Anda di halaman 1dari 136

Laboratorium Akuntansi Lanjut B

Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN


NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN


Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan terakhir atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan yang mengatur
mengenai Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau
badan. Undang-Undang ini mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek
pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun
pajak.
Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam Undang-
Undang disebut Wajib Pajak, yang dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan
dalam bagian tahun pajak apabila pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun
pajak (Pasal 1).

B. 4 KELOMPOK PENGHASILAN
1. Penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3. Penghasilan dari modal, jasa dan sewa atau penggunaan harta.
4. Penghasilan lain-lain.

C. SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 2)


Subjek Pajak Penghasilan dibedakan menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri (orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari atau sama dengan 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan) dan Wajib Pajak Luar Negri (orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan), yang meliputi:
 Orang Pribadi,
 Warisan Yang Belum Terbagi,
 Badan, dan
 Bentuk Usaha Tetap

D. TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 3)


1. Kantor perwakilan negara asing.
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga

1
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan


di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik.
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang
dananya berasal dari iuran para anggota.
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan Menteri
Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia.

E. PENGHASILAN YG TERMASUK OBJEK PAJAK PENGHASILAN ( Pasal 4 ayat 1)


Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apa pun, termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

2
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.


k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
s. Surplus Bank Indonesia.

F. PENGHASILAN YANG DIKENAI PAJAK BERSIFAT FINAL (Pasal 4 ayat 2)


1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi.
2. Penghasilan berupa hadiah undian.
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura.
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan
5. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

G. PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK PENGHASILAN


(Pasal 4 ayat 3)
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan harta hibahan.
2. Warisan yang sudah terbagi.
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham
atau sebagai pengganti penyertaan modal.

3
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang
dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit).
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa.
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai.
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-
bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif.
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat tertentu.
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang

4
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan


dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

H. PENGHASILAN KENA PAJAK / PKP (pasal 6)


Bagi Wajib Pajak Dalam Negri (WPDN) pada dasarnya terdapat 2 cara untuk
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu:
1. Cara Biasa (Cara Pembukuan) yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-
biaya yang diperkenankan, antara lain:
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
b. Biaya penyusutan dan amortisasi.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta.
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing.
f. Natura didaerah tertentu.
g. Biaya lain, seperti biaya perjalanan, biaya administrasi, biaya litbang yang
dilakukan di indonesia, biaya magang, dan biaya pelatihan.

2. Dengan Norma Penghasilan Neto


Besarnya persentase norma ditentukan bedasarkan keputusan dirjen pajak, norma
perhitungan penghasilan neto boleh digunakan wajib pajak yang peredaran usaha
brutonya kurang dari Rp 4.800.000.000 setahun dengan syarat memberitahukan
kepada Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak
yang bersangkutan (pasal 14).

I. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pengurang penghasilan neto,
yang hanya diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) sebagai WPDN.
Sesuai dengan pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk menetapkan penyesuaian
5
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setelah dikonsultasikan dengan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Batasan PTKP ini berlaku mulai pada tanggal 27 Juni 2016 melalui Peraturan
Menteri Keuangan RI Nomor : 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya
Penghasilan Tidak Kena Pajak mengantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
122/PMK.010/2015.
NO Jenis Penghasilan Tidak Kena Pajak Setahun Sebulan

1 Wajib Pajak Orang Pribadi Rp 54.000.000 Rp 4.500.000

2 Tambahan Untuk Wajib Pajak Kawin Rp 4.500.000 Rp 375.000

3 Istri yang penghasilannya digabung dengan Rp 54.000.000 Rp 4.500.000


penghasilan suami
4 Tambahan anggota keluarga Rp 4.500.000 Rp 375.000
sedarah,semenda dalam garis keturunan
lurus (vertikal), serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, maksimal
3 orang

Catatan :
1. Dalam hal Karyawati kawin (bekerja pada suatu pemberi kerja), PTKP yang
dikurangkan hanya untuk dirinya sendiri. (asumsi: suami memiliki penghasilan).
2. Dalam hal tidak kawin pengurang PTKP selain untuk dirinya ditambah dengan
PTKP yang menjadi tanggungan sepenuhnya yaitu untuk setiap anggota sedarah,
semenda dalam garis keturunan lurus (vertikal) serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya maksimal 3 orang yang masing-masing besarnya
Rp4.500.000 setahun atau Rp 375.000 sebulan.
3. Bagi Karyawati kawin yang menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah
deaerah setempat (serendah-rendahnya dari kecamatan) bahwa suaminya tidak
menerima atau memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sebesar
Rp4.500.000 setahun atau Rp 375.000 sebulan, dan ditambah PTKP untuk keluarga
yang menjadi tanggungannya, paling banyak 3 orang masing-masing Rp 4.500.000
setahun atau Rp 375.000 sebulan.
4. Perhitungan besarnya PTKP ditentukan menurut keadaan wajib pajak pada awal
tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak.

6
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh:
1. Jika Tuan Harry Potter adalah seorang karyawan yang sudah menikah dengan
memiliki 4 orang anak, 1 anaknya sudah bekerja sedangkan 3 lainnya belum
bekerja, besarnya PTKP setahun untuk tahun 2019 adalah sbb :
(K/3) Harry Potter status kawin dan 3 tanggungan
PTKP :
Wajib pajak orang pribadi Rp 54.000.000
Kawin Rp 4.500.000
Tanggungan 3 orang Rp 13.500.000 +
Rp 72.000.000
2. Jika Hermione Granger adalah seorang manajer yang belum menikah dan tinggal
bersama ayah dan 2 adiknya, besarnya PTKP setahun untuk tahun 2019 adalah
sbb :
(TK/1) Hermione Granger status (Tidak Kawin) dengan 1 tanggungan
PTKP :
Wajib Pajak Sendiri Rp 54.000.000
Tanggungan 1 orang Rp 4.500.000 +
Rp 58.500.000
3. Jika Draco Malfoy adalah seorang manajer yang sudah menikah memiliki 2 orang
anak kandung yang sudah bekerja dan 2 orang anak angkat yang berumur 15
tahun, sedangkan istrinya bekerja dan penghasilannya digabung. Maka besarnya
PTKP setahun untuk tahun 2019 adalah sbb :
(K/I/2) Draco Malfoy status (kawin) penghasilan istri digabung dengan 2
tanggungan
PTKP :
Wajib Pajak Sendiri Rp 54.000.000
Status Kawin Rp 4.500.000
Istri Rp 54.000.000
Tanggungan 2 orang Rp 9.000.000 +
Rp 121.500.000
Catatan :
Pada tanggal 1 Januari 2019 Bapak Ron Weasley berstatus kawin dengan
tanggungan 1 orang anak, apabila anak yang kedua lahir tanggal 2 Januari 2019
maka besarnya PTKP yang diberikan kepada Bapak Ron Weasley untuk tahun pajak
2019 tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 orang anak.
7
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

J. TARIF PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN


Tarif Progresif
Tarif pajak yang prosentasenya semakin besar apabila penghasilannya juga semakin
besar. Dengan pengenaan sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (pasal 17)
yaitu dengan lapisan-lapisan pengenaan pajak penghasilan sebagai berikut :
a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP)
Lapisan penghasilan Kena Pajak Tarif Batasan

Sampai dengan Rp 50.000.000 5% Rp 50.000.000

Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 15% Rp 200.000.000

Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25% Rp 250.000.000

Diatas Rp 500.000.000 30% ~

b. Untuk Wajib Pajak Badan


 Tarif PPh Pasal 17 ayat 1b UU No.36 Tahun 2008 untuk Wajib Pajak Badan
BUT sebesar 28% da diturunkan ditahun 2010 menjadi 25%.
 Tarif pemungutan pajak untuk Wajib Pajak Badan pasal 31 E UU No.36
Tahun 2008 digolongkan menjadi 3 sesuai dengan peredaran bruto
perusahaan, yaitu:
Laba Penghasilan Cara Perhitungan

Lebih dari Rp 50.000.000.000 25% x PKP

(50% x 25%) x PKP dari bagian


peredaran bruto yang memperoleh
>Rp 4.800.000.000 s/d Rp fasilitas + 25% x PKP dari bagian
50.000.000.000 peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas
50% x 25% x PKP
Sampai dengan Rp 4.800.000.000 0,5% x Omset Penjualan (sesudah 1
Juli 2018)
Cara mencari PKP dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas :

8
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

K. PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN


1. Cara Pembukuan (Cara Biasa)
a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (perseorangan)
Peredaran Usaha Rp xxx
Harga Pokok Penjualan Rp xxx –
Penghasilan Bruto Rp xxx
Biaya-biaya yang diperkenankan Rp xxx –
Penghasilan Neto Usaha Rp xxx
Penghasilan lain-lain Rp xxx +
Penghasilan Neto Dalam Negri Rp xxx
Penghasilan Neto Luar Negri Rp xxx +
Penghasilan Neto Rp xxx
Kompensasi kerugian (max 5 Thn) Rp xxx –
Penghasilan Neto setelah Kompensasi Rp xxx
PTKP Rp xxx –
PKP Rp xxx
PPh Terutang = PKP x tarif pasal 17

Contoh
Bapak Severus Snape (K/3) adalah seorang pengusaha martabak di Depok. Menurut
pembukuan penghasilan dari usahanya pada tahun 2019 adalah sebesar
Rp650.000.000 dengan harga pokok penjualan Rp 137.000.000. Biaya-biaya untuk
memproduksi martabak antara lain biaya operasional Rp 15.000.000 dan biaya
administrasi Rp 11.000.000. Pada tahun 2019 Bapak Severus Snape juga menerima
penghasilan dari usaha jasa sebesar Rp 13.300.000. Hitunglah berapa besarnya pajak
penghasilan yang terutang apabila masih terdapat kerugian tahun 2016 sebesar Rp
4.000.000?
Perhitungan PPh Terutang :
Peredaran Usaha Rp 650.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 137.000.000 -
Penghasilan Bruto Rp 513.000.000
Biaya-biaya yang diperkenankan
(biaya Opr dan Adm) Rp 26.000.000 -
Penghasilan Neto Usaha Rp 487.000.000

9
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Penghasilan lain-lain Rp 13.300.000 +


Penghasilan Neto Dalam Negri Rp 500.300.000
Penghasilan Neto Luar Negri Rp 0 +
Penghasilan Neto Rp 500.300.000
Kompensasi kerugian (max 5 Thn) Rp 4.000.000 -
Penghasilan Neto setelah Kompensasi Rp 496.300.000
PTKP Rp 72.000.000 -
PKP Rp 424.300.000
Pajak Penghasilan Terutang :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 241.400.000 = Rp 43.575.000 +
Rp 76.075.000

b. Untuk Wajib Pajak Badan


Peredaran Usaha Rp xxx
Harga Pokok Penjualan Rp xxx -
Penghasilan Bruto Rp xxx
Biaya yang diperkenankan Rp xxx -
Penghasilan Neto Usaha Rp xxx
Penghasilan lain-lain Rp xxx +
Penghasilan Neto Dalam Negri Rp xxx
Penghasilan Neto Luar Negri Rp xxx +
Penghasilan Neto Rp xxx
Kompensasi Kerugian (max 5 Thn) Rp xxx -
PKP Rp xxx
PPh Terutang = PKP x Tarif Pasal 17

10
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh
PT. Gryffindor adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang properti.
Berikut ini adalah data keuangan tahun 2019 :
Penerimaan Bruto Rp 140.000.000.000
Persediaan 1 Januari 2018 Rp 96.000.000.000
Pembelian Rp 80.000.000.000
Persediaan 31 Januari 2018 Rp 68.300.000.000
Biaya Adm dan Opr Rp 500.000.000
Penghasilan lain-lain Rp 7.000.000.000
Kerugian Tahun 2016 Rp 350.000.000
Hitunglah besarnya pajak penghasilan terutang PT. Gryffindor pada tahun 2019 !

Perhitungan PPh Terutang :


Peredaran Usaha Rp 140.000.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 107.700.000.000 -
Penghasilan Bruto Rp 32.300.000.000
Biaya yang diperkenankan
(Biaya Adm dan Opr) Rp 500.000.000 -
Penghasilan Neto Usaha Rp 31.800.000.000
Penghasilan lain-lain Rp 7.000.000.000 +
Penghasilan Neto Dalam Negri Rp 38.800.000.000
Penghasilan Neto Luar Negri Rp 0+
Penghasilan Neto Rp 38.800.000.000
Kompensasi Kerugian (max 5 Thn) Rp 350.000.000. -
PKP Rp 38.450.000.000
Pajak Penghasilan Terutang :
25% x Rp 38.450.000.000 = Rp 9.612.500.000

11
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

2. Cara Norma Penghitungan Penghasilan Netto


Contoh :
Molly Weasley (TK/2) selain membuka coffee shop di Jakarta juga mempunyai
usaha lain yaitu usaha dari butik baju. Molly Weasley mempunyai penghasilan
bruto sebersar Rp 720.000.000 terdiri dari 2⁄5 laba dari coffee shop dan 3⁄5 laba
dari usaha butik baju. Berapakah pajak penghasilan terutang bedasarkan norma
perhitungan jika diketahui prosentase norma untuk coffee shop 22% dan usaha
butik baju 25% ?
Perhitungan dengan norma perhitungan penghasilan neto :
Penghasilan neto :
 Cofee shop : 22% x Rp 288.000.000 = Rp 63.360.000
 Usaha Butik baju : 25% x Rp 432.000.000 = Rp 108.000.000 +
Jumlah Penghasilan Neto = Rp 171.360.000
PTKP (TK/2) = Rp 63.000.000 -
PKP Rp 108.360.000
Pajak Penghasilan Terutang :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 58.360.000 = Rp 8.754.000 +
Rp 11.254.000

12
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. Tn. Ron weasley menikah dengan Ny. Hermioni Granger dan setelah 15 tahun
menikah mereka mempunyai 2 orang anak yang berusia 10 tahun dan 13 tahun , Tn.
Ron Weasley juga tinggal bersama ayahnya yang sudah tidak mempunyai
penghasilan. Berapakah besarnya PTKP Tn. Ron Weasley tahun 2019 jika istrinya
bekerja dan penghasilannya digabung ?

2. Tn. Sirius Black (TK/1) mempunyai usaha brand pakaian yang ditahun 2019
menghasilkan pendapatan sebesar Rp 385.000.000 dengan HPP sebesar Rp
105.500.000. terdapat biaya operasional dan biaya administrasi selama 2019
masing-masing sebesar Rp 6.200.000 dan Rp 3.400.000, selain itu toko pakaian di
Solo memperoleh penghasilan sebesar Rp 134.000.000. Hitunglah besarnya pajak
penghasilan terutang Tn. Sirius Black apabila terdapat kerugian ditahun 2016
sebesar Rp 8.000.000 ?

3. Ny. Luna Lovegood berstatus kawin dan mempunyai 3 orang anak. Ia memiliki 2
jenis usaha, usaha tersebut terdiri dari Coffee shop dan Street Food. Pada tahun
2019 Ny. Luna Lovegood memperoleh laba sebesar Rp 631.000.000 dari Coffee
shop dan Rp 150.600.000 dari Street Food. Berapakah besarnya pajak penghasilan
terutang tahun 2019 jika prosentase norma untuk Coffee shop dan Street food
masing-masing sebesar 30% dan 25%, dan suaminya sudah tidak bekerja atau
memperoleh penghasilan ?

4. PT. Slytherin adalah perusahaan yang bergerak dibidang Property. Berikut ini
adalah data keuangan PT. Slytherin selama tahun 2019 :
Peredaran Usaha Rp 220.600.000.000
HPP Rp 22.000.000.000
Biaya Opr dan Adm Rp 123.000.000
Kerugian Tahun 2016 Rp 340.000.000
Penghasilan lain-lain Rp 4.400.000.000
Hitunglah besarnya pajak penghasilan terutang PT. Slytherin pada tahun 2019 !

13
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

5. Rubeus Hagrid memperoleh penghasilan Neto selama tahun 2019 sebesar Rp


423.000.000. Hitunglah besarnya pajak penghasilan terutang Rubeus Hagrid jika ia
tinggal bersama ibunya yang sudah tidak bekerja, adiknya, istri dan 2 orang
anaknya !

6. Ny. Ginny Weasley (TK/2) memiliki beberapa usaha, antara lain objek wisata
kolam renang dan distro dengan penghasilan bruto sebesar Rp 487.550.000 yang
terdiri dari 1⁄4 laba dari kolam renang dan 3⁄4 dari distro miliknya. Hitunglah
besarnya pajak penghasilan terutang tahun 2019 jika prosentase norma untuk kolam
renang 23 % dan distro sebesar 27% !

7. Tn. Draco Malfoy adalah seorang manajer yang sudah menikah dan memiliki 3
orang anak, ia juga tinggal bersama ibu mertuanya, pada tanggal 30 Januari 2019
istrinya melahirkan anak keduanya. Berapakah besarnya PTKP Tn. Draco Malfoy
tahun 2019?

8. Lily Potter (TK/1) adalah seorang pengusaha sepatu yang memiliki penghasilan
bruto selama tahun 2019 sebesar Rp 226.100.000. Biaya yang diperkenankan untuk
produksi sepatu tersebut adalah Rp 9.700.000. Pada tahun 2014 Fahma masih
memiliki sisa kerugian atas usahanya sebesar Rp 3.900.000. Berapakah besarnya
pajak penghasilan terutang Lily Potter tahun 2019 ?

14
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, yang selanjutnya
disebut PPH Pasal 21, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang- Undang
No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang sudah diperbaharui dengan Undang-
Undang No. 36 tahun 2008 dan diubah terakhir dengan PER-16/PJ/2016.

B. PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


1. Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi atau badan, baik induk maupun cabang;
2. Bendaharawan pemerintah baik Pusat maupun Daerah;
3. Lembaga dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja BPJS, dan
badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala, dan tunjangan hari
tua (THT) atau jaminan hari tua (JHT);
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaaan bebas serta badan
yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang
pribadi dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan, dan
pegawai magang;
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan.

C. DIKECUALIKAN SEBAGAI PEMOTONG PAJAK

1. Kantor perwakilan negara asing;


2. Organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan;
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan
rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.

15
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

D. WAJIB PAJAK
1. Pegawai, dewan komisaris, pengawas dan pegawai yang bekerja berdasarkan
kontrak.
2. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas.
3. Peserta kegiatan
4. Penerima pensiun.
5. Penerima tunjangan, termasuk uang lembur, THR, jasa produksi, tantiem,
gratifikasi, honorarium, komisi, uang saku, hadiah dan imbalan sejenis lainnya.
6. Penerima upah harian, mingguan, satuan, dan borongan.
Catatan:
PPh Pasal 21 dipotong atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri (WPDN), yaitu WNI dan WNA yang tinggal di Indonesia ≥ 183 hari.
Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri (WPLN) dipotong PPh Pasal
26.

E. YANG TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK


 Pejabat perwakilan diplomatik atau pejabat Negara asing.
 Orang-orang yang diperbantukan kepada pejabat tersebut yang bekerja dan
bertempat tinggal bersama mereka.
 Pejabat perwakilan organisasi Internasional dengan keputusan Menteri Keuangan
dengan syarat:
a. Bukan Warga Negara Indonesia (WNI)
b. Tidak menerima/memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di
Indonesia.

F. OBJEK PAJAK
1. Penghasilan teratur, terdiri dari :
 Gaji, upah, honorarium.
 Uang pensiun bulanan.
 Premi asuransi bulanan yang dibayarkan oleh pemberi kerja.
 Tunjangan-tunjangan.
 Hadiah, beasiswa.
 Uang lembur, uang sokongan, uang tunggu.
 Penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.
2. Penghasilan Tidak Teratur, terdiri dari:
 Bonus, gratifikasi, tantiem.
 Jasa produksi.
16
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

 Tunjangan Hari Raya (THR), tunjangan cuti.


 Premi tahunan.
 Penghasilan sejenis lainnya yang bersifat tidak teratur.
3. Penerima upah, terdiri dari:
 Upah harian.
 Upah mingguan.
 Upah satuan.
 Upah borongan.
4. Penghasilan yang bersifat final, terdiri dari:
 Tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan.
 Pemain music, MC, penyayi, bintang film.
 Olahragawan.
 Agen iklan.
 Peserta perlombaan.
 Petugas dinas luar asuransi.
 Petugas penjaja barang dagangan (sales).
 Peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan.

 Distributor perusahaan MLM direct selling.

G. YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK


1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa;
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam objek pajak di atas;
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan dan penyelenggara taspen dan BPJS yang dibayar oleh
pemberi kerja;
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
5. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

H. PENGURANG PENGHASILAN BRUTO


Untuk menentukan berapa besarnya penghasilan neto pegawai tetap maka penghasilan
bruto dikurangi :
a. Biaya Jabatan, yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, dengan jumlah maksimum
yang diperkenankan Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 perbulan.

17
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada badan dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri keuangan dan badan
penyelenggara Tabungan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT) yang
dipersamakan dengan dana pensiun.
Catatan:
 Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari seorang
pegawai, maka penghasilan netonya terlebih dahulu dikurangi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
 Besarnya penghasilan neto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong PPh
21 adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun,
sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 200.000 sebulan atau
Rp 2.400.000 setahun.

