Anda di halaman 1dari 135

Laboratorium Akuntansi Lanjut B

Universitas Gunadarma

1
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN
NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN


Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan terakhir atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan yang mengatur mengenai Pajak
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan. Undang-Undang ini
mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan
yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak.
Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam Undang-Undang
disebut Wajib Pajak, yang dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun
pajak apabila pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak (Pasal 1).

B. 4 KELOMPOK PENGHASILAN
1. Penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3. Penghasilan dari modal, jasa dan sewa atau penggunaan harta.
4. Penghasilan lain-lain.

C. SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 2)


Subjek Pajak Penghasilan dibedakan menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri (orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari atau sama dengan 183 hari dalam jangka waktu
12 bulan) dan Wajib Pajak Luar Negri (orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan), yang meliputi:
 Orang Pribadi,
 Warisan Yang Belum Terbagi,
 Badan, dan
 Bentuk Usaha Tetap.

D. TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK PENGHASILAN (Pasal 3)


1. kantor perwakilan negara asing.

2
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
2. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara
asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia
dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau
pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal
dari iuran para anggota.
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan Menteri Keuangan
dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan,
atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

E. PENGHASILAN YG TERMASUK OBJEK PAJAK PENGHASILAN ( Pasal 4 ayat 1 )


Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-
undang ini.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

3
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
s. Surplus Bank Indonesia.

F. PENGHASILAN YANG DIKENAI PAJAK BERSIFAT FINAL (Pasal 4 ayat 2)


1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi.
2. Penghasilan berupa hadiah undian.
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan
5. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

G. PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK PENGHASILAN


(Pasal 4 ayat 3)
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan harta hibahan.
2. Warisan yang sudah terbagi.
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal.

4
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak
secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus
(deemed profit).
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa.
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai
Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik
daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang
disetor.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
10. Penghasilan yang diterima atau diperolehperusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di
Indonesia, dengan syarat tertentu.
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah
terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk
sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan,

5
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
dalam jangka waktu paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

H. PENGHASILAN KENA PAJAK / PKP (pasal 6)


Bagi Wajib Pajak Dalam Negri (WPDN) pada dasarnya terdapat 2 cara untuk menentukan
besarnya Penghasilan Kena Pajak, yaitu:
1. Cara Biasa (Cara Pembukuan) yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya
yang diperkenankan, antara lain:
a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
b. Biaya penyusutan dan amortisasi.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta.
e. Kerugian selisih kurs mata uang asing.
f. Natura didaerah tertentu.
g. Biaya lain, seperti biaya perjalanan, biaya administrasi, biaya litbang yang
dilakukan di indonesia, biaya magang, dan biaya pelatihan.
2. Dengan Norma Penghasilan Neto
Besarnya persentase norma ditentukan bedasarkan keputusan dirjen pajak, norma
perhitungan penghasilan neto boleh digunakan wajib pajak yang peredaran usaha
brutonya kurang dari Rp4.800.000.000 setahun dengan syarat memberitahukan kepada
Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang
bersangkutan (pasal 14).

I. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pengurang penghasilan neto, yang
hanya diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) sebagai WPDN. Sesuai dengan
pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan Keempat atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, Menteri Keuangan
diberikan wewenang untuk menetapkan penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

6
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Batasan PTKP ini berlaku mulai pada tanggal 27 Juni 2016 melalui Peraturan
Menteri Keuangan RI Nomor : 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya
Penghasilan Tidak Kena Pajak mengantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
122/PMK.010/2015.

No Jenis Penghasilan Tidak Kena Pajak Setahun Sebulan


1 Wajib Pajak Orang Pribadi Rp 54.000.000 Rp 4.500.000
2 Tambahan Untuk Wajib Pajak Kawin Rp 4.500.000 Rp 375.000
3 istri yang penghasilannya digabung dengan Rp 54.000.000 Rp 4.500.000
penghasilan suami
4 tambahan anggota keluarga sedarah, Rp 4.500.000 Rp 375.000
semenda dalam garis keturunan lurus
(vertikal), serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, maksimal 3 orang

Catatan :
1. Dalam hal Karyawati kawin (bekerja pada suatu pemberi kerja), PTKP yang
dikurangkan hanya untuk dirinya sendiri. (asumsi: suami memiliki penghasilan).
2. Dalam hal tidak kawin pengurang PTKP selain untuk dirinya ditambah dengan PTKP
yang menjadi tanggungan sepenuhnya yaitu untuk setiap anggota sedarah, semenda
dalam garis keturunan lurus (vertikal) serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya maksimal 3 orang yang masing-masing besarnya Rp 4.500.000 setahun
atau Rp 375.000 sebulan.
3. Bagi Karyawati kawin yang menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah deaerah
setempat (serendah-rendahnya dari kecamatan) bahwa suaminya tidak menerima atau
memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sebesar Rp 4.500.000 setahun
atau Rp 375.000 sebulan, dan ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungannya, paling banyak 3 orang masing-masing Rp 4.500.000 setahun atau Rp
375.000 sebulan.
4. Perhitungan besarnya PTKP ditentukan menurut keadaan wajib pajak pada awal
tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak.

7
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Contoh :
1. Jika Agung adalah seorang karyawan yang sudah menikah dengan memiliki 3 orang
anak, 1 anaknya sudah bekerja sedangkan 2 lainnya belum bekerja, besarnya PTKP
setahun untuk tahun 2017 adalah sbb :
(K/2) Bagus status Kawin dengan tanggungan
PTKP :
Wajib Pajak Sendiri Rp 54.000.000
Status Kawin Rp 4.500.000
Tanggungan 2 orang Rp 9.000.000 +
Rp 67.500.000

2. Jika Nana adalah seorang manajer yang belum menikah dan tinggal bersama ayah dan 3
adiknya, besarnya PTKP setahun untuk tahun 2017 adalah sbb :
(TK/1) Nana status Tidak Kawin dengan 1 tanggungan
PTKP :
Wajib Pajak Sendiri Rp 54.000.000
Tanggungan 1 orang Rp 4.500.000 +
Rp 58.500.000

3. Jika Yudhi adalah seorang manajer yang sudah menikah memiliki 3 orang anak kandung
yang sudah bekerja dan 2 orang anak angkat yang berumur 13 tahun, sedangkan istrinya
bekerja dan penghasilannya digabung. Maka besarnya PTKP setahun untuk tahun 2017
adalah sbb :
(K/I/2) Yudhi status Kawin penghasilan istri digabung dengan 2 tanggungan
PTKP :
Wajib Pajak Sendiri Rp 54.000.000
Status Kawin Rp 4.500.000
Istri Rp 54.000.000
Tanggungan 2 orang Rp 9.000.000 +
Rp 121.500.000

Catatan :
Pada tanggal 1 Januari 2017 Bapak Andre berstatus kawin dengan tanggungan 1 orang
anak, apabila anak yang kedua lahir tanggal 2 Januari 2017 maka besarnya PTKP yang

8
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
diberikan kepada Bapak Andre untuk tahun pajak 2017 tetap dihitung berdasarkan status
kawin dengan 1 orang anak.

J. TARIF PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN


Tarif Progresif
Tarif pajak yang prosentasenya semakin besar apabila penghasilannya juga semakin besar.
Dengan pengenaan sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (pasal 17) yaitu dengan
lapisan-lapisan pengenaan pajak penghasilan sebagai berikut :
a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP)
Lapisan penghasilan Kena Pajak Tarif Batasan
Sampai dengan Rp 50.000.000 5% Rp 50.000.000
Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 15 % Rp 200.000.000
Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25 % Rp 250.000.000
Diatas Rp 500.000.000 30 % 

b. Untuk Wajib Pajak Badan


 Tarif PPh Pasal 17 ayat 1b UU No.36 Tahun 2008 untuk Wajib Pajak Badan
BUT sebesar 28% da diturunkan ditahun 2010 menjadi 25%.
 Tarif pemungutan pajak untuk Wajib Pajak Badan pasal 31 E UU No.36 Tahun
2008 digolongkan menjadi 3 sesuai dengan peredaran bruto perusahaan, yaitu:
Laba Penghasilan Cara Perhitungan
Lebih dari Rp 50.000.000.000 25% x PKP
(50% x 25%) x PKP dari bagian
peredaran bruto yang memperoleh
Rp 4.800.000.000 s/d Rp 50.000.000.000 fasilitas + 25% x PKP dari bagian
peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas
50% x 25% x PKP
Sampai dengan Rp 4.800.000.000 1% x Omset Penjualan (sesudah 1
Juli 2013)
Cara mencari PKP dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas :
4.800.000.000 x PKP
Penghasilan Bruto

9
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
K. PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
1. Cara Pembukuan (Cara Biasa)
a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (perseorangan)
Peredaran Usaha Rp xxx
Harga Pokok Penjualan Rp xxx -
Penghasilan Bruto Rp xxx
Biaya-biaya yang diperkenankan Rp xxx -
Penghasilan Neto Usaha Rp xxx
Penghasilan lain-lain Rp xxx +
Penghasilan Neto Dalam Negri Rp xxx
Penghasilan Neto Luar Negri Rp xxx +
Penghasilan Neto Rp xxx
Kompensasi kerugian (max 5 Thn) Rp xxx -
Penghasilan Neto setelah Kompensasi Rp xxx
PTKP Rp xxx -
PKP Rp xxx

PPh Terutang = PKP x tarif pasal 17

Contoh :
Bapak Yogi (K/2) adalah seorang pengusaha keju di Bali. Menurut pembukuan
penghasilan dari usahanya pada tahun 2017 adalah sebesar Rp 586.000.000 dengan
harga pokok penjualan Rp 122.000.000. Biaya-biaya untuk memproduksi keju antara
lain biaya operasional Rp 20.000.000 dan biaya administrasi Rp 13.000.000. Pada
tahun 2017 Bapak Yogi juga menerima penghasilan dari usaha jasa laundry sebesar Rp
17.200.000. Hitunglah berapa besarnya pajak penghasilan yang terutang apabila masih
terdapat kerugian tahun 2014 sebesar Rp 5.700.000?

Perhitungan PPh Terutang :


Peredaran Usaha Rp 586.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 122.000.000 -
Penghasilan Bruto Rp 464.000.000
Biaya-biaya yang diperkenankan
(biaya Opr dan Adm) Rp 33.000.000 -

10
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Penghasilan Neto Usaha Rp 431.000.000
Penghasilan lain-lain Rp 17.200.000 +
Penghasilan Neto Dalam Negri Rp 448.200.000
Penghasilan Neto Luar Negri Rp 0 +
Penghasilan Neto Rp 448.200.000
Kompensasi kerugian (max 5 Thn) Rp 5.700.000 -
Penghasilan Neto setelah Kompensasi Rp 442.500.000
PTKP Rp 67.500.000 -
PKP Rp 375.000.000

Pajak Penghasilan Terutang :


5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 125.000.000 = Rp 31.250.000 +

Rp 63.750.000

b. Untuk Wajib Pajak Badan


Peredaran Usaha Rp xxx
Harga Pokok Penjualan Rp xxx -
Penghasilan Bruto Rp xxx
Biaya yang diperkenankan Rp xxx -
Penghasilan Neto Usaha Rp xxx
Penghasilan lain-lain Rpxxx +
Penghasilan Neto Dalam Negri Rp xxx
Penghasilan Neto Luar Negri Rp xxx +
Penghasilan Neto Rp xxx
Kompensasi Kerugian (max 5 Thn) Rp xxx -
PKP Rp xxx

PPh Terutang = PKP x Tarif Pasal 17

11
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Contoh :
PT. Mobile Legend adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi.
Berikut ini adalah data keuangan tahun 2017 :
Penerimaan Bruto Rp 96.000.000.000
Persediaan 1 Januari 2016 Rp 22.600.000.000
Pembelian Rp 12.500.000.000
Persediaan 31 Januari 2016 Rp 8.200.000.000
Biaya Adm dan Opr Rp 340.000.000
Penghasilan lain-lain Rp 9.900.000.000
Kerugian Tahun 2013 Rp 470.000.000
Hitunglah besarnya pajak penghasilan terutang PT.Mobile Legend pada tahun 2017 !

Perhitungan PPh Terutang :


Peredaran Usaha Rp 96.000.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 26.900.000.000 -
Penghasilan Bruto Rp 69.100.000.000
Biaya yang diperkenankan
(Biaya Adm dan Opr) Rp 340.000.000 -
Penghasilan Neto Usaha Rp 68.760.000.000
Penghasilan lain-lain Rp 9.900.000.000 +
Penghasilan Neto Dalam Negri Rp 78.660.000.000
Penghasilan Neto Luar Negri Rp 0 +
Penghasilan Neto Rp 78.660.000.000
Kompensasi Kerugian (max 5 Thn) Rp 470.000.000 -
PKP Rp 78.190.000.000

Pajak Penghasilan Terutang :


25% x Rp 78.190.000.000 = Rp 19.547.500.000

2. Cara Norma Penghitungan Penghasilan Netto


Contoh :
Miya (TK/1) selain membuka restoran di jakarta juga mempunyai usaha lain yaitu
usaha butik baju, dari restoran dan usaha butik baju. Miya mempunyai penghasilan
bruto sebersar Rp 523.000.000 terdiri dari ⁄ laba dari restoran dan ⁄ laba dari

12
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
usaha butik baju. Berapakah pajak penghasilan terutang bedasarkan norma perhitungan
jika diketahui prosentase norma untuk restoran 18% dan usaha butik baju 25% ?

Perhitungan dengan norma perhitungan penghasilan neto :


Penghasilan neto :
 Butik baju : 18% x Rp 130.750.000 = Rp 23.535.000
 Usaha rental komputer : 25% x Rp 392.250.000 = Rp 98.065.500 +
Jumlah Penghasilan Neto = Rp121.597.500
PTKP (TK/1) = Rp 58.500.000 -
PKP Rp 63.097.500

Pajak Penghasilan Terutang :


5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 13.097.500 = Rp 1.964.625 +
Rp 4.464.625

13
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. Tn. Alucard menikah dengan Ny. Freya dan setelah 15 tahun menikah mereka
mempunyai 3 orang anak yang berusia 13 tahun,16 tahun dan 19 tahun, Tn. Alucard juga
tinggal bersama ibunya yang sudah tidak mempunyai penghasilan. Berapakah besarnya
PTKP Tn. Alucard tahun 2017 jika istrinya bekerja tetapi penghasilannya dipisah ?

2. Selene (TK/1) mempunyai usaha brand baju yang ditahun 2017 menghasilkan
pendapatan sebesar Rp 115.000.000 dengan HPP sebesar Rp 30.000.000. terdapat biaya
operasional dan biaya administrasi selama 2017 masing-masing sebesar Rp 3.400.000 dan
Rp 1.250.000, selain itu toko baju di Korea memperoleh penghasilan sebesar Rp
117.000.000. Hitunglah besarnya pajak penghasilan terutang Rima apabila terdapat
kerugian ditahun 2011 sebesar Rp 15.000.000 ?

3. Ny. Nia berstatus kawin dan mempunyai 3 orang anak. Ia memiliki 2 jenis usaha, usaha
tersebut terdiri dari Toserba dan Rental Komputer. Pada tahun 2017 Ny. Nia memperoleh
laba sebesar Rp 307.000.000 dari Toserba dan Rp 290.000.000 dari Rental Komputer.
Berapakah besarnya pajak penghasilan terutang tahun 2017 jika prosentase norma untuk
Toserba dan Rental Komputer masing-masing sebesar 25% dan 10%, dan suaminya
sudah tidak bekerja atau memperoleh penghasilan ?

4. PT. Clinsear adalah perusahaan yang bergerak dibidang property. Berikut ini adalah data
keuangan PT. Clinsear selama tahun 2017 :
Peredaran Usaha Rp 111.100.000.000
HPP Rp 12.000.000.000
Biaya Opr dan Adm Rp 100.000.000
Kerugian Tahun 2015 Rp 288.000.000
Penghasilan lain-lain Rp 3.987.000.000
Hitunglah besarnya pajak penghasilan terutang PT. Berde Lapan pada tahun 2017 !

5. Ruby memperoleh penghasilan Neto selama tahun 2017 sebesar Rp 322.200.000.


Hitunglah besarnya pajak penghasilan terutang Ruby jika ia tinggal bersama ibunya yang
sudah tidak bekerja, adiknya, istri dan 1 orang anaknya !

14
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
6. Ny.Rafaela (TK/0) memiliki beberapa usaha, antara lain objek wisata kolam renang dan
kafe dengan penghasilan bruto sebesar Rp 411.900.000 yang terdiri dari ⁄ laba dari

kolam renang dan ⁄ dari kafe miliknya. Hitunglah besarnya pajak penghasilan terutang
tahun 2016 jika prosentase norma untuk kolam renang 25 % dan kafe sebesar 30% !

7. Tn. Saber adalah seorang manajer yang sudah menikah dan memiliki 1 orang anak, ia
juga tinggal bersama ibu mertuanya, pada tanggal 29 Januari 2017 istrinya melahirkan
anak keduanya. Berapakah besarnya PTKP Tn. Saber tahun 2017 ?

8. Fanny (TK/1) adalah seorang pengusaha sepatu yang memiliki penghasilan bruto selama
tahun 2017 sebesar Rp 212.200.000. Biaya yang diperkenankan untuk produksi sepatu
tersebut adalah Rp 5.800.000. Pada tahun 2013 Dinda masih memiliki sisa kerugian atas
usahanya sebesar Rp 4.750.000. Berapakah besarnya pajak penghasilan terutang Dinda
tahun 2017 ?

15
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
oleh wajib pajak orang pribadi, yaitu pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa dan kegiatan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 21 Undang- Undang No. 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
No. 17 tahun 2000 dan diubah terakhir dengan PER-01/PJ/2016.

B. PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


 Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi atau badan, baik induk maupun cabang.
 Bendaharawan pemerintah.
 Dana pensiun, BPJS, serta badan-badan lain yang membayar uang pensiun, Tabungan Hari
Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT).
 Yayasan, lembaga, perhimpunan, organisasi dalam segala bidang kegiatan.
 BUMN/BUMD, perusahaan/badan pemberi imbalan kepada wajib pajak luar negeri.

C. DIKECUALIKAN SEBAGAI PEMOTONG PAJAK


 Kantor perwakilan Negara asing dengan asas timbal balik memberikan perlakuan yang
sama bagi perwakilan Indonesia di Negara tersebut.
 Organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

D. WAJIB PAJAK
 Pegawai, karyawan tetap, komisaris, dan pengurus.
 Pegawai lepas.
 Penerima pensiun.
 Penerima honorarium, komisi atau imbalan lainnya, uang saku, beasiswa atau hadiah.
 Penerima upah harian, mingguan, borongan, satuan.
Catatan:
PPh Pasal 21 dipotong atas penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
(WPDN), yaitu WNI dan WNA yang tinggal di Indonesia > 183 hari. Sedangkan untuk Wajib
Pajak Orang Pribadi Luar Negeri (WPLN) dipotong PPh Pasal 26.

16
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
E. YANG TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK
 Pejabat perwakilan diplomatik atau pejabat Negara asing.
 Orang-orang yang diperbantukan kepada pejabat tersebut yang bekerja dan bertempat
tinggal bersama mereka.
 Pejabat perwakilan organisasi Internasional dengan keputusan Menteri Keuangan
dengan syarat:
a. Bukan Warga Negara Indonesia (WNI)
b. Tidak menerima/ memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
c. Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

F. OBJEK PAJAK
1. Penghasilan teratur, terdiri dari :
 Gaji, upah, honorarium.
 Uang pensiun bulanan.
 Premi asuransi bulanan yang dibayarkan oleh pemberi kerja.
 Tunjangan-tunjangan.
 Hadiah, beasiswa.
 Uang lembur, uang sokongan, uang tunggu.
 Penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.
2. Penghasilan Tidak Teratur, terdiri dari:
 Bonus, gratifikasi, tantiem.
 Jasa produksi.
 Tunjangan Hari Raya (THR), tunjangan cuti.
 Premi tahunan.
 Penghasilan sejenis lainnya yang bersifat tidak teratur.
3. Penerima upah, terdiri dari:
 Upah harian.
 Upah mingguan.
 Upah satuan.
 Upah borongan.
4. Penghasilan yang bersifat final, terdiri dari:
 Tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan.
 Pemain music, MC, penyayi, bintang film.
 Olahragawan.

17
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
 Agen iklan.
 Peserta perlombaan.
 Petugas dinas luar asuransi.
 Petugas penjaja barang dagangan (sales).
 Peserta pendidikan, pelatihan dan pemagangan.
 Distributor perusahaan MLM direct selling.

G. YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK


1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
dwiguna dan asuransi beasiswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali, penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 21 termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya
dengan bentuk apapun yang diberikan oleh Bukan Wajib Pajak.
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan dan penyelenggara taspen dan BPJS yang dibayar oleh pemberi
kerja.

H. PENGURANG PENGHASILAN BRUTO


Untuk menentukan berapa besarnya penghasilan neto pegawai tetap maka penghasilan bruto
dikurangi :
1. Biaya Jabatan, yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, dengan jumlah maksimum
yang diperkenankan Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 perbulan.
2. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada badan dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan menteri keuangan dan badan penyelenggara
Tabungan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT) yang dipersamakan dengan
dana pensiun.

