Anda di halaman 1dari 90

Laboratorium Akuntansi Lanjut B

Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN


NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN


Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan terakhir atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan yang mengatur
mengenai Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau
badan. Undang-Undang ini mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek
pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun
pajak.
Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam Undang-
Undang disebut Wajib Pajak, yang dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan
dalam bagian tahun pajak apabila pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun
pajak (Pasal 1).

B. 4 KELOMPOK PENGHASILAN
1. Penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3. Penghasilan dari modal, jasa dan sewa atau penggunaan harta.
4. Penghasilan lain-lain.

C. SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 2)


Subjek Pajak Penghasilan dibedakan menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri (orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari atau sama dengan 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan) dan Wajib Pajak Luar Negri (orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan), yang meliputi:
• Orang Pribadi,
• Warisan Yang Belum Terbagi,
• Badan, dan
• Bentuk Usaha Tetap

D. TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 3)


1. Kantor perwakilan negara asing.
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari
negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga

1
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan


di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik.
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan
dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang
dananya berasal dari iuran para anggota.
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan Menteri
Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan
usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia.

E. PENGHASILAN YG TERMASUK OBJEK PAJAK PENGHASILAN ( Pasal 4 ayat 1)


Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apa pun, termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi.
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

2
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.


k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
s. Surplus Bank Indonesia.

F. PENGHASILAN YANG DIKENAI PAJAK BERSIFAT FINAL (Pasal 4 ayat 2)


1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan
surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi.
2. Penghasilan berupa hadiah undian.
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura.
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan
5. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

G. PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK PENGHASILAN


(Pasal 4 ayat 3)
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan harta hibahan.
2. Warisan yang sudah terbagi.
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham
atau sebagai pengganti penyertaan modal.

3
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang
dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit).
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa.
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai.
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-
bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif.
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat tertentu.
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang

4
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan


dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4
tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

H. PENGHASILAN KENA PAJAK / PKP (pasal 6)


Bagi Wajib Pajak Dalam Negri (WPDN) pada dasarnya terdapat 2 cara untuk
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu:
1. Cara Biasa (Cara Pembukuan) yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-
biaya yang diperkenankan, antara lain:
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
b. Biaya penyusutan dan amortisasi.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta.
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing.
f. Natura didaerah tertentu.
g. Biaya lain, seperti biaya perjalanan, biaya administrasi, biaya litbang yang
dilakukan di indonesia, biaya magang, dan biaya pelatihan.

2. Dengan Norma Penghasilan Neto


Besarnya persentase norma ditentukan bedasarkan keputusan dirjen pajak, norma
perhitungan penghasilan neto boleh digunakan wajib pajak yang peredaran usaha
brutonya kurang dari Rp 4.800.000.000 setahun dengan syarat memberitahukan
kepada Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak
yang bersangkutan (pasal 14).

I. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pengurang penghasilan neto,
yang hanya diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) sebagai WPDN.
Sesuai dengan pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk menetapkan penyesuaian
5
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setelah dikonsultasikan dengan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Batasan PTKP ini berlaku mulai pada tanggal 27 Juni 2016 melalui Peraturan
Menteri Keuangan RI Nomor : 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya
Penghasilan Tidak Kena Pajak mengantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
122/PMK.010/2015.
NO Jenis Penghasilan Tidak Kena Pajak Setahun Sebulan

1 Wajib Pajak Orang Pribadi Rp 54.000.000 Rp 4.500.000

2 Tambahan Untuk Wajib Pajak Kawin Rp 4.500.000 Rp 375.000

3 Istri yang penghasilannya digabung dengan Rp 54.000.000 Rp 4.500.000


penghasilan suami
4 Tambahan anggota keluarga Rp 4.500.000 Rp 375.000
sedarah,semenda dalam garis keturunan
lurus (vertikal), serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, maksimal
3 orang

Catatan :
1. Dalam hal Karyawati kawin (bekerja pada suatu pemberi kerja), PTKP yang
dikurangkan hanya untuk dirinya sendiri. (asumsi: suami memiliki penghasilan).
2. Dalam hal tidak kawin pengurang PTKP selain untuk dirinya ditambah dengan
PTKP yang menjadi tanggungan sepenuhnya yaitu untuk setiap anggota sedarah,
semenda dalam garis keturunan lurus (vertikal) serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya maksimal 3 orang yang masing-masing besarnya
Rp4.500.000 setahun atau Rp 375.000 sebulan.
3. Bagi Karyawati kawin yang menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah
deaerah setempat (serendah-rendahnya dari kecamatan) bahwa suaminya tidak
menerima atau memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sebesar
Rp4.500.000 setahun atau Rp 375.000 sebulan, dan ditambah PTKP untuk keluarga
yang menjadi tanggungannya, paling banyak 3 orang masing-masing Rp 4.500.000
setahun atau Rp 375.000 sebulan.
4. Perhitungan besarnya PTKP ditentukan menurut keadaan wajib pajak pada awal
tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak.

6
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh:
1. Jika Tuan Harry Potter adalah seorang karyawan yang sudah menikah dengan
memiliki 4 orang anak, 1 anaknya sudah bekerja sedangkan 3 lainnya belum
bekerja, besarnya PTKP setahun untuk tahun 2019 adalah sbb :
(K/3) Harry Potter status kawin dan 3 tanggungan
PTKP :
Wajib pajak orang pribadi Rp 54.000.000
Kawin Rp 4.500.000
Tanggungan 3 orang Rp 13.500.000 +
Rp 72.000.000
2. Jika Hermione Granger adalah seorang manajer yang belum menikah dan tinggal
bersama ayah dan 2 adiknya, besarnya PTKP setahun untuk tahun 2019 adalah
sbb :
(TK/1) Hermione Granger status (Tidak Kawin) dengan 1 tanggungan
PTKP :
Wajib Pajak Sendiri Rp 54.000.000
Tanggungan 1 orang Rp 4.500.000 +
Rp 58.500.000
3. Jika Draco Malfoy adalah seorang manajer yang sudah menikah memiliki 2 orang
anak kandung yang sudah bekerja dan 2 orang anak angkat yang berumur 15
tahun, sedangkan istrinya bekerja dan penghasilannya digabung. Maka besarnya
PTKP setahun untuk tahun 2019 adalah sbb :
(K/I/2) Draco Malfoy status (kawin) penghasilan istri digabung dengan 2
tanggungan
PTKP :
Wajib Pajak Sendiri Rp 54.000.000
Status Kawin Rp 4.500.000
Istri Rp 54.000.000
Tanggungan 2 orang Rp 9.000.000 +
Rp 121.500.000
Catatan :
Pada tanggal 1 Januari 2019 Bapak Ron Weasley berstatus kawin dengan
tanggungan 1 orang anak, apabila anak yang kedua lahir tanggal 2 Januari 2019
maka besarnya PTKP yang diberikan kepada Bapak Ron Weasley untuk tahun pajak
2019 tetap dihitung berdasarkan status kawin dengan 1 orang anak.

7
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

J. TARIF PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN


Tarif Progresif
Tarif pajak yang prosentasenya semakin besar apabila penghasilannya juga semakin
besar. Dengan pengenaan sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (pasal 17)
yaitu dengan lapisan-lapisan pengenaan pajak penghasilan sebagai berikut :
a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP)
Lapisan penghasilan Kena Pajak Tarif Batasan

Sampai dengan Rp 50.000.000 5% Rp 50.000.000

Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 15% Rp 200.000.000

Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25% Rp 250.000.000

Diatas Rp 500.000.000 30% ~

b. Untuk Wajib Pajak Badan


▪ Tarif PPh Pasal 17 ayat 1b UU No.36 Tahun 2008 untuk Wajib Pajak Badan
BUT sebesar 28% da diturunkan ditahun 2010 menjadi 25%.
▪ Tarif pemungutan pajak untuk Wajib Pajak Badan pasal 31 E UU No.36
Tahun 2008 digolongkan menjadi 3 sesuai dengan peredaran bruto
perusahaan, yaitu:
Laba Penghasilan Cara Perhitungan

Lebih dari Rp 50.000.000.000 25% x PKP

(50% x 25%) x PKP dari bagian


peredaran bruto yang memperoleh
>Rp 4.800.000.000 s/d Rp fasilitas + 25% x PKP dari bagian
50.000.000.000 peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas
50% x 25% x PKP
Sampai dengan Rp 4.800.000.000 0,5% x Omset Penjualan (sesudah 1
Juli 2018)
Cara mencari PKP dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas :

8
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

K. PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN


1. Cara Pembukuan (Cara Biasa)
a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (perseorangan)
Peredaran Usaha Rp xxx
Harga Pokok Penjualan Rp xxx –
Penghasilan Bruto Rp xxx
Biaya-biaya yang diperkenankan Rp xxx –
Penghasilan Neto Usaha Rp xxx
Penghasilan lain-lain Rp xxx +
Penghasilan Neto Dalam Negri Rp xxx
Penghasilan Neto Luar Negri Rp xxx +
Penghasilan Neto Rp xxx
Kompensasi kerugian (max 5 Thn) Rp xxx –
Penghasilan Neto setelah Kompensasi Rp xxx
PTKP Rp xxx –
PKP Rp xxx
PPh Terutang = PKP x tarif pasal 17

Contoh
Bapak Severus Snape (K/3) adalah seorang pengusaha martabak di Depok. Menurut
pembukuan penghasilan dari usahanya pada tahun 2019 adalah sebesar
Rp650.000.000 dengan harga pokok penjualan Rp 137.000.000. Biaya-biaya untuk
memproduksi martabak antara lain biaya operasional Rp 15.000.000 dan biaya
administrasi Rp 11.000.000. Pada tahun 2019 Bapak Severus Snape juga menerima
penghasilan dari usaha jasa sebesar Rp 13.300.000. Hitunglah berapa besarnya pajak
penghasilan yang terutang apabila masih terdapat kerugian tahun 2016 sebesar Rp
4.000.000?
Perhitungan PPh Terutang :
Peredaran Usaha Rp 650.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 137.000.000 -
Penghasilan Bruto Rp 513.000.000
Biaya-biaya yang diperkenankan
(biaya Opr dan Adm) Rp 26.000.000 -
Penghasilan Neto Usaha Rp 487.000.000

9
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Penghasilan lain-lain Rp 13.300.000 +


Penghasilan Neto Dalam Negri Rp 500.300.000
Penghasilan Neto Luar Negri Rp 0+
Penghasilan Neto Rp 500.300.000
Kompensasi kerugian (max 5 Thn) Rp 4.000.000 -
Penghasilan Neto setelah Kompensasi Rp 496.300.000
PTKP Rp 72.000.000 -
PKP Rp 424.300.000
Pajak Penghasilan Terutang :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 241.400.000 = Rp 43.575.000 +
Rp 76.075.000

b. Untuk Wajib Pajak Badan


Peredaran Usaha Rp xxx
Harga Pokok Penjualan Rp xxx -
Penghasilan Bruto Rp xxx
Biaya yang diperkenankan Rp xxx -
Penghasilan Neto Usaha Rp xxx
Penghasilan lain-lain Rp xxx +
Penghasilan Neto Dalam Negri Rp xxx
Penghasilan Neto Luar Negri Rp xxx +
Penghasilan Neto Rp xxx
Kompensasi Kerugian (max 5 Thn) Rp xxx -
PKP Rp xxx
PPh Terutang = PKP x Tarif Pasal 17

10
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh
PT. Gryffindor adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang properti.
Berikut ini adalah data keuangan tahun 2019 :
Penerimaan Bruto Rp 140.000.000.000
Persediaan 1 Januari 2018 Rp 96.000.000.000
Pembelian Rp 80.000.000.000
Persediaan 31 Januari 2018 Rp 68.300.000.000
Biaya Adm dan Opr Rp 500.000.000
Penghasilan lain-lain Rp 7.000.000.000
Kerugian Tahun 2016 Rp 350.000.000
Hitunglah besarnya pajak penghasilan terutang PT. Gryffindor pada tahun 2019 !

Perhitungan PPh Terutang :


Peredaran Usaha Rp 140.000.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 96.000.000.000 -
Penghasilan Bruto Rp 44.000.000.000
Biaya yang diperkenankan
(Biaya Adm dan Opr) Rp 500.000.000 -
Penghasilan Neto Usaha Rp 43.500.000.000
Penghasilan lain-lain Rp 7.000.000.000 +
Penghasilan Neto Dalam Negri Rp 50.500.000.000
Penghasilan Neto Luar Negri Rp 0+
Penghasilan Neto Rp 50.500.000.000
Kompensasi Kerugian (max 5 Thn) Rp 350.000.000. -
PKP Rp 50.150.000.000
Pajak Penghasilan Terutang :
25% x Rp 50.150.000.000 = Rp 12.537.500.000

11
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

2. Cara Norma Penghitungan Penghasilan Netto


Contoh :
Molly Weasley (TK/2) selain membuka coffee shop di Jakarta juga mempunyai
usaha lain yaitu usaha dari butik baju. Molly Weasley mempunyai penghasilan
bruto sebersar Rp 720.000.000 terdiri dari 2⁄5 laba dari coffee shop dan 3⁄5 laba
dari usaha butik baju. Berapakah pajak penghasilan terutang bedasarkan norma
perhitungan jika diketahui prosentase norma untuk coffee shop 22% dan usaha
butik baju 25% ?
Perhitungan dengan norma perhitungan penghasilan neto :
Penghasilan neto :
• Cofee shop : 22% x Rp 288.000.000 = Rp 63.360.000
• Usaha Butik baju : 25% x Rp 432.000.000 = Rp 108.000.000 +
Jumlah Penghasilan Neto = Rp 171.360.000
PTKP (TK/2) = Rp 63.000.000 -
PKP Rp 108.360.000
Pajak Penghasilan Terutang :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 58.360.000 = Rp 8.754.000 +
Rp 11.254.000

12
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. Tn. Ron weasley menikah dengan Ny. Hermioni Granger dan setelah 15 tahun
menikah mereka mempunyai 2 orang anak yang berusia 10 tahun dan 13 tahun , Tn.
Ron Weasley juga tinggal bersama ayahnya yang sudah tidak mempunyai
penghasilan. Berapakah besarnya PTKP Tn. Ron Weasley tahun 2019 jika istrinya
bekerja dan penghasilannya digabung ?

