Anda di halaman 1dari 20

Pajak Internasional

Yurisdiksi Pemajakan dan Hukum Pajak Internasional


Pengantar Yurisdiksi
Yuridiksi adalah kewenangan untuk mengatur, berkenaan dengan subjek dan
objek yang berada dalam kekuasaan.
Yurisdiksi pemajakan (tax jurisdiction) adalah kedaulatan dalam bidang
perpajakan yang merupakan konsekuensi dari kedaulatan wilayah suatu negara
(Knechtle, 1979).
Owen (1980) dan Ongwamuhana (1991), Yurisdiksi pemajakan merupakan
kewenangan suatu negara untuk merumuskan dan memberlakukan ketentuan
perpajakan.
Teori justifikasi legal hak pemajakan (Martha, 1989):
a) Realistis / empiris > Physical power, rules based.
b) Etis / retributif > kontraprestasi, kontribusi kemerdekaan ekonomis, economic
allegiance.
c) Kontraktual > perjanjian tidak tertulis antara pemegang yurisdiksi dengan
subjek pajak.
d) Soverenitas > pelaksanaan yurisdiksi, atribut kedaulatan, political allegiance.
Pengantar Yurisdiksi
Hak pemajakan suatu negara terhadap yang diterima atau diperoleh
oleh warga negaranya baik yang bersumber dari dalam negeri dan luar
negeri maupun oleh warga negara asing yang bersumber dari dalam
negeri.
Yuridiksi Pemajakan ada 2 yaitu :
1. Yuridiksi Domisili : yaitu hak pemajakan yang didasarkan kepada
siapa yang memperoleh penghasilan (berorientasi hanya pada subjek
pajak).
2. Yuridiksi Sumber : yaitu hak pemajakan yang didasarkan kepada
objek penghasilan tersebut berada atau diperoleh (sumber
penghasilan berada/ terletak di Indonesia, berorientasi kepada objek
pajak).
Yurisdiksi Domisili
Mengutip Gunadi dalam Rosdiana dan Irianto (2012), sistem perpajakan di Indonesia membangun
yurisdiksi berdasarkan dua kaitan (pertalian) fiskal, yaitu (a) subjektif dan (b) objektif. Yurisdiksi
pemajakan yang mendasarkan pada pertalian subjektif disebut yurisdiksi domisili (status), sedangkan
yurisdiksi yang mendasarkan pada pertalian objektif disebut yurisdiksi sumber.
1. Yurisdiksi Domisili/Status (Penduduk atau Kewarganegaraan)
Negara berhak mengenakan pajak kepada orang pribadi atau badan karena berdomisili di negara
yang bersangkutan, atau karena status kewarganegaraannya. Sehingga negara bisa mengenakan
pajak penghasilan atas seluruh penghasilan dari seluruh dunia yang diterima oleh penduduknya
maupun oleh warga negara yang tidak menjadi penduduknya (misalnya warga negaranya namun
tinggal di negara lain).
Indonesia menganut prinsip domisili sebagaimana dituangkan dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a Undang-
undang Pajak Penghasilan:
Pasal 2
(3) Yang dimaksud Subjek Pajak dalam negeri adalah:
(a) orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia
lebih dari 183 (seratus depalan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia.
Yurisdiksi Sumber
2. Yurisdiksi sumber, negara berhak mengenakan pajak kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan
yang diperoleh dari negaranya. Indonesia menganut asas sumber sebagaimana tersirat dalam Pasal 26 UU PPh :
Pasal 26
1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan atau
yang terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha
tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto pihak yang wajib
membayarkan:
a. Dividen;
b. bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan;
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
2) Atas penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang
dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar negeri, dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari
perkiraan penghasilan neto.
Yurisdiksi

Negara Domisili (subjek pajak):


ABC Pajak atas penghasilan world-wide dari SPDN
Dimensi Taxing the foreign income;
Modal WP Indonesia: mekanisme self assessment diterapkan;
Negara Domisili

Penghasilan
Negara Sumber
$ Negara Sumber (objek pajak):
Pajak atas penghasilan yang bersumber di Indonesia;
Dimensi Taxing the foreigner’s income;
XYZ WPLN: mekanisme withholding tax diterapkan;

6
Cakupan Geografis Pemajakan
Penghasilan
 Objek Pajak dalam UU PPh:
 Pasal 4 ayat (1), tidak termasuk Pasal 4 ayat (3) untuk SPDN
 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 26 ayat (4) untuk SPLN BUT
 Pasal 26 ayat (1) dan (2) untuk SPLN non BUT.

