Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

CAPITAL RATIONING

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah Manajemen Keuangan

Dosen Pengampu : Muminatus Sholichah.

Disusun oleh :

Supratikno (0117103024)
Feisal Riza (0117103031)
Imro’atul Munawaroh (0010000000)

PROGRAM PASCA SARJANA


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK

1
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam pemilihan usulan investasi, manajemen memerlukan informasi


akuntansi sebagai salah satu dasar penting untuk menentukan investasi. Informasi
akuntansi dimasukkan dalam suatu model pengambilan keputusan yang berupa
kriteria penilaian investasi untuk memungkinkan manajemen memilih investasi
terbaik di antara alternative investasi yang tersedia. Secara prinsip perusahaan akan
melakukan investasi dalam proyek-proyek independen yang menghasilkan NPV
positif. Dengan demikian, perusahaan ini dalam jangka panjang akan memperoleh
dana yang cukup untuk menutup investasi awal. Dalam jangka pendek, kadang-
kadang perusahaan tidak memiliki cukup dana untukinvestasi dalam proyek-proyek
investasi yang menjanjikan NPV positif. Dengan kondisi tersebut, perusahaan harus
melakukan kajian dan pemilihan proyek-proyek dengan kendala dana untuk
menghasilkan nilai maksimum bagi perusahaan. Salah satu pendekatan yang dapat
dilakukan disebut capital rationing, yaitu merupakan pendekatan dalam pemilihan
berbagai alternatif proyek investasi apabila perusahaan memiliki dana terbatas. Oleh
karena itu, pencatatan modal (capital rationing) akan dibahas dalam makalah ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Capital Rationing (Rasionalisasi Penganggaran Modal)


Alasan paling klasik dan utama mengapa perusahaan harus melakukan efisiensi
dalam penggunaan uang adalah karena terbatasnya dana atau modal yang dimiliki
perusahaan. Kita tahu bahwa modal perusahaan dapat berupa modal asing (dari pinjaman)
dan modal sendiri. Dalam manajemen keuangan yang konservatif (hati-hati), maka
investasi aktiva tetap lebih aman menggunakan modal sendiri. Namun modal sendiri ini
sifatnya terbatas, sehingga diperlukan prioritas dalam penggunaannya. Karena terbatasnya
dana, maka usulan investasi yang akan dilaksanakan perusahaan perlu dinilai secara
rasional dengan melihat present value tiap-tiap usulan investasi tersebut. Pemilihan usulan
investasi dengan melihat terbatasnya modal yang tersedia dinamakan “capital rationing”.
Oleh karena itu capital rationing terjadi ketika perusahaan menghadapi pemilihan beberapa
usulan investasi yang menghasilkan return berbeda-beda, sedangkan perusahaan memiliki
keterbatasan dana yang akan digunakan untuk investasi tersebut.
Di samping memilih investasi yang menghasilkan profit tertinggi, pemilihan usulan
investasi juga perlu memperhatikan sifat hubungan antar usulan-usulan investasi yang
ditawarkan. Hubungan antar usulan investasi meliputi investasi yang bebas atau tidak saling
tergantung (independent), investasi yang saling terkait atau saling bergantung (dependant),
atau investasi yang bersifat saling meniadakan (mutually exclusive). Agar memberikan
gambaran yang lebih jelas, berikut ini diberikan contoh pemilihan investasi berkaitan
dengan keterbatasan dana yang tersedia.

Contoh :

Suatu perusahaan pengolahan kayu menghadapi 6 tawaran investasi yang menjanjikan


keuntungan cukup besar. Dana yang tersedia sebanyak Rp. 500 juta. Keenam tawaran
investasi tersebut mempunyai profitability index (benefit cost ratio) sebagai berikut:

3
Usulan Investasi Nilai Investasi yang Diperlukan Profitability Index Rangking
A Rp. 160.000.000 1,12 4
B Rp. 100.000.000 1,01 5
C Rp. 140.000.000 1,22 3
D Rp. 120.000.000 1,24 2
E Rp. 80.000.000 1,34 1
F Rp. 170.000.000 0,98 6