Catatan:
 Untuk menentukan besarnya penghasilan neto penerima pensiun, maka penghasilan bruto
berupa uang pensiun dikurangi biaya pensiun yang besarnya 5% dari penghasilan bruto
pensiun dengan jumlah maksimum Rp 2.400.000 setahun atau Rp 200.000 perbulan.
 Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari seorang pegawai, maka
penghasilan netonya terlebih dahulu dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

18
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
CONTOH PERHITUNGAN PEMOTONGAN PPh Pasal 21
A. Pegawai/Karyawan Tetap Yang Memperoleh Gaji/ Upah Bulanan
Contoh Kasus 1:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang memperoleh gaji bulanan
Opi (K/3) adalah seorang pegawai PT Vias Sejahtera. Ia memperoleh gaji perbulan
Rp9.000.000, tunjangan transport Rp 600.000, dan tunjangan makan Rp 500.000. PT
Vias Sejahtera mengikuti program BPJS dimana premi asuransi kecelakaan kerja dan premi
asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing Rp70.000 dan
Rp 80.000. Setiap bulan Opi membayar iuran THT sebesar Rp 50.000, dan iuran pensiun
Rp 60.000. Berapakah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan Pandu
ditahun 2016 tiap bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 9.000.000
Tunjangan Transport Rp 600.000
Tunjangan Makan Rp 500.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 70.000
Premi Asuransi Kematian Rp 80.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 10.250.000
Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp10.250.000 )
(maksimal diperkenankan) Rp 500.000
Iuran THT Rp 50.000
Iuran Pensiun Rp 60.000 +
Jumlah Pengurang Rp 610.000 -
Penghasilan Neto Sebulan Rp 9.640.000
Pengasilan Neto Setahun (12 × Rp 9.640.000) Rp 115.680.000
PTKP (K/3)
 Wajib Pajak = Rp 54.000.000
 Status Kawin = Rp 4.500.000
 Tanggungan = Rp 13.500.000 +
Rp 72.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 43.680.000

19
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
PPh Pasal 21 setahun : 5% × Rp 43.680.000 = Rp 2.184.000
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 2.184.000 ÷ 12 = Rp 182.000

Catatan:
 Untuk kasus seorang karyawan Indonesia (WPDN) yang memiliki kewajiban subjektifnya
sejak awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti bekerja pada pertengahan tahun atau
dalam tahun berjalan maka perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak perlu
disetahunkan, hanya dikalikan dengan banyaknya bulan bekerja dari karyawan
yang bersangkutan.
 Sementara untuk karyawan asing (WPLN) yang memiliki kewajiban subjektifnya sejak
awal tahun, tetapi baru mulai atau berhenti bekerja pada pertengahan tahun atau dalam
tahun berjalan maka atas penghasilan tersebut harus disetahunkan terlebih dahulu. Untuk
lebih jelasnya lihat contoh soal berikut:

Contoh Kasus 2:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang mulai/berhenti pada
pertengahan tahun
Bapak Fajar (K/1) bekerja pada PT. Banjir Rezeki pada 1 Agustus 2016. Setiap bulannya PT.
Banjir Rezeki membayar gaji untuk Bapak Fajar sebesar Rp 13.000.000, tunjangan makan Rp
500.000, dan tunjangan transport Rp 700.000. PT. Banjir Rezeki membayar premi
asuransi kecelakaan kerja sebesar Rp 65.000, dan premi asuransi kematian Rp 55.000.Setiap
bulan Bapak Fajar membayar iuran THT sebesar Rp 40.000, dan iuran pensiun Rp 50.000.
Berapakah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan Bapak Fajar setiap
bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 13.000.000
Tunjangan Transport Rp 700.000
Tunjangan Makan Rp 500.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 65.000
Premi Asuransi Kematian Rp 55.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 14.320.000
Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 14.320.000)

20
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
(maksimal diperkenankan) Rp 500.000
Iuran THT Rp 40.000
Iuran Pensiun Rp 50.000 +
Jumlah Pengurang Rp 590.000 -
Penghasilan Neto Sebulan Rp 13.730.000
Pengasilan Neto Setahun (5 × Rp13.730.000) Rp 68.650.000
PTKP (K/1)
 Wajib Pajak = Rp 54.000.000
 Status Kawin = Rp 4.500.000
 Tanggungan = Rp 4.500.000 +
Rp 63.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 5.650.000

PPh Pasal 21 setahun : 5% × Rp 5.650.000 = Rp 282.500


PPh Pasal 21 sebulan : Rp 282.500 ÷ 5 = Rp 56.500

Contoh Kasus 3:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang menerima gaji bulanan bagi
orang asing yang menjadi WPDN yang mulai/berhenti pada pertengahan tahun
Mr. Vhenard (K/2) adalah warga Negara Belanda yang mulai bekerja di Indonesia
tanggal 1 Oktober 2017 pada PT. Dreams Come True. Ia mendapatkan penghasilan setiap
bulannya berupa gaji Rp 12.000.000, tunjangan jabatan Rp 500.000, dan tunjangan keluarga
Rp 450.000. Premi asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian ditanggung oleh
pemberi kerja masing-masing Rp 80.000. Setiap bulan Mr. Vhenard membayar iuran THT
sebesar Rp 50.000, dan iuran pensiun Rp 60.000.Berapakah besarnya PPh Pasal 21 yang
terutang atas penghasilan Mr. Vhenard ditahun 2017?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang


:Penghasilan
terhutang:Gaji Sebulan Tunjangan Jabatan Rp 12.000.000
Tunjangan Keluarga Rp 500.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Premi Rp 80.000
450.000
Asuransi Kematian Rp 80.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 12.660.000
Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp12.660.000 )
21
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Biaya Jabatan (maks diperkenankan) Rp 500.000
Iuran THT Rp 50.000
Iuran Pensiun Rp 60.000 +
Jumlah Pengurang Rp 610.000 -
Penghasilan Neto Sebulan Rp 12.050.000
Pengasilan Neto Setahun (12 × Rp 12.050.000) Rp 144.600.000
PTKP (K/2)
 Wajib Pajak = Rp 54.000.000
 Status Kawin = Rp 4.500.000
 Tanggungan = Rp 9.000.000 +
Rp 67.500.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 77.100.000
PPh Pasal 21 setahun : 5% × Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% × Rp 27.100.000 = Rp 4.065.000 +
Rp 6.565.000

PPh Pasal 21 sebulan : Rp 6.565.000 ÷ 12 = Rp 547.083

Catatan:
Ada beberapa perusahaan yang menanggung PPh Pasal 21 dari penghasilan karyawannya dan
ada yang memberikan tunjangan pajak. Perbedaannya adalah:
 Bila perusahaan memberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak tersebut merupakan
penghasilan karyawan yang bersangkutan dan harus ditambahkan ke dalam penghasilan
brutonya sebelum dilakukan perhitungan PPh 21 atas penghasilan karyawan tersebut.
 Bila perusahaan menanggung PPh Pasal 21 dari karyawannya maka PPh Pasal 21
yang ditanggung perusahaan tersebut bukan merupakan penghasilan bagi karyawan
yang bersangkutan sehingga tidak ditambahkan ke dalam penghasilan bruto karyawan
tersebut dengan syarat bahwa PPh Pasal 21 karyawan yang ditanggung perusahaan itu
juga tidak boleh dianggap sebagai biaya bagi perusahaan.

Contoh Kasus 4:
Perhitungan PPh Pasal 21 atas karyawan yang memperoleh gaji bulanan dan
tunjangan pajak
Rio adalah seorang pegawai PT Kelapa Dua Jaya, sudah menikah dan memiliki 2 orang
anak. Ia memperoleh gaji sebesar Rp 8.500.000 dan tunjangan pajak Rp 80.000 per

22
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
bulan. Rio membayar iuran pensiun setiap bulannya sebesar Rp 70.000. Berapakah PPh
Pasal 21 yang ditanggung Rio setiap bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 8.500.000
Tunjangan Pajak Rp 80.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 8.580.000
Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 8.580.000 )
(maksimal diperkenankan) Rp 429.000
Iuran Pensiun Rp 70.000 +
Jumlah Pengurang Rp 499.000 -
Penghasilan Neto Sebulan Rp 8.081.000
Pengasilan Neto Setahun (12 × Rp 8.081.000) Rp 96.972.000
PTKP (K/2)
 Wajib Pajak = Rp 54.000.000
 Status Kawin = Rp 4.500.000
 Tanggungan = Rp 9.000.000 +
Rp 67.500.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 29.472.000
PPh Pasal 21 setahun : 5% × Rp 29.472.000 = Rp 1.473.600
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 1.473.600 ÷ 12 = Rp 122.800

Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak sebesar Rp 122.800 – Rp 80.000 = Rp 42.800
ditanggung oleh pegawai tersebut dengan dipotongkan dari penghasilannya perbulan.

Contoh Kasus 5:
Perhitungan PPh Pasal 21 atas karyawan yang PPh Pasal 21-nya ditanggung
pemberi kerja
Tn. Khalifi (K/1) bekerja pada PT Taman Mini Indah dengan penghasilan perbulan berupa
gaji sebesar Rp 7.500.000, dan tunjangan makan Rp 500.000, dan pajak ditanggung oleh
pemberi kerja. Setiap bulannya ia membayar iuran THT dan iuran pensiun masing - masing
sebesar Rp 60.000 dan Rp 70.000. Berapakah PPh Pasal 21 yang terhutang Tn. Khalifi
setiap bulannya?

23
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 7.500.000
Tunjangan Makan Rp 500.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 8.000.000
Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 8.000.000 )
(maksimal diperkenankan) Rp 400.000
Iuran THT Rp 60.000
Iuran Pensiun Rp 70.000 +
Jumlah Pengurang Rp 530.000 -
Penghasilan Neto Sebulan Rp 7.470.000
Pengasilan Neto Setahun (12 × Rp 7.470.000) Rp 89.640.000
PTKP (K/2)
 Wajib Pajak = Rp 54.000.000
 Status Kawin = Rp 4.500.000
 Tanggungan = Rp 9.000.000 +
Rp 67.500.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 22.140.000

PPh Pasal 21 setahun : 5% × Rp 22.140.000 = Rp 1.107.000


PPh Pasal 21 sebulan : Rp 1.107.000 ÷ 12 = Rp 92.250

PPh Pasal 21 sebesar Rp 92.250, ini bukan merupakan penghasilan bagi pegawai (Tn
Khalifi ) sehingga tidak boleh mengurangi penghasilan dari pemberi kerja.

B. Pegawai/Karyawan Tetap Yang Memperoleh Gaji/ Upah Bulanan


Perhitungan Pajak penghasilan atas bonus, gratifikasi, THR, dan pemberian lain yang bersifat
tidak tetap dan biasanya diberikan sekali dalam setahun dapat dilihat pada contoh
berikut:

24
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Contoh Kasus 1:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai yang memperoleh Gaji dan Bonus
Bapak Sudaryono (K/3) adalah seorang pegawai tetap PT Dwi Kartika. Ia memperoleh
gaji setiap bulannya Rp 5.000.000, serta mendapatkan tunjangan jabatan sebesar Rp 200.000,
dan tunjangan keluarga sebesar Rp 200.000. Pemberi kerja membayarkan premi asuransi
kecelakaan dan premi asuransi kematian masing-masing sebesar Rp 100.000 dan Rp
150.000. Bapak Sudaryono setiap bulannya harus membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000
dan iuran THT sebesar Rp 60.000.Pada bulan Juli Bapak Sudaryono mendapatkan bonus
sebesar Rp 5.000.000.Berapakah besarnya pajak terutang atas gaji dan bonus yang
diterima Bapak Sudaryono?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terhutang:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 5.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 200.000
Tunjangan Keluarga Rp 200.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 100.000
Premi Asuransi Kematian Rp 150.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 5.650.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 67.800.000
Bonus Rp 5.000.000 +
Penghasilan Bruto Gaji dan Bonus Rp 72.800.000
Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 72.800.000 )
(maksimal diperkenankan) Rp 3.640.000
Iuran THT (Rp 60.000 × 12) Rp 720.000
Iuran Pensiun (Rp 50.000 × 12) Rp 600.000 +
Rp 4.960.000 -
Penghasilan Neto Setahun Rp 67.840.000
PTKP (K/3)
 Wajib Pajak = Rp 54.000.000
 Status Kawin = Rp 4.500.000
 Tanggungan = Rp 13.500.000 +
Rp 72.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak (Rp 4.160.000)

Dalam hal ini Bapak tidak membayar PPh Pasal 21, baik PPh Pasal 21 atas bonus, gaji,
maupun gaji dan bonus, karena PTKP lebih besar dari penghasilan neto setahun.

25
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Contoh Kasus 2:
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai yang memperoleh Gaji dan Bonus
Bapak Ilman (K/3) adalah seorang pegawai tetap PT Swadaya . Ia memperoleh gaji setiap
bulannya Rp 9.000.000, serta mendapatkan tunjangan jabatan sebesar Rp 400.000, dan
tunjangan keluarga sebesar Rp 300.000. Pemberi kerja membayarkan premi asuransi
kecelakaan dan premi asuransi kematian masing-masing sebesar Rp 200.000 dan Rp
250.000. Bapak Ilman setiap bulannya harus membayar iuran pensiun sebesar Rp 70.000 dan
iuran THT sebesar Rp 50.000. Pada bulan Juli, Bapak Ilman mendapatkan bonus sebesar Rp
11.000.000. Berapakah besarnya pajak terutang atas gaji dan bonus yang diterima
bapak Ilman ?

Perhitungan PPh Pasal 21 Gaji dan Bonus:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 9.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 400.000
Tunjangan Keluarga Rp 300.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 200.000
Premi Asuransi Kematian Rp 250.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 10.150.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 121.800.000
Bonus Rp 11.000.000 +
Penghasilan Bruto Gaji dan Bonus Rp 132.800.000
Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 132.800.000 )
(maksimal diperkenankan) Rp 6. 000.000
Iuran THT (Rp 50.000×12) Rp 600.000
Iuran Pensiun (Rp 70.000×12) Rp 840.000 +
Penghasilan Neto Setahun
Jumlah Pengurang Rp
Rp125.360.000
7.440.000 -
PTKP (K/3)
 Wajib Pajak = Rp 54.000.000
 Status Kawin = Rp 4.500.000
 Tanggungan = Rp 13.500.000 +
Rp 72.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 53.360.000

26
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus :
5% × Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% × Rp 3.360.000 = Rp 504.000 +
Rp 3.004.000

b. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji:


Penghasilan Gaji Sebulan Rp 9.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 400.000
Tunjangan Keluarga Rp 300.000
Premi Asuransi Kecelakaan Kerja Rp 200.000
Premi Asuransi Kematian Rp 250.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 10.150.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 121.800.000
Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 121.800.000 )
(maksimal diperkenankan) Rp 6.000.000
Iuran THT (Rp 50.000 × 12) Rp 600.000
Iuran Pensiun(Rp 70.000 × 12) Rp 840.000 +
Jumlah Pengurang Rp 7.440.000 -
Penghasilan Neto Setahun Rp 114.360.000
PTKP (K/3)
 Wajib Pajak = Rp 54.000.000
 Status Kawin = Rp 4.500.000
 Tanggungan = Rp 13.500.000 +
Rp 72.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 42.360.000

PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji :


5% × Rp 42.360.000 = Rp 2.118.000

c. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Bonus:


PPh pasal 21 atas Gaji dan Bonus = Rp 3.004.000
PPh pasal 21 atas Gaji = Rp 2.118.000 -
PPh pasal 21 atas Bonus = Rp 886.000

27
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
C. Pegawai/Karyawan yang Menerima Gaji / Upah Bulanan dan Pensiun
 Uang pensiun adalah hak seseorang untuk memperoleh penghasilan setelah bekerja
sekian tahun dan sudah memasuki usia pensiun atau ada sebab lain sesuai dengan
perjanjian yang telah ditetapkan. Penghasilan ini biasanya berupa uang yang dapat
diambil setiap bulannya atau diambil sekaligus pada saat seseorang memasuki masa
pensiun, hal ini tergantung dari kebijakan yang terdapat dalam suatu perusahaan.
 Uang tebusan pensiun yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan PPh Pasal 21
yang bersifat final. Penghasilan berupa uang tebusan pensiun dianggap dibayarkan
sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.
 Wajib pajak yang menerima penghasilan dari pension tetap dikenakan pajak penghasilan
atas uang pension yang diterimanya.
 Untuk menentukan PKP, penghasilan bruto hanya dikurangi dengan biaya pensiun
sebesar 5% dari penghasilan bruto dan setinggi-tingginya Rp 200.000 atau Rp
2.400.000 setahun serta dikurangi dengan PTKP.

Contoh Kasus :
Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Gaji dan Pensiun dari Badan Dana
Pensiun
Bapak Ridho Antito (K/1) adalah karyawan pada perusahaan PT. Gunung Rejeki . Beliau
masih memiliki anak yang masih menjadi tanggungan. Beliau menerima gaji Rp 7.500.000 /
bulan. Beliau mendapat Premi Asuransi Kecelakaan & Tunjangan keluarga masing-
masing Rp 60.000 dan Rp 150.000. Bapak Ridho membayar sendiri iuran BPJS dan iuran
pensiun masing-masing Rp 35.000 dan Rp 45.000. Pada tanggal 1 Oktober 2017, beliau
pensiun dan menerima iuran pensiun setiap bulannya Rp 6.000.000. Berapakah:
a. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji selama tahun 2017!
b. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Pensiun untuk tahun 2017!
c. PPh Pasal 21 yang terutang atas Pensiun selama tahun 2017!
d. PPh Pasal 21 yang terutang atas Pensiun untuk tahun berikutnya!

Jawaban :
a. Perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji 9 bulan (tahun 2017)
Penghasilan gaji sebulan Rp 7.500.000
Premi Asuransi Kecelakaan Rp 60.000

28
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Tunjangan keluarga Rp 150.000 +
Total Penghasilan Bruto Gaji Rp 7.710.000
Pengurang:
Biaya Jabatan (5% x Rp 7.710.000) Rp 385.500
Iuran BPJS Rp 35.000
Iuran Pensiun Rp 45.000 +
Rp 465.500 –
Penghasilan Neto Gaji Sebulan Rp 7.244.500
Penghasilan Neto Gaji 9 Bulan (Rp 7.244.500 x 9 bulan) Rp 65.200.500
PTKP (K/1)
 Wajib Pajak = Rp 54.000.000
 Status Kawin = Rp 4.500.000
 Tanggungan (1) = Rp 4.500.000 +
Rp 63.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 2.200.500
PPh Pasal 21 atas Gaji 9 bulan:
5% x Rp. 2.200.500 = Rp 110.025
b. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji 9 Bulan dan Pensiun 3 Bulan
Penghasilan Pensiun Sebulan Rp 6.000.000
Pengurang:
Biaya Pensiun (5% x Rp. 6.000.000) Rp 200.000 -
Pengahasilan netto pensiun sebulan Rp 5.800.000
Penghasilan netto pensiun 3 bulan (Rp. 5.800.000 x 3 bulan) Rp 17.400.000
Pengahasilan netto gaji 9 bulan Rp 65.200.500 +
Pengahasilan netto gaji & pensiun Rp 82.600.500
PTKP (K/1) Rp 63.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 19.600.500
PPh Pasal 21 atas Gaji & Pensiun:
5% x Rp 19.600.500 = Rp 980.025
c. Perhitungan PPh Pasal 21 atas pensiun
PPh Pasal 21 atas Gaji dan Pensiun = Rp 980.025
PPh Pasal 21 atas Gaji = Rp 110.025 -
PPh Pasal 21 atas Pensiun = Rp 870.000

29
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
d. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Pensiun Bulanan mulai Januari
2018
Penghasilan Pensiun Sebulan Rp 6.000.000
Pengurang:
Biaya Pensiun (5% x Rp 6.000.000) Rp 200.000 -
Pengahasilan netto pensiun sebulan Rp 5.800.000
Pengahasilan netto pensiun setahun (Rp 5.800.000 x 12) Rp 69.600.000
PTKP (K/1) Rp 63.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 6.600.000

PPh Pasal 21 terutang selama setahun: 5% x Rp 6.600.000 = Rp 330.000


PPh Pasal 21 terutang selama sebulan: Rp 330.000 / 12 = Rp 27.500

I. PPH PASAL 21 ATAS PENGHASILAN TENAGA AHLI


Pemotongan pajak penghasilan atas penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan
tenaga ahli atau persekutuan tenaga ahli. Tenaga Ahli tersebut antara lain :
• Pengacara • Akuntan • Konsultan • Penilai
• Aktuaris • Notaris • Dokter • Arsitek
• Tenaga Ahli lain pemberi jasa profesi
Besarnya PPh Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli Sebagai imbalan
atas jasa yang dilakukan di Indonesia, dihitung dengan cara menerapkan tarif Pasal 17 atas
jumlah kumulatif* sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto yang
dibayarkan atau terutang dalam 1 (satu) tahun kalender.

(50% x Penghasilan Bruto) x tarif pasal 17)

Secara ringkas rumus yang digunakan:


*) jumlah kumulatif : dalam lapisan tarif terendah telah digunakan penuh, maka
pemotongan akan menggunakan lapisan tarif berikutnya. Sebagai imbalan atas jasa yang
dilakukan di Indonesia, diterapkan tarif pasal 17 dari perkiraan penghasilan neto dari masing –
masing tenaga ahli dengan menggunakan norma perhitungan sebesar 50% untuk semua jenis
pekerjaan tenaga ahli.

30
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus :
1. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh bukan
pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat TIDAK berkesinambungan
Upin Maripun melakukan jasa perbaikan komputer kepada PT Ayam Goreng dengan fee
sebesar Rp 9.200.000. Berikut adalah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang:

(50% x Rp 9.200.000) x 5 % = Rp. 230.000

*Jika Upin Maripun tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang
menjadi sebesar:
120% x 5% x (50% x Rp 9.200.000) = Rp 276.000

2. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh bukan
pegawai yang menerima penghasilan yang bersifat berkesinambungan
Ryandi merupakan seorang Dokter, setiap bulannya ia menerima penghasilan dari
jasanya sebagai Dokter. Berikut adalah penghasilan yang diterima oleh Ryandi selama
bulan Januari - Juli 2017 :

Bulan Pembayaran Atas Jasa Dokter (Rp)


Januari 40.000.000,00
Februari 41.000.000,00
Maret 35.000.000,00
April 45.000.000,00
Mei 46.000.000,00
Juni 39.000.000,00
Juli 55.000.000,00
Jumlah 301.000.000,00

31
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Juli 2017:
Dasar Tarif Pasal
Dasar
Pemotongan
Bulan Penghasilan Pemotongan 17 (ayat 1) PPh Terutang
PPh Pasal 21
PPh Pasal 21
Bruto (Rp) Kumulatif UU PPh (Rp)
(Rp)
(Rp)
(1) (2) (3) = 50% X (2) (4) (5) (6) = (3) X (5)
Januari 40.000.000 20.000.000 20.000.000 5% 1.000.000
Februari 41.000.000 20.500.000 40.500.000 5% 1.025.000
19.000.000 9.500.000 50.000.000 5% 475.000
Maret ----------- ------------ ------- ----------
16.000.000 8.000.000 58.000.000 15% 1.200.000
April 45.000.000 22.500.000 80.500.000 15% 3.375.000
Mei 46.000.000 23.000.000 103.500.000 15% 3.450.000
Juni 39.000.000 19.500.000 123.000.000 15% 2.925.000
Juli 55.000.000 27.500.000 150.500.000 15% 4.125.000
Jumlah 301.000.000 150.500.000 17.575.000

J. PERHITUNGAN PPH PASAL 21 ATAS PENGHASILAN BERUPA UANG


TEBUSAN PENSIUN DAN UANG PESANGON
 Peraturan mengenai uang tebusan pensiun dan uang pesangon ini diatur pada Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010.
 Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk
Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja, termasuk uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
 Pegawai / karyawan yang berhenti pada saatnya atau yang disebut dengan pensiun atau
berhenti dengan hormat yang diberikan uang tebusan pensiun / pesangon yang
dibayarkan sekaligus sebagai pengganti gaji atau upah yang diterima dimasa – masa
berikutnya.
 Perhitungan atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun yang
dibayarkan oleh dana pensiun yang disahkan oleh Kementrian Keuangan dan
Tunjangan Hari Tua dipotong pajak penghasilan yang bersifat FINAL dengan
ketentuan sebagai berikut :

32
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Tarif Uang Pesangon


Penghasilan Bruto Tarif
Sampai dengan Rp 50.000.000 0%
Di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 100.000.000 5%
Di atas Rp 100.000.000 s/d Rp 500.000.000 15%
Di atas Rp 500.000.000 25%

Tarif Uang Tebusan Pensiun


Penghasilan Bruto Tarif
Sampai dengan Rp 50.000.000 0%
Di atas Rp 50.000.000 5%

Contoh Kasus :
Perhitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Pesangon / Tebusan Pensiun
1. Ny. Entin Puspita merupakan Karyawan suatu perusahaan yaitu PT. Tepung Sagu setelah
bekerja selama 30 tahun. Ia berhenti bekerja pada bulan Juni dan mendapatkan uang
pesangon Rp 180.000.000. hitunglah berapa besar pajak yang dipotong atas pesangon
tersebut!
Jawaban :
PPh Pasal 21 Terutang :
0% × Rp 50.000.000 = Rp 0
5% × Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% × Rp 80.000.000 = Rp 12.000.000 +
Rp 14.500.000

2. Tn. Pandu bekerja pada sebuah Perusahaan Listrik Negara di kota Tarakan sebagai
Supervisior. Ia sudah bekerja selama 35 tahun. Pada Maret 2016 Tn. Pandu pensiun dari
pekerjaannya dan mendapatkan uang tebusan pensiun sebesar Rp 521.000.000. hitunglah
berapa besarnya pajak yang dipotong atas uang manfaat pensiun tersebut.
Jawaban :
PPh Pasal 21 terutang :
0% × Rp 50.000.000= 0
5% × Rp 471.000.000= Rp 23.550.000 +
Rp 23.550.000

33
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Catatan :
Apabila uang pesangon dibayarkan dalam 2 tahap, yang dibayarkan pertama adalah uang
muka dan kedua dibayarkan setelah karyawan sudah benar-benar tidak bekerja lagi. Oleh
karena itu perhitungan PPh 21 atas uang pesangon adalah dengan cara mengenakan Tarif
final sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan diatas. Setelah dikurangi
jumlah yang dikecualikan dari pemotongan pajak sebesar Rp 50.000.000. Sedangkan atas
pembayaran tahap dua atau sisanya dikenakan PPh Final langsung tanpa mengulangi
pengurangan yang dikecualikan yaitu sebesar Rp 50.000.000 dengan Tarif yang merupakan
kelanjutan dari perhitungan PPh Final tahap pertama sesuai dengan Keputusan Menteri
Keuangan.

