DISUSUN OLEH :
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 20
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat kemurahan-Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang
diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas “Transfer Pricing pada PT ADARO
INDONESIA (PT Adaro Energy Tbk)”, yang mana dalam memuhi Tugas mata kuliah
Perencanaan Pajak.
Makalah ini dibuat dalam rangka menganalisis kasus Trancer Pricing yang
terjadi pada Perusahaan Multinasional pada perusahaan pertambangan batubara PT
ADARO INDONESIA.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yaitu Dwi
Husiano Mangindaan SE., M.Ak sebagai dosen mata kuliah Perencanaan Pajak. Untuk
itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan karya tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat
selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan
terbuka menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.
Kelompok 2
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
mempertahankan dan menumbuhkankembangkan pangsa pasar ekspor dan
impor berbagai negara.
Fenomena perusahaan multinasional dalam ekspansinya cenderung
mengoperasikan usahanya secara desentralisasi dan melaksanakan konsep cost
revenue profit dan corporate profit center concepts, yang dapat mengukur dan
menilai kinerja dan motivasi setiap divisi/unit yang bersangkutan dalam rangka
mencapai tujuan perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut antara lain
digunakan sistem harga transfer atau transaksi transfer pricing. Transfer pricing
multinasional berhubungan dengan transaksi antar divisi dalam satu unit hukum
(entitas) atau antar entitas dalam satu kesatuan ekonomi yang meliputi berbagai
wilayah kedaulatan negara.
Jadi dalam hal ini kami akan sedikit membahas mengenai kasus transfer
pricing yang dilakukan dan terjadi pada PT Adaro Indonesia yang sudah
terungkap dihadapan publik pada tahun 2008, namun belum jelas mengenai
tuntutan hukum dan proses peradilan untuk Wajib Pajaknya.
2
1.3. Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang:
1. Untuk memenuhi tugas paper/makalah Perencanaan Pajak
2. Untuk mengetahui kasus transfer pricing yang terjadi pada PT Adaro
Indonesia.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
utama Adaro Energy) melibatkan tiga tambang: Tutupan, Wara dan Paringin.
Batu bara yang diproduksi di tambang-tambang ini sebagian besar disuplai ke
pembangkit-pembangkit tenaga listrik kelas tinggi baik di Indonesia maupun di
seluruh dunia. Adaro Energy juga memiliki aset-aset pertambangan di Sumatra
Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.
Perusahaan ini, yang memulai kegiatan komersilnya di Indonesia pada
tahun 1992, adalah salah satu dari lima eksportir tebesar untuk pengiriman batu
bara termal dunia via laut dan suplier terbesar untuk pasar domestik Indonesia.
Adaro Energy menghasilkan batu bara tipe sub-bituminous yang dikenal dengan
nama Envirocoal. Batu bara jenis ini memiliki kualitas tinggi, tingkat polutan
rendah yang mengandung sangat sedikit abu, NOx dan sulphur, dan memiliki
nilai panas menengah ke bawah dari 4.000 kilocalorie/kilogram (kcal/kg) ke
5.000 kcal/kg dalam basis gross as received (GAR). Karena industri
pertambangan batubara telah diterpa harga batubara rendah sejak akhir tahun
2000-an, Adaro Energy semakin terfokus pada sektor pembangkit listrik melalui
pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara. Mengingat perusahaan ini
mempunyai akses ke cadangan batu bara yang besar dan permintaan Indonesia
untuk listrik makin naik, segmen bisnis pembangkit listrik diharapkan menjadi
aset berharga bagi Adaro Energy karena menyediakan pendapatan dan arus kas
yang stabil, mengimbangi dampak negatif dari harga batu bara yang volatil.
Adaro Energy menghasilkan batubara yang lebih ramah lingkungan
karena konten sulfur, nitrogen dan debunya yang rendah. Batubara ini dijual
secara global dengan nama Envirocoal. Sekitar 25% produksinya dikonsumsi
oleh pasar domestik, terutama untuk pembangkit-pembangkit listrik tenaga
batubara. Pasar-pasar ekspor yang besar untuk batubara Adaro Energy adalah
India, Spanyol, Jepang, Korea Selatan dan Republik Rakyat Tionghoa (RRT).
Adaro Energy mengontrol (atau memiliki opsi pada) sumber batubara kira-kira
sebesar 12,8 miliar ton, termasuk cadangan batubara sebesar 1,1 miliar ton.
