PAJAK INTERNASIONAL
Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Pajak
Kelompok 2 :
Nama No. Absen
Anugrah Bagas E. 03
Mufty Yusfiardani 18
Nafa Tasya A. 20
Risang Adhi Pradana 24
Yuniarizky Ari D. 30
PRODIP I PAJAK - B
TAHUN 2013/2014
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penyusun sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga sampai saat ini penyusun masih diberi kesempatan untuk membuat
laporan analisis yang berjudul Pajak Internasional sehingga dapat tersusun dengan baik dan dapat
disajikan dengan baik utuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Hukum Pajak.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk menambah wawasan penyusun tentang bab Pajak
Internasional dan Tax Treaty pada mata kuliah Pengantar Hukum Pajak sehingga dapat membuat
penyusun sebagai mahasiswa yang mengikuti mata kuliah Pengantar Hukum Pajak, dapat
mengetahui lebih dalam mengenai Pajak Internasional, lebih daripada sekedar materi yang ada pada
modul pegangan kuliah Pengantar Hukum Pajak.
Penyusun juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Roy Martfianto selaku widyaiswara
pengampu mata kuliah Pengantar Hukum Pajak yang telah memberi tugas untuk menyusun makalah
ini, sehingga membuat penyusun lebih dapat menguasai materi Pajak Internasional dan Tax Treaty.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan maupun pengkajiannya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifat-
sifatnya membangun sangat penyusun harapkan, demi untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang..................................................................................................................... 1
B Rumusan Masalah................................................................................................................ 1
C Tujuan ...............................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak Internasional............................................................................................ 3
B. Kasus Pajak Internasional Wajib Pajak Orang Pribadi........................................................ 13
C. Kasus Pajak Internasional Wajib Pajak Badan .................................................................. 23
D. Pembahasan Contoh Kasus Pajak Internasional.................................................................. 36
BAB III PENUTUP
A Kesimpulan ......................................................................................................................... 35
B Saran .............................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... iii
LAMPIRAN ...................................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG
Di dalam ilmu perpajakan dikenal adanya azas-azas pengambilan pajak, yakni azas
Sumber yaitu pemungutan pajak berdasarkan tempat objek pajak atau asal penghasilan tersebut,
azas Kewarganegaraan yaitu pemungutan pajak berdasarkan status atau kedudukan warga
negara dari setiap orang pribadi yang berasal dari negara yang memungut pajak, azas tempat
tinggal yaitu pemungutan pajak oleh negara berdasarkan tempat tinggal atau tempat kedudukan
dari wajib pajak.
Perbedaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan antar negara tentang penerapan
pengambilan pajak memungkinkan dan dapat juga mengharuskan adanya perjanjian antar
negara, sehingga pemungutan pajak tidak dilakukan dengan kesewenangan sendiri-sendiri. Dari
perjanjian tersebut pemungutan pajak menjadi lebih adil, tidak terjadi pemungutan dua kali atas
penghasilan seorang wajib pajak, adanya pemungutan pajak ketika wajib pajak sama sekali
tidak di pungut pajaknya.
Perjanjian tersebut yakni P3B atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, atau pun
dalam istilah masing-masing negara.
B RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah sebagai berikut :
1 Apa pengertian pajak internasional?
2 Bagaimana pengertian pajak internasional oleh beberapa ahli?
3 Sumber Hukum Pajak Internasional khususnya P3B
4 Metode Penyelesaian Pajak Berganda Internasional
5 Kasus yang terkait dengan P3B
C TUJUAN
Tujuan sebagai berikut :
1 Mengetahui pengertian Pajak Internasional
2 Mengetahui pengertian pajak internasional oleh beberapa ahli
3 Mengetahui Sumber hukum Pajak internasional khususnya P3B
4 Mengetahui metode Penyelesaian Pajak Berganda Internasional
5 Mengetahui kasus-kasus yang terkait dengan P3B
A. PAJAK INTERNASIONAL
Dalam perpajakan di dunia internasional dimana suatu fakta fiskal (subjek dan objek pajak)
dapat memiliki kepentingan dengan beberapa negara sekaligus, memiliki potensi akan timbulnya
ketidakteraturan dalam pemajakannya. Hal ini dapat terjadi karena setiap negara memiliki peraturan
dan sistem perpajakan yang berbeda sesuai kedaulatan dan kepentingan masing-masing negara
tersebut.Sebelum membahas lebih dalam mengenai pajak internasional, kita perlu memahami apa
sebenarnya pajak internasional itu. Berikut beberapa pendapat mengenai pengertian pajak
internasional, diantaranya :
1. Prof. Dr. Ottmar Buhler
Hukum pajak internasional dalam arti sempit adalah kaedah-kaedah (norma) hukum
perselisihan (kolisi) yang didasarkan pada hukum antar bangsa (hukum internasional). Sedangkan
dalam arti luas hukum pajak internasional adalah kaedah-kaedah hukum antar bangsa ditambah
peraturan nasiomal yang mempunyai sebagai objek hukum kolisi dalam bidang perpajakan.
2. Prof. Dr.P.J.A.Adriani
Hukum pajak internasional adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tata tertib hukum dan
yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di masyarakat. Hukum pajak internasional merupakan
suatu kesatuan hukum yamh mengupas suatu persoalan yang diatur dalam undang-undang nasional
mengenai :
Pemajakan terhadap orang-orang luar negeri
Peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan pajak berganda
Traktat-traktat
3. Anglo Sakson
Di negara-negara Anglo Sakson berlaku pengertian yang terperinci tentang hukum pajak
internasional, yang dibedakan antara :
National External Tax Law (Auszensteuerrecht)
Merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat mengenai peraturan perpajakan
yang mempunyai daya kerja sampai di batas luar negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik
mengenai objeknya (sumber ada di luar negeri) maupun terhadap subjeknya (subjek ada di luar
negeri).
Foreign Tax Law (Auslandisches Steuerrecht)
Adalah mencakup keseluruhan perundang-undangan dan peraturan-peraturan pajak dari
negara-negara yang ada di seluruh dunia. Foreign tax law berguna sebagai bahan perbandingan
dalam melakukan comparative tax law study ketika akan melakukan perjanjian perpajakan dengan
negara lain.
International Tax Law
Dalam arti sempit diartikan bahwa hukum pajak internasional merupakan keseluruhan kaedah
pajak berdasarkan hukum antar negara seperti traktat-traktat, konvensi, dll yang semata-mata
berdasarkan sumber-sumber asing. Sedangkan dalam arti luas adalah keseluruhan kaedah baik yang
berdasarkan traktat, konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima negara-negara dunia, maupun
kaedah-kaedah nasional yang objeknya adalah pengenaan pajak yang mengandung adanya unsur-
unsur asing, yang dapat menimbulkan bentrokan hukum antara dua negara atau lebih.
