Anda di halaman 1dari 12

Hukum Pajak

PPh pasal 25 dan pasal 29 (28A)

Muh. Try Darsana (A31113512)


Khaerunnisa Nur Fatimah Syahnur (A31113510)
PPh Pasal 25
Pajak Penghasilan Pasal 25, disingkat PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak
berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU No. 7 tahun 1983 sebagaimana
diubah terakhir dengan UU No 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Pembayaran angsuran setiap bulan itu sendiri dimaksudkan untuk meringankan
beban Wajib Pajak dalam membayar pajak yang terutang. Angsuran Pajak
Penghasilan Pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak
yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan.PPh Pasal
25 harus dibayarkan/disetorkan paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir. Sementara untuk penyampaian SPT Masa PPh Pasal 25
paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25


Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan.
Pada umumnya, cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan
tahun sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini sama
dengan penghasilan tahun sebelumnya..Selisih tersebutlah yang kita bayar sebagai
kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh
Pasal 29. Apabila selisihnya menunjukkan lebih bayar, maka kondisi ini dinamakan
restitusi atau Wajib Pajak meminta kelebihan pembayaran pajak yang telah
dilakukan.Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan (PPh Pasal 25 ayat 1) adalah sebesar PPh yang
terutang menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu dikurangi dengan:

a. PPh yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan pasal 23 serta
b. PPh yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 22; dan
c. PPh yang dibayar/terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana
dimaksud

Contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 bagi Wajib Pajak orang pribadi:

Pajak Penghasilan yang terutang untuk tuan Ali berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun
2009 sebesar Rp 50.000.000,00. Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak
ketiga serta yang terutang atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2009 adalah
sebagai berikut:
 Pemotongan PPh Pasal 21 melalui pemberi kerja sebesar Rp 15.000.000,00
 Pemotongan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 10.000.000,00
 Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp 2.500.000,00
 Pembayaran pajak di luar begeri sebesar Rp 7.500.000,00 seluruhnya dapat
dikreditkan (sebagai PPh Pasal 24)
Angsuran PPh Pasal 25 ayat 1 untuk tahun 2010 adalah:
PPh terutang berdasar SPT tahunan PPh tahun 2009 Rp 50.000.000,00
Kredit pajak:
PPh Pasal 21 Rp 15.000.000,00
PPh Pasal 22 Rp 10.000.000,00
PPh Pasal 23 Rp 2.500.000,00
PPh Pasal 24 Rp 7.500.000,00
Total kredit pajak Rp 35.000.000,00 –
Dasar penghitungan angsuran Rp 15.000.000,00

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap bulan
(PPh Pasal 25 ayat 1) dalam tahun 2010 adalah:
Rp 15.000.000,00 : 12 = Rp 1.250.000,00

Angsuran PPh Pasal 25 Untuk Bulan-Bulan Sebelum Batas Waktu Penyampaian SPT
Tahunan PPh
Mengingat batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan bagi
Wajib Pajak orang pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun pajak berikutnya dan bagi
Wajib Pajak badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak berikutnya, besarnya
angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan
sebelum SPT Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan belum dapat dihitung sesuai
dengan ketentuan diatas (PPh Pasal 25 ayat 1).
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan adalah sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir
tahun pajak yang lalu. Misalnya, apabila SPT Tahunan PPh disampaikan oleh Wajib
Pajak pada bulan Februari 2010, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar
pada bulan Januari 2010 adalah sebesar angsuran pajak bulan Desember 2009.

PPh Pasal 29
Pajak penghasilan pasal 29 akan terjadi apabila pajak terutang pada tahun
pajak berjalan melebihi jumlah kredit pajak yang telah dipotong atau dipungut pihak
lain maupun yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak. Dengan kata lain PPh pasal
29 ini adalah Pajak Penghasilan Kurang Bayar yang harus disetor oleh Wajib Pajak ke
Kas Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.
Sebaliknya apabila pajak terutang pada tahun pajak berjalan kurang dari
jumlah kredit yang telah dipotong atau dipungut pihak lain maupun yang telah
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak, maka akan timbul lebih bayar pajak, yang disebut
sebagai Pajak Penghasilan pasal 28A.

