Menurut UU No.36 Tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh 29) adalah
PPh Kurang Bayar (KB) yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari
PPh yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan dikurangi dengan
kredit PPh (PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24) dan PPh Pasal 25. Dalam hal ini, Wajib
Pajak (WP) wajib memiliki kewajiban melunasi kekurangan pembayaran pajak
yang terutang sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
disampaikan. Apabila tahun buku sama dengan tahun kalender, kekurangan
pajak tersebut wajib dilunasi paling lambat 31 Maret bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi atau 30 April bagi Wajib Pajak Badan (WPB) setelah tahun pajak berakhir.
Tarif PPh Pasal 29 :
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WPOP-PT) :
PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang terutang - angsuran PPh 25.
Sebaliknya apabila pajak terutang pada tahun pajak berjalan kurang dari
jumlah kredit yang telah dipotong atau dipungut pihak lain maupun yang telah
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak,maka akan timbul lebih bayar pajak dan lebih
bayar pajak ini disebut sebagai Pajak Penghasila pasal 28A.
Contoh :
Tahun 2011 PT Amanah mencatat peredararan bruto sebesar
Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan Penghasilan Kena Pajaknya sebesar
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).Apabila pada tahun 2011 perusahaan
telah dipotong dan dipungut PPh pasal 22 sebesar Rp.2.000.000,00 (dua juta
rupiah), PPh Pasal 23 sebesar Rp.3.000.000,00 (tiga juta rupiah),maka bisa
dilihat perhitugan PPh pasal 25 dan PPh pasal 28A atau PPh pasal 29-nya sebagai
berikut:
Penghasilan Kena Pajak
Rp.100.000.000,00
PPh Terutang : 25% x Rp.100.000.000,00
Rp. 25.000.000,00
Kredit Pajak :
PPh pasal 22
Rp.2.000.000,00
PPh pasal 23
Rp.3.000.000,00
Total Kredit Pajak
Rp. 5.000.000,00
Pajak Kurang Bayar (PPh pasal 29)
Rp. 20.000.000,00
Rp.100.000.000,00
Rp. 25.000.000,00
Rp. 35.000.000,00
(Rp. 10.000.000,00)
Dalam kondisi Wajib Pajak melakukan kegiatan usaha dalam tahun pajak
berjalan kurang dari 12 (dua belas) bulan maka perhitungan PPh pasal 25 untuk
tahun berikutnya bagi Wjib Pajak tersebut diperoleh dari selisih atas Penghasilan
Kena Pajak dikurangi dengan Kredit Pajak yang dipotong oleh pihak lain dibagi
dengan jumlah bulan dalam tahun berjalan.
Sebagai contoh,pada tahun 2011 PT Pilar melakukan kegiatan usaha sejak
tanggal 1 Juli dan pada tahun tersebut melaporkan Pajak Penghasilan
Terutangnya berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).Pajak Penghasilan yang
dipotong oleh pihak lain sejumlah Rp.35.000.000,00 (tiga puluh lima juta
rupiah),sehingga PPh kurang bayarnya Rp.15.000.000,00(lima belas juta
rupiah).Pajak Penghasilan pasal 25 yang harus dibayar sendiri oleh PT Pilar pada
tahun 2012 adalah sebesar Rp.15.000.000,00 : 6 = Rp.2.500.000,00.
Angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan
Pajak penghasilan yang dipotong sesuai pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal
17 ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak
memiliki NPWP) dan pasal 23 (15% berdasarkan dividen, bunga, royalti,
dan hadiah - serta 2% berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT), yaitu yang
melakukan usaha penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa
dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh 25 bagi OPPT = 0.75% x
omzet bulanan tiap masing-masing tempat usaha.
Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP OPSPT), yaitu
pekerja bebas atau karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25
bagi OPSPT = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a
UU PPh (12 bulan).
Sampai Rp 50.000.000 = 5%
sesuai
Pasal
3
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.184/PMK.03/2007, yang kemudian diubah lagi sesuai Peraturan Menteri
Keuangan No.80/PMK.03/2010. Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-22/PJ/2008 pada 21 Mei 2008, pembayaran harus dilakukan dengan
membawa Surat Setoran Pajak (SSP) atau dokumen sejenisnya.
