Anda di halaman 1dari 125

Laboratorium Akuntansi Lanjut B

Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN


NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN


Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan terakhir atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan yang mengatur mengenai Pajak
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan. Undang-Undang
ini mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak.
Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam Undang-
Undang disebut Wajib Pajak, yang dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam
bagian tahun pajak apabila pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak
(Pasal 1).

B. 4 KELOMPOK PENGHASILAN
1. Penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3. Penghasilan dari modal, jasa dan sewa atau penggunaan harta.
4. Penghasilan lain-lain.

C. SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 2)


Subjek Pajak Penghasilan dibedakan menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri (orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari atau sama dengan 183 hari dalam jangka waktu
12 bulan) dan Wajib Pajak Luar Negri (orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan), yang meliputi:
 Orang Pribadi,
 Warisan Yang Belum Terbagi,
 Badan, dan
 Bentuk Usaha Tetap

D. TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 3)


1. Kantor perwakilan negara asing.
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga
1
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di


luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik.
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya
berasal dari iuran para anggota.
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan Menteri
Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

E. PENGHASILAN YG TERMASUK OBJEK PAJAK PENGHASILAN


( Pasal 4 ayat 1)
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-undang ini.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

2
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu


yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
s. Surplus Bank Indonesia.

F. PENGHASILAN YANG DIKENAI PAJAK BERSIFAT FINAL (Pasal 4 ayat 2)


1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi.
2. Penghasilan berupa hadiah undian.
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura.
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan
5. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

G. PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK PENGHASILAN


(Pasal 4 ayat 3)
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan harta hibahan.
2. Warisan yang sudah terbagi.
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham
atau sebagai pengganti penyertaan modal.
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau

3
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang
dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit).
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa.
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan
bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang- bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau
kegiatan di Indonesia, dengan syarat tertentu.
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang
telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa
lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.

4
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

H. PENGHASILAN KENA PAJAK / PKP (pasal 6)


Bagi Wajib Pajak Dalam Negri (WPDN) pada dasarnya terdapat 2 cara untuk menentukan
besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu:
1. Cara Biasa (Cara Pembukuan) yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-
biaya yang diperkenankan, antara lain:
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
b. Biaya penyusutan dan amortisasi.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta.
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing.
f. Natura didaerah tertentu.
g. Biaya lain, seperti biaya perjalanan, biaya administrasi, biaya litbang yang
dilakukan di indonesia, biaya magang, dan biaya pelatihan.

2. Dengan Norma Penghasilan Neto


Besarnya persentase norma ditentukan bedasarkan keputusan dirjen pajak, norma
perhitungan penghasilan neto boleh digunakan wajib pajak yang peredaran usaha
brutonya kurang dari Rp 4.800.000.000 setahun dengan syarat memberitahukan
kepada Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak
yang bersangkutan (pasal 14).

I. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pengurang penghasilan neto,
yang hanya diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) sebagai WPDN. Sesuai
dengan pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Menteri
Keuangan diberikan wewenang untuk menetapkan penyesuaian besarnya Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

5
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Batasan PTKP ini berlaku mulai pada tanggal 27 Juni 2016 melalui Peraturan
Menteri Keuangan RI Nomor : 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya
Penghasilan Tidak Kena Pajak menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
122/PMK.010/2015.
NO Jenis Penghasilan Tidak Kena Pajak Setahun Sebulan
Rp
1 Wajib Pajak Orang Pribadi Rp 4.500.000
54.000.000
Rp
2 Tambahan Untuk Wajib Pajak Kawin Rp 375.000
4.500.000
Istri yang penghasilannya digabung dengan Rp
3 Rp 4.500.000
penghasilan suami 54.000.000
Tambahan anggota keluarga sedarah,
semenda dalam garis keturunan lurus Rp
4 Rp 375.000
(vertikal), serta anak angkat yang menjadi 4.500.000
tanggungan sepenuhnya, maksimal 3 orang

Catatan :
1. Dalam hal Karyawati kawin (bekerja pada suatu pemberi kerja), PTKP yang
dikurangkan hanya untuk dirinya sendiri. (asumsi: suami memiliki penghasilan).
2. Dalam hal tidak kawin pengurang PTKP selain untuk dirinya ditambah dengan
PTKP yang menjadi tanggungan sepenuhnya yaitu untuk setiap anggota sedarah,
semenda dalam garis keturunan lurus (vertikal) serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya maksimal 3 orang yang masing-masing besarnya
Rp4.500.000 setahun atau Rp 375.000 sebulan.
3. Bagi Karyawati kawin yang menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah
deaerah setempat (serendah-rendahnya dari kecamatan) bahwa suaminya tidak
menerima atau memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sebesar
Rp4.500.000 setahun atau Rp 375.000 sebulan, dan ditambah PTKP untuk keluarga
yang menjadi tanggungannya, paling banyak 3 orang masing-masing Rp 4.500.000
setahun atau Rp 375.000 sebulan.
4. Perhitungan besarnya PTKP ditentukan menurut keadaan wajib pajak pada awal
tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak.

Contoh:
1. Jika Tuan Jostein Carl adalah seorang karyawan swasta yang sudah menikah
dengan memiliki 4 orang anak, 2 anaknya sudah bekerja sedangkan 2 lainnya
belum bekerja, besarnya PTKP setahun untuk tahun 2020 adalah sbb :

6
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

(K/2) Jostein Carl status kawin dan 2 tanggungan


PTKP :
Wajib pajak orang pribadi Rp 54.000.000
Status Kawin Rp 4.500.000
Tanggungan 2 orang Rp 9.000.000+
Rp 67.500.000

2. Jika Sohyunie adalah seorang direktur yang belum menikah dan tinggal bersama
ibu dan 5 adiknya, besarnya PTKP setahun untuk tahun 2020 adalah sbb :
(TK/1) Sohyunie status (Tidak Kawin) dengan 1 tanggungan.
PTKP :
Wajib pajak orang pribadi Rp 54.000.000
Tanggungan 1 orang Rp 4.500.000 +
Rp 58.500.000

3. Jika Sang Tae adalah seorang manajer yang sudah menikah memiliki 1 orang anak
kandung yang sudah bekerja dan 2 orang anak angkat yang berumur 10 dan 14
tahun, sedangkan istrinya bekerja dan penghasilannya digabung. Maka besarnya
PTKP setahun untuk tahun 2020 adalah sbb :
(K/I/2) Sang Tae status (kawin) penghasilan istri digabung dengan 2 tanggungan
PTKP :
Wajib pajak orang pribadi Rp 54.000.000
Status Kawin Rp 4.500.000
Istri Rp 54.000.000
Tanggungan 2 orang Rp 9.000.000+
Rp 121.500.000

Catatan :
Pada tanggal 1 Januari 2020 Tuan Monggolli berstatus kawin dengan tanggungan 1
orang anak, apabila anak yang kedua lahir tanggal 2 Januari 2020, maka besarnya PTKP
yang diberikan kepada Tuan Monggoli untuk tahun pajak 2020 tetap dihitung
berdasarkan status kawin dengan 1 orang anak.

7
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

J. TARIF PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN


Tarif Progresif
Tarif pajak yang prosentasenya semakin besar apabila penghasilannya juga semakin
besar. Dengan pengenaan sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (pasal 17) yaitu
dengan lapisan-lapisan pengenaan pajak penghasilan sebagai berikut :
a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP)
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Batasan
Sampai dengan Rp 50.000.000 5% Rp 50.000.000
Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 15% Rp 200.000.000
Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25% Rp 250.000.000
Diatas Rp 500.000.000 30% ~

b. Untuk Wajib Pajak Badan


 Tarif PPh Pasal 17 ayat 1b UU No.36 Tahun 2008 diubah menjadi UU No.2
Tahun 2020 untuk Wajib Pajak Badan BUT sebesar 22%
 Tarif pemungutan pajak untuk Wajib Pajak Badan pasal 31 E UU No.2 Tahun
2020 digolongkan menjadi 3 sesuai dengan peredaran bruto perusahaan, yaitu:

Laba Penghasilan Cara Perhitungan


Lebih dari Rp 50.000.000.000 22% x PKP
(50% x 22%) x PKP dari bagian
peredaran bruto yang memperoleh
>Rp 4.800.000.000 s/d Rp fasilitas + 22% x PKP dari bagian
50.000.000.000 peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas
50% x 22% x PKP
0,5% x Omset Penjualan (sesudah 1
Sampai dengan Rp 4.800.000.000
Juli 2018)

Cara mencari PKP dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
4.800.000.000
= 𝑃𝐾𝑃
𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝐵𝑟𝑢𝑡𝑜

8
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

K. PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN


1. Cara Pembukuan (Cara Biasa)
a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (perseorangan)
Peredaran Usaha Rp xxx
Harga Pokok Penjualan Rp xxx –
Penghasilan Bruto Rp xxx
Biaya-biaya yang diperkenankan Rp xxx –
Penghasilan Neto Usaha Rp xxx
Penghasilan lain-lain Rp xxx +
Penghasilan Neto Dalam Negri Rp xxx
Penghasilan Neto Luar Negri Rp xxx +
Penghasilan Neto Rp xxx
Kompensasi kerugian (max 5 Thn) Rp xxx –
Penghasilan Neto setelah Kompensasi Rp xxx
PTKP Rp xxx –
PKP Rp xxx
PPh Terutang = PKP x tarif pasal 17

Contoh
Akang Baekhyun (K/2) adalah seorang penjual mie ayam di Cimahi. Menurut
pembukuan penghasilan dari usahanya pada tahun 2020 adalah sebesar Rp700.000.000
dengan harga pokok penjualan Rp 150.000.000. Biaya-biaya untuk memproduksi mie
ayam antara lain biaya operasional Rp 20.000.000 dan biaya administrasi Rp
10.000.000. Pada tahun 2020 Akang Baekhyun juga menerima penghasilan dari usaha
jasa sebesar Rp 15.000.000. Hitunglah berapa besarnya pajak penghasilan yang
terutang apabila masih terdapat kerugian tahun 2017 sebesar Rp10.000.000?
Perhitungan PPh Terutang :
Peredaran Usaha Rp 700.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 150.000.000 –
Penghasilan Bruto Rp 550.000.000
Biaya-biaya yang diperkenankan
(Biaya Opr dan Adm) Rp 30.000.000 -
Penghasilan Neto Usaha Rp 520.000.000
Penghasilan lain-lain Rp 15.000.000 +

9
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Penghasilan Neto Dalam Negri Rp 535.000.000


Penghasilan Neto Luar Negri Rp 0+
Penghasilan Neto Rp 535.000.000
Kompensasi kerugian (max 5 Thn) Rp 10.000.000 –
Penghasilan Neto setelah Kompensasi Rp 525.000.000
PTKP (K/2) Rp 67.500.000 –
PKP Rp 457.500.000
Pajak Penghasilan Terutang :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 207.500.000 = Rp 51.875.000 +
Rp 84.375.000

b. Untuk Wajib Pajak Badan


Peredaran Usaha Rp xxx
Harga Pokok Penjualan Rp xxx –
Penghasilan Bruto Rp xxx
Biaya-biaya yang diperkenankan Rp xxx –
Penghasilan Neto Usaha Rp xxx
Penghasilan lain-lain Rp xxx +
Penghasilan Neto Dalam Negri Rp xxx
Penghasilan Neto Luar Negri Rp xxx +
Penghasilan Neto Rp xxx
Kompensasi kerugian (max 5 Thn) Rp xxx –
PKP Rp xxx
PPh Terutang = PKP x Tarif Pasal 17

10
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh
PT. Terasing adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang furnitur. Berikut ini
adalah data keuangan tahun 2020 :
Penerimaan Bruto Rp 160.000.000.000
Persediaan 1 Januari 2019 Rp 100.000.000.000
Pembelian Rp 75.000.000.000
Persediaan 31 Januari 2019 Rp 65.700.000.000
Biaya Adm dan Opr Rp 300.000.000
Penghasilan lain-lain Rp 9.000.000.000
Kerugian Tahun 2017 Rp 700.000.000
Hitunglah besarnya pajak penghasilan terutang PT. Terasing pada tahun 2020 !

Perhitungan PPh Terutang :


Peredaran Usaha Rp 160.000.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 100.000.000.000 –
Penghasilan Bruto Rp 60.000.000.000
Biaya-biaya yang diperkenankan
(Biaya Opr dan Adm) Rp 300.000.000 -
Penghasilan Neto Usaha Rp 59.700.000.000
Penghasilan lain-lain Rp 9.000.000.000 +
Penghasilan Neto Dalam Negri Rp 68.700.000.000
Penghasilan Neto Luar Negri Rp 0+
Penghasilan Neto Rp 68.700.000.000
Kompensasi kerugian (max 5 Thn) Rp 700.000.000 –
PKP Rp 68.000.000.000
Penghasilan Terutang :
22% x Rp 68.000.000.000 = Rp 14.960.000.000

11
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

2. Cara Norma Penghitungan Penghasilan Netto


Contoh :
Mun Yeong (TK/3) selain membuka toko sepatu di Jakarta juga mempunyai usaha
lain yaitu usaha dari restoran. Mun Yeong mempunyai penghasilan bruto sebesar
Rp 800.000.000 terdiri dari 1⁄4 laba dari toko sepatu dan 3⁄4 laba dari usaha restoran.
Berapakah pajak penghasilan terutang bedasarkan norma perhitungan jika diketahui
prosentase norma untuk coffee shop 22% dan usaha butik baju 25%?
Perhitungan dengan norma perhitungan penghasilan neto :
Penghasilan neto :
 Toko Sepatu : 22% x Rp 200.000.000 = Rp 44.000.000
 Restoran : 25% x Rp 600.000.000 = Rp 150.000.000 +
Jumlah Penghasilan Neto = Rp 194.000.000
PTKP (TK/3) = Rp 67.500.000 –
PKP Rp 126.500.000

Pajak Penghasilan Terutang :


5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 76.500.000 = Rp 11.475.000 +
Rp 13.975.000

12
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. Tn. Olin menikah dengan Ny. Puput setelah 30 tahun menikah mereka mempunyai 3
orang anak yang berusia 28 tahun, 20 tahun dan 15 tahun. Tn. Olin juga tinggal bersama
adiknya yang tidak mempunyai penghasilan. Berapakah besarnya PTKP Tn. Olin tahun
2020 jika istrinya bekerja dan penghasilannya digabung ?

2. Tn. Antonius (TK/2) mempunyai usaha pabrik sepatu yang ditahun 2020 menghasilkan
pendapatan sebesar Rp 500.000.000 dengan HPP sebesar Rp 110.800.000 terdapat
biaya operasional dan biaya administrasi selama 2020 masing-masing sebesar Rp
8.600.000 dan Rp 3.400.000, selain itu toko sepatu di Jogja memperoleh penghasilan
sebesar Rp 150.000.000. Hitunglah besarnya pajak penghasilan terutang Tn. Antonius
apabila terdapat kerugian ditahun 2017 sebesar Rp 10.000.000 ?

3. Ny. Anya Geraldin berstatus kawin dan mempunyai 2 orang anak. Ia memiliki 2 jenis
usaha, usaha tersebut terdiri dari Butik Baju dan Laundry. Pada tahun 2020 Ny. Anya
Geraldin memperoleh laba sebesar Rp 500.000.000 dari Butik Baju dan Rp
160.750.000 dari Laundry . Berapakah besarnya pajak penghasilan terutang tahun 2020
jika prosentase norma untuk Coffee shop dan Street food masing-masing sebesar 40%
dan 35%, dan suaminya sudah tidak bekerja atau memperoleh penghasilan ?

4. PT. Akudankau adalah perusahaan yang bergerak dibidang Kuliner Nusantara. Berikut
ini adalah data keuangan PT. Akudankau selama tahun 2020 :
Peredaran Usaha Rp 250.800.000.000
HPP Rp 23.200.000.000
Biaya Opr dan Adm Rp 120.750.000
Kerugian Tahun 2017 Rp 350.000.000
Penghasilan lain-lain Rp 7.930.000.000
Hitunglah besarnya pajak penghasilan terutang PT. Akudankau pada tahun 2020 !

13
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

5. Ibu Tiffany memperoleh penghasilan Neto selama tahun 2020 sebesar Rp 320.000.000.
Hitunglah besarnya pajak penghasilan terutang Ibu Tiffany jika ia tinggal bersama
ibunya, adiknya, suami yang masih bekerja dan 3 orang anaknya !

6. Tuan Amirul (K/1) memiliki beberapa usaha, antara lain furniture dan objek wisata
alam dengan penghasilan bruto sebesar Rp 500.000.000 yang terdiri dari 1⁄3 laba dari
Taman Raya dan 3⁄4 dari Toko Furniture miliknya. Hitunglah besarnya pajak
penghasilan terutang tahun 2020 jika prosentase norma untuk Taman Raya 25 % dan
Toko Furniture sebesar 28% !

7. Tn. Ahn Jaehyun adalah seorang manajer di sebuah perusahaan PT. A yang sudah
menikah dan memiliki 2 orang anak, ia juga tinggal bersama ibu mertuanya, pada
tanggal 30 Januari 2020 istrinya melahirkan anak keduanya. Berapakah besarnya PTKP
Tn. Ahn Jaehyun tahun 2020?

8. Saet Byul (TK/1) adalah seorang desainer baju yang memiliki penghasilan bruto selama
tahun 2020 sebesar Rp 350.500.000. Biaya yang diperkenankan untuk produksi sepatu
tersebut adalah Rp 10.300.000. Pada tahun 2013 Saet Byul masih memiliki sisa
kerugian atas usahanya sebesar Rp 8.000.000. Berapakah besarnya pajak penghasilan
terutang Saet Byul tahun 2020 ?

14
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, yang selanjutnya
disebut PPH Pasal 21, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang- Undang
No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang sudah diperbaharui dengan Undang-
Undang No. 36 tahun 2008 dan diubah terakhir dengan PER-16/PJ/2016.

B. PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


1. Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi atau badan, baik induk maupun cabang;
2. Bendaharawan pemerintah baik Pusat maupun Daerah;
3. Lembaga dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja BPJS, dan
badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala, dan tunjangan hari
tua (THT) atau jaminan hari tua (JHT);
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaaan bebas serta badan
yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang
pribadi dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan, dan
pegawai magang;
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan.

C. DIKECUALIKAN SEBAGAI PEMOTONG PAJAK


1. Kantor perwakilan negara asing;
2. Organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan;
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan
rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.

15
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

D. WAJIB PAJAK
1. Pegawai, dewan komisaris, pengawas dan pegawai yang bekerja berdasarkan
kontrak.
2. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas.
3. Peserta kegiatan
4. Penerima pensiun.
5. Penerima tunjangan, termasuk uang lembur, THR, jasa produksi, tantiem,
gratifikasi, honorarium, komisi, uang saku, hadiah dan imbalan sejenis lainnya.
6. Penerima upah harian, mingguan, satuan, dan borongan.
Catatan:
PPh Pasal 21 dipotong atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri (WPDN), yaitu WNI dan WNA yang tinggal di Indonesia ≥ 183 hari.
Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri (WPLN) dipotong PPh Pasal
26.

E. YANG TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK


 Pejabat perwakilan diplomatik atau pejabat Negara asing.
 Orang-orang yang diperbantukan kepada pejabat tersebut yang bekerja dan
bertempat tinggal bersama mereka.
 Pejabat perwakilan organisasi Internasional dengan keputusan Menteri
Keuangan dengan syarat:
a. Bukan Warga Negara Indonesia (WNI)
b. Tidak menerima/memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di
Indonesia.

F. OBJEK PAJAK
1. Penghasilan teratur, terdiri dari :
 Gaji, upah, honorarium.
 Uang pensiun bulanan.
 Premi asuransi bulanan yang dibayarkan oleh pemberi kerja.
 Tunjangan-tunjangan.
 Hadiah, beasiswa.
 Uang lembur, uang sokongan, uang tunggu.
 Penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.
2. Penghasilan Tidak Teratur, terdiri dari:
 Bonus, gratifikasi, tantiem.
 Jasa produksi.
16
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

 Tunjangan Hari Raya (THR), tunjangan cuti.


 Premi tahunan.
 Penghasilan sejenis lainnya yang bersifat tidak teratur.
3. Penerima upah, terdiri dari:
 Upah harian.
 Upah mingguan.
 Upah satuan.
 Upah borongan.
4. Penghasilan yang bersifat final, terdiri dari:
 Tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan.
 Pemain music, MC, penyayi, bintang film.
 Olahragawan.
 Agen iklan.
 Peserta perlombaan.
 Petugas dinas luar asuransi.
 Petugas penjaja barang dagangan (sales).
 Peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan.
 Distributor perusahaan MLM direct selling.

G. YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK


1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa;
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam objek pajak di atas;
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan dan penyelenggara taspen dan BPJS yang dibayar oleh
pemberi kerja;
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
5. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

H. PENGURANG PENGHASILAN BRUTO


Untuk menentukan berapa besarnya penghasilan neto pegawai tetap maka penghasilan
bruto dikurangi :
a. Biaya Jabatan, yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, dengan jumlah maksimum
yang diperkenankan Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 perbulan.
17
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada badan dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri keuangan dan badan
penyelenggara Tabungan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT) yang
dipersamakan dengan dana pensiun.