Pajak Internasional atau lebih tepatnya Perpajakan Internasional adalah tata cara dan hukum
pemajakan yang terdiri atas kaidah-kaidah, baik kaidah perpajakan nasional maupun kaidah yang
berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip yang telah diterima baik oleh negara-negara di
dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik
mengenai subjek maupun mengenai objeknya.
Pada dasarnya hukum pajak internasional adalah hukum pajak nasional yang didalamnya
mengandung unsur-unsur asing, unsur tersebut bisa mengenai subjek pajaknya, objek pajaknya
maupun pemungut pajaknya.
Sumber hukum pajak internasional terdiri dari :
1 Hukum pajak nasional yaitu peraturan pajak sepihak yang tidak ditujukan kepada pihak lain.
2 Traktat yaitu perjanjian pajak dengan negara lain
a. Untuk menghindari pajak berganda
b. Untuk mengatur perlakuan fiskal terhadap orang asing
c. Untuk mengatur mengenai laba Badan Usaha Tetap (BUT)
d. Untuk memberantas penyelundupan pajak
e. Untuk menetapkan tarif douane
3 Putusan hakim (nasional maupun internasional)
Tujuan umum pajak internasional adalah untuk mengeliminsai gejala pajak ganda, hal ini
dapat dilakukan dengan 3 cara :
1) Dengan cara unilateral, dimana negara yang bersangkuatan memasukkan dalam perundang-
undangan pajaknya ketentuan untuk menghindari pajak berganda seperti :
a. Exemption yang didasarkan pada pure territorial principle atau restricted terrirorial principle
b. Tax credit yang dapat dibedakan menjadi direct tax credit, indirect tax credit, dan fictious tax
credit/tax sparing
2) Dengan cara bilateral, dilakukan dengan melakukan perjanjian pajak antar negara yang
dikenal dengan isilah tax treaty atau perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Untuk negara
Indonesia telah memiliki Tax Treaty dengan 57 negara.
3) Perjanjian multilateral, misalnya General Agreement Tariffs and Trade (GATT) yang
mengatur tarifsecara multilateral.
Ada beberapa metode yang biasa dilakukan untuk mengurangi resiko kemungkinan
pengenaan pajak berganda internasional, antara lain:
1 Metode perjanjian pengenaan pajak berganda internasional, yang antara lain dapat dilakukan
dengan:
Traktat yang bersifat multilateral, yakni perjanjian yang dilakukan oleh beberapa Negara
dalam suatu perjanjian;
Traktat yang bersifat bilateral, yakni perjanjian yang menyangkut dua Negara.
2 Metode unilateral atau sepihak
Cara ini ditempuh oleh Negara secara sepihak melauli yurisdiksi nasionalnya, yakni dengan
cara memasukkan ketentuan-ketentuan yang kemungkinan dapat menimbulkan pengenaan pajak
berganda kedalam yurisdiksi nasionalnya, misalnya Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan
tentang kredit pajak luar negeri. Tata cara pengkreditan luar negeri terbagi menjadi dua, yaitu:
Kredit penuh, yakni pembayaran pajak diluar negeri dikreditkan sebesar jumlah yang
dibayarkan di luar negeri; dan
Kredit terbatas, yakni tata cara pengkreditan pajak yang dibayar di luar negeri menurut
jumlah yang paling rendah antara yang dibayar di luar negeri dengan jumlah pajak apabila
dikenakan menurut tarif di Indonesia, sebagaimana dianut Pasal 24 Undang-Undang PPh.
3 Metode Pembebasan
Metode inidianggap metode yang paling praktis sebab Negara Domisili tidak perlu
mengetahui bagaimana suatu penghasilan dikenakan pajak di Negara Sumber, yaitu dengan cara
memberikan kebebasan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Ada dua
cara pembebasan yang dapat ditempuh, yaitu:
Memberikan pembebasan sepenuhnya terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh
dari Negara sumber. Artinya penghasilan dari Negara sumber tidak dimasukkan dalam
perhitungan pajak Negara domisili. Metode ini juga sering disebut dengan pembebasan
penuh atau full exemption;
Cara pembebasan penghitungan pajak yang terutang hanya atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh di dalam negeri, tetapi menerapkan tarif rata-rata atas seluruh penghasilan,
baik dari dalam negeri atau dari luar negeri, atau disebut juga pembebasan dengan progresi
atau exemption with progression.
Adalah perjanjian pajak antar dua negara atau antar beberapa negara dalam upaya
menghindari pajak berganda. Hal-hal yang ada didalamnya meliputi negara mana saja yang menjadi
peserta dan terikat dalamperjanjian tersebut dan objek pajak apa yang tercakup dalam perjanjian
tersebut.
Pada dasarnya tax treaty dapat dibedakan menjadi 3 macam :
1 Menyebutkan jenis pajaknya tetapi tidak menyebutkan definisinya, hal ini dapat menimbulkan
perbedaan dalam penafsiran, sehingga sering kali ditambahakan klausal jika terdapta keragu-
raguan maka akan dibicarakan bersama.
2 Mencantumkan definisi pajak yang diliputinya disertai dengan nama pajaknya, yang pada waktu
perjanjaian dibuat telah ada dan ditambah dengan ketentuan bahwa pada sewaktu-waktu tertentu
otoritas keuangan dari masing-masing negara akan saling memberitahukan, pajak mana yang
tunduk dalam perjanjiana tersebut.
3 Menyebutkan nama pajaknya dengan ketentuan, bahwa perjanjian tersebut juga berlaku untuk
pajak-pajak yang akan diadakan, dan pada hakekatnya mempunyai dasar yang sama.
Objek pajak dalam tax treaty pada umumnya dibagi dalam 15 jenis penghasilan :
1 Penghasilan dari harta tetap atau barang tak bergerak (income from immovable property)
2 Penghasilan dari usaha (business income atau business profit)
3 Penghasilan dari usaha perkapalan atau angkutan udara (income from shipping and air
transport)
4 Deviden
5 Bunga
6 Royalty
7 Keuntungan dari penjualan harta (capital gain)
8 Penghasilan dari pekerjaan bebas (income from independent personal service)
9 Penghasilan dari pekerjaan (income from dependent personal service)
10 Gaji untuk direktur (director fees)
11 Penghasilan seniman, artis dan atlit (income earned by entertainers and athletes)
12 Uang pensiun dan jaminan social tenaga kerja (pension and social security payment)
13 Penghasilan pegawai negeri (income in respect of government service)
14 Penghasilan pelajar atau mahasiswa (income received by students and apprentices)
15 Penghasilan lain-lain (other income)
2. UN Model.
UN merupakan singkatan dari United Nationatau dikenal sebagai PBB (Persatuan Bangsa-
Bangsa), adalah sebuah organisasi yang anggotanya hampir seluruh negara di dunia. Lembaga ini
dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan internasional, lembaga
ekonomi, dan perlindungan sosial.Oleh karena itu, model tax treaty UNlebih memungkinkan untuk
mempertimbangkan berbagai kondisi negara-negara yang berbeda, sehingga sebisa mungkin tidak
ada yang dirugikan dalam penetapan ketentuan persetujuan tax treaty.Maka UN model adalah
model tax treaty yang lebih menjamin keadilan untuk negara negara berkembang.
