Penghasilan
Negara Sumber
$ Negara Sumber (objek pajak):
Pajak atas penghasilan yang bersumber di Indonesia;
Dimensi Taxing the foreigner’s income;
XYZ WPLN: mekanisme withholding tax diterapkan;
6
Cakupan Geografis Pemajakan
Penghasilan
Objek Pajak dalam UU PPh:
Pasal 4 ayat (1), tidak termasuk Pasal 4 ayat (3) untuk SPDN
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 26 ayat (4) untuk SPLN BUT
Pasal 26 ayat (1) dan (2) untuk SPLN non BUT.
Objek Pajak SPDN adalah Penghasilan, yaitu: Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
(Pasal 4 ayat (1) UU PPh)
Definisi penghasilan tersebut mencakup elemen-elemen sbb:
Semua jenis penghasilan dalam pengertian ekonomis, (Global income taxation: semua jenis penghasilan juridis)
Semua saat pengakuan (cash basis atau accrual basis),
Semua sumber geografis penghasilan (worldwide income),
Semua jenis cara pemanfaatannya,
Menerapkan konsep substance over form.
Cakupan Geografis Pemajakan
Penghasilan
Objek Pajak SPLN non BUT (taxing the foreigner) (Pasal 26 ayat (1) dan (2) UU PPh):
Bentuk penerapan Source Principle.
Karakteristik Outbound Income:
1. Penghasilan tertentu (positive list),
2. Dengan nama dan dalam bentuk apapun (substance over form),
3. Yang dibayarkan atau yang terutang (cash atau accrual basis),
4. Dari badan pemerintah, SPDN, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya,
5. Diperoleh WPLN selain BUT di Indonesia.
Pajak terutang: 20% dari jumlah bruto, 20% dari perkiraan penghasilan neto
1. Tuan Amin seorang WNI memperoleh bunga dari Tuan Soleh di Jakarta sebesar Rp.15 juta.
Jawab : Indonesia berhak memajaki Tuan Amin menggunakan yuridiksi domisili dan juga yuridiksi sumber.
2. Tuan Steven warga negara Singapore memperoleh bunga dari Tuan Soleh di Jakarta sebesar Rp. 30 juta.
Jawab : Indonesia berhak memajaki Tn. Steven berdasarkan yuridiksi sumber dan Singapore juga berhak
memajaki berdasarkan yuridiksi domisili.
3. Mr. Steven warga Wn. Singapore adalah seorang pegawai sebuah konsultan keuangan di Singapore melakukan
pemberian jasa konsultasi bidang investasi keuangan pada beberapa pengusaha UKM di Indonesia. Selama
tahun 2009 kegiatan dilakukan sebanyak 15 kali selama 5 hari setiap satu kali kegiatan. Fee yang diterima Mr.
Steven selama tahun 2009 sebesar Rp. 500 juta. Berdasarkan yuridiksi pemajakan, negara mana yang berhak
memajaki dan berapa PPh terutang bila diasumsikan tidak ada tax treaty antara Indonesia dan Singapore.
Jawab :
Tn. Steven merupakan WPLN (Wajib Pajak Luar Negeri) karena berada di Indonesia < 183 hari (15 kali x 5 hari =
75 hari).
Indonesia berhak memajaki Tn. Steven berdasarkan yuridiksi sumber dan Singapore berhak memjaki
berdasarkan yuridiksi domisili.
PPh terutang tahun 2009 = 20% x Rp. 500 juta ( tarif pajak pasal 26)= Rp. 100 juta
Pajak Int’l dalam UU PPh
Dimensi Pajak
Taxing the foreign Taxing the foreigner
income
Objek Pajak Pasal 4 ayat (1) minus Pasal 5 ayat (1) a, b, Pasal 26 ayat (1), (2)
ayat (3) dan c , dan (4)
Tarif Pajak Pasal 17 ayat (1) a Pasal 17 ayat (1) b Pasal 26 ayat (1), (2)
atau b , dan (4)
Pelunasan Pajak Self Assessment Self Assessment & Withholding
Withholding
BUT Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh:
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
SPLN Orang Pribadi
atau
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia SPLN Badan,
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
(Pasal 2 ayat (5) UU 36/2008)
Yuridiksi sumber yang merujuk pada pertalian fiskal objekif memberikan hak
pemajakan kepada negara tempat sumber penghasilan berada. Kewajiban pajak
yang berasal dari pertalian objektif terjadi karena subjek pajak terkait pada
sauveranitas teritorial, bukan secara pesonal ( sepenuhnya ) tetapi hanya sebatas
pada kepentingan ekonomi subjek pajak dengan negara sumber. Sehingga Indonesia
berhak untuk mengenakan pajak atas semua penghasilan yang berasal dari sumber di
Indonesia
Pengertian Hukum Pajak Internasional
Pengertian hukum pajak ini terdapat tiga pendapat dari ahli hukum pajak, yaitu:
1. Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak internasional
adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah
nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan dari prinsif atau
kebiasaan yang telah diterima baik oleh negera-negara di dunia, untuk mengatur
soal-soal perpajakan dan di mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing.
