Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN (PPh Pasal 22)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perajakan II

DOSEN PENGAMPU :
Saprudin S. E., M. Si., Ak.
Muhammad Nordiansyah S. E., M.A.K., Ak.

Disusun Oleh :

Muhammad Faisal Madani (1900311310031)


Muhammad Rizqi Darma (1900311320062)

PROGRAM STUDI DIII AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, penulis dapat
menyelesaikan penyusunan Makalah PPh Pasal 21 yang penyusun buat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan II.
Atas selesainya penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih
yang tidak terhingga kepada Bapak Saprudin S. E., M. Si., Ak.dan Bapak
Muhammad Nordiansyah S. E., M.A.K., Ak. sebagai Dosen pengajar mata kuliah
Perpajakan II yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik, serta semua pihak yang telah membantu dan
memberikan dukungan.
Penulis berharap makalah yang cukup sederhana ini dapat bermanfaat
dan dapat dijadikan sebagai sarana informasi yang berguna bagi para generasi
muda dalam pembelajaran Perpajakan II.
Mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kesalahan sehingga perlu ada saran yang sifatnya membangun. Semoga dengan
adanya makalah ini dapat memberikan dampak positif bagi berbagai kalangan,
baik itu terhadap mahasiswa maupun masyarakat.

Banjarmasin, 26 Februari 2020

Penulis

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................5
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
A. Pengertian PPh Pasal 22.......................................................................................6
B. Pemungut PPh Pasal 22........................................................................................6
C. Objek PPh Pasal 22...............................................................................................8
D. Kegiatan yang tidak dikenakan PPh Pasal 22..................................................10
E. Saat Terutang PPh Pasal 22...............................................................................11
F. Pemungutan dan Penyetoran PPh Pasal 22......................................................13
G. Sifat Pemungutan................................................................................................15
H. Menghitung PPh Pasal 22...................................................................................15
BAB III
KESIMPULAN..............................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................30

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 3


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya dan sumber daya
alamnya. Pada saat ini, Indonesia mengalami perkembangan yang mendorong
pemerintah untuk melakukan perubahan di segala sector demi meningkatkan
pendapatan atau kas Negara guna membiayai pembangunan dan biaya – biaya
Negara.dalam rangka menyelenggarakan perubahan tersebut, pastilah
memerlukan dana yang tidak sedikit, dana tersebut berasal dari APBN dan
APBD, dimana sebagian besar bersumber pada penerimaan pajak. Dalam hal
ini menjelaskan bahwa pajak memiliki peranan yang sangat penting dalam
kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan. Pajak
merupakan salah satu sumber pendapatan Negara yang ada untuk membiayai
pengeluaran termasuk pengeluan untuk meningkatkan pembangunan.
Indonesia memiliki beraneka ragam kekayaan yag sangat kuat oleh sebab
itu sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam
membangun pertumbuhan ekonomi untuk menunjang segala kebutuhan dalam
negeri. Namun pada kenyataannya Indonesia pada saat ini hanya mampu
menjadi penonton ditengah persaingan global yang begitu selektif. Kebijakan
kontrofersial yang dambil oleh pemerintah Indonesia yang tergabung dalam
pembebasan PPh pasal 22 dengan Negara Cina, pada konteks tersebut
kebijakan yang diambil sangat menggiurkan karena penduduk cina yang
begitu banyak dibandingkan jumlah penduduk Indonesia dan dapat menjadi
sasaran empuk bagi para produsen dalam negeri. Akan tetapi para produsen
dalam negeri belum mampu bersaing dengan produk – produk yang dihasilkan
oleh negeri tirai bamboo tersebut. Dalam hal ini kedewasaan sangatlah
diperlukan dalam melakukan suatu kebijakan karena besar atau kecilnya
pendapatan dari PPh pasal 22 bergantung pada kebijakan yang diambil oleh
peraturan pemerintah.
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan
pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, instansi atau

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 4


lembaga pemerintah dan lembaga – lembaga Negara lainnya berkenaan
dengan pembayaran atas penyerahan barang, badan – badan tertentu yang
berkenaan dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.
Dasar hokum PPh pasal 22 adalah UU pajak penghasilan nomor 36 tahun
2008, pasal 22. Untuk lebih memahami secara mendalam dan kompherensif
mengenai pajak penghasilan (PPh) pasal 22, maka yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah paparan mengenai PPh pasal 22.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud PPh Pasal 22?


2. Apa objek PPh Pasal 22?
3. Apa saja kegiatan yang tidak dikenakan PPh Pasal 22?
4. Siapa saja daftar pemungut PPh Pasal 22?
5. Bagaimana tata cara pemungutan dan penyetoran PPh Pasal 22?
6. Bagaimana menghitung PPh Pasal 22?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari dibuatnya makalah ini, selian untuk memenuhi tugas mata
kuliah Perpajakan II, juga untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis
dalam memahami lebih lanjut mengenai PPh Pasal 22.

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 5


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian PPh Pasal 22


PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan atas pembelian
barang, impor barang dan pembelian / penjualan barang di bidang usaha
tertentu. Oleh karena itu yang dikenakan pemungutan PPh pasal 22 adalah
pemasok barang kepada pemerintah, importer, dan pemasok / pembeli barang
dari badan – badan tertentu.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah
dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas
penyerahan barang;
2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah.