Catatan:
 Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari seorang
pegawai, maka penghasilan netonya terlebih dahulu dikurangi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
 Besarnya penghasilan neto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong PPh
21 adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun,
sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 200.000 sebulan atau
Rp 2.400.000 setahun.

CONTOH PERHITUNGAN PEMOTONGAN PPh Pasal 21


A. Pegawai/Karyawan Tetap Yang Memperoleh Gaji/ Upah Bulanan
Contoh Kasus 1:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap yang Memperoleh Gaji Bulanan
Abdul (K/1) adalah seorang pegawai PT. Maju Bersama. Ia memperoleh gaji perbulan
Rp 20.000.000, tunjangan transport Rp 550.000 dan tunjangan makan Rp 600.000. PT.
Maju Bersama mengikuti program BPJS dimana premi asuransi kecelakaan kerja dan
premi asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja sebesar 0,26% dan 0,4% dari total
gaji. Setiap bulan Abdul membayar iuran THT sebesar 2,00% dan iuran pensiun sebesar
1,00% dari total gaji. Berapakah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan
Abdul ditahun 2019 setiap bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:

Penghasilan Gaji Sebulan Rp 20.000.000


Tunjangan Transport Rp 550.000
Tunjangan Makan Rp 600.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 52.000
Premi Asuransi Kematian Rp 80.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 21.282.000

18
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 21.282.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 500.000
Iuran THT Rp 400.000
Iuran Pensiun Rp 200.000 +
Jumlah Pengurang Rp 1.100.000 -
Penghasilan Neto Sebulan Rp 20.182.000
Penghasilan Neto Setahun (12 x Rp 20.182.000) Rp 242.184.000

PTKP (K/1)
Wajib Pajak Rp 54.000.000
Status Kawin Rp 4.500.000
Tanggungan 1 orang Rp 4.500.000+
Rp 63.000.000-
Penghasilan Kena Pajak Rp 179.184.000

PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000


15% x Rp 129.184.000 = Rp 19.377.600+
Rp 21.877.600
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 21.877.600 ÷ 12 = Rp 1.823.133,33

Catatan:
 Untuk kasus seorang karyawan Indonesia (WPDN) yang memiliki kewajiban
subjektifnya sejak awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti bekerja pada
pertengahan tahun atau dalam tahun berjalan maka perhitungan PPh Pasal 21
atas penghasilan tidak perlu disetahunkan, hanya dikalikan dengan
banyaknya bulan bekerja dari karyawan yang bersangkutan.
 Sementara untuk karyawan asing (WPLN) yang memiliki kewajiban
subjektifnya sejak awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti bekerja pada
pertengahan tahun atau dalam tahun berjalan maka atas penghasilan tersebut
harus disetahunkan terlebih dahulu. Untuk lebih jelasnya lihat contoh soal
berikut:

19
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus 2:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap yang Mulai/Berhenti pada
Pertengahan Tahun
Bapak Jamil (K/2) bekerja pada PT. Jaya Abadi pada 1 september 2019. Setiap
bulannya PT. Jaya Abadi membayar gaji untuk Bapak Jamil sebesar Rp 17.350.000,
tunjangan makan Rp 550.000 dan tunjangan transport Rp 650.000. PT. Sumber
Makmur membayar premi asuransi kecelakaan kerja sebesar Rp 80.000 dan premi
asuransi kematian Rp 60.000. Setiap bulan Bapak Jamil membayar iuran THT sebesar
Rp 90.000 dan iuran pensiun Rp 75.000. Berapakah besarnya PPh Pasal 21 yang
terutang atas penghasilan Bapak Jamil setiap bulannya?
Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:
Penghasilan Gaji Sebulan Rp 17.350.000
Tunjangan Transport Rp 650.000
Tunjangan Makan Rp 550.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 80.000
Premi Asuransi Kematian Rp 60.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 18.690.000

Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 18.690.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 500.000
Iuran THT Rp 90.000
Iuran Pensiun Rp 75.000 +
Jumlah Pengurang Rp 665.000 -
Penghasilan Neto Sebulan Rp 18.025.000
Penghasilan Neto Setahun (4 x Rp 18.025.000) Rp 72.100.000

PTKP (K/2)
Wajib Pajak Rp 54.000.000
Status Kawin Rp 4.500.000
Tanggungan 2 orang Rp 9.000.000+
Rp 67.500.000-
Penghasilan Kena Pajak Rp 4.600.000

PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp 4.600.000 = Rp 230.000


PPh Pasal 21 sebulan : Rp 230.000 ÷ 4 = Rp 57.500

20
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus 3:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap yang Menerima Gaji Bulanan
bagi Orang Asing yang Menjadi WPDN yang Mulai/Berhenti pada Pertengahan
Tahun
Mr. Seina Mulyana (K/3) adalah warga Negara Amerika yang mulai bekerja di
Indonesia tanggal 1 Juli 2020 pada PT. Samsung. Ia mendapatkan penghasilan setiap
bulannya berupa gaji Rp 19.000.000, tunjangan jabatan Rp 800.000 dan tunjangan
keluarga Rp 900.000. Premi asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian
ditanggung oleh pemberi kerja masing-masing Rp 90.000 dan Rp. 80.000. Setiap bulan
Mr. Seina Mulyana membayar iuran THT sebesar Rp 70.000 dan iuran pensiun Rp
80.000. Berapakah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan Mr. Seina
Mulyana ditahun 2020?
Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:
Penghasilan Gaji Sebulan Rp 19.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 800.000
Tunjangan Keluarga Rp 900.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 90.000
Premi Asuransi Kematian Rp 80.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 20.870.000

Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp. 20.870.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 500.000
Iuran THT Rp 70.000
Iuran Pensiun Rp 80.000 +
Jumlah Pengurang Rp 650.000 -
Penghasilan Neto Sebulan Rp 20.220.000
Penghasilan Neto Setahun (12 x Rp 20.220.000) Rp 242.640.000

PTKP (K/3)
Wajib Pajak Rp 54.000.000
Status Kawin Rp 4.500.000
Tanggungan 3 orang Rp 13.500.000+
Rp 72.000.000-
Penghasilan Kena Pajak Rp 170.640.000

21
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000


15% x Rp 120.640.000 Rp 18.096.000+
Rp 20.596.000
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 20.596.000 ÷ 12 Rp 1.716.333,33

Catatan :
Ada beberapa perusahaan yang menanggung PPh Pasal 21 dari penghasilan
karyawannya dan ada yang memberikan tunjangan pajak. Perbedaannya adalah:
 Bila perusahaan memberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak tersebut
merupakan penghasilan karyawan yang bersangkutan dan harus
ditambahkan ke dalam penghasilan brutonya sebelum dilakukan perhitungan
PPh 21 atas penghasilan karyawan tersebut.
 Bila perusahaan menanggung PPh Pasal 21 dari karyawannya maka PPh Pasal
21 yang ditanggung perusahaan tersebut bukan merupakan penghasilan bagi
karyawan yang bersangkutan sehingga tidak ditambahkan ke dalam penghasilan
bruto karyawan tersebut dengan syarat bahwa PPh Pasal 21 karyawan yang
ditanggung perusahaan itu juga tidak boleh dianggap sebagai biaya bagi
perusahaan.

Contoh Kasus 4:
Perhitungan PPh Pasal 21 atas Karyawan yang Memperoleh Gaji Bulanan dan
Tunjangan Pajak
Yogi (K/2) adalah seorang pegawai PT. Indofood, sudah menikah dan memiliki 2 orang
anak kandung yang belum bekerja. Ia memperoleh gaji sebesar Rp 9.000.000 dan
tunjangan pajak Rp 60.000 per bulan. Yogi membayar iuran pensiun setiap bulannya
sebesar Rp 50.000. Berapakah PPh Pasal 21 yang ditanggung Yogi setiap bulannya?
Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:
Penghasilan Gaji Sebulan Rp 9.000.000
Tunjangan Pajak Rp 60.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 9.060.000

Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 9.060.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 453.000
Iuran Pensiun Rp 50.000 +
Jumlah Pengurang Rp 503.000 -
Penghasilan Neto Sebulan Rp 8.557.000
Penghasilan Neto Setahun (12 x Rp 8.557.000) Rp 102.684.000

22
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PTKP (K/2)
Wajib Pajak Rp 54.000.000
Status Kawin Rp 4.500.000
Tanggungan 2 orang Rp 9.000.000+
Rp 67.500.000-
Penghasilan Kena Pajak Rp 35.184.000

PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp 35.184.000 = Rp 1.759.200


PPh Pasal 21 sebulan : Rp 1.759.000 ÷ 12 = Rp 146.600

Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak sebesar Rp 146.600 – Rp 60.000 = Rp


86.600 ditanggung oleh pegawai tersebut dengan dipotongkan dari penghasilannya
perbulan.

Contoh Kasus 5:
Perhitungan PPh Pasal 21 atas Karyawan yang PPh Pasal 21-nya Ditanggung
Pemberi Kerja
Tn. Ari (K/3) bekerja pada PT. Sunsilk dengan penghasilan perbulan berupa gaji
sebesar Rp 13.500.000 dan tunjangan makan Rp 900.000 dan pajak ditanggung oleh
pemberi kerja. Setiap bulannya ia membayar iuran THT dan iuran pensiun masing-
masing sebesar Rp 80.000 dan Rp 90.000. Berapakah PPh Pasal 21 yang terhutang Tn.
Ari setiap bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhubung


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 13.500.000
Tunjangan Makan Rp 900.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 14.400.000
Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 14.400.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 500.000
Iuran THT Rp 80.000
Iuran Pensiun Rp 90.000 +
Jumlah Pengurang Rp 670.000 –
Penghasilan Neto Sebulan Rp 13.730.000
Pengasilan Neto Setahun (12 × Rp 13.730.000) Rp 164.760.000

23
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PTKP (K/3)
 Wajib Pajak = Rp 54.000.000

 Status Kawin = Rp 4.500.000

 Tanggungan 3 = Rp 13.500.000
orang
Rp 72.000.000 –
Penghasilan Kena Pajak Rp 92.760.000
PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp 42.760.000 Rp 6.414.000 +
Rp 8.914.000
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 8.914.000 ÷ 12 Rp 742.833

PPh Pasal 21 sebesar Rp 742.833 ini bukan merupakan penghasilan bagi pegawai (Tn.
Ari) sehingga tidak boleh mengurangi penghasilan dari pemberi kerja.

B. Pegawai/Karyawan Tetap Yang Memperoleh Gaji/ Upah Bulanan


Perhitungan Pajak penghasilan atas bonus, gratifikasi, THR, dan pemberian lain yang
bersifat tidak tetap dan biasanya diberikan sekali dalam setahun dapat dilihat pada
contoh berikut:

Contoh Kasus 1:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai yang Memperoleh Gaji dan Bonus
Bapak Rinaldi (K/2) adalah seorang pegawai tetap PT. Sejahtera. Ia memperoleh gaji
setiap bulannya Rp 3.000.000, serta mendapatkan tunjangan jabatan sebesar Rp
300.000 dan tunjangan keluarga sebesar Rp 200.000. Pemberi kerja membayarkan
premi asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian masing- masing sebesar
Rp 30.000 dan Rp 20.000. Bapak Rinaldi setiap bulannya harus membayar iuran
pensiun sebesar Rp 40.000 dan iuran THT sebesar Rp 70.000. Pada bulan Juni, Bapak
Rinaldi mendapatkan bonus sebesar Rp 2.000.000. Berapakah besarnya pajak terutang
atas gaji dan bonus yang diterima Bapak Rinaldi ?

24
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhubung


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 3.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 300.000
Tunjangan Keluarga Rp 200.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 30.000
Premi Asuransi Kematian Rp 20.000+
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 3.550.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 42.600.000
Bonus Rp 2.000.000 +
Penghasilan Bruto Gaji dan Bonus Rp 44.600.000

Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 44.600.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 2.230.000
Iuran Pensiun (Rp 40.000 x 12) Rp 480.000
Iuran THT (Rp 70.000 × 12) Rp 840.000+
Jumlah Pengurang Rp 3.550.000 –
Penghasilan Neto Setahun Rp 41.050.000
PTKP (K/2)
 Wajib Pajak = Rp 54.000.000
 Status Kawin =Rp 4.500.000
 Tanggungan 2 = Rp 9.000.000 +
Rp 67.500.000 -
Penghasilan Kena Pajak (Rp 26.450.000)

Dalam hal ini Bapak Rinaldi tidak membayar PPh Pasal 21, baik PPh Pasal 21 atas
bonus, gaji, maupun gaji dan bonus, karena PTKP lebih besar dari penghasilan neto
setahun.

25
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus 2:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai yang memperoleh Gaji dan Bonus
Deni (TK/0) adalah seorang pegawai tetap PT. Swallow. Ia memperoleh gaji setiap
bulannya Rp 20.000.000, serta mendapatkan tunjangan jabatan sebesar Rp700.000 dan
tunjangan keluarga sebesar Rp 400.000. Pemberi kerja membayarkan premi asuransi
kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian masing-masing sebesar Rp 90.000 dan
Rp 100.000. Deni setiap bulannya harus membayar iuran pensiun sebesar Rp 80.000
dan iuran THT sebesar Rp 40.000. Pada bulan Oktober, Deni mendapatkan bonus
sebesar Rp 10.000.000. Berapakah besarnya pajak terutang atas gaji dan bonus yang
diterima Deni?
a. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus:
Penghasilan Gaji Sebulan Rp 20.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 700.000
Tunjangan Keluarga Rp 400.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 90.000
Premi Asuransi Kematian Rp 100.000+
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 21.290.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 255.480.000
Bonus Rp 10.000.000 +
Penghasilan Bruto Gaji dan Bonus Rp 265.480.000

Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp. 265.480.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 6.000.000
Iuran Pensiun (Rp 80.000 x 12) Rp 960.000
Iuran THT (Rp 40.000 x 12) Rp 480.000 +
Jumlah Pengurang Rp 7.440.000 -
Penghasilan Neto Setahun Rp 258.040.000
PTKP (TK/0)
Wajib Pajak = Rp 54.000.000
Rp 54.000.000-
Penghasilan Kena Pajak Rp 204.040.000
PPh Pasal 21 terutang atas Gaji : 5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp 154.040.000 Rp 23.106.000+
Rp 25.606.000

26
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

b. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji :


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 20.000.000

Tunjangan Jabatan Rp 700.000


Tunjangan Keluarga Rp 400.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 90.000
Premi Asuransi Kematian Rp 100.000+
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 21.290.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 255.480.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp. 255.480.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 6.000.000
Iuran THT (Rp 80.000 x 12) Rp 960.000
Iuran Pensiun (Rp 40.000 x 12) Rp 480.000 +
Jumlah Pengurang Rp 7.440.000 -
Penghasilan Neto Setahun Rp 248.040.000
PTKP (TK/0)
Wajib Pajak = Rp 54.000.000
Rp 54.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 194.040.000
PPh Pasal 21 terutang atas Gaji : 5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp 144.040.000 Rp 21.606.000+
Rp 24.106.000
c. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Bonus :
PPh pasal 21 atas Gaji dan Bonus Rp 25.606.000

PPh pasal 21 atas Gaji Rp 24.106.000


PPh pasal 21 atas Bonus Rp 1.500.000

27
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

C. Pegawai/Karyawan yang Menerima Gaji / Upah Bulanan dan Pensiun


 Uang pensiun adalah hak seseorang untuk memperoleh penghasilan setelah
bekerja sekian tahun dan sudah memasuki usia pensiun atau ada sebab lain sesuai
dengan perjanjian yang telah ditetapkan. Penghasilan ini biasanya berupa uang
yang dapat diambil setiap bulannya atau diambil sekaligus pada saat seseorang
memasuki masa pensiun, hal ini tergantung dari kebijakan yang terdapat dalam
suatu perusahaan.
 Uang tebusan pensiun yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan PPh Pasal
21 yang bersifat final. Penghasilan berupa uang tebusan pensiun dianggap
dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.
 Wajib pajak yang menerima penghasilan dari pensiun tetap dikenakan pajak
penghasilan atas uang pensiun yang diterimanya.
 Untuk menentukan PKP, penghasilan bruto hanya dikurangi dengan biaya
pensiun sebesar 5% dari penghasilan bruto dan setinggi-tingginya Rp 200.000
atau Rp 2.400.000 setahun serta dikurangi dengan PTKP.

Contoh Kasus :
Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Gaji dan Pensiun dari Badan Dana
Pensiun
Bapak Rohman (K/0) adalah karyawan pada perusahaan PT. Kalkulator. Beliau
menerima gaji Rp 9.000.000/bulan. Beliau mendapat Premi Asuransi Kecelakaan
dan Tunjangan keluarga masing-masing Rp 70.000 dan Rp 60.000. Bapak Rohman
membayar sendiri iuran BPJS dan iuran pensiun masing-masing Rp 76.000 dan Rp
50.000. Pada tanggal 1 Oktober 2019, beliau pensiun dan menerima iuran pensiun
setiap bulannya Rp 9.000.000.

Berapakah:
a. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji selama tahun 2019!
b. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Pensiun untuk tahun 2019!
c. PPh Pasal 21 yang terutang atas Pensiun selama tahun 2019!
d. PPh Pasal 21 yang terutang atas Pensiun untuk tahun berikutnya!

28
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Jawaban :

a. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji 9 bulan (tahun 2019)


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 9.000.000

Premi Asuransi Kecelakaan Rp 70.000

Tunjangan Keluarga Rp 60.000 +

Total Penghasilan Bruto Sebulan Rp 9.130.000

Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp. 9.130.000) Rp 456.500
Iuran BPJS Rp 76.000
Iuran Pensiun Rp 50.000 +
Jumlah Pengurang Rp 582.500 -
Penghasilan Neto Gaji Sebulan Rp 8.547.500
Penghasilan Neto Gaji 9 bulan (Rp 8.547.500 x 9 bulan) Rp 76.927.500
PTKP (K/0)
Wajib Pajak = Rp 54.000.000
Status Kawin = Rp 4.500.000 +
Rp 58.500.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 18.427.500
PPh Pasal 21 terutang atas Gaji 9 bulan
5% x Rp 18.427.500 Rp 921.375

29
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

b. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji 9 Bulan dan Pensiun 3 Bulan


Penghasilan Pensiun Sebulan Rp 9.000.000
Pengurang :
Biaya Pensiun (5% x Rp 9.000.000) Rp 450.000 -
Penghasilan neto pensiun sebulan Rp 8.550.000
Penghasilan neto pensun 3 bulan
(Rp 8.550.000 x 3) Rp 25.650.000
Penghasilan neto gaji 9 bulan Rp 76.927.500 +
Penghasilan neto gaji & pensiun Rp 102.577.500
PTKP (K/0) Rp 58.500.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 44.077.500
PPh Pasal 21 atas Gaji & Pensiun (5% x Rp 44.077.500) Rp 2.203.875

c. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Pensiun


PPh Pasal 21 atas Gaji dan Pensiun Rp 2.203.875
PPh Pasal 21 atas Gaji Rp 921.375 -
PPh Pasal 21 atas Pensiun Rp 1.282.500

d. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji 9 Bulan dan Pensiun 3 Bulan


Penghasilan Pensiun Sebulan Rp 9.000.000
Pengurang :
Biaya Pensiun (5% x Rp 9.000.000) Rp 450.000 -
Penghasilan neto pensiun sebulan Rp 8.550.000
Penghasilan neto pensun setahun
(Rp 8.550.000 x 12) Rp 102.600.000
PTKP (K/0) Rp 58.500.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 44.100.000
PPh Pasal 21 terutang selama setahun: 5% X Rp 44.100.000 = Rp 2.205.000
PPh Pasal 21 terutang selama sebulan: Rp 2.205.000 : 12 = Rp 183.750

30
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

I. PPH PASAL 21 ATAS PENGHASILAN TENAGA AHLI


Pemotongan pajak penghasilan atas penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan
tenaga ahli atau persekutuan tenaga ahli. Tenaga Ahli tersebut antara lain :
 Pengacara  Akuntan  Konsultan  Penilai
 Aktuaris  Notaris  Dokter  Arsitek
 Tenaga Ahli lain pemberi jasa profesi

Besarnya PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli Sebagai
imbalan atas jasa yang dilakukan di Indonesia, dihitung dengan cara menerapkan tarif
Pasal 17 atas jumlah kumulatif* sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah
penghasilan bruto yang dibayarkan atau terutang dalam 1 (satu) tahun kalender.

{(50% x Penghasilan Bruto) x Tarif Pasal 17)}

Secara ringkas rumus yang digunakan:


*) jumlah kumulatif : dalam lapisan tarif terendah telah digunakan penuh, maka
pemotongan akan menggunakan lapisan tarif berikutnya. Sebagai imbalan atas jasa
yang dilakukan di Indonesia, diterapkan tarif pasal 17 dari perkiraan penghasilan neto
dari masing – masing tenaga ahli dengan menggunakan norma perhitungan sebesar 50%
untuk semua jenis pekerjaan tenaga ahli.