Target perusahaan untuk produksi batubara di masa mendatang adalah sekitar 80
juta ton per tahun. Selain cadangan batu baranya, Adaro memiliki berbagai aset
lain untuk mendukung operasinya, seperti jalan untuk transportasi jauh
sepanjang 75 kilometer yang menghubungkan lokasi pertambangan dengan
5
fasilitas peremukan di Kelanis (Kalimantan) dan juga sebuah terminal batubara
di Pulau Laut. Dan - melalui sebuah anak perusahaan - Adaro Energy memiliki
armada kapal pertambangan penuh.
6
Secara umum ada beberapa faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk
melakukan transfer pricing diantaranya :
- Pajak
- Stuktur Kepemilikan
- Exchange rate
- Laverage
Dalam kasus PT.Adaro Indonesia yang kami amati terdapat beberapa alasan
yang mempengaruhi perusahaan melukan transfer pricing ialah :
7
2.3 Awal Mula Kasus Penggelapan Pajak yang dilakukan PT Adaro Indonesia.
Dikutip dari berita harian kompas.com pada hari Rabu tanggal 9 Juli
2008, PT Adaro Indonesia dilaporkan oleh Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) ke
Mabes Polri dengan tuduhan telah melakukan penipuan saat melakukan
penawaran saham (IPO). Disamping itu, diduga juga telah melakukan upaya
penggelapan pajak. Menurut keterangan Koordinator Maki Boyamin Saiman, PT
Adaro Energy saat IPO mencantumkan saham Dianlia di Adaro dan IBT sebesar
4,57 persen dan 7,14 persen. Hal ini bertentangan dengan klaim tim kuasa
hukum Beckkett, Pte Ltd yang dimuat Kompas tgl 8 Juli 2008 yang menyatakan
jumlah sebesar 51persen dan 40 persen. Dengan demikian PT Adaro dapat
dikategorikan dalam dugaan melakukan penipuan. Ia menyembunyikan data
yang sebenarnya, sehingga investor pembeli saham dapat dirugikan ketika
saham yang dibelinya tidak bernilai akibat sengketa hukum. Ini melanggar pasal
472 KUHP. Selain melapor ke Mabes Polri, MAKI juga mengirim surat
bernomor 84/MAKI/VII/ 2008 ke Bapepam-LK. Mereka minta Bapepam-LK
menghentikan proses IPO Adaro. Apabila hal ini diabaikan, maka mereka akan
menempuh segala proses hukum yang diperlukan.
Perusahaan yang punya cadangan batubara mencapai 928 juta ton dengan
luas pertambangan 34.940 hektare ini sebelumnya dimiliki konglomerat Sukanto
Tanoto. Tapi, akibat dijaminkan ke Deutcshe Bank, perusahaan itu belakangan
dibeli konsorsium pengusaha Indonesia dengan harga murah. Konsorsium itu, di
antaranya Edwin Soryadjaya, Sandiaga S Uno, Teddy Rachmat, dan Boy
Garibaldi Thohir yang kini jadi Dirut PT Adaro Indonesia.
Lalu pada tanggal 14 Juli 2008, mengutip dari harian kompas.com,
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menuding PT Adaro Energy Tbk
telah melakukan manipulasi untuk menggelapkan pajak negara. Jumlahnya
diperkirakan mencapai Rp 2 triliun. Disamping itu MAKI juga menuding Adaro
melakukan manipulasi saat proses penawaran saham (IPO). Modus manipulasi
penggelapan pajak yang dilakukan PT Adaro, menurut Boyamin, yakni menjual
batu bara jauh di bawah harga pasaran. Penjualan dilakukan kepada salah satu
anak perusahaan Adaro sendiri yang ada di Singapura. Baru kemudian anak
perusahaan Adaro yang ada di Singapura ini menjualnya kembali ke pasar
8
internasional sesuai dengan harga pasaran. Menurut Boyamin, dengan modus
seperti itu, Adaro mendapat keuntungan berlipat-lipat lewat anak
perusahaannnya. Sesuai ketentuan UU Pertambangan, Adaro mempunyai
kewajiban membayar pajak pertambangan batu bara sebesar 40 persen dan dana
kompensasi sebesar 13,5 persen. Pemerintah hanya mewajibkan pajak itu sesuai
dengan harga penjualan.