B. Pemungut PPh Pasal 22


Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 34/PMK.010/2017,
berikut ini daftar pemungut PPh Pasal 22:

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang
dan ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral
bukan logam yang dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan
oleh Wajib Pajak yang terikat dalam perjanjian kerja sama pengusaha
pertambangan dan Kontrak Karya.
2. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai
pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi
atau lembaga pemerintah, dan lembaga-lembaga Negara lainnya atas
pembelian barang.
3. Bendahara pengeluaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan
mekanisme uang persediaan (UP).

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 6


4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan
dengan mekanisme pembayaran langsung (LS).
5. Badan usaha tertentu, meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau
sebagian modalnya dimiliki negara melalui penyertaan langsung
dari kekayaan negara yang dipisahkan.
b. Badan Usaha Milik Negara yang merupakan hasil restrukturisasi
oleh Pemerintah dan dilakukan melalui pengalihan saham milik
negara kepada BUMN lainnya.
c. Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan
Usaha Milik Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT
Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujung, PT Pupuk Kalimantan
Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Telekomonikasi Selular, PT
Indonesia Power, PT Pembangkit Jawa-Bali, PT Semen Padang,
PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT
Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma
Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak
Natural Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Terminal
Petikemas Surbaya, PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah
Mandiri, PT Bank BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah.
6. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi
atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri.
7. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek
(ATM), dan importir umum kendaraan bermotor atas penjualan
kendaraan bermotor di dalam negeri.
8. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumnas.
9. Badan usaha industri atau eksportir yang melakukan pembelian bahan-
bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 7


perikanan atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industrinya
atau ekspornya.
10. Badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara,
mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang
pribadi pemegang izin usaha pertambangan atas pembelian komoditas
tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari
badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.
11. Badan usaha yang melakukan penjualan emas batangan di dalam
negeri.
12. Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah.

C. Objek PPh Pasal 22


Objek (Penghasilan yang dikenakan pajak) PPh Pasal 22 adalah suatu
kegiatan. Kegiatan yang dimaksud meliputi impor barang, ekspor barang
tertentu, penjualan barang tertentu atau penjualan kepada pembeli tertentu.
Berikut merupakan objek dan pemungut PPh Pasal 22, antara lain :
1. Impor barang. Impor barang dibedakan menjadi beberapa kelompok
jenis barang dari kepemilikan Angka Pengenal Impor (API) bagi
importirnya. Pengelompokan tersebut berpengaruh pada besarnya tariff
(Lampiran PMK No. 110/PMK.10/2018).
2. Ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral
bukan logam yang dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan
oleh Wajib Pajak yang terikat dalam perjanjian kerja sama
pengusahaan pertambangan dan Kontrak Karya.
3. Pembelian barang oleh:
a. Bendahara pemerintah dam Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
senagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan lembaga Negara
lainny;
b. Bendahara pengeluaran berkenan dengan pembayaran dengan
mekanisme uang persediaan (UP);

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 8


c. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat
Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) berkaitan dengan pembelian barang kepada pihak ketiga
melalui mekanisme pembayaran langsung (LS).
4. Pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk kegiatan usaha oleh
badan usaha tertentu, meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara;
d. Badan-badan tertentu, yaitu PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT
Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujung, PT Pupuk Kalimantan
Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Telekomonikasi Selular, PT
Indonesia Power, PT Pembangkit Jawa-Bali, PT Semen Padang,
PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT
Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma
Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak
Natural Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Terminal
Petikemas Surbaya, PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah
Mandiri, PT Bank BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah.
5. Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan
usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen industri
kertas, industri baja, industri otomotif, industri farmasi..
6. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal
Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (ATM), dan
importir umum kendaraan bermotor tidak termasuk alat berat.
7. Penjualan hasil produksi kepada distributor dalam negeri oleh
produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumnas.
8. Pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses
industri manufaktur yang dilakukan oleh badan usaha industry dan
eksportir.

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 9


9. Pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari
badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan oleh
industri atau usaha.
10. Penjualan emas batangan oleh pengusaha yang melakukan penjualan.
11. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah oleh Wajib Pajak
badan yang melakukan penjualan barang tergolong sangat mewah.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tanggal 31


Desember 2008 juga mengatur tentang wajib pajak badan tertentu sebagai
pemungut PPh pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat
mewah yaitu wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah, diantaranya :
a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari
Rp20.000.000.000,00 (Dua Puluh Miliar Rupiah)
b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah)
c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya
lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan luas
bangunan lebih dari 500 m2
d. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar
Rupiah) dan/atau bangunan lebih dari 400 m2
e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10
orang berupa sedan. Jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose
vehicle (MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari
Rp5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah) dan dengan kapasitas
silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk
PPN dan PPnBM.