Untuk memilih usulan investasi yang ditawarkan kita perlu memperhatikan hubungan
masing-masing usulan investasi satu dengan lainnya. Apabila keenam usulan investasi
tersebut bersifat independent (tidak saling tergantung), maka kita memilih usulan investasi
yang memberikan present value aliran kas masuk yang tertinggi. Kita membuat rangking
usulan investasi yang dimulai dari usulan investasi yang memiliki profitability index
tertinggi hingga seluruh dana yang tersedia dapat digunakan. Dengan demikian kita
membuat suatu portofolio (penganekaragaman) investasi dari dana yang tersedia. Dari
rangking berdasarkan profitability index tersebut, maka kita akan memilih usulan investasi
dengan urutan investasi E, D, C, A, B, dan F. Namun karena dana tersedia hanya Rp. 500
juta, maka akan dipilih berdasarkan urutan profitability index-nya yaitu investasi E, D, C,
dan A dengan total nilai investasinya sebesar: Rp. 80.000.000 + Rp. 120.00.000 + Rp.
140.000.000 + Rp. 160.000.000 = Rp. 500.000.000.
Pemilihan alternatif usulan investasi tersebut juga dapat dinilai dengan membandingkan
besarnya NPV dari beberapa alternatif investasi, yaitu:

Alternatif 1: Memilih usulan A, B, D, dan E

Dana yang dibutuhkan = Rp. 160.000.000 + Rp. 100.000.000 + Rp. 120.000.000 +


Rp. 80.000.000 = Rp. 460.000.000
NPV usulan investasi A = Rp. 160.000.000 (1.12 – 1) = Rp. 19.200.000
NPV usulan investasi B = Rp. 100.000.000 (1.01 – 1) = Rp. 1.000.000
NPV usulan investasi D = Rp. 120.000.000 (1.24 – 1) = Rp. 28.800.000
NPV usulan investasi E = Rp. 80.000.000 (1.34 – 1) = Rp. 27.200.000
Total NPV alternatif 1 = Rp. 76.200.000

4
Alternatif 2: Memilih usulan investasi A, C, D, dan E

Dana yang dibutuhkan = Rp. 160.000.000 + Rp. 140.000.000 + Rp. 120.000.000 + Rp.
80.000.000 = Rp. 500.000.000
NPV usulan investasi A = Rp. 160.000.000 (1.12 – 1) = Rp. 19.200.000
NPV usulan investasi C = Rp. 140.000.000 (1.22 – 1) = Rp. 30.800.000
NPV usulan investasi D = Rp. 120.000.000 (1.24 – 1) = Rp. 28.800.000
NPV usulan investasi E = Rp. 80.000.000 (1.34 – 1) = Rp. 27.200.000

Total NPV alternatif 2 = Rp. 106.000.000

Alternatif 3: Memilih usulan investasi B, C, D, dan

Dana yang dibutuhkan = Rp. 100.000.000 + Rp. 140.000.000 + Rp. 120.000.000 + Rp.
80.000.000 = Rp. 440.000.000
NPV usulan investasi B = Rp. 100.000.000 (1.01 – 1) = Rp. 1.000.000
NPV usulan investasi C = Rp. 140.000.000 (1.22 – 1) = Rp. 30.800.000
NPV usulan investasi D = Rp. 120.000.000 (1.24 – 1) = Rp. 28.800.000
NPV usulan investasi E = Rp. 80.000.000 (1.34 – 1) = Rp. 27.200.000
Total NPV alternatif 3 = Rp. 87.800.000

Dari perhitungan NPV alternatif 1, 2, dan 3 ternyata alternatif 2 dengan kombinasi


usulan investasi A, C, D, dan E memiliki NPV terbesar yaitu Rp. 106.000.000, sehingga
alternatif 2 yang paling baik untuk dipilih dengan investasi Rp. 500.000.000. Dengan
demikian seluruh dana yang tersedia digunakan untuk investasi.

2.2 Pemilihan Aktiva


Masalah yang sering dihadapi perusahaan adalah memilih aktiva (mesin misalnya)
yang mempunyai karakteristik yang berbeda, tetapi kapasitasnya sama. Sebagai missal,
apakah kita akan menggunakan printer merk A ataukah B. Apakah kita akan memilih
mesin ketik merk C ataukah D. Apabila kapasitas kedua aktiva tersebut sama, maka kita
tinggal melakukan analisis terhadap factor-faktor yang berbeda. Faktor-faktor tersebut
biasanya, (1) harga, (2) biaya operasi, dan (3) usia ekonomis.