Model tax treaty UN hanya mengatur perlakuan terhadap penduduk masing-masing negara
dimana penghasilan yang diperoleh (atau kekayaan yang dimiliki) dari Negara Sumber diabaikan
sama sekali oleh Negara Domisili dalam menghitung penghasilan lainnya yang diperoleh
penduduknya (full exemption), sehingga penghasilan yang diperoleh dari Negara Sumber tidak
dikenai pajak oleh Negara Domisili, tetapi penghasilan tersebut ikut diperhitungkan hanya untuk
menentukan tarif progresif (exemption with progression).
Akibat dari exemption tersebut laba usaha yang diperoleh di negara sumber tidak dapat
digunakan sebagai kompensasi kerugian di dalam negeri. Tapi, penghasilan atau kekayaan yang
diperoleh atau dimiliki oleh penduduk dari negara domisili berasal atau berada di negara sumber,
yang berdasarkan P3B ybs dikenai pajak di negara sumber, negara domisili harus memberikan
pengurangan pajak yang dibayar di negara sumber tersebut.
Pada kenyataannya, pada tax treaty yang dilakukan oleh dua negara(bilateral), model UN dan
OECD tersebut hanya merupakan gambaran umum, karena pada akhirnya, sistem dan keseluruhan
tata cara yang dipakai tergantung isi perjanjian yang disepakati oleh dua buah negara yang
melakukan perjanjian. Dan model tax treaty yangdijadikan acuan utama dalam perundingan P3B
(tax treaty) Indonesia adalahmodelUN.
Selain kedua model utama diatas, juga terdapat model yang dikembangkan oleh suatu negara
untuk kepentingannya sendiri, misalnya US Model (1996, 2006); dan Multilateral Tax Treaty, yang
tidak diterima secara luas dan hanya meliputi beberapa negara saja, contohya:
Pakta Andean (Bolivia, Chile, Kolombia, Ekuador, Peru dan Venezuela)
Nordic (Denmark, Finlandia, Islandia, Norwegia dan Swedia)
Maghribi Union (negara-negara di wilayah Afrika Utara)
Selain untuk mencegah pengenaan pajak berganda, P3B juga dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion). Jika tujuan-
tujuan tersebut tercapai tentu saja pada akhirnya P3B dapat menghilangkan hambatan dalam lalu
lintas perdagangan, modal dan investasi antar negara sehingga pada akhirnya dapat dicapai
kesejahteraan suatu negara karena sumber daya dialokasikan secara efisien.
Perpajakan berganda internasional terjadi karena benturan antar klaim perpajakan. Hal ini
karena adanya prinsip perpajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle) dimana
penghasilan dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen (negara
domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial (source principle) bagi wajib pajak
luar negeri (WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari
negara tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan
pajak dua kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Bentokran klaim lebih
diperparah bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara sama-sama mengklaim seorang
subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia terkena pemajakan global
dua kali.
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur prinsip-prinsipnetralitas yang harus dipahami dalam
perpajakaninternasional. yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional:
1. Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik) :
Kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada
bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di
luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan
melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
2. Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional) :
Darimanapun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari
dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu
negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN)
terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang
perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan yang berlaku.
3. National Neutrality :
Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak
luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.
2. Treaty Shopping
Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda namun malah memberi
kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI
di bursa singapura dibebaskan pajak. Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial owner
(penerima manfaat) dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB
sehingga tax treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di negara
yang menandatangani tax treaty.
KASUS 1
http://bola.inilah.com/
KASUS 2
http://sport.detik.com/sepakbola/read/2013/09/27/173704/2371736/75/messi-dan-ayahnya-ikuti-
sidang-penggelapan-pajak
KASUS 3
http://nasional.kontan.co.id/news/aset-rahasia-9-keluarga-terkaya-indonesia
PENGGELAPAN PAJAK
Terungkapnya Para Pemilik Rekening Rahasia
Senin, 08 April 2013
Jutaan e-mail dan catatan-catatan rekening di negara-negara surga pajak bocor. Identitas
pemilik rekening pun bertebaran. Di dalamnya termasuk keluarga Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev
hingga Jean-Jacques Augier, kepala bagian pendanaan kampanye Presiden Perancis Francois
Hollande.
Berita-berita ini muncul di harian Inggris, The Guardian, dan surat kabar Perancis, Le
Monde, Kamis (4/4). Hollande tambah tertekan karena sudah mati-matian membela mantan Menteri
Anggaran Jerome Cahuzac, yang sempat menangani penggelapan pajak. Ironinya, Cahuzac malah
memiliki rekening rahasia yang dipindahkan dari Bank UBS (Swiss) ke Singapura.
Data rekening rahasia tersebut pada umumnya bocor dari negara-negara surga penggelapan
pajak, seperti Kepulauan Virgin Britania Raya (BVI) dan Kepulauan Cayman. Ini adalah hasil
investigasi lembaga International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) yang berbasis di
Washington DC, AS.
Menurut The Guardian, di permukaan tidak ada nama individu yang berperilaku melanggar
hukum karena menyimpan uang di negara-negara surga pajak itu dilindungi hukum. Meskipun
demikian, tetap ada potensi masalah.
Para individu itu memiliki rekening di negara-negara bebas pajak yang memiliki kerahasiaan
ketat soal rekening. Ini memungkinkan aksi penggelapan pajak dan menyulitkan pengusutan sumber
dana.
Global Witness, organisasi advokasi transparansi, meminta G-8 menyerukan agar semua data
itu dipublikasikan.
Perusahaan dengan rekening rahasia memungkinkan aksi korupsi, pencurian uang negara,
dan pelaksanaan kontrak bisnis yang merugikan keuangan negara serta di sisi lain bisa
mengabadikan kemiskinan, kata juru bicara (jubir) Global Witness, Stuart McWilliam.
Nama-nama terkenal
Beberapa nama terkenal yang terungkap memiliki rekening rahasia di negara-negara surga
pajak itu, antara lain, Maria Imelda Marcos Manotoc, seorang gubernur di Filipina dan putri tertua
mantan Presiden Ferdinand E Marcos.
Seorang anggota keluarga Kerajaan Spanyol, Carmen Thyssen-Bornemisza, yang juga
kolektor barang berharga, juga termasuk dalam bocoran. Ada juga rekening milik lebih dari 4.000
warga AS. Informasi lain menunjukkan, ada tiga perusahaan didirikan di BVI tahun 2008 atas nama
dua putri Presiden Azerbaijan, Arzu dan Leyla. Belum ada pihak-pihak dari nama-nama itu yang
berkomentar.