2. Tn. Sirius Black (TK/1) mempunyai usaha brand pakaian yang ditahun 2019
menghasilkan pendapatan sebesar Rp 385.000.000 dengan HPP sebesar Rp
105.500.000. terdapat biaya operasional dan biaya administrasi selama 2019
masing-masing sebesar Rp 6.200.000 dan Rp 3.400.000, selain itu toko pakaian di
Solo memperoleh penghasilan sebesar Rp 134.000.000. Hitunglah besarnya pajak
penghasilan terutang Tn. Sirius Black apabila terdapat kerugian ditahun 2016
sebesar Rp 8.000.000 ?

3. Ny. Luna Lovegood berstatus kawin dan mempunyai 3 orang anak. Ia memiliki 2
jenis usaha, usaha tersebut terdiri dari Coffee shop dan Street Food. Pada tahun
2019 Ny. Luna Lovegood memperoleh laba sebesar Rp 631.000.000 dari Coffee
shop dan Rp 150.600.000 dari Street Food. Berapakah besarnya pajak penghasilan
terutang tahun 2019 jika prosentase norma untuk Coffee shop dan Street food
masing-masing sebesar 30% dan 25%, dan suaminya sudah tidak bekerja atau
memperoleh penghasilan ?

4. PT. Slytherin adalah perusahaan yang bergerak dibidang Property. Berikut ini
adalah data keuangan PT. Slytherin selama tahun 2019 :
Peredaran Usaha Rp 220.600.000.000
HPP Rp 22.000.000.000
Biaya Opr dan Adm Rp 123.000.000
Kerugian Tahun 2016 Rp 340.000.000
Penghasilan lain-lain Rp 4.400.000.000
Hitunglah besarnya pajak penghasilan terutang PT. Slytherin pada tahun 2019 !

13
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

5. Rubeus Hagrid memperoleh penghasilan Neto selama tahun 2019 sebesar Rp


423.000.000. Hitunglah besarnya pajak penghasilan terutang Rubeus Hagrid jika ia
tinggal bersama ibunya yang sudah tidak bekerja, adiknya, istri dan 2 orang
anaknya !

6. Ny. Ginny Weasley (TK/2) memiliki beberapa usaha, antara lain objek wisata
kolam renang dan distro dengan penghasilan bruto sebesar Rp 487.550.000 yang
terdiri dari 1⁄4 laba dari kolam renang dan 3⁄4 dari distro miliknya. Hitunglah
besarnya pajak penghasilan terutang tahun 2019 jika prosentase norma untuk kolam
renang 23 % dan distro sebesar 27% !

7. Tn. Draco Malfoy adalah seorang manajer yang sudah menikah dan memiliki 3
orang anak, ia juga tinggal bersama ibu mertuanya, pada tanggal 30 Januari 2019
istrinya melahirkan anak keduanya. Berapakah besarnya PTKP Tn. Draco Malfoy
tahun 2019?

8. Lily Potter (TK/1) adalah seorang pengusaha sepatu yang memiliki penghasilan
bruto selama tahun 2019 sebesar Rp 226.100.000. Biaya yang diperkenankan untuk
produksi sepatu tersebut adalah Rp 9.700.000. Pada tahun 2014 Fahma masih
memiliki sisa kerugian atas usahanya sebesar Rp 3.900.000. Berapakah besarnya
pajak penghasilan terutang Lily Potter tahun 2019 ?

14
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, yang selanjutnya
disebut PPH Pasal 21, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi
Subjek Pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang- Undang
No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang sudah diperbaharui dengan Undang-
Undang No. 36 tahun 2008 dan diubah terakhir dengan PER-16/PJ/2016.

B. PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


1. Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi atau badan, baik induk maupun cabang;
2. Bendaharawan pemerintah baik Pusat maupun Daerah;
3. Lembaga dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja BPJS, dan
badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala, dan tunjangan hari
tua (THT) atau jaminan hari tua (JHT);
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaaan bebas serta badan
yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang
pribadi dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan, dan
pegawai magang;
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan.

C. DIKECUALIKAN SEBAGAI PEMOTONG PAJAK

1. Kantor perwakilan negara asing;


2. Organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan;
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan
rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.

15
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

D. WAJIB PAJAK
1. Pegawai, dewan komisaris, pengawas dan pegawai yang bekerja berdasarkan
kontrak.
2. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas.
3. Peserta kegiatan
4. Penerima pensiun.
5. Penerima tunjangan, termasuk uang lembur, THR, jasa produksi, tantiem,
gratifikasi, honorarium, komisi, uang saku, hadiah dan imbalan sejenis lainnya.
6. Penerima upah harian, mingguan, satuan, dan borongan.
Catatan:
PPh Pasal 21 dipotong atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri (WPDN), yaitu WNI dan WNA yang tinggal di Indonesia ≥ 183 hari.
Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri (WPLN) dipotong PPh Pasal
26.

E. YANG TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK


• Pejabat perwakilan diplomatik atau pejabat Negara asing.
• Orang-orang yang diperbantukan kepada pejabat tersebut yang bekerja dan
bertempat tinggal bersama mereka.
• Pejabat perwakilan organisasi Internasional dengan keputusan Menteri Keuangan
dengan syarat:
a. Bukan Warga Negara Indonesia (WNI)
b. Tidak menerima/memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di
Indonesia.

F. OBJEK PAJAK
1. Penghasilan teratur, terdiri dari :
• Gaji, upah, honorarium.
• Uang pensiun bulanan.
• Premi asuransi bulanan yang dibayarkan oleh pemberi kerja.
• Tunjangan-tunjangan.
• Hadiah, beasiswa.
• Uang lembur, uang sokongan, uang tunggu.
• Penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.
2. Penghasilan Tidak Teratur, terdiri dari:
• Bonus, gratifikasi, tantiem.
• Jasa produksi.
16
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

• Tunjangan Hari Raya (THR), tunjangan cuti.


• Premi tahunan.
• Penghasilan sejenis lainnya yang bersifat tidak teratur.
3. Penerima upah, terdiri dari:
• Upah harian.
• Upah mingguan.
• Upah satuan.
• Upah borongan.
4. Penghasilan yang bersifat final, terdiri dari:
• Tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan.
• Pemain music, MC, penyayi, bintang film.
• Olahragawan.
• Agen iklan.
• Peserta perlombaan.
• Petugas dinas luar asuransi.
• Petugas penjaja barang dagangan (sales).
• Peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan.
• Distributor perusahaan MLM direct selling.

G. YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK


1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa;
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam objek pajak di atas;
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan dan penyelenggara taspen dan BPJS yang dibayar oleh
pemberi kerja;
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
5. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

H. PENGURANG PENGHASILAN BRUTO


Untuk menentukan berapa besarnya penghasilan neto pegawai tetap maka penghasilan
bruto dikurangi :
a. Biaya Jabatan, yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, dengan jumlah maksimum
yang diperkenankan Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 perbulan.

17
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada badan dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri keuangan dan badan
penyelenggara Tabungan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT) yang
dipersamakan dengan dana pensiun.
Catatan:
• Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari seorang
pegawai, maka penghasilan netonya terlebih dahulu dikurangi dengan
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
• Besarnya penghasilan neto bagi penerima pensiun berkala yang dipotong PPh
21 adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun,
sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 200.000 sebulan atau
Rp 2.400.000 setahun.

CONTOH PERHITUNGAN PEMOTONGAN PPh Pasal 21


A. Pegawai/Karyawan Tetap Yang Memperoleh Gaji/ Upah Bulanan
Contoh Kasus 1:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap yang Memperoleh Gaji Bulanan
Aldo (K/1) adalah seorang pegawai PT. Komunikasi Indo. Ia memperoleh gaji perbulan
Rp 10.000.000, tunjangan transport Rp 350.000 dan tunjangan makan Rp 400.000. PT.
Komunikasi Indo mengikuti program BPJS dimana premi asuransi kecelakaan kerja dan
premi asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja sebesar 0,24% dan 0,3% dari total
gaji. Setiap bulan Aldo membayar iuran THT sebesar 2,00% dan iuran pensiun sebesar
1,00% dari total gaji. Berapakah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan
Aldo ditahun 2019 setiap bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 10.000.000
Tunjangan Transport Rp 350.000
Tunjangan Makan Rp 400.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 24.000
Premi Asuransi Kematian Rp 30.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 10.804.000

18
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 10.804.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 500.000
Iuran THT Rp 200.000
Iuran Pensiun Rp 100.000 +

Jumlah Pengurang Rp 800.000 -

Penghasilan Neto Sebulan Rp 10.004.000


Pengasilan Neto Setahun (12 × Rp 10.004.000) Rp 120.048.000

PTKP (K/1)
Wajib Pajak = Rp 54.000.000
Status Kawin = Rp 4.500.000
Tanggungan 1 = Rp 4.500.000 +
Rp 63.000.000 -

Penghasilan Kena Pajak Rp 57.048.000

PPh Pasal 21 setahun : 5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000


15% x Rp 7.048.000 = Rp 1.057.200 +

Rp. 3.557.200
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 3.557.200 ÷ 12 = Rp 296.433,33

Catatan:

• Untuk kasus seorang karyawan Indonesia (WPDN) yang memiliki kewajiban


subjektifnya sejak awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti bekerja pada
pertengahan tahun atau dalam tahun berjalan maka perhitungan PPh Pasal 21
atas penghasilan tidak perlu disetahunkan, hanya dikalikan dengan
banyaknya bulan bekerja dari karyawanyang bersangkutan.
• Sementara untuk karyawan asing (WPLN) yang memiliki kewajiban
subjektifnya sejak awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti bekerja pada
pertengahan tahun atau dalam tahun berjalan maka atas penghasilan tersebut
harus disetahunkan terlebih dahulu. Untuk lebih jelasnya lihat contoh soal
berikut:

19
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus 2:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap yang Mulai/Berhenti pada
Pertengahan Tahun

Bapak Qory (K/2) bekerja pada PT. Sumber Makmur pada 1 Agustus 2019. Setiap
bulannya PT. Sumber Makmur membayar gaji untuk Bapak Raharja sebesar Rp
15.350.000, tunjangan makan Rp 350.000 dan tunjangan transport Rp 450.000. PT.
Sumber Makmur membayar premi asuransi kecelakaan kerja sebesar Rp 80.000 dan
premi asuransi kematian Rp 60.000. Setiap bulan Bapak Qory membayar iuran THT
sebesar Rp 70.000 dan iuran pensiun Rp 65.000. Berapakah besarnya PPh Pasal 21
yang terutang atas penghasilan Bapak Qory setiap bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:

Penghasilan Gaji Sebulan Rp 15.350.000


Tunjangan Makan Rp 350.000
Tunjangan Transport Rp 450.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 80.000
Premi Asuransi Kematian Rp 60.000 +

Penghasilan Bruto Sebulan Rp 16.290.000

Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 16.290.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 500.000
Iuran THT Rp 70.000
Iuran Pensiun Rp 65.000 +

Jumlah Pengurang Rp 635.000 –

Penghasilan Neto Sebulan Rp 15.655.000


Pengasilan Neto Setahun (5 × Rp15.655.000) Rp 78.275.000

PTKP (K/2)
• Wajib Pajak = Rp 54.000.000
• Status Kawin = Rp 4.500.000
• Tanggungan = Rp 9.000.000+
Rp 67.500.000 –

20
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Penghasilan KenaPajak Rp 10.775.000


PPh Pasal 21 setahun : 5% × Rp 10.775.000 = Rp 538.750
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 538.750 ÷ 5 = Rp 107.750

Contoh Kasus 3:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap yang Menerima Gaji Bulanan
bagi Orang Asing yang Menjadi WPDN yang Mulai/Berhenti pada Pertengahan
Tahun
Mr. John Williamson (K/3) adalah warga Negara Australia yang mulai bekerja di
Indonesia tanggal 1 Juli 2019 pada PT. Semen Padang Indonesia. Ia mendapatkan
penghasilan setiap bulannya berupa gaji Rp 17.000.000, tunjangan jabatan Rp 700.000
dan tunjangan keluarga Rp 800.000. Premi asuransi kecelakaan kerja dan premi
asuransi kematian ditanggung oleh pemberi kerja masing-masing Rp 90.000 dan Rp.
80.00. Setiap bulan Mr. John Williamson membayar iuran THT sebesar Rp 60.000 dan
iuran pensiun Rp 70.000. Berapakah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas
penghasilan Mr. John Williamson ditahun 2019?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang :


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 17.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 700.000
Tunjangan Keluarga Rp 800.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 90.000
Asuransi Kematian Rp 80.000 +

Penghasilan Bruto Sebulan Rp 18.670.000

Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp18.670.000 )

Biaya Jabatan (maks diperkenankan) Rp 500.000


Iuran THT Rp 60.000
Iuran Pensiun Rp 70.000 +

Jumlah Pengurang Rp 630.000 –

Penghasilan Neto Sebulan Rp 18.040.000

21
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Pengasilan Neto Setahun (12 × Rp 18.040.000) Rp 216.480.000

PTKP (K/3)
• Wajib Pajak = Rp 54.000.000
• Status Kawin = Rp 4.500.000
• Tanggungan 3 = Rp 13.500.000+
Rp 72.000.000 –

Penghasilan Kena Pajak Rp 144.480.000


PPh Pasal 21 setahun : 5% × Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% × Rp 94.480.000 = Rp 14.172.000 +

Rp 16.672.000

PPh Pasal 21 sebulan : Rp 16.672.000 ÷ 12 = Rp 1.389.333,33


Catatan:
Ada beberapa perusahaan yang menanggung PPh Pasal 21 dari penghasilan
karyawannya dan ada yang memberikan tunjangan pajak. Perbedaannya adalah:

• Bila perusahaan memberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak tersebut


merupakan penghasilan karyawan yang bersangkutan dan harus ditambahkan
ke dalam penghasilan brutonya sebelum dilakukan perhitungan PPh 21 atas
penghasilan karyawan tersebut.
• Bila perusahaan menanggung PPh Pasal 21 dari karyawannya maka PPh Pasal
21 yang ditanggung perusahaan tersebut bukan merupakan penghasilan bagi
karyawan yang bersangkutan sehingga tidak ditambahkan ke dalam penghasilan
bruto karyawan tersebut dengan syarat bahwa PPh Pasal 21 karyawan yang
ditanggung perusahaan itu juga tidak boleh dianggap sebagai biaya bagi
perusahaan.