Contoh Kasus :
1. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh bukan
pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat TIDAK
berkesinambungan

Nadya melakukan jasa perbaikan TV kepada PT. Samsung dengan fee sebesar Rp
6.500.000. Berikut adalah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang:
(50% x Penghasilan Bruto) x tarif pasal 17
(50% x Rp 6.500.000) x 5 % = Rp. 162.500

* Jika Nadya tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang
menjadi sebesar:
120% x 5% x (50% x Rp 6.500.000) = Rp 195.000

31
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

2. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh bukan
pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat berkesinambungan
Bimo merupakan seorang Notaris, setiap bulannya ia menerima penghasilan dari
jasanya sebagai Notaris. Berikut adalah penghasilan yang diterima oleh Bimo
selama bulan Januari-Juli 2019 :
Bulan Pembayaran Atas Jasa Notaris (Rp)
Januari 45.000.000
Februari 25.000.000
Maret 75.000.000
April 50.000.000
Mei 72.000.000
Juni 45.000.000
Juli 62.000.000
Jumlah 374.000.000

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Juli 2019 :
Dasar
Dasar Pemotonga Tarif
Penghasilan Pemotongan n PPh Pasal Pasal 17 PPh Terutang
Bulan
Bruto (Rp) PPh Pasal 21 21 (ayat 1) (Rp)
(Rp) Kumulatif UU PPh
(Rp)
(1) (2) (3) = 50% X (2) (4) (5) (6) = (3) X (5)
Januari 45.000.000 22.500.000 22.500.000 5% 1.125.000
Februari 25.000.000 12.500.000 35.000.000 5% 625.000
30.000.000 15.000.000 50.000.000 5% 750.000
Maret -------------- -------------- ------ --------------
45.000.000 22.500.000 72.500.000 15% 3.375.000
April 50.000.000 25.000.000 97.500.000 15% 3.750.000
Mei 72.000.000 36.000.000 133.500.000 15% 5.400.000
Juni 45.000.000 22.500.000 156.000.000 15% 3.375.000
Juli 62.000.000 31.000.000 187.000.000 15% 4.650.000
Jumlah 374.000.000 187.000.000 23.050.000

32
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

J. PERHITUNGAN PPH PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG


TEBUSAN PENSIUN DAN UANG PESANGON
 Peraturan mengenai uang tebusan pensiun dan uang pesangon ini diatur pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2009 dan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010.
 Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja
termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan
nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja
termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
 Pegawai / karyawan yang berhenti pada saatnya atau yang disebut dengan
pensiun atau berhenti dengan hormat yang diberikan uang tebusan pensiun /
pesangon yang dibayarkan sekaligus sebagai pengganti gaji atau upah yang
diterima dimasa – masa berikutnya.
 Perhitungan atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun yang
dibayarkan oleh dana pensiun yang disahkan oleh Kementrian Keuangan dan
Tunjangan Hari Tua dipotong pajak penghasilan yang bersifat FINAL dengan
ketentuan sebagai berikut :

Tarif Uang Pesangon


Penghasilan Bruto Tarif Batasan
Sampai dengan Rp 50.000.000 0% < Rp 50.000.000
Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000 5% Rp 50.000.000
Diatas Rp 100.000.000 s/d Rp 500.000.000 15% Rp 400.000.000
Di atas Rp 500.000.000 25% >Rp 400.000.000

Tarif Uang Tebusan Pensiun


Penghasilan Bruto Tarif
Sampai dengan Rp 50.000.000 0%
Di atas Rp 50.000.000 5%

33
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus :

Perhitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Pesangon / Tebusan Pensiun


1. Ny Shifa merupakan Karyawan suatu perusahaan yaitu PT. Jalanin Saja setelah
bekerja selama 30 tahun. Ia berhenti bekerja pada bulan Agustus dan
mendapatkan uang pesangon Rp 160.000.000. Hitunglah berapa besar pajak
yang dipotong atas pesangon tersebut ?
Jawaban :
PPh Pasal 21 Terutang:
0% × Rp 50.000.000 = Rp 0
5% × Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% × Rp 60.000.000 = Rp9.000.000 +
Rp11.500.000

2. Tn. Saputra bekerja pada sebuah Perusahaan Batubara di Provinsi Jambi sebagai
HRD. Ia sudah bekerja selama 40 tahun. Pada September 2019 Tn. Saputra
pensiun dari pekerjaannya dan mendapatkan uang tebusan pensiun sebesar Rp
600.000.000. Hitunglah berapa besarnya pajak yang dipotong atas uang manfaat
pensiun tersebut.
Jawaban :
PPh Pasal 21 terutang :
0% × Rp 50.000.000 = Rp 0
5% × Rp 550.000.000 = Rp 27.500.000 +
Rp 27.500.000

Catatan :
Apabila uang pesangon dibayarkan dalam 2 tahap, yang dibayarkan pertama adalah
uang muka dan kedua dibayarkan setelah karyawan sudah benar-benar tidak
bekerja lagi. Oleh karena itu perhitungan PPh 21 atas uang pesangon adalah dengan
cara mengenakan Tarif final sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri
Keuangan diatas. Setelah dikurangi jumlah yang dikecualikan dari pemotongan
pajak sebesar Rp 50.000.000. Sedangkan atas pembayaran tahap dua atau sisanya
dikenakan PPh Final langsung tanpa mengulangi pengurangan yang dikecualikan
yaitu sebesar Rp 50.000.000 dengan Tarif yang merupakan kelanjutan dari
perhitungan PPh Final tahap pertama sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.

34
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. Riko adalah seorang pegawai tetap pada PT. Kencana Mulya, berstatus menikah dan
memiliki 4 orang anak diantaranya 2 orang anak sudah bekerja dan 2 anak masih
sekolah. Setiap bulannya ia memperoleh gaji Rp 6.500.000, tunjangan makan dan
tunjangan transport sebesar Rp 200.000 dan Rp 300.000. Setiap bulannya Riko harus
membayar iuran pensiun dan iuran THT masing-masing sebesar 2,5% dari gaji
pokoknya. Hitunglah PPh pasal 21 yang terhutang atas penghasilan yang Riko di tahun
2019 setiap bulannya !

2. Ny. Widya (TK/0) mulai bekerja pada PT. Yakult pada bulan Mei 2019, setiap
bulannya membayar gaji untuk Ny. Widya sebesar Rp 7.000.000, tunjangan transport
dan tunjangan makan masing-masing Rp 400.000 dan Rp 200.000. Premi asuransi
kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja masing-
masing Rp 60.000 dan Rp 35.000. Setiap bulan Ny. Widya membayar iuran THT Rp
120.000 dan iuran pensiun Rp 75.000. Berapakah besarnya PPh pasal 21 yang terutang
atas penghasilan Ny. Widya?

3. Mr. Brian seorang warga negara Inggris, ia baru mulai bekerja di PT. Casio sejak 1
November 2019. Ia menerima gaji sebulan Rp 12.000.000, tunjangan transport Rp
300.000 dan tunjangan makan Rp 450.000. Perusahaan menanggung premi asuransi
kematian dan premi asuransi kecelakaan kerja sebesar Rp 75.000 dan Rp 50.000. Mr.
Brian membayar iuran THT sebesar Rp 40.000 dan iuran pensiun Rp 50.000 setiap
bulannya. Mr. Brian berstatus menikah dan memiliki 3 orang anak yang berumur 14
tahun, 12 tahun dan 7 tahun. Hitung besarnya PPh 21 yang harus dibayar oleh Mr.
Brian untuk tahun 2019 ?

4. Bapak Richard (K/2) bekerja pada PT. Maju Bersama, ia mendapatkan gaji sebulan Rp
5.500.000. Perusahaan juga memberikan tunjangan makan dan tunjangan transport
masing-masing sebesar Rp 200.000 dan Rp 400.000. Bapak Richard juga menerima
asuransi kecelakaan kerja sebesar Rp 60.000 dan premi asuransi kematian sebesar Rp
55.000. Setiap bulannya Bapak Richard harus membayar iuran JHT sebesar Rp 45.000
dan iuran pensiun Rp 50.000. Pada tanggal 1 Oktober 2019, Bapak Richard
mendapatkan bonus dari perusahaan sebesar Rp 5.500.000. Hitunglah :
a. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus tahun 2019
35
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

b. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji tahun 2019


c. PPh Pasal 21 yang terutang atas Bonus tahun 2019

5. Ibu Diana adalah seorang pegawai PT. Cerita Kancil yang mempunyai 4 orang anak,
dan suaminya bekerja pada PT. Idaman Kita. Ibu Diana mendapatkan gaji perbulan Rp
7.000.000 dan mendapatkan tunjangan jabatan sebesar Rp 450.000, serta tunjangan
keluarga Rp 500.000. Perusahaan membayarkan premi asuransi kecelakaan kerja dan
premi asuransi kematian sebesar Rp 60.000 dan Rp 55.000. Setiap bulannya Ibu Diana
membayar iuran JHT sebesar Rp 110.000 dan iuran pensiun Rp 80.000. Pada bulan
Agustus 2019, ibu Diana mendapatkan bonus dari kantornya sebesar Rp 2.150.000.
Hitunglah:
a. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus tahun 2019
b. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji tahun 2019
c. PPh Pasal 21 yang terutang atas Bonus tahun 2019

6. Ny. Rika merupakan karyawan suatu perusahaan yaitu PT. Ikan Mujair, setelah bekerja
selama 12 tahun. Ia berhenti bekerja pada bulan Februari dan mendapatkan uang
pesangon Rp 150.000.000. Berapakah besar pajak yang dipotong atas pesangon
tersebut?

7. Tn. Haris bekerja pada sebuah Perusahaan Kaos Kaki di kota Bandung sebagai
Marketing. Ia sudah bekerja selama 25 tahun. Pada bulan November 2019, ia pensiun
dari pekerjaannya dan mendapatkan uang tebusan pensiun sebesar Rp 600.000.000.
Berapakah besarnya pajak yang dipotong atas uang tebusan pensiun tersebut

36
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23


Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa,
atau hadiah dan penghargaan, deviden, bunga, royalti, sewa, serta penggunaan harta
selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 dan PPh Final (4 ayat 2). Pengenaan atas
penghasilan penghasilan tersebut memiliki sandaran hukum yakni pasal 23 Undang-
undang PPh, sehingga disebut PPh Pasal 23.

B. SUBJEK PAJAK
Yang menjadi Subjek Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam
negeri, baik WP Orang Pribadi maupun WP Badan, termasuk Bentuk Usaha Tetap
(BUT) yang menerima penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau
penyelengaraan kegiatan.

C. PEMOTONG PAJAK
Pemotong PPh Pasal 23 adalah seluruh pihak yang memberikan atau
membayarkan penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 23. Pemotong PPh Pasal 23
meliputi:
 Badan pemerintah;
 Subjek Pajak badan dalam negeri;
 Penyelenggaraan kegiatan;
 Bentuk usaha tetap (BUT):
 Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak.

D. OBJEK PAJAK
 Deviden dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
 Bunga: Premium, Diskonto, Imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian hutang.
 Sewa atas penggunaan harta
 Royalti
 Hadiah / penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21
37
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

 Imbalan jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa lainnya selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21.

E. YANG TIDAK DIPOTONG PAJAK


 Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
 Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi (Capital Lease)
 Deviden yang diterima oleh : Perseroan terbatas WPDN & BUMN/BUMD
 Bunga obligasi yang diterima/diperoleh perusahaan reksa dana selama lima
tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
 Bagian yang diterima / diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma,
kongsi.
 Simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

F. TARIF PAJAK (Bersifat Tidak FINAL)


Tarif 15% x jumlah bruto atas:
1. Deviden badan, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis
dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Tidak termasuk Sisa Hasil Usaha (SHU)
yang dibayarkan kepada anggota koperasi dan laba yang diterima anggota perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, firma, dan
kongsi.
*(Deviden orang pribadi tarif 10% final)
2. Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian
hutang.
3. Royalti.
4. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh 21.

Tarif sebesar 2% X jumlah bruto dan tidak termasuk PPN


NO. Jenis Penghasilan
1 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus
kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak
atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis.

38
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

2 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta selain


kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak
atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan
lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Tarif 2% atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultasi dan jasa lain
No. Jenis Jasa (Peraturan Menkeu Nomor 141/PMK.03/2015)
1. Penilai (appraisal);
2. Aktuaris;
3. Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4. Hukum;
5. Arsitektur;
6. Perencanaan kota dan arsitektur landscape;
7. Perancang (design);
Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas)
8.
kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);
Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi
9.
(migas);
Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan
10.
minyak dan gas bumi (migas);
11. Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
12. Penebangan hutan;
13. Pengolahan limbah;
14. Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
15. Perantara dan/atau keagenan;
16. Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek,
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek
Indonesia (KPEI)
17. Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
18. Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
19. Mixing film;
Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner,pamphlet,
20.
baliho dan folder;

39
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk
21.
perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
22. Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
23. Internet termasuk sambungannya;
24. Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau
program;
Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV
Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
25.
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,
AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
26.
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi;
27. Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.
28. Maklon;
29. Penyelidikan dan keamanan;
30. Penyelenggara kegiatan atau event organizer;
Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau
31.
media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
32. Pembasmian hama;
33. Kebersihan atau cleaning service;
34. Sedot septic tank;
35. Pemeliharaan kolam;
36. Katering atau tata boga;
37. Freight forwarding;
38. Logistik;
39. Pengurusan dokumen;
40. Pengepakan;
41. Loading dan unloading;
Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau
42.
institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
43. Pengelolaan parkir;
44. Penyondiran tanah;
45. Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
46. Pembibitan dan/atau penanaman bibit;
47. Pemeliharaan tanaman;
48. Permanenan;
49. Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau
perhutanan;
40
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

50. Dekorasi;
51. Pencetakan/penerbitan;
52. Penerjemahan;
53. Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-
Undang Pajak Penghasilan;
54. Pelayanan pelabuhan;
55. Pengangkutan melalui jalur pipa;
56. Pengelolaan penitipan anak;
57. Pelatihan dan/atau kursus;
58. Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
59. Sertifikasi;
60. Survey;
61. Tester;
Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada
62. APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah).

Catatan :
Penerima imbalan tidak memiliki NPWP besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi
100% (seratus persen) dari pada tarif 15% atau 2% sehingga menjadi 30% atau 4%.

G. SAAT TERUTANG, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK


PENGHASILAN PASAL 23
1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan
untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang
terjadi terlebih dahulu.
2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan
takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan
dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau
pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

41
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh soal pph pasal 23:


1. PT Yudi Sinar Garut yang bergerak dibidang industri sparepart otomotif
membagikan deviden kepada 5 pemegang sahamnya masing-masing sebesar Rp
50.000.000. Atas pembagian deviden, perusahaan wajib membayar pajak Pph pasal
23.
Jawab:
(Rp 50.000.000 x 5) x 15% = Rp 37.500.000

2. PT. Young Motor meminta James Gunadarto untuk memasang kanopi di tokonya
dengan biaya jasa sebesar Rp 22.760.000. Namun James Gunadarto (penerima
imbalan jasa) tidak memiliki NPWP, berapakah pajak terutang pasal 23?
Jawab:
Rp 22.760.000 x 4% = Rp 910.400

42
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. PT Pordimen setiap 5 januari 2020 memberikan dividen kepada para pemegang


saham sebesar Rp 115.000.000. Berapa nominal yang dipotong oleh perusahaan
untuk membayar pajak PPh 23?

2. PT Harapan Indah adalah pemenang tender yang diselenggarakan PT Jaja


Miharja Toll, salah satu perusahaan di bidang jasa jalan tol, berupa pemesanan
100.000 paralon seharga Rp349.000.000 untuk pembangunan di Toll barunya.
Berapakah PPh 23 yang dibayarkan oleh PT Jaja Miharja?

43
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26


Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
(WP) luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap
merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek
pajak badan.
Negara domisili dari Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) selain yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan WPLN yang
sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

B. SUBJEK PAJAK
Hal yang menentukan seorang individu atau perusahaan dikategorikan sebagai
wajib pajak luar negeri adalah
1. Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan
yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
2. Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan
yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui
suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.

C. PEMOTONG PAJAK
Pemotong PPh Pasal 26 adalah seluruh pihak yang memberikan atau
membayarkan penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 26. Pemotong PPh Pasal 26
meliputi:
1. Badan Pemerintah
2. Subjek pajak dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. BUT
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia

44
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

D. OBJEK PAJAK
1. Deviden
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang.
3. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
5. Hadiah dan Penghargaan
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali pengalihan harta berupa
tanah dan/bangunan.
8. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
9. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
10. Keuntungan karena pembebasan utang.

E. TARIF (Bersifat FINAL)


a. PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Penghasilan Bruto :
1. Deviden
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian hutang
3. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
5. Hadiah dan Penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7. Keuntungan karena pembebasan hutang
b. PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto :
1. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
2. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang kepada perusahaan asuransi di luar negri.
Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri
(Keputusan Mentri Keuangan No. 624/KMK 04/1994), yaitu :
 20% x 50% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi diluar
negeri
 20% x 10% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negri oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia.
45
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

c. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau perusahaan antara
conduit company atau spesial purpose pengalihan saham company yang didirikan
atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia.
d. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT
diIndonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia maka
PPh Pasal 26 sebesar 20% tersebut tidak dikenakan.
e. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di indonesia, kecuali yang
diatur dalam pasal 4 ayat (2) UU PPh (PPh Final), yang besarnya melebihi
Rp10.000.000,00 untuk setiap jenis transaksi, yang diterima atau diperoleh WP luar
Negeri selain BUT, dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan
neto yang besarnya 25% dari harga jual. Selain penghasilan dari penjualan atau
pengalihan harta yang besarannya tidak melebihi Rp10.000.000,00 untuk setiap
jenis transaksi, dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26.
f. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia
dengan negara pihak pada persetujuan.

F. PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)


Perjanjian Pajak antara dua negara (bilateral) yang mengatur mengenai
pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh
penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak pada persetujuan (Both Contracting
State), dimana pembagian hak pemajakan tersebut diatur dengan tujuan untuk
mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda.

Catatan:
Dalam hal telah dilakukan perjanjian penghindaran pajak berganda antara pemerintah
RI dan negara lain (Treaty Partner), penghitungan besarnya PPh 26 didasarkan pada
tax treaty tersebut (dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 26 atau dikenakan PPh Pasal
26 dengan tarif yang lebih rendah).

46
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Perhitungan PPh Pasal 26

1. Yeun-Seok adalah olahragawan dari korea mengikuti perlombaan angkat besi di


Indonesia pada Februari 2020 , dan berhasil merebut hadiah sebesar US$ 30.000. Kurs
US$ 1 = Rp. 14.608. Hitunglah pph pasal 26 yang harus dipotong dalam kegiatan yang
berada di Indonesia.

Jawab :
Jadi, PPh Pasal 26 yang dipotong penyelenggara kegiatan di Indonesia adalah : Kurs
yang berlaku : US$ 30,000 × Rp 14.608 = Rp 438.240.000
PPh Pasal 26 : 20% × Rp. 438.240.000 = 87.648.000

2. PT. EMON merupakan perusahaan persewaan gedung kantor. Pada tahun 2020
mengasuransikan bangunan bertingkat kepada perusahaan asuransi di luar negeri yang
berkedudukan di Indonesia, premi yang harus dibayarkan oleh PT. EMON sebesar Rp
600.000.000. Berapa PPh terutang PT. EMON?

Jawab :
PPh Pasal 26 : 20% X 10% X Rp 600.000.000 = Rp 12.000.000

47
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2)

A. PENGERTIAN PENGENAAN PPh BERDASARKAN PASAL 4 AYAT (2)


Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 ditentukan bahwa atas
penghasilan berupa deposito dan tabungan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi
saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pegalihan harta berupa
tanah dan atau bangunan dan pengahasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

B. SIFAT
Menurut keputusan Direktorat Jendral Pajak pengenaan pajak penghasilan
dalam ketentuan ini dapat bersifat final.

C. SUBJEK PAJAK
Subjek pajak yang karena ketentuan dari Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh
menjadi WPDN adalah semua subjek pajak yang memperoleh penghasilan berupa
bunga deposito, dan tabungan tabungan lainnya penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau
bangunan dan penghasilan tertentu lainnya.

D. OBJEK PAJAK
a) Bunga deposito/tabungan lainnya, diskonto SBI dan jasa giro, serta bunga simpanan
anggota koperasi
b) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek
c) Bunga/diskonto Obligasi
d) Hadiah undian
e) Jasa konstruksi
f) Persewaan tanah/bangunan
g) Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan
h) Penghasilan tertentu lainnya
48
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

E. JATUH TEMPO PAJAK


 PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh pemotong pajak penghasilan harus
disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
 PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak harus disetor
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
 Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak
sendiri maupun yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut PPh, wajib
menyampaikan SPT masa PPh pasal 4 ayat (2) paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah masa pajak berakhir.

