris tahun lalu, namun tidak membayar
pajak perusahaan sama sekali karena sebagian besar keuntungan yang didapat dikirimkan ke
perusahaan cabang di Belanda dalam bentuk royalti.
HMRC mengatakan telah meminta perusahaan internasional itu untuk membayar pajak
"berdasarkan hukum di Inggris."

'Harus bayar pajak'


"Perusahaan-perusahaan global inimendapat keuntungan di Inggris. Yang kami tekankan
adalah, bila ada aktivitas ekonomi di Inggris, dan ada keuntungan maka harus bayar pajak."
Perusahaan-perusahaan yang berkantor di Inggris disyaratkan membayar pajak perusahaan dari
keuntungan tempat perusahaan itu beroperasi.
Laporan komite parlemen itu diterbitkan setelah mendengar bukti dari para eksekutif
Starbucks, Google dan Amazon tentang jumlah pajak perusahaan yang dibayar di Inggris. Margaret
Hodge mengatakan kepada BBC pihaknya khawatir pembayaran pajak perusahaan ini menjadi
seolah "langkah sukarela" dan hal ini harus dicegah. "Perusahaan-perusahaan global ini mendapat
keuntungan di Inggris. Yang kami tekankan adalah, bila ada aktivitas ekonomi di Inggris, dan ada
keuntungan maka harus bayar pajak," kata Hodge.
Starbucks saat ini tengah mengadakan pembicaraan dengan HMRC terkait jumlah pajak yang
mereka bayar selama ini. Menteri Keuangan Inggris George Osborne akan mengumumkan dana
sebesar 154 juta untuk melacak perusahaan besar dan orang-orang kaya yang menghindari pajak.

Tambahan Artikel : http://jasaoffshore.blogspot.com/


Google pada tahun 2011 hanya membayar pajak 3,2% dari total pendapatannya, padahal
sebagian besar pendapatannya itu berasal dari Eropa, dimana rata-rata tarif pajak perusahaan di sana
adalah 26% sampai 34%. Google berhasil menghindari pajak sebesar $ 2miliar dengan mentransfer
$ 9,8miliar pendapatannya ke negara Bermuda yang bebas pajak.

Amazon Inggris pada tahun 2011 berhasil mendapatkan laba sebelum pajak sebesar 74juta,
tapi hanya membayar pajak 1,8juta, padahal tarif pajak di Inggris adalah sebesar 35%. Amazon
berhasil menghindari pajak di Inggris dengan menaruh kantor pusat Eropanya di negara Luxemburg
yang merupakan surga pajak.

KASUS 5
http://taxationindonesia.blogspot.com/2014/01/asian-agri-dan-ulasan-atas-putusan.html
WEDNESDAY, JANUARY 29, 2014

Asian Agri dan ulasan atas putusan Mahkamah Agung Pajak Internasional

Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa Asian Agriterbukti bersalah menarik
perhatian banyak orang di akhir tahun 2012 dan sampai sekarang, permasalahannya belum terbukti
karena masalah penggelapan pajak belum selesai. Bahkan di bulan Januari 2013 ini Kejaksaan
Agung dan juga Direktorat Jenderal Pajak berusaha menagihpembayaran denda.
Tulisan ini akan melihat putusan Mahkamah Agung No. 2239 K/PID.SUS/2012 yang selama
ini belum banyak diperhatikan untuk melihat pertimbangan yang dipakai hakim Mahkamah Agung
dalam menjatuhkan putusan tersebut.
1. Putusan dijatuhkan atas terdakwa Suwir Laut dalam jabatannya sebagai Tax Manager dari
Asian Agri Group dan terdaftar sebagai pegawai di PT. Inti Indosawit Subur yang sudah
menjalani penahanan sejak Desember 2010.
2. Terdakwa dinyatakan bertanggung jawab atas pelaporan pajak di beberapa Kantor Pajak dari
WP Besar hingga Kisaran. Disebutkan adanya tax planning meeting yang membahas
perencanaan untuk mengecilkan pajak. (Catatan: penulis berpendapat hal ini tidak tepat karena
tax planning tidak sama dengan tax evasion).
3. Berikut adalah hal yang dilakukan, berdasarkan dakwaan halaman 4 - 6 :
A. Rekayasa keuangan internasional, sebagaimana dikutip dibawah ini:
Rekayasa penjualan tersebut dilakukan melalui penjualan ekspor yang pengiriman
barangnya langsung ditujukan ke negara pembeli (End Buyer) tetapi dokumen keuangan yang
berkaitan dengan transaksi ekspor tersebut (Letter of Credit/LC, Invoice) dibuat seolah-olah dijual
kepada perusahaan di Hong Kong (Twin Bonus Edible Oils Ltd., Goods Fortune Oils & Fats Ltd.,
United Oils & Fats Ltd., atau Ever Resources Oils & Fats Industries Ltd), kemudian dijual lagi ke
perusahaan di Macau (Global Advance Oils and Fats) atau British Virgin Island/BVI (Asian Agri
Abadi Oils and Fats Ltd.), baru selanjutnya dijuai ke End Buyer. Padahal perusahaan di Hong
Kong, Macau maupun di BVI adalah perusahaan paper company atau Special Purpose Vehide
(SPV) yang digunakan sebagai fasilitator untuk secara dokumentasi mendukung transaksi tersebut
dan sebagai tempat untuk menampung selisih harga jual.
Rekayasa penjualan produk-produk AAG ke luar negeri dengan maksud mengubah harga jual
yang seharusnya ke End Buyer diganti dengan harga yang lebih rendah (under invoicing) ke
perusahaan-perusahaan tersebut di Hong Kong sehingga keuntungan (profit) menjadi lebih rendah
untuk perusahaan di Indonesia. Seluruh pembuatan Invoice penjualan baik untuk perusahaan-
perusahaan yang tergabung dalam AAG maupun perusahaan di Hongkong, Macau dan BVI
dilakukan di Medan oleh karyawan AAG. Akibat transaksi penjualan ekspor dengan cara under
invoicing tersebut adalah laba yang dilaporkan oleh perusahaan di Indonesia menjadi lebih rendah
dari pada yang seharusnya sehingga pajak terutang yang dilaporkan menjadi lebih kecil dari pada
yang seharusnya ;