22
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus 4:

Perhitungan PPh Pasal 21 atas Karyawan yang Memperoleh Gaji Bulanan dan
Tunjangan Pajak
Calvin (K/2) adalah seorang pegawai PT. Indo Infrastruktur, sudah menikah dan
memiliki 2 orang anak kandung yang belum bekerja. Ia memperoleh gaji sebesar Rp
8.000.000 dan tunjangan pajak Rp 40.000 per bulan. Calvin membayar iuran pensiun
setiap bulannya sebesar Rp 30.000. Berapakah PPh Pasal 21 yang ditanggung Calvin
setiap bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 8.000.000
Tunjangan Pajak Rp 40.000 +

Penghasilan Bruto Sebulan Rp 8.040.000

Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 8.040.000 )
(maksimal diperkenankan) Rp 402.000
Iuran Pensiun Rp 30.000+

Jumlah Pengurang Rp 432.000 –

Penghasilan Neto Sebulan Rp 7.608.000


Pengasilan Neto Setahun (12 × Rp 7.608.000) Rp 91.296.000
PTKP (K/2)

• Wajib Pajak = Rp 54.000.000


• Status Kawin = Rp 4.500.000

• Tanggungan = Rp 9.000.000 +

Rp 67.500.000 –

Penghasilan Kena Pajak Rp 23.796.000


PPh Pasal 21 setahun : 5% × Rp 23.796.000 = Rp 1.189.800

PPh Pasal 21 sebulan : Rp 1.189.800 ÷ 12 = Rp 99.150

Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak sebesar Rp 99.150 – Rp 40.000 =


Rp 59.150 ditanggung oleh pegawai tersebut dengan dipotongkan dari
penghasilannya perbulan.
23
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus 5:
Perhitungan PPh Pasal 21 atas Karyawan yang PPh Pasal 21-nya Ditanggung
Pemberi Kerja

Tn. Bambang (K/3) bekerja pada PT. Keong Mas dengan penghasilan perbulan berupa
gaji sebesar Rp 11.500.000 dan tunjangan makan Rp 600.000 dan pajak ditanggung
oleh pemberi kerja. Setiap bulannya ia membayar iuran THT dan iuran pensiun masing-
masing sebesar Rp 80.000 dan Rp 90.000. Berapakah PPh Pasal 21 yang terhutang Tn.
Bambang setiap bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 11.500.000
Tunjangan Makan Rp 600.000 +

Penghasilan Bruto Sebulan Rp 12.100.000


Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 12.100.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 500.000
Iuran THT Rp 80.000

Iuran Pensiun Rp 90.000 +

Jumlah Pengurang Rp 670.000 –

Penghasilan Neto Sebulan Rp 11.430.000


Pengasilan Neto Setahun (12 × Rp 11.430.000) Rp 137.160.000
PTKP (K/3)
• Wajib Pajak = Rp 54.000.000
• Status Kawin = Rp 4.500.000
• Tanggungan 3 = Rp 13.500.000

Rp 72.000.000 –

Penghasilan Kena Pajak Rp 65.160.000

PPh Pasal 21 setahun : 5% × Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000

24
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

15% x Rp 15.160.000 = Rp 2.274.000 +

Rp 4.774.000

PPh Pasal 21 sebulan : Rp 4.774.000 ÷ 12 = Rp 397.833

PPh Pasal 21 sebesar Rp 397.833 ini bukan merupakan penghasilan bagi pegawai (Tn.
Bambang) sehingga tidak boleh mengurangi penghasilan dari pemberi kerja.

B. Pegawai/Karyawan Tetap Yang Memperoleh Gaji/ Upah Bulanan


Perhitungan Pajak penghasilan atas bonus, gratifikasi, THR, dan pemberian lain yang
bersifat tidak tetap dan biasanya diberikan sekali dalam setahun dapat dilihat pada
contoh berikut:

Contoh Kasus 1:

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai yang Memperoleh Gaji dan Bonus
Bapak Rivaldo (K/2) adalah seorang pegawai tetap PT. Indo Music Dangdut. Ia
memperoleh gaji setiap bulannya Rp 4.000.000, serta mendapatkan tunjangan jabatan
sebesar Rp 400.000 dan tunjangan keluarga sebesar Rp 300.000. Pemberi kerja
membayarkan premi asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian masing-
masing sebesar Rp 40.000 dan Rp 30.000. Bapak Rivaldo setiap bulannya harus
membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000 dan iuran THT sebesar Rp 80.000. Pada
bulan Juli Bapak Rivaldo mendapatkan bonus sebesar Rp 3.000.000. Berapakah
besarnya pajak terutang atas gaji dan bonus yang diterima Bapak Rivaldo ?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 4.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 400.000
Tunjangan Keluarga Rp 300.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 40.000
Premi Asuransi Kematian Rp 30.000+

Penghasilan Bruto Sebulan Rp 4.770.000


Penghasilan Bruto Setahun Rp 57.240.000
Bonus Rp 3.000.000 +
Penghasilan Bruto Gaji dan Bonus Rp 60.240.000

25
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 60.240.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 3.012.000
Iuran Pensiun (Rp 50 .000 × 12) Rp 600.000
Iuran THT (Rp 80.000 × 12) Rp 960.000 +

Jumlah Pengurang Rp 4.572.000 –


Penghasilan Neto Setahun Rp 55.668.000
PTKP (K/2)
Wajib Pajak = Rp 54.000.000
Status Kawin = Rp 4.500.000
Tanggungan = Rp 9.000.000 +
Rp 67.500.000 –
Penghasilan Kena Pajak (Rp 11.832.000)

Dalam hal ini Bapak Rivaldo tidak membayar PPh Pasal 21, baik PPh Pasal 21
atas bonus, gaji, maupun gaji dan bonus, karena PTKP lebih besar dari
penghasilan neto setahun.

Contoh Kasus 2:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai yang memperoleh Gaji dan Bonus
Syamsul (TK/0) adalah seorang pegawai tetap PT. Cerita Jaya. Ia memperoleh gaji
setiap bulannya Rp 10.000.000, serta mendapatkan tunjangan jabatan sebesar Rp
600.000 dan tunjangan keluarga sebesar Rp 300.000. Pemberi kerja membayarkan
premi asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian masing-masing
sebesar Rp 90.000 dan Rp 100.000. Syamsul setiap bulannya harus membayar
iuran pensiun sebesar Rp 70.000 dan iuran THT sebesar Rp 30.000. Pada bulan
November, Syamsul mendapatkan bonus sebesar Rp 9.000.000. Berapakah
besarnya pajak terutang atas gaji dan bonus yang diterima Syamsul?

26
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

a. Perhitungan PPh Pasal 21 Gaji dan Bonus:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 10.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 600.000
Tunjangan Keluarga Rp 300.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 90.000
Premi Asuransi Kematian Rp 100.000 +

Penghasilan Bruto Sebulan Rp 11.090.000


Penghasilan Bruto Setahun Rp 133.080.000
Bonus Rp 9.000.000+

Penghasilan Bruto Gaji dan Bonus Rp 142.080.000

Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 142.080.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 6.000.000
Iuran Pensiun (Rp 70.000 × 12) Rp 840.000

Iuran THT (Rp 30.000 × 12) Rp 360.000+

Jumlah Pengurang Rp 7.200.000 –

Penghasilan Neto Setahun Rp 134.880.000


PTKP (TK/0)
• Wajib Pajak = Rp 54.000.000 +
Rp 54.000.000 –

Penghasilan Kena Pajak Rp 80.880.000


PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 30.880.000 = Rp 4.632.000 +
Rp 7.132.000

27
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

b. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 10.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 600.000
Tunjangan Keluarga Rp 300.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 90.000
Premi Asuransi Kematian Rp 100.000+

Penghasilan Bruto Sebulan Rp 11.090.000


Penghasilan Bruto Setahun Rp 133.080.000
Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 133.080.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 6.000.000
Iuran Pensiun (Rp 70.000×12) Rp 840.000
Iuran THT (Rp 30.000×12) Rp 360.000+

Jumlah Pengurang Rp 7.200.000 –

Penghasilan Neto Setahun Rp. 125.880.000

PTKP (TK/0)
• Wajib Pajak = Rp 54.000.000 +

Rp 54.000.000 –
Penghasilan Kena Pajak Rp 71.880.000

PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji : 5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000


15% x Rp 21.880.000 = Rp 3.282.000+

Rp. 5.782.000
c. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Bonus:
PPh pasal 21 atas Gaji dan Bonus = Rp 7.132.000

PPh pasal 21 atas Gaji = Rp 3.282.000–


PPh pasal 21 atas Bonus = Rp 3.850.000

28
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

C. Pegawai/Karyawan yang Menerima Gaji / Upah Bulanan dan Pensiun


• Uang pensiun adalah hak seseorang untuk memperoleh penghasilan setelah
bekerja sekian tahun dan sudah memasuki usia pensiun atau ada sebab lain
sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan. Penghasilan ini biasanya berupa
uang yang dapat diambil setiap bulannya atau diambil sekaligus pada saat
seseorang memasuki masa pensiun, hal ini tergantung dari kebijakan yang
terdapat dalam suatu perusahaan.
• Uang tebusan pensiun yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan PPh
Pasal 21 yang bersifat final. Penghasilan berupa uang tebusan pensiun dianggap
dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.
• Wajib pajak yang menerima penghasilan dari pensiun tetap dikenakan pajak
penghasilan atas uang pensiun yang diterimanya.
• Untuk menentukan PKP, penghasilan bruto hanya dikurangi dengan biaya
pensiun sebesar 5% dari penghasilan bruto dan setinggi-tingginya Rp 200.000
atau Rp 2.400.000 setahun serta dikurangi dengan PTKP.

Contoh Kasus :
Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Gaji dan Pensiun dari Badan
Dana Pensiun
Bapak Choi (K/0) adalah karyawan pada perusahaan PT. Drakor. Beliau menerima gaji
Rp 8.000.000/bulan. Beliau mendapat Premi Asuransi Kecelakaan dan Tunjangan
keluarga masing-masing Rp 60.000 dan Rp 50.000. Bapak Choi membayar sendiri
iuran BPJS dan iuran pensiun masing-masing Rp 66.000 dan Rp 40.000. Pada tanggal 1
Oktober 2019, beliau pensiun dan menerima iuran pensiun setiap bulannya Rp
8.000.000.

Berapakah:

a. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji selama tahun 2019!


b. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Pensiun untuk tahun 2019!
c. PPh Pasal 21 yang terutang atas Pensiun selama tahun 2019!
d. PPh Pasal 21 yang terutang atas Pensiun untuk tahun berikutnya!

29
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Jawaban :
a. Perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji 9 bulan (tahun 2019)
Penghasilan gaji sebulan Rp 8.000.000
Premi Asuransi Kecelakaan Rp 60.000
Tunjangan keluarga Rp 50.000 +

Total Penghasilan Bruto Gaji Rp 8.110.000

Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 8.110.000) Rp 405.500
Iuran BPJS Rp 66.000
Iuran Pensiun Rp 40.000 +

Rp 511.500 –

Penghasilan Neto Gaji Sebulan Rp 7.598.500


Penghasilan Neto Gaji 9 Bulan
(Rp 7.594.500 x 9 bulan) Rp 68.386.500

PTKP (K/0)
• Wajib Pajak = Rp 54.000.000
• Status Kawin = Rp 4.500.000

• Tanggungan = Rp 0+

Rp 58.500.000 -

Penghasilan Kena Pajak Rp 9.886.500


PPh Pasal 21 atas Gaji 9 bulan:
5% x Rp 9.886.500 = Rp 494.325

30
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

b. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji 9 Bulan dan Pensiun 3 Bulan


Penghasilan Pensiun Sebulan Rp 8.000.000
Pengurang:
Biaya Pensiun (5% x Rp 8.000.000) Rp 400.000 –

Penghasilan neto pensiun sebulan Rp 7.600.000

Penghasilan neto pensiun 3 bulan


(Rp 7.600.000 x 3 bulan) Rp 22.800.000
Pengahasilan neto gaji 9 bulan Rp 68.386.500 +

Pengahasilan neto gaji & pensiun Rp 91.186.500

PTKP (K/0) Rp 58.500.000

Penghasilan Kena Pajak Rp 32.686.500


PPh Pasal 21 atas Gaji & Pensiun : 5% x Rp 32.515.500 = Rp 1.634.325

c. Perhitungan PPh Pasal 21 atas pensiun


PPh Pasal 21 atas Gaji dan Pensiun = Rp 1.634.325
PPh Pasal 21 atas Gaji = Rp 494.325 –

PPh Pasal 21 atas Pensiun = Rp 1.140.000

d. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Pensiun Bulanan mulai


Januari

Penghasilan Pensiun Sebulan Rp 8.000.000

Pengurang:
Biaya Pensiun (5% x Rp 8.000.000) Rp 400.000 –

Penghasilan neto pensiun sebulan Rp 7.600.000


Pengahasilan neto pensiun setahun
(Rp 7.600.000 x 12) Rp 91.200.000

PTKP (K/0) Rp 58.500.000 –

Penghasilan Kena Pajak Rp 32.700.000

PPh Pasal 21 terutang selama setahun: 5% x Rp 32.700.000 = Rp 1.635.000


PPh Pasal 21 terutang selama sebulan: Rp 1.635.000 : 12 = Rp 136.250

31
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

I. PPH PASAL 21 ATAS PENGHASILAN TENAGA AHLI


Pemotongan pajak penghasilan atas penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan
tenaga ahli atau persekutuan tenaga ahli. Tenaga Ahli tersebut antara lain :
• Pengacara •Akuntan • Konsultan • Penilai
• Aktuaris •Notaris • Dokter • Arsitek
• Tenaga Ahli lain pemberi jasa profesi

Besarnya PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli Sebagai
imbalan atas jasa yang dilakukan di Indonesia, dihitung dengan cara menerapkan tarif
Pasal 17 atas jumlah kumulatif* sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah
penghasilan bruto yang dibayarkan atau terutang dalam 1 (satu) tahun kalender.

{(50% x Penghasilan Bruto) x Tarif Pasal 17}

Secara ringkas rumus yang digunakan:


*) jumlah kumulatif : dalam lapisan tarif terendah telah digunakan penuh, maka
pemotongan akan menggunakan lapisan tarif berikutnya. Sebagai imbalan atas jasa
yang dilakukan di Indonesia, diterapkan tarif pasal 17 dari perkiraan penghasilan neto
dari masing – masing tenaga ahli dengan menggunakan norma perhitungan sebesar 50%
untuk semua jenis pekerjaan tenaga ahli.

