CAPITAL RATIONING
Disusun oleh :
Supratikno (0117103024)
Feisal Riza (0117103031)
Imro’atul Munawaroh (0010000000)
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
Contoh :
3
Usulan Investasi Nilai Investasi yang Diperlukan Profitability Index Rangking
A Rp. 160.000.000 1,12 4
B Rp. 100.000.000 1,01 5
C Rp. 140.000.000 1,22 3
D Rp. 120.000.000 1,24 2
E Rp. 80.000.000 1,34 1
F Rp. 170.000.000 0,98 6
Untuk memilih usulan investasi yang ditawarkan kita perlu memperhatikan hubungan
masing-masing usulan investasi satu dengan lainnya. Apabila keenam usulan investasi
tersebut bersifat independent (tidak saling tergantung), maka kita memilih usulan investasi
yang memberikan present value aliran kas masuk yang tertinggi. Kita membuat rangking
usulan investasi yang dimulai dari usulan investasi yang memiliki profitability index
tertinggi hingga seluruh dana yang tersedia dapat digunakan. Dengan demikian kita
membuat suatu portofolio (penganekaragaman) investasi dari dana yang tersedia. Dari
rangking berdasarkan profitability index tersebut, maka kita akan memilih usulan investasi
dengan urutan investasi E, D, C, A, B, dan F. Namun karena dana tersedia hanya Rp. 500
juta, maka akan dipilih berdasarkan urutan profitability index-nya yaitu investasi E, D, C,
dan A dengan total nilai investasinya sebesar: Rp. 80.000.000 + Rp. 120.00.000 + Rp.
140.000.000 + Rp. 160.000.000 = Rp. 500.000.000.
Pemilihan alternatif usulan investasi tersebut juga dapat dinilai dengan membandingkan
besarnya NPV dari beberapa alternatif investasi, yaitu:
4
Alternatif 2: Memilih usulan investasi A, C, D, dan E
Dana yang dibutuhkan = Rp. 160.000.000 + Rp. 140.000.000 + Rp. 120.000.000 + Rp.
80.000.000 = Rp. 500.000.000
NPV usulan investasi A = Rp. 160.000.000 (1.12 – 1) = Rp. 19.200.000
NPV usulan investasi C = Rp. 140.000.000 (1.22 – 1) = Rp. 30.800.000
NPV usulan investasi D = Rp. 120.000.000 (1.24 – 1) = Rp. 28.800.000
NPV usulan investasi E = Rp. 80.000.000 (1.34 – 1) = Rp. 27.200.000
Dana yang dibutuhkan = Rp. 100.000.000 + Rp. 140.000.000 + Rp. 120.000.000 + Rp.
80.000.000 = Rp. 440.000.000
NPV usulan investasi B = Rp. 100.000.000 (1.01 – 1) = Rp. 1.000.000
NPV usulan investasi C = Rp. 140.000.000 (1.22 – 1) = Rp. 30.800.000
NPV usulan investasi D = Rp. 120.000.000 (1.24 – 1) = Rp. 28.800.000
NPV usulan investasi E = Rp. 80.000.000 (1.34 – 1) = Rp. 27.200.000
Total NPV alternatif 3 = Rp. 87.800.000
5
Apabila ada dua mesin yang mempunyai kapasitas yang sama, mempunyai harga
yang sama, usia ekonomis yang sama pula, tetapi dengan biaya operasi yang lebih rendah,
maka tanpa melakukan analisis yang terlalu rumit kita dengan mudah memilih mesin yang
mempunyai biaya operasi yang lebih rendah. Pertimbangan kita adalah memilih mesin yang
mempunyai present value kas keluar yang paling kecil. Meskipun demikian pedoman ini
perlu berhati-hati dalam menerapkannya. Marilah kita perhatikan contoh berikut ini.
Ada dua mesin, A dan B, yang mempunyai kapasitas yang sama. Bedanya adalah
harga mesin A lebih mahal, yaitu Rp. 15 juta, sedangkan B hanya Rp. 10 juta. Karena harga
yang lebih mahal, usia ekonomis mesin A sampai 3 tahun, sedangkan mesin B hanya 2
tahun. Biaya operasi mesin A adalah Rp. 4 juta, sedangkan mesin B Rp. 6 juta. Mesin mana
yang seharusnya dipilih kalau r = 10%?
Kalau kita membandingkan begitu saja antara kedua mesin tersebut, maka kita
mungkin akan melakukan analisis sebagai berikut.
Kalau dibandingkan begitu saja antara kedua mesin tersebut, mungkin kesimpulannya
salah, yaitu memilih mesin B karena memberikan NPV kas keluar yang kecil. Mengapa
pilihan tersebut salah? Karena kita menggunakan dasar usia ekonomis yang tidak sama.