Augier, yang mengontrol dana kampanye Hollande, disebutkan memegang saham di dua
perusahaan yang terdaftar di Cayman, termasuk sebuah perusahaan distributor di China. Augier
mengatakan, tidak ada yang ilegal soal rekening itu. Namun, muncul pertanyaan mengapa ia harus
menabung di Cayman.
Kasus lain yang dikutip The Guardian adalah istri Wakil Perdana Menteri Rusia Igor
Shuvalov, Olga Shuvalova, yang dikenal sebagai perempuan pengusaha yang dekat dengan Presiden
Vladimir Putin. Shuvalov diketahui mendirikan beberapa perusahaan di negara-negara bebas pajak.
Ini mencuatkan nuansa penyalahgunaan kekuasaan di Rusia yang dikenal kaya migas.
Tony Merchant, pengacara Kanada, memiliki setidaknya 1,7 juta dollar Kanada di Kepulauan
Cook mulai tahun 1998. Menjadi pertanyaan, mengapa pengacara dan suami senator itu harus
menyimpan uang di negara surga pajak.
ICIJ memulai kerja investigasi soal rekening rahasia ini setelah mendapatkan paket data
korporasi akibat skandal Firepower Australia, kasus yang melibatkan penipuan di negara surga
pajak.
Reaksi bermunculan setelah bocoran ini beredar. Komisi Uni Eropa (UE) langsung
menyerukan agar negara-negara UE lebih cermat mendalami penggelapan pajak karena penipuan ini
merugikan negara triliunan dollar AS per tahun.
Bagi komisi, tak ada kekecualian soal pengusutan penggelapan pajak, kata jubir Presiden
Komisi UE, Olivier Bailly.
Di tengah kemelut negara bangkrut yang menyebabkan kesengsaraan warga di UE dan AS,
ada kekayaan yang tersimpan rapi di negara-negara surga pajak. (AFP/mon).
KASUS 5
http://sport.detik.com/aboutthegame/read/2013/11/29/092643/2427072/1497/2/para-penghindar-
pajak-di-lapangan-hijau
KASUS 1
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/11/22/0910425/Penggelapan.Pajak.oleh.Korporasi.M
ultinasional.Makin.Canggih
KASUS 2
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Artikel_Pajak_170513.pdf
Intensifikasi pajak dari perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) menjadi salah satu fokus
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tahun ini.Jaringan perusahaan PMA yang ada di berbagai negara
memungkinkan terjadiinya upaya penghindaran pajak ini. Khusus Uni Eropa, penghindaran pajak
diperkirakan merugikan keuangan anggota Uni Eropa sekitar 1 triliun euro atau Rp12.000 triliun di
tahun 2012.
Pengalaman Inggris menggambarkan penghindaran pajak dilakukan dengan terstruktur.Akhir
tahun 2012, badan pajak Inggris HM Revenue and Customs (HMRC) menisik pelaporan pajak 4
perusahaan global.Kasus pertama dari franchisor kedai kopi asal Amerika Serikat (AS). Parlemen
Inggris menyoroti laporan keuangan franchisor yang menyatakan kerugian sebesar 112 juta pounds
selama 2008-2010 dan tidak membayar Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) pada 2011. Namun,
dalam laporan ke investor, franchisor menyatakan omset selama 2008-2010 dengan nilai 1,2 miliar
pounds atau Rp18 triliun.
Modus franchisor dengan membuat laporan keuangan seolah rugi dilakukan dengan tiga cara.
Satu, membayar royalti offshore licensing atas desain, resep dan logo ke cabangnya di Belanda.
Kedua, membayar bunga utang sangat tinggi, di mana utang tersebut justru digunakan untuk
ekspansi kedai kopi di negara lain. Ketiga, dengan membeli bahan baku dari cabangnya di Swiss
walaupun pengiriman barang langsung dari negara produsen dan tidak masuk ke Swiss.
Kasus kedua, laporan pajak perusahaan internet search engine kakap berbasis di AS.
Perusahaan ini meraih untung di Inggris senilai 398 juta pounds pada 2011, tapi hanya membayar
pajak senilai 6 juta pounds. Keuntungan perusahaan cabang Inggris kemudian ditransfer ke cabang
di Irlandia, Belanda dan berakhir di Bermuda. Sebagai informasi, Bermuda adalah tax havens
country yang tidak memungut PPh Badan.
Kasus ketiga, pajak bonus karyawan investment banking dari AS.Agar pembayaran bonus ini
tidak terdeteksi, karyawan investment banking cabang Inggris diminta mengajukan permohonan
pinjaman lunak ke investment banking cabang AS.Dengan dalih pinjaman lunak, karyawan
investment banking cabang Inggris tidak harus membayar pajak penghasilan. Atas kecurangan ini,
investment banking cabang Inggris harus membayar denda 500 juta pounds atau Rp7,5 trilun.
Kasus keempat, skandal bunga pinjaman Perusahaan Air Minum swasta Inggris. Perusahaan
ini meminjam dari induknya di Hongkong yang mengeluarkan Eurobond melalui tax havens
countries di Channel Islands dan Cayman Island. Anak usaha di Inggris meminjam dari induknya
lebih dari 1 miliar pounds atau Rp15 triliun dengan suku bunga 11 persen atau sekitar Rp1,65 triliun
per tahun.
Menurut aturan Inggris, pembayaran bunga ke luar negeri dipotong pajak 20 persen, kecuali
pinjaman obligasi Eurobond. Dengan meminjam Eurobond di Channel Islands dan Cayman Island,
PAM swasta menghemat pajak bunga pinjaman 20 persen dari Rp1,65 triliun atau sekitar Rp330
miliar (setara 22 juta pounds). Padahal secara akumulasi, pembayaran bunga pinjaman setahun
adalah sebesar 2,1 miliar pounds. Dengan pajak bunga 20 persen, kerugian Inggris dari
penghindaran pajak bunga senilai 420 juta pounds atau sekitar Rp6,3 triliun. Penghindaran pajak
lazim dilakukan perusahaan global dengan cabang di berbagai negara.Modusnya usang tapi selalu
berhasil.Dari berbagai kasus di atas, dapat dilihat ada beberapa modus yang biasanya dilakukan
PMA-PMA nakal untuk mengelabui pajak. Pertama, pembayaran biaya manajemen royalti atas
HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) atas logo dan merek kepada perusahaan induk.
Peningkatan royalti akan meningkatkan biaya yang pada akhirnya mengurangi laba bersih sehingga
PPh Badan juga turun. Jika tarif tax treaty untuk pajak royalti hanya 10 persen dan tarif PPh badan
adalah 25 persen,maka Indonesia kehilangan 15 persen PPh.