Setelah itu lalu kasus PT. Adaro ini mencuat akibat pertarungan
konglomerat Sukanto Tanoto dengan Edwin Soeradjaya Cs. Dari situlah muncul
dugaan PT.Adaro Indonesia menjual batubara di bawah harga pasar kepada
perusahaan afiliasinya di Singapura Coaltrade Services International Pte, Ltd
pada 2005 dan 2006. Sedangkan oleh Coaltrade, batubara itu dijual lagi ke pasar
sesuai harga pasaran internasional. Hal ini dimaksudkan guna menghindari
pembayaran royalti dan pajak yang harusnya dibayarkan ke kas negara. Dalam
dokumen laporan keuangan Coaltrade pada 2002-2005, terlihat laba Coaltrade
lebih tinggi dari Adaro. Laporan keuangan, tersebut menimbulkan kecurigaan,
bagaimana mungkin Adaro yang memiliki tambang kalah dengan trader.
Ditambah lagi soal informasi terkait permohonan Mezzanine Facility PT Adaro
Maret 2007serta Bond Issuance Prospectus Adaro tahun 2005. Selain itu, kasus
transfer pricing Adaro muncul seiring meroketnya harga jual batubara di pasar
internasional. Sejumlah perusahaan pertambangan nasional diduga menjual batu
bara lebih murah melalui perusahaan terafiliasi di Singapura untuk dijual
kembali ke pasar internasional.
Boyamin menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan Adaro tidak akan
bisa terjadi jika tidak ada bantuan dari pihak luar, yaitu Bapepam dan BKPM.
Untuk mengungkap kasus ini, MAKI meminta polisi melakukan penelusuran
pengucuran kredit terhadap Adaro.
9
harga batubara pasaran Internasional) kepada perusahaanya coaltrade service
international Pte. Ltd asal Singapure.
Tujuh tahun silam, Adaro melakukan perjanjian dengan Coaltrade
Services International Pte Ltd, sebuah perusahaan kertas (paper company) di
Singapura. Perjanjian itu menyatakan bahwa Adaro menjual batubara per tahun
dengan harga tertentu, di bawah harga yang berlaku di pasar. Coaltrade lalu
menjualnya dengan harga internasional. Yang dijual bukan sembarang batubara,
melainkan batubara bermutu tinggi.
Dikutip dari laman kompas.com, Boyamin mengungkapkan pajak yang
dibayar Adaro ke pemerintah itu hanya 40 persen plus 13,5 persen dari 23 dolar
per ton. Padahal seharusnya, jika tidak ada akal-akalan seperti itu, Adaro
berkewajiban membayar kepada pemerintah 40 persen plus 13,5 persen dari 100
dolar per ton. Jadi dugaan penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Adaro
Indonesia adalah sebesar Rp 2 triliun namun itupun hanya perkiraan kecil. Bisa
jadi lebih dari itu. Hal ini terjadi karena PT Adaro Indonesia menjual dengan
harga murah kepada Coaltrade Services International Pte. Ltd. Atas perbutan
tersebut PT Adaro Indonesia diduga telah melakukan penggelapan pajak dengan
cara transfer pricing kepada perusahaanya Coaltrade Services International Pte.
Ltd asal Singapura.
Namun setelah ditelusuri lagi, Pada tahun 2005, Adaro menjual batubara
ke perusahaan Coaltrade dari Singapura sebesar US$26 per ton, sementara harga
pasar US$48 per ton. Sedangkan pada 2006, Adaro menjual batubara ke
Coaltrade US$29 per ton, sementara harga internasional mencapai US$40 per
ton. Dengan volume penjualan 2005 mencapai 26 juta ton lebih dan 2006
mencapai 34 juta ton, terdapat selisih antara harga jual ke Coaltrade dan harga
jual internasional masing-masing US$589,9 juta (Rp5,8 triliun dengan kurs rata-
rata 2005 sebesar Rp9.800/US$) tahun 2005 dan US$363,1 juta (Rp3,3 triliun
dengan kurs rata-rata 2006 Rp9.096/US$) tahun 2006.