Apabila Wajib Pajak (WP) terlambat membayar, maka WP akan dikenai
bunga sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga
tanggal pembayaran. Misalnya: untuk bulan Februari 2014, WP terlambat dan
baru membayarnya pada 16 Maret. Sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU KUP, WP dikenai
bunga 2%.
Contoh perhitungan PPh pasal 25 adalah sebagai berikut :
Pajak penghasilan yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2011
Rp.50.000.000,00
Dikurangi dengan PPh dipotong/dipungut pihak lain :
PPh pasal 22
Rp.15.000.000,00
PPh pasal 23
Rp.15.000.000,00
PPh pasal 24
Rp._8.000.000,00
Total Kredit Pajak
Rp.38.000.000,00
Selisih
Rp.12.000.000,00
Maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan
untuk tahun 2012 (PPh pasal 25 tahun 2012) sebesar Rp.12.000.000,00 : 12 =
Rp.1.000.000,00
Pajak Penghasilan pasal 25 ini terlihat berbeda dengan jenis pajak-pajak
yang lain. Apabila pada perhitungan pajak terutangnya ditentukan berdasarkan
nilai transaksi yang terjadi,misalnya atas penyerahan Jasa Kena Pajak sebesar
Rp.100.000.000,00 dipotong PPh pasal 23 sebesar Rp.2.000.000,00 (2% dari nilai
penyerahan) atau atas penyerahan Barang Kena Pajak ke Bendaharawan sebesar
Rp.500.000.000,00 dipungut PPh pasal 22 sebesar Rp.7.500.000,00 (1.5% dari
nilai penyerahan), namun PPh pasal 25 dihitung berdasarkan perhitungan pajak
selama satu tahun pajak yang bersangkutan setelah dikurangi dengan
pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak lain dalam tahun pajak tersebut.
Mengingat batas waktu penyampain Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun pajak
berikutnya dan bagi Wajib Pajak Badan adalah akhir bulan keempat tahun pajak
berikutnya, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Paenghasilan disampaikan belum dapat dihitung,sehingga besarnya angsuran
pajak untuk bulan-bulan tersebut sama dengan angsuran pajak untuk bulan
terakhir dari tahun pajak yang lain.
Sebagai contoh, apabila Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
disampaikan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pada bulan Februari 2012,besarnya
angsuran pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut
untuk bulan Januari 2012 adalah sebesar angsuran pajak bulan Desember
2011.Apabila diasumsikan dalam bulan September 2011 diterbitkan keputusan
pengurangan angsuran pajak menjadi nihiil,maka besarnya angsuran pajak yang
harus dibayar Waajib Pajak untuk bulan Januari 2012 tetap sama dengan
angsuran bulan Desember 2011 yakni nihil.
Filosofi Pajak Penghasilan Pasal 25 ini adalah melakukan angsuran
pembayaran pajak berdasarkan penghasilan pada tahun sebelumnya dimana
diharapkan pada tahun berikutnya penghasilan yang diperoleh oleh Wajib Pajak
semakin meningkat sehingga pajak terutangnya semakin meningkat pula.Agar
tidak terlalu memberatkan Wajib Pajak membayar pajak pada tahun
berikutnya,perlu dilakukan angsuran pembayaran pajak seperti tercermin pada
angsuran Pajak Penghasilan pasal 25,sehingga pada dasarnya besarnya
pembayaran angsuran pajak oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan
sedapat mungkin diupayakan mendekati jumlah pajak yang akan terutang pada
kahir tahun.
Dalam melakukan penghitungan angsuran Pajak Penghasilan pasal
25,sebagai dasar perhiitungan pajaknya adalah hanya penghasilan yang bersifat
teratur,misalnya pada tahun 2011 Wajib Pajak X mempunyai penghasilan teratur
sebesar Rp.48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah) dan penghasilan
tidak teratur sebesar Rp.72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah),maka
penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan Pajak Penghasilan pasal
25 dari Wajib Pajak X pada tahun 2012 adalah hanya dari penghasilan teratur
yaitu Rp.48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah) saja tanpa ditambah
dengan penghasilan tidak teratur sebesar Rp.72.000.000,0 (tujuh puluh dua juta
rupiah).
Sumber :
http://www.online-pajak.com/id
http://yeseniachan.blogspot.co.id/2014/05/pajak-penghasilan-pasal-2528a-dan29.html