34
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. Arjuna adalah seorang pegawai tetap pada PT Lizidi, berstatus menikah dan memiliki 5
orang anak. Setiap bulannya ia memperoleh gaji Rp 10.000.000, tunjangan makan dan
tunjangan transport sebesar Rp 300.000 dan Rp 400.000. Setiap bulannya Arjuna harus
membayar iuran pensiun dan iuran THT masing-masing sebesar 2% dari gaji
pokoknya. Hitunglah PPh pasal 21 yang terhutang atas penghasilan yang diterima
Arjuna!

2. Nona Yanti (TK/0) bekerja pada PT Zolaro pada bulan September 2017. PT Zolaro
setiap bulannya membayar gaji untuk nona Yanti sebesar Rp 15.000.000, tunjangan
transport dan tunjangan makan masing-masing Rp 400.000 dan Rp 500.000. Premi
asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja
masing-masing Rp 200.000 dan Rp 150.000. Setiap bulan nona Yanti membayar iuran
THT Rp 200.000 dan iuran pensiun Rp 100.000. Berapakah besarnya PPh pasal 21
yang terutang atas penghasilan nona Yanti?

3. Mr Vhan seorang warga negara Belanda, ia baru mulai bekerja di PT Uncle Sam sejak
1 Juni 2017. Ia menerima gaji sebulan Rp 11.000.000, tunjangan transport Rp 300.000
dan tunjangan makan Rp 250.000. Perusahaan menanggung premi asuransi kematian
dan premi asuransi kecelakaan sebesar Rp 100.000 dan Rp 120.000. Sementara itu Mr
Vhan membayar iuran THT sebesar Rp 50.000 dan iuran pensiun Rp 30.000 setiap
bulannya. Mr Vhan berstatus menikah dan memiliki 1 orang anak. Hitung besarnya
PPh 21 yang harus dibayar oleh Mr Vhan untuk tahun 2017?

4. Bapak Jepri (K/3) bekerja pada PT Riau Jaya, ia mendapatkan gaji sebulan Rp
8.000.000. Perusahaan juga memberikan tunjangan makan dan tunjangan transport
masing-masing sebesar Rp 300.000 dan Rp 200.000. Bapak Jepri juga menerima
asuransi kecelakaan sebesar Rp 30.000 dan premi asuransi kematian sebesar Rp
35.000. Setiap bulannya bapak jepri harus membayar iuran JHT sebesar Rp 55.000 dan
iuran pensiun Rp 50.000. Pada tanggal 1 Agustus 2017, Bapak Jepri mendapatkan
bonus dari perusahaan sebesar Rp 8.000.000. Hitunglah :
a. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus tahun 2017
b. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji tahun 2017

35
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
c. PPh Pasal 21 yang terutang atas Bonus tahun 2017

5. Ibu Kaysa adalah seorang pegawai PT Cahaya Bulan yang mempunyai 4 orang anak,
dan suaminya bekerja pada PT Cahaya Matahari. Ibu Kaysa mendapatkan gaji
perbulan Rp 8.300.000 dan mendapatkan tunjangan jabatan sebesar Rp 200.000, serta
tunjangan keluarga Rp 200.000. Perusahaan membayarkan premi asuransi kecelakaan
kerja dan premi asuransi kematian sebesar Rp 60.000 dan Rp 55.000. Setiap bulannya
Ibu Kaysa membayar iuran JHT sebesar Rp 70.000 dan iuran pensiun Rp 60.000. Pada
bulan Februari 2017, ibu Kaysa mendapatkan bonus dari kantornya sebesar Rp
7.000.000. Hitunglah :
a. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus tahun 2017
b. PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji tahun 2017
c. PPh Pasal 21 yang terutang atas Bonus tahun 2017

6. Ny. Suhartin Eka merupakan karyawan suatu perusahaan yaitu PT Bintang Kejora,
setelah bekerja selama 17 tahun. Ia berenti bekerja pada bulan Juli dan mendapatkan
uang pesangon Rp 140.000.000. Berapakah besar pajak yang dipotong atas pesangon
tersebut?

7. Tn. Dimas Ageng bekerja pada sebuah Perusahaan Air Minum di kota Sukabumi
sebagai HRD. Ia sudah bekerja selama 45 tahun. Pada bulan November 2017, ia
pensiun dari pekerjaannya dan mendapatkan uang tebusan pensiun sebesar Rp
825.000.000. Berapakah besarnya pajak yang dipotong atas uang tebusan pensiun
tersebut?

36
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23


Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa,
atau hadiah dan penghargaan, deviden, bunga, royalti, sewa, serta penggunaan harta
selain yang telah dipotong PPh Pasal 21 dan PPh Final (4 ayat 2). Pengenaan atas
penghasilan-penghasilan tersebut memiliki sandaran hukum yakni pasal 23 Undang-
undang PPh, sehingga disebut PPh Pasal 23.

B. SUBJEK PAJAK
Yang menjadi Subjek Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah Wajib Pajak dalam
negeri, baik WP Orang Pribadi maupun WP Badan, termasuk bentuk usaha Tetap yang
menerima penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau penyelengaraan
kegiatan selain yang telah dipotong PPh 21.

C. PEMOTONG PAJAK
Pemotong PPh Pasal 23 adalah seluruh pihak yang memberikan atau
membayarkan penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 23. Pemotong PPh Pasal 23
meliputi:
 Badan, Lembaga, atau Instansi Pemerintah
 BUMN / BUMD
 Badan Hukum Lainya (PT, Fa, Yayasan, Koperasi, Perhimpunan, Kongsi, BUT, dll)
 WPOP dalam negeri tertentu yang ditunjuk DJP.

D. OBJEK PAJAK
 Deviden dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
 Bunga : Premium, Diskonto, Imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
hutang.
 Sewa atas penggunaan harta
 Royalti
 Hadiah / penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21
 Imbalan jasa teknik, jasa manajemen, dan jasa lainnya selain yang telah dipotong
PPh Pasal 21.

37
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
E. YANG TIDAK DIPOTONG PAJAK
 Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
 Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan
hak opsi (Capital Lease)
 Deviden yang diterima oleh :
* Perseroan terbatas WPDN
* BUMN/BUMD
 Bunga obligasi yang diterima/diperoleh perusahaan reksa dana selama lima tahun
pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha
 Bagian yang diterima / diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi.
 Simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

F. TARIF PAJAK (Bersifat Tidak FINAL)


Tarif 15% x jumlah bruto atas:
1. Deviden badan, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis
dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
*(Deviden orang pribadi tarif 10% final)
2. Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian
hutang
3. Royalti
4. Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh 21
Tarif sebesar 2% x jumlah bruto dan tidak termasuk PPN

No. Jenis Penghasilan


1 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
khususkendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu
berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis.
2 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta selain
kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan
kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau
bangunan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

38
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Tarif 2% atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultasi dan jasa lain

No. Jenis Jasa (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015)


1. Jasa Penilai
2. Jasa Aktuaris
3. Jasa Akuntansi, pembukuan, atestasi laporan keuangan
4. Jasa Perancang (design)
5. Jasa Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi
(migas) kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap
6. Jasa penunjang di bidang penambangan migas
7. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain
8. Jasa
migaspenunjang di bidang penerbangan dan Bandar udara

9. Jasa penebangan hutan


10. Jasa pengolahan limbah
11. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourching service)
12. Jasa perantara dan/atau kegenan
13. Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilaukan
oleh Bursa Efek
14. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan
15. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
16. Jasa mixing film
17. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan
18. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas,
AC,
19. dan/atau TV kabel
Jasa perawatan alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan
20. Jasa maklon
21. Jasa penyelidikan dan keamanan
22. Jasa penyelenggaraan kegiatan atau event organizer
23. Jasa pengepakan
24. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar
ruang atau media lain untuk penyampaian informasi
25. Jasa pembasmian hama
26. Jasa kebersihan/ cleaning service
27. Jasa catering atau tata boga
28. Jasa sedot septic tank

39
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
29. Jasa pemeliharaan kolam
30. Jasa Freight forwarding
31. Jasa logistic
32. Jasa pengurusan document
33. Penyiapan dan/atau pengolahan lahan
34. Pembibitan dan/atau penanaman bibit
35. Jasa loading dan unloading
Jasa laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilkukan oleh lembaga atau
36.
insitusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis.

37. Jasa pengelolaan parker


38. Jasa Penyondiran tanah
39 Perencanaan kota dan arsitektur landscape
Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide,
40
klise, banner, pamphlet, baliho dan folder
41 Pembuatan dan/atau pengelolaan website
42 Internet termasuk sambungannya
Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau
43
program

44 Pemeliharaan tanaman
45 Permanenan
Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau
46
perhutanan
47 Dekorasi
48 Pencetakan/penerbitan
49 Penerjemahan

50 Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-


Undang Pajak Penghasilan
51 Pelayanan pelabuhan
52 Pengangkutan melalui jalur pipa
53 Pengelolaan penitipan anak
54 Pelatihan dan/atau kursus
55 Pengiriman dan pengisian uang ke ATM
56 Sertifikasi
57 Survey

40
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
58 Tester
Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada
59
APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran

60 Pendapatan
Arsitektur dan Belanja Daerah)
61 Hukum

Catatan :
Pemotongan pajak penghasilan berdasarkan tarif baru sebesar 2 % ini dikenakan atas
jumlah bruto tidak termasuk PPN sedangkan dalam hal penerima imbalan tidak memiliki
NPWP besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen) dari pada tarif
15% atau 2% sehingga menjadi 30% atau 4%.

G. SAAT TERUTANG, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN


PASAL 23

1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan


untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang
terjadi terlebih dahulu.
2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan
takwimberikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20
hari setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan
dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan
dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

41
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Contoh soal pph pasal 23 :
1. Pada tanggal 22 Oktober 2016, PT. Syahdu, membagikan dividen masing-masing Rp
25.000.000 kepada 5 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan, PT. Syahdu
wajib memungut PPh Pasal 23.
Jawab :
PPh pasal 23 yang harus dipotong PT. Syahdu adalah :
 (Rp 25.000.000 x 5) x 15% = Rp 18.750.000
2. Pada tanggal 16 febuari 2016 bapak Suryano mendapatkan hadiah sebesar
Rp20.000.000 dia bekerja disalah satu perusahaan dan tidak memiliki NPWP,
berapakah besar Pph pasal 23 yang dikenakan bapak Suryano ?
 30% x Rp20.000.000 = Rp6.000.000

42
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 26


Pajak Penghasilan Pasal 26 yaitu Pajak yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Luar Negeri (WPLN) selain bentuk usaha tetap (BUT) diIndonesia.Bentuk usaha tetap
merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek
pajak badan.
Negara domisili dari WPLN selain yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara
tempat tinggal atau tempat kedudukan WPLN yang sebenarnya menerima manfaat dari
penghasilan tersebut (beneficial owner).

B. SUBJEK PAJAK
Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) yang berarti orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal diIndonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan,dan Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia.

C. PEMOTONG PAJAK
Pemotong PPh Pasal 26 adalah seluruh pihak yang memberikan atau
membayarkan penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 26. Pemotong PPh Pasal 26
meliputi:
 Badan, Lembaga, atau Instansi Pemerintah
 WP badan/pribadi dalam negera
 Penyelenggaraan kegiatan
 Badan Hukum Lainnya ( PT, Fa, Yayasan, Perhimpunan, Kongsi, BUT, dll)

D. OBJEK PAJAK
 Deviden
 Bunga termasuk premium, diskonto, premi SWAP, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang
 Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

43
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
 Hadiah dan Penghargaan
 Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
 Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali pengalihan harta berupa
tanah dan/bangunan
 Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.

E. TARIF (Bersifat FINAL)


a. PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Penghasilan Bruto :
 Deviden
 Bunga termasuk premium, diskonto, premi SWAP, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian hutang
 Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan
 Hadiah dan Penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun
 Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
 Keuntungan karena pembebasan hutang
b. PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto :
 Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri
(Keputusan Menteri Keuangan No.624/KMK.04/1994) yaitu :
 20% x 50% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di
luar negeri
 20% x 10% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN oleh
perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia
 20% x 5% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN oleh
perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia .
c. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau perusahaan antara
conduit company atau spesial purpose pengalihan saham company yang didirikan
atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia
d. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT
diIndonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia maka
PPh Pasal 26 sebesar 20% tersebut tidak dikenakan.

44
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
e. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di indonesia, kecuali yang
diatur dalam pasal 4 ayat (2) UU PPh (PPh Final), yang besarnya melebihi
Rp10.000.000,00 untuk setiap jenis transaksi, yang diterima atau diperoleh WP luar
Negeri selain BUT, dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan
neto yang besarnya 25% dari harga jual. Selain penghasilan dari penjualan atau
pengalihan harta yang besarannya tidak melebihi Rp10.000.000,00 untuk setiap jenis
transaksi, dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26.

F. PERJANJIAN PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA (P3B)


Perjanjian Pajak antara dua negara (bilateral) yang mengatur mengenai
pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh penduduk
dari salah satu atau kedua negara pihak pada persetujuan (Both Contracting State),
dimana pembagian hak pemajakan tersebut diatur dengan tujuan untuk mencegah
seminimal mungkin terjadinya pengenaan pajak berganda.

Catatan:
Dalam hal telah dilakukan perjanjian penghindaran pajak berganda antarapemerintah RI
dan negara lain (Treaty Partner), penghitungan besarnya PPh 26 didasarkan pada tax
treaty tersebut (dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 26 atau dikenakan PPh Pasal 26
dengan tarif yang lebih rendah).

Contoh Perhitungan PPh Pasal 26


1. Song Joong Ki adalah atlet dari korea mengikuti perlombaan Lari Biskuat di Indonesia pada
Febuari 2017, dan berhasil merebut hadiah sebesar US$ 40,000. Kurs untuk US$1 = Rp
13.500. Hitunglah pph pasal 26 yang harus dipotong dalam kegiatan yang berada di
Indonesia?

Jawab :
Jadi PPh Pasal 26 yang dipotong penyelenggara kegiatan di Indonesia adalah :
Kurs yang berlaku :US$40,000 x Rp 13.500 = Rp540.000.000
PPh Pasal 26 : 20% x Rp540.000.000=108.000.000

45
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
2. PT. Akan Indah merupakan perusahaan persewaan gedung kantor. pada tahun 2016
mengasuransikan bangunan bertingkat kepada perusahaan asuransi diluar negeri, premi yang
harus dibayarkan oleh PT. Akan Indah sebesar Rp550.000.000. Berapa Pph terutang PT.
Akan Indah?

Jawab :
Pph pasal 26 : 20% x 50% x Rp500.000.000 = Rp50.000.000

46
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (2)

A. PENGERTIAN PENGENAAN PPh BERDASARKAN PASAL 4 AYAT (2)


Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 ditentukan bahwa atas
penghasilan berupa deposito dan tabungan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi
saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pegalihan harta berupa
tanah dan atau bangunan dan pengahasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

B. SIFAT
Menurut keputusan Direktorat Jendral Pajak pengenaan pajak penghasilan
dalamketentuan ini dapat bersifat final.

C. SUBJEK PAJAK
Subjek pajak yang karena ketentuan dari Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh
menjadi WPDN adalah semua subjek pajak yang memperoleh penghasilan berupa bunga
deposito, dan tabungan tabungan lainnya penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas
lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau
bangunan dan penghasilan tertentu lainnya.

D. OBJEK PAJAK
a. Bunga deposito/tabungan, diskonto SBI dan jasa giro, serta bunga simpanan anggota
koperasi.
b. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek
c. Bunga/diskonto Obligasi
d. Hadiah undian
e. Jasa konstruksi
f. Persewaan tanah/bangunan
g. Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan
h. Penghasilan tertentu lainnya

47
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
E. JATUH TEMPO PAJAK
 PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh pemotong pajak penghasilan harus disetor
paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
 PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak harus disetor
paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
 Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak
sendiri maupun yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut PPh, wajib
menyampaikan SPT masa PPh pasal 4 ayat (2) paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah masa pajak berakhir.

F. PEMUNGUT PAJAK
a) Penyelenggara bursa dan undian
b) Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
c) Bank dan Dana Pensiun
d) Perusahaan Modal Ventura
e) Penerbit Obligasi, Bank, Dana Pensiun, Reksadana
f) Pengguna Jasa Konstruksi

G. TARIF PAJAK BERDASARKAN PASAL 4 AYAT (2)


a) Pajak penghasilan atas bunga deposito/tabungan, diskonto SBI dan jasa giro
(final):sebesar 20% x jumlah bruto
Catatan:
 Untuk jumlah bunga tabungan yang ≥Rp7.500.000, bunganya dikenakan PPh
Pasal 4 ayat (2) sedangkan jumlah bunga tabungan yang <Rp7.500.000 tidak
dikenakan pajak.
b) Pajak penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham dibursa efek
(final):
 Bukan saham pendiri: 0,1% × Nilai transaksi
 Saham pendiri: (0,1% × Nilai transaksi) + (0,5% × Nilai saham pasar saat
penawaran umum perdana (IPO)

c) Penjualan saham milik perusahaan modal ventura: sebesar 0,1% dari jumlah bruto.

48
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
d) Pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga atau diskonto obligasi yang dijual
dibursa efek (final):
Catatan:
 Untuk bunga/diskonto obligasi yang ditempatkan di dalam negeri sebesar 15%
(lima belas persen) dari jumlah bruto.
 Untuk bunga/diskonto obligasi yang ditempatkan di luar negeri sebesar 20%
(dua puluh persen) dari jumlah bruto.
e) Pajak penghasilan atas hadiah undian (final):
Atas hadiah undian dikenakan PPh sebesar 25% (duapuluh lima persen) dari jumlah
bruto hadiah atau nilai pasar hadiah. Baik itu yang menerima Wajib Pajak Orang
Pribadi atau Badan.
f) Pembayaran pajak penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dana dan atau
bangunan (final):
10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan
g) Pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 sebagaimana diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi, pasal 3 bahwa Jenis-jenis penghasilan dan
tarif pemotongan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 diantaranya adalah:

No. Jenis Penghasilan Tarif

1. Jasa Perencanaan/Pengawasan
a. Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha 4%
b. Penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha 6%
2. Jasa Pelaksana Konstruksi
a. Penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil 2%
b. Penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha 4%
c. Penyedia Jasa selain huruf a dan huruf b 3%

Catatan:
o FINAL bagi usaha kecil berdasarkan sertifikasi lembaga yang berwenang
serta mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp 1 miliar.
o TIDAK FINAL bagi usaha besar.

49
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
h) Pembayaran pajak penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan
atau bangunan (final):
Besarnya PPh adalah sebesar 2,5% (Dua Koma Lima Persen) dari jumlah bruto
nilai
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kecuali atas pengalihan hak atas
rumah sederhana dan rumah susun sederhana yang dilakukan oleh WP yang usaha
pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh
sebesar 1% (Satu Persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan.

Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan PPh adalah :


1. Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan dibawah PTKP yang
melakukan pengalihan hak atas tanah dan bangunan dengan jumlah bruto
pengalihannyakurang dari Rp. 60.000.000,00 dan bukan merupakan umalh
yang dipecah pecah.
2. Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan bangunan kepada Pemerintah.
3. Orang Pribadi yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan
cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat,
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial dll.
4. Badan yang melakukan pengalihan tanah dan/atau bangunan dengan cara
hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial dll.
5. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.
i) Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi (final):
 Untuk bunga simpanan anggota koperasi yang besarnya < Rp240.000
dikenakan tarif 0%
 Untuk bunga simpanan anggota koperasi yang besarnya > Rp240.000
dikenakan tarif 10% dari jumlah yang dibayarkan kepada anggota koperasi.
J) Deviden orang Pribadi tarif 10%

50
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. PT. WATAWmempunyai data-data pembukuan Tahun 2017 sebagai berikut :


A. Dibayar jasa kebersihan sebesar Rp 14.500.000 (termsuk ppn 10%)
B. Dibayar Bunga premium kepada PT. YAKININ DIA sebesar Rp 24.500.000
C. Diterima hadiah undian sebesar Rp 250.000.000 dari PT. Kangen.
D. Dibayar deviden sebesar Rp 126.500.000 kepada PT. MAJUMUNDUR

2. PT. Siang Malam bergerak di bidang pakaian mempunyai data pengeluaran Tahun 2017
sebagai berikut :
A. Pada tanggal 06 Desember dibayar Jasa perancang pakaian karyawan sebesar
Rp14.000.000.
B. Pada tanggal 16 Febuari dibayar Jasa pelatihan sebesar Rp 10.000,000.
C. Dibayar jasa sewa mobil ELF pada tanggal 21 April sebesar Rp 9.500.000
D. Pada Tanggal 2 September dibayar sewa bangunan sebesar Rp 60.000.000

3. Mr. Singh adalah karyawan asing pada perusahaan PT Dome Desain. Mr singh bertempat
tinggal kurang dari 185 hari. Dalam bulan April 2016, Singh memperoleh gaji sebesar
US$7,000 sebulan. Kurs yang berlaku adalah Rp 13.500,- per US$ 1. Hitunglah pajak yang
harus dibayarkan

4. PT. Kapak Terbang mempunyai data-data perusahaan sebagai berikut :


A. Dibayar Jasa pengawasan dan perencanaan sebesar Rp. 450.000.000
B. Dibayar sewa bangunan sebesar RP 78.000.000 untuk satu tahun kepada PT Wicak
C. Dibayar Bunga deposito sebesar Rp 9.500.000 kepada tn. Abdillah
Hitunglah PPH yang terhutang!