B. Rekayasa keuangan dalam negeri


Penggelembungan biaya lewat biaya Jakarta, biaya hedging dan biaya management fee.
Disebutkan lebih lanjut, dalam halaman :
BIAYA JAKARTA yaitu melakukan penggelembungan Biaya yang dibuat dengan MEMO
VOUCHER di Kantor AAG di Jakarta oleh Terdakwa. Biaya Jakarta ini tidak ada transaksi
ekoNomi yang sebenarnya dan hanya untuk menampung pengeluaran uang dari rekening
perusahaan yang tergabung dalam AAG secara tunai ke rekening perantara HAREL (Haryanto
Wisastra - Eddy Lukas) di Bank Permata Jakarta dan ELDO (Eddy Lukas - Djoko Soetanto
Oetomo) di Bank Bumi Putra Jakarta.
BIAYA HEDGING, adalah Biaya fiktif yang dilakukan dengan menciptakan rugi (loss
creating) berupa pembebanan Biaya "washout/hedging loss". Mekanismenya dilakukan dengan
cara perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam AAG seolah-olah membuat kontrak penjualan
ekspor minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm OH/CPO) ke perusahaan di Hongkong yang
penyerahan barangnya dilakukan beberapa waktu kemudian, namun sebelum jatuh tempo
penyerahan barang dilakukan pembelian kembali (washout) oleh perusahaan-perusahaan yang
tergabung dalam AAG dengan harga yang lebih tinggi. Selisih harga beli kembali dengan harga
jual dibebankan sebagai Biaya hedging loss.
BIAYA MANAJEMEN FEE, adalah Biaya fiktif yang dibebankan pada Biaya Umum dan
Adminstrasi yang pembebanannya didasarkan hanya pada kontrak semata yang dibuat antar
perusahaan dalam satu group baik yang di dalam negeri maupun di luar negeri. Tidak ada
pelaksanaan atau progress dari jasa manajemen yang diberikan atau tidak ada bentuk penyerahan
jasa manajemen dimaksud. Pembebanan yang tidak seharusnya ini merupakan penciptaan Biaya
(loss creating) dan hanya upaya memperkecil penghasilan kena pajak

C. Pelaporan keuangan
Laporan Rugi Laba dan Neraca yang diserahkan untuk pelaporan SPT Tahunan bukan laporan
yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Hal ini menimbulkan kerugian yang dijelaskan
dalam tabel berisi daftar perhitungan kerugian negara.
Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 39
ayat (1) huruf c jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang RI No. 6 Tahun 1983 tentang KUP
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2000 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal 39 ayat (1) UU KUP memberikan sanksi atas kerugian pada pendapatan negara berupa
sanksi pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak
4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
Pasal 43 UU KUP menjelaskan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan
Pasal 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang
menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