F. PEMOTONG PAJAK
a) Penyelenggara bursa dan undian
b) Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
c) Bank dan Dana Pensiun
d) Perusahaan Modal Ventura
e) Penerbit Obligasi, Bank, Dana Pensiun, Reksadana
f) Pengguna Jasa Konstruksi

G. TARIF PAJAK BERDASARKAN PASAL 4 AYAT (2)


a) Pajak penghasilan atas bunga deposito/tabungan, diskonto SBI (final): sebesar 20%
x jumlah bruto
 Untuk jumlah bunga tabungan yang ≥ Rp7.500.000, bunganya dikenakan PPh
Pasal 4 ayat(2) sedangkan jumlah bunga tabungan yang < Rp7.500.000 tidak
dikenakan pajak
b) Pajak penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham dibursa efek
(final):
 Bukan saham pendiri: 0,1% × Nilai transaksi
 Saham pendiri: (0,1% × Nilai transaksi) + (0,5% × Nilai saham pasar saat
penawaran umum perdana (IPO)).

49
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

c) Penjualan saham milik perusahaan modal ventura: sebesar 0,1% dari jumlah bruto.
d) Pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga atau diskonto obligasi yang dijual
dibursa efek (final):

Catatan :
 Untuk bunga/diskonto obligasi yang ditempatkan di dalam negeri sebesar 15%
(lima belas persen) dari jumlah bruto.
 Untuk bunga/diskonto obligasi yang ditempatkan di luar negeri sebesar 20%
(dua puluh persen) dari jumlah bruto.
e) Pajak penghasilan atas hadiah undian (final):
Atas hadiah undian dikenakan PPh sebesar 25% (duapuluh lima persen) dari jumlah
bruto hadiah atau nilai pasar hadiah. Baik itu yang menerima Wajib Pajak Orang
Pribadi atau Badan.
f) Pembayaran pajak penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau
bangunan (final):
10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan
g) Pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 sebagaimana diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi, pasal 3 bahwa Jenis-jenis penghasilan dan
tarif pemotongan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 diantaranya adalah:
No Jenis Penghasilan Tarif
1 Jasa Perencanaan/ Pengawasan
a. Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha 4%
b. Penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha 6%
2 Jasa Pelaksana Konstruksi
a. Penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil 2%
b. Penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha 4%
c. Penyedia jasa selain huruf a dan huruf b 3%

50
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

h) Pembayaran pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan
atau bangunan (final):
Besarnya PPh adalah sebesar 2,5% (Dua Koma Lima Persen) dari jumlah bruto nilai
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas
rumah sederhana dan rumah susun sederhana yang dilakukan oleh WP yang usaha
pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh
sebesar 1% (Satu Persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.

Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan PPh adalah :


1. Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dibawah PTKP yang melakukan
pengalihan hak atas tanah dan bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya
kurang dari Rp. 60.000.000,00 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah
pecah.
2. Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan bangunan kepada Pemerintah.
3. Orang Pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan
cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial dll.
4. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah
kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial dll.
5. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.
i) Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi (final):
 Untuk bunga simpanan anggota koperasi yang besarnya ≤ Rp240.000
dikenakan tarif 0%
Untuk bunga simpanan anggota koperasi yang besarnya > Rp240.000
dikenakan tarif 10% dari jumlah yang dibayarkan kepada anggota koperasi.
j) Deviden orang Pribadi tarif 10%

51
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. CV. Maryam Adiyasa pada tanggal 15 juni 2019 membayar bunga deposito
kepada Tn. Hardy sebesar Rp 3.500.000. Pada tanggal 19 juni 2019 membayar
bunga deposito kepada Tn. Soebagyo sebesar Rp 10.000.000. Hitunglah PPh
terutangnya!

2. Sinaga dan Partners membayar sewa bangunan selama setahun kepada PT.
Cipta Indah karya sebesar Rp 114.000.000. Berapa PPh 4 ayat 2 yang dipotong
oleh PT. Cipta Indah Karya?

3. PT. ACDC Transport bergerak di bidang transportasi angkutan darat


mempunyai data pengeluaran Tahun 2019 sebagai berikut:
a. Dibayar Bunga deposito sebesar Rp 7.600.000 kepada Tn. Burhan
b. Pada Tanggal 29 Februari dibayar sewa bangunan sebesar Rp 88.000.000

4. PT. Magazine Land menjual rumah mewah kepada Tn. Rudi News dibilangan
Pondok Indah sebesar Rp 10.000.000.000. Selain menjual rumah mewah, PT.
Magazine Land juga menjual sebanyak 50 unit rumah susun sederhana dengan
harga Rp 250.000.000/unit. Hitunglah PPh terutangnya!

52
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan
Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang
dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan
barang. Pajak Penghasilan Pasal 22 dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik
milik pemerintah maupun swasta sehubungan dengan kegiatan impor barang,
pembelian barang dengan menggunakan dana APBN/APBD dan non APBN/APBD,
dan penjualan barang sangat mewah.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:


1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau Lembaga pemerintah dan
Lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas
penyerahan barang;
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah.

B. PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,
adalah:
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas:
1. Impor barang; dan
2. Ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan
logam yang dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan
dan Kontrak Karya;
b. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut
pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga
pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran
53
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

atas pembelian barang;


c. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang
dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
e. Badan usaha tertentu meliputi:
1. Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan;
2. Badan Usaha Milik Negara yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah
setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dan restrukturisasi tersebut
dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada Badan Usaha Milik
Negara lainnya; dan
3. Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik
Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT
Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT
Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa- Bali,
PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau
Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia
Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural
Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya,
PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI
Syariah, dan PT Bank BNI Syariah, Berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya;
f. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil
produksinya kepada distributor di dalam negeri;
g. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di
dalam negeri;
h. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
i. Badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan

54
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang


belum melalui proses industri manufaktur, untuk keperluan industrinya atau
ekspornya;
j. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang
batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi
pemegang izin usaha pertambangan; atau
k. Badan usaha yang memproduksi emas batangan, termasuk badan usaha yang
memproduksi emas batangan melalui pihak ketiga, atas penjualan emas batangan
di dalam negeri.

C. OBJEK PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


a. Impor barang dan ekspor barang komoditas tambang batubara, mineral logam, dan
mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir.
b. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah, dan lembaga-lembaga
negara lainnya.
c. Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme uang persediaan (UP) yang
dilakukan oleh bendahara pengeluaran.
d. Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS) oleh KPA atau pejabat penerbit surat perintah
membayar yang diberi delegasi oleh KPA.
e. Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan
usahanya Badan Usaha Milik Negara.
f. Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang
bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, yang
merupakan industri hulu, industri otomotif, dan industri farmasi.
g. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang
Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan
bermotor.
h. Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau
importir.
i. Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau
ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
j. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh WP badan.

55
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

D. SUBJEK PPH PASAL 22


Setiap Wajib Pajak yang melakukan impor, kecuali yang mendapat fasilitas
pembebasan (memperoleh surat keterangan bebas).

E. TARIF PPH PASAL 22


1. Atas impor :
a. Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), 2.5% dari nilai impor,
kecuali atas impor kedelai, gandum, tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai impor.
b. Yang tidak menggunakan API, 7.5% dari nilai impor
c. Yang tidak dikuasai, 7.5% dari harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD sebesar 1.5% dari harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak
final).
3. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:
a. Bahan Bakar Minyak sebesar:
 0,25% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk
penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina;
 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk
penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum bukan Pertamina
dan Non SPBU.
b. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai;
c. Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Catatan: Pungutan PPh pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain
penyalur/agen bersifat tidak final.
4. Atas penjualan hasil produksi, ditetapkan berdasarkan keputusan Direktur Jendral
Pajak, yaitu:
 Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
 Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
 Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
 Obat = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
 Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

56
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

5. Atas penjualan kendaraan bermotor didalam negeri oleh agen Tunggal Pemegang
Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan
bermotor sebesar 0,45% dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
6. Atas pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam sebesar 1,5%
dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
7. Atas penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan, sebesar
0,45% dari harga jual emas batangan.
8. Atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah, yaitu:
a. Pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
b. Kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya;
c. Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari
Rp30 miliar atau luas bangunan lebih dari 400m2;
d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp30 miliar atau luas bangunan lebih dari 150m2;
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv),
minibus, dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp2 miliar atau dengan
kapasitas silinder lebih dari 3000cc; dan/atau
f. Kendaraan bermotor roda dua dan tiga dengan harga jual lebih dari Rp300 juta
atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc.
g. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh
Pasal 22.

Nilai Impor
Nilai yang berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk yaitu Cost
Insurance and Freight (CIF) ditambahkan dengan bea masuk dan pungutan lainnya
yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean
bidang impor.

Untuk menghitung nilai impor digunakan kurs berdasarkan Keputusan Menteri


Keuangan.

NI = CIF + BEA MASUK + PUNGUTAN LAINNYA

57
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

F. Yang Dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur


PMK.231/2019
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak
Pertambahan Nilai:
a. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
b. Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas
di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar
dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian
pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan
internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;
c. Barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial,
kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
d. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat
lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
e. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
f. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
g. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
h. Barang pindahan;
i. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang
kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan
perundangundangan kepabeanan;
j. Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang
ditujukan untuk kepentingan umum;
k. Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
l. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
m. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional
(PIN);
n. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;

58
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

o. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal
tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat
keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran
Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional, Perusahaan
Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa
Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan
usahanya;
p. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan
suku cadangnya, serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat
udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara
Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan
reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
q. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh oleh badan usaha
penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/ atau badan usaha
penyelenggara prasarana perkeretaapian umum, dan komponen atau bahan yang
diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha penyelenggara sarana
perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana
perkeretaapian um um yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku
cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana
perkeretaapian yang akan digunakan oleh badan usaha penyelenggara sarana
perkeretaapian umum dan/ atau badan usaha penyelenggara prasarana
perkeretaapian umum;
r. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kemente:ian Pertahanan
atau Tentara Nasional Indonesia untuk penyediaan data batas dan foto udara
wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung
pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Kementerian Pertahanan, Tentara
Nasional Indonesia atau pihak yang ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan atau
Tentara Nasional Indonesia;
s. Barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya
dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama; dan/atau
t. Barang untuk kegiatan usaha panas bumi.

59
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk


diekspor kembali;
4. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor
kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang
telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf i, dan huruf j berkenaan dengan:
a. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d yang jumlahnya paling
banyak Rp 2.000.000 tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan bukan
merupakan pembayaran yang dipecah dart suatu transaksi yang nilai sebenarnya
lebih dart Rp 2.000.000;
b. Pembayaran dengan kartu kredit pemerintah atas belanja lnstansi Pemerintah
Pusat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai tata cara pembayaran dan penggunaan kartu kredit pemerintah.
c. Pembayaran untuk:
 Pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda- benda
pos;
 Pemakaian air dan listrik;
d. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e yang jumlahnya paling banyak Rpl0.000.000
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan bukan merupakan pembayaran
yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dart
Rpl0.000.000.
e. Pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/atau produk
sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang
dihasilkan di Indonesia dari:
 Kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan
kontrak kerja sama;
 Kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi
berdasarkan kontrak kerja sama; atau
 Trading arms kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi
berdasarkan kontrak kerja sama.

60
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

f. Pembayaran kepada Wajib Pajak yang memiliki dan menyerahkan fotokopi


surat keterangan berdasarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang PPh
atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu, yang telah dipotong PPh Pasal 4 ayat (2)
berdasarkan Peraturan Pemerintah dimaksud; atau
g. Pembayaran untuk pembelian barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Wajib Pajak yang dapat menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Bebas
Pemotongan dan/ atau Pemungutan PPh berdasarkan ketentuan yang mengatur
mengenai tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/
atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain, yang telah dilegalisasi oleh
KPP yang menerbitkan Surat Keterangan Bebas dimaksud. Impor emas
batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas
untuk tujuan ekspor.
h. Pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas
bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi
berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumi;
i. Pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur
untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf i yang jumlahnya paling
banyak Rp 20.000.000 tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dalam satu
masa pajak;
j. Pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan atau
orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf j yang telah dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22
atas pembelian barang dan/ bahan-bal;lan untuk keperluan kegiatan usaha oleh
badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e.
6. Impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari
emas untuk tujuan ekspor.
7. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
8. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri
otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek
(APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai pemungutan
Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c UU PPh.

61
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

9. Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan emas
batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf k kepada Bank
Indonesia.
10. Pembelian gabah dan/atau beras oleh bendahara pemerintah (Kuasa Pengguna
Anggaran, pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh
Kuasa Pengguna Anggaran, atau bendahara pengeluaran).
11. Pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik
(Perum BULOG).
12. Pembelian bahan pangan pokok dalam rangka menjaga ketersediaan pangan dan
stabilisasi harga pangan oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum
BULOG) atau Badan Usaha Milik Negara lain yang mendapatkan penugasan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Contoh perhitungan PPh Pasal 22 Bea Cukai


Contoh 1
PT. SAKINA pada bulan Maret 2020 melakukan impor kedelai dari China dengan
harga 400.000 Yuan. Biaya asuransi dan angkut barang dari China ke Indonesia
masing- masing sebesar 7% dan 13% dari harga faktur. Tarif bea masuk sebesar 10%
dari CIF. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan saat itu adalah 1 Yuan = Rp
2.098. Hitunglah Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus dibayar oleh PT. SAKINA jika
memiliki API?
Jawab :
1. Menentukan nilai Impor Kurs yang berlaku = Rp 2.098
Harga Faktur CNY 400.000 = CNY 400.000
Biaya Asuransi CNY 400.000 x 7% = CNY 28.000
Biaya Angkut CNY 400.000 x 13% = CNY 52.000 +
CIF = CNY 480.000
Bea Masuk CNY 480.000 x 10% = CNY 48.000 +
Nilai Impor = CNY 528.000
Nilai Impor (dalam rupiah) CNY 528.000 x Rp.2098 = Rp 1.107.744.000
2. Menghitung PPh pasal 22
0,5% x Rp 1.107.744.000 = Rp 5.538.720

62
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh 2
PT. MAWADA Group pada bulan April 2020 melakukan impor peralatan kantor dari
Jepang dengan harga 500.000 JPY (tidak memiliki API). Biaya asuransi dan Biaya
angkut barang dari Jepang ke Indonesia masing-masing sebesar 7% dan 12% dari harga
faktur. Tarif bea masuk sebesar 10% dari CIF. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri
Keungan saat itu adalah 1 JPY = Rp 137. Hitunglah Pajak Penghasilan Pasal 22 yang
harus dibayar oleh PT. MAWADA?
Jawab:
1. Menentukan nilai Impor Kurs yang berlaku = Rp 137
Harga Faktur JPY 500.000 = JPY 500.000
Biaya Asuransi JPY 500.000 x 7% = JPY 35.000
Biaya Angkut JPY 500.000 x 12% = JPY 60.000 +
CIF = JPY 595.000
Bea Masuk JPY 595.000 x 10% = JPY 59.500 +
Nilai Impor = JPY 654.500
Nilai Impor (dalam rupiah) JPY 654.500 x Rp.137 = Rp 89.666.500
2. Menghitung PPh pasal 22
7,5% X Rp 89.666.500 = Rp 6.724.987,5

PPh Pasal 22 yang Dipungut Oleh Bendaharawan


Contoh 1
Pada tanggal 23 Juni 2020 Direktorat Jendral Perbendaharaan (DJPB) melakukan
transaksi pembayaran atas pembelian alat tulis kantor dari Toko WAROMA senilai Rp.
1.750.000 (termasuk PPN). Berapa PPh Pasal 22 yang dikeluarkan?
Jawab : DPP : 100/110 × Rp 1.750.000 = Rp 1.590.909,09
Atas pembayaran tersebut tidak dikenakan PPh pasal 22 karena nilainya kurang dari Rp
2.000.000.

Contoh 2
Instansi pemerintah membeli sebuah BKP dari PT. SAMAWA Rp 770.000.000 yang
pembayarannya melalui kantor pembendaharaan negara. Berapakah Pajak Penghasilan
Pasal 22 Bendaharawan yang harus di potong bila :
a. Harga barang termasuk PPN (10%) tapi bukan barang mewah.
b. Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (25%).

63
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Perhitungan:
1. Harga barang termasuk PPN (10%) tapi bukan Barang Mewah
Harga barang termasuk PPN (10%) = Rp 770.000.000
PPN (10%) = Rp 770.000.000 x 10/110 = Rp 70.000.000 -
Harga Barang tidak termasuk PPN = Rp 700.000.000
Pajak Penghasilan pasal 22
1,5% x Rp 700.000.000 = Rp 10.500.000-
Jumlah uang yang diterima = Rp 689.500.000
2. Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (25%)
Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (25%) = Rp 770.000.000
PPN (10%) = Rp 770.000.000 x 10/135 = Rp 57.037.037
PPnBM (25%) = Rp 770.000.000 x 25/135 =Rp 142.592.592 -
Harga barang tidak termasuk PPN dan PPnBM = Rp 570.370.371
Pajak Penghasilan pasal 22
1,5% x Rp 570.370.371 = Rp 8.555.556 -
Jumlah yang diterima = Rp 561.814.815

64
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. PT. Bio Farma merupakan salah satu perusahaan BUMN, pada bulan Juli 2020
melakukan pembayaran kepada PT. Samsung atas pengadaan peralatan komputer
sebanyak 60 unit seharga Rp 66.000.000 (termasuk PPN)

2. Pada tanggal 2 juni 2020 Bendahara pemerintah melakukan transaksi pembayaran


atas pembelian alat tulis kantor dari Toko ATK senilai Rp.3.300.000 (termasuk
PPN). Berapa PPh 22 yang dikeluarkan?

3. PT. BUNDA pada bulan februari 2020 menjual kertas hasil produksi kepada CV
Menanti dengan total harga sebesar Rp 300.000.000 (termasuk PPN)

4. PT. Pesona pada bulan Januari 2020 melakukan impor gandum dari singapore
dengan harga SGD 25.000. Biaya asuransi dan angkut barang dari Singapore ke
Indonesia masing-masing sebesar 5% dan 10% dari harga faktur. Tarif bea masuk
sebesar 10% dari CIF. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keungan saat itu adalah
SGD1 = Rp. 10.685. Hitunglah Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus dibayar oleh
PT. Pesona jika memiliki API?

5. Pada Bulan Maret 2020 PT. Amanah melakukan import kayu dari India sebesar
500.000 Rupee. biaya asuransi yang dibayar diluar negeri dan biaya angkut dari India
ke Indonesia masing-masing sebesar 4% dan 12% dari harga faktur. Bea masuk yang
dibebankan sebesar 10% dari CIF. Kurs yang berlaku pada saat itu adalah 1Rupee =
Rp. 196. Hitunglah pajak penghasilan pasal 22 yang harus dibayar oleh perusahaan
jika perusahaan tidak memiliki API?

65
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

A. PAJAK PENGHASILAN PASAL 24


Pajak yang dipungut diluar negeri atas penghasilan wajib pajak di luar negeri.
Peraturan yang mengatur hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka
diluar negeri, untuk mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia.
Sehingga, jumlah pajak yang dibayar di Indonesia dapat dikurangi dengan jumlah
pajak yang telah mereka bayar dia Luar Negeri, asalkan nilai kredit pajak di Luar
Negeri tidak melebihi hutang pajak yang akan dibayar di Indonesia. Pemanfaatan
kredit pajak di Luar Negeri ini dimaksudkan agar wajib pajak tidak kena pajak
berganda.

B. BATAS MAKSIMUM KPLN DIAMBIL YANG TERENDAH DARI KETIGA


UNSUR BERIKUT:
1. (Penghasilan Luar Negeri/ Penghasilan Kena Pajak) x PPh terutang
2. Jumlah Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri
3. Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal
penghasilan kena pajaknya lebih kecil dari penghasilan luar negerinya.

Catatan :
1. Jika Pajak Penghasilan Luar Negeri yang diminta untuk dikreditkan itu
ternyata dikembalikan maka jumlah pajak yang terutang menurut Undang-
Undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengembalian
tersebut dilakukan.
2. Jika Penghasilan Luar Negeri berasal dari beberapa Negara maka jumlah
maksimum KPLN dihitung untuk masing-masing Negara.
3. Untuk kerugian yang diderita diluar negeri tidak diperhitungkan dalam
menghitung penghasilan kena pajak. Penghasilan dari Luar Negeri untuk
tahun- tahun berikutnya dapat dikompensasikan dengan kerugiaan tersebut.
4. Dalam hal Pajak dibayarkan di luar negeri lebih besar dari kredit pajak yang
diperkenankan (PPh Pasal 24), maka kelebihan tersebut tidak dapat:
 Diminta kembali (restitusi)
 Dikompensasikan
 Sebagai pengurang penghasilan

66
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

C. CARA MENCARI PPh PASAL 24 YANG DAPAT DIKREDITKAN DI


DALAM NEGERI
1. Cari Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PKP = PNDN + PNLN
Catatan:
 Jika DN rugi diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP.
 Jika LN rugi tidak diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung
PKP (diabaikan)
2. Cari Pajak Penghasilan terutang dari Penghasilan Kena Pajak (PKP).
3. Cari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :
Penghasilan Luar Negeri x PPh terutang
𝐾𝑃𝐿𝑁 =
Penghasilan Kena Pajak
4. Cari Pajak yang telah dibayar di luar negeri.
5. Bandingkan antara KPLN (point 3) dengan pajak yang telah dibayar di luar
negeri (point 4), lalu pilih nilai terendah.
6. Jumlahkan point 5 untuk mencari besarnya PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan.
Catatan : Jika PKP < PNLN maka perhitungan hanya sampai langkah ke dua.

