Anda di halaman 1dari 225

(INTERMEDIATE)

Disusun Oleh:
DRS. EC. H. SYAFRIONT BY., MS.

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA (STIMI)


MALANG
2008
KATA PENGANTAR

Penyusun buku AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH


(INTERMEDIATE) ini didorong oleh keinginan penyusun untuk membantu
mereka, khususnya para mahasiswa, yang sedang menempuh atau mempelajari
mata kuliah Akuntansi Keuangan Menengah (Intermediate).
Materi buku ini dikembangkan dari pengalaman penyusun dalam
memberikan kuliah serta dilengkapi dengan materi yang dirangkumkan dari
literatur-literatur wajib yang tercantum dalam daftar pustaka.
Untuk mempermudah pemahaman materi, maka di dalam buku ini contoh-
contoh diberikan dalam bentuk soal yang sudah dibahas. Selain itu, untuk dasar
latihan, di akhir bab diberikan contoh pemahaman soal. Tentu saja penyusun tidak
mengharapkan para mahasiswa menghafalkan jawaban soal yang tersedia, tetapi
digunakan sebagai pedoman dalam latihan mengerjakan soal-soal dari literatur
yang lain.
Dalam kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan terima kasih yang
tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu demi terlaksananya
penyusunan buku ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan kritik dan saran perbaikan dari
pembaca, sebab sudah barang tentu buku ini masih banyak kekurangan dan
kesalahannya, meskipun penyusun telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menghindarinya.

Malang, Juni 2008

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I : LAPORAN KEUANGAN


Pengertian Laporan Keuangan, Laporan Rugi Laba, Isi Laporan
Rugi Laba, Bentuk Laporan Rugi Laba, Laporan Perubahan
Modal, Neraca, Cara Penyajian Komponen Neraca, Isi Neraca,
Laporan Perubahan Posisi Keuangan, Catatan atas Laporan
Keuangan, Contoh Lengkap Laporan Keuangan.

BAB II : KAS DAN BANK


Pengertian Kas dan Bank, Pengawasan Kas, Kas Kecil, Imprest
System, Rekonsiliasi Bank, Bentuk Rekonsiliasi Bank, Jaminan
Pinjaman Bank, Bank Overdraft, Selisih Kas, Penyajian Kas dan
Bank di Neraca, Contoh Pembahasan Soal.

BAB III : SURAT BERHARGA


Bentuk dan Karakteristik, Akuntansi untuk Surat Berharga,
Perolehan Surat Berharga, Penerimaan Penghasilan, Penjualan
Surat Berharga, Penilaian Surat Berharga, Penyajian Surat
Berharga di Neraca, Contoh Pembahasan Soal.

BAB IV : PIUTANG
Pengertian Piutang, Klasifikasi Piutang, Penilaian Piutang
Dagang, Penentuan Besarnya Piutang Dagang yang Tidak
Tertagih, Metode yang Digunakan untuk Mencatat Kerugian
Piutang, Penerimaan Piutang Dagang yang Sudah Dihapus,
Metode yang Digunakan untuk Menentukan Besarnya Kerugian
Piutang, Penggunaan Piutang Dagang sebagai Sumber Uang
Tunai, Piutang Bersaldo Kredit, Piutang Wesel, Pengertian Wesel,
Jenis-Jenis Wesel, Penilaian Piutang Wesel, Akuntansi Piutang
Wesel, Saat terjadinya Piutang Wesel, Saat Jatuh Tempo, Piutang
Wesel yang Didiskontokan, Penyajian Piutang Wesel, Contoh
Pembahasan Soal.

BAB V : PERSEDIAAN - 1
Pengertian Persediaan, Klasifikasi Persediaan, Tujuan Akuntansi
Persediaan, Pentingnya Persediaan, Barang-Barang yang
Termasuk Persediaan, Peranan Persediaan dalam Penetapan
Pendapatan, Sistem Pencatatan Persediaan, Unsur Harga Pokok
Persediaan, Cara-Cara Penetapan Agar Pokok Persediaan,
Pemilihan Metode Penentuan Harga Pokok Persediaan, Pengaruh
Kesalahan atas Pencatatan Persediaan, Contoh Pembahasan Soal.

BAB VI : PERSEDIAAN - 2
Metode Harga Pokok, Metode Taksiran, Metode Laba Kotor,
Penggunaan Metode Laba Kotor untuk Menaksir Nilai Persediaan
Karena Adanya Bencana, Metode Harga Eceran, Penilaian
Persediaan Berdasarkan yang Terendah Antara Harga Pokok dan
Harga Pasar, Penetapan Penilaian Persediaan Berdasarkan
Metode LCOM, Pencatatan Metode LCOM, Penilaian Persediaan
Berdasarkan Harga Jual, Kerugian pada Kontrak Pembelian
Penilaian Persediaan yang Diperoleh dari Tukar Tambahan dan
Penarikan Kembali, Penilaian Persediaan dalam Kontrak Jangka
Panjang, Metode Kontrak Selesai, Metode Prosentasi
Penyelesaian, Penyajian Persediaan di Neraca, Contoh
Pembahasan Soal.
BAB VII : AKTIVA TETAP BERWUJUD - 1
Pengertian Aktiva Tetap Berwujud, Klasifikasi Aktiva Tetap
Berwujud, Penilaian Aktiva Tetap Berwujud, Akuntansi atas
Aktiva Tetap Berwujud, Perolehan Aktiva Tetap, Pembelian
Tunai Pembelian Angsuran, Ditukar dengan Surat Berharga,
Ditukar dengan Aktiva Lain yang Tidak Sejenis, Ditukar dengan
Aktiva Tetap yang Lain yang Sejenis, Aktiva Tetap yang
Dibangun Sendiri, Aktiva Tetap yang Diperoleh dari Hadiah,
Harga Perolehan Aktiva Tetap Berwujud, Perlakuan Biaya yang
Terjadi Selama Pemakaian Aktiva Tetap, Pengeluaran
Penghasilan, Pengeluaran Modal, Biaya Reparasi, Biaya
Perbaikan, Biaya Penggantian, Penembahan, Penataan Kembali,
Contoh Pembahasan Soal.

BAB VIII : AKTIVA TETAP BERWUJUD - 2


Pengertian Depresiasi, Metode Pencatatan Depresiasi, Penentuan
Besarnya Depresiasi, Metode Garis Lurus, Metode Jumlah Angka
Tahun, Metode Saldo Menurun, Metode Saldo Menurun
Berganda, Metode Jam Jasa, Metode Jumlah Unit Produksi,
Metode Group, Metode Composite, Penyusutan Periode Partial,
Koreksi Terhadap Depresiasi, Aktiva Tetap yang Sudah Habis
Didepresiasi, Penghentian Aktiva Tetap, Asuransi Kebakaran,
Asuransi Bersama, Polis Asuransi Gabungan, Asuransi Satu Jenis
Aktiva dalam Polis Lebih dari Satu, Akuntansi terhadap Asuransi
Kebakaran, Revaluasi Aktiva Tetap, Sumber Alam Deplesi,
Koreksi Deplesi, Penyajian Aktiva Tetap di Neraca, Contoh
Pembahasan Soal.

BAB IX : AKTIVA TETAP TIDAK BERWUJUD


Pengertian Aktiva Tetap Tidak Berwujud, Klasifikasi Aktiva
Tetap Tidak Berwujud, Penilaian Aktiva Tetap Tidak Berwujud,
Amortisasi Aktiva Tetap Tidak Berwujud, Hak Paten, Hak Cipta,
Hak Monopoli, Merk Dagang, Hak Sewa, Goodwill, Penilaian
Goodwill, Biaya Riset dan Pengembangan, Biaya Pendirian,
Biaya Pra-Operasi, Contoh Pembahasan Soal.

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
LAPORAN KEUANGAN

1.1. PENGERTIAN LAPORAN KEUANGAN


Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang
merupakan ringkasan transaksi selama tahun baku yang bersangkutan. Laporan
keuangan ini dimaksudkan untuk memenuhi keperluan:
- Pihak intern, yakni pimpinan perusahaan.
- Pihak ekstern, yakni pemegang saham (pemilik), kreditur, pemerintah, dan
pihak lain yang memerlukannya.
Laporan keuangan ini disusun oleh managemen yang biasanya terdiri dari:
1.2. LAPORAN LABA-RUGI (INCOME STATEMENT)
Adalah suatu laporan tentang penghasilan dan biaya dari suatu unit usaha
pada periode tertentu.

Isi Laporan Laba-Rugi


Isi atau unsur-unsur laporan laba-rugi pada dasarnya memuat semua
pendapatan dan beban selama periode yang bersangkutan. Adapun unsurnya
adalah:
1. Penjualan Barang atau Jasa
2. Harga Pokok Penjualan
3. Biaya Operasi:
a. Biaya Penjualan
b. Biaya Administrasi dan Umum
4. Pendapatan dan Biaya Lain-lain
5. Pos-pos Luar Biasa (extraordinary items)
Adalah laba atau rugi diluar usaha yang bersifat insidentil, yang mempunyai
ciri: - Bersifat tidak normal
- Jarang terjadi
Ada dua konsep di dalam laporan rugi laba untuk memperlakukan pos-pos luar
biasa, yaitu:
a. Current Operating Performance
Di dalam konsep ini laporan laba-rugi hanya berisi pos-pos yang biasa
terjadi, sedangkan pos-pos yang tidak biasa terjadi (pos luar biasa)
dilaporkan dalam laporan laba yang ditahan (Retained Earning).
b. All Inclusive
Dalam konsep ini laporan laba-rugi berisi pos-pos yang biasa terjadi dan
tidak biasa terjadi (pos luar biasa)

Bentuk Laporan Rugi Laba


Ada dua bentuk laporan rugi laba, yaitu:
1. Bentuk Multiple Step
Dalam bentuk ini laporan rugi laba dilakukan beberapa pengelompokan
terhadap penghasilan dan biaya dalam urutan tertentu sehingga dikenal
beberapa tingkatan laba atau rugi, yaitu:
- Laba kotor
- Laba operasi
- Laba bersih sebelum pajak dan pos luar biasa
- Laba bersih setelah pajak tetapi sebelum pos luar biasa
- Laba bersih setelah pajak dan pos luar
2. Bentuk Single Step
Dalam bentuk ini semua pendapatan baik dari operasi maupun dari luar operasi
dihadapkan dengan biasa operasi maupun biaya diluar operasi.

1.3. LAPORAN PERUBAHAN MODAL


Adalah suatu laporan yang menunjukkan perubahan modal untuk periode
tertentu. Untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) perubahan
modal ini ditunjukkan dalam laporan laba yang ditahan. Susunan laporan laba
yang ditahan ini tergantung pada konsep yang dianut pada saat menyusun laporan
rugi laba. Jika laporan rugi laba disusun berdasarkan konsep current operating
performance, maka pos luar biasa akan nampak dalam laporan laba yang ditahan.
Sebaliknya, jika yang dianut dalam menyusun laporan rugi laba adalah all
inclusive, maka pos luar biasa tidak akan nampak dalam laporan laba yang
ditahan.

1.4. NERACA (BALANCE SHEET)


Adalah suatu laporan yang disusun secara sistematis tentang posisi
keuangan suatu unit usaha pada saat tertentu. Posisi keuangan ini ditujukan
dengan jumlah harta, utang, dan modal.
Cara penyajian komponen neraca:
- Aktiva diklasifikasikan menurut urutan likuiditasnya. Semakin likuid suatu
aktiva akan dilaporkan terlebih dahulu.
- Kewajiban (utang) diklasifikasikan menurut urutan jatuh temponya. Kewajiban
yang harus dilunasi lebih dulu harus dilaporkan terlebih dulu.
- Modal diklasifikasikan berdasarkan sifat kekekalannya.
Komponen (isi) Neraca:
1. Aktiva
a. Aktiva Lancar
- Uang kas/bank
- Surat berharga yang segera dapat dijual
- Piutang
- Persediaan
- Biaya yang dibayar dimuka
a. Investasi Jangka Panjang
b. Aktiva Tetap Berwujud
c. Aktiva Tidak Berwujud
d. Aktiva Lain-lain
2. Kewajiban
a. Kewajiban Jangka Pendek
b. Kewajiban Jangka Panjang
c. Kewajiban Lain-lain
3. Modal
a. Modal saham
b. Agio saham
c. Laba yang ditahan
Bentuk Neraca:
1. Bentuk Perkiraan (Account Form)
2. Bentuk Laporan (Report Form)
3. Bentuk Posisi Keuangan (Financial Position)

1.5. LAPORAN PERUBAHAN POSISI KEUANGAN


Adalah laporan yang mengikhtisarkan pengaruh transaksi tidak saja
terhadap modal, melainkan terhadap keseluruhan unsur di dalam neraca.
Hampir sebagian transaksi yang terjadi di dalam perusahaan
mempengaruhi atau berakhir pada kas atau modal kerja. Oleh karena itu, transaksi
yang mengakibatkan perubahan dalam posisi keuangan dapat dijelaskan melalui
pengaruh transaksi tersebut terhadap kas atau modal kerja.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pengaruh transaksi yang terjadi
terhadap kas dan modal kerja bisa dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:
1. Sumber Kas atau Modal Kerja
Yang berasal dari laba, depresiasi, hasil penjualan aktiva tetap, hutang jangka
panjang, dan emisi saham baru.
2. Penggunaan Kas atau Modal Kerja
Yang meliputi rugi, pembelian aktiva tetap, pembayaran utang jangka panjang,
pembayaran deviden, pembelian investasi jangka panjang.

1.6. CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN (NOTES TO FINANCIAL


STATEMENT)
Adalah catatan yang diperlukan untuk memperjelas atau memberi
pengungkapan atas rekening-rekening yang dilaporkan dalam laporan keuangan,
misalnya tentang kebijaksanaan akintansi yang dianut seperti metode penyusutan
yang digunakan, amortisasi, metode penilaian persediaan yang digunakan, dan
sebagainya.

1. Laporan Laba Rugi Multiple Step (All Inclusive)


PT. Ratna
Laporan Laba-Rugi
Periode yang berakhir 31-12-2007
Penjualan bersih xx
Harga Pokok Penjualan (lihat lampiran 1) xx
Laba kotor xx
Biaya operasi:
- Biaya penjualan (lihat lampiran 2) xx
- Biaya administrasi & umum (lihat lampiran 3) xx +
xx
Laba operasi xx
Pendapatan dan biaya lain-lain:
- Pendapatan bunga xx
- Biaya bunga xx
xx
Laba sebelum Pajak Penghasilan xx
Pajak Penghasilan xx
Laba bersih setelah pajak xx
Pos-pos luar biasa:
Laba penjualan aktiva tetap xx
Pajak Penghasilan xx
xx
Laba bersih xx
Lampiran 1
a. Harga Pokok Penjualan Perusahaan Dagang
Persediaan barang dagangan 1 januari 2007 xx
Pembelian xx
Ongkos angkut xx +
xx
Retur pembelian xx
Potongan pembelian xx +
xx
xx +
Barang dagangan tersedia untuk dijual xx
Persediaan barang dagangan 31 Desember 2007 xx
Harga Pokok Penjualan xx

b. Harga Pokok Penjualan Perusahaan Industri (Manufaktur)


Persediaan barang dalam proses 1 Januari 2007 xx
Bahan baku
Persediaan 1 Januari 2007 xx
Pembelian bersih xx +
Bahan baku yang tersedia untuk digunakan xx
Persediaan 31 Desember 2007 xx
Biaya bahan baku yang digunakan xx
Biaya tenaga kerja langsung xx
Biaya produksi tidak langsung
Bahan pembantu xx
Upah tidak langsung xx
Depresiasi mesin, gedung pabrik, alat-alat xx
Listrik dan air xx
Biaya produksi tidak langsung lainnya xx +
xx +
Total barang dalam proses selama tahun 2007 xx
Persediaan barang dalam proses 31 Desember 2007 xx
Harga Pokok Produksi xx
Persediaan barang jadi 1 Januari 2007 xx +
Tersedia untuk dijual xx
Persediaan barang jadi 31 Desember 2007 xx
Harga Pokok Penjualan xx

Lampiran 2
Biaya penjualan
Gaji salesman xx
Depresiasi alat angkutan xx
Advertensi xx
Biaya penjualan lainnya xx
Total xx

Lampiran 3
Biaya administrasi dan umum
Gaji pimpinan & karyawan kantor xx
Depresiasi gedung kantor xx
Kerugian piutang xx
Biaya administrasi & umum lainnya xx
Total xx
Laporan Laba Ditahan Jika Laporan Rugi Laba All Inclusive
PT. Ratna
Laporan Laba Ditahan
Periode yang Berakhir 31 Desember 2007
Laba yang ditahan 1 Januari 2007 xx
Laba netto xx +
xx
Deviden yang diumumkan tahun 2007 xx
Laba yang ditahan 31 Desember 2007 xx

2. Laporan Laba Rugi Single Step (Current Operating Performance)


PT .Darna
Laporan Laba Rugi
Periode yang berakhir 31 Desember 2007
Penjualan bersih xx
Pendapatan lain-lain xx
Total pendapatan xx
Dikurangi
Harga pokok penjualan xx
Biaya penjualan xx
Biaya administrasi & umum xx
Biaya lain-lain xx
Pajak penghasilan xx
Total biaya xx
Laba bersih xx
Laporan Laba Ditahan (Laporan Laba-Rugi Current Operating Performance)
PT. Darna
Laporan Laba Ditahan
Periode yang berakhir 31 Desember 2007
Laba yang ditahan 1 Januari 2007 xx
Laba bersih tahun 2007 xx
Pos luar biasa laba penjualan aktiva tetap xx
xx
Deviden yang diumumkan tahun 2007 xx
Pos luar biasa rugi karena kebakaran xx +
xx
Laba yang ditahan 31 Desember 2007 xx
3. a. Neraca Bentuk Perkiraan
PT. Resiko
Neraca (Balance Sheet)
31 Desember 2007
Aktiva (Assets) Kewajiban (Liabilities)
Aktiva lancar (Current Assets) Hutang jangka pendek
- Kas xx - Hutang dagang xx
- Surat berharga xx - Hutang bank xx
- Piutang (bersih) xx - Hutang PPh xx
- Persediaan xx Total Hutang Jangka Pendek xx
- Biaya dibayar di muka xx Hutang jangka panjang
Total aktiva lancar xx - Obligasi xx
Investasi jangka panjang Modal Sendiri
- Saham xx - Modal saham xx
Aktiva tetap - Agio saham xx
- Bangunan xx - Laba yang ditahan xx
- Ak. Depresiasi (xx) Total modal sendiri xx
Total aktiva tetap xx
Aktiva tak berwujud
- Paten xx
Aktiva lain-lain xx ___
Total Aktiva xx Total Kewajiban & Modal xx

b. Neraca Bentuk Laporan


PT. Resiko
Neraca (Balance Sheet)
31 Desember 2007
Aktiva
Aktiva lancar xx
Investasi jangka panjang xx
Aktiva tetap xx
Aktiva tak berwujud xx
Aktiva lain-lain xx
Total aktiva xx
Kewajiban
Hutang jangka pendek xx
Hutang jangka panjang xx
Modal sendiri xx
Total kewajiban dan modal sendiri xx

c. Neraca Bentuk Posisi Keuangan


PT. Resiko
Neraca (Balance Sheet)
31 Desember 2007
Aktiva lancar xx
Hutang lancar xx
Modal kerja xx
Ditambah
Investasi jangka panjang xx
Aktiva tetap xx
Aktiva tidak berwujud xx
Aktiva lain-lain xx
xx +
Total aktiva dikurangi hutang lancar xx
Dikurangi
Hutang jangka panjang xx
Aktiva bersih xx

Modal sendiri xx
4. Laporan Perubahan Posisi Keuangan
PT. Resiko
Laporan Perubahan Posisi Keuangan
Periode yang berakhir 31 Desember 2007
Sumber modal kerja:
Dari operasi perusahaan
- Laba bersih setelah pajak xx
- Biaya dioperasi (non-modal kerja) xx
Total modal kerja dari operasi perusahaan xx
Emisi saham xx +
Total modal kerja xx
Penggunaan modal kerja
- Pembayaran modal kerja xx
Kenaikan modal kerja xx
BAB II
KAS DAN BANK

PENDAHULUAN
Dewasa ini akuntansi terhadap kas dan bank menjadi masalah yang sangat
penting bagi suatu perusahaan. Hal ini disebabkan karena kas dan bank
merupakan aktiva yang paling likuid, paling berharga dibandingkan dengan aktiva
lainnya dan juga hampir semua transaksi yang dilakukan perusahaan selalu
berhubungan atau berakhir pada kas dan bank.

2.1. Pengertian Kas dan Bank


Menurut Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) Bab IV pasal 2.1. dinyatakan
bahwa pengertian kas dan bank adalah:
Kas adalah alat pembayaran yang siap dan bebas digunakan untuk membiayai
operasi perusahaan
Bank adalah sisa rekening giro perusahaan yang dapat digunakan secara bebas
untuk membiayai operasi perusahaan
Sedangkan kertas berharga atau alat pembayaran lainnya dapat
diklasifikasikan sebagai kas dan bank hanya jika memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1. Dapat diterima setiap saat sebagai alat pembayaran
2. Dapat disetorkan ke bank sesuai dengan nilai nominalnya
Pengertian dan kriteria kas dan bank diatas dapat dipakai untuk
menentukan apakah suatu elemen merupakan kas dan bank atau bukan. Sebab
didalam praktek sering dijumpai berbagai kesalahan, khususnya yang berkaitan
dengan elemen yang akan diklasifikasikan sebagai kas dan bank.
Adapun elemen yang termasuk dan tidak termasuk kas dan bank antara lain
adalah:
Termasuk Kas dan Bank:
Uang tunai, baik logam maupun kertas
Giro (Demand Deposit)
Money Order
Pos Wesel (Postal Money Order)
Cek yang belum diuangkan atau disetorkan sebagai rekening giro di bank,
termasuk Cashirs Check, Certified Check, dan Travellers Check.
Tidak Termasuk Kas dan Bank:
Kas bon (IUOs = I Owe Yous)
Cek mundur (Postdates Check) dan cek kosong (NSF = Not Sufficient Fund)
Perangko dan materai
Deposito berjangka (Time Deposit)

2.2. Pengawasan Kas


Uang kas mempunyai beberapa karakteristik tertentu yang tidak dimiliki
oleh aktiva lain, antara lain:
Relatif kecil
Tidak mempunyai identitas pemilik
Mudah dipindahkan
Dengan adanya karakteristik tersebut diatas mengakibatkan uang kas
merupakan suatu aktiva yang paling disenangi untuk diselewengkan. Menyadari
hal tersebut, maka perlu diciptakan adanya sistem pengawasan yang memadai
untuk melindungi uang kas yang ada.
Adapun prinsip-prinsip pengawasan (internal control) yang baik terhadap
kas adalah sebagai berikut:
1. Adanya pemisahan fungsi pencatatan dan fungsi pengelola fisik kas (kasir)
2. Ditentukan tanggung jawab khusus untuk pengelolaan kas
3. Penerimaan kas disetorkan ke bank setiap harinya
4. Digunakan sistem voucher untuk setiap pengeluaran kas
5. Dilakukan cash opname dengan waktu yang tidak ditentukan

2.3. KAS KECIL (PETTY CASH)


Dalam pengawasan kas antara lain disebutkan bahwa untuk pengeluaran
kas sebaiknya menggunakan sistem voucher atau menggunakan cek. Tetapi untuk
pengeluaran yang jumlahnya relatif kecil, misalnya untuk pembelian perangko,
materai, dan lainnya, sudah tentu tidak efisien jika dibayar dengan menggunakan
cek. Oleh karena itu perusahaan perlu adanya dan atau uang kas yang dapat
digunakan untuk membayar pengeluaran yang relatif kecil tersebut. Sejumlah dan
atau uang kas inilah didalam akuntansi dikenal dengan istilah kas kecil Petty
Cash.
Adapun metode yang sering digunakan perusahaan untuk mengelola dana
kas kecil adalah sistem dana tetap (imprest system) yang akan dijelaskan di
bawah ini.

2.4. Imprest System


Adalah suatu sistem dimana saldo rekening kas kecil selalu tetap. Setiap
ada pengeluaran kasir kecil tidak perlu membuat jurnal, tetapi hanya
mengumpulkan bukti pengeluaran kas yang kemudian disimpan dan dijadikan
satu dengan uang yang tersisa. Pada waktu yang telah ditentukan atau pada saat
dana kas kecil hampir habis, bukti-bukti tersebut ditukarkan pada kasir kas besar
dan dana kas kecil diisi sebesar jumlah menurut bukti pengeluaran tersebut.
Metode ini sering digunakan oleh perusahaan karena mempunyai beberapa
keuntungan, yaitu:
1. Praktis penggunaannya
2. Adanya pemeriksaan atas bukti pengeluaran kas kecil oleh pejabat yang
berwenang sebelum dana kas kecil diisi kembali
3. Bahwa jumlah uang ditambah dengan bukti pengeluaran kas kecil harus sama
dengan saldo rekening kas kecil di buku besar sehingga memudahkan pada
saat cash opname.

CONTOH SOAL 1
Transaksi PT. Bersatu yang berhubungan dengan kas kecil nampak sebagai
berikut:
1-10-2007 : Pembentukan dana kas kecil Rp. 180.000,00
3-10-2007 : Pembelian perangko dan materai Rp. 7.500,00
5-10-2007 : Pembayaran rekening listrik Rp. 25.000,00
7-10-2007 : Pembayaran rekening telepon Rp. 30.000,00
8-10-2007 : Pembayaran rekening koran dan majalah Rp. 45.000,00
9-10-2007 : Pengisian kembali kas kecil
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas jika PT Bersatu menggunakan
Imprest System
Pembahasan
1-10-2007 : Kas kecil Rp. 180.000,00
Kas Rp. 180.000,00
(untuk mencatat pembentukan dana kas kecil)
3-10-2007 : tidak ada jurnal
5-10-2007 : tidak ada jurnal
7-10-2007 : tidak ada jurnal
8-10-2007 : tidak ada jurnal
9-10-2007 : perangko dan materai Rp. 7.500,00
biaya listrik Rp. 25.000,00
biaya telepon Rp. 30.000,00
biaya koran & majalah Rp. 45.000,00
Kas Rp. 107.500,00
(untuk mencatat pengisian kembali dana kas kecil)

Pada akhir tahun apabila telah terjadi pengeluaran, tetapi masih belum
waktunya pengisian kembali, maka untuk keperluan penyusunan laporan
keuangan perlu dibuat jurnal adjustment, yaitu dengan mengkredit rekening kas
kecil sebesar pengeluaran yang telah terjadi. Tujuan jurnal adjustment ini adalah
agar rekening kas kecil menunjukkan saldo yang sebenarnya.
Pada awal tahun buku berikutnya, perlu dibuat jurnal re-adjustment dengan
maksud agar rekening kas kecil kembali seperti semula dan pengisian kembali
dapat dicatat dengan cara yang sama seperti jurnal pengisian kembali sebelumnya.

CONTOH SOAL 2
PT. Rosalinda mulai 25 Desember 2007 menggunakan Imprest System dalam
mengelola dana kas kecil. Dana kas kecil ditentukan sebesar Rp. 100.000,00 yang
diisi tiap dua minggu sekali. Berikut ini data pengeluaran kas kecil sampai 31
Desember 2007:
Jenis Pengeluaran Total
- Biaya listrik Rp. 20.000,00
- Biaya telepon Rp. 10.000,00
- Biaya koran Rp. 7.500,00
- Biaya lain-lain Rp. 22.500,00
Adapun dana pengeluaran kas kecil sampai 9 januari 2009 adalah sebagai berikut:
- Biaya cetakan Rp. 15.000,00
- Biaya angkut Rp. 20.000,00
Bersamaan dengan pengisian kembali dana kas kecil pada 9 Januari 2008,
direncanakan untuk menambah dana kas kecil menjadi Rp. 150.000,00
Diminta
1. Jurnal pembentukan dana kas kecil 25 Desember 2007
2. Jurnal Adjusment 31 Desember 2007
3. Jurnal re-adjustment 2 Januari 2008
4. Jurnal pengisian kembali dana kas kecil dan penambahan kas kecil 9 Januari
2008
Pembahasan
1. 25-12-2007 Kas kecil Rp. 100.000,00
Kas Rp. 100.000,00
(untuk mencatat pembentukan dana kas kecil)
2. 31-12-2007 Biaya listrik Rp. 20.000,00
Biaya telepon Rp. 10.000,00
Biaya koran Rp. 7.500,00
Biaya lain-lain Rp. 22.500,00
Kas kecil Rp. 60.000,00
(untuk menyesuaikan rekening kas kecil)
3. 01-01-2008 Kas kecil Rp. 60.000,00
Biaya listrik Rp. 20.000,00
Biaya telepon Rp. 10.000,00
Biaya koran Rp. 7.500,00
Biaya lain-lain Rp. 22.500,00
(menyesuaikan kembali rekening kas kecil)
4. 09-01-2008 Biaya listrik Rp. 20.000,00
Biaya telepon Rp. 10.000,00
Biaya koran Rp. 7.500,00
Biaya lain-lain Rp. 22.500,00
Biaya cetakan Rp. 15.000,00
Biaya angkut Rp. 20.000,00
Kas Rp. 95.000,00
(untuk mencatat pengisian kembali dana kas kecil)
Kas kecil Rp. 50.000,00
Kas Rp. 50.000,00

2.5. REKONSILIASI BANK


Apabila semua penerimaan kas harus disetorkan ke bank setiap harinya,
semua pengeluaran harus menggunakan cek, kecuali untuk pengeluaran yang
relatif kecil, maka dapat dikatakan bahwa transaksi kas sebagian besar
menggunakan rekening giro bank. Sehingga dalam hal ini terdapat dua pihak yang
menyelenggarakan pencatatan aktivitas kas, yaitu perusahaan dan bank.
Secara teoritis, pencatatan yang dilakukan oleh dua pihak tersebut
seharusnya mempunyai saldo yang sama. Tetapi dalam prakteknya, mungkin saja
terjadi perbedaan antara pencatatan perusahaan dengan pencatatan bank yang
tercermin dalam rekening koran, yaitu suatu laporan yang menggambarkan
aktivitas keuangan perusahaan yang disimpan di bank. Perbedaan tersebut pada
hakekatnya disebabkan oleh karena salah satu atau dua sebab dibawah ini:
1. Kelambatan salah satu pihak (perusahaan atau bank) dalam mencatat transaksi,
misalnya:
setoran dalam perjalanan (deposit in transit)
hasil penagihan yang dilakukan bank, tetapi perusahaan belum
mengetahuinya
pendapatan jasa giro dan biaya bank yang belum diketahui oleh perusahaan
cek yang masih beredar (outstanding check)
dan lainnya
2. Kesalahan yang dibuat oleh salah satu pihak (perusahaan atau bank) dalam
mencatat suatu transaksi
Karena adanya perbedaan tersebut di atas, maka pada akhir periode
akuntansi perlu dilakukan proses perbandingan atau pencocokan antara pencatatan
perusahaan dengan rekening koran proses inilah yang disebut dengan istilah
rekonsiliasi bank. Adapun tujuannya adalah agar diketahui penyebab perbedaan,
sehingga dapat dilakukan penyesuaian seperlunya, sehingga bisa diperoleh saldo
kas di bank yang benar.
Prosedur penyusunan rekonsiliasi bank dapat dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Menentukan saldo akhir kas menurut catatan perusahaan
2. Memeriksa perhitungan saldo akhir menurut rekening koran yang diterima dari
bank
3. meneliti faktor penyebab perbedaan antara pencatatan perusahaan dengan
rekening koran
4. Menyusun rekonsiliasi bank
5. menyiapkan jurnal penyesuaian dengan tujuan agar pencatatan kas menurut
perusahaan menjadi benar

2.6. Bentuk Rekonsiliasi Bank


Pada umumnya, rekonsiliasi bank dapat dibuat dalam dua cara sebagai
berikut:
1. Rekonsiliasi saldo akhir, yang bisa dibuat dalam bentuk:
a. Rekonsiliasi saldo bank dan saldo kas untuk menentukan saldo yang benar
b. Rekonsiliasi saldo bank kepada saldo kas
2. Rekonsiliasi saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir, yang bisa
dibuat dalam bentuk:
a. Rekonsiliasi saldo bank dan saldo kas untuk menentukan saldo yang benar
b. Rekonsiliasi saldo bank kepada saldo kas
Untuk keperluan penyusunan laporan keuangan bentuk rekonsiliasi yang
paling cocok adalah bentuk 1.a. sebab dari rekonsiliasi bentuk ini akan diperoleh
saldo kas yang benar, sedangkan rekonsiliasi bentuk lainnya sering digunakan
oleh Akuntan Publik.
Berikut ini akan diberikan contoh penyusunan rekonsiliasi bank dengan
cara yang pertama maupun yang kedua:

CONTOH SOAL 1
Berdasarkan PT ABC per 31 Desember 2007, saldo uang perusahaan sebesar Rp.
608.000,00 sedangkan dari rekening koran yang diterima dari Bank Niaga
diketahui bersaldo Rp. 594.000,00. Penyebab perbedaan adalah sebagai berikut:
1. Pembayaran utang kepada supplier sebesar Rp. 365.000,00 telah dicatat oleh
karyawan bagian pembukuan sebesar Rp. 635.000,00
2. Setoran uang ke bank sebesar Rp. 293.000,00 baru dibukukan oleh bank
tanggal 2 Januari 2008, padahal penyetoran dilakukan pada 28 Desember 2008
3. Sebuah cek yang diterima dari Amat sebesar Rp. 85.000,00 ketika diuangkan
ke bank ternyata tidak ada dananya
4. Laporan bank menunjukkan adanya penerimaan tagihan dari Andi sebesar Rp.
185.000,00 pada tanggal 29 Desember 2007. untuk itu, bank memperhitungkan
ongkos tagih Rp. 5000,00
5. Cek yang dikeluarkan perusahaan dan masih beredar Rp. 207.000,00
6. Biaya bank bulan Desember Rp. 15.000,00 belum dibukukan oleh perusahaan
7. Jasa giro sebesar Rp. 32.000,00 belum dibukukan oleh perusahaan
8. Penyetoran uang sebesar Rp. 155.000,00 ternyata dalam laporan bank dicatat
debet sehingga seolah-olah sebagai pengambilan uang oleh perusahaan

Diminta
1. Susunlah rekonsiliasi bank per 31 Desember 2007 dengan cara mencari saldo
yang benar
2. Siapkan jurnal adjustment yang diperlukan
Pembahasan
PT. ABC
REKONSILIASI BANK
Per 31 Desember 2007
Saldo perusahaan Rp. 608.000,00 Saldo bank Rp. 594.000,00
Ditambah Ditambah
- Koreksi tagihan Rp. 270.000,00 DIT Rp. 293.000,00
- Hasil tagihan Rp. 185.000,00 Koreksi kesalahan
- Jasa giro Rp. 32.000,00 Rp. 155.000,00
Rp. 155.000,00 +
______________ Rp. 310.000,00
Jumlah Rp. 1.095.000,00 Jumlah Rp. 1.197.000,00

Dikurangi Dikurangi
-NSF Rp. 85.000,00 OSC Rp. 207.000,00
- Biaya bank Rp. 15.000,00
- Biaya tagih Rp. 5.000,00 ______________
Saldo yang benar Rp. 990.000,00 Saldo yang benar Rp. 990.000,00

Jurnal Adjustment
1. Kas Rp. 270.000,00
Hutang Rp. 270.000,00
2. Piutang Rp. 85.000,00
Kas Rp. 85.000,00

3. Kas Rp.180.000,00
Biaya tagih Rp. 5.000,00
Piutang Rp. 185.000,00

4. Biaya lain-lain Rp. 15.000,00


Kas Rp. 15.000,00

5. Kas Rp. 32.000,00


Pendapatan bunga Rp. 32.000,00

CONTOH SOAL 2
Suatu analisa yang dilakukan atas rekening koran yang diterima dari bank pada
Desember 2007 atas nama PT Abadi diperoleh informasi sebagai berikut:
1. Rekening koran menunjukkan saldo Rp. 3.335.000,00
2. Cek sebesar Rp. 63.000,00 yang dikeluarkan oleh PT. Adi ternyata oleh bank
telah didebetkan ke rekening PT Abadi
3. Pendebetan biaya bank Rp. 6.000,00 belum diketahui perusahaan
4. Setoran yang dilakukan oleh PT Abdi sebesar Rp. 140.000,00 oleh bank
dikreditkan ke rekening PT. Abadi
5. Cek yang beredar berjumlah Rp. 1.056.000,00 dimana didalamnya termasuk
cek sebesar Rp. 60.000,00 sudah kadaluwarsa dan telah dibatalkan. Cek yang
baru telah dikeluarkan, tetapi tidak ada pencatatan pada saat pembatalan
6. Penerimaan sebesar Rp. 900.000,00 baru disetorkan ke bank pada tanggal 2
Januari 2008
7. Terjadi kesalahan dalam deposit slip dimana tercantum jumlah Rp. 222.000,00.
Jumlah yang benar sebagaimana dikreditkan oleh bank adalah Rp. 202.000,00
sehingga saldo buku di perusahaan terdapat kelebihan sebesar Rp. 20.000,00
8. Saldo rekening buku besar kas adalah sebesar Rp. 3.128.000,00

Diminta
1. Siapkan rekonsiliasi bank kepada saldo kas per 31 Desember 2007
2. Siapkan jurnal Adjustment yang diperlukan
Pembahasan
PT Abadi
Laporan Rekonsiliasi Bank
Per 31 Desember 2007
Saldo per laporan bank Rp. 3.335.000,00
Ditambah
- Cek yang salah dibebankan Rp. 63.000,00
- Biaya jasa bank Rp. 6.000,00
- Setoran dalam perjalanan Rp. 900.000,00
- Kesalahan dalam deposit Rp. 20.000,00
Rp. 989.000,00
Rp. 4.324.000,00
Dikurangi
- Kesalahan pencatatan bank Rp. 140.000,00
- Cek yang beredar Rp. 996.000,00
- Cek yang dibatalkan Rp. 60.000,00
Rp. 1.196.000,00
Rp. 3.128.000,00

Jurnal Adjustment
1. Kas di bank Rp. 60.000,00
Hutang Rp. 60.000,00
2. Biaya lain-lain Rp. 6.000,00
Kas di bank Rp. 6.000,00

3. Kas di perusahaan Rp. 20.000,00


Kas di bank Rp. 20.000,00
CONTOH SOAL 3
Informasi berikut berhubungan dengan transaksi kas PT Adhil untuk bulan
Agustus dan September 2007:

Agustus September
- Saldo laporan bank-akhir bulan Rp. 4.000,00 Rp. 4.860,00
- Saldo buku kas-akhir bulan Rp. 2.988,00 Rp. 3.833,00
- Cek kosong yang dikembalikan bank Rp. 80,00 Rp. 160,00
- Cek yang beredar-akhir bulan Rp. 1.200,00 Rp. 1.730,00
-Setoran di perjalanan-akhir bulan Rp. 500,00 Rp. 850,00
- Biaya bank Rp. 8,00 Rp. 11,00
- Cek sebesar Rp. 268,00 keliru dicatat
Rp. 286,00 (cek tersebut pada tanggal
30 September 2007 tidak beredar) Rp. Rp. 286,00
- Penagihan kepada langganan perusahaan
(belum dicatat oleh perusahaan sampai
bulan berikutnya) Rp. 400,00 Rp. 300,00
- Pengeluaran menurut buku perusahaan Rp. 29.705,00 Rp. 34.605,00
- Setoran menurut laporan bank Rp. Rp. 35.000,00
Catatan:
a. Semua pengeluaran perusahaan menggunakan cek
b. Dari cek yang beredar pada 30 September 2007, sebuah cek yang bernilai Rp.
200,00 telah disetujui oleh bank untuk dibayar pada tanggal 20 September
2007.
Diminta
1. Susunlah rekonsiliasi bank saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo
akhir dengan bentuk:
a. Rekonsiliasi bank untuk menentukan saldo yang benar
b. Rekonsiliasi saldo bank kepada saldo kas

Pembahasan
1.a.
PT. Adhil
REKONSILIASI BANK
Per 30 September 2007
K E T E R AN GAN Saldo Awal Penerimaan Pengeluaran Saldo Akhir
Saldo menurut bank 4.000 35.000 34.140 4.860
Setoran di perjalanan
- Agustus 500 (500) - -
- September - 850 - 850
Cek yang beredar
- Agustus (1.200) - (1.200) -
- September - - 1.730 (1.730)
Saldo bank yang beredar 3.300 35.350 34.670 3.980
Saldo menurut perusahaan 2.988 35.450 34.605 3.833
Penagihan oleh bank
- Agustus 400 (400) - -
- September - 300 - 300
Koreksi cek - - (18) 18
Biaya bank
- Agustus (8) - - -
- September - - 160 (160)
Saldo perusahaan yg benar 3.300 35.350 34.670 3.980

Penjelasan:
1. a. Setoran di perjalanan awal bulan Agustus 2007 Rp. 500,00 jumlah tersebut
belum termasuk saldo awal menurut bank, maka agar benar harus
ditambahkan.
Setoran tersebut baru dierima bank pada bulan September, sehingga sudah
dicatat sebagai penerimaan bulan September, tetapi karena merupakan
setoran bulan Agustus, maka penerimaan bulan September harus dikurangi.
b. Setoran diperjalanan bulan September Rp. 850,00 merupakan penerimaan
bulan September, maka harus ditambahkan, saldo akhir harus ditambah.
2. a. Cek yang beredar bulan Agustus Rp. 1.200,00 sudah dicatat perusahaan
sebagai pengeluaran, maka saldo bank harus dikurangi.
Pengeluaran tersebut baru dibukukan bank bulan Desember, tetapi karena
merupakan pengeluaran bulan Agustus, maka pengeluaran bulan September
harus dikurangi.
b. Cek yang beredar bulan September Rp. 1.730,00 merupakan pengeluaran
bulan September, maka harus ditambahkan. Saldo akhir juga harus
dikurangi.
3. a. Penagihan oleh bank bulan Agustus Rp. 400,00 sudah dicatat oleh bank,
tetapi perusahaan belum, maka saldo awal harus ditambah. Penagihan
tersebut oleh perusahaan baru dicatat September, tetapi karena merupakan
penerimaan Agustus, maka penerimaan September harus dikurangi.
b. Penerimaan sebesar Rp. 300,00 merupakan penerimaan September, tetapi
belum dicatat perusahaan, maka penerimaan harus ditambah, demikian juga
saldo akhir juga harus ditambah.
4. Cek yang merupakan pengeluaran September telah dicatat oleh perusahaan
terlalu besar rp. 18,00. Oleh karena itu, pengeluaran harus dikurangi sehingga
saldo akhir bertambah.
5. Biaya bank bulan Agustus Rp. 8,00 belum dicatat perusahaan sehingga tidak
temasuk saldo awal, agar benar maka saldo awal harus dikurangi.
Biaya bank tersebut baru dicatat sebagai pengeluaran oleh perusahaan bulan
September, tetapi karena merupakan pengeluaran Agustus, maka pengeluaran
September harus dikurangi.
Biaya bank Rp. 11,00 merupakan pengeluaran September, tetapi belum dicatat
perusahaan. Oleh karena itu, pengeluaran September harus ditambah sehingga
saldo akhir berkurang.
6. a. Perusahaan sudah mencatat cek sebesar Rp. 80,00 sebagai penerimaan bulan
Agustus sehingga jumlah tersebut sudah termasuk dalam saldo awal
September. Karena dikembalikan, maka saldo awal tersebut harus dikurangi.
Pengembalian dilakukan bulan September sehingga jumlah tersebut sudah
dicatat sebagai pengeluaran bulan September, agar benar maka pengeluaran
harus dikurangi.
b. Cek kosong Rp. 160,00 dikembalikan sehingga merupakan pengeluaran,
maka pengeluaran bulan September bertambah, akibatnya saldo akhir
berkurang.