4. Pajak Internasional
Penulis tidak dapat berkomentar tentang pembuktian atas pelaporan keuangan yang tidak
seharusnya karena itu merupakan pembuktian di persidangan di hadapan para hakim, sebagai
contoh dalam hal biaya jakarta dengan memo voucher. Demikian juga putusan ini mempunyai
pertimbangan menarik tentang mengapa sanksi pidana diterapkan dalam kasus ini dan bukan sanksi
administrasi, juga dalam hal pembuktian dimana ribuan bukti, tepatnya lebih dari 8000 dokumen,
dijadikan dasar pembuktian dalam kasus ini.
Ada beberapa hal menarik berhubungan dengan transaksi internasional yang berhubungan
dengan pajak internasional dan dianggap sebagai pendukung penggelapan pajak seperti berikut:
-Dalam putusan tidak dijelaskan secara rinci apakah perusahaan di luar negeri seperti
perusahaan di Hong Kong, yakni Twin BonusEdible Oils Ltd atau Goods Fortune Oils & Fats
Ltd merupakan perusahaan yang memiliki hubungan istimewa. Begitu juga dengan perusahaan di
Macau yakni Global Advance Oils and Fatsserta perusahaan di British Virgin Island yakni Asian
Agri Abadi Oils and Fats Ltd tidak dijelaskan apakah mereka merupakan perusahaan yang memiliki
hubungan istimewa sesuai Pasal 18(2) Undang-Undang No 36 tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan meskipun dari perusahaan yang disebut terakhir dapat diperkirakan merupakan
perusahaan terkait karena nama Asian Agri.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa perusahaan tersebut merupakan SPV dan melakukan under
invoicing.
-Jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan terkait apakah hal sebaiknya peraturan yang
diterapkan seharusnya merupakan peraturan transfer pricing sebagaimana diatur misalnya dengan
Per DJP No. PER - 32/PJ/2011 tentang penerapan Arm's Length Principle dalam related party
transaction? Perlu ada pembedaan antara transfer pricing dan tax evasion yang sepertinya perlu
peraturan lebih lanjut melihat putusan seperti ini.
-Tidak ada penjelasan hedging loss apakah hal ini sudah sesuai dengan standar akuntansi atau
merupakan satu financial engineering yang merupakan satu penggelapan pajak. Penentuan harga
dalam hedging juga perlu disoroti karena harga acuan apa yang dipakai dalam ekspor komoditas.
Sebagai contoh, Surat Edaran DJP No. 50/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Transfer Pricing
menjelaskan penggunaan pembanding eksternal dalam hal harga pasar produk komoditas oleh pihak
independen. Dalam fakta hukum yang diungkap, halaman 468, dijelaskan bahwa yang telah
terjadi adalah hedging fiktif.
-Management fee merupakan biaya yang dapat dikurangkan dan menurut Surat Edaran DJP
tahun 1984 adalah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam melaksanakan
manajemen dengan mendapatkan balas jasa berupa imbalan manajemen ("management fee").
Umumnya hal ini menjadi bagian dari pemeriksaan transfer pricing karena biasanya merupakan
related party transaction.
Dalam dokumen yang menjadi bukti, didapati adanya bukti management fee termasuk
management fee agreement termasuk bukti pembayarannya (contoh, dokumen nomor 6962 halaman
198). Tidak dijelaskan secara rinci apakah ini merupakan bagian transaksi dengan hubungan
istimewa.
Mungkin diperlukan peraturan yang lebih jelas mana yang dapat digolongkan tax evasion dan
mana tax avoidance dimana transfer pricing seharusnya merupakan bagian dari tax avoidance dan
bukan tax evasion. Hal ini mungkin dapat dilihat dalam kasus Dolce Gabana seperti
diberitakan disini dan disini sehingga wajib pajak dapat memiliki kepastian hukum lebih besar
lagi.

KASUS 6
http://jurnalakuntansikeuangan.com/2011/08/kantor-pajak-as-makin-gencar-mengejar-para-
bankir-bank-swiss/

Kantor Pajak AS Makin Gencar Mengejar Para Bankir Bank Swiss


Aug 5, 2011
Kantor pajak AS, Internal Revenue Services (IRS) makin gencar mengejar dan menangkapi
bankir-bankir bank swissyang diduga terlibat penghindaran, penggelapan, dan bentuk konspirasi
perpajakan AS lainnya. Hasilnya? Memang luar biasa, makin banyak saja banker yang ditangkap,
dan diadili. Tiga bank yang paling disoroti saat ini adalah UBS,Credit Suisse, dan HSBC yang
bermarkas di London.
Bulan lalu, Credit Suisse mengumumkan bahwa mereka telah menjadi target penyelidikan
oleh Departemen Kehakiman dan otoritas AS lainnya, mungkin termasuk IRS. Sampai saat ini, UBS
telah menjadi bank Swiss yang paling diselidiki untuk kategori institusi keuanganswasta.
Pemerintah Swiss setuju untuk mengungkapkan identitas dari sekitar 4.450 nasabah UBS di 2009
setelah UBS menandatangani perjanjian penangguhan penuntutan dengan Departemen Kehakiman
dengan membayar tak kurang dari $780.000.000.
Bukan hanya itu, beberapa bank Swiss lainnya, seperti Julius Baer dan Basler Kantonalbank,
dilaporkan juga sedang diselidiki. Dalam kasus terpisah, Kantor Jaksa AS di New York
mengindikasikan, seorang penasehat keuangan Swiss bernama Beda Singenberger, telah
bersekongkol dengan lebih dari 60 wajib pajak AS untuk menyembunyikan lebih dari $184 juta di
rekening-rekening bank Swiss.
Secara terpisah, para pejabat AS juga telah menyelidiki HSBC yang diduga menjadi salah satu
tempat mangkal rekening-rekening rahasia warga AS keturunan India. Pada bulan April, IRS
meminta hakim untuk mengeluarkan John Doe (panggilan mencari informasi pada ribuan nasabah
India-AS yang berstatus Non-Residen di HSBC).