5
Apabila ada dua mesin yang mempunyai kapasitas yang sama, mempunyai harga
yang sama, usia ekonomis yang sama pula, tetapi dengan biaya operasi yang lebih rendah,
maka tanpa melakukan analisis yang terlalu rumit kita dengan mudah memilih mesin yang
mempunyai biaya operasi yang lebih rendah. Pertimbangan kita adalah memilih mesin yang
mempunyai present value kas keluar yang paling kecil. Meskipun demikian pedoman ini
perlu berhati-hati dalam menerapkannya. Marilah kita perhatikan contoh berikut ini.

Ada dua mesin, A dan B, yang mempunyai kapasitas yang sama. Bedanya adalah
harga mesin A lebih mahal, yaitu Rp. 15 juta, sedangkan B hanya Rp. 10 juta. Karena harga
yang lebih mahal, usia ekonomis mesin A sampai 3 tahun, sedangkan mesin B hanya 2
tahun. Biaya operasi mesin A adalah Rp. 4 juta, sedangkan mesin B Rp. 6 juta. Mesin mana
yang seharusnya dipilih kalau r = 10%?

Kalau kita membandingkan begitu saja antara kedua mesin tersebut, maka kita
mungkin akan melakukan analisis sebagai berikut.

Kas keluar (dalam jutaan Rp.)

Mesin Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 PV pada


r = 10%
A 15 4 4 4 24,95
B 10 6 6 - 20,41

Kalau dibandingkan begitu saja antara kedua mesin tersebut, mungkin kesimpulannya
salah, yaitu memilih mesin B karena memberikan NPV kas keluar yang kecil. Mengapa
pilihan tersebut salah? Karena kita menggunakan dasar usia ekonomis yang tidak sama.
Dengan membeli mesin B pada akhir tahun ke 2 (atau awal tahun ke 3) kita harus membeli
mesin baru lagi, sedangkan mesin A belum perlu diganti. Untuk itulah salah satu cara yang
bisa dipergunakan adalah menggunakan basis waktu yang sama, yang disebut sebagai
common horizon approach.

Pendekatan ini mengatakan bahwa kalau kita ingin membandingkan dua alternative,
gunakan dasar waktu yang sama. Kalau mesin A mempunyai usia ekonomis 3 tahun,
sedangkan B mempunyai usia ekonomis 2 tahun, maka kita bisa menggunakan common
horizon 6 tahun. Dalam periode tersebut mesin A akan berganti 2 kali, sedangkan B akan
berganti 3 kali. Dengan demikian bisa dilakukan analisis sebagai berikut.

Mesin T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 PV pada

6
r = 10%
A 15 4 4 4+15 4 4 4 43,69

B 6 6 6+10 6 6+10 6 6 51,22

Dengan menggunakan basis waktu yang sama, maka pilihan seharusnya adalah pada
mesin A. Sayangnya penggunaan pendekatan ini akan memakan waktu yang cukup lama
kalau usia ekonomis antara dua aktiva yang diperbandingkan ternyata agak “unik”. Ambil
misal bahwa usia ekonomis mesin C adalah 7 tahun, sedangkan mesin D adalah 8 tahun.
Berapa common horizonnya ? Kita terpaksa menggunakan basis waktu 56 tahun. Ini
berarti mesin C akan berganti sebanyak 8 kali sedangkan mesin D sebanyak 7 kali.

Untuk mempersingkat perhitungan, digunakan pendekatan yang disebut equivalent


annual cost approach. Pendekatan ini menghitung berapa pengeluaran tahunan yang
ekuivalent dengan PV kas keluar. PV kas keluar mesin A adalah Rp. 24,95 juta, untuk 3
tahun. Berapa kas keluar setiap tahun (yang jumlahnya sama) yang akan sama nilainya
dengan PV kas keluar selama 3 tahun tersebut ? Persoalan tersebut bisa dirumuskan sebagai
berikut.

x x x
24,95= + +
(1+ 0,1) (1+0,1) (1+0,1)3
2

Dengan demikian bisa kita dapatkan nilai x = Rp. 10,03 juta.