Objek Pajak SPDN adalah Penghasilan, yaitu: Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
(Pasal 4 ayat (1) UU PPh)
Definisi penghasilan tersebut mencakup elemen-elemen sbb:
 Semua jenis penghasilan dalam pengertian ekonomis, (Global income taxation: semua jenis penghasilan juridis)
 Semua saat pengakuan (cash basis atau accrual basis),
 Semua sumber geografis penghasilan (worldwide income),
 Semua jenis cara pemanfaatannya,
 Menerapkan konsep substance over form.
Cakupan Geografis Pemajakan
Penghasilan
Objek Pajak SPLN non BUT (taxing the foreigner) (Pasal 26 ayat (1) dan (2) UU PPh):
 Bentuk penerapan Source Principle.
 Karakteristik Outbound Income:
1. Penghasilan tertentu (positive list),
2. Dengan nama dan dalam bentuk apapun (substance over form),
3. Yang dibayarkan atau yang terutang (cash atau accrual basis),
4. Dari badan pemerintah, SPDN, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya,
5. Diperoleh WPLN selain BUT di Indonesia.

Pajak terutang: 20% dari jumlah bruto, 20% dari perkiraan penghasilan neto

Mekanisme pelunasan: pemotongan (withholding) oleh pihak yang wajib


membayarkan. (PER - 52/PJ/2009)
Yurisdiksi
Contoh Yurisdiksi Domisili dan Yurisdiksi Sumber

1. Tuan Amin seorang WNI memperoleh bunga dari Tuan Soleh di Jakarta sebesar Rp.15 juta.

Jawab : Indonesia berhak memajaki Tuan Amin menggunakan yuridiksi domisili dan juga yuridiksi sumber.

2. Tuan Steven warga negara Singapore memperoleh bunga dari Tuan Soleh di Jakarta sebesar Rp. 30 juta.

Jawab : Indonesia berhak memajaki Tn. Steven berdasarkan yuridiksi sumber dan Singapore juga berhak
memajaki berdasarkan yuridiksi domisili.

3. Mr. Steven warga Wn. Singapore adalah seorang pegawai sebuah konsultan keuangan di Singapore melakukan
pemberian jasa konsultasi bidang investasi keuangan pada beberapa pengusaha UKM di Indonesia. Selama
tahun 2009 kegiatan dilakukan sebanyak 15 kali selama 5 hari setiap satu kali kegiatan. Fee yang diterima Mr.
Steven selama tahun 2009 sebesar Rp. 500 juta. Berdasarkan yuridiksi pemajakan, negara mana yang berhak
memajaki dan berapa PPh terutang bila diasumsikan tidak ada tax treaty antara Indonesia dan Singapore.

Jawab :

 Tn. Steven merupakan WPLN (Wajib Pajak Luar Negeri) karena berada di Indonesia < 183 hari (15 kali x 5 hari =
75 hari).
 Indonesia berhak memajaki Tn. Steven berdasarkan yuridiksi sumber dan Singapore berhak memjaki
berdasarkan yuridiksi domisili.
 PPh terutang tahun 2009 = 20% x Rp. 500 juta ( tarif pajak pasal 26)= Rp. 100 juta
Pajak Int’l dalam UU PPh
Dimensi Pajak
Taxing the foreign Taxing the foreigner
income

Subjek Pajak SP DN SP LN BUT SP LN non BUT

Objek Pajak Pasal 4 ayat (1) minus Pasal 5 ayat (1) a, b, Pasal 26 ayat (1), (2)
ayat (3) dan c , dan (4)

Pengurang Pasal 6 dan 9 Pasal 5 ayat (2)

Tarif Pajak Pasal 17 ayat (1) a Pasal 17 ayat (1) b Pasal 26 ayat (1), (2)
atau b , dan (4)
Pelunasan Pajak Self Assessment Self Assessment & Withholding
Withholding

Penghilangan Pajak Pasal 24 (Metode


Berganda kredit, per country
limitation)
Subjek Pajak
Subek Orang Pribadi Badan
Pajak

SPDN Bertempat tinggal di Indonesia,  Didirikan, atau


(residen) Berada di Indonesia lebih dari 183 hari  Bertempat kedudukan di Indonesia.
dalam jangka waktu 12 bulan, atau (Pasal 2 ayat (3) b UU 36/2008)
Berada di Indonesia dan berniat untuk
bertempat tinggal di Indonesia
(Pasal 2 ayat (3) a UU 36/2008)

Kewajiban Pajak Subjektif: Kewajiban Pajak Subjektif:


Dimulai: saat orang pribadi dilahirkan, Dimulai pada saat badan didirikan atau
berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di bertempat kedudukan di Indonesia
Indonesia, Berakhir pada saat dibubarkan atau tidak
Berakhir pada saat meninggal dunia atau lagi bertempat kedudukan di Indonesia
meninggalkan Indonesia untuk selama- (Pasal 2A ayat (2) a UU 10/1994)
lamanya.
(Pasal 2A ayat (1) UU 10/1994)
Subjek Pajak
Subjek Pajak Orang Pribadi Badan

SPLN (non  Tidak bertempat tinggal di Indonesia,  Tidak didirikan, dan


residen) atau  Tidak bertempat kedudukan di
 Berada di Indonesia tidak lebih dari 183 Indonesia.
hari dalam jangka waktu 12 bulan (Pasal 2 ayat (4) UU 36/2008)
(Pasal 2 ayat (4) UU 36/2008)
Melalui / Tidak melalui BUT

Kewajiban Pajak Subjektif: Kewajiban Pajak Subjektif:


Dimulai pada saat orang pribadi Dimulai pada saat badan menerima atau
menerima atau memperoleh penghasilan memperoleh penghasilan dari Indonesia,
dari Indonesia, Berakhir pada saat badan tidak lagi
Berakhir pada saat orang pribadi tidak menerima atau memperoleh penghasilan
lagi menerima atau memperoleh tersebut.
penghasilan tersebut. (Pasal 2A ayat (4) UU 10/1994)
(Pasal 2A ayat (4) UU 10/1994)
Subjek Pajak
Subjek Pajak Orang Pribadi Badan

BUT Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh:
 orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
 SPLN Orang Pribadi
atau
 badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia  SPLN Badan,
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
(Pasal 2 ayat (5) UU 36/2008)

Kewajiban Pajak Subjektif:


 Dimulai pada saat orang pribadi atau badan menjalankan usaha atau kegiatan melalui
suatu Bentuk Usaha Tetap.
 Berakhir pada saat orang pribadi atau badan tidak lagi menjalankan usaha atau kegiatan
melalui suatu Bentuk Usaha Tetap
(Pasal 2A ayat (3) UU 10/1994)
Bentuk Usaha Tetap (BUT)

 Tempat kedudukan manajemen; cabang perusahaan; kantor perwakilan;


 gedung kantor; pabrik; bengkel; gudang;
 ruang untuk promosi dan penjualan;
 pertambangan dan penggalian sumber alam;
 wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
 perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan,atau kehutanan;
 proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; jasa dalam bentuk apa pun
oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
 orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas; agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia; dan
 komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan
kegiatan usaha melalui internet.
Cakupan Geografis Pemajakan
Penghasilan
Cakupan geografis pemajakan penghasilan merupakan yuridiksi pemajakan Yuridiksi
pemajakan ini mempunyai kedaulatan dalam bidang perpajakan yang merupakan
konsekuensi dari kedaulatan wilayah suatu negara. Yuridiksi dapat terbagi menjadi dua
yaitu:
 Yuridiksi domisili dapat berlaku atas semua orang pribadi yang bertempat tinggal,
berada atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia baik orang tersebut warga
negara Indonesia maupun warga negara asing. Demikian juga dengan badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia. Karena hak pemajakan Indonesia
didasarkan atas pertalian personal subjek pajak maka sesuai dengan kelaziman
Internasional, negara tersebut dibenarkan untuk mempeluas pengenan pajak atas
penghasilan dari manapun diperoleh ( penghasilan global ).

 Yuridiksi sumber yang merujuk pada pertalian fiskal objekif memberikan hak
pemajakan kepada negara tempat sumber penghasilan berada. Kewajiban pajak
yang berasal dari pertalian objektif terjadi karena subjek pajak terkait pada
sauveranitas teritorial, bukan secara pesonal ( sepenuhnya ) tetapi hanya sebatas
pada kepentingan ekonomi subjek pajak dengan negara sumber. Sehingga Indonesia
berhak untuk mengenakan pajak atas semua penghasilan yang berasal dari sumber di
Indonesia
Pengertian Hukum Pajak Internasional

Pengertian hukum pajak ini terdapat tiga pendapat dari ahli hukum pajak, yaitu:
1. Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak internasional
adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik berupa kaedah-kaedah
nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar negara dan dari prinsif atau
kebiasaan yang telah diterima baik oleh negera-negara di dunia, untuk mengatur
soal-soal perpajakan dan di mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing.

2. Menurut pendapat Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional adalah suatu
kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam UU Nasional
mengenai pemajakan terhadap orang-orang luar negeri, peraturan-peraturan
nasional untuk menghindarkan pajak ganda dan traktat-traktat.