CONTOH PERHITUNGAN PEMOTONGAN PPh Pasal 21


A. Pegawai/Karyawan Tetap Yang Memperoleh Gaji/ Upah Bulanan
Contoh Kasus 1:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap yang Memperoleh Gaji Bulanan
Aldo (K/1) adalah seorang pegawai PT. Komunikasi Indo. Ia memperoleh gaji perbulan
Rp 10.000.000, tunjangan transport Rp 350.000 dan tunjangan makan Rp 400.000. PT.
Komunikasi Indo mengikuti program BPJS dimana premi asuransi kecelakaan kerja dan
premi asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja sebesar 0,24% dan 0,3% dari total
gaji. Setiap bulan Aldo membayar iuran THT sebesar 2,00% dan iuran pensiun sebesar
1,00% dari total gaji. Berapakah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan
Aldo ditahun 2019 setiap bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 10.000.000
Tunjangan Transport Rp 350.000
Tunjangan Makan Rp 400.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 24.000
Premi Asuransi Kematian Rp 30.000 +

Penghasilan Bruto Sebulan Rp 10.804.000

18
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 10.804.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 500.000
Iuran THT Rp 200.000
Iuran Pensiun Rp 100.000 +

Jumlah Pengurang Rp 800.000 -

Penghasilan Neto Sebulan Rp 10.004.000


Pengasilan Neto Setahun (12 × Rp 10.004.000) Rp 120.048.000

PTKP (K/1)
Wajib Pajak = Rp 54.000.000
Status Kawin = Rp 4.500.000
Tanggungan 1 = Rp 4.500.000 +

Rp 63.000.000 -

Penghasilan Kena Pajak Rp 57.048.000

PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000


15% x Rp 7.048.000 = Rp 1.057.200 +

Rp. 3.557.200
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 3.557.200 ÷ 12 = Rp 296.433,33

Catatan:

 Untuk kasus seorang karyawan Indonesia (WPDN) yang memiliki kewajiban


subjektifnya sejak awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti bekerja pada
pertengahan tahun atau dalam tahun berjalan maka perhitungan PPh Pasal 21
atas penghasilan tidak perlu disetahunkan, hanya dikalikan dengan
banyaknya bulan bekerja dari karyawanyang bersangkutan.
 Sementara untuk karyawan asing (WPLN) yang memiliki kewajiban
subjektifnya sejak awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti bekerja pada
pertengahan tahun atau dalam tahun berjalan maka atas penghasilan tersebut
harus disetahunkan terlebih dahulu. Untuk lebih jelasnya lihat contoh soal
berikut:

19
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus 2:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap yang Mulai/Berhenti pada
Pertengahan Tahun

Bapak Qory (K/2) bekerja pada PT. Sumber Makmur pada 1 Agustus 2019. Setiap
bulannya PT. Sumber Makmur membayar gaji untuk Bapak Raharja sebesar Rp
15.350.000, tunjangan makan Rp 350.000 dan tunjangan transport Rp 450.000. PT.
Sumber Makmur membayar premi asuransi kecelakaan kerja sebesar Rp 80.000 dan
premi asuransi kematian Rp 60.000. Setiap bulan Bapak Qory membayar iuran THT
sebesar Rp 70.000 dan iuran pensiun Rp 65.000. Berapakah besarnya PPh Pasal 21
yang terutang atas penghasilan Bapak Qory setiap bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:

Penghasilan Gaji Sebulan Rp 15.350.000


Tunjangan Makan Rp 350.000
Tunjangan Transport Rp 450.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 80.000
Premi Asuransi Kematian Rp 60.000 +

Penghasilan Bruto Sebulan Rp 16.290.000

Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 16.290.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 500.000
Iuran THT Rp 70.000
Iuran Pensiun Rp 65.000 +

Jumlah Pengurang Rp 635.000 –

Penghasilan Neto Sebulan Rp 15.655.000


Pengasilan Neto Setahun (5 × Rp15.655.000) Rp 78.275.000

PTKP (K/2)
• Wajib Pajak = Rp 54.000.000

• Status Kawin = Rp 4.500.000

• Tanggungan = Rp 9.000.000+

Rp 67.500.000 –

20
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Penghasilan KenaPajak Rp 10.775.000


PPh Pasal 21 setahun : 5% × Rp 10.775.000 = Rp 538.750
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 538.750 ÷ 5 = Rp 107.750

Contoh Kasus 3:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap yang Menerima Gaji Bulanan
bagi Orang Asing yang Menjadi WPDN yang Mulai/Berhenti pada Pertengahan
Tahun
Mr. John Williamson (K/3) adalah warga Negara Australia yang mulai bekerja di
Indonesia tanggal 1 Juli 2019 pada PT. Semen Padang Indonesia. Ia mendapatkan
penghasilan setiap bulannya berupa gaji Rp 17.000.000, tunjangan jabatan Rp 700.000
dan tunjangan keluarga Rp 800.000. Premi asuransi kecelakaan kerja dan premi
asuransi kematian ditanggung oleh pemberi kerja masing-masing Rp 90.000 dan Rp.
80.000. Setiap bulan Mr. John Williamson membayar iuran THT sebesar Rp 60.000 dan
iuran pensiun Rp 70.000. Berapakah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas
penghasilan Mr. John Williamson ditahun 2019?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang :


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 17.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 700.000
Tunjangan Keluarga Rp 800.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 90.000
Asuransi Kematian Rp 80.000 +

Penghasilan Bruto Sebulan Rp 18.670.000

Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp18.670.000 )
Biaya Jabatan (maks diperkenankan) Rp 500.000
Iuran THT Rp 60.000
Iuran Pensiun Rp 70.000 +

Jumlah Pengurang Rp 630.000 –

Penghasilan Neto Sebulan Rp 18.040.000

21
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Pengasilan Neto Setahun (12 × Rp 18.040.000) Rp 216.480.000

PTKP (K/3)
• Wajib Pajak = Rp 54.000.000

• Status Kawin = Rp 4.500.000

• Tanggungan 3 = Rp 13.500.000+

Rp 72.000.000 –

Penghasilan Kena Pajak Rp 144.480.000


PPh Pasal 21 setahun : 5% × Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% × Rp 94.480.000 = Rp 14.172.000 +

Rp 16.672.000

PPh Pasal 21 sebulan : Rp 16.672.000 ÷ 12 = Rp 1.389.333,33

Catatan:
Ada beberapa perusahaan yang menanggung PPh Pasal 21 dari penghasilan
karyawannya dan ada yang memberikan tunjangan pajak. Perbedaannya adalah:

 Bila perusahaan memberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak tersebut


merupakan penghasilan karyawan yang bersangkutan dan harus ditambahkan
ke dalam penghasilan brutonya sebelum dilakukan perhitungan PPh 21 atas
penghasilan karyawan tersebut.
 Bila perusahaan menanggung PPh Pasal 21 dari karyawannya maka PPh Pasal
21 yang ditanggung perusahaan tersebut bukan merupakan penghasilan bagi
karyawan yang bersangkutan sehingga tidak ditambahkan ke dalam penghasilan
bruto karyawan tersebut dengan syarat bahwa PPh Pasal 21 karyawan yang
ditanggung perusahaan itu juga tidak boleh dianggap sebagai biaya bagi
perusahaan.

22
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus 4:

Perhitungan PPh Pasal 21 atas Karyawan yang Memperoleh Gaji Bulanan dan
Tunjangan Pajak
Calvin (K/2) adalah seorang pegawai PT. Indo Infrastruktur, sudah menikah dan
memiliki 2 orang anak kandung yang belum bekerja. Ia memperoleh gaji sebesar Rp
8.000.000 dan tunjangan pajak Rp 40.000 per bulan. Calvin membayar iuran pensiun
setiap bulannya sebesar Rp 30.000. Berapakah PPh Pasal 21 yang ditanggung Calvin
setiap bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 8.000.000
Tunjangan Pajak Rp 40.000 +

Penghasilan Bruto Sebulan Rp 8.040.000

Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 8.040.000 )
(maksimal diperkenankan) Rp 402.000
Iuran Pensiun Rp 30.000+

Jumlah Pengurang Rp 432.000 –

Penghasilan Neto Sebulan Rp 7.608.000


Pengasilan Neto Setahun (12 × Rp 7.608.000) Rp 91.296.000

PTKP (K/2)
• Wajib Pajak = Rp 54.000.000

• Status Kawin = Rp 4.500.000

• Tanggungan = Rp 9.000.000 +

Rp 67.500.000 –

Penghasilan Kena Pajak Rp 23.796.000


PPh Pasal 21 setahun : 5% × Rp 23.796.000 = Rp 1.189.800

PPh Pasal 21 sebulan : Rp 1.189.800 ÷ 12 = Rp 99.150

Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak sebesar Rp 99.150 – Rp 40.000 =


Rp 59.150 ditanggung oleh pegawai tersebut dengan dipotongkan dari
penghasilannya perbulan.
23
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus 5:
Perhitungan PPh Pasal 21 atas Karyawan yang PPh Pasal 21-nya Ditanggung
Pemberi Kerja

Tn. Bambang (K/3) bekerja pada PT. Keong Mas dengan penghasilan perbulan berupa
gaji sebesar Rp 11.500.000 dan tunjangan makan Rp 600.000 dan pajak ditanggung
oleh pemberi kerja. Setiap bulannya ia membayar iuran THT dan iuran pensiun masing-
masing sebesar Rp 80.000 dan Rp 90.000. Berapakah PPh Pasal 21 yang terhutang Tn.
Bambang setiap bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 11.500.000
Tunjangan Makan Rp 600.000 +

Penghasilan Bruto Sebulan Rp 12.100.000

Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 12.100.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 500.000
Iuran THT Rp 80.000
Iuran Pensiun Rp 90.000 +

Jumlah Pengurang Rp 670.000 –

Penghasilan Neto Sebulan Rp 11.430.000


Pengasilan Neto Setahun (12 × Rp 11.430.000) Rp 137.160.000

PTKP (K/3)
• Wajib Pajak = Rp 54.000.000

• Status Kawin = Rp 4.500.000


• Tanggungan 3 = Rp 13.500.000 +

Rp 72.000.000 –

Penghasilan Kena Pajak Rp 65.160.000

PPh Pasal 21 setahun : 5% × Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000

24
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

15% x Rp 15.160.000 = Rp 2.274.000 +

Rp 4.774.000

PPh Pasal 21 sebulan : Rp 4.774.000 ÷ 12 = Rp 397.833

PPh Pasal 21 sebesar Rp 397.833 ini bukan merupakan penghasilan bagi pegawai (Tn.
Bambang) sehingga tidak boleh mengurangi penghasilan dari pemberi kerja.

B. Pegawai/Karyawan Tetap Yang Memperoleh Gaji/ Upah Bulanan


Perhitungan Pajak penghasilan atas bonus, gratifikasi, THR, dan pemberian lain yang
bersifat tidak tetap dan biasanya diberikan sekali dalam setahun dapat dilihat pada
contoh berikut:

Contoh Kasus 1:

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai yang Memperoleh Gaji dan Bonus
Bapak Rivaldo (K/2) adalah seorang pegawai tetap PT. Indo Music Dangdut. Ia
memperoleh gaji setiap bulannya Rp 4.000.000, serta mendapatkan tunjangan jabatan
sebesar Rp 400.000 dan tunjangan keluarga sebesar Rp 300.000. Pemberi kerja
membayarkan premi asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian masing-
masing sebesar Rp 40.000 dan Rp 30.000. Bapak Rivaldo setiap bulannya harus
membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000 dan iuran THT sebesar Rp 80.000. Pada
bulan Juli Bapak Rivaldo mendapatkan bonus sebesar Rp 3.000.000. Berapakah
besarnya pajak terutang atas gaji dan bonus yang diterima Bapak Rivaldo ?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 4.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 400.000
Tunjangan Keluarga Rp 300.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 40.000
Premi Asuransi Kematian Rp 30.000+

Penghasilan Bruto Sebulan Rp 4.770.000


Penghasilan Bruto Setahun Rp 57.240.000
Bonus Rp 3.000.000 +

Penghasilan Bruto Gaji dan Bonus Rp 60.240.000

25
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 60.240.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 3.012.000
Iuran Pensiun (Rp 50 .000 × 12) Rp 600.000
Iuran THT (Rp 80.000 × 12) Rp 960.000 +

Jumlah Pengurang Rp 4.572.000 –


Penghasilan Neto Setahun Rp 55.668.000
PTKP (K/2)
Wajib Pajak = Rp 54.000.000
Status Kawin = Rp 4.500.000
Tanggungan = Rp 9.000.000 +
Rp 67.500.000 –
Penghasilan Kena Pajak (Rp 11.832.000)

Dalam hal ini Bapak Rivaldo tidak membayar PPh Pasal 21, baik PPh Pasal 21
atas bonus, gaji, maupun gaji dan bonus, karena PTKP lebih besar dari
penghasilan neto setahun.

Contoh Kasus 2:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai yang memperoleh Gaji dan Bonus
Syamsul (TK/0) adalah seorang pegawai tetap PT. Cerita Jaya. Ia memperoleh gaji
setiap bulannya Rp 10.000.000, serta mendapatkan tunjangan jabatan sebesar Rp
600.000 dan tunjangan keluarga sebesar Rp 300.000. Pemberi kerja membayarkan
premi asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian masing-masing
sebesar Rp 90.000 dan Rp 100.000. Syamsul setiap bulannya harus membayar
iuran pensiun sebesar Rp 70.000 dan iuran THT sebesar Rp 30.000. Pada bulan
November, Syamsul mendapatkan bonus sebesar Rp 9.000.000. Berapakah
besarnya pajak terutang atas gaji dan bonus yang diterima Syamsul?

26
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

a. Perhitungan PPh Pasal 21 Gaji dan Bonus:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 10.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 600.000
Tunjangan Keluarga Rp 300.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 90.000
Premi Asuransi Kematian Rp 100.000 +

Penghasilan Bruto Sebulan Rp 11.090.000


Penghasilan Bruto Setahun Rp 133.080.000
Bonus Rp 9.000.000+

Penghasilan Bruto Gaji dan Bonus Rp 142.080.000

Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 142.080.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 6.000.000
Iuran Pensiun (Rp 70.000 × 12) Rp 840.000
Iuran THT (Rp 30.000 × 12) Rp 360.000+

Jumlah Pengurang Rp 7.200.000 –

Penghasilan Neto Setahun Rp 134.880.000

PTKP (TK/0)
• Wajib Pajak = Rp 54.000.000 +

Rp 54.000.000 –

Penghasilan Kena Pajak Rp 80.880.000


PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 30.880.000 = Rp 4.632.000 +
Rp 7.132.000

27
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

b. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 10.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 600.000
Tunjangan Keluarga Rp 300.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 90.000
Premi Asuransi Kematian Rp 100.000+

Penghasilan Bruto Sebulan Rp 11.090.000


Penghasilan Bruto Setahun Rp 133.080.000

Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 133.080.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 6.000.000
Iuran Pensiun (Rp 70.000×12) Rp 840.000
Iuran THT (Rp 30.000×12) Rp 360.000+

Jumlah Pengurang Rp 7.200.000 –

Penghasilan Neto Setahun Rp. 125.880.000

PTKP (TK/0)
• Wajib Pajak = Rp 54.000.000 +

Rp 54.000.000 –

Penghasilan Kena Pajak Rp 71.880.000

PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji : 5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000


15% x Rp 21.880.000 = Rp 3.282.000+

Rp. 5.782.000
c. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Bonus:
PPh pasal 21 atas Gaji dan Bonus = Rp 7.132.000
PPh pasal 21 atas Gaji = Rp 5.782.000–

PPh pasal 21 atas Bonus = Rp 1.350.000

28
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

C. Pegawai/Karyawan yang Menerima Gaji / Upah Bulanan dan Pensiun


 Uang pensiun adalah hak seseorang untuk memperoleh penghasilan setelah
bekerja sekian tahun dan sudah memasuki usia pensiun atau ada sebab lain
sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan. Penghasilan ini biasanya berupa
uang yang dapat diambil setiap bulannya atau diambil sekaligus pada saat
seseorang memasuki masa pensiun, hal ini tergantung dari kebijakan yang
terdapat dalam suatu perusahaan.
 Uang tebusan pensiun yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan PPh
Pasal 21 yang bersifat final. Penghasilan berupa uang tebusan pensiun dianggap
dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.
 Wajib pajak yang menerima penghasilan dari pensiun tetap dikenakan pajak
penghasilan atas uang pensiun yang diterimanya.
 Untuk menentukan PKP, penghasilan bruto hanya dikurangi dengan biaya
pensiun sebesar 5% dari penghasilan bruto dan setinggi-tingginya Rp 200.000
atau Rp 2.400.000 setahun serta dikurangi dengan PTKP.

Contoh Kasus :
Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Gaji dan Pensiun dari Badan
Dana Pensiun
Bapak Choi (K/0) adalah karyawan pada perusahaan PT. Drakor. Beliau menerima gaji
Rp 8.000.000/bulan. Beliau mendapat Premi Asuransi Kecelakaan dan Tunjangan
keluarga masing-masing Rp 60.000 dan Rp 50.000. Bapak Choi membayar sendiri
iuran BPJS dan iuran pensiun masing-masing Rp 66.000 dan Rp 40.000. Pada tanggal 1
Oktober 2019, beliau pensiun dan menerima iuran pensiun setiap bulannya Rp
8.000.000.

Berapakah:

a. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji selama tahun 2019!


b. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Pensiun untuk tahun 2019!
c. PPh Pasal 21 yang terutang atas Pensiun selama tahun 2019!
d. PPh Pasal 21 yang terutang atas Pensiun untuk tahun berikutnya!

29
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Jawaban :
a. Perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji 9 bulan (tahun 2019)
Penghasilan gaji sebulan Rp 8.000.000
Premi Asuransi Kecelakaan Rp 60.000
Tunjangan keluarga Rp 50.000 +

Total Penghasilan Bruto Gaji Rp 8.110.000

Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 8.110.000) Rp 405.500
Iuran BPJS Rp 66.000
Iuran Pensiun Rp 40.000 +

Rp 511.500 –

Penghasilan Neto Gaji Sebulan Rp 7.598.500


Penghasilan Neto Gaji 9 Bulan
(Rp 7.594.500 x 9 bulan) Rp 68.386.500

PTKP (K/0)
• Wajib Pajak = Rp 54.000.000

• Status Kawin = Rp 4.500.000

• Tanggungan = Rp 0+

Rp 58.500.000 -

Penghasilan Kena Pajak Rp 9.886.500


PPh Pasal 21 atas Gaji 9 bulan:
5% x Rp 9.886.500 = Rp 494.325

30
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

b. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji 9 Bulan dan Pensiun 3 Bulan


Penghasilan Pensiun Sebulan Rp 8.000.000

Pengurang:
Biaya Pensiun (5% x Rp 8.000.000) Rp 400.000 –

Penghasilan neto pensiun sebulan Rp 7.600.000


Penghasilan neto pensiun 3 bulan
(Rp 7.600.000 x 3 bulan) Rp 22.800.000
Pengahasilan neto gaji 9 bulan Rp 68.386.500 +

Pengahasilan neto gaji & pensiun Rp 91.186.500

PTKP (K/0) Rp 58.500.000

Penghasilan Kena Pajak Rp 32.686.500


PPh Pasal 21 atas Gaji & Pensiun : 5% x Rp 32.515.500 = Rp 1.634.325

c. Perhitungan PPh Pasal 21 atas pensiun


PPh Pasal 21 atas Gaji dan Pensiun = Rp 1.634.325
PPh Pasal 21 atas Gaji = Rp 494.325 –

PPh Pasal 21 atas Pensiun = Rp 1.140.000

d. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Pensiun Bulanan mulai


Januari

Penghasilan Pensiun Sebulan Rp 8.000.000

Pengurang:
Biaya Pensiun (5% x Rp 8.000.000) Rp 400.000 –

Penghasilan neto pensiun sebulan Rp 7.600.000


Pengahasilan neto pensiun setahun
(Rp 7.600.000 x 12) Rp 91.200.000

PTKP (K/0) Rp 58.500.000 –

Penghasilan Kena Pajak Rp 32.700.000

PPh Pasal 21 terutang selama setahun: 5% x Rp 32.700.000 = Rp 1.635.000


PPh Pasal 21 terutang selama sebulan: Rp 1.635.000 : 12 = Rp 136.250

31
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

I. PPH PASAL 21 ATAS PENGHASILAN TENAGA AHLI


Pemotongan pajak penghasilan atas penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan
tenaga ahli atau persekutuan tenaga ahli. Tenaga Ahli tersebut antara lain :
• Pengacara •Akuntan • Konsultan • Penilai
• Aktuaris •Notaris • Dokter • Arsitek
 Tenaga Ahli lain pemberi jasa profesi

Besarnya PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli Sebagai
imbalan atas jasa yang dilakukan di Indonesia, dihitung dengan cara menerapkan tarif
Pasal 17 atas jumlah kumulatif* sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah
penghasilan bruto yang dibayarkan atau terutang dalam 1 (satu) tahun kalender.

{(50% x Penghasilan Bruto) x Tarif Pasal 17}

Secara ringkas rumus yang digunakan:


*) jumlah kumulatif : dalam lapisan tarif terendah telah digunakan penuh, maka
pemotongan akan menggunakan lapisan tarif berikutnya. Sebagai imbalan atas jasa
yang dilakukan di Indonesia, diterapkan tarif pasal 17 dari perkiraan penghasilan neto
dari masing – masing tenaga ahli dengan menggunakan norma perhitungan sebesar 50%
untuk semua jenis pekerjaan tenaga ahli.

