Anda di halaman 1dari 5

TUGAS II

MATA KULIAH
STUDI KASUS PERPAJAKAN II

Ricky Wijaya
UNIVERSITAS TERBUKA
NIM 030820119
PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA BANK DAN FENOMENA BANK
SYARIAH DITINJAU DARI ASAS KEADILAN

Pajak Penghasilan atas Bunga Bank

Berdasarkan pasal 4 ayat 1 huruf F Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang perubahan
terakhir UU PPh mengatur bahwa yang menjadi obyek pajak adalah penghasilan. Setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, di antaranya bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
Pasal 23 ayat 1 butir a (2) lebih lanjut mengatakan bahwa atas penghasilan dengan nama dan
dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subyek pajak badan dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya terhadap wajib
pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib
membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto diantaranya atas bunga
termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
Mengacu pada dua ketentuan di atas, apabila meminjamkan uang dan menerima kompensasi
uang berupa bunga maka atas penghasilan ini seharusnya dikenakan pajak dengan
pemotongan tarif pajak penghasilan.

Bank Syariah

Berdasarkan Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank


Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan
menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan (penyimpanan dana
dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya) berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga Dewan Syariah Nasional (DSN) yang memiliki kewenangan dalam
penetapan fatwa di bidang syariah.
Berbeda dengan Bank Konvensional, pembagian keuntungan Bank Syariah tidak dilakukan
dengan sistem bunga tetapi menggunakan sistem bagi hasil. Dari Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), bagi hasil adalah pemberian perolehan suatu usaha kepada mitra usaha
atas keikutsertaan modal atau kerja pengelolaan dalam jumlah yang ditentukan bersama
sebelumnya. Besarnya penentuan nisbah bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan
sesuai kesepakatan bersama dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (an-tarodhin) antara
masing-masing pihak tanpa unsur paksaan.

Prinsip Keadilan (Equity)

Pajak adalah pungutan yang dibayar oleh Wajib Pajak untuk negara dan akan digunakan
untuk kepentingan pemerintah, negara dan masyarakat umum. Agar perubahan dan perbaikan
berlangsung terus menerus maka dibutuhkan upaya penerapan pelayanan terbaik yang
mengadaptasi prinsip-prinsip perpajakan. Dalam mendukung kelancaran sistem pemungutan
pajak agar berjalan efektif, pemungutan pajak harus dijalankan dalam prisip atau asas
keadilan.
Keadilan vertikal maupun keadilan horizontal dalam pemungutan pajak harus dipenuhi.
Prinsip keadilan intinya memperhatikan pengenaan pajak secara umum serta sesuai dengan
kemampuan Wajib Pajak atau sebanding dengan tingkat penghasilannya. Keadilan horizontal
yaitu pembayar pajak dengan kondisi sama atau sejajar akan dikenai beban pajak yang sama.
Sementara keadilan horizontal yaitu ketika pembayar pajak dengan jumlah penghasilan lebih
besar akan menanggung beban pajak lebih besar dibanding pembayar pajak dengan
penghasilan kecil.

Analisis

Dengan pertimbangan jenis transaksi yang paling dominan yang dilakukan para pelaku
transaksi syariah, maka secara khusus akan lebih membahas transaksi murabahah.
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Penghasilan Objek Pajak Penghasilan
Pembiayaan murabahah menggunakan prinsip jual beli sehingga memunculkan margin yang
merupakan selisih antara dana yang diberikan dengan total dana yang harus dikembalikan
oleh penerima dana.
Ketentuan pemajakan atas transaksi murabahah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah. Karena terkait
dengan pembiayaan, bukan semata-mata transaksi jual beli, maka terhadap margin tersebut
diperlakukan sebagai penghasilan yang merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan.
Dalam hal penerima penghasilan merupakan subjek pajak dalam negeri, sesuai dengan
ketentuan pasal 23 UU PPh, akan dipotong PPh Pasal 23 dengan tarif 15%. Apabila penerima
penghasilan tidak memiliki NPWP maka akan dipotong PPh pasal 23 sebesar 100% lebih
tinggi dari tarif normal. Sedangkan jika penerima penghasilan merupakan subjek pajak luar
negeri maka akan dikenakan PPh pasal 26 dengan tarif 20% atau tarif sesuai dengan tax
treaty.
Namun demikian, dalam hal transaksi murabahah dilakukan oleh Bank Syariah sebagai
penjual maka atas margin tersebut tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23, hal ini sesuai
dengan ketentuan pasal 23 ayat (4) UU Pajak Penghasilan dimana dalam ketentuan tersebut
diatur bahwa penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank tidak dilakukan
pemotongan PPh Pasal 23. Sampai saat ini ketentuan perpajakan belum mengatur secara
khusus saat pengakuan penghasilan dalam transaksi murabahah yang dilakukan Bank
Syariah.

Penghasilan Objek Pajak Pertambahan Nilai


Dengan berlakunya UU No 42 tahun 2009, perlakuan PPN untuk transaksi pembiayaan
murabahah yang selama ini menjadi ganjalan menjadi lebih jelas. Bank Syariah tidak perlu
memungut PPN atas penyerahan barang kena pajak kepada pembeli akhir. Berdasarkan Pasal
1 A ayat (1) huruf h UU No 42 Tahun 2009 penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha
Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip
syariah, penyerahannya dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang
membutuhkan Barang Kena Pajak.
Contoh : dalam transaksi murabahah, bank syariah bertindak sebagai penyedia dana untuk
membeli sebuah kendaraan bermotor dari Pengusaha Kena Pajak A atas pesanan nasabah
bank syariah (Tuan B). Meskipun berdasarkan prinsip syariah, bank syariah harus membeli
dahulu kendaraan bermotor tersebut dan kemudian menjualnya kepada Tuan B, berdasarkan
Undang-Undang ini, penyerahan kendaraan bermotor tersebut dianggap dilakukan langsung
oleh Pengusaha Kena Pajak A kepada Tuan B.
Kesimpulan

Berlakunya Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun


2009, memberikan angin segar bagi pelaku transaksi syariah. Pasalnya kedua Undang
Undang ini mulai mengatur perlakuan perpajakan secara khusus atas transaksi syariah,
sehingga lebih memberikan kepastian hukum perlakuan perpajakan transaksi syariah yang
selama ini terjadi terdapat perbedaan persepsi mengenai perlakuan perpajakan antara para
pelaku transaksi syariah dan Direktorat Jenderal pajak.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dalam Pasal 31D memerintahkan untuk
membentuk Peraturan Pemerintah yang mengatur perlakuan Pajak Penghasilan atas transaksi
kegiatan Usaha Berbasis Syariah dipersamakan dengan atau sebagaimana yang berlaku atas
transaksi sepadan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam industri yang sama yang
berdasarkan sistem konvensional yang memenuhi asas keadilan.

Daftar Pustaka:

Lukman Hakim Nasution, Harmanti. 2016. Materi pokok studi kasus perpajakan II.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka
https://www.pajak.go.id/id/pph-pasal-4-ayat-2
https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/4-prinsip-pajak-di-indonesia/
https://pajakpribadi.com/2017/03/01/bunga-pinjaman-terkena-pajak-penghasilan/
https://bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/12245-aspek-
perpajakan-transaksi-murabahah-pasca-perubahan-undang-undang-perpajakan

Anda mungkin juga menyukai