Sebagai contoh, pada tahun 2011 PT Amanah mencatat peredaran bruto


sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan Penghasilan Kena Pajaknya
sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Apabila pada tahun 2011
perusahaan telah dipotong dan dipungut PPh pasal 22 sebesar Rp.2.000.000 (dua
juta rupiah), PPh pasal 23 Rp.3.000.000 (tiga juta rupiah), maka bisa dilihat
perhitungan PPh pasal 25 dan PPh pasal 28A dan pasal 29-nya sebagai berikut :

Penghasilan Kena Pajak Rp. 100.000.000,00

PPh terutang : 25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00

Kredit Pajak :

PPh pasal 22 Rp. 2.000.000,00


PPh pasal 23 Rp. 3.000.000,00
Total Kredit Pajak Rp. 5.000.000,00

Pajak Kurang Bayar (PPh pasal 29) Rp. 20.000.000,00

Apabila penghasilan yang diterima oleh PT. Amanah seluruhnya bersifat


teratur, maka angsuran PPh pasal 25 tahun 2012 sebesar Rp. 20.000.000,00 : 12 =Rp.
1.666.667,00.
Diasumsikan pada contoh diatas, selain transaksi yang telah terjadi dari
peredaran bruto tersebut terdapat pula penyerahan Barang Kena Pajak ke
Kemeteriaan Sosial sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), sehingga
terdapat pemungutan PPh pasal 22 yang dilakukan oleh Bendaharawan
Kementeriaan Sosial sebesar 1,5% x Rp. 2.000.000,00 = Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh
juta rupiah) sehingga penghitungan Pajak Terutang Tahunan PT. Amanah akan
berubah menjadi sebagai berikut :

Penghasilan Kena Pajak Rp. 100.000.000,00


PPh terutang : 25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Kredit Pajak :
PPh pasal 22 Rp. 32.000.000,00
PPh pasal 23 Rp. 3.000.000,00
Total Kredit Pajak Rp. 35.000.000,00
Pajak Lebih Bayar (PPh pasal 28A) (Rp. 10.000.000,00)

Dalam kondisi Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha dalam tahun pajak
berlangsung kurang dari 12 (dua belas) bulan, maka perhitungan PPh pasal 25 untuk
tahun berikutnya bagi wajib pajak tersebut diperoleh dari selisih atas penghasilan
kena pajak dikurangi dengan kredit pajak yang dipotong oleh pihak lain dibagi
dengan jumlah bulan dalam tahun berjalan.

Sebagai contoh, pada tahun 2011 PT.Pilar melakukan kegiatan usaha sejak
tanggal 1 Juli dan pada tahun tersebut melaporkan Pajak Penghasilan Terutangnya
berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebesar Rp.
50.000.000,00 (ima puluh juta rupiah). Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak
lain sejumlah Rp. 35.000.000,00 (tiga puluh lima juta rupiah), sehingga PPh kurang
bayarnya Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Pajak penghasilan pasal 25 yang
harus dibayar sendiri oleh PT. Pilar pada tahun 2012 adalah sebesar Rp.
15.000.000,00 : 6 = Rp. 2.500.000,00.

Jurnal untuk PPh Pasal 28A Lebih Bayar


PPh Pasal 28A untuk lebih bayar. Contoh Soal:
Diketahui:
PPh Terutang Rp.30.000.000
Piutang PPh Pasal 22 Rp.1.000.000
Piutang PPh Pasal 23 Rp.2.000.000
Piutang PPh Pasal 24 Rp.12.000.000
Piutang PPh Pasal 25 Rp.20.000.000
Ditanyakan:
1 Hitung Kurang/Lebih Bayar
2 Buatlah jurnalnya
Jawaban:

1. Menghitung Kurang/Lebih Bayar


PPh Terutang Rp.30.000.000
Kredit Pajak:
PPh Pasal 22 Rp. 1.000.000
PPh Pasal 23 Rp .2.000.000
PPh Pasal 24 Rp.12.000.000
PPh Pasal 25 Rp.20.000.000 Rp.35.000.000
Lebih Bayar Rp. 5.000.000
2. Jurnal-Jurnal:
• Pencatatan saat pada timbul hutang pajak:
Ikhtisar Laba/Rugi Rp.30.000.000
Utang PPh Pasal 17 Rp.30.000.000
• Pencatatan hutang PPh Pasal 28A:
Utang PPh Pasal 17 Rp.30.000.000
Piutang PPh Pasal 28A Rp. 5.000.000
Piutang PPh Pasal 22 Rp. 1.000.000
Piutang PPh Pasal 23 Rp. 2.000.000
Piutang PPh Pasal 24 Rp.12.000.000
Piutang PPh Pasal 25 Rp.20.000.000
• Pencatatan pada saat pembayaran PPh Pasal 28A:
Kas/Bank Rp.5.000.000
Piutang PPh Pasal 28A Rp.5.000.000

Keterangan, bila:
PPh Terutang > Kredit Pajak (maka Kurang Bayar (PPh Pasal 29))
PPh Terutang < Kredit Pajak (maka Lebih Bayar (PPh Pasal 28A))
PPh Terutang = Kredit Pajak (Nihil)

Kredit-kredit Pajak
Pengertian Kredit Pajak

Pengertian kredit pajak adalah memperhitungkan pajak penghasilan yang telah


dibayar atau dipungut di muka dengan jumlah pajak yang terutang pada akhir tahun
pajak. Sebagaimana telah diketahui, bahwa wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak
pada saat penghasilan diperoleh atau diterima dan bersifat tidak final (dapat sebagai
kredit pajak), terkait dengan PPh pasal 21, PPh pasal 22 dan PPh pasal 23.