Modus kedua, pembelian bahan baku dari perusahaan satu grup. Pembelian bahan baku
dilakukan dengan harga mahal dari perusahaan satu grup yang berdiri di negara bertarif pajak
rendah.
Modus ketiga, berhutang atau menjual obligasi kepada afiliasi perusahaan induk dan
membayar kembali cicilan dengan bunga sangat tinggi.Tingkat suku bunga tinggi ini adalah dividen
terselubung ke perusahaan induk.
Modus keempat, menggeser biaya usaha (termasuk gaji pegawai headquarters) ke negara
bertarif pajak tinggi (cost center) seperti Inggris dan mengalihkan profit ke negara bertarif pajak
rendah (profit center) seperti Bermuda.Dengan demikian keuntungan perusahaan terlihat kecil dan
tidak perlu membayar pajak korporasi.
Modus kelima, menarik dividen lebih besar dengan menyamarkan biaya royalti dan jasa
manajemen untuk menghindari pajak korporasi.Modus terakhir dengan mengecilkan omset
penjualan.Perusahaan menjual rugi barang ke cabang perusahaan di negara bertarif pajak rendah,
sehingga penjualan ekspor terlihat merugi.Kemudian dari cabang tersebut, barang dijual dengan
harga normal ke konsumen akhir.
Bagaimana di Indonesia? Peningkatan pembayaran royalti ke perusahaan induk (parent
company) berpotensi mengurangi PPh Badan yang harus dibayar perusahaan. Dari laporan
keuangan di BEI, sebuah perusahaan consumer goods harus membayar royalti kepada holding
company di Belanda dari mencapai 5 - 8 persen mulai tahun 2013-2015, di mana meningkat dari 3,5
persen. jika dihitung, asumsi omset tahun 2013-2015 consumer goods tersebut stagnan di angka
Rp27 triliun, dengan kenaikan royalti dari 3,5 persen menjadi 8 persen. Ini berarti ada kenaikan
royalti sebesar 4,5 persen yang dikalikan Rp27 triliun atau sekitar Rp1,215 triliun. Sehingga,
potensial loss PPh Badan tahun 2015 adalah sebesar Rp1,215 triliun dikalikan 25 persen atau sekiar
Rp303 miliar.
Hal ini menurut aturan adalah legal namun kurang adil jika dilihat dari sisi pajak bagi negara
sumber penghasilan, karena 8 persen harga produk dibayar rakyat Indonesia lari ke royalti holding
company.Apakah ada penghindaran pajak di Indonesia?Sangat mungkin, karena banyak perusahaan
global yang juga beroperasi di Indonesia.
Upaya membuktikan penghindaran pajak tidak mudah, namun ada upaya yang bisa
dicoba.Pertama adalah dengan benchmarking kewajaran nilai biaya beban umum seperti royalti
offshore licensing dan jasa manajemen. Apakah ada perbedaan tarif jasa manajemen dan royalti
antara Indonesia dengan negara lain untuk perusahaan yang sama? Perusahaan consumer goods di
India hanya membayar royalty 1,4 sampai 3,15 persen di tahun 2018, sementara di Indonesia antara
5-8 persen. Biaya royalti dan jasa manajemen yang tinggi bisa dianggap sebagai dividen, selain
tentunya merugikan investor minoritas.
Kedua, perlu ada aturan pencabutan ijin suatu usaha PMA jika dalam waktu sekian tahun
mendapat rugi secara terus menerus tapi tatap beroperasi. Ketiga adalah meninjau ulang Perjanjian
Perhindaran Pajak Berganda (P3B) dengan negara-negara tempat domisili holding company yang
memiliki anak usaha di Indonesia, seperti Singapura, Jepang, Korea, Cina dan Negara Eropa.
Keempat, perlu adanya kesepakatan pertukaran data keuangan perbankan dengan negara anggota
OECD, untuk mengejar data keuangan para penghindar pajak, seperti yang dilakukan parlemen Uni
Eropa.Kelima adalah dengan melakukan pembatasan tarif bunga pinjaman ke perusahaan induk.
KASUS 3
http://www.aktual.co/teknoget/192309perusahaan-it-kelas-dunia-yang-punya-utang-pajak-
miliaran-dolar
Perusahaan IT Kelas Dunia yang Punya Utang Pajak Miliaran Dolar
Apple
Sebuah penyelidikan yang dilakukan oleh Senat AmerikaSerikat (AS) menunjukkan bahwa
pembuat iPhone dan iPad ini telah membayar hanya 2 persen pajak dari penghasilan sebesar USD74
miliar selama tiga tahun terakhir, sebagian besar dengan memanfaatkan celah yang tidak biasa
dalam kode pajak Irlandia.
Irlandia mengatakan, pihaknya tidak bisa disalahkan, dan Apple telah membela praktek
yang legal. Tapi, laporan senat telah menambah kehebohan sekitarnya, penghindaran pajak oleh
perusahaan-perusahaan besar.
Google
Meskipun menghasilkan USD18 miliar pendapatan di Inggris pada periode 2006 sampai 2011,
internet raksasa berbasis pencarian ini hanya menyetor USD16 juta dalam bentuk pajak kepada
pemerintah Inggris. Google mengatakan, tidak memiliki keberadaan yang berarti dalam penjualan di
Inggris dan karena itu tidak dapat dianggap seperti penduduk lainnya untuk tujuan perpajakan,
sehingga menurunkan kewajibannya untuk bayar pajak.
Sebuah penyelidikan oleh Reuters telah menunjukkan bahwa sekitar 1.300 orang yang
dipekerjakan oleh Google UK Ltd., terlibat dalam kegiatan penjualan dan pemasaran, tetapi Google
mengatakan mempekerjakan orang-orang dengan latar belakang penjualan, bahkan jika mereka
tidak terlibat langsung dalam penjualan tersebut.
Parlemen Inggris telah memanggil eksekutif Google sebelum sidang untuk mencoba
memahami lebih lanjut tentang kegiatan yang dilakukan oleh Google.
Amazon
Perusahaan ritel internet sebagian besar beroperasi di Eropa dari Luksemburg, yang
memungkinkan untuk meminimalkan jumlah pajak itu harus membayar pada pendapatan yang
dihasilkan di negara-negara Eropa lainnya.
Tetapi mekanisme penghindaran pajak juga memungkinkan Amazon untuk secara dramatis
memotong tagihan pajak AS, investigasi oleh Reuters telah menunjukkannya, dengan perusahaan
yang membayar tingkat pajak sekitar 5,3 persen selama 5 tahun terakhir. Otoritas pajak AS telah
meminta Amazon untuk membayar kembali pajaknya sebesar USD1,5 miliar.
Vodafone
Operator telepon seluler terbesar di dunia telah berhasil secara bertahap mengurangi jumlah
pajak di Inggris selama dekade terakhir dengan menggunakan skema penghindaran hukum pajak,
termasuk mendaftarkan keuntungan di yurisdiksi lain, seperti Luksemburg.