Contoh Kasus :

1. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh bukan
pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat TIDAK berkesinambungan
David melakukan jasa perbaikan komputer kepada PT. Sukses Jaya dengan fee
sebesar Rp 4.500.000. Berikut adalah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang:
(50% x Penghasilan Bruto) x tarif pasal 17)
(50% x Rp 4.500.000) x 5 % = Rp. 112.500

*Jika David tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang
menjadi sebesar:
120% x 5% x (50% x Rp 4.500.000) = Rp 135.000

32
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

2. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh


bukan pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat
berkesinambungan
Satria merupakan seorang Dokter, setiap bulannya ia menerima penghasilan dari
jasanya sebagai Dokter. Berikut adalah penghasilan yang diterima oleh Satria
selama bulan Januari-Juli 2019 :
Bulan Pembayaran Atas Jasa Dokter (Rp)
Januari 40.000.000,00
Februari 35.000.000,00
Maret 65.000.000,00
April 50.000.000,00
Mei 62.000.000,00
Juni 45.000.000,00
Juli 52.000.000,00
Jumlah 349.000.000,00

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Juli 2019:
Dasar
Dasar Tarif
Pemotongan PPh
Penghasilan Pemotongan Pasal 17
Bulan PPh Pasal 21 Terutang
Bruto (Rp) PPh Pasal 21 (ayat 1)
Kumulatif (Rp)
(Rp) UU PPh
(Rp)
(1) (2) (3) = 50% X (2) (4) (5) (6)=(3) X (5)
Januari 40.000.000 20.000.000 20.000.000 5% 1.000.000.00
Februari 35.000.000 17.500.000 37.500.000 5% 875.000
25.000.000 12.500.000 50.000.000 5% 625.000
Maret ---------------- --------------- ------- ---------------
40.000.000 20.000.000 70.000.000 15% 3.000.000
April 50.000.000 25.000.000 95.000.000 15% 3.750.000
Mei 62.000.000 31.000.000 126.000.000 15% 4.650.000
Juni 45.000.000 22.500.000 148.500.000 15% 3.000.000
Juli 52.000.000 26.000.000 174.500.000 15% 3.375.000
Jumlah 349.000.000 174.500.000 20.275.000

33
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

J. PERHITUNGAN PPH PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG


TEBUSAN PENSIUN DAN UANG PESANGON
 Peraturan mengenai uang tebusan pensiun dan uang pesangon ini diatur pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2009 dan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010.
 Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja
termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan


nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja
termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
 Pegawai / karyawan yang berhenti pada saatnya atau yang disebut dengan
pensiun atau berhenti dengan hormat yang diberikan uang tebusan pensiun /


pesangon yang dibayarkan sekaligus sebagai pengganti gaji atau upah yang diterima
dimasa – masa berikutnya.
 Perhitungan atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun yang
dibayarkan oleh dana pensiun yang disahkan oleh Kementrian Keuangan dan

Tunjangan Hari Tua dipotong pajak penghasilan yang bersifat FINAL dengan
ketentuan sebagai berikut :
Tarif Uang Pesangon

Penghasilan Bruto Tarif Batasan


Sampai dengan Rp 50.000.000 0% < Rp 50.000.000
Di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000 5% Rp 50.000.000
Di atas Rp 100.000.000 s/d Rp 500.000.000 15% Rp 400.000.000
Diatas Rp 500.000.000 25% > Rp 400.000.000
Tarif Uang Tebusan Pensiun

Penghasilan Bruto Tarif


Sampai dengan Rp 50.000.000 0%
Diatas Rp 50.000.000 5%

34
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus :

Perhitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Pesangon / Tebusan Pensiun


1. Ny Shanon merupakan Karyawan suatu perusahaan yaitu PT. Mulai Berkarya setelah
bekerja selama 30 tahun. Ia berhenti bekerja pada bulan Agustus dan mendapatkan
uang pesangon Rp 180.000.000. Hitunglah berapa besar pajak yang dipotong atas
pesangon tersebut

PPh Pasal 21 Terutang:


0% × Rp 50.000.000 = Rp 0
5% × Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% × Rp 80.000.000 = Rp12.000.000+

Rp14.500.000
2. Tn. Putra bekerja pada sebuah Perusahaan Minyak di Provinsi Kalimantan sebagai
HRD. Ia sudah bekerja selama 40 tahun. Pada September 2019 Tn. Putra pensiun dari
pekerjaannya dan mendapatkan uang tebusan pensiun sebesar Rp 900.000.000.
Hitunglah berapa besarnya pajak yang dipotong atas uang manfaat pensiun tersebut.
Jawaban :
PPh Pasal 21 terutang :
0% × Rp 50.000.000 = Rp 0
5% × Rp 850.000.000 = Rp 42.500.000 +

Rp 42.500.000

Catatan :

Apabila uang pesangon dibayarkan dalam 2 tahap, yang dibayarkan pertama adalah
uang muka dan kedua dibayarkan setelah karyawan sudah benar-benar tidak bekerja
lagi. Oleh karena itu perhitungan PPh 21 atas uang pesangon adalah dengan cara
mengenakan Tarif final sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan
diatas. Setelah dikurangi jumlah yang dikecualikan dari pemotongan pajak sebesar Rp
50.000.000. Sedangkan atas pembayaran tahap dua atau sisanya dikenakan PPh Final
langsung tanpa mengulangi pengurangan yang dikecualikan yaitu sebesar Rp
50.000.000 dengan Tarif yang merupakan kelanjutan dari perhitungan PPh Final tahap
pertama sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.

35
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM


1. Burhan adalah seorang pegawai tetap pada PT. Bersama Maju, berstatus menikah
dan memiliki 4 orang anak diantaranya 2 orang anak sudah bekerja dan 2 anak
masih sekolah. Setiap bulannya ia memperoleh gaji Rp 7.500.000, tunjangan makan
dan tunjangan transport sebesar Rp 300.000 dan Rp 400.000. Setiap bulannya
Angin harus membayar iuran pensiun dan iuran THT masing-masing sebesar 2,5%
dari gaji pokoknya. Hitunglah PPh pasal 21 yang terhutang atas penghasilan yang
diterima Angin!

2. Ny. Wanti (TK/0) mulai bekerja pada PT. Kita Oke pada bulan Mei 2019, setiap
bulannya membayar gaji untuk Ny. Wanti sebesar Rp 8.000.000, tunjangan
transport dan tunjangan makan masing-masing Rp 500.000 dan Rp 300.000. Premi
asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja
masing-masing Rp 70.000 dan Rp 45.000. Setiap bulan Ny. Marantika membayar
iuran THT Rp 130.000 dan iuran pensiun Rp 85.000. Berapakah besarnya PPh pasal
21 yang terutang atas penghasilan Ny. Wanti?

3. Mr. Leonardo seorang warga negara Amerika, ia baru mulai bekerja di PT. Maju
Bersama sejak 1 November 2019. Ia menerima gaji sebulan Rp 13.000.000,
tunjangan transport Rp 400.000 dan tunjangan makan Rp 350.000. Perusahaan
menanggung premi asuransi kematian dan premi asuransi kecelakaan kerja sebesar
Rp 85.000 dan Rp 60.000. Mr. Gustomi membayar iuran THT sebesar Rp 50.000
dan iuran pensiun Rp 60.000 setiap bulannya. Mr. Gustomi berstatus menikah dan
memiliki 3 orang anak yang berumur 14 tahun, 12 tahun dan 7 tahun. Hitung
besarnya PPh 21 yang harus dibayar oleh Mr. Leonardo untuk tahun 2019 ?

4. Bapak Rendy (K/2) bekerja pada PT. Cita Bersama, ia mendapatkan gaji sebulan Rp
6.500.000. Perusahaan juga memberikan tunjangan makan dan tunjangan transport
masing-masing sebesar Rp 300.000 dan Rp 500.000. Bapak Rendy juga menerima
asuransi kecelakaan kerja sebesar Rp 70.000 dan premi asuransi kematian sebesar
Rp 65.000. Setiap bulannya Bapak Rendy harus membayar iuran JHT sebesar Rp

36
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

55.000 dan iuran pensiun Rp 60.000. Pada tanggal 1 Oktober 2019, Bapak Frans
mendapatkan bonus dari perusahaan sebesar Rp 6.500.000. Hitunglah :
a. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus tahun 2019
b. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji tahun 2019
c. PPh Pasal 21 yang terutang atas Bonus tahun 2019

5. Ibu Dian adalah seorang pegawai PT. Cerita Jaya yang mempunyai 4 orang anak,
dan suaminya bekerja pada PT. Idaman Kita. Ibu Dian mendapatkan gaji perbulan
Rp 8.000.000 dan mendapatkan tunjangan jabatan sebesar Rp 550.000, serta
tunjangan keluarga Rp 600.000. Perusahaan membayarkan premi asuransi
kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian sebesar Rp 70.000 dan Rp 65.000.
Setiap bulannya Ibu Dian membayar iuran JHT sebesar Rp 120.000 dan iuran
pensiun Rp 90.000. Pada bulan Agustus 2019, ibu Dian mendapatkan bonus dari
kantornya sebesar Rp 2.250.000. Hitunglah :
a. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus tahun 2019
b. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji tahun 2019
c. PPh Pasal 21 yang terutang atas Bonus tahun 2019

6. Ny. Raisa merupakan karyawan suatu perusahaan yaitu PT. Musik Bersama, setelah
bekerja selama 12 tahun. Ia berhenti bekerja pada bulan Februari dan mendapatkan
uang pesangon Rp 250.000.000. Berapakah besar pajak yang dipotong atas
pesangon tersebut?

7. Tn. Hamish bekerja pada sebuah Perusahaan Skateboard di kota Bali sebagai
Marketing. Ia sudah bekerja selama 25 tahun. Pada bulan November 2018, ia
pensiun dari pekerjaannya dan mendapatkan uang tebusan pensiun sebesar Rp
400.000.000. Berapakah besarnya pajak yang dipotong atas uang tebusan pensiun
tersebut

37
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23


Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa,
atau hadiah dan penghargaan, deviden, bunga, royalti, sewa, serta penggunaan harta
selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 dan PPh Final (4 ayat 2). Pengenaan atas
penghasilan penghasilan tersebut memiliki sandaran hukum yakni pasal 23 Undang-
undang PPh, sehingga disebut PPh Pasal 23.

B. SUBJEK PAJAK
Yang menjadi Subjek Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam
negeri, baik WP Orang Pribadi maupun WP Badan, termasuk Bentuk Usaha Tetap
(BUT) yang menerima penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau
penyelengaraan kegiatan.

C. PEMOTONG PAJAK
Pemotong PPh Pasal 23 adalah seluruh pihak yang memberikan atau
membayarkan penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 23. Pemotong PPh Pasal 23
meliputi:
 Badan pemerintah;
 Subjek Pajak badan dalam negeri;
 Penyelenggaraan kegiatan;
 Bentuk usaha tetap (BUT)
 Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak.

D. OBJEK PAJAK
 Deviden dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
 Bunga: Premium, Diskonto, Imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
hutang.
 Sewa atas penggunaan harta
 Royalti
 Hadiah / penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21

38
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

 Imbalan jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa lainnya selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21.

E. YANG TIDAK DIPOTONG PAJAK


 Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
 Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi (Capital Lease)
 Deviden yang diterima oleh : Perseroan terbatas WPDN & BUMN/BUMD
 Bunga obligasi yang diterima/diperoleh perusahaan reksa dana selama lima
tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
 Bagian yang diterima / diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma,
kongsi.
 Simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

F. TARIF PAJAK (Bersifat Tidak FINAL)


Tarif 15% x jumlah bruto atas:

1. Deviden badan, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang


polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Tidak termasuk Sisa Hasil Usaha
(SHU) yang dibayarkan kepada anggota koperasi dan laba yang diterima anggota
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, firma, dan kongsi.
*(Deviden orang pribadi tarif 10% final)
2. Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian
hutang.
3. Royalti.
4. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh 21.

Tarif sebesar 2% X jumlah bruto dan tidak termasuk PPN


NO. Jenis Penghasilan
1 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus
kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau
perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis.

39
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

2 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta selain


kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau
perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan
Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Tarif 2% atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultasi dan jasa lain
No. Jenis Jasa (Peraturan Menkeu Nomor 141/PMK.03/2015)
1. Penilai (appraisal);
2. Aktuaris;
3. Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4. Hukum;
5. Arsitektur;
6. Perencanaan kota dan arsitektur landscape;
7. Perancang (design);
Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali
8.
yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);

Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi
9.
(migas);

Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan
10.
minyak dan gas bumi (migas);
11. Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
12. Penebangan hutan;
13. Pengolahan limbah;
14. Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
15. Perantara dan/atau keagenan;
16. Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek,
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia
(KPEI)
17. Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
18. Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
19. Mixing film;
Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner,pamphlet,
20.
baliho dan folder;

40
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk
21.
perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
22. Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
23. Internet termasuk sambungannya;
24. Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;
Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV
25. Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC


dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di
26.
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
27. Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.
28. Maklon;
29. Penyelidikan dan keamanan;
30. Penyelenggara kegiatan atau event organizer;
Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media
31.
lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
32. Pembasmian hama;
33. Kebersihan atau cleaning service;
34. Sedot septic tank;
35. Pemeliharaan kolam;
36. Katering atau tata boga;
37. Freight forwarding;
38. Logistik;
39. Pengurusan dokumen;
40. Pengepakan;
41. Loading dan unloading;
Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi
42.
pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
43. Pengelolaan parkir;
44. Penyondiran tanah;
45. Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
46. Pembibitan dan/atau penanaman bibit;
47. Pemeliharaan tanaman;
48. Permanenan;
49. Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;

41
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

50. Dekorasi;
51. Pencetakan/penerbitan;
52. Penerjemahan;
53. Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang
Pajak Penghasilan;
54. Pelayanan pelabuhan;
55. Pengangkutan melalui jalur pipa;
56. Pengelolaan penitipan anak;
57. Pelatihan dan/atau kursus;
58. Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
59. Sertifikasi;
60. Survey;
61. Tester;
Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN
62. (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah).

Catatan :
Penerima imbalan tidak memiliki NPWP besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi
100% (seratus persen) dari pada tarif 15% atau 2% sehingga menjadi 30% atau 4%.

G. SAAT TERUTANG, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK


PENGHASILAN PASAL 23
1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan
untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa
yang terjadi terlebih dahulu.
2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan
takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20
hari setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan
dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau
pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

42
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh soal pph pasal 23:


1. Pada tanggal 7 Agustus 2019, Tn. Donald selalu pendiri PT. Syahbana Corp.
Membagikan deviden kepada 7 pemegang sahamnya masing-masing sebesar Rp
50.000.000. Atas pembagian deviden, perusahaan wajib membayar pajak Pph pasal
23.
Jawab: (Rp 50.000.000 x 7) x 15% = Rp 52.500.000
2. Pada tanggal 19 Febuari 2019 bapak Anton mendapatkan imbalan atas jasa aktuaris
sebesar Rp 3.500.000, berapakah pajak terutang pasal 23?
Jawab: Rp 3.500.000 x 2% = Rp 70.000

43
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. PT Syahbana Corp, mempunyai data transakisi sebagai berikut :


a. Membagikan deviden kepada 5 pemegang sahamnya, masing-masing sebesar
Rp 4.000.000
b. Dibayar jasa instalasi komputer sebesar Rp 3.425.000
c. Dibayar sewa kendaraan untuk bulan Agustus 2019 sebesar Rp 13.750.000
d. Dibayar jasa pengelolaan limbah sebesar Rp 9.837.000 (belum termasuk
PPN)

2. Tn. Gump Atthapat pada tanggal 17 Agustus 2019 menerima imbalan atas jasa
Arsitektur sebesar Rp 25.000.000 tetapi belum memiliki NPWP, dan pada tanggal 20
September 2019 menerima imbalan kembali sebesar Rp 24.500.000 dan sudah
memiliki NPWP. Berapakah Pph terutang Tn. Gump Atthapat untuk tanggal 17
Agustus dan 20 September 2019?

44
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26


Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
(WP) luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk Usaha
Tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan
subjek pajak badan.
Negara domisili dari Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) selain yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan WPLN yang
sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

B. SUBJEK PAJAK
Hal yang menentukan seorang individu atau perusahaan dikategorikan sebagai
wajib pajak luar negeri adalah
1. Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang
tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
2. seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang
tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia.

C. PEMOTONG PAJAK
Pemotong PPh Pasal 26 adalah seluruh pihak yang memberikan atau membayarkan
penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 26. Pemotong PPh Pasal 26 meliputi:
1. Badan Pemerintah
2. Subjek pajak dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. BUT
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia

45
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

D. OBJEK PAJAK
1. Deviden
2. Bunga termasuk premium, diskonto, premi SWAP, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang.
3. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
5. Hadiah dan Penghargaan
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali pengalihan harta berupa
tanah dan/bangunan.
8. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
9. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
10. Keuntungan karena pembebasan utang.

E. TARIF (Bersifat FINAL)


a. PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Penghasilan Bruto :
1. Deviden
2. Bunga termasuk premium, diskonto, premi SWAP, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian hutang
3. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
5. Hadiah dan Penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7. Keuntungan karena pembebasan hutang
b. PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto :
1. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
2. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang kepada perusahaan asuransi di luar negri.
Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negeri (Keputusan Mentri Keuangan No. 624/KMK 04/1994), yaitu :
 20% x 50% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi diluar
negeri
 20% x 10% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negri oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia.

46
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

c. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau perusahaan antara
conduit company atau spesial purpose pengalihan saham company yang didirikan
atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia.
d. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT
diIndonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia maka
PPh Pasal 26 sebesar 20% tersebut tidak dikenakan.
e. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di indonesia, kecuali yang
diatur dalam pasal 4 ayat (2) UU PPh (PPh Final), yang besarnya melebihi
Rp10.000.000,00 untuk setiap jenis transaksi, yang diterima atau diperoleh WP
luar Negeri selain BUT, dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan
penghasilan neto yang besarnya 25% dari harga jual. Selain penghasilan dari
penjualan atau pengalihan harta yang besarannya tidak melebihi Rp10.000.000,00
untuk setiap jenis transaksi, dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26.
f. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara
Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.

F. PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)


Perjanjian Pajak antara dua negara (bilateral) yang mengatur mengenai
pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh
penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak pada persetujuan (Both Contracting
State), dimana pembagian hak pemajakan tersebut diatur dengan tujuan untuk
mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda.

Catatan:
Dalam hal telah dilakukan perjanjian penghindaran pajak berganda antarapemerintah RI
dan negara lain (Treaty Partner), penghitungan besarnya PPh 26 didasarkan pada tax
treaty tersebut (dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 26 atau dikenakan PPh Pasal 26
dengan tarif yang lebih rendah).

47
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Perhitungan PPh Pasal 26

1. Cindy lim adalah olahragawan dari korea mengikuti perlombaan angkat besi di
Indonesia pada January 2020 , dan berhasil merebut hadiah sebesar US$
50,000. Kurs US$ 1 = Rp. 15,000. Hitunglah pph pasal 26 yang harus dipotong
dalam kegiatan yang berada di Indonesia.
Jawab :
Jadi, PPh Pasal 26 yang dipotong penyelenggara kegiatan di Indonesia adalah :
Kurs yang berlaku : US$ 50,000 × Rp 15.000 = Rp 750.000.000
PPh Pasal 26 : 20% × Rp. 750.000.000 = 150.000.000

2. PT. Indah Sejati merupakan perusahaan persewaan gedung kantor. Pada tahun
2020 mengasuransikan bangunan bertingkat kepada perusahaan asuransi di luar
negeri, premi yang harus dibayarkan oleh PT. Indah Sejati sebesar Rp
800.000.000. Berapa PPh terutang PT. Indah Sejati?
Jawab :
PPh Pasal 26 : 20% X 50% X Rp 800.000.000 = Rp 80.000.000

48
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2)

A. PENGERTIAN PENGENAAN PPh BERDASARKAN PASAL 4 AYAT (2)


Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 ditentukan bahwa atas
penghasilan berupa deposito dan tabungan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi
saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pegalihan harta berupa
tanah dan atau bangunan dan pengahasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

B. SIFAT
Menurut keputusan Direktorat Jendral Pajak pengenaan pajak penghasilan
dalam ketentuan ini dapat bersifat final.

C. SUBJEK PAJAK
Subjek pajak yang karena ketentuan dari Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh
menjadi WPDN adalah semua subjek pajak yang memperoleh penghasilan berupa
bunga deposito, dan tabungan tabungan lainnya penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau
bangunan dan penghasilan tertentu lainnya.

D. OBJEK PAJAK
a) Bunga deposito/tabungan lainnya, diskonto SBI dan jasa giro, serta bunga
simpanan anggota koperasi
b) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek
c) Bunga/diskonto Obligasi
d) Hadiah undian
e) Jasa konstruksi
f) Persewaan tanah/bangunan
g) Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan
h) Penghasilan tertentu lainnya

49
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

E. JATUH TEMPO PAJAK


 PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh pemotong pajak penghasilan harus
disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
 PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak harus disetor
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
 Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak
sendiri maupun yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut PPh, wajib
menyampaikan SPT masa PPh pasal 4 ayat (2) paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah masa pajak berakhir.

F. PEMOTONG PAJAK
a) Penyelenggara bursa dan undian
b) Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
c) Bank dan Dana Pensiun
d) Perusahaan Modal Ventura
e) Penerbit Obligasi, Bank, Dana Pensiun, Reksadana
f) Pengguna Jasa Konstruksi

G. TARIF PAJAK BERDASARKAN PASAL 4 AYAT (2)


a) Pajak penghasilan atas bunga deposito/tabungan, diskonto SBI (final):sebesar
20% x jumlah bruto
 Untuk jumlah bunga tabungan yang ≥ Rp7.500.000, bunganya dikenakan
PPh Pasal 4 ayat(2) sedangkan jumlah bunga tabungan yang < Rp7.500.000
tidak dikenakan pajak
b) Pajak penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham dibursa efek
(final):
 Bukan saham pendiri: 0,1% × Nilai transaksi
 Saham pendiri: (0,1% × Nilai transaksi) + (0,5% × Nilai saham pasar saat
penawaran umum perdana (IPO).
c) Penjualan saham milik perusahaan modal ventura: sebesar 0,1% dari jumlah
bruto.

50
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

d) Pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga atau diskonto obligasi yang
dijual dibursa efek (final):
Catatan :
 Untuk bunga/diskonto obligasi yang ditempatkan di dalam negeri
sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto.
 Untuk bunga/diskonto obligasi yang ditempatkan di luar negeri sebesar
20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto.
e) Pajak penghasilan atas hadiah undian (final):
Atas hadiah undian dikenakan PPh sebesar 25% (duapuluh lima persen) dari
jumlah bruto hadiah atau nilai pasar hadiah. Baik itu yang menerima Wajib
Pajak Orang Pribadi atau Badan.
f) Pembayaran pajak penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau
bangunan (final):
10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau
bangunan
g) Pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 sebagaimana diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan
atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi, pasal 3 bahwa Jenis-jenis
penghasilan dan tarif pemotongan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2
diantaranya adalah:
No. Jenis Penghasilan Tarif
1. Jasa Perencanaan/ Pengawasan:
a. Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha 4%
b. Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha; 6%
2. Jasa Pelaksanaan Konstruksi
a. Penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil 2%
b. Penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha 4%
c. Penyedia Jasa selain huruf a dan huruf b 3%

h) Pembayaran pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan atau bangunan (final):
Besarnya PPh adalah sebesar 2,5% (Dua Koma Lima Persen) dari jumlah bruto
nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak
51
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

atas rumah sederhana dan rumah susun sederhana yang dilakukan oleh WP yang
usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dikenakan PPh sebesar 1% (Satu Persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.

Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan PPh adalah :


1. Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dibawah PTKP yang
melakukan pengalihan hak atas tanah dan bangunan dengan jumlah
bruto pengalihannya kurang dari Rp. 60.000.000,00 dan bukan
merupakan jumlah yang dipecah pecah.
2. Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan kepada Pemerintah.
3. Orang Pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan
dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial dll.
4. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara
hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial dll.
5. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.
i) Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi (final):
 Untuk bunga simpanan anggota koperasi yang besarnya ≤ Rp240.000
dikenakan tarif 0%
 Untuk bunga simpanan anggota koperasi yang besarnya > Rp240.000
dikenakan tarif 10% dari jumlah yang dibayarkan kepada anggota
koperasi.
j) Deviden orang Pribadi tarif 10%

52
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. PT. RAOS mempunyai data-data pembukuan Tahun 2019 sebagai berikut :


a. Diterima hadiah undian sebesar Rp 200.000.000 dari PT. ASRI
b. Dibayar deviden sebesar Rp 210.000.000 kepada PT. CURUG

2. PT. LILIN bergerak di bidang gaun pengantin mempunyai data pengeluaran Tahun
2019 sebagai berikut
a. Dibayar Bunga deposito sebesar Rp 8.000.000 kepada Tn. Tentakel
b. Pada Tanggal 19 September dibayar sewa bangunan sebesar Rp 73.000.000

3. Roce menerima bunga setiap bulan sebesar Rp1.200.000. Berapa besaran pajak
yang harus dibayarkan atas bunga deposito Roce per tahunnya ?