Dengan membeli mesin B pada akhir tahun ke 2 (atau awal tahun ke 3) kita harus membeli
mesin baru lagi, sedangkan mesin A belum perlu diganti. Untuk itulah salah satu cara yang
bisa dipergunakan adalah menggunakan basis waktu yang sama, yang disebut sebagai
common horizon approach.
Pendekatan ini mengatakan bahwa kalau kita ingin membandingkan dua alternative,
gunakan dasar waktu yang sama. Kalau mesin A mempunyai usia ekonomis 3 tahun,
sedangkan B mempunyai usia ekonomis 2 tahun, maka kita bisa menggunakan common
horizon 6 tahun. Dalam periode tersebut mesin A akan berganti 2 kali, sedangkan B akan
berganti 3 kali. Dengan demikian bisa dilakukan analisis sebagai berikut.
Mesin T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6 PV pada
6
r = 10%
A 15 4 4 4+15 4 4 4 43,69
Dengan menggunakan basis waktu yang sama, maka pilihan seharusnya adalah pada
mesin A. Sayangnya penggunaan pendekatan ini akan memakan waktu yang cukup lama
kalau usia ekonomis antara dua aktiva yang diperbandingkan ternyata agak “unik”. Ambil
misal bahwa usia ekonomis mesin C adalah 7 tahun, sedangkan mesin D adalah 8 tahun.
Berapa common horizonnya ? Kita terpaksa menggunakan basis waktu 56 tahun. Ini
berarti mesin C akan berganti sebanyak 8 kali sedangkan mesin D sebanyak 7 kali.
x x x
24,95= + +
(1+ 0,1) (1+0,1) (1+0,1)3
2
7
selisih harga perolehan aktiva dikurangi dengan akumulasi penyusutannya. AT lama juga
mempunyai harga jual, sehingga bila diganti dengan AT baru perlu dihitung laba atau rugi
atas penjualan aktiva tetap lama tersebut. Laba didapat jika harga jual aktiva tetap lama
lebih tinggi dibanding dengan nilai bukunya.dan sebaliknya, jika harga jual lebih rendah
dibanding nilai bukunya berarti mengalami kerugian.
Untuk menilai penggantian aktiva tetap layak atau tidak layak, perlu menghitung: (1)
Investasi bersih, (2) tambahan cashflow.
Nilai Buku xxx
Pajak xxx
Investasi Bersih xxx
8
Investasi bersih ini nantinya yang akan menjadi initial cashflow yang harus ditutup
dengan aliran kas yang diterima dari penggantian.
Contoh:
Penyusutan Mesin Lama per tahun = Rp 420 juta : 7 = Rp. 60 juta
7 tahun
Penyusutan Mesin Baru per tahun = Rp 500 juta : 4 = Rp. 125 juta
4 tahun
9
Nilai buku AT lama 320.000.000
Laba bersih penjualan AT lama 21.000.000
Penerimaan bersih 341.000.000
Harga Beli AT baru 700.000.000
Investasi Bersih 359.000.000
Investasi bersih ini (359.000.000) yang nantinya akan ditutup dengan penerimaan –
penerimaan dari proyek penggantian ini. (atau sebagai initial cashflow)
Untuk menilai kelayakan investasi penggantian, aliran kas yang digunakan adalah
aliran kas tambahan (incremental cashflow) yang disebabkan penggantian aktiva tetap
tersebut. Tambahan aliran kas ini bisa disebabkan karena adanya penghematan biaya tunai
seperti turunya biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja, dan juga karena peningkatan
penjualan yang disebabkan aktiva tetap baru. Penghematan-penghematan ini akan menjadi
tambahan penghasilan, sehinngga perlu dikurangi dengan kenaikan biaya, seperti kenaikan
penyusutan (penyusutan mesin baru – penyusutan mesin lama). Dengan demikian dari
contoh diatas dapat dihitung tambahan cashflow sebagai berikut:
Penghematan tunai Rp.115.000.000
Tambahan Ph:
Ph Mesin Baru = Rp.125.000.000
Ph Mesin Lama = Rp. 60.000.000
(Rp. 65.000.000)
Tambahan EBIT Rp. 50.000.000
Pajak 30 % (Rp. 15.000.000)
Tambahan EAT Rp. 35.000.000
Tambahan Penyusutan Rp. 65.000.000
Tambahan Cashflow Rp.100.000.000
Dengan demikian penggantian tersebut menghasilkan tambahan cashflow
sebesar Rp.100.000.000
Untuk menilai kelayakannya, misal dengan menggunakan metode NPV maka dapat
dihitung NPV nya sebagai berikut:
10
PV dari nilai residu tahun 4 = Rp 200.000.000 x 0,516 = Rp103.200.000
Total PV of Cashflow Rp 372.200.000
Investasi Rp 359.000.000
Net Present Value Rp 13.200.000
Dari perhitungan tersebut ternyata menghasilkan NPV positif sebesar Rp
13.200.000 sehingga dapat disimpulkan bahwa investasi penggantian tersebut adalah layak.