D. Kegiatan yang tidak dikenakan PPh Pasal 22


Berikut merupakan bukan objek PPh pasal 21, antara lain:

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 10


1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan
Surat Keterangan Bebas (SKB).
2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak
Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk
diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya
yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000 dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah.
5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak yang jumlahnya
paling banyak Rp. 10.000.000 dan bukan merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah.
6. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan berupa hasil kehutanan,
perkebunan, pertanian, peternakan dan perikanan yang belum melalui
proses industry manufaktur untuk keperluan industry atau ekspor oleh
badan usaha industry yang jumlahnya paling banyak Rp. 20.000.000
tidak termasuk pajak pertambahan nilai bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah.
7. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, benda-benda pos.
8. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang
perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
9. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara.
10. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan
untuk diekspor kembali
11. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-
barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan
pengujian yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
12. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 11


E. Saat Terutang PPh Pasal 22
Berikut merupakan bukan objek PPh pasal 21, antara lain:
No Kegiatan Saat Terutang PPh Pasal 22
1 Impor Barang Terutang dan dilunasi bersamaan
dengan saat pembayaran bea masuk.
Apabila pembayaran bea masuk
ditunda atau dibebaskan dan tidak
termasuk pengecualian pemungutan
PPh Pasal 22, PPh Pasal 22 terutang
dan dilunasi pada saat penyelesaian
dokumen pemberitauan pabean atas
impor.
2 Ekspor komoditas tambang Terutang dan dilunasi bersamaan
batubara, mineral, logam, dan dengan saat penyelesaian dokumen
mineral bukan logam. pemberitauan pabean atas ekspor
3 Pemberian barang oleh Terutang dan dipungut pada saat
pemungut pajak (bendahara pembayaran kepada rekanan
pemerintah dan KPA,
bendahara pengeluaran, KPA
atau pejabat penerbit SPM)
4 Badan-badan tertentu yaitu Terutang dan dipungut pada saat
BUMN dan badan usaha pembayaran kepada rekanan
tertentu milik BUMN
5 Penjualan hasil produksi usaha Terutang dan dipungut pada saat
industry semen, industry penjualan
kertas, industry baja, industry
farmasi
6 Penjualan kendaraan bermotor Terutang dan dipungut pada saat
penjualan
7 Penjualan BBM, gas dan Terutang dan dipungut pada saat
pelumas penerbitan surat perintah pengeluaran
barang (delivery order)
8 Pembelian hasil kehuatanan, Terutang dan dipungut pada saat
perkebunan, pertanian, pembelian

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 12


peternakan oleh badan industry
9 Pembelian batu bara, mineral Terutang dan dipungut pada saat
dan logam pembelian
10 Penjualan emas batangan Terutang dan dipungut pada saat
dalam negeri penjualan
11 Penjualan barang yang Terutang dan dipungut pada saat
tergolong sangat mewah penjualan

F. Pemungutan dan Penyetoran PPh Pasal 22


1. PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22 butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir
Surat Setoran Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas
impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa,
atau bank persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah pemungutan pajak dan
dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2. PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat
pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau
dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian
dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling
lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22 butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib
Pajak rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama
dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut
menerbitkan bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor
Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan
dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah
masa pajak berakhir.

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 13


4. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22 butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib
Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10
sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke
KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.
5. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh
Pasal 22 butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib
Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal
10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir
SSP dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua
puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
6. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek
PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat
mewah (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh
pemungut atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos
paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan
menggunakan formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke
KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.
7. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek
PPh Pasal 22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau
Kantor Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan
PPh Ps. 22 rangkap 3 yaitu:
a. lembar pertama untuk pembeli;
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor
Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.
Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke
KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa
Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh
Pasal 22 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 14


libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada
hari kerja berikutnya.

G. Sifat Pemungutan
Pemungutan PPh Pasal 22 dapat bersifat final dan tidak final.
Pemungutan pajak bersifat final artinya pajak yang telah dibayar oleh
wajib pajak melalui pemungutan leh pihak lain dalam tahun berjalan
tersebut tidak dapat dikreditkan pada total PPh yang terutang pada akhir
suatu tahun saat pengisian SPT tahunan PPh. Sebaliknya, pemungutan
pajak bersifat tidak final berarti pajak yang sudah dipungut oleh pemungut
atau dibayarkan dapat dikreditkan/diperhitungkan sebagai pembayaran
pajak penghasilan dalam tahun berjalan oleh wajib pajak yang dipungut.

Setiap kegiatan yang dipungut PPh Pasal 22 bersifat tidak final.


Khusus untuk PPh Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak dan gas
oleh produsen atau importer, pemungutan PPh Pasal 22 bersifat final untuk
penyerahan kepada penyalur atau agen, sedangkan bersifat tidak final
untuk penjualan kepada selain penyalur/agen.