Pemeriksaan Reuters terhadap pengajuan hukum oleh Vodafone di Eropa selama 16 tahun
terakhir menunjukkan bahwa petugas pajak Inggris sering pergi dengan tangan kosong yang
seharusnya bisa menerima sekitar 1 milliar pound (USD1,51 milliar) dalam pendapatannya.
KASUS 4
http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2012/12/121203_bisnis_pajakinggris.shtml
Starbucks, Amazon dan Google dikritik karena tidak bayar pajak atau hanya bayar sedikit.
Parlemen Inggris mengkritik sejumlah perusahaan global, termasuk Starbucks dan Amazon,
karena hanya membayar pajak sedikit. Ketua Komisi Anggaran Umum Parlemen, Margaret Hodge,
mengatakan badan pajak dan cukai, HRMC, perlu melakukan "langkah yang lebih agresif dan tegas
untuk menghadapi penghindaran pajak."
Perusahaan multinasional tersebut dikecam karena hanya membayar pajak sedikit atau tidak
sama sekali. Mereka itu meraup hasil penjualan ratusan juta poundsterling setiap tahun. Starbucks,
misalnya, mendapatkan hasil penjualan 400 juta di Inggris tahun lalu, namun tidak membayar
pajak perusahaan sama sekali karena sebagian besar keuntungan yang didapat dikirimkan ke
perusahaan cabang di Belanda dalam bentuk royalti.
HMRC mengatakan telah meminta perusahaan internasional itu untuk membayar pajak
"berdasarkan hukum di Inggris."
Amazon Inggris pada tahun 2011 berhasil mendapatkan laba sebelum pajak sebesar 74juta,
tapi hanya membayar pajak 1,8juta, padahal tarif pajak di Inggris adalah sebesar 35%. Amazon
berhasil menghindari pajak di Inggris dengan menaruh kantor pusat Eropanya di negara Luxemburg
yang merupakan surga pajak.
KASUS 5
http://taxationindonesia.blogspot.com/2014/01/asian-agri-dan-ulasan-atas-putusan.html
WEDNESDAY, JANUARY 29, 2014
Asian Agri dan ulasan atas putusan Mahkamah Agung Pajak Internasional
Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa Asian Agriterbukti bersalah menarik
perhatian banyak orang di akhir tahun 2012 dan sampai sekarang, permasalahannya belum terbukti
karena masalah penggelapan pajak belum selesai. Bahkan di bulan Januari 2013 ini Kejaksaan
Agung dan juga Direktorat Jenderal Pajak berusaha menagihpembayaran denda.
Tulisan ini akan melihat putusan Mahkamah Agung No. 2239 K/PID.SUS/2012 yang selama
ini belum banyak diperhatikan untuk melihat pertimbangan yang dipakai hakim Mahkamah Agung
dalam menjatuhkan putusan tersebut.
1. Putusan dijatuhkan atas terdakwa Suwir Laut dalam jabatannya sebagai Tax Manager dari
Asian Agri Group dan terdaftar sebagai pegawai di PT. Inti Indosawit Subur yang sudah
menjalani penahanan sejak Desember 2010.
2. Terdakwa dinyatakan bertanggung jawab atas pelaporan pajak di beberapa Kantor Pajak dari
WP Besar hingga Kisaran. Disebutkan adanya tax planning meeting yang membahas
perencanaan untuk mengecilkan pajak. (Catatan: penulis berpendapat hal ini tidak tepat karena
tax planning tidak sama dengan tax evasion).
3. Berikut adalah hal yang dilakukan, berdasarkan dakwaan halaman 4 - 6 :
A. Rekayasa keuangan internasional, sebagaimana dikutip dibawah ini:
Rekayasa penjualan tersebut dilakukan melalui penjualan ekspor yang pengiriman
barangnya langsung ditujukan ke negara pembeli (End Buyer) tetapi dokumen keuangan yang
berkaitan dengan transaksi ekspor tersebut (Letter of Credit/LC, Invoice) dibuat seolah-olah dijual
kepada perusahaan di Hong Kong (Twin Bonus Edible Oils Ltd., Goods Fortune Oils & Fats Ltd.,
United Oils & Fats Ltd., atau Ever Resources Oils & Fats Industries Ltd), kemudian dijual lagi ke
perusahaan di Macau (Global Advance Oils and Fats) atau British Virgin Island/BVI (Asian Agri
Abadi Oils and Fats Ltd.), baru selanjutnya dijuai ke End Buyer. Padahal perusahaan di Hong
Kong, Macau maupun di BVI adalah perusahaan paper company atau Special Purpose Vehide
(SPV) yang digunakan sebagai fasilitator untuk secara dokumentasi mendukung transaksi tersebut
dan sebagai tempat untuk menampung selisih harga jual.
Rekayasa penjualan produk-produk AAG ke luar negeri dengan maksud mengubah harga jual
yang seharusnya ke End Buyer diganti dengan harga yang lebih rendah (under invoicing) ke
perusahaan-perusahaan tersebut di Hong Kong sehingga keuntungan (profit) menjadi lebih rendah
untuk perusahaan di Indonesia. Seluruh pembuatan Invoice penjualan baik untuk perusahaan-
perusahaan yang tergabung dalam AAG maupun perusahaan di Hongkong, Macau dan BVI
dilakukan di Medan oleh karyawan AAG. Akibat transaksi penjualan ekspor dengan cara under
invoicing tersebut adalah laba yang dilaporkan oleh perusahaan di Indonesia menjadi lebih rendah
dari pada yang seharusnya sehingga pajak terutang yang dilaporkan menjadi lebih kecil dari pada
yang seharusnya ;
C. Pelaporan keuangan
Laporan Rugi Laba dan Neraca yang diserahkan untuk pelaporan SPT Tahunan bukan laporan
yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Hal ini menimbulkan kerugian yang dijelaskan
dalam tabel berisi daftar perhitungan kerugian negara.
Perbuatan Terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana berdasarkan Pasal 39
ayat (1) huruf c jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang RI No. 6 Tahun 1983 tentang KUP
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2000 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal 39 ayat (1) UU KUP memberikan sanksi atas kerugian pada pendapatan negara berupa
sanksi pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak
4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
Pasal 43 UU KUP menjelaskan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan
Pasal 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa, pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang
menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
4. Pajak Internasional
Penulis tidak dapat berkomentar tentang pembuktian atas pelaporan keuangan yang tidak
seharusnya karena itu merupakan pembuktian di persidangan di hadapan para hakim, sebagai
contoh dalam hal biaya jakarta dengan memo voucher. Demikian juga putusan ini mempunyai
pertimbangan menarik tentang mengapa sanksi pidana diterapkan dalam kasus ini dan bukan sanksi
administrasi, juga dalam hal pembuktian dimana ribuan bukti, tepatnya lebih dari 8000 dokumen,
dijadikan dasar pembuktian dalam kasus ini.