4. PT. GULA MANIS mempunyai data-data perusahaan sebagai berikut :


a. Dibayar Jasa pengawasan dan perencanaan sebesar Rp. 230.000.000
b. Dibayar sewa bangunan sebesar RP 128.000.000 untuk satu tahun kepada
PT. GULALI
c. Dibayar Bunga deposito sebesar Rp 10.000.000 kepada Tn. Jerami
Hitunglah PPH yang terhutang!

53
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan


Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang
dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan
barang. Pajak Penghasilan Pasal 22 dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik
milik pemerintah maupun swasta sehubungan dengan kegiatan impor barang,
pembelian barang dengan menggunakan dana APBN/APBD dan non APBN/APBD,
dan penjualan barang sangat mewah.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:

1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau Lembaga pemerintah dan


Lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas
penyerahan barang;
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah.

B. PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,
adalah:

a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas:


1. Impor barang; dan
2. Ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan
logam yang dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan
pertambangan dan Kontrak Karya;
b. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau

54
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan


pembayaran atas pembelian barang;
c. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang
dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
e. Badan usaha tertentu meliputi:
1. Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan;
2. Badan Usaha Milik Negara yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah
setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dan restrukturisasi tersebut
dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada Badan Usaha
Milik Negara lainnya; dan
3. Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik
Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik,
PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda,
PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-
Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau
Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia
Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural
Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya,
PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI
Syariah, dan PT Bank BNI Syariah, Berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan
usahanya;
f. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil
produksinya kepada distributor di dalam negeri;
g. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di
dalam negeri;

55
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

h. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
i. Badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan
berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang
belum melalui proses industri manufaktur, untuk keperluan industrinya atau
ekspornya;
j. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang
batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang
pribadi pemegang izin usaha pertambangan; atau
k. Badan usaha yang memproduksi emas batangan, termasuk badan usaha yang
memproduksi emas batangan melalui pihak ketiga, atas penjualan emas
batangan di dalam negeri.

C. OBJEK PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


a. Impor barang dan ekspor barang komoditas tambang batubara, mineral logam,
dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir.
b. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah
dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah, dan
lembaga-lembaga negara lainnya.
c. Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme uang persediaan (UP)
yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran.
d. Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS) oleh KPA atau pejabat penerbit surat perintah
membayar yang diberi delegasi oleh KPA.
e. Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan
kegiatan usahanya Badan Usaha Milik Negara.
f. Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha
yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja,
yang merupakan industri hulu, industri otomotif, dan industri farmasi.
g. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang
Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan
bermotor.

56
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

h. Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen
atau importir.
i. Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya
atau ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
j. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh WP badan.

D. SUBJEK PPH PASAL 22


Setiap Wajib Pajak yang melakukan impor, kecuali yang mendapat fasilitas pembebasan
(memperoleh surat keterangan bebas).

E. TARIF PPH PASAL 22


1. Atas impor :
a. Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), 2.5% dari nilai impor,
kecuali atas impor kedelai, gandum, tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai
impor.
b. Yang tidak menggunakan API, 7.5% dari nilai impor
c. Yang tidak dikuasai, 7.5% dari harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD sebesar 1.5% dari harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak
final).
3. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:
a. Bahan Bakar Minyak sebesar:
 0,25% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk
penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina;
 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk
penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum bukan
Pertamina dan Non SPBU.
b. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai;
c. Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai.
Catatan: Pungutan PPh pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain
penyalur/agen bersifat tidak final.
57
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

4. Atas penjualan hasil produksi, ditetapkan berdasarkan keputusan Direktur Jendral


Pajak, yaitu:
 Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
 Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
 Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
 Obat = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
 Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
 Rokok = 0.15% x Harga Bandrol (Final)
5. Atas penjualan kendaraan bermotor didalam negeri oleh agen Tunggal Pemegang
Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan
bermotor sebesar 0,45% dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
6. Atas pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam sebesar 1,5%
dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
7. Atas penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan,
sebesar 0,45% dari harga jual emas batangan.
8. Atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah, yaitu:
a. Pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
b. Kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya;
c. Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih
dari Rp5 miliar atau luas bangunan lebih dari 400m2;
d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp5 miliar atau luas bangunan lebih dari 150m2;
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv),
minibus, dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp2 miliar atau
dengan kapasitas silinder lebih dari 3000cc; dan/atau
f. Kendaraan bermotor roda dua dan tiga dengan harga jual lebih dari Rp300
juta atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc.
g. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif
PPh Pasal 22.

58
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Nilai Impor
Nilai yang berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk yaitu Cost
Insurance and Freight (CIF) ditambahkan dengan bea masuk dan pungutan
lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
pabean bidang impor.

Untuk menghitung nilai impor digunakan kurs berdasarkan Keputusan Menteri


Keuangan.

NI= CIF + BEA MASUK + PUNGUTAN LAINNYA

F. Yang Dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam


pasal 3 PMK.34/2017
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak
Pertambahan Nilai:
a. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
b. Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas
di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar
dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara
pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk
keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di
Indonesia;
c. Barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial,
kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
d. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan
tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
e. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
f. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat
lainnya;
g. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;

59
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

h. Barang pindahan;
i. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan
barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan
perundangundangan kepabeanan;
j. Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang
ditujukan untuk kepentingan umum;
k. Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
l. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
m. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional
(PIN);
n. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
o. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal
tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat
keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan
Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional,
Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional
sesuai dengan kegiatan usahanya;
p. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional,
dan suku cadangnya, serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan
Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian
jasa perawatan dan reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional;
q. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh oleh badan
usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/ atau badan usaha
penyelenggara prasarana perkeretaapian umum, dan komponen atau bahan
yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha penyelenggara

60
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana


perkeretaapian um um yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku
cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana
perkeretaapian yang akan digunakan oleh badan usaha penyelenggara sarana
perkeretaapian umum dan/ atau badan usaha penyelenggara prasarana
perkeretaapian umum;
r. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kemente:ian
Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia untuk penyediaan data batas dan
foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk
mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Kementerian
Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia atau pihak yang ditunjuk oleh
Kementerian Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia;
s. Barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya
dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama; dan/atau
t. Barang untuk kegiatan usaha panas bumi.
3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk
diekspor kembali;
4. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor
kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang
telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf i, dan huruf j berkenaan dengan:
a. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d yang jumlahnya paling
banyak Rp 2.000.000 tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan bukan
merupakan pembayaran yang dipecah dart suatu transaksi yang nilai
sebenarnya lebih dart Rp 2.000.000;
b. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e yang jumlahnya paling banyak Rpl0.000.000
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan bukan merupakan pembayaran
yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dart
Rpl0.000.000.
c. Pembayaran untuk:

61
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

 Pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-


benda pos;
 Pemakaian air dan listrik;
d. Pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/atau produk
sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang
dihasilkan di Indonesia dari:
 Kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan
kontrak kerja sama;
 Kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi
berdasarkan kontrak kerja sama; atau
 Trading arms kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi
berdasarkan kontrak kerja sama.
e. Pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan
panas bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha
panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya
panas bumi;
f. Pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur
untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau
eksportir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf i yang
jumlahnya paling banyak Rp 20.000.000 tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai dalam satu masa pajak;
g. pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan
atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf j yang telah dipungut Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang dan/ atau bahan-bal;lan untuk
keperluan kegiatan usaha oleh badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e.
6. Impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan
dari emas untuk tujuan ekspor.
7. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
8. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri
otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek

62
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

(APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai pemungutan
Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c UU PPh.
9. Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan emas
batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf k kepada Bank
Indonesia.
10. Pembelian gabah dan/atau beras oleh bendahara pemerintah (Kuasa Pengguna
Anggaran, pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh
Kuasa Pengguna Anggaran, atau bendahara pengeluaran).
11. Pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik
(Perum BULOG).
12. Pembelian bahan pangan pokok dalam rangka menjaga ketersediaan pangan dan
stabilisasi harga pangan oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum
BULOG) atau Badan Usaha Milik Negara lain yang mendapatkan penugasan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Contoh perhitungan PPh Pasal 22 Bea Cukai


Contoh 1
PT. ABC pada bulan April 2019 melakukan impor gandum dari China dengan harga
500.000 Yuan. Biaya asuransi dan angkut barang dari China ke Indonesia masing-
masing sebesar 7% dan 15% dari harga faktur. Tarif bea masuk sebesar 10% dari CIF.
Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan saat itu adalah 1 Yuan = Rp 2.050.
Hitunglah Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus dibayar oleh PT. ABC jika memiliki
API?
Jawab :
1. Menentukan nilai Impor Kurs yang berlaku = Rp. 2050
Harga Faktur CNY 500.000 = CNY 500.000
Biaya Asuransi CNY 500.000 x 7% = CNY 35.000
Biaya Angkut CNY 500.000 x 15% = CNY 75.000 +
CIF = CNY 610.000
Bea Masuk CNY 610.000 x 10% = CNY 61.000 +
Nilai Impor = CNY 671.000
Nilai Impor (dalam rupiah) CNY 671.000 × Rp 2.050 = Rp 1.375.550.000
2. Menghitung PPh pasal 22
0,5% x Rp 1.375.550.000 = Rp 6.877.750

63
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh 2
PT. Si Cepat Group pada bulan Maret 2019 melakukan impor peralatan kantor dari
Jepang dengan harga 450.000 JPY (memiliki API). Biaya asuransi dan Biaya angkut
barang dari Jepang ke Indonesia masing-masing sebesar 7% dan 12% dari harga faktur.
Tarif bea masuk sebesar 10% dari CIF. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keungan
saat itu adalah 1 JPY = Rp 150. Hitunglah Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus
dibayar oleh PT. Si Cepat?
Jawab:
1. Menentukan nilai Impor Kurs yang berlaku = Rp 150
Harga Faktur JPY 450.000 = JPY 450.000

Biaya Asuransi JPY 450.000 x 7% = JPY 31.500

Biaya Angkut JPY 450.000 x 12% = JPY 54.000 +

CIF JPY 535.500


= JPY 53.550 +
Bea Masuk JPY 535.500 x 10%
Nilai Impor = JPY 589.050
Nilai Impor (dalam rupiah) JPY 589.050 x Rp 150 = Rp 88.375.500

2. Menghitung PPh pasal 22 (memiliki API)

2,5% × Rp 88.375.500 = Rp 2.208.937,5

PPh Pasal 22 yang Dipungut Oleh Bendaharawan


Contoh 1

Pada tanggal 24 Mei 2019 Direktorat Jendral Perbendaharaan (DJPB) melakukan


transaksi pembayaran atas pembelian alat tulis kantor dari Toko Sebelah senilai Rp
2.000.000 (termasuk PPN). Berapa PPh Pasal 22 yang dikeluarkan?

Jawab : DPP : 100/110 × Rp 2.000.000 = Rp 1.818.181,8

Atas pembayaran tersebut tidak dikenakan PPh pasal 22 karena nilainya kurang dari Rp
2.000.000.

64
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh 2
Instansi pemerintah membeli sebuah BKP dari PT. Maju Terus Rp 550.000.000 yang
pembayarannya melalui kantor pembendaharaan negara. Berapakah Pajak Penghasilan
Pasal 22 Bendaharawan yang harus di potong bila :

a. Harga barang termasuk PPN (10%) tapi bukan barang mewah.

b. Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (25%)

Perhitungan:

a. Harga barang termasuk PPN (10%) tapi bukan Barang Mewah

Harga barang termasuk PPN (10%) = Rp 500.000.000


PPN (10%) = Rp 550.000.000 × 10/110 = Rp 50.000.000 –

Harga Barang tidak termasuk PPN = Rp 500.000.000

Pajak Penghasilan pasal 22


1.5 % x Rp 500.000.000 = Rp 7.500.000 –

Jumlah uang yang diterima = Rp 492.500.000

b. Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (25%)

Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (25%) = Rp 550.000.000


PPN (10%) = Rp 550.000.000 x 10/135 = Rp 40.740.741
PPnBM (25%) = Rp 550.000.000 x 25/135 = Rp 101.851.852-
Harga barang tidak termasuk PPN dan PPnBM = Rp 407.407.407

Pajak Penghasilan pasal 22


1.5 % x Rp 407.407.407 = Rp 6.111.111–
Jumlah yang diterima = Rp 401.296.296

65
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. PT. Kimia Farma Apotek merupakan salah satu perusahaan BUMN, pada bulan
Juli 2019 melakukan pembayaran kepada PT. Lenovo atas pengadaan peralatan
komputer sebanyak 50 unit seharga Rp 65.000.000 (termasuk PPN)

2. Pada tanggal 2 February 2019 Bendahara pemerintah melakukan transaksi


pembayaran atas pembelian alat tulis kantor dari Toko ATK senilai Rp.
2.500.000 (termasuk PPN). Berapa PPh 22 yang dikeluarkan?

3. PT. XYZ pada bulan Juni 2019 menjual kertas hasil produksi kepada CV
Sehati dengan total harga sebesar Rp 500.000.000 (termasuk PPN)

4. PT. RoseBrand pada bulan November 2019 melakukan impor tepung terigu
dari singapore dengan harga SGD 23.000. Biaya asuransi dan angkut barang
dari Singapore ke Indonesia masing-masing sebesar 5% dan 10% dari harga
faktur. Tarif bea masuk sebesar 10% dari CIF. Kurs yang ditetapkan oleh
Menteri Keungan saat itu adalah SGD1 = Rp 9.800. Hitunglah Pajak
Penghasilan Pasal 22 yang harus dibayar oleh PT. RoseBrand jika memiliki
API?

5. Pada Bulan September 2016 PT. Sejahtera melakukan import Beras dari India
sebesar 300.000 Rupee. biaya asuransi yang dibayar diluar negeri dan biaya
angkut dari India ke Indonesia masing-masing sebesar 4% dan 12% dari harga
faktur. Bea masuk yang dibebankan sebesar 10% dari CIF. Kurs yang berlaku
pada saat itu adalah 1Rupee = Rp. 200. Hitunglah pajak penghasilan pasal 22
yang harus dibayar oleh perusahaan jika perusahaan tidak memiliki API?

66
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

A. PAJAK PENGHASILAN PASAL 24


Pajak yang dipungut diluar negeri atas penghasilan wajib pajak di luar negeri.
Pajak yang dibayar di luar negeri atas penghasilan luar negeri yang diperoleh wajib
pajak dalam negeri (WPDN) boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun
pajak yang sama, sebesar pajak yang dibayarkan diluar negeri tersebut tetapi tidak
boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan keputusan No.
164/KMK.03/2002. Untuk itu harus dicari batas maksimum kredit pajak luar negeri
(KPLN).

B. BATAS MAKSIMUM KPLN DIAMBIL YANG TERENDAH DARI KETIGA


UNSUR BERIKUT:

1. (Penghasilan Luar Negeri/ Penghasilan Kena Pajak) x PPh terutang


2. Jumlah Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri
3. Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal
penghasilan kena pajaknya lebih kecil dari penghasilan luar negerinya.
Catatan :

1. Jika Pajak Penghasilan Luar Negeri yang diminta untuk dikreditkan itu ternyata
dikembalikan maka jumlah pajak yang terutang menurut Undang-Undang ini
harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengembalian tersebut
dilakukan.
2. Jika Penghasilan Luar Negeri berasal dari beberapa Negara maka jumlah
maksimum KPLN dihitung untuk masing-masing Negara.
3. Untuk kerugian yang diderita diluar negeri tidak diperhitungkan dalam
menghitung penghasilan kena pajak. Penghasilan dari Luar Negeri untuk tahun-
tahun berikutnya dapat dikompensasikan dengan kerugiaan tersebut.
4. Dalam hal Pajak dibayarkan di luar negeri lebih besar dari kredit pajak yang
diperkenankan (PPh Pasal 24), maka kelebihan tersebut tidak dapat:

 Diminta kembali (restitusi)

 Dikompensasikan

 Sebagai pengurang penghasilan


67
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

C. CARA MENCARI PPh PASAL 24 YANG DAPAT DIKREDITKAN DI DALAM


NEGERI
1. Cari Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PKP = PNDN + PNLN
Catatan:
 Jika DN rugi diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP.
 Jika LN rugi tidak diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung
PKP (diabaikan)
2. Cari Pajak Penghasilan terutang dari Penghasilan Kena Pajak (PKP).

3. Cari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :

KPLN = Penghasilan Luar Negeri x PPh terutang


Penghasilan Kena Pajak
4. Cari Pajak yang telah dibayar di luar negeri.

5. Bandingkan antara KPLN (point 3) dengan pajak yang telah dibayar di luar negeri
(point 4), lalu pilih nilai terendah.

6. Jumlahkan point 5 untuk mencari besarnya PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan.

Catatan : Jika PKP < PNLN maka perhitungan hanya sampai langkah ke dua.

Contoh Kasus:
PT. Madun yang berlokasi di Solo selama tahun 2018 memperoleh penghasilan dari dalam
negeri ataupun beberapa cabangnya yang berada di luar negeri. Penghasilan netto dari
dalam negeri Rp 600.000.000.000 sedangkan usahanya di luar negeri, seperti Malaysia
memperoleh penghasilan Rp 300.000.000.000, Singapura memperoleh penghasilan Rp
20.000.000.000, sedangkan di Vietnam mengalami rugi Rp 300.000.000.000. Pajak yang
telah dibayar di luar negeri sebesar 15% Malaysia, 20% untuk Singapura, dan 20% untuk
Vietnam. Berapa PPh Pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak
penghasilan yang harus dibayar di dalam negeri?

68
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 24 yang Dapat Dikreditkan di Dalam Negeri.

1. Mencari Penghasilan Kena Pajak (PKP) :


Penghasilan Neto Dalam Negeri Rp 600.000.000.000
Penghasilan Neto Luar Negeri
 Malaysia Rp 300.000.000.000
 Singapura Rp 20.000.000.000 +
Jumlah Penghasilan Neto Luar Negeri Rp 320.000.000.000 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 920.000.000.000

2. Mencari Pajak Penghasilan Terutang dari Jumlah PKP Sebesar Rp 920.000.000.000 :


25% x Rp 920.000.000.000 = Rp 230.000.000.000

3. Mencari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :

 Malaysia : Rp 300.000.000.000 / Rp 920.000.000.000 x Rp 230.000.000.000


= Rp 75.000.000.000

 Singapura : Rp 20.000.000.000 / Rp 920.000.000.000 x Rp 230.000.000.000


= Rp 5.000.000.000

4. Mencari Pajak yang Telah Dibayar atas Penghasilan di Luar Negeri :

 Malaysia : 15% x Rp 300.000.000.000 = Rp 45.000.000.000

 Singapura : 20% x Rp 20.000.000.000 = Rp 4.000.000.000

5. PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Malaysia


sebesar Rp 45.000.000.000 (Pilih yang terendah)

PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Singapura


sebesar Rp 4.000.000.000 (Pilih yang terendah)

6. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri :


Rp 45.000.000.000 + Rp 4.000.000.000 = Rp 49.000.000.000

69
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM


1. PT Dora di Bengkulu memperoleh penghasilan neto tahun 2019 sebagai berikut :

 Laba dalam negeri Rp 3.000.000.000


 Laba luar negeri (35%) Rp 1.000.000.000

2. PT Aria memperoleh penghasilan setahun 2019 sebagai berikut :


 Laba dalam negeri Rp 900.000.000
 Laba luar negeri (25%) Rp 300.000.000

3. PT Dadung Auk memperoleh penghasilan setahun 2019 sebagai berikut :


 Rugi dalam negeri Rp 150.000.000
 Laba luar negeri (25%) Rp 90.000.000

4. PT Linau memperoleh penghasilan setahun 2019 sebagai berikut :


 Dalam negeri (Laba) Rp 700.000.000
 Luar negeri
Singapore (Rugi) 25% Rp.970.000.000
Malaysia (Laba) 20% Rp.820.000.000

5. PT Diamond yang berlokasi di Palembang selama tahun 2019 memperoleh


penghasilan dari dalam negeri ataupun beberapa cabangnya yang berada di luar
negeri. Penghasilan netto dari dalam negeri Rp. 200.000.000.000 sedangkan
usahanya di luar negeri, seperti Belanda memperoleh penghasilan Rp.
60.000.000.000, Jerman memperoleh penghasilan Rp. 70.000.000.000, sedangkan
di Belgia mengalami rugi Rp. 5.000.000.000. Pajak yang telah dibayar di luar
negeri sebesar 15% untuk Belanda, 20% untuk Jerman dan 20% untuk Belgia.
Berapa PPh Pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak
penghasilan yang harus dibayar dalam Negeri?

70
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

A. PENGERTIAN PPH PASAL 25 .


Pasal 25 ayat 1 Undang-Undang PPh menjelaskan ketentuan besarnya angsuran
PPh yaitu: “Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang
terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang
lalu dikurangi dengan:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong Pasal 21
b. Pajak Penghasilan yang dipotong Pasal 23
c. Pajak Penghasilan yang dipungut Pasal 22
d. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan dalam Pasal 24,
e. Lalu dibagi 12 berkaitan berapa bulan dalam 1 tahun

B. CARA MENCARI ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

PPh Terutang Menurut SPT Tahunan - Kredit Pajak

12

Kredit Pajak adalah suatu jumlah yang merupakan angsuran pajak, baik yang telah
dipungut/dipotong maupun dibayar pada tahun pajak yang bersangkutan yang meliputi
PPh Pasal 21, 22, 23, 24 yang telah dibayar dalam tahun pajak.

Pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri dalam
tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan
terutang pada akhir tahun. Oleh karena itu, dalam hal-hal tertentu Direktur Jenderal
Pajak diberikan wewenang untuk menyesuaikan perhitungan besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar sendiri oleh WP dalam tahun berjalan. Hal-hal tersebut adalah
 WP Berhak atas kompensasi kerugian max 5 tahun
 WP memperoleh penghasilan tidak teratur

C. ILUSTRASI PERHITUNGAN ANGSURAN PPH PASAL 25 DENGAN


KOMPENSASI KERUGIAN DAN PENGHASILAN TIDAK TERATUR
Penghasilan Netto Rp xxx
Penghasilan Tidak Teratur Rp xxx –
Penghasilan Teratur Rp xxx
Kompensasi Kerugiaan (Max 5 Thn) Rp xxx –

71
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Penghasilan Netto Usaha Rp xxx


PTKP Rp xxx –
PKP Rp xxx
Penghasilan Terutang : PKP x PPh Pasal 17 Rp xxx
 PPh Pasal 21 Rp xxx
 PPh Pasal 22 Rp xxx
 PPh Pasal 23 Rp xxx
 PPh Pasal 24 Rp xxx +
Jumlah kredit Pajak Rp xxx –
Pajak yang masih harus dibayar sendiri Rp xxx
Angsuran PPh 25 untuk tahun ybs = Pajak yang masih harus dibayar sendiri / 12

D. SANKSI KETERLAMBATAN PEMBAYARAN PPH PASAL 25


Apabila Wajib Pajak (WP) terlambat membayar, maka WP akan dikenai bunga
sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.
Misalnya: untuk bulan Februari 2014, WP terlambat dan baru membayarnya pada 16
Maret. Sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, WP dikenai bunga 2%.