Contoh Kasus:
PT. Cipinang Gading yang berlokasi di Bogor selama tahun 2019 memperoleh
penghasilan dari dalam negeri ataupun beberapa cabangnya yang berada di luar
negeri. Penghasilan netto dari dalam negeri Rp5.000.000.000 sedangkan usahanya di
luar negeri, seperti Malaysia memperoleh penghasilan Rp8.000.000.000, Singapura
memperoleh penghasilan Rp 12.000.000.000, sedangkan di Vietnam mengalami rugi
Rp 1.000.000.000. Pajak yang telah dibayar di luar negeri sebesar 35% Malaysia,
20% untuk Singapura, dan 15% untuk Vietnam. Berapa PPh Pasal 24 yang
diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan yang harus dibayar di
dalam negeri?

67
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 24 yang Dapat Dikreditkan di Dalam Negeri.


1. Mencari Penghasilan Kena Pajak (PKP) :
Penghasilan Neto Dalam Negeri Rp5.000.000.000
Penghasilan Neto Luar Negeri
 Malaysia Rp8.000.000.000
 Singapura Rp12.000.000.000 +
Jumlah Penghasilan Neto Luar Negeri Rp20.000.000.000 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp25.000.000.000

2. Mencari Pajak Penghasilan Terutang dari Jumlah PKP Sebesar Rp25.000.000.000 :


25% x Rp 25.000.000.000 = Rp6.250.000.000

3. Mencari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :


 Malaysia : Rp8.000.000.000 / Rp25.000.000.000 x Rp6.250.000.000
= Rp2.000.000.000
 Singapura : Rp12.000.000.000 / Rp25.000.000.000 x Rp6.250.000.000
= Rp3.000.000.000

4. Mencari Pajak yang Telah Dibayar atas Penghasilan di Luar Negeri :


 Malaysia : 35% x Rp8.000.000.000 = Rp2.800.000.000
 Singapura : 20% x Rp12.000.000.000 = Rp2.400.000.000

5. PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Malaysia


sebesar Rp2.000.000.000 (Pilih yang terendah)

PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Singapura


sebesar Rp 2.400.000.000 (Pilih yang terendah)

6. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri :


Rp2.000.000.000 + Rp2.400.000.000 = Rp4.400.000.000

68
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. PT Spongebob di Bengkulu memperoleh penghasilan neto tahun 2019 sebagai


berikut:
 Laba dalam negeri Rp 4.000.000.000
 Laba luar negeri (25%) Rp 2.000.000.000

2. PT Tom & Jerry memperoleh penghasilan setahun 2019 sebagai berikut :


 Laba dalam negeri Rp 500.000.000
 Laba luar negeri (15%) Rp 300.000.000

3. PT Sukasari memperoleh penghasilan setahun 2019 sebagai berikut :


 Rugi dalam negeri Rp 250.000.000
 Laba luar negeri (25%) Rp 100.000.000

4. PT Bondongan memperoleh penghasilan setahun 2019 sebagai berikut :


 Dalam negeri (Laba) Rp 500.000.000
 Luar negeri
Singapura (Rugi) 25% Rp 100.000.000
Malaysia (Laba) 20% Rp 200.000.000

5. PT Chlloe Stuff yang berlokasi di Bogor selama tahun 2019 memperoleh


penghasilan dari dalam negeri ataupun beberapa cabangnya yang berada di luar
negeri. Penghasilan netto dari dalam negeri Rp20.000.000.000 sedangkan usahanya
di luar negeri, seperti Belanda memperoleh penghasilan Rp10.000.000.000, Jerman
memperoleh penghasilan Rp5.000.000.000, sedangkan di Belgia mengalami rugi
Rp1.000.000.000. Pajak yang telah dibayar di luar negeri sebesar 15% untuk
Belanda, 20% untuk Jerman dan 20% untuk Belgia. Berapa PPh Pasal 24 yang
diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan yang harus dibayar
dalam Negeri?

69
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

A. PENGERTIAN PPH PASAL 25


Pajak Penghasilan PPh 25 adalah pajak yang dibayar secara angsuran.
Tujuannya adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak, mengingat pajak yang
terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Menurut pasal 25 ayat 1 Undang-
Undang PPh besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang
terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang
lalu dikurangi dengan:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong Pasal 21
b. Pajak Penghasilan yang dipotong Pasal 23
c. Pajak Penghasilan yang dipotong Pasal 22
d. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri yang boleh
dikreditkan dalam Pasal 24
e. Lalu dibagi 12 berkaitan berapa bulan dalam 1 tahun.

Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-08/PJ/2020 yang berlaku


pada bulan 21 April 2020 tentang Penghitungan Angsuran Pajak Penghasilan untuk
Tahun Pajak Berjalan Sehubungan dengan Penyesuaian Tarif Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Badan dengan pertimbangan adanya Pandemi yang sekarang sedang
terjadi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Berikut adalah penyesuaian tarif
pajak:
1. Penyesuaian Tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas penghasilan kena
pajak bagi Wajib Pajak Badan dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
menjadi sebesar:
a. 22% (dua puluh dua persen) yang berlaku pada Tahun Pajak 2020 dan
Tahun Pajak 2021; dan
b. 20% (dua puluh persen) yang mulai berlaku pada tahun pajak 2022
2. Tarif Pajak penghasilan bagi Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan seperti
Wajib Pajak dalam negeri yang berbentuk Perseroan Terbuka, dengan jumlah
keseluruhan saham diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit
40% serta memiliki kewajiban untuk melaporkan laporan keuangannya secara
berkala. Memperoleh penurunan tarif Pajak Penghasilan sebesar 3% lebih
rendah yaitu menjadi sebesar:

70
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

a. 19% (Sembilan belas persen) yang berlaku pada Tahun Pajak 2020 dan
Tahun Pajak 2021; dan
b. 17% (tujuh belas persen) yang mulai berlaku pada tahun pajak 2022

B. Cara Mencari Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25

PPh terutang Menurut SPT Tahunan − Kredit Pajak


12

Kredit Pajak adalah suatu jumlah yang merupakan angsuran pajak, baik yang
telah dipungut / dipotong maupun dibayar pada tahun pajak yang bersangkutan yang
meliputi PPh Pasal 21,22,23,24 yang telah dibayar dalam tahun pajak.
Angsuran PPh Pasal 25 adalah angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun
Pajak berjalan untuk suatu bulan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dan
Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian max 5 tahun serta Wajib Pajak yang
memperoleh penghasilan tidak teratur.

C. Ilustrasi Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25


1. Wajib Pajak Orang Pribadi
Penghasilan Netto Rp xxx
Penghasilan Tidak Teratur Rp xxx –
Penghasilan Teratur Rp xxx
Kompensasi Kerugian (max 5 tahun) Rp xxx –
Penghasilan Netto Usaha Rp xxx
PTKP Rp xxx –
PKP Rp xxx
Penghasilan Terutang: PKP X PPh Pasal 17 Rp xxx
Kredit Pajak:
 PPh Pasal 21 Rp xxx
 PPh Pasal 22 Rp xxx
 PPh Pasal 23 Rp xxx
 PPh Pasal 24 Rp xxx +
Jumlah Kredit Pajak Rp xxx –
Pajak yang masih harus dibayar sendiri Rp xxx
Angsuran PPh 25 perbulan = Pajak yang masih harus dibayar / 12

71
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

2. Wajib Pajak Badan & Bentuk Usaha Tetap (BUT)


Penghasilan Netto Rp xxx
Penghasilan Tidak Teratur Rp xxx –
Penghasilan Teratur Rp xxx
Kompensasi Kerugian (max 5 tahun) Rp xxx –
PKP Rp xxx

Penghasilan Terutang: PKP x 22% Rp xxx


Kredit Pajak:
 PPh Pasal 21 Rp xxx
 PPh Pasal 22 Rp xxx
 PPh Pasal 23 Rp xxx
 PPh Pasal 24 Rp xxx +
Jumlah Kredit Pajak Rp xxx –
Pajak yang masih harus dibayar sendiri Rp xxx
Angsuran PPh 25 perbulan = Pajak yang masih harus dibayar / 12

3. Wajib Pajak berbentuk Perseroan Terbatas dengan jumlah saham yang


diperdagangkan di BEI paling sedikit 40%
Penghasilan Netto Rp xxx
Penghasilan Tidak Teratur Rp xxx –
Penghasilan Teratur Rp xxx
Kompensasi Kerugian (max 5 tahun) Rp xxx –
PKP Rp xxx

Penghasilan Terutang: PKP x 19% Rp xxx


Kredit Pajak:
 PPh Pasal 21 Rp xxx
 PPh Pasal 22 Rp xxx
 PPh Pasal 23 Rp xxx
 PPh Pasal 24 Rp xxx +
Jumlah Kredit Pajak Rp xxx –
Pajak yang masih harus dibayar sendiri Rp xxx
Angsuran PPh 25 perbulan = Pajak yang masih harus dibayar / 12

72
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

D. Batas Waktu & Sanksi Keterlambatan Pembayaran PPh Pasal 25


Batas waktu pembayaran angsuran PPh pasal 25 yaitu tanggal 15 bulan
berikutnya. Jika batas waktu penyetoran jatuh pada hari libur (termasuk Sabtu,
Minggu, hari libur nasional dan pemilihan umum), maka pembayaran masih dapat
dilakukan pada hari berikutnya yang diatur dalam PMK No 242/PMK.03/2014
tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.
Apabila Wajib Pajak (WP) terlambat membayar, maka WP akan dikenai
bunga sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal
pembayaran. Misalnya: untuk bulan Februari 2020, WP terlambat dan baru
membayarnya pada 16 Maret. Sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, WP dikenai bunga
2%.

Contoh Kasus
1. Tn Luthfi pada tahun 2020 (K/3) memiliki data penjualan sebesar Rp500.000.000
sedangkan ditahun 2017 mengalami kerugian Rp20.000.000. Pajak yang telah
dibayar antara lain PPh Pasal 21 Rp5.000.000, PPh Pasal 22 Rp700.000, PPh
Pasal 23 Rp400.000 dan PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan sebesar
Rp2.500.000. Berapakah Angsuran PPh Pasal 25 tahun 2020?
Perhitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
Penghasilan Netto Rp500.000.000
Penghasilan Tidak Teratur Rp 0 -
Penghasilan Teratur Rp500.000.000
Kompensasi Kerugian Rp 20.000.000 –
Penghasilan Netto Usaha Rp480.000.000
PTKP(K/3) Rp 72.000.000 –
PKP Rp408.000.000

Penghasilan Terutang:
5% x Rp50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp200.000.000 = Rp30.000.000
25% x Rp158.000.000 = Rp39.500.000 +
Jumlah Pajak Penghasilan Terutang Rp72.000.000
Kredit Pajak:
 PPh Pasal 21 Rp5.000.000
 PPh Pasal 22 Rp 700.000
 PPh Pasal 23 Rp 400.000

73
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

 PPh Pasal 24 Rp 2.500.000 +


Jumlah Kredit Pajak Rp 8.600.000–
Pajak yang masih harus dibayar sendiri Rp63.400.000
Angsuran PPh 25 perbulan = Rp63.400.000/ 12 = 5.283.333

2. PT A memiliki data penjualan sebesar Rp6.600.000.000 sedangkan ditahun 2017


mengalami kerugian sebesar Rp1.500.000.000. Pajak yang telah dibayar antara
lain PPh 21 Rp20.000.000, PPh Pasal 22 Rp15.000.000, PPh pasal 23
Rp27.000.000 dan PPh Pasal 24 Rp13.000.000. Berapakah angsuran PPh Pasal
25 yang harus dibayar?
SPT tahunan PPh tahun pajak disampaikan tanggal 28 Maret 2020
Masa Pajak PPh Pasal 25
Desember 2019 Rp 80.000.000
Januari 2020 – Februari 2020 Rp 80.000.000
Maret 2020 Rp 100.000.000
April 2020 – Desember 2020 Rp 87.250.000

a. Maret 2020 (Angsuran PPh Pasal 25 sesuai penghitungan SPT Tahunan yang
dilaporkan sebelum perubahan tarif)
Penghasilan Netto Rp6.600.000.000
Penghasilan Tidak Teratur Rp 0 -
Penghasilan Teratur Rp6.600.000.000
Kompensasi Kerugian Rp1.500.000.000 –
PKP Rp5.100.000.000

Penghasilan Terutang: PKP x 25% Rp1.275.000.000


Kredit Pajak:
 PPh Pasal 21 Rp20.000.000
 PPh Pasal 22 Rp15.000.000
 PPh Pasal 23 Rp27.000.000
 PPh Pasal 24 Rp13.000.000 +
Jumlah Kredit Pajak Rp75.000.000-
Pajak yang masih harus dibayar sendiri Rp1.200.000.000
Angsuran PPh Pasal 25: Rp1.200.000.000 / 12 = Rp100.000.000

74
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

b. April 2020 – Desember 2020 (Angsuran PPh Pasal 25 sesuai dengan


penghitungan dengan perubahan tarif)
Penghasilan Netto Rp6.600.000.000
Penghasilan Tidak Teratur Rp 0 -
Penghasilan Teratur Rp6.600.000.000
Kompensasi Kerugian Rp1.500.000.000 –
PKP Rp5.100.000.000

Penghasilan Terutang: PKP x 22% Rp1.122.000.000


Kredit Pajak:
 PPh Pasal 21 Rp20.000.000
 PPh Pasal 22 Rp15.000.000
 PPh Pasal 23 Rp27.000.000
 PPh Pasal 24 Rp13.000.000 +
Jumlah Kredit Pajak Rp75.000.000 -
Pajak yang masih harus dibayar sendiri Rp1.047.000.000
Angsuran PPh Pasal 25: Rp1.047.000.000 / 12 = Rp 87.250.000

3. PT Cipinang Gading Tbk memenuhi persyaratan untuk memperoleh fasilitas


penurunan tarif. Mendapatkan penghasilan netto Triwulan 1 sebesar
Rp2.100.000.000 dan mengalami kerugian tahun 2017 sebesar Rp1.700.000.000.
Hutang pajak PPh Pasal 22 & PPh Pasal 23 Triwulan 1 sebesar Rp25.000.000,
angsuran PPh Pasal 25 yang Seharusnya dibayar sejak Awal Tahun Pajak s.d
Masa Pajak sebelum Masa Pajak yang dilaporkan sebesar Rp21.000.000. Berapa
angsuran pajak PPh Pasal 25 yang harus dibayar perusahaan pada Triwulan 2
(April 2020 - Juni 2020)?
Informasi Akumulasi Laba Rugi dan Kredit Pajak berdasarkan Laporan
Keuangan Triwulan 1 Tahun Pajak 2020 sebagai berikut:
Masa Pajak PPh Pasal 25
Desember 2019 Rp 7.000.000
Januari 2020 – Maret 2020 Rp 7.000.000
April 2020 – Juni 2020 Rp 10.000.000

Pada bulan Januari 2020 – Maret 2020 besarnya angsuran PPh 25 sama dengan
Masa Pajak terakhir Tahun Pajak yang lalu.

75
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Angsuran PPh Pasal 25 sesuai perhitungan berdasarkan Laporan Keuangan


Triwulan 1 (Januari – Maret 2020) mulai Masa Pajak April 2020 dan seterusnya.
Maka perhitungan untuk Triwulan selanjutnya sebagai berikut:

Penghasilan Neto Sejak s/d Triwulan yang Rp 2.100.000.000


dilaporkan
(-) Kompensasi Kerugian Rp 1.700.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 400.000.000
PPh Terutang PKP x 19% Rp 76.000.000
(-) PPh Pasal 22 & PPh Pasal 23 sejak Awal Tahun Rp 25.000.000
Pajak s/d Masa Pajak sebelum Masa Pajak yang
dilaporkan
(-) Angsuran PPh 25 yang seharusnya dibayat sejak Rp 21.000.000
awal Tahun Pajak s.d. Masa Pajak sebelum Masa
pajak yang dilaporkan
Angsuran yang masih harus dibayar Rp 30.000.000
Angsuran untuk 3 Masa Pajak (April s/d Juni 2020) Rp 10.000.000

76
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. Tn Supardi (K/2) pada tahun 2020 memiliki penghasilan Netto Rp400.000.000 dan
mengalami kerugian ditahun 2017 sebesar Rp50.000.000. Pajak yang telah dibayar
PPh Pasal 21 sebesar Rp5.000.000, PPh Pasal sebesar 22 Rp7.000.000, PPh Pasal 23
sebesar Rp2.000.000, PPh Pasal 24 sebesar Rp1.000.000. Berapakah angsuran PPh
Pasal 25 yang harus dibayar?

2. PT Sukasari memiliki data penjualan sebesar Rp5.000.000.000 sedangkan ditahun


2018 mengalami kerugian sebesar Rp1.000.000.000. Pajak yang telah dibayar antara
lain PPh Pasal 21 sebesar Rp25.000.000, PPh Pasal 22 sebesar Rp30.000.000, PPh
Pasal 23 sebesar Rp20.000.000 dan PPh Pasal 24 sebesar Rp25.000.000. Berapakah
Angsuran PPh 25 yang harus dibayar dari bulan April 2020 – Desember 2020?

3. PT Bondongan Tbk memenuhi persyaratan untuk memperoleh fasilitas penurunan


tarif. Mendapatkan penghasilan netto Triwulan 1 sebesar Rp4.100.000.000 dan
mengalami kerugian tahun 2017 sebesar Rp100.000.000. Total hutang pajak PPh 21
& 24 Triwulan 1 sebesar Rp50.000.000. Angsuran PPh Pasal 25 yang Seharusnya
dibayar sejak Awal Tahun Pajak s.d Masa Pajak sebelum Masa Pajak yang
dilaporkan sebesar Rp25.000.000. Angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak Januari 2020
sampai dengan Maret 2020 berdasarkan Angsuran PPh Pasal 25 Masa Desember
Rp10.000.000. Berapa angsuran pajak PPh Pasal 25 yang harus dibayar perusahaan
pada Triwulan berikutnya?

77
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)

A. PENGERTIAN SURAT PEMBERITAHUAN


Menurut Pasal 1 ayat 8 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
9/PMK.03/2018 tentang perubahan terakhir atas Peraturan Menteri keuangan
Nomor 243/PMK.03/2014, Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat SPT
adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/
atau pembayaran pajak, objek pajak dan/ atau bukan objek pajak, dan/ atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Berdasarkan dasar hukum Pasal 1 ayat 11 dalam Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2007 Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek pajak dan
atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

B. FUNGSI SURAT PEMBERITAHUAN


1. Wajib Pajak Penghasilan
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan
jumlah pajak yang sebeneranya terutang dan untuk melaporkan tentang:
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak
atau bagian tahun Pajak;
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;
c. Harta dan kewajiban; dan/atau
d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang
pemotongan/pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu)
Masa Pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

2. Pengusaha Kena Pajak


Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan
jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan
tentang:
a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan

78
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan untuk sendiri


oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa
pajak, sesuai dengan ketentuan perturan perundang-undangan perpajakan.
3. Pemotong atau Pemungut Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang
dipotong atau dipungut dan disetorkan.

C. JENIS-JENIS SURAT PEMBERITAHUAN


Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang diperbaharui dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2018, secara garis besar Surat
Pemberitahuan dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. SPT Masa
Merupakan Surat Pemberitahuan yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam satu masa
pajak. Yang termasuk jenis SPT Masa adalah SPT Masa PPh, SPT Masa PPN
dan PPnBm, dan SPT Masa bagi Pemungut PPN.
2. SPT Tahunan
Merupakan Surat Pemberitahuan yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam satu tahun
pajak. Yang termasuk jenis SPT Tahunan adalah SPT Tahunan PPh untuk satu
tahun pajak, dan SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak.

D. BATAS WAKTU PEMBAYARAN PAJAK


1. Pajak Masa
 Untuk PPh yang terutang melalui pemotongan paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
 Untuk PPh yang disetor sendiri paling lambat tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
2. Pajak Tahunan
 Selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun pajak.

79
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

E. BATAS WAKTU PELAPORAN PAJAK


1. Pajak Masa
 Untuk pajak masa PPh selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah
berakhirnya masa pajak.
 Untuk pajak masa PPN selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya masa pajak.
2. Pajak Tahunan
 Bagi WPOP selambat-lambatnya akhir bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun pajak.
 Bagi Badan Usaha selambat-lambatnya akhir bulan keempat setelah
berakhirnya tahun pajak.