2. Menurut pendapat Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional adalah suatu
kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam UU Nasional
mengenai pemajakan terhadap orang-orang luar negeri, peraturan-peraturan
nasional untuk menghindarkan pajak ganda dan traktat-traktat.
3. Sedangkan menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak internasional
sebenarnya merupakan hukum pajak nasional yang di dalamnya mengacu
pengenaan terhadap orang asing. Maka hukum pajak internasional juga merupakan
norma-norma yang mengatur perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai
objeknya maupun subjeknya.
Pengertian Hukum Pajak Internasional
Di negara-negara Anglo Saxon berlaku pengertian Hukum Pajak Internasional yang dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu :
a. National External Tax Law (Auszensteuerrecht)
National External Tax Law, merupakan bagian dari pajak nasional yang memuat ketentuan-
ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai daya kerja sampai keluar batas-
batas negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik obyek maupun subyeknya. Dilihat dari
sumber hukumnya, maka hukum ini merupakan hukum pajak nasional. Tetapi kalau dilihat
dari sasarannya, baik obyek maupun subyeknya, maka terdapat hukum pajak internasional,
karena daya kerja atau lingkup kuasanya melampaui batas-batas negara yang
bersangkutan dan menyangkut hukum internasional yang memungkinkan terjadinya
bentrokan hukum dengan negara lain.
Hukum pajak internasional dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaidah pajak berdasarkan
hukum antar negara seperti traktat-traktat konvensi dan lain sebagainya, dan berdasarkan prinsip-
prinsip hukum pajak yang telah lazim diterima baik oleh negara-negara di dunia, yang mempunyai
tujuan mengatur soal perpajakan antar negara yang saling mempunyai kepentingan.
Hukum pajak internasional dalam arti luas adalah keseluruhan kaidah yang berdasarkan traktat,
konvensi-konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima baik oleh negara-negara di dunia
maupun kaidah-kaidah nasional yang objeknya adalah pengenaan pajak yang mengandung
adanya unsur-unsur asing, yang dapat menimbulkan bentrokan hukum antara dua negara atau
lebih.
Dari beberapa pengertian diatas, maka hukum pajak internasional merupakan suatu aturan-aturan
yang berlaku bagi negara-negara yang saling berkepentingan, yang berkaitan dengan subyek pajak
atau obyek pajak asing, berkaitan dengan hak perolehan pajak yang mengikat subjek atau objek
tersebut.
Dimensi Internasional Aplikasi
Yurisdiksi
Transaksi transnasional dapat berupa :
- Transaksi keluar dari (outbound transactions)
Merujuk kepada perlakuan perpajakan atas penghasilan yang diperoleh atau
diterima WPDN dari menjalankan usaha/melakukan kegiatan) atau dari
investasi diluar Indonesia.
Atas transaksi keluar, Indonesia mengenakan pajak berdasarkan yurisdiksi
domisili.
Dalam P3B antara dua negara, pada dasarnya adalah hukum internasional yang
tunduk pada aturan konvensi internasional yang diatur dalam konvensi Wina.
Aliran mengenai hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional
adalah :
1. Aliran tunggal (monist)
Yaitu hukum internasional dan hukum nasional merupakan bagian dari undang-
undang domistik, dimana hukum internasional di atas hukum nasional.
2. Aliran dualist
Aliran ini berpendapat bahwa terdapat dua sistem perundang-undangan, yaitu
internasional dan nasional. Dan apabila terjadi persengketaan, maka
pengadilan akan memenangkan undang-undang nasional.