PT. Adhil
REKONSILIASI BANK
Per 30 September 2007
K E T E R AN GAN Saldo Awal Penerimaan Pengeluaran Saldo Akhir
Saldo menurut bank 4.000 35.000 34.140 4.860
Setoran di perjalanan
- Agustus 500 (500) - -
- September - 850 - 850
Cek yang beredar
- Agustus (1.200) - (1.200) -
- September - - 1.730 (1.730)
Penagihan oleh bank
- Agustus (400) 400 - -
- September - (300) - (300)
Koreksi cek - - 18 (18)
Biaya bank
- Agustus 8 - 8 -
- September - - (11) 11
Cek kosong
- Agustus 80 - 80 -
- September - - (160) 160
Saldo Menurut perusahaan 2.988 35.450 34.605 3.833

Penjelasan
1. Setoran di perjalanan lihat penjelasan 1.a.
2. Cek yang beredar lihat penjelasan 1.a.
3. a. Penagihan oleh bank sebesar Rp. 400,00 sudah dicatat sebagai penerimaan
oleh bank pada bulan Agustus sehingga sudah termasuk saldo awal, tetapi
perusahaan belum mencatatnya. Karena catatan perusahaan dianggap benar,
maka saldo awal bank dikurang. Karena perusahaan baru mencatat sebagai
penerimaan September, maka penerimaan bank juga harus ditambah.
b. Penagihan sebesar Rp. 300,00 sudah dicatat sebagai penerimaan bank bulan
September, tetapi perusahaan baru mencatatnya bulan Oktober. Karena
catatan perusahaan dianggap benar, maka penerimaan bank September harus
dikurangi, demikian juga saldo akhirnya.
4. Perusahaan mencatat cek sebesar Rp. 286,00 sedangkan bank mencatat sebesar
Rp. 268,00. Karena catatan perusahaan dianggap benar, maka pengeluaran
bank harus ditambah, sehingga saldo akhir berkurang.
5. a. Bank sudah mencatat pengeluaran sebesar Rp. 8,00 bulan Agustus sehingga
sudah temasuk saldo awal September, tetapi perusahaan belum mencatatnya.
Karena catatan perusahaan dianggap benar, maka saldo awal harus ditambah.
Perusahaan mencatat biaya bank tersebut sebagai pengeluaran September,
oleh karena itu pengeluaran bank September harus ditambah.
b. Bank sudah mencatat biaya bank Rp. 11,00 sebagai pengeluaran September,
tetapi perusahaan baru mencatatnya Oktober. Karena catatan perusahaan
dianggap benar, maka pengeluaran bank harus dikurangi, sehingga saldo
akhir bertambah.
6. a. Perusahaan mencatat cek sebesar Rp. 80,00 sebagai penerimaan Agustus,
tetapi bank tidak karena cek tersebut tidak ada dananya. Karena catatan
perusahaan dianggap benar, maka saldo awal bank harus ditambah. Oleh
perusahaan, cek tersebut dikembalikan kepada langganan dan dicatat sebagai
pengeluaran September, oleh karena itu pengeluaran bank harus ditambah.
b. Cek kosong tersebut dikembalikan bank bulan September dan bank mencatat
sebagai pengeluaran sebesar Rp. 160,00 tetapi perusahaan baru mencatatnya
bulan Oktober. Karena catatan perusahaan dianggap benar, maka
pengeluaran bank September harus dikurangi, sehingga saldo akhir
bertambah.
JAMINAN PINJAMAN BANK (COMPENSATING BALANCE)
Adalah sebagian pinjaman yang diperoleh dari bank tetapi ditahan oleh
bank pemberi pinjaman yang digunakan sebagai jamnian sampai pinjaman
tersebut dilunasi.
Contoh:
PT. DS memperoleh kredit dari suatu bank sebesar Rp. 2.500.000,00 dengan
jangka waktu dua tahun, bunga 15% per tahun. Setelah akta kredit disetujui,
ternyata uang yang diterima PT. DS hanya sebesar Rp. 2.200.000,00 sedangkan
yang sebesar Rp. 300.000,00 ditahan oleh bank yang memberi kredit.
Bagi PT. DS jaminan pinjaman bank tersebut tidak boleh dilaporkan
sebagai elemen kas, karena dibatasi penggunaannya. Jika kredit tersebut jangka
pendek, maka akan dilaporkan sebagai bagian aktiva lancar. Sebaliknya, jika
jangka panjang, maka dilaporkan sebagai aktiva tidak lancar.

2.7. BANK OVERDRAFT


Bank Overdraft timbul jika perusahaan telah melakukan pembayaran
dengan cek, tetapi cek tersebut nilainya melebihi saldo rekening di bank, sehingga
saldo rekening giro negatif.
Apabila perusahaan mempunyai beberapa rekening dalam satu bank, maka
overdraft ini dapat dikompensasikan dengan rekening yang bersaldo positif,
sehingga tidak perlu diakui adanya utang. Tetapi jika tidak atau jika rekening yang
bersaldo positif tersebut terdapat pada bank lain, maka overdraft harus dilaporkan
sebagai hutang lancar.

CONTOH SOAL:
Pada 29 Agustus 2007, PT Zoro telah menarik cek senilai Rp. 5.000.000,00
sebagai pembayaran hutang. Pada 31 Agustus 2007 diketahui bahwa sisa uang
perusahaan di bank hanya bersaldo Rp. 4.500.000,00
Jurnal: Kas Rp. 500.000,00
Bank Overdraft (hutang) Rp. 500.000,00

2.8. SELISIH KAS (CASH OVERAGES & CASH SHORTAGES)


Selisih kas timbul jika pada saat dilakukan cash opname ternyata jumlah
uang tidak sama dengan catatan kas di rekening buku besar. Dalam hal ini, ada
dua kemungkinan:
Apabila selisih kas tersebut diketahui karena kecurangan karyawan dan masih
ada kemungkinan dapat ditagih, maka selisih kas dicatat sebagai piutang.
Tetapi jika tidak dapat ditagih, akan dicatat sebagai Kerugian Luar Biasa.
Apabila selisih kas tidak diketahui penyebabnya, maka rekening kas harus
disesuaikan dan selisih kas dicatat:
1. Selisih kas lebih (Cash Overage)
Yaitu apabila saldo rekening kas lebih kecil dibandingkan dengan jumlah
uangnya. Selisih kas yang timbul dicatat dan dilaporkan sebagai
Pendapatan Luar Biasa
Jurnal Adjustment: Kas xxx
Selisih kas xxx

2. Selisih kas kurang (Cash Shortages)


Yaitu jika saldo rekening kas lebih besar dibandingkan dengan jumlah
uangnya. Selisih kas yang timbul dicatat dan dilaporkan sebagai Rugi Luar
Biasa
Jurnal Adjustment: Selisih kas xxx
Kas xxx

PENYAJIAN KAS DAN BANK DI NERACA


Kas di perusahaan dan giro di bank xxx
Kas untuk tujuan khusus (untuk membayar bungan & deviden) xxx

LATIHAN-LATIHAN
II.1. Suatu pemeriksaan terhadap Bank Statement pada PT. Ramonsy dan buku
catatan selama bulan Januari 2008 menghasilkan informasi sebagai berikut:
a. Bank Statement dan buku catatan kas:
1. Saldo uang kas menurut bank statement pada tanggal 31 Januari 2008
sebesar Rp. 85.407,00
2. Saldo rekening kas pada tanggal yang sama Rp. 175.312,00
3. Cek kosong sebesar Rp. 15,00
4. Ongkos penagihan yang dilakukan bank dan dibebankan kepada
perusahaan berjumlah Rp. 15,00
5. Cek yang telah dikirimkan kepada supplier tetapi masih belum dapat
diuangkan berjumlah Rp. 1.826,00
6. Penerimaan uang sebesar Rp. 19.842,00 baru disetorkan ke bank pada
tanggal 3 Februari 2008
7. Cek kepada PT. Rori sebesar Rp. 2.160,00 telah dicatat dalam buku
pengeluaran kas pada tanggal 31 Januari 2008 belum dikirimkan ke
alamat sampai tanggal 3 Feburari 2008
8. Hutang perusahaan pada bank sebesar Rp. 8.080,00 pada tanggal jatuh
tempo telah didebetkan ke rekening perusahaan oleh bank
b. Item-item kas yang dimasukkan ke dalam rekening kas:
1. Perangko Rp. 200,00
2. Kas kecil Rp. 1.500,00
3. Bukti piutang kepada karyawan Rp. 982,00
4. Cek mundur yang diterima dari langganan Rp. 225,00
5. Surat berharga saham Rp. 10.850,00
c. Item lainnya yang dimasukkan ke dalam rekening kas:
1. Deposito khusus untuk membayar deviden Rp. 8.000,00
2. Deposito khusus untuk membayar pajak Rp. 38.972,00
3. Sertifikat deposito berjangka Rp. 5.000,00

Diminta
1. Susunlah rekonsiliasi dengan bentuk rekonsiliasi saldo bank ke saldo kas
2. Siapkan jurnal penyesuaian yang diperlukan
Pembahasan
PT. Romansy
Laporan Rekonsiliasi Bank
Per 31 Januari 2008
Saldo per bank Rp.
85.407,00
Ditambah
Penerimaan yang belum disetor Rp. 19.842,00
Dikurangi
Cek yang masih beredar Rp. 1.826,00
Saldo per bank setelah dikoreksi Rp. 103.423,00
Saldo per buku Rp. 175.312,00
Ditambah
Cek yang belum dikirim Rp. 2.160,00
Rp. 177.472,00
Dikurangi
Cek kosong Rp. 225,00
Biaya bank Rp. 15,00
Hutang yang dibayar bank Rp. 8.080,00
Unsur-unsur non-kas:
Perangko Rp. 200,00
Kas kecil Rp. 1.500,00
Piutang pegawai Rp. 982,00
Cek mundur Rp. 225,00
Surat berharga Rp. 10.850,00
Dana untuk deviden Rp. 8.000,00
Dana untuk pajak Rp. 38.972,00
Deposito berjangka Rp. 5.000,00

Rp. 65.729,00
Rp. 74.049,00
Rp. 103.423,00
Saldo per buku setelah dikoreksi
Jurnal Adjustment
1. Kas Rp. 2.160,00
Hutang dagang Rp. 2.160,00
Piutang dagang Rp. 480,00
Biaya bank Rp. 15,00
Hutang dagang Rp. 8.080,00
Perangko Rp. 200,00
Surat berharga Rp. 10.850,00
Kas kecil Rp. 1.500,00
Piutang pegawai Rp. 982,00
Deposito berjangka Rp. 5.000,00
Dana untuk deviden Rp. 8.000,00
Dana untuk pajak Rp. 38.972,00
Kas Rp. 74.049,00
2. Data-data berikut ini berhubungan dengan PT Indah Jaya:
a. Pada tanggal 31 Juli 2007 diketahui saldo laporan bank sebesar Rp.
74.875,00 termasuk pembebanan biaya bank Rp. 235,00 yang belum
dilaporkan perusahaan. Tetapi kemudian dicatat dalam buku perusahaan
dalam bulan September.
b. Saldo rekening kas dalam buku besar tanggal 31 Juli 2007 Rp. 66.715,00
c. Cek yang beredar per 31 Juli 2007 berjumlah Rp. 13.475,00 dan penerimaan
yang belum disetor berjumlah Rp. 5.080,00
d. Saldo laporan bank per 31 Juli 2007 sebesar Rp. 78.265,00 penerimaan
tercatat Rp. 105.360,00 dan pengeluaran Rp. 101.970,00 pengeluaran
tersebut termasuk biaya bank yang belum dilaporkan ke perusahaan sebesar
Rp. 270,00
e. Dalam buku besar perusahaan, rekening kas menunjukkan angka Rp.
80.435,00 penerimaan Rp. 104.405,00 dalam bulan Agustus. Sedangkan cek
yang dikeluarkan berjumlah Rp. 90.450,00. Penerimaan yang masih dalam
perjalanan sebesar Rp. 4.125,00 dan cek yang belum diuangkan berjumlah
Rp. 2.225,00
Diminta
Siapkan laporan rekonsiliasi 4 kolom dengan bentuk saldo bank
direkomendasikan ke saldo buku. Siapkan juga adjustment-nya.

PT. Indah Jaya


Laporan Rekonsiliasi Bank
Per 31 Agustus 2007
Saldo Awal Penerimaan Pengeluaran Saldo akhir
Saldo per bank 74.875 105.360 101.970 78.265
Penerimaan belum disetor
- 31 Juli 2008 5.080 (5.080) - -
- 31 Agustus 2008 - 4.125 - 4.125
Cek yang masih beredar
- 31 Juli 2008 (13.475) - (13.475) -
- 31 Agustus 2008 - - 2.225 (2.225)
Biaya jasa bank
- 31 Juli 2008 235 - 235 -
- 31 Agustus 2008 - - (270) (270)
Saldo per buku 66.715 104.405 90.685 80.435

Jurnal Adjustment yang diperlukan


Biaya umum lain-lain Rp. 270,00
Kas di bank Rp. 270,00

3. PT. Bali Indah telah menentukan kebijakan bahwa semua uang tunainya
disimpan dalam bentuk rekening giro di BNI, dan hanya kas kecil yang
diselenggakan dengan imprest system sebesar Rp. 100.000,00 ada di
perusahaan. Semua pengeluaran termasuk pengisian kas kecil menggunakan
cek. Pada akhir 2007 pemegang buku perusahaan telah membuat rekomendasi
bank sebagai berikut:
Saldo per buku Rp. 3.586.000,00
Ditambah
Penerimaan yang telah didebet dalam rekening bank tetapi belum disetor
sampai dengan tanggal 31 Desember 2007 Rp. 485.983,00
Cek mundur dari langganan ditolak bank, cek itu ada di perusahaan dan
tidak ada pencatatan pada saat cek ditolak oleh bank Rp. 20.000,00
Biaya administrasi bank bulan Desember Rp. 1.126,00
Rp. 4.093.368,00
Dikurangi
Cek yang masih beredar Rp. 467.109,00
Pelunasan wesel tagih oleh seorang debitur via bank sesuai dengan kredit
memo dari bank (30-12-07) Rp. 40.000,00
Koreksi pembukuan atas sebuah cek untuk pelunasan hutang sebesar Rp.
70.611,00 yang dicatat terlalu kecil Rp. 23.798,00
Rp. 530.907,00
Saldo per bank Rp. 3.562.481,00
Diminta
Siapkan rekonsiliasi yang benar dengan menggunakan bentuk saldo bank dan
saldo buku dikoreksi dan siapkan adjustment yang diperlukan.

PT. Bali Indah


Laporan Rekonsiliasi Bank
Per 31 Desember 2007
Saldo per bank Rp.
3.562.481,00
Dikurangi
Cek yang masih beredar (Rp. 467.109,00)
Saldo bank setelah dikoreksi Rp. 3.095.372,00
Saldo per buku Rp. 3.586.279,00

Ditambah
- Pelunasan wesel tagih Rp. 40.000,00
Rp. 3.626.279,00
Dikurangi
- Penerimaan belum disetor Rp. 485.000,00
- Biaya bank Rp. 1.126,00
- Koreksi pembukuan Rp. 23.798,00
- Cek mundur Rp. 20.000,00
Rp. 530.907,00
Saldo buku setelah dikoreksi Rp. 3.095.372,00

Jurnal Adjustment yang diperlukan


a. Bank Rp. 40.000,00
Piutang wesel Rp. 40.000,00
b. Kas Rp. 485.983,00
Bank Rp. 485.983,00
c. Biaya administrasi bank Rp. 1.126,00
Kas Rp. 1.126,00
d. Hutang dagang Rp. 23.798,00
Kas Rp. 23.798,00
e. Piutang dagang Rp. 20.000,00
Kas Rp. 20.000,00

4. Data berikut ini diperoleh dari PT. ITA ketika petugas pembukuan sedang
mempersiapkan laporan rekonsiliasi bank:
Saldo per buku Rp. 1.469.271,00
Setoran dalam perjalanan Rp. 261.523,00
Pembebanan biaya bank Rp. 2.100,00
Cek yang masih beredar Rp. 307.951,00
Wesel yang berhasil ditagih bank termasuk bunga
Rp. 4.500,00 tetapi perusahaan belum diberi tahu Rp. 104.500,00
Kesalahan telah dibuat oleh bank yaitu cek yang
ditarik PT. ATI dibebankan pada rekening PT. ITA Rp. 61.708,00
Penjualan oleh pemegang buku telah dicatat Rp. 179.200,00 seharusnya Rp.
172.900,00
Diminta
Siapkan jurnal yang diperlukan untuk menyesuaikan rekening kas.
Jurnal adjustment yang diperlukan
Biaya lain-lain Rp. 2.100,00
Penjualan Rp. 6.300,00
Kas Rp. 96.100,00
Hutang wesel Rp. 100.000,00
Pendapatan bunga Rp. 4.500,00

BAB III
SURAT BERHARGA

PENDAHULUAN
Meskipun kas merupakan aktiva yang paling berharga dibandingkan
dengan aktiva lainnya, tetapi kas merupakan aktiva yang tidak produktif. Oleh
karena itu, jika di perusahaan terdapat uang yang melebihi kebutuhan, perusahaan
dapat menginvestasikannya sehingga dapat diperoleh penghasilan.
Karena jangka waktu tidak terpakainya uang kas tersebut relatif singkat,
maka investasinya juga harus dilakukan dalam jangka waktu yang singkat pula.
Investasi itu biasanya dalam bentuk surat berharga, dimana di neraca termasuk
kelompok aktiva lancar.
3.1. Bentuk dan Karakteristik
Investasi yang bertujuan untuk memanfaatkan adanya uang kas yang
menganggur dapat dilakukan dalam bentuk antara lain:
1. Sertifikat Deposito (short term paper)
2. Saham (marketable equity securities)
3. Obligasi (marketable debt securities)
Di dalam PAI Bab IV pasal 2.2.3. dinyatakan bahwa untuk dapat
diklasifikasikan sebagai investasi jangka pendek, surat berharga tersebut diatas
harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Mempunyai pasaran dan dapat diperjualbelikan
2. Dimaksudkan untuk dijual dalam jangka waktu dekat bila terdapat kebutuhan
dana untuk kegiatan umum perusahaan
3. Tidak dimaksudkan untuk menguasai perusahaan lain
Surat berharga dikatakan mempunyai pasaran apabila surat berharga
tersebut diperdagangkan di bursa saham. Sampai saat ini, surat berharga yang
diperdagangkan di bursa saham di Indonesia masih terbatas pada saham dan
obligasi dari perusahaan yang go public dan sertifikat PT. Danareksa.

3.2. Akuntansi untuk Surat Berharga


Masalah akuntansi untuk surat berharga meliputi semua transaksi yang
berhubungan mulai dari perolehan sampai dengan penjualan atau penghentiannya.
Berikut ini akan dibahas akuntansi untuk surat berharga yang meliputi transaksi:
1. Perolehan surat berharga
2. Penerimaan penghasilan
3. Penjualan surat berharga
4. Penilaian surat berharga

1. Perolehan Surat Berharga


Untuk dapat membeli surat berharga yang diperdagangkan di bursa saham,
seseorang tidak perlu pergi ke bursa itu sendiri, tetapi cukup apabila ia
menghubungi makelar saham yang ada, dan makelar inilah yang meneruskan
permintaan beli ini ke bursa.
Apabila perusahaan membeli surat berharga, maka pencatatan yang dilakukan
adalah dengan mendebet rekening Surat Berharga atau Investasi Sementara
sebesar harga perolehannya. Harga perolehan (cost) surat berharga meliputi
kurs surat berharga ditambah dengan semua biaya yang berhubungan dengan
transaksi pembelian seperti komisi, materai, dan sebagainya.
Khusus untuk obligasi jika dibeli tidak tepat pada tanggal pembayaran bunga
perlu diperhitungkan adanya bunga berjalan, yaitu bunga yang harus dibayar
pembeli mulai dari tanggal pembayaran bunga yang terkahir sampai dengan
tanggal terjadinya transaksi pembelian. Pencatatan bunga berjalan ini harus
terpisah dari harga beli obligasi. Sedangkan rekening yang digunakan untuk
mencatatnya tergantung pada pendekatan yang digunakan, yaitu:
a. Income Approach
Dalam pendekatan ini bunga berjalan dicatat dengan mendebet rekening
Pendapatan Bunga

b. Asset Approach
Dalam pendekatan ini bunga berjalan dicatat dengan mendebet rekening
Piutang Pendapatan Bunga
CONTOH SOAL 1
1. Dibeli tunai 300 lembar saham biasa PT. Unilever nominal Rp. 10.000,00
per lembar, kurs 158, dan biaya provisi Rp. 60.000,00
2. Dibeli tunai 200 lembar saham biasa PT. Unilever nominal Rp. 10.000,00
per lembar, kurs 178, dan biaya provisi Rp. 40.000,00
3. Dibeli tunai 250 lembar obligasi PT. Papan Sejahtera, nominal Rp.
10.000,00 per lembar, bunga 18% per tahun yang dibayar tiap - 1/10, kurs
105, biaya komisi Rp. 25.000,00. Pembelian dilakukan 1 Februari 2007
4. Pada 1 Oktober 2007, dibeli tunai 150 lembar obligasi PT. Jasa Marga,
nominal Rp. 50.000,00 per lembar, bunga 12% per tahun yang dibayar -
1/8. Untuk pembelian ini perusahaan membayar seluruhnya Rp.
7.400.000,00
5. Pada 1 Oktober 2007 dibeli lagi obligasi PT. Papan Sejahtera, nominal Rp.
10.000,00 per lembar, sebanyak 100 lembar, bunga 18% per tahun yang
dibayar - 1/10.
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas (bunga berjalan dicatat dengan
Income Approach dan Asset Approach)
Pembahasan
1. Surat berharga saham PT. Unilever Rp. 4.800.000,00
Kas Rp. 4.800.000,00
Perhitungan
- Kurs 300 x Rp. 10.000,00 x 158% = Rp. 4.740.000,00
- Biaya materai dan provisi = Rp. 60.000,00
- Harga perolehan saham = Rp. 4.800.000,00

2. Surat berharga saham PT. Unilever Rp. 3.600.000,00


Kas Rp. 3.600.000,00
3. Surat berharga obligasi PT. Papan S. Rp. 2.650.000,00
Pendapatan bunga (Income App.) Rp. 150.000,00
Kas Rp. 2.800.000,00
Perhitungan
- Kurs 250 x Rp. 10.000,00 = Rp. 2.625.000,00
- Biaya pembelian = Rp. 25.000,00
- Harga perolehan obligasi = Rp. 2.650.000,00
- Bunga berjalan 4 bulan (1/10-07 -08)
4/12 x 18% x Rp. 2.500.000,00 = Rp. 150.000,00
- Jumlah kas yang dibayarkan = Rp. 2.800.000,00

4. Surat berharga obligasi PT. Jasa R. Rp. 7.250.000,00


Pendapatan bunga (Asset App.) Rp. 150.000,00
Kas Rp. 7.400.000,00
Perhitungan
- Jumlah kas yang dibayarkan = Rp. 7.400.000,00
- Bunga berjalan 2 bulan (1/8 1/10)
2/12 x 12% x ( 50 x Rp. 50.000,00) = Rp. 150.000,00
- Harga perolehan obligasi = Rp. 7.250.000,00

5. Surat berharga Obligasi PT. Papan S. Rp. 1.000.000,00


Kas Rp. 1.000.000,00
Keterangan
Dalam transaksi pembelian ini tidak diperhitungkan bunga berjalan sebab
pembelian tepat pada tanggal pembayaran bunga.

2. Penerimaan Penghasilan
Selama dimiliki, surat berharga diharapkan dapat menghasilkan penghasilan
yang berupa:
Deviden untuk investasi dalam bentuk saham
Bunga untuk investasi dalam bentuk obligasi dan deposito
Pencatatan atas penerimaan penghasilan investasi ini tergantung pada bentuk
surat berharganya. Untuk saham, penghasilan yang diterima dicatat dalam
rekening Pendapatan Deviden. Sedangkan untuk obligasi, penghasilan yang
diterima dicatat dalam rekening Pendapatan Bunga dengan memperhatikan
pendekatan yang dipergunakan pada saat pembelian/perolehan.

CONTOH SOAL 2 (lihat contoh soal 1)


1. Diterima tunai deviden atas saham biasa PT. Unilever sebesar Rp. 1.000,00
per lembar saham yang dimiliki
2. Diterima penghasilan bunga per 1 Oktober 2007 atas obligasi PT. Papan
Sejahtera
3. Pada tanggal 1 Agustus 2007 diterima penghasilan bunga atas obligasi PT.
Jasa Marga
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas
Pembahasan
1. Kas Rp. 500.000,00
Pendapatan deviden Rp. 500.000,00
Perhitungan
Jumlah deviden: (300+200) x Rp. 1.000,00 = Rp. 500.000,00

2. Kas Rp. 225.000,00


Pendapatan bunga Rp. 225.000,00
Keterangan
Jurnal diatas digunakan apabila bunga berjalan dicatat dengan Income
Approach. Adapun perhitungannya adalah:
6/12 x 18% x Rp. 2.500.000,00 = Rp. 225.000,00
3. Kas Rp. 450.000,00
Piutang pendapatan bunga Rp. 150.000,00
Pendapatan bunga Rp. 300.000,00
Keterangan
Jurnal diatas digunakan apabila bunga berjalan dicatat dengan Asset
Approach. Adapun perhitungannya adalah:
- Kas yang diterima: 6/12 x 12% x Rp. 7.500.000 = Rp. 450.000,00
- Piutang pendapatan bunga = Rp. 150.000,00
- Pendapatan bunga = Rp. 300.000,00

Pada akhir periode akuntansi perlu dibuat jurnal penyesuaian, jika akhir
periode akuntansi tersebut tidak tepat dengan pembayaran bunga obligasi. Tujuan
jurnal penyesuaian tersebut adalah untuk mengakui berapa bunga obligasi yang
sudah menjadi hak pada periode yang bersangkutan. Kemudian untuk
memudahkan pencatatan, pada awal periode berikutnya perlu dibuat jurnal
penyesuian kembali.

CONTOH SOAL 3
(Lihat contoh soal 1)
Misalnya untuk obligasi PT. Papan Sejahtera karena bunga selanjutnya akan
dibayar pada tanggal 1 April 2008, maka pada:
31 Desember 2007 Bunga yang diterima Rp. 112.500,00
Pendapatan bunga Rp. 112.500,00
Keterangan
Jurnal diatas untuk mencatat bunga yang harus diakui pada
tahun 2008
1 Januari 2008 Pendapatan bunga Rp. 112.500,00
Bunga yang akan diterima Rp. 112.500,00

3. Penjualan Surat Berharga


Seperti dalampembelian, maka apabila perusahaan akan menjual surat berharga
yang dimilikinya ke bursa saham, perusahaan tidak perlu datang sendiri ke
bursa tersebut. Dengan hanya menghubungi makelar, maka penjualan sudah
dapat dilakukan. Selain dijual ke bursa saham, surat berharga juga dapat dijual
kepada pihak lain yang berminat.
Dalam penjualan surat berharga akan menimbulkan rugi atau laba jika harga
jual surat berharga tersebut tidak sama dengan harga perolehannya. Rugi atau
laba penjualan surat berharga ini umumnya dilaporkan dalam Laporan Rugi
Laba sebagai rekening atau pos Rugi atau Laba Di Luar Usaha.
Untuk penjualan obligasi juga timbul adanya bunga berjalan ika penjualan
dilakukan tidak tepat pada tanggal pembayaran bunga. Bunga berjalan tersebut
dihitung mulai dari tanggal penerimaan bunga yang terakhir sampai dengan
tanggal terjadinya transaksi penjualan obligasi.
Di dalam penjualan surat berharga, masalah yang timbul adalah menentukan
berapa besarnya harga perolehan surat berharga yang dijual, jika surat berharga
tersebut terdiri satu jenis, tetapi diperoleh dengan beberapa kali pembelian
dimana harga perolehannya per lembar berbeda-beda.
Untuk mengatasi masalah tersebut, dapat dipergunakan beberapa metode
penentuan aliran harga perolehan surat berharga yang dijual. Metode tersebut
antara lain:
1. FIFO
Di dalam metode ini dianggap bahwa surat berharga yang dijual harga
perolehannya berasal dari pembelian yang pertama kali, dan apabila tidak
mencukupi disusul dengan harga perolehan dari pembelian berikutnya.
2. AVERAGE
Di dalam metode ini dianggap bahwa surat berharga yang dijual dibebani
dengan harga perolehan rata-rata.

3. LIFO
Di dalam metode ini dianggap bahwa surat berharga yang dijual dibebani
dengan harga perolehan dari pembelian yang terakhir kali, dan apabila tidak
mencukupi disusul dengan harga perolehan dari pembelian sebelumnya.

CONTOH SOAL 4
(Lihat contoh soal 1)
1. Dijual secara tunai 400 lembar saham biasa PT. Unilever dengan kurs 184,
biaya penjualan Rp. 60.000,00
2. Pada 1 September 2008 dijual tunai 200 lembar obligasi PT. Papan
Sejahtera, kurs 104, biaya penjualan Rp. 10.000,00
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas (untuk saham digunakan metode
a. FIFO, b. AVERAGE, c. LIFO)
Pembahasan 1
a. FIFO
Kas Rp. 7.300.000,00
Surat berharga saham PT. Unilever Rp. 6.600.000,00
Laba penjualan surat berharga Rp. 700.000,00
Perhitungan
- Harga jual = 400 x Rp. 10.000,00 x 184% = Rp. 7.360.000,00
- Biaya penjualan = Rp. 60.000,00
- Jumlah kas yang diterima = Rp. 7.300.000,00
- Harga perolehan saham yang dijual:
300 x (Rp. 4.800.000,00 : 300) = Rp. 4.800.000,00
100 x (Rp. 3.600.000,00 : 200) = Rp. 1.800.000,00
= Rp. 6.600.000,00
- Laba penjualan surat berharga = Rp. 700.000,00

b. AVERAGE
Kas Rp. 7.300.000,00
Surat berharga saham PT. Unilever Rp. 6.800.000,00
Laba penjualan surat berharga Rp. 500.000,00

Perhitungan
- Jumlah kas yang diterima = Rp. 7.300.000,00
- Harga perolehan saham yang dijual:
400 x (Rp. 16.000,00 + Rp. 18.000,00) = Rp. 6.800.000,00
- Laba penjualan surat berharga = Rp. 500.000,00

c. LIFO
Kas Rp. 7.300.000,00
Surat berharga saham PT. Unilever Rp. 6.800.000,00
Laba penjualan surat berharga Rp. 500.000,00
Perhitungan
- Jumlah kas yang diterima = Rp. 7.300.000,00
- Harga perolehan saham yang dijual:
200 x Rp. 18.000,00 = Rp. 3.600.000,00
200 x Rp. 16.000,00 = Rp. 3.200.000,00
= Rp. 6.800.000,00
- Laba penjualan surat berharga = Rp. 500.000,00

Pembahasan 2
Kas Rp. 2.220.000,00
Rugi penjualan surat berharga Rp. 50.000,00
Surat berharga Obligasi PT. Jasa M. Rp.
2.120.000,00
Pendapatan bunga Rp. 150.000,00
Perhitungan
- Harga jual = 200 x Rp. 10.000,00 x 104% = Rp. 2.080.000,00
- Biaya penjualan = Rp. 10.000,00
- Jumlah harga jual = Rp. 2.070.000,00
- Bunga berjalan 5 bulan:
5/12 x 18% x Rp. 2.000.000,00 = Rp. 150.000,00
- Jumlah kas yang diterima = Rp. 2.220.000,00

- Harga perolehan obligasi yang dijual:


200 x (Rp. 2.650.000,00 : 250) = Rp. 2.120.000,00
- Rugi penjualan surat berharga = Rp. 50.000,00

4. Penilaian Surat Berharga


Apabila pada akhir periode akuntansi perusahaan masih memiliki sisa surat
berharga, baik saham ataupun obligasi, maka untuk keperluan penyusunan
laporan keuangan perlu adanya penilaian atas surat berharga yang sisa tersebut.
Ada beberapa metode penilaian surat berharga, yaitu:
a. Metode Harga Perolehan (Cost Method)
b. Metode yang lebih rendah antara harga perolehan dengan harga pasar
(COMWIL = Cost or Market Whichever is Lower atau LCOM = Lower
Cost or Market)
c. Metode Harga Pasar
Berikut ini akan dijelaskan penggunaan dari masing-masing metode diatas,
yaitu:
1. Cost Method
Menurut metode ini sisa surat berharga yang masih dimiliki perusahaan
dinilai dan dilaporkan di neraca sebesar harga perolehannya. Oleh karena
dalam rekening surat berharga memang sudah menunjukkan harga
perolehan surat berharga, maka pada akhir periode akuntansi penyajian
surat berharga di neraca tidak memerlukan perubahan atas angka yang
tercantum dalam rekening tersebut.
Pada umumnya, metode ini digunakan jika perubahan harga surat berharga
hanya bersifat sementara dan jumlahnya tidak terlalu besar.
2. COMWIL atau LCOM Method
Menurut metode ini, sisa surat berharga yang masih dimiliki perusahaan
dinilai dan dilaporkan di neraca dengan memilih mana yang lebih rendah
antara harga perolehan dan harga pasarnya. Oleh karena itu, ada dua
kemungkinan, yaitu:

a. Harga perolehan lebih rendah dari harga pasarnya


Dalam hal ini surat berharga dinilai dan disajikan di neraca dengan
memilih yang lebih rendah yaitu sebesar harga perolehannya (lihat cost
method diatas)
b. Harga perolehan lebih tinggi dari harga pasarnya
Dalam hal ini karena yang lebih rendah adalah harga pasarnya, maka
surat berharga dinilai dan disajikan di neraca sebesar harga pasarnya.
Karena harga pasar surat berharga lebih rendah dari harga perolehannya,
berarti terjadi penurunan nilai surat berharga yang bersangkutan,
sehingga perlu diakui adanya kerugian yang belum terjadi. Jumlah
kerugian tersebut adalah sebesar selisih antara harga perolehan dengan
harga pasarnya. Pencatatan yang dilakukan adalah dengan:
Mengkredit rekening Rugi Penurunan Nilai Surat Berharga (Decline
in Value of Marketable Securities) yakni suatu nominal account yang
akan dilaporkan sebagai pos Rugi di Luar Usaha dalam laporan rugi
laba.
Mengkredit rekening Cadangan Penurunan Nilai Surat Berharga
(Allowence for Decline in Value of Marketable Securities) yakni suatu
real account yang akan dilaporkan dalam neraca mengurangi rekening
Surat Berharga.
Metode ini dapat diterapkan dengan dua cara, yaitu:
Secara Agregate (diterapkan kepada jumlah keseluruhan surat
berharga). Dalam cara ini rugi penurunan nilai surat berharga dengan
total harga pasarnya.
Secara Individual (diterapkan kepada masing-masing elemen surat
berharga). Dalam cara ini rugi penurunan nilai surat berharga
diperoleh dengan membandingkan harga perolehan masing-masing
surat berharga dengan masing-masing harga pasar surat berharga.
Apabila terjadi penjualan surat berharga yang sudah diturunkan nilainya,
maka rugi laba penjualan dihitung dengan membandingkan harga jual
dengan harga perolehan yang baru (sudah dikurangi dengan Cadangan
Penurunan Nilai Surat Berharga). Demikian juga jika kemudian hari
terdapat kenaikan harga pasar surat berharga, maka rekening Cadangan
Penurunan Nilai Surat Berharga harus dihapuskan, sepanjang kenaikan
harga pasar tersebut tidak melebihi harga perolehan semula. Penghapusan
sebagian atau seluruh cadangan ini dianggap sebagai laba (yang belum
terealisir) yang timbul dari kenaikan nilai surat berharga dan dicatat dalam
rekening Laba Pengurangan Cadangan Penurunan Nilai Surat Berharga.
3. Market Method
Menurut metode ini sisa surat berharga pada akhir periode akuntansi dinilai
dan disajikan dalam neraca sebesar harga pasarnya, tanpa memperhatikan
apakah harga pasar tersebut lebih rendah atau lebih besar dari harga
perolehannya.
Apabila harga pasar lebih rendah dari harga perolehan surat berharga, maka
cara pencatatannya sama dengan yang telah dibahas dalam COMWIL
method.
Apabila harga pasar lebih besar dari harga perolehannya maka nilai yang
tercatat dalam rekening Surat Berharga harus dinaikkan sebesar selisih
harga tersebut. Kenaikan nilai ini langsung didebetkan ke rekening Surat
Berharga dan dikreditkan ke rekening Appraisal Capital-Kenaikan Nilai
Surat Berharga yakni suatu real account yang termasuk kelompok modal.
Kenaikan niliai ini sebenarnya merupakan keuntungan tetapi karena
kenaikan nilai aktiva tidak boleh dianggap sebagai keuntungan yang
sebenarnya sudah terealisir, maka keuntungan semacam itu harus segera di-
cancel.

CONTOH SOAL 5
Informasi berikut berhubungan dengan transaksi surat berharga yang
dilakukan oleh PT Saint:

Tahun 2007
1. Pada tanggal 15 Oktober 2007 dibeli secara tunai 50 lembar saham
biasa PT Sepatu Bata, nominal Rp. 12.000.000,00 biaya pembelian
sebesar Rp. 187.000,00
2. Pada tanggal 20 Desember 2007 dibeli secara tunai 50 lembar obligasi
PT. Jasa Marga, nominal Rp. 6.750.000,00 biaya pembelian Rp.
250.000,00 bunga 10% yang dibayarkan tiap 30 September dan 30 Juni
3. Pada tanggal 31 Desember 2007 diketahui bahwa harga pasar saham
biasa PT. Sepatu Bata adalah Rp. 11.870.625,00 dan harga pasar
obligasi PT. Jasa Marga adalah Rp. 7.032.500,00
Tahun 2008
Pada tanggal 30 Juni 2008 dijual semua saham dan obliasi dengan harga
Rp. 20.000.000,00
Diminta
1. Siapkan jurnal adjustment yang diperlukan pada tanggal 31 Desember
2007, jika perusahaan menilai surat berharga yang dinilai dengan:
a. Cost Method
b. COMWIL yang diterapkan secara agregate
c. COMWIL yang diterapkan secara individual
d. Market Method
2. Siapkan jurnal untuk mencatat penjualan surat berharga pada tahun
2008, jika perusahaan menggunakan metode:
a. COMWIL yang diterapkan secara agregate
b. Market Method
Pembahasan
Surat Berharga Cost Market LCOM-individu
- Saham Rp. 12.187.500,00 Rp. 11.870.625,00 Rp. 11.870.625,00
- Obligasi Rp. 7.000.000,00 Rp. 7.032.500,00 Rp. 7.000.000,00
Total Rp. 19.187.500,00 Rp. 18.903.125,00 Rp. 18.870.625,00

1.a. Tidak diperlukan jurnal adjustment, sebab surat berharga dinilai sebesar
cost-nya yaitu sebesar Rp. 19.187.500,00
1.b. Rugi Penurunan Nilai Surat Berharga Rp. 284.375,00
Cadangan Penurunan Nilai S.B. Rp. 284.375,00
Keterangan
Kalau dilihat pada tabel diatas ternyata total harga pasar lebih rendah
jika dibandingkan denganharga perolehannya. Oleh karena itu surat
berharga dinilai dan disajikan di neraca sebesar harga pasarnya uaitu
sebesar Rp. 18.903.125,00. Sedangkan kerugian yang akan diakui
adalah Rp. 19.187.500,00 Rp. 18.903.125,00 = Rp. 284.375,00
1.c. Rugi Penurunan Nilai Surat Berharga Rp. 316.875,00
Cadangan Penurunan Nilai S.B. Rp. 316.875,00
Keterangan
Kalau dilihat pada tabel diatas ternyata nilai saham harga pasarnya
lebih rendah dari harga perolehannya, sehingga saham harus dinilai
sebesar Rp. 11.870.625,00 dan kerugian yang diakui Rp.
12.187.500,00 Rp. 11.870.625,00 = Rp. 316.875,00
Sedangkan untuk obligasi ternyata harga pasarnya lebih tinggi dari
harga perolehannya, sehingga tidak diperlukan perubahan apapun.
1.d. Rugi Penurunan Nilai Surat Berharga Rp. 316.875,00
Cadangan Penurunan Nilai S.B. Rp. 316.875,00
- Surat berharga obligasi Rp. 32.500,00
Apprisal Capital Kenaikan Nilai
Surat Berharga Rp. 32.500,00
2.a. Kas Rp. 20.000.000,00
Cadangan Penurunan Nilai S.B. Rp. 284.375,00
Surat berharga saham Rp. 12.187.500,00
Surat berharga obligasi Rp. 7.000.000,00
Laba Rp. 1.096.875,00

2.b. Kas Rp. 20.000.000,00


Cadangan Penurunan Nilai S.B. Rp. 316.875,00
Apprisal Capital Kenaikan
Nilai Surat Berharga Rp. 32.500,00
Surat berharga saham Rp. 12.187.000,00
Surat berharga obligasi Rp. 7.000.000,00
Laba Rp. 1.161.875,00

3.3. PENYAJIAN SURAT BERHARGA DI NERACA


Surat Berharga:
Obligasi (dicantumkan atas harga perolehan,
harga pasar Rp. 160.000,00) Rp. 150.000,00
Saham (dicantumkan atas harga perolehan,
harga pasar Rp. 500.000,00) Rp. 400.000,00
Rp. 550.000,00

CONTOH PEMBAHASAN SOAL


a. Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi yang dilakukan oleh PT ABC selama
tahun 2008 berikut ini:
1. Pembelian obligasi 8% PT Jasa Marga, nominal Rp. 100.000,00 dengan
kurs 102,5 dan komisi Rp. 740,00. PT ABC menggunakan income
approach dalam mencatat bunga berjalan, yang berjumlah Rp. 3.000,00
2. Pembelian saham biasa sebanyak 1000 lembar dengan harga Rp. 256,00
per lembar dan komisi Rp. 1.200,00 dari PT Roro
3. Diterima bunga tengah tahunan obligasi PT Jasa Marga Rp. 4.000,00
4. Dijual 300 lembar saham PT Roro dengan harga Rp. 261,00 per lembar
5. Dijual obligasi 8% PT Jasa Marga yang bernominal Rp. 60.000,00 dengan
kurs 103 ditambah bunga yang terhutang Rp. 800,00
6. Dibeli sertifikat deposito untuk jangka waktu 6 bulan Rp. 20.000,00

Pembahasan
1. Surat berharga obligasi 8% Rp. 103.240,00
Pendapatan bunga Rp. 3.000,00
Kas Rp. 106.240,00
Perhitungan
102,5% x Rp. 100.000,00 = Rp. 102.500,00
Komisi = Rp. 740,00
Total = Rp. 103.240,00
2. Surat berharga saham biasa Rp. 257.200,00
Kas Rp. 257.200,00
Perhitungan
Harga beli 1000 x Rp. 256,00 = Rp. 256.000,00
Komisi = Rp. 1.200,00
Total = Rp. 257.200,00
3. Kas Rp. 4.000,00
Pendapatan bunga Rp. 4.000,00
Perhitungan
6/12 x 8% x Rp. 100.000,00 = Rp. 4.000,00
4. Kas Rp. 78.300,00
Surat berharga saham biasa Rp. 77.160,00
Laba penjualan surat berharga Rp. 1.140,00
Perhitungan
Harga jual 300 x Rp. 261,00 = Rp. 78.300,00
Harga perolehan
300 : 1000 x Rp. 257.200,00 = Rp. 77.160,00
Laba penjualan = Rp. 1.140,00
5. Kas Rp. 61.800,00
Rugi penjualan surat berharga Rp. 144,00
Surat berharga obligasi Rp. 61.944,00

Perhitungan
Harga jual 103% x Rp. 60.000,00 = Rp. 61.800,00
60.000
Harga perolehan x Rp. 103.240,00 = Rp. 61.944,00
100.000
Rugi penjualan = Rp. 144,00
6. Sertifikat deposito Rp. 20.000,00
Kas Rp. 20.000,00

b. PT. Raharja mempunyai beberapa investasi dalam surat-surat berharga. Pada


tanggal 31 Desember 2007 dalam neraca tampak rekening investasi sementara
yang dicatat/dinilai dengan menggunakan metode LCOM yang diterapkan
secara keseluruhan sebagai berikut:
Investasi sementara Rp. 64.350,00
Cadangan penurunan nilai Rp. 3.540,00
Rp. 60.810,00
Dari suatu analisa yang dilakukan oleh akuntan perusahaan diketahui bahwa:
______________________ Nom/Lemb Cost Market
- Saham biasa PT. Uta 400 lb Rp. 30.750,00 Rp. 27.000,00
- Saham biasa PT. Ucla 150 lb Rp. 7.500,00 Rp. 6.750,00
- Obligasi PT. Ohio Rp. 28.500,00 Rp. 26.100,00 Rp. 27.060,00
Rp. 64.350,00 Rp. 60.810,00
Pada tanggal 30 Juni 2007, saham PT. Ucla dijual dengan harga Rp. 6.000,00
Pada tanggal 31 Desember 2007, saham PT. Uta mempunyai nilai pasar Rp.
61,00 per lembar dan obligasi PT. Ohio mempunyai nilai pasar Rp. 1.440,00
per lembar Rp. 1.500,00
Diminta
1. Jurnal penjualan saham tahun 2007
2. Adjustment yang diperlukan pada tanggal 31 Desember 2007

Pembahasan
Jurnal Penjualan tanggal 30 Juni 2007 (1)
Kas Rp. 6.000,00
Cadangan penurunan nilai Rp. 750,00
Rugi penjualan Rp. 750,00
Surat berharga Rp. 7.500,00

______________________ Cost Market LCOM


- Saham PT. Uta 400 x Rp. 61,00 Rp. 30.750,00 Rp. 24.400,00 Rp. 24.400,00
- Obligasi PT. Ohio
1440/1500 x Rp. 28.500,00 Rp. 26.100,00 Rp. 27.360,00 Rp. 26.100,00
Rp. 56.850,00 Rp. 51.760,00 Rp. 50.500,00

Jurnal Adjustment yang diperlukan


Rugi penurunan nilai surat berharga Rp. 1.500,00
Cadangan rugi penurunan nilai surat berharga Rp. 1.500,00
Perhitungan
Harga jual Rp. 6.000,00
Cost Rp. 7.500,00
Cad. Penurunan Nilai Rp. 750,00
Rp. 6.750,00
Rugi penjualan Rp. 750,00
Cadangan penurunan nilai tanggal 31-12-2007:
Rp. 56.850,00 Rp. 51.760,00 Rp. 5.090,00
Cadangan penurunan nilai tanggal 31-12-2007 Rp. 3.540,00
Rp. 1.500,00
BAB IV
PIUTANG

PENDAHULUAN
Bagi suatu perusahaan, baik perusahaan dagang maupun perusahaan
manufaktur, salah satu cara untuk memperluas dan memperbesar omzet penjualan
antara lain adalah dengan melakukan penjualan secara kredit. Sebagai akibat dari
transaksi penjualan secara kredit tersebut, timbul berbagai persoalan di dalam
akuntansinya. Hal ini antara lain disebabkan karena adanya tenggang waktu antara
barang yang diserahkan kepada pembeli dengan saat pembayarannya, sehingga
mengakibatkan adanya kemungkinan tidak seluruh harga yang telah disepakati
dapat direalisasikan menjadi uang.

4.1. Pengertian Piutang


Adalah klaim atau tuntutan atas uang dari suatu perusahaan kepada pihak
ketiga yang akan berakibat adanya penerimaan uang di masa yang akan datang.