5. PT. Membacayuk membayar royalti kepada tiga orang penulis :Amelia (mempunyai
NPWP), Chandra (mempunyai NPWP) , dan Umar (tidak memiliki NPWP) Royalti yang
diberikan kepada Amelia sebesar Rp25.000.000. Royalti untuk Chandra sebesar
Rp10.000.000 dan royalti untuk Umar sebesar Rp5.000.000. Hitung PPH terhutang !

51
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22


Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22
(PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu
pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
Pajak Penghasilan Pasal 22 dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik
pemerintah maupun swasta sehubungan dengan kegiatan impor barang/jasa, pembelian
barang dengan menggunakan dana APBN/APBD dan non APBN/APBD, dan penjualan
barang sangat mewah.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:


1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan
di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

B. Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22


a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas:

1. impor barang; dan


2. ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang
dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat dalam
perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan Kontrak Karya;

b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
c. bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang
dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang
diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas
pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran

52
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
langsung (LS);
e. Badan usaha tertentu meliputi:
1. Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan;
2. Badan Usaha Milik Negara yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah setelah
berlakunya Peraturan Menteri ini, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui
pengalihan saham milik negara kepada Badan Usaha Milik Negara lainnya; dan
3. badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara,
meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT
Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Telekomunikasi Selular, PT
Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT
Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk,
PT Kimia Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas
Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia
Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRISyariah, dan PT Bank BNI
Syariah,
Berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk
keperluan kegiatan usahanya;

f. badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja,
industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor
di dalam negeri;
g. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir
umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
h. produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan
.
bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
i. industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur, untuk
keperluan industrinya atau ekspornya;
j. industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral
logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha
pertambangan; atau

53
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
k. badan usaha yang memproduksi emas batangan, termasuk badan usaha yang memproduksi
emas batangan melalui pihak ketiga, atas penjualan emas batangan di dalam negeri.

C. Objek Pajak Penghasilan Pasal 22


a. Impor barang dan ekspor barang komoditas tambang batubara, mineral logam, dan
mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir
b. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah, dan lembaga-lembaga negara
lainnya.
c. Pembayaran atas pembelian barang dengan mekanisme uang persediaan (UP) yang
dilakukan oleh bendahara pengeluaran.
d. Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga dengan mekanisme pembayaran
langsung (LS) oleh KPA atau pejabat penerbit surat perintah membayar yang diberi
delegasi oleh KPA.
e. Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan
usahanya Badan Usaha Milik Negara.
f. Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang
bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, yang
merupakan industri hulu, industri otomotif, dan industri farmasi.
g. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek
(ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor.
h. Penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau
importir .
i. Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industrinya atau
ekspornya oleh industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan; dan
j. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh wajib pajak badan.

D. Subjek PPh Pasal 22


Setiap Wajib Pajak yang melakukan impor, kecuali yang mendapat fasilitas
pembebasan (memperoleh surat keterangan bebas).

54
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
E. Tarif PPh Pasal 22
1. Atas impor :
 Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), 2.5% dari nilai impor, kecuali atas
impor kedelai, gandum, tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai impor.
 Yang tidak menggunakan API, 7.5% dari nilai impor
 Yang tidak dikuasai, 7.5% dari harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara
Pemerintah, BUMN/BUMD sebesar 1.5% dari harga pembelian (tidak termasuk PPN dan
tidak final).
3. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan
bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:
a. Bahan Bakar Minyak sebesar:
 0,25% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk
penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina;
 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk
penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum bukan Pertamina dan Non
SPBU
b. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai;
c. Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
Catatan : Pungutan PPh pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain
penyalur/agen bersifat tidak final.
4. Atas penjualan hasil produksi, ditetapkan berdasarkan keputusan Direktur Jendral Pajak,
yaitu:
 Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
 Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
 Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
 Obat = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
 Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
 Rokok = 0.15% x Harga Bandrol (Final)
5. Atas penjualan kendaraan bermotor didalam negeri oleh agen Tunggal Pemegang Merek
(ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor
sebesar 0,45% dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

55
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
6. Atas pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam sebesar 1,5% dari
harga pembelian tidak termasuk PPN.
7. Atas penjualan emas batangan oleh produsen, sebesar 0,45% dari harga jual emas
batangan.
8. Atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah, yaitu:
a. Pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
b. Kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya;
c. Rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp5
miliar atau luas bangunan lebih dari 400m2;
d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya
lebih dari Rp5 miliar atau luas bangunan lebih dari 150m2;
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa
sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus, dan
sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp2 miliar atau dengan kapasitas silinder
lebih dari 3000cc; dan/atau
f. Kendaraan bermotor roda dua dan tiga dengan harga jual lebih dari Rp300 juta atau
dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc.
g. Untuk yang tidak memiliki NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal
22.

Nilai Impor
Nilai yang berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk yaitu Cost
Insurance and Freight (CIF) ditambahkan dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang
dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang±undangan pabean bidang impor.
Untuk menghitung nilai impor digunakan kurs berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan.

NI= CIF + BEA MASUK + PUNGUTAN LAINNYA

F. Yang Dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam pasal 3
PMK.34/2017
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan
Nilai:
56
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
a. Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
b. Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di
Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam
peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian
pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan
internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;
c. Barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial,
kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
d. Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat
lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
e. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
f. Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
g. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
h. Barang pindahan;
i. Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang
kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan kepabeanan;
j. Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang
ditujukan untuk kepentingan umum;
k. Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
l. Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara;
m. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional
(PIN);
n. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
o. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang,
dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia
yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau
perusahaan penangkapan ikan nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa
Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai,
Danau dan Penyeberangan Nasional sesuai dengan kegiatan usahanya;

57
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
p. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku
cadangnya, serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara
yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan reparasi
pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
q. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh oleh badan usaha penyelenggara
sarana perkeretaapian umum dan/ atau badan usaha penyelenggara prasarana
perkeretaapian umum, dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang
ditunjuk oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/atau
badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian um um yang digunakan
untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan, serta prasarana perkeretaapian yang akan digunakan oleh badan
usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/ atau badan usaha
penyelenggara prasarana perkeretaapian umum;
r. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kemente:ian Pertahanan
atau Tentara Nasional Indonesia untuk penyediaan data batas dan foto udara
wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan
Nasional, yang diimpor oleh Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional
Indonesia atau pihak yang ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan atau Tentara
Nasional Indonesia;
s. Barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan
oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama; dan/atau
t. Barang untuk kegiatan usaha panas bumi.
3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor
kembali;
4. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian
diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk
keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang
ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf i, dan huruf j berkenaan dengan:

58
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
a. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d yang jumlahnya paling banyak Rp
2.000.000 tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan bukan merupakan
pembayaran yang dipecah dart suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dart Rp
2.000.000;
b. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf e yang jumlahnya paling banyak Rpl0.000.000 tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan bukan merupakan pembayaran yang
dipecah dart suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dart Rpl0.000.000.
c. pembayaran untuk:
 pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas, benda-benda
pos;
 pemakaian air dan listrik;
d. pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/atau produk
sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang
dihasilkan di Indonesia dari:
 kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan kontrak
kerja sama;
 kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi
berdasarkan kontrak kerja sama; atau
 trading arms kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi
berdasarkan kontrak kerja sama.
e. pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas
bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi
berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumi;
f. pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur untuk
keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf i yang jumlahnya paling
banyak Rp 20.000.000tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dalam satu masa
pajak;
g. pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan atau
orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf j yang telah dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 atas

59
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
pembelian barang dan/ atau bahan-bal;lan untuk keperluan kegiatan usaha oleh
badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e.
6. Impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari
emas untuk tujuan ekspor.
7. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS)
8. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri otomotif,
Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir
umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai pemungutan Pajak Penghasilan
berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c UU PPh.
9. Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan emas batangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf k kepada Bank Indonesia.
10. Pembelian gabah dan/atau beras oleh bendahara pemerintah (Kuasa Pengguna Anggaran,
pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna
Anggaran, atau bendahara pengeluaran).
11. Pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum
BULOG).
12. Pembelian bahan pangan pokok dalam rangka menjaga ketersediaan pangan dan
stabilisasi harga pangan oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum
BULOG) atau Badan Usaha Milik Negara lain yang mendapatkan penugasan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Perhitungan PPh Pasal 22 Bea Cukai


Contoh 1
PPh Pasal 22 Bea Cukai
PT. Tresno Abadi Selawase pada bulan Maret 2017 melakukan impor kedelai dari Malaysia
dengan harga 200.000 Ringgit. Biaya asuransi dan angkut barang dari Malaysia ke Indonesia
masing-masing sebesar 5% dan 10% dari harga faktur. Tarif bea masuk sebesar 15% dari
CIF. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keungan saat itu adalah 1 Ringgit = Rp 3.100.
Hitunglah Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus dibayar oleh PT. Tresno Abadi Selawase
jika memiliki API?

1. Menentukan nilai Impor


Kurs yang berlaku = Rp. 250

60
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Harga Faktur MR 200.000 = MR. 200.000
Biaya Asuransi MR 200.000 x 5% = MR. 10.000
Biaya Angkut MR 200.000 x 10% = MR. 20.000 +
CIF = MR. 230.000
Bea Masuk MR. 230.000 x 15% = MR. 34.500 +
Nilai Impor = MR. 264.500
Nilai Impor (dalam rupiah) MR 264.500 x Rp 3.100 = Rp.819.950.000
2. Menghitung PPh pasal 22
0,5% x Rp 819.950.000 = Rp 330.625

Contoh 2
PT. SAO pada bulan Maret 2017 melakukan impor peralatan komputer dari Singapore
dengan harga 35.000 SGD (memiliki API). Biaya asuransi dan angkut barang dari Singapore
ke Indonesia masing-masing sebesar 2% dan 5% dari harga faktur. Tarif bea masuk sebesar
10% dari CIF. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keungan saat itu adalah 1SGD = Rp
10.000. Hitunglah Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus dibayar oleh PT. SAO?
1. Menentukan nilai Impor
Kurs yang berlaku = Rp. 10.000
Harga Faktur SGD$ 35.000 = SGD$ 35.000
Biaya Asuransi SGD$ 35.000 x 2% = SGD$ 700
Biaya Angkut SGD$ 35.000 x 5% = SGD$ 1.750 +
CIF = SGD$ 37.450
Bea Masuk SGD$ 37.450x 10% = SGD$ 3.745 +
Nilai Impor = SGD$ 41.195
Nilai Impor (dalam rupiah) SGD$ 42.195 x Rp 10.000 = Rp. 421.950.000
2. Menghitung PPh pasal 22 (memiliki API)
2,5% x Rp.421.950.000 = Rp 10.548.750

PPh Pasal 22 yang Dipungut Oleh Bendaharawan


Contoh 1
Bendahara Pemerintah pada tanggal 19 Februari 2017 melakukan transaksi pembayaran atas
pembelian alat tulis kantor dari Toko NET senilai Rp 1.600.000 (termasuk PPN). Berapa PPh
Pasal 22 yang dikeluarkan?
DPP : 100/110 X Rp 1.600.000 = Rp 2.272.272

61
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Atas pembayaran tersebut tidak dikenakan PPh pasal 22 karena nilainya kurang dari Rp
2.000.000.

Contoh 2
Instansi pemerintahan membeli sebuah BKP dari PT Calmic Rp. 550.000.000 yang
pembayarannya melalui kantor pembendaharaan negara. Berapakah Pajak Penghasilan Pasal
22 Bendaharawan yang harus di potong bila :
a. Harga barang termasuk PPN (10%) tapi bukan barang mewah
b. Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (30%)

Perhitungan :
a. Harga barang termasuk PPN (10%) tapi bukan Barang Mewah
Harga barang termasuk PPN (10%) Rp. 550.000.000
PPN (10%)= Rp 550.000.000 x 10/110 = Rp 50.000.000 –
Harga Barang tidak termasuk PPN = Rp 500.000.000
Pajak Penghasilan pasal 22
1.5 % x Rp 500.000.000 = Rp 7.500.000 –
Jumlah uang yang diterima = Rp 492.500.000
b. Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (30%)
Harga barang termasuk PPN (10%) dan PPnBM (30%) = Rp. 550.000.000
PPN (10%) = Rp 550.000.000 x 10/140 = Rp 39.285.714
PPnBM (30%) = Rp 550.000.000 x 30/140 = Rp 117.857.142 –
Harga barang tidak termasuk PPN dan PPnBM = Rp 392.857.144
Pajak Penghasilan pasal 22
1.5 % x Rp 392.857.144 = Rp 5.892.857 –
Jumlah yang diterima = Rp 386.964.287

62
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Soal – Soal Praktikum

1. PT Bank BRI merupakan salah satu perusahaan BUMN, pada bulan Januari 2017
melakukan pembayaran kepada PT Jaya Anugrah atas pengadaan peralatan komputer
sebanyak 40 unit seharga Rp 70.000.000 (termasuk PPN)

2. Bendahara pemerintah pada tanggal 20 maret 2017 melakukan transaksi pembayaran atas
pembelian alat tulis kantor dari toko muzamil senilai Rp. 2.100.000 (termasuk PPN).
Berapa PPh 22 yang dikeluarkan ?

3. PT Gunadarma pada bulan April 2017 menjual kertas hasil produksi kepada CV Pelangi
dengan total harga sebesar Rp 530.000.000 (termasuk PPN)

4. PT. Krakatau pada bulan September 2017 melakukan impor tepung terigu dari singapore
dengan harga SGD 25.000. Biaya asuransi dan angkut barang dari Singapore ke
Indonesia masing-masing sebesar 3% dan 10% dari harga faktur. Tarif bea masuk sebesar
15% dari CIF. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keungan saat itu adalah SGD1 = Rp
9.800. Hitunglah Pajak Penghasilan Pasal 22 yang harus dibayar oleh PT Snorlax jika
memiliki API?

5. Pada pertengahan tahun 2016 PT. Sinchan melakukan import kedelai dari Jepang sebesar
250.000 Yen. biaya asuransi yang dibayar diluar negeri dan biaya angkut dari Jepang ke
Indonesia masing-masing sebesar 2% dan 10% dari harga faktur. Bea masuk yang
dibebankan sebesar 10% dari CIF. Kurs yang berlaku pada saat itu adalah 1Yen = Rp.
150. Hitunglah pajak penghasilan pasal 22 yang harus dibayar oleh perusahaan jika
perusahaan tidak memiliki API?

63
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

A. PAJAK PENGHASILAN PASAL 24


Pajak yang dipungut diluar negeri atas penghasilan wajib pajak di luar negeri. Pajak
yang dibayar di luar negeri atas penghasilan luar negeri yang diperoleh wajib pajak dalam
negeri (WPDN) boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun pajak yang
sama, sebesar pajak yang dibayarkan diluar negeri tersebut tetapi tidak boleh melebihi
penghitungan pajak yang terutang berdasarkan keputusan No. 164/KMK.03/2002. Untuk itu
harus dicari batas maksimum kredit pajak luar negeri (KPLN)

B. BATAS MAKSIMUM KPLN DIAMBIL YANG TERENDAH DARI KETIGA UNSUR


BERIKUT:
1. (Penghasilan Luar Negeri/ Penghasilan Kena Pajak) x PPh terutang
2. Jumlah Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri
3. Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal penghasilan
kena pajaknya lebih kecil dari penghasilan luar negerinya.

Catatan :
1. Jika Pajak Penghasilan Luar Negeri yang diminta untuk dikreditkan itu ternyata
dikembalikan maka jumlah pajak yang terutang menurut Undang-Undang ini harus
ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengembalian tersebut dilakukan.
2. Jika Penghasilan Luar Negeri berasal dari beberapa Negara maka jumlah maksimum
KPLN dihitung untuk masing-masing Negara.
3. Untuk kerugian yang diderita diluar negeri tidak diperhitungkan dalam menghitung
penghasilan kena pajak. Penghasilan dari Luar Negeri untuk tahun-tahun berikutnya
dapat dikompensasikan dengan kerugiaan tersebut.
4. Dalam hal Pajak dibayarkan di luar negeri lebih besar dari kredit pajak yang
diperkenankan (PPh Pasal 24), maka kelebihan tersebut tidak dapat:
 Diminta kembali (restitusi)
 Dikompensasikan
 Sebagai pengurang penghasilan

64
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
C. CARA MENCARI PPh PASAL 24 YANG DAPAT DIKREDITKAN DI DALAM
NEGERI
1. Cari Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PKP = PNDN + PNLN
Catatan:
 Jika DN rugi diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP.
 Jika LN rugi tidak diperhitungkan sebagai pengurang dalam menghitung PKP
(diabaikan)
2. Cari Pajak Penghasilan terutang dari Penghasilan Kena Pajak (PKP).
3. Cari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :
KPLN = Penghasilan Luar Negeri x PPh terutang
Penghasilan Kena Pajak
4. Cari Pajak yang telah dibayar di luar negeri.
5. Bandingkan antara KPLN (point 3) dengan pajak yang telah dibayar di luar negeri (point
4), lalu pilih nilai terendah.
6. Jumlahkan point 5 untuk mencari besarnya PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan.
Catatan : Jika PKP < PNLN maka perhitungan hanya sampai langkah ke dua.

Contoh Kasus:
PT. Maju Mundur Kena yang berlokasi di Cikarang selama tahun 2017 memperoleh penghasilan
dari dalam negeri ataupun beberapa cabangnya yang berada di luar negeri. Penghasilan netto dari
dalam negeri Rp 175.000.000.000 sedangkan usahanya di luar negeri, seperti Malaysia
memperoleh penghasilan Rp 90.000.000.000, Singapura memperoleh penghasilan Rp
75.000.000.000, sedangkan di Vietnam mengalami rugi Rp 6.000.000.000. Pajak yang telah
dibayar di luar negeri sebesar 15% Malaysia, 20% untuk Singapura, dan 20% untuk Vietnam.
Berapa PPh Pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan yang
harus dibayar di dalam negeri?

Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 24 yang Dapat Dikreditkan di Dalam Negeri.


1. Mencari Penghasilan Kena Pajak (PKP) :
Penghasilan Neto Dalam Negeri Rp 175.000.000.000
Penghasilan Neto Luar Negeri
 Malaysia Rp 90.000.000.000
 Singapura Rp 75.000.000.000 +

65
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Jumlah Penghasilan Neto Luar Negeri Rp 165.000.000.000 +
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 340.000.000.000

2. Mencari Pajak Penghasilan Terutang dari Jumlah PKP Sebesar Rp 340.000.000.000 :


25% x Rp 340.000.000.000 = Rp 85.000.000.000

3. Mencari Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) :


 Malaysia : Rp 90.000.000.000 / Rp 340.000.000.000 x Rp 85.000.000.000 = Rp
22.500.000.000
 Singapura : Rp 75.000.000.000 / Rp 340.000.000.000 x Rp 85.000.000.000 = Rp
18.750.000.000

4. Mencari Pajak yang Telah Dibayar atas Penghasilan di Luar Negeri :


 Malaysia : 15% x Rp 90.000.000.000 = Rp 13.500.000.000
 Singapura : 20% x Rp 75.000.000.000 = Rp 15.000.000.000

5. PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Malaysia sebesar Rp
13.500.000.000 (Pilih yang terendah)

PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di Indonesia atas penghasilan di Singapura sebesar Rp
15.000.000.000 (Pilih yang terendah)

6. Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri :


 Rp 13.500.000.000 + Rp 15.000.000.000 = Rp 28.500.000.000

66
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. PT Maumaem di Cirebon memperoleh penghasilan neto tahun 2017 sebagai berikut :


 Laba dalam negeri Rp 1000.000.000
 Laba luar negeri (35%) Rp 600.000.000

2. PT HQQ memperoleh penghasilan setahun 2017 sebagai berikut :


 Laba dalam negeri Rp 500.000.000
 Laba luar negeri (25%) Rp 350.000.000

3. PT Mediatama memperoleh penghasilan setahun 2017 sebagai berikut :


 Rugi dalam negeri Rp 250.000.000
 Laba luar negeri (25%) Rp 200.000.000

4. PT Autoboot memperoleh penghasilan setahun 2017 sebagai berikut :


 Dalam negeri (Laba) Rp 200.000.000
 Luar negeri
Singapore (Rugi) 25% Rp.700.000.000
Malaysia (Laba) 20% Rp.500.000.000

5. PT Armada yang berlokasi di Bandung selama tahun 2017 memperoleh penghasilan dari
dalam negeri ataupun beberapa cabangnya yang berada di luar negeri. Penghasilan netto
dari dalam negeri Rp. 155.000.000.000 sedangkan usahanya di luar negeri, seperti
Belanda memperoleh penghasilan Rp. 80.000.000.000, Jerman memperoleh penghasilan
Rp. 65.000.000.000, sedangkan di singapura mengalami rugi Rp. 5.000.000.000. Pajak
yang telah dibayar di luar negeri sebesar 15% untuk Belanda, 20% untuk Jerman dan
20% untuk Singapura. Berapa PPh Pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan
dengan pajak penghasilan yang harus dibayar dalam Negeri?

67
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

A. Pengertian PPh Pasal 25


Pasal 25 ayat 1 Undang-Undang PPh menjelaskan ketentuan besarnya angsuran PPh
yaitu: “Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong Pasal 21
b. Pajak Penghasilan yang dipotong Pasal 23
c. Pajak Penghasilan yang dipungut Pasal 22
d. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
dalam Pasal 24,
e. Lalu dibagi 12 berkaitan berapa bulan dalam 1 tahun

B. Cara mencari angsuran pajak penghasilan Pasal 25

PPh Terutang Menurut SPT Tahunan - Kredit Pajak

12

Kredit Pajak adalah suatu jumlah yang merupakan angsuran pajak, baik yang telah
dipungut/dipotong maupun dibayar pada tahun pajak yang bersangkutan yang meliputi PPh
Pasal 21, 22, 23, 24 yang telah dibayar dalam tahun pajak.

Pada dasarnya besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun
berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada
akhir tahun. Oleh karena itu, dalam hal-hal tertentu Direktur Jenderal Pajak diberikan
wewenang untuk menyesuaikan perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar
sendiri oleh WP dalam tahun berjalan. Hal-hal tersebut adalah
 WP Berhak atas kompensasi kerugian max 5 tahun
 WP memperoleh penghasilan tidak teratur

C. Ilustrasi Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 Dengan Kompensasi Kerugian dan


Penghasilan Tidak Teratur
Penghasilan Netto Rp xxx
Penghasilan Tidak Teratur Rp xxx –
Penghasilan Teratur Rp xxx
Kompensasi Kerugiaan (Max 5 Thn) Rp xxx –
Penghasilan Netto Usaha Rp xxx
PTKP Rp xxx –
PKP Rp xxx
Penghasilan Terutang : PKP x PPh Pasal 17 Rp xxx
 PPh Pasal 21 Rp xxx
 PPh Pasal 22 Rp xxx
 PPh Pasal 23 Rp xxx
68
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
 PPh Pasal 24 Rp xxx +
Jumlah kredit Pajak Rp xxx –
Pajak yang masih harus dibayar sendiri Rp xxx

Angsuran PPh 25 untuk tahun ybs = Pajak yang masih harus dibayar sendiri / 12

D. Sanksi Keterlambatan Pembayaran PPh Pasal 25


Apabila Wajib Pajak (WP) terlambat membayar, maka WP akan dikenai bunga
sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal pembayaran.
Misalnya: untuk bulan Februari 2014, WP terlambat dan baru membayarnya pada 16 Maret.
Sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, WP dikenai bunga 2%.