F. SANKSI KETERLAMBATAN ATAU TIDAK MENYAMPAIKAN SURAT


PEMBERITAHUAN
1. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT dikenakan denda (sesuai dengan
pasal 7 KUP)
a. SPT Masa PPN sebesar Rp 500.000, sedangkan SPT Masa Lainnya sebesar
Rp 100.000
b. SPT Tahunan PPh WPOP sebesar Rp 100.000, sedangkan SPT Tahunan
PPh Badan Usaha sebesar Rp 1.000.000
2. Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan
atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana
apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib
Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang
terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus
persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui
penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. (Pasal 13A UU KUP)
3. Setiap orang yang karena kealpaannya menyampaikan Surat Pemberitahuan,
tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
80
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan
denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar. (Pasal 38 huruf b Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000)
4. Setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau
menyampaikan Surat Pemberi Tahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. (Pasal 39 ayat 1 UU KUP)
5. Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tersebut tidak dilakukan terhadap
(Pasal 7 ayat 2 UU KUP):
a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah meninggal dunia.
b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas;
c. Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai warga negra asing yang
tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum
dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan; atau
h. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.

G. SANKSI PERPAJAKAN
1. Surat Teguran atas SPT yang tidak disampaikan
Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau batas
waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan Surat Teguran
(Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran disamping suatu bentuk
pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat bagi dikenainya Wp yang
81
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana


dimaksud dalam pasal 13 ayat 1 huruf b dan pasal 13 ayat 3 UU KUP.
2. Sanksi Administrasi
Menurut Pasal 7 ayat 1 UU KUP menyatakan bahwa apabila SPT tidak
disampaikan dalam jangka waktu atau batas waktu perpanjangan penyampaian
SPT dikenal dengan sanksi administrasi. Sanksi administrasi adalah sanksi
berupa pembayaran kerugian terhadap negara seperti denda, bunga dan kenaikan.
Adapun perbedaan antara denda, bunga dan kenaikan dapat dijelaskan sebagai
berikut:
 Sanksi pajak berupa denda ditujukan kepada pelanggaran yang
berhubungan dengan kewajiban pelaporan. Besaran nya pun bermacam-
macam, sesuai dengan aturan undang-undang.
 Sanksi bunga ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran
dan/atau kekurangan bayar terkait kewajiban membayar pajak.
Besarannya sudah ditentukan per bulan. Contohnya, keterlambatan
pembayaran pajak masa tahunan akan dikenakan sanksi pajak berupa
bunga senilai 2% per bulan dari jumlah pajak terutang.
 Sanksi kenaikan ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan
pelanggaran terkait dengan kewajiban yang diatur dalam material. Sanksi
pajak ini berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar. Penyebabnya
bisa karena adanya pemalsuan data seperti meminimalkan jumlah
pendapatan pada SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbit SKP. Sanksi
kenaikan besarannya adalah 50% dari pajak yang kurang dibayar.
3. Sanksi Pidana
 Denda Pidana
Berbeda dengan sanksi administrasi, denda pidana dikenakan kepada
wajib pajak yang sengaja melanggar norma hukum perpajakan.
 Pidana Kurungan
Pidana kurungan dalam pasal 38 UU KUP dikenakan terhadap setiap
orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT. Pidana
kurungan hanya diancam kepada tindak pidana yang bersifat
pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak, pihak ketiga.
82
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

 Pidana Penjara
Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP menyatakan bahwa setiap orang
yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan,
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya
tidak benar atau tidak lengkap terancam pidana penjara. Pidana penjara
sama halnya dengan kurungan, merupakan hukuman perampasan
kemerdekaan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada
pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan wajib pajak.

H. TARIF PAJAK YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL


1. Bunga Deposito dan Tabungan
Badan Hukum Lokasi Tarif PPh
Indonesia Indonesia 15% Final
Indonesia Luar Negeri 20% Final
Luar Negeri Indonesia 20% Final
Luar Negeri Luar Negeri PPh Pasal 24

2. Sewa
a. Barang Tidak Bergerak (Tanah, Bangunan)
Baik pemiliknya WPOP atau Badan dikenakan tarif 20% Final.
b. Barang Bergerak
Khusus angkutan darat dikenakan 2% Tidak Final

3. Pembagian Deviden
a. Penerima WPOP
 Berasal dari WPOP (Fa, CV) : BOP
 Berasal dari Badan (PT) ; 10% Final
b. Penerima Badan
 Kepemilikan saham < 25% : 15% Tidak Final
 Kepemilikan saham ≥ 25% : BOP

83
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

4. Penjualan Saham
a. Melalui bursa efek : 0,1% Final
b. Tidak melalui bursa efek : tidak diperkenankan PPh

5. Hadiah
a. Tidak Final
 Penghargaan atas prestasi tertentu : tarif pasal 17
 Sehubungan dengan pemberian jasa dan kegiatan lain : tarif pasal 17
b. Final : hadiah undian tarif 25%
c. BOP : hadiah langsung karena membeli produk

6. Keuntungan atas Penjualan Tanah/Bangunan


a. Selain rumah sederhana atau rumah susun : 2,5% Final
b. Barang sebagai aktiva tetap : 2,5% Tidak Final

7. Penyusutan Aktiva Tetap


Tarif Penyusutan
Kelompok Masa
Metode Garis Metode Saldo
Harta Wajib Manfaat
Lurus Menurun
Non Bangunan
Kelompok I 4 tahun 25% 50%
Kelompok II 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok III 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok IV 20 tahun 5% 10%
Bangunan
Tidak 10 tahun 10%
Permanen
Permanen 20 tahun 5%

84
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

KASUS PENGISIAN SPT 1721

PT PUTRA SENDIRI adalah perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan. Berikut


adalah data penghasilan karyawan selama tahun 2020 :
NPWP : 59.546.243.3-112.000
KLU : 55345
Alamat : Jalan Terus Sampai Mentok No.29, Jakarta
No. Telp : 021-12312456
E-mail : putrasendiri@gmail.com

DATA BIAYA PERUSAHAAN


1. Gaji, Upah, Gratifikasi, Honorarium, THR, dll Rp 650.000.000
2. Biaya Transportasi Rp 45.000.000
3. Biaya Lainnya Rp 20.000.000

DATA PENGHASILAN PEGAWAI TETAP


1. Nama : Ramadhana Putra
NPWP : 05.207.031.5-035.423
NIK : 643251
Alamat : Jalan Melati Putih No.11, Jakarta
Jabatan : Direktur
Status : Kawin dengan 2 tanggungan

Penghasilan setiap bulan selama 2020 :


Keterangan Nominal (Rp)
Gaji 25.000.000
Tunjangan Makan 300.000
Tunjangan Transport 300.000
Bonus bulan Juli 2020 15.000.000
Iuran THT 50.000
Iuran Pensiun 50.000
Tunjangan Transport bertambah bulan Agustus 30.000

2. Nama : Sandi Perdana


NPWP : 27.939.653.5-035.000
NIK : 258107
Jabatan : Manager Pemasaran
Status : Kawin dan tidak memiliki tanggungan

85
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Penghasilan setiap bulan selama 2020


Keterangan Nominal (Rp)
Gaji 20.000.000
Tunjangan Makan 250.000
Tunjangan Transport 250.000
Bonus bulan Mei 2020 10.000.000
Iuran THT 40.000
Iuran Pensiun 40.000
Tunjangan Transport bertambah bulan Oktober 30.000

3. Nama : Permana Prasetya Putri


NPWP : 25.773.472.3-604.000
NIK : 457298
Alamat : Jalan Terompet Kuning No.14, Jakarta
Jabatan : Kepala Produksi
Status : Kawin dengan 1 tanggungan dan suaminya bekerja

Penghasilan setiap bulan selama tahun 2020


Keterangan Nominal (Rp)
Gaji 15.000.000
Tunjangan Makan 200.000
Tunjangan Transport 200.000
Iuran THT 40.000
Iuran Pensiun 40.000
Tunjangan Makan bertambah bulan September 20.000

4. Nama : Kitty Angelic


NPWP : 46.939.246.8-423.000
NIK : 158943
Alamat : Jalan Kenangan No. 01, Jakarta
Jabatan : Staff Audit
Status : Kawin tidak memiliki tanggungan dan suaminya tidak bekerja

Penghasilan setiap bulan selama tahun 2020 :


Keterangan Nominal (Rp)
Gaji 12.000.000
Tunjangan Makan 100.000
Tunjangan Transport 100.000
Iuran THT 30.000
Iuran Pensiun 30.000

86
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

DATA PENGHASILAN PEGAWAI TIDAK TETAP


Nama : Rendi Permana
NPWP : 69.902.809.8-325.000
NIK : 234567
Alamat : Jalan Sunyi No.06, Jakarta
Status : Kawin dengan 1 tanggungan
Penghasilan : Rp. 10.000.000

KOMISARIS
Nama : Putra Arjuna
NPWP : 31.672.082.0-615.000
NIK : 951340
Alamat : Jalan Buntu No.89, Jakarta
Status : Kawin dengan 1 tanggungan
Honorarium : Rp. 30.000.000

TENAGA AHLI
Nama : Sandra Dewi
NPWP : 03.140.484.1-212.000
NIK : 180234
Alamat : Jalan Ramai No.75, Jakarta
Status : Tidak Kawin
Honorarium : Rp. 50.000.000

PENERIMA HONORARIUM
Nama : Ardila Sinta
NPWP : 49.231.557.7-502.000
NIK : 687453
Alamat : Jalan Kesabaran No.11, Jakarta
Status : Kawin dan tidak memiliki tanggungan
Honorarium : Rp. 25.000.000 (Akuntan)

87
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Nama Wajib Pajak :


Status :
NPWP :

Penghasilan
Gaji
Tunjangan
JKK
JPK
Jumlah Teratur Sebulan
Jumlah Teratur Setahun
Bonus/THR
Total
Pengurang :
Biaya Jabatan
(Maksimal Rp 6.000.000/th)
Iuran (disetahunkan)
Total Pengurang
Penghasilan Neto Setahun
PTKP
PKP
PPh 21 (Tarif Pasal 17)
5% (Rp 0 s.d. Rp 50jt)
15% (Rp 50jt s.d. Rp 250jt)
25% (Rp 250jt s.d. Rp 500jt)
30% (Diatas Rp 500jt)
PPh 21 Setahun
PPh Setahun atas Gaji
PPh Setahun atas
Bonus/THR
PPh Teratur Masa
Jumlah PPh 21 Masa
PPh Sudah disetor
Kurang/Lebih setor
Desember

88
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Nama Wajib Pajak :


Status :
NPWP :

Penghasilan
Gaji
Tunjangan
JKK
JPK
Jumlah Teratur Sebulan
Jumlah Teratur Setahun
Bonus/THR
Total
Pengurang :
Biaya Jabatan
(Maksimal Rp 6.000.000/th)
Iuran (disetahunkan)
Total Pengurang
Penghasilan Neto Setahun
PTKP
PKP
PPh 21 (Tarif Pasal 17)
5% (Rp 0 s.d. Rp 50jt)
15% (Rp 50jt s.d. Rp 250jt)
25% (Rp 250jt s.d. Rp 500jt)
30% (Diatas Rp 500jt)
PPh 21 Setahun
PPh Setahun atas Gaji
PPh Setahun atas
Bonus/THR
PPh Teratur Masa
Jumlah PPh 21 Masa
PPh Sudah disetor
Kurang/Lebih setor
Desember

89
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Nama Wajib Pajak :


Status :
NPWP :

Penghasilan
Gaji
Tunjangan
JKK
JPK
Jumlah Teratur Sebulan
Jumlah Teratur Setahun
Bonus/THR
Total
Pengurang :
Biaya Jabatan
(Maksimal Rp 6.000.000/th)
Iuran (disetahunkan)
Total Pengurang
Penghasilan Neto Setahun
PTKP
PKP
PPh 21 (Tarif Pasal 17)
5% (Rp 0 s.d. Rp 50jt)
15% (Rp 50jt s.d. Rp 250jt)
25% (Rp 250jt s.d. Rp 500jt)
30% (Diatas Rp 500jt)
PPh 21 Setahun
PPh Setahun atas Gaji
PPh Setahun atas
Bonus/THR
PPh Teratur Masa
Jumlah PPh 21 Masa
PPh Sudah disetor
Kurang/Lebih setor
Desember

90
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Nama Wajib Pajak :


Status :
NPWP :

Penghasilan
Gaji
Tunjangan
JKK
JPK
Jumlah Teratur Sebulan
Jumlah Teratur Setahun
Bonus/THR
Total
Pengurang :
Biaya Jabatan
(Maksimal Rp 6.000.000/th)
Iuran (disetahunkan)
Total Pengurang
Penghasilan Neto Setahun
PTKP
PKP
PPh 21 (Tarif Pasal 17)
5% (Rp 0 s.d. Rp 50jt)
15% (Rp 50jt s.d. Rp 250jt)
25% (Rp 250jt s.d. Rp 500jt)
30% (Diatas Rp 500jt)
PPh 21 Setahun
PPh Setahun atas Gaji
PPh Setahun atas
Bonus/THR
PPh Teratur Masa
Jumlah PPh 21 Masa
PPh Sudah disetor
Kurang/Lebih setor
Desember

91
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PPN DAN PPnBM

A. DASAR HUKUM
UU No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah telah diubah oleh UU No. 18 Tahun 2000,
sebagai dasar hukum PPN adalah tetap UU No.8 Tahun 1983 yang dalam Pasal 20-
nya ditentukan bahwa UU ini dapat disebut Undang – Undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984 dan saat ini telah diubah menjadi UU No. 42 Tahun 2009.

B. KARAKTERISTIK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


1. Pajak Tidak Langsung
2. Pajak Objektif
3. Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
4. Bersifat Multi Stage Levy (dikenakan pada setiap jalur distribusi barang / jasa)
5. Perhitungan dengan Indirect Substraction Method (mengurangkan PPN yang
dipungut penjual atas penyerahan barang/jasa dengan PPN yang dibayar kepada
penjual lain atas perolehan barang/jasa)
6. Tarif tunggal

C. MEKANISME PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


1. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai yang bersifat umum diatur dalam
Pasal 9 dan 13 UU PPN 1984
a) Setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak
(BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk
memungut Pajak yang terutang. Pajak yang dipungut dinamakan Pajak
Keluaran/PK (Output Tax). Hal ini sesuai dengan basis akrual (Accrual
Bassis) yang digunakan oleh UU PPN 1984.
b) Pada saat Penguasaha Kena Pajak tersebut diatas membeli Barang Kena
Pajak atau menerima Jasa Kena Pajak dari Pengusaha Kena Pajak lain, juga
membayar pajak yang terutang, yang dinamakan Pajak Masukan / PM (Input
Tax)
c) Pada akhir masa Pajak, Pajak masukan tersebut dikreditkan dengan pajak
keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal jumlah Pajak
Keluaran lebih besar dari pada jumlah Pajak Masukan, maka kekuranganya

92
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

dibayar ke kas negara selambat–lambatnya akhir bulan berikutnya.


(PK > PM = Kurang Bayar)
d) Apabila Jumlah Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka
kelebihan pembayaran pajak masukan ini dapat dikompensasikan dengan
utang pajak dalam masa pajak berikutnya atau diminta kembali (restitusi).
(PM > PK = Lebih Bayar)
e) Pada akhir masa pajak, setiap Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan
pemungutan dan pembayaran Pajak yang terutang kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) setempat,selambat–lambatnya akhir bulan
berikutnya.

2. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai yang bersifat khusus diatur dalam


Pasal 16A UU PPN Tahun 1984
a) Instansi pemerintah, badan atau orang yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN
b) Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak kepada pemungut PPN, wajib membuat Faktur Pajak
c) Pada saat pemungut pajak tersebut melakukan pembayaran Harga Jual atau
penggantian,“memungut” pajak yang terutang, kemudiaan menyetorkan
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama Pengusaha Kena
Pajak tersebut pada butir (b) dan melaporkan kepada KPP setempat.
d) SSP tersebut pada butir (c) kemudiaan diserahkan kepada Pengusaha Kena
Pajak yang bersangkutan.

D. OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas:
a. Penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) didalam daerah pabean yang
dilakukan oleh pengusaha.
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi,
baik pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun
pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi
belum dikukuhkan.
b. Impor Barang Kena Pajak (BKP).
Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak dan pemungutannya
dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, tanpa memperhatikan
apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya, tetap dikenai
pajak.

93
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

c. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan didalam daerah pabean
oleh pengusaha.
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik
pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun
pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi
belum dikukuhkan.
Penyerahan Jasa Kena Pajak yang telah diatur pada Pasal 1 angka 7
UndangUndang Nomor 18 Tahun 2000:
 Setiap kegiatan pemberian JKP, termasuk pemakaian sendiri dan pemberian
cuma - cuma atas Jasa Kena Pajak
 Sama hal nya dengan pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma atas
BKP, pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma atas JKP juga harus
dikenakan PPN.
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah
pabean
Untuk memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang
Kena Pajak, atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang berasal dari luar
Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean juga
dikenai PPN
e. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean didalam daerah pabean.
Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di
dalam Daerah Pabean dikenai PPN
f. Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud hanya
pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak
g. Ekspor BKP tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
Dalam (UU PPN pasal 4 ayat (1)) Yang dimaksud Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud adalah :
 Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusasteraan,
kesenian, atau karya ilmiah,paten, desain, atau model, rencana, formula,
atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan
intelktual/industrial.
 Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial
atau
 Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal,
industrial, atau komersial.

94
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

h. Ekspor JKP oleh Pengusaha Kena Pajak


Dalam (UU PPN pasal 4 ayat (1)) yang termasuk dalam pengertian ekspor Jasa
Kena Pajak adalah penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean ke
luar Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan
melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atas dasar pesanan atau
permintaan dengan bahan dan/atau petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean

E. YANG TERMASUK DALAM PENGERTIAN PENYERAHAN BARANG


KENA PAJAK (BKP)
Penyerahan BKP yang telah diatur dalam Pasal 1A angka 1 Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2000:
 Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian.
 Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian
leasing.
 Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.
 Pemakaian sendiri atau pemberian cuma – cuma atas BKP
 Persediaan BKP dan Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjual belikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
 Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP
antar cabang.
 Penyerahan BKP secara konsinyasi
 Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang
dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap
langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP

F. TIDAK TERMASUK DALAM PENGERTIAN PENYERAHAN


BARANG KENA PAJAK (BKP)
Diatur dalam (Pasal 1A angka 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000)
 Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam KUHD.
 Penyerahan BKP untuk jaminan hutang-piutang.
 Penyerahan BKP dari pusat ke cabang dan antar cabang bagi PKP yang
memperoleh izin melakukan pemusatan tempat pajak terutang dari Dirjen
Pajak.

 Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,


95
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang


Melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah PKP.
 BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual
belikan.

G. TIDAK TERMASUK BARANG KENA PAJAK (BKP)


Jenis Barang Tidak Kena Pajak (Pasal 4A ayat (2) Perubahan Ketiga Undang-
Undang PPN 1984)
 Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, seperti: minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil,
biji timah, biji emas,dst.
 Barang – barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat
banyak, seperti : beras, gabah, jagung, sagu, gandum, kedelai, garam baik
yang beryodium atau tidak, daging, telur, buah,dan sayur-sayuran.
 Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung dan sejenisnya, tidak termasuk makanan dan minuman yang
diserahkan oleh usaha jasa boga atau cattering.
 Uang, emas batangan, dan surat – surat berharga (saham, obligasi)

H. TIDAK TERMASUK JASA KENA PAJAK (JKP)


Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam
kelompok jasa sebagai berikut:
1. Jasa pelayanan kesehatan medik;
2. Jasa pelayanan sosial;
3. Jasa pengiriman surat dengan perangko;
4. Jasa keuangan;
5. Jasa asuransi;
6. Jasa keagamaan;
7. Jasa pendidikan;
8. Jasa kesenian dan hiburan;
9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
10. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam
negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara
luar negeri;
11. Jasa tenaga kerja;
12. Jasa perhotelan;

96
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan


pemerintahan secara umum;
14. Jasa penyediaan tempat parkir;
15. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
17. Jasa boga atau catering

I. KEWAJIBAN PKP
Diatur dalam Pasal 3A ayat (1) dan (2)
a) Memiliki Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ( NPPKP )
 Melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
( Pasal 2 ayat (2) UU KUP)
b) Memungut Pajak Terutang
 Membuat Faktur Pajak / FP ( Pasal 13 UU PPN 1984 )
c) Menyetor Pajak Terutang
 Wajib mencatat sejumlah perolehan dan penyerahan BKP / JKP dalam
pembukuan dan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan (
Pasal 6 dan UU KUP )
d) Melaporkan Pajak Terutang
 Mengisi dan menyampaikan SPT MASA PPN ( Pasal 13 UU KUP )

J. SYARAT PAJAK MASUKAN DAPAT DIKREDITKAN


1. Pengusaha yang melakukan pengkreditan telah berstatus PKP (sudah
dikukuhkan)
2. Adanya bukti Pajak Masukan dalam bentuk Faktur Pajak Standar / Khusus yang
sah, benar dan lengkap.
3. Dilakukan dalam masa pajak yang sama, namun masih memungkinkan pada
masa pajak berikutnya, sepanjang tidak melampaui bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun buku dan belum dibebankan sebagai biaya serta belum
dilakukan pemeriksaan.
4. Pajak Masukan yang dikreditkan berhubungan langsung dengan kegiatan usaha
yaitu pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran dan manajemen
dengan syarat ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang PPN dan sifatnya
tidak untuk tujuan konsumtif direksi, dewan komisaris, karyawan, dan pemegang
saham.