Contoh Kasus 1:
Pada Tahun 2019 Tn Anton (K/2) memiliki data penjualan sebesar Rp.600.000.000
sedangkan ditahun 2016 mengalami kerugian Rp.50.000.000. Pajak yang telah dibayar
antara lain PPh Pasal 21 Rp.8.000.000, PPh Pasal 22 Rp.900.000, PPh Pasal 23
Rp.450.000 dan PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan sebesar Rp.1.500.000. Berapakah
Angsuran PPh Pasal 25 tahun 2019 ?
Perhitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25:
Penghasilan Netto Rp.600.000.000
Penghasilan Tidak Teratur Rp 0–
Penghasilan Teratur Rp 600.000.000
Kompensasi Kerugiaan (Max 5 Thn) Rp 50.000.000 –
Penghasilan Netto Usaha Rp 550.000.000
PTKP (K/2) Rp 67.500.000 –
PKP Rp 482.500.000
Pajak Penghasilan Terutang :
5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% x Rp. 200.000.000 = Rp. 30.000.000
25% x Rp. 232.500.000 = Rp. 58.125.000+

72
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Jumlah Pajak Penghasilan Terutang Rp 90.625.000


Kredit Pajak Penghasilan
 PPh Pasal 21 Rp 8.000.000
 PPh Pasal 22 Rp 900.000
 PPh Pasal 23 Rp 450.000
 PPh Pasal 24 Rp 1.500.000 +
Jumlah kredit pajak Rp 10.850.000 –
Pajak yang masih harus dibayar sendiri Rp 79.775.000
Angsuran PPh 25 untuk tahun 2019 = Rp 79.775.000 : 12 = Rp 6.647.916,66

Contoh Kasus 2
Tn. Kemed (TK/2) tinggal di Ciraos. Pada bulan Januari 2019 membangun usaha Jasa
Pengiriman. Jumlah penghasilan Bruto selama bulan Januari 2019 sebesar Rp.
700.000.000. Biaya – biaya yang dikeluarkan pada bulan Januari 2019 sebesar Rp.
660.000.000. Berapa besaran angsuran PPh pasal 25 bulan Januari 2019 yang dibayar
oleh Tn. Kemed ?
JAWABAN:
a. Peredaran bruto disetahunkan Rp 700.000.000 x 12 = Rp 8.400.000.000
b. Karena peredaran bruto yang disetahunkan sudah melebihi Rp 4.800.000.000
maka Penghitungan angsuran PPh pasal 25 bulan Januari 2019 adalah:
Peredaran Usaha bulan Januari 2019 Rp 700.000.000
Biaya-biaya fiskal Rp 660.000.000 -
Penghasilan Neto Fiskal sebulan Rp 40.000.000
Penghasilan Neto Fiskal setahun (12) Rp 480.000.000
PTKP : TK/2 Rp 63.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 417.000.000

PPh Wajib Pajak Orang Pribadi terutang:


5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 167.000.000 = Rp 41.750.000 +
Rp 74.250.000
Angsuran PPh pasal 25 bulan Januari 2019 adalah:
Rp74.250.000 : 12 = Rp 6.187.500

Catatan: Jika peredaran bruto yang disetahunkan < Rp4.800.000.000 maka


terhadap penghasilan bruto tahun 2019 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat
final dengan tarif 0,5% dan tidak ada angsuran PPh 25

73
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM


1. Perusahaan Tas yang dimiliki oleh Tn. Rahma (K/3) pada tahun 2019 memiliki
penghasilan Neto Rp 700.000.000 dan ditahun 2016 mengalami kerugian sebesar
Rp 70.000.000.
Pajak yang telah dibayar :
 PPh Pasal 21 sebesar Rp 6.000.000
 PPh Pasal 22 sebesar Rp 4.000.000
 PPh Pasal 23 sebesar Rp 7.000.000
 PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp 8.000.000
Berapakah angsuran PPh pasal 25 yang harus dibayar sendiri oleh WP Tahun 2019?

2. Pada Tahun 2019 PT. Reyhan memperoleh penghasilan Neto Rp.500.000.000. Pada
tahun 2016 menderita kerugian sebesar Rp 14.000.000. Pajak yang telah dibayar:
PPh pasal 22 Rp.7.000.000, PPh pasal 23 Rp.34.000.000, PPh pasal 24 yang dapat
dikreditkan Rp.45.000.000. Masih terdapat sisa kerugian tahun 2015 sebesar
Rp.25.000.000. Berapa angsuran PPh pasal 25 untuk tahun 2019 ?

3. Pajak penghasilan terutang untuk Tn. Rizky berdasarkan Surat Pemberitahuan


Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2019 sebesar Rp 200.000.000. pajak yang telah
dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang dalam tahun 2018
sebagai berikut :
 PPh Pasal 21 melalui pemberi kerja Rp 20.000.000
 Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain Rp 9.000.000
 Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp
10.000.000
 PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan dari luar negeri sebesar Rp 25.000.000
Berapa PPh pasal 25 yang harus dibayarkan sendiri oleh Wajib Pajak tiap bulan ?

4. Tn. Arhan (TK/1) tinggal di Depok. Pada bulan Juni 2017 membangun usaha
bernama "Asik Jos". Jumlah penghasilan Bruto selama bulan Juni 2019 sebesar
Rp950.000.000 Biaya – biaya yang dikeluarkan pada bulan Juni 2019 sebesar
Rp800.000.000. Berapa besaran angsuran PPh pasal 25 bulan Juni 2019 yang
dibayar oleh Tn Arhan?

5. PT Terserah Aja adalah perusahaan yang bergerak dibidang Otomotif. Pajak


Penghasilan Terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak 2019
sebesar Rp 200.000.000. Berikut pajak yang telah dipotong oleh pihak ketiga :
 PPh Pasal 22 yang telah dipotong sebesar Rp 10.000.000
 PPh Pasal 23 yang telah dibayar Rp 16.000.000
 PPh Pasal 24 yang telah dibayar di luar negeri Rp 32.000.000, berdasarkan
ketentuan yang dapat dikreditkan sebesar Rp 35.000.000.
Berapa PPh pasal 25 yang harus dibayarkan sendiri oleh Wajib Pajak tiap bulan ?

74
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)

A. PENGERTIAN SURAT PEMBERITAHUAN

Menurut Pasal 1 ayat 8 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor


9/PMK.03/2018 tentang perubahan terakhir atas Peraturan Menteri keuangan
Nomor 243/PMK.03/2014, Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat SPT
adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/
atau pembayaran pajak, objek pajak dan/ atau bukan objek pajak, dan/ atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.

Berdasarkan dasar hukum Pasal 1 ayat 11 dalam Undang-Undang Nomor 28


Tahun 2007 Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek pajak dan
atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

B. FUNGSI SURAT PEMBERITAHUAN


1. Wajib Pajak Penghasilan
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan
jumlah pajak yang sebeneranya terutang dan untuk melaporkan tentang:
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu)
tahun pajak atau bagian tahun Pajak;
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;
c. Harta dan kewajiban; dan/atau
d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang
pemotongan/pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1
(satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
perpajakan.
2. Pengusaha Kena Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan
jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan
tentang:
a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan

75
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan untuk sendiri


oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa
pajak, sesuai dengan ketentuan perturan perundang-undangan
perpajakan.
3. Pemotong atau Pemungut Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang
dipotong atau dipungut dan disetorkan.

C. JENIS-JENIS SURAT PEMBERITAHUAN


Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang diperbaharui
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2018, secara garis besar
Surat Pemberitahuan dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. SPT Masa
Merupakan Surat Pemberitahuan yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam satu masa
pajak. Yang termasuk jenis SPT Masa adalah SPT Masa PPh, SPT Masa PPN
dan PPnBm, dan SPT Masa bagi Pemungut PPN.
2. SPT Tahunan
Merupakan Surat Pemberitahuan yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam satu tahun
pajak. Yang termasuk jenis SPT Tahunan adalah SPT Tahunan PPh untuk satu
tahun pajak, dan SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak.

D. BATAS WAKTU PEMBAYARAN PAJAK


1. Pajak Masa
 Untuk PPh yang terutang melalui pemotongan paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

 Untuk PPh yang disetor sendiri paling lambat tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

2. Pajak Tahunan
 Selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga
setelah berakhirnya tahun pajak.

76
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

E. BATAS WAKTU PELAPORAN PAJAK


1. Pajak Masa
 Untuk pajak masa PPh selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari
setelah berakhirnya masa pajak.
 Untuk pajak masa PPN selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya masa pajak.
2. Pajak Tahunan
 Bagi WPOP selambat-lambatnya akhir bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun pajak.
 Bagi Badan Usaha selambat-lambatnya akhir bulan keempat setelah
berakhirnya tahun pajak.

F. SANKSI KETERLAMBATAN ATAU TIDAK MENYAMPAIKAN SURAT


PEMBERITAHUAN
1. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT dikenakan denda (sesuai dengan
pasal 7 KUP)
a. SPT Masa PPN sebesar Rp 500.000, sedangkan SPT Masa Lainnya
sebesar Rp 100.000
b. SPT Tahunan PPh WPOP sebesar Rp 100.000, sedangkan SPT
Tahunan PPh Badan Usaha sebesar Rp 1.000.000

2. Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat


Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai
sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib
Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah
pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200%
(dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan
melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. (Pasal 13A UU KUP)

3. Setiap orang yang karena kealpaannya menyampaikan Surat Pemberitahuan,


tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan

77
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan
denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar. (Pasal 38 huruf b Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000)

4. Setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau


menyampaikan Surat Pemberi Tahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. (Pasal 39
ayat 1 UU KUP)

5. Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tersebut tidak dilakukan terhadap


(Pasal 7 ayat 2 UU KUP):
a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah meninggal dunia.
b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas;
c. Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai warga negra asing
yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi
belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan; atau
h. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.

G. SANKSI PERPAJAKAN
1. Surat Teguran atas SPT yang tidak disampaikan
Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau batas
waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan Surat
Teguran (Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran disamping suatu

78
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

bentuk pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat bagi dikenainya Wp


yang bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 13 ayat 1 huruf b dan pasal 13 ayat 3 UU KUP.
2. Sanksi Administrasi
Menurut Pasal 7 ayat 1 UU KUP menyatakan bahwa apabila SPT tidak
disampaikan dalam jangka waktu atau batas waktu perpanjangan penyampaian
SPT dikenal dengan sanksi administrasi. Sanksi administrasi adalah sanksi
berupa pembayaran kerugian terhadap negara seperti denda, bunga dan
kenaikan. Adapun perbedaan antara denda, bunga dan kenaikan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
 Sanksi pajak berupa denda ditujukan kepada pelanggaran yang
berhubungan dengan kewajiban pelaporan. Besaran nya pun bermacam-
macam, sesuai dengan aturan undang-undang.
 Sanksi bunga ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan
pelanggaran dan/atau kekurangan bayar terkait kewajiban membayar
pajak. Besarannya sudah ditentukan per bulan. Contohnya,
keterlambatan pembayaran pajak masa tahunan akan dikenakan sanksi
pajak berupa bunga senilai 2% per bulan dari jumlah pajak terutang.
 Sanksi kenaikan ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan
pelanggaran terkait dengan kewajiban yang diatur dalam material.
Sanksi pajak ini berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar.
Penyebabnya bisa karena adanya pemalsuan data seperti meminimalkan
jumlah pendapatan pada SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbit SKP.
Sanksi kenaikan besarannya adalah 50% dari pajak yang kurang dibayar.

3. Sanksi Pidana
 Denda Pidana
Berbeda dengan sanksi administrasi, denda pidana dikenakan kepada
wajib pajak yang sengaja melanggar norma hukum perpajakan.
 Pidana Kurungan
Pidana kurungan dalam pasal 38 UU KUP dikenakan terhadap setiap
orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT. Pidana
kurungan hanya diancam kepada tindak pidana yang bersifat
pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak, pihak ketiga.

79
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

 Pidana Penjara
Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP menyatakan bahwa setiap orang
yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan,
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya
tidak benar atau tidak lengkap terancam pidana penjara. Pidana penjara
sama halnya dengan kurungan, merupakan hukuman perampasan
kemerdekaan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada
pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan wajib pajak.

H. TARIF PAJAK YANG BERSIFAT FINA DAL TIDAK FINAL


1. Bunga Deposito dan Tabungan
Badan Hukum Lokasi Tarif PPh
Indonesia Indonesia 15% final
Indonesia Luar Negeri 20% final
Luar Negeri Indonesia 20%final
Luar Negeri Luar Negeri PPh Pasal 24

2. Sewa
a. Barang Tidak Bergerak (Tanah, Bangunan)
Baik pemiliknya WPOP atau Badan dikenakan tarif 10% final.
b. Barang Bergerak
Khusus angkutan darat dikenakan 2% tidak final
3. Pembagian Deviden
a. Penerima WPOP
 Berasal dari WPOP (Fa, CV) : BOP
 Berasal dari Badan (PT) : 10% final
b. Penerima Badan
 Kepemilikan saham < 25% : 15% tidak final
 Kepemilikan saham ≥ 25% : BOP
4. Penjualan Saham
a. Melalui bursa efek : 0,1% final
b. Tidak melalui bursa efek : tidak diperkenankan PPh
5. Hadiah
a. Tidak Final

80
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

 Penghargaan atas prestasi tertentu : tarif pasal 17


 Sehubungan dengan pemberian jasa dan kegiatan lain : tarif pasal
17
b. Final : hadiah undian tarif 25%
c. BOP : hadiah langsung karena membeli produk
6. Keuntungan atas Penjualan Tanah/Bangunan
a. Selain rumah sederhana atau rumah susun : 2,5% final
b. Barang sebagai aktiva tetap : 2,5% tidak final

7. Penyusutan Aktiva Tetap

Tarif Penyusutan
Kelompok Harta Metode
Masa Manfaat
Wajb Metode Garis Saldo
Lurus Menurun
Non Bangunan
Kelompok I 4 tahun 25% 50%
Kelompok II 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok III 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok IV 20 tahun 5% 10%
Bangunan
Tidak Permanen 10 tahun 10%
Permanen 20 tahun 5%

81
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

KASUS PENGISIAN SPT FORM 1770S

DATA WAJIB PAJAK

Nama Joni Bahar


NPWP 27.991.603.5-016.000
Alamat Jl. Maju Terus NO. 12, Jakarta 21213
Status K/2
Jabatan Manajer keuangan
Telepon 021-4255109

Penghasilan Tn. Joni perbulan di PT. Mawar Harum Tbk. selama tahun 2019

Gaji Tetap Rp. 20.000.000,-


Tunjangan Jabatan Rp. 500.000,-
Tunjangan Transport Rp. 250.000,-
Tunjaangan Makan Rp. 250.000,-
Premi Asuransi diberi oleh perusahaan Rp. 100.000,-
Iuran JHT Rp. 50.000,-
Iuran Pensiun Rp. 150.000,-
Bonus tahun 2019 Rp. 4.000.000,-

Penghasilan Lainnya
Telah Dipotong
NO Penghasilan Nominal PPh
1 Penghasilan jasa penilai Rp. 30.000.000,-
2 Hadiah undian dari Panasonic Rp. 15.000.000,-
3 Deviden dari PT. Salam Sejahtera Rp. 12.000.000,-
4 Penjualan tanah Rp. 600.000.000,-
5 Royalti dari penerbitan buku Rp. 12.250.000,-
6 Menerima Warisan dari orangtua Rp. 23.000.000,-
Tn. Joni
7 Bunga tabungan dari Bank HSBC
Hongkong. (dikenakan tarif P3B Rp. 13.000.000,- Ya
30%)
8 Penghasilan dari penjualan
meubel ke Pemerintah Jakarta Rp. 33.000.000,- Ya
Pusat
9 Penghasilan dari sewa mobil Rp. 5.000.000,-
10 Hadiah langsung dari kopi ABC Rp. 2.750.000,-
berupa kulkas

82
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Daftar Anggota Keluarga


Tanggal Hubungan
No. Nama Pekerjaan
Lahir Keluarga
1 Renata Permata 12-Des-75 Istri Ibu Rumah Tangga
2 Ahmad Zaki 18-Apr-98 Anak Pelajar
3 Martha Anggun 06-Agu-01 Anak Pelajar

Daftar Kewajiban yang Dimiliki per 31 Desember 2019


Tahun
No. Jenis Kewajiban Jumlah Keterangan
Pinjaman
1 Bank DKI cabang Kelapa Dua 2016 Rp. 10.000.000,- Pinjaman
2 Bank Mega cabang Pondok
Pinjaman
Gede 2017 Rp. 10.000.000,-

Daftar Harta yang Dimiliki per 31 Desember 2019


Tahun
No Jenis Harta Perolehan Harga Perolehan Keterangan
Jl. Cerita Kita No. 05,
Rumah 1998 Rp. 750.000.000,-
1 Jakarta
2 Motor 1999 Rp. 12.000.000,- Honda
3 Motor 2007 Rp. 15.000.000,- Honda
4 Mobil 2012 Rp. 175.000.000,- Toyota

Pajak yang Dipotong dan Diangsur dalam Tahun Berjalan


No. Deskripsi Nominal
1 PPh 25 (Masa Januari - Desember 2018) Rp. 320.000,-
2 STP (termasuk bunga dan denda Rp. 15.000) Rp. 280.000,-

Keterangan:
1. PT. Mawar Harum Tbk.
NPWP : 59.546.243.3-113.000
Tanggal : 07 Oktober 2019
No. Bukti Potong : 000200/PPh 21
2. Pemerintahan Jakarta Pusat
NPWP : 34.555.234.3-216.000
Tanggal : 01 November 2019
No. Bukti Potong : 000270/PPh 22
3. Bunga Tabungan dari Bank HSBC
NPWP : 11.546.111.3-117.000
Tanggal : 08 Desember 2019
No. Bukti Potong : 000141/PPh 24
83
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

84
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

85
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

KOREKSI FISKAL

A. PENGERTIAN KOREKSI FISKAL

Koreksi atas laba yang diperhitungan secara komersil sesuai dengan ketentuan
perpajakan untuk menghasilkan laba secara fiskal, dimana koreksi tersebut akan
menyebabkan bertambah atau berkurangnya laba sebagai akibat dari adanya perbedaan
pengakuan penghasilan, biaya, metode, manfaat, dan umur ekonomis harta.

B. LATAR BELAKANG KOREKSI FISKAL


Perbedaan pengakuan, metode, dan ketentuan dalam penyusunan pembukuan
akan menghasilkan laba yang berbeda secara komersil dan fiskal. Sehingga, jumlah
pajak yang harus dilaporkan dan dibayarkan akan berbeda. Oleh karena itu, agar wajib
pajak tidak melakukan pembukuan ganda yaitu pembukuan komersil (berdasarkan
Standar Akuntansi Keuangan) dan pembukuan fiskal (berdasarkan undang undang
perpajakan). Pemerintah mengatur Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 jo Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2000. Undang-Undang tersebut mewajibkan wajib pajak
untuk melakukan tindak koreksi atas laba yang diperhitungkan secara komersil agar
sesuai dengan tata cara pembukuan secara fiskal, sebelum wajib pajak menghitung,
melapor, dan menyetor pajak atas penghasilannya. Adapun, koreksi tersebut dilakukan
terhadap biaya, penghasilan, metode perhitungan biaya, dsb. Koreksi tersebut tidak
hanya menghapuskan biaya yang tidak diakui secara pajak, namun dapat menghapus
penghasilan yang diakui secara komersil.
Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis-jenis perbedaan antara akuntansi
komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 10 Tahun 1994 jo UU Nomor 17
Tahun 2000). Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan
maupun biaya antara akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang
menyebabkan terjadinya koreksi fiskal, yaitu:
1. Beda Tetap (Permanent Different)
Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan dan biaya
antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya
permanen artinya koreksi fiskal yang dilakukan saat ini tidak mempengaruhi laba
kena pajak tahun pajak berikutnya.

86
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena:
 Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut
Undang-undang PPh bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen
atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau
Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat
dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan serta kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (Pasal 4 ayat 3
UU PPh).
 Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut
Undang-undang PPh bukan penghasilan. Karena penghasilan telah
dikenakan PPh Final, contohnya:
 Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya
 Penghasilan berupa hadiah undian
 Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau
bangunan,
 Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan
 Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
 Penghasilan tertentu lainnya (Pasal 4 ayat 2 UU PPh)

Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi karena
menurut akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut Undang-
undang PPh bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto
(Pasal 9 Undang – undang Nomor 17 Tahun 2000), misalnya:

 Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi


pemegang saham, sekutu, atau anggota
 Biaya yang bukan objek pajak;
 Biaya yang pengenaan pajaknya bersifat final;
 Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan
 Pajak Penghasilan

87
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

 Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi


pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
 Biaya-biaya lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat
dibebankan (Pasal 9 ayat 1 UU PPh).

Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi


negatif artinya penghasilan yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara
fiskal harus dikoreksi baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun
karena telah dikenakan PPh final, akan menyebabkan laba kena pajak akan
berkurang yang akhirnya akan menyebabkan PPh terutang akan lebih kecil.
Koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif
artinya biaya yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus
dikoreksi, akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah yang akhirnya
akan menyebabkan PPh terutang akan lebih besar.

2. Beda Waktu (Time Different)


Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun
biaya antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang
sifatnya sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan saat ini akan
mempengaruhi laba kena pajak tahun pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena :
 Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun. Secara
akuntansi komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan
masa perolehannya sesuai dengan prinsip matching cost against revenue.
Sedangkan menurut Undang-undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui
sekaligus pada saat diterima.

Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :

 Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh


metode penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo
menurun
 Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang
PPh metode penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-
rata dan FIFO

88
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

 Penyisihan piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan


piutang tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu,
dan sebagainya

Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi


positif pada saat penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif
pada tahun- tahun berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena
pajak akan bertambah, sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan
menyebabkan laba kena pajak akan berkurang. Koreksi atas beda waktu biaya
dapat menyebabkan koreksi positif maupun koreksi negatif tergantung dari
metode yang digunakan.