Contoh Kasus 1:
Pada Tahun 2017 Tn Basuki (TK/0) memiliki data penjualan sebesar Rp 300.000.000
sedangkan ditahun 2014 mengalami kerugian Rp 25.000.000. Pajak yang telah dibayar antara
lain PPh Pasal 21 Rp 6.000.000, PPh Pasal 22 Rp 850.000, PPh Pasal 23 Rp 400.000 dan
PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan sebesar Rp 1.400.000. Berapakah Angsuran PPh Pasal
25 tahun 2017 ?

Perhitungan Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25:


Penghasilan Netto Rp 300.000.000
Penghasilan Tidak Teratur Rp 0-
Penghasilan Teratur Rp 300.000.000
Kompensasi Kerugiaan (Max 5 Thn) Rp 25.000.000 -
Penghasilan Netto Usaha Rp 275.000.000
PTKP (TK/0) Rp 54.000.000 -
PKP Rp 221.000.000
Pajak Penghasilan Terutang :
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 171.000.000 = Rp 25.650.000 +
Jumlah Pajak Penghasilan Terutang Rp 28.150.000
Kredit Pajak Penghasilan
 PPh Pasal 21 Rp 6.000.000
 PPh Pasal 22 Rp 850.000
 PPh Pasal 23 Rp 400.000
 PPh Pasal 24 Rp 1.400.000 +
Jumlah kredit pajak Rp 8.650.000 -
Pajak yang masih harus dibayar sendiri Rp 19.500.000
Angsuran PPh 25 untuk tahun 2015 = Rp 19.500.000 / 12 = Rp 1.625.000

69
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Contoh Kasus 2
Tn. Satria (TK/0) tinggal di Yogyakarta. Pada bulan Juni 2017 membangun usaha Jasa
Pengiriman. Jumlah penghasilan bruto selama bulan Juni 2017 sebesar Rp 550.000.000.
Biaya – biaya yang dikeluarkan pada bulan Juni 2017 sebesar Rp 440.000.000. Berapa
besaran angsuran PPh pasal 25 bulan Juni 2017 yang dibayar oleh Tn Satria ?

JAWABAN:
a. Peredaran bruto disetahunkan Rp 550.000.000 x 12 = Rp 6.600.000.000
b. Karena peredaran bruto yang disetahunkan sudah melebihi Rp 4.800.000.000 maka
Penghitungan angsuran PPh pasal 25 bulan Juni 2015 adalah:
Peredaran Usaha bulan Juni 2017 Rp 550.000.000
Biaya-biaya fiskal Rp 520.000.000 -
Penghasilan Neto Fiskal sebulan Rp 30.000.000
Penghasilan Neto Fiskal setahun (12) Rp 360.000.000
PTKP : TK/0 Rp 54.000.000 -
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 306.000.000

PPh Wajib Pajak Orang Pribadi terutang:


5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% x Rp 56.000.000 = Rp 14.000.000 +
Rp 46.500.000

Angsuran PPh pasal 25 bulan Juni 2017 adalah : Rp 46.500.000 / 12 = Rp 3.875.000

Catatan : Jika peredaran bruto yang disetahunkan < Rp 4.800.000.000 maka terhadap
penghasilan bruto tahun 2017 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif
1% dan tidak ada angsuran PPh 25

70
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. Perusahaan Ketapel yang dimiliki oleh tuan Norman (K/0) pada tahun 2015 memiliki
penghasilan Neto Rp 300.000.000 dan ditahun 2010 mengalami kerugian sebesar Rp
10.000.000.
Pajak yang telah dibayar :
 PPh Pasal 21 sebesar Rp 5.000.000
 PPh Pasal 22 sebesar Rp 3.000.000
 PPh Pasal 23 sebesar Rp 4.000.000
 PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan Rp 8.000.000
Berapakah angsuran PPh pasal 25 yang harus dibayar sendiri oleh WP Tahun 2015?
2. Pada Tahun 2015 PT. Belalang kupu kupu memperoleh penghasilan Neto
Rp.450.000.000. Pada tahun 2015 menderita kerugian sebesar Rp 12.000.000.000. Pajak
yang telah dibayar: PPh pasal 22 Rp.15.000.000, PPh pasal 23 Rp.25.000.000, PPh pasal
24 yang dapat dikreditkan Rp.45.00.000. Masih terdapat sisa kerugian tahun 2012
sebesar Rp.13.000.000. Berapa angsuran PPh pasal 25 untuk tahun 2017 ?
3. Pajak penghasilan terutang untuk Tn. Anggi berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan tahun 2015 sebesar Rp 170.000.000. pajak yang telah dipotong atau
dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang dalam tahun 2014 sebagai berikut :
 PPh Pasal 21 melalui pemberi kerja Rp 12.000.000
 Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain Rp 7.000.000
 Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp 4.000.000
 PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan dari luar negeri sebesar Rp 20.000.000
Berapa PPh pasal 25 yang harus dibayarkan sendiri oleh Wajib Pajak tiap bulan ?
4. Tn. Bagyo (K/3) tinggal di Jakarta. Pada bulan Juni 2015 membangun usaha bernama
"Despacito". Jumlah penghasilan Bruto selama bulan Juni 2017 sebesar Rp600.000.000
Biaya – biaya yang dikeluarkan pada bulan Juni 2017 sebesar Rp550.000.000. Berapa
besaran angsuran PPh pasal 25 bulan Juni 2017 yang dibayar oleh Tn Bejo?
5. Pada tahun 2017 Tn. Jean (TK/0) memiliki data penjualan sebesar Rp. 200.000.000
sedangkan ditahun 2015 mengalami kerugian Rp. 15.000.000. pajak yang telah dibayar
antara lain PPh 21 Rp. 4.000.000, PPh pasal 22 Rp. 750.000, PPh Pasal 23 Rp.
300.000.000 dan PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan sebesar Rp. 1.200.000. Berapakah
Angsuran PPh Pasal 25 tahun 2017 ?

71
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)

A. PENGERTIAN SURAT PEMBERITAHUAN


Menurut Pasal 1 ayat 11 dalam Undang-Undang KUP, Surat Pemberitahuan
(SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak
dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

B. FUNGSI SURAT PEMBERITAHUAN


1. Wajib Pajak Penghasilan
Sebagai sarana WP untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan penghitungan
jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui
pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian
Tahun Pajak;
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;
c. Harta dan kewajiban;
d. Pemotongan/pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa
Pajak.
2. Pengusaha Kena Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan penghitungan
jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:
a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Pemotong/Pemungut Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung-jawabkan pajak yang
dipotong atau dipungut dan disetorkan.

C. JENIS SURAT PEMBERITAHUAN


Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan secara garis besar surat
pemberitahuan dibedakan menjadi 2, yaitu:

72
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
1. SPT Masa
Merupakan surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan pembayaran pajak yang terutang dalam satu masa pajak. Yang termasuk jenis
SPT Masa adalah : PPh pasal 21/26, PPh pasal 22, PPh pasal 23/26, PPh pasal 25,
PPh pasal 4 ayat (2), PPN dan PPnBM.
2. SPT Tahunan
Merupakan surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan pembayaran pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Yang termasuk jenis
SPT Tahunan adalah: PPh Badan (1771), PPh Orang Pribadi (1770/1770S/1770SS).

D. BATAS WAKTU PEMBAYARAN PAJAK


1. Pajak Masa
 Untuk PPh yang terutang melalui pemotongan paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
 Untuk PPh yang disetor sendiri paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
setelah berakhirnya masa pajak.
2. Pajak Tahunan
 Selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak.

E. BATAS WAKTU PELAPORAN PAJAK


1. Pajak Masa
 Selambat-lambatnya tanggal 20 setelah berakhirnya masa pajak.

2. Pajak Tahunan
 Bagi WPOP : selambat-lambatnya akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun
pajak.
 Bagi Badan Usaha: selambat-lambatnya akhir bulan keempat setelah
berakhirnya tahun pajak.

F. SANKSI KETERLAMBATAN ATAU TIDAK MENYAMPAIKAN SURAT


PEMBERITAHUAN
1. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT dikenakan denda:
a. SPT Masa PPN sebesar Rp500.000, sedangkan SPT Masa lainnya sebesar
Rp100.000.

73
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
b. SPT Tahunan PPh WPOP sebesar Rp100.000, sedangkan SPT Tahunan PPh
Badan Usaha sebesar Rp1.000.000.

2. Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar karena kealpaan wajib
pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan
jangka kurungan paling singkat selama 3 (tiga) bulan dan jangka kurungan paling lama
selama 1 (satu) tahun dan didenda paling sedikit adalah 1 (satu) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak adalah 2 (dua) kali lipat dari
pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

3. Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan atau keterangan
yang isinya tidak benar atau tidak lengkap dengan sengaja sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara, dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling
tinggi 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.

4. Pengenaan sanksi administrasi berupa denda tersebut tidak dilakukan terhadap :


a) Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
b) Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas;
c) Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak
tinggal lagi di Indonesia;
d) Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e) Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f) Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g) Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan; atau
h) Wajib Pajak lain yaitu Wajib Pajak yang dalam keadaan antara lain : kerusuhan
massal, kebakaran, ledakan bom atau aksi terorisme, perang antar suku atau kegagalan
sistem komputer administrasi penerimaan negara atau perpajakan.

74
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
G. SANKSI PERPAJAKAN
1. Surat Teguran atas SPT yang tidak disampaikan
Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau batas waktu
perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan Surat Teguran (Pasal 3
ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran, disamping merupakan bentuk
pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat bagi dikenainya WP yang
bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b dan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.
2. Sanksi Administrasi
Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka
waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT dikenal dengan sanksi
administrasi. Merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya yang
berupa bunga dan kenaikan. Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan
ada 3 macam sanksi administrati, yaitu: denda, bunga, kenaikan.
3. Sanksi Pidana
Merupakan siksaan dan penderitaan, menurut undang-undang perpajakan ada 3
macam sanksi pidana, yaitu: denda pidana, kurungan, dan penjara.
 Denda Pidana
Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya
diancam/dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan peraturan
perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada wajib pajak
ada juga yang diancam kepada pejabat pajak atau kepada pihak ketiga yang
melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat
pelanggaran maupun bersifat kejahatan.
 Pidana Kurungan
Pidana kurungan dalam Pasal 38 UU KUP dikenakan terhadap setiap orang yang
karena kealpaannya tidak menyampaian SPT. Pidana kurungan hanya diancam
kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib
pajak, pihak ketiga.
 Pidana Penjara
Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP menyatakan ”Setiap orang yang dengan
sengaja tidak menyampaikan SPT, menyampaikan SPT dan/atau keterangan
yang isinya tidak benar atau tidak lengkap terancam pidana penjara.Pidana
penjara sama halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan

75
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
kemerdekaan. Pidana penjara diancam terhadap kejahatan. Ancaman pidana
penjara tidak ada yang ditunjukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat
dan kepada wajib pajak.

H. TARIF PAJAK YANG BERSIFAT FINAL DAN TIDAK FINAL


1. Bunga Deposito dan Tabungan
Badan Hukum Lokasi Tarif PPh
Indonesia Indonesia 15% Final
Indonesia Luar Negeri 20% Final
Luar Negeri Indonesia 20% Final
Luar Negeri Luar Negeri PPh Pasal 24

2. Sewa
a. Barang Tidak Bergerak (Tanah, Bangunan) baik pemiliknya WPOP/Badan : 10%
Final
b. Barang Bergerak
Khusus angkutan darat : 2% Tidak Final

3. Pembagian Deviden
a. Penerima WPOP
- Berasal dari WPOP (Fa, Cv) : BOP
- Berasal dari Badan (PT) : 10% Final
b. Penerima WP Badan
- Kepemilikan Saham < 25% : 15% Tidak Final
- Kepemilikan Saham > 25% : BOP

4. Penjualan Saham
a. Melalui Bursa Efek : 10% Final
b. Tidak Melalui Bursa Efek : 15% Tidak Final

5. Hadiah
a. Tidak Final
- Penghargaan atas prestasi tertentu tarif pasal 17
- Sehubungan dengan pemberian jasa dan kegiatan lain tarif pasal 17

76
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
b. Final : Hadiah Undian (25%)
c. BOP : Hadiah langsung karena membeli produk

6. Keuntungan Penjualan Tanah/Bangunan


a. Final 5% : jika yang menjual WPOP / Badan, dengan syarat barang dagangan
b. Tidak Final 5% : dengan syarat barang tersebut sebagai Aktiva Tetap

7. Penyusutan Aktiva Tetap


Tarif Penyusutan Tarif Penyusutan
Kelompok Harta Masa
Metode Garis Metode Saldo
Berwujud Manfaat
Lurus Menurun
I. Non Bangunan
Kelompok I 4 thn 25% 50%
Kelompok II 8 thn 12.5% 25%
Kelompok III 16 thn 6.25% 12.5%
Kelompok IV 20 thn 5% 10%
II. Bangunan
Permanen 20 thn 5% -
Tidak Permanen 10 thn 10% -

77
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
KASUS PENGISIAN SPT FORM 1770S

DATA WAJIB PAJAK


Nama Budi Sanjaya
NPWP 27.939.653.5-035.000
Alamat Jl. Anggrek Bulan No. 12, Depok 16432
Status K/3
Jabatan Manajer Operasional
Telepon 021-88221947

Penghasilan Tn. Budi perbulan di PT. Maju Terus Tbk.selama tahun 2017
Gaji tetap Rp.15.000.000,-
Tunjangan Jabatan Rp.350.000,-
Tunjangan Transport Rp.250.000,-
Tunjangan Makan Rp.200.000,-
Premi Asuransi yang dibayarkan Pemberi Rp.300.000,-
Kerja
Iuran JHT Rp.50.000,-
Iuran Pensiun Rp.50.000,-
Bonus Rp.9.800.000,-

Penghasilan Lainnya

No. Penghasilan Telah Dipotong PPh


1. Penghasilan Jasa Penilai Rp. 85.000.000,-
2. Hadiah Undian dari Bank Mandiri Rp. 30.000.000,-
3. Deviden dari PT. Cahaya Rp. 10.000.000,-
4. Penjualan Tanah Rp.315.000.000,-
5. Royalti dari Penerbitan Buku Rp. 20.000.000,-
6. Menerima warisan dari orang tua Tn. Rp. 48.000.000,-
Budi
7. Bunga Tabungan dari Deutsche Rp. 9.000.000,- Ya
Bank, Bank Jerman (Dikenakan tarif
P3B 30%)
8. Penghasilan dari Penjualan Meubel Rp. 44.000.000,- Ya
ke Pemerintah Jakarta Pusat
9. Penghasilan dari usaha sewa mobil Rp. 6.500.000,-
pick-up
10. Hadiah langsung dari Chiki Komo Rp. 2.000.000,-
berupa sepeda lipat

78
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Daftar Anggota Keluarga

No. Nama Tanggal lahir Hubungan keluarga Pekerjaan


1. Siti Nurjannah 05 September 1970 Istri Ibu Rumah Tangga
2. Fadli Sanjaya 06 Februari 1997 Anak Pelajar
3. Fadlan Sanjaya 17 Agustus 2002 Anak Pelajar
4. Friska Sanjaya 01 Januari 2007 Anak Pelajar

Daftar Kewajiban yang Dimiliki per 31 Desember 2017


No. Jenis Kewajiban Tahun Pinjaman Jumlah Keterangan
1. Bank Mandiri
2014 Rp.20.000.000 Pinjaman
Cabang Kelapa Dua
2. Bank Mega Cabang
2015 Rp.30.000.000 Pinjaman
Margonda

Daftar Harta yang Dimiliki per 31 Desember 2017


No. Jenis Harta Tahun Harga Perolehan Keterangan
Perolehan
1. Rumah Jl. Anggrek Bulan
2000 Rp.200.000.000
No. 12, Depok
2. Motor 2003 Rp.12.000.000 Yamaha
3. Motor 2007 Rp.15.000.000 Honda
4. Mobil 2015 Rp.250.000.000 Toyota

Pajak yang Dipotong dan Diangsur dalam Tahun Berjalan


No. Deskripsi Nominal
1. PPh 25 (Masa Januari – Desember 2017) Rp.250.000
2. STP (Termasuk bunga dan denda
Rp.300.000
Rp.20.000)

Keterangan :

1. PT. Kerja Keras Tbk.


NPWP : 59.546.243.3-112.000
Tanggal : 07 Oktober 2017
No. Bukti Potong : 000375
2. Pemerintahan Jakarta Pusat
NPWP : 34.555.234.3-216.000
Tanggal : 01 November 2017
No. Bukti Potong : 000320
3. Bunga Tabungan dari Deustche Bank
NPWP : 11.546.111.3-112.000
Tanggal : 08 Desember 2017
No. Bukti Potong : 000181

79
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

80
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

81
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
KOREKSI FISKAL

A. PENGERTIAN KOREKSI FISKAL


Koreksi atas laba yang diperhitungan secara komersil sesuai dengan ketentuan
perpajakan untuk menghasilkan laba secara fiskal, dimana koreksi tersebut akan
menyebabkan bertambah atau berkurangnya laba sebagai akibat dari adanya perbedaan
pengakuan penghasilan, biaya, metode, manfaat, dan umur ekonomis harta.

B. LATAR BELAKANG KOREKSI FISKAL


Perbedaan pengakuan, metode, dan ketentuan dalam penyusunan pembukuan akan
menghasilkan laba yang berbeda secara komersil dan fiskal. Sehingga, jumlah pajak yang
harus dilaporkan dan dibayarkan akan berbeda. Oleh karena itu, agar wajib pajak tidak
melakukan pembukuan ganda yaitu pembukuan komersil (berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan) dan pembukuan fiskal (berdasarkan undang undang perpajakan). Pemerintah
mengatur Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000. Undang-Undang tersebut mewajibkan wajib pajak untuk melakukan tindak koreksi
atas laba yang diperhitungkan secara komersil agar sesuai dengan tata cara pembukuan
secara fiskal, sebelum wajib pajak menghitung, melapor, dan menyetor pajak atas
penghasilannya. Adapun, koreksi tersebut dilakukan terhadap biaya, penghasilan, metode
perhitungan biaya, dsb. Koreksi tersebut tidak hanya menghapuskan biaya yang tidak diakui
secara pajak, namun dapat menghapus penghasilan yang diakui secara komersil.
Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis-jenis perbedaan antara akuntansi
komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 10 Tahun 1994 jo UU Nomor 17 Tahun
2000). Secara umum terdapat dua perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya
antara akuntansi komersial dengan perpajakan (fiskal) yang menyebabkan terjadinya koreksi
fiskal, yaitu:
1. Beda Tetap (Permanent Different)
Beda tetap merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan dan biaya
antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya
permanen artinya koreksi fiskal yang dilakukan saat initidak mempengaruhilaba
kena pajak tahun pajak berikutnya.
Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda tetap terjadi karena:
 Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut
Undang-undang PPh bukan merupakan penghasilan, contohnya dividen atau
82
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak
dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik
Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang
ditahan serta kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% (Pasal 4 ayat 3 UU PPh).
 Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut
Undang-undang PPh bukan penghasilan. Karena penghasilan telah dikenakan PPh
Final, contohnya:
 Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya
 Penghasilan berupa hadiah undian
 Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau
bangunan,
 Penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan
 Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
 Penghasilan tertentu lainnya (Pasal 4 ayat 2 UU PPh)

Dalam hal pengakuan biaya/beban koreksi karena beda tetap terjadi karena menurut
akuntansi komersial merupakan biaya, sedangkan menurut Undang-undang PPh bukan
merupakan biaya yang dapat mengurangi penghasilan bruto (Pasal 9 Undang – undang
Nomor 17 Tahun 2000), misalnya:
 Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota
 Biaya yang bukan objek pajak;
 Biaya yang pengenaan pajaknya bersifat final;
 Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak
atau orang yang menjadi tanggungannya.
 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan
 Pajak Penghasilan
 Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan.

83
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
 Biaya-biaya lainnya yang menurut Undang-undang PPh tidak dapat dibebankan
(Pasal 9 ayat 1 UU PPh).

Koreksi atas beda tetap penghasilan akan menyebabkan koreksi negatif artinya
penghasilan yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi
baik itu karena bukan merupakan objek pajak maupun karena telah dikenakan PPh
final, akan menyebabkan laba kena pajak akan berkurang yang akhirnya akan
menyebabkan PPh terutang akan lebih kecil.

Koreksi atas beda tetap biaya akan menyebabkan koreksi positif artinya biaya
yang diakui oleh akuntansi komersial namun secara fiskal harus dikoreksi, akan
menyebabkan laba kena pajak akan bertambah yang akhirnya akan menyebabkan PPh
terutang akan lebih besar.

2. Beda Waktu (Time Different)


Beda Waktu merupakan perbedaan pengakuan baik penghasilan maupun biaya
antara akuntansi komersial dengan ketentuan Undang-undang PPh yang sifatnya
sementara artinya koreksi fiskal yang dilakukan saat iniakan mempengaruhi laba
kena pajak tahun pajak berikutnya.

Dalam hal pengakuan penghasilan koreksi karena beda waktu terjadi karena :
 Penerimaan penghasilan cash basis untuk lebih dari satu tahun. Secara akuntansi
komersial penghasilan tersebut harus dialokasi sesuai dengan masa perolehannya
sesuai dengan prinsip matching cost with revenue. Sedangkan menurut Undang-
undang PPh, penghasilan tersebut harus diakui sekaligus pada saat diterima.

Dalam hal pengakuan biaya koreksi karena beda waktu terjadi karena :
 Perbedaan metode penyusutan, dimana menurut Undang-undang PPh metode
penyusutan yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan saldo menurun
 Perbedaan metode penilaian persediaan, dimana menurut Undang-undang PPh
metode penilaian persediaan yang diperbolehkan hanya metode rata-rata dan
FIFO

84
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
 Penyisihan piutang tak tertagih, dimana menurut Undang-undang Penyisihan
piutang tak tertagih tidak diperkenankan kecuali untuk usaha-usaha tertentu, dan
sebagainya

Koreksi atas beda waktu penghasilan akan menyebabkan koreksi positif pada saat
penghasilan diterima dan akan menyebabkan koreksi negatif pada tahun-tahun
berikutnya. Koreksi positif ini akan menyebabkan laba kena pajak akan bertambah,
sedangkan koreksi negatif tahun-tahun berikutnya akan menyebabkan laba kena pajak
akan berkurang. Koreksi atas beda waktu biaya dapat menyebabkan koreksi positif
maupun koreksi negatif tergantung dari metode yang digunakan.