Ada beberapa hal menarik berhubungan dengan transaksi internasional yang berhubungan
dengan pajak internasional dan dianggap sebagai pendukung penggelapan pajak seperti berikut:
-Dalam putusan tidak dijelaskan secara rinci apakah perusahaan di luar negeri seperti
perusahaan di Hong Kong, yakni Twin BonusEdible Oils Ltd atau Goods Fortune Oils & Fats
Ltd merupakan perusahaan yang memiliki hubungan istimewa. Begitu juga dengan perusahaan di
Macau yakni Global Advance Oils and Fatsserta perusahaan di British Virgin Island yakni Asian
Agri Abadi Oils and Fats Ltd tidak dijelaskan apakah mereka merupakan perusahaan yang memiliki
hubungan istimewa sesuai Pasal 18(2) Undang-Undang No 36 tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan meskipun dari perusahaan yang disebut terakhir dapat diperkirakan merupakan
perusahaan terkait karena nama Asian Agri.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa perusahaan tersebut merupakan SPV dan melakukan under
invoicing.
-Jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan terkait apakah hal sebaiknya peraturan yang
diterapkan seharusnya merupakan peraturan transfer pricing sebagaimana diatur misalnya dengan
Per DJP No. PER - 32/PJ/2011 tentang penerapan Arm's Length Principle dalam related party
transaction? Perlu ada pembedaan antara transfer pricing dan tax evasion yang sepertinya perlu
peraturan lebih lanjut melihat putusan seperti ini.
-Tidak ada penjelasan hedging loss apakah hal ini sudah sesuai dengan standar akuntansi atau
merupakan satu financial engineering yang merupakan satu penggelapan pajak. Penentuan harga
dalam hedging juga perlu disoroti karena harga acuan apa yang dipakai dalam ekspor komoditas.
Sebagai contoh, Surat Edaran DJP No. 50/PJ/2013 tentang Pedoman Pemeriksaan Transfer Pricing
menjelaskan penggunaan pembanding eksternal dalam hal harga pasar produk komoditas oleh pihak
independen. Dalam fakta hukum yang diungkap, halaman 468, dijelaskan bahwa yang telah
terjadi adalah hedging fiktif.
-Management fee merupakan biaya yang dapat dikurangkan dan menurut Surat Edaran DJP
tahun 1984 adalah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam melaksanakan
manajemen dengan mendapatkan balas jasa berupa imbalan manajemen ("management fee").
Umumnya hal ini menjadi bagian dari pemeriksaan transfer pricing karena biasanya merupakan
related party transaction.
Dalam dokumen yang menjadi bukti, didapati adanya bukti management fee termasuk
management fee agreement termasuk bukti pembayarannya (contoh, dokumen nomor 6962 halaman
198). Tidak dijelaskan secara rinci apakah ini merupakan bagian transaksi dengan hubungan
istimewa.
Mungkin diperlukan peraturan yang lebih jelas mana yang dapat digolongkan tax evasion dan
mana tax avoidance dimana transfer pricing seharusnya merupakan bagian dari tax avoidance dan
bukan tax evasion. Hal ini mungkin dapat dilihat dalam kasus Dolce Gabana seperti
diberitakan disini dan disini sehingga wajib pajak dapat memiliki kepastian hukum lebih besar
lagi.
KASUS 6
http://jurnalakuntansikeuangan.com/2011/08/kantor-pajak-as-makin-gencar-mengejar-para-
bankir-bank-swiss/
Modus yang terjadi pada berbagai cara penghindaran pajak di dunia internasional biasanya
menggunakan celah yang ada pada ketentuan Tax Treaty maupun ketentuan peraturan perpajakan
negara yang memiliki hak memungut pajak, serta memanfaatkan keberadaan negara yang
memungut pajak yang sangat kecil atau bahkan tidak mengenakan pajak (tax heaven country) untuk
menghindar dari pemungutan pajak berbagai negara, sehingga dapat meminimalkan pembayaran
pajaknya.
Ada 3 cara perlawanan terhadap pajak, yaitu: Penghindaran Pajak (Tax Avoidance),
Pengelakan Pajak (Tax Evation), Melalaikan Pajak.
1. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Penghindaran pajak terjadi sebelum SKP keluar. Dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak
tidak secara jelas melanggar undang-undang sekalipun kadang-kadang dengan jelas menafsirkan
undang-undang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuat undang-undang.
Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a. Menahan diri, yaitu wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak.
b. Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya tinggi ke loksi yang
tarif pajaknya rendah.
c. Penghindaran pajak secara yuridis dengan cara sedemikian rupa sehingga perbuatan-
perbuatan yang dilakukan tidak terkena pajak. Biasanya dilakukan dengan memanfaatkan
kekosongan atau ketidak jelasan undang-undang. Hal inilah yang memberikan dasar potensial
penghindaran pajak secara yuridis. Kekosongan atau celah pada undang-undang ini dapat
karena ketidaksengajaan pembuat undang-undang maupun kesengajaan pembuat undang-
undang. Kesengajaan pembuat-undang-undang terjadi karena latar belakang pembuat undang-
undang tersebut adalah pemerintah dan parlemen, di mana parlemen mewakili berbagai
kepentingan yang berbeda dan bisa saling bertolak belakang antara satu dan yang lainnya.
David Beckham pada tahun 2013 berusaha mengecilkan penghasilannya di Perancis dengan
menyumbangkan langsung sebagian besar gaji yang diterimanya dari klub sepakbola PSG, sehingga
total penghasilannya di Perancis tidak mencapai 1 juta Euro per tahun. Karena Perancis menerapkan
pajak penghasilan sebesar 75 persen dari penghasilan setiap orang yang tinggal di Perancis, baik itu
penghasilan yang didapat dengan bekerja di Pernacis, maupun dari luar Perancis.
Sembilan keluarga super kaya Indonesia menempatkan asetnya di kawasan tax heaven melalui
perusahaan penyedia jasa offshore untuk menghindari pajak yang tinggi di Indonesia. Sementara
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, Jean-Jacques Augier, dan orang-orang lain yang terungkap
rekening rahasianya di Negara-negara surga pajak untuk menghindari pajak di negaranya masing-
masing.
Pesepakbola Pellegrini dan Lionel Messi pun diduga melakukan usaha penghindaran pajak
dengan membangun perusahaan image rights di kawasan-kawasan yang menerapkan pajak kecil.
Perusahaan multinasional seperti Google dan Starbucks berusaha menghindari pajak yang
besar dengan memindahkan kerugiannya ke Negara-negara yang menerapkan pajak besar seperti
Indonesia dengan berbagai cara dan memindahkan keuntungannya ke Negara lain dengan pajak
lebih kecil dalam bentuk royalty.