C. JENIS KOREKSI FISKAL

Terdapat dua macam koreksi fiskal, yaitu:

1. Koreksi Positif
Disebut positif karena akan menambah pajak yang dibayarkan wajib pajak,
yaitu dengan menambah laba wajib pajak. Penambahan laba dapat terjadi dengan
berkurangnya biaya dan bertambahnya pendapatan. Penyebab koreksi fiskal positif
diantaranya:
 Biaya yang dibebankan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
 Dana cadangan.
 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan.
 Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan.
 Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan.
 Pajak penghasilan.
 Gaji yang dibayarkan kepada pemilik.
 Sanksi administrasi.
 Selisih penyusutan/amortisasi komersial di atas penyusutan/amortisasi
fiskal.

89
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

 Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang


dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
 Penyesuaian fiskal positif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah
disebutkan di atas.

2. Koreksi Negatif
Disebut negatif karena akan mengurangi pajak yang dibayarkan wajib pajak,
yaitu dengan mengurangi laba wajib pajak. Pengurangan laba dapat disebabkan
oleh bertambahnya biaya atau berkurangnya pendapatan. Penyebab koreksi fiskal
negatif diantaranya:
 Penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang tidak
termasuk objek pajak tetapi termasuk dalam peredaran usaha.
 Selisih penyusutan/amortisasi komersial di bawah penyusutan/amortisasi
fiskal.
 Penyesuaian fiskal negatif lain yang tidak berasal dari hal-hal yang telah
disebutkan di atas.

Catatan : Penyusutan bisa menimbulkan koreksi negatif atau positif tergantung


hasil perhitungan apakah lebih besar atau malah lebih kecil.

Berikut ini adalah Data Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan dimasukan ke formulir
1770 Tahun Pajak 2018 :

1. DATA WAJIB PAJAK


Nama : Jeremy Harrison
NPWP : 25.773.472.3-604.000
Alamat Tempat Tinggal : Jl. Sakura No.24 Jakarta
Jenis Usaha : Dagang / Merk : JAR
Alamat Tempat Usaha : Jl. Flamboyan Blok D No. 15. Jakarta
Telepon : (021) 99904424
KLU : 52332
Jeremy Harrison mempunyai seorang istri yang bekerja sebagai ibu rumah
tangga yang bernama Keysha Adeliana memiliki 2 orang anak kandung, dan
seorang anak angkat. Anak pertama bernama Lucas Harrison yang berumur 20
tahun merupakan seorang mahasiswa di Universitas Gunadarma dan anak
90
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

keduanya yang bernama Melisa Harrison berumur 16 tahun merupakan seorang


pelajar di SMAN 30 Jakarta. Pada bulan Juni 2018, Jeremy Harrison
mengadopsi seorang anak bernama eBlla Veronika yang berusia 10 tahun
sebagai anak angkat.

2. DATA OPERASIONAL JAR


Berikut data Penghasilan masa Januari s.d 31 Desember 2018:
Keterangan Nominal
(dalam Rupiah)
Penjualan 10.033.000.000
Potongan Penjualan (203.030.000)
Retur Penjualan (191.030.000)
Penjualan Netto 10.130.000.000
Persediaan Awal Barang Dagang 0.500.000.000
Pembelian 80933.500.000
Potongan Pembelian (833.503.000)
Retur Pembelian (033.200.000)
Biaya Angkut Pembelian 033.000.000
Persediaan Akhir Barang Dagang (5.003.300.000)
Harga Pokok Penjualan 8.000.000.000
Laba Bruto Usaha 2.130.000.000
Biaya/Pengeluaran Umum (103.330.000)
Laba Bersih Usaha 1.180.000.000
Pendapatan Luar Usaha 003.050.000
Laba Bersih Tahun 2018 1.730.450.000

Penjelasan biaya perusahaan dengan pengeluaran lainnya:


1. Penjualan Netto sebesar Rp 10.903.000.000 yang disimpan di dalam
rekening, terdapat penjualan sebesar Rp 850.000.000 (sudah termasuk PPN)
kepada Pemerintah Daerah Jakarta, pembayaran dibebankan kepada APBN.
Kemudian pada tanggal 20 April 2018 Bendaharawan Pemerintah tersebut
melunasinya dan penerimaan sudah dipotong pajak oleh Pemerintah Daerah
Jakarta dengan NPWP 59.546.243.3-112. 000 dengan nomor bukti potong
123456/22.
91
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

2. Biaya untuk keperluan HRD yang berasal dari 50% dari biaya operasional
(pengeluaran umum). Termasuk Fasilitas Rekreasi karyawan sebesar Rp
56.250.000 dan gaji karyawan sebesar Rp 003.250.000. Sisanya digunakan
untuk pembelian parsel yang diberikan kepada karyawan sebagai tunjangan
hari raya.
3. Biaya premi asuransi sebesar Rp 30.330.000 untuk premi asuransi kesehatan
keluarga Tn. Harrison dan Rp 50.000.000 untuk premi asuransi kebakaran
bangunan kantor.
4. Biaya listrik dan biaya telepon terdiri dari pengeluaran untuk listrik dan
telepon rumah pribadi Tn. Harrison Rp 0.503.000 dan untuk kantor sebesar
Rp 25.500.000
5. Biaya iklan dan promosi terdiri dari biaya pengeluaran untuk menjamu klien
dalam rangka memperkenalkan produk baru sebesar Rp 35.250.000 yang
tidak dibuat daftar nominatifnya oleh perusahaan, dan biaya media cetak /
elektronik sebesar Rp 40.000.000
6. Biaya perjalanan dinas terdiri dari rekreasi keluarga Tn. Harrison ke Negara
Eropa sebesar Rp 73.000.000 dan biaya perjalanan dinas ke Kalimantan
untuk kepentingan bisnis sebesar Rp 35.250.000
7. Bantuan atau sumbangan untuk promosi acara yang tidak ada hubungannya
dengan kegiatan utama perusahaan sebesar Rp 18.200.000. Dibukukan
sebagai biaya promosi/iklan dalam pembukuan komersil.
8. Biaya pemeliharaan terdiri dari pengeluaran untuk biaya pemeliharaan atas
tanah dan bangunan (Bekasi) yang disewakan sebesar Rp 22.000.000 dan
biaya pemeliharaan rumah dan kendaraan pribadi sebesar Rp10.300.000
9. Dalam biaya umum terdapat biaya yang dibayarkan atas royalty sebesar Rp
180.000.000, namun dari biaya tersebut yang memiliki daftar nominatifnya
hanya sebesar Rp 120.000.000
10. Dalam biaya umum termasuk pula bunga pinjaman keluarga Tn. Harrison
sebesar Rp 20.500.000 dan biaya sanksi administrasi dibidang perpajakan
sebesar Rp 15.300.000
11. Dalam biaya umum termasuk angsuran PPh 25 tahun 2017 sebesar Rp
22.500.000 dan Rp 15.500.000 untuk karyawan sebagai tunjangan PPh pasal
21.

92
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

12. Dalam biaya dan pengeluaran lainnya termasuk pengeluaran untuk


sumbangan bencana nasional kepada BAZIZ DKI sebesar Rp 3.000.000,
sumbangan ke panti asuhan Rp 1.830.000, dan biaya untuk pakaian seragam
satpam Rp 2.200.000
13. Mobil box yang dibeli sebagai kendaraan operasional pada bulan Januari
2010 dengan harga Rp 126.000.000. Metode penyusutan yang digunakan
oleh perusahaan adalah metode garis lurus, masa manfaat dari mobil
tersebut adalah 14 tahun dan kendaraan operasional termasuk harta
kelompok 3.
14. Bangunan kantor sebagai tempat usaha selesai dibangun pada bulan Januari
2006 dengan biaya sebesar Rp 850.000.000. Masa manfaat dari bangunan
tersebut 25 tahun. Bangunan tersebut digolongkan sebagai bangunan
permanen.

3. PENDAPATAN DARI LUAR USAHA


Keterangan Nominal
(dalam Rupiah)
1. Bunga dari deposito Bank Asia 70.000.000
2. Bagian laba dari CV. PRAKARSA 50.000.000
3. Sewa rumah terletak di Jakarta dan PT. ABADI 250.000.000
4. Dividen dari PT. SEJAHTERA 40.000.000
5. Hadiah undian berupa sepeda motor 18.000.000
6. Sewa kendaraan kantor ke CV. LARIS 00033.000

4. DAFTAR HARTA
Jenis harta Tahun Harga Keterangan
Perolehan Perolehan
1. Deposito 2010 450.000.000 Bank Mandiri
2. Penyerahan pada CV.PRAKARSA 2015 250.000.000 Uang Tunai
3. Bangunan Kantor 2007 3.250.000.000 Jakarta
4. Bangunan Rumah 2003 1.250.000.000 Jakarta
5. Tanah dan Bangunan 2000 2.500.000.000 Bekasi

93
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

5. DAFTAR KEWAJIBAN
Jumlah Kewajiban Tahun Perolehan Keterangan
Perolehan Kewajiban
Hutang usaha 2099 85.500.000 Bank Mandiri

6. DAFTAR ANGGOTA KELUARGA


Nama Tgl Lahir Hubungan Pekerjaan
Keluarga
Jeremy Harrison 12 April 1970 Suami Wiraswasta
Keysha Adeliana 21 Januari 1973 Istri IRT
Lucas Harrison 30 Desember 1991 Anak Pelajar
Melisa Harrison 98 Juli 2003 Anak Pelajar
Bella Veronika 93 Agustus 2006 Anak Pelajar

94
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PPN dan PPnBM

A. DASAR HUKUM

UU No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah telah diubah oleh UU No. 18 Tahun 2000, sebagai dasar hukum
PPN adalah tetap UU No.8 Tahun 1983 yang dalam Pasal 20-nya ditentukan bahwa UU ini
dapat disebut Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan saat ini telah diubah
menjadi UU No. 42 Tahun 2009.

B. KARAKTERISTIK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


1. Pajak Tidak Langsung
2. Pajak Objektif
3. Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
4. Bersifat Multi Stage Levy (dikenakan pada setiap jalur distribusi barang / jasa)
5. Perhitungan dengan Indirect Substraction Method (mengurangkan PPN yang
dipungut penjual atas penyerahan barang/jasa dengan PPN yang dibayar kepada
penjual lain atas perolehan barang/jasa)
6. Tarif tunggal

C. MEKANISME PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


1. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai yang bersifat umum diatur dalam Pasal
9 dan 13 UU PPN 1984
a) Setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak
(BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk
memungut Pajak yang terutang. Pajak yang dipungut dinamakan Pajak
Keluaran/PK (Output Tax). Hal ini sesuai dengan basis akrual (Accrual
Bassis) yang digunakan oleh UU PPN 1984.
b) Pada saat Penguasaha Kena Pajak tersebut diatas membeli Barang Kena
Pajak atau menerima Jasa Kena Pajak dari Pengusaha Kena Pajak lain, juga
membayar pajak yang terutang, yang dinamakan Pajak Masukan / PM (Input
Tax)
c) Pada akhir masa Pajak, Pajak masukan tersebut dikreditkan dengan pajak
keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal jumlah Pajak
Keluaran lebih besar dari pada jumlah Pajak Masukan, maka kekuranganya

95
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

dibayar ke kas negara selambat–lambatnya akhir bulan berikutnya.(PK > PM


= Kurang Bayar)
d) Apabila Jumlah Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka
kelebihan pembayaran pajak masukan ini dapat dikompensasikan dengan
utang pajak dalam masa pajak berikutnya atau diminta kembali (restitusi).
(PM > PK = Lebih Bayar)
e) Pada akhir masa pajak, setiap Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan
pemungutan dan pembayaran Pajak yang terutang kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) setempat,selambat–lambatnya akhir bulan berikutnya.
2. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai yang bersifat khusus diatur dalam Pasal
16A UU PPN Tahun 1984
a) Instansi pemerintah, badan atau orang yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN
b) Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak kepada pemungut PPN, wajib membuat Faktur Pajak
c) Pada saat pemungut pajak tersebut melakukan pembayaran Harga Jual atau
penggantian,“memungut” pajak yang terutang, kemudiaan menyetorkan
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama Pengusaha Kena
Pajak tersebut pada butir (b) dan melaporkan kepada KPP setempat.
d) SSP tersebut pada butir (c) kemudiaan diserahkan kepada Pengusaha Kena
Pajak yang bersangkutan.

D. OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas:
a. Penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) didalam daerah pabean yang
dilakukan oleh pengusaha.
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi,
baik pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun
pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi
belum dikukuhkan.
b. Impor Barang Kena Pajak (BKP).
Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak dan pemungutannya
dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, tanpa memperhatikan
apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya, tetap dikenai
pajak.

96
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

c. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan didalam daerah pabean
oleh pengusaha.
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik
pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun
pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi
belum dikukuhkan.
Penyerahan Jasa Kena Pajak yang telah diatur pada Pasal 1 angka 7
UndangUndang Nomor 18 Tahun 2000:
 Setiap kegiatan pemberian JKP, termasuk pemakaian sendiri dan
pemberian cuma - cuma atas Jasa Kena Pajak
 Sama hal nya dengan pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma atas
BKP, pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma atas JKP juga harus
dikenakan PPN
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah
pabean
Untuk memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang
Kena Pajak, atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang berasal dari luar
Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean juga
dikenai PPN
e. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean didalam daerah pabean.
Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di
dalam Daerah Pabean dikenai PPN
f. Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud hanya
pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak
g. Ekspor BKP tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
Dalam (UU PPN pasal 4 ayat (1)) Yang dimaksud Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud adalah :
 Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusasteraan,
kesenian, atau karya ilmiah,paten, desain, atau model, rencana, formula,
atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan
intelktual/industrial.
 Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial
atau

97
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

 Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal,


industrial, atau komersial
h. Ekspor JKP oleh Pengusaha Kena Pajak
Dalam (UU PPN pasal 4 ayat (1)) yang termasuk dalam pengertian ekspor Jasa
Kena Pajak adalah penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar
Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan
bahan dan/atau petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean

E. YANG TERMASUK DALAM PENGERTIAN PENYERAHAN BARANG KENA


PAJAK (BKP)
Penyerahan BKP yang telah diatur dalam Pasal 1A angka 1 Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2000:
 Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian.
 Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian
leasing.
 Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.
 Pemakaian sendiri atau pemberian cuma – cuma atas BKP
 Persediaan BKP dan Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual
belikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
 Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP
antar cabang.
 Penyerahan BKP secara konsinyasi
 Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang
dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung
dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP

F. TIDAK TERMASUK DALAM PENGERTIAN PENYERAHAN BARANG


KENA PAJAK (BKP)
Diatur dalam (Pasal 1A angka 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000)
 Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam KUHD.
 Penyerahan BKP untuk jaminan hutang-piutang.

98
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

 Penyerahan BKP dari pusat ke cabang dan antar cabang bagi PKP yang
memperoleh izin melakukan pemusatan tempat pajak terutang dari Dirjen
Pajak.
 Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang Melakukan
pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah PKP.
 BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan.

G. TIDAK TERMASUK BARANG KENA PAJAK (BKP)


Jenis Barang Tidak Kena Pajak (Pasal 4A ayat (2) Perubahan Ketiga Undang-Undang
PPN 1984)
 Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, seperti: minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil,
biji timah, biji emas,dst.
 Barang – barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak,
seperti : beras, gabah, jagung, sagu, gandum, kedelai, garam baik yang
beryodium atau tidak, daging, telur, buah,dan sayur-sayuran.
 Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung
dan sejenisnya, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh
usaha jasa boga atau cattering.
 Uang, emas batangan, dan surat – surat berharga (saham, obligasi)

H. TIDAK TERMASUK JASA KENA PAJAK (JKP)


Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam
kelompok jasa sebagai berikut:
1. Jasa pelayanan kesehatan medik;
2. Jasa pelayanan sosial;
3. Jasa pengiriman surat dengan perangko;
4. Jasa keuangan;
5. Jasa asuransi;
6. Jasa keagamaan;
7. Jasa pendidikan;
8. Jasa kesenian dan hiburan;
9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
99
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

10. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri
yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar
negeri;
11. Jasa tenaga kerja;
12. Jasa perhotelan;
13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum;
14. Jasa penyediaan tempat parkir;
15. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
17. Jasa boga atau catering

I. KEWAJIBAN PKP
Diatur dalam Pasal 3A ayat (1) dan (2)
a) Memiliki Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ( NPPKP )
 Melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak ( Pasal
2 ayat (2) UU KUP)
b) Memungut Pajak Terutang
 Membuat Faktur Pajak / FP ( Pasal 13 UU PPN 1984 )
c) Menyetor Pajak Terutang
 Wajib mencatat sejumlah perolehan dan penyerahan BKP / JKP dalam
pembukuan dan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan (
Pasal 6 dan UU KUP )
d) Melaporkan Pajak Terutang
 Mengisi dan menyampaikan SPT MASA PPN ( Pasal 13 UU KUP )

J. SYARAT PAJAK MASUKAN DAPAT DIKREDITKAN


1. Pengusaha yang melakukan pengkreditan telah berstatus PKP (sudah
dikukuhkan)
2. Adanya bukti Pajak Masukan dalam bentuk Faktur Pajak Standar / Khusus yang
sah, benar dan lengkap.
3. Dilakukan dalam masa pajak yang sama, namun masih memungkinkan pada
masa pajak berikutnya, sepanjang tidak melampaui bulan ketiga setelah

100
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

berakhirnya tahun buku dan belum dibebankan sebagai biaya serta belum
dilakukan pemeriksaan.
4. Pajak Masukan yang dikreditkan berhubungan langsung dengan kegiatan usaha
yaitu pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran dan
manajemen dengan syarat ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang PPN
dan sifatnya tidak untuk tujuan konsumtif direksi, dewan komisaris, karyawan,
dan pemegang saham.

K. PAJAK MASUKAN YANG TIDAK DAPAT DIKREDITKAN


1. Yang dibayar untuk perolehan BKP / JKP untuk pemanfaatan BKP / JKP dari
luar daerah pabean, sebelum pengusaha dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak.
2. Yang dibayar untuk perolehan BKP / JKP yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha.
3. Yang dibayar untuk perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor jenis
sedan dan station wagon, kecuali jika barang tersebut adalah untuk persediaan
barang dagangan atau untuk digunakan langsung sesuai dengan bidang
usahannya, Misalnya usaha persewaan kendaraan bermotor.
4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah
Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
5. Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 5 atau ayat 9 UU PPN atau tidak
mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli BKP atau
penerima JKP.
6. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari Luar Daerah
Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat 6 UU PPN.
7. Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan
ketetapan pajak.
8. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannnya tidak dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan
pemeriksaan.
9. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi
sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat 2A UU PPN.

101
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

10. Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN.

L. TARIF PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


Diatur dalam Pasal 7, Pasal 1 angka 26 dan Pasal 8A
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (Sepuluh Persen)
2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (Nol
Persen)
3. Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagai mana maksud dapat diubah
menjadi serendah – rendahnya 5% (Lima Persen) dan setinggi – tingginya 15%
(Lima Belas Persen)

M. SYARAT TERUTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi tiga syarat yang bersifat
kumulatif dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya, yaitu:
 Barang atau jasa yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak.
 Penyerahannya dilakukan di dalam Daerah Pabean.
 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

N. SUBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


1. Pengusaha Kena Pajak ( PKP )
a) Pabrikan / Produsen termasuk Pengusaha Real Estate / Industrial estate /
Developer.
b) Importir, Indentor
c) Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan Pabrikan dan atau
Importir.
d) Agen Utama dan Penyalur Utama dari Pabrikan dan atau Importir.
e) Pemegang Hak Patent dan Merk Dagang.
f) Pemborong bangunan dan harta tetap lainnya

102
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

2. Pengusaha Kecil Yang Dikukuhkan Menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP)


Yang bukan merupakan subyek PPN
a) Pengusaha yang menghasilkan barang-barang pertanian, perkebunan,
peternakan, kehutanan, perikanan yang belum diolah lebih lanjut.
b) Pengusaha Kecil (Mereka juga tidak boleh memungut PPN).
c) Pengusaha Jasa, untuk jasa-jasa yang tidak dikenai pajak sesuai dengan UU
No.42 tahun 2009.

O. PIHAK YANG WAJIB MEMBAYAR/MENYETORKAN DAN MELAPOR


PPN/PPnBM
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2. Pemungut PPN / PPnBM adalah :
 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
 Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah
 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

P. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)


1. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah yang dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah tersebut
didalam daerah pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali pada waktu
penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah oleh Pengusaha yang
menghasilkan atau pada waktu impor

Q. TARIF PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH


1. Tarif Pajak atas Penjualan Barang Mewah adalah paling rendah 20% (Dua Puluh
Persen) dan paling tinggi 75% (Tujuh Puluh Lima Persen). Berdasarkan peraturan
terbaru PMK Nomor 35/PMK.010/2017 Tahun 2017.
2. Atas Ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenakan pajak dengan
tarif 0% (Nol Persen).
3. Terdapat dua kelompok besar Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yakni
yang termasuk Kelompok Kendaraan Bermotor dan Kelompok Selain Kendaraan
Bermotor.

103
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

4. Jenis barang yang termasuk dalam dua kelompok besar tersebut diatas telah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 35/PMK.010/2017.

R. DASAR PENGENAAN PAJAK ( DPP )


1. Harga Jual
Nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh penjual / pembeli jasa karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN dan
potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.

2. Penggantian
Nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh penjual / pembeli jasa karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP
tidak berwujud, tetapi tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan
dalam faktur pajak.

3. Nilai Impor
Nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah
pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam Peraturan
Perundangundangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN.