Dengan cara yang sama kita lakukan untuk mesin B (tetapi ingat usia ekonomisnya hanya 2
tahun), dan kita akan mendapatkan nilai equivalent annual costnya sebesar Rp. 11,76 juta.
Dengan demikian kita akan memilih mesin A karena memberikan equivalent annual cost
yang kecil.

2.3 Penggantian Aktiva


Karena kemajuan teknologi, kadang peralatan dan mesin yang digunakan oleh
perusahaan menjadi ketinggalan jaman (out of date) padahal umur ekonomisnya masih
cukup panjang.  Aktiva tetap baru tersebut bisa lebih efisien, sehingga dapat menghemat
biaya-biaya yang dikeluarkan, seperti penghematan biaya tenaga kerja, penghematan bahan
baku dan sebagainya.
Investasi penggantian adalah mengganti aktiva tetap lama yang masih mempunyai
umur ekonomis dengan aktiva tetap baru yang lebih menguntungkan. Karena AT lama
masih mempunyai umur ekonomis, artinya AT lama tersebut mempunyai nilai buku, yaitu

7
selisih harga perolehan aktiva dikurangi dengan akumulasi penyusutannya. AT lama juga
mempunyai harga jual, sehingga bila diganti dengan AT baru perlu dihitung laba atau rugi
atas penjualan aktiva tetap lama tersebut.  Laba didapat jika harga jual aktiva tetap lama
lebih tinggi dibanding dengan nilai bukunya.dan sebaliknya, jika harga jual lebih rendah
dibanding nilai bukunya berarti mengalami kerugian.
Untuk menilai penggantian aktiva tetap layak atau tidak layak, perlu menghitung: (1)
Investasi bersih, (2) tambahan cashflow.

2.3.1 Investasi Bersih


Pada penilaian investasi penggantian, yang dianalisis adalah besarnya tambahan
keuntungan dan tambahan investasi.  Tambahan investasi atau sering disebut investasi
bersih ini didapatkan dari harga beli aktiva baru dengan penerimaan bersih atas penjualan
mesin lama. Dengan demikian perhitungan investasi bersih sebagai berikut:

1. Perhitungan penjualan aktiva tetap lama

Harga beli aktiva tetap lama            xxx


Akumulasi penyusutan                    xxx

Nilai Buku                                       xxx

Harga jual aktiva tetap lama            xxx

Laba(Rugi) penjualan AT lama       xxx

Pajak                                                 xxx

Laba bersih penjualan AT lama       xxx

2. Perhitungan penerimaan bersih dan investasi bersih

Nilai buku AT lama                         xxx

Laba(Rugi) penjualan AT lama       xxx

Penerimaan bersih                           xxx

Harga Beli AT baru                         xxx

Investasi Bersih                               xxx

8
Investasi bersih ini nantinya yang akan menjadi initial cashflow yang harus ditutup
dengan aliran kas yang diterima dari penggantian.

Contoh:

PT Abadi merencanakan akan mengganti mesin yang dibeli 3 tahun lalu


seharga Rp.500.000.000,- umur ekonomis 7 tahun dan nilai residu Rp.80.000.000,- dengan
mesin baru yang diperkirakan lebih efisien seharga Rp.700.000.000,- dengan umur
ekonomis 4 tahun dan nilai residu sebesar Rp.200.000.000,- Mesin lama diperkirakan akan
laku dijual dengan harga Rp.350.000.000,- Atas penggantian mesin tersebut diharapkan
akan bisa menghemat biaya tunai dari penurunan bahan baku dan biaya TK
sebesar Rp.115.000.000,- Pajak 30% dan return yang diharapkan sebesar 18%
Dari contoh soal tersebut kita bisa menghitung besarnya investasi bersih sebagai berikut:

500 Juta –  80 Juta

Penyusutan Mesin Lama per tahun = Rp 420 juta : 7 = Rp. 60 juta
7 tahun

700 Juta –  200 Juta

Penyusutan Mesin Baru per tahun = Rp 500 juta : 4 = Rp. 125 juta
4 tahun

1. Perhitungan penjualan aktiva tetap lama

Harga beli aktiva tetap lama                                                            500.000.000