H. Menghitung PPh Pasal 22


PPh Pasal 22 dihitung dengan mengalihkan tariff dan dasar pengenaan
pajak. Dasar pengenaan pajak dalam PPh Pasal 22 meliputi nilai impor,
ekspor dan harga beli atas pembelian barang oleh instansi tertentu atau
harga jual atas penjualan hasil produksi oleh usaha bidang tertentu

PPh Pasal 22 = Tarif x Dasar pengenaan pajak

Tarif dan dasar pengenaan pajak untuk setiap kegiatan yang dikenakan
PPh Pasal 22 dijelaskan dalam table berikut :

No Objek Pajak Tarif Dasar Pengenaan PPh Pasal 22


1 Impor barang
a. barang tertentu 10% Nilai Impor 10% x Nilai impor
(lampiran PMK No.
110/PMK.010/2018

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 15


huruf A) dengan atau
tanpa APL
b. barang tertentu 7,5% Nilai Impor 7,5% x Nilai impor
(lampiran PMK No.
110/PMK.010/2018
huruf B) dengan atau
tanpa APL
c. Barang berupa 7,5% Nilai Impor 7,5% x Nilai impor
kedelai, gandum, tepung
terigu dengan
menggunakan API
d. barang selain pada 2,5% Nilai impor 2,5% x Nilai impor
huruf a, b dan huruf c
menggunakan API
e. barang huruf c dan d 7,5% Nilai impor 7,5% x Nilai impor
tidak menggunakan API
f. barang yang tidak 7,5% Harga jual lelang 7,5% x Nilai impor
dikuasai
2 Ekspor ekspor 1,5% Nilai ekspor 1,5% x Nilai ekspor
komoditas batubara,
mineral logam dan
mineral bukan logam
yang dilakukan oleh
eksortir
3 Pembelian barang oleh 1,5% Harga pembelian 1,5% x Harga
pemungut pajak tidak temasuk PPN pembelian
4 Pembelian barang untuk 1,5% Harga pembelian 1,5% x Harga
keperluan badan usaha tidak temasuk PPN pembelian
seperti BUMN
5 Penjualan hasil
produksi/impor bahan
bakar minyak, gas dan
pelumas oleh produsen
atau importer
a. penjualan bahan 0,25% Nilai penjualan tidak 0,25% x penjualan

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 16


bakar minyak kepada termasuk PPN tidak termasuk PPN
SPBU
b. penjualan bahan 0,3% Nilai penjualan tidak 0,3% x penjualan tidak
bakar minyak kepada termasuk PPN termasuk PPN
SPBU (selain
pertamina)
c. penjulan bahan bakar 0,3% Nilai penjualan tidak 0,3% x penjualan tidak
minyak kepada selain a termasuk PPN termasuk PPN
dan b
d. Penjulan bahan bakar 0,3% Nilai penjualan tidak 0,3% x penjualan tidak
gas termasuk PPN termasuk PPN
e. penjualan pelumas 0,3% Nilai penjualan tidak 0,3% x penjualan tidak
termasuk PPN termasuk PPN
6 Penjualan hasil produksi
kepada distributor
didalam negeri oleh
badan usaha yang
bergerak didalam
bidang
a. industry semen 0,25% Dasar pengenaan 0,25% x Dasar
PPN pengenaan PPN
b. industry kertas 0,1% Dasar pengenaan 0,1% x Dasar
PPN pengenaan PPN
c. industry baja 0,3% Dasar pengenaan 0,3% x Dasar
PPN pengenaan PPN
d. industri otomotif 0,45% Dasar pengenaan 0,45% x Dasar
PPN pengenaan PPN
e. industry farmasi 0,3% Dasar pengenaan 0,3% x Dasar
PPN pengenaan PPN
7 Penjulana kendaraan 0,45% Dasar pengenaan 0,45% x Dasar
bermotor, tidak PPN pengenaan PPN
termasuk alat berat
8 Pembelian bahan hasil 0,25% Harga pembelian 0,25% x Harga
kehutanan, perkebunan, tidak termasuk PPN pembelian tidak
pertanian, peternakan termasuk PPN
dan perikanan yang

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 17


belum melalui proses
manufaktur
9 Pembelian batubara 1,5% Harga pembelian 1,5% x Harga
mineral logam dari tidak termasuk PPN pembelian tidak
orang pribadi termasuk PPN
10 Penjualan emas 0,45% Harga jual emas 0,45% x Harga jual
batangan oleh badan batangan
usaha
11 Penjualan barang 5% Harga barang 5% x Harga barang
tergolong sangat mewah
oleh pihak wajib pajak
yang melakukan
penjualan

Keterangan :
a) Nilai Impor: nilai uang yang menjadi dasar penghitung Bea Masuk, yaitu
Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan
pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.
Cost merupakan harga faktur, insurance merupakan biaya asuransi antar-
daerah pabean, freught merupakan biaya angkut (pengapalan) antardaerah
pabean.
b) Nilai ekspor adalah nilai Free on board (FoB).
c) Dasar pengenaan pajak pertambahan nilai (DPP PPN): dapat berupa harga
pembelian atau harga penjualan, merupakan nilai atau harga tertentu yang
menjadi hak pengusasha kena pajak atau penjual.
Besarnya DPP PPN ditentukan sebagai berikut:
1. Jika harga pembelian/penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas barang mewah (PPnBM), besarnya
DPP PPN sama dengan harga pembelian/penjualan.
2. Jika harga pembelian/penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai, besarnya DPP PPN sama dengan harga pembelian/penjualan
dibagi 110.