Sebuah proyek investasi senilai Rp 600 juta, dengan umur ekonomis 5 tahun dan
nilai residu pada tahun ke 5 Rp 50.000.000. Harga jual produk tersebut pada tahun pertama
ditetapkan sebesar Rp 3.500 per unit. Pada harga jual tersebut diperoleh laba sebelum
penyusutan dan pajak sebesar 40%. Mulai tahun kedua harga jual diturunkan 20%,
akibatnya laba sebelum penyusutan dan pajak yang diperoleh 30%. Unit penjualan pada
tahun pertama 250.000 unit dan mulai tahun kedua unit penjualan akan mengalami
kenaikan sebesar 50.000 unit setiap tahun. Metode penyusutan garis lurus dan pajak yang
diberlakukan 40%.
Ditanyakan:
b. Jika investasi dibiayai dengan hutang bank dengan waktu pengembalian 4 tahun dan
bunga ditetapkan 25% per tahun keputusan apakah yang harus diambil berkaitan dengan
rencana investasi tersebut ?
c. Dapatkah investasi ini dilaksanakan bila NPV merupakan dan penilaian dengan discount
rate 25% ?
n : 5 tahun
Penyelesaian :
11
Investasi Rp. 600.000.000
Tahun 1
Rp. 254.000.000
Tahun 2
Rp. 195.200.000
12
b). Proceed bila investasi menggunakan pinjaman
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
13
Tahun 4
Keterangan: Real = 25,69% > k = 25%, maka investasi sampai pada titik BEP dengan
keuntungan yang tidak begitu banyak.
14
SOAL 2
PT. SEROJA sebuah perusahaan genteng di Surabaya, bermaksud mengganti mesin lama
dengan mesin baru yang lebih canggih dan lebih efesien. Mesin lama dibeli 5 tahun yang lalu
seharga Rp 170 juta, termasuk biaya pemasangan, dengan taksiran umur ekonomis 15 tahun.
Pada akhir tahun ke-15 diperkirakan nilai sisanya masih ada sebesar Rp 20 juta.
- Harga beli Rp 150 juta, biaya pemasangan Rp 100 juta, taksiran umur 10 tahun, taksiran
nilai residu Rp 25 juta, dengan tambahan modal kerja Rp 40 juta.
- Dengan penggantian ini, maka hasil penjualan rata – rata diharapkan akan naik dari Rp
100 juta menjadi Rp 120 juta per tahun, sementara biaya operasi (yang bersifat kas) akan
dapat ditekan dari Rp 90 juta menjadi Rp 70 juta per tahun
Kedua mesin disusutkan dengan metode garis lurus, biaya modal 18% dan tarif pajak
sebesar 40%.
Apakah penggantian mesin tersebut layak dilakukan ? (Menurut metode NPV)
15
NPV mesin baru
Penjualan Rp. 120.000.000
Biaya operasi Rp. 70.000.000
Beban Depresiasi Rp. 22.500.000 (Rp. 250jt – 25jt) / 10thn = Rp. 22.500.000
EBIT Rp. 27.500.000
Pajak 40% Rp. 11.000.000
EAT Rp. 16.500.000
Kesimpulan : Penggantian mesin tidak layak dilakukan karena tetap tidak akan memberikan
keuntungan bagi perusahaan
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam capital budgeting kita membahas materi mengenai capital rationing
dimana capital rationing ini terjadi ketika perusahaan menghadapi pemilihan beberapa
usulan investasi yang menghasilkan return berbeda-beda, sedangkan perusahaan
memiliki keterbatasan dana yang akan digunakan untuk investasi tersebut.
Di samping memilih investasi yang menghasilkan profit tertinggi, pemilihan
usulan investasi juga perlu memperhatikan sifat hubungan antar usulan-usulan investasi
yang ditawarkan. Hubungan antar usulan investasi meliputi investasi yang bebas atau
tidak saling tergantung (independent), investasi yang saling terkait atau saling
bergantung (dependant), atau investasi yang bersifat saling meniadakan (mutually
exclusive). Dalam memilih usulan investasi terdapat beberapa alternatif, yang dimana
alternatif beberapa alternatif ini nantinya akan dibandingkan mana yang lebih baik yang
nantinya yang akan digunakan oleh perusahaan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Dermawan Sjahrial, M.M. 2014. Manajemen Keuangan Lanjutan Edisi Revisi.
Jakarta : Mitra Wancana Media
Tetty Lasniroha Surumpaet, SE., M.Ak., Ak., CA. 2019. Manajemen Keuangan Lanjut.
Bandung : ALFABETA, cv
https://doniardiputra.wordpress.com/2017/06/21/keputusan-investasi-manajemen-
keuangan/
http://www.feb.unpad.ac.id/dokumen/files/03-Manajemen-Perusahaan-Modern.pdf
18