4.2. Klasifikasi Piutang


Secara umum, piutang dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal di
bawah ini:
1. Berdasarkan jangka waktunya:
a. Piutang Jangka Pendek
Yaitu piutang yang diharapkan akan dilunasi dalam jangka waktu satu tahun
atau dalam periode siklus operasi normal perusahaan.
b. Piutang Jangka Panjang
Yaitu piutang yang jangka waktu pelunasannya lebih dari satu tahun.

2. Berdasarkan asal terjadinya atau timbulnya


a. Piutang Dagang
Yaitu piutang yang timbul dari penjualan secara kredit barang dagangan,
barang hasil produksi atau jasa yang dihasilkan.
b. Piutang Non-Dagang atau Piutang Diluar Usaha
Yaitu piutang yang timbul dari transaksi yang tidak secara langsung
berhubungan dengan penjualan secara kredit barang atau jasa yang
dihasilkan, misalnya:
Piutang kepada karyawan
Piutang kepada pemesan saham
Piutang pendapatan bunga
Dan lainnya
3. Berdasarkan ada tidaknya janji tertulis
a. Piutang Wesel
Yaitu piutang yang didukung dengan janji tertulis untuk membayar piutang
tersebut pada tanggal tertentu.
b. Piutang Biasa
Yaitu piutang yang tidak didukung janji tertulis.
Dari beberapa klasifikasi piutang diatas, maka untuk pembahasan selanjutnya
lebih banyak ditekankan pada piutang dagang dan piutang wesel.

4.3. Penilaian Piutang Dagang


Menurut Prinsip Akuntansi Indonesia Bab IV pasal 2.3.4. dinyatakan bahwa:
Piutang dinyatakan sebesar jumlah bruto tagihan dikurangi dengan taksiran
jumlah yang tidak dapat diterima. Jumlah bruto piutang harus tetap disajikan pada
neraca diikuti dengan penyisihan untuk piutang yang diragukan atau taksiran
jumlah yang tidak dapat diterima.
Dari statement diatas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi masalah dalam
penilaian piutang dagang adalah:
1. Penentuan besarnya piutang dagang dari penjualan secara kredit
2. Penentuan kemungkinan besarnya piutang yang tidak tertagih

4.4. PENENTUAN BESARNYA PIUTANG DAGANG


Seperti telah dijelaskan dimuka bahwa dalam transaksi penjualan secara
kredit timbul kemungkinan bahwa tidak seluruh harga yang telah disepakati dapat
direalisir menjadi uang. Kemungkinan semacam itu bisa terjadi karena hal-hal
dibawah ini:
1. Potongan Penjualan (Trade Discount)
Adalah potongan yang diberikan kepada pembeli karena membeli dalam partai
besar. Dalam hal ini, berarti harga jual tidak sama dengan tagihan kepada
pembeli, sebab penjualan dicatat sebesar brutonya sedangkan piutang dicatat
sebesar nettonya. Hal ini dimaksudkan agar terdapat konsistensi antara hasil
penjualan dengan kuantitas barang dikalikan dengan harga barang.
Cara pencatatan potongan penjualan ini adalah dengan mendebet rekening
Potongan Penjualan dimana akan dilaporkan sebagai pengurang total
penjualan.

CONTOH SOAL
PT. XYZ menetapkan bahwa kepada pembeli akan diberikan trade discount
10% apabila membeli diatas 100 unit. PT. ABC telah melakukan pembelian
sebanyak 150 unit dengan harga Rp. 2.000,00 per unitnya.
Jurnal: Piutang dagang Rp. 270.000,00
Potongan penjualan Rp. 30.000,00
Penjualan Rp. 300.000,00
Perhitungan
- Hasil penjualan = 150 x Rp. 2.000,00 = Rp. 300.000,00
- Pot. Penjualan = 10% x Rp. 300.000,00 = Rp. 30.000,00
- Yang dibebankan kepada PT. ABC = Rp. 270.000,00

2. Potongan Tunai (Cash Discount)


Adalah potongan yang diberikan apabila pembeli membayar dalam jangka
waktu tunai. Pemberian potongai ini biasanya dinyatakan dalam termyn
penjualan (term of credit) 2/10 n/30 yang berarti jika pembeli membayar dalam
jangka waktu 10 hari setelah pembelian akan mendapat potongan 2% dan
maksimal pembeli harus membayar dalam jangka waktu 30 hari setelah
pembelian.
Cara pencatatan potongan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara dibawah
ini:
a. Piutang Dagang dan Penjualan dicatat Sebesar Bruto
Dalam cara ini potongan tunai hanya diakui pada saat pembeli
menggunakan kesempatan dengan membayar dalam jangka waktu tunai
sehingga tiap periode tidak perlu adanya jurnal penyesuaian.
b. Piutang Dagang dan Penjualan dicatat Sebesar Netto
Dalam cara ini piutang dagang dan penjualan dicatat sebesar harga faktur
setelah dikurangi potongan tunai. Dalam hal ini terdapat dua kemungkinan,
yaitu:
Pembeli mengambil potongan tunai sehingga pembayaran dari pembeli
sama dengan jumlah piutang
Pembeli tidak mengambil potongan tunai, sehingga pembayaran dari
pembeli lebih besar dari piutang dagang. Selisih yang timbul dicatat
dalam rekening Potongan Penjualan yang Tidak Diambil.
Pada akhir periode perlu dibuat jurnal penyelesaian dengan mendebet
rekening Piutang Dagang dan mengkreditkan rekening Potongan
Penjualan yang Tidak Diambil apabila ada pembeli yang belum membayar.
Pada awal periode berikutnya dibuat jurnal penyesuaian kembali.
c. Piutang Dagang dicatat Bruto dan Penjualan dicatat Netto
Dalam cara ini piutang dagang dicatat sebesar harga faktur dan penjualan
dicatat sebesar harga faktur setelah dikurangi potongan tunai. Selisihnya
dicatat dalam rekening Cadangan Potongan Penjualan (di neraca sebagai
pengurang piutang dagang). Dalam hal ini apabila:
Pembeli mengambil potongan tunai maka pencatatannya adalah dengan
mendebet rekening Cadangan Potongan Penjualan dan mengkredit
rekening Piutang Dagang
Pembeli tidak mengambil potongan tunai, maka pencatatannya adalah
dengan mendebet Cadangan Potongan Penjualan dan mengkredit
rekening Potongan Penjualan yang Tidak Diambil

Berikut ini contoh dari penggunaan masing-masing metode:


Metode 1 Metode 2 Metode 3
1. Pada 1 Desember 2007 dijual barang dagangan secara kredit sebanyak
100 unit dengan harga Rp. 10,00 per unitnya, termyn 5/10 n/30:
Piutang.....Rp. 1.000 Piutang.....Rp. 950 Piutang.....Rp. 1.000
Penjualan.....Rp. 1.000 Penjualan.....Rp. 950 Penjualan........Rp. 950
Cad.Pot.Penj...Rp. 50

2. Misalnya pembeli membayar hutangnya pada 10 Desember 2007, maka:


Kas.........Rp. 950 Kas.....Rp. 950 Kas.....Rp. 950
Pot.Penj..Rp. 50 Piutang.....Rp. 950 Cad.Pot.Penj..Rp. 50
Piutang...........Rp. 1.000 Piutang...........Rp. 1.000

3. Misalnya pembeli baru membayar pada 25 Desember 2007, maka:


Kas.....Rp.1.000 Kas.....Rp. 1.000 Kas.....Rp. 1.000
Piutang.....Rp. 1.000 Piutang.....Rp. 950 Piutang...........Rp. 1.000
Pot.Penj.Yg.Tdk. Cad.Pot.Penj..Rp. 50
Diambil.....Rp. 50 Pot.Penj.Yg.Tdk.
Diambil..........Rp. 50
4. Misalkan pembeli belum membayar sampai dengan 31 Desember 2007,
maka:
Piutang.....Rp. 50 Cad.Pot.Penj..Rp. 50
Pot.Penj.Yg.Tdk. Pot.Penj.Yg.Tdk
Diambil..........Rp. 50 Diambil...........Rp. 50

3. Retur Penjualan
Retur penjualan terjadi jika barang yang sudah dikirimkan kepada pembeli
dikembalikan ke perusahaan karena rusak, susut, dan sebagainya. Oleh karena
jangka waktu penjualan dan penjualan retur mungkin melewati akhir periode
akuntansi, maka perlu dibentuk cadangan penjualan retur berdasarkan
pengalaman yang lalu.
Adapun cara pencatatannya adalah dengan memperhatikan hal-hal di bawah
ini:
a. Jika penjualan retur jarang terjadi, maka pencatatannya adalah dengan
mendebet rekening Retur Penjualan dan mengkredit rekening Piutang
Dagang
b. Jika retur penjualan sering terjadi, maka pencatatannya adalah dengan
mendebet rekening Retur Penjualan dan mengkredit rekening Cadangan
Retur Penjualan dimana di neraca disajikan sebagai pengurang Piutang
Dagang. Apabila benar-benar terjadi retur penjualan, maka pencatatannya
adalah dengan mendebet rekening Cadangan Retur Penjualan dan
mengkredit rekening Cadangan Retur Penjualan dan mengkredit rekening
Piutang Dagang.

CONTOH SOAL
1. Pada 28 Desember 2007 PT. Asyik menjual barang secara kredit (1 bulan)
seharga Rp. 500.000,00
2. Pada 31 Desember 2007 ditaksir bahwa retur penjualan yang mungkin
terjadi sebesar 10%
3. Pada 10 Januari 2008 pembeli mengembalikan barang yang dibeli senilai
Rp. 50.000,00
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas
Pembahasan
1. Piutang dagang Rp. 500.000,00
Penjualan Rp. 500.000,00
2. Retur penjualan Rp. 50.000,00
Cadangan retur penjualan Rp. 50.000,00
3. Cadangan retur penjualan Rp. 50.000,00
Piutang dagang Rp. 50.000,00
4. Ongkos Angkut
Apabila penjualan barang dilakukan dengan syarat POB Destination, maka
mungkin saja dengan persetujuan antara pembeli dan penjual, ongkos angkut
ditanggung oleh penjual. Oleh karena itu, jika pada akhir periode terdapat
barang yang sudah dikirim ke pembeli dan ongkos angkut dibayar oleh
pembeli, maka penjual perlu membuat jurnal, yaitu dengan mendebet rekening
Ongkos Angkut dan mengkredit rekening Cadangan Ongkos Angkut
dimana di neraca disajikan dengan mengurangkan dari Piutang Dagang. Pada
awal periode berikutnya perlu dibuat jurnal penyesuaian kembali.

CONTOH SOAL
Pada 31 Desember 2007 didalam pencatatan PT Seis terdapat piutang sebesar
Rp. 50.000,00 dengan ongkos angkut sebesar Rp 500,00 yang menjadi
tanggungan perusahaan, tetapi telah dibayar lebih dulu oleh pembeli. Oleh
karena itu pada akhir tahun tersebut harus mempersiapkan jurnal:
Ongkos angkut Rp. 500,00
Cadangan ongkos angkut Rp. 500,00
Pada awal tahun 2008 perlu dibuat jurnal penyesuaian kembali sebagai berikut:
Cadangan ongkos angkut Rp. 500,00
Ongkos angkut Rp. 500,00

4.5. PENENTUAN BESARNYA PIUTANG DAGANG YANG


TIDAK TERTAGIH
Di dalam penjualan barang secara kredit selalu mempunyai resiko adanya
bagian dari piutang dagang yang tidak dapat ditagih. Hal ini antara lain karena
piutang dagang umumnya tidak didukung dengan janji tertulis seperti halnya
piutang wesel.
Resiko ini merupakan biaya dari penjualan kredit, sehingga selama resiko
ini lebih kecil dari tambahan laba bruto dari penjualan kredit, maka penjualan
kredit tersebut masih menguntungkan apabila dilaksanakan. Demikian juga
dengan hal sebaliknya. Kemudian jika resiko tersebut menjadi kenyataan, maka
resiko tersebut menjadi kerugian, yang disebut dengan Kerugian Piutang (Bad
Debt Expense).

Metode yang Digunakan untuk Mencatat Kerugian Piutang


Dilihat dari akuntansinya, ada dua metode yang digunakan untuk mencatat
kerugian piutang tersebut, yaitu:
1. Metode Langsung (Direct Write Off Method)
Menurut metode ini adanya kerugian piutang baru diakui dan dicatat pada saat
diketahui dan dipastikan bahwa piutang dagang benar-benar tidak dapat
ditagih, sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan menilai piutang sebesar
nominalnya. Pencatatan yang dilakukan adalah dengan mendebet rekening
Kerugian Piutang dan mengkredit rekening Piutang Dagang.
Kelebihan metode ini adalah relatif mudah dan tidak banyak masalah dalam
menentukan besarnya kerugian piutang. Sedangkan kelemahannya adalah
kurang sesuai dengan matching concept, sebab mungkin saja periode
pengakuan penghasilan tidak sama dengan periode pengakuan kerugian/biaya.
2. Metode Cadangan (Allowence Method)
Menurut metode ini, kerugian piutang diakui dan dicatat berdasarkan taksiran
yang biasanya dilakukan pada akhir periode akuntansi. Pada saat ini jumlah
yang ditaksir tidak tertagih tersebut dianggap dan dicatat sebagai kerugian.
Tetapi jumlah piutang yang ditaksir tidak tertagih tersebut belum dikeluarkan
dari rekening piutang, melainkan baru dianggap dan dicatat sebagai cadangan
piutang yang sekiranya tidak tertagih. Pencatatan yang dilakukan adalah
dengan mendebet rekening Kerugian Piutang dan mengkredit rekening
Penyisihan Kerugian Piutang (termasuk contra account mengurangi total
piutang di neraca).
Bila terjadi piutang yang dicadangkan itu benar-benar dinyatakan tidak
tertagih, maka rekening cadangan tersebut harus dihapuskan, karena status
cadangan telah berubah menjadi kepastian, yakni pasti tidak tertagih. Cara
pencatatannya adalah dengan mendebet rekening Penyisihan Kerugian
Piutang dan mengkredit rekening Piutang Dagang sebesar yang tak
tertagih.

4.6. Penerimaan Piutang yang Sudah Dihapus


Dengan dihapuskannya piutang dagang bukan berarti debitur dibebaskan
dari pembayaran hutangnya. Oleh karena itu kepada debitur masih tetap dilakukan
penagihan, hanya kemungkinan tertagihnya itu kecil sekali. Tetapi apabila
kemudian dari piutang yang sudah dihapus tersebut diterima pembayarannya,
maka dalam pencatatannya harus memperhatikan dua faktor di bawah ini:
Metode pengakuan kerugian piutang yang dianut, metode langsung atau
metode cadangan
Kepastian tertagihnya piutang yang sudah dihapus, dalam periode yang sama
atau periode berikutnya
Adapun cara pencatatannya adalah sebagai berikut:
Metode Langsung Metode Cadangan
1. Kepastian dibayarnya piutang yang sudah dihapus terjadi dalam tahun yang
sama dengan penghapusan piutang, maka:
Piutang...............xx Piutang...............xx
Kerugian piutang...............xx Peny.Ker.Piutang...............xx
Keterangan
Jurnal diatas untuk mencatat pada saat diterima kepastian bahwa debitur akan
membayar, maka:
Kas...............xx Kas...............xx
Piutang...............xx Piutang...............xx
Keterangan
Jurnal diatas untuk mencatat saat diterimanya pembayaran.
2. Kepastian dibayarnya piutang yang sudah dihapus terjadi pada periode
berikutnya, maka:
Piutang...............xx Piutang...............xx
Penerimaan dr piutang Peny.Ker.Piutang...............xx
yg sdh dihapus...................xx
Keterangan
Jurnal diatas untuk mencatat saat diterimanya pembayaran.
Kas....................xx Kas....................xx
Piutang....................xx Piutang....................xx
Keterangan
Jurnal diatas untuk mencatat pada saat penerimaan pembayaran dari debitur.

CONTOH SOAL
Berikut ini data yang berhubungan dengan piutang dagang PT. ABC selama tahun
2007:
1. Penjualan secara kredit Rp. 200.000,00
2. Retur penjualan Rp. 10.000,00
3. Penerimaan kas dari penagihan piutang dagang Rp. 75.000,00
4. Potongan penjualan Rp. 5.000,00
5. Piutang yang dihapus Rp. 15.000,00
6. Penerimaan kas dari piutang yang dihapus:
a. dihapus tahun 2007 Rp. 4.000,00
b. dihapus tahun 2006 Rp. 3.000,00
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas dan jurnal adjustment pada akhir
tahun 2007, jika digunakan metode:
a. Langsung b. Cadangan (ditaksir kerugian piutang 5%)

Metode Langsung Metode Cadangan


1. Piutang dagang........200.000 Piutang dagang............200.000
Penjualan.......................200.000 Penjualan........................200.000
2. Retur penjualan.........10.000 Retur penjualan.............10.000
Piutang dagang................10.000 Piutang dagang.................10.000
3. Kas............................75.000 Kas................................75.000
4. Pot. Penjualan.............5.000 Pot. Penjualan.................5.000
Piutang dagang................80.000 Piutang dagang.................80.000
5. Kerugian piutang......15.000 Peny.Ker.Piutang..........15.000
Piutang dagang................15.000 Piutang dagang.................15.000
6.a. Piutang dagang.........4.000 Piutang dagang................4.000
Kerugian piutang...............4.000 Peny.Ker.Piutang................4.000
6.b. Piutang dagang.........3.000 Piutang dagang................3.000
Peny.dr.Piutang yg. Peny.Ker.Piutang................3.000
Sudah dihapus....................3.000
Kas...............................3.000 Kas..................................3.000
Piutang dagang...................3.000 Piutang dagang...................3.000
Kerugian piutang.............6.250
Peny.Ker.Piutang................6.250
Perhitungan:
5% x Rp.125.000,00 = Rp. 6.250,00
4.7. Penentuan Besarnya Kerugian Piutang
Seperti telah diutarakan di muka, bahwa apabila pengakuan kerugian
piutang menggunakan metode cadangan, maka pada tiap akhir periode akuntansi
harus dilakukan penaksiran tentang jumlah kerugian yang akan disajikan dakan
laporan rugi laba dan besarnya cadangan kerugian piutang yang akan disajikan
dalam neraca. Untuk keperluan penaksiran tersebut dapat dilakukan dengan dua
pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan rugi laba (Income Statement Approach)
2. Pendekatan neraca (Balance Sheet Approach)

Pendekatan Laba-Rugi
Dalam pendekatan ini besarnya kerugian piutang ditentukan dari data yang
tersedia dalam Laporan Laba-Rugi, yaitu data penjualan selama periode yang
bersangkutan. Dasar pemikirannya adalah bahwa piutang timbul dari aktivitas
penjualan kredit yang dilakukan perusahaan. Oleh karenanya besar kecilnya
kerugian piutang banyak tergantung pada besar kecilnya penjualan yang terjadi
pada periode yang bersangkutan. Sedangkan besarnya taksiran persentase
kerugian umumnya didasarkan pada pengalaman yang lalu.
Cara pencatatan yang dilakukan adalah sama dengan apa yang telah
dibahas dimuka dengan tanpa memperhatikan besarnya saldo rekening cadangan
yang ada sebelumnya.

CONTOH SOAL
Dari neraca saldo PT Harvo pada 31 Desember 2007 diketahui bahwa:
Piutang dagang Rp. 915.000,00
Penyisihan kerugian piutang (Rp. 17.100,00)
Penjualan kredit Rp. 5.300.000,00
Potongan penjualan Rp. 115.000,00
Retur penjualan Rp. 135.000,00
Diminta
Siapkan jurnal adjustment pada 31 Desember 2007 untuk mencatat kerugian
piutang, apabila diketahui bahwa persentase kerugian piutang selama lima tahun
terakhir adalah: 1%, 0,5%, 1,5%, 2%, 1%
Pembahasan
Rata-rata kerugian piutang lima tahun terakhir adalah:
(1% + 0,5% + 1,5% + 2% + 1%) : 5 = 1,2%
Penjualan kredit = Rp. 5.300.000,00
Potongan penjualan (Rp. 115.000,00)
Retur penjualan (Rp. 135.000,00)
Penjualan kredit bersih = Rp. 5.050.000,00
Kerugian piutang = 1,2% x Rp. 5.050.000,00 = Rp. 110.000,00
Jurnal Adjustment
Kerugian piutang Rp. 110.000,00
Penyisihan kerugian piutang Rp. 110.000,00
Keterangan
Dalam metode ini saldo cadangan sebelumnya tidak diperhatikan, sehingga cara
penyajian piutang di neraca adalah sebagai berikut:
Piutang dagang = Rp. 915.000,00
Penyisihan kerugian piutang =
Rp. 17.100,00 + Rp. 110.000,00 = (Rp. 127.100,00)
Rp. 787.900,00

Pendekatan Neraca
Dalam pendekatan ini kerugian piutang ditentukan dari data yang tersedia
dalam neraca, yaitu saldo piutang pada akhir periode akuntansi. Dasar
pemikirannya adalah bahwa piutang yang tidak tertagih timbul karena perusahaan
mempunyai piutang. Oleh karena itu, besar kecilnya kerugian piutang banyak
bergantung pada besar kecilnya piutang. Sedangkan besarnya persentase kerugian
biasanya didasarkan pada pengalaman yang telah lalu.
Cara pencatatannya adalah sama dengan yang telah dibahas dimuka dengan
mempertimbangkan bearnya saldo rekening cadangan yang ada.
Dalam pendekatan ini dikenal tiga cara penaksiran yang sering digunakan,
yaitu:
1. Saldo cadangan kerugian piutang periode yang lalu ditambah dengan
persentase tertentu dari saldo piutang akhir periode akuntansi yang berjalan
2. Saldo cadangan kerugian piutang periode yang lalu ditambah sampai
persentase tertentu dari saldo piutang akhir periode akuntansi yang berjalan
3. Saldo cadangan kerugian piutang ditambah sampai jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan analisa umur piutang (Aging Schedule)

Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa pada umumnya
rekening cadangan mempunyai saldo rekening cadangan debet, yang berarti
negatif. Cadangan kerugian piutang akan bersaldo debet apabila penghapusan
piutang lebih besar dari saldo cadangan yang tersedia. Sebaliknya, cadangan
kerugian piutang akan bersaldo kredit apabila penghapusan piutang lebih kecil
dari saldo cadangan yang ada.

CONTOH SOAL
Pada tanggal 31 Desember 2007 neraca saldo PT. Tako menunjukkan saldo
sebagai berikut:
- Piutang dagang Rp. 6.000.000,00
- Penyisihan kerugian piutang Rp. 300.000,00 (K)
Sedangkan buku besar pembantu piutang menunjukkan saldo-saldo sebagai
berikut:
PT. A Rp. 1.500.000,00 15 November 2007
PT. B Rp. 750.000,00 12 Desember 2007
PT. C Rp. 1.250.000,00 9 Oktober 2007
PT. D Rp. 1.000.000,00 3 Maret 2007
PT. E Rp. 400.000,00 11 Juni 2007
PT. F Rp. 1.100.000,00 17 November 2007
Catatan
Termyn 2/10 n/30
Tanggal yang tercantum di buku besar pembantu adalah tanggal terjadinya
penjualan kredit
Diminta
Siapkan jurnal adjustment yang diperlukan pada tanggal 31 Desember 2007 jika:
1. Saldo cadangan ditambah dengan 5% dari saldo piutang
2. Saldo cadangan ditambah sampai 15% dari saldo piutang
3. Saldo cadangan ditambah sampai jumlah dari hasil analisa umur piutang, jika
diketahui bahwa pengalaman perusahaan yang berhubungan dengan kerugian
piutang adalah sebagai berikut:
- Belum menunggak 1%
- Menunggak 1-30 hari 4%
- Menunggak 31-60 hari 7%
- Menunggak 61-180 hari 10%
- Menunggak lebih dari 180 hari 40%
Pembahasan
1. Kerugian piutang Rp. 300.000,00
Penyisihan kerugian piutang Rp. 300.000,00
Perhitungan
Kerugian piutang 5% x Rp. 6.000.000,00 = Rp. 300.000,00
Penyajian piutang di neraca:
- Piutang dagang Rp. 6.000.000,00
- Penyisihan Kerugian Piutang Rp. 600.000,00 (K)

2. Kerugian piutang Rp. 600.000,00


Penyisihan kerugian piutang Rp. 600.000,00
Perhitungan
Kerugian piutang 15% x Rp. 6.000.000,00 = Rp. 900.000,00
Saldo kredit penyisihan kerugian piutang = Rp. 300.000,00
Rp. 600.000,00
Penyajian di neraca
- Piutang dagang Rp. 6.000.000,00
- Penyisihan kerugian piutang Rp. 900.000,00 (K)

3. Untuk menjawab pertanyaan yang ketiga terlebih dahulu kita harus menyusun
Aging Schedule. Asumsi yang digunakan disini adalah bahwa semakin lama
umur piutang semakin besar resiko tidak tertagihnya. Dan karena umumnya
piutang timbul dari transaksi yang berbeda tanggalnya, maka umurnya juga
berbeda. Oleh karena itu, untuk menentukan kerugian piutang, saldo piutang
harus dianalisa menurut umurnya. Kemudian kerugian piutang ditentukan dari
masing-masing kelompok umur piutang tersebut. Adapun caranya adalah
sebagai berikut:
PT. Tako
Analisa Umur Piutang, 31 Desember 2007
Nama Belum Menunggak
Saldo
Debitur Menunggak 1-30 31-60 61-180 > 180
PT. A 1.500.000 - 1.500.000 - - -
PT. B 750.000 750.000 - - - -
PT. C 1.250.000 - - 1.250.000 - -
PT. D 1.000.000 - - - - 1.000.000
PT. E 400.000 - - - 400.000 -
PT. F 1.100.000 - 1.100.000 - - -
Jumlah 6.000.000 750.000 2.600.000 1.250.000 400.000 1.000.000

Setelah piutang dikelompokkan berdasarkan umurnya seperti diatas, maka


langkah selanjutnya adalah menentukan besarnya persentase kerugian piutang
untuk masing-masing kelompok umur. Caranya adalah sebagai berikut:
PT. Tako
Taksiran Kerugian Piutang, 31 Desember 2007
Taksiran Kerugian
Kelompok Umur Saldo Persentase
Piutang
Blm. Menunggak 750.000 1% 7.500
Menunggak 1-30 2.600.000 4% 104.000
Menunggak 31-60 1.250.000 7% 87.500
Menunggak 60-180 400.000 10% 40.000
Lebih dari 180 1.000.000 40% 400.000
Total 6.000.000 639.000

Jurnal
Kerugian piutang Rp. 339.000,00
Penyisihan kerugian piutang Rp. 339.000,00

Perhitungan
Kerugian piutang Rp. 639.000,00
Penyisihan kerugian piutang Rp. 300.000,00
Rp. 339.000,00
Penyajian piutang di neraca
- Piutang Rp. 6.000.000,00
- Penyisihan Kerugian Piutang Rp. 639.000,00 (K)
4.8. PENGGUNAAN PIUTANG DAGANG SEBAGAI
SUMBER UANG TUNAI
Jika pada suatu saat perusahaan mengalami kesulitan likuiditas, maka
perusahaan dapan menggunakan piutang yang dimiliki sebagai sumber uang tunai,
sebelum jatuh temponya. Adapun cara untuk memperoleh uang dengan
menggunakan piutang adalah:
1. Menjaminkan piutang (Pledging Account Receivable)
2. Menggadaikan piutang (Assigment of Account Receivable)
3. Menjual piutang (Factoring of Account Receivable)

Menjaminkan Piutang Dagang


Perusahaan dapat meminjam uang dari bank atau pihak lain dengan
jaminan piutang dagang yang dimilikinya. Dalam hal administrasi penagihan,
adanya retur penjualan dan resiko tidak tertagihnya piutang tetap menjadi
tanggung jawab pihak yang meminjam (borrowers). Tetapi pihak yang memberi
pinjaman (Lender) dapat menentukan bahwa dari hasil penagihan harus segera
dibayarkan sebagai pelunasan dan jika ada debitur yang tidak membayar,
peminjam tetap harus melunasinya.
Tidak ada masalah akuntansi yang khusus dari penjaminan piutang
tersebut. Hanya di dalam neraca, adanya piutang yang dijaminkan harus
diungkapkan secara jelas. Caranya dengan memberikan suatu catatan kaki
(footnote) atau dalam catatan laporan keuangan (notes to financial statement).

Menggadaikan Piutang Dagang


Perusahaan dapat pula menggadaikan piutang dagang untuk memperoleh
uang tunai. Dalam hal ini, pihak yang memberi pinjaman (assignee) dapat
menentukan bahwa peminjam (assignor) harus mengganti dengan piutang dagang
yang lain, jika ada debitur yang piutangnya digadaikan tidak membayar. Selain
itu, jika ada kekurangan harus menambahnya. Sebaliknya, jika hasil penagihan
ternyata melebihi, maka kelebihannya dikembalikan kepada peminjam.
Karena ada resiko retur penjualan, kerugian piutang yang tidak tertagih,
maka biasanya pinjaman yang diterima akan lebih kecil dibandingkan dengan
piutang dagang yang digadaikan.
Dalam hubungannya dengan debitur yang piutangnya digadaikan, dikenal
dua dasar, yaitu:
Tanpa Pemberitahuan (Non-Notification), yakni jika debitur tidak diberitahu
bahwa piutangnya telah digadaikan, sehingga pembayaran tetap kepada
peminjam.
Dengan Pemberitahuan (Notification Basis), yakni jika debitur diberitahu,
sehingga kepadanya diinstruksikan untuk langsung membayar kepada pihak
yang memberi pinjaman.

CONTOH SOAL
1. PT. XYZ menggadaikan piutang dagang ke bank sebesar Rp. 500.000,00 dan
menerima uang Rp. 390.000,00 yang merupakan uang muka 80% setelah
dikurangi komisi sebesar 2 dari uang muka.
Jurnal: Piutang dagang yang digadaikan Rp. 500.000,00
Piutang dagang Rp. 500.000,00
Kas Rp. 390.000,00
Biaya komisi Rp. 10.000,00
Hutang bank Rp. 400.000,00

2. Diterima pembayaran dari piutang yang digadaikan sebesar Rp. 300.000,00


yang langsung dibayarkan ke bank
Jurnal: Kas Rp. 300.000,00
Piutang dagang yg digadaikan Rp. 300.000,00
Hutang bank Rp. 300.000,00
Kas Rp. 300.000,00
3. Diterima retur penjualan dari piutang yang digadaikan sebesar Rp. 20.000,00
Jurnal: Retur penjualan Rp. 20.000,00
Piutang dagang yg digadaikan Rp. 20.000,00
4. Diterima pembayaran dari piutang yang digadaikan sebesar Rp. 100.000,00
yang langsung dibayarkan ke bank. Saldo rekening piutang yang digadaikan
karena sudah lunas dikembalikan ke rekening semula
Jurnal: Kas Rp. 100.000,00
Piutang dagang yg digadaikan Rp. 100.000,00
Hutang bank Rp. 100.000,00
Kas Rp. 100.000,00
Piutang dagang Rp. 80.000,00
Piutang dagang yg digadaikan Rp. 80.000,00
Dengan adanya piutang dagang yang digadaikan, maka didalam neraca harus
dijelaskan atau disajikan secara terpisah.
Contoh: Piutang dagang Rp. 750.000,00
Piutang dagang yg digadaikanRp. 500.000,00
(-) Hutang bank Rp. 400.000,00
Rp. 100.000,00
Rp. 850.000,00

Menjual Piutang Dagang


Perusahaan dapat menjual piutang dagang yang dimiliki kepada pihak yang
berminat, untuk mendapatkan uang tunai. Dalam penjualan piutang, umumnya
penagihan, adanya retur penjualan, dan kerugian piutang tidak tertagih menjadi
tanggung jawab pembeli (factor). Oleh karena itu, biasanya factor memungut
biaya komisi yang cukup besar.
Untuk piutang yang masih dalam periode potongan akan diakui sebesar
jumlah bersihnya, yaitu piutang dikurangi potongan dan potongan tersebut dicatat
dalam buku penjual piutang. Jika piutang yang dijual sudah dicadangkan, maka
rekening cadangan tersebut harus dihapuskan.
CONTOH SOAL
PT. Falcon menjual piutang sebesar Rp. 200.000,00 kepada bank dengan harga
Rp. 170.000,00. Cadangan kerugian piutang yang sudah dibentuk sebesar Rp.
6.000,00. Bank menahan 5% dari harga yang disepakati untuk jaminan jika ada
retur penjualan atau potongan penjualan
Jurnal: Kas Rp. 161.500,00
Piutang kepada bank Rp. 8.500,00
Penyisihan kerugian piutang Rp. 6.000,00
Macam-macam biaya Rp. 24.000,00
Piutang dagang Rp. 200.000,00

4.9. PIUTANG BERSALDO KREDIT


Sebagai unsur aktiva, umumnya piutang mempunyai saldo normal sebesar
debet. Tetapi pada suatu saat mungkin terjadi piutang bersaldo kredit, misalnya
pada waktu perusahaan menerima uang muka dari penjualan yang masih akan
dilakukan pada waktu yang akan datang, atau misalnya perusahaan menerima
pembayaran dari debitur dengan jumlah melebihi dari yang harus dilunasinya.
Cara penyajian piutang semacam ini di neraca adalah dalam klompok
hutang lancar, sebagai rekening Piutang Bersaldo Kredit atau dalam rekening
Hutang Dagang.

4.10. PIUTANG WESEL


Pengertian
Adalah janji tertulis dari suatu pihak kepada pihak lain yang berisi
kesediaan untuk membayar sejumlah uang pada tanggal tertentu di masa yang
akan datang.
Piutang wesel atau wesel tagih ini timbulnya bisa pada saat penjualan
barang atau bisa juga timbul setelah penjualan barang, dan biasanya digunakan
oleh yang membuat wesel untuk memperpanjang kredit, untuk memperoleh kredit
baru karena kredit lama belum dilunasi, dan sebagainya. Sedang bagi penerima
wesel mempunyai beberapa keuntungan, antara lain:
1. Mengurangi resiko terhadap kemungkinan adanya piutang tidak tertagih
2. Lebih mudah diuangkan dengan menjual (mendiskontokan) kepada pihak lain

Jenis-jenis wesel
Secara umum jenis-jenis wesel dapat dilihat dari beberapa hal dibawah ini:
1. Dapat dan tidaknya dipindahtangankan kepada pihak lain, wesel dapat
dibedakan:
a. Wesel Atas Tunjuk
Yaitu wesel yang dapat dipindahtangankan dengan cara mendiskontokan
kepada pihak lain sebelum jatuh temponya
b. Wesel Atas Nama
Yaitu wesel yang pada tanggal jatuh temponya hanya dapat dibayarkan
kepada pihak (orang) yang namanya tercantum dalam surat wesel tersebut
2. Besar kecilnya pembayaran pada tanggal jatuh tempo wesel dapat dibedakan:
a. Wesel Tanpa Bunga
Yaitu wesel yang pada tanggal jatuh tempo (mature date) uang yang diterima
sama dengan nilai nominalnya. Dengan kata lain, nilai jatuh tempo sama
dengan nilai nominalnya.

b. Wesel Berbunga
Yaitu wesel yang pada tanggal jatuh temponya uang yang diterima sebesar
nilai nominal ditambah bunga yang diperhitungkan. Dengan kata lain, nilai
jatuh tempo lebih besar dari nilai nominalnya.
4.11. Akuntansi Piutang Wesel
Akuntansi terhadap piutang wesel meliputi beberapa transaksi, yaitu:
1. Saat terjadinya piutang wesel
Pada saat terjadinya piutang wesel, cara pencatatan yang dilakukan baik untuk
wesel berbunga atau wesel tidak berbunga sama saja, yaitu dengan mendebet
rekening Piutang Wesel dan mengkredit rekening Piutang Dagang. Pada
akhir periode jika wesel masih belum jatuh tempo, maka untuk wesel yang
berbunga perlu dibuat jurnal penyesuaian, dengan tujuan untuk mengakui
bunga yang sudah menjadi hak pada periode yang bersangkutan, dan untuk
mempermudah pembukuan selanjutnya, maka pada awal periode berikutnya
perlu dibuat jurnal penyesuaian kembali.
2. Saat jatuh tempo piutang wesel
Pada saat jatuh temponya piutang wesel cara pencatatannya adalah dengan
menghapuskan rekening Piutang Wesel. Tetapi seperti dikatakan dimuka
bahwa untuk wesel berbunga nilai jatuh temponya lebih besar dari nilai
nominalnya. Selisih tersebut merupakan bunga dan dicatat dalam rekening
Penghasilan Bunga.
Apabila pada saat jatuh tempo ternyata debitur tidak memenuhi kewajibannya,
maka dua alternatif pencatatan yaitu dirubah menjadi piutang dagang atau
dirubah menjadi piutang wesel yang baru

CONTOH SOAL
Wesel Tidak Berbunga Wesel Berbunga
a. Pada 1 November 2007 PT. A menerima wesel yang bernominal Rp.
500.000,00 tidak berbunga dan wesel yang bernominal Rp. 100.000,00 bunga
15%. Jangka waktu masing-masing tiga bulan dari PT. B untuk pembayaran
hutangnya
Piutang wesel 500.000 Piutang wesel 100.000
Piutang dagang 500.000 Piutang dagang 100.000
b. Pada 31 Desember 2007 jurnal penyesuaian yang dibuat adalah:
Piutang bunga 2.500
Pendapatan bunga 2.500
(2/12 x 15% x Rp.100.000,00)
c. Pada tanggal 1 Januari 2008 jurnal penyesuaian kembali yang dibuat adalah:
Pendapatan bunga 2.500
Piutang bunga 2.500
d. Pada 1 Februari 2008 misalnya PT. B memenuhi kewajibannya, maka:
Kas 500.000 Kas 103.750
Piutang wesel 500.000 Piutang wesel 100.000
Pendapatan bunga 3.750*)
e. Pada 1 Februari 2008 misalnya PT. B tidak memenuhi kewajibannya, maka:
Piutang dagang 500.000 Piutang dagang 103.750
Piutang wesel 500.000 Piutang wesel 100.000
Pendapatan bunga 3.750
f. Pada saat berhasil ditagih, maka:
Kas 500.000 Kas 103.750
Piutang dagang 500.000 Piutang dagang 103.750
g. Pada 1 Februari 2008 misalnya PT. B tidak memenuhi kewajibannya dan
menggantinya dengan wesel yang baru, jangka waktu satu bulan, maka:
Piutang wesel 500.000 Piutang wesel 103.750
Piutang wesel 500.000 Piutang wesel 100.000
Pendapatan bunga 3.750
h. Pada tanggal 1 Maret 2008 PT. B memenuhi kewajibannya, maka:
Kas 500.000 Kas 103.750
Piutang wesel 500.000 Piutang wesel 103.750

3. Piutang Wesel yang didiskontokan/dijual


Apabila sebelum jatuh tempo pemegang wesel membutuhkan uang tunai, maka
ia dapat mendiskontokan wesel yang dimiliki. Dengan mendiskontokan wesel
ini, maka pemegang wesel akan menerima uang sebesar nilai jatuh tempo
dikurangi potongan yang disebut diskonto. Diskonto ini dihitung sejak
didiskontokannya wesel sampai dengan tanggal jatuh tempo. Adapun dasar
yang digunakan adalah nilai jatuh tempo wesel, dimana untuk wesel tidak
berbunga besarnya sama dengan nilai nominal, sedangakn untuk wesel
berbunga besarnya sama dengan nilai nominal ditambah dengan bunga wesel.
Sedangkan cara pencatatan diskonto adalah:
Biaya bunga, yaitu jika nominal wesel lebih besar dari uang yang diterima
Pendapatan bunga, yaitu jika nominal wesel lebih kecil dari uang yang
diterima
Pada tanggal jatuh tempo, debitur akan membayar kepada pihak yang
mendiskonto atau pihak yang membeli. Tetapi apabila debitur tidak memenuhi
kewajibannya, maka pihak yang mendiskonto mempunyai hak untuk menagih
kepada pihak yang mendiskontokan. Hak ini lazim disebut dengan Hak Regres.
Dari dua kemungkinan ini sangat mempengaruhi pencatatan pihak yang
mendiskontokan.

