a. PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan pasal 23 serta
b. PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 22; dan
c. PPh yang dibayar/terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud
Contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 bagi Wajib Pajak orang pribadi:
Pajak Penghasilan yang terutang untuk tuan Ali berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun
2009 sebesar Rp 50.000.000,00. Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak
ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2009 adalah
sebagai berikut:
Pemotongan PPh Pasal 21 melalui pemberi kerja sebesar Rp 15.000.000,00
Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 10.000.000,00
Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp 2.500.000,00
Pembayaran pajak di luar begeri sebesar Rp 7.500.000,00 seluruhnya dapat
dikreditkan (sebagai PPh Pasal 24)
Angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 untuk tahun 2010 adalah:
PPh terutang berdasar SPT tahunan PPh tahun 2009 Rp 50.000.000,00
Kredit pajak:
PPh Pasal 21 Rp 15.000.000,00
PPh Pasal 22 Rp 10.000.000,00
PPh Pasal 23 Rp 2.500.000,00
PPh Pasal 24 Rp 7.500.000,00
Total kredit pajak Rp 35.000.000,00 –
Dasar penghitungan angsuran Rp 15.000.000,00
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan
(PPh Pasal 25 ayat 1) dalam tahun 2010 adalah:
Rp 15.000.000,00 : 12 = Rp 1.250.000,00
Angsuran PPh Pasal 25 Untuk Bulan-Bulan Sebelum Batas Waktu Penyampaian SPT
Tahunan PPh
Mengingat batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan bagi
Wajib Pajak orang pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi
Wajib Pajak badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, besarnya
angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan
sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan belum dapat dihitung sesuai
dengan ketentuan diatas (PPh Pasal 25 ayat 1).
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan adalah sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir
tahun pajak yang lalu. Misalnya, apabila SPT Tahunan PPh disampaikan oleh Wajib
Pajak pada bulan Februari 2010, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar
pada bulan Januari 2010 adalah sebesar angsuran pajak bulan Desember 2009.
PPh Pasal 29
Pajak penghasilan pasal 29 akan terjadi apabila pajak terutang pada tahun
pajak berjalan melebihi jumlah kredit pajak yang telah dipotong atau dipungut pihak
lain maupun yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. Dengan kata lain PPh pasal
29 ini adalah Pajak Penghasilan Kurang Bayar yang harus disetor oleh Wajib Pajak ke
Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.
Sebaliknya apabila pajak terutang pada tahun pajak berjalan kurang dari
jumlah kredit yang telah dipotong atau dipungut pihak lain maupun yang telah
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak, maka akan timbul lebih bayar pajak, yang disebut
sebagai Pajak Penghasilan pasal 28A.
Kredit Pajak :
Dalam kondisi Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha dalam tahun pajak
berlangsung kurang dari 12 (dua belas) bulan, maka perhitungan PPh pasal 25 untuk
tahun berikutnya bagi wajib pajak tersebut diperoleh dari selisih atas penghasilan
kena pajak dikurangi dengan kredit pajak yang dipotong oleh pihak lain dibagi
dengan jumlah bulan dalam tahun berjalan.
Sebagai contoh, pada tahun 2011 PT.Pilar melakukan kegiatan usaha sejak
tanggal 1 Juli dan pada tahun tersebut melaporkan Pajak Penghasilan Terutangnya
berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebesar Rp.
50.000.000,00 (ima puluh juta rupiah). Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak
lain sejumlah Rp. 35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah), sehingga PPh kurang
bayarnya Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Pajak penghasilan pasal 25 yang
harus dibayar sendiri oleh PT. Pilar pada tahun 2012 adalah sebesar Rp.
15.000.000,00 : 6 = Rp. 2.500.000,00.
Keterangan, bila:
PPh Terutang > Kredit Pajak (maka Kurang Bayar (PPh Pasal 29))
PPh Terutang < Kredit Pajak (maka Lebih Bayar (PPh Pasal 28A))
PPh Terutang = Kredit Pajak (Nihil)
Kredit-kredit Pajak
Pengertian Kredit Pajak
Dasar Hukum
· UU No. 6/1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 18/2009 (UU KUP).
· UU No. 7/1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 36/2008 (UU PPh).
· Keputusan Menteri Keuangan No.164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar
Negeri
• Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri
yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap
pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
• Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah sebesar pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi
penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.