C. JENIS KOREKSI FISKAL


Terdapat dua macam koreksi fiskal, yaitu:
1. Koreksi Positif
Disebut positif karena akan menambah pajak yang dibayarkan wajib pajak, yaitu
dengan menambah laba wajib pajak. Penambahan laba dapat terjadi dengan
berkurangnya biaya dan bertambahnya pendapatan.
Penyebab koreksi fiskal positif diantaranya:
 Biaya yg dikeluarkan untuk kepentingan pemegang saham
 Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
 Pengeluaran dalam bentuk natura atau kenikmatan
 Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada yang mempunyai
hubungan khusus sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan
 Sumbangan atau bantuan
 Pajak Penghasilan
 Gaji yang dibayarkan kepada pemilik
 Sanksi administrasi (Pajak)
 Selisih penyusutan/amortisasi komersial di atas penyusutan/amortisasi fiskal, dll

2. Koreksi Negatif
Disebut negatif karena akan mengurangi pajak yang dibayarkan wajib pajak,
yaitu dengan mengurangi laba wajib pajak. Pengurangan laba dapat disebabkan oleh
bertambahnya biaya atau berkurangnya pendapatan.
Penyebab koreksi fiskal negatif diantaranya:
85
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
 Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya,
 Penghasilan yang telah dikenakan pajak final
 Selisih penyusutan/amortisasi komersial dibawah penyusutan/amortisasi fiskal
 Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, dll.

Catatan : Penyusutan bisa menimbulkan koreksi negatif atau positif tergantung hasil
perhitungan apakah lebih besar atau malah lebih kecil.

86
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Berikut ini adalah Data Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan dimasukan ke formulir 1770
Tahun Pajak 2016 :

1. DATA WAJIB PAJAK

Nama : Zulkarnain Daulay


NPWP : 25.773.472.3-604.000
Alamat Tempat Tinggal : Jl. Anggrek Loka No. 22 Jakarta
Jenis Usaha : Dagang / Merk : ”NYC”
Alamat Tempat Usaha : Jl. Foresta Blok B7No. 12 Jakarta
Telepon : (021) 44445599
KLU : 52332

Zulkarnain Daulay mempunyai seorang istri yang bekerja sebagai ibu rumah tangga yang
bernama Marrissa Saga, memiliki 3 orang anak kandung, dan seorang anak angkat. Anak
pertama bernama Aufar Daulay, berumur 24 tahun yang bekerja sebagai dokter gigi di
Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta. Sedangkan anak kedua, Mikhaila Daulay 22 tahun yang
merupakan seorang mahasiswi di Universitas Gunadarma. Dan anak ketiga Mainaka Daulay
berusia 17 tahun yang merupakan seorang pelajar di SMAN 6 Jakarta. Pada bulan Juni 2016,
Tuan dan Nyonya Daulay mengadopsi seorang anak bernama Mutiara Putri yang berusia 12
tahun sebagai anak angkat.

2. DATA OPERASIONAL NYC


Berikut data Penghasilan masa Januari s.d 31 Desember 2016:
Keterangan Nominal
(dalam Rupiah)
Penjualan 8.550.200.000
Potongan Penjualan (220.150.000)
Retur Penjualan (130.050.000)
Penjualan Netto 8.200.000.000
Persediaan Awal Barang Dagang 4.250.000.000
Pembelian 5.750.000.000
Potongan Pembelian (862.500.000)

87
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Retur Pembelian (450.200.000)
Biaya Angkut Pembelian 313.200.000
Persediaan Akhir Barang Dagang (3.842.500.000)
Harga Pokok Penjualan 5.158.000.000
Laba Bruto Usaha 3.042.000.000
Biaya/Pengeluaran Umum (1.220.200.000)
Laba Bersih Usaha 1.821.800.000
Pendapatan Luar Usaha 469.750.000
Laba Bersih Tahun 2016 2.291.550.000

Penjelasan biaya perusahaan dengan pengeluaran lainnya:


1. Penjualan Netto sebesar Rp 8.200.000.000 yang disimpan di dalam rekening, terdapat
penjualan sebesar Rp 880.000.000 (sudah termasuk PPN) kepada Pemerintah Daerah
Jakarta, pembayaran dibebankan kepada APBN. Kemudian pada tanggal 20April
2017Bendaharawan Pemerintahtersebut melunasinya dan penerimaan sudah dipotong
pajak oleh Pemerintah Daerah Jakarta dengan NPWP 59.546.243.3-112. 000 dengan
nomor bukti potong 123456/22.
2. Biaya untuk keperluan HRD yang berasal dari 50% dari biaya operasional (pengeluaran
umum). Termasuk Fasilitas Rekreasi karyawan sebesar Rp 75.500.000 dan gaji
karyawan sebesar Rp 375.250.000. Sisanya digunakan untuk pembelian parsel yang
diberikan kepada karyawan sebagai tunjangan hari raya.
3. Biaya premi asuransi sebesar Rp 20.250.000 untuk premi asuransi kesehatan keluarga
Tn. Daulay dan Rp 45.000.000 untuk premi asuransi kebakaran bangunan kantor.
4. Biaya listrik dan biaya telepon terdiri dari pengeluaran untuk listrik dan telepon rumah
pribadi Tn. Daulay Rp 7.340.000 dan untuk kantor sebesar Rp 24.310.000
5. Biaya iklan dan promosi terdiri dari biaya pengeluaran untuk menjamu klien dalam
rangka memperkenalkan produk baru sebesar Rp 35.000.000 yang tidak dibuat daftar
nominatifnya oleh perusahaan, dan biaya media cetak / elektronik sebesar Rp
55.000.000
6. Biaya perjalanan dinas terdiri dari rekreasi keluarga Tn. Daulay ke Negara Eropa
sebesar Rp 75.000.000 dan biaya perjalanan dinas ke Kalimantan untuk kepentingan
bisnis sebesar Rp 30.500.000

88
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
7. Bantuan atau sumbangan untuk promosi acara yang tidak ada hubungannya dengan
kegiatan utama perusahaan sebesar Rp 15.000.000. Dibukukan sebagai biaya
promosi/iklan dalam pembukuan komersil.
8. Biaya pemeliharaan terdiri dari pengeluaran untuk biaya pemeliharaan atas tanah dan
bangunan (Bogor) yang disewakan sebesar Rp 25.000.000 dan biaya pemeliharaan
rumah dan kendaraan pribadi sebesar Rp15.500.000
9. Dalam biaya umum terdapat biaya yang dibayarkan atas royalty sebesar Rp
150.000.000, namundaribiayatersebutyang memiliki daftar nominatifnya hanyasebesar
Rp 115.500.000
10. Dalam biaya umum termasuk pula bunga pinjaman keluarga Tn. Daulay sebesar
Rp15.500.000 danbiaya sanksi administrasi dibidang perpajakan sebesar Rp 13.500.000
11. Dalam biaya umum termasuk angsuran PPh 25 tahun 2016 sebesar Rp 20.250.000 dan
Rp 13.500.000 untuk karyawan sebagai tunjangan PPh pasal 21.
12. Dalam biaya dan pengeluaran lainnya termasuk pengeluaran untuk sumbangan bencana
nasional kepada BAZIZ DKI sebesar Rp 3.500.000, sumbangan kepanti asuhan Rp
1.750.000,dan biaya untuk pakaian seragam satpamRp 1.200.000
13. Mobil box yang dibeli sebagai kendaraan operasional pada bulan Januari 2010 dengan
harga Rp140.000.000. Metode penyusutan yang digunakan oleh perusahaan adalah
metode garis lurus, masa manfaat dari mobil tersebut adalah 14 tahun dan kendaraan
operasional termasuk harta kelompok 3.
14. Bangunankantorsebagai tempat usaha selesai dibangun pada bulan Januari 2006 dengan
biaya sebesar Rp 825.000.000. Masa manfaat dari bangunan tersebut 25 tahun.
Bangunan tersebut digolongkan sebagai bangunan permanen.

3. PENDAPATAN DARI LUAR USAHA


Keterangan Nominal
(dalam Rupiah)
1. Bunga dari deposito Bank Central Asia 45.000.000
2. Bagian laba dari CV. SEJAHTERA 52.250.000
3. Sewa rumah terletak di Jakarta dan PT. MAJU MUNDUR 265.250.000
4. Bunga pinjaman dari PT. SORAYA 47.000.000
5. Dividen dari PT. WINGER 35.000.000
6. Hadiah undian berupa sepeda motor 17.250.000

89
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
7. Sewa kendaraan kantor ke CV. ALIYA 6.500.000
8. Hadiah langsung berupa dispenser dari pasar elektronik 1.500.000

4. DAFTAR HARTA
Jenis harta Tahun Harga Keterangan
Perolehan Perolehan
1. Deposito 2010 300.000.000 Bank Mandiri
2. Penyerahan pada CV. 2011 210.750.000
SEJAHTERA
3. Bangunan Kantor 2006 3.500.000.000 Jakarta
4. Bangunan Rumah 2000 1.300.000.000 Jakarta
5. Tanah dan Bangunan 2001 2.300.000.000 Bogor

5. DAFTAR KEWAJIBAN
Jumlah Kewajiban Tahun Perolehan Perolehan Keterangan
Kewajiban
Hutang usaha 2009 87.750.000 Bank Mandiri

6. DAFTAR ANGGOTA KELUARGA


Nama Tgl Lahir Hubungan Pekerjaan
Keluarga
Zulkarnain Daulay 24 Februari 1970 Suami Wiraswasta
Marrissa Saga 12 Januari 1975 Istri IRT
Aufar Daulay 30 Desember 1993 Anak Pegawai
Mikhaila Daulay 13 Oktober 1995 Anak Pelajar
Mainaka Daulay 2 Januari2000 Anak Pelajar
Mutiara Putri 25 Juli 2005 Anak Pelajar

90
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

91
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

92
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

93
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

94
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

95
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

96
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
PPN DAN PPnBM

A. DASAR HUKUM
UU No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah telah diubah oleh UU No. 18 Tahun 2000, sebagai dasar
hukum PPN adalah tetap UU No.8 Tahun 1983 yang dalam Pasal 20-nya ditentukan bahwa
UU ini dapat disebut Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan saat ini telah
diubah menjadi UU No. 42 Tahun 2009.

B. KARAKTERISTIK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


1. Pajak Tidak Langsung
2. Pajak Objektif
3. Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
4. Bersifat Multi Satge Levy (dikenakan pada setiap jalur distribusi barang / jasa)
5. Perhitungan dengan Indirect Substraction Method (mengurangkan PPN yang dipungut
penjual atas penyerahan barang/jasa dengan PPN yang dibayar kepada penjual lain
atas perolehan barang/jasa)
6. Tarif tunggal

C. MEKANISME PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


1. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai yang bersifat umum diatur dalam Pasal 9
dan 13 UU PPN 1984
a) Setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak
(BKP) atau Jasa KenaPajak (JKP) diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk
memungut Pajak yang terutang. Pajak yang dipungut dinamakan Pajak Keluaran /
PK (Output Tax). Hal ini sesuai dengan basis akrual (Accrual Bassis) yang
digunakan oleh UU PPN 1984.
b) Pada saat Penguasaha Kena Pajak tersebut diatas membeli Barang Kena Pajak
atau menerima Jasa Kena Pajak dari Pengusaha Kena Pajak lain, juga membayar
pajak yang terutang, yang dinamakan Pajak Masukan / PM (Input Tax)
c) Pada akhir masa Pajak, Pajak masukan tersebut dikreditkan dengan pajak
keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal jumlah Pajak Keluaran
lebih besar dari pada jumlah Pajak Masukan, maka kekuranganya dibayar ke kas
negara selambat–lambatnya akhir bulan berikutnya.(PK > PM = Kurang Bayar)

97
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
d) Apabila Jumlah Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka
kelebihan pembayaran pajak masukan ini dapat dikompensasikan dengan utang
pajak dalam masa pajak berikutnya atau diminta kembali (restitusi). (PM > PK =
Lebih Bayar)
e) Pada akhir masa pajak, setiap Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan
pemungutan dan pembayaran Pajak yang terutang kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) setempat,selambat–lambatnya akhir bulan berikutnya.

2. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai yang bersifat khusus diatur dalam Pasal
16A UU PPN Tahun 1984
a. Instansi pemerintah, badan atau orang yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN
b. Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak kepada pemungut PPN, wajib membuat Faktur Pajak
c. Pada saat pemungut pajak tersebut melakukan pembayaran Harga Jual atau
penggantian,“memungut” pajak yang terutang, kemudiaan menyetorkan dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama Pengusaha Kena Pajak
tersebut pada butir (b) dan melaporkan kepada KPP setempat.
d. SSP tersebut pada butir (c) kemudiaan diserahkan kepada Pengusaha Kena Pajak
yang bersangkutan.

D. OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas:
a. Penyerahan BKP (Barang Kena Pajak) didalam daerah pabean yang dilakukan
oleh pengusaha.
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi, baik
pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun pengusaha
yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi belum
dikukuhkan.
b. Impor Barang Kena Pajak (BKP).
Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak dan pemungutannya
dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, tanpa memperhatikan apakah
dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya, tetap dikenai pajak.
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan didalam daerah pabean oleh
pengusaha.

98
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik
pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun pengusaha
yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi belum
dikukuhkan.
Penyerahan Jasa Kena Pajak yang telah diatur pada Pasal 1 angka 7 UndangUndang
Nomor 18 Tahun 2000:
 Setiap kegiatan pemberian JKP, termasuk pemakaian sendiri dan pemberian
cuma-cuma atas Jasa Kena Pajak
 Sama hal nya dengan pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma atas BKP,
pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma atas JKP juga harus dikenakan
PPN
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah
pabean
Untuk memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang Kena
Pajak, atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean
yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean juga dikenai PPN
e. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean didalam daerah pabean.
Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam
Daerah Pabean dikenai PPN
f. Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak.
Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud hanya pengusaha
yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak
g. Ekspor BKP tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
Dalam (UU PPN pasal 4 ayat (1)) Yang dimaksud Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
adalah :
 Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusasteraan, kesenian,
atau karya ilmiah,paten, desain, atau model, rencana, formula, atau proses rahasia,
merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelktual/industrial.
 Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial atau
 Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau
komersial
h. Ekspor JKP oleh Pengusaha Kena Pajak
Dalam (UU PPN pasal 4 ayat (1)) yang termasuk dalam pengertian ekspor Jasa Kena
Pajak adalah penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah

99
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang
Kena Pajak Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan/atau
petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean

E. YANG TERMASUK DALAM PENGERTIAN PENYERAHAN BARANG KENA


PAJAK (BKP)
Penyerahan BKP yang telah diatur dalam Pasal 1A angka 1 Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2000:
 Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian.
 Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing.
 Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.
 Pemakaian sendiri atau pemberiaan cuma – cuma atas BKP
 Persediaan BKP dan Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan,
yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
 Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP antar
cabang.
 Penyerahan BKP secara konsinyasi
 Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada
pihak yang membutuhkan BKP

F. TIDAK TERMASUK DALAM PENGERTIAN PENYERAHAN BARANG KENA


PAJAK (BKP)
Diatur dalam (Pasal 1A angka 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000)
 Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam KUHD.
 Penyerahan BKP untuk jaminan hutang-piutang.
 Penyerahan BKP dari pusat ke cabang dan antar cabang bagi PKP yang memperoleh
izin melakukan pemusatan tempat pajak terutang dari Dirjen Pajak.
 Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang
menerima pengalihan adalah PKP.
 BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan.

100
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
G. TIDAK TERMASUK BARANG KENA PAJAK (BKP)
Jenis Barang Tidak Kena Pajak (Pasal 4A ayat (2) Perubahan Ketiga Undang-Undang PPN
1984)
 Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, seperti: minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, biji timah,
biji emas,dst.
 Barang – barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, seperti :
beras, gabah, jagung, sagu, gandum, kedelai, garam baik yang beryodium atau tidak,
daging, telur, buah,dan sayur-sayuran.
 Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan
sejenisnya, tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa
boga atau cattering.
 Uang, emas batangan, dan surat – surat berharga (saham, obligasi)

H. TIDAK TERMASUK JASA KENA PAJAK (JKP)


1. Jasa pelayanan kesehatan medis
2. Jasa pelayanan sosial
3. Jasa pengiriman surat dengan perangko
4. Jasa keuangan
5. Jasa asuransi
6. Jasa keagamaan
7. Jasa pendidikan
8. Jasa kesenian dan hiburan
9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
10. Jasa angkutan umum di darat dan air
11. Jasa tenaga kerja
12. Jasa perhotelan
13. Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum
14. Jasa penyediaan tempat parkir
15. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
17. Jasa boga atau catering

101
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
I. KEWAJIBAN PKP
Diatur dalam Pasal 3A ayat (1) dan (2)
a) Memiliki Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ( NPPKP )
 Melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak ( Pasal 2
ayat (2) UU KUP)
b) Memungut Pajak Terutang
 Membuat Faktur Pajak / FP ( Pasal 13 UU PPN 1984 )
c) Menyetor Pajak Terutang
 Wajib mencatat sejumlah perolehan dan penyerahan BKP / JKP dalam
pembukuan dan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan ( Pasal 6
dan UU KUP )
d) Melaporkan Pajak Terutang
 Mengisi dan menyampaikan SPT MASA PPN ( Pasal 13 UU KUP )

J. SYARAT PAJAK MASUKAN DAPAT DIKREDITKAN


1. Pengusaha yang melakukan pengkreditan telah berstatus PKP (sudah dikukuhkan)
2. Adanya bukti Pajak Masukan dalam bentuk Faktur Pajak Standar / Khusus yang sah,
benar dan lengkap.
3. Dilakukan dalam masa pajak yang sama, namun masih memungkinkan pada masa pajak
berikutnya, sepanjang tidak melampaui bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku dan
belum dibebankan sebagai biaya serta belum dilakukan pemeriksaan.
4. Pajak Masukan yang dikreditkan berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yaitu
pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran dan manajemen dengan
syarat ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang PPN dan sifatnya tidak untuk
tujuan konsumtif direksi, dewan komisaris, karyawan, dan pemegang saham.

K. PAJAK MASUKAN YANG TIDAK DAPAT DIKREDITKAN


1. Yang dibayar untuk perolehan BKP / JKP untuk pemanfaatan BKP / JKP dari luar
daerah pabean, sebelum pengusaha dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
2. Yang dibayar untuk perolehan BKP / JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha.
3. Yang dibayar untuk perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor jenis sedan dan
station wagon, kecuali jika barang tersebut adalah untuk persediaan barang dagangan

102
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
atau untuk digunakan langsung sesuai dengan bidang usahannya, Misalnya usaha
persewaan kendaraan bermotor.
4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
5. Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat 5 atau ayat 9 UU PPN atau tidak mencantumkan nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli BKP atau penerima JKP.
6. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean
yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat 6 UU PPN.
7. Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan
pajak.
8. Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannnya tidak dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
9. Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi sebagaimana
dimaksud pada Pasal 9 ayat 2A UU PPN.
10. Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak yang atas
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN.

L. TARIF PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


Diatur dalam Pasal 7, Pasal 1 angka 26 dan Pasal 8A
1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (Sepuluh Persen)
2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (Nol
Persen)
3) Dengan Peraturan Pemerintah, tarif pajak sebagai mana maksud dapat diubah menjadi
serendah – rendahnya 5% (Lima Persen) dan setinggi – tingginya 15% (Lima Belas
Persen)

M. SYARAT TERUTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi tiga syarat yang bersifat
kumulatif dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya, yaitu:
 Barang atau jasa yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
 Penyerahannya dilakukan di dalam Daerah Pabean
 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiaan usaha atau pekerjaannya.

103
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
N. SUBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
1. Pengusaha Kena Pajak ( PKP )
a. Pabrikan / Produsen termasuk Pengusaha Real Estate / Industrial estate /
Developer.
b. Importir, Indentor
c. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan Pabrikan dan atau
Importir.
d. Agen Utama dan Penyalur Utama dari Pabrikan dan atau Importir.
e. Pemegang Hak Patent dan Merk Dagang.
f. Pemborong bangunan dan harta tetap lainnya
2. Pengusaha Kecil Yang Dikukuhkan Menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) Yang
bukan merupakan subyek PPN
a. Pengusaha yang menghasilkan barang-barang pertanian, perkebunan, peternakan,
kehutanan, perikanan yang belum diolah lebih lanjut.
b. Pengusaha Kecil (Mereka juga tidak boleh memungut PPN).
c. Pengusaha Jasa, untuk jasa-jasa yang tidak dikenai pajak sesuai dengan UU No.42
tahun 2009.

O. PIHAK YANG WAJIB MEMBAYAR/MENYETORKAN DAN MELAPOR


PPN/PPnBM
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
2. Pemungut PPN / PPnBM adalah :
 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
 Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah
 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

P. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)


1. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah yang dilakukan oleh pengusaha
yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah tersebut didalam daerah
pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
2. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan
Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah oleh Pengusaha yang menghasilkan atau pada
waktu impor

104
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Q. TARIF PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
1. Tarif Pajak atas Penjualan Barang Mewah adalah paling rendah 20% (Dua Puluh
Persen) dan paling tinggi 75% (Tujuh Puluh Lima Persen). Berdasarkan peraturan
terbaru PMK Nomor 35/PMK.010/2017 Tahun 2017.
2. Atas Ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenakan pajak dengan tarif
0% (Nol Persen).
3. Terdapat dua kelompok besar Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yakni yang
termasuk Kelompok Kendaraan Bermotor dan Kelompok Selain Kendaraan Bermotor.
4. Jenis barang yang termasuk dalam dua kelompok besar tersebut diatas telah ditetapkan
dalam Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 35/PMK.010/2017.