Mantan Bankir UBS Didakwa Melakukan Persekongkolan Pajak


Seorang mantan bankir UBS yang saat ini merupakan manajer aset independen dituduh
membantu wajib pajak AS menggunakan rekening rahasia bank Swiss untuk menghindari pajak
penghasilan. Departemen Kehakiman AS dan IRS mengatakan Selasa, bahwa Martin Lack, seorang
warga negara Swiss, telah dituduh melakukan konspirasi untuk menipu Amerika Serikat. Lack,
mantan karyawan UBS AG, mendirikan perusahaan manajemeninvestasi sendiri bernama Lack &
Partner Asset Management AG, di Zurich pada tahun 2002. Dia saat ini berada di Swiss.
Menurut jaksa, Lack membantu nasabah warga AS membuka dan memelihara rekening bank
rahasia di sebuah bank Swiss canton berkantor pusat di Basel, Swiss, dengan bantuan dari bankir
swasta di bank menurut Bloomberg.com. Surat dakwaan menuduh bahwa Lack pergi ke AS untuk
melakukan transaksi perbankan bagi pelanggan AS dengan rekening undeclared dan bahwa ia
melakukan transaksi mata uang di Amerika Serikat pada pelanggaran perbankan federal dan
undang-undang mata uang pelaporan.
Lack diduga menganjurkan kliennya untuk tidak berpartisipasi dalam program Voluntary
Disclosure IRS dan menawarkan untuk menyediakan dokumen bank palsu untuk menyembunyikan
sumber dana di rekening bank mereka. Jaksa juga menuduh bahwa Lack memberikan nasabah
berkebangsaan AS dengan rekening bank tak tercatat, nomor ponsel dan menginstruksikan klien
untuk hanya menghubungi dia menggunakan ponseltidak menggunakan telepon kabel AS.
Lack diduga takut bahwa ia akan ditangkap oleh pihak penegak hukum AS setelah
penyelidikan UBS, sehingga pada November 2010, ia mengirim seorang rekan, Renzo Gadola,
untuk memenuhi klien di sebuah hotel di Miami dan membujuk klien untuk tidak mengungkapkan
ke pemerintah AS bahwa ia memiliki dan menguasai rekening bank di sebuah bank regional yang
berkantor pusat di Basel.
Rekening bank yang konon tidak dilaporkan tersebut ditemukan ketika nasabah tersebut
menyediakan uang tunai sekitar US$ 445,000 untuk Lack, selama kurun waktu dua kali pertemuan
di New Orleans tahun 2007. Pada pertemuan di Miami tanggal 6 Nopember 2010, jaksa menyatakan
bahwa Gadola menyarakan pelanggan ntuk tidak melaporkan rekening bank kantonal yang tidak
tercatat tersebut kepada pemerintah AS.
Lack juga diduga mendorong klien untuk tidak mengungkapkan rahasia rekening di bank
canton kepada pihak berwenang AS dan menawarkan untuk menyediakan klien dengan dokumen
bank yang dipalsukan untuk membuat dana di rekening seolah-olah hasil pinjaman. Pada 22
Desember 2010, Gadola mengaku bersalah berkomplot untuk menipu pemerintah AS. Dia
dijadwalkan akan divonis Hakim Distrik Florida Selatan, King James, pada tanggal 18 November,
2011.