4. Nilai Ekspor
Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta oleh eksportir.

5. Nilai Lain
Nilai berupa uang yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai
dasar untuk menghitung pajak yang terutang

104
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

KASUS PENGISIAN SPT MASA PPN (FORMULIR 1111)

PT Polytron adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang peralatan elektronik


yang beralamat di Jl.Markisa No.123 Tebet, Jakarta Selatan. Didirikan pada tahun 1975 No
Telpon 7772221 Fax 7772234 Kode Pos 16515 Jakarta, Indonesia. Direktur utama bernama
Bayu Putranto dan direktur keuangan Anita Hapsari. Produk yang dihasilkan adalah AC, TV,
OHP. Atas penyerahan produk tersebut di samping terutang PPN 10% juga terutang PPnBM
20%. Perusahaan ini telah terdaftar dan memiliki NPWP: 01.002.345.8-132.000 serta telah
dikukuhkan sebagai PKP sejak tanggal 27 Juni 1994. Sedangkan nomor KLU: 54321. Dalam
bulan Maret 2019, dicatat transaksi dalam pembukuannya sebagai berikut:

PENJUALAN / PENYERAHAN:
1. 3 Maret 2019 Diekspor sejumlah produk elektronik kepada Mivar Ltd di Italia dengan
nilai ekspor Rp 5.000.000.000 PEB No. 00028-1-15
2. 5 Maret 2019 Diterima pembayaran dari PT Intercom, NPWP: 03.005.564.6-123.000
atas penyerahan sejumlah TV berwarna 30 inch pada tanggal 1 Maret 2019 dengan
harga jual Rp 110.000.000. Dibuatkan faktur pajak standar dengan nomor seri : 010-
000-28-00000005
3. 7 Maret 2019 Diserahkan komponen OHP seharga Rp 700.000.000 kepada PT ABC
dengan NPWP : 02.005.416.8-133.010. Mendapat fasilitas PPN tidak dipungut.
Dibuatkan faktur pajak standar no seri: 071-000-07-00000006. Pembayaran dilakukan
pada saat itu.
4. 10 Maret 2019 Menyampaikan surat tagihan kepada PimPro DEPKOMINFO dengan
penyerahan sejumlah alat elektronik dengan harga dalam kontrak Rp 250.000.000
termasuk PPN 10% dan PPnBM 20% yang penyerahannya dilakukan tanggal 9 Maret
2019 yang pembayarannya akan dilakukan melalui KPPN (Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara) dengan NPWP: 05.013.236.8-277.000 Faktur pajak standar
dilampirkan dengan No seri: 030.021-18-00000007
5. 29 Maret 2019 Diserahkan TV kepada PT Bintan dengan NPWP : 04.003.436.9-
123.020. Sebenarnya harga jual kedua BKP ini Rp 10.000.000, terutang PPN 10% dan
PPnBM 20%. Dibuatkan faktur pajak sederhana dengan no seri: 040.011-23-00000008
6. 31 Maret 2019 Diserahkan 20 AC kepada PT Pelangi, Nomor NPWP : 05.023.496.6-
143.569 dengan harga jual Rp 100.000.000, termasuk PPN 10% dan PPnBM 20%.

105
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Pembayarannya baru dilakukan pada tanggal 5 April 2019. Faktur pajak standar no seri:
020.031-13-00000009

PEMBELIAN / PEROLEHAN

1. 2 April 2019 Dibeli secara tunai dari PT Adikara Persadi dengan NPWP :
02.002.416.5-122.011 komponen elektronik seharga Rp 110.000.000 (termasuk
PPN) dibuat faktur pajak dengan no seri : 030.022-10-00000010
2. 8 April 2019 Diterima suku cadang mesin dari PT Ananda Utama dengan NPWP :
03.001.116.4-167.031 seharga Rp 30.000.000 (termasuk PPN) berdasarkan pesanan
tanggal 5 April 2019. Sesuai kesepakatan pembayarannya akan dilakukan bulan
Mei dibuatkan faktur pajak dengan no seri : 020.042-60-00000011
3. 10 April 2019 Dilunasi tagihan dari PT Ace Hardware dengan NPWP :
01.023.236.4-367.051 atas pembelian OHP seharga Rp 22.200.000 (belum termasuk
PPN) berdasarkan pesanan tanggal 9 April 2019 dibuat faktur pajak dengan no seri :
021.043-40-00000012
4. 16 April 2019 Dibayar uang langganan listrik Rp. 22.000.000 (termasuk PPN)
kepada PT PLN (Persero) dengan NPWP : 01.001.411.1-112.011 sesuai dengan
kwitansi Nomor dokumen 12345678910 tanggal 14 April 2019
5. 26 April 2019 Diterima dari PT Incorporate Link, satu unit mesin dengan NPWP :
03.021.434.6-172.081 dengan harga Rp 220.000.000 (sudah termasuk PPN 10%
dan PPnBM dengan tarif 20%). Pembayaran dilakukan secara tunai dan dibuat
faktur pajak dengan no seri : 032.053-10-00000013
6. 28 April 2019 Diterima faktur pajak tertanggal 12 Februari 2019 dengan PPN Rp
10.000.000 dari pabrik suku cadang PT Atmaja dengan NPWP : 04.067.734.9-
475.078 atas penyerahan sejumlah peralatan mesin untuk pembuatan TV pada
tanggal 6 April 2019 dengan no seri : 047.233-15-00000014

106
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

INSTRUKSI

Masukan seluruh transaksi tersebut kedalam SPT Masa PPN 1111 untuk Masa Pajak
Mei 2019 atas nama PT Polytron dengan keterangan tambahan sebagai berikut:

 Faktur pajak dibuat sesuai dengan Kep. Dirjen Pajak Nomor : KEP-
549/PJ/2003. Faktur pajak dibuat pada tanggal jatuh tempo saat pembuatan
faktur pajak, kecuali sebelumnya ada pembayaran, dibuat saat pembayaran.
 Dalam SPT Masa PPN Masa Pajak April 2019, terdapat kelebihan pembayaran
PPN sebesar Rp 5.178.041,96 yang diterima untuk dikompensasikan ke Masa
Pajak berikutnya. Dalam PM > PK, kelebihannya supaya dikompensasikan
dengan utang pajak Masa Pajak berikutnya.

107
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

E - FAKTUR

A. PENGERTIAN E-FAKTUR
UU PPN 1984 Pasal 1 huruf (t) yang dengan UU Nomor 42 Tahun 2009
menjadi Pasal 1 angka 23 merumuskan: ”Faktur pajak adalah bukti pungutan
pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak karena
impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai”.
E-Faktur adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem
elektronik yang telah ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal
Pajak menurut Pasal 1 ayat (1) PER- 16/PJ/2014 tentang Tata Cara Pembuatan dan
Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik sebagaimana terakhir terdapat
perubahan ketiga PER – 11/PJ/2019 Tentang Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan.
Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP- 08/PJ/2015 tanggal 30 Januari 2015 tentang
penetapan pengusaha kena pajak (PKP) yang diwajibkan membuat faktur pajak
berbentuk elektronik. Sebelum tersedianya e-faktur, PKP menggunakan Faktur
Pajak.

B. JENIS-JENIS FAKTUR PAJAK


1. Faktur Pajak Standar, termasuk dokumen-dokumen tertentu yang diberlakukan
sebagai faktur pajak standar
2. Faktur Pajak Gabungan
3. Faktur Pajak Sederhana

C. FUNGSI FAKTUR PAJAK


Faktur pajak berfungsi sebagai:
1. Bukti pungutan pajak bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan
Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).
2. Bukti pembayaran pajak ditinjau dari sisi pembeli BKP atau penerima JKP
atau orang pribadi atau badan yang mengimpor BKP.
3. Sarana untuk mengkreditkan pajak masukan.

D. KOMPONEN FAKTUR PAJAK


1. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan dan yang membeli (menerima)

108
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

BKP atau JKP


2. Jenis barang/jasa, DPP, dan potongan harga
3. PPN dan PPnBM yang dipungut
4. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak
5. Nama dan Tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak

E. SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK


1. Pada saat penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP
2. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan BKP dan atau sebelum penyerahan JKP
3. Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan
4. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

F. NOMOR FAKTUR PAJAK


Kode dan nomor seri faktur pajak terdiri dari 16 digit yaitu:
1. 2 digit pertama adalah kode transaksi, berikut kode transaksi:
01 = Transaksi normal yang dipungut sendiri
02 = Dipungut oleh bendaharawan pemerintah
03 = Dipungut oleh pemungut (WAPU)/wajib pungut
04 = DPP lain – lain
05 = DPP (tidak digunakan sejak april 2010)
06 = Penyerahan dengan tarif khusus, contoh 5%
07 = PPN dan PPnBM tidak dipungut, kawasan berikat
08 = Fasilitas yang dibebaskan
09 = Penjualan aktiva milik perusahaan
2. 1 digit selanjutnya adalah kode status, yaitu:
0 = status normal
1 = status penggantian
3. 13 digit nomor seri faktur pajak yang ditentukan DJP dimana, 11 digit nomor seri
faktur pajak dipisahkan oleh 2 digit tahun penerbitan

109
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

G. DASAR HUKUM E-FAKTUR

Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP 136/PJ/2014 :

1. Seluruh PKP di pulau Jawa, Bali dan Sumatra wajib membuat E-Faktur.
2. PKP di lingkungan :
a. Kanwil WP Besar
b. Kanwil Khusus
c. Kanwil Jawa, Bali, dan Sumatra
(Wajib membuat e-Faktur mulai 1 Juli 2015)

Transaksi Yang Dibuatkan e-Faktur :

1. Dibuat untuk setiap Penyerahan BKP (Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau
Pasal 16D UU PPN) dan/atau Penyerahan JKP (Pasal 4 ayat (1) huruf c
UU PPN).
2. Kecuali atas penyerahan BKP dan/atau JKP :
a. Yang dilakukan oleh pedagang eceran (Pasal 20 PP No. 1 Tahun
2012
b. Yang dilakukan oleh PKP Toko Retail kepada orang pribadi pemegang
paspor luar negeri (Pasal 16E UU PPN);
c. Yang bukti pungutan PPNnya berupa dokumen tertentu yang
kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak
(Pasal 13 ayat (6) UU PPN).

110
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Informasi di dalam e-Faktur Pasal 4 PER - 11/PJ/2019:


Paling sedikit harus memuat :
1. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP/JKP
2. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP/penerima JKP
3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian,
dan potongan harga
4. PPN yang dipungut
5. PPnBM yang dipungut
6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak
7. Nama dan tanda tangan elektronik yang berhak menandatangani faktur pajak

Panduan Praktikum Perpajakan 111


PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh cetakan kertas e-Faktur

112
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

No. Keterangan Faktur Pajak E- Faktur

Kertas
1 Format / lay out Bebas tidak ditentukan dan dapat Ditentukan oleh
mengikuti contoh di lampiran aplikasi/sistem yang
PER- 24/PJ/2012 ditentukan dan atau
disediakan oleh DJP
2 Tanda Tangan Tanda tangan basah diatas FP Tanda tangan elektronik
kertas berbentuk QR code

3 Bentuk & lembar Diwajibkan Berbentuk kertas Tidak diwajibkan untuk


dan jumlah lembar diatur dicetak dalam bentuk
kertas
4 PKP yang membuat Seluruh PKP PKP yang ditetapkan
oleh Dirjen Pajak
5 Jenis Transaksi Seluruh Penyerahan BKP/JKP
saja
6 Prosedur Lapor - e-faktur dilaporkan ke
/upload & DJP dengan cara
persetujuan DJP upload dan mendapat
persetujuan DJP
7 Mata Uang Rupiah dan Dollar Rupiah (Selain
Rupiah, dikonversi ke
Rupiah dengan
menggunakan kurs
Menteri Keuangan pada
saat pembuatan e-
Faktur)
8 Pelaporan SPT PPN Menggunakan aplikasi tersendiri Menggunakan aplikasi
yang sama dengan
aplikasi pembuatan e-
Faktur

113
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL KASUS E-FAKTUR

PT SINCHAN
JL PAHLAWAN BERTOPENG BLOK MATAHARI NO.11, KIOTO RT:1 RW:14
JAKARTA
Kode Pos : 12345
No. Telpon : 021 - 500505
NPWP/NPPKP : 99.999.999.9-999.000
Merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri alas kaki. PKP mendapatkan jatah
Nomor Faktur: 999-14-00001000 s.d. 999-14-00002999
Pada bulan Agustus 2014 WP melakukan transaksi sbb:
1. 01-08-2014 melakukan penyerahan kepada PT CUTEGIRL (NPPKP: 11.111.111.8-
111.000) yang beralamat di JL PINGGIRAN BLOK B2 NO.11, JAKARTA berupa Tas
merk CIKE sebanyak 25.000 pasang dengan harga jual @Rp 15.000,00.

2. 12-08-2014 PT CUTEGIRL mengembalikan 10.000 Tas yang dibeli tanggal 01-08-


2014 karena cacat dengan nota retur 005/NR/IX/2014.

3. 13-08-2014 melakukan ekspor ke PIKACU CO, LTD di JEPANG sebanyak 15.000


Tas merk ADINDAS senilai Rp165.000.000,00 dengan PEB No.0123456789 tanggal
11-08-2014.

4. 05-08-2014 melakukan pembelian bahan kain kanvas dari PT HAMTARO


(NPPKP:33.333.333.4-333.000) yang beralamat di Jl PAHLAWAN NO. 13, MEDAN
sebanyak 1.000 roll kain kanvas dengan total harga Rp 10.000.000,00 Nomor Faktur
010.900-14-01234567.

5. 14-08-2014 mengembalikan sebanyak 600 roll dari pembelian pada tanggal 05-08-
2014 dengan nota retur NR-111/PTS/2014 karena cacat dengan nilai Rp. 6.000.000,00.

6. 17-08-2014 melakukan impor Sleting dari MECHIN SHEDAP di CHINA sebanyak


50.000 pasang dengan total nilai Rp 50.000.000,00 nomor PIB 012345 dengan SSP
tanggal 17-08-2014.

114
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

7. 05-08-2014 diterima pembayaran penjualan Tas merk CIKE kepada PT CUTEGIRL


(NPPKP:11.111.111.8-111.000) sebanyak 7.000 PASANG @RP 15.000,00 yang akan
dikirim tanggal 01-09-2014.

8. 10-08-2014 terdapat kesalahan pengiriman jenis merk Tas yang dijual kepada PT
CUTEGIRL nomor faktur 010.999-14-00001001 tertulis Tas merk CIKE seharusnya
Slingbag dengan merk CYKILL.

9. 25-08-2014 PT CUTEGIRL membatalkan pembelian Tas merk CIKE dengan nomor


dokumen 025/VIII-NR/2014 disertai surat pernyataan pembatalan transaksi atas faktur
nomor 011.999-14-00001001.

115
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

A. DASAR HUKUM
Undang – Undang No. 12 tahun 1985 diperbaharui melalui Undang-Undang No.
12 tahun1994. Terakhir, diperbaharui melalui Undang-undang No. 28 tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

B. PENGERTIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi
dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak
Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 28
Tahun 2009.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang
ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek
(siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

C. OBJEK PAJAK BUMI DANBANGUNAN


Bumi dan atau bangunan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan
usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (Pasal 77 ayat 1).

D. PENGERTIAN BUMI DAN BANGUNAN


 Bumi adalah permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya. Contoh: Sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.
 Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara
tetap pada tanah / perairan di wilayah Republik Indonesia.
Contoh: Rumah tempat tinggal, bangunan, gedung, jalan tol, kolam renang,
anjungan minyak lepas pantai, pusat perbelanjaan.

E. KRITERIA OBJEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK BUMI DAN


BANGUNAN
1. Digunakan untuk melayani kepentingan umum yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan.
2. Digunakan untuk pemakaman, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan
itu.

116
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

3. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum
dibebani suatu hak.
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik.
5. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan
oleh menteri keuangan.

F. SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


Menurut pasal 78 ayat 1 dan 2, subjek PBB adalah orang pribadi atau badan yang
secara nyata:
 Mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
 Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
 Memiliki bangunan, dan atau;
 Menguasai bangunan, dan atau;
 Memperoleh manfaat atas bangunan

Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

G. DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


Dasar pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan
per wilayah berdasarkan keputusan menteri keuangan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 139/PMK.03/2014 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak
sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan :
 Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
 Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan
dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya.
 Nilai perolehan baru.
 Penentuan Nilai Jual Objek Pajak Pengganti.

H. NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (NJOPTKP)


NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena
pajak. Besarnya NJOPTKP berdasarkan KMK RI NOMOR 201/KMK.04/2000 Pasal 2
adalah setinggi-tingginya Rp12.000.000, sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun

117
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

2009 Pasal 77 ayat (4) besarnya NJOPTKP ditentukan paling rendah adalah Rp
10.000.000,00 dan penetapannya dilakukan oleh masing-masing Kepala Daerah.
Dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak 1 kali dalam
satu tahun pajak.
2. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang mendapat
pengurangan NJOPTKP hanya satu objek pajak yang nilainya terbesar dan tidak
bisa digabungkan objek pajak lainnya.

I. DASAR PERHITUNGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


Dasar Penghitungan Pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang
merupakan hasil dari pengurangan NJOP dengan NJOPTKP. Berdasarkan UU No. 28
Tahun 2009 dalam perhitungan PBB tidak lagi mengenal besarnya NJKP.

J. TARIF PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


a. Tarif PBB adalah paling tinggi sebesar 0,3% (pasal 80).
b. Tarif PBB untuk wilayah Jakarta:
 NJOPKP Kurang dari Rp 200.000.000 = 0,01%
 NJOPKP Rp 200.000.000 – Rp 2.000.000.000 = 0,1 %
 NJOPKP Rp 2.000.000.000 – Rp 10.000.000.000 = 0.2%
 NJOPKP diatas Rp 10.000.000.000 = 0.3%
 NJOPKP kurang dari Rp 1.000.000.000 dengan luas dibawah 100 m2 yang
dimaksud adalah Rumah/Rusun/Rusunami yang berada diluar Real Estate
tidak dikenakan PBB (Sesuai dengan PERGUB No. 25 Tahun 2018 Tentang
perubahan kedua atas PERGUB No. 256 tahun 2015 tentang Pembebasan
PBB Perdesaan dan Perkotaan)
c. Tarif PBB untuk wilayah kota Depok :
 NJOPKP kurang dari Rp 1.000.000.000 = 0,125%
 NJOPKP diatas Rp 1.000.000.000 = 0,25%
d. Tarif PBB untuk wilayah kota Bekasi :
 NJOPKP dibawah Rp 500.000.000 = 0,1%
 NJOPKP diatas Rp 500.000.000 - Rp 1.000.000.000 = 0,15%
 NJOPKP diatas Rp 1.000.000.000 = 0,25%

118
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

e. Tarif PBB untuk wilayah kota Bogor :


 NJOPKP sampai dengan Rp. 100.000.000 = 0%
 NJOPKP diatas Rp. 100.000.000 – Rp. 250.000.000 = 0,10%
 NJOPKP diatas Rp. 250.000.000 – Rp. 500.000.000 = 0,125%
 NJOPKP diatas Rp. 500.000.000 – Rp. 1.000.000.000 = 0,150%
 NJOPKP diatas Rp. 1.000.000.000 – Rp. 2.000.000.000 = 0,175%
 NJOPKP diatas Rp. 2.000.000.000 – Rp. 5.000.000.000 = 0,20%
 NJOPKP diatas Rp. 5.000.000.000 – Rp. 10.000.000.000 = 0,225%
 NJOPKP lebih dari Rp. 10.000.000.000 = 0,250%
f. Tarif PBB untuk wilayah kab. Bogor :
 NJOPKP kurang dari Rp 1.000.000.000 = 0,10 %
 NJOPKP diatas Rp 1.000.000.000 = 0,20 %

K. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB


Saat ini hasil penerimaan PBB 100% (seratus persen) diterima dan diatur oleh
pemerintah daerah sehingga tidak ada lagi pembagian bagian dengan pemerintah pusat,
provinsi, dan pihak lainnya seperti sebelumnya.

Contoh Kasus 1

Reino adalah seorang Pengusaha Garment dan memiliki tanah serta sebuah bangunan di
daerah Jakarta dengan data sebagai berikut:
 Tanah seluas 1000 m2 dengan NJOP Rp. 7.500.000.000
 Bangunan seluas 800 m2 dengan NJOP Rp. 4.960.000.000
 Taman seluas 500 m2 dengan NJOP Rp. 1.125.000.000
 Kolam renang seluas 350 m2 dengan NJOP Rp. 822.500.000

Dengan NJOPTKP yang telah ditetapkan sebesar Rp. 12.000.000. Berapakah PBB yang
harus dibayar Reino?

119
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Jawaban:

(dalam ribuan rupiah)

No Uraian Nilai Konversi Kelas Luas Jumlah NJOP


Jual/m2 NJOP
1 Tanah 7.500 7.455 042 1000 7.455.000
2 Bangunan 6.200 6.225 011 800 4.980.000
3 Taman 2.250 2.200 018 500 1.100.000
4 Kolam Renang 2.350 2.200 018 350 770.000
Jumlah NJOP sebagai dasar perhitungan 14.305.000
NJOPTKP 12.000
NJOPKP 14.293.000
PBB ( 0,3% x NJOPKP ) 42.879

Contoh Kasus 2

Bapak Aldi mempunyai sebuah rumah yang terletak di Bekasi dan memiliki sebuah
toko yang terletak di Galaxy, Kota Bekasi. Rinciannya adalah sebagai berikut:

 Rumah di Bekasi:
- Tanah seluas 500 m2 dengan Nilai Jual Rp. 3.200.000/m2
- Bangunan seluas 450 m2 dengan Nilai Jual Rp. 4.000.000/m2
 Toko di Bekasi:
- Tanah seluas 400 m2 dengan Nilai Jual Rp. 2.250.000/m2
- Bangunan seluas 300 m2 dengan Nilai Jual Rp. 3.500.000/m⅟

Berapakah PBB yang terutang atas masing-masing objek pajak yang dimiliki Bapak
Aldi jika NJOPTKP yang ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000?

120
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Jawaban:

 Rumah di Bekasi

(dalam ribuan rupiah)

No Uraian Nilai Konversi Kelas Luas Jumlah NJOP


Jual/m2 NJOP
1 Tanah 3.200 3.100 051 500 1.550.000
2 Bangunan 4.000 4.200 014 450 1.890.000
Jumlah NJOP sebagai dasar perhitungan 3.440.000
NJOPTKP 10.000
NJOPKP 3.430.000
PBB ( 0,25% x NJOPKP ) 8.575

 Toko di Bekasi
(dalam ribuan rupiah)

No Uraian Nilai Konversi Kelas Luas Jumlah NJOP


Jual/m2 NJOP
1 Tanah 2.250 2.176 057 400 870.400
2 Bangunan 3.500 3.625 015 300 1.087.500
Jumlah NJOP sebagai dasar perhitungan 1.957.900
NJOPTKP 0
NJOPKP 1.957.900
PBB ( 0,25% x NJOPKP ) 4.894,75

Penentuan klasifikasi dari bumi dan bangunan didasarkan pada Keputusan Menteri
Keuangan dan untuk peraturan yang terbaru adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor
139/PMK.03/2014 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagai
Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan yang menggantikan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010. Lihat Tabel 1 dan 2.