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 18


DPP PPN = (100 ÷ 110) × Harga pembelian/penjualan

3. Jika harga pembelian/penjualan termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan


Pajak Penjualan atas Barang mewah, besarnya DPP PPN sama dengan
harga pembelian/penjualan dibagi 110 ditambah tariff PPnBM.

DPP PPN = {100 ÷ (110 + tariff PPnBM)} × Harga


pembelian/penjualan

Jika tariff PPnBM sebesar 20%

DPP PPN = {100 ÷ (100 + 20)} × Harga pembelian/penjualan


DPP PPN = (100 + 130) × Harga pembelian/penjualan

d) Besar tariff pemungutan dinaikkan 100% apabila wajb pajak tidak


memiliki NPWP. Hal ini berlaku untuk pemungutan PPh Paal 22 yang
bersifat tidak final.

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 19


Contoh Penghitungan :

Contoh 1.a.
PT Anda adalah importer telah memiliki API. Pada Desember 2018, melakukan
impor barang (pakaian selam) dari Jepang dengan harga faktur USD100.000.
biaya asuransi dan biaya angkut pengapalan barang dari Jepang ke dalam daerah
pabean (Indonesia) masing-masing sebesar 0,5% dan 10% dari harga faktur. Biaya
tersebut dibayar oleh PT Anda. Tarif bea masuk 10% dari CIF, Pungutan lain
yang sah di daerah Pabean adalah Rp. 10.000.000. Kurs yang ditetapkan oleh
menteri keuangan pada saat itu adalah USD1=Rp. 14. 500, sedangkan kurs BI
adalah USD1=Rp.14.540. hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar oleh PT Anda.

PPh Pasal 22 dihitung sebagai berikut.

1. Menghitung nilai impor


- Harga faktur (cost) USD 100.000
- Biaya asuransi (insurance): 0,5%x100.000 USD 500
- Biaya angkut (freight): 10%x100.000 USD 10.000 +
CIF (cost, insurance, freight) USD 110.500
Bea masuk: 10% x CIF USD 11.050 +
Nilai Impor USD 121.550
Nilai impor (Rp) USD 121.550 x Rp 14.500 Rp 1.762.475.000
Pemungutan lain yang sah didaerah pabean Rp 10.000.000 +
Nilai Impor (NI) Rp 1.772.475.000
2. Menghitung PPh Pasal 22 Impor
10% x Rp 1.772.475.000 Rp 177.247.500

Contoh 1.b.
PT Bunda tidak menggunakan API. Pada desember 2018 melakukan impor barang
tas olahraga dari Negara Zimbabwe dengan harga faktur USD 100.000. biaya
asuransi dan biaya angkut pengapalan barang dari Negara x ke dalam daerah
pabean masing-masing sebesar 2% dan 6% dari harga faktur. Biaya tersebut
dibayar oleh PT bunda. Tariff bea masuk dan bea masuk tambahan masing-
masing 10% dan 20% dari CIF. Pungutan lain yang sah di daerah pabean adalah
Rp 10.000.000 kurs yang ditetapkan oleh menteri keuangan pada saat itu adalah

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 20


USD1=Rp 14.500 sedangkan kurs BI adalah USD1= Rp 14.540. hitung PPh Pasal
22 yang harus dibayar oleh PT bunda.

1. Menghitung nilai impor


- Harga faktur (cost) USD 100.000
- Biaya asuransi (insurance): 2%x100.000 USD 2.000
- Biaya angkut (freight): 6%x100.000 USD 6.000 +
CIF (cost, insurance, freight) USD 108.000
Bea masuk: 10% x CIF USD 10.800
Bea masuk tambahan: 20%x CIF USD 21.600 +
Nilai Impor USD 140.400
Nilai impor (Rp) USD 140.400 x Rp 14.500 Rp 2.035.800.000
Pemungutan lain yang sah didaerah pabean Rp 10.000.000 +
Nilai Impor (NI) Rp 2.045.800.000
2. Menghitung PPh Pasal 22 Impor
7,5% x Rp 2.045.800.000 Rp 153.435.000

Contoh 1.c.
PT ceria menggunakan Api dalam melakukan impor barang. Pada januari 2019
melakukan impor kedelai dari Zimbabwe dengan harga faktur USD 30.000, biaya
asuransi dan biaya angkut pengapalan barang dari Negara Zimbabwe ke pabean
masing-masing sebesar 0,5% dan 15% dari harga faktur. Biaya tersebut dibayar
oleh PT ceria, tariff bea masuk 10% dari CIF. Kurs yang ditetapkan oleh menteri
keauangan pada saat itu adalah USD1=Rp 13.570, sedangkan kurs BI adalah
USD1=Rp 14.533. hitung PPh pasal 22 yang harus dibayar oleh PT ceria

1. Menghitung nilai impor


- Harga faktur (cost) USD 30.000
- Biaya asuransi (insurance): 2%x100.000 USD 150
- Biaya angkut (freight): 6%x100.000 USD 5.500 +
CIF (cost, insurance, freight) USD 34.650
Bea masuk: 10% x CIF USD 3.465 +
Nilai Impor USD 38.115