Wesel tidak berbunga Wesel berbunga


1. Pada 1 April 2007 PT. ABC mendiskontokan wesel yang diterima dari Amad
kepada BNI dengan diskonto 18%. Wesel tersebut bernominal Rp.
100.000,00 tanpa bunga jangka watu 3 bulan. Pada saat itu juga
didiskontokan selembar wesel dengan nominal Rp. 200.000,00 bunga 15%
jangka waktu 3 bulan dan diskonto 12%. Wesel tersebut masing-masing
bertanggal 1 Maret 2007
Kas 97.000 Kas 205.350
Biaya bunga 3.000 Piut.Ws.Didiskontokan 200.000
Piut.Ws.Didiskontokan 100.000 Penghasilan bunga 5.350
Perhitungan Perhitungan
Nilai j.t. = Nominal = 100.000 Nilai nominal = 200.000
Diskonto (1/4 31/5): Bunga (1/ - 31/5):
2/12 x 18% x 100.000 = 3.000 3/12 x 15% x 107.500 = 7.500
Uang yang diterima = 97.000 Nilai jatuh tempo = 207.500
Diskonto (1/4 31/5):
2/12 x 12% x 107.500 = 2.150
Uang yang diterima = 205.350
2. Pada 31 Mei 2008 seandainya diterima kabar dari BNI bahwa Amad telah
membayar, maka:
Piut.Ws.Didiskontokan 100.000 Piut. Ws.Didiskontokan 200.000
Piutang wesel 100.000 Piutang wesel 200.000
3. Pada 31 Mei 2008 seandainya Amad tidak memenuhi kewajibannya, BNI
akan menagih kepada PT. ABC, maka:
Piut.Ws.Didiskontokan 100.000 Piut. Ws.Didiskontokan 200.000
Piutang wesel 100.000 Piutang wesel 200.000
Piutang dagang 100.000 Piutang dagang 207.500
Kas 100.000 Kas 207.500
4. Seandainya Amad membayar kepada PT. ABC, maka:
Kas 100.000 Kas 207.500
Piutang dagang 100.000 Piutang dagang 207.500

4.12. PENYAJIAN DALAM NERACA


Dalam neraca, semua piutang yang diharapkan akan jatuh tempo dalam
waktu kurang dari satu tahun diklasifikasikan dalam aktiva lancar.
Aktiva lancar:
...........................................
Piutang wesel Rp. 1.000.000,00
Piutang wesel didiskontokan Rp. 500.000,00
Rp. 500.000,00
Piutang dagang Rp. 1.500.000,00
Penyisihan kerugian piutang Rp. 250.000,00
Rp. 1.250.000,00
Piutang dagang yang digadaikan Rp. 300.000,00
Pendapatan yang masih akan diterima Rp. 400.000,00
Piutang karyawan Rp. 550.000,00
Jumlah piutang Rp. 3.000.000,00
Aktiva Lancar

Khusus untuk piutang wesel yang akan didiskontokan ada beberapa


alternatif dalam penyajiannya di neraca. Sebab dengan mendiskontokan wesel,
sebenarnya perusahaan mempunyai hutang dengan jaminan wesel tersebut.
Apabila pada saat jatuh tempo ternyata wesel tidak dapat ditagih, maka yang
wajib membayar adalah perusahaan. Dengan adanya unsur ketidakpastian
perusahaan dalam membayar wesel yang didiskontokan dan tidak tertagih
tersebut, maka perusahaan perlu membentuk atau mengakui adanya hutang yang
belum pasti (Contingent Liabilities). Adapun penyajiannya dalam neraca ada
beberapa alternatif, yaitu:
1. Sebagai penjelasan dalam laporan keuangan (face of the financial statement)
Lihat contoh diatas
2. Sebagai catatan kaki (foot note) pada laporan keuangan
3. Mencantumkannya dalam catatan atas laporan keuangan (notes to financial
statements)
CONTOH PEMBAHASAN SOAL
1. Berikut ini transaksi yang berhubungan dengan rekening piutang dagang pada
PT. Wahyu dalam tahun buku 2007:
1. Hasil penjualan tunai dan kredit Rp. 24.361.024,00 (tunai = 35,35%)
2. Penerimaan kas dari debitur sebesar Rp. 19.381.733 dimana didalamnya
termasuk Rp. 12.250.000,00 yang mendapat potongan tunai sesuai dengan
syarat pembayaran 2/10, n=30
3. Penerimaan kas dari penjualan tunai Rp. 8.611.679,00
4. Penghapusan piutang yang dinyatakan tidak tertagih Rp. 200.114,00
5. Kredit memo yang dikirim ke langganan untuk retur penjualan Rp,
2.340.269,00
6. Pembayaran kembali kepada pembeli untuk retur dan potongan penjualan
tunai Rp. 687.979,00
7. Penerimaan kembali piutang yang telah dihapuskan (tidak termasuk dalam
butir 2 dan 3) Rp. 36.034,00
Dari neraca per tanggal 31 Desember 2007 diketahui bahwa saldo rekening
piutang sebesar Rp. 13.922.771,00 sedangkan rekening penyisihan kerugian
piutang ada saldo Rp. 373.645,00
Diminta
a. Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas
b. Siapkan jurnal adjustment pada tanggal 31 Desember 2007, jika diketahui:
Penyisihan kerugian piutang pada tanggal 31 Desember 2007 dihitung
berdasar analisa umur piutang dengan ketentuan:
- piutang yang belum jatuh tempo 0,25%
- menunggak 1-30 hari 2%
- menunggak 31-60 hari 3%
- menunggak 61-90 hari 5%
- meunggak lebih dari 90 hari 20%
Sedang analisa umur piutang menunjukkan bahwa:
- 30% dari saldo piutang belum jatuh tempo
- 15% dari saldo piutang menunggak 1-30 hari
- 20% dari sisa saldo menunggak 31-60 hari
- 25% dari sisa saldo menunggak 61-90 hari
- 10% dari sisa saldo menunggak lebih dari 90 hari
Jawaban dan Pembahasan
Jurnal yang diperlukan
1. Kas Rp. 8.611.679,00
Piutang Rp. 15.749.345,00
Penjualan Rp. 24.361.024,00
2. Kas Rp. 19.381.733,00
Potongan penjualan Rp. 245.000,00
Piutang dagang Rp. 19.626.733,00
3. Kas Rp. 8.611.679,00
Penjualan Rp. 8.611.679,00
4. Penyisihan kerugian piutang Rp. 200.114,00
Piutang dagang Rp. 200.114,00
5. Retur penjualan Rp. 2.340.269,00
Piutang dagang Rp 2.340.269,00
6. Retur penjualan Rp. 687.979,00
Piutang dagang Rp. 687.979,00
7. Kas Rp. 36.034,00
Penyisihan kerugian piutang Rp. 36.034,00

Mencari saldo akhir piutang dagang:


Rp. 13.922.771,00 + Rp. 15.749.345,00 Rp. 19.626.733,00 Rp. 200.114,00
Rp. 2.340.269,00 = Rp. 7.505.000,00
(saldo awal ditambah penjualan kredit dikurangi penerimaan kas dari debitur,
penghapusan piutang, retur penjualan)

Mencari besarnya penyisihan kerugian piutang dengan menggunakan analisa


umur piutang:
Keterangan Piutang Taksiran PKP **)
Belum jatuh tempo Rp. 2.251.500,00 0,25% Rp. 5.628,75
Menunggak 1-30 Rp. 1.125.750,00 2% Rp. 22.515,00
Menunggak 31-60 Rp. 1.501.000,00 3% Rp. 45.030,00
Menunggak 61-90 Rp. 1.876.250,00 5% Rp. 93.812,00
Menunggak lebih 90 Rp. 750.500,00 20% Rp. 150.100,00
Rp. 7.505.000,00 Rp. 317.086,25
Keterangan
*)
Untuk mencari besarnya piutang, kita kalikan saldo akhir piutang dengan
persentase yang sesuai dengan hasil analisa umur piutang. Misalnya, piutang
yang menunggak 1-30 hari: 15% x Rp. 7.505.000,00 didapat angka Rp.
1.125.750,00 dan seterusnya.
**)
Untuk mencari PKP (Penyisihan Kerugian Piutang) kita mengalikan taksiran
dengan jumlah piutang untuk masing-masing klasifikasi. Misalnya, piutang
klasifikasi menunggak 1-30 hari: Rp. 1.125.750,00 x 2% = Rp. 22.515,00 dan
seterusnya.
Jurnal Adjustment yang diperlukan tanggal 31 Desember 2007
Kerugian piutang Rp. 107.521,25
Penyisihan kerugian piutang Rp. 107.521,25
Keterangan
Saldo penyisihan kerugian piutang akhir yang seharusnya Rp. 317.086,25
Penyisihan kerugian piutang yang sudah ada:
- Saldo awal 1 Januari Rp. 373.645,00
Dikurangi penghapusan piutang Rp. 200.114,00
Rp. 173.531,00
Ditambah penerimaan piutang yg dihapus Rp. 36.034,00
Rp. 209.565,00
Besarnya adjustment Rp. 107.521,25

2. Toko baru menjaminkan piutang sebesar Rp. 40.000,00 kepada bank. Dari bank
diterima uang sebesar 90% dari piutang yang dijaminkan dikurangi komisi
sebesar 3% dari jumlah uang yang diterima. Piutang sebesar Rp. 20.000,00
diterima pelunasannya dan dibayarkan kepada bank ditambah bunga Rp.
200,00
Piutang sebesar Rp. 18.000,00 diterima pelunasannya.
Jumlah yang masih terhutang pada bank dilunasi ditambah bunga Rp. 280,00
sisa piutang yang dijaminkan diperkirakan akan dapat ditagih sebanyak 75%
dan sisanya dihapuskan.
Diminta
Buatlah jurnal untuk mencatat transaksi-transaksi diatas
Jurnal-jurnal terhadap transaksi Toko Baru:
1. Menjaminkan piutang kepada bank:
Piutang yang dijaminkan Rp. 40.000,00
Piutang Rp. 40.000,00
2. Penerimaan uang dari bank:
Kas Rp. 34.951,50
Biaya bunga Rp. 1.048,50
Hutang pada bank Rp. 36.000,00
Perhitungan
Piutang yang dijaminkan Rp. 40.000,00
Hutang pada bank = 90% x Rp. 40.000,00
Komisi 3% x (36.000 komisi)
Misalnya, jumlah komisi adalah x:
Maka x = 3% (36.000 x)
x = 1.080 0,03x
x 0,03x = 1.080
Jadi komisi = x = 1.080 :1,03 = Rp. 1.048,50
Penerimaan bersih = Rp. 34.951,50

3. Terima pelunasan piutang:


Kas Rp. 20.000,00
Piutang yang dijaminkan Rp. 20.000,00
4. Pembayaran pada bank beserta bunga:
Hutang pada bank Rp. 20.000,00
Biaya bunga Rp. 200,00
Kas Rp. 20.200,00
5. Terima pelunasan piutang:
Kas Rp. 18.000,00
Piutang yang dijaminkan Rp. 18.000,00
6. Pembayaran piutang pada bank beserta bunga:
Hutang pada bank Rp. 16.000,00
Biaya bunga Rp. 280,00
Kas Rp. 16.280,00
Perhitungan
Jumlah hutang pada bank Rp. 36.000,00
Jumlah pelunasan Rp. 20.000,00
Sisa hutang yang harus dilunasi Rp. 16.000,00
Bunga Rp. 280,00
Pelunasan hutang pada bank per kas Rp. 16.280,00
7. Taksiran sisa piutang yang dijaminkan yang dapat ditagih:
Piutang Rp. 2.000,00
Piutang yang dijaminkan Rp. 2.000,00
Perhitungan
Jumlah piutang yang dijaminkan Rp. 40.000,00
Pelunasan-pelunasan piutang Rp. 38.000,00
Taksiran sisa piutang yang dijaminkan
yang dapat ditagih Rp. 2.000,00
8. Penghapusan piutang:
Cadangan kerugian piutang Rp. 500,00
Piutang Rp. 500,00
Perhitungan
Dari sisa piutang ini diperkirakan yang 75% dapat ditagih, sedangkan yang
sisanya dihapuskan.
Jadi piutang yang dihapuskan: 25% x Rp. 2.000,00 = Rp. 500,00
3. Karena kesulitan keuangan PT Rajasa berniat akan memperbaiki likuiditasnya
dengan jalan menjual sepertiga dari piutangnya dan menyerahkan separuh dari
piutangnya yang tersisa ke bank.
Berikut ini data dari catatan perusahaan dan syarat yang ditentukan oleh bank:
- Piutang dagang sebelum adanya transaksi dengan bank Rp. 420.000,00
- Penyisihan piutang ragu-ragu Rp. 3.000,00
- Taksiran piutang yang tidak pernah tertagih 3%
- Bunga untuk penjualan piutang (dari total piutang) 20%
- Bunga untuk penyerahan piutang (dari total piutang) 16%
- Komisi yang dibayar (dari uang yang diterima) 3%
Diminta
1. Siapkan jurnal untuk mencatat penjualan dan penyerahan piutang
2. Siapkan jurnal adjustment untuk penyisihan kerugian piutang
Pembahasan
1. Kas Rp. 112.000,00
Biaya bunga Rp. 28.000,00
Piutang dagang Rp. 140.000,00
Pembahasan
Jurnal diatas adalah untuk mencatat penjualan 1/3 piutang dikurangi dengan
bunga 20%
Piutang yang diserahkan Rp. 140.000,00
Piutang dagang Rp. 140.000,00
Pembahasan
Jurnal diatas adalah untuk mencatat penyerahan piutang sebesar separuh dari
piutang yang tersisa setelah dijual

Kas Rp. 114.072,00


Biaya Rp. 3.528,00
Hutang bank Rp. 117.000,00
Perhitungan dan pembahasan
Jurnal diatas adalah untuk mencatat jumlah uang yang diterima dari
penyerahan piutang ke bank dengan perhitungan sebagai berikut:
Hutang bank = Rp. 140.000,00 (16% x Rp. 140.000,00) = Rp. 117.600,00
Biaya = 3% x Rp. 117.600,00 = Rp. 3.528,00
2. Kerugian piutang Rp. 5.400,00
Penyisihan kerugian piutang Rp. 5.400,00
Pembahasan
Taksiran = 3% x Rp. 280.000,00 (sisa piutang) = Rp. 8.400,00
Yang ada = Rp. 3.000,00
Adjustment = Rp. 5.400,00
4. Rekening piutang dalam neraca PT. Hari 31 Desember 2007 nampak sebagai
berikut:
Piutang bunga Rp. 325,00
Piutang wesel Rp. 47.500,00
Dikurangi piutang wesel yg didiskontokan Rp. 15.500,00
Rp. 32.000,00
Piutang dagang Rp. 90.000,00
Dikurangi penyisihan piutang ragu-ragu Rp. 3.950,00
Rp. 86.050,00
Transaksi selama tahun 2007 meliputi:
a. Penjualan kredit Rp. 767.800,00
b. Penerimaan kas dari penagihan piutang Rp. 571.000,00 termasuk
didalamnya Rp. 97.000,00 yang mendapat potongan tunai 2% sesuai dengan
syarat pembayaran yang ditentukan
c. Diterima wesel tagih untuk pembayaran piutang Rp. 84.000,00

d. Wesel tagih didiskontokan tanggal 31-12-2007 yang dibayar pada tanggal


jatuh tempo kecuali satu wesel tagih Rp. 8.000,00 perusahaan harus
membayar Rp. 8.090,00 yang meliputi bunga dan ongkos protes.
Diperkirakan bahwa wesel tersebut baru bisa ditagih tahun 2008
e. Wesel tagih langganan telah didiskontokan selama tahun ini Rp. 50.000,00
uang yang diterima Rp. 48.500,00. Dari jumlah ini termasuk Rp. 34.500,00
jatuh tempo tahun ini tanpa ada protes
f. Piutang yang dihapuskan selama tahun ini Rp. 8.420,00
g. Penerimaan kas dari piutang yang telah dihapus Rp. 1.020,00
h. Wesel tagih yang berhasil ditagih Rp. 26.000,00 bunga Rp. 2.150,00
i. Pada 31-12-2007 bunga yang terhutang Rp. 635,00
j. Piutang yang ditaksir tidak tertagih pada 31-12-2007 sebesar 5% dari saldo
akhir piutang
k. Dipinjam uang dari bank Rp. 35.000,00 dengan jaminan piutang sebesar Rp.
42.000,00 yang digadaikan ke bank tersebut. Penagihan yang berhasil
dilakukan sebesar Rp. 19.500,00 dan jumlah ini dibayarkan sebagai
pelunasan ke bank termasuk bunga pinjaman sebesar Rp. 500,00
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas
Jawaban
a. Piutang Rp. 767.800,00
Penjualan Rp. 767.800,00
b. Kas Rp. 571.000,00
Potongan penjualan Rp. 1.940,00
Piutang Rp. 572.940,00
c. Wesel tagih Rp. 84.000,00
Piutang Rp. 84.000,00
d. Wesel tagih yang didiskontokanRp. 15.500,00
Wesel tagih Rp. 15.500,00
Piutang Rp. 8.090,00
Kas Rp. 8.090,00
e. Kas Rp. 48.500,00
Biaya bunga Rp. 1.500,00
Wesel tagih yang didiskontokan Rp. 50.000,00
Wesel tagih yang didiskontokanRp. 34.500,00
Wesel tagih Rp. 34.500,00
f. Penyisihan piutang ragu-ragu Rp. 8.420,00
Rp. 8.420,00
g. Piutang Rp. 1.020,00
Penyisihan piutang ragu-ragu Rp. 1.020,00
Kas Rp. 1.020,00
Piutang Rp. 1.020,00
h. Kas Rp. 28.150,00
Wesel tagih Rp. 26.000,00
Pendapatan bunga Rp. 2.150,00
i. Piutang bunga Rp. 635,00
Pendapatan bunga Rp. 635,00
j. Piutang ragu-ragu Rp. 13.476,50*)
Penyisihan piutang ragu-ragu Rp. 13.476,50
k. Kas Rp. 35.000,00
Hutang kepada bank Rp. 35.000,00
Hutang kepada bank Rp. 19.000,00
Biaya bunga Rp. 500,00
Kas Rp. 19.500,00
Keterangan
*)
Saldo akhir piutang: (Rp. 90.000,00 + Rp. 767.800,00 Rp. 572.940,00
Rp. 84.000,00 + Rp. 8.090,00 Rp. 8.420,00 + Rp. 1.020,00 Rp. 1.020,00)
= Rp. 200.530,00
Piutang yang ditaksir tak tertagih 5% x Rp. 200.530,00 = Rp. 10.026,50
Saldo yang ada (Rp. 3.950,00 Rp. 8.420,00 + Rp. 1.020) = Rp. 3.450,00
Piutang ragu-ragu (penyisihan) = Rp. 13.476,50

BAB V
PERSEDIAAN 1

PENDAHULUAN
Dewasa ini akuntansi atas persediaan menjadi hal yang sangat penting bagi
suatu perusahaan, khususnya perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur. Hal
ini karena persediaan merupakan salah satu aktiva yang aktif perubahannya dan
merupakan bagian terbesar dari aktiva lancar atau total aktiva. Selain itu juga
karena sumber utama penghasilan perusahaan adalah dari penjualan barang
dagangan atau barang hasil produksinya.
5.1. Pengertian Persediaan
Menurut prinsip Akuntansi Indonesia Bab IV pasal 2.4.1. dinyatakan
bahwa istilah persediaan digunakan untuk menyatakan barang yang berwujud
yang:
Tersedia untuk dijual
Masih dalam proses produksi untuk diselesaikan, kemudian dijual (barang
dalam proses/pengolahan)
Akan dipergunakan untuk produksi barang-barang jadi yang akan dijual (bahan
baku dan bahan pembantu) dalam rangka kegiatan usaha normal perusajaan
Persediaan meliputi barang-barang yang tersebut diatas, baik yang ada dalam
perusahaan, dalam perjalanan, ataupun yang dititipkan kepada pihak lain.
Tetapi untuk menentukan apakah suatu barang merupakan persediaan atau
bukan, harus diperhatikan sifat usaha perusahaan. Seperti misalnya mobil yang
dipajang di showroom oleh perusahaan dealer, merupakan persediaan. Tetapi
mobil yang digunakan untuk pengangkutan oleh perusahaan lain merupakan
aktiva tetap.

5.2. Klasifikasi Persediaan


Untuk dapat mengklasifikasikan persediaan, terlebih dahulu harus dilihat
pada sifat dan jenis usaha perusahaan, yaitu:

1. Perusahaan Dagang
Dalam perusahaan dagang umumnya hanya terdapat satu jenis persediaan,
yaitu Persediaan Barang Dagangan. Yang dimaksud dengan barang dagangan
adalah barang yang dibeli dengan tujuan akan dijual kembali tanpa merubah
bentuk fisiknya.
2. Perusahaan Manufaktur
Dalam perusahaan manufaktur, umumnya terdapat tiga jenis persediaan, yaitu:
a. Persediaan Bahan Baku (Raw Material atau Direct Material)
Adalah barang yang akan menjadi bagian utama dari barang jadi dan secara
langsung digunakan dalam proses produksi, misalnya kayu untuk
perusahaan mebel. Sedangkan barang yang tidak secara langsung digunakan
dalam proses produksi dan menjadi bagian dari barang jadi tetapi jumlahnya
relatif kecil disebut Bahan Pembantu atau Bahan Penolong (Indirect
Material atau Factory Supplies), misalnya paku untuk perusahaan mebel.
b. Barang Dalam Pengolahan (Work in Process)
Adalah bahan baku yang telah dimasukkan dalam proses produksi tetapi
pada tanggal neraca masih belum selesai diolah, sehingga untuk dapat dijual
masih memerlukan proses lebih lanjut. Barang dalam pengolahan ini telah
menikmati biaya produksi, yaitu:
Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja langsung (direct labour) yaitu upah yang dibayarkan
kepada tenaga kerja yang langsung menangani proses produksi
Biaya overhead pabrik (factory overhead) yaitu biaya produksi selain
biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
c. Barang jadi (Finished Goods)
Adalah barang yang sudah selesai diproses dan siap dijual, misalnya meja
dan kursi dalam perusahaan mebel.

Tetapi dalam beberapa hal, kadang-kadang sulit untuk menentukan apakah barang
itu merupakan barang jadi atau barang dalam pengolahan. Kriteria yang umum
adalah bahwa barang jadi adalah barang yang siap dijual.

5.3. Tujuan Akuntansi Persediaan


1. Penentuan laba-rugi, yaitu dengan mempertemukan antara hasil penjualan
dengan harga pokok barang yang dijual pada suatu periode akuntansi.
2. Penentuan jumlah persediaan yang akan disajikan dalam neraca.

5.4. Pentingnya Persediaan


Di dalam suatu perusahaan, persediaan mempunyai arti yang penting. Hal
ini dikarenakan persediaan akan sangat menentukan kebenaran dari laporan
keuangan, sebab selain disajikan di neraca, persediaan juga akan disajikan sebagai
unsur harga pokok penjualan dalam laporan rugi laba.
Oleh karena itu, kesalahan dalam menentukan persediaan akhir akan
mempunyai akibat ganda, yaitu neraca akan keliru dan demikian pula laporan rugi
laba. Dalam hal ini pembuatan laporan rugi laba, kesalahan penentuan persediaan
akhir tidak hanya berakibat pada penentuan rugi laba tahun yang bersangkutan,
tetapi juga akan menyebabkan kekeliruan dalam penentuan rugi laba tahun
berikutnya, karena persediaan akhir tahun ini akan menjadi persediaan awal untuk
tahun berikutnya.

5.5. Barang-barang yang Termasuk Persediaan


Seperti telah dikemukakan dimuka, bahwa besarnya persediaan akan
mempengaruhi kewajaran laporan keuangan. Oleh karena itu, harus ditentukan
apakah secara legal suatu barang termasuk elemen persediaan atau bukan.
Biasanya kriteria yang digunakan adalah adanya hak pemilihan.
Beberapa masalah yang mungkin timbul pada akhir periode akuntansi
dalam hubungannya dengan penentuan persediaan adalah:

1. Barang dalam Perjalanan (Goods in Transit)


Adalah barang yang akhir periode masih dalam perjalanan dari penjual ke
pembeli. Untuk menentukan apakah barang tersebut masih milik penjual atau
sudah menjadi milik pembeli, terlebih dahulu harus dilihat syarat pengiriman
barang, yaitu:

a. FOB Shipping Point


Dalam syarat ini, hak atas barang berpindah pada saat barang diserahkan
oleh penjual kepada maskapai pengangkutan. Oleh karena itu, pada akhir
periode akuntansi jika terdapat barang dalam perjalanan, maka:
Pihak penjual akan mengurangi persediaan dan mengakui adanya
penjualan
Pihak pembeli akan menambah persediaan dan mengakui adanya
pembelian
b. FOB Destination
Dalam syarat ini, hak atas barang akan berpindah pada saat barang akan
diterima oleh pembeli. Oleh karena itu, jika pada akhir periode terdapat
barang dalam perjalanan, maka:
Pihak penjual masih merupakan persediaannya dan belum mengakui
adanya pembelian
Pihak pembeli belum menambah persediaan dan belum mengakui adanya
pembelian
2. Barang Konsinyasi (Consigned Goods)
Adalah barang yang dititipkan kepada pihak lain untuk dijualkan. Selama
barang belum terjual, maka hak atas barang tetap pada pihak yang menitipkan
(consignor) sehingga masih termasuk dalam persediaannya. Sebaliknya, bagi
pihak yang dititipi (consignee) tidak boleh mencatat barang tersebut sebagai
persediaannya.

3. Barang yang dipisahkan (Segregated Goods)


Adalah barang yang dipisahkan karena adanya pesanan khusus atau karena
telah terjadi kontrak penjualan dalam jumlah besar sehingga pengirimannya
tidak bisa dilakukan sekaligus.
Apabila pesanan tersebut sudah pasti dan kemungkinan terjadi pembatalan
kecil sekali, maka:
- Pihak penjual mengeluarkan dari catatan persediaan
- Pihak pembeli mencatat sebagai persediaan

4. Penjualan Angsuran
Untuk meningkatkan omzet penjualan, biasanya barang yang harganya relatif
tinggi sering dijual secara angsuran. Dalam hal ini, hak atas barang masih
berada pada penjual sampai harga barang tersebut dilunasi oleh pembeli,
sehingga pengurangan persediaan oleh penjual dan penambahan persediaan
oleh pembeli hanya sebesar jumlah uang yang diterima dan dibayarkan.
Penjualan angsuran ini akan dibahas lebih terinci dalam mata kuliah Advance
Accounting.

5.6. Peranan Persediaan dalam Penetapan Pendapatan


Seperti telah dikemukakan bahwa tujuan akuntansi persediaan antara lain
adalah untuk menetapkan rugi laba periodik. Persediaan disini memegang peranan
yang penting sebab penghasilan diperoleh dari penjualan barang dimana
persediaan dipergunakan untuk menghasilkan barang yang dijual tersebut. Oleh
karena biasanya jumlah yang terjual selama suatu periode tidak sama dengan
jumlah barang yang dibeli atau diproses dalam periode tersebut, maka dalam
menetapkan rugi atau laba akan dihadapi dua masalah:
Menetapkan jumlah dan nilai persediaan yang sudah menjadi biaya (sudah
terjual)
Menetapkan nilai dan jumlah persediaan yang akan dicantumkan dalam neraca
(belum terjual)
Untuk menetapkan dengan tegas hal tersebut, ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan, yaitu:
1. Sistem Pencatatan Persediaan
2. Unsur-unsur Harga Pokok Persediaan
3. Cara Penentuan Harga Pokok Persediaan
4. Cara Penilaian Persediaan

5.7. SISTEM PENCATATAN PERSEDIAAN


Sistem pencatatan yang bisa menetapkan nilai persediaan akhir periode dan
untuk menetapkan biaya persediaan selama satu periode adalah:
1. Sistem Fisik atau Periodik (Phisical atau Periodical System)
Dalam sistem ini mutasi persediaan tidak dicatat dalam rekening persediaan,
artinya jika terjadi pembelian, maka pembelian tersebut dicatat dalam rekening
Pembelian sebesar harga belinya. Sebaliknya, jika terjadi penjualan akan
dicatat dalam rekening Penjualan sebesar harga jualnya dan tidak dilakukan
pencatatan harga pokok barang yang dijual. Dengan demikian, catatan
persediaan hanya menunjukkan saldo awal saja. Kemudian untuk menentukan
berapa barang yang tersisa, perusahaan harus melakukan perhitungan fisik
persediaan (stock opname). Sedangkan harga pokok penjualan baru dapat
dihitung jika persediaan akhir sudah diketahui, dengan cara:
Persediaan awal xx
Pembelian neto xx +
Harga pokok barang yang tersedia untuk dijual xx
Persediaan akhir xx
Harga pokok penjualan (CGS) xx
Untuk mencatat CGS caranya adalah dengan membuat jurnal penyesuaian dan
dibukukan dalam rekening CGS.
Kebaikan sistem ini adalah praktis dan sederhana dalam pencatatan pembelian
dan penjualan. Sebaliknya, kelemahannya adalah pembukuan tidak dapat
memberi informasi yang up to date, sehingga akan terjadi kesulitan jika
perusahaan harus menyusun laporan keuangan jangka pendek (Interim
Financial Statement). Oleh karena itu, sistem ini cocok jika digunakan
perusahaan yang tidak begitu besar dimana omzet penjualan dan jumlah
persediaannya tidak terlalu besar.
2. Sistem Perpetual (Perpetual System)
Dalam sistem ini, mutasi persediaan dicatat dalam rekening Persediaan,
artinya baik pembelian maupun penjualan akan mempengaruhi pencatatan
persediaan, sehingga jumlah dan harga pokok persediaan yang ada setiap saat
dapat diketahui dengan mudah, sebab setiap terjadi penjualan juga dicatat
harga pokok barang yang dijual.
Meskipun setiap saat saldo persediaan dapat diketahui dari pembukuan, namun
stock opname tetap perlu dilakukan, setidaknya sekali dalam setahun. Hal ini
untuk menguji cocok tidaknya jumlah menurut catatan dengan jumlah
fisiknya.
Apabila terdapat perbedaan yang mungkin disebabkan adanya kesalahan
dalam pembukuan, pencurian, susut, dan sebagainya, maka rekening
persediaan harus dibetulkan supaya sesuai dengan stock opname. Perbedaan
tersebut dicatat dalam rekening Selisih Persediaan. Adapun cara
pencatatannya adalah:
a. Jika catatan lebih besar dari fisiknya:
Jurnal: Selisih persediaan xx
Persediaan xx
b. Jika catatan lebih kecil dari fisiknya:
Jurnal: Persediaan xx
Penggunaan sistem ini juga mempunya kebaikan dan kelemahan, yaitu:
Kebaikannya:
Berguna untuk memutuskan kapan dan berapa barang harus dipesan atau
diproduksi
Laporan keuangan dapat disusun tanpa melakukan stock opname
Berguna untuk mengawasi persediaan yang dimiliki

Kelemahannya:
Lebih banyak waktu, tenaga, dan biaya yang diperlukan untuk melakukan
pencatatan persediaan.
Agar lebih jelas perbedaan kedua sistem tersebut, berikut ini akan diberikan
contoh cara pencatatan untuk masing-masing sistem, yaitu:
Sistem Fisik Sistem Perpetual
1. Pada 3 Maret 2007 dibeli 20kg barang dengan harga Rp. 500,00 per kg
secara kredit.
Pembelian 10.000 Persediaan 10.000
Hutang 10.000 Hutang 10.000
2. Pada 5 Maret 2007 dikembalikan 5kg barang yang dibeli kepada penjual
karena rusak.
Hutang 2.500
Retur pembelian 2.500 Persediaan 2.500
3. Pada 11 Juni 2007 dijual secara kredit 10kg barang dagangan dengan harga
Rp. 600,00 per kg.
Piutang dagang 6.000 Piutang dagang 6.000
Penjualan 6.000 Penjualan 6.000
CGS 5.000
Persediaan 5.000
4. Pada 15 Juni 2007 diterima kembali 3kg barang dari pembeli karena rusak.
Retur penjualan 1.800 Retur penjualan 1.800
Piutang 1.800 Piutang 1.800
Persediaan 1.500
CGS 1.500

5.8. UNSUR HARGA POKOK PERSEDIAAN


Setelah barang yang akan diklasifikasikan sebagai persediaan
diidentifikasikan, maka harus ditentukan biaya apa saja yang termasuk harga
perolehan atau harga pokok persediaan. Menurut PAI dikatakan bahwa harga
pokok persediaan meliputi seluruh biaya yang secara langsung atau tidak langsung
terjadi untuk mendapatkan persediaan tersebut pada keadaan dan tempat
sebagaimana mestinya. Dengan demikian, harga pokok persediaan tidak hanya
terdiri dari tiga faktur, tetapi juga termasuk biaya asuransi, biaya penyimpan,
ongkos angkut, dan sebagainya.
Untuk biaya yang jumlah kecil dan sulit dialokasikan pada barang-barang
tertentu dapat dikeluarkan sama sekali dari harga pokok persediaan dan
diperlakukan sebagai biaya operasi (period cost) pada periode bersangkutan.

Ongkos Angkut Pembelian


Ongkos angkut pembelian seharusnya merupakan komponen harga pokok
persediaan. Tetapi karena timbul kesulitan dalam mengidentifikasinya pada
barang yang dibeli dan manfaat yang didapat, maka pada umumnya ongkos
angkut pembelian tidak dialokasikan sebagai harga pokok persediaan, tetapi
dicatat dalam rekening tersendiri, yaitu rekening Ongkos Angkut Pembelian
yang selanjutnya ditambahkan pada harga barang yang dibeli.

Potongan Pembelian
Adalah suatu potongan yang diterima perusahaan jika melakukan
pembayaran tunai pada waktu mengadakan pembelian barang. Potongan
pembelian ini secara teoritis harus dikurangkan dari harga perolehan persediaan.
Adapun cara pencatatannya adalah:
1. Pembelian dan Hutang dicatat Bruto
Dalam cara ini pembelian dan hutang dicatat sebesar harga faktur sebelum
dikurangi dengan potongan pembelian. Sedangkan potongan pembelian akan
dicatat jika benar-benar sudah diambil.
2. Pembelian dan Hutang dicatat Netto
Dalam cara ini pembelian dan hutang dicatat sebesar harga faktur setelah
dikurangi dengan potongan pembelian. Jika potongan pembelian tidak
diambil, dicatat sebagai kerugian yaitu dicatat dalam rekening Potongan
Pembelian yang Tidak Diambil.
3. Pembelian dicatat Netto dan Hutang dicatat Bruto
Dalam cara ini pembelian dicatat sebesar harga faktur setelah dikurangi
dengan potongan pembelian. Sedangkan hutang dicatat sebesar harga faktur.
Selisihnya dicatat dalam rekening Cadangan Potongan Pembelian yang akan
dihapuskan pada saat potongan pembelian tidak diambil, maka rekening
tersebut dihapuskan dan diakui adanya kerugian dengan mencatatnya dalam
rekening Potongan yang Tidak Diambil. Berikut ini akan diberikan contoh
penggunaan masing-masing metode tersebut diatas:

CONTOH SOAL
Cara 1 Cara 2 Cara 3
1. Pada 3 Maret 2007 PT. ABC membeli barang dagangan seharga Rp.
6.000,00 dengan term of payment 4/10 n/30
Pembelian 6.000 Pembelian 5.760 Pembelian 5.760
Hutang 6.000 Hutang 5.760 C.P.P 240
Hutang 6.000
2. Pada 10 Maret 2007 PT. ABC hutangnya, maka:
Hutang 6.000 Hutang 5.760 Hutang 6.000
Pot.Pembelian 240 Kas 5.760 C.P.P 240
Kas 5.760 Hutang 5.760
3. Misalnya PT. ABC membayar hutangnya pada 25 Maret 2007, maka:
Hutang 6.000 Hutang 5.760 Hutang 6.000
Kas 6.000 P.P.Y.T.D 240 P.P.Y.T.D 240
Kas 6.000 C.P.P 240
Kas 6.000
Keterangan
C.P.P. = Cadangan Potongan Pembelian
P.P.Y.D. = Potongan Pembelian yang Tidak Diambil

5.9. CARA PENETAPAN HARGA POKOK PERSEDIAAN


Penetapan nilai persediaan mempunyai peranan yang sangat penting
terhadap kelayakan laporan keuangan perusahaan, nilai persediaan ditentukan oleh
gabungan dua faktor, yaitu kuantitas dan harga pokok. Kuantitas persediaan dapat
dengan tepat diperoleh melalui stock opname. Harga pokok persediaan seperti
telah disinggung sebelumnya merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh persediaan tersebut.
Hal paling sulit dalam menerapkan harga pokok persediaan, baik
perusahaan menyelenggarakan sistem fisik maupun sistem perpetual adalah
apabila selama suatu periode barang yang sama dibeli dengan harga perolehan
yang berbeda-beda, apabila demikian halnya, maka perlu ditentukan harga
perolehan atau harga pokok mana yang akan dipergunakan untuk menetapkan
harga pokok mana yang akan dipergunakan untuk menetapkan harga pokok
persediaan yang ada atau yang tersisa (persediaan akhir) dan harga pokok
penjualan barang yang dijual.
Dalam menentukan harga pokok persediaan ini dikenal beberapa metode
yang sering digunakan perusahaan, yaitu:
1. Identifikasi Khusus
Dalam metode ini digunakan asumsi bahwa arus barang bergerak sama dengan
arus biaya, oleh karena itu setiap jenis barang dipisahkan berdasarkan
kelompok pembelinya dan setiap kelompok diberi kartu persediaan (tag) yang
menyebutkan kuantitas dan harganya. Dengan cara ini setiap penjualan dapat
langsung diketahui harga pokok penjualannya.
Sebenarnya cara ini merupakan yang paling ideal dalam menetapkan harga
pokok persediaan, tetapi kebanyakan di dalam praktek, cara ini jarang
digunakan karena adanya beberapa alasan sebagai berikut:
a. Menimbulkan banyak pekerjaan dan tempat penyimpanan
b. Karena pencatatannya terperinci, maka biaya yang diperlukan menjadi lebih
besar
c. Memberikan kesempatan manajemen untuk memanipulasi laba dengan jalan
menahan persediaan yang harga pokoknya besar
2. FIFO
Di dalam metode ini, baik perusahaan menggunakan sistem fisik maupun
sistem perpetual, ada anggapan bahwa barang yang paling awal masuk (dibeli)
akan dikeluarkan (dijual) paling awal, sehingga barang yang tersisa atau
persediaan akhir dianggap berasal dari pembelian yang terakhir karena barang
yang berasal dari pembelian sebelumnya dianggap telah dikeluarkan (dijual).
Dalam metode ini, baik fisik atau perpetual, persediaan akhir akan dihitung
dan dinilai dalam unit dan harga per unit yang sama, sehingga laba kotor harga
pokok penjualan akan sama besarnya.
Metode ini digunakan dalam perusahaan karena mempunyai kebaikan sebagai
berikut:
a. Sederhana perhitungannya sehingga mudah pelaksanaannya
b. Persediaan akhir dinilai dan dilaporkan dalam neraca dengan harga yang
terbaru sehingga lebih realistis
c. Pencatatan harga pokok penjualan lebih realistis sehingga diperoleh laba
yang obyektif
Sebaliknya, metode ini juga mempunyai kelemahan yang mendasar, yaitu jika
terdapat kenaikan harga atau penurunan harga, maka laba akan nampak terlalu
besar atau kecil. Hal ini dikarenakan hasil penjualan sekarang dibebani dengan
harga pokok yang terdahulu.
3. AVERAGE
Di dalam metode ini ada anggapan bahwa barang yang dijual dibebani dengan
harga pokok rata-rata. Demikian juga barang yang tersisa atau persediaan
akhir dinilai dengan harga pokok rata-rata. Pemakaian metode ini tergantung
pada sistem pencatatan terhadap persediaan, yaitu:
a. Weighted Average (rata-rata tertimbang) untuk sistem fisik
Dalam metode ini harga pokok rata-rata dihitung dengan membagi seluruh
jumlah nilai pembelian dengan seluruh kualitas barang yang dibeli.
b. Moving Average (rata-rata bergerak) untuk sistem perpetual
Dalam metode ini, harga pokok rata-rata dihitung setiap kali terjadi
pembelian.
Dengan metode ini harga pokok rata-rata dihitung setiap kali terjadi
pembelian. Dengan demikian untuk barang yang dijual berlaku harga pokok
yang berbeda-beda, sedangkan untuk persediaan akhir berlaku satu harga
pokok rata-rata paling akhir yang mungkin sekali berbeda dengan harga pokok
rata-rata barang yang dijual. Metode ini sering digunakan perusahaan karena
relatif sederhana pelaksanaan, rasional, dan mengurangi kemungkinan
manipulasi dalam proses penentuan rugi laba periodik.
4. LIFO
Di dalam metode ini, baik digunakan sistem fisik atau perpetual ada anggapan
bahwa barang yang paling akhir masuk (dibeli) akan tersisa (persediaan akhir)
dianggap berasal dari pembelian paling awal, karena barang yang dibeli
terakhir dianggap sudah dijual.
Jika digunakan metode ini, harga pokok penjualan dan persediaan akhir
menurut sistem fisik dan sistem perpetual akan berbeda hasilnya. Hal ini
karena menurut sistem fisik penjualan yang terjadi beberapa kali diperlukan
sebagai penjualan satu kali saja dan penjualan dilakukan setelah perusahaan
mengadakan pembelian. Sedangkan dalam sistem perpetual harga pokok
penjualan dihitung bila terjadi penjualan.
Seperti metode-metode sebelumnya, metode LIFO ini juga mempunyai
kebaikan dan kelemahan, yaitu:
Kebaikan:
Pengukuran pendapatan yang lebih baik. Hal ini dikarenakan barang yang
dijual dibebani dengan harga pokok yang terakhir sehingga lebih realistis
Jika harga cenderung naik, maka harga pokok penjualan menjadi lebih
tinggi, sehingga laba kecil dan ini menyebabkan pajak yang dibayar juga
kecil
Kelemahan:
Jika harga cenderung naik, laba akan tampak lebih kecil, dan ini tidak
disenangi, terutama pemegang saham
Nilai persediaan yang dicantumkan di neraca tidak realistis

Pencatatan Retur Pembelian dan Retur Penjualan dalam Sistem Perpetual


Jika terdapat retur pembelian atau retur penjualan, cara pencatatannya akan
tergantung pada metode yang digunakan. Untuk jelasnya, berikut ini akan
dikemukakan tentang harga pokok yang digunakan sebagai dasar pencatatan pada
masing-masing metode, yaitu:
FIFO : dalam metode ini adanya retur pembelian dan retur penjualan
maka harga pokok yang dibebankan adalah yang masuk paling
awal. Khusus untuk retur penjualan, jika terdapat perbedaan
antara berkurangnya hutang dan berkurangnya persediaan, maka
sisanya akan dicatat dalam rekening Selisih Perbedaan.
AVERAGE : dalam metode ini jika terjadi retur pembelian maka harga pokok
yang dibebankan harga pokok rata-rata pada saat terjadinya retur
pembelian. Jika terjadi selisih antara harga pokok sesungguhnya
dengan harga pokok rata-rata dicatat dalam rekening Selisih
Persediaan, untuk retur penjualan maka harga pokok rata-rata
saat terjadinya retur yang akan dibebankan.
LIFO : dalam metode ini retur pembelian atau retur penjualan maka
barang yang akan dikembalikan akan dicatat dengan harga pokok
yang terakhir dan selisih dengan harga belinya dicatat dalam
rekening Selisih Persediaan.

CONTOH SOAL
Persediaan barang dagangan PT. Agogo menunjukkan data sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Kuantitas Harga/Unit
01-11-2007 Persediaan awal 5000 Rp. 200,00
03-11-2007 Penjualan 1.500 Rp. 250,00
04-11-2007 Retur penjualan 250 -
05-11-2007 Pembelian 2500 Rp. 210,00
07-11-2007 Retur pembelian 250 -
09-11-2007 Pembelian 2.000 Rp. 205,00
12-11-2007 Penjualan 4.250 Rp. 275,00
15-11-2007 Penjualan 3.000 Rp. 270,00
20-11-2007 Pembelian 2.500 Rp. 225,00
24-11-2007 Pembelian 1.750 Rp. 210,00
28-11-2007 Penjualan 2.500 Rp. 260,00
Saudara sebagai asisten Akuntan Intern PT. Agogo diminta untuk:
1. Menentukan jumlah persediaan dan harga pokok penjualan per 30-11-2007
dengan menggunakan metode fisik dan perpetual.
- FIFO
- LIFO
- AVERAGE
2. Apabila diketahui selama bulan November diberi potongan tunai penjualan
sebesar Rp. 40.000,00 biaya penjualan Rp. 125.000,00 dan biaya administrasi
Rp. 60.000,00. Hitunglah laba kotor dan laba bersih jika menggunakan
metode:
- Perpetual
- FIFO
- LIFO
- AVERAGE
Jawaban dan Pembahasan
1. Sebagai langkah pertama, kita cari persediaan akhir per 30-11-2007
Saldo awal Rp. 5.000,00
Ditambah
Pembelian 05-11 Rp. 2.500,00
Pembelian 09-11 Rp. 2.000,00
Pembelian 20-11 Rp. 2.500,00
Pembelian 24-11 Rp. 1.750,00
Rp. 8.750,00
Retur penjualan Rp. 250,00
Rp. 9.000,00
Total Rp. 14.000,00

Dikurangi
Penjualan 03-11 Rp. 1.500,00
Penjualan 12-11 Rp. 4.250,00
Penjualan 15-11 Rp. 3.000,00
Penjualan 28-11 Rp. 2.500,00
Rp. 11.250,00
Retur pembelian Rp. 250,00
Rp. 11.500,00
Persediaan akhir (kuantitas) Rp. 2.500,00

Metode Fisik
FIFO
Persediaan akhir sebanyak 2.500 terdiri dari:
- Pembelian 24 November (1.750 x Rp. 210,00) = Rp. 367.500,00
- Pembelian 20 November (750 x Rp. 225,00) = Rp. 168.250,00
Harga Pokok = Rp. 536.250,00
LIFO
Persediaan akhir sebanyak 2.500 terdiri dari:
- Saldo awal (2.500 x Rp 200,00) = Rp. 500.000,00

WEIGHTED AVERAGE
Tanggal Keterangan Kuantitas Cost/Unit Total
1 Nov. Saldo awal 5.000 Rp. 200,00 Rp. 1.000.000,00
5 Nov. Pembelian 2.250 Rp. 210,00 Rp. 472.500,00
9 Nov. Pembelian 2.000 Rp. 205,00 Rp. 410.000,00
20 Nov. Pembelian 2.500 Rp. 225,00 Rp. 562.500,00
24 Nov. Pembelian 1.750 Rp. 210,00 Rp. 367.500,00
13.500 Rp. 2.812.500,00
Harga pokok rata-rata (Rp. 2.812.500,00 : 13.500) = Rp. 208,33
Jadi harga pokok persediaan akhir 2.500 x Rp. 208,33 = Rp. 520.825,00

Metode Perpetual

FIFO
Tgl. Masuk Keluar Saldo
2007 Q P Total Q P Total Q P Total
Nov. 1 - - - - - - 5.000 200 1.000.000
Nov. 3 - - - 1.500 200 300.000 700.000
Nov. 4 - - - (250) - (50.000) 750.000
Nov. 5 2.500 210 525.000 - - - 3.750 200 750.000
Nov. - - - - - - - - -
Nov. 7 (250) 210 (52.500) - - - 2.250 210 472.500
Nov. - - - - - - 3.750 205 750.000
Nov. 9 2.000 205 410.000 - - - 2.250 210 472.500
Nov. - - - - - - 2.000 205 410.000
- - - 3.750 200 750.000 1.750 210 367.500
Nov. 12 - - - 500 210 105.000 2.000 205 410.000
- - - 1.750 210 367.500 750 205 153.750
Nov. 15 - - - 1.250 205 256.250 - - -
- - - - - - 750 205 153.750
Nov. 20 2.500 225 562.500 - - - 2.500 225 562.500
- - - - - - 750 205 153.750
Nov. 24 1.750 210 367.500 - - - 2.500 225 562.500
- - - - - - 1.750 210 367.500
- - - 750 750 153.750 750 225 168.750
Nov. 28 - - - 1.750 225 393.750 1.750 210 367.500
LIFO
Tgl. Masuk Keluar Saldo
2007 Q P Total Q P Total Q P Total
Nov. 1 - - - - - - 5.000 200 1.000.000
Nov. 3 - - - 1.500 200 300.000 3.500 200 700.000
Nov. 4 - - - (250) 200 (50.000) 3.750 200 750.000
Nov. 5 2.500 210 525.000 - - - 3.750 200 750.000
- - - - - - 2.500 210 525.000
Nov. 7 (250) 210 (52.500) - - - 3.750 200 750.000
- - - - - - 2.250 210 472.500
Nov. 9 2.000 205 410.000 - - - 3.750 200 750.000
- - - - - - 2.250 210 472.500
- - - - - - 2.000 205 410.000
Nov. 12 - - - 2.000 205 410.000 3.750 200 750.000
- - - 2.250 210 472.500 - - -
Nov. 15 - - - 3.000 200 600.000 750 200 150.000
- - -
Nov. 20 2.500 225 562.500 - - - 750 200 150.000
- - - - - - 2.500 225 562.500
Nov. 24 1.750 210 367.500 - - - 750 200 150.000
- - - - - - 2.500 225 562.500
- - - - - - 1.750 210 367.500
Nov. 28 - - - 1.750 210 367.500 750 200 150.000
- - - 750 225 168.750 1.750 225 393.750
MOVING AVERAGE
Tgl. Masuk Keluar Saldo
2007 Q P Total Q P Total Q P Total
Nov. 1 - - - - - - 5.000 200 1.000.000
Nov. 3 - - - 1.500 200 300.000 3.500 200 700.000
Nov. 4 - - - (250) 200 (50.000) 3.750 200 750.000
Nov. 5 2.500 210 525.000 - - - 6.250 204 1.275.000
- - - - - -
Nov. 7 (250) 210 (52.500) - - - 6.000 204 1.224.000
- - - - - -
Nov. 9 2.000 205 410.000 - - - 8.000 206,75 1.654.000
- - - - - -
- - - - - -
Nov. 12 - - - 4.250 206,75 878.687,50 3.750 206,75 775.312,50
- - -
Nov. 15 - - - 3.000 206,75 620.250 750 206,75 155.062,50
- - -
Nov. 20 2.500 225 562.500 - - - 3.250 220,79 717.562,50
- - - - - -
Nov. 24 1.750 210 367.500 - - - 5.000 217,01 1.085.062,50
- - - - - -
- - - - - -
Nov. 28 - - - 2.500 217,01 542.525 2.500 217,01 542.537,50
- - -
Harga Pokok Penjualan
Besarnya harga pokok penjualan untuk masing-masing metode adalah
penjumlahan harga penjualan, seperti yang nampak dalam kolom keluar, yaitu:
- FIFO = Rp. 2.276.250,00
- LIFO = Rp. 2.291.630,00
- AVERAGE = Rp. 2.291.462,50
2. Laporan Laba Rugi
FIFO
Hasil penjualan:
- 1.500 x Rp. 250,00 = Rp. 375.000,00
- 4.250 x Rp. 275,00 = Rp. 1.168.750,00
- 3.000 x Rp. 270,00 = Rp. 810.000,00
- 2.500 x Rp. 260,00 = Rp. 650.000,00
Rp. 3.003.750,00
Dikurangi
- Retur penjualan 250 x Rp. 250,00 = Rp. 62.500,00
- Potongan penjualan = Rp. 40.000,00
Rp. 102.500,00
Penjualan bersih Rp. 2.901.250,00
Harga pokok penjualan Rp. 2.276.250,00
Laba kotor Rp. 625.000,00
Biaya operasi
- Biaya penjualan = Rp. 125.000,00
- Biaya administrasi = Rp. 60.000,00
Rp. 185.000,00
Laba bersih Rp. 440.000,00

LIFO
Hasil penjualan: Rp. 3.003.750,00
Dikurangi
- Retur penjualan = Rp. 62.500,00
- Potongan penjualan = Rp. 40.000,00
Rp. 102.500,00
Penjualan bersih Rp. 2.901.250,00
Harga pokok penjualan Rp. 2.268.250,00
Laba kotor Rp. 633.000,00
Biaya operasi
- Biaya penjualan = Rp. 125.000,00
- Biaya administrasi = Rp. 60.000,00
Rp. 185.000,00
Laba bersih Rp. 448.000,00

AVERAGE
Hasil penjualan: Rp. 3.003.750,00
Dikurangi
- Retur penjualan = Rp. 62.500,00
- Potongan penjualan = Rp. 40.000,00
Rp. 102.500,00
Penjualan bersih Rp. 2.901.250,00
Harga pokok penjualan Rp. 2.291.462,50
Laba kotor Rp. 609.787,50
Biaya operasi
- Biaya penjualan = Rp. 125.000,00
- Biaya administrasi = Rp. 60.000,00
Rp. 185.000,00
Laba bersih Rp. 424.787,50

5. Persediaan Besi (Base Stock)


Menurut metode ini, ada anggapan bahwa perusahaan memerlukan persediaan
minimal untuk menjaga kelancaran usahanya. Oleh karena persediaan minimal
(persediaan besi) sifatnya tetap, maka nilainya juga ditentukan dengan harga
yang tetap.
Jika persediaan akhir lebih besar atau lebih kecil dari jumlah yang ditetapkan
sebagai persediaan besi, maka persediaan besi dinilai dengan harga tetap,
sedangkan selisihnya dihitung menurut harga pasar pada tanggal neraca.