Pejabat Credit Suisse Didakwa Terlibat Konspirasi Pajak di AS


Mantan kepala Credit Suisse Bank lepas pantai Amerika Utara didakwa bersama dengan tiga
pejabat lainnya bersekongkol untuk membantu wajib pajak AS menyembunyikan aset mereka dalam
rekening rahasia di bank Swiss.
Departemen Kehakiman dan Internal Revenue Service mendakwa Wlder Markus, yang
mengelola unit untuk bank berbasis di Zurich, Kamis, bersama dengan Susanne D. Regg Meier,
seorang mantan manajer di Credit Suisse, Andreas Bachmann, seorang mantan bankir di Kredit
Suisse anak perusahaan; dan Josef Drig, pendiri sebuah perusahaan kepercayaan Swiss, dengan
bersekongkol dengan para bankir Swiss lainnya untuk menipu Amerika Serikat. Keempatnya
didakwa dalam surat dakwaan bersama dengan empat terdakwa lain (Marco Parenti Adami,
Emanuel Agustino, Michele Bergantino dan Roger Schaerer) yang didakwa pada bulan Februari
2011.
Jaksa mengklaim para bankir membantu nasabah mereka di AS untuk menghindari pajak
pendapatan dengan menyiapkan ribuan rekening bank rahasia di Credit Suisse dan bank-bank Swiss
lainnya memegang sampai $ 3 miliar aset. Pengaturan tanggal kembali ke 1953 dan melibatkan dua
generasi pelanggan AS, beberapa di antaranya mewarisi rekening rahasia.
Para bankir tersebut diduga mendirikan sebuah kantor di New York City untuk menyediakan
layanan perbankan tanpa izin dan terdaftar untuk pelanggan AS dengan rekening rahasia. Menurut
jaksa, Wlder, Schaerer dan yang lainnya diduga membuat pernyataan palsu dan memberikan
informasi menyesatkan kepada Federal Reserve Bank New York dan IRS untuk menyembunyikan
bisnis perbankan lintas-batas, sekaligus menyembunyikan peran kantor perwakilan mereka di New
York dalam bisnis tersebut.
Jaksa mengklaim bahwa Wlder diawasi oleh pemerintah AS atas aktivitas binis perbankan
lintas-perbatasan, termasuk kantor New York yang dipimpin oleh Schaerer, tim banker berbasis di
Jenewa yang dipimpin oleh manajer Marco Parenti Adami, dan tim bankir yang berbasis di Zurich
yang dipimpin oleh Regg Meierpejabat resmi Credit Suisse yang juga menjabat sebagai bankir
swasta dan membantu pelanggan AS dengan rekening yang disembunyikan.
Bachmann, seorang bankir swasta yang bekerja untuk sebuah anak perusahaan yang
sepenuhnya dimiliki oleh Credit Suisse, diduga pergi ke Amerika Serikat untuk membantu
pelanggan menyimpan uang mereka dalam rekening bank rahasia di Swiss dan menghindari pajak.
Sementara itu Drig (pendiri sebuah perusahaan Trust di Swiss) diduga sebagai provider
terpilih bagi Credit Suisse, yang membantu pelanggan warga AS menciptakan dan mempertahankan
entitas calon tax heaven, membuka rekening rahasia di Credit Suisse dan anak perusahaan
menggunakan nama entitas tersebut.
Hukum kerahasiaan perbankan Swiss membantu para bankir menyembunyikan kepemilikan
klien mereka dari pengejaran petugas IRS. Mereka diduga dengan sengaja menghancurkan laporan
dan catatan rekening lain yang dikirim melalui email dan fax ke kantor perwakilan di New York
sehingga catatan rekening rahasia tidak akan ditemukan di Amerika Serikat. Jika terbukti bersalah,
para terdakwa masing-masing akan diganjar hingga lima tahun penjara dan denda maksimal $
250.000.

D. PEMBAHASAN TERHADAP BERBAGAI CONTOH KASUS PAJAK


INTERNASIONAL

Modus yang terjadi pada berbagai cara penghindaran pajak di dunia internasional biasanya
menggunakan celah yang ada pada ketentuan Tax Treaty maupun ketentuan peraturan perpajakan
negara yang memiliki hak memungut pajak, serta memanfaatkan keberadaan negara yang
memungut pajak yang sangat kecil atau bahkan tidak mengenakan pajak (tax heaven country) untuk
menghindar dari pemungutan pajak berbagai negara, sehingga dapat meminimalkan pembayaran
pajaknya.