Contoh Kasus :

1. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh bukan
pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat TIDAK berkesinambungan
David melakukan jasa perbaikan komputer kepada PT. Sukses Jaya dengan fee
sebesar Rp 4.500.000. Berikut adalah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang:
(50% x Penghasilan Bruto) x tarif pasal 17)
(50% x Rp 4.500.000) x 5 % = Rp. 112.500

*Jika David tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang
menjadi sebesar:
120% x 5% x (50% x Rp 4.500.000) = Rp 135.000

32
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

2. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh


bukan pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat
berkesinambungan
Satria merupakan seorang Dokter, setiap bulannya ia menerima penghasilan dari
jasanya sebagai Dokter. Berikut adalah penghasilan yang diterima oleh Satria
selama bulan Januari-Juli 2019 :
Bulan Pembayaran Atas Jasa Dokter (Rp)
Januari 40.000.000,00
Februari 35.000.000,00
Maret 65.000.000,00
April 50.000.000,00
Mei 62.000.000,00
Juni 45.000.000,00
Juli 52.000.000,00
Jumlah 349.000.000,00

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Juli 2019:
Dasar
Dasar Tarif
Pemotongan PPh
Penghasilan Pemotongan Pasal 17
Bulan PPh Pasal 21 Terutang
Bruto (Rp) PPh Pasal 21 (ayat 1)
Kumulatif (Rp)
(Rp) UU PPh
(Rp)
(1) (2) (3) = 50% X (2) (4) (5) (6)=(3) X (5)
Januari 40.000.000 20.000.000 20.000.000 5% 1.000.000.00
Februari 35.000.000 17.500.000 37.500.000 5% 875.000
25.000.000 12.500.000 50.000.000 5% 625.000
Maret ---------------- --------------- ------- ---------------
40.000.000 20.000.000 70.000.000 15% 3.000.000
April 50.000.000 25.000.000 95.000.000 15% 3.750.000
Mei 62.000.000 31.000.000 126.000.000 15% 4.650.000
Juni 45.000.000 22.500.000 148.500.000 15% 3.000.000
Juli 52.000.000 26.000.000 174.500.000 15% 3.375.000
Jumlah 349.000.000 174.500.000 20.275.000

33
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

J. PERHITUNGAN PPH PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG


TEBUSAN PENSIUN DAN UANG PESANGON
• Peraturan mengenai uang tebusan pensiun dan uang pesangon ini diatur pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2009 dan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010.
• Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja
termasuk Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan
nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja
termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
• Pegawai / karyawan yang berhenti pada saatnya atau yang disebut dengan
pensiun atau berhenti dengan hormat yang diberikan uang tebusan pensiun /
pesangon yang dibayarkan sekaligus sebagai pengganti gaji atau upah yang diterima
dimasa – masa berikutnya.
• Perhitungan atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun yang
dibayarkan oleh dana pensiun yang disahkan oleh Kementrian Keuangan dan
Tunjangan Hari Tua dipotong pajak penghasilan yang bersifat FINAL dengan
ketentuan sebagai berikut :
Tarif Uang Pesangon

Penghasilan Bruto Tarif Batasan


Sampai dengan Rp 50.000.000 0% < Rp 50.000.000
Di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000 5% Rp 50.000.000
Di atas Rp 100.000.000 s/d Rp 500.000.000 15% Rp 400.000.000
Diatas Rp 500.000.000 25% > Rp 400.000.000
Tarif Uang Tebusan Pensiun

Penghasilan Bruto Tarif


Sampai dengan Rp 50.000.000 0%
Diatas Rp 50.000.000 5%

34
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus :

Perhitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Pesangon / Tebusan Pensiun


1. Ny Shanon merupakan Karyawan suatu perusahaan yaitu PT. Mulai Berkarya setelah
bekerja selama 30 tahun. Ia berhenti bekerja pada bulan Agustus dan mendapatkan
uang pesangon Rp 180.000.000. Hitunglah berapa besar pajak yang dipotong atas
pesangon tersebut

PPh Pasal 21 Terutang:


0% × Rp 50.000.000 = Rp 0
5% × Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% × Rp 80.000.000 = Rp12.000.000+
Rp14.500.000
2. Tn. Putra bekerja pada sebuah Perusahaan Minyak di Provinsi Kalimantan sebagai
HRD. Ia sudah bekerja selama 40 tahun. Pada September 2019 Tn. Putra pensiun dari
pekerjaannya dan mendapatkan uang tebusan pensiun sebesar Rp 900.000.000.
Hitunglah berapa besarnya pajak yang dipotong atas uang manfaat pensiun tersebut.
Jawaban :
PPh Pasal 21 terutang :
0% × Rp 50.000.000 = Rp 0
5% × Rp 850.000.000 = Rp 42.500.000 +

Rp 42.500.000

Catatan :

Apabila uang pesangon dibayarkan dalam 2 tahap, yang dibayarkan pertama adalah
uang muka dan kedua dibayarkan setelah karyawan sudah benar-benar tidak bekerja
lagi. Oleh karena itu perhitungan PPh 21 atas uang pesangon adalah dengan cara
mengenakan Tarif final sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan
diatas. Setelah dikurangi jumlah yang dikecualikan dari pemotongan pajak sebesar Rp
50.000.000. Sedangkan atas pembayaran tahap dua atau sisanya dikenakan PPh Final
langsung tanpa mengulangi pengurangan yang dikecualikan yaitu sebesar Rp
50.000.000 dengan Tarif yang merupakan kelanjutan dari perhitungan PPh Final tahap
pertama sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.

35
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM


1. Burhan adalah seorang pegawai tetap pada PT. Bersama Maju, berstatus menikah
dan memiliki 4 orang anak diantaranya 2 orang anak sudah bekerja dan 2 anak
masih sekolah. Setiap bulannya ia memperoleh gaji Rp 7.500.000, tunjangan makan
dan tunjangan transport sebesar Rp 300.000 dan Rp 400.000. Setiap bulannya
Angin harus membayar iuran pensiun dan iuran THT masing-masing sebesar 2,5%
dari gaji pokoknya. Hitunglah PPh pasal 21 yang terhutang atas penghasilan yang
diterima Angin!

2. Ny. Wanti (TK/0) mulai bekerja pada PT. Kita Oke pada bulan Mei 2019, setiap
bulannya membayar gaji untuk Ny. Wanti sebesar Rp 8.000.000, tunjangan
transport dan tunjangan makan masing-masing Rp 500.000 dan Rp 300.000. Premi
asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja
masing-masing Rp 70.000 dan Rp 45.000. Setiap bulan Ny. Marantika membayar
iuran THT Rp 130.000 dan iuran pensiun Rp 85.000. Berapakah besarnya PPh pasal
21 yang terutang atas penghasilan Ny. Wanti?

3. Mr. Leonardo seorang warga negara Amerika, ia baru mulai bekerja di PT. Maju
Bersama sejak 1 November 2019. Ia menerima gaji sebulan Rp 13.000.000,
tunjangan transport Rp 400.000 dan tunjangan makan Rp 350.000. Perusahaan
menanggung premi asuransi kematian dan premi asuransi kecelakaan kerja sebesar
Rp 85.000 dan Rp 60.000. Mr. Gustomi membayar iuran THT sebesar Rp 50.000
dan iuran pensiun Rp 60.000 setiap bulannya. Mr. Gustomi berstatus menikah dan
memiliki 3 orang anak yang berumur 14 tahun, 12 tahun dan 7 tahun. Hitung
besarnya PPh 21 yang harus dibayar oleh Mr. Leonardo untuk tahun 2019 ?

4. Bapak Rendy (K/2) bekerja pada PT. Cita Bersama, ia mendapatkan gaji sebulan Rp
6.500.000. Perusahaan juga memberikan tunjangan makan dan tunjangan transport
masing-masing sebesar Rp 300.000 dan Rp 500.000. Bapak Rendy juga menerima
asuransi kecelakaan kerja sebesar Rp 70.000 dan premi asuransi kematian sebesar
Rp 65.000. Setiap bulannya Bapak Rendy harus membayar iuran JHT sebesar Rp

36
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

55.00 dan iuran pensiun Rp 60.000. Pada tanggal 1 Oktober 2019, Bapak Frans
mendapatkan bonus dari perusahaan sebesar Rp 6.500.000. Hitunglah :
a. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus tahun 2019
b. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji tahun 2019
c. PPh Pasal 21 yang terutang atas Bonus tahun 2019

5. Ibu Dian adalah seorang pegawai PT. Cerita Jaya yang mempunyai 4 orang anak,
dan suaminya bekerja pada PT. Idaman Kita. Ibu Dian mendapatkan gaji perbulan
Rp 8.000.000 dan mendapatkan tunjangan jabatan sebesar Rp 550.000, serta
tunjangan keluarga Rp 600.000. Perusahaan membayarkan premi asuransi
kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian sebesar Rp 70.000 dan Rp 65.000.
Setiap bulannya Ibu Dian membayar iuran JHT sebesar Rp 120.000 dan iuran
pensiun Rp 90.000. Pada bulan Agustus 2019, ibu Dian mendapatkan bonus dari
kantornya sebesar Rp 2.250.000. Hitunglah :
a. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus tahun 2019
b. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji tahun 2019
c. PPh Pasal 21 yang terutang atas Bonus tahun 2019

6. Ny. Raisa merupakan karyawan suatu perusahaan yaitu PT. Musik Bersama, setelah
bekerja selama 12 tahun. Ia berhenti bekerja pada bulan Februari dan mendapatkan
uang pesangon Rp 250.000.000. Berapakah besar pajak yang dipotong atas
pesangon tersebut?

7. Tn. Hamish bekerja pada sebuah Perusahaan Skateboard di kota Bali sebagai
Marketing. Ia sudah bekerja selama 25 tahun. Pada bulan November 2018, ia
pensiun dari pekerjaannya dan mendapatkan uang tebusan pensiun sebesar Rp
400.000.000. Berapakah besarnya pajak yang dipotong atas uang tebusan pensiun
tersebut

37
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23


Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa,
atau hadiah dan penghargaan, deviden, bunga, royalti, sewa, serta penggunaan harta
selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 dan PPh Final (4 ayat 2). Pengenaan atas
penghasilan penghasilan tersebut memiliki sandaran hukum yakni pasal 23 Undang-
undang PPh, sehingga disebut PPh Pasal 23.

B. SUBJEK PAJAK
Yang menjadi Subjek Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam
negeri, baik WP Orang Pribadi maupun WP Badan, termasuk Bentuk Usaha Tetap
(BUT) yang menerima penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau
penyelengaraan kegiatan.

C. PEMOTONG PAJAK
Pemotong PPh Pasal 23 adalah seluruh pihak yang memberikan atau
membayarkan penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 23. Pemotong PPh Pasal 23
meliputi:
• Badan pemerintah;
• Subjek Pajak badan dalam negeri;
• Penyelenggaraan kegiatan;
• Bentuk usaha tetap (BUT)
• Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
• Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak.

D. OBJEK PAJAK
• Deviden dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
• Bunga: Premium, Diskonto, Imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
hutang.
• Sewa atas penggunaan harta
• Royalti
• Hadiah / penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21

38
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

• Imbalan jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa lainnya selain yang telah
dipotong PPh Pasal 21.

E. YANG TIDAK DIPOTONG PAJAK


• Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
• Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi (Capital Lease)
• Deviden yang diterima oleh : Perseroan terbatas WPDN & BUMN/BUMD
• Bunga obligasi yang diterima/diperoleh perusahaan reksa dana selama lima
tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
• Bagian yang diterima / diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma,
kongsi.
• Simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

F. TARIF PAJAK (Bersifat Tidak FINAL)


Tarif 15% x jumlah bruto atas:

1. Deviden badan, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang


polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Tidak termasuk Sisa Hasil Usaha
(SHU) yang dibayarkan kepada anggota koperasi dan laba yang diterima anggota
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, firma, dan kongsi.
*(Deviden orang pribadi tarif 10% final)
2. Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian
hutang.
3. Royalti.
4. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh 21.

Tarif sebesar 2% X jumlah bruto dan tidak termasuk PPN


NO. Jenis Penghasilan
1 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus
kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau
perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis.

39
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

2 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta selain


kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak atau
perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan lain
sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah dikenakan
Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Tarif 2% atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultasi dan jasa lain
No. Jenis Jasa (Peraturan Menkeu Nomor 141/PMK.03/2015)
1. Penilai (appraisal);
2. Aktuaris;
3. Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4. Hukum;
5. Arsitektur;
6. Perencanaan kota dan arsitektur landscape;
7. Perancang (design);
Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali
8.
yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);

Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi
9.
(migas);

Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan
10.
minyak dan gas bumi (migas);
11. Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
12. Penebangan hutan;
13. Pengolahan limbah;
14. Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);
15. Perantara dan/atau keagenan;
16. Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek,
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia
(KPEI)
17. Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
18. Pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
19. Mixing film;
Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner,pamphlet,
20.
baliho dan folder;

40
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk
21.
perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
22. Pembuatan dan/atau pengelolaan website;
23. Internet termasuk sambungannya;
24. Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;
Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV
25. Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC


dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di
26.
bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi;
27. Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.
28. Maklon;
29. Penyelidikan dan keamanan;
30. Penyelenggara kegiatan atau event organizer;
Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media
31.
lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;
32. Pembasmian hama;
33. Kebersihan atau cleaning service;
34. Sedot septic tank;
35. Pemeliharaan kolam;
36. Katering atau tata boga;
37. Freight forwarding;
38. Logistik;
39. Pengurusan dokumen;
40. Pengepakan;
41. Loading dan unloading;
Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi
42.
pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
43. Pengelolaan parkir;
44. Penyondiran tanah;
45. Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;
46. Pembibitan dan/atau penanaman bibit;
47. Pemeliharaan tanaman;
48. Permanenan;
49. Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;

41
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

50. Dekorasi;
51. Pencetakan/penerbitan;
52. Penerjemahan;
53. Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang
Pajak Penghasilan;
54. Pelayanan pelabuhan;
55. Pengangkutan melalui jalur pipa;
56. Pengelolaan penitipan anak;
57. Pelatihan dan/atau kursus;
58. Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
59. Sertifikasi;
60. Survey;
61. Tester;
Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN
62. (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah).

Catatan :
Penerima imbalan tidak memiliki NPWP besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi
100% (seratus persen) dari pada tarif 15% atau 2% sehingga menjadi 30% atau 4%.