CONTOH SOAL
PT. ABC menetapkan persediaan besi sebesar 300 unit @ Rp. 500,00. Pada
akhir tahun setelah dihitung ternyata sisa barang sebanyak 400 unit dengan
harga pasar @ Rp. 600,00
Nilai persediaan akhir:
- Persediaan besi 300 x Rp. 500,00 = Rp. 150.000,00
- Kelebihan diatas persediaan besi 100 x Rp. 600,00 = Rp. 60.000,00
Nilai persediaan akhir = Rp. 210.000,00
Jika persediaan akhir ternyata 250 unit, maka nilai persediaan adalah:
- Persediaan besi 300 x Rp. 500,00 = Rp. 150.000,00
- Kekurangan dibawah pers. besi 50 x Rp. 600,00 = Rp. 30.000,00
Nilai persediaan akhir = Rp. 120.000,00

6. Biaya Standar (Standart Cost)


Metode ini sering digunakan oleh persediaan manukturing untuk menilai
persediaannya. Sedangkan pengertian biaya standar adalah biaya yang
ditentukan dimuka, mungkin saja terjadi perbedaan biaya antara biaya standar
dengan biaya yang sebenarnya terjadi. Perbedaan ini disebut dengan Selisih
(Variance).

7. Direct Costing (Variable Costing)


Dalam metode ini, produk yang dihasilkan perusahaan hanya dibebani dengan
biaya produksi yang variabel saja, sedangkan biaya produksi yang tetap
dibebankan pada biaya pada periode yang bersangkutan.
Sampai saat ini, metode ini masih belum diterima oleh prinsip akuntansi yang
lazim (PAI) guna penyusunan laporan bagi pihak ekstern. Tetapi bagi
manajemen, metode ini sangat berguna untuk merencanakan dan mengawasi
biaya serta untuk dasar pengambilan keputusan.

8. Harga Beli Terakhir (Latest Purchase Price)


Dalam metode ini, persediaan akhir dinilai dengan harga beli terakhir tanpa
memperhatikan apakah jumlahnya lebih besar atau lebih kecil dari jumlah
yang dibeli terakhir kali.

CONTOH SOAL
Pada 29 Desember 2007 dibeli barang 200 unit @ Rp. 500,00. Persediaan
akhir pada 31 Desember 2006 ternyata 250 unit.
Nilai persediaan akhir adalah:
250 x Rp. 500,00 = Rp. 125.000,00

Jika jumlah persediaan akhir lebih kecil dari pembelian terakhir, maka metode
ini akan menghasilkan hasil yang sama dengan metode FIFO.

Pemilihan atas Metode Penentuan Harga Pokok Persediaan


Di atas telah dibahas beberapa cara atau metode untuk menentukan harga
pokok persediaan. Dari beberapa metode tersebut, tidak satupun yang dapat
dikatakan paling benar, karena dalam jangka panjang kesemuanya akan
menghasilkan rugi atau laba yang sama besarnya. Memang sering timbul kesulitan
untuk menentukan metode mana yang akan digunakan. Hal ini karena adanya
kepentingan yang berbeda, misalnya dalam menyusun neraca biasanya
dikehendaki agar persediaan menunjukkan jumlah yang besar sehingga posisi
keuangan nampak baik, tetapi hal ini akan mengakibatkan laba besar dan akibat
selanjutnya pajak juga besar.
Oleh karena itu, faktor yang harus dipertimbangkan untuk menentukan
metode mana yang akan dipergunakan adalah pengaruhnya atas laporan keuangan
(neraca dan laporan laba rugi). Selain itu tentunya juga harus dipertimbangkan
adanya kebijaksanaan pihak-pihak yang berwenang, misalnya Undang-Undang
Perpajakan hanya memperkenankan penggunaan metode FIFO dan AVERAGE
saja.
Bagaimanapun juga perusahaan bebas menentukan metode mana yang
akan digunakan, khususnya untuk kepentingan manajemen, dengan ketentuan
bahwa pemakaian metode harus konsisten, artinya metode yang digunakan pada
suatu tahun harus sama dengan metode yang digunakan pada tahun berikutnya.

5.10. PENGARUH KESALAHAN ATAS PENCATATAN


PERSEDIAAN
Seperti telah dijelaskan di muka bahwa ketepatan pencatatan persediaan
akan menentukan kelayakan laporan keuangan. Oleh karena itu, kesalahan yang
terjadi juga akan berakibat ganda, yaitu neraca dan laporan laba rugi akan keliru.
Kesalahan ini mungkin hanya berpengaruh terhadap laporan keuangan pada
periode yang bersangkutan atau mungkin berpengaruh juga pada periode-periode
berikutnya. Pengaruh kesalahan yang terjadi apabila digambarkan dalam bentuk
tabel nampak sebagai berikut:

Periode Tahun Berjalan Tahun Berikutnya


Neraca Laporan Laba Rugi Neraca Laporan Laba Rugi
Kesalahan H U M P Cos L H U M P Cos L
Persamaan akhir dicatat + 0 + - - + 0 0 0 0 + -
terlalu besar
Persamaan akhir dicatat - 0 0 - + - 0 0 0 0 - +
terlalu kecil
Persamaan akhir dicatat - 0 - - - - 0 0 0 + + +
terlalu besar dan penjualan
& piutang belum dicatat
Persamaan akhir dicatat - - 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
terlalu kecil dan penjualan
& piutang belum dicatat
Catatan
H = Harta P = Penjualan + = Dicatat terlalu besar
U = Utang Cos = Harga pokok penjualan - = Dicatat terlalu kecil
M = Modal Laba = Laba bersih 0 = Tidak berpengaruh
Kesalahan yang terjadi dan segera diketahui pada tahun berjalan harus dibuatkan
koreksinya baik terhadap rekening riil atau rekening nominal. Tetapi jika
kesalahan ditemukan pada tahun berikutnya dan buku belum ditutup, maka
koreksinya harus melalui rekening Laba Ditahan (retained earning). Sebaliknya,
jika kesalahan ditemukan setelah tutup buku maka tidak diperlukan jurnal koreksi
sebab sudah tidak berpengaruh apa-apa (counter balanced).

CONTOH PEMBAHASAN SOAL


1. PT. Rahwono memutuskan untuk menggunakan penilaian persediaan dengan
metode LIFO pada 31 Desember 2007. berdasarkan data berikut, hitunglah
nilai persediaan pada 31 Desember 2008.
- Persediaan per 31 Desember 2007 metode FIFO:
Jenis Kuantitas Harga/Unit Total
X 300 Rp. 500,00 Rp. 150.000,00
200 Rp. 509,00 Rp. 101.800,00
100 Rp. 506,00 Rp. 50.600,00

- Persediaan barang X selama tahun 2008:


Tanggal Kuantitas Harga/Unit Total
1 April 400 Rp. 508,00 Rp. 203.200,00
9 April 420 Rp. 509,00 Rp. 213.780,00
10 Mei 450 Rp. 507,00 Rp. 228.150,00
17 Mei 310 Rp. 508,00 Rp. 157.480,00
4 Juni 300 Rp. 510,00 Rp. 153.000,00
9 Juli 100 Rp. 512,00 Rp. 51.200,00
- Hasil stock opname pada 31 Desember 2007 = 800 unit

Pembahasan
LIFO Fisik
Barang tersedia untuk dijual Rp. 1.309.210,00
Persediaan akhir:
- 300 x Rp. 500,00 = Rp. 150.000,00
- 200 x Rp. 509,00 = Rp. 101.800,00
- 100 x Rp. 506,00 = Rp. 50.600,00
- 200 x Rp. 508,00 = Rp. 101.600,00
Rp. 404.000,00
CGS Rp. 905.210,00
- LIFO Perpetual tidak ada penjualan barang

2. PT. Marunda menggunakan metode fisik dalam penentuan persediaannya.


a. Barang seharga Rp. 42.000,00 diterima tanggal 31-12-2007 termasuk
dalam perhitungan persediaan yang dilakukan tanggal 31-12-2007, tetapi
faktur baru diterima dan dicatat tanggal 5-12-2008.
b. Barang dengan cost Rp. 2.800,00 termasuk dalam persediaan tanggal 31-
12-2007. Barang-barang tersebut dijual tanggal 26-12-2007 dengan harga
Rp. 3.500,00 dan haknya sudah berpindah pada tanggal tersebut. Tetapi
barang baru dicatat pada tanggal 3-1-2008 ketika barang tersebut
dikirimkan.
c. Tanggal 30-12-2007 dikirimkan barang kepada langganan (FOB
destination) barang tersebut tidak termasuk dalam persediaan tanggal 31-12-
2007. Cost barang tersebut Rp. 9.000,00 dan dijual dengan harga Rp.
12.000,00 dicatat tanggal 5-1-2008.
d. Perusahaan membeli barang seharga Rp. 16.300,00 (FOB shipping point)
pada tanggal 31-12-2007 masih dalam perjalanan. Barang tersebut tidak
termasuk dalam persediaan tanggal 31-12-2007.
e. Barang seharga Rp. 5.000,00 tidak termasuk dalam perhitungan pada
tanggal 31-12-2007.
Diminta
Hitunglah over/under statement CGS dan R/E tahun 2007/2008.
Pembahasan
Tahun 2007 Tahun 2008
CGS R/E CGS R/E
(Rp. 42.000,00) Rp. 42.000,00 Rp. 42.000,00 (Rp. 42.000,00)
(Rp. 2.800,00) Rp. 2.800,00 Rp. 2.800,00 (Rp. 2.800,00)
- (Rp. 3.500,00) - (Rp. 3.500,00)
Rp. 9.000,00 (Rp. 9.000,00) (Rp. 9.000,00) Rp. 9.000,00
Rp. 16.300,00 (Rp. 16.300,00) (Rp. 16.300,00) Rp. 16.300,00
Rp. 5.000,00 (Rp. 5.000,00) (Rp. 5.000,00) Rp. 5.000,00
Rp. 14.600,00 Rp. 11.000,00 Rp. 14.600,00 Rp. 11.000,00

3. Berikut ini adalah kegiatan PT. Arjuno yang menjual sejenis barang dimana
data pembelian, penjualan dan biaya usaha selama bulan Agustus 2008 adalah
sebagai berikut:
Pembelian:
Tanggal Kuantitas Harga/Unit
1-14 10.000 Rp. 350,00
15-31 15.000 Rp. 375,00

Penjualan:
Kuantitas Harga/Unit Biaya Usaha
10.000 Rp. 675,00 Rp. 2.700.000,00
Diminta
Jika perusahaan menggunakan metode Weighted Average, tentukan besarnya:
a. CGS b. Gross Profit c. Nett Income
Pembahasan
Penjualan: 10.000 x Rp. 675,00 = Rp. 6.750.000,00
Persediaan awal
Pembelian 10.000 x Rp. 350,00 = Rp. 3.500.000,00
15.000 x Rp. 375,00 = Rp. 5.625.000,00
Tersedia untuk dijual = Rp. 9.125.000,00
Persediaan akhir = Rp. 5.475.000,00*)
CGS = Rp. 3.650.000,00
Gross Profit = Rp. 3.100.000,00
Biaya usaha = Rp. 2.700.000,00
Nett Income = Rp. 400.000,00
Perhitungan
*)
Rata-rata tertimbang = Rp. 9.125.000,00 : 25.000
= Rp. 365,00 / unit
Persediaan akhir = (25.000 - 10.000) x Rp. 365,000
= Rp. 5.475.000,00

4. Sebuah perusahaan menjual barang-barang yang dapat dikelmpokkan dalam


tiga kelompok barang, masing-masing kelompok A, B, C. Barang tersebut satu
sama lain saling melengkapi (barang-barang komplementer), sehingga ada
hubungan yang konsisten penjualannya, yaitu dengan perbandingan masing-
masing A : B : C = 3 : 4 : 3
Perusahaan mengadakan stock opname hanya pada setiap akhir tahun,
sedangkan untuk penyusunan laporan interim berhubung banyaknya jenis
barang, nilai persediaan ditentukan dengan taksiran atas dasar persentase laba
kotor. Untuk tahun buku 2008 tingkat laba kotor yang diperhitungkan dari
setiap penjualan masing-masing adalah A= 25%, B= 20%, C= 25% dari harga
pokok. Berikut ini data persediaan, pembeli, dan penjualan barang dagangan
untuk kuartal tahun 2008:
Persediaan Januari:
Barang A Rp. 250.000,00
Barang B Rp. 300.000,00
Barang C Rp. 200.000,00
Rp. 750.000,00
Pembeli 1 Januari 31 Maret Rp. 10.000.000,00
(dengan perbandingan sesuai perjanjian)
Penjualan Rp. 750.000,00
Penjualan retur barang A Rp. 50.000,00
Diminta
Menentukan besarnya persediaan yang harus tercantum dalam neraca per 31
Maret 2008
Pembahasan
Perhitungan pembelian masing-masing produk:
Harga Pokok
Produk Ratio Harga Pokok Tiap Produk
Total
Rp. 10.000.000,00
A - 3 3/10 x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 3.000.000,00
B - 4 4/10 x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 4.000.000,00
C - 3 3/10 x Rp. 10.000.000,00 = Rp. 3.000.000,00

Perhitungan harga penjualan tiap produk:


Penjualan
Produk Ratio Penjualan Tiap-tiap Produk
Total
Rp. 7.500.000,00
A - 3 3/10 x Rp. 7.500.000,00 = Rp. 2.250.000,00
Retur = Rp. 50.000,00
B - 4 4/10 x Rp. 7.500.000,00 = Rp. 3.000.000,00
C - 3 3/10 x Rp. 7.500.000,00 = Rp. 2.250.000,00

Perhitungan harga pokok penjualan tiap produk:


Harga Jual Laba Jumlah Laba Harga Pokok Penjualan tiap Produk
(2) (3) (4) (5) = (2) (4)
Rp. 2.200.000,00 25% Rp. 440.000,00 Rp. 1.760.000,00
Rp. 3.000.000,00 20% Rp. 500.000,00 Rp. 2.500.000,00
Rp. 2.250.000,00 25% Rp. 450.000,00 Rp. 1.800.000,00

Perhitungan persediaan akhir tiap produk:


PRODUK
KETERANGAN A B C
Persediaan Awal Rp. 250.000,00 Rp. 300.000,00 Rp. 200.000,00
Pembelian Rp. 3.000.000,00 Rp. 4.000.000,00 Rp. 3.000.000,00
Persediaan utk dijual Rp. 3.250.000,00 Rp. 4.300.000,00 Rp. 3.200.000,00
Harga pokok pjualan Rp. 1.760.000,00 Rp. 2.500.000,00 Rp. 1.800.000,00
Persediaan akhir Rp. 1.490.000,00 Rp. 1.800.000,00 Rp. 1.400.000,00

BAB VI
PERSEDIAAN 2

PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan diuraikan beberapa cara penilaian persediaan,
sedangkan yang dimaksud dengan penilaian adalah menentukan nilai persediaan
yang akan dicantumkan dalam neraca. Ada beberapa cara penilaian persediaan,
yaitu:
1. Metode Harga Pokok
Dalam metode ini persediaan akhir dinilai sebesar harga pokoknya, sehingga
tidak ada perbedaan antara harga pokok persediaan dengan nilai yang akan
dicantumkan dalam neraca. Cara menentukan harga pokok persediaan dapat
dilakukan dengan cara FIFO, AVERAGE, LIFO, dan sebagainya seperti yang
telah dijelaskan di muka.
2. Metode Taksiran
Dalam keadaan tertentu, penentuan nilai persediaan akhir perlu digunakan cara
taksiran. Yang lazim digunakan dalam praktek akuntansi adalah metode laba
kotor dan metode harga eceran yang akan dijelaskan berikut ini:
a. Metode Laba Kotor (Gross Profit Method)
Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa dalam jangka pendek tingkat
laba kotor dari penjualan akan relatif sama. Metode ini digunakan dalam
keadaan sebagai berikut:
Untuk keperluan penyusunan laporan keuangan jangka pendek (interim
financial statement) dimana sistem fisik yang digunakan, sedangkan
perhitungan fisik tidak memungkinkan
Untuk menaksir nilai persediaan yang rusak karena suatu sebab,
misalnya terbakar, terlanda banjir, dsb. Dalam hal ini, metode harga
kotor dapat digunakan jika sebagian catatan masih ada
Untuk menguji kebenaran jumlah persediaan yang dihitung dengan
metode lain
Untuk menentukan budget harga pokok penjualan, persediaan akhir
berdasarkan budget penjualan
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menerapkan metode
ini adalah:
Menentukan persentase laba kotor berdasarkan pengalaman tahun lalu.
Persentase ini bisa didasarkan pada penjualan atau harga pokok
penjualan (CGS)
Menunjukkan besarnya CGS dengan cara mengurangi penjualan bersih
dengan laba kotor
Menentukan nilai persediaan akhir dengan mengurangkan CGS dari
barang yang tersedia untuk dijual (persediaan awal ditambah dengan
pembelian)

CONTOH SOAL
Dari data PT. ABC diketahui:
Persediaan awal Rp. 200,00
Pembelian bersih Rp. 800,00
Penjualan bersih Rp. 600,00
Diminta
Hitunglah besarnya persediaan akhir jika diketahui bahwa:
1. Laba kotor = 15% dari penjualan
2. Laba kotor = 30% dari harga pokok penjualan (CGS)
Pembahasan
1. Laba kotor = 15% x Rp. 600,00 = Rp. 90,00
CGS kotor = Rp. 600,00 Rp. 90,00 = Rp. 510,00
Persediaan akhir = Rp. 200,00 + Rp. 800,00 Rp. 510,00 = Rp. 490,00
2. Penjualan = 30% + 100% = 130% = Rp. 600,00
Laba kotor = 30/130 x Rp. 600,00 = Rp. 138,00
Persediaan akhir = Rp. 200,00 + Rp. 800,00 Rp. 510,00 = Rp. 490,00

Dari perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa jika:


Persentase laba kotor
- Persentase laba kotor dari penjualan =
100%
Persentase laba kotor
- Persentase laba kotor dari CGS =
100% Persentase laba kotor

Penggunaan Metode Laba Kotor untuk Menaksir Nilai Persediaan karena


Adanya Bencana
Seperti dikatakan di muka, bahwa metode laba kotor dapat dipergunakan
untuk menaksir jumlah persediaan karena adanya bencana.

CONTOH SOAL
Pada tanggal 1 Oktober 2007 gudang dan sebagian gedung kantor PT. ABC
terbakar sehingga sebagian catatan dan persediaan ikut terbakar. Berikut ini
adalah sebagian data yang masih tersisa
Persediaan barang per 1 September 2007 Rp. 62.950,00
Saldo utang dagang per 1 September 2007 Rp. 56.500,00
Saldo piutang dagang per 1 September 2007 Rp. 62.800,00
Pengeluaran kas dan bank selama September 2007 Rp. 140.000,00
Penerimaan kas dan bank selama September 2007 Rp. 145.604,00
Saldo hutang dagang per 1 Oktober 2007 Rp. 61.500,00
Saldo piutang dagang per 1 Oktober 2007 Rp. 57.500,00
Sisa persediaan yang tidak terbakar Rp. 40.000,00
Taksiran laba kotor 35% dari penjualan
Diminta
Hitunglah besarnya barang yang terbakar
Pembahasan
Besarnya pembelian = Hutang akhir+Pembayaran hutangHutang awal
= Rp. 61.500,00 + Rp. 140.000,00 - Rp. 56.500,00
= Rp. 145.000,00

Besarnya penjualan = Piutang akhir+Penerimaan piutang-Piutang awal


= Rp. 57.500,00 + Rp. 145.604,00 + Rp. 62.800,00
= Rp. 140.304,00
Laba kotor = 35% x Rp. 140.304,00 = Rp. 49.106,40
CGS = Rp. 140.304,00 Rp. 49.106,40 = Rp. 91.197,60
Persediaan akhir yang seharusnya ada:
Rp. 62.950,00 + Rp. 145.000,00 Rp. 91.197,60 = Rp. 116.752,60
Persediaan yang tidak terbakar = Rp. 40.000,00
Jumlah persediaan yang terbakar = Rp. 76.752,60

b. Metode Harga Eceran (Retail Inventory Method)


Metode ini biasanya digunakan oleh toko yang menjaul berbagai jenis
barang secara eceran, termasuk departement store, dimana perputaran
barangnya relatif tinggi, sehingga tidak memungkinkan penggunaan sistem
perpetual. Manfaat metode ini adalah:
Untuk menentukan nilai persediaan dalam penyusunan laporan keuangan
jangka pendek, tanpa harus melakukan stock opname
Menghemat tenaga dan waktu
Sebagai alat kontrol terhadap mutasi barang
Untuk dapat menggunakan metode ini, harus tersedia data-data sebagai
berikut:
Persediaan awal menurut harga pokok dan harga eceran
Pembelian untuk periode berjalan berdasarkan harga pokok dan harga
eceran
Perubahan harga jual pertama, misalnya:
1. Harga jual mula-mula (original sales price)
Yaitu harga jual barang yang ditentukan pertama kalinya

2. Mark Up/Initial Mark Up/Mark On


Yaitu selisih harga jual mula-mula dengan harga pokok barang yang
bisa dinyatakan dalam jumlah absolut atau persentase dari harga jual
mula-mula atau harga pokoknya
3. Additional Mark Up
Yaitu harga kenaikan dari harga jual mula-mula menjadi harga jual
terbaru
4. Additional Mark Up Cancellation
Yaitu penurunan harga yang terjadi setelah adanya additional mark up,
tetapi tidak boleh melebihi harga jual mula-mula
5. Nett Additional Mark Up
Selisih antara additional mark up dengan additional mark up
cancellation
6. Mark Down
Yaitu penurunan harga dibawah harga jual mula-mula
7. Mark Down Cancellation
Yaitu kenaikan harga yang terjadi setelah adanya mark down tetapi
tidak boleh melebihi harga jual mula-mula
8. Nett Mark Down
Yaitu selisih antara mark down dengan mark down cancellation
Perubahan fisik persediaan selain yang disebabkan oleh penjualan,
misalnya transfer antar bagian, retur, dsb.
Jumlah hasil penjualan
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menerapkan metode
ini adalah sebagai berikut:
Menentukan besarnya barang yang tersedia untuk dijual (persediaan awal
+ pembelian) menurut harga pokok maupun harga jual eceran
Menentukan bagian cost ratio yang dapat dihitung dengan rumus:
Barang tersedia untuk dijual menurut harga pokok barang tersedia
Barang tersedia untuk dijual menurut harga eceran
x100

%
Menentukan besarnya penjualan bersih
Menentukan besarnya persediaan akhir menurut harga eceran yang
dihitung dengan mengurangi barang tersedia untuk dijual menurut harga
eceran dengan penjualan netto
Menentukan besarnya harga pokok persediaan akhir dengan cara
mengkalikan cost ratio dengan persediaan akhir menurut harga eceran

CONTOH SOAL
Dari data PT Mitra diketahui bahwa:
Persediaan per 1 Januari 2007:
- Menurut harga pokok Rp. 100.000,00
- Menurut harga eceran Rp. 125.000,00
Pembelian selama tahun 2007:
- Menurut harga pokok Rp. 2.250.000,00
- Menurut harga eceran Rp. 2.812.500,00
Penjualan selama tahun 2007 Rp. 2.750.000,00
Diminta
Hitunglah persediaan akhir menurut harga pokok
Pembahasan
Barang yang tersedia untuk dijual:
- Menurut harga pokok = Rp. 100.000,00 + Rp. 2.250.000,00
= Rp. 2.350.000,00
- Menurut harga eceran = Rp. 125.000,00 + Rp. 2.812.500,00
= Rp. 2.937.500,00
Rp. 2.350.000,00
Cost Ratio = Rp. 2.937.500,00 x 100% = 80%

Penjualan bersih = Rp. 2.750.000,00


Persediaan akhir menurut harga eceran:
Rp. 2.937.500,00 Rp. 2.750.000,00 = Rp. 187.500,00
Persediaan: 80% x Rp. 187.500,00 = Rp. 150.000,00

Dari catatan Gama Departemen Store pada bulan Maret 2007, diperoleh
data sebagai berikut:
Penjualan Rp. 201.500,00
Retur penjualan Rp. 2.000,00
Additional Mark Up Rp. 17.900,00
Mark Down Rp. 24.000,00
Pembatalan kenaikan harga Rp. 4.000,00
Pembatalan penurunan harga Rp. 3.500,00
Ongkos angkut pembelian Rp. 3.500,00
Pembelian menurut harga pokok Rp. 61.000,00
Pembelian menurut harga eceran Rp. 94.500,00
Retur pembelian menurut harga pokok Rp. 2.500,00
Retur pembelian menurut harga eceran Rp. 3.400,00
Persediaan awal menurut harga pokok Rp. 125.000,00
Persediaan awal menurut harga eceran Rp. 170.000,00
Diminta
Hitunglah persediaan akhir menurut harga pokoknya
Pembahasan
Harga Pokok Harga Eceran
Persediaan awal Rp. 125.000,00 Rp. 170.000,00
Pembelian Rp. 61.000,00 Rp. 94.500,00
Retur pembelian Rp. 2.500,00 Rp. 3.400,00
Ongkos angkut pembelian Rp. 3.500,00 -
Additional Mark Up Rp. - Rp. 17.900,00
Pembatalan kenaikan harga ____________ Rp. 4.000,00
Barang yang tersedia utk dijual Rp. 187.000,00 Rp. 275.000,00

Rp. 187.000,00
Cost Ratio = Rp. 275.000,00 x 100% = 68%

Penjualan Rp. 201.000,00


Retur penjualan Rp. 2.000,00
Mark Down Rp. 24.000,00
Pembatalan penurunan harga Rp. 3.500,00
Rp. 220.000,00
Persediaan akhir menurut harga eceran Rp. 55.000,00
Persediaan akhir menurut harga pokok:
68% x Rp. 55.000,00 = Rp. 37.400,00

Penterapan metode harga eceran sebagai metode taksiran dalam


hubungannya dengan berbagai alternatif penggunaan arus biaya (cash flow)
dalam persediaan, nampak pada perlakuan terhadap persediaan awal di
dalam menghitung besarnya cash ratio, yang akan digunakan sebagai dasar
untuk mengkonversikan persediaan akhir menurut harga eceran menjadi
harga pokok. Berikut ini sifat-sifat khusus dari masing-masing dasar yang
digunakan dan pengaruhnya terhadap perhitungan cost ratio, yaitu:
1. FIFO
Dalam metode ini, persediaan awal sudah dibebankan sebagai harga
pokok penjualan dalam periode yang bersangkutan, sehingga cost ratio
dihitung tanpa mengikutsertakan persediaan awal, sedangkan persediaan
akhir akan terdiri dari harga pokok barang yang berasal dari pembelian
dalam periode yang bersangkutan.
2. AVERAGE
Dalam metode ini, persediaan akhir terdiri dari barang-barang dengan
rata-rata harga pokok per satuan yang berasal dari persediaan awal dan
pembelian. Oleh karena itu, persediaan awal diikutsertakan dalam
perhitungan cost ratio.
3. LCOM
Dalam metode ini, penurunan harga netto (nett mark down) tidak
dimasukkan dalam perhitungan cost ratio, tetapi ditambahkan pada
penjualan.
4. LIFO
Dalam metode ini perhitungan cost ratio diatur sebagai berikut:
Mengikutsertakan semua unsur perubahan harga, baik yang berupa
kenaikan harga jual maupun penurunan harga jual
Persediaan awal tidak diikutsertakan dalam perhitungan cost ratio

PENILAIAN PERSEDIAAN BARANG BERDASARKAN YANG TERENDAH


ANTARA HARGA POKOK DAN HARGA PASAR (LOWER COST OR
MARKET = LCOM atau COST OR MARKET WHICHEVER IS LOWER =
COMWILL)
Ada beberapa faktor yang menyebabkan persediaan berkurang manfaatnya
dikemudian hari, misalnya ada perubahan mode, rusak, susut, dan sebagainya.
Dalam keadaan demikian, akan timbul kerugian kalau kelak persediaan itu dijual
kembali. Dalam keadaan khusus seperti itu, perusahaan diperkenankan untuk
menilai persediaan yang menyimpang dari harga pokoknya, yang akan dibahas
berikut ini yaitu metode LCOM.
Metode LCOM ini didasari pada pandangan akuntansi yang konsevatif,
yang menghendaki laba yang belum direalisir tidak boleh diakui dan sebaliknya,
jika rugi meskipun belum direalisir harus diakui. Sejalan dengan pandangan ini,
maka jika harga pasar lebih rendah dari harga pokoknya, maka persediaan dinilai
sebesar harga pasarnya, tetapi jika harga pasar lebih tinggi dari harga pokoknya,
maka persediaan tetap dinilai dari harga pokoknya. Sedangkan yang dimaksud
dengan harga pasar adalah nilai pengganti (current replacement cost) pada saat itu
yang didapat dari pembelian atau memproduksi sesuai dengan keadaan.
Apabila harga pasar dipergunakan, maka perlu diperhatikan ketentuan
bahwa harga pasar tidak boleh:
a. Lebih tinggi dari nilai bersih yang dapat direalisasikan (taksiran harga jual
dikurangi taksiran biaya penjualan) yang untuk selanjutnya disebut batas atas
b. Lebih rendah dari nilai bersih yang dapat direalisasikan setelah dikurangi laba
normal, yang selanjutnya disebut batas bawah
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menerapkan metode
ini adalah sebagai berikut:
a. Menentukan harga pokok (cost), harga pasar (nilai ganti), batas atas dan batas
bawah
b. Menentukan harga pasar yang dibatasi dengan batas atas dan batas bawah,
yaitu dengan membandingkan harga pasar (nilai ganti) dengan batas atas dan
batas bawah. Kalau harga pasar (nilai ganti):
Terletak diantara batas atas dan batas bawah, maka jumlah itulah yang
dianggap harga pasarnya
Lebih besar dari batas atas, maka harga pasarnya adalah sejumlah batas atas
tersebut
Lebih rendah dari batas bawah, maka harga pasarnya adalah sebesar batas
bawah tersebut
c. Membandingkan harga pokok dengan harga pasar yang sudah dibatasi dengan
batas atas dan batas bawah, dan memilih nilai yang lebih rendah. Nilai yang
lebih rendah inilah yang digunakan untuk menilai persediaan yang akan
dicantumkan dalam neraca

CONTOH SOAL
Berikut ini data yang berhasil dikumpulkan untuk empat barang:
Harga Nilai Harga Taksiran Biaya Laba
Jenis barang
Pokok Ganti Jual Penjualan Normal
Delta 67 62 72 4 8
Sigma 220 212 222 12 8
Beta 19 20 24 3 1
Helga 93 87 97 5 4
Diminta
Jika digunakan metode LCOM untuk menilai persediaan, tentukan nilai
masing-masing barang yang akan dicantumkan dalam neraca
Pembahasan
Harga Nilai Batas Batas
Jenis barang LCOM
Pokok Ganti Atas Bawah
Delta 67 62 68* 60** 62
Sigma 220 212 210 202 210
Beta 19 20 21 20 19
Helga 93 87 92 88 88
Keterangan
*
Batas Atas = Harga jual Biaya jual = 72 4 = 68
**
Batas Bawah = Harga jual Biaya jual Laba normal = 72 4 8 = 60
Penerapan Penilaian Persediaan Berdasarkan Metode LCOM
Jika perusahaan memiliki beberapa kelompok persediaan, misalnya dalam
perusahaan manufaktur ada kelompok bahan baku, barang setengah jadi, barang
jadi, yang masing-masing terdiri dari beberapa jenis barang, maka metode ini
dapat diterapkan pada:
a. Setiap jenis barang
b. Setiap kelompok barang
c. Keseluruhan barang

CONTOH SOAL
Nama Barang Kuantitas Harga Pokok Harga Pasar
Per Unit Per Unit
Lemari es:
- Standar 8 Rp. 160,00 Rp. 172,00
- Deluxe 6 Rp. 200,00 Rp. 190,00
Televisi
- Portabel 4 Rp. 200,00 Rp. 210,00
- Kombinasi 2 Rp. 360,00 Rp. 350,00
Kompor
- Gas 10 Rp. 120,00 Rp. 130,00
- Listrik 8 Rp. 160,00 Rp. 150,00
Diminta
Hitunglah nilai persediaan dengan cara LCOM jika diterapkan pada:
a. Masing-masing persediaan
b. Kelompok persediaan
c. Seluruh persediaan

Pembahasan
Harga Harga LCOM
Pokok Pasar Per Jenis Per Kelompok Total
Lemari es
- Standar 1.280 1.376 1.280 - -
- Deluxe 1.200 1.140 1.140 - -
2.480 2.516 2.480
Televisi
Portabel 800 840 800 - -
Kombinasi 720 700 700 - -
1.520 1.540 1.520
Kompor
Gas 1.200 1.300 1.200 - -
Listrik 1.280 1.200 1.200 - -
2.480 2.500 2.480
6.480 6.556 6.320 6.480 6.480
Nilai persediaan barang dangan atas dasar:
- Jenis = Rp. 6.320,00
- Kelompok = Rp. 6.480,00
- Total = Rp. 6.480,00
Masing-masing cara diatas dapat dipergunakan untuk menilai persediaan barang
dengan ketentuan bahwa setiap cara diatas diterapkan secara konsisten.

Pencatatan Metode LCOM


Dalam pemakaian metode LCOM jika harga pokok lebih rendah dari harga
pasar, maka tidak diperlukan suatu perubahan dalam rekening persediaan. Hal ini
karena harga pokoklah yang dipergunakan untuk menilai persediaan.
Tetapi jika yang lebih rendah harga pasarnya, maka harus diadakan
penyesuaian dalam rekening persediaan agar rekening persediaan yang tercatat
sebesar harga pokok dapat diturunkan nilainya menjadi sebesar harga pasarnya.
Untuk menurunkan nilai yang tercatat dalam rekening persediaan tersebut dikenal
beberapa cara, yaitu:
1. Rugi Penurunan Nilai Persediaan dilaporkan tidak terpisah dari Harga Pokok
Penjualan
Dalam cara ini harga pokok penjualan, persediaan awal dan persediaan akhir
dicatat dengan jumlah yang lebih rendah antara harga pokok dan harga
pasarnya, sehingga jika harga pasar lebih rendah, maka rugi penurunan nilai
persediaan merupakan bagian dari harga pokok penjualan, yang dihitung dari
harga pokok barang yang dijual dikurangi dengan persediaan akhir yang dinilai
dengan harga pasar.
2. Rugi Penurunan Nilai Persediaan dilaporkan secara terpisah dari Harga Pokok
Penjualan, yang dapat dibedakan:
a.Sistem Langsung
Dalam cara ini persediaan awal dan persediaan akhir dicatat dengan jumlah
yang lebih rendah antara harga pokok dan harga pasarnya, tetapi rugi laba
dikredit dengan persediaan akhir sebesar harga pokoknya, dan selisihnya
dicatat sebagai rugi penurunan nilai persediaan.
b.Sistem Cadangan
Dalam cara ini harga pokok penjualan, persediaan awal dan persediaan akhir
dicatat sebesar harga pokoknya. Jika harga pasar lebih rendah dari harga
pokoknya, maka rugi penurunan nilai persediaan awal dicatat tersendiri dan
dikreditkan ke rekening Cadangan Penurunan Nilai Persediaan, yang
setiap periode akan disesuaikan dengan jumlah kerugian penurunan
hargapada saat itu. Jika rugi penurunan nilai persediaan akhir lebih besar
atau lebih kecil dari rugi penurunan nilai persediaan awal, maka cadangan
ditambah atau dikurangi dan dicatat sebagai rugi atau laba.
Karena dikenal dua sistem pencatatan persediaan yaitu fisik dan perpetual,
maka dalam penerapan masing-masing metode diatas juga harus
memperhatikan masing-masing sistem tersebut.

CONTOH SOAL
Sejak akhir tahun 2007, PT. ABC memutuskan untuk menggunakan LCOM
sebagai dasar penilaian persediaan. Berikut ini data tentang persediaannya:
Harga Pokok Harga Pasar Selisih
Tanggal 1 Januari 2007 Rp. 1.500,00 - -
Tanggal 31 Desember 2007 Rp. 1.600,00 Rp. 1.400,00 Rp. 200,00
Tanggal 31 Desember 2008 Rp. 1.200,00 Rp. 1.120,00 Rp. 80,00
Cara pencatatan dengan ketiga metode diatas adalah:
1. a. Sistem Fisik
2007 2008
- Menutup persediaan awal:
CGS Rp. 1.500,00 Rp. 1.400,00
Persediaan Rp. 1.500,00 Rp. 1.400,00
- Mencatat persediaan akhir
dengan metode LCOM:
Persediaan Rp. 1.400,00 Rp. 1.120,00
CGS Rp. 1.400,00 Rp. 1.120,00
b. Sistem Perpetual
2007 2008
- Mengurangi persediaan akhir
dengan metode LCOM:
CGS Rp. 200,00 Rp. 80,00
Persediaan Rp. 200,00 Rp. 180,00

2. a. Sistem Fisik
2007 2008
- Menutup persediaan awal:
CGS Rp. 1.500,00 Rp. 1.400,00
Persediaan Rp. 1.500,00 Rp. 1.400,00

- Mencatat persediaan akhir


dan mengakui kerugian:
Persediaan Rp. 1.400,00 Rp. 1.120,00
Rugi penurunan nilai Rp. 200,00 Rp. 80,00
Persediaan Rp. 1.600,00 Rp. 1.200,00
b. Sistem Perpetual
2007 2008
- Mengurangi persediaan akhir
dengan metode LCOM:
Rugi penurunan nilai Rp. 200,00 Rp. 80,00
Cadangan penurunan nilai Rp. 200,00 Rp. 200,00

3. a. Sistem Fisik
2007 2008
- Menutup persediaan awal:
CGS Rp. 1.500,00 Rp. 1.400,00
Persediaan Rp. 1.500,00 Rp. 1.400,00
- Mencatat persediaan akhir
dan mengakui kerugian:
Persediaan Rp. 1.600,00 -
Rugi penurunan nilai Rp. 200,00 -
CGS Rp. 1.600,00 -
Cad. Penurunan nilai Rp. 200,00 -
Persediaan - Rp. 1.200,00
Cad. Penurunan nilai - Rp. 120,00
CGS - Rp. 1.200,00
Laba dr pengurangan - Rp. 120,00
CPN*
Keterangan:
*)
CPN = Cadangan Penurunan Nilai
b. Sistem Perpetual
2007 2008
- Mengurangi persediaan akhir
dengan metode LCOM:
Rugi penurunan nilai Rp. 200,00 -
Cad. penurunan nilai Rp. 200,00 -
- Menyesuaikan rekening
cadangan agar sesuai dengan
rugi turunnya nilai persediaan:
Cad. penurunan nilai - Rp. 120,00
Laba dari penurunan CPN - Rp. 120,00

PENILAIAN PERSEDIAAN BERDASAR HARGA JUAL


Metode penilaian persediaan berdasarkan harga jual hanya dapat
digunakan jika dipenuhi beberapa syarat, yaitu:
Harga jual produk dapat ditentukan dengan tepat
Tidak diperlukan biaya pemasaran yang berarti untuk menjual produk tersebut
Setiap satuan produk dapat saling menggantikan
Harga pokok produk sulit untuk ditentukan
Barang-barang hasil pertanian, peternakan, dan logam mulia merupakan
contoh barang yang sering dinilai berdasarkan harga jual setelah dikurangi dengan
taksiran biaya penjualan.

KERUGIAN PADA KONTRAK PEMBELIAN


Jika kontrak telah disetujui, tetapi kemudian terjadi penurunan harga, maka
perusahaan akan menderita rugi. Cara pengakuan rugi ini tergantung pada
tergantung pada klausal kontrak pembelian yang telah disetujui.
Jika kontrak dapat diubah maka tidak perlu adanya pengakuan rugi.
Sebaliknya, jika kontrak tidak dapat diubah perlu adanya pengakuan rugi, yaitu
dengan cara mendebet rekening Rugi dari Kontrak Pembelian, yakni suatu
nominal account, dan mengkredit rekening Taksiran Rugi Kontrak Pembelian,
yakni suatu riil account yang akan disajikan dalam neraca sebagai rekening
hutang.

CONTOH SOAL
Pada bulan Oktober 2007, PT ABC telah membuat kontrak pembelian senilai Rp.
120.000,00 dimana barang akan diterima pada bulan Februari 2008. Pada akhir
tahun 2008, diketahui bahwa harga pasar barang yang dipesan Rp. 100.000,00
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas
Pembahasan
1. Akhir tahun 2007:
Rugi dari kontrak pembelian Rp. 20.000,00
Taksiran rugi kontrak pembelian Rp. 20.000,00
Perhitungan:
Rugi = Rp. 120.000,00 Rp. 100.000,00 = Rp. 20.000,00
2. Pada saat barang diterima:
Pembelian (persediaan) Rp. 100.000,00
Taksiran rugi kontrak pembelian Rp. 20.000,00
Hutang dagang Rp. 120.000,00

PENILAIAN PERSEDIAAN YANG DIPEROLEH DARI TUKAR TAMBAH


(TRADE IN) DAN PENARIKAN KEMBALI (REPOSSESION)
Dewasa ini sering dijumpai dalam praktek perusahaan yang melakukan
transaksi penjualan dengan cara tukar tambah, misalnya dealer mobil. Untuk
barang yang diperoleh dalam keadaan bekas akibat pembelian/penjualan tukar
tambah, maka barang-barang tersebut harus dicatat sebesar taksiran kalau dibeli
secara tunai. Jika dikeluarkan biaya untuk memperbaiki barang tersebut, maka
biayanya ditambahkan pada harga perolehan barang.
CONTOH SOAL
Dealer MIM menjual sebuah mobil Toyota kepada Tuan Adi yang dibayar dengan
sebuah mobil Suzuki Rp. 1.000.000,00 dan setelah diperbaiki dengan biaya Rp.
600.000,00 diharapkan dapat dijual seharga Rp. 2.400.000,00
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas
Pembahasan
Kas Rp. 7.000.000,00
Persediaan trade in Rp. 1.000.000,00
Penjualan Rp. 8.000.000,00
(untuk mencatat penjualan mobil Toyota yang dibayar dengan uang tunai dan
mobil Suzuki)
Persediaan trade in Rp. 600.000,00
Kas Rp. 600.000,00
(untuk mencatat biaya perbaikan yang direkapitulasike harga perolehan mobil
Suzuki)
Kas Rp. 2.400.000,00
Penjualan Rp. 2.400.000,00
Harga pokok penjualan Rp. 1.600.000,00
Persediaan trade in Rp. 1.600.000,00
(untuk mencatat penjualan mobil Suzuki)

Jika perusahaan melakukan penjualan secara kredit, tetapi kemudian pembeli


tidak dapat melanjutkan pembayaran, maka pada umumnya barang ditarik
kembali dan disita oleh penjual. Untuk akuntansi penarikan kembali
(repossession) ini membutuhkan pendekatan yang agak berbeda.