Sedangkan segala bentuk penghasilan yang sudah dikenakan pajak yang


bersifat final, tidak boleh diperlakukan sebagai kredit pajak. Demikian pula untuk
pajak penghasilan yang dipungut atau dibayar di luar negeri oleh wajib pajak dalam
negeri. Pajak penghasilan yang telah dipungut di luar negeri dapat dikurangkan
dengan pajak penghasilan yang terhutang di Indonesia, bila telah ada perjanjian
kerjasama timbal balik (tax treaty) di bidang perpajakan antara Indonesia dengan
Negara lain. Bila belum ada perjanjian pajak, maka wajib pajak tidak dapat
melakukan kredit pajak. Perhitungan besarnya pajak yang dapat dikreditkan terhadap
pajak terutang atas seluruh penghasilan yang telah dipungut di luar negeri diatur
dalam pasal 24.

Dasar Hukum

· UU No. 6/1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 18/2009 (UU KUP).
· UU No. 7/1983 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 36/2008 (UU PPh).
· Keputusan Menteri Keuangan No.164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar
Negeri

Perlakuan Dalam Praktek

Berdasarkan pasal 24 ayat 1 dan ayat 2 UU PPh dinyatakan bahwa:

• Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri
yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap
pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama.
• Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah sebesar pajak
penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi
penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini.

Agar dapat melakukan kredit pajak dengan baik, ada baiknya kita perlu
memperhatikan dasar pengakuan penghasilan. Dari dua ayat tadi kita dapat peroleh
pengertian bahwa:
1. Penghasilan yang “diterima” mengindikasikan bahwa penghasilan diakui pada saat
dibayar (cash basis), sedangkan penghasilan “diperoleh” menunjukkan penghasilan
diakui pada saat terjadinya walaupun uang belum diterima (accrual basis). Pajak
penghasilan di luar negeri ini bisa jadi telah dibayar (cash basis) atau belum dibayar
atau terutang (accrual basis) oleh wajib pajak
2. Pajak yang telah dibayar atau terutang di luar negeri dapat digunakan sebagai
pengurang (kredit pajak) pajak yang terutang atas seluruh penghasilan pada tahun
pajak yang sama
3. Batas kredit ditentukan menurut undang-undang
4. Besarnya kredit pajak tidak boleh melebihi jumlah batas kredit pajak

Penggabungan Penghasilan

Wajib pajak menggabungkan (menjumlahkan) penghasilan yang diterima atau


diperoleh di luar negeri dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh didalam
negeri, guna menentukan jumlah pajak penghasilan yang terutang pada tahun pajak
berdasarkan tarif normal (pasal 17). Penggabungan penghasilan yang berasal dari
luar negeri dilakukan dengan ketentuan berikut :
• Untuk penghasilan dari usaha dilakukan penggabungan dengan penghasilan
dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut
• Untuk penghasilan lainnya dilakukan penggabungan dengan penghasilan dalam
tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut
• Untuk penghasilan berupa dividen, dilakukan penggabungan dengan
penghasilan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan
sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Indonesia menganut kredit pajak dengan metode ordinary credit. Kredit pajak
luar negeri lebih lanjut diatur berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.
164/KMK.03/2002. Pajak penghasilan luar negeri yang dapat dikreditkan hanyalah
pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh
wajib pajak. Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata
kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut UU ini
harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau
pengembalian itu dilakukan.

Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa Negara, maka pengitungan
kredit pajak dilakukan untuk masing-masing Negara. Kredit pajak dihitung dengan
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap Penghasilan kena pajak
dikalikan dengan pajak yang terutang atas Penghasilan kena pajak, paling tinggi sama
dengan pajak yang terutang atas Penghasilan Kena pajak dalam hal Penghasilan kena
pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.

Jenis-Jenis Kredit Pajak

Dalam konteks Pajak Penghasilan (PPh)


 Kredit Pajak PPh Pasal 22.
 Kredit Pajak PPh Pasal 23.
 Kredit Pajak PPh Pasal 24.
 Kredit Pajak PPh Pasal 25.
 Kredit Pajak PPh Pasal 26.