Akumulasi penyusutan 3 x Rp60.000.000 (180.000.000)
Nilai Buku 320.000.000
Harga jual aktiva tetap lama (350.000.000)
Laba (Rugi) penjualan AT lama 30.000.000
Pajak (9.000.000)
Laba bersih penjualan AT lama                                                21.000.000

2. Perhitungan penerimaan bersih dan investasi bersih

9
Nilai buku AT lama                                                  320.000.000
Laba bersih penjualan AT lama                                  21.000.000
Penerimaan bersih                                                    341.000.000
Harga Beli AT baru                                                   700.000.000
Investasi Bersih                                                         359.000.000

Investasi bersih ini (359.000.000) yang nantinya akan ditutup dengan penerimaan –
penerimaan dari proyek penggantian ini. (atau sebagai initial cashflow)

2.3.2 Tambahan Cashflow

Untuk menilai kelayakan investasi penggantian, aliran kas yang digunakan adalah
aliran kas tambahan (incremental cashflow) yang disebabkan penggantian aktiva tetap
tersebut.  Tambahan aliran kas ini bisa disebabkan karena adanya penghematan biaya tunai
seperti turunya biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja, dan juga karena peningkatan
penjualan yang disebabkan aktiva tetap baru.  Penghematan-penghematan ini akan menjadi
tambahan penghasilan, sehinngga perlu dikurangi dengan kenaikan biaya, seperti kenaikan
penyusutan (penyusutan mesin baru – penyusutan mesin lama). Dengan demikian dari
contoh diatas dapat dihitung tambahan cashflow sebagai berikut:

Penghematan tunai                                                      Rp.115.000.000
Tambahan Ph:
Ph Mesin Baru            = Rp.125.000.000
Ph Mesin Lama     = Rp.  60.000.000
(Rp. 65.000.000)
Tambahan EBIT                                                         Rp. 50.000.000
Pajak 30 %                                                                (Rp. 15.000.000)
Tambahan EAT                                                          Rp. 35.000.000
Tambahan Penyusutan                                               Rp. 65.000.000
Tambahan Cashflow                                        Rp.100.000.000
Dengan demikian penggantian tersebut menghasilkan tambahan cashflow
sebesar Rp.100.000.000
Untuk menilai kelayakannya, misal dengan menggunakan metode NPV maka dapat
dihitung NPV nya sebagai berikut:

PV dari tambahan cashflow tahun 1-4 = Rp 100.000.000 x 2,690 = Rp269.000.000

10
PV dari nilai residu tahun 4                = Rp 200.000.000 x 0,516 = Rp103.200.000
Total PV of Cashflow                                                                Rp 372.200.000
Investasi                                                                                      Rp 359.000.000
Net Present Value                                                                      Rp   13.200.000
Dari perhitungan tersebut ternyata menghasilkan NPV positif sebesar Rp
13.200.000 sehingga dapat disimpulkan bahwa investasi penggantian tersebut adalah layak.

2.4 Contoh Soal


SOAL 1

Sebuah proyek investasi senilai Rp 600 juta, dengan umur ekonomis 5 tahun dan
nilai residu pada tahun ke 5 Rp 50.000.000. Harga jual produk tersebut pada tahun pertama
ditetapkan sebesar Rp 3.500 per unit. Pada harga jual tersebut diperoleh laba sebelum
penyusutan dan pajak sebesar 40%. Mulai tahun kedua harga jual diturunkan 20%,
akibatnya laba sebelum penyusutan dan pajak yang diperoleh 30%. Unit penjualan pada
tahun pertama 250.000 unit dan mulai tahun kedua unit penjualan akan mengalami
kenaikan sebesar 50.000 unit setiap tahun. Metode penyusutan garis lurus dan pajak yang
diberlakukan 40%.

Ditanyakan:

a. Berapa lama investasi itu dapat kembali ?

b. Jika investasi dibiayai dengan hutang bank dengan waktu pengembalian 4 tahun dan
bunga ditetapkan 25% per tahun keputusan apakah yang harus diambil berkaitan dengan
rencana investasi tersebut ?

c. Dapatkah investasi ini dilaksanakan bila NPV merupakan dan penilaian dengan discount
rate 25% ?