3. Sedangkan menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak internasional
sebenarnya merupakan hukum pajak nasional yang di dalamnya mengacu
pengenaan terhadap orang asing. Maka hukum pajak internasional juga merupakan
norma-norma yang mengatur perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai
objeknya maupun subjeknya.
Pengertian Hukum Pajak Internasional

Di negara-negara Anglo Saxon berlaku pengertian Hukum Pajak Internasional yang dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu :
a. National External Tax Law (Auszensteuerrecht)
National External Tax Law, merupakan bagian dari pajak nasional yang memuat ketentuan-
ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai daya kerja sampai keluar batas-
batas negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik obyek maupun subyeknya. Dilihat dari
sumber hukumnya, maka hukum ini merupakan hukum pajak nasional. Tetapi kalau dilihat
dari sasarannya, baik obyek maupun subyeknya, maka terdapat hukum pajak internasional,
karena daya kerja atau lingkup kuasanya melampaui batas-batas negara yang
bersangkutan dan menyangkut hukum internasional yang memungkinkan terjadinya
bentrokan hukum dengan negara lain.

b. Foreign Tax Law (Auslandisches Steuerretch)


Yang tercakup dalam pengertian ini adalah keseluruhan perundang-undangan dan
peraturan-peraturan pajak dari negara-negara yang ada di seluruh dunia. Dan pengertian ini
senada dengan yang diungkapkan oleh Rossendorf yang menyatakan bahwa hukum pajak
internasional adalah keseluruhan hukum pajak nasional dari semua negara yang ada di
dunia. Foreign Tax Law digunakan dalam melakukan comparative tax law study, dan
diperlukan apabila kita hendak melakukan suatu perjanjian transaksi dengan negara lain.
Pengertian Hukum Pajak Internasional

c. International Tax Law


International Tax Law ini dibedakan menjadi hukum pajak internasional dalam arti
sempit dan hukum pajak internasional dalam arti luas.

 Hukum pajak internasional dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaidah pajak berdasarkan
hukum antar negara seperti traktat-traktat konvensi dan lain sebagainya, dan berdasarkan prinsip-
prinsip hukum pajak yang telah lazim diterima baik oleh negara-negara di dunia, yang mempunyai
tujuan mengatur soal perpajakan antar negara yang saling mempunyai kepentingan.

 Hukum pajak internasional dalam arti luas adalah keseluruhan kaidah yang berdasarkan traktat,
konvensi-konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima baik oleh negara-negara di dunia
maupun kaidah-kaidah nasional yang objeknya adalah pengenaan pajak yang mengandung
adanya unsur-unsur asing, yang dapat menimbulkan bentrokan hukum antara dua negara atau
lebih.

Dari beberapa pengertian diatas, maka hukum pajak internasional merupakan suatu aturan-aturan
yang berlaku bagi negara-negara yang saling berkepentingan, yang berkaitan dengan subyek pajak
atau obyek pajak asing, berkaitan dengan hak perolehan pajak yang mengikat subjek atau objek
tersebut.
Dimensi Internasional Aplikasi
Yurisdiksi
Transaksi transnasional dapat berupa :
- Transaksi keluar dari (outbound transactions)
Merujuk kepada perlakuan perpajakan atas penghasilan yang diperoleh atau
diterima WPDN dari menjalankan usaha/melakukan kegiatan) atau dari
investasi diluar Indonesia.
Atas transaksi keluar, Indonesia mengenakan pajak berdasarkan yurisdiksi
domisili.

- Transaksi masuk ke (inbound transactions)


Penghasilan dari usaha dan kegiatan yang dikenakan pajak berdasarkan
kriteria ambang batas (BUT).
Penghasilan WPLN dari investasi di Indonesia dikenakan pajak berdasarkan
sistem pemotongan (withholding system) dengan basis bruto dan tarif
proporsional (20%) atau sesuai dengan tarif P3B yang berlaku.
Hubungan Antara Hukum Internasional dan Hukum
Nasional

Dalam P3B antara dua negara, pada dasarnya adalah hukum internasional yang
tunduk pada aturan konvensi internasional yang diatur dalam konvensi Wina.
Aliran mengenai hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional
adalah :
1. Aliran tunggal (monist)
Yaitu hukum internasional dan hukum nasional merupakan bagian dari undang-
undang domistik, dimana hukum internasional di atas hukum nasional.
2. Aliran dualist
Aliran ini berpendapat bahwa terdapat dua sistem perundang-undangan, yaitu
internasional dan nasional. Dan apabila terjadi persengketaan, maka
pengadilan akan memenangkan undang-undang nasional.

Anda mungkin juga menyukai