Semua itu adalah contoh bagaimana usaha penghindaran pajak (Tax Avoidance) dilakukan
oleh perusahaan multinasional besar dan orang-orang terkenal dengan memanfaatkan celaha
peraturan perpajakan internasional maupun perbedaan tarif pajak antar Negara. Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda atau Tax Treaty memang selain dibuat untuk menghindar terjadinya
pengenaan pajak berganda pada satu fakta fiscal juga bertujuan mencegah praktek penghindaran
pajak atau Tax Avoidance, namun perjanjian-perjanjian yang dibuat antarnegara itu hingga saat ini
masih memiliki celah bagi praktek Tax Avoidance oleh perusahaan-perusahaan badan dan orang
pribadi yang ingin menghindar membayar pajak.
3. Melalaikan Pajak
Melalaikan pajak terjadi setelah SKP keluar. Melalaikan pajak adalah menolak membayar
pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhi oleh
wajib pajak dengan cara menghalangi penyitaan.
Jika wajib pajak telah menerima SKP, maka dia harus membayar pajak sesuai dengan SKP
tersebut. Jika wajib pajak tidak melakukannya, maka fiscus akan mengirim surat teguran dan jika
belum dibayar juga, maka diterbitkanlah surat paksa yang kekuatannya sama dengan putusan
pengadilan yang berlaku. Lalu setelah 2 x 24 jam wajib pajak belum membayar juga, maka
diterbitkan surat penyitaan yaitu surat perintah untuk melakukan penyitaan pada harta wajib pajak
itu.
Wajib pajak akan melakukan usaha untuk menghalangi penyitaan itu dengan cara kasar dan
cara halus.
Cara kasar: yaitu misal saat juru sita datang, dilepaskan anjing herder untuk mengusir juru sita
tersebut. Ataupun mengancam dengan golok.
Cara halus: yaitu dengan cara mengalihkan/memindahtangankan semua harta wajib pajak ke
tangan orang lain atau keluarganya secara pura-pura. Untuk memunculkan harta yang
tersembunyi ini, maka wajib pajak disandera. Karena melalaikan pajak bukanlah perbuatan
pidana, maka jika wajib pajak disandera, biaya makan dan minum ditanggung oleh Direktorat
Jenderal Pajak. Sandera diberlakukan untuk orang yang berutang, baik utang publik maupun
perdata (menurut HIR). Tetapi, ada edaran dari MA bahwa untuk utang perdata, orang yang
berutang tidak disandera karena posisi orang yang berutang lebih lemah. Untuk utang pajak
termasuk utang publik. Karena itu wajib pajak yang tidak membayar pajak akan disandera.
BAB III. PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pajak Internasional atau lebih tepatnya Perpajakan Internasional adalah tata cara dan hukum
pemajakan yang terdiri atas kaidah-kaidah, baik kaidah perpajakan nasional maupun kaidah yang
berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip yang telah diterima baik oleh negara-negara di
dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik
mengenai subjek maupun mengenai objeknya
Pajak Berganda merupakan permasalahan Perpajakan Internasional yang terjadi antar
beberapa negara. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dilakukan perjanjian untuk
menghindari pemungutan pajak yang dilakukan lebih dari satu kali. Di Indonesia perjanjian tersebut
di kenal dengan istilah P3B atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
Dari celah celah sempit Peraturan perundang-undangan setiap negara, banyak dijadikan
usaha untuk menghilangkan pemungutan pajak., menimbun asset, melakukan transaksi OffShore,
melakukan rekayasa transaksi, pemalsuan nama untuk suatu transaksi fiktif, dan modus lainnya,
B. SARAN
Diperlukan hubungan timbal balik antar negara, sehingga dalam pemungutan pajak dapat
dilakukan sesuai dengan keadaan yang terjadi pada Wajib Pajak.
System Whistle Blower sangat efektif untuk diterapkan di Indonesia dengan imbalan yang
sesuai dengan tingkat Permasalahan perpajakan, sehingga memungkin memberi rasa takut atau
terror kepada wajib pajak lain yang melakukan penyalahgunaan perpajakan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
http://kangom.blogspot.com/
http://1man1a.wordpress.com/
http://vidyariashintawati.blogspot.com/
http://dudiwahyudi.com/
http://kompas.com/
http://bola.inilah.com/
http://sport.detik.com/
http://nasional.kontan.co.id/
http://cetak.kompas.com/
http://sport.detik.com/
http://bisniskeuangan.kompas.com/
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Artikel_Pajak_170513.pdf
http://www.aktual.co/
http://www.bbc.co.uk/indonesia/
http://jasaoffshore.blogspot.com/
http://taxationindonesia.blogspot.com/
http://jurnalakuntansikeuangan.com/
LAMPIRAN
Pengertian Model Tax Treaty dari Model Tax Treaty dari United
Organisation for Economic Co- Nation (PBB) yang didesain
Operation & Development atau sebagai Model Tax Treaty
Organisasi Kerjasama Ekonomi antara Negara2 Anggota UN
& Pembangunan yang didesain (PBB) yaitu antara Negara-
sebagai Model Tax Treaty antara negara Berkembang dan antara
Negara-negara Anggotanya Negara Berkembang dengan
(pada umumnya adalah Negara- Negara Maju.
negara Maju) dengan Negara-
negara Lainnya
Prinsip yang dianut hak pemajakan ada pada negara terdapat sharing of taxation
domisili (resident country) antara negara sumber dengan
negara domisili.
kegiatan jasa termasuk jasa ini tidak diatur secara diatur yaitu di Pasal 5 ayat (3)
konsultasi yang dilakukan khusus huruf b
perusahaan di negara lain
I. Struktur P3B
CHAPTER V CHAPTER V
Methods for elimination of Methods for elimination of
double taxation double taxation
Art. 23A Exemption Art. 23A Exemption
method method
Art. 23B Credit method Art. 23B Credit method
CHAPTER VI CHAPTER VI
Special provisions Special provisions CHAPTER IV
Art.24 Non-discrimination Art.24 Non-discrimination Special provisions
Art. 25 Mutual agreement Art. 25 Mutual agreement Art. 23 Method for
procedure procedure elimination of double
Art. 26 Exchange of Art. 26 Exchange of taxation
information information Art.24 Non-discrimination
Art. 27 Assistance in the Art. 27 Members of Art. 25 Mutual agreement
collection of taxes diplomatic missions and procedure
Art. 28 Members of consular posts Art. 26 Exchange of
diplomatic missions and information
consular posts Art. 27 Members of
Art. 29 Territorial extension diplomatic missions and
consular posts
CHAPTER VII CHAPTER VII
Final provisions Final provisions
Art. 30 Entry into force Art. 28 Entry into force CHAPTER V
Art. 31 Termination Art. 29 Termination Final provisions
Art. 28 Entry into force
Art. 29 Termination