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 21


Nilai impor (Rp) USD 38.115 x Rp 13.570 Rp 517.220.5500
Menghitung PPh Pasal 22 Impor
0,5% x Rp 517.220.5500 Rp 2.586.103

Contoh 1.d.
Pada januari 2019 PT dinda melakukan impor barang elektronik. Barang yang
diimpor sebanyak 100 unit dengan harga faktur USD 900 per unit. Biaya asuransi
dan biaya angkut pengapalan barang dari Zimbabwe ke daerah pabean masing-
masing sebesar 5% dan 10% dari harga faktur. Biaya tersebut dibayar oleh PT
dinda. Tariff bea masuk 20% dari CIF. Kurs yang ditetapkan oleh menteri
keuangan pada saat itu adalah USD1=Rp 13.570 sedangkan kurs BI adalah
USD1=14.533. hitung PPh Pasal 22 yang harus dibayar oleh PT dinda.

1. Menghitung nilai impor


- Harga faktur (cost) USD 90.000
- Biaya asuransi (insurance): 2%x100.000 USD 4.500
- Biaya angkut (freight): 6%x100.000 USD 9.000 +
CIF (cost, insurance, freight) USD 103.500
Bea masuk: 10% x CIF USD 10.350 +
Nilai Impor USD 113.850
Nilai impor (Rp) USD 113.850 x Rp 13.570 Rp 1.544.944.500
Menghitung PPh Pasal 22 Impor
2,5% x Rp 1.544.944.500 Rp 38.623.613

Contoh 2
PT Endra merupakan eksportir komoditas tambang batubara. Pada Januari 2019
melakukan ekspor bubuk mika ke Negara Y dengan nilai ekspor sebesar
USD200.000. Kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada saat itu adalah
USDI = Rp13.750, sedangkan Kurs BI adalah USDI = Rp14.5333. Hitung PPh
Pasal 22 tang harus dibayar oleh PT Endra.

Dasar Pengenaan Pajak = nilai ekspor USD 200.000


Nilai impor (dalam rupiah): USD 200.000xRp 13.570 Rp 2.714.000.000

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 22


Besarnya PPh Pasal 22
1,5% x Rp 2.714.000.000 Rp 40.710.000

Contoh 3.a
Pada 1 April 2019, Dinas Perhubungan membeli mebel dan peralatan kantor
lainnya dari Perdana Furniture senilai Rp 220.000.000 (termasuk PPN 10%).
Pembayaran dilakukan dengan uang persediaan.
PPh Pasal 22 yang dipungut olehbendaharawan dinas tersebut pada saat
pembayaran dihitung sebagai berikut.
Dasar pegenaan pajak: (100/110) x Rp 220.000.000 Rp 200.000.000
Besarnya PPh Pasal 22
1,5% x Rp 200.000.000 Rp 3.000.000

Contoh 3.b
Pada 20 April 2019, Dinas Pekerjaan Umum membeli peralatan senilai Rp
962.500.000 (termasuk PPN 10%) dari PT Nagata. Sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di wilayah tersebut, untuk pembelian dengan nil;ai diatas Rp 200.000.000
dilakukan dengan cara mekanisme langsung, yaitu pembayaran dilakukan oleh
bendahara umum daerah dalam hal ini Badan Pengelolaan Pendapatan Keuangan
dan Aset Daerah langsung kepada PT Nagata.
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendaharawan dinas tersebut pada saat
pembayaran dihitung sebagai berikut
Dasar pegenaan pajak: (100/110) x Rp 962.500.000 Rp 875.000.000
Besarnya PPh Pasal 22
1,5% x Rp 875.000.000 Rp 13.125.000

Contoh 3.c
Pada tanggal 2019, Dinas Pendidika dan Olahraga melakukan pembelian barang
mewah sebanyak 10 unit dengan harg aper unit Rp 3.900.000.000 (termasuk PPN
10% dan PPnBM 20%).
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendaharawan dinas tersebut pada saat
pembayaran dihitung sebagai berikut.

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 23


Dasar pegenaan pajak: (100/130) x Rp 3.900.000.000 Rp 3.000.000.000
Besarnya PPh Pasal 22
1,5% x Rp 3.000.000.000 Rp 4.500.000.000

Contoh 3.d
Pada 25 April 2019,Dinas Koperasi dan UMKM melakukan pembelian alat tulis
kantor dar Toko Putih senilai Rp 2.200.000 (termasuk PPN 10%).
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendaharawan dinas tersebut pada saat
pembayaran dihitung sebagai berikut.
Dasar pegenaan pajak: (100/110) x Rp 2.200.000 Rp 2.000.000
Dasar pengenaan pajak tidak melebihi Rp. 2.000.000 maka atas transaksi ini tidak
dikenakan PPh Pasal 22

Contoh 3.e
Pada 26 April 2019, Bagian Umum Setda Kab. X melakukan pembelian snack
dari Toko Jajan Pasar sebanyak 200 kotak dengan harga Rp 20.000 per kotak (tida
termasuk PPN). Toko Jajan pasar tidak memiliki NPWP.
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh bendaharawan Bagian Umum Setda tersebut
pada saat pembayaran dihitung sebagai berikut.
Dasar pegenaan pajak: 200 x Rp 20.000 Rp 4.000.000
Besarnya PPh Pasal 22
1,5% x Rp 4.000.000 Rp 60.000
Tambahan karena tidak memiliki NPWP
100% x 1,5% x Rp 4.000.000 Rp 60.000 +
Rp 120.000

Contoh 4.a
PT bank BNI merupakan salah satu BUMN. Pada Januari 2019, melakukan
pembayaran kepada PT Bahtera Motor atas pembelian kendaraan sebanyak 14
unit dengan harga Rp 220.000.000 per unit. Harga ini termasuk PPN 10%.
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh PT Bank BNI pada saat pembayaran dihitung
sebagai berikut.