G. SAAT TERUTANG, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK


PENGHASILAN PASAL 23
1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan
untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa
yang terjadi terlebih dahulu.
2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan
takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20
hari setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan
dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau
pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

42
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh soal pph pasal 23:


1. Pada tanggal 7 Agustus 2019, Tn. Donald selalu pendiri PT. Syahbana Corp.
Membagikan deviden kepada 7 pemegang sahamnya masing-masing sebesar Rp
50.000.000. Atas pembagian deviden, perusahaan wajib membayar pajak Pph pasal
23.
Jawab: (Rp 50.000.000 x 7) x 15% = Rp 52.500.000
2. Pada tanggal 19 Febuari 2019 bapak Anton mendapatkan imbalan atas jasa aktuaris
sebesar Rp 3.500.000, berapakah pajak terutang pasal 23?
Jawab: Rp 3.500.000 x 2% = Rp 70.000

43
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. PT Syahbana Corp, mempunyai data transakisi sebagai berikut :


a. Membagikan deviden kepada 5 pemegang sahamnya, masing-masing sebesar
Rp 4.000.000
b. Dibayar jasa instalasi komputer sebesar Rp 3.425.000
c. Dibayar sewa kendaraan untuk bulan Agustus 2019 sebesar Rp 13.750.000
d. Dibayar jasa pengelolaan limbah sebesar Rp 9.837.000 (belum termasuk
PPN)

2. Tn. Gump Atthapat pada tanggal 17 Agustus 2019 menerima imbalan atas jasa
Arsitektur sebesar Rp 25.000.000 tetapi belum memiliki NPWP, dan pada tanggal 20
September 2019 menerima imbalan kembali sebesar Rp 24.500.000 dan sudah
memiliki NPWP. Berapakah Pph terutang Tn. Gump Atthapat untuk tanggal 17
Agustus dan 20 September 2019?

44
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26


Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
(WP) luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk Usaha
Tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan
subjek pajak badan.
Negara domisili dari Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) selain yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia, adalah Negara tempat tinggal atau tempat kedudukan WPLN yang
sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

B. SUBJEK PAJAK
Hal yang menentukan seorang individu atau perusahaan dikategorikan sebagai
wajib pajak luar negeri adalah
1. Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang
tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
2. seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang
tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia.

C. PEMOTONG PAJAK
Pemotong PPh Pasal 26 adalah seluruh pihak yang memberikan atau membayarkan
penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 26. Pemotong PPh Pasal 26 meliputi:
1. Badan Pemerintah
2. Subjek pajak dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. BUT
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia

45
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

D. OBJEK PAJAK
1. Deviden
2. Bunga termasuk premium, diskonto, premi SWAP, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang.
3. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
5. Hadiah dan Penghargaan
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali pengalihan harta berupa
tanah dan/bangunan.
8. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
9. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
10. Keuntungan karena pembebasan utang.

E. TARIF (Bersifat FINAL)


a. PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Penghasilan Bruto :
1. Deviden
2. Bunga termasuk premium, diskonto, premi SWAP, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian hutang
3. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
5. Hadiah dan Penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7. Keuntungan karena pembebasan hutang
b. PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto :
1. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
2. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang kepada perusahaan asuransi di luar negri.
Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negeri (Keputusan Mentri Keuangan No. 624/KMK 04/1994), yaitu :
• 20% x 50% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi diluar
negeri
• 20% x 10% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negri oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia.

46
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

c. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau perusahaan antara
conduit company atau spesial purpose pengalihan saham company yang didirikan
atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia.
d. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT
diIndonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia maka
PPh Pasal 26 sebesar 20% tersebut tidak dikenakan.
e. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di indonesia, kecuali yang
diatur dalam pasal 4 ayat (2) UU PPh (PPh Final), yang besarnya melebihi
Rp10.000.000,00 untuk setiap jenis transaksi, yang diterima atau diperoleh WP
luar Negeri selain BUT, dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan
penghasilan neto yang besarnya 25% dari harga jual. Selain penghasilan dari
penjualan atau pengalihan harta yang besarannya tidak melebihi Rp10.000.000,00
untuk setiap jenis transaksi, dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26.
f. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara
Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.

F. PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)


Perjanjian Pajak antara dua negara (bilateral) yang mengatur mengenai
pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh
penduduk dari salah satu atau kedua negara pihak pada persetujuan (Both Contracting
State), dimana pembagian hak pemajakan tersebut diatur dengan tujuan untuk
mencegah seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda.

Catatan:
Dalam hal telah dilakukan perjanjian penghindaran pajak berganda antarapemerintah RI
dan negara lain (Treaty Partner), penghitungan besarnya PPh 26 didasarkan pada tax
treaty tersebut (dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 26 atau dikenakan PPh Pasal 26
dengan tarif yang lebih rendah).

47
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Perhitungan PPh Pasal 26

1. Cindy lim adalah olahragawan dari korea mengikuti perlombaan angkat besi di
Indonesia pada January 2020 , dan berhasil merebut hadiah sebesar US$
50,000. Kurs US$ 1 = Rp. 15,000. Hitunglah pph pasal 26 yang harus dipotong
dalam kegiatan yang berada di Indonesia.
Jawab :
Jadi, PPh Pasal 26 yang dipotong penyelenggara kegiatan di Indonesia adalah :
Kurs yang berlaku : US$ 50,000 × Rp 15.000 = Rp 750.000.000
PPh Pasal 26 : 20% × Rp. 750.000.000 = 150.000.000

2. PT. Indah Sejati merupakan perusahaan persewaan gedung kantor. Pada tahun
2020 mengasuransikan bangunan bertingkat kepada perusahaan asuransi di luar
negeri, premi yang harus dibayarkan oleh PT. Indah Sejati sebesar Rp
800.000.000. Berapa PPh terutang PT. Indah Sejati?
Jawab :
PPh Pasal 26 : 20% X 50% X Rp 800.000.000 = Rp 80.000.000

48
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2)

A. PENGERTIAN PENGENAAN PPh BERDASARKAN PASAL 4 AYAT (2)


Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 ditentukan bahwa atas
penghasilan berupa deposito dan tabungan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi
saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pegalihan harta berupa
tanah dan atau bangunan dan pengahasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

B. SIFAT
Menurut keputusan Direktorat Jendral Pajak pengenaan pajak penghasilan
dalam ketentuan ini dapat bersifat final.

C. SUBJEK PAJAK
Subjek pajak yang karena ketentuan dari Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh
menjadi WPDN adalah semua subjek pajak yang memperoleh penghasilan berupa
bunga deposito, dan tabungan tabungan lainnya penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau
bangunan dan penghasilan tertentu lainnya.

D. OBJEK PAJAK
a) Bunga deposito/tabungan lainnya, diskonto SBI dan jasa giro, serta bunga
simpanan anggota koperasi
b) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek
c) Bunga/diskonto Obligasi
d) Hadiah undian
e) Jasa konstruksi
f) Persewaan tanah/bangunan
g) Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan
h) Penghasilan tertentu lainnya

49
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

E. JATUH TEMPO PAJAK


• PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh pemotong pajak penghasilan harus
disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
• PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak harus disetor
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
• Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak
sendiri maupun yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut PPh, wajib
menyampaikan SPT masa PPh pasal 4 ayat (2) paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah masa pajak berakhir.

F. PEMOTONG PAJAK
a) Penyelenggara bursa dan undian
b) Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
c) Bank dan Dana Pensiun
d) Perusahaan Modal Ventura
e) Penerbit Obligasi, Bank, Dana Pensiun, Reksadana
f) Pengguna Jasa Konstruksi

G. TARIF PAJAK BERDASARKAN PASAL 4 AYAT (2)


a) Pajak penghasilan atas bunga deposito/tabungan, diskonto SBI (final):sebesar
20% x jumlah bruto
• Untuk jumlah bunga tabungan yang ≥ Rp7.500.000, bunganya dikenakan
PPh Pasal 4 ayat(2) sedangkan jumlah bunga tabungan yang < Rp7.500.000
tidak dikenakan pajak
b) Pajak penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham dibursa efek
(final):
• Bukan saham pendiri: 0,1% × Nilai transaksi
• Saham pendiri: (0,1% × Nilai transaksi) + (0,5% × Nilai saham pasar saat
penawaran umum perdana (IPO).
c) Penjualan saham milik perusahaan modal ventura: sebesar 0,1% dari jumlah
bruto.

50
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

d) Pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga atau diskonto obligasi yang
dijual dibursa efek (final):
Catatan :
• Untuk bunga/diskonto obligasi yang ditempatkan di dalam negeri
sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto.
• Untuk bunga/diskonto obligasi yang ditempatkan di luar negeri sebesar
20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto.
e) Pajak penghasilan atas hadiah undian (final):
Atas hadiah undian dikenakan PPh sebesar 25% (duapuluh lima persen) dari
jumlah bruto hadiah atau nilai pasar hadiah. Baik itu yang menerima Wajib
Pajak Orang Pribadi atau Badan.
f) Pembayaran pajak penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau
bangunan (final):
10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau
bangunan
g) Pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 sebagaimana diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan
atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi, pasal 3 bahwa Jenis-jenis
penghasilan dan tarif pemotongan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2
diantaranya adalah:
No. Jenis Penghasilan Tarif
1. Jasa Perencanaan/ Pengawasan:
a. Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha 4%
b. Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha; 6%
2. Jasa Pelaksanaan Konstruksi
a. Penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil 2%
b. Penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha 4%
c. Penyedia Jasa selain huruf a dan huruf b 3%

h) Pembayaran pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan atau bangunan (final):
Besarnya PPh adalah sebesar 2,5% (Dua Koma Lima Persen) dari jumlah bruto
nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak

51
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

atas rumah sederhana dan rumah susun sederhana yang dilakukan oleh WP yang
usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dikenakan PPh sebesar 1% (Satu Persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.

Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan PPh adalah :


1. Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dibawah PTKP yang
melakukan pengalihan hak atas tanah dan bangunan dengan jumlah
bruto pengalihannya kurang dari Rp. 60.000.000,00 dan bukan
merupakan jumlah yang dipecah pecah.
2. Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan bangunan kepada Pemerintah.
3. Orang Pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan
dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial dll.
4. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara
hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial dll.
5. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.
i) Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi (final):
• Untuk bunga simpanan anggota koperasi yang besarnya ≤ Rp240.000
dikenakan tarif 0%
• Untuk bunga simpanan anggota koperasi yang besarnya > Rp240.000
dikenakan tarif 10% dari jumlah yang dibayarkan kepada anggota
koperasi.
j) Deviden orang Pribadi tarif 10%

52
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. PT. RAOS mempunyai data-data pembukuan Tahun 2019 sebagai berikut :


a. Diterima hadiah undian sebesar Rp 200.000.000 dari PT. ASRI
b. Dibayar deviden sebesar Rp 210.000.000 kepada PT. CURUG

2. PT. LILIN bergerak di bidang gaun pengantin mempunyai data pengeluaran Tahun
2019 sebagai berikut
a. Dibayar Bunga deposito sebesar Rp 8.000.000 kepada Tn. Tentakel
b. Pada Tanggal 19 September dibayar sewa bangunan sebesar Rp 73.000.000

3. Roce menerima bunga setiap bulan sebesar Rp1.200.000. Berapa besaran pajak
yang harus dibayarkan atas bunga deposito Roce per tahunnya ?

4. PT. GULA MANIS mempunyai data-data perusahaan sebagai berikut :


a. Dibayar Jasa pengawasan dan perencanaan sebesar Rp. 230.000.000
b. Dibayar sewa bangunan sebesar RP 128.000.000 untuk satu tahun kepada
PT. GULALI
c. Dibayar Bunga deposito sebesar Rp 10.000.000 kepada Tn. Jerami
Hitunglah PPH yang terhutang!

53
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan


Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang
dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan
barang. Pajak Penghasilan Pasal 22 dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik
milik pemerintah maupun swasta sehubungan dengan kegiatan impor barang,
pembelian barang dengan menggunakan dana APBN/APBD dan non APBN/APBD,
dan penjualan barang sangat mewah.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:

1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau Lembaga pemerintah dan


Lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas
penyerahan barang;
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat
mewah.

B. PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan,
adalah:

a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas:


1. Impor barang; dan
2. Ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan
logam yang dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan
pertambangan dan Kontrak Karya;
b. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau

54
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan


pembayaran atas pembelian barang;
c. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang
yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang
dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
e. Badan usaha tertentu meliputi:
1. Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian
besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan;
2. Badan Usaha Milik Negara yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah
setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dan restrukturisasi tersebut
dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada Badan Usaha
Milik Negara lainnya; dan
3. Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik
Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik,
PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda,
PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-
Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau
Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia
Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural
Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya,
PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI
Syariah, dan PT Bank BNI Syariah, Berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan
usahanya;
f. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil
produksinya kepada distributor di dalam negeri;
g. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan
importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di
dalam negeri;

55
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

h. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
i. Badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan
berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang
belum melalui proses industri manufaktur, untuk keperluan industrinya atau
ekspornya;
j. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang
batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang
pribadi pemegang izin usaha pertambangan; atau
k. Badan usaha yang memproduksi emas batangan, termasuk badan usaha yang
memproduksi emas batangan melalui pihak ketiga, atas penjualan emas
batangan di dalam negeri.

C. OBJEK PAJAK PENGHASILAN PASAL 22


a. Impor barang dan ekspor barang komoditas tambang batubara, mineral logam,
dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir.
b. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah
dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah, dan
lembaga-lembaga negara lainnya.
c. Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme uang persediaan (UP)
yang dilakukan oleh bendahara pengeluaran.
d. Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS) oleh KPA atau pejabat penerbit surat perintah
membayar yang diberi delegasi oleh KPA.
e. Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan
kegiatan usahanya Badan Usaha Milik Negara.
f. Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha
yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja,
yang merupakan industri hulu, industri otomotif, dan industri farmasi.
g. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang
Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan
bermotor.

56
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

h. Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen
atau importir.
i. Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya
atau ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
j. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh WP badan.

D. SUBJEK PPH PASAL 22


Setiap Wajib Pajak yang melakukan impor, kecuali yang mendapat fasilitas pembebasan
(memperoleh surat keterangan bebas).