Jika dihitung berdasarkan harga pasar, total pendapatan pada 2005
mestinya berjumlah US$ 1,287 miliar dan 2006 US$ 1,371 miliar. Berarti, ada
selisih penjualan Adaro dengan penjualan berdasarkan harga pasar. Jika
10
dirupiahkan mencapai Rp 9,121 triliun. Belum lagi kerugian Negara dari potensi
royalty 13,5% yang nilai berkisar Rp. 1,231 triliun.
Akibat transfer pricing yang terjadi pada tahun 2005-2006 lalu
diperkirakan ada Rp 9 triliun dari hasil penjualan yang disembunyikan. Sehingga
kerugian negara terkait pajak dan royalti diperkirakan mencapai Rp 4-5 triliun.
Royalti adalah nilai yang harus dibayar sesuai harga jual. Adanya dugaan
transfer pricing yang memperkecil nilai jual mengakibatkan royalti yang harus
dibayarkan otomatis juga turun.
11
2.6 Metode Transfer Pricing yang digunakan oleh PT Adaro Indonesia
Ada beberapa metode Penentuan Harga Transfer yang dapat diterapkan
oleh Wajib Pajak yaitu :
a. Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (Comparable
Uncontrolled Price/CUP).
Adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan
membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak
yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga dalam transaksi yang
dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
dalam kondisi atau keadaan yang sebanding.
b. Metode harga penjualan kembali (Resale Price Method/RPM).
Adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan
membandingkan harga dalam transaksi suatu produk yang dilakukan antara
pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga jual
kembali produk tersebut setelah dikurangi laba kotor wajar, yang
mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan kembali produk
tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau
penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar.
c. Metode biaya-plus (Cost Plus Method/CPM).
Adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan
menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang
sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari
transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
d. Metode pembagian laba (Profit Split Method/PSM).
Adalah metode Penentuan Harga Transfer berbasis laba transaksional
(transactional profit method) yang dilakukan dengan mengidentifikasi laba
gabungan atas transaksi afiliasi yang akan dibagi oleh pihak-pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa tersebut dengan menggunakan dasar yang
dapat diterima secara ekonomi yang memberikan perkiraan pembagian laba
12
yang selayaknya akan terjadi dan akan tercermin dari kesepakatan antar
pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa.
e. Metode laba bersih transaksional (Transactional Net Margin
Method/TNMM).
Adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan
membandingkan persentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap
penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara
pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan persentase laba
bersih operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih
operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak
yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa lainnya.
Dilihat dari kasus PT Adaro yang telah dipaparkan sebelumnya, metode
transfer pricing yang diterapkan oleh PT Adaro Indonesia adalah Metode
Perbandingan Harga Antar Pihak yang Independen/Tidak Mempunyai Hubungan
Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP).
2.7 Kendala yang Dihadapi oleh DJP dalam kasus Transfer Pricing PT Adaro
Indonesia.
Kewenangan yang dimiliki oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak untuk
menentukan kembali besarnya penghasilan dan biaya dari transaksi antara pihak-
pihak yang memiliki hubungan istimewa membuat Dirjen Pajak berwenang
untuk melakukan koreksi atas harga transaksi dengan harga pasar wajar pada
saat terjadinya transaksi. Yang dimaksud dalam hubungan istimewa di sini
yaitu : Hubungan Kepemilikan, Hubungan Penguasaan, atau Hubungan Darah
atau Perkawinan sesuai dengan yang diatur dalam pasal 18 ayat (4) Undang-
Undang Pajak Penghasilan (UU PPh).
Dengan demikian setiap Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan
pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa wajib menerapkan Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm's Length Principle). Salah satu cara yang
dapat dilakukan untuk menerapkan Arm's Length Principle yaitu dengan
menentukan metode Penentuan Harga Transfer yang tepat.
13
Simpulan DJP bahwa PT Adaro Indonesia melakukan transfer pricing
guna penghindaran pajak tidak sepenuhnya dibantah PT Adaro Indonesia karena
memang benar PT Adaro melakukan transfer pricing, namun cara yang
dilakukan oleh PT Adaro telah menyalahi aturan yang telah ditetapkan sehingga
muncul dugaan kasus penggelapan pajak. Dalam sidang di Pengadilan Pajak,
transfer pricing yang dilakukan oleh PT Adaro Indonesia telah menyimpang dari
ketentuan perpajakan yang berlaku.
Penentuan besarnya transfer price yang wajar memang sangat susah
untuk dilaksanakan. Permasalahan yang