121
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

KLASIFIKASI NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP) BUMI

UNTUK OBJEK PAJAK SEKTOR PERDESAAN DAN SEKTOR PERKOTAAN

Kelas Pengelompokan Nilai Jual Bumi Nilai Jual Objek Pajak

(Rp/m2) (NJOP) (Rp/m2)

001 > 67.390.000,00 s/d 69.700.000,00 68.545.000,00


002 > 65.120.000,00 s/d 67.390.000,00 66.255.000,00
003 > 62.890.000,00 s/d 65.120.000,00 64.000.000,00
004 > 60.700.000,00 s/d 62.890.000,00 61.795.000,00
005 > 58.550.000,00 s/d 60.700.000,00 59.625.000,00
006 > 56.440.000,00 s/d 58.550.000,00 57.495.000,00
007 > 54.370.000,00 s/d 56.440.000,00 55.405.000,00
008 > 52.340.000,00 s/d 54.370.000,00 53.355.000,00
009 > 50.350.000,00 s/d 52.340.000,00 51.345.000,00
010 > 48.400.000,00 s/d 50.350.000,00 49.375.000,00
011 > 46.490.000,00 s/d 48.400.000,00 47.445.000,00
012 > 44.620.000,00 s/d 46.490.000,00 45.555.000,00
013 > 42.790.000,00 s/d 44.620.000,00 43.705.000,00
014 > 41.000.000,00 s/d 42.790.000,00 41.895.000,00
015 > 39.250.000,00 s/d 41.000.000,00 40.125.000,00
016 > 37.540.000,00 s/d 39.250.000,00 38.395.000,00
017 > 35.870.000,00 s/d 37.540.000,00 36.705.000,00
018 > 34.240.000,00 s/d 35.870.000,00 35.055.000,00
019 > 32.650.000,00 s/d 34.240.000,00 33.445.000,00
020 > 31.100.000,00 s/d 32.650.000,00 31.875.000,00
021 > 29.590.000,00 s/d 31.100.000,00 30.345.000,00
022 > 28.120.000,00 s/d 29.590.000,00 28.855.000,00
023 > 26.690.000,00 s/d 28.120.000,00 27.405.000,00
024 > 25.300.000,00 s/d 26.690.000,00 25.995.000,00
025 > 23.950.000,00 s/d 25.300.000,00 24.625.000,00
026 > 22.640.000,00 s/d 23.950.000,00 23.295.000,00

122
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

027 > 21.370.000,00 s/d 22.640.000,00 22.005.000,00


028 > 20.140.000,00 s/d 21.370.000,00 20.755.000,00
029 > 18.950.000,00 s/d 20.140.000,00 19.545.000,00
030 > 17.800.000,00 s/d 18.950.000,00 18.375.000,00
031 > 16.690.000,00 s/d 17.800.000,00 17.245.000,00
032 > 15.620.000,00 s/d 16.690.000,00 16.155.000,00
033 > 14.590.000,00 s/d 15.620.000,00 15.105.000,00
034 > 13.600.000,00 s/d 14.590.000,00 14.095.000,00
035 > 12.650.000,00 s/d 13.600.000,00 13.125.000,00
036 > 11.740.000,00 s/d 12.650.000,00 12.195.000,00
037 > 10.870.000,00 s/d 11.740.000,00 11.305.000,00
038 > 10.040.000,00 s/d 10.870.000,00 10.455.000,00
039 > 9.250.000,00 s/d 10.040.000,00 9.645.000,00

040 > 8.500.000,00 s/d 9.250.000,00 8.875.000,00

041 > 7.790.000,00 s/d 8.500.000,00 8.145.000,00

042 > 7.120.000,00 s/d 7.790.000,00 7.455.000,00

043 > 6.490.000,00 s/d 7.120.000,00 6.805.000,00

044 > 5.900.000,00 s/d 6.490.000,00 6.195.000,00

045 > 5.350.000,00 s/d 5.900.000,00 5.625.000,00

046 > 4.840.000,00 s/d 5.350.000,00 5.095.000,00

047 > 4.370.000,00 s/d 4.840.000,00 4.605.000,00

048 > 3.940.000,00 s/d 4.370.000,00 4.155.000,00

049 > 3.550.000,00 s/d 3.940.000,00 3.745.000,00

050 > 3.200.000,00 s/d 3.550.000,00 3.375.000,00

051 > 3.000.000,00 s/d 3.200.000,00 3.100.000,00

052 > 2.850.000,00s/d 3.000.000,00 2.925.000,00

053 > 2.708.000,00 s/d 2.850.000,00 2.779.000,00

054 > 2.573.000,00 s/d 2.708.000,00 2.640.000,00

123
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

055 > 2.444.000,00 s/d 2.573.000,00 2.508.000,00

056 > 2.261.000,00 s/d 2.444.000,00 2.352.000,00

057 > 2.091.000,00 s/d 2.261.000,00 2.176.000,00

058 > 1.934.000,00 s/d 2.091.000,00 2.013.000,00

059 > 1.789.000,00 s/d 1.934.000,00 1.862.000,00

060 > 1.655.000,00 s/d 1.789.000,00 1.722.000,00

061 > 1.490.000,00 s/d 1.655.000,00 1.573.000,00

062 > 1.341.000,00 s/d 1.490.000,00 1.416.000,00

063 > 1.207.000,00 s/d 1.341.000,00 1.274.000,00

064 > 1.086.000,00 s/d 1.207.000,00 1.147.000,00

065 > 977.000,00 s/d 1.086.000,00 1.032.000,00

066 > 855.000,00 s/d 977.000,00 916.000,00

067 > 748.000,00 s/d 855.000,00 802.000,00

068 > 655.000,00 s/d 748.000,00 702.000,00

069 > 573.000,00 s/d 655.000,00 614.000,00

070 > 501.000,00 s/d 573.000,00 537.000,00

071 > 426.000,00 s/d 501.000,00 464.000,00

072 > 362.000,00 s/d 426.000,00 394.000,00

073 > 308.000,00 s/d 362.000,00 335.000,00

074 > 262.000,00 s/d 308.000,00 285.000,00

075 > 223.000,00 s/d 262.000,00 243.000,00

076 > 178.000,00 s/d 223.000,00 200.000,00

077 > 142.000,00 s/d 178.000,00 160.000,00

078 > 114.000,00 s/d 142.000,00 128.000,00

079 > 91.000,00 s/d 114.000,00 103.000,00

080 > 73.000,00 s/d 91.000,00 82.000,00

124
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

081 > 55.000,00 s/d 73.000,00 64.000,00

082 > 41.000,00 s/d 55.000,00 48.000,00

083 > 31.000,00 s/d 41.000,00 36.000,00

084 > 23.000,00 s/d 31.000,00 27.000,00

085 > 17.000,00 s/d 23.000,00 20.000,00

086 > 12.000,00 s/d 17.000,00 14.000,00

087 > 8.400,00 s/d 12.000,00 10.000,00

088 > 5.900,00 s/d 8.400,00 7.150,00

089 > 4.100,00 s/d 5.900,00 5.000,00

090 > 2.900,00 s/d 4.100,00 3.500,00

091 > 2.000,00 s/d 2.900,00 2.450,00

092 > 1.400,00 s/d 2.000,00 1.700,00

093 > 1.050,00 s/d 1.400,00 1.200,00

094 > 760,00 s/d 1.050,00 910,00

095 > 550,00 s/d 760,00 660,00

096 > 410,00 s/d 550,00 480,00

097 > 310,00 s/d 410,00 350,00

098 > 240,00 s/d 310,00 270,00

099 >170,00 s/d 240,00 200,00

100 <170,00 140,00

125
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

KLASIFIKASI NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP) BANGUNAN

UNTUK OBJEK PAJAK SEKTOR PERDESAAN DAN SEKTOR PERKOTAAN

Kelas Pengelompokan Nilai Jual Bangunan Nilai Jual Objek Pajak

(Rp/m2) (NJOP) Bangunan

001 > 14.700.000,00 s/d 15.800.000,00 15.250.000,00

002 > 13.600.000,00 s/d 14.700.000,00 14.150.000,00

003 > 12.550.000,00 s/d 13.600.000,00 13.075.000,00

004 > 11.550.000,00 s/d 12.550.000,00 12.050.000,00

005 > 10.600.000,00 s/d 11.550.000,00 11.075.000,00

006 > 9.700.000,00 s/d 10.600.000,00 10.150.000,00

007 > 8.850.000,00 s/d 9.700.000,00 9.275.000,00

008 > 8.050.000,00 s/d 8.850.000,00 8.450.000,00

009 > 7.300.000.00 s/d 8.050.000,00 7.675.000,00

010 > 6.600.000,00 s/d 7.300.000,00 6.950.000,00

011 > 5.850.000,00 s/d 6.600.000,00 6.225.000,00

012 > 5.150.000,00 s/d 5.850.000,00 5.500.000,00

013 > 4.500.000,00 s/d 5.150.000,00 4.825.000,00

014 > 3.900.000,00 s/d 4.500.000,00 4.200.000,00

015 > 3.350.000,00 s/d 3.900.000,00 3.625.000,00

016 > 2.850.000,00 s/d 3.350.000,00 3.100.000,00

017 > 2.400.000,00 s/d 2.850.000,00 2.625.000,00

018 > 2.000.000,00 s/d 2.400.000,00 2.200.000,00

019 > 1.666.000,00 s/d 2.000.000,00 1.833.000,00

020 > 1.366.000,00 s/d 1.666.000,00 1.516.000,00

021 > 1.034.000,00 s/d 1.366.000,00 1.200.000,00

022 > 902.000,00 s/d 1.034.000,00 968.000,00

126
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

023 > 744.000,00 s/d 902.000,00 823.000,00

024 > 656.000,00 s/d 744.000,00 700.000,00

025 > 534.000,00 s/d 656.000,00 595.000,00

026 > 476.000,00 s/d 534.000,00 505.000,00

027 > 382.000,00 s/d 476.000,00 429.000,00

028 > 348.000,00 s/d 382.000,00 365.000,00

029 > 272.000,00 s/d 348.000,00 310.000,00

030 > 256.000,00 s/d 272.000,00 264.000,00

031 > 194.000,00 s/d 256.000,00 225.000,00

032 > 188.000,00 s/d 194.000,00 191.000,00

033 > 136.000,00 s/d 188.000,00 162.000,00

034 > 128.000,00 s/d 136.000,00 132.000,00

035 > 104.000,00 s/d 128.000,00 116.000,00

036 > 92.000,00 s/d 104.000,00 98.000,00

037 > 74.000,00 s/d 92.000,00 83.000,00

038 > 68.000,00 s/d 74.000,00 71.000,00

039 > 52.000,00 s/d 68.000,00 60.000,00

040 < 52.000,00 50.000,00

127
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL-SOAL PRAKTIKUM

1. Bapak Rama memiliki sebidang tanah dan bangunan di wilayah kota Depok. Luas
tanah tersebut 800 m2 dengan nilai jual sebesar Rp 950.000/m2 dan luas bangunan
400 m2 dengan nilai jual Rp 1.500.000/ m2. Dan nilai NJOPTKP Rp 15.000.000,-.
Hitunglah berapa besarnya PBB yang harus dibayar Bapak Rama?
2. Raihan memiliki 2 obyek PBB yang terletak di Kelapa Gading dan Thamrin
Jakarta. Berikut ini adalah data-data dari kedua obyek tersebut:
 Di Kelapa Gading
- Tanah seluas 600 m2 dengan nilai jual Rp 7.200.000/ m2
- Bangunan rumah seluas 450 m2 dengan nilai jual Rp 2.250.000/ m2
- Taman mewah seluas 100 m2 dengan nilai jual Rp 550.000/ m2
 Di thamrin
- Tanah seluas 1500 m2 dengan nilai jual Rp 5.000.000/ m2
- Bangunan rumah seluas 800 m2 dengan nilai jual Rp 6.200.000/ m2
- Taman mewah seluas 100 m2 dengan nilai jual Rp 2.000.000/ m2
- Kolam renang seluas 150 m2 dengan nilai jual Rp 800.000/ m2
Berapakah PBB yang terutang atas kedua obyek pajak yang dimiliki Raihan jika
diketahui NJOPTKP di Jakarta sebesar Rp 10.000.000?
3. Zayyan mempunyai Obyek PBB yang letaknya di Bogor. Obyek PBB tersebut antara
lain:
- Tanah seluas 1400 m2 dengan nilai jual Rp 700.000/ m2
- Rumah seluas 700 m2 dengan nilai jual Rp 4.000.000/ m2
- Taman mewah seluas 250 m2 dengan nilai jual 150.000 / m2
- Pagar mewah sepanjang 120 m dan tinggi 1,5 m dengan nilai jual Rp
120.000/ m2

Berapakah besarnya PBB yang terutang yang harus dibayar Zayyan dengan ketentuan
pemerintah setempat untuk NJOPTKP sebesar Rp 12.000.000?

128
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

(BPHTB)

A. DASAR HUKUM
Undang – Undang No.21 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang –
Undang No. 20 Tahun 2000 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001. Terakhir
diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.

B. PENGERTIAN BPHTB
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan bangunan. Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas
tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria,
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan perundang-
undangan lainnya.

C. PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN MELIPUTI:


1. Pemindahan hak karena :
 Jual Beli;
 Tukar Menukar;
 Hibah;
 Hibah Wasiat;
 Waris;
 Pemasukan dalam perseroan / Badan hukum lain;
 Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak;
 Penunjukan pembeli dalam lelang;
 Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
 Penggabungan usaha;
 Peleburan Usaha;
 Pemekaran Usaha;
 Hadiah.

129
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

2. Pemindahan hak baru karena :


 Kelanjutan pelepasan hak;
 Di luar pelepasan hak.

D. HAK ATAS TANAH SEBAGAI PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN


BANGUNAN
 Hak milik;
 Hak guna usaha;
 Hak guna bangunan;
 Hak pakai;
 Hak milik atas satuan rumah susun;
 Hak pengelolaan.

E. SUBJEK PAJAK BPHTB


Orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. (pasal
86 ayat 1).

F. OBJEK PAJAK BPHTB


Perolehan hak atas tanah atau bangunan (pasal 85 ayat 1) yang dapat berupa:
1. Tanah termasuk tanaman diatasnya
2. Tanah dan Bangunan
3. Bangunan

G. OBJEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN BPHTB


Objek Pajak yang tidak dikenakan BPHTB ditetapkan dalam Pasal 3 UU No.21
Tahun 1997 Jo UU No.20 Tahun 2000,yaitu:
1. Objek Pajak yang diperoleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik.
2. Objek pajak yang diperoleh negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan atau
untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum dan yang semata-mata tidak
digunakan untuk mencari keuntungan.
3. Objek pajak yang diperoleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan / perwakilan organisasi
130
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

tersebut.
4. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena
perbuatan hukum lain dengan tidak ada perubahan nama.
5. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi / badan karena wakaf.
6. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi / badan yang digunakan untuk kepentingan
ibadah.

H. TARIF BPHTB
Tarif BPHTB yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah ditetapkan paking tinggi sebesar 5%
(Pasal 88 UU No. 28 Tahun 2009)

I. DASAR PENGENAAN PAJAK


Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (Pasal 6 UU No. 21
Tahun 1997 jo. UU No. 20 Tahun 2000).
 Yang dimaksud Nilai Perolehan Objek Pajak adalah dalam hal :
a) Jual Beli adalah Harga Transaksi
b) Tukar Menukar adalah Nilai Pasar
c) Hibah adalah Nilai Pasar
d) Hibah Wasiat adalah Nilai Pasar
e) Warisan adalah Nilai Pasar
f) Pemasukan dalam perseroan/badan hukum lainnya adalah Nilai Pasar
g) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah Nilai Pasar
h) Peralihan Hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum adalah Nilai Pasar
i) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah Nilai
Pasar
j) Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan di luar pelepasan hak adalah
Nilai Pasar
k) Penggabungan usaha adalah Nilai Pasar
l) Peleburan usaha adalah Nilai Pasar
m) Pemekaran usaha adalah Nilai Pasar
n) Hadiah adalah Nilai Pasar
o) Penunjukan pembeli dalam lelang adalah Harga Transaksi yang Tercantum dalam
Risalah Lelang

131
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

p) Pemberian hak baru

 Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah
daripada Nilai Jual Objek Pajak Yang digunakan dalam pengenaan PBB pada
tahun terjadinya perolehan dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai
Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan.
 Apabila Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan belum ditetapkan,
besarnya Nilai Jual Objek Pajak bumi dan bangunan ditetapkan oleh menteri.
 Jika didalam kasus terdapat dua nilai yaitu nilai perolehan dan nilai jual, maka
yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak adalah nilai yang terbesar.

J. NILAI PEROLEHAN OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (NPOPTKP)

Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional
serendah- rendahnya Rp 60.000.000 (pasal 87 ayat 4), kecuali dalam hal perolehan hak
karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan
keluarga sedarah dalam garis keturunuan harus satu derajat ke atas dan ke bawah dengan
pemberi hibah wasiat termasuk suami/istri, maka nilai NPOPTKP ditetapkan secara regional
serendah-rendahnya Rp 300.000.000 (pasal 87 ayat 5).
 Untuk wilayah Jakarta NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp 80.000.000,- untuk semua
transaksi selain waris dan hibah, untuk waris dan hibah ditetapkan sebesar Rp
350.000.000,-
 Untuk wilayah kota Depok NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp 60.000.000,- untuk
semua transaksi selain waris dan hibah, untuk waris dan hibah ditetapkan sebesar Rp
300.000.000,-
 Untuk wilayah kota Bogor dan Kab. Bogor NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp
60.000.000,- untuk semua transaksi selain waris dan hibah, untuk waris dan hibah
ditetapkan sebesar Rp 300.000.000,-

 Untuk wilayah kota Bekasi dan Kab. Bekasi NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp
60.000.000,- untuk semua transaksi selain waris dan hibah, untuk waris dan hibah
ditetapkan sebesar Rp 300.000.000,-

132
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus 1 :

Bapak Naufal membeli tanah dan bangunan dengan nilai perolehan objek pajak
(harga transaksi) Rp 300.000.000. NPOPTKP yang ditetapkan pemerintah daerah
setempat adalah Rp 75.000.000. Berapakah besarnya BPHTB terutang oleh Bapak
Naufal?
Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 300.000.000
NPOPTKP Rp 75.000.000–
NPOPKP Rp 225.000.000

BPHTB terutang: 5% x Rp 225.000.000 = Rp11.250.000

K. UNTUK BPHTB YANG TERUTANG DARI WARIS DAN HIBAH WASIAT


Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang atas perolehan hak karena
waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan yang seharusnya terutang (Peraturan Pemerintah No. 111 Tahun 2000).

Contoh Kasus 1 :

Mufid memperoleh warisan dari ayahnya sebidang tanah dan bangunan diatasnya dengan
nilai pasar sebesar Rp 800.000.000. Berapa BPHTB terutang atas warisan tersebut jika
ditetapkan NPOPTKP sebesar Rp 300.000.000 ?
Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 800.000.000
NPOPTKP Rp 300.000.000 –
NPOPKP Rp 500.000.000

BPHTB yang seharusnya terutang : 5% x Rp 500.000.000 = Rp 25.000.000


BPHTB terutang : 50% x Rp 25.000.000 = Rp 12.500.000

L. SURAT KETETAPAN BPHTB KURANG BAYAR


Ketentuan tentang surat ketetapan BPHTB kurang bayar ditetapkan dalam Pasal 11 UU
No. 21 Tahun 1997 tentang BPHTB jo UU No. 20 Tahun 2000 adalah sebagai berikut :
a. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah ayat terutang pajak, Dirjen Pajak dapat
menerbitkan surat ketetapan BPHTB kurang bayar apabila berdasarkan hasil
pemeriksaan atau keterangan lainnya ternyata jumlah pajak yang terutang kurang bayar.

133
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

b. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam surat ketetapan BPHTB kurang bayar
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan, jangka waktu
24 bulan, dihitung mulai saat terutanganya pajak sampai dengan diterbitkannya surat
ketetapan BPHTB kurang bayar.

Contoh Kasus :

Seorang wajib pajak memperoleh tanah dan bangunan pada tanggal 20 Agustus
2019.
Nilai Perolehan Objek Pajak = Rp 300.000.000
NPOPTKP = Rp 80.000.000 –
NPOPKP Rp 220.000.000

BPHTB Terutang : 5% x Rp 220.000.000 = Rp 11.000.000

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 31 Desember 2019


ternyata ditemukan data yang belum lengkap yang menunjukan bahwa Nilai Perolehan
Objek Pajak sebenarnya adalah sebagai berikut :
Nilai Perolehan Objek Pajak = Rp 350.000.000
NPOPTKP = Rp 80.000.000 –
NPOPKP Rp 270.000.000

BPHTB yang seharusnya terutang (5% x Rp 270.000.000) = Rp 13.500.000


BPHTB yang telah dibayar = Rp 11.000.000 –
BPHTB yang kurang bayar = Rp 2.500.000

Sanksi administrasi berupa bunga dari 20 Agustus 2019 sampai 31 Desember


2019:

4 Bulan x 2% x Rp 2.500.000 = Rp 200.000


Jadi Jumlah Pajak yang harus dibayar sebesar :
Rp 2.500.000 + Rp 200.000 = Rp 2.700.000
Catatan :

Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dikenakan untuk jangka


waktu maksimal 24 bulan. Jadi jika ditemukan data baru dalam jangka waktu lebih
dari 24 bulan maka sanksi administrasinya sebesar 2% tetap dikalikan dengan 24
bulan
134
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. Ny. Rifa membeli sebidang tanah dan rumah sederhana di daerah Jakarta Selatan, dengan
Nilai Perolehan Objek Pajak sebesar Rp 200.000.000. NPOPTKP yang ditetapkan oleh
Pemda Jakarta Selatan adalah sebesar Rp 80.000.000. Berapakah BPHTB yang terutang
Ny. Rifa ?

2. Pada tanggal 2 April 2019 Bapak Sanjaya mewariskan tanah kepada putranya yang
terletak di Bekasi seluas 1000m² dengan NPOP sebesar Rp 1.500.000.000. NPOPTKP
yang ditetapkan Pemda setempat adalah Rp 300.000.000. Berapakah BPHTB yang
terhutang ?

3. Pada tanggal 30 Juli 2019 Bapak Dadan memperoleh sebidang tanah dengan NPOP
sebesar Rp 800.000.000 dengan NPOPTKP di wilayah Depok ditetapkan sebesar Rp
60.000.000. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan tanggal 31 Desember 2019
ternyata ditemukan data yang belum lengkap yang menunjukan bahwa NPOP sebenarnya
adalah Rp 880.000.000. Berapakah besarnya BPHTB yang terutang pada saat Bapak
Dadan memperoleh tanah dan bangunan dan berapakah BPHTB yang terutang pada saat
pemeriksaan tanggal 31 Desember 2019 serta berapa denda administrasi yang harus
dibayar pada tanggal 31 Desember 2019 ?

4. Tn. Gugun memperoleh hibah wasiat dari orang tua kandung berupa tanah seluas 400 m².
Diketahui nilai pasar tersebut adalah Rp 2.000.000.000. Berapa BPHTB terutang atas tanah
tersebut jika NPOPTKP nya sebesar Rp 300.000.000 ?

135
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020

Anda mungkin juga menyukai