CONTOH SOAL
Dealer MIM menjual sepeda motor secara kredit dengan harga sebesar Rp.
7.000.000,00 ditambah bunga untuk saldo yang belum dibayar. Seorang pembeli
telah membayar sejumlah Rp. 4.000.000 kemudian tidak mampu melanjutkan
pembayarannya. Kemudian sepeda motor itu ditarik kembali dan diperbaiki
dengan biaya Rp. 800.000,00. Sepeda motor dijual kembali seharga Rp.
3.000.000,00 yaitu harga yang memberi laba normal sebesar 33 1/3% dari harga
jual.
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi
Pembahasan
Rugi atas penarikan kembali barang Rp. 1.800.000,00
Persediaan yang ditari kembali Rp. 1.200.000,00
Piutang dagang Rp. 3.000.000,00
(untuk mencatat penarikan kembali)
Perhitungan
Harga jual Rp. 3.000.000,00
Laba: 33 1/3% x Rp. 3.000.000,00 Rp. 1.000.000,00
Harga pokok penjualan barang yang ditarik Rp. 2.000.000,00
Biaya perbaikan Rp. 800.000,00
Nilai barang yang ditarik kembali Rp. 1.200.000,00

Persediaan yang ditarik kembali Rp. 800.000,00


Kas Rp. 800.000,00
(untuk mencatat perbaikan yang direkapitulasikan ke harga perolehan barang)

Kas Rp. 3.000.000,00


Penjualan Rp. 3.000.000,00
Harga pokok penjualan Rp. 2.000.000,00
Persediaan Rp. 2.000.000,00
(untuk mencatat penjualan kembali barang yang ditarik kembali)

PENILAIAN PERSEDIAAN DALAM KONTRAK JANGKA PANJANG


Pada perusahaan kontraktor yang melaksanakan pekerjaan berdasarkan
kontrak untuk membuat bangunan, jembatan, bendungan, dan lainnya yang
membutuhkan jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi akan timbul
masalah khusus dalam penilaian persediaan dan pengakuan rugi laba periodik.
Untuk itu dikenal dua metode, yaitu:
1. Metode Kontrak Selesai (Completed Contract Method)
Dalam metode ini, tidak ada pengakuan rugi laba pada tiap akhir periode
sebelum kontrak pembangunan benar-benar selesai. Biaya-biaya yang telah
dikeluarkan dicatat dalam rekening Pekerjaan dalam Pelaksanaan sebesar
yang benar-benar dikeluarkan.
2. Metode Persentase Penyelesaian (Percentage of Completion Method)
Dalam metode ini, pendapatan diakui secara periodik, sejalan dengan tingkat
perkembangan penyelesaian kontrak/pekerjaan. Rekening Pekerjaan dalam
Perencanaan diakui sebesar biaya yang telah dikeluarkan ditambah dengan
pendapatan/laba yang diperhitungkan. Tingkat penyelesaian pekerjaan diukur
dengan:
Perbandingan biaya yang telah dikeluarkan dengan total biaya yang
diperkirakan untuk menyelesaikan pekerjaan
Taksiran ahli bangunan

CONTOH SOAL
PT Sarana Teknik menerima kontrak pembangunan gedung dengan harga kontrak
Rp. 25.000,00. Pekerjaan dilaksanakan pada awal tahun 2008 dan diperkirakan
berakhir pada tahun 2010. Informasi yang berhasil dikumpulkan berhubungan
dengan pelaksanaan kontrak tersebut adalah:
2007 2008 2009
- Taksiran total biaya untuk
penyelesaian pekerjaan Rp. 13.750,00 Rp. 4.374,00 -
- Biaya yang telah dikeluarkan Rp. 1.250,00 Rp. 10.000,00 Rp. 4.150,00

- Harga kontrak yang difakturkan Rp. 1.500,00 Rp. 10.625,00 Rp. 6.625,00
- Pembayaran yang diterima
dari pemesan Rp. 1.200,00 Rp. 10.000,00 Rp. 7.550,00
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas jika digunakan metode:
1. Kontrak selesai
2. Persentase penyelesaikan
Sertakan pula perhitungan yang diperlukan
Pembahasan
1. Metode Kontrak Selesai
Transaksi dan Jurnal 2007 2008 2009
a. Pengeluaran biaya:
Pekerjaan dlm. pelaksanaan 1.250 10.000 4.150
Kas 1.250 10.000 4.150
b. Pembuatan faktur kpd. pemesan:
Kas 1.500 10.625 6.625
Tagihan kontrak Jk.Panjang 1.500 10.625 6.625
c. Penerimaan uang dari pemesan
Kas 1.200 10.000 7.550
Piutang dagang 1.200 10.000 7.550
d. Penyelesaian pekerjaan dan
penyerahan pada pemesan:
Pekerjaan dlm. penyelesaian - - 9.600
Pengakuan laba - - 9.600*
Tagihan kontrak jangka panjang - - 25.000
Pekerjaan dlm. pelaksanaan - - 25.000
Perhitungan
*)
Harga kontrak Rp. 25.000,00
Biaya yang telah dikeluarkan 2008 = Rp. 1.250,00
2009 = Rp. 10.000,00
2010 = Rp. 4.150,00
Rp. 15.400,00
Laba Rp. 9.600,00

2. Metode Persentase Penyelesaian


Transaksi dan Jurnal 2007 2008 2009
a. Pengeluaran biaya:
Pekerjaan dlm. pelaksanaan 1.250 10.000 4.150
Kas 1.250 10.000 4.150
b. Pembuatan faktur kpd. pemesan:
Kas 1.500 10.625 6.625
Tagihan kontrak Jk.Panjang 1.500 10.625 6.625
c. Penerimaan uang dari pemesan
Kas 1.200 10.000 7.550
Piutang dagang 1.200 10.000 7.550
d. Pengakuan laba dan penyerahan:
Pekerjaan dlm. penyelesaian 833 6.912 9.600
Pengakuan laba 833 6.912 9.600
Tagihan kontrak jangka panjang - - 25.000
Pekerjaan dlm. pelaksanaan - - 25.000

Keterangan 2007 2008 2009


Harga kontrak 25.000 25.000 25.000
Dikurangi
- biaya yang telah dikeluarkan 1.250 11.250 15.400
- taksiran biaya utk menyelesaikan 13.750 4.374 -
Total biaya 15.000 15.624 15.000
Laba
Tingkat penyelesaian:
- 2008 : (1.250/15.000 x 100%) 8,33% - -
- 2009 : (11.250/15.624 x 100%) - 72% -
- 2010 : 100% - - 100%

Laba yang diakui 833 6.912 9.600


Laba yg diakui tahun sebelumnya - 833 6.912
Laba yg diakui pada tahun ybs. 833 6.079 2.688

Di dalam neraca, rekening Pekerjaan dalam Pelaksanaan dikurangi dengan


rekening Tagihan Kontrak Jangka Panjang. Jika lebih besar atau lebih kecil,
maka selisihnya disajikan dalam kelompok aktiva lancar atau hutang lancar.

PENYAJIAN PERSEDIAAN BARANG DI NERACA


Persediaan barang disajikan dalam neraca sebagai aktiva lancar dan
metode penilaian yang digunakan harus diungkapkan dalam neraca atau dalam
catatan dalam laporan keuangan

CONTOH SOAL
Persediaan:
Bahan baku:
- Tersedia Rp. 200.000,00
- Dalam perjalanan Rp. 300.000,00
Rp. 500.000,00
Barang jadi: Rp. 150.000,00
- Tersedia Rp. 200.000,00
- Dalam konsinyasi Rp. 50.000,00
Rp. 250.000,00
Supplies pabrik Rp. 50.000,00
Total persediaan Rp. 950.000,00

1. Pada tanggal 11 Juni 2007 gudang perusahaan PT .TST mengalami kebakaran


yang menghabiskan semua persediaan barang dagangan. Setelah kebakaran
dapat dipadamkan, akuntan perusahaan menyusun beberapa perkiraan yang
menunjukkan saldo sebagai berikut:

Penjualan Rp. 200.000,00


Retur penjualan Rp. 1.000,00
Pembelian Rp. 160.400,00
Ongkos angkut Rp. 9.800,00
Retur Pembelian Rp. 200,00
Persediaan awal menurut neraca tahun lalu adalah Rp. 50.000,00
Diminta
Berapa jumlah barang yang terbakar, jika:
- Laba bruto = 20% dari penjualan
- Laba bruto = 20% dari harga pokok penjualan
Pembahasan
Langkah pertama untuk menjawab soal ini adalah menghitung berapa besarnya
barang yang tersedia untuk dijual, yaitu:
Persediaan awal Rp. 50.000,00
Pembelian Rp. 160.400,00
Ongkos angkut Rp. 9.800,00
Retur pembelian (Rp. 200,00)
Pembelian bersih Rp. 170.000,00
Tersedia untuk dijual Rp. 220.000,00
Laba bruto 20% dari penjualan
Penjualan harga pokok penjualan = laba bruto
(Rp. 201.000,00 Rp. 1.000,00) X = 20% x Rp. 200.000,00
Rp. 200.000,00 X = Rp. 40.000,00
X = Rp. 200.000,00 Rp. 40.000,00
X = Rp. 160.000,00
Tersedia untuk dijual persediaan akhir = harga pokok penjualan
Rp. 220.000,00 persediaan akhir = Rp. 160.000,00
Persediaan akhir = Rp. 220.000,00 Rp. 160.000,00
= Rp. 60.000,00

Laba bruto 20% dari harga penjualan


Penjualan harga pokok penjualan = laba bruto
(Rp. 201.000,00 Rp. 1.000,00) X = 20% X
Rp. 200.000,00 - X = 20/100 X
- 120/100 X = - Rp. 200.000,00
- Rp. 200.000,00
100 X =
- 120
100 X = Rp. 1.666,67
X = Rp. 166.667,00
Tersedia untuk dijual persediaan akhir = harga pokok penjualan
Rp. 220.000,00 - persediaan akhir = Rp. 166.667,00
Persediaan akhir = Rp. 220.000,00 Rp. 166.667,00
= Rp. 53.333,00

2. Data berikut dikutip dari pembukan toko Subur dalam bulan Mei 2007
Harga Jual Cost
Persediaan awal Rp. 120.000,00 Rp. 84.000,00
Pembelian Rp. 800.000,00 Rp. 488.100,00
Ongkos angkut pembelian - Rp. 20.000,00
Additional Mark Up Rp. 43.000,00 -
Mark Up Cancellation Rp. 8.000,00 -
Mark Down Rp. 66.000,00 -
Mark Down Cancellation Rp. 2.000,00 -
Penjualan Rp. 726.000,00 -
Diminta
1. Hitunglah cost persediaan akhir bulan Mei 2007
2. Apabila biaya operasi yang dikeluarkan pada bulan Mei berjumlah Rp.
65.000,00 yang terdiri dari:
- Biaya penjualan Rp. 40.000,00
- Biaya administrasi Rp. 25.000,00
Maka buatlah laporan rugi/laba untuk bulan Mei 2007
Pembahasan
(1) Harga Jual Cost
Persediaan awal Rp. 120.000,00 Rp. 84.000,00
Pembelian Rp. 800.000,00 Rp. 488.100,00
Ongkos angkut Rp. 20.000,00
Mark Up Rp. 43.000,00
Pembatalan Mark Up Rp. 8.000,00
Rp. 35.000,00
Tersedia untuk dijual Rp. 955.000,00 Rp. 592.100,00
Dikurangi
Penjualan Rp. 726.000,00
Mark Down Rp. 66.000,00
Pembatalan Rp. 2.000,00
Rp. 64.000,00
Rp. 662.000,00
Persediaan akhir menurut harga jual Rp. 293.000,00
Rp. 592.100,00
Cost Ratio = Rp. 955.000,00 x 100% = 62%

Jadi persediaan akhir menurut cost = 62% x Rp. 293.000,00 = Rp. 181.660,00

(2) Laporan Rugi Laba


Penjualan Rp. 726.000,00
Harga pokok penjualan:
Persediaan awal Rp. 84.100,00
Pembelian Rp. 288.000,00
Ongkos angkut Rp. 20.000,00
Pembelian bersih Rp. 508.000,00
Tersedia dijual Rp. 592.100,00
Persediaan akhir Rp. 181.660,00
Rp. 410.440,00
Laba bruto Rp. 315.560,00
Biaya operasi
Biaya penjualan Rp. 40.000,00
Biaya administrasi Rp. 25.000,00
Total biaya operasi Rp. 65.000,00
Laba bersih operasi Rp. 250.560,00

3. PT. Adinda di Malang memperoleh kontrak pembuatan rumah karyawan Pabrik


Rokok GD di Malang sebanyak 300 rumah dengan harga kontrak sebesar Rp.
2.250.000,00 dan jangka waktu penyelesaiannya selama 4 tahun, terhitung
mulai tanggal 1 April 2005. Adapun taksiran biaya untuk penyelesaian
seluruhnya Rp. 2.000.000,00. Dibawah ini diberikan data mengenai status
bangunan tersebut yang telah dikerjakan untuk masing-masing tahun.
Tahun Biaya yang Taksiran Biaya Penerimaan
Telah Dikeluarkan Penyelesaiannya Uang Kontrak
2005 Rp. 480.000,00 Rp. 1.520.000,00 Rp. 450.000,00
2006 Rp. 560.000,00 Rp. 1.404.000,00 Rp. 400.000,00
2007 Rp. 720.000,00 Rp. 44.000,00 Rp. 900.000,00
2008 Rp. 400.000,00 Rp. -- Rp. 500.000,00
Ditanya
Hitunglah berapa income untuk masing-masing tahun, apabila digunakan
metode persentase penyelesaian

Pembahasan
2005 2006 2007 2008
Harga Kontrak Rp. 2.250.000 Rp. 2.250.000 Rp. 2.250.000 Rp. 2.250.000
Dikurangi
Biaya yg telah (Rp. 480.000) (Rp. 1.040.000) (Rp. 1.760.000) (Rp. 2.160.000)
dikeluarkan
Taksiran biaya (Rp. 1.520.000) (Rp. 1.040.000) (Rp. 44.000) -
penyelesaian
Taksiran laba total Rp. 250.000 Rp. 170.000 Rp. 50.000 Rp. 90.000
Persentase 24% 50% 80% 100%
penyelesaian*)
Laba yg diakui **) Rp. 60.000 Rp. 85.000 Rp. 40.000 Rp. 40.000
Laba yg diakui pd - Rp. 60.000 Rp. 85.000 Rp. 40.000
tahun sebelumnya
Laba/Rugi tahun Rp. 60.000 Rp. 15.000 (Rp. 45.000) Rp. 50.000
ybs.
Perhitungan
biaya yg dikeluarkan tahun ybs
*)
Persentase penyelesaian = biaya yg dikeluarkan tahun ybs taksiran harga penyelesaian
x

100%
Rp. 480.000
Misalnya = Rp. 480.000 Rp. 1.520.000 x 100%

= 24% dst.
**)
Taksiran laba total = 24% x Rp. 250.000,00
= Rp. 60.000,00 dst.

4. Berikut ini data persediaan akhir tahun 2008 PT Jinggo:


Barang Unit Cost Market Sales Sales Profit
Price Exp.
A 200 550 500 800 90 200
B 165 600 600 1.000 80 125
C 500 200 200 475 95 50
D 325 750 750 750 120 175
Diminta
Tentukan besarnya persediaan akhir jika digunakan metode:
1. Cost
2. LCOM tanpa menghiraukan batas atas dan batas bawah yang diterapkan ke
masing-masing persediaan
3. LCOM tanpa memperhatikan batas atas dan batas bawah yang diterapkan
atas seluruh persediaan
4. Cost atau nilai bersih yang dapat direalisir yang diterapkan pada masing-
masing persediaan

Pembahasan
TOTAL
Harga
Brg Unit Cost Cost Harga Pasar Individual Keseluruhan
Pasar
A 200 Rp. 550 Rp. 500 Rp. 110.000 Rp. 100.000 Rp. 100.000 -
B 165 Rp. 600 Rp. 600 Rp. 99.000 Rp. 99.000 Rp. 99.000 -
C 500 Rp. 250 Rp. 200 Rp. 125.000 Rp. 100.000 Rp. 100.000 -
D 325 Rp. 700 Rp. 750 Rp. 227.000 Rp. 243.750 Rp. 227.500 -
Rp. 561.500 Rp. 542.750 Rp. 526.500 Rp.542.750

1. Jika diterapkan dengan metode cost, persediaan akhir Rp. 561.500,00


2. LCOM dengan tanpa mengiraukan batas atas dan batas bawah:
- Diterapkan secara individual, persediaan akhir Rp. 526.500,00
- Diterapkan secara keseluruhan persediaan akhir Rp. 542.750,00

Harga Pasar
HPD Nilai
Brg Cost Nilai Batas Batas LCOM Unit
BABB* Persediaan
Ganti Bawah Atas
A Rp.550 Rp.500 Rp.510** Rp.710 Rp.510 Rp.510 200 Rp.102.000
B Rp.600 Rp.600 Rp.795*** Rp.920 Rp.795 Rp.600 165 Rp. 99.000
C Rp.250 Rp.200 Rp.330 Rp.380 Rp.330 Rp.250 500 Rp.125.000
D Rp.700 Rp.750 Rp.455 Rp.630 Rp.630 Rp.630 325 Rp.204.750

Catatan
*)
Harga Pasar yang Dibatasi Batas Atas Batas Bawah
Batas bawah = taksiran harga jual biaya penjualan laba normal
= Rp. 800,00 Rp. 90,00 Rp. 200,00
= Rp. 510,00 (Contoh *)
Batas atas = taksiran harga jual biaya penjualan
= Rp. 1.000,00 Rp. 80,00
= Rp. 920,00 (Contoh **)
Jadi kalau diterapkan secara individual nilai persediaan akhir Rp. 530.750,00
BAB VII
AKTIVA TETAP BERWUJUD 1

7.1. Pengertian Aktiva Tetap Berwujud


Menurut Prinsip Akuntansi Indonesia Bab IV pasal 4.1. dinyatakan bahwa
pengertian aktiva tetap berwujud adalah:
Aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun
lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk
dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan, dan mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu aktiva berwujud
dapat diklarifikasikan sebagai aktiva tetap juka memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Dimiliki tidak untuk diperdagangkan atau sebagai investasi
2. Dipergunakan masa manfaat yang relatif lebih lama atau sebagai investasi
3. Memiliki masa manfaat yang relatif lebih lama/lebih dari satu tahun
Selain kriteria-kriteria tersebut diatas, sebenarnya ada kriteria yang lain,
yaitu bahwa pada umumnya aktiva tetap diperoleh dengan pengeluaran yang
cukup besar. Oleh karena itu, hanya aktiva yang nilainya tinggi sajalah yang
biasanya dikelompokkan sebagai aktiva tetap, sedangkan aktiva yang nilainya
tidak material, misalnya gelas, pulpen, sendok, dan sebagainya, biasanya tidak
dikelompokkan dalam aktiva tetap, walaupun digunakan dalam kegiatan
perusahaan dan umurnya relatif lama.
Sehubungan dengan ini, perusahaan perlu mempunyai policy atau
kebijaksanaan kapitalisasi, yang menetapkan sampai jumlah berapa suatu
pengeluaran dicatat sebagai aktiva atau sebagai biaya.
Kriteria seperti diatas harus dipenuhi untuk dapat suatu aktiva
diklasifikasikan sebagai aktiva tetap, misalnya mesin yang disewa dari pihak lain
tidak bisa diklasifikasikan sebagai aktiva tetap karena pemilikannya tidak ada
pada perusahaan. Apabila mesin disewa dalam jangka panjang dan sewanya
dibayar di muka, yang diakui sebagai aktiva hanyalah sebesar sewa yang
dibayarkan, aktiva ini termasuk klasifikasi beban yang ditangguhkan.
Klasifikasi Aktiva Tetap Berwujud
Di dalam akuntansi, aktiva tetap berwujud diklasifikasikan menjadi tiga golongan,
yaitu:
1. Aktiva Tetap Berwujud yang umur dan masa manfaatnya tidak terbatas
Adalah aktiva tetap berwujud yang manfaat ekonomisnya tidak akan berkurang
sebagai akibat pemakaian di dalam operasi perusahaan, misalnya tanah untuk
mendirikan bangunan, untuk halaman dan eplasmen, untuk pertanian, dan
lainnya.
2. Aktiva Tetap Berwujud yang umur atau masa manfaatnya terbatas, dan dapat
diganti dengan aktiva yang sejenis jika manfaatnya telah berakhir
Adalah aktiva tetap berwujud yang manfaat ekonomisnya akan berkurang
sebagai akibat adanya pemakaian di dalam operasi perusahaan, misalnya
gedung kantor, gedung pabrik, mesin untuk memproduksi barang, kendaraan,
mebel.
3. Aktiva Tetap Berwujud yang umur atau masa manfaatnya terbatas, dan jika
masa manfaatnya berakhir tidak dapat diganti dengan aktiva yang sejenis,
misalnya sumber alam seperti tambang, hutan, dan lainnya.

Penilaian Aktiva Tetap Berwujud


Penilaian aktiva tetap didasarkan pada prinsip harga pokok dan prinsip
mempertemukan (cost and matching principles). Berdasarkan prinsip harga
pokok, maka aktiva tetap dinilai atas harga pokok atau harga perolehan (cost).
Berdasarkan prinsip mempertemukan, maka untuk aktiva yang umurnya terbatas
akan dinilai atas dasar harga pokok dikurangi dengan bagian harga pokok yang
telah dibebankan (depresiasi untuk aktiva tetap berwujud, deplesi untuk sumber
alam) sampai dengan saat yang bersangkutan. Penyimpangan dari prinsip di atas
dapat dilakukan dalam hal quasi organisasi, revaluasi.

Akuntansi atas Aktiva Tetap


Masalah akuntansi terhadap aktiva tetap berhubungan dengan transaksi:
1. Perolehan aktiva tetap
2. Selama pemilikan dan penggunaan aktiva tetap
3. Penghentian aktiva tetap

PEROLEHAN AKTIVA TETAP


Aktiva tetap yang diperoleh dengan berbagai cara, dimana masing-masing
cara perolehan aktiva yang bersangkutan. Adapun cara-cara perolehan tersebut
adalah:
1. Pembelian Tunai
Aktiva tetap yang diperoleh dari pembelian tunai, harga perolehan (cost) akan
diukur sebesar uang yang dibayarkan. Dalam hal ini, selain harga faktur, juga
termasuk biaya pengiriman, asuransi, pemasangan, dan bea balik nama. Dalam
hal terdapat potongan tunai, maka potongan tersebut baik diambil atau tidak
harus dikurangkan dari harga faktur. Jika potongan tunai tidak diambil harus
diperlakukan sebagai Rugi karenaPotongan Tidak Diambil atau Biaya
Bunga.
Untuk aktiva yang dibeli dengan harga gabungan (joint or basket purchases)
dengan aktiva lainnya tanpa diketahui harga masing-masing aktiva, maka
harga perolehannya harus dialokasikan pada masing-masing aktiva yang
dibeli. Dasar alokasi yang dapat digunakan antara lain: harga pasar masing-
masing aktiva, pajak yang dibayar, atau judgement management.

CONTOH SOAL
PT A membeli tanah dan bangunan diatasnya dengan harga sebesar Rp.
40.000.000,00. Pada saat itu, diketahui harga pasar tanah Rp. 30.000.000,00
dan harga pasar bangunan Rp. 20.000.000,00

Pembahasan
Aktiva Harga Pasar (Juta) Alokasi Harga Perolehan
Tanah Rp. 30 30/50 x Rp. 40 = Rp. 24
Bangunan Rp. 20 20/50 x Rp. 40 = Rp. 16
Total Rp. 50 = Rp. 40
Jurnal : Tanah Rp. 24.000.000,00
Bangunan Rp. 16.000.000,00
Kas Rp. 40.000.000,00
Jika diketahui harga pasar hanya satu aktiva saja, maka harga pasar tersebut
dianggap sebagai harga perolehan aktiva yang bersangkutan. Sedangkan harga
perolehan aktiva yang lain adalah selisih harga perolehan bersama dengan
harga pasar.
Untuk aktiva yang diperoleh dalam kondisi bekas pakai, harus ditetapkan
harga perolehannya, tanpa memperhatikan berapa nilai buku aktiva tersebut
dalam catatn penjual. Biaya yang dipergunakan untuk memperbaiki aktiva
harus ditambahkan pada harga perolehannya.
2. Pembelian Secara Angsuran
Harga perolehan aktiva tetap yang dibeli secara angsuran akan diukur dengan
jumlah uang yang dibayarkan apabila aktiva tersebut dibeli secara tunai,
karena pada umumnya untuk pembelian secara kredit dibebani bunga, maka
bunga yang dibayarkan dicatat rekening tersendiri yaitu Biaya Bunga.
Sehubungan dengan masalah bunga ini terdapat dua kemungkinan, yaitu:
a. Barang dinyatakan secara nyata dalam kontrak pembelian
Dalam hal ini, harga perolehan aktiva ditentukan sama dengan harga
kontrak yang disetujui. Sedangkan pengakuan bunga dilakukan pada saat
pembayaran dilakukan, dan tidak dalam periode terjadinya transaksi
pembelian.

CONTOH SOAL
Pada 3 Maret 2008 PT ABC membeli tanah seharga Rp. 50.000,00 dimana
diantaranya Rp. 20.000,00 dibayar secara tunai, sedangkan sisanya diangsur
sebanyak tiga kali. Atas saldo yang belum dibayar, perusahaan dibebani
bunga 10%
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat pembelian tanah, angsuran-angsuran yang
dilakukan
Pembahasan
- Tanah Rp. 50.000,00
Hutang Rp. 30.000,00
Kas Rp. 20.000,00
(mencatat pembelian tanah dan uang muka yang dibayarkan)
- Hutang Rp. 10.000,00
Biaya bunga (10% x Rp. 30.000,00) Rp. 3.000,00
Kas Rp. 13.000,00
(mencatat pembayaran angsuran pertama ditambah bunga)
- Hutang Rp. 10.000,00
Biaya bunga (10% x Rp. 20.000,00) Rp. 2.000,00
Kas Rp. 12.000,00
(mencatat pembayaran angsuran kedua ditambah bunga)
- Hutang Rp. 10.000,00
Biaya bunga (10% x Rp. 10.000,00) Rp. 1.000,00
Kas Rp. 11.000,00
(mencatat pembayaran angsuran ketiga ditambah bunga)

b. Bunga tidak dinyatakan dalam kontrak pembelian


Dalam hal ini, harga perolehan aktiva tetap adalah sama dengan nilai tunai
dan jumlah uang yang dibayarkan dalam kontrak pembelian, sedangkan
bunganya adalah selisih harga kontrak dengan nilai tunai tersebut. Bunga
ini dicatat pada saat pembelian dalam rekening Beban yang
Ditangguhkan dan dihapuskan pada realisasi pembayaran angsuran.

CONTOH SOAL
PT X membeli sebuah mesin atas dasar kontrak yang harus diangsur selama
tiga tahun. Angsuran tiap tahun ditentukan sebesar Rp. 395.100,00.
Sedangkan tingkat bunga yang diperhitungkan adalah sebesar 9% per
tahun.
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat pembelian mesin dan pembayaran angsuran
Pembahasan
Uang yang dibayarkan selama tiga tahun adalah:
3 x Rp.395.100,00 = Rp. 1.185.300,00
Nilai tunai dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
PV = AP x P
Dimana:
PV = Present Value (nilai tunai)
AP = Annual Payment (angsuran tahunan)
P = Present Value (nilai tunai) dari anuitas untuk tiap Rp. 1,00 pada
tarif x % selama n tahun (untuk ini bisa dilihat pada tabel daftar
bunga
Sehingga nilai tunai dapat dihitung sebagai berikut:
PV = AP x P
= Rp. 395.100 x Rp. 2,53129
= Rp. 1.000.000,00 (dibulatkan)
Bunga = Rp. 1.185.300,00 Rp. 1.000.000,00 = Rp. 185.300,00
Jurnal
- Mesin Rp. 1.000.000,00
Beban yang ditangguhkan Rp. 185.000,00
Hutang Rp. 1.185.000,00
(untuk mencatat pembelian mesin)
- Hutang Rp. 395.100,00
Biaya bunga Rp. 90.000,00
Beban yang ditangguhkan Rp. 90.000,00
Kas Rp. 395.000,00
(untuk mencatat angsuran pertama)
- Hutang Rp. 395.100,00
Biaya bunga Rp. 62.540,00
Beban yang ditangguhkan Rp. 62.540,00
Kas Rp. 395.000,00
(untuk mencatat angsuran kedua)
- Hutang Rp. 395.100,00
Biaya bunga Rp. 32.760,00
Beban yang ditangguhkan Rp. 32.760,00
Kas Rp. 395.000,00
(untuk mencatat angsuran ketiga)

Alokasi bunga selama tiga tahun adalah sebagai berikut:


Tahun Angsuran Angsuran Pel. Hutang Sisa Hutang
Rp. 1.000.000
1 Rp. 395.100 9% x Rp. 1.000.000 Rp. 305.100 Rp. 694.900
2 Rp. 395.100 9% x Rp. 694.900 Rp. 332.560 Rp. 362.340
3 Rp. 395.100 9% x Rp. 362.340 Rp. 362.340 -
Catatan: Perhitungan sudah dibulatkan
3. Ditukar dengan Surat Berharga
Aktiva tetap dapat diperoleh dengan menukarkan surat berharga yang
dikeluarkan perusahaan, misalnya saham obligasi. Dalam hal ini perolehan
aktiva tetap adalah sebesar harga pasar surat berharga yang digunakan sebagai
penukar. Dalam pertukaran seperti ini rugi laba tidak boleh diakui, karena
dengan mengeluarkan saham atau obligasi, pemilik aktiva yang ditukar tersebut
menjadi pemegang saham (pemilik) atau pemegang obligasi (kreditur)
sehingga tidak mungkin ada rugi atau laba. Selisih antara harga pasar surat
berharga dengan nilai nominalnya dicatat sebagai agio atau disagio.
Apabila harga pasar surat berharga tidak diketahui, maka harga perolehan
aktiva tetap ditentukan sebesar harga pasar aktiva tersebut, dan jika harga
keduanya tidak diketahui, maka harga perolehan aktiva tetap ditentukan oleh
manajemen.

CONTOH SOAL
PT XY memperoleh sebuah mesin dengan mengeluarkan 100 lembar saham,
nominal Rp. 5.000,00 per lembar.
Jurnal
Mesin Rp. 600.000,00
Modal saham Rp. 500.000,00
Agio saham Rp. 100.000,00

4. Ditukar dengan Aktiva Tetap Yang Lain


Masalah yang timbul dalam perolehan aktiva tetap yang ditukar dengan aktiva
tetap yang lainnya:
a. Penentuan harga perolehan aktiva yang diterima
b. Penentuan rugi laba pertukaran dan pencatatannya
Pemecahan masalah tersebut tergantung pada ada atau tidaknya transaksi kas
yang terlibat dan jenis aktiva yang dipertukarkan.
Dalam hal ini terdapat dua kemungkinan, yaitu:
a. Pertukaran aktiva tetap yang tidak sejenis
Secara umum ditetapkan bahwa harga perolehan aktiva yang diterima adalah
sebesar harga pasar aktiva yang diserahkan, tetapi apabila harga pasar aktiva
yang diserahkan tidak diketahui, maka harga harga pasar aktiva yang
diterima dianggap sebagai harga perolehannya. Selisih harga pasar aktiva
yang diserahkan dicatat sebagai rugi laba pertukaran. Seandainya aktiva
yang diserahkan sudah disusutkan dan pertukaran dilakukan tidak tepat pada
akhir tahun atau awal tahun, maka terlebih dahulu diperhitungkan besarnya
depresiasi sampai dengan tanggal terjadinya pertukaran.

CONTOH SOAL
Pada 1 Juli 2008 PT X menukarkan sebuah mesin yang harga perolehannya
Rp. 4.000.000,00 dengan sebidang tanah yang harga perolehannya Rp.
5.000.000,00. Akumulasi depresiasi mesin sampai akhir tahun 2007 sebesar
Rp. 3.000.000,00. Saat pertukaran ini diketahui harga pasar mesin Rp.
4.500.000,00
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat pertukaran tersebut, jika diketahui umur
mesin diperkirakan 5 tahun
Pembahasan
- Mencatat depresiasi 31-12-2007 s/d 1-7-2008:
Depresiasi mesin Rp. 400.000,00
Akumulasi depresiasi mesin Rp 400.000,00
- Mencatat penukaran:
Tanah Rp. 4.500.000,00
Akumulasi depresiasi mesin Rp. 3.400.000,00
Mesin Rp. 4.000.000,00
Laba Rp. 3.900.000,00
Perhitungan
Harga perolehan tanah = Harga pasar mesin Rp. 4.500.000,00
Harga perolehan mesin Rp. 4.000.000,00
Ak. Dep. s/d 31-12-2007 Rp. 3.000.000,00
Depresiasi 6 bulan Rp. 400.000,00
Rp. 3.400.000,00
Nilai buku mesin Rp. 600.000,00
Laba Rp. 3.900.000,00

Apabila dalam pertukaran tersebut perusahaan menerima tambahan kas,


maka harga perolehan aktiva yang diterima adalah sebesar harga pasar aktiva
yang diserahkan dikurangi dengan tambahan yang diterima. Sebaliknya, jika
dalam pertukaran perusahaan mengeluarkan uang tambahan, maka harga
perolehan aktiva yang diterima adalah sebesar harga pasar aktiva yang
diserahkan ditambah kas tambahan tersebut.
Dalam hal kedua harga pasar aktiva tidak diketahui, maka harga perolehan
aktiva yang diterima ditentukan manajemen berdasarkan taksiran. Penaksiran
ini harus dilakukan hati-hati, sebab jika terlalu tinggi akan mengakibatkan
aktiva dan depresiasi dilaporkan terlalu tinggi pula.

CONTOH SOAL
Misalnya dari contoh diatas, perusahaan:
a. Menerima tambahan kas Rp. 2.000.000,00
b. Membayar tambahan kas Rp. 1.000.000,00
Maka pencatatan yang dilakukan adalah:
a. Tanah Rp. 2.500.000,00
Akumulasi depresiasi mesin Rp. 3.400.000,00
Kas Rp. 2.000.000,00
Mesin Rp. 4.000.000,00
Laba Rp. 3.900.000,00
Perhitungan
Harga perolehan tanah = Rp. 4.500.000,00 Rp. 2.000.000,00
= Rp. 2.500.000,00

b. Tanah Rp. 5.500.000,00


Akumulasi depresiasi mesin Rp. 3.400.000,00
Kas Rp. 1.000.000,00
Mesin Rp. 4.000.000,00
Laba Rp. 3.900.000,00

Perhitungan
Harga perolehan tanah = Rp. 4.500.000,00 + Rp. 1.000.000,00
= Rp. 5.500.000,00

b. Pertukaran aktiva tetap yang sejenis


yang dimaksud dengan aktiva yang sejenis adalah aktiva tersebut memenuhi
kriteria: mempunyai tipe yang sama, digunakan dalam fungsi yang sama,
atau dipakai oleh perusahaan dalam industri yang sama.
Apabila terjadi pertukaran aktiva yang sejenis, maka cara pencatatannya
tergantung pada ada atau tidaknya uang tunai yang dibayarkan atau yang
diterima, seperti yang nampak pada contoh berikut ini:
1. Pertukaran aktiva sejenis tanpa ada uang tunai yang dibayarkan atau
diterima
Dalam hal ini, harga perolehan aktiva yang diterima dicatat sebesar nilai
buku aktiva yang diserahkan, sehingga tidak diakui adanya rugi atau laba
pertukaran

CONTOH SOAL
PT A menukarkan mesin yang harga perolehannya Rp. 900.000,00
akumulasi depresiasi Rp. 600.000,00 dan harga pasar sebesar Rp.
500.000,00 dengan mesin serupa dari PT B yang harga perolehannya Rp.
1.200.000,00 akumulasi depresiasi Rp. 750.000,00 dan harga pasarnya
Rp. 5.000.000,00
Jurnal
Mesin (baru) Rp. 300.000,00
Akumulasi depresiasi mesin Rp. 600.000,00
Mesin (lama) Rp. 900.000,00
Perhitungan
Harga perolehan mesin baru = Rp. 900.000,00 Rp. 600.000,00
= Rp. 300.000,00

2. Pertukaran aktiva sejenis disertai uang tunai yang dibayarkan atau yang
diterima
Dalam hal ini, perusahaan membayar sejumlah uang tunai dalam
pertukaran aktiva ini, maka seandainya terdapat laba, tidak boleh diakui,
tetapi jika terdapat rugi harus diakui, yaitu apabila harga pasar aktiva
yang diterima lebih kecil dari nilai buku aktiva yang diserahkan ditambah
dengan uang tunai yang dibayarkan. Sedangkan harga perolehannya
adalah sebesar nilai buku aktiva yang diserahkan ditambah dengan uang
tunai yang dibayarkan.
Apabila dalam pertukaran aktiva tersebut perusahaan menerima uang
tunai sebagai tambahan, maka harus ada pengakuan laba secara
proporsional dengan uang tunai yang diterima. Perhitungan labanya
adalah sebagai berikut:
Tambahan
Laba = Tambahan harga pasar aktiva x Laba aktiva tetap diserahkan*)
*)
harga pasar aktiva yang diserahkan nilai buku aktiva yang diserahkan
Sedangkan harga perolehan aktiva tetap yang diterima diakui sebesar
nilai buku aktiva yang diserahkan dikurangi dengan uang yang diterima
dan ditambah dengan laba yang diakui.

CONTOH SOAL
PT A menukarkan mesin yang harga perolehannya Rp. 1.500.000,00
akumulasi depresiasi Rp. 900.000,00 dan harga pasar Rp. 800.000,00
dengan mesin yang sejenis milik PT B yang harga perolehannya Rp.
1.200.000,00 akumulasi depresiasi Rp. 500.000,00 dan harga pasar Rp.
850.000,00. Untuk pertukaran ini, PT A masih harus menambah uang
tunai sebesar Rp. 50.000,00
Diminta
Siapkan jurnal yang harus dibuat oleh PT A dan PT B

Pembahasan
PT A Mesin (baru) Rp. 650.000,00
Akumulasi depresiasi mesin (lama) Rp. 900.000,00
Kas Rp. 50.000,00
Mesin (lama) Rp. 1.500.000,00
Perhitungan
Harga perolehan mesin baru:
Rp. 1.500.000,00 Rp. 900.000,00 + Rp. 50.000,00 = Rp. 650.000,00

PT B Mesin (baru) Rp. 658.800,00


Akumulasi depresiasi mesin (lama) Rp. 500.000,00
Kas Rp. 50.000,00
Mesin (lama) Rp. 1.200.000,00
Laba Rp. 8.800,00
Perhitungan
50.000
Laba = x 850.000 (1.200.000 500.000)
50.000 8.000
= 1/17 x 150.000
= 8.800
Harga perolehan mesin baru:
Rp. 1.200.000,00 Rp. 500.000,00 Rp. 50.000,00 + Rp. 8.800,00
= Rp. 658.800,00

5. Aktiva Tetap yang Dibangun Sendiri


Ada beberapa alasan yang menyebabkan suatu perusahaan memilih membuat
atau membangun sendiri sebuah aktiva tetap dibandingkan dengan membeli
dari pihak lain, yaitu:
a. Kualitas lebih terjamin
b. Untuk memanfaatkan kapasitas yang menganggur
c. Diharapkan dapat menghemat biaya (cost saving)

Dalam penentuan harga pokok, aktiva tetap yang dibangun sendiri ada
beberapa persoalan khusus, yaitu:
a.Berapa dari Factory Overhead (FOH) atau biaya produksi tak langsung yang
harus dibebankan sebagai harga pokok aktiva tetap yang dibangun?
Untuk biaya langsung seperti bahan baku, upah langsung dapat langsung
dibebankan sebagai harga perolehan aktiva tetap yang dibangun, sedangkan
seberapa besar FOH yang harus ditambahkan pada harga perolehan aktiva
yang dibangun, dikenal ada dua metode, yaitu:
Incremental Cost Method
Dalam periode ini, hanya kenaikan FOH diatas normal saja yang
dibebankan sebagai penambah harga perolehan aktiva tetap yang
dibangun
CONTOH
Seorang mandor biasanya menerima gaji per bulan sebesar Rp.
300.000,00 tetapi pada saat pembuatan bangunan baru ia bekerja lembur
sehingga menerima gaji Rp. 400.000,00
Jurnal
Bangunan Rp. 100.000,00
Gaji Rp. 300.000,00
Kas Rp. 400.000,00

Metode ini digunakan pada perusahaan yang melaksanakan sendiri


pembangunan tersebut dan tujuannya adalah memanfaatkan kapasitas
yang menganggur, sehingga tidak mengganggu kapasitas produksi.
Cost Incerrence Princeples
Dalam metode ini, FOH dialokasikan berdasarkan tarif kepada
pembuatan aktiva dan produksi. Metode ini umumnya digunakan oleh
perusahaan yang sudah full capacity, hingga pembangunan aktiva tetap
mengganggu kapasitas produksi.

CONTOH
Seorang mandor bekerja dalam satu bulan selama 200 jam. Pada saat
pembuatan bangunan gudang, sebanyak 50 jam digunakan untuk
mengawasi pembangunan gudang tersebut. Gaji mandor tersebut per
bulan Rp. 300.000,00
Jurnal
Bangunan (500/200 x Rp. 300.000,00) Rp 75.000,00
Gaji (150/200 x Rp. 300.000,00) Rp. 225.000,00
Kas Rp. 300.000,00

b.Masalah Bunga Selama Masa Pembangunan


Dalam perusahaan public utility seperti PTKA, PDAM, PLN, dimana
investasi terbesar pada aktiva tetap, maka bunga pinjaman maupun bunga
modal sendiri (inputed cost atau implicit cost) yang terjadi selama
pembangunan aktiva tetap dikapitalisasi dalam harga perolehan aktiva tetap,
dan sesudah aktiva selesai dibuat, biaya bunga khususnya bunga pinjaman
dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya. Tetapi ada juga yang
tidak mengkapitulasi bunga dengan alasan:
Sulit memisahkan dana yang dipinjam yang digunakan untuk membuat
aktiva dan yang digunakan untuk operasi normal
Sulit untuk menentukan besarnya persentase bunga modal sendiri
Namun dewasa ini sudah banyak praktek yang lazim untuk mengkapitulasi
bunga selama masa pembangunan aktiva tetap ini.

c.Perlakuan Terhadap Penghematan atau Pemborosan


Meskipun tujuan membangun aktiva sendiri adalah agar dapat menghemat
biaya, tetapi dalam prakteknya mungkin saja terjadi pemborosan atau biaya
pembangunan ternyata lebih besar jika dibandingkan dengan membeli dari
pihak lain. Untuk itu perlakuannya adalah:
Jika biaya pembuatan lebih kecil dari harga seandainya membeli dari
pihak lain, maka harga pokoknya diakui sebesar biaya pembuatan.
Selisihnya bukan merupakan laba, tetapi merupakan cost saving yang
berakibat depresiasi selama pemakaian aktiva menjadi lebih kecil
dibandingkan jika aktiva dibeli dari pihak lain.
Jika biaya pembuatan lebih besar dari harga yang seandainya dibeli dari
luar, maka biaya pokoknya diakui sebesar harga seandainya dibeli dari
pihak lain. Selisihnya diakui sebagai rugi.

CONTOH SOAL
PT Dani membangun sendiri sebuah gedung dengan biaya:
Bahan baku Rp. 6.000.000,00
Upah langsung Rp. 4.000.000,00
FOH sebelum pembuatan gedung Rp. 1.200.000,00 dengan jam kerja 150
jam per bulan, tetapi selama pembuatan gedung jam kerja per bulan
menjadi 350 jam.
Diminta
Siapkan jurnal yang diperlukan jika dianggap bahwa apabila dibeli dari
pihak lain harga gedung adalah:
1. Rp. 11.000.000,00
2. Rp. 15.000.000,00
Pembahasan
1. Gedung Rp. 11.000.000,00
Rugi Rp. 600.000,00
Kas Rp. 11.600.000,00
(untuk mencatat pembuatan gedung dengan biaya yang lebih besar dari
harga apabila dibeli dari luar)
2. Gedung Rp. 11.000.000,00
Kas Rp. 11.600.000,00
(untuk mencatat pembuatan gedung dengan biaya yang lebih kecil dari
harga apabila dibeli dari luar)

Perhitungan
Biaya pembuatan gedung:
Bahan baku Rp. 6.000.000,00
Upah langsung Rp. 4.000.000,00
350 150
FOH = x Rp. 1.200.000,00 Rp. 1.600.000,00
150
Total Rp. 11.600.000,00

5. Aktiva Tetap yang Diperoleh dari Hadiah atau Donasi


Aktiva tetap yang diperoleh dari hadiah, harga perolehannya akan dicatat
sebesar harga pasarnya. Hal ini dikarenakan tidak adanya dasar harga yang
dapat dipakai untuk penilaiannya. Walaupun untuk menerima hadiah
dikeluarkan biaya, namun umumnya lebih kecil dari nilai aktiva yang diterima,
sehingga jika aktiva dicatat sebesar biaya yang dikeluarkan aktiva akan terlalu
kecil, demikian juga depresiasinya.
Jika aktiva yang diterima masih belum pasti karena tergantung pada
persyaratan tertentu, maka aktiva dan modal dicatat sebagai elemen yang
belum pasti (contingent). Aktiva baru dicatat jika haknya benar-benar telah
diterima.