Ada 3 cara perlawanan terhadap pajak, yaitu: Penghindaran Pajak (Tax Avoidance),
Pengelakan Pajak (Tax Evation), Melalaikan Pajak.
1. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar. Dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak
tidak secara jelas melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas menafsirkan
undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang.
Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a. Menahan diri, yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak.
b. Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke loksi yang
tarif pajaknya rendah.
c. Penghindaran pajak secara yuridis dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-
perbuatan yang dilakukan tidak terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan
kekosongan atau ketidak jelasan undang-undang. Hal inilah yang memberikan dasar potensial
penghindaran pajak secara yuridis. Kekosongan atau celah pada undang-undang ini dapat
karena ketidaksengajaan pembuat undang-undang maupun kesengajaan pembuat undang-
undang. Kesengajaan pembuat-undang-undang terjadi karena latar belakang pembuat undang-
undang tersebut adalah pemerintah dan parlemen, di mana parlemen mewakili berbagai
kepentingan yang berbeda dan bisa saling bertolak belakang antara satu dan yang lainnya.
David Beckham pada tahun 2013 berusaha mengecilkan penghasilannya di Perancis dengan
menyumbangkan langsung sebagian besar gaji yang diterimanya dari klub sepakbola PSG, sehingga
total penghasilannya di Perancis tidak mencapai 1 juta Euro per tahun. Karena Perancis menerapkan
pajak penghasilan sebesar 75 persen dari penghasilan setiap orang yang tinggal di Perancis, baik itu
penghasilan yang didapat dengan bekerja di Pernacis, maupun dari luar Perancis.
Sembilan keluarga super kaya Indonesia menempatkan asetnya di kawasan tax heaven melalui
perusahaan penyedia jasa offshore untuk menghindari pajak yang tinggi di Indonesia. Sementara
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, Jean-Jacques Augier, dan orang-orang lain yang terungkap
rekening rahasianya di Negara-negara surga pajak untuk menghindari pajak di negaranya masing-
masing.
Pesepakbola Pellegrini dan Lionel Messi pun diduga melakukan usaha penghindaran pajak
dengan membangun perusahaan image rights di kawasan-kawasan yang menerapkan pajak kecil.
Perusahaan multinasional seperti Google dan Starbucks berusaha menghindari pajak yang
besar dengan memindahkan kerugiannya ke Negara-negara yang menerapkan pajak besar seperti
Indonesia dengan berbagai cara dan memindahkan keuntungannya ke Negara lain dengan pajak
lebih kecil dalam bentuk royalty.

Semua itu adalah contoh bagaimana usaha penghindaran pajak (Tax Avoidance) dilakukan
oleh perusahaan multinasional besar dan orang-orang terkenal dengan memanfaatkan celaha
peraturan perpajakan internasional maupun perbedaan tarif pajak antar Negara. Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda atau Tax Treaty memang selain dibuat untuk menghindar terjadinya
pengenaan pajak berganda pada satu fakta fiscal juga bertujuan mencegah praktek penghindaran
pajak atau Tax Avoidance, namun perjanjian-perjanjian yang dibuat antarnegara itu hingga saat ini
masih memiliki celah bagi praktek Tax Avoidance oleh perusahaan-perusahaan badan dan orang
pribadi yang ingin menghindar membayar pajak.

2. Pengelakan Pajak (Tax Evasion)


Pengelakan pajak terjadi sebelum SKP dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap
undang-undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak
dengan cara menyembunyikan sebagian dari penghasilannya. Wajib pajak di setiap negara terdiri
dari wajib pajak besar (berasal dari multinational corporation yang terdiri dari perusahaan-
perusahaan penting nasional) dan wajib pajak kecil (berasal dari profesional bebas yang terdiri dari
dokter yang membuka praktek sendiri, pengacara yang bekerja sendiri, dll).
Kecenderungan wajib pajak melakukan penghindaran atau pengelakan pajak (dengan asumsi
negara yang mempunyai sistem penegakan hukum yang bagus dan orang-orang yang tidak mudah
disuap).

3. Melalaikan Pajak
Melalaikan pajak terjadi setelah SKP keluar. Melalaikan pajak adalah menolak membayar
pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhi oleh
wajib pajak dengan cara menghalangi penyitaan.
Jika wajib pajak telah menerima SKP, maka dia harus membayar pajak sesuai dengan SKP
tersebut. Jika wajib pajak tidak melakukannya, maka fiscus akan mengirim surat teguran dan jika
belum dibayar juga, maka diterbitkanlah surat paksa yang kekuatannya sama dengan putusan
pengadilan yang berlaku. Lalu setelah 2 x 24 jam wajib pajak belum membayar juga, maka
diterbitkan surat penyitaan yaitu surat perintah untuk melakukan penyitaan pada harta wajib pajak
itu.
Wajib pajak akan melakukan usaha untuk menghalangi penyitaan itu dengan cara kasar dan
cara halus.
Cara kasar: yaitu misal saat juru sita datang, dilepaskan anjing herder untuk mengusir juru sita
tersebut. Ataupun mengancam dengan golok.
Cara halus: yaitu dengan cara mengalihkan/memindahtangankan semua harta wajib pajak ke
tangan orang lain atau keluarganya secara pura-pura. Untuk memunculkan harta yang
tersembunyi ini, maka wajib pajak disandera. Karena melalaikan pajak bukanlah perbuatan
pidana, maka jika wajib pajak disandera, biaya makan dan minum ditanggung oleh Direktorat
Jenderal Pajak. Sandera diberlakukan untuk orang yang berutang, baik utang publik maupun
perdata (menurut HIR). Tetapi, ada edaran dari MA bahwa untuk utang perdata, orang yang
berutang tidak disandera karena posisi orang yang berutang lebih lemah. Untuk utang pajak
termasuk utang publik. Karena itu wajib pajak yang tidak membayar pajak akan disandera.
BAB III. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pajak Internasional atau lebih tepatnya Perpajakan Internasional adalah tata cara dan hukum
pemajakan yang terdiri atas kaidah-kaidah, baik kaidah perpajakan nasional maupun kaidah yang
berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip yang telah diterima baik oleh negara-negara di
dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik
mengenai subjek maupun mengenai objeknya
Pajak Berganda merupakan permasalahan Perpajakan Internasional yang terjadi antar
beberapa negara. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dilakukan perjanjian untuk
menghindari pemungutan pajak yang dilakukan lebih dari satu kali. Di Indonesia perjanjian tersebut
di kenal dengan istilah P3B atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
Dari celah celah sempit Peraturan perundang-undangan setiap negara, banyak dijadikan
usaha untuk menghilangkan pemungutan pajak., menimbun asset, melakukan transaksi OffShore,
melakukan rekayasa transaksi, pemalsuan nama untuk suatu transaksi fiktif, dan modus lainnya,