97
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

K. PAJAK MASUKAN YANG TIDAK DAPAT DIKREDITKAN


1. Yang dibayar untuk perolehan BKP / JKP untuk pemanfaatan BKP / JKP dari
luar daerah pabean, sebelum pengusaha dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak.
2. Yang dibayar untuk perolehan BKP / JKP yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha.
3. Yang dibayar untuk perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor jenis sedan
dan station wagon, kecuali jika barang tersebut adalah untuk persediaan barang
dagangan atau untuk digunakan langsung sesuai dengan bidang usahannya,
Misalnya usaha persewaan kendaraan bermotor.
4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
5. Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 5 atau ayat 9 UU PPN atau tidak
mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli BKP atau
penerima JKP.
6. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari Luar Daerah
Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat 6 UU PPN.
7. Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan
ketetapan pajak.
8. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannnya tidak dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
9. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi
sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat 2A UU PPN.
10. Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN.

L. TARIF PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


Diatur dalam Pasal 7, Pasal 1 angka 26 dan Pasal 8A
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (Sepuluh Persen)
2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (Nol
Persen)
3. Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagai mana maksud dapat diubah
menjadi serendah – rendahnya 5% dan setinggi – tingginya 15%.

98
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

M. SYARAT TERUTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi tiga syarat yang bersifat
kumulatif dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya, yaitu:
 Barang atau jasa yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak.
 Penyerahannya dilakukan di dalam Daerah Pabean.
 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

N. SUBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


1. Pengusaha Kena Pajak ( PKP )
a) Pabrikan / Produsen termasuk Pengusaha Real Estate / Industrial estate /
Developer.
b) Importir, Indentor
c) Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan Pabrikan dan atau
Importir.
d) Agen Utama dan Penyalur Utama dari Pabrikan dan atau Importir.
e) Pemegang Hak Patent dan Merk Dagang.
f) Pemborong bangunan dan harta tetap lainnya

2. Pengusaha Kecil Yang Dikukuhkan Menjadi Pengusaha Kena Pajak


(PKP)
Yang bukan merupakan subyek PPN
a) Pengusaha yang menghasilkan barang-barang pertanian, perkebunan,
peternakan, kehutanan, perikanan yang belum diolah lebih lanjut.
b) Pengusaha Kecil (Mereka juga tidak boleh memungut PPN).
c) Pengusaha Jasa, untuk jasa-jasa yang tidak dikenai pajak sesuai dengan UU
No.42 tahun 2009.

99
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

O. PIHAK YANG WAJIB MEMBAYAR/MENYETORKAN DAN MELAPOR


PPN/PPnBM
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2. Pemungut PPN / PPnBM adalah :
 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
 Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah
 Direktorat Jendral Bea dan Cukai

P. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)


1. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah yang dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah
tersebut didalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali pada waktu
penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah oleh Pengusaha yang
menghasilkan atau pada waktu impor

Q. TARIF PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH


1. Tarif Pajak atas Penjualan Barang Mewah adalah paling rendah 20% (Dua Puluh
Persen) dan paling tinggi 75% (Tujuh Puluh Lima Persen). Berdasarkan
peraturan terbaru PMK Nomor 35/PMK.010/2017 Tahun 2017.
2. Atas Ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenakan pajak dengan
tarif 0% (Nol Persen).
3. Terdapat dua kelompok besar Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yakni
yang termasuk Kelompok Kendaraan Bermotor dan Kelompok Selain Kendaraan
Bermotor.
4. Jenis barang yang termasuk dalam dua kelompok besar tersebut diatas telah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 35/PMK.010/2017.

R. DASAR PENGENAAN PAJAK ( DPP )


1. Harga Jual
Nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh penjual / pembeli jasa karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN dan
potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.

100
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

2. Penggantian
Nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh penjual / pembeli jasa karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP
tidak berwujud, tetapi tidak termasuk PPN dan potongan harga yang
dicantumkan dalam faktur pajak.
3. Nilai Impor
Nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah
pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam Peraturan
Perundangundangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN.

4. Nilai Ekspor
Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta oleh eksportir.

5. Nilai Lain
Nilai berupa uang yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai
dasar untuk menghitung pajak yang terutang

101
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

KASUS PENGISIAN SPT MASA PPN (FORMULIR 1111)

PT LG adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang peralatan elektronik yang


beralamat di Kawasan Industri Town MM 2100 Blok G Cikarang Barat, Bekasi . Didirikan
pada tahun 1990 No Telpon (021) 8989123 Kode Pos 17530 Bekasi, Indonesia. Direktur
utama bernama Jeon Byoung Jae dan direktur keuangan Yofi Deri Hero. Produk yang
dihasilkan adalah AC, TV, OHP. Atas penyerahan produk tersebut di samping terutang PPN
10% juga terutang PPnBM 20%. Perusahaan ini telah terdaftar dan memiliki NPWP:
01.069.323.2-092.000 serta telah dikukuhkan sebagai PKP sejak tanggal 27 Juni 1995.
Sedangkan nomor KLU: 54323. Dalam bulan Maret 2020, dicatat transaksi dalam
pembukuannya sebagai berikut:

PENJUALAN / PENYERAHAN:
1. 2 Maret 2020 Diekspor sejumlah produk elektronik kepada BlackRock di Amerika
Setikat dengan nilai ekspor Rp 6.000.000.000 PEB No. 00022-2-01.
2. 4 Maret 2020 Diterima pembayaran dari PT Meta Prima Sejahtera, NPWP:
02.069.487.3-504.000 atas penyerahan sejumlah TV berwarna 30 inch pada tanggal
1 Maret 2020 dengan harga jual Rp 120.000.000. Dibuatkan faktur pajak standar
dengan nomor seri : 010- 000-04-00000002.
3. 6 Maret 2020 Diserahkan komponen OHP seharga Rp 800.000.000 kepada PT
Setiawan Abadi dengan NPWP : 02.282.880.0-504.000. Mendapat fasilitas PPN
tidak dipungut. Dibuatkan faktur pajak standar no seri: 061-006-03-00000003.
Pembayaran dilakukan pada saat itu.
4. 10 Maret 2020 menyampaikan surat tagihan kepada Sri Tanaya Megatama dengan
penyerahan sejumlah alat elektronik dengan harga dalam kontrak Rp 270.000.000
termasuk PPN 10% dan PPnBM 20% yang penyerahannya dilakukan tanggal 9 Maret
2020 yang pembayarannya akan dilakukan melalui KPPN (Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara) dengan NPWP: 01.724.253.8-509.000 Faktur pajak standar
dilampirkan dengan No seri: 030.010-03-00000004.
5. 28 Maret 2020 Diserahkan TV kepada PT Bintang dengan NPWP : 04.003.436.9-
123.020. Sebenarnya harga jual kedua BKP ini Rp 12.000.000, terutang PPN 10%
dan PPnBM 20%. Dibuatkan faktur pajak sederhana dengan no seri: 040.028-03-
00000005.

102
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

6. 31 Maret 2020 Diserahkan 20 AC kepada PT Karabha Nomor NPWP :


01.572.958.5- 501.000 dengan harga jual Rp 120.000.000, termasuk PPN 10% dan
PPnBM 20%.
Pembayarannya baru dilakukan pada tanggal 4 April 2020. Faktur pajak standar no
seri: 020.031-03-00000006.

PEMBELIAN / PEROLEHAN
1. 2 April 2020 Dibeli secara tunai dari PT Sinar Jaya Dwi Abadi dengan NPWP :
02.037.085.2-502.000 komponen elektronik seharga Rp 130.000.000 (termasuk
PPN) dibuat faktur pajak dengan no seri : 030.002-04-00000001.
2. 7 April 2020 Diterima suku cadang mesin dari PT Multi Power dengan NPWP :
01.213.798.0-503.000 seharga Rp 50.000.000 (termasuk PPN) berdasarkan
pesanan tanggal 5 April 2020. Sesuai kesepakatan pembayarannya akan
dilakukan bulan Mei dibuatkan faktur pajak dengan no seri : 020.007-04-
00000002.
3. 10 April 2020 Dilunasi tagihan dari PT Ace Hardware dengan NPWP :
01.023.236.4-367.051 atas pembelian OHP seharga Rp 22.400.000 (belum
termasuk PPN) berdasarkan pesanan tanggal 8 April 2020 dibuat faktur pajak
dengan no seri : 021.010-04-00000003.
4. 15 April 2020 Dibayar uang langganan listrik Rp. 24..000.000 (termasuk PPN)
kepada PT PLN (Persero) dengan NPWP : 01.001.411.1-112.011 sesuai dengan
kwitansi Nomor dokumen 12345678910 tanggal 13 April 2020.
5. 26 April 2020 Diterima dari PT Bangun Makmur Utama , satu unit mesin dengan
NPWP : 01.066.990.6-504.000 dengan harga Rp 220.000.000 (sudah termasuk
PPN 10% dan PPnBM dengan tarif 20%). Pembayaran dilakukan secara tunai
dan dibuat faktur pajak dengan no seri : 032.026-04-00000005.
6. 28 April 2020 Diterima faktur pajak tertanggal 12 Februari 2019 dengan PPN Rp
15.000.000 dari pabrik suku cadang PT Indomarco dengan NPWP :
01.337.994.6-503.003 atas penyerahan sejumlah peralatan mesin untuk
pembuatan TV pada tanggal 6 April 2020 dengan no seri : 047.028-04-00000006.

103
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

INSTRUKSI

Masukan seluruh transaksi tersebut kedalam SPT Masa PPN 1111 untuk Masa Pajak
Mei 2020 atas nama PT LG dengan keterangan tambahan sebagai berikut:

 Faktur pajak dibuat sesuai dengan Kep. Dirjen Pajak Nomor : KEP- 549/PJ/2003.
Faktur pajak dibuat pada tanggal jatuh tempo saat pembuatan faktur pajak,
kecuali sebelumnya ada pembayaran, dibuat saat pembayaran.
 Dalam SPT Masa PPN Masa Pajak April 2020, terdapat kelebihan pembayaran
PPN sebesar Rp 5.200.041,00 yang diterima untuk dikompensasikan ke Masa
Pajak berikutnya. Dalam PM > PK, kelebihannya supaya dikompensasikan
dengan utang pajak Masa Pajak berikutnya.

104
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

A. DASAR HUKUM
Undang – Undang No. 12 tahun 1985 diperbaharui melalui Undang-Undang
No. 12 tahun 1994. Terakhir, diperbaharui melalui Undang-undang No. 28 tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

B. PENGERTIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan terhadap
bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
nomor 28 Tahun 2009.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek
(siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

C. OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


Bumi dan atau bangunan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan
usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (Pasal 77 ayat 1).

D. PENGERTIAN BUMI DAN BANGUNAN


 Bumi adalah permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya. Contoh: Sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.
 Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara
tetap pada tanah / perairan di wilayah Republik Indonesia. Contoh : Rumah
tempat tinggal, bangunan, gedung, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak
lepas pantai, pusat perbelanjaan.

E. KRITERIA OBJEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK BUMI


DAN BANGUNAN
1. Digunakan untuk melayani kepentingan umum yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan.
2. Digunakan untuk pemakaman, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan
itu.

105
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

3. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani
suatu hak.
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik.
5. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan
oleh menteri keuangan.

F. SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


Menurut pasal 78 ayat 1 dan 2, subjek PBB adalah orang pribadi atau badan yang
secara nyata:
 Mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
 Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
 Memiliki bangunan, dan atau;
 Menguasai bangunan, dan atau;
 Memperoleh manfaat atas bangunan
Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

G. DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


Dasar pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang
ditetapkan per wilayah berdasarkan keputusan menteri keuangan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 139/PMK.03/2014 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual
Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan :
 Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara
wajar.
 Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya dan
fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya
 Nilai perolehan baru
 Penentuan Nilai Jual Objek Pajak Pengganti

H. NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (NJOPTKP)


NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena
pajak. Besarnya NJOPTKP berdasarkan KMK RI NOMOR 201/KMK.04/2000 Pasal
2 adalah setinggi-tingginya Rp12.000.000, sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun
2009 Pasal 77 ayat (4) besarnya NJOPTKP ditentukan paling rendah adalah Rp
106
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

10.000.000,00 dan penetapannya dilakukan oleh masing-masing Kepala Daerah.


Dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak 1 kali dalam
satu tahun pajak.
2. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang mendapat
pengurangan NJOPTKP hanya satu objek pajak yang nilainya terbesar dan tidak
bisa digabungkan objek pajak lainnya.

I. DASAR PERHITUNGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


Dasar Penghitungan Pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang
merupakan hasil dari pengurangan NJOP dengan NJOPTKP. Berdasarkan UU No.
28 Tahun 2009 dalam perhitungan PBB tidak lagi mengenal besarnya NJKP.

J. TARIF PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


a. Tarif PBB adalah paling tinggi sebesar 0,3% (pasal 80).
b. Tarif PBB untuk wilayah Jakarta:
 NJOPKP Kurang dari Rp 200.000.000 = 0,01%
 NJOPKP Rp 200.000.000 – Rp 2.000.000.000 = 0,1 %
 NJOPKP Rp 2.000.000.000 – Rp 10.000.000.000 = 0.2%
 NJOPKP diatas Rp 10.000.000.000 = 0.3%
 NJOPKP kurang dari Rp 1.000.000.000 dengan luas dibawah 100 m2 yang
dimaksud adalah Rumah/Rusun/Rusunami yang berada diluar Real Estate
tidak dikenakan PBB (Sesuai dengan PERGUB No. 25 Tahun 2018 Tentang
perubahan kedua atas PERGUB No. 256 tahun 2015 tentang Pembebasan
PBB Perdesaan dan Perkotaan)
c. Tarif PBB untuk wilayah kota Depok :
 NJOPKP kurang dari Rp 1.000.000.000 = 0,125%
 NJOPKP diatas Rp 1.000.000.000 = 0,25%
d. Tarif PBB untuk wilayah kota Bekasi :
 NJOPKP dibawah Rp 500.000.000 = 0,1%
 NJOPKP diatas Rp 500.000.000 - Rp 1.000.000.000 = 0,15%
 NJOPKP diatas Rp 1.000.000.000 = 0,25%
e. Tarif PBB untuk wilayah kota Bogor :
 NJOPKP sampai dengan Rp. 100.000.000 = 0%
 NJOPKP diatas Rp. 100.000.000 – Rp. 250.000.000 = 0,10%
 NJOPKP diatas Rp. 250.000.000 – Rp. 500.000.000 = 0,125%
107
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

 NJOPKP diatas Rp. 500.000.000 – Rp. 1.000.000.000 = 0,150%


 NJOPKP diatas Rp. 1.000.000.000 – Rp. 2.000.000.000 = 0,175%
 NJOPKP diatas Rp. 2.000.000.000 – Rp. 5.000.000.000 = 0,20%
 NJOPKP diatas Rp. 5.000.000.000 – Rp. 10.000.000.000 = 0,225%
 NJOPKP lebih dari Rp. 10.000.000.000 = 0,250%
f. Tarif PBB untuk wilayah kab. Bogor :
 NJOPKP kurang dari Rp 1.000.000.000 = 0,10 %
 NJOPKP diatas Rp 1.000.000.000 = 0,20 %

K. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB


Saat ini hasil penerimaan PBB 100% (seratus persen) diterima dan diatur oleh
pemerintah daerah sehingga tidak ada lagi pembagian bagian dengan pemerintah
pusat, provinsi, dan pihak lainnya seperti sebelumnya.

Contoh kasus 1

Alvaro adalah seorang pengusaha Berlian dan memiliki tanah serta sebuah bangunan
di daerah Jakarta dengan data sebagai berikut :
 Tanah seluas 1000 m2 dengan NJOP Rp 7.800.000.000
 Bangunan seluas 850 m2 dengan NJOP Rp 4.165.000.000
 Taman seluas 450 m2 dengan NJOP Rp 1.215.000.000
 Kolam renang seluas 350 m2 dengan NJOP Rp 875.000.000

Dengan NJOPTKP yang telah ditetapkan sebesar Rp 12.000.000 , Berapakah PBB


yang harus dibayar Alvaro?

108
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Jawaban:
(dalam ribuan rupiah)
Nilai Konversi Jumlah
NO Uraian Kelas Luar
Jual/m2 NJOP NJOP
1 Tanah 7.800 8.145 041 1000 8.145.000
2 Bangunan 4.900 4.825 013 850 4.101.250
3 Taman 2.700 2.625 017 450 1.181.250
4 Kolam Renang 2.500 2.625 017 350 918.750
Jumlah NJOP sebagai dasar perhitungan 14.346.250
NJOPTKP 12.000
NJOPKP 14.334.250
PBB ( 0,3% x NJOPKP ) 43.002,75

Contoh Kasus 2 :
Ibu Eva mempunyai sebuah rumah yang terletak di Bogor dan memiliki sebuah butik
yang terletak di Depok rincian nya adalah sebagai berikut :

a. Rumah di Bogor :
 Tanah seluas 700 m2 dengan Nilai Jual Rp 3.350.000/ m2
 Bangunan seluas 500 m2 dengan Nilai Jual Rp 4.200.000/ m2
b. Butik di Depok :
 Tanah seluas 400 m2 dengan Nilai Jual Rp 3.400.000/ m2
 Bangunan seluas 350 m2 dengan Nilai Jual Rp 3.500.000/ m2

Berapakah besarnya PBB yang terutang atas masing – masing objek pajak yang
dimiliki Ibu Eva , Jika NJOPTKP yang ditetapkan sebesar Rp 11.000.000 ?
Jawaban :

109
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Jawaban:
a. Rumah di Bogor
(dalam ribuan rupiah)
Nilai Konversi Jumlah
NO Uraian Kelas Luar
Jual/m2 NJOP NJOP
1 Tanah 3.350 3.375 050 700 2.362.500
2 Bangunan 4.200 4.200 014 500 2.100.000
Jumlah NJOP sebagai dasar perhitungan 4.462.500
NJOPTKP 11.000
NJOPKP 4.451.500
PBB ( 0,2% x NJOPKP ) 8.903

b. Butik di Depok
(dalam ribuan rupiah)
Nilai Konversi Jumlah
NO Uraian Kelas Luar
Jual/m2 NJOP NJOP
1 Tanah 3.400 3.375 050 400 1.350.000
2 Bangunan 3.500 3.625 015 350 1.268.750
Jumlah NJOP sebagai dasar perhitungan 2.618.750
NJOPTKP 0
NJOPKP 2.618.750
PBB ( 0,25% x NJOPKP ) 6.546,875

Penentuan klasifikasi dari bumi dan bangunan didasarkan pada Keputusan Menteri
Keuangan dan untuk peraturan yang terbaru adalah Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 139/PMK.03/2014 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak
sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan yang menggantikan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010. Lihat Tabel 1 dan 2.