CONTOH SOAL
PT ABC menerima hadiah dari pemerintah berupa gedung yang harga pasarnya
Rp. 5.000.000,00 dan untuk memperolehnya dikeluarkan biaya Rp. 200.000,00.
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas
Pembahasan
Gedung Rp. 5.000.000,00
Modal hadiah Rp. 4.800.000,00
Kas Rp. 200.000,00

HARGA PEROLEHAN (COST) AKTIVA TETAP


Untuk menentukan harga perolehan aktiva tetap selain dilihat cara
perolehannya juga ditentukan dari jenis aktiva, yaitu:
a. Tanah
Cost dari tanah terdiri dari berbagai biaya, yaitu harga faktur, komisi, bea balik
nama, pajak, biaya terasering, dan pembagian dalam bentuk kavling, biaya
pembersihan, biaya untuk membongkar bangunan lama dikurangi dengan hasil
penjualan barang bekas (tetapi kalau hasil penjualan barang bekas ternyata
lebih besar dari biaya pembongkaran, maka hasil penjualan bersih setelah
dikurangi biaya pembongkarannya harus dikurangkan dari harga perolehan
tanah).
Jika terjadi kesulitan untuk menentukan apakah suatu unsur biaya termasuk
harga perolehan tanah atau bukan, maka perolehannya adalah umur manfaat
pengeluaran tersebut. Jika umur manfaatnya terbatas dikapitalisasi dan dicatat
dalam rekening tersendiri yaitu Perbaikan Tanah atau Land Improvement
yang harus disusutkan selama umur manfaatnya. Biaya seperti itu, misalnya
biaya pembuatan trotoar, jembatan, pagar, dan saluran air. Sebaliknya, yang
umurnya tidak terbatas harus dikapitalisasi sebagai bagian harga perolehan
tanah.
b. Bangunan
Harga perolehan bangunan meliputi berbagai unsur biaya, yaitu biaya faktur,
komisi, bea balik nama, biaya remodeling, dan sebaaginya.
Apabila bangunan dibuat sendiri, harga perolehannya selain biaya
pembangunan, juga biaya pengurusan ijin, bunga, biaya gambar, honor arsitek,
dan sebagainya.
Fasilitas bangunan seperti tangga berjalan, lift, alat pendingin, jika umurnya
lebih singkat dari bangunan utamanya, dicatat dalam rekening Perlengkapan
Bangunan yang akan disusutkan selama umurnya.

c. Mesin
harga perolehan mesin meliputi berbagai unsur biaya seperti harga faktur, PPN,
ongkos angkut, ongkos bongkar muat, premi asuransi, biaya pemasangan,
biaya percobaan, dan sebagainya.
d. Kendaraan
Harga perolehan kendaraan meliputi harga faktur, PPN, bea balik nama, biaya
angkut, dan sebagainya.
e. Perabot dan Alat-alat Kantor
Yang termasuk harga perolehan berabot dan alat-alat kantor yaitu harga beli,
ongkos angkut, PPN, biaya pemasangan, dan sebagainya.
f. Selama Pemilikan dan Penggunaan Aktiva Tetap
Masalah akuntansi yang timbul selama pemakaian aktiva tetap meliputi:
Perlakuan atas biaya yang terjadi selama pemakaian
Penentuan besarnya dan pencatatan depresiasi
g. Perlakuan Biaya yang Terjadi Selama Pemakaian Aktiva Tetap
Berdasarkan umur manfaatnya, pengeluaran (biaya) selama pemakaian aktiva
tetap dapat digolongkan menjadi:
Pengeluaran Penghasilan (Revenue Expenditure)
Adalah suatu pengeluaran yang hanya memberikan manfaatnya hanya
dinikmati dalam satu periode akuntansi atau kurang. Pengeluaran ini
mempunyai sifat terjadi berulang-ulang dan jumlahnya relatif kecil.
Pengeluaran Modal
Adalah suatu pengeluaran yang manfaatnya dinikmati lebih dari satu
periode akuntansi. Pengeluaran ini mempunyai sifat terjadinya tidak
berulang-ulang dan jumlahnya relatif besar.
Prinsip akuntansi yang lazim menghendaki agar pengeluaran penghasilan
diperlakukan sebagai aktiva. Di dalam praktek, kriteria yang dipakai untuk
membedakan kedua jenis pengeluaran tersebut adalah:

Umur manfaatnya
Jumlah pengeluaran
Berulang-ulang atau tidak
Judgement management
Cara penentuan apakah suatu pengeluaran harus diperlakukan sebagai
pengeluaran pendapatan atau pengeluaran modal harus dilakukan dengan tepat,
sebab apabila tidak, akan mempengaruhi kelayakan laporan keuangan. Sebagai
contoh misalnya suatu pengeluaran yang seharusnya dicatat sebagai
pengeluaran modal (aktiva) tetapi keliru dicatat sebagai pengeluaran
penghasilan (biaya), akan mengakibatkan aktiva di neraca terlalu kecil dan
biaya di laporan rugi laba terlalu besar sehingga laba terlalu kecil.
h. Biaya Pemeliharaan (Maintenance Expenses)
Adalah biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan agar tetap berfungsi
dengan baik. Misalnya mengganti oli, pembersihan, pengecatan yang bersifat
rutin. Pengeluaran ini termasuk pengeluaran penghasilan yang diperlakukan
sebagai biaya.
i. Biaya Reparasi (Repair Expenses)
Adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengembalikan agar aktiva yang rusak
menjadi baik kembali. Pengeluaran semacam ini perlakuan antunasinya ada
beberapa cara, yaitu:
Jika biaya reparasi bersifat rutin dan jumlahnya relatif kecil akan dicatat
sebagai biaya pada saat terjadinya
Jika biaya reparasi relatif besar dan menambah manfaat, tetapi tidak
menambah umur aktiva, akan dikapitalisasi sebagai tambahan harga
perolehan aktiva yang bersangkutan, kemudian harga perolehan yang baru
disusut selama sisa umurnya
Jika biaya reparasi relatif besar dan menambah umur akan dikapitalisasi
sebagai pengurangan rekening Akumulasi Penyusutan, sehingga nilai
buku semakin besar yang kemudian disusutkan selama taksiran umur yang
baru

CONTOH SOAL
Selama tahun 2008 PT ABC telah melakukan reparasi aktiva tetapnya, dengan
perincian sebagai berikut:
1. Biaya untuk memperbaiki kerusakan kecil pada mobil sebesar Rp.
15.000,00
2. Biaya untuk memperbaiki sebuah mesin yang rusak berat sebesar Rp.
300.000,00. Mesin tersebut dibeli tahun 2006 dengan harga Rp.
1.500.000,00 yang diperkirakan berumur lima tahun. Akumulasi penyusutan
sampai saat perbaikan Rp. 600.000,00
3. Sebuah bangunan yang diperoleh pada 1 Januari 2008 dengan harga Rp.
2.000.000,00 dan ditaksir umurnya lima tahun. Pada tahun 1 Januari 2009
karena rusak berat diperbaiki dengan biaya Rp. 800.000,00 dan setelah
diperbaiki bangunan diperkirakan dapat digunakan delapan tahun lagi
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas
Pembahasan
1. Biaya reparasi Rp. 15.000,00
Kas Rp. 15.000,00
2. Mesin Rp. 600.000,00
Kas Rp. 600.000,00
Tarif penyusutan setelah reparasi:
Nilai buku setelah reparasi:
Rp. 1.500.000,00 + (Rp. 300.000,00 Rp. 600.000,00) = Rp. 1.200.000,00
Tarif penyusutan = Rp. 1.200.000,00 : 3 = Rp. 400.000,00
Tarif penyusutan setelah reparasi:
Nilai buku setelah reparasi:
Nilai buku setelah reparasi:
Rp. 2.000.000,00 - (Rp. 400.000,00 Rp. 200.000,00) = Rp. 1.800.000,00
Tarif penyusutan = Rp. 1.800.000,00 : 8 = Rp. 400.000,00

j. Biaya Perbaikan (Betterments Expenses)


Adalah biaya yang dikeluarkan agar menambah nilai atau memperpanjang
umur manfaat aktiva tetap, misalnya perbaikan sistem penerangan, pendingin,
dan sebagainya. Jika pengeluaran relatif kecil, maka dicatat sebagai biaya.
Tetapi jika besar dan menambah nilai, maka dicatat sebagai penambah harga
perolehan atau jika menambah umur dicatat sebagai pengurang akumulasi
penyusutan.
k. Biaya Penggantian (Replacement Expenses)
Adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengganti bagian dari aktiva yang
tipenya sama karena aktiva telah rusak. Jika biaya yang dikeluarkan kecil akan
dicatat sebagai biaya, tetapi jika besar maka harga perolehan dan akumulasi
penyusutan bagian yang diganti harus dihapuskan dan diganti dengan harga
perolehan penggantinya.

CONTOH SOAL
PT ABC mempunyai mesin seharga Rp. 5.000.000,00 yang ditaksir berumur 10
tahun. Pada akhir tahun ke-6, alat utama mesin yang nilainya 25% dari harga
perolehan mesin diganti dengan yang baru seharga Rp. 1.500.000,00
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas
Pembahasan
- Akumulasi penyusutan Rp. 750.000,00*)
Rugi Rp. 500.000,00
Mesin Rp. 1.250.000,00**)
(untuk mencatat penghapusan peralatan lama)
Pembahasan
*)
25% x Rp. 5.000.000,00 = Rp. 1.250.000,00
**)
25% x 6 x (Rp. 5.000.000,00 : 5) = Rp. 750.000,00
- Mesin Rp. 1.500.000,00
Kas Rp. 1.500.000,00
(untuk mencatat kapitalisasi biaya penggantian)
l. Penambahan (Addition)
Adalah biaya yang dikeluarkan untuk menambah atau memperluas fasilitas
aktiva, misalnya penambahan ruang baru. Biaya ini harus dikapitalisasi dan
dicatat dalam rekening yang terpisah dari rekening bangunan utama. Jika dapat
dipakai selama masa pemakaian bangunan utama akan disusutkan selama sisa
umur bangunan utama, tetapi jika umurnya lebih pendek dari bangunan utama,
maka disusutkan sesuai umurnya.
m. Penataan Kembali (Rearrangement)
Adalah biaya yang dikeluarkan untuk merombak susunan mesin karena
susunan lama salah atau karena kemajuan teknologi. Biaya semacam ini dicatat
dalam rekening Beban yang Ditangguhkan dan diamortisasi selama biaya
tersebut memberikan manfaatnya.

CONTOH SOAL
1. PT Idola melakukan transaksi yang berhubungan dengan aktiva yang
berwujud sebagai berikut:
a. Membeli secara tunai tanah seharga Rp. 20.000.000,00 belum termasuk:
- Pajak penjualan Rp. 240.000,00
- Akta notaris Rp. 60.000,00
- Komisi Rp. 180.000,00
- Sertifikat Rp. 75.000,00
- Bea balik nama Rp. 45.000,00
b. Membeli tanah dan gedung dengan tunai seharga Rp. 78.900.000,00.
Untuk membayarnya, perusahaan meminjam ke bank sebesar Rp.
30.000.000,00 dengan bunga 7%. Pajak yang dibayar untuk tanah Rp.
350.000,00 dan gedung Rp. 250.000,00
c. Sebelum digunakan (soal b.) telah dikeluarkan biaya-biaya sebagai
berikut:
- Perbaikan gedung Rp. 5.000.000,00
- Pembuatan jalan masuk Rp. 1.500.000,00

- Mengecat gedung Rp. 250.000,00


- Pemasangan telepon Rp. 550.000,00
Biaya menyingkirkan barang rusak Rp. 300.000,00 dan ketika barang
rusak tersebut dijual, laku Rp. 150.000,00
d. Dibeli sebuah mesin dengan harga Rp. 22.500.000,00 dimana untuk
dapat dipergunakan masih perlu pengeluaran:
- Biaya reparasi Rp. 1.500.000,00
- Biaya pemasangan Rp. 750.000,00
- Biaya percobaan Rp. 250.000,00
e. Dibeli lagi sebuah mesin PT Ambisi yang mempunyai cost Rp.
15.000.000,00 akumulasi depresiasi Rp. 5.000.000,00 serta harga pasar
Rp. 10.750.000,00. Untuk pembayaran mesin tersebut telah disepakati
bahwa PT Idola akan menyerahkan mesin yang sudah tidak dipakai yang
harga perolehannya Rp. 12.000.000,00 nilai buku saat itu adalah Rp.
6.000.000,00 dan harga pasarnya Rp. 10.000.000,00 serta masih harus
membayar uang tunai sebesar Rp. 750.000,00
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas
Jawaban
a. Tanah Rp. 20.600.000,00
Kas Rp. 20.600.000,00
Pembahasan
Untuk pembelian tanah dicatat sebesar harga perolehannya (cost) yang
meliputi jumlah yang dibayar dan biaya-biaya yang berhubungan dengan
pembelian tanah tersebut.
b. Kas Rp. 30.000.000,00
Hutang bank Rp. 30.000.000,00
Tanah dan gedung Rp. 79.500.000,00
Kas Rp. 79.500.000,00

Pembahasan
Tanah dan gedung dicatat sebesar uang yang telah dikeluarkan yang
meliputi harga dan pajak yang dibayar.
Tetapi apabila diketahui harga pasar masing-masing aktiva tersebut, maka
harga perolehan harus dialokasikan ke masing-masing aktiva dengan
menggunakan harga jual relatif.
c. - Tanah dan gedung Rp. 5.150.000,00
Kas Rp. 5.150.000
Pembahasan
Jurnal diatas adalah untuk mencatat biaya yang akan dikapitalisir dalam
rekening tanah dan gedung yang meliputi:
Biaya menyingkirkan barang rusak:
Rp. 300.000,00 Rp. 150.000,00 = Rp. 150.000,00
Biaya perbaikan gedung = Rp. 5.000.000,00
Total = Rp. 5.150.000,00

- Jalan, jembatan, pagar, emplasemen Rp. 2.300.000,00


Kas Rp. 2.300.000,00
Pembahasan
Jurnal diatas adalah untuk mencatat biaya yang dikapitalisir tetapi dicatat
dalam rekening tersendiri, yakni rekening Jembatan, jalan, pagar, dan
emplasemen yang meliputi:
Biaya pembuatan jalan Rp. 1.500.000,00
Biaya pengecatan gedung Rp. 250.000,00
Biaya pemasangan telepon Rp. 550.000,00
Total Rp. 2.300.000,00
d. Mesin Rp. 25.000.000,00
Kas Rp. 25.000.000,00

Pembahasan
Jurnal diatas adalah untuk mencatat harga mesin dan biaya-biaya yang
dikapitalisir yang meliputi biaya reparasi, pemasangan, dan biaya
percobaan
e. Mesin Rp. 10.750.000,00
Akumulasi depresiasi Rp. 6.000.000,00
Mesin Rp. 12.000.000,00
Kas Rp. 750.000,00
Laba pertukaran Rp. 4.000.000,00
Pembahasan
Nilai buku mesin lama Rp. 6.000.000,00
Kas yang dibayarkan Rp. 750.000,00
Nilai tukar mesin lama Rp. 6.750.000,00
Nilai tukar mesin baru Rp. 10.750.000,00
Laba pertukaran Rp. 4.000.000,00

2. Pada 1 Juli 2008 dibeli sebuah bangunan berikut tanahnya seharga Rp.
75.000.000,00 ongkos balik nama dan lainnya sebesar Rp. 5.000.000,00.
Adapun pembayarannya adalah:
a. Sebuah cek senilai Rp. 10.000.000,00
b. Sebuah kendaraan yang cost-nya Rp. 30.000.000,00
Depresiasi sebesar Rp. 10.000.000,00
c. Wesel 5% sebesar Rp. 6.000.000,00
d. Uang tunai Rp. 13.000.000,00
Harga bangunan menurut fiscus Rp. 28.000.000,00 dan tanah berharga Rp.
42.000.000,00
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas
Pembahasan
Harga perolehan bangunan dan tanah:
Rp. 75.000.000,00 + Rp. 5.000.000,00 = Rp. 80.000.000,00
Harga perolehan bangunan:
Rp. 28.000.000,00 : Rp. 70.000.000,00 x Rp. 80.000.000,00
= Rp. 32.000.000,00
Harga perolehan tanah:
Rp. 42.000.000,00 : Rp. 70.000.000 x Rp. 80.000.000,00
= Rp. 48.000.000,00
TOTAL
Dibayar:
- Cek Rp. 40.000.000,00
- Uang tunai Rp. 13.000.000,00
- Kendaraan:
Harga perolehan = Rp. 30.000.000,00
Ak. Depresiasi = Rp. 10.000.000,00
Nilai buku Rp. 20.000.000,00
- Wesel = Rp. 60.000.000,00
Diskonto 5% x Rp. 60.000.000,00 = Rp. 300.000,00
Rp. 5.700.000,00
Total Rp. 78.700.000,00
Laba Rp. 1.300.000,00

Jurnal
Bangunan Rp. 32.000.000,00
Tanah Rp. 48.000.000,00
Ak. Depresiasi Kendaraan Rp. 10.000.000,00
Biaya bunga Rp. 300.000,00
Kas Rp. 53.000.000,00
Wesel tagih yang didiskontokan Rp. 6.000.000,00
Kendaraan Rp. 30.000.000,00
Laba Rp. 1.300.000,00

3. Data berikut ini berhubungan dengan perbaikan bangunan:


a. Biaya upah membongkar tembok Rp. 3.672.000,00 dan puingnya
dibuang dengan biaya Rp. 405.000,00
b. Perluasan bangunan telah selesai dengan kontrak sebesar Rp.
58.320.000,00
c. Agar pondasi lantai lama lebih kuat, maka ditutup dengan lantai baru
seharga Rp. 2.632.000,00
d. Rehabilitasi interior dengan biaya Rp. 2.430.000,00
e. Rak baru dibuat dan yang lama diperbaiki dengan biaya sebesar Rp.
472.500,00
f. Peralatan listrik lama dianggap kapasitasnya kurang, maka diganti yang
baru seharga Rp. 6.750.000,00 sedangkan yang lama harga perolehannya
Rp. 2.497.000,00 dan akumulasi depresiasi Rp. 972.000,00
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas
Pembahasan
a. Rugi membongkar tembok Rp. 4.077.000,00
Biaya upah Rp. 3.672.000,00
Kas Rp. 405.000,00
b. Bangunan Rp. 58.320.000,00
Kas Rp.58.320.000,00
c. Akumulasi Dep. Bangunan Rp. 2.632.000,00
Kas Rp. 2.632.000,00
d. Biaya pengecatan Rp. 2.430.000,00
Kas Rp. 2.430.000,00
e. Akumulasi Dep. Bangunan Rp. 472.500,00
Kas Rp. 472.500,00
f. Bangunan Rp. 6.750.000,00
Ak. Depresiasi Bangunan Rp. 972.000,00
Rugi Rp. 1.525.000,00
Kas Rp. 9.247.500,00
AKTIVA TETAP BERWUJUD 2

PENDAHULUAN
Membeli suatu aktiva tetap berarti membeli sejumlah jasa yang akan
diberikan oleh aktiva tetap tersebut yang berupa manfaat ekonomis selama masa
tertentu. Manfaat ekonomis ini tercermin dalam harga perolehan aktiva tetap oleh
karena manfaat ekonomis dinikmati dalam beberapa periode akuntansi, maka
harga perolehan aktiva tetap harus dialokasikan melalui depresiasi atau deplesi.
Pengertian Depresiasi atau Penyusutan
Adalah alokasi harga perolehan (cost) aktiva tetap yang umurnya terbatas
pada periode yang menikmati manfaatnya secara sistematika dan rasional.

Metode Pencatatan Depresiasi


Metode yang sering digunakan untuk mencatat depresiasi adalah metode
cadangan (Allowances Method). Dalam metode ini, depresiasi tidak langsung
dikurangkan terhadap harga metode ini aktiva tetap, tetapi dikumpulkan dalam
rekening Akumulasi Depresiasi pada akhir periode saldo rekening aktiva tetap.
Adapun cara pencatatan pada saat melakukan penyusutan adalah:
Depresiasi...............xx
Akumulasi depresiasi...............xx
Depresiasi tersebut disajikan sebagai biaya dalam laporan rugi laba.

Penentuan Besarnya Depresiasi


Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan
besarnya depresiasi periodik, yaitu:
a. Harga perolehan (cost) aktiva tetap
b. Nilai sisa atau nilai residu (residual or salvage value)
Adalah taksiran nilai aktiva tetap setelah habis umur ekonomisnya. Nilai ini
harus dinyatakan secara netto setelah dikurangi biaya pembongkaran dan
pemindahan. Jika biaya pemindahan lebih besar dari nilai residunya, maka
selisihnya harus ditambahkan pada harga perolehan aktiva tetap
c. Tafsiran umur ekonomis (useful life)
Adalah taksiran waktu dimana aktiva tetap dapat dipergunakan untuk
memproduksi barang atau jasa. Taksiran umur ekonomis ini dapat dinyatakan
dalam satuan waktu, satuan hasil produksi, satuan jam kerja, dan sebagainya
tergantung pada metode penyusutan yang digunakan. Umur ekonomis suatu
aktiva dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor fisik, yang meliputi:
- Kerusakan karena pemakaian (wear and tear)
- Menjadi tua (deterioration and decay)
- Musnah (damage)
2. Faktor fungsional, yang meliputi:
- Kurang kapasitas (inadequacy)
- Ketinggalan jaman atau usang (obsolesence)
d. Pola Pemakaian (pattern of use)
Beban penyusutan harus mencerminkan sedekat mungkin pada pola
penggunaannya, misalnya bila penyusutan diukur menurut faktor waktu, pola
penggunaannya harus diperkirakan.

METODE DEPRESIASI AKTIVA TETAP TERWUJUD


Didalam praktek ada beberapa metode depresiasi yang dapat dipergunakan.
Didalam pemilihan metode depresiasi harus diperhatikan prinsip konsistensi dan
handaknya sesuai serta menggambarkan sifat dan pola penggunaan aktiva tetap
tersebut. Adapun metode depresiasi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Metode yang berdasarkan faktor waktu:
a. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)
b. Metode Beban Menurun (Decreasing Charge Method), yaitu:
- Metode Jumlah Angka Tahun (Sum of the Year Digits Method)
- Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)
- Metode Saldo Menurun Berganda (Double Declining Balance Method)
2. Metode yang berdasarkan faktor penggunaan:
a. Metode Jam Jasa (Service Hours Method)
b. Metode Jumlah Unit Produksi (Productive Output Method)
3. Metode yang berdasarkan kriteria lainnya:
a. Metode Berdasarkan Jenis dan Kelompok (Group and Composite Method)
b. Metode Anuitas (Annuity Method)
c. Sistem Persediaan (Inventory System)
Sebelum diuraikanlebih lanjut masing-masing metode, terlebih dahulu akan
diberikan singkatan-singkatan yang digunakan dalam contoh selanjutnya, yaitu:
c = harga perolehan (cost) aktiva tetap
s = taksiran nilai sisa
d = beban depresiasi periodik
n = taksiran umur ekonomis
r = tarif depresiasi
Adapun contoh yang akan dipergunakan selanjutnya berdasarkan data sebagai
berikut:
Pada tahun 20xy PT SS membeli mesin dengan harga perolehan sebesar Rp.
1.000.000,00 yang diperkirakan dapat digunakan selama tiga tahun atau
60.000.000 jam. Mesin itu juga ditaksir dapat menghasilkan unit produk. Nilai
sisa ditaksir Rp. 100.000,00

METODE GARIS LURUS


Dalam metode ini beban depresi dari periode ke periode jumlahnya sama.
Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa jasa atau daya layan aktiva sama
selama umur manfaatnya. Oleh karena itu, metode ini cocok digunakan jika
aktiva:
Pola penggunaan konsisten
Biaya reparasi dan pemeliharaan setiap tahunnya relatif sama
Manfaat aktiva berkurang dalam jumlah yang sama tiap tahunnya
Contoh: gudung, mebel, alat-alat kantor

Kelebihan metode ini adalah mudah dan sederhana, sedangkan kelemahannya


adalah:
Beban depresiasi tidak mencerminkan pengukuran manfaat aktiva yang
dinikmati pada periode yang bersangkutan
Dalam penentuan rugi laba kurang bisa dipercaya, sebab beban depresiasi tiap
tahun sama sedangkan manfaat belum tentu sama
Dalam metode ini, beban depresiasi periodik dapat dihitung dengan rumus:
cs
d=
n
CONTOH SOAL
Dari data diatas dapat dihitung depresiasi per tahunnya sebagai berikut:
1.000.000 - 100.000
Depresi per tahun = = Rp. 300.000,00
3
Jurnal
Depresiasi Rp. 300.000,00
Akumulasi penyusutan Rp. 300.000,00
Tabel Depresiasi
Akhir Depresiasi (D) So. Akumulasi Nilai
Tahun Ak. Dep. (K) Depresiasi *) Buku **)
1.000.000
1 300.000 300.000 700.000
2 300.000 600.000 400.000
3 300.000 900.000 100.000***)
Keterangan
*) akumulasi depresiasi = akumulasi depresiasi tahun sebelumnya ditambah
dengan depresiasi tahun ybs.
**) nilai buku = harga perolehan akumulasi depresiasi
***) nilai sisa

METODE JUMLAH ANGKA TAHUN


Dalam metode ini beban depresiasi makin lama makin menurun yang
dihitung dengan mengalihkan bagian pengurang (reducing fraction) dengan harga
perolehan dikurangi nilai sisa. Bagian pengurang terdiri dari:
Pembilang = bobot tahun yang bersangkutan
Penyebut = jumlah angka tahun selama umur ekonomis yang dapat dihitung
dengan rumus:
1
n (n + 1)
2
Metode ini didasarkan pada pemikiran bahwa aktiva yang masih baru akan
memberikan jasa yang lebih besar daripada tahun-tahun selanjutnya, oleh karena
itu aktiva harus dibebani depresiasi yang semakin menurun.

CONTOH SOAL
Dari data diatas, depresi dapat dihitung dengan langkah sebagai berikut:
Bagian Pengurang:
Tahun Bobot Bagian Pengurang
1 3 3/6 xn(n + 1)
2 2 2/6 x3(3 + 1) = 6
3 1 1/6
Tabel Depresiasi:
Akhir Depresiasi (D) So. Akumulasi Nilai
Tahun Ak. Depresiasi (K) Depresiasi Buku
1.000.000
1 3/6 x 900.000*) = 450.000 450.000 550.000
2 2/6 x 900.000 = 300.000 750.000 250.000
3 1/6 x 900.000 = 150.000 900.000 100.000
*)
harga perolehan nilai sisa = 1.000.000 100.000 = Rp. 900.000,00
Jurnal Akhir Tahun 1:
Depresiasi Rp. 450.000,00
Akumulasi Depresiasi Rp. 450.000,00
METODE SALDO MENURUN
Dalam metode ini tarif depresiasi periodik dapat dihitung dengan rumus:
r=1- n
S: C

CONTOH SOAL
Dari data diatas tarif depresiasi dapat dihitung:
Tarif (r) = 1 - 3
100.000 :1.000.000 = 53,6%
Tabel depresiasi:
Akhir Depresiasi (D) So. Akumulasi Nilai
Tahun Ak. Depresiasi (K) Depresiasi Buku
1.000.000
1 53,6% x 1.000.000 = 536.000 536.000 464.000
2 53,6% x 464.000 = 248.700 784.700 215.300
3 53,6% x 215.300 = 115.300 900.000 100.000
Jurnal Akhir tahun 1:
Depresiasi Rp. 536.000,00
Akumulasi depresiasi Rp. 536.000,00

METODE SALDO MENURUN BERGANDA


Dalam metode ini, beban depresiasi makin menurun sebab dihitung
berdasarkan dua kali tarif metode garis lurus dikalikan dengan nilai buku aktiva.
Karena nilai buku aktiva makin lama makin menurun, maka beban depresiasi juga
akan menurun.
Dalam metode ini, mungkin akan ditemui bahwa pada akhir masa manfaat
ternyata nilai buku tidak sama dengan taksiran nilai sisa. Untuk mengatasi hal ini
harus dikombinasikan dengan metode lain sehingga dapat mengalokasikan seluruh
harga perolehan.
Waktu optimal untuk melakukan perubahan ini adalah pada saat besarnya
depresiasi dengan pengganti melebihi depresiasi dengan metode saldo menurun
berganda. Metode ini dapat digunakan metode jumlah angka tahun.

CONTOH SOAL 1
Dari data yang sama, maka:
Tarif metode garis lurus = 100% : 3 = 33,3%
Tarif metode saldo menurun berganda = 2 x 33,3% = 67%
Tabel depresiasi:
Akhir Depresiasi (D) So. Akumulasi Nilai
Tahun Ak. Depresiasi (K) Depresiasi Buku
1.000.000
1 67% x 1.000.000 = 670.000 670.000 330.000
2 67% x 464.000 = 221.100 891.000 108.100
3 67% x 215.300 = 72.963 964.063 35.237

CONTOH SOAL 2
Sebuah mesin dibeli dengan harga perolehan Rp. 1.000.000,00 yang diperkirakan
dapat dipergunakan selama 10 tahun, nilai sisa diperkirakan Rp. 50.000,00
Diminta
Siapkan tabel depresiasi yang diperlukan
Pembahasan
Tarif metode garis lurus = 100% : 10 = 10%
Tarif metode saldo menurun berganda = 2 x 10% = 20%

Tabel depresiasi:
Akhir Penyusutan (D) So. Akumulasi Nilai
Tahun Ak. Penyusutan (K) Penyusutan Buku
1.000.000
1 20% x 1.000.000 = 200.000 200.000 800.000
2 20% x 800.000 = 160.000 360.000 640.000
3 20% x 640.000 = 128.000 488.000 512.000
4 20% x 512.000 = 102.400 590.400 409.600
5 20% x 409.600 = 81.920 672.320 327.680
6 20% x 327.680 = 65.536 737.856 262.144
7 20% x 262.144 = 52.429 790.285 209.715
8 20% x 209.715 = 41.943 832.228 167.772
9 20% x 167.772 = 33.554 865.782 134.218
10 20% x 134.218 = 26.844 892.626 107.374
892.626

Penyusutan berdasar jumlah Penyusutan berdasar


Tahun Angka-angka tahun Saldo menurun ganda
1 (10/55 x 950.000) = 172.727 200.000
2 (9/45 x 750.000) = 150.000 160.000
3 (8/36 x 590.000) = 131.111 128.000

Penyusutan (D) So. Akumulasi Nilai


Tahun Ak. Penyusutan (K) Penyusutan Buku
1.000.000
1 (20% x 1.000.000) = 200.000 200.000 800.000
2 (20% x 800.000) = 160.000 360.000 640.000
3 (8/36 x 950.000 360.000) = 131.111 491.111 508.889
4 (7/36 x 950.000 360.000) = 114.722 605.833 394.167
5 (6/36 x 950.000 360.000) = 98.333 704.166 295.834
6 (5/36 x 950.000 360.000) = 81.944 786.110 213.890
7 (4/36 x 950.000 360.000) = 65.556 851.666 148.334
8 (3/36 x 950.000 360.000) = 49.167 900.833 99.167
9 (2/36 x 950.000 360.000) = 32.778 933.611 66.389
10 (1/36 x 950.000 360.000) = 16.389 950.000 50.000
950.000

METODE JAM JASA


Dalam metode ini besarnya depresiasi tergantung pada besar kecilnya jam
jasa yang dihasilkan oleh aktiva. Oleh karena itu, depresiasi akan berubah-ubah
sebanding dengan jam jasa yang dipakai. Tarif depresiasi per jam jasa dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
CS
r=
n
dari tarif yang telah dihitung, kemudian dikalikan dengan jam jasa merupakan
depresiasi periodik.
CONTOH SOAL
Dari data yang sama, misalkan jam jasa yang dihasilkan selama masa manfaat
adalah:
30.000.000, 20.000.000, 10.000.000, maka tarif depresiasi:
1.000.000 100.000
= = 0,015 per jam
60.000.000

Tabel depresiasi:
Akhir Depresiasi (D) So. Akumulasi Nilai
Tahun Ak. Depresiasi (K) Depresiasi Buku
1 30.000.000 x 0,015 = 450.000 450.000 550.000
2 20.000.000 x 0,015 = 300.000 750.000 250.000
3 10.000.000 x 0,015 = 150.000 900.000 100.000
Jurnal akhir tahun 1:
Depresiasi Rp. 450.000,00
Akumulasi depresiasi Rp. 450.000,00

METODE JUMLAH UNIT PRODUKSI


Dalam metode ini besarnya depresiasi tergantung pada jumlah hasil
produksi yang dihasilkan. Oleh karena itu, besarnya depresiasi akan berubah-ubah
sebanding dengan hasil produksi. Tarif depresiasi per unit produksi dapat dihitung
dengan rumus:
CS
r=
n
Dari tarif yang telah dihitung, kemudian dikalikan dengan hasil produksi
merupakan beban depresiasi periodik.

CONTOH SOAL
Dari data yang sama, misalkan produk yang dihasilkan selama masa manfaat
adalah:
1.000.000 100.000
400.000, 350.000, 150.000, maka tarif depresiasi = =1
900.000
Tabel depresiasi:
Akhir Depresiasi (D) So. Akumulasi Nilai
Tahun Ak. Depresiasi (K) Depresiasi Buku
1.000.000
1 400.000 x 1 = 400.000 400.000 600.000
2 350.000 x 1 = 350.000 750.000 250.000
3 150.000 x 1 = 150.000 900.000 100.000
Jurnal pada akhir tahun 1
Depresiasi Rp. 400.000,00
Akumulasi depresiasi Rp. 400.000,00

METODE BERDASARKAN JENIS DAN KELOMPOK (Group & Composite


Method)
Dalam pembahasan sebelumnya, metode depresiasi dipergunakan untuk
menentukan depresiasi untuk setiap aktiva. Kadang-kadang untuk mempraktiskan,
maka untuk aktiva yang sama atau hampir sama dipergunakan metode depresiasi
lainnya, yaitu metode group dan metode composite.
a. Metode Group
Metode ini merupakan depresiasi dengan metode garis lurus yang diterapkan
atas sekelompok aktiva yang dibeli dalam waktu yang sama. Merupakan
satuan-satuan kecil dan diharapkan mempunyai umur yang sama.
Jika terjadi penyisihan aktiva sebelum waktu yang telah ditetapkan semula,
maka rekening akumulasi depresiasi didebet sebesar harga perolehan aktiva
yang disisihkan, sehingga tidak ada rugi laba. Jika dalam penyisihan diperoleh
nilai sisa, misalnya berupa uang hasil penjualan, maka rekening akumulasi
depresiasi didebet sejumlah harga perolehan aktiva yang dihentikan dikurangi
jumlah uang yang diterima. Hal ini berlaku jika saldo rekening akumulasi
depresiasi masih cukup untuk didebet sehingga tidak akan menimbulkan saldo
debet dalam rekening akumulasi depresiasi.

CONTOH SOAL
PT ABC membeli 100 alat-alat kecil yang ditaksir mempunyai rata-rata lima
tahun. Akhir tahun ke-4, 30 buah alat-alat dihentikan, dan akhir tahun ke-6.
harga perolehan alat-alat tersebut Rp. 100.000,00
Diminta
Siapkan tabel depresiasi dan jurnal yang diperlukan

Pembahasan
Tabel depresiasi (dalam ribuan Rp.)
Akhir Depresi Aktiva Akumulasi Dep. Nilai
Debet Kredit So. Debet Kredit So.
Tahun asi (K) Buku
- - 100 - 100 - - - 100
1 20 - - 100 - 20 20 80
2 20 - - 100 - 20 40 60
3 20 - - 100 - 20 60 40
4 20 - 30 70 30 20 50 20
5 14 - 40 30 40 14 24 6
6 6 - 30 - 30 6 - -
100 100 100 100 100
Jurnal
1. Akhir tahun ke-4: Akumulasi depresiasi Rp. 30.000,00
Aktiva tetap Rp. 30.000,00
2. Akhir tahun ke-5: Akumulasi depresiasi Rp. 40.000,00
Aktiva tetap Rp. 40.000,00
3. Akhir tahun ke-6, misalnya alat-alat yang dihentikan dijual dengan harga Rp.
10.000,00, maka:
Kas Rp. 10.000,00
Akumulasi depresiasi Rp. 20.000,00
Aktiva tetap Rp. 30.000,00

b. Metode Composite
Metode ini digunakan jika aktiva yang dimiliki kecil-kecil dan tidak memiliki
umur manfaat yang sama. Metode ini menghendaki tarif depresiasi rata-rata
atas kelompok aktiva yang memiliki karakteristik dan umur yang berlainan.
Sedangkan rumus untuk mencari:
total depresiasi
Tabel depresi rata-rata = total harga perolehan x 100%

total harga perolehan - nilai sisa


Umur rata-rata = total depresiasi

Nilai Cost yg di- Taksiran


Aktiva Cost Depresiasi
Sisa Depresiasi Umur
A 200 12 188 4 47
B 600 30 570 6 95
C 1.200 120 1.080 10 108
2.000 162 1.838 250

250
Tarif gabungan atau rata-rata = x 100% = 12,5%
2.500
Umur gabungan rata-rata = 1.838 : 250 = 7,35 tahun

Jika tarif gabungan sebesar 12,5% dikalikan dengan total harga perolehan akan
diperoleh beban depresiasi periodik sama dengan Rp. 250,00 yang akan
diakumulasikan selama 7,35 tahun.
Dalam metode ini jika ada penghentian aktiva, maka rekening aktiva dan
akumulasi depresiasi akan dihapuskan sebesar nilai buku aktiva yang
dihentikan, sehingga dalam hal ini tidak akan diakui adanya rugi atau laba.

Penyusutan Periode Partial (sebagian-sebagian)


Dalam pembahasan sebelumnya dianggap bahwa aktiva diperoleh pada awal
atau akhir tahun, sehingga tidak banyak menimbulkan masalah dalam
penghitungan depresiasinya, tetapi dalam praktem mungkin saja aktiva dibeli
tidak tepat pada awal atau akhir tahun. Oleh karena itu, akan timbul masalah
jika metode depresiasi yang berdasarkan faktor waktu yang dipergunakan.
Untuk mengatasi masalah ini, ada beberapa alternatif, yaitu:
1. Depresiasi dicatat pada bulan terdekat
- Aktiva yang dibeli sebelum tanggal 15 disusutkan 1 bulan
Sedangkan jika dibeli setelah tanggal 15 tidak disusutkan
- Aktiva yang dijual sebelum tanggal 15 tidak disusutkan
Sedangkan jika dijual setelah tanggal 15 disusutkan 1 bulan
2. Depresiasi dicatat pada tahun yang terdekat
Aktiva yang dibeli 6 bulan pertama disusutkan 1 tahun, sedangkan jika
dibeli 6 bulan terakhir tidak disusutkan
Aktiva yang dijual 6 bulan sebelum tanggal 15 tidak disusutkan,
sedangkan jika dijual 6 bulan terakhir disusutkan 1 tahun.
3. Tidak ada penyusutan untuk aktiva yang diperoleh dalam tahun ybs. Tetapi
untuk aktiva yang dijual setahun penuh
4. Penyusutan dilakukan setahun penuh untuk aktiva yang diperoleh tidak pada
awal atau akhir tahun
5. Penyusutan dilakukan setahun penuh untuk aktiva yang diperoleh pada
tahun itu, tetapi tidak ada penyusutan untuk aktiva yang dijual

Jika digunakan metode jumlah angka tahun untuk aktiva yang diperoleh tidak
tepat pada awal atau akhir tahun, maka untuk depresiasi tiap-tiap tahun setelah
tahun pertama harus dibagi dalam dua bagian, yaitu untuk tahun pertama dan
tahun kedua dan seterusnya.

KOREKSI TERHADAP DEPRESIASI


Seperti diketahui bahwa dalam proses alokasi harga perolehan aktiva tetap
(depresiasi) sebagian besar didasarkan atas taksiran. Oleh karena itu, mungkin
saja terjadi kesalahan dalam penaksiran yang telah dilakukan. Jika hal itu terjadi,
maka harus dilakukan koreksi atas besarnya depresiasi. Adapun hal-hal yang
menyebabkan perlunya koreksi atas depresiasi adalah:
1. Perubahan Metode Depresiasi
Dengan dilakukannya perubahan metode depresiasi maka harus dibuat
penyesuaian terhadap selisih saldo akumulasi depresiasi yang dihitung menurut
metode terdahulu dengan perhitungan menurut metode yang baru sampai
dengan saat terjadinya perubahan metode. Selisihnya dicatat sebagai Koreksi
Depresiasi dan dilaporkan dalam laporan rugi laba.
CONTOH SOAL
Pada awal tahun 2006 PT X membeli mesin seharga Rp. 2.700.000,00 taksiran
umur 8 tahun dan disusutkan dengan metode jumlah angka tahun. Pada awal
tahun 2008 perusahaan merubah metode depresiasi menjadi metode garis lurus.
Diminta
Siapkan jurnal koreksi yang diperlukan
Pembahasan
Jurnal koreksi: Akumulasi depresiasi Rp. 562.500,00
Laba koreksi depresiasi Rp. 562.500,00
Perhitungan
Metode Jumlah Metode Garis
Tahun Selisih
Angka Tahun (dalam ribuan Rp.) Lurus
2006 8/36 x Rp. 2.700 = Rp. 600 Rp. 337,5 Rp. 262,5
2007 7/36 x Rp. 2.700 = Rp. 525 Rp. 337,5 Rp. 187,5
2008 6/36 x Rp. 2.700 = Rp. 450 Rp. 337,5 Rp. 112,5
Rp. 1.575 Rp. 1.012,5 Rp. 562,5

Nilai buka setelah perubahan mode:


Rp. 2.700.000,00 Rp. 1.012.500,00 = Rp. 1.687.500,00
Depresiasi setelah terjadi perubahan mode:
Rp. 1.687.500,00 : 5 = Rp. 337.500,00

2. Adanya taksiran umur aktiva tetap yang tidak tepat


Apabila terjadi kesalahan dalam menaksir umur ekonomis aktiva tetap, maka
akan berakibat bahwa depresiasi yang telah dilakukan akan terlalu besar atau
terlalu kecil. Oleh karena depresiasi dan akumulasi depresiasi harus dikoreksi.
Untuk itu dikenal dua pendekatan atau cara, yaitu:
a. Depresiasi tahun sebelumnya tidak dikoreksi dan koreksi hanya dilakukan
terhadap depresiasi untuk periode setelah diketahuinya terjadi kesalahan
yang besarnya sama dengan nilai buku dibagi dengan taksiran umur yang
baru, sehingga dalam hal ini diperlukan adanya jurnal koreksi.
b. Depresiasi tahun sebelumnya dikoreksi sehingga nilai buku menunjukkan
nilai yang sesuai dengan taksiran umur yang baru. Untuk periode berikutnya
depresiasi dihitung dengan membagi buku setelah dikoreksi dengan taksiran
umur yang baru. Taksiran yang lebih tepat adalah 15 tahun.

Diminta
Hitunglah depresiasi yang baru dan jurnal yang diperlukan baik untuk
pendekatan pertama atau yang kedua.
Pembahasan
a. Nilai buku setelah digunakan selama 9 tahun
(Rp. 370.000,00 - Rp. 10.000,00)
= Rp. 370.000,00 9 x
12
Sisa taksiran umur yang baru = 15 - 9 = 6 tahun
Depresiasi yang baru = Rp. 100.000,00 : 6 = Rp. 16.667,00
Dalam hal ini tidak ada jurnal koreksi.
b. Akumulasi depresiasi sebelum koreksi:
Rp. 370.000,00 - Rp. 10.000,00
9x = Rp. 270.000,00
12
Akumulasi depresiasi setelah koreksi:
Rp. 370.000,00 - Rp. 10.000,00
9x = Rp. 216.000,00
15
Selisih lebih = Rp. 54.000,00
Jurnal: Akumulasi depresiasi Rp. 54.000,00
Koreksi laba tahun lalu Rp. 54.000,00
Depresi per tahun setelah koreksi = Rp. 24.000,00

3. Adanya pengeluaran modal yang dikapitalisasikan dalam harga perolehan


aktiva tetap (lihat bab sebelumnya)

AKTIVA TETAP YANG SUDAH HABIS DIDEPRESIASI


Untuk aktiva tetap yang sudah habis didepresiasi tetap masih bisa
dipergunakan karena perusahaan tidak mampu menggantinya maka harga
perolehan aktiva dan akumulasi depresiasi tetap dicantumkan dalam neraca
dengan keterangan. Jika dikeluarkan biaya perbaikan atau pemeliharaan tidak
boleh ditambahkan pada harga perolehan tetapi dicatat sebagai biaya periode yang
bersangkutan.

PENGHENTIAN AKTIVA TETAP


Aktiva tetap dapat dihentikan dari pemakaiannya karena dijual, rusak,
ditukar dengan aktiva lain, atau dibuang begitu saja. Dalam penghentian ini,
rekening aktiva tetap dan akumulasi depresiasi dihapuskan, dan rugi laba diakui
sebesar uang yang diterima dikurangi nilai bukunya. Untuk aktiva yang
dihentikan sebelum batas waktunya, depresiasi dihitung sampai tanggal
dihentikannya, tetapi untuk aktiva yang didepresiasi dengan metode group atau
composite tidak perlu adanya pengakuan rugi laba, aktiva tetap dapat dihentikan
dari pemakaiannya karena diterlantarkan begitu saja tanpa ada perolehan uang,
maka harus diakui adanya kerugian sebesar nilai bukunya. Tetapi apabila aktiva
tidak digunakan dan tidak segera dilepaskan harus dicatat dalam rekening aktiva
lain-lain sebesar nilai bukunya.