Agar dapat melakukan kredit pajak dengan baik, ada baiknya kita perlu
memperhatikan dasar pengakuan penghasilan. Dari dua ayat tadi kita dapat peroleh
pengertian bahwa:
1. Penghasilan yang “diterima” mengindikasikan bahwa penghasilan diakui pada saat
dibayar (cash basis), sedangkan penghasilan “diperoleh” menunjukkan penghasilan
diakui pada saat terjadinya walaupun uang belum diterima (accrual basis). Pajak
penghasilan di luar negeri ini bisa jadi telah dibayar (cash basis) atau belum dibayar
atau terutang (accrual basis) oleh wajib pajak
2. Pajak yang telah dibayar atau terutang di luar negeri dapat digunakan sebagai
pengurang (kredit pajak) pajak yang terutang atas seluruh penghasilan pada tahun
pajak yang sama
3. Batas kredit ditentukan menurut undang-undang
4. Besarnya kredit pajak tidak boleh melebihi jumlah batas kredit pajak
Penggabungan Penghasilan
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa Negara, maka pengitungan
kredit pajak dilakukan untuk masing-masing Negara. Kredit pajak dihitung dengan
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan kena pajak
dikalikan dengan pajak yang terutang atas Penghasilan kena pajak, paling tinggi sama
dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena pajak dalam hal Penghasilan kena
pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
PPh Pasal 22
Pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga-lembaga Negara lainnya. Pajak ini
berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan tertentu
baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor
atau kegiatan usaha di bidang lain.
Tarif Pajak
Ø Atas Impor:
1. Ada API (Angka Pengenal Impor)à 2.5% x nilai impor (CIF + BM)
2. Tdk ada API à 7.5% x nilai impor
3. Lelang à 7.5% x harga jual lelang
Ø Atas pembelian barang yang dipungut oleh Pemungut Pajak:
1.5% x harga pembelian
Ø Yang wajib dipungut oleh industri dan eksportir yang bergerak di sektor
perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan atas pembelian bahan-bahan
untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul:
0.5% x harga pembelian (tdk termasuk PPN)
Ø Atas penjualan hasil produksi atau pembelian yang dilakukan oleh badan usaha
yang bergerak di bidang tertentu:
1. Di bidang industri semen: 0.25% x DPP PPN
2. Di bidang industri baja: 0.3% x DPP PPN
3. Di bidang industri kertas: 0.1% x DPP PPN
4. Atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor: 0.45% x DPP PPN
5. Tarif PPh Pasal 22 yang ditetapkan untuk Pertamina dan Badan Usaha lainnya
yang bergerak di bidang bahan bakar minyak:
PPh Pasal 23
Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari: modal,
penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Ps.
21 yang dibayarkan atau terutang oleh Badan Pemerintah atau Subjek Pajak Dalam
Negeri, penyelenggara kegiatan, BUT.
Saat terutangnya pajak
Terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan bersangkutan, mana yang terjadi terlebih dulu.
Pemotong Pajak
Ø Badan Pemerintah
Ø Subjek Pajak badan dalam negeri
Ø Penyelenggara kegiatan
Ø BUT
Ø Orang pribadi sebagai WP dalam negeri tertentu (akuntan, arsitek, dokter, notaris,
orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas
pembayaran berupa sewa).
Tarif Pajak
Ø 15% dari jumlah bruto atas dividen, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan selain
yang telah dipotong PPh ps. 21 (yang diperoleh oleh WP badan dalam negeri
berkenaan dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan)
Ø 15% dari perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta (kecuali sewa tanah dan bangunanà final tax)
Ø imbalan sehubungan dengan jasa lain, misal jasa manajemen, jasa kesehatan, dll.
sebesar 2%
PPh Pasal 24
PPh pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan
yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak
penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri
Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya
penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia.
Indonesia menganut Tax credit yang ordinary credit method dengan
menerapkan per country limitation
PPh Pasal 25
Dalam sistem perpajakan Indonesia dikenal istilah cicilan bulan Pajak
Penghasilan yang merupakan pembayaran pendahuluan atas PPh yang akan terutang
di akhir tahun berdasarkan SPT Tahunan PPh, yang dikenal dengan Angsuran PPh
Pasal 25.
PPh Pasal 26
Bagi subjek pajak orang pribadi luar negeri yang dalam suatu tahun pajak berubah
status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bagi Bentuk Usaha Tetap yang terkena
penerapan force of attraction.
DAFTAR PUSTAKA
http://yeseniachan.blogspot.com/2014/05/pajak-penghasilan-
pasal-2528a-dan-29.html
http://nuruljs.blogspot.com/2012/11/kredit-pajak.html