110
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

KLASIFIKASI NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP) BUMI


UNTUK OBJEK PAJAK SEKTOR PERDESAAN DAN SEKTOR PERKOTAAN

Pengelompokan Nilai Jual Bumi Nilai Jual Objek Pajak


Kelas
(Rp/m2) (NJOP) (Rp/m2)
001 > 67.390.000,00 s/d 69.700.000,00 68.545.000,00
002 > 65.120.000,00 s/d 67.390.000,00 66.255.000,00
003 > 62.890.000,00 s/d 65.120.000,00 64.000.000,00
004 > 60.700.000,00 s/d 62.890.000,00 61.795.000,00
005 > 58.550.000,00 s/d 60.700.000,00 59.625.000,00
006 > 56.440.000,00 s/d 58.550.000,00 57.495.000,00
007 > 54.370.000,00 s/d 56.440.000,00 55.405.000,00
008 > 52.340.000,00 s/d 54.370.000,00 53.355.000,00
009 > 50.350.000,00 s/d 52.340.000,00 51.345.000,00
010 > 48.400.000,00 s/d 50.350.000,00 49.375.000,00
011 > 46.490.000,00 s/d 48.400.000,00 47.445.000,00
012 > 44.620.000,00 s/d 46.490.000,00 45.555.000,00
013 > 42.790.000,00 s/d 44.620.000,00 43.705.000,00
014 > 41.000.000,00 s/d 42.790.000,00 41.895.000,00
015 > 39.250.000,00 s/d 41.000.000,00 40.125.000,00
016 > 37.540.000,00 s/d 39.250.000,00 38.395.000,00
017 > 35.870.000,00 s/d 37.540.000,00 36.705.000,00
018 > 34.240.000,00 s/d 35.870.000,00 35.055.000,00
019 > 32.650.000,00 s/d 34.240.000,00 33.445.000,00
020 > 31.100.000,00 s/d 32.650.000,00 31.875.000,00
021 > 29.590.000,00 s/d 31.100.000,00 30.345.000,00
022 > 28.120.000,00 s/d 29.590.000,00 28.855.000,00
023 > 26.690.000,00 s/d 28.120.000,00 27.405.000,00
024 > 25.300.000,00 s/d 26.690.000,00 25.995.000,00

111
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

025 > 23.950.000,00 s/d 25.300.000,00 24.625.000,00


026 > 22.640.000,00 s/d 23.950.000,00 23.295.000,00
027 > 21.370.000,00 s/d 22.640.000,00 22.005.000,00
028 > 20.140.000,00 s/d 21.370.000,00 20.755.000,00
029 > 18.950.000,00 s/d 20.140.000,00 19.545.000,00
030 > 17.800.000,00 s/d 18.950.000,00 18.375.000,00
031 > 16.690.000,00 s/d 17.800.000,00 17.245.000,00
032 > 15.620.000,00 s/d 16.690.000,00 16.155.000,00
033 > 14.590.000,00 s/d 15.620.000,00 15.105.000,00
034 > 13.600.000,00 s/d 14.590.000,00 14.095.000,00
035 > 12.650.000,00 s/d 13.600.000,00 13.125.000,00
036 > 11.740.000,00 s/d 12.650.000,00 12.195.000,00
037 > 10.870.000,00 s/d 11.740.000,00 11.305.000,00
038 > 10.040.000,00 s/d 10.870.000,00 10.455.000,00
039 > 9.250.000,00 s/d 10.040.000,00 9.645.000,00
040 > 8.500.000,00 s/d 9.250.000,00 8.875.000,00
041 > 7.790.000,00 s/d 8.500.000,00 8.145.000,00
042 > 7.120.000,00 s/d 7.790.000,00 7.455.000,00
043 > 6.490.000,00 s/d 7.120.000,00 6.805.000,00
044 > 5.900.000,00 s/d 6.490.000,00 6.195.000,00
045 > 5.350.000,00 s/d 5.900.000,00 5.625.000,00
046 > 4.840.000,00 s/d 5.350.000,00 5.095.000,00
047 > 4.370.000,00 s/d 4.840.000,00 4.605.000,00
048 > 3.940.000,00 s/d 4.370.000,00 4.155.000,00
049 > 3.550.000,00 s/d 3.940.000,00 3.745.000,00
050 > 3.200.000,00 s/d 3.550.000,00 3.375.000,00
051 > 3.000.000,00 s/d 3.200.000,00 3.100.000,00
052 > 2.850.000,00s/d 3.000.000,00 2.925.000,00

112
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

053 > 2.708.000,00 s/d 2.850.000,00 2.779.000,00


054 > 2.573.000,00 s/d 2.708.000,00 2.640.000,00
055 > 2.444.000,00 s/d 2.573.000,00 2.508.000,00
056 > 2.261.000,00 s/d 2.444.000,00 2.352.000,00
057 > 2.091.000,00 s/d 2.261.000,00 2.176.000,00
058 > 1.934.000,00 s/d 2.091.000,00 2.013.000,00
059 > 1.789.000,00 s/d 1.934.000,00 1.862.000,00
060 > 1.655.000,00 s/d 1.789.000,00 1.722.000,00
061 > 1.490.000,00 s/d 1.655.000,00 1.573.000,00
062 > 1.341.000,00 s/d 1.490.000,00 1.416.000,00
063 > 1.207.000,00 s/d 1.341.000,00 1.274.000,00
064 > 1.086.000,00 s/d 1.207.000,00 1.147.000,00
065 > 977.000,00 s/d 1.086.000,00 1.032.000,00
066 > 855.000,00 s/d 977.000,00 916.000,00
067 > 748.000,00 s/d 855.000,00 802.000,00
068 > 655.000,00 s/d 748.000,00 702.000,00
069 > 573.000,00 s/d 655.000,00 614.000,00
070 > 501.000,00 s/d 573.000,00 537.000,00
071 > 426.000,00 s/d 501.000,00 464.000,00
072 > 362.000,00 s/d 426.000,00 394.000,00
073 > 308.000,00 s/d 362.000,00 335.000,00
074 > 262.000,00 s/d 308.000,00 285.000,00
075 > 223.000,00 s/d 262.000,00 243.000,00
076 > 178.000,00 s/d 223.000,00 200.000,00
077 > 142.000,00 s/d 178.000,00 160.000,00
078 > 114.000,00 s/d 142.000,00 128.000,00
079 > 91.000,00 s/d 114.000,00 103.000,00
080 > 73.000,00 s/d 91.000,00 82.000,00

113
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

081 > 55.000,00 s/d 73.000,00 64.000,00


082 > 41.000,00 s/d 55.000,00 48.000,00
083 > 31.000,00 s/d 41.000,00 36.000,00
084 > 23.000,00 s/d 31.000,00 27.000,00
085 > 17.000,00 s/d 23.000,00 20.000,00
086 > 12.000,00 s/d 17.000,00 14.000,00
087 > 8.400,00 s/d 12.000,00 10.000,00
088 > 5.900,00 s/d 8.400,00 7.150,00
089 > 4.100,00 s/d 5.900,00 5.000,00
090 > 2.900,00 s/d 4.100,00 3.500,00
091 > 2.000,00 s/d 2.900,00 2.450,00
092 > 1.400,00 s/d 2.000,00 1.700,00
093 > 1.050,00 s/d 1.400,00 1.200,00
094 > 760,00 s/d 1.050,00 910,00
095 > 550,00 s/d 760,00 660,00
096 > 410,00 s/d 550,00 480,00
097 > 310,00 s/d 410,00 350,00
098 > 240,00 s/d 310,00 270,00
099 >170,00 s/d 240,00 200,00
100 <170,00 140,00

114
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

KLASIFIKASI NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP) BANGUNAN UNTUK


OBJEK PAJAK SEKTOR PERDESAAN DAN SEKTOR PERKOTAAN

Pengelompokan Nilai Jual Bangunan Nilai Jual Objek Pajak


Kelas
(Rp/m2) (NJOP) Bangunan
001 > 14.700.000,00 s/d 15.800.000,00 15.250.000,00
002 > 13.600.000,00 s/d 14.700.000,00 14.150.000,00
003 > 12.550.000,00 s/d 13.600.000,00 13.075.000,00
004 > 11.550.000,00 s/d 12.550.000,00 12.050.000,00
005 > 10.600.000,00 s/d 11.550.000,00 11.075.000,00
006 > 9.700.000,00 s/d 10.600.000,00 10.150.000,00
007 > 8.850.000,00 s/d 9.700.000,00 9.275.000,00
008 > 8.050.000,00 s/d 8.850.000,00 8.450.000,00
009 > 7.300.000.00 s/d 8.050.000,00 7.675.000,00
010 > 6.600.000,00 s/d 7.300.000,00 6.950.000,00
011 > 5.850.000,00 s/d 6.600.000,00 6.225.000,00
012 > 5.150.000,00 s/d 5.850.000,00 5.500.000,00
013 > 4.500.000,00 s/d 5.150.000,00 4.825.000,00
014 > 3.900.000,00 s/d 4.500.000,00 4.200.000,00
015 > 3.350.000,00 s/d 3.900.000,00 3.625.000,00
016 > 2.850.000,00 s/d 3.350.000,00 3.100.000,00
017 > 2.400.000,00 s/d 2.850.000,00 2.625.000,00
018 > 2.000.000,00 s/d 2.400.000,00 2.200.000,00
019 > 1.666.000,00 s/d 2.000.000,00 1.833.000,00
020 > 1.366.000,00 s/d 1.666.000,00 1.516.000,00
021 > 1.034.000,00 s/d 1.366.000,00 1.200.000,00
022 > 902.000,00 s/d 1.034.000,00 968.000,00
023 > 744.000,00 s/d 902.000,00 823.000,00
024 > 656.000,00 s/d 744.000,00 700.000,00

115
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

025 > 534.000,00 s/d 656.000,00 595.000,00


026 > 476.000,00 s/d 534.000,00 505.000,00
027 > 382.000,00 s/d 476.000,00 429.000,00
028 > 348.000,00 s/d 382.000,00 365.000,00
029 > 272.000,00 s/d 348.000,00 310.000,00
030 > 256.000,00 s/d 272.000,00 264.000,00
031 > 194.000,00 s/d 256.000,00 225.000,00
032 > 188.000,00 s/d 194.000,00 191.000,00
033 > 136.000,00 s/d 188.000,00 162.000,00
034 > 128.000,00 s/d 136.000,00 132.000,00
035 > 104.000,00 s/d 128.000,00 116.000,00
036 > 92.000,00 s/d 104.000,00 98.000,00
037 > 74.000,00 s/d 92.000,00 83.000,00
038 > 68.000,00 s/d 74.000,00 71.000,00
039 > 52.000,00 s/d 68.000,00 60.000,00
040 < 52.000,00 50.000,00

116
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. Bapak Johar memiliki sebidang tanah dan bangunan di wilayah kota Bekasi. Luas
tanah tersebut 700 m2 dengan nilai jual sebesar Rp 950.000/m2 dan luas bangunan
500 m2 dengan nilai jual Rp 1.800.00/ m2. Dan nilai NJOPTKP Rp 12.000.000.
Hitunglah berapa besarnya PBB yang harus dibayar Bapak Johar?

2. Rafatar mempunyai sebuah rumah yang terletak di Bekasi dan memiliki sebuah toko
di Galaxy yang terletak di rincian nya adalah sebagai berikut :
a) Rumah di Bekasi
 Tanah seluas 700 m2 dengan Nilai Jual Rp 2.450.000/ m2
 Bangunan seluas 450 m2 dengan Nilai Jual Rp 3.800.000/ m2
b) Butik di Galaxy :
 Tanah seluas 400 m2 dengan Nilai Jual Rp 2.400.000/ m2
 Bangunan seluas 350 m2 dengan Nilai Jual Rp 2.700.000/ m2
Berapakah besarnya PBB yang terutang atas masing – masing objek pajak yang
dimiliki Rafatar , Jika NJOPTKP yang ditetapkan sebesar Rp 12.000.000 ?

3. Gempi adalah seorang pengusaha Batu bara dan memiliki tanah serta sebuah
bangunan di daerah Jakarta dengan data sebagai berikut :
 Tanah seluas 1000 m2 dengan NJOP Rp 8.800.000.000
 Bangunan seluas 750 m2 dengan NJOP Rp 4.875.000.000
 Taman seluas 450 m2 dengan NJOP Rp 1.035.000.000
 Kolam renang seluas 350 m2 dengan NJOP Rp 875.000.000
Dengan NJOPTKP yang telah ditetapkan sebesar Rp 12.000.000 , Berapakah PBB
yang harus dibayar Gempi?

117
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN


(BPHTB)
A. DASAR HUKUM
Undang – Undang No.21 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang –
Undang No. 20 Tahun 2000 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001. Terakhir
diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah.

B. PENGERTIAN BPHTB
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan bangunan. Hak atas tanah dan atau bangunan adalah
hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar
Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah
Susun, dan ketentuan perundang-undangan lainnya.

C. PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN MELIPUTI:


1. Pemindahan hak karena :
 Jual Beli;
 Tukar Menukar;
 Hibah;
 Hibah Wasiat;
 Waris;
 Pemasukan dalam perseroan / Badan hukum lain;
 Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak;
 Penunjukan pembeli dalam lelang;
 Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
 Penggabungan usaha;
 Peleburan Usaha;
 Pemekaran Usaha;
 Hadiah

2. Pemindahan hak baru karena :


 Kelanjutan pelepasan hak;
 Di luar pelepasan hak.
118
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

D. HAK ATAS TANAH SEBAGAI PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN


BANGUNAN
 Hak milik;
 Hak guna usaha;
 Hak guna bangunan;
 Hak pakai;
 Hak milik atas satuan rumah susun;
 Hak pengelolaan.

E. SUBJEK PAJAK BPHTB


Orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. (pasal
86 ayat 1).

F. OBJEK PAJAK BPHTB


Perolehan hak atas tanah atau bangunan (pasal 85 ayat 1) yang dapat berupa :
1. Tanah termasuk tanaman diatasnya
2. Tanah dan Bangunan
3. Bangunan

G. OBJEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN BPHTB


Objek Pajak yang tidak dikenakan BPHTB menurut UU Nomor 28 Tahun 2009,
yaitu:
1. Objek Pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik.
2. Objek pajak yang diperoleh negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan
atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum dan yang
semata-mata tidak digunakan untuk mencari keuntungan.
3. Objek pajak yang diperoleh badan atau perwakilan organisasi internasional
yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan
/ perwakilan organisasi tersebut.
4. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau
karena perbuatan hukum lain dengan tidak ada perubahan nama.
5. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi / badan karena wakaf.
6. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi / badan yang digunakan untuk
kepentingan ibadah
119
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

H. TARIF BPHTB
Tarif BPHTB yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah ditetapkan paling
tinggi sebesar 5% dari NPOPKP (UU No. 28 Tahun 2009).

I. DASAR PENGENAAN PAJAK


Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (UU No. 28 Tahun
2009). Yang dimaksud Nilai Perolehan Objek Pajak adalah dalam hal :
a) Jual Beli adalah Harga Transaksi
b) Tukar Menukar adalah Nilai Pasar
c) Hibah adalah Nilai Pasar
d) Hibah Wasiat adalah Nilai Pasar
e) Warisan adalah Nilai Pasar
f) Pemasukan dalam perseroan/badan hukum lainnya adalah Nilai Pasar
g) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah Nilai Pasar
h) Peralihan Hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum adalah Nilai Pasar
i) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah Nilai
Pasar
j) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan di luar pelepasan hak adalah
Nilai Pasar
k) Penggabungan usaha adalah Nilai Pasar
l) Peleburan usaha adalah Nilai Pasar
m) Pemekaran usaha adalah Nilai Pasar
n) Hadiah adalah Nilai Pasar
o) Penunjukan pembeli dalam lelang adalah Harga Transaksi yang Tercantum
dalam risalah lelang.
p) Pemberian hak baru
 Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah
daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan PBB pada
tahun terjadinya perolehan dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai
Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan.

120
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

 Apabila Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan belum ditetapkan,
besarnya Nilai Jual Objek Pajak bumi dan bangunan ditetapkan oleh menteri.
 Jika didalam kasus terdapat dua nilai yaitu nilai perolehan dan nilai jual,
maka yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak adalah nilai yang terbesar.
J. NILAI PEROLEHAN OBJEK PAJAK TIDAK KENAPAJAK (NPOPTKP)
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional
serendah- rendahnya Rp 60.000.000 (pasal 87 ayat 4), kecuali dalam hal perolehan
hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam
hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunuan harus satu derajat ke atas dan ke
bawah dengan pemberi hibah wasiat termasuk suami/istri, maka nilai NPOPTKP
ditetapkan secara regional serendah-rendahnya Rp 300.000.000 (pasal 87 ayat 5).
 Untuk wilayah Jakarta NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp 80.000.000,- untuk
semua transaksi selain waris dan hibah, untuk waris dan hibah ditetapkan
sebesar Rp 350.000.000,-
 Untuk wilayah kota Depok NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp 60.000.000,-
untuk semua transaksi selain waris dan hibah, untuk waris dan hibah ditetapkan
sebesar Rp 300.000.000,-
 Untuk wilayah kota Bogor dan Kab. Bogor NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp
60.000.000,- untuk semua transaksi selain waris dan hibah, untuk waris dan
hibah ditetapkan sebesar Rp300.000.000,-
 Untuk wilayah kota Bekasi dan Kab. Bekasi NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp
60.000.000,- untuk semua transaksi selain waris dan hibah, untuk waris dan
hibah ditetapkan sebesar Rp300.000.000,-

121
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus 1 :

Bapak Wasis membeli tanah dan bangunan dengan nilai perolehan objek pajak (harga
transaksi) Rp 850.000.000. NPOPTKP yang ditetapkan pemerintah daerah setempat
adalah Rp70.000.000. Berapakah besarnya BPHTB terutang oleh Bapak Wasis ?
Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 850.000.000
NPOPTKP Rp 70.000.000 –
NPOPKP Rp 780.000.000
BPHTB terutang : 5% x Rp 780.000.000 = Rp 39.000.000

K. UNTUK BPHTB YANG TERUTANG DARI WARIS DAN HIBAH WASIAT


Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang atas perolehan hak
karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan Bangunan yang seharusnya terutang (Peraturan Pemerintah No. 111
Tahun 2000).

Contoh Kasus 1 :
Tn. Justin memperoleh warisan dari ayahnya sebidang tanah dan bangunan diatasnya
dengan nilai pasar sebesar Rp 1.250.000.000. Berapa BPHTB terutang atas warisan
tersebut jika ditetapkan NPOPTKP sebesar Rp 300.000.000 ?
Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 1.250.000.000
NPOPTKP Rp 300.000.000 –
NPOPKP Rp 950.000.000
BPHTB yang seharusnya terutang : 5% x Rp 950.000.000 = Rp 47.500.000
BPHTB terutang : 50% x Rp 47.500.000 = Rp 23.750.000

L. SURAT KETETAPAN BPHTB KURANG BAYAR


Ketentuan tentang surat ketetapan BPHTB kurang bayar ditetapkan dalam Pasal 11
UU No. 21 Tahun 1997 tentang BPHTB jo UU No. 20 Tahun 2000 adalah sebagai
berikut:
a. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah ayat terutang pajak, Dirjen Pajak dapat
menerbitkan surat ketetapan BPHTB kurang bayar apabila berdasarkan hasil
pemeriksaan atau keterangan lainnya ternyata jumlah pajak yang terutang kurang
bayar.

122
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

b. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam surat ketetapan BPHTB kurang
bayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan,
jangka waktu 24 bulan, dihitung mulai saat terutanganya pajak sampai dengan
diterbitkannya surat ketetapan BPHTB kurang bayar.

Contoh Kasus :
Seorang wajib pajak memperoleh tanah dan bangunan pada tanggal 1 Juli 2020.
Nilai Perolehan Objek Pajak = Rp 950.000.000
NPOPTKP = Rp 60.000.000 –
NPOPKP Rp 890.000.000

BPHTB Terutang : 5% x Rp 890.000.000 = Rp 44.500.000

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 31 Desember 2020


ternyata ditemukan data yang belum lengkap yang menunjukan bahwa Nilai Perolehan
Objek Pajak sebenarnya adalah sebagai berikut :
Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 1.150.000.000
NPOPTKP Rp 60.000.000 –
NPOPKP Rp 1.090.000.000

BPHTB yang seharusnya terutang (5% x Rp 1.090.000.000) = Rp 54.500.000


BPHTB yang telah dibayar = Rp 44.500.000 –
BPHTB yang kurang bayar = Rp 10.000.000

Sanksi administrasi berupa bunga dari 1 Juli 2020 sampai 31 Desember 2020 :
6 Bulan x 2% x Rp 10.000.000 = Rp 1.200.000
Jadi Jumlah Pajak yang harus dibayar sebesar :
Rp 10.000.000 + Rp 1.200.000 = Rp 11.200.000

Catatan :
Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dikenakan untuk jangka waktu
maksimal 24 bulan. Jadi jika ditemukan data baru dalam jangka waktu lebih dari 24
bulan maka sanksi administrasinya sebesar 2% tetap dikalikan dengan 24 bulan

123
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. Ny Elsa membeli tanah dan rumah di daerah Bekasi Selatan, dengan Nilai Perolehan
Objek Pajak sebesar Rp 600.000.000. NPOPTKP yang ditetapkan oleh Pemda
Bekasi Selatan adalah sebesar Rp 60.000.000. Berapakah BPHTB yang terutang Ny
Elsa ?

2. Pada tanggal 5 Mei 2020 Bapak Bayu mewariskan tanah kepada putranya yang
terletak di Bogor seluas 750 m² dengan NPOP sebesar Rp 800.000.000. NPOPTKP
yang ditetapkan Pemda setempat adalah Rp 300.000.000. Berapakah BPHTB yang
terhutang ?

3. Pada tanggal 1 Agustus 2020 Bapak Toyib membeli sebidang tanah dengan NPOP
sebesar Rp 750.000.000 dengan NPOPTKP di wilayah Depok ditetapkan sebesar
Rp 60.000.000. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan tanggal 31
Desember 2020 ternyata ditemukan data yang belum lengkap yang menunjukan
bahwa NPOP sebenarnya adalah Rp 950.000.000. Berapakah besarnya BPHTB
yang terutang pada saat Bapak Toyib memperoleh tanah dan bangunan dan
berapakah BPHTB yang terutang pada saat pemeriksaan tanggal 31 Desember 2020
serta berapa denda administrasi yang harus dibayar pada tanggal 31 Desember 2020
?

4. Bapak Jamal menjual tanah seluas 550m2. Diketahui bahwa tanah tersebut Nilai
Perolehan Objek Pajak sebesar Rp 1.300.000.000. Berapa PPh yang harus dibayar
Bapak Jamal atas penjualan tanah tersebut jika NPOPTKP nya sebesar Rp
80.000.000 ?

124
Panduan Praktikum Komputerisasi Perpajakan
ATA 2020/2021
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Anda mungkin juga menyukai