B. SARAN
Diperlukan hubungan timbal balik antar negara, sehingga dalam pemungutan pajak dapat
dilakukan sesuai dengan keadaan yang terjadi pada Wajib Pajak.
System Whistle Blower sangat efektif untuk diterapkan di Indonesia dengan imbalan yang
sesuai dengan tingkat Permasalahan perpajakan, sehingga memungkin memberi rasa takut atau
terror kepada wajib pajak lain yang melakukan penyalahgunaan perpajakan mereka.
DAFTAR PUSTAKA

http://kangom.blogspot.com/
http://1man1a.wordpress.com/
http://vidyariashintawati.blogspot.com/
http://dudiwahyudi.com/
http://kompas.com/
http://bola.inilah.com/
http://sport.detik.com/
http://nasional.kontan.co.id/
http://cetak.kompas.com/
http://sport.detik.com/
http://bisniskeuangan.kompas.com/
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Artikel_Pajak_170513.pdf
http://www.aktual.co/
http://www.bbc.co.uk/indonesia/
http://jasaoffshore.blogspot.com/
http://taxationindonesia.blogspot.com/
http://jurnalakuntansikeuangan.com/
LAMPIRAN

Tabel Perbedaan Tax Treaty Model OECD dengan Model UN

ModelPerbedaan OECD (Organization for UN (United Nations Model)


Economic Cooperation and
Development)

Pengertian Model Tax Treaty dari Model Tax Treaty dari United
Organisation for Economic Co- Nation (PBB) yang didesain
Operation & Development atau sebagai Model Tax Treaty
Organisasi Kerjasama Ekonomi antara Negara2 Anggota UN
& Pembangunan yang didesain (PBB) yaitu antara Negara-
sebagai Model Tax Treaty antara negara Berkembang dan antara
Negara-negara Anggotanya Negara Berkembang dengan
(pada umumnya adalah Negara- Negara Maju.
negara Maju) dengan Negara-
negara Lainnya

Penggunaan Tax Treaty Maju Berkembang

Prinsip yang dianut hak pemajakan ada pada negara terdapat sharing of taxation
domisili (resident country) antara negara sumber dengan
negara domisili.

Perumusan Model Konvensi selaras dengan kebutuhan karakteristik hubungan


harmonisasi hubungan ekonomi negara maju
perpajakan dengan negara berkembang
diantara negara OECD diwarnai oleh ketimpangan arus
penghasilan antar kedua
kelompok negara tsb

Sifat dalam penyelesaian diskriminatif dalam tidak diskriminatif dan lebih


masalah perpajakan menyelesaikan masalah pajak mengutamakan kepentingan
internasional antara negara maju negara berkembang dalam
dengan negara berkembang. masalah perpajakan
internasional

Masa aktivitas proyek BUT 12 bulan 6 bulan


(proyek bangunan,
konstruksi, perakitan,
instalasi, atau aktivitas
supervisi)

Tipe asuransi perusahaan asuransi dianggap mengatur bahwa perusahaan


memiliki Bentuk Usaha Tetap asuransi, kecuali berkenaan
jika perusahaan asuransi tersebut dengan reasuransi, dapat
memenuhi ketentuan ayat (1) dianggap mempunyai BUT
atau ayat (5) yaitu melalui agen apabila perusahaan asuransi
tidak bebas tersebut mengumpulkan atau
menerima premi atau
menanggung resiko di negara
sumber melalui orang / badan
yang bukan agen independent

kegiatan jasa termasuk jasa ini tidak diatur secara diatur yaitu di Pasal 5 ayat (3)
konsultasi yang dilakukan khusus huruf b
perusahaan di negara lain

Permanent Establishment A building site or construction or A building site, a construction,


pasal 5 ayat 3 installation project constitutes a assembly or installation project
permanent establishment only it or supervisory activities in
it last more than twelve month. connection therewith, but only
if such site, project or activities
last more than six month within
any twelve month period.