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 24


Nilai transaksi pembelian 14 x Rp 220.000.000 Rp 3.080.000.000
Dasar pengenaan pajak (100/110) x Rp 3.080.000.000 Rp 2.800.000.000
PPh Pasal 22 1,5 % x Rp 2.800.000.000 Rp 42.000.000

Contoh 4.b
PT Indonesia power merupakan salah satu badan usaha yang dimiliki langsung
oleh BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut pajak. Pada maret 2019 melakukan
pembayaran kepada PT edoluxary atas pembelian barang tergolong mewah
dengan tariff 10%. Harga barang senilai Rp 24.000.000.000. harga ini termasuk
PPN 10% dan PPnBM 10%. PPh Pasal 22 yang dipugut oleh PT indonesia power
pada saat pembayaran dihitung sebagai berikut
Nilai transaksi pembelian Rp 24.000.000.000
Dasar pengenaan pajak (100/120) x Rp. 24.000.000.000 Rp 20.000.000
PPh Pasal 22 1,5% x Rp 20.000.000 Rp 300.000.000

Contoh 4.c
PT pupuk kujang merupakan salah satu badan usaha yang dimiliki langsung oleh
BUMN yang ditunjuk sebagai pemungut pajak. Pada maret 2019 melakukan
pembayaran kepada PT anaconda atas pembelian bahan keperluan industry senilai
Rp 10.800.000 harga barang termasuk PPN 10%. PPh pasal 22 yang dipungut
oleh PT pupuk kujang pada saat pembayaran dihitung sebagai berikut
Nilai transaksi pembelian Rp 10.800.000
Dasar pengenaan pajak (100/110) x Rp. 10.800.000 Rp 9.545.455
Dasar penggunaan pajak tidak melebihi Rp 10.000.000 maka atas transaksi ini
tidak dikenakanPPh pasal 22.

Contoh 5
PT bima merupakan importer bahan bakkar inyak. Pada bulan juni 2019
melakukan impor senilai Rp 2.000.000.000. pada bulan juli 2019 menjual
sebagian bahan bakar minyak senilai Rp 1.700.000.000 kepada PT dua motor.
PPh pasal 22 atas penjualan tersebut dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan dari bahan Rp 1.700.000.000

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 25


bakar minyak yang diimpor
Dasar pengenaan pajak Rp. 1.700.000.000
PPh pasal 22 0,3% x Rp 1.700.000.000 Rp 5.100.000
PT dua motor bukan perusahaan penyalur/agen maka PPh yang dipungut tidak
bersifat final.

Contoh 6.a
PT semen padang pada mei 2019 menjual hasil produksi berupa semen ke CV
bangun (salah satu distributor) degan total harga sebesar Rp 340.000.000. harga
tersebut tidak termasuk PPN. PPh pasal 22 atas penjualan tersebut dihitung
sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan Rp 340.000.000
Dasar pengenaan pajak = nilai transaksi penjualan Rp 340.000.000
PPh Pasal 22 0,25% x Rp 340.000.000 Rp 850.000

Contoh 6.b
PT cahaya dunia paper pada mei 2019 menjual kertas hasil produksi kertas ke CV
merah jaya (salah satu distributor) dengan total harga sebesar Rp 880.000.000.
harga tersebut sudah termasuk PPN 10%. PPh Pasal 22 atas penjualan tersebut
dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan Rp 880.000.000
Dasar pengenaan pajak (100/110) x Rp 715.000.000 Rp 650.000.000
PPh pasal 22 0,3% x Rp 650.000.000 Rp 1.950.000

Contoh 6.c
PT beton jaya merupakan perusahaan yang bergerak dibidang pencetakan plat
baja. Pada juni 2019 melakukan penjualan kredit sebesar Rp 715.000.000
termasuk PPN 10%. Penjualan ditujukan kepada beberapa distributor dalam
negeri. PPH pasal 22 atas penjualan tersebut dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan Rp.715.000.000
Dasar pengenaan pajak (100/110) x Rp 715.000.000 Rp 650.000.000
PPh pasal 22 0,3% x Rp 650.000.000 Rp 1.950.000

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 26


Contoh 6.d
PT Toyota motor merupakan industry otomotif. Pada juni 2019 melakukan
penjualan sebanyak 2.500 unit kendaraan roda dua dengan total nilai Rp
57.200.000.000 termasuk PPN 10%). Penjualan ditunjukan kebeberapa
distributor. PPh pasal 22 atas penjualan tersebut dihitung sebagai berikut
Nilai transaksi penjualan Rp 57.200.000.000
Dasar pengenaan pajak (100/110) x Rp 57.200.000.000 Rp 52.000.000.000
PPh pasal 22 0,45% x Rp 52.000.000.000 Rp 234.000.000