PPh Pasal 22
Pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik Pemerintah Pusat
maupun Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga-lembaga Negara lainnya. Pajak ini
berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan tertentu
baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor
atau kegiatan usaha di bidang lain.
Tarif Pajak
Ø Atas Impor:
1. Ada API (Angka Pengenal Impor)à 2.5% x nilai impor (CIF + BM)
2. Tdk ada API à 7.5% x nilai impor
3. Lelang à 7.5% x harga jual lelang
Ø Atas pembelian barang yang dipungut oleh Pemungut Pajak:
1.5% x harga pembelian
Ø Yang wajib dipungut oleh industri dan eksportir yang bergerak di sektor
perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan atas pembelian bahan-bahan
untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul:
0.5% x harga pembelian (tdk termasuk PPN)
Ø Atas penjualan hasil produksi atau pembelian yang dilakukan oleh badan usaha
yang bergerak di bidang tertentu:
1. Di bidang industri semen: 0.25% x DPP PPN
2. Di bidang industri baja: 0.3% x DPP PPN
3. Di bidang industri kertas: 0.1% x DPP PPN
4. Atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor: 0.45% x DPP PPN
5. Tarif PPh Pasal 22 yang ditetapkan untuk Pertamina dan Badan Usaha lainnya
yang bergerak di bidang bahan bakar minyak:

SPBU Swasta SPBU Pertamina

Premix 0.3% x penjualan 0.25% x penjualan


Solar 0.3% x penjualan 0.25% x penjualan
Premix 0.3% x penjualan 0.25% x penjualan
Super TT
Minyak tanah 0.3% x penjualan
Gas LPG 0.3% x penjualan
Pelumas 0.3% x penjualan

PPh Pasal 23
Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari: modal,
penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Ps.
21 yang dibayarkan atau terutang oleh Badan Pemerintah atau Subjek Pajak Dalam
Negeri, penyelenggara kegiatan, BUT.
Saat terutangnya pajak
Terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan bersangkutan, mana yang terjadi terlebih dulu.

Pemotong Pajak
Ø Badan Pemerintah
Ø Subjek Pajak badan dalam negeri
Ø Penyelenggara kegiatan
Ø BUT
Ø Orang pribadi sebagai WP dalam negeri tertentu (akuntan, arsitek, dokter, notaris,
orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas
pembayaran berupa sewa).
Tarif Pajak
Ø 15% dari jumlah bruto atas dividen, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan selain
yang telah dipotong PPh ps. 21 (yang diperoleh oleh WP badan dalam negeri
berkenaan dengan suatu kegiatan yang diselenggarakan)
Ø 15% dari perkiraan penghasilan neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta (kecuali sewa tanah dan bangunanà final tax)
Ø imbalan sehubungan dengan jasa lain, misal jasa manajemen, jasa kesehatan, dll.
sebesar 2%

PPh Pasal 24
PPh pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan
yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak
penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri
Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya
penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia.
Indonesia menganut Tax credit yang ordinary credit method dengan
menerapkan per country limitation

Penggabungan Penghasila yang berasal dari LN dilakukan sbb:


Ø Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya
penghasilan tersebut (accrual basis)
Ø Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya
penghasilan tersebut (cash basis)
Ø Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh)
dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai
dengan Keputusan Menteri Keuangan .

Batas Maksimum Kredit Pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan


berikut:
Ø Jumlah Pajak yang terutang atau dibayar di Luar Negeri
Ø ( Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak ) x PPh atas seluruh
yang dikenakan tarif pasal 17
Ø Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal
penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri).
Batas Maksimum Kredit Pajak untuk setiap Negara (per Country Limitation):
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka perhitungan
batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing Negara.

Rugi Usaha di Luar Negeri


Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib
Pajak di luar Negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima
di dalam negeri (Indonesia).

PPh Pasal 25
Dalam sistem perpajakan Indonesia dikenal istilah cicilan bulan Pajak
Penghasilan yang merupakan pembayaran pendahuluan atas PPh yang akan terutang
di akhir tahun berdasarkan SPT Tahunan PPh, yang dikenal dengan Angsuran PPh
Pasal 25.

PPh Pasal 26
Bagi subjek pajak orang pribadi luar negeri yang dalam suatu tahun pajak berubah
status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bagi Bentuk Usaha Tetap yang terkena
penerapan force of attraction.

DAFTAR PUSTAKA
http://yeseniachan.blogspot.com/2014/05/pajak-penghasilan-
pasal-2528a-dan-29.html

http://nuruljs.blogspot.com/2012/11/kredit-pajak.html

Anda mungkin juga menyukai