R. DASAR PENGENAAN PAJAK ( DPP )


1. Harga Jual
Nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh penjual / pembeli jasa karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN dan potongan
harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
2. Penggantian
Nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh penjual / pembeli jasa karena penyerahan JKP, ekspor JKP, atau ekspor BKP tidak
berwujud, tetapi tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam
faktur pajak.
3. Nilai Impor
Impor Nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah
pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam Peraturan
Perundangundangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN.
4. Nilai Ekspor
Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta oleh eksportir.
5. Nilai Lain
Nilai berupa uang yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai
dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

105
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
KASUS PENGISIAN SPT MASA PPN (FORMULIR 1111)

PT. INFINITE (persero) adalah sebuah perusahaan BUMN bergerak dibidang


Perdagangan Barang dan Jasa yang beralamat di Jl. Pattimura No 09 Pancoran, Jakarta.
Didirikan pada tahun 2010 No Telepon 622109062010 Fax 622106092010 Kode Pos 12780,
Jakarta, Indonesia. Dengan direktur utama bernama M. Wahyu Sugihaji dan manager keuangan
Dudung Darmawan. Penyerahan produk tersebut disamping terutang PPN 10% juga terutang
PPnBM 20%. Perusahaan ini telah terdaftar dan memiliki NPWP: 59.546.243.3-112.000 serta
telah dikukuhkan sebagai PKP sejak tanggal 09 Juni 2013. Sedangkan No KLU: 12345. Dalam
bulan Juni 2017, di catat transaksi dalam pembukuan adalah sebagai berikut:

PENJUALAN / PENYERAHAN :
1. 01 Juni 2017 Diekspor sejumlah produk ke Seoul Korea Selatan dengan nilai ekspor Rp
96.750.000.000. PEB No.00145-2-22
2. 02 Juni 2017 Diterima pelunasan tagihan atas penyerahan BKP, dari PT. BigBang dengan
Nomor NPWP: 31.307.658.0-524.000 sejumlah Rp 325.650.000. Dibuatkan Faktur Pajak
Standar Nomor Seri: 010.600-16-00000002.
3. 03 Juni 2017 Diserahkan BKP seharga Rp 858.700.000 kepada PT. Seventeen dengan
Nomor NPWP: 01.681.385.9-614.000, Mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut karena
berada di kawasan berikat. Dibuatkan Faktur Pajak Standar No Seri: 070.600-16-
00000003. Pembayaran dilakukan pada saat itu juga.
4. 06 Juni 2017 Mengirim surat tagihan kepada Dirjen Pajak atas jasa BKP dengan harga
dalam kontrak Rp 325.000.000 termasuk PPN 10% dan PPnBm 20% yang
pembayarannya akan dilakukan melalui KPPN dengan NPWP : 31.301.845.9-517.000
Faktur Pajak standar dilampirkan dengan No Seri : 020.600-16-00000004.
5. 12 Juni 2017 Diserahkan BKP kepada PT. Sungkyu dengan NPWP: 31.679.850.3-
506.000 seharga Rp 85.000.000 termasuk laba 25%. Terutang PPN dan PPnBM.
Dibuatkan Faktur Pajak Standar dengan No Seri : 010.600-16-00000005.
6. 18 Juni 2017 Diserahkan BKP kepada PT. Gfriend dengan Nomor NPWP 31.307.658.0-
524.000, dengan harga jual Rp 125.000.000 termasuk PPN 10%. Pembayarannya baru
dilakukan pada tanggal 15 Desember 2016. Faktur Pajak Standar No
010.600.16.00000006.

106
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
PEMBELIAN / PEROLEHAN :
1. 05 Juni 2017 Dibeli secara tunai dari PT. HighLight dengan NPWP: 21.068.052.6-
215.000 peralatan produksi seharga Rp 99.000.000 (termasuk PPN) dibuat Faktur pajak
dengan Nomor seri : 010.600-16-00000006.
2. 09 Juni 2017 Pembelian import bahan baku sebesar Cost Rp 185.000.000, Insurance 20%
dan Freight 10% serta Bea Masuk Rp 10.000.000 dari PT. Woollim dengan NPWP:
31.672.082.0-615.000. Sesuai kesepakatan pembayaran akan dilakukan bulan Juli
dibuatkan Faktur Pajak dengan Nomor Seri : 010.600-16-00000007.
3. 10 Juni 2017 Dilunasi tagihan dari PT. Twice dengan NPWP: 31.238.708.7-422.000 atas
pembelian bahan baku seharga Rp 50.600.000 (termasuk PPN) berdasarkan pesanan
tanggal 15 Mei 2016 dibuat Faktur Pajak dengan Nomer Seri : 010.600-16-00000008.
4. 12 Juni 2017 Dibayar uang langganan Listrik Rp 88.000.000 (termasuk PPN) kepada PT.
PLN (Persero), dengan NPWP: 03.140.484.1-212.000, sesuai dengan kwitansi Nomor
dok: 21546789712014 tanggal 03 Juni 2017.
5. 15 Juni 2017 Diterima dari PT. Wanna One, satu unit Truck Mitsubitsi dengan NPWP:
31.672.082.0-615.000 dengan harga Rp 145.000.000 (sudah termasuk PPN 10% dan
PPnBM dengan tarif 35%.), Pembayaran dilakukan secara tunai dan dibuat Faktur Pajak
dengan Nomer seri: 010.600-16-00000009.
6. 17 Juni 2017 Diterima Faktur Pajak tertanggal 23 Mei 2017 dengan PPN Rp 11.000.000
dari PT. Golden Child dengan NPWP: 21.068.052.6-215.000, atas penyerahan sejumlah
Peralatan mesin pada tanggal 28 April 2017 dengan Nomer seri : 010.600-16-00000010.

INSTRUKSI :
Masukkan seluruh transaksi tersebut kedalam SPT Masa PPN 1111 untuk Masa Pajak Juni 2017
atas nama PT. INFINITE (persero) dengan keterangan tambahan sebagai berikut :
 Faktur Pajak dibuat sesuai dengan Kep. Dirjen pajak Nomor: KEP-549/PJ/2003. Faktur
Pajak dibuat pada tanggal jatuh tempo saat pembuatan Faktur Pajak, kecuali sebelumnya
ada pembayaran, dibuat pada saat pembayaran.
 Dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Mei 2017, terdapat kelebihan pembayaran PPN
sebesar Rp 25.000.000 yang diterima untuk dikompensasikan ke Masa pajak berikutnya.
Dalam hal PM > PK, kelebihan supaya dikompensasikan dengan utang pajak pada Masa
Pajak Berikutnya.

107
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
E-FAKTUR

A. PENGERTIAN E-FAKTUR
UU PPN 1984 Pasal 1 huruf (t) yang dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 menjadi
Pasal 1 angka 23 merumuskan: ”Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan
Jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang
digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai”.
E-Faktur adalah Faktur Pajak yang dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik
yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak menurut Pasal 1 ayat (1)
PER-16/PJ/2014. Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-08/PJ/2015 tanggal 30 Januari 2015
tentang penetapan pengusaha kena pajak (PKP) yang diwajibkan membuat faktur pajak
berbentuk elektronik. Sebelum adanya e-faktur, digunakan Faktur Pajak.

B. FUNGSI FAKTUR PAJAK


Faktur pajak berfungsi sebagai:
 Bukti pungutan pajak bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan Barang
Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP).
 Bukti pembayaran pajak ditinjau dari sisi pembeli BKP atau penerima JKP atau orang
pribadi atau badan yang mengimpor BKP.
 Sarana untuk mengkreditkan pajak masukan.

C. KOMPONEN FAKTUR PAJAK


 Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan dan yang membeli (menerima) BKP
atau JKP
 Jenis barang/jasa, DPP, dan potongan harga
 PPN dan PPnBM yang dipungut
 Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak
 Nama dan Tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak

D. SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK


 Pada saat penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP
 Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan BKP dan atau sebelum penyerahan JKP

108
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
 Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan
 Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

E. NOMOR FAKTUR PAJAK


Kode dan nomor seri faktur pajak terdiri dari 16 digit yaitu:
a. 2 digit kode transaksi, yaitu:
 01 = Transaksi normal yang dipungut sendiri
 02 = Dipungut oleh bendaharawan pemerintah
 03 = Dipungut oleh pemungut (WAPU)/wajib pungut
 04 = DPP lain – lain
 05 = DPP (tidak digunakan sejak april 2010)
 06 = Penyerahan dengan tarif khusus, contoh 5%
 07 = PPN dan PPnBM tidak dipungut, kawasan berikat
 08 = Fasilitas yang dibebaskan
 09 = Penjualan aktiva milik perusahaan

b. 1 digit kode status, yaitu:


 0 = status normal
 1 = status penggantian

c. 13 digit nomor seri faktur pajak yang ditentukan DJP dimana, 11 digit nomor seri faktur
pajak dipisahkan oleh 2 digit tahun penerbitan.

109
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
F. DASAR HUKUM E-FAKTUR :

G.  Pasal 19 PMK 151/PMK.03/2013


(Tata Cara Pembuatan FP
H.
elektronik lebih lanjut diatur
I. PMK dengan Perdirjen)

J.  PER-16/PJ/2014  PER-16/PJ/2014
 Membuat FP
K.  Membuat FP elektronik dengan elektronik dengan
Aplikasi/Sistem DJP Aplikasi/Sistem DJP
L.  Saat pembuatan FP elektronik  Saat pembuatan FP
elektronik
M.  Pelaporan FP & Approval FP  Pelaporan FP &
PERDIRJEN
N. Approval DJP

O.  KEP-136/PJ/2014
 Tahapan implementasi e-faktur
P.
1 juli 2014 PKP tertentu
Q. 1 juli 2015 PKP Jawa-Bali
R. 1 juli 2016 Seluruh PKP
KEPDIRJEN
S.

 SE-21/PJ/2014  SE-20/PJ/2014
T.  Tata cara pembelian
 Tata cara permintaan data
Sertifikat elektronik
SE DIRJEN FP ke DJP dalam hal data  Tata cara aktivasi
PKP hilang akun PKP

Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-136/PJ/2014 :


 Seluruh PKP di pulau Jawa, Bali dan Sumatra wajib membuat E-Faktur.
 PKP di lingkungan :
 Kanwil WP Besar
 Kanwil Khusus
 Kanwil Jawa, Bali, dan Sumatra
(Wajib membuat e-Faktur mulai 1 Juli 2015)

Transaksi Yang Dibuatkan e-Faktur :


 Dibuat untuk setiap Penyerahan BKP (Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D UU
PPN) dan/atau Penyerahan JKP (Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN).
 Kecuali atas penyerahan BKP dan/atau JKP :
a. Yang dilakukan oleh pedagang eceran (Pasal 20 PP No. 1 Tahun 2012);
b. Yang dilakukan oleh PKP Toko Retail kepada orang pribadi pemegang
paspor luar negeri (Pasal 16E UU PPN);

110
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Yang bukti pungutan PPNnya berupa dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak (Pasal 13 ayat (6) UU PPN).
Informasi di dalam e-Faktur Pasal 4 PER-16/PJ/2014 :
Paling sedikit harus memuat :
1. Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BPK/JKP
2. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BPK/penerima JKP
3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga
4. PPN yang dipungut
5. PPnBM yang dipungut
6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak
7. Nama dan tanda tangan elektronik yang berhak menandatangani faktur pajak

111
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Contoh Cetakan Kertas e-Faktur :

112
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
Perbedaan Faktur Pajak Kertas dengan e-Faktur :

Faktur Pajak
No. Keterangan e-Faktur
Kertas
1 Format / lay out Bebas tidak Ditentukan oleh
ditentukan dan dapat aplikasi/sistem yang
mengikuti contoh di ditentukan dan atau
lampiran PER- disediakan oleh DJP
24/PJ/2012
2 Tanda Tangan Tanda tangan basah Tanda tangan elektronik
diatas FP kertas berbentuk QR code
3 Bentuk & lembar Diwajibkan Tidak diwajibkan untuk
berbentuk kertas dan dicetak dalam bentuk
jumlah lembar diatur kertas
4 PKP yang membuat Seluruh PKP PKP yang ditetapkan oleh
Dirjen Pajak
5 Jenis Transaksi Seluruh Penyerahan BKP/JKP saja
6 Prosedur Lapor /upload & - e-faktur dilaporkan ke DJP
persetujuan DJP dengan cara upload dan
mendapat persetujuan
DJP
7 Mata Uang Rupiah dan Dollar Rupiah (Selain Rupiah,
dikonversi ke Rupiah
dengan menggunakan kurs
Menteri Keuangan pada
saat pembuatan e-Faktur)
8 Pelaporan SPT PPN Menggunakan Menggunakan aplikasi
aplikasi tersendiri yang sama dengan aplikasi
pembuatan e-Faktur

113
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
SOAL KASUS E-FAKTUR

PT SINCHAN
JL PAHLAWAN BERTOPENG BLOK MATAHARI NO.11, KIOTO RT: 1 RW: 14
JAKARTA
Kode Pos : 12345
No. Telpon : 021 - 500505
NPWP/NPPKP : 99.999.999.9-999.000
Merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri minuman.PKP mendapatkan jatah
Nomor Faktur: 999-14-00001000 s.d. 999-14-00002999

Pada bulan Agustus 2014 WP melakukan transaksi sbb:


1. 01-08-2014 melakukan penyerahan kepada PT Doraemon (NPPKP: 11.111.111.8-111.000)
yang beralamat di JL PINGGIRAN BLOK B2 NO.11, JAKARTA berupa Minuman Kasih
Sayang sebanyak 32.500 botol dengan harga jual @Rp3.000,00.

2. 12-08-2014 PT Doraemon mengembalikan 1.000 botol minuman yang dibeli tanggal 01-08-
2014 karena rusak dengan nota retur 005/NR/IX/2014.

3. 13-08-2014 melakukan ekspor ke MONOKOROBO CO, LTD di JEPANG sebanyak 10.000


botol minuman cap KUPU-KUPU senilai Rp30.000.000,00 dengan PEB No.0123456789
tanggal 11-08-2014.

4. 05-08-2014 melakukan pembelian botol dari PT Nobita (NPPKP:33.333.333.4-333.000)


yang beralamat di Jl PAHLAWAN NO. 13, MEDAN sebanyak 10.000 botol dengan total
harga Rp 5.000.000,00 Nomor Faktur 010.900-14-01234567.

5. 14-08-2014 mengembalikan sebanyak 1000 botol dari pembelian pada tanggal 05-08-2014
dengan nota retur NR-111/PTS/2014 karena cacat dengan nilai Rp500.000,00.

6. 17-08-2014 melakukan impor tutup botol dari Balmond Limited di CHINA sebanyak
250.000 buah total nilai Rp25.000.000,00 nomor PIB 012345 dengan SSP tanggal 17-08-
2014.

114
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
7. 05-08-2014 diterima pembayaran penjualan minuman Kasih Sayang kepada PT Doraemon
(NPPKP: 11.111.111.8-111.000) sebanyak 5000 botol @Rp3.000,00 yang akan dikirim
tanggal 01-09-2014.

8. 10-08-2014 terdapat kesalahan penulisan jenis minuman yang dijual kepada PT Doraemon
nomor faktur 010.999-14-00001001 tertulis minuman Kasih Sayang seharusnya minuman
Kasih Cinta.

9. 25-08-2014 PT Doraemon membatalkan pembelian minuman Kasih Sayang dengan nomor


dokumen 025/VIII-NR/2014 disertai surat pernyataan pembatalan transaksi atas faktur nomor
011.999-14-00001001.

115
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

A. DASAR HUKUM
Undang –Undang No. 12 tahun 1985 diperbaharui melalui Undang-Undang No.
12 tahun1994. Terakhir, diperbaharui melalui Undang-undang No. 28 tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

B. PENGERTIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi
dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
nomor 28 Tahun 2009.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak
terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan.
Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.

C. OBJEK PAJAK BUMI DANBANGUNAN


Bumi dan atau bangunan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan
usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (Pasal 77 ayat 1).

D. PENGERTIAN BUMI DAN BANGUNAN


 Bumi adalah permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
Contoh: Sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.
 Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanamkan atau dilekatkan secara tetap pada tanah /
perairan di wilayah Republik Indonesia.
Contoh: Rumah tempat tinggal, bangunan, gedung, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak
lepas pantai, pusat perbelanjaan.

E. KRITERIA OBJEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN PAJAK BUMI DAN


BANGUNAN
1. Digunakan untuk melayani kepentingan umum yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan.
116
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
2. Digunakan untuk pemakaman, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
3. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan
yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu hak.
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
5. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh menteri
keuangan.

F. SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


Menurut pasal 78 ayat 1 dan 2, subjek PBB adalah orang pribadi atau badan yang secara
nyata:
 Mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
 Memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
 Memiliki bangunan, dan atau;
 Menguasai bangunan, dan atau;
 Memanfaatkan atas bangunan
Wajib Pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.

G. DASAR PENGENAAN PAJAKBUMI DAN BANGUNAN


Dasar pengenaan Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan per wilayah
berdasarkan keputusan menteri keuangan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.03/2014
tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi
dan Bangunan :
 Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
 Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya
sama dan telah diketahui hargajualnya.
 Nilai jual bangunan per meter persegi adalah nilai bangunan per meter persegi yang diperoleh
melalui nilai perolehan baru.
 Nilai Jual Objek Pajak Pengganti.

H. NILAI JUAL OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (NJOPTKP)


NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak.
Besarnya NJOPTKP berdasarkan KMK RI NOMOR 201/KMK.04/2000 Pasal 2 adalah setinggi-
tingginya Rp12.000.000, sedangkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 77 ayat (4)
besarnya NJOPTKP ditentukan paling rendah adalah Rp 10.000.000,00 dan penetapannya
117
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
dilakukan oleh masing-masing Kepala Daerah. Dengan ketentuan sebagai berikut:
o Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak 1 kali dalam satu tahun
pajak.
o Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang mendapat pengurangan
NJOPTKP hanya satu objek pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan objek
pajak lainnya.

I. DASAR PERHITUNGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


Dasar Penghitungan Pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang merupakan hasil
dari pengurangan NJOP dengan NJOPTKP. Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 dalam
perhitungan PBB tidak lagi mengenal besarnya NJKP.

J. TARIF PAJAK BUMI DANBANGUNAN


a. Tarif PBB adalah paling tinggi sebesar 0,3% (pasal 80).
b. Tarif PBB untuk wilayah Jakarta:
 NJOPKP Kurang dari Rp 200.000.000 =0,01%
– Rp 2.000.000.000 = 0,1 %
2.000.000.000 – Rp 10.000.000.000 = 0,2 %
diatas Rp 10.000.000.000 = 0,3 %
 NJOPKP kurang dari Rp 1.000.000.000 dengan luas dibawah 100 m2 yang dimaksud
adalah Rumah/Rusun/Rusunami yang berada diluar Real Estate tidak dikenakan PBB
(Sesuai dengan PERGUBNO. 259 Tahun 2015 Tentang pembebasan PBB Perdesaan
dan Perkotaan atas rumah)
c. Tarif PBB untuk wilayah kota Depok :
NJOPKP kurang dari Rp 1.000.000.000 = 0,125%
NJOPKP diatas Rp 1.000.000.000 = 0,25 %
d. Tarif PBB untuk wilayah kota Bekasi :
NJOPKP sampai dengan Rp 500.000.000 = 0,1%
NJOPKP diatas Rp 500.000.000 = 0,15%
NJOPKP diatas Rp 1.000.000.000 = 0,25%
e. Tarif PBB untuk wilayah kota Bogor :
NJOPKP kurang dari Rp 1.000.000.000 = 0,1%
NJOPKP diatas Rp 1.000.000.000 = 0,2 %

118
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

f. Tarif PBB untuk wilayah kab. Bogor :


kurang dari Rp 1.000.000.000 = 0,11 %
diatas Rp 1.000.000.000 = 0,22 %

K. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAANPBB


Saat ini hasil penerimaan PBB 100% (seratus persen) diterima dan diatur oleh pemerintah
daerah sehingga tidak ada lagi pembagian bagian dengan pemerintah pusat, provinsi, dan pihak
lainnya seperti sebelumnya.

Contoh kasus 1

Purnomo ialah Pengusaha Garment dan memiliki tanah serta sebuah bangunan berupa rumah di
Daerah Tebet, Jakarta dengan data sebagai berikut :
 Tanah seluas 1400 m2 dengan NJOP Rp 8.540.000.000
 Bangunan seluas 500 m2 dengan NJOP Rp 1.500.000.000
 Taman seluas 350 m2 dengan NJOP Rp 962.500.000
 Kolam renang 250 m2 dengan NJOP Rp 550.000.000
 Dengan NJOPTKP yang telah ditetapkan sebesar Rp13.000.000

Jawaban :

(dalam ribuan rupiah)


Nilai Jual Konversi Luas
No Uraian Kelas Jumlah NJ
per m2 NJOP (m²)
1 Tanah 6.100 6.195 044 1.400 8.673.000
2 Bangunan 3.000 3.100 016 500 1.550.000
3 Taman 2.750 2.625 017 350 918.750

4 Kolam Renang 2.200 2.200 018 250 550.000

5 Jumlah NJOP Dasar sebagai perhitungan 11.691.750


6 NJOPTKP 13.000
7 NJOPKP 11.678.750
8 PBB (0,3% x NJOPKP) 35.036,25

119
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus 2

Bapak Surya mempunyai sebuah rumah yang terletak di Kelapa Dua, Depok dan memiliki
sebuah toko yang terletak di daerah Tapos, kota Depok, dengan rincian sebagai berikut :

 Rumah di Depok:
 Tanah seluas 600 m2 dengan nilai jual Rp 2.600.000 per m2
 Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp 2.200.000 per m2
 Toko Di kota Depok:
 Tanah seluas 500 m2 dengan nilai jual Rp 3.200.000 per m2
 Bangunan seluas 300 m2 dengan nilai jual Rp 1.950.000 per m2
Berapakah PBB yang terutang atas masing – masing objek pajak yang dimiliki Bapak
Surya jika ditetapkan untuk NJOPTKP di Depok Rp12.000.000?

Jawaban :
Rumah di Depok (dalam ribuan rupiah)
Nilai Jual Konversi
No Uraian Kelas Luas (m²) Jumlah NJ
per m2 NJOP
1 Tanah 2.600 2.640 054 600 1.584.000
2 Bangunan 2.200 2.200 018 400 880.000
3 Jumlah NJOP Dasar sebagai perhitungan 2.464.000
4 NJOPTKP 12.000
5 NJOPKP 2.452.000
6 PBB (0,25% x NJOPKP) 6.130

Toko di Depok (dalam ribuan rupiah)


Nilai Jual Konversi
No Uraian Kelas Luas (m²) Jumlah NJ
per m2 NJOP
1 Tanah 3.200 3.100 051 500 1.550.000
2 Bangunan 1.950 1.833 019 300 549.900
3 Jumlah NJOP Dasar sebagai perhitungan 2.099.900
4 NJOPTKP 0
5 NJOPKP 2.099.900

120
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
6 PBB (0,25% x NJOPKP) 5.249,75

Penentuan klasifikasi dari bumi dan bangunan didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan dan
untuk peraturan yang terbaru adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.03/2014 tentang
Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan yang menggantikan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.03/2010. Lihat Tabel
1 dan 2.