E. TARIF PPH PASAL 22


1. Atas impor :
a. Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), 2.5% dari nilai impor,
kecuali atas impor kedelai, gandum, tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai
impor.
b. Yang tidak menggunakan API, 7.5% dari nilai impor
c. Yang tidak dikuasai, 7.5% dari harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,
BUMN/BUMD sebesar 1.5% dari harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak
final).
3. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:
a. Bahan Bakar Minyak sebesar:
• 0,25% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk
penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina;
• 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk
penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum bukan
Pertamina dan Non SPBU.
b. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai;
c. Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai.
Catatan: Pungutan PPh pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain
penyalur/agen bersifat tidak final.

57
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

4. Atas penjualan hasil produksi, ditetapkan berdasarkan keputusan Direktur Jendral


Pajak, yaitu:
• Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
• Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
• Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
• Obat = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
• Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
• Rokok = 0.15% x Harga Bandrol (Final)
5. Atas penjualan kendaraan bermotor didalam negeri oleh agen Tunggal Pemegang
Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan
bermotor sebesar 0,45% dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
6. Atas pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam sebesar 1,5%
dari harga pembelian tidak termasuk PPN.
7. Atas penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan,
sebesar 0,45% dari harga jual emas batangan.
8. Atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah, yaitu:
a. Pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
b. Kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya;
c. Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih
dari Rp5 miliar atau luas bangunan lebih dari 400m2;
d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp5 miliar atau luas bangunan lebih dari 150m2;
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv),
minibus, dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp2 miliar atau
dengan kapasitas silinder lebih dari 3000cc; dan/atau
f. Kendaraan bermotor roda dua dan tiga dengan harga jual lebih dari Rp300
juta atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc.
g. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif
PPh Pasal 22.

58
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Nilai Impor
Nilai yang berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk yaitu Cost
Insurance and Freight (CIF) ditambahkan dengan bea masuk dan pungutan
lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
pabean bidang impor.

Untuk menghitung nilai impor digunakan kurs berdasarkan Keputusan Menteri


Keuangan.

NI= CIF + BEA MASUK + PUNGUTAN LAINNYA

F. Yang Dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam


pasal 3 PMK.34/2017
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak
Pertambahan Nilai:
a. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
b. Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas
di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar
dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara
pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk
keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di
Indonesia;
c. Barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial,
kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
d. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan
tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
e. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
f. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat
lainnya;
g. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;

59
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

h. Barang pindahan;
i. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan
barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan
perundangundangan kepabeanan;
j. Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang
ditujukan untuk kepentingan umum;
k. Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
l. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
m. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional
(PIN);
n. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
o. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal
tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat
keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan
Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional,
Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional
sesuai dengan kegiatan usahanya;
p. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional,
dan suku cadangnya, serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan
Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian
jasa perawatan dan reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan
Udara Niaga Nasional;
q. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh oleh badan
usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/ atau badan usaha
penyelenggara prasarana perkeretaapian umum, dan komponen atau bahan
yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha penyelenggara

60
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana


perkeretaapian um um yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku
cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana
perkeretaapian yang akan digunakan oleh badan usaha penyelenggara sarana
perkeretaapian umum dan/ atau badan usaha penyelenggara prasarana
perkeretaapian umum;
r. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kemente:ian
Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia untuk penyediaan data batas dan
foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk
mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Kementerian
Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia atau pihak yang ditunjuk oleh
Kementerian Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia;
s. Barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya
dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama; dan/atau
t. Barang untuk kegiatan usaha panas bumi.
3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk
diekspor kembali;
4. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor
kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang
telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf i, dan huruf j berkenaan dengan:
a. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d yang jumlahnya paling
banyak Rp 2.000.000 tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan bukan
merupakan pembayaran yang dipecah dart suatu transaksi yang nilai
sebenarnya lebih dart Rp 2.000.000;
b. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e yang jumlahnya paling banyak Rpl0.000.000
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan bukan merupakan pembayaran
yang dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dart
Rpl0.000.000.
c. Pembayaran untuk:

61
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

• Pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-


benda pos;
• Pemakaian air dan listrik;
d. Pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/atau produk
sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang
dihasilkan di Indonesia dari:
• Kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan
kontrak kerja sama;
• Kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi
berdasarkan kontrak kerja sama; atau
• Trading arms kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi
berdasarkan kontrak kerja sama.
e. Pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan
panas bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha
panas bumi berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya
panas bumi;
f. Pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur
untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau
eksportir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf i yang
jumlahnya paling banyak Rp 20.000.000 tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai dalam satu masa pajak;
g. pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan
atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf j yang telah dipungut Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang dan/ atau bahan-bal;lan untuk
keperluan kegiatan usaha oleh badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e.
6. Impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan
dari emas untuk tujuan ekspor.
7. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
8. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri
otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek

62
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

(APM), dan importir umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai pemungutan
Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c UU PPh.
9. Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan emas
batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf k kepada Bank
Indonesia.
10. Pembelian gabah dan/atau beras oleh bendahara pemerintah (Kuasa Pengguna
Anggaran, pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh
Kuasa Pengguna Anggaran, atau bendahara pengeluaran).
11. Pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik
(Perum BULOG).
12. Pembelian bahan pangan pokok dalam rangka menjaga ketersediaan pangan dan
stabilisasi harga pangan oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum
BULOG) atau Badan Usaha Milik Negara lain yang mendapatkan penugasan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Contoh perhitungan PPh Pasal 22 Bea Cukai


Contoh 1
PT. ABC pada bulan April 2019 melakukan impor gandum dari China dengan harga
500.00 Yuan. Biaya asuransi dan angkut barang dari China ke Indonesia masing-
masing sebesar 7% dan 15% dari harga faktur. Tarif bea masuk sebesar 10% dari CIF.
Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan saat itu adalah 1 Yuan = Rp 2.050.
Hitunglah Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus dibayar oleh PT. ABC jika memiliki
API?
Jawab :
1. Menentukan nilai Impor Kurs yang berlaku = Rp. 2050
Harga Faktur CNY 500.000 = CNY 500.000
Biaya Asuransi CNY 500.000 x 7% = CNY 35.000
Biaya Angkut CNY 500.000 x 15% = CNY 75.000 +
CIF = CNY 610.000
Bea Masuk CNY 610.000 x 10% = CNY 61.000 +
Nilai Impor = CNY 671.000
Nilai Impor (dalam rupiah) CNY 671.000 × Rp 2.050 = Rp 1.375.550.000
2. Menghitung PPh pasal 22
0,5% x Rp 1.375.550.000 = Rp 6.877.750

63
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh 2
PT. Si Cepat Group pada bulan Maret 2019 melakukan impor peralatan kantor dari
Jepang dengan harga 450.000 JPY (memiliki API). Biaya asuransi dan Biaya angkut
barang dari Jepang ke Indonesia masing-masing sebesar 7% dan 12% dari harga faktur.
Tarif bea masuk sebesar 10% dari CIF. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keungan
saat itu adalah 1 JPY = Rp 150. Hitunglah Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus
dibayar oleh PT. Si Cepat?
Jawab:
1. Menentukan nilai Impor Kurs yang berlaku = Rp 150
Harga Faktur JPY 450.000 = JPY 450.000

Biaya Asuransi JPY 450.000 x 7% = JPY 31.500

Biaya Angkut JPY 450.000 x 12% = JPY 54.000 +

CIF JPY 535.500


= JPY 53.550 +
Bea Masuk JPY 535.500 x 10%
Nilai Impor = JPY 589.050
Nilai Impor (dalam rupiah) JPY 589.050 x Rp 150 = Rp 88.375.500

2. Menghitung PPh pasal 22 (memiliki API)

2,5% × Rp 88.375.500 = Rp 2.208.937,5

PPh Pasal 22 yang Dipungut Oleh Bendaharawan


Contoh 1

Pada tanggal 24 Mei 2019 Direktorat Jendral Perbendaharaan (DJPB) melakukan


transaksi pembayaran atas pembelian alat tulis kantor dari Toko Sebelah senilai Rp
2.00.00 (termasuk PPN). Berapa PPh Pasal 22 yang dikeluarkan?

Jawab : DPP : 100/110 × Rp 2.000.000 = Rp 1.818.181,8

Atas pembayaran tersebut tidak dikenakan PPh pasal 22 karena nilainya kurang dari Rp
2.000.000.

64
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh 2
Instansi pemerintah membeli sebuah BKP dari PT. Maju Terus Rp 550.000.000 yang
pembayarannya melalui kantor pembendaharaan negara. Berapakah Pajak Penghasilan
Pasal 22 Bendaharawan yang harus di potong bila :

a. Harga barang termasuk PPN (10%) tapi bukan barang mewah.

b. Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (25%)

Perhitungan:

a. Harga barang termasuk PPN (10%) tapi bukan Barang Mewah

Harga barang termasuk PPN (10%) = Rp 500.000.000


PPN (10%) = Rp 550.000.000 × 10/110 = Rp 50.000.000 –

Harga Barang tidak termasuk PPN = Rp 500.000.000

Pajak Penghasilan pasal 22


1.5 % x Rp 500.000.000 = Rp 7.500.000 –

Jumlah uang yang diterima = Rp 492.500.000

b. Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (25%)

Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (25%) = Rp 550.000.000


PPN (10%) = Rp 550.000.000 x 10/135 = Rp 40.740.741
PPnBM (25%) = Rp 550.000.000 x 25/135 = Rp 101.851.852-
Harga barang tidak termasuk PPN dan PPnBM = Rp 407.407.407

Pajak Penghasilan pasal 22


1.5 % x Rp 407.407.407 = Rp 6.111.111–
Jumlah yang diterima = Rp 401.296.296

65
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. PT. Kimia Farma Apotek merupakan salah satu perusahaan BUMN, pada bulan
Juli 2019 melakukan pembayaran kepada PT. Lenovo atas pengadaan peralatan
komputer sebanyak 50 unit seharga Rp 65.000.000 (termasuk PPN)

2. Pada tanggal 2 February 2019 Bendahara pemerintah melakukan transaksi


pembayaran atas pembelian alat tulis kantor dari Toko ATK senilai Rp.
2.500.000 (termasuk PPN). Berapa PPh 22 yang dikeluarkan?

3. PT. XYZ pada bulan Juni 2019 menjual kertas hasil produksi kepada CV
Sehati dengan total harga sebesar Rp 500.000.000 (termasuk PPN)

4. PT. RoseBrand pada bulan November 2019 melakukan impor tepung terigu
dari singapore dengan harga SGD 23.000. Biaya asuransi dan angkut barang
dari Singapore ke Indonesia masing-masing sebesar 5% dan 10% dari harga
faktur. Tarif bea masuk sebesar 10% dari CIF. Kurs yang ditetapkan oleh
Menteri Keungan saat itu adalah SGD1 = Rp 9.800. Hitunglah Pajak
Penghasilan Pasal 22 yang harus dibayar oleh PT. RoseBrand jika memiliki
API?

5. Pada Bulan September 2016 PT. Sejahtera melakukan import Beras dari India
sebesar 300.000 Rupee. biaya asuransi yang dibayar diluar negeri dan biaya
angkut dari India ke Indonesia masing-masing sebesar 4% dan 12% dari harga
faktur. Bea masuk yang dibebankan sebesar 10% dari CIF. Kurs yang berlaku
pada saat itu adalah 1Rupee = Rp. 200. Hitunglah pajak penghasilan pasal 22
yang harus dibayar oleh perusahaan jika perusahaan tidak memiliki API?

66
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

A. PAJAK PENGHASILAN PASAL 24


Pajak yang dipungut diluar negeri atas penghasilan wajib pajak di luar negeri.
Pajak yang dibayar di luar negeri atas penghasilan luar negeri yang diperoleh wajib
pajak dalam negeri (WPDN) boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun
pajak yang sama, sebesar pajak yang dibayarkan diluar negeri tersebut tetapi tidak
boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan keputusan No.
164/KMK.03/2002. Untuk itu harus dicari batas maksimum kredit pajak luar negeri
(KPLN).

B. BATAS MAKSIMUM KPLN DIAMBIL YANG TERENDAH DARI KETIGA


UNSUR BERIKUT:

1. (Penghasilan Luar Negeri/ Penghasilan Kena Pajak) x PPh terutang


2. Jumlah Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri
3. Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal
penghasilan kena pajaknya lebih kecil dari penghasilan luar negerinya.
Catatan :

1. Jika Pajak Penghasilan Luar Negeri yang diminta untuk dikreditkan itu ternyata
dikembalikan maka jumlah pajak yang terutang menurut Undang-Undang ini
harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengembalian tersebut
dilakukan.
2. Jika Penghasilan Luar Negeri berasal dari beberapa Negara maka jumlah
maksimum KPLN dihitung untuk masing-masing Negara.
3. Untuk kerugian yang diderita diluar negeri tidak diperhitungkan dalam
menghitung penghasilan kena pajak. Penghasilan dari Luar Negeri untuk tahun-
tahun berikutnya dapat dikompensasikan dengan kerugiaan tersebut.
4. Dalam hal Pajak dibayarkan di luar negeri lebih besar dari kredit pajak yang
diperkenankan (PPh Pasal 24), maka kelebihan tersebut tidak dapat:

➢ Diminta kembali (restitusi)

➢ Dikompensasikan

➢ Sebagai pengurang penghasilan


67
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

C. CARA MENCARI PPh PASAL 24 YANG DAPAT DIKREDITKAN DI DALAM


NEGERI
1. Cari Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PKP = PNDN + PNLN
Catatan:
➢ Jika DN rugi diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP.
➢ Jika LN rugi tidak diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung
PKP (diabaikan)
2. Cari Pajak Penghasilan terutang dari Penghasilan Kena Pajak (PKP).

3. Cari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :

KPLN = Penghasilan Luar Negeri x PPh terutang


Penghasilan Kena Pajak
4. Cari Pajak yang telah dibayar di luar negeri.

5. Bandingkan antara KPLN (point 3) dengan pajak yang telah dibayar di luar negeri
(point 4), lalu pilih nilai terendah.

6. Jumlahkan point 5 untuk mencari besarnya PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan.

Catatan : Jika PKP < PNLN maka perhitungan hanya sampai langkah ke dua.