Contoh 6.e
PT bio farma salah satu perusahaan farmasi pada juli 2019 melakukan penjualan
hasil produksi kepada salahsatu distributor senilai Rp 825.000.000 termasuk PPN
10%
PPh pasal 22 atas penjualan tersebut dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan Rp 825.000.000
Dasar pengenaan pajak (100/110) x Rp 825.000.000 Rp 750.000.000
PPh pasal 22 0,3% x Rp 52.000.000.000 Rp 234.000.000

Contoh 7
PT astra salah satu ATPM pada mei 2019 melakukan penjualan kendaraan
bermotor senilai Rp 1.100.000.000 termasuk PPN.
PPh pasal 22 atas penjualan tersebut dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan Rp 1.100.000.000
Dasar pengenaan pajak (100/110) x Rp 1.100.000.000 Rp 1.000.000.000
PPh pasal 22 0,45% x Rp 1.000.000.000 Rp 4.500.000

Contoh 8
PT salaka adalah produsen makanan olahan dari salak. Pada juni 2019 melakukan
pembelian 5 ton salak dengan harga Rp 5000 per kg dari tuan reza. Tuan reza
merupakan pedagang pengumpul dan tidak memiliki NPWP.
PPh pasal 22 atas penjualan tersebut dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan 5 x 1000 x Rp 5000 Rp 25.000.000

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 27


Dasar pengenaan pajak = nilai transaksi pembelian Rp 25.000.000
PPh pasal 22 0,25% x Rp 25.000.000 Rp 62.500
Tuan reza tidak memiliki NPWP sehingga
100% x Rp 62.500 Rp 62.500 +
Rp 125.000

Contoh 9
Pada juni 2019 PT ABC melakukan pembelian batubara dari pak ipung senilai Rp
90.000.000.000. pak ipung salah satu pemegang izin usaha pertambangaan di
Balikpapan.
PPh pasal 22 atas penjualan tersebut dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan Rp 90.000.000.000
Dasar pengenaan pajak = nilai transaksi pembelian Rp 90.000.000.000
PPh pasal 22 1,5% x Rp 90.000.000.000 Rp 1. 350.000.000

Contoh 10
PT antar merupakan badan usaha yang melakukan penjualan emas batangan di
dlam negeri senilai Rp 1.200.000.000.
PPh pasal 22 atas pembelian tersebut dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi penjualan Rp 1.200.000.000.000
Dasar pengenaan pajak = nilai transaksi pembelian Rp 1.200.000.000.000
PPh pasal 22 0,45% x Rp 1.200.000.000.000 Rp 5.400.000

Contoh 11
PT kuantum perusahaan property yang melakukan penjualan hunian mewah.
Februari 2019 melakukan penjualan apartemen sebanyak 10 kavling dengan
harga Rp 6.050.000.000 per kavling. Harga termasuk PPN 10%.
PPH pasal 22 atas pembelian tersebut dihitung sebagai berikut.
Nilai transaksi pembelian 10x Rp 6.050.000.000 Rp 60.050.000.000
Dasar pengenaan pajak (100/110) x Rp 60.050.000.000 Rp 55.000.000.000
PPh pasal 22 5% x Rp 55.000.000.000 Rp 2.750.000.000

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 28


BAB III
KESIMPULAN

PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan atas pembelian


barang, impor barang dan pembelian / penjualan barang di bidang usaha
tertentu. Oleh karena itu yang dikenakan pemungutan PPh pasal 22 adalah
pemasok barang kepada pemerintah, importer, dan pemasok / pembeli barang
dari badan – badan tertentu.
Objek (Penghasilan yang dikenakan pajak) PPh Pasal 22 adalah suatu
kegiatan. Kegiatan yang dimaksud meliputi impor barang, ekspor barang
tertentu, penjualan barang tertentu atau penjualan kepada pembeli tertentu.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tanggal 31
Desember 2008 juga mengatur tentang wajib pajak badan tertentu sebagai
pemungut PPh pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat
mewah yaitu wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah, diantaranya :
1. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00
(Dua Puluh Miliar Rupiah)
2. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari
Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah)
3. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih
dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah) dan luas bangunan
lebih dari 500 m2
4. Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah)
dan/atau bangunan lebih dari 400 m2
5. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang
berupa sedan. Jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose vehicle
(MPV), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari
Rp5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah) dan dengan kapasitas silinder
lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan
PPnBM.

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 29


DAFTAR PUSTAKA

Adriani . 2014. Teori Perpajakan, Jakarta: Salemba Empat.


Burton, B, Ilyas . 2013. Hukum Pajak, Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat.
Pohan, Chairil Anwar. 2014. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Resmi, Siti 2009. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.
Waluyo. 2007. Perpajakan Indonesia. Jakarta : Salemba Empat

PERPAJAKAN II (PPH PASAL 22) 30

Anda mungkin juga menyukai