CONTOH SOAL
Pada 1 April 2008 PT ABC menghentikan sebuah mesin dan menjualnya seharga
Rp. 750.000,00 mesin tersebut dibeli pada awal 2001 seharga Rp. 4.500.000,00
yang ditaksir berumur 10 tahun dan nilai sisa Rp. 500.000,00 metode Garis Lurus
dipergunakan.
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi diatas

Pembahasan
- Depresiasi Rp. 100.000,00
Akumulasi depresiasi Rp. 100.000,00
(untuk mencatat depresiasi selama tahun 2008)
Perhitungan
(Rp. 4.500.000,00 - Rp. 500.000,00
3/12 x = Rp. 100.000,00
10

- Kas Rp. 750.000,00


Akumulasi Rp. 2.900.000,00
Rugi Rp. 50.000,00
Mesin Rp. 4.000.000,00
(untuk mencatat penjualan mesin)
Perhitungan
Harga jual Rp. 750.000,00
Harga perolehan Rp. 4.500.000,00
Akumulasi Depresiasi Rp. 2.900.000,00*)
Nilai buku Rp. 1.600.000,00
Rugi Rp. 850.000,00
*) 1-1-2001 s/d 1-1-2008:
(Rp. 4.500.000,00 - Rp. 500.000,00
7x = Rp. 2.800.000,00
10
Tahun 2008 = Rp. 100.000,00
Total = Rp. 2.900.000,00

ASURANSI KEBAKARAN
Untuk menghindari resiko kerusakan atau kehancuran suatu aktiva tetap
sebagai akibat kebakaran, kecelakaan, atau bencana lainnya. Umumnya
perusahaan akan mengasuransikan aktiva tetapnya. Jadi asuransi dimaksudkan
untuk mengalihkan resiko kerugian akibat adanya bencana yang menimpa aktiva.
Hal ini dilakukan dengan mengadakan perjanjian antara perusahaan sebagai
tertanggung dengan maskapai asuransi, dalam surat perjanjian yang disebut polis.
Didalam polis tersebut diatur tentang jumlah ganti rugi yang akan dibayar oleh
maskapai asuransi jika bencana benar-benar terjadi, jangka waktu pertanggungan,
dan premi yang harus dibayar oleh perusahaan tertanggung.
Jumlah ganti rugi yang harus dibayar oleh maskapai asuransi adalah
sebesar kerugian riil yang biasanya dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku
pada saat terjadi bencana, meskipun dengan ketentuan maksimum sebesar
pertanggungan, misalnya suatu aktiva diasuransikan dengan polis Rp. 70.000,00
telah terbakar dan jumlah kerugian ditaksir sebesar Rp. 90.000,00 maka dalam hal
ini ganti rugi yang diterima sebesar Rp. 70.000,00. Sebaliknya, misalkan kerugian
sebesar Rp. 60.000,00 maka ganti rugi yang diterima sebesar Rp. 60.000,00

Asuransi Bersama
Biasanya terdapat kecenderungan dari pihak perusahaan mengasuransikan
sebagian dari aktiva yang kemungkinan besar akan tertimpa bencana. Maksudnya
disini adalah memperkecil jumlah premi yang harus dibayar.
Untuk menghindarikan kecenderungan tersebut biasanya polis juga
mengatur tentang jumlah ganti rugi maksimum terhadap aktiva yang
diasuransikan, yang disebut Coinsurance Clause (CC). CC ini biasanya
dinyatakan dalam persentase tertentu dari harga pasar aktiva pada saat terjadi
bencana. Dalam asuransi bersama ini, ganti rugi yang harus dibayar oleh maskapai
asuransi jika terjadi bencana adalah jumlah yang paling rendah diantara tiga
macam jumlah berikut ini jumlah pertanggungan (polis) jumlah kerugian yang
sebenarnya.
Jumlah ganti rugi yang harus dibayar oleh perusahaan asuransi yang
dihitung dengan asuransi bersama, dengan rumus:
Polis Asuransi
Coinsurance Clause
x kerugian riil = ganti rugi yang harus dibayar perusahaan asuransi

Untuk lebih jelasnya, perhatikan kasus-kasus di bawah ini:


Kasus 1. 2. 3.
a. Harga pasar mesin pada saat bencana Rp. 2.000 Rp. 2.000 Rp. 2.000
b. Jumlah polis (pertanggungan) Rp. 1.400 Rp. 1.760 Rp. 1.200
c. Kerugian sebenarnya Rp. 1.000 Rp. 1.200 Rp. 2.000
d. Ganti rugi yang harus dibayar oleh
perusahaan asuransi berdasar asuransi
bersama (lihat perhitungan) Rp. 875 Rp. 1.320 Rp. 1.500
e. Ganti rugi yang dibayar oleh perush.
Asuransi (yang terendah dari b,c,d) Rp. 875 Rp. 1.200 Rp. 1.200
Keterangan:
Coinsurance Clause untuk kasus 1, 2, dan 3 masing-masing 80%
Pembahasan
1.400
- x 1.000 = 875
80% x 2.000
1.760
- x 1.200 = 1.320
80% x 2.000
1.200
- x 1000 = 1.500
80% x 2.000
Dari perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa Coinsurance Clause adalah
persentase yang ditetapkan dikalikan dengan harga pasar aktiva pada saat
terjadinya bencana

Polis Asuransi Gabungan


Jika perusahaan mengasuransikan berbagai jenis aktiva dalam satu polis
saja tanpa ditentukan jumlah pertanggungan untuk masing-masing aktiva, maka
jumlah pertanggungan (polis) harus dialokasikan pada masing-masing aktiva
dengan dasar harga pasar aktiva-aktiva tersebut pada saat terjadi bencana.

CONTOH SOAL
Sebuah mesin dan gedung diasuransikan dalam satu polis dengan pertanggungan
sebesar Rp. 1.800,00 dengan CC 80%. Mesin terbakar dan kerugian ditaksir
sebesar 40%. Pada saat kebakaran, harga pasar mesin Rp. 1.000,00 dan bangunan
Rp. 2.000,00
Diminta
Hitunglah kerugian yang akan diterima dari perusahaan asuransi
Pembahasan
a. Jumlah pertanggungan mesin = 1.000/3.000 x Rp. 1.800,00 = Rp. 600,00
b. Harga pasar mesin saat terbakar = Rp. 1.000,00
c. Kerugian sebenarnya = 40% x Rp. 1.000,00 = Rp. 400,00
d. Ganti rugi yang harus dibayar oleh perusahaan asuransi adalah Rp. 300,00
(yang terendah dari a, c, dan d)

Asuransi satu jenis aktiva dengan polis lebih dari satu


Jika suatu aktiva diasuransikan kepada beberapa perusahaan asuransi,
maka ganti rugi dihitung berdasar total seluruh pertanggungan (polis) dari aktiva
yang bersangkutan.

CONTOH SOAL
Sebuah bangunan diasuransikan kepada beberapa perusahaan asuransi, yaitu PT A
Rp. 10.000,00, PT B Rp. 3.000,00, PT C Rp. 2.000,00. Pada suatu saat terbakar
dan kerugian ditaksir Rp. 6.000,00 pada saat itu harga pasar bangunan Rp.
20.000,00
Diminta
Hitunglah ganti rugi yang diterima dari masing-masing perusahaan asuransi, jika:
a. Masing-masing polis tanpa asuransi bersama
b. Masing-masing polis memuat CC 80%
c. Masing-masing polis memuat CC 70%

Pembahasan
Total pertanggungan = Rp. 10.000,00 + Rp. 3.000,00 + Rp. 2.000,00
= Rp. 15.500,00
1. Jumlah ganti rugi dari:
10.000
PT A = x 6.000 = Rp. 4.000,00
15.000
3.000
PT B = x 6.000 = Rp. 1.200,00
15.000
2.000
PT C = x 6.000 = Rp. 800,00
15.000
2. Jumlah ganti rugi dari:
10.000
PT A = x 6.000 = Rp. 3.500,00
80% x 20.000
3.000
PT B = x 6.000 = Rp. 1.250,00
80% x 20.000
2.000
PT C = x 6.000 = Rp. 750,00
80% x 20.000
Total Rp. 5.500,00
3. Ganti rugi yang diterima dari:
10.000
PT A = x 6.000 = Rp. 4.285,00 (dibulatkan)
70% x 20.000
3.000
PT B = x 6.000 = Rp. 1.285,00
70% x 20.000
2.000
PT C = x 6.000 = Rp. 857,00
70% x 20.000
Total Rp. 6.427,00

Karena jumlah ganti rugi yang seharusnya diterima lebih besar dari polis, maka
ganti rugi hanya terbatas maksimum sebesar polis, sehingga ganti rugi dari
masing-masing perusahaan besarnya sama dengan (1).

Akuntansi terhadap asuransi kebakaran


Jika terjadi kebakaran atas aktiva tetap yang diasuransikan, maka langkah
pencatatannya adalah:
1. Menyesuaikan buku-buku agar menunjukkan keadaan sebenarnya pada saat
terjadi kebakaran, misalnya depresiasi, amortisasi persekot asuransi, dan
sebagainya.
2. Menentukan nilai aktiva tetap yang terbakar dan atas dasar nilai buku ini
kemudian ditentukan besarnya kerugian yang timbul sesuai dengan persentase
yang hancur.
3. Membuka rekening Rugi Kebakaran yang akan didebet dengan bagian nilai
buku yang rusak dan biaya yang timbul. Rekening juga dikredit dengan hasil
penjualan sisa aktiva yang terbakar.
4. Menentukan ganti rugi yang akan diterima dari perusahaan asuransi. Jumlah
ini dikreditkan ke rekening Rugi Kebakaran.
5. Menutup saldo rekening Rekening Kebakaran ke rekening rugi atau laba.

CONTOH SOAL
Pada tanggal 1 juli 2008 terjadi kebakaran di kantor PT ABC. Berikut ini data
yang berhasil dikumpulkan:
Harga pasar bangunan pada saat kebakaran Rp. 10.000,00
Kerusaan ditaksir sebesar 60%
Bangunan diasuransikan kepada PT Lloyd dengan jumlah pertanggungan Rp.
7.000.000,00 Coinsurance Clause 80% dan premi yang harus dibayar Rp.
20.000,00 per bulan.
Sedangkan dari catatan pada 1 Januari 2008 diperoleh data:
Persekot asuransi Rp. 240.000,00 (12 bulan)
Harga perolehan bangunan Rp. 13.500.000,00
Akumulasi depresiasi Rp.1.687.500,00
Tarif depresiasi per tahun 5%

Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat hal-hal yang berhubungan dengan kebakaran
bangunan tersebut
Pembahasan
1. Menyesuaikan pembukuan:
a. Mencatat depresiasi 1-1-08 s/d 1-7-08:
Depresiasi bangunan Rp. 337.500,00
Akumulasi depresiasi bangunan Rp. 337.500,00
Perhitungan
6/12 x 5% x Rp. 13.500.000,00 = Rp 337.500,00
b. Mencatat persekot asuransi yang dibebankan sebagai biaya,
untuk waktu 6 bulan:
Biaya asuransi Rp. 120.000,00
Persekot premi asuransi Rp. 120.000,00
Perhitungan
6/12 x Rp. 240.000,00 = Rp 120.000,00
2. Menentukan nilai buku yang terbakar:
Harga perolehan Rp. 13.500.000,00
Akumulasi depresiasi Rp. 1.687.000,00
Depresi tahun 2008 Rp. 337.500,00
Rp. 2.025.000,00
Nilai buku Rp. 11.475.000,00
Bagian dari nilai buku yang terbakar =
60% x Rp. 11.475.000,00 = Rp. 6.885.000,00
3. Mencatat rugi kebakaran bangunan:
Rugi kebakaran Rp. 6.885.000,00
Akumulasi depresiasi bangunan Rp. 1.215.000,00 (60%)
Bangunan Rp. 8.100.000,00

4. Menentukan dan mencatat ganti rugi yang akan diterima dari PT Lloyd:
7.000.000
- x Rp. 6.000.000,00 = Rp. 5.250.000,00
80% x 10.000.000
- Kas Rp. 5.250.000,00
Rugi kebakaran Rp. 5.250.000,00

Saldo rekening Rugi Kebakaran pada akhir periode akan ditutup ke rekening
Rugi Laba. Sedangkan persekot premi dalam hal asuransi dilanjutkan dan aktiva
diganti oleh PT Lloyd, maka tidak dibebankan dalam rekening Rugi Kebakaran.
Sebaliknya, jika asuransi dibatalkan maka persekot premi yang belum dibebankan
sebagai biaya dibebankan dalam rekening Rugi Kebakaran.

PENILAIAN KEMBALI HARGA POKOK AKTIVA TETAP (REVALUASI)


Menurut Prinsip Akuntansi Indonesia Bab IV pasal 4.7. penilaian kembali
(revaluasi) aktiva tetap tidak dapat perkenankan, karena Prinsip Akuntansi
Indonesia menganut penilaian berdasarkan harga perolehan (cost) atau harga
penukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini dapat dilakukan berdasarkan
ketentuan pemerintah. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan
mengenai penyimpangan dari konsep harga perolehan didalam penyajian aktiva
tetap serta pengaruhnya terhadap gambaran keuangan perusahaan. Selisih antara
nilai revaluasi dengan nilai buku aktiva tetap dibukukan dalam rekening modal
dengan nama Selisih Penilaian Kembali Aktiva Tetap rekening akan disajikan di
neraca diantara rekening Tambahan Modal Disetor dan rekening Laba yang
Ditahan.
Pemerintah Indonesia sudah berkali-kali mengeluarkan ketentuan revaluasi
aktiva tetap, dan yang terakhir pada tanggal 2 Oktober 2002. berikut ini penulis
sarikan PP No. 45 Tahun 1986 tersebut:
1. Latar Belakang
Latar belakang dari Peraturan Pemerintah ini tidak didapat dari seluruh
kebijakan Pemerintah dalam sistem ekonomi meneter, yang antara lain
mengenai perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (devaluasi)
pada tanggal 12 September 1986. Dengan adanya devaluasi ini, maka posisi
keuangan tidak lagi mencerminkan keadaan sewajarnya.
Atas dasar ini, pemerintah bermaksud membantu dunia usaha melalui
kebijakan di bidang perpajakan dengan memberi kesempatan pada perusahaan
untuk melakukan revaluasi aktiva tetapnya.
2. Tujuan
Tujuan dari dilaksanakannya revaluasi ini adalah untuk menyehatkan posisi
keuangan perusahaan. Sebab melakukan revaluasi aktiva tetap berarti akan
menaikkan beban depresiasi, dan dengan sendirinya akan mengurangi besarnya
laba kena pajak. Berkurang laba kena pajak akan memperkecil jumlah Pajak
Penghasilan (PPh) yang harus dibayar. Mengecilkan pajak yang harus dibayar
berarti dana yang kembali berupa depresiasi semakin besar dan hal ini akan
membantu Cash Flow (aliran kas masuk).
Selain memperkecil jumlah PPh, revaluasi akan menaikkan harga perolehan
(cost) aktiva tetap sehingga mendekati harga perolehan seandainya perusahaan
membeli atau membangun aktiva tetap yang baru setelah devaluasi.
3. Obyek Revaluasi
Obyek revaluasi adlah aktiva tetap berwujud yang dimiliki dan digunakan di
Indonesia dalam perusahaan serta tidak ada niat untuk dijual atau dialihkan.
Aktiva tetap berwujud tersebut diperoleh pada tahun buku 1970 dan
sebelumnya sampai dengan tanggal 12 September 1986.
4. Subyek Revaluasi
Subyek revaluasi adalah dibatas pada wajib bajak yang berbentuk badan usaha
dan menyelenggarakan pembukuan bukan dalam valuta asing.
5. Saat Revaluasi
Saat revaluasi ditetapkan pada tanggal 1 Januari 1987 sehingga aktiva tetap
berwujud yang diperoleh atau dibeli antara tanggal 12 September 1986-1
Januari 1987 tidak bisa direvaluasi.

6. Dasar dan Cara Penyesuaian


Dasar revaluasi adalah harga perolehan aktiva tetap berwujud beserta
depresiasinya. Penyesuaian dilakukan dengan mengalihkan harga perolehan
aktiva tetap berwujud dengan faktor penyesuaian yang ditentukan (terlampir)
yang berlaku pada tahun perolehannya. Untuk depresiasi harus dirinci menurut
tahun buku yang dibebaninya. Dengan demikian aktiva tetap yang sudah habis
nilai bukunya akan mempunyai nilai buku lagi, tetapi tidak bisa didepresiasi
karena dianggap umurnya tidak berubah.

CONTOH SOAL
Sebuah mesin dibeli tanggal 2 Januari 2005 dengan harga sebesar Rp.
10.000.000,00 dan diperkirakan dapat digunakan selama 10 tahun. Metode
yang digunakan adalah Garis Lurus. Seandainya mesin tersebut pada 1 Januari
2009 direvaluasi, maka:
Harga perolehan setelah revaluasi:
Rp. 10.000.000,00 x 1,2553 = Rp. 12.553.000,00
Depresiasi perolehan setelah revaluasi:
2005 = Rp. 1.000.000,00* x 1,2553 = Rp. 1.255.000,00
2006 = Rp. 1.000.000,00 x 1,1956 = Rp. 1.195.600,00
2007 = Rp. 1.000.000,00 x 1.1513 = Rp. 1.151.300,00
2008 = Rp. 1.000.000,00 x 1,1070 = Rp. 1.107.000,00
= Rp. 4.709.200,00
Nilai buku setelah revaluasi = Rp. 7.843.800,00
Harga perolehan sebelum revaluasi = Rp. 10.000.000,00
Akumulasi depresiasi:
4 x (Rp. 10.000.000,00 : 10)
Nilai buku sebelum revaluasi
Selisih revaluasi= Rp. 7.843.800,00 Rp. 6.000.000,00
= Rp. 1.843.800,00
Depresiasi per tahun setelah revaluasi:
Rp. 7.843.800,00 : 6 = Rp. 1.307.300,00
Untuk aktiva yang diperoleh sebelum tahun 1979 dan pada tanggal 1 Januari
1979 telah direvaluasi, maka hasilnya dianggap sebagai harga perolehannya.
7. Cara Pembukuan
Selisih lebih sebagai akibat revaluasi harus dibukukan dalam rekening
tambahan modal dengan nama Selisih Penyesuaian Harga/Nilai Harta
Berwujud 1 Januari 1987.Rekening tersebut setelah diberitahukan kepada
Kepala Inspeksi Pajak dan dengan persetujuan pemegang saham dapat
dikonversikan menjadi modal saham atau modal.
Selisih tersebut tidak boleh dikompensasikan dengan rugi operasi. Selisih
tersebut juga bukan merupakan laba sehingga tidak bisa dibagikan sebagai
deviden. Oleh karenanya, selisih tersebut tidak dikenakan pajak
penghasilan/PPh.
8. Kewajiban dan Persyaratan
Badan usaha yang akan melakukan revaluasi aktiva tetap harus menyampaikan
neraca penyesuaian yang lengkap dan benar per 1 Januari 1987 dan
selambatnya tanggal 31 Desember 1987, kepada Kepala Inspeksi Pajak
setempat. Selain badan usaha tidak boleh menunggak utang pajak tahun 1986
dan tahun-tahun sebelumnya.

SUMBER ALAM DEPLESI


Sumber alam dikenal juga dengan istilah aktiva yang belum dimanfaatkan,
aktiva yang akan terbuang (Wating Assets), misalnya tambang minyak, tambang
emas, cadangan mineral. Untuk dapat dikelompokkan sebagai sumber alam yang
harus dipenuhi, yaitu:
Secara fisik, sumber alam akan habis melalui penambangan atau pengambilan
secara langsung, dan
Penggantian sumber alam hanya bisa terjadi melalui proses alam
Selama masih dalam tanah, sumber alam itu di dalam akuntansi digolongkan
sebagai aktiva tetap, dan jika kayu ditebang, minyak tanah dibor, atau batu bara
ditambang, ia menjadi persediaan barang yang akan dijual.
Harga perolehan sumber alam akan semakin berkurang nilainya yang
dalam hal ini terutama disebabkan karena pengolahan, misalnya ditambang.
Pengurangan harga perolehan ini secara berkala dibebankan sebagai biaya, yang
disebut dengan deplesi (deplesion) cara pencatatan umumnya adalah dengan
mendebet rekening Biaya Deplesi dan mengkredit rekening aktiva yang
bersangkutan. Sedangkan metode yang digunakan selalu berdasarkan hasil
produksi.
Jika terdapat sarana lain di areal tambang, seperti gudang penyimpanan,
perumahan karyawan, maka harus dicatat dalam rekening tersendiri. Aktiva
tersebut jika umurnya lebih lama dari umur tambang harus disusutkan dengan
metode yang sama dengan metode deplesi, yaitu metode hasil produksi,
sebaliknya jika umurnya lebih pendek dari umur tambang dapat disusutkan
dengan metode lain.

CONTOH SOAL
Pada tahun 2008 PT Batu Murni membeli tanah yang mengandung bahan tambang
dengan harga Rp. 18.000.000,00 dan diperkirakan mengandung bahan tambang
2.000.000 ton. Tanah itu jika bahan tambang telah habis, ditaksir dapat dijual
seharga Rp. 3.750.000,00. Sebelum dioperasikan telah dikeluarkan biaya
pengembangan sebesar Rp. 5.500.000,00. Untuk perumahan karyawan, gudang,
dan kantor telah dibangun gedung dengan biaya Rp. 7.500.000,00. Bangunan
tersebut diharapkan bisa digunakan selama tambang masih ada. Selama tahun
2008 telah berhasil ditambang sebesar 600.000 ton.
Diminta
Hitunglah besarnya deplesi dan depresiasi tahun 2008
Pembahasan
Harga perolehan tambang Rp. 18.000.000,00
Biaya pengembangan Rp. 5.500.000,00
Rp. 23.500.000,00
Rp. 23.500.000,00 - Rp. 3.750.000,00
Tarif deplesi = = Rp. 9,875/ton
2.000.000
Depresiasi tahun 2008 = 600.000 x Rp. 9,875 = Rp. 5.925.000,00
Harga perolehan bangunan = Rp. 7.500.000,00
Rp. 7.500.000,00
Tarif depresiasi = = Rp. 3,75,00/ton
2.000.000
Depresiasi tahun 2008 = 600.000 x Rp. 3,75,00 = Rp. 2.250.000,00

Deplesi selalu melekat sebagai bagian dari hasil produksi dan jika hasil produksi
ini dijual maka deplesi menjadi bagian dari harga pokok penjualan (CGS).
Apabila hasil produksi belum dijual, deplesi akan menjadi bagian dari barang jadi
(persediaan).

Koreksi terhadap Deplesi


Jika sumber alam sudah diambil isinya, tetapi kemudian diketahui bahwa
taksiran isi tambang semula ternyata keliru atau kemudian dikeluarkan tambahan
biaya pengembangan, maka tarif deplesi harus direvisi. Dalam merevisi biaya
deplesi tersebut, maka biaya deplesi periode yang lalu tidak perlu disesuaikan dan
biaya deplesi yang baru didasarkan pada sisa harga sumber alam dibagi dengan
taksiran isi sumber alam baru.

CONTOH SOAL
Pada tahun 1991 PT Cal tok membeli sebidang tanah yang mengandung sumber
alam dengan harga Rp. 10.000.000,00 yang ditaksir berisi 1.000.000 ton. Sebelum
dioperasikan telah dikeluarkan biaya pengembangan sebesar Rp. 1.000.000,00 dan
ditaksir nilai tanah setelah isi tambang digali laku dijual Rp. 500.000,00.
Pada tahun 2007 digali 80.000 ton. Tahun 2008 dikeluarkan biaya pengembangan
sebesar Rp. 2.000.000,00 dan setelah digali sebanyak 100.000 ton ternyata
taksiran isi tambang masih 950.000 ton lagi.
Diminta
Hutunglah deplesi untuk tahun 2007 dan 2008
Pembahasan
Tahun 2007:
Harga beli sumber alam Rp. 10.000.000,00
Biaya pengembangan Rp. 1.000.000,00
Harga perolehan Rp. 11.000.000,00
Rp. 11.000.000 ,00 - Rp. 500.000,00
Tarif deplesi = = Rp. 10,50/ton
1.000.000
Deplesi tahun 2007 = 80.000 x Rp. 10,50 = Rp. 840.000,00
Tahun 2008:
Harga perolehan sumber alam Rp. 11.000.000,00
Nilai sisa Rp. 500.000,00
Rp. 10.500.000,00
Biaya pengembangan tahun 2008 Rp. 2.000.000,00
Rp. 12.500.000,00
Deplesi tahun 2007 Rp. 840.000,00
Harga perolehan yang dideplesi Rp. 11.660.000,00
Isi tambang yang sudah digali tahun 2008 = 100.000 ton
Taksiran isi tambang yang baru = 950.000 ton
Total isi tambang yang baru = 1.050.000 ton
Rp. 11.660.000 ,00
Tarif deplesi = = Rp. 11,10/ton
1.050.000
Deplesi tahun 2008 = 100.000 x Rp. 11,10 = Rp. 1.110.000,00

CONTOH PEMBAHASAN SOAL


1. Sebuah perusahaan tambang dibentuk pada 2 Januari 2008. Untuk keperluan
ini, perusahaan mengeluarkan 80.000 saham biasa dengan harga sari Rp.
50.000,00 per lembar. Pada tanggal tersebut terjual 20.000 lembar saham
dengan harga sari, sisanya saham ditukar dengan tanah yang mengandung
bahan tambang 800.000 ton dan ditaksir seharga Rp. 3.000.000.000,00. Selama
tahun 2008 tambang dibangun, biaya sebesar Rp. 450.000.000,00, gedung-
gedung pabrik, kantor, dan rumah-rumah karyawan dengan biaya Rp.
99.000.000,00.
Selama tahun 2008 berhasil ditambang 50.000 ton. Pada tanggal 31 Desember
masih terdapat 4.000 ton yang masih belum terjual. Harga jual pada tahun 2008
tidak termasuk deplesi dan penyusutan:
Biaya operasi Rp. 151.000.000,00
Biaya pengangkutan Rp. 15.000.000,00
Biaya adm. & umum Rp. 12.800.000,00
Bangunan diperkirakan dapat dipergunakan selama tambang masih ada.
Diminta
Buatlah laporan rugi laba dan posisi sumber alam, gedung, dan persediaan pada
akhir tahun 2008
Pembahasan
- Harga perolehan tambang = 60.000 x Rp. 50.000,00 = Rp. 3.000.000.000,00
- Biaya pengembangan/pembangunan = Rp. 450.000.000,00
- Harga perolehan tambang = Rp. 3.450.000.000,00
Rp. 3.450.000.0000,00
Tarif deplesi = = Rp. 4.312,50
800.000 ton
Tahun 2008:
Berhasil ditambang 50.000 ton
Jadi deplesi tahun 2008 = 50.000 x Rp. 4.312,50 = Rp. 215.625.000,00
Harga perolehan gedung = Rp. 99.000.000,00
Rp. 99.000.000,00
Depresiasi gedung = = Rp. 123,75 per tahun
800.000
Depresiasi tahun 2008 = 50.000 x Rp. 123,75 = Rp. 6.187.500,00

PT X
Laporan Rugi Laba
Periode yang berakhir 31 Desember 2008
Penjualan 46.000 x Rp. 16.000,00 Rp. 736.000.000,00
Harga pokok 46.000 x Rp. 16.000,00 Rp. 198.375.000,00
Laba Rp. 537.625.000,00

Biaya operasional
Biaya operasi Rp. 151.000.000,00
Biaya pengangkutan Rp. 15.000.000,00
Biaya adm. & umum Rp. 12.800.000,00
Penyusutan gedung Rp. 6.187.500,00
Total biaya Rp. 185.737.500,00
Laba operasional Rp. 351.887.500,00

Posisi aktiva dalam neraca per 31 Desember 2008


Sumber alam
Harga perolehan Rp. 3.450.000.000,00
Deplesi Rp. 215.625.000,00
Rp. 3.234.375.000,00
Gudang
Harga perolehan Rp. 99.000.000,00
Depresiasi Rp. 6.127.500,00
Rp. 92.812.500,00
Persediaan
Persediaan akhir 4.000 ton x Rp. 4.312,50 Rp. 17.250.000,00

2. Keterangan berikut berhubungan dengan peralatan yang dimiliki oleh PT John:


Cost Taksiran nilai sisa Umur
- Peralatan toko Rp. 10.000.000,00 Rp. 500.000,00 10 th.
- Peralatan kantor Rp. 6.500.000,00 Rp. 500.000,00 5 th.
- Peralatan pabrik Rp. 40.000.000,00 Rp. 2.500.000,00 10 th.
- Alat pengangkut Rp. 16.000.000,00 Rp. 4.000.000,00 4 th.
Diminta
Dari data diatas, hitunglah:
- Tarif depresiasi gabungan
- Gabungan umur peralatan
- Jurnal yang diperlukan
Jawaban
Cost yg
Aktiva Cost nilai sisa didepresiasi Umur Depresiasi
- Peralatan toko 10.000.000 500.000 9.500.000 10 th. 950.000
- Peralatan kantor 6.500.000 500.000 6.000.000 5 th. 1.200.000
- Peralatan pabrik 40.000.000 2.500.000 37.500.000 10 th. 3.750.000
- Alat pengangkut 16.000.000 4.000.000 12.000.000 4 th. 3.000.000
72.500.000 7.500.000 65.000.000 8.900.000

- Tarif depresiasi gabungan = 8.900.000 : 72.500.000 x 100% = 12,28%


- Gabungan umur peralatan = 65.000.000 : 8.900.000 x 1 th = 7,3 tahun
- Jurnal yang diperlukan:
Depresiasi Rp. 8.900.000,00
Akumulasi depresiasi Rp. 8.900.000,00

3. Pada tanggal 1 Juli 2008 terjadi kebakaran yang merusak semua mesin, gedung
(2/3 bagian), dan persediaan yang harga pokoknya Rp. 1.200.000,00.
Data yang berhasil dikumpulkan adalah: mesin Rp. 400.000,00, gedung Rp.
10.500.000,00 dan persediaan Rp. 1.200.000,00

Saldo rekening per 1 Januari 2008:


Mesin (umur 4 tahun)
Akumulasi depresiasi
Gedung (umur 30 tahun)
Akumulasi depresiasi
Persekot premi asuransi (mesin Rp. 20.000,00 dan gedung Rp. 128.000,00)
Data asuransi adalah:
Tanggal Aktiva Pertanggungan Premi Waktu CC*)
1-7-.... Mesin 960.000 12.000 3 th. -
1-1-.... Gedung 6.720.000 192.000 3 th. -
Persediaan tidak diasuransikan
Diminta
a. Hitunglah kerugian dan ganti rugi yang diterima
b. Siapkan jurnal yang diperlukan
Pembahasan
Persediaan sebesar harga pokoknya, yaitu Rp. 1.200.000,00
Mesin:
Harga perolehan Rp. 960.000,00
Akumulasi depresiasi Rp. 480.000,00
Depresiasi tahun 2008 (1/2 th) Rp. 120.000,00
Rp. 600.000,00
Nilai buku Rp. 360.000,00
Kerugian = nilai buku = Rp. 360.000,00
Gedung:
Harga perolehan Rp. 12.000.000,00
Akumulasi depresiasi Rp. 4.000.000,00
Depresiasi tahun 2008 (1/2 th) Rp. 200.000,00
Rp. 4.200.000,00
Nilai buku Rp. 7.800.000,00
Kerugian = 2/3 x Rp. 7.800.000,00 = Rp. 5.200.000,00

Ganti rugi yang diterima


Persediaan - tidak ada, sebab tidak diasuransikan
Mesin - karena riil masih dibawah polis dan asuransi-
Bukan asuransi bersama, maka ganti rugi yang diterima
adalah sebesar kerugian riil, yaitu Rp. 3.840.000,00
6.720.000
Gedung - x 5.200.000 = Rp. 3.840.000,00
80% x 12.000.000
Jurnal yang diperlukan:
a. Menyesuaikan buku-buku:
- Persediaan Rp. 1.200.000,00
Rugi laba Rp. 1.200.000,00
- Depresiasi mesin Rp. 120.000,00
Akumulasi depresiasi mesin Rp. 120.000,00
- Depresiasi gedung Rp. 200.000,00
Akumulasi depresi gedung Rp. 200.000,00
b. Mencatat kerugian:
- Rugi kebakaran Rp. 1.200.000,00
Persediaan barang Rp. 1.200.000,00
- Rugi kebakaran Rp. 360.000,00
Akumulasi depresiasi mesin Rp. 600.000,00
Mesin Rp. 960.000,00
- Rugi kebakaran Rp. 5.200.000,00
Akumulasi depresiasi gedung Rp. 2.800.000,00 (2/3)
Gedung Rp. 8.000.000,00
c. Mencatat tagihan kepada perusahaan asuransi:
Tagihan Rp. 4.200.000,00
Rugi kebakaran Rp. 4.200.000,00

AKTIVA TETAP TIDAK BERWUJUD

PENGERTIAN AKTIVA TETAP TIDAK BERWUJUD


Adalah aktiva perusahaan yang umurnya lebih dari satu tahun dan secara
fisik tidak nampak, tetapi merupakan suatu hak yang mempunyai nilai dan
digunakan dalam operasi perusahaan.
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa apa yang dapat
diklasifikasi sebagai aktiva tetap tidak berwujud harus memenuhi karakteristik
sebagai berikut:
Memberi hak-hak istimewa kepada pemiliknya
Memberikan manfaat dan digunakan dalam operasi normal perusahaan
Umurnya relatif permanen atau lebih dari satu tahun

Klasifikasi Aktiva Tetap Tidak Berwujud


Secara umum aktiva tetap tidak berwujud dapat diklasifikasikan berdasar
pada:
1. Berdasarkan cara perolehannya:
- Diperoleh dari pembelian, misalnya hak paten, copyright
- Dikembangkan melalui riset, misalnya formula atau resep
2. Berdasarkan umurnya:
- Umurnya terbatas karena adanya undang-undang, kontrak, atau karena sifat
dari aktiva itu sendiri, misalnya hak paten
- Umurnya tidak terbatas, misalnya goodwill

Penilaian Aktiva Tetap Tidak Berwujud


Aktiva tetap tidak berwujud akan dilaporkan dalam neraca sebesar harga
perolehannya. Besarnya harga perolehan ini tergantung pada cara perolehannya,
yaitu:
Jika dibeli dari pihak lain, maka harga perolehan aktiva tetap tidak berwujud
adalah sebesar uang tunai yang dibayarkan
Jika diperoleh dengan menukarkan aktiva lain, maka harga perolehannya adalah
sebesar harga pasar aktiva tersebut diperoleh dengan tanpa adanya aktiva tetap
tidak berwujud.
Amortisasi Aktiva Tetap Tidak Berwujud
Aktiva tetap tidak berwujud yang umurnya terbatas, harga perolehannya
harus diamortisasi selama penggunaannya. Dalam menentukan taksiran umur
penggunaan ini harus dipertimbangkan beberapa hal di bawah ini:
Peraturan tetap tidak berwujud yang umurnya terbatas, harga umur aktiva tetap
tidak berwujud
Faktor persaingan, permintaan konsumen, kemajuan teknologi, dan sebagainya
Tindakan pesaing yang dapat diperkirakan
Besarnya biaya untuk memperbarui atau memperpanjang berlakunya aktiva tetap
tidak berwujud.
Oleh karena umur aktiva tetap tidak berwujud sangat dipengaruhi oleh
berlalunya waktu, maka amortisasi dilakukan dengan metode garis lurus (straight
line method). Sedangkan pencatatannya adalah dengan mendebet rekening
Amortisasi... dan mengkredit rekening aktiva yang bersangkutan atau rekening
akumulasi amortisasi.

HAK PATEN
Adalah hak yang diberikan instansi yang berwenang (pemerintah) kepada
pemegangnya untuk menggunakan, mengawasi, dan mengkomersialkan hasil
penemuannya selama 17 tahun.
Jika paten diperoleh melalui riset dan pengembangan, maka harga
perolehannya meliputi biaya registrasi, honor pengacara, biaya pembuatan model,
biaya percobaan, dan sebagainya. Jika terjadi pelanggaran terhadap hak paten,
maka jika menang biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankannya dikapitalisir
pada harga perolehan paten. Sebaliknya, jika kalah maka pengeluaran tersebut
dibebankan sebagai biaya periodik. Harga perolehan paten harus diamortisasi
selama 17 tahun atau kurang.
HAK CIPTA (COPYRIGHTS)
Adalah hak yang diberikan oleh instansi yang berwenang kepada
pengarang, artis untuk penerbitan, mempublikasikan, mengawasi, dan
mengkomersialkan hasil ciptaannya selama 28 tahun dan dimungkinkan untuk
memperpanjangnya sampai 28 tahun lagi. Harga perolehan hak cipta juga harus
diamotisasi selama umurnya.

HAK MONOPOLI (FRANCHISE)


Adalah hak yang diberikan oleh instansi yang berwenang untuk
menggunakan fasilitas umum yang manfaatnya dinikmati oleh masyarakat luas,
misalnya PTKA, Telkom, PLN.
Hak monopoli diamortisasikan atau tidak tergantung umurnya. Dalam hal
ini harga perolehan baru dapat dicatat jika benar-benar terjadi pengeluaran, baik
langsung atau tidak langsung dalam rangka mendapatkan hak tersebut.

MERK DAGANG (TRADE MARK)


Adalah hak yang diberikan untuk menggunakan tanda pengenal umumnya
suatu barang yang diusahakan atau diproduksi. Hak ini umurnya tidak terbatas,
tetapi dapat kehilangan manfaatnya dalam waktu dekat. Oleh karena itu, meskipun
mempunyai umur yang tidak terbatas, pada umumnya harga perolehannya
diamortisasi dalam jangka waktu relatif pendek.

HAK SEWA (LEASEHOLD)


Adalah hak untuk menggunakan aktiva tetap milik orang lain atas dasar
kontrak sewa untuk jangka waktu panjang. Jika sewa dibayar satu periode, maka
biaya sewa tersebut dibebankan pada periode terjadinya. Tetapi jika sewa dibayar
untuk beberapa tahun, maka biaya sewa tadi dicatat dalam rekening Leasehold.
Jika selama disewa diperlukan biaya perbaikan aktiva, maka biaya tadi
dicatat dalam rekening Perbaikan Aktiva yang Disewa yang akan diamortisasi
selama jangka waktu sewa atau umur perbaikan tadi, mana yang lebih rendah.

GOODWILL
Adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba diatas laba
normal dari perusahaan lain dalam industri yang sama. Goodwill ini timbul karena
adanya beberapa faktor yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, misalnya letak
perusahaan. Efisiensi aktivitas produksi, nama yang dikenal, pimpinan, dan
sebagainya.
Adanya goodwill yang akan dilaporkan dalam neraca hanya jika
perusahaan melakukan transaksi, misalnya:
Pembelian perusahaan lain
Merger, reorganisasi, perubahan bentuk perusahaan
Selain hal tersebut diatas, tidak boleh ada pengakuan goodwill.

Penilaian Goodwill
Seperti telah dijelaskan dimuka bahwa goodwill akan diakui jika
perusahaan melakukan transaksi, misalnya pembelian perusahaan lain. Dalam
pembelian suatu perusahaan, besarnya goodwill ditentukan dengan cara menaksir
laba yang akan datang. Dasar yang digunakan adalah laba periode yang lalu.
Dalam menganalisa laba yang lalu ini perlu diperhatikan bahwa unsur
extraordinary seperti laba atau rugi penjualan aktiva tetap. Rugi karena adanya
bencana dan adanya pengaruh perusahaan penerapan prinsip akuntansi harus
dikeluarkan, tujuannya adalah untuk mengetahui hasil operasi dari operasi normal.
Selain itu, terlebih dahulu juga harus ditentukan besarnya harga pasar yang dibeli.
Perbedaan antara uang yang dibayarkan nilai bersih aktiva merupakan goodwill.
Ada beberapa metode untuk menilai goodwill:
1. Kapitalisasi laba rata-rata
2. Kapitalisasi laba diatas laba rata-rata

CONTOH SOAL 1
Pada tahun 2008, PT ABC membeli sebuah perusahaan yang datanya adalah:
Laba bersih rata-rata (tidak termasuk pos luar biasa dan hasil/beban diluar
usaha) selama lima tahun terakhir Rp. 200.000,00
Aktiva tanpa goodwill dinilai sebesar Rp. 1.500.000,00, dan utang sebesar Rp.
500.000,00
Hasil investasi diharapkan sebesar 10%
Diminta
Hitunglah besarnya goodwill
Pembahasan
Jumlah yang dibayarkan (kapitalisasi laba rata-rata) =
100
Rp. 200.000 x = Rp. 2.000.000,00
10
Nilai aktiva bersih: Rp. 1.500.000 Rp. 500.000 = Rp. 1.000.000,00
Goodwill = Rp. 1.000.000,00

CONTOH SOAL 2
Soal sama dengan nomor 1, misalnya hasil investasi 10% dan kelebihan hasil
diharapkan sebesar 20% akan dikapitalisasi.
Diminta
Hitunglah besarnya goodwill
Pembahasan
Hasil yang normal = 10% x Rp. 1.000.000,00 = Rp. 100.000,00
Taksiran laba per tahun = Rp. 200.000,00
Kelebihan laba per tahun = Rp. 100.000,00
Harga beli perusahaan (termasuk goodwill):
Nilai aktiva bersih = Rp. 1.000.000,00
100
Goodwill = x Rp. 100.000,00 = Rp. 500.000,00
20
Harga beli = Rp. 1.500.000,00

BIAYA RISET DAN PENGEMBANGAN


Adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan barang dan jasa baru
sesuai dengan perkembangan zaman atau permintaan. Di Indonesia, ada dua cara
pencatatan yang diperbolehkan, yaitu:
a. Dibebankan sebagai biaya periodik pada saat terjadinya, dalam hal ini
alasannya adalah ada ketidakpastian yang tinggi akan manfaat biaya ini di
masa yang akan datang. Jika kemudian ternyata biaya ini membawa hasil,
maka riset dan pengembangan yang terlanjur dibebankan sebagai biaya
periodik dikoreksi dan dicatat sebagai aktiva
b. Mengkapitalisir sebagai aktiva tidak berwujud, dalam hal ini alasannya adalah
bahwa biaya ini dimaksudkan untuk menghasilkan manfaat di masa yang
datang, sehingga harus dikapitalisir sampai hasilnya dapat diketahui. Jika tidak
berhasil, maka biaya yang terlanjur dikapitalisir dibebankan sekaligus sebagai
biaya periodik.

BIAYA PENDIRIAN (ORGANIZATION COST)


Adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan usaha mendirikan
perusahaan, misalnya biaya notaris, izin, dan sebagainya. Biaya bisa dibebankan
sekaligus pada tahun pertama dengan alasan biaya ini tidak memberikan manfaat
langsung pada operasi perusahaan. Selain itu, bisa juga tidak diamortisir dan
selalu nampak di neraca selama perusahaan masih beroperasi. Adapun alasannya
karena biaya memberikan manfaat selama perusahaan masih ada.

BIAYA PRA-OPERASI
Adalah biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan perusahaan, mulai dari
saat didirikan sampai dengan dapat menghasilkan. Biaya ini biasanya dikapitalisir
sebagai biaya pra-operasi dan amortisir dalam waktu lima sampai sepuluh tahun.

CONTOH PEMBAHASAN SOAL


1. Pada 1 Januari 1998 PT Rojo Koyo mengeluarkan uang sebesar Rp. 120.000,00
untuk mengajukan dan memperoleh hak paten dari suatu produk yang
dikembangkan, paten tersebut diperkirakan berumur 10 tahun. Pada awal 2003
telah dikeluarkan uang sebesar Rp. 90.000,00 untuk perkara gugatan yang
dimenangkan atas usaha pelanggaran paten tersebut. Pada awal 2005
perusahaan membeli hak paten seharga Rp. 250.000,00 yang diharapkan
memperpanjang umur paten semula dengan umur lima tahun. Pada 1 Juli 2008
seorang pesaing memperoleh hak paten yang menyebabkan hak paten
perusahaan menjadi ketinggalan jaman.
Diminta
Siapkan jurnal untuk mencatat transaksi perolehan paten, amortisasi paten, dan
berakhirnya paten (asumsi: periode akuntansi perusahaan sama dengan tahun
kalender)
Pembahasan
Mencatat perolehan paten:
Hak paten Rp. 120.000,00
Kas Rp. 120.000,00

Mencatat amortisasi paten akhir tahun pada awal 1999-2003:


Amortisasi paten Rp. 12.000,00
Hak paten Rp. 12.000,00

Mencatat biaya gugatan yang dimenangkan pada awal 2003:


Hak paten Rp. 90.000,00
Kas Rp. 90.000,00

Mencatat amortisasi paten akhir 2003:


Amortisasi paten Rp. 27.000,00
Hak paten Rp. 27.000,00

Perhitungan:
Rp. 120.000,00 - (4 x Rp. 12.000,00) Rp. 90.000,00
= Rp. 27.000,00
6
Mencatat biaya perpanjangan paten pada awal 2005:
Hak paten Rp. 250.000,00
Kas Rp. 250.000,00

Mencatat amortisasi hak paten pada akhir 2005:


Amortisasi paten Rp. 38.500,00
Hak paten Rp. 38.500,00
Perhitungan:
(Rp. 120.000,00 - 5 x Rp. 12.000,00) (Rp. 90.000,00 - Rp. 15.000,00) Rp. 250.000,00
10
= Rp. 38.500,00

Mencatat amortisasi hak paten pada akhir tahun 2006 dan 2007:
Amortisasi hak paten Rp. 38.500,00
Hak paten Rp. 38.500,00

Mencatat usangnya hak paten:


Amortisasi hak paten Rp. 19.250,00
Rugi keuangan hak paten Rp. 190.500,00
Rp. 209.750,00
Hak paten Rp. 250.250,00
Perhitungan
Harga perolehan hak paten:
Rp. 120.000,00 + Rp. 90.000,00 + Rp. 250.000,00 = Rp. 460.000,00
Dikurangi:
Amortisasi tahun 2007 ( tahun) Rp. 19.250,00
Amortisasi s/d tahun 2006 Rp. 190.500,00
= Rp. 209.750,00
Rugi karena usangnya hak paten = Rp. 250.250,00
2. PT A menyusun data yang berhubungan dengan PT C yang akan dibeli sebagai
berikut:
Aktiva bersih ditaksir bernilai (sebelum goodwill) Rp. 850.000,00
Hutang Rp. 320.000,00
Modal Rp. 530.000,00
Penghasilan bersih (setelah mengeluarkan pos luar biasa) rata-rata lima tahun
terakhir = Rp. 91.000,00
Diminta
Hitunglah besarnya goodwill jika penghasilan bersih rata-rata dikapitalisasikan
dengan angkat 16% dalam menentukan nilai perusahaan
Pembahasan
Penghasilan bersih yang dikapitalisasi:
Rp. 91.000,00 : 16% Rp. 568.750,00
Aktiva bersih perusahaan Rp. 530.000,00
Goodwill Rp. 38.750,00

Anda mungkin juga menyukai