Contoh Kasus:
PT. Madun yang berlokasi di Solo selama tahun 2018 memperoleh penghasilan dari dalam
negeri ataupun beberapa cabangnya yang berada di luar negeri. Penghasilan netto dari
dalam negeri Rp 600.000.000.000 sedangkan usahanya di luar negeri, seperti Malaysia
memperoleh penghasilan Rp 300.000.000.000, Singapura memperoleh penghasilan Rp
20.000.000.000, sedangkan di Vietnam mengalami rugi Rp 300.000.000.000. Pajak yang
telah dibayar di luar negeri sebesar 15% Malaysia, 20% untuk Singapura, dan 20% untuk
Vietnam. Berapa PPh Pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak
penghasilan yang harus dibayar di dalam negeri?

68
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 24 yang Dapat Dikreditkan di Dalam Negeri.

1. Mencari Penghasilan Kena Pajak (PKP) :


Penghasilan Neto Dalam Negeri Rp 600.000.000.000
Penghasilan Neto Luar Negeri
➢ Malaysia Rp 300.000.000.000
➢ Singapura Rp 20.000.000.000 +
Jumlah Penghasilan Neto Luar Negeri Rp 320.000.000.000 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 920.000.000.000

2. Mencari Pajak Penghasilan Terutang dari Jumlah PKP Sebesar Rp 920.000.000.000 :


25% x Rp 920.000.000.000 = Rp 230.000.000.000

3. Mencari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :

➢ Malaysia : Rp 300.000.000.000 / Rp 920.000.000.000 x Rp 230.000.000.000


= Rp 75.000.000.000

➢ Singapura : Rp 20.000.000.000 / Rp 920.000.000.000 x Rp 230.000.000.000


= Rp 5.000.000.000

4. Mencari Pajak yang Telah Dibayar atas Penghasilan di Luar Negeri :

➢ Malaysia : 15% x Rp 300.000.000.000 = Rp 45.000.000.000

➢ Singapura : 20% x Rp 20.000.000.000 = Rp 4.000.000.000

5. PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Malaysia


sebesar Rp 45.000.000.000 (Pilih yang terendah)

PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Singapura


sebesar Rp 4.000.000.000 (Pilih yang terendah)

6. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri :


Rp 45.000.000.000 + Rp 4.000.000.000 = Rp 49.000.000.000

69
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM


1. PT Dora di Bengkulu memperoleh penghasilan neto tahun 2019 sebagai berikut :

➢ Laba dalam negeri Rp 3.000.000.000


➢ Laba luar negeri (35%) Rp 1.000.000.000

2. PT Aria memperoleh penghasilan setahun 2019 sebagai berikut :


➢ Laba dalam negeri Rp 900.000.000
➢ Laba luar negeri (25%) Rp 300.000.000

3. PT Dadung Auk memperoleh penghasilan setahun 2019 sebagai berikut :


➢ Rugi dalam negeri Rp 150.000.000
➢ Laba luar negeri (25%) Rp 90.000.000

4. PT Linau memperoleh penghasilan setahun 2019 sebagai berikut :


➢ Dalam negeri (Laba) Rp 700.000.000
➢ Luar negeri
Singapore (Rugi) 25% Rp.970.000.000
Malaysia (Laba) 20% Rp.820.000.000

5. PT Diamond yang berlokasi di Palembang selama tahun 2019 memperoleh


penghasilan dari dalam negeri ataupun beberapa cabangnya yang berada di luar
negeri. Penghasilan netto dari dalam negeri Rp. 200.000.000.000 sedangkan
usahanya di luar negeri, seperti Belanda memperoleh penghasilan Rp.
60.000.000.000, Jerman memperoleh penghasilan Rp. 70.000.000.000, sedangkan
di Belgia mengalami rugi Rp. 5.000.000.000. Pajak yang telah dibayar di luar
negeri sebesar 15% untuk Belanda, 20% untuk Jerman dan 20% untuk Belgia.
Berapa PPh Pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak
penghasilan yang harus dibayar dalam Negeri?

70
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

A. PENGERTIAN PPH PASAL 25 .


Pasal 25 ayat 1 Undang-Undang PPh menjelaskan ketentuan besarnya angsuran
PPh yaitu: “Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang
terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang
lalu dikurangi dengan:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong Pasal 21
b. Pajak Penghasilan yang dipotong Pasal 23
c. Pajak Penghasilan yang dipungut Pasal 22
d. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan dalam Pasal 24,
e. Lalu dibagi 12 berkaitan berapa bulan dalam 1 tahun

B. CARA MENCARI ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

PPh Terutang Menurut SPT Tahunan - Kredit Pajak

12
Kredit Pajak adalah suatu jumlah yang merupakan angsuran pajak, baik yang telah
dipungut/dipotong maupun dibayar pada tahun pajak yang bersangkutan yang meliputi
PPh Pasal 21, 22, 23, 24 yang telah dibayar dalam tahun pajak.

Pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri dalam
tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan
terutang pada akhir tahun. Oleh karena itu, dalam hal-hal tertentu Direktur Jenderal
Pajak diberikan wewenang untuk menyesuaikan perhitungan besarnya angsuran pajak
yang harus dibayar sendiri oleh WP dalam tahun berjalan. Hal-hal tersebut adalah
➢ WP Berhak atas kompensasi kerugian max 5 tahun
➢ WP memperoleh penghasilan tidak teratur

C. ILUSTRASI PERHITUNGAN ANGSURAN PPH PASAL 25 DENGAN


KOMPENSASI KERUGIAN DAN PENGHASILAN TIDAK TERATUR
Penghasilan Netto Rp xxx
Penghasilan Tidak Teratur Rp xxx –
Penghasilan Teratur Rp xxx
Kompensasi Kerugiaan (Max 5 Thn) Rp xxx –

71
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Penghasilan Netto Usaha Rp xxx


PTKP Rp xxx –
PKP Rp xxx
Penghasilan Terutang : PKP x PPh Pasal 17 Rp xxx
➢ PPh Pasal 21 Rp xxx
➢ PPh Pasal 22 Rp xxx
➢ PPh Pasal 23 Rp xxx
➢ PPh Pasal 24 Rp xxx +
Jumlah kredit Pajak Rp xxx –
Pajak yang masih harus dibayar sendiri Rp xxx
Angsuran PPh 25 untuk tahun ybs = Pajak yang masih harus dibayar sendiri / 12

D. SANKSI KETERLAMBATAN PEMBAYARAN PPH PASAL 25


Apabila Wajib Pajak (WP) terlambat membayar, maka WP akan dikenai bunga
sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.
Misalnya: untuk bulan Februari 2014, WP terlambat dan baru membayarnya pada 16
Maret. Sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, WP dikenai bunga 2%.

Contoh Kasus 1:
Pada Tahun 2019 Tn Anton (K/2) memiliki data penjualan sebesar Rp.600.000.000
sedangkan ditahun 2016 mengalami kerugian Rp.50.000.000. Pajak yang telah dibayar
antara lain PPh Pasal 21 Rp.8.000.000, PPh Pasal 22 Rp.900.000, PPh Pasal 23
Rp.450.000 dan PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan sebesar Rp.1.500.000. Berapakah
Angsuran PPh Pasal 25 tahun 2019 ?
Perhitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25:
Penghasilan Netto Rp.600.000.000
Penghasilan Tidak Teratur Rp 0–
Penghasilan Teratur Rp 600.000.000
Kompensasi Kerugiaan (Max 5 Thn) Rp 50.000.000 –
Penghasilan Netto Usaha Rp 550.000.000
PTKP (K/2) Rp 67.500.000 –
PKP Rp 482.500.000
Pajak Penghasilan Terutang :
5% x Rp. 50.000.000 = Rp. 2.500.000
15% x Rp. 200.000.000 = Rp. 30.000.000
25% x Rp. 232.500.000 = Rp. 58.125.000+

72
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Jumlah Pajak Penghasilan Terutang Rp 90.625.000


Kredit Pajak Penghasilan
➢ PPh Pasal 21 Rp 8.000.000
➢ PPh Pasal 22 Rp 900.000
➢ PPh Pasal 23 Rp 450.000
➢ PPh Pasal 24 Rp 1.500.000 +
Jumlah kredit pajak Rp 10.850.000 –
Pajak yang masih harus dibayar sendiri Rp 79.775.000
Angsuran PPh 25 untuk tahun 2019 = Rp 79.775.000 : 12 = Rp 6.647.916,66

Contoh Kasus 2
Tn. Kemed (TK/2) tinggal di Ciraos. Pada bulan Januari 2019 membangun usaha Jasa
Pengiriman. Jumlah penghasilan Bruto selama bulan Januari 2019 sebesar Rp.
700.000.000. Biaya – biaya yang dikeluarkan pada bulan Januari 2019 sebesar Rp.
660.000.000. Berapa besaran angsuran PPh pasal 25 bulan Januari 2019 yang dibayar
oleh Tn. Kemed ?
JAWABAN:
a. Peredaran bruto disetahunkan Rp 700.000.000 x 12 = Rp 8.400.000.000
b. Karena peredaran bruto yang disetahunkan sudah melebihi Rp 4.800.000.000
maka Penghitungan angsuran PPh pasal 25 bulan Januari 2019 adalah:
Peredaran Usaha bulan Januari 2019 Rp 700.000.000
Biaya-biaya fiskal Rp 660.000.000 -
Penghasilan Neto Fiskal sebulan Rp 40.000.000
Penghasilan Neto Fiskal setahun (12) Rp 480.000.000
PTKP : TK/2 Rp 63.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 417.000.000

PPh Wajib Pajak Orang Pribadi terutang:


5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 167.000.000 = Rp 41.750.000 +
Rp 74.250.000
Angsuran PPh pasal 25 bulan Januari 2019 adalah:
Rp74.250.000 : 12 = Rp 6.187.500

Catatan: Jika peredaran bruto yang disetahunkan < Rp4.800.000.000 maka


terhadap penghasilan bruto tahun 2019 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat
final dengan tarif 0,5% dan tidak ada angsuran PPh 25

73
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SOAL – SOAL PRAKTIKUM


1. Perusahaan Tas yang dimiliki oleh Tn. Rahma (K/3) pada tahun 2019 memiliki
penghasilan Neto Rp 700.000.000 dan ditahun 2016 mengalami kerugian sebesar
Rp 70.000.000.
Pajak yang telah dibayar :
➢ PPh Pasal 21 sebesar Rp 6.000.000
➢ PPh Pasal 22 sebesar Rp 4.000.000
➢ PPh Pasal 23 sebesar Rp 7.000.000
➢ PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp 8.000.000
Berapakah angsuran PPh pasal 25 yang harus dibayar sendiri oleh WP Tahun 2019?

2. Pada Tahun 2019 PT. Reyhan memperoleh penghasilan Neto Rp.500.000.000. Pada
tahun 2016 menderita kerugian sebesar Rp 14.000.000. Pajak yang telah dibayar:
PPh pasal 22 Rp.7.000.000, PPh pasal 23 Rp.34.000.000, PPh pasal 24 yang dapat
dikreditkan Rp.45.000.000. Masih terdapat sisa kerugian tahun 2015 sebesar
Rp.25.000.000. Berapa angsuran PPh pasal 25 untuk tahun 2019 ?

3. Pajak penghasilan terutang untuk Tn. Rizky berdasarkan Surat Pemberitahuan


Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2019 sebesar Rp 200.000.000. pajak yang telah
dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang dalam tahun 2018
sebagai berikut :
➢ PPh Pasal 21 melalui pemberi kerja Rp 20.000.000
➢ Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain Rp 9.000.000
➢ Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp
10.000.000
➢ PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan dari luar negeri sebesar Rp 25.000.000
Berapa PPh pasal 25 yang harus dibayarkan sendiri oleh Wajib Pajak tiap bulan ?

4. Tn. Arhan (TK/1) tinggal di Depok. Pada bulan Juni 2017 membangun usaha
bernama "Asik Jos". Jumlah penghasilan Bruto selama bulan Juni 2019 sebesar
Rp950.000.000 Biaya – biaya yang dikeluarkan pada bulan Juni 2019 sebesar
Rp800.000.000. Berapa besaran angsuran PPh pasal 25 bulan Juni 2019 yang
dibayar oleh Tn Arhan?

5. PT Terserah Aja adalah perusahaan yang bergerak dibidang Otomotif. Pajak


Penghasilan Terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak 2019
sebesar Rp 200.000.000. Berikut pajak yang telah dipotong oleh pihak ketiga :
➢ PPh Pasal 22 yang telah dipotong sebesar Rp 10.000.000
➢ PPh Pasal 23 yang telah dibayar Rp 16.000.000
➢ PPh Pasal 24 yang telah dibayar di luar negeri Rp 32.000.000, berdasarkan
ketentuan yang dapat dikreditkan sebesar Rp 35.000.000.
Berapa PPh pasal 25 yang harus dibayarkan sendiri oleh Wajib Pajak tiap bulan ?

74
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)

A. PENGERTIAN SURAT PEMBERITAHUAN

Menurut Pasal 1 ayat 8 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor


9/PMK.03/2018 tentang perubahan terakhir atas Peraturan Menteri keuangan
Nomor 243/PMK.03/2014, Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat SPT
adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/
atau pembayaran pajak, objek pajak dan/ atau bukan objek pajak, dan/ atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.

Berdasarkan dasar hukum Pasal 1 ayat 11 dalam Undang-Undang Nomor 28


Tahun 2007 Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, objek pajak dan
atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

B. FUNGSI SURAT PEMBERITAHUAN


1. Wajib Pajak Penghasilan
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan
jumlah pajak yang sebeneranya terutang dan untuk melaporkan tentang:
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri
dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu)
tahun pajak atau bagian tahun Pajak;
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;
c. Harta dan kewajiban; dan/atau
d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang
pemotongan/pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1
(satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
perpajakan.
2. Pengusaha Kena Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan
jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan
tentang:
a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan

75
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan untuk sendiri


oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa
pajak, sesuai dengan ketentuan perturan perundang-undangan
perpajakan.
3. Pemotong atau Pemungut Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang
dipotong atau dipungut dan disetorkan.

C. JENIS-JENIS SURAT PEMBERITAHUAN


Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang diperbaharui
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2018, secara garis besar
Surat Pemberitahuan dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. SPT Masa
Merupakan Surat Pemberitahuan yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam satu masa
pajak. Yang termasuk jenis SPT Masa adalah SPT Masa PPh, SPT Masa PPN
dan PPnBm, dan SPT Masa bagi Pemungut PPN.
2. SPT Tahunan
Merupakan Surat Pemberitahuan yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk
melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam satu tahun
pajak. Yang termasuk jenis SPT Tahunan adalah SPT Tahunan PPh untuk satu
tahun pajak, dan SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak.