121
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
KLASIFIKASI NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP) BUMI
UNTUK OBJEK PAJAK SEKTOR PERDESAAN DAN SEKTOR PERKOTAAN

Nilai Jual Objek Pajak


Kelas Pengelompokan Nilai Jual Bumi (Rp/m2)
(NJOP) (Rp/m2)
001 > 67.390.000,00 s/d 69.700.000,00 68.545.000,00
002 > 65.120.000,00 s/d 67.390.000,00 66.255.000,00
003 > 62.890.000,00 s/d 65.120.000,00 64.000.000,00
004 > 60.700.000,00 s/d 62.890.000,00 61.795.000,00
005 > 58.550.000,00 s/d 60.700.000,00 59.625.000,00
006 > 56.440.000,00 s/d 58.550.000,00 57.495.000,00
007 > 54.370.000,00 s/d 56.440.000,00 55.405.000,00
008 > 52.340.000,00 s/d 54.370.000,00 53.355.000,00
009 > 50.350.000,00 s/d 52.340.000,00 51.345.000,00
010 > 48.400.000,00 s/d 50.350.000,00 49.375.000,00
011 > 46.490.000,00 s/d 48.400.000,00 47.445.000,00
012 > 44.620.000,00 s/d 46.490.000,00 45.555.000,00
013 > 42.790.000,00 s/d 44.620.000,00 43.705.000,00
014 > 41.000.000,00 s/d 42.790.000,00 41.895.000,00
015 > 39.250.000,00 s/d 41.000.000,00 40.125.000,00
016 > 37.540.000,00 s/d 39.250.000,00 38.395.000,00
017 > 35.870.000,00 s/d 37.540.000,00 36.705.000,00
018 > 34.240.000,00 s/d 35.870.000,00 35.055.000,00
019 > 32.650.000,00 s/d 34.240.000,00 33.445.000,00
020 > 31.100.000,00 s/d 32.650.000,00 31.875.000,00
021 > 29.590.000,00 s/d 31.100.000,00 30.345.000,00
022 > 28.120.000,00 s/d 29.590.000,00 28.855.000,00
023 > 26.690.000,00 s/d 28.120.000,00 27.405.000,00
024 > 25.300.000,00 s/d 26.690.000,00 25.995.000,00
025 > 23.950.000,00 s/d 25.300.000,00 24.625.000,00
026 > 22.640.000,00 s/d 23.950.000,00 23.295.000,00
027 > 21.370.000,00 s/d 22.640.000,00 22.005.000,00
028 > 20.140.000,00 s/d 21.370.000,00 20.755.000,00
029 > 18.950.000,00 s/d 20.140.000,00 19.545.000,00
030 > 17.800.000,00 s/d 18.950.000,00 18.375.000,00
031 > 16.690.000,00 s/d 17.800.000,00 17.245.000,00
032 > 15.620.000,00 s/d 16.690.000,00 16.155.000,00
033 > 14.590.000,00 s/d 15.620.000,00 15.105.000,00

122
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
034 > 13.600.000,00 s/d 14.590.000,00 14.095.000,00
035 > 12.650.000,00 s/d 13.600.000,00 13.125.000,00
036 > 11.740.000,00 s/d 12.650.000,00 12.195.000,00

037 > 10.870.000,00 s/d 11.740.000,00 11.305.000,00


038 > 10.040.000,00 s/d 10.870.000,00 10.455.000,00
039 > 9.250.000,00 s/d 10.040.000,00 9.645.000,00
040 > 8.500.000,00 s/d 9.250.000,00 8.875.000,00
041 > 7.790.000,00 s/d 8.500.000,00 8.145.000,00
042 > 7.120.000,00 s/d 7.790.000,00 7.455.000,00
043 > 6.490.000,00 s/d 7.120.000,00 6.805.000,00
044 > 5.900.000,00 s/d 6.490.000,00 6.195.000,00
045 > 5.350.000,00 s/d 5.900.000,00 5.625.000,00
046 > 4.840.000,00 s/d 5.350.000,00 5.095.000,00
047 > 4.370.000,00 s/d 4.840.000,00 4.605.000,00
048 > 3.940.000,00 s/d 4.370.000,00 4.155.000,00
049 > 3.550.000,00 s/d 3.940.000,00 3.745.000,00
050 > 3.200.000,00 s/d 3.550.000,00 3.375.000,00
051 > 3.000.000,00 s/d 3.200.000,00 3.100.000,00
052 > 2.850.000,00s/d 3.000.000,00 2.925.000,00
053 > 2.708.000,00 s/d 2.850.000,00 2.779.000,00
054 > 2.573.000,00 s/d 2.708.000,00 2.640.000,00
055 > 2.444.000,00 s/d 2.573.000,00 2.508.000,00
056 > 2.261.000,00 s/d 2.444.000,00 2.352.000,00
057 > 2.091.000,00 s/d 2.261.000,00 2.176.000,00
058 > 1.934.000,00 s/d 2.091.000,00 2.013.000,00
059 > 1.789.000,00 s/d 1.934.000,00 1.862.000,00
060 > 1.655.000,00 s/d 1.789.000,00 1.722.000,00
061 > 1.490.000,00 s/d 1.655.000,00 1.573.000,00
062 > 1.341.000,00 s/d 1.490.000,00 1.416.000,00
063 > 1.207.000,00 s/d 1.341.000,00 1.274.000,00
064 > 1.086.000,00 s/d 1.207.000,00 1.147.000,00
065 > 977.000,00 s/d 1.086.000,00 1.032.000,00
066 > 855.000,00 s/d 977.000,00 916.000,00
067 > 748.000,00 s/d 855.000,00 802.000,00
068 > 655.000,00 s/d 748.000,00 702.000,00
069 > 573.000,00 s/d 655.000,00 614.000,00
070 > 501.000,00 s/d 573.000,00 537.000,00
071 > 426.000,00 s/d 501.000,00 464.000,00

123
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
072 > 362.000,00 s/d 426.000,00 394.000,00
073 > 308.000,00 s/d 362.000,00 335.000,00
074 > 262.000,00 s/d 308.000,00 285.000,00
075 > 223.000,00 s/d 262.000,00 243.000,00
076 > 178.000,00 s/d 223.000,00 200.000,00
077 > 142.000,00 s/d 178.000,00 160.000,00

124
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

078 > 114.000,00 s/d 142.000,00 128.000,00


079 > 91.000,00 s/d 114.000,00 103.000,00
080 > 73.000,00 s/d 91.000,00 82.000,00
081 > 55.000,00 s/d 73.000,00 64.000,00
082 > 41.000,00 s/d 55.000,00 48.000,00
083 > 31.000,00 s/d 41.000,00 36.000,00
084 > 23.000,00 s/d 31.000,00 27.000,00
085 > 17.000,00 s/d 23.000,00 20.000,00
086 > 12.000,00 s/d 17.000,00 14.000,00
087 > 8.400,00 s/d 12.000,00 10.000,00
088 > 5.900,00 s/d 8.400,00 7.150,00
089 > 4.100,00 s/d 5.900,00 5.000,00
090 > 2.900,00 s/d 4.100,00 3.500,00
091 > 2.000,00 s/d 2.900,00 2.450,00
092 > 1.400,00 s/d 2.000,00 1.700,00
093 > 1.050,00 s/d 1.400,00 1.200,00
094 > 760,00 s/d 1.050,00 910,00
095 > 550,00 s/d 760,00 660,00
096 > 410,00 s/d 550,00 480,00
097 > 310,00 s/d 410,00 350,00
098 > 240,00 s/d 310,00 270,00
099 >170,00 s/d 240,00 200,00
100 <170,00 140,00

KLASIFIKASI NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP) BANGUNAN


UNTUK OBJEK PAJAK SEKTOR PERDESAAN DAN SEKTORPERKOTAAN
Pengelompokan Nilai Jual Bangunan Nilai Jual Objek Pajak
Kelas
(Rp/m2) (NJOP) Bangunan (Rp/m2)
001 > 14.700.000,00 s/d 15.800.000,00 15.250.000,00
002 > 13.600.000,00 s/d 14.700.000,00 14.150.000,00
003 > 12.550.000,00 s/d 13.600.000,00 13.075.000,00
004 > 11.550.000,00 s/d 12.550.000,00 12.050.000,00
005 > 10.600.000,00 s/d 11.550.000,00 11.075.000,00
006 > 9.700.000,00 s/d 10.600.000,00 10.150.000,00
007 > 8.850.000,00 s/d 9.700.000,00 9.275.000,00

125
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
008 > 8.050.000,00 s/d 8.850.000,00 8.450.000,00
009 > 7.300.000.00 s/d 8.050.000,00 7.675.000,00
010 > 6.600.000,00 s/d 7.300.000,00 6.950.000,00

011 > 5.850.000,00 s/d 6.600.000,00 6.225.000,00


012 > 5.150.000,00 s/d 5.850.000,00 5.500.000,00
013 > 4.500.000,00 s/d 5.150.000,00 4.825.000,00
014 > 3.900.000,00 s/d 4.500.000,00 4.200.000,00
015 > 3.350.000,00 s/d 3.900.000,00 3.625.000,00
016 > 2.850.000,00 s/d 3.350.000,00 3.100.000,00
017 > 2.400.000,00 s/d 2.850.000,00 2.625.000,00
018 > 2.000.000,00 s/d 2.400.000,00 2.200.000,00
019 > 1.666.000,00 s/d 2.000.000,00 1.833.000,00
020 > 1.366.000,00 s/d 1.666.000,00 1.516.000,00
021 > 1.034.000,00 s/d 1.366.000,00 1.200.000,00
022 > 902.000,00 s/d 1.034.000,00 968.000,00
023 > 744.000,00 s/d 902.000,00 823.000,00
024 > 656.000,00 s/d 744.000,00 700.000,00
025 > 534.000,00 s/d 656.000,00 595.000,00
026 > 476.000,00 s/d 534.000,00 505.000,00
027 > 382.000,00 s/d 476.000,00 429.000,00
028 > 348.000,00 s/d 382.000,00 365.000,00
029 > 272.000,00 s/d 348.000,00 310.000,00
030 > 256.000,00 s/d 272.000,00 264.000,00
031 > 194.000,00 s/d 256.000,00 225.000,00
032 > 188.000,00 s/d 194.000,00 191.000,00
033 > 136.000,00 s/d 188.000,00 162.000,00
034 > 128.000,00 s/d 136.000,00 132.000,00
035 > 104.000,00 s/d 128.000,00 116.000,00
036 > 92.000,00 s/d 104.000,00 98.000,00
037 > 74.000,00 s/d 92.000,00 83.000,00
038 > 68.000,00 s/d 74.000,00 71.000,00
039 > 52.000,00 s/d 68.000,00 60.000,00
040 < 52.000,00 50.000,00

126
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
SOAL-SOAL PRAKTIKUM

1. Bapak Zaenal memiliki sebidang tanah dan bangunan di wilayah kota Bogor. Luas tanah tersebut
700 m2 dengan nilai jual sebesar Rp 550.000/m2 dan luas bangunan 250 m2 dengan nilai jual Rp
650.000/m2. Dan nilai NJOPTKP Rp 12.000.000,-. Hitunglah berapa besarnya PBB yang harus
dibayar Bapak Zaenal?
2. Morgan memiliki 2 obyek PBB yang terletak di Pejatendan Kalibata Jakarta. Berikut ini adalah
data-data dari kedua obyek tersebut.
 Di Pejaten
 Tanah seluas 850M2 dengan nilai jual Rp6.100.000/M2
 Bangunan rumah seluas 500M2 dengan nilai jual Rp900.000/M2
 Taman mewah seluas 85M2 dengan nilai jual Rp175.000/M2
 Di Kalibata
 Tanah seluas 1100 M2 dengan nilai jual Rp 1.100.000/M2
 Bangunan rumah seluas 650M2 dengan nilai jual Rp2.500.000/M2
 Taman mewah seluas 100M2 dengan nilai jual Rp490.000/M2
 Kolam renang seluas 150M2 dengan nilai jual Rp500.000/M2
Berapakah PBB yang terutang atas kedua obyek pajak yang dimiliki Morgan jika
diketahui NJOPTKP di Jakarta Rp12.000.000?
3. Bimbim mempunyai Obyek PBB yang letaknya di Bekasi. Obyek PBB tersebut antara lain:
 Tanah seluas 750 M2 dengan nilai jual Rp 430.000/M2
 Rumah seluas 500 M2 dengan nilai jual Rp 3.500.000/M2
 Taman mewah seluas 230 M2 dengan nilai jual 57.000/M2
 Pagar mewah sepanjang 120 M dan tinggi 1,5M dengan nilai jual Rp170.000/M2
Berapakah besarnya PBByang terutang yang harus dibayar Bimbimdengan ketentuan pemerintah
setempatuntuk NJOPTKP sebesar Rp12.000.000?

127
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
(BPHTB)
A. DASAR HUKUM
Undang – Undang No.21 Tahun 1997 yang telah diubah dengan Undang – Undang
No. 20 Tahun 2000 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2001. Terakhir diperbaharui dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

B. PENGERTIAN BPHTB
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan
hak atas tanah dan bangunan. Hak atas tanah dan atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk
hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar pokok-pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 16
Tahun 1985 tentang Rumah Susun, dan ketentuan perundang- undangan lainnya.

C. PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN MELIPUTI:


1. Pemindahan hak karena :
 Jual Beli
 Tukar Menukar
 Hibah Wasiat
 Penggabungan Usaha
 Waris
 Hibah
 Pemasukan dalam perseroan / Badan hukum lain
 Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak
 Penunjukan pembeli dalam lelang
 Peleburan Usaha
 Pemekaran Usaha
 Pelaksanaan Putusan Hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap

128
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
2. Pemberian hak baru karena:
 Kelanjutan Pelepasan Hak
 Di luar Pelepasan Hak
D. HAK ATAS TANAH SEBAGAI PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
 Hak milik
 Hak guna usaha
 Hak guna bangunan
 Hak pakai
 Hak milik atas satuan rumah susun
 Hak pengelolaan

E. SUBJEK PAJAK BPHTB


Orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah atau bangunan (pasal 86 ayat 1).

F. OBJEK PAJAK BPHTB


Perolehan hak atas tanah atau bangunan (pasal 85 ayat 1) yang dapat berupa:
1. Tanah termasuk tanaman diatasnya
2. Tanah dan Bangunan
3. Bangunan

G. OBJEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN BPHTB


Objek Pajak yang tidak dikenakan BPHTB ditetapkan dalam Pasal 3 UU No.21 Tahun 1997 Jo
UU No.20 Tahun 2000,yaitu:
1. Objek Pajak yang diperoleh Perwakilan diplomatik, konsulat
berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
2. Objek pajak yang diperoleh Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum dan yang semata – mata tidak
digunakan untuk mencari keuntungan.
3. Objek pajak yang diperoleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan
dengan keputusan menteri keuangan dengan syarat tidak melakukan atau menjalankan kegiatan
lain diluar fungsi dan tugas badan / perwakilan organisasi tersebut.

129
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
4. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena
perbuatan hokum lain dengan tidak ada perubahan nama.
5. Objek pajak yang diperolehorang pribadi / badan karena wakaf.
6. Objek pajak yang diperoleh orang pribadi / badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

H. TARIF BPHTB
Tarif BPHTB adalah setinggi-tingginya sebesar 2,5%, dan serendah-rendahnya 1% dan
untuk kepentingan pemerintah 0% (Peraturan Pemerintah RI No, 34 Tahun 2016) dapat dijabarkan
sebagai berikut:
 2,5% Dikenakan dari jumlahbruto nilai pengalihan hakatas tanah dan/atau bangunan selain
berupa rumah non sederhana atau non rusun sederhana yang dilakukan wajib pajak yang
usaha pokoknya melakukan pengalihan hakatas tanah dan/atau bangunan.
 1% Dikenakan dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
berupa rumah Sederhana dan Rusun sederhana yang dilakukan oleh wajib pajak yang
usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
 0% Dikenakan atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah,
badan usaha milik Negara yang mendapat penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan
usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana
dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum.

I. DASAR PENGENAAN PAJAK


Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (Pasal 6 UU No. 21 Tahun
1997 jo. UU No. 20 Tahun 2000)
 Yang dimaksud Nilai Perolehan Objek Pajak adalah dalam hal:
a. Jual Beli adalah harga transaksi
b. Tukar Menukar adalah Nilai Pasar
c. Hibah adalah Nilai Pasar
d. Hibah Wasiat adalah Nilai Pasar
e. Warisan adalah Nilai Pasar
f. Pemasukan dalam perseroan/badan hukum lainnya adalah Nilai Pasar

130
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah Nilai Pasar
h. Peralihan Hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum adalah
Nilai Pasar
i. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah Nilai Pasar
j. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan di luar pelepasan hak adalah Nilai Pasar
k. Penggabungan usaha adalah Nilai Pasar
l. Peleburan usaha adalah Nilai Pasar
m. Pemekaran usaha adalah Nilai Pasar
n. Hadiah adalah Nilai Pasar
o. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah Harga Transaksi yang Tercantum dalam Risalah
Lelang
p. Pemberian hak baru
 Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak tidak diketahui atau lebih rendah dari pada
Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun
terjadinya perolehan dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai Jual Objek
Pajak Bumi dan Bangunan.
 Apabila Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan belum ditetapkan, besarnya
Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan ditetapkan oleh menteri.
 Jika didalam kasus terdapat dua nilai yaitu nilai perolehan dan nilai jual, maka
yang dipakai sebagai dasar pengenaan pajak adalah nilai yang terbesar.

J. NILAI PEROLEHAN OBJEK PAJAK TIDAK KENA PAJAK (NPOPTKP)


Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional serendah-
rendahnya Rp 60.000.000 (pasal 87 ayat 4), kecuali dalam hal perolehan hak karena waris atau
hibah wasiatyang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam
garis keturunuan harus satu derajat ke atas dan ke bawah dengan pemberi hibah wasiat termasuk
suami/istri, maka nilai NPOPTKP ditetapkan secara regional serendah-rendahnya Rp 300.000.000
(pasal 87 ayat 5).
 Untuk wilayah Jakarta NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp 80.000.000,- untuk semua transaksi
selain waris dan hibah, untuk waris dan hibah ditetapkan sebesar Rp 350.000.000,-
 Untuk wilayah kota Depok NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp 60.000.000,- untuk semua

131
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma
transaksi selain waris dan hibah, untuk waris dan hibah ditetapkan sebesar Rp 300.000.000,-
 Untuk wilayah kotaBogor dan Kab. Bogor NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp 60.000.000,-
untuk semua transaksi selain waris dan hibah, untuk waris dan hibah ditetapkan sebesar Rp
300.000.000,-
 Untuk wilayah kotaBekasidan Kab. BekasiNPOPTKP ditetapkan sebesar Rp 60.000.000,-
untuk semua transaksi selain waris dan hibah, untuk waris dan hibah ditetapkan sebesar
Rp300.000.000,-

K. UNTUK BPHTB YANG TERUTANG DARI WARIS, HIBAH WARIS SEBESAR50%


DARI BPHTB YANG SEHARUSNYATERUTANG.

Contoh Kasus 1:
Bapak Rizky membeli tanah dan bangunan dengan nilai perolehan objek pajak (harga
transaksi) Rp150.000.000. NPOPTKP yang ditetapkan pemerintah daerah setempat adalah
Rp75.000.000. Berapakah besarnya BPHTB terutang oleh Bapak Rizky?

Nilai Perolehan Objek Pajak Rp150.000.000


NPOPTKP Rp 750.000.000–
NPOPKP Rp75.000.000
BPHTB terutang 2.5% x Rp75.000.000 = Rp1.875.000

Contoh kasus 2:
Seorang anak memperoleh warisan dari ayahnya sebidang tanah dan bangunan diatasnya dengan
nilai pasar sebesar Rp 800.000.000. Berapa BPHTB terutangatas warisan tersebut jika
ditetapkan NPOPTKP sebesarRp400.000.000?

Nilai PerolehanObjekPajak Rp 800.000.000


NPOPTKP Rp400.000.000–
NPOPKP Rp 400.000.000
BPHTB yangseharusnya terutang : 2,5% x Rp 400.000.000 = Rp10.000.000
BPHTBterutang : 50% x Rp 10.000.000 = Rp5.000.000

132
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

L. SURAT KETETAPAN BPHTB KURANG BAYAR


Ketentuan tentang surat ketetapan BPHTB kurang bayar ditetapkan dalam Pasal 11 UU No.21
Tahun 1997 tentang BPHTB jo UU No.20 Tahun 2000 adalah sebagai berikut:
a. Dalam jangka waktu5 tahun sesudahayat terutang pajak, Dirjen Pajak dapat menerbitkan
surat ketetapan BPHTBkurangbayarapabilaberdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan
lainnya ternyata jumlah pajak yang terutang kurang bayar.
b. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam surat ketetapan BPHTB kurang bayar
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan, jangka waktu
24 bulan, dihitung mulai saat terutanganya pajak sampai dengan diterbitkannyasurat ketetapan
BPHTB kurangbayar.

133
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
Laboratorium Akuntansi Lanjut B
Universitas Gunadarma

Contoh Kasus 3:
Seorang wajib pajak memperoleh tanah dan bangunan pada tanggal 23September 2016.
Nilai Perolehan Objek Pajak Rp 230.000.000
NPOPTKP Rp 80.000.000–
NPOPKP Rp 150.000.000
BPHTB Terutang : 2.5% x Rp 150.000.000 = Rp 3.750.000

Berdasarkanhasil pemeriksaan yang dilakukanpada tanggal 31 Desember 2016 ternyata


ditemukan data yang belum lengkap yang menunjukan bahwa Nilai Perolehan Objek Pajak
sebenarnya adalah sebagai berikut.
Nilai PerolehanObjekPajak Rp250.000.000
NPOPTKP Rp 80.000.000–
NPOPKP Rp170.000.000

BPHTB yang seharusnya terutang (2.5%xRp170.000.000) =Rp 4.250.000


BPHTB yang telah dibayar =Rp 3.750.000 –
BPHTB yang kurang bayar = Rp 500.000

Sanksi administrasi berupa bunga dari 23 September 2016sampai 31 Desember 2016 :


3Bulan x 2% x Rp 500.000 = Rp30.000
Jadi Jumlah Pajak yang harus dibayar sebesar: Rp 500.000 + Rp 30.000 = Rp 530.000

Catatan :
Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dikenakan untuk jangka waktu
maksimal 24 bulan. Jadi jika ditemukan data baru dalam jangka waktu lebih dari 24 bulan
maka sanksi administrasinya sebesar 2% tetap dikalikan dengan 24 bulan

134
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018
SOAL – SOAL PRAKTIKUM

1. Ny. Angelia membeli sebidang tanah dan rumah sederhana di daerah Jakarta Selatan, dengan
Nilai Perolehan Objek Pajak sebesar Rp 240.000.000. NPOPTKP yang ditetapkan oleh
Pemda Jakarta Selatan adalah sebesar Rp 90.000.000. Berapakah BPHTB yang terutang
Ny. Angelia?

2. Pada tanggal 2 Maret2016Bapak Candrawinata mewariskan tanah kepada putranya yang


terletak di Bekasi seluas 1100m² dengan NPOP sebesar Rp1.250.000.000. NPOPTKP yang
ditetapkan Pemda setempat adalah Rp300.000.000. Berapakah BPHTB yang terhutang?

3. Pada tanggal 31 Juli 2016 Tuan Setiawan memperoleh sebidang tanah dengan NPOP sebesar
Rp 530.000.000 dengan NPOPTKP di wilayah Depok ditetapkan sebesar Rp 70.000.000.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan tanggal 31 Desember 2016 ternyata ditemukan
data yang belum lengkap yang menunjukan bahwa NPOP sebenarnya adalah
Rp575.000.000. Berapakah besarnya BPHTB yang terutang pada saat Tuan Setiawan
memperoleh tanah dan bangunan dan berapakah BPHTB yang terutang pada saat pemeriksaan
tanggal 31 Desember 2016serta berapa denda administrasi yang harus dibayar pada tanggal
31 Desember 2016?

4. Tn. Haris memperoleh hibah wasiat dari orang tua kandung berupa tanah seluas
100m2.Diketahui bahwa nilai pasar tanah tersebut adalah Rp1.450.000.000 sementara itu
NPOP atas tanah tersebut sebesar Rp930.000.000. Berapa BPHTB terutang atas tanah
tersebut jika NPOPTKP nya sebesarRp300.000.000.

135
Panduan Praktikum Perpajakan
ATA 2017/2018

Anda mungkin juga menyukai