Diketahui : Investasi : Rp. 600.000.000

Nilai Residu : Rp. 50.000.000

n : 5 tahun

Depresiasi : (Rp. 600.000.000 – Rp. 50.000.000) / 5 = Rp. 110 juta /


tahun

Penyelesaian :

a). Payback Period

11
Investasi Rp. 600.000.000

Pv Proceed 1 Rp. 254.000.000

Dbk Rp. 346.000.000

Pv Proceed 2 Rp. 195.200.000

Dbk Rp. 150.800.000

Pv Proceed 3 Rp. 220.400.000

Rp. 150.000.000 x 12 Bulan = 8,211 Bulan


Rp. 220.400.000

0,211 x 30 hari = 6,31 hari ~ 6 hari

Payback period 2 tahun 8 bulan 6 hari

Tahun 1

Laba = 40% x (Rp. 3.500 x 250.000 unit) = Rp. 350.000.000

Penyusutan = Rp. 110.000.000

Laba sebelum pajak = Rp. 240.000.000

Pajak 40% = Rp. 96.000.000

EAT = Rp. 144.000.000

Proceeds = EAT + Depresiasi

Rp. 144.000.000 + Rp. 110.000.000

Rp. 254.000.000

Tahun 2

Laba = 30% x (Rp. 2.800 x 300.000 unit) = Rp. 252.000.000

Penyusutan = Rp. 110.000.000

Laba sebelum pajak = Rp. 142.000.000

Pajak 40% = Rp. 56.800.000

EAT = Rp. 85.200.000

Proceeds = EAT + Depresiasi

Rp. 85.200.000 + Rp. 110.000.000

Rp. 195.200.000

12
b). Proceed bila investasi menggunakan pinjaman

Tahun 1

EAT Rp. 144.000.000

Depresiasi Rp. 110.000.000

Bunga (1-T) = 25% x Rp. 600 juta (1-0,4) Rp. 90.000.000

Proceed Rp. 344.000.000

Tahun 2

EAT Rp. 85.200.000

Depresiasi Rp. 110.000.000

Bunga (1-T) = 25% x Rp. 600 juta (1-0,4) Rp. 90.000.000

Proceed Rp. 285.200.000

Tahun 3

EAT Rp. 110.400.000

Depresiasi Rp. 110.000.000

Bunga (1-T) = 25% x Rp. 600 juta (1-0,4) Rp. 90.000.000

Proceed Rp. 310.400.000

13
Tahun 4

Laba = 30% x (Rp. 2.800 x 400.000 unit) = Rp. 336.000.000

Penyusutan = Rp. 110.000.000

Laba sebelum pajak = Rp. 226.000.000

Pajak 40% = Rp. 90.400.000

EAT = Rp. 135.600.000

EAT Rp. 135.600.000

Depresiasi Rp. 110.000.000

Bunga (1-T) = 25% x Rp. 600 juta (1-0,4) Rp. 90.000.000

Proceed Rp. 335.600.000

c). Net Present Value (NPV)

Pv tahun 1 = Rp. 344.000.000 = Rp. 257.200.000


(1+0,25)

Pv tahun 2 = Rp. 285.200.000 = Rp. 182.528.000


(1+0,25)2

Pv tahun 3 = Rp. 310.400.000 = Rp. 158.924.800


(1+0,25)3

Pv tahun 4 = Rp. 335.600.000 = Rp. 137.461.760


(1+0,25)4

Σ Pv proceed = Rp. 754.114.560


Pv = Rp. 600.000.000

NPV = Rp. 154.114.560

NPV = Rp. 154.114.560 x 100% = 0,2569 ~ 25,69%


Pv-1 Rp. 600.000.000

Keterangan: Real = 25,69% > k = 25%, maka investasi sampai pada titik BEP dengan
keuntungan yang tidak begitu banyak.

14
SOAL 2

PT. SEROJA sebuah perusahaan genteng di Surabaya, bermaksud mengganti mesin lama
dengan mesin baru yang lebih canggih dan lebih efesien. Mesin lama dibeli 5 tahun yang lalu
seharga Rp 170 juta, termasuk biaya pemasangan, dengan taksiran umur ekonomis 15 tahun.
Pada akhir tahun ke-15 diperkirakan nilai sisanya masih ada sebesar Rp 20 juta.