I. Struktur P3B

OECD Model UN Model INDONESIAN Model


SUMMARY OF THE SUMMARY OF THE SUMMARY OF THE
CONVENTION CONVENTION AGREEMENT
TITLE AND PREAMBLE TITLE AND PREAMBLE TITLE AND PREAMBLE

CHAPTER I CHAPTER I CHAPTER I


Scope of the Convention Scope of the Convention Scope of the Agreement
Art. 1 Persons Covered Art. 1 Persons Covered Art. 1 Persons Covered
Art. 2 Taxes Covered Art. 2 Taxes Covered Art. 2 Taxes Covered

CHAPTER II CHAPTER II CHAPTER II


Definitions Definitions Definitions
Art. 3 General Definitions Art. 3 General Definitions Art. 3 General Definitions
Art. 4 Resident Art. 4 Resident Art. 4 Resident
Art. 5 Permanent Art. 5 Permanent Art. 5 Permanent
Establishment Establishment Establishment

CHAPTER III CHAPTER III CHAPTER III


Taxation of income Taxation of income Taxation of income
Art. 6 Income from Art. 6 Income from Art. 6 Income from
immovable property immovable property immovable property
Art. 7 Business profits Art. 7 Business profits Art. 7 Business profits
Art. 8 Shipping, inland Art. 8 Shipping, inland Art. 8 Shipping and air
waterways tranport and air waterways tranport and air transport
transport transport ( alternative A )
Art. 8 Shipping, inland
waterwayss transport and
air transport ( alternative B
Art. 9 Associated ) Art. 9 Associated
enterprises Art. 9 Associated enterprises
Art. 10 Dividends enterprises Art. 10 Dividends
Art. 11 Interest Art. 10 Dividends Art. 11 Interest
Art. 12 Royalties Art. 11 Interest Art. 12 Royalties
Art. 13 Capital Gains Art. 12 Royalties Art. 13 Capital Gains
Art. 14 [ Deleted ] Art. 13 Capital Gains Art. 14 Independent
Art. 14 Independent personal services
Art. 15 Income from personal services Art. 15 Dependent
employment Art. 15 Dependent personal services
Art. 16 Directors fees personal services Art. 16 Directors fees
Art. 16 Directors fees and
remuneration of top-level
Art.17 Artistes and managerial officials Art.17 Artistes and
sportsmen Art.17 Artistes and athletes
sportspersons
Art. 18 Pensions Art. 18 Pensions and Art. 18 Pensions and
social security payments annuities
(alternative A)
Art. 18 Pensions and
social security payments
(alternative B)
Art. 19 Government Art. 19 Government
Service Service Art. 19 Government
Art. 20 Students Art. 20 Students Service
Art. 20 Teachers and
Art. 21 Other income Art. 21 Other income researchers
Art. 21 Students and
trainees
CHAPTER IV CHAPTER IV Art. 22 Other Income
Taxation of capital Taxation of capital
Art. 22 Capital Art. 22 Capital

CHAPTER V CHAPTER V
Methods for elimination of Methods for elimination of
double taxation double taxation
Art. 23A Exemption Art. 23A Exemption
method method
Art. 23B Credit method Art. 23B Credit method

CHAPTER VI CHAPTER VI
Special provisions Special provisions CHAPTER IV
Art.24 Non-discrimination Art.24 Non-discrimination Special provisions
Art. 25 Mutual agreement Art. 25 Mutual agreement Art. 23 Method for
procedure procedure elimination of double
Art. 26 Exchange of Art. 26 Exchange of taxation
information information Art.24 Non-discrimination
Art. 27 Assistance in the Art. 27 Members of Art. 25 Mutual agreement
collection of taxes diplomatic missions and procedure
Art. 28 Members of consular posts Art. 26 Exchange of
diplomatic missions and information
consular posts Art. 27 Members of
Art. 29 Territorial extension diplomatic missions and
consular posts
CHAPTER VII CHAPTER VII
Final provisions Final provisions
Art. 30 Entry into force Art. 28 Entry into force CHAPTER V
Art. 31 Termination Art. 29 Termination Final provisions
Art. 28 Entry into force
Art. 29 Termination

Anda mungkin juga menyukai