D. BATAS WAKTU PEMBAYARAN PAJAK


1. Pajak Masa
➢ Untuk PPh yang terutang melalui pemotongan paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

➢ Untuk PPh yang disetor sendiri paling lambat tanggal 15 (lima belas)
bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

2. Pajak Tahunan
➢ Selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga
setelah berakhirnya tahun pajak.

76
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

E. BATAS WAKTU PELAPORAN PAJAK


1. Pajak Masa
➢ Untuk pajak masa PPh selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari
setelah berakhirnya masa pajak.
➢ Untuk pajak masa PPN selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya masa pajak.
2. Pajak Tahunan
➢ Bagi WPOP selambat-lambatnya akhir bulan ketiga setelah
berakhirnya tahun pajak.
➢ Bagi Badan Usaha selambat-lambatnya akhir bulan keempat setelah
berakhirnya tahun pajak.

F. SANKSI KETERLAMBATAN ATAU TIDAK MENYAMPAIKAN SURAT


PEMBERITAHUAN
1. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT dikenakan denda (sesuai dengan
pasal 7 KUP)
a. SPT Masa PPN sebesar Rp 500.000, sedangkan SPT Masa Lainnya
sebesar Rp 100.000
b. SPT Tahunan PPh WPOP sebesar Rp 100.000, sedangkan SPT
Tahunan PPh Badan Usaha sebesar Rp 1.000.000

2. Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat


Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai
sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib
Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah
pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200%
(dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan
melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. (Pasal 13A UU KUP)

3. Setiap orang yang karena kealpaannya menyampaikan Surat Pemberitahuan,


tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan

77
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

negara, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan
denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar. (Pasal 38 huruf b Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000)

4. Setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau


menyampaikan Surat Pemberi Tahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. (Pasal 39
ayat 1 UU KUP)

5. Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tersebut tidak dilakukan terhadap


(Pasal 7 ayat 2 UU KUP):
a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah meninggal dunia.
b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas;
c. Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai warga negra asing
yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi
belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan; atau
h. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.

G. SANKSI PERPAJAKAN
1. Surat Teguran atas SPT yang tidak disampaikan
Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau batas
waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan Surat
Teguran (Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran disamping suatu

78
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

bentuk pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat bagi dikenainya Wp


yang bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 13 ayat 1 huruf b dan pasal 13 ayat 3 UU KUP.
2. Sanksi Administrasi
Menurut Pasal 7 ayat 1 UU KUP menyatakan bahwa apabila SPT tidak
disampaikan dalam jangka waktu atau batas waktu perpanjangan penyampaian
SPT dikenal dengan sanksi administrasi. Sanksi administrasi adalah sanksi
berupa pembayaran kerugian terhadap negara seperti denda, bunga dan
kenaikan. Adapun perbedaan antara denda, bunga dan kenaikan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
➢ Sanksi pajak berupa denda ditujukan kepada pelanggaran yang
berhubungan dengan kewajiban pelaporan. Besaran nya pun bermacam-
macam, sesuai dengan aturan undang-undang.
➢ Sanksi bunga ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan
pelanggaran dan/atau kekurangan bayar terkait kewajiban membayar
pajak. Besarannya sudah ditentukan per bulan. Contohnya,
keterlambatan pembayaran pajak masa tahunan akan dikenakan sanksi
pajak berupa bunga senilai 2% per bulan dari jumlah pajak terutang.
➢ Sanksi kenaikan ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan
pelanggaran terkait dengan kewajiban yang diatur dalam material.
Sanksi pajak ini berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar.
Penyebabnya bisa karena adanya pemalsuan data seperti meminimalkan
jumlah pendapatan pada SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbit SKP.
Sanksi kenaikan besarannya adalah 50% dari pajak yang kurang dibayar.

3. Sanksi Pidana
➢ Denda Pidana
Berbeda dengan sanksi administrasi, denda pidana dikenakan kepada
wajib pajak yang sengaja melanggar norma hukum perpajakan.
➢ Pidana Kurungan
Pidana kurungan dalam pasal 38 UU KUP dikenakan terhadap setiap
orang yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT. Pidana
kurungan hanya diancam kepada tindak pidana yang bersifat
pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak, pihak ketiga.

79
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

➢ Pidana Penjara
Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP menyatakan bahwa setiap orang
yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan,
menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya
tidak benar atau tidak lengkap terancam pidana penjara. Pidana penjara
sama halnya dengan kurungan, merupakan hukuman perampasan
kemerdekaan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada
pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan wajib pajak.

H. TARIF PAJAK YANG BERSIFAT FINA DAL TIDAK FINAL


1. Bunga Deposito dan Tabungan
Badan Hukum Lokasi Tarif PPh
Indonesia Indonesia 15% final
Indonesia Luar Negeri 20% final
Luar Negeri Indonesia 20%final
Luar Negeri Luar Negeri PPh Pasal 24

2. Sewa
a. Barang Tidak Bergerak (Tanah, Bangunan)
Baik pemiliknya WPOP atau Badan dikenakan tarif 10% final.
b. Barang Bergerak
Khusus angkutan darat dikenakan 2% tidak final
3. Pembagian Deviden
a. Penerima WPOP
• Berasal dari WPOP (Fa, CV) : BOP
• Berasal dari Badan (PT) : 10% final
b. Penerima Badan
• Kepemilikan saham < 25% : 15% tidak final
• Kepemilikan saham ≥ 25% : BOP
4. Penjualan Saham
a. Melalui bursa efek : 0,1% final
b. Tidak melalui bursa efek : tidak diperkenankan PPh
5. Hadiah
a. Tidak Final

80
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

• Penghargaan atas prestasi tertentu : tarif pasal 17


• Sehubungan dengan pemberian jasa dan kegiatan lain : tarif pasal
17
b. Final : hadiah undian tarif 25%
c. BOP : hadiah langsung karena membeli produk
6. Keuntungan atas Penjualan Tanah/Bangunan
a. Selain rumah sederhana atau rumah susun : 2,5% final
b. Barang sebagai aktiva tetap : 2,5% tidak final

7. Penyusutan Aktiva Tetap

Tarif Penyusutan
Kelompok Harta Metode
Masa Manfaat
Wajb Metode Garis Saldo
Lurus Menurun
Non Bangunan
Kelompok I 4 tahun 25% 50%
Kelompok II 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok III 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok IV 20 tahun 5% 10%
Bangunan
Tidak Permanen 10 tahun 10%
Permanen 20 tahun 5%

81
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

KASUS PENGISIAN SPT 1721

PT. CAHYANA BERSATU adalah perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan. Berikut
adalah data penghasilan karyawan selama tahun 2019 :
NPWP : 59.546.243.3-112.000
KLU 55345
Alamat : Jalan Terus Sampai Mentok No. 29, Jakarta
No. Telp : 021-12312456
E-mail : Cahyanabersatu@gmail.com

DATA BIAYA PERUSAHAAN


1. Gaji, Upah, Gratifikasi, Honorarium, THR, dll. Rp 650.000.000
2. Biaya Transportasi Rp 45.000.000
3. Biaya Lainnya Rp 20.000.000

DATA PENGHASILAN PEGAWAI TETAP


1. Nama : Musa Cahyana
NPWP : 05.207.031.5-035.423
NIK 643251
Alamat : Jalan Cahaya Rembulan No. 09, Jakarta
Jabatan : Direktur
Status : Kawin dengan 2 tanggungan

Penghasilan setiap bulan selama 2019 :


Keterangan Nominal (Rp)
Gaji 25.000.000
Tunjangan Makan 300.000
Tunjangan Transport 300.000
Bonus bulan Juli 2019 15.000.000
Iuran THT 50.000
Iuran Pensiun 50.000
Tunjangan Transport bertambah bulan Agustus 30.000

2. Nama : Gerald Cahyana


NPWP : 27.939.653.5-035.000
NIK 258107
Alamat : Jalan Raya No.10, Jakarta
Jabatan : Manager Pemasaran
Status : Kawin dan tidak memiliki tanggungan

82
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Penghasilan setiap bulan selama tahun 2019 :
Keterangan Nominal (Rp)
Gaji 20.000.000
Tunjangan Makan 250.000
Tunjangan Transport 250.000
Bonus bulan Mei 2019 10.000.000
Iuran THT 40.000
Iuran Pensiun 40.000
Tunjangan Transport bertambah Oktober 30.000

3. Nama : Khalista Cahayana


NPWP : 25.773.472.3-604.000
NIK 457298
Alamat : Jalan Angin No.89, Jakarta
Jabatan : Kepala Produksi
Status : Kawin dengan 1 tanggungan dan suaminya bekerja

Penghasilan setiap bulan selama tahun 2019 :


Keterangan Nominal (Rp)
Gaji 15.000.000
Tunjangan Makan 200.000
Tunjangan Transport 200.000
Iuran THT 40.000
Iuran Pensiun 40.000
Tunjangan Makan bertambah bulan
20.000
September

4. Nama : Nelisya Cahyana


NPWP : 46.939.246.8-423.000
NIK 158943
Alamat : Jalan Topan No.54, Jakarta
Jabatan : Staff Audit
Status : Kawin tidak memiliki tanggungan dan suaminya tidak bekerja

Penghasilan setiap bulan selama tahun 2019 :


Keterangan Nominal (Rp)
Gaji 12.000.000
Tunjangan Makan 100.000
Tunjangan Transport 100.000
Iuran THT 30.000
Iuran Pensiun 30.000

83
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

DATA PENGHASILAN PEGAWAI TIDAK TETAP


Nama : Ramadhan Cahyana
NPWP : 69.902.809.8-325.000
NIK 234567
Alamat : Jalan Gemintang No. 01, Jakarta
Status : Kawin dengan 1 tanggungan
Penghasilan : Rp 10.000.000

KOMISARIS
Nama : Andika Pratama
NPWP : 31.672.082.0-615.000
NIK 951340
Alamat : Jalan Gerhana No. 25, Jakarta
Status : Kawin dengan 1 tanggungan
Honorarium : Rp 30.000.000

TENAGA AHLI
Nama : Revita Putri
NPWP : 03.140.484.1-212.000
NIK 180234
Alamat : Jalan Meluluhkan Dewa No. 92, Jakarta
Status : Tidak Kawin
Honorarium : Rp 50.000.000

PENERIMA HONORARIUM
Nama : Luki Perwira
NPWP : 49.231.557.7-502.000
NIK 687453
Alamat : Jalan Seluas Lautan No. 18, Jakarta
Status : Kawin dan tidak memiliki tanggungan
Honorarium : Rp 25.000.000 (Akuntan)

84
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Nama Wajib Pajak :
Status :
NPWP :

Penghasilan
Gaji
Tunjangan
JKK
JPK
Jumlah Teratur Sebulan
Jumlah Teratur Setahun
Bonus/THR
Total
Pengurangan :
Biaya Jabatan
(Maksimal
Rp 6.000.000/th)
Iuran (disetahunkan)
Total Pengurang
Penghasilan Netto
Setahun
PTKP
PKP
PPh 21 (Tarif Pasal 17)
5% (Rp 0 s.d. Rp 50jt)
15% (Rp 50jt s.d. Rp
250jt)
25% (Rp 250jt s.d. Rp
500jt)
30% (Diatas Rp 500jt)
PPh 21 Setahun
PPh Setahun atas Gaji
PPh Setahun atas
Bonus/THR
PPh Teratur Masa
Jumlah PPh 21 Masa
PPh Sudah disetor
Kurang/Lebih setor
Desember

85
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Nama Wajib Pajak :
Status :
NPWP :

Penghasilan
Gaji
Tunjangan
JKK
JPK
Jumlah Teratur Sebulan
Jumlah Teratur Setahun
Bonus/THR
Total
Pengurangan :
Biaya Jabatan
(Maksimal
Rp 6.000.000/th)
Iuran (disetahunkan)
Total Pengurang
Penghasilan Netto
Setahun
PTKP
PKP
PPh 21 (Tarif Pasal 17)
5% (Rp 0 s.d. Rp 50jt)
15% (Rp 50jt s.d. Rp
250jt)
25% (Rp 250jt s.d. Rp
500jt)
30% (Diatas Rp 500jt)
PPh 21 Setahun
PPh Setahun atas Gaji
PPh Setahun atas
Bonus/THR
PPh Teratur Masa
Jumlah PPh 21 Masa
PPh Sudah disetor
Kurang/Lebih setor
Desember

86
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Nama Wajib Pajak :
Status :
NPWP :

Penghasilan
Gaji
Tunjangan
JKK
JPK
Jumlah Teratur Sebulan
Jumlah Teratur Setahun
Bonus/THR
Total
Pengurangan :
Biaya Jabatan
(Maksimal
Rp 6.000.000/th)
Iuran (disetahunkan)
Total Pengurang
Penghasilan Netto
Setahun
PTKP
PKP
PPh 21 (Tarif Pasal 17)
5% (Rp 0 s.d. Rp 50jt)
15% (Rp 50jt s.d. Rp
250jt)
25% (Rp 250jt s.d. Rp
500jt)
30% (Diatas Rp 500jt)
PPh 21 Setahun
PPh Setahun atas Gaji
PPh Setahun atas
Bonus/THR
PPh Teratur Masa
Jumlah PPh 21 Masa
PPh Sudah disetor
Kurang/Lebih setor
Desember

87
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Nama Wajib Pajak :
Status :
NPWP :

Penghasilan
Gaji
Tunjangan
JKK
JPK
Jumlah Teratur Sebulan
Jumlah Teratur Setahun
Bonus/THR
Total
Pengurangan :
Biaya Jabatan
(Maksimal
Rp 6.000.000/th)
Iuran (disetahunkan)
Total Pengurang
Penghasilan Netto
Setahun
PTKP
PKP
PPh 21 (Tarif Pasal 17)
5% (Rp 0 s.d. Rp 50jt)
15% (Rp 50jt s.d. Rp
250jt)
25% (Rp 250jt s.d. Rp
500jt)
30% (Diatas Rp 500jt)
PPh 21 Setahun
PPh Setahun atas Gaji
PPh Setahun atas
Bonus/THR
PPh Teratur Masa
Jumlah PPh 21 Masa
PPh Sudah disetor
Kurang/Lebih setor
Desember

88
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

89
Panduan Praktikum Perpajakan
PTA 2019/2020

Anda mungkin juga menyukai