Mesin baru mempunyai data – data sebagai berikut :

- Harga beli Rp 150 juta, biaya pemasangan Rp 100 juta, taksiran umur 10 tahun, taksiran
nilai residu Rp 25 juta, dengan tambahan modal kerja Rp 40 juta.
- Dengan penggantian ini, maka hasil penjualan rata – rata diharapkan akan naik dari Rp
100 juta menjadi Rp 120 juta per tahun, sementara biaya operasi (yang bersifat kas) akan
dapat ditekan dari Rp 90 juta menjadi Rp 70 juta per tahun
Kedua mesin disusutkan dengan metode garis lurus, biaya modal 18% dan tarif pajak
sebesar 40%.
Apakah penggantian mesin tersebut layak dilakukan ? (Menurut metode NPV)

Dik: Investasi mesin baru Rp. 250.000.000


Nilai Residu Rp. 25.000.000

Evaluasi mesin lama


Penjualan Rp. 100.000.000
Biaya operasi Rp. 90.000.000
Beban Depresiasi Rp. 10.000.000 (Rp. 50jt – 20jt) / 15thn = Rp. 110jt
EBIT 0
Pajak 40% 0
EAT 0
Proceed per tahun = 0 + Rp. 10.000.000 = Rp. 10.000.000

Σ Pv proceed = Rp. 10.000.000 x 5,092 Tabel pv annuity 18%, 15 tahun


= Rp. 50.920.000
Pv Investasi = Rp. 170.000.000
NPV - Rp. 119.080.000

15
NPV mesin baru
Penjualan Rp. 120.000.000
Biaya operasi Rp. 70.000.000
Beban Depresiasi Rp. 22.500.000 (Rp. 250jt – 25jt) / 10thn = Rp. 22.500.000
EBIT Rp. 27.500.000
Pajak 40% Rp. 11.000.000
EAT Rp. 16.500.000

Proceed per tahun = Rp. 16.500.000 + Rp. 22.500.000 = Rp. 39.000.000

Σ Pv proceed = Rp. 39.000.000 x 4,494 Tabel pv annuity 18%, 10 tahun


= Rp. 175.266.000
Pv Investasi = Rp. 250.000.000
NPV - Rp. 74.734.000

Kesimpulan : Penggantian mesin tidak layak dilakukan karena tetap tidak akan memberikan
keuntungan bagi perusahaan

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam capital budgeting kita membahas materi mengenai capital rationing
dimana capital rationing ini terjadi ketika perusahaan menghadapi pemilihan beberapa
usulan investasi yang menghasilkan return berbeda-beda, sedangkan perusahaan
memiliki keterbatasan dana yang akan digunakan untuk investasi tersebut.
Di samping memilih investasi yang menghasilkan profit tertinggi, pemilihan
usulan investasi juga perlu memperhatikan sifat hubungan antar usulan-usulan investasi
yang ditawarkan. Hubungan antar usulan investasi meliputi investasi yang bebas atau
tidak saling tergantung (independent), investasi yang saling terkait atau saling
bergantung (dependant), atau investasi yang bersifat saling meniadakan (mutually
exclusive). Dalam memilih usulan investasi terdapat beberapa alternatif, yang dimana
alternatif beberapa alternatif ini nantinya akan dibandingkan mana yang lebih baik yang
nantinya yang akan digunakan oleh perusahaan.

Kemudian dalam capital rationing juga terdapat pemilihan aktiva, dimana


pemilihan aktiva ini merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi perusahaan
misalnya perusahaan memiliki 2 mesin yang karakteristiknya berbeda, tetapi
kapasitasnya sama. Kalau dibandingkan begitu saja antara kedua mesin tersebut,
mungkin kesimpulannya akan salah, maka dari itu perlu ada perhitungan dengan nilai
ekonomis yang sama.

17
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Dermawan Sjahrial, M.M. 2014. Manajemen Keuangan Lanjutan Edisi Revisi.
Jakarta : Mitra Wancana Media
Tetty Lasniroha Surumpaet, SE., M.Ak., Ak., CA. 2019. Manajemen Keuangan Lanjut.
Bandung : ALFABETA, cv
https://doniardiputra.wordpress.com/2017/06/21/keputusan-investasi-manajemen-
keuangan/
http://www.feb.unpad.ac.id/dokumen/files/03-Manajemen-Perusahaan-Modern.pdf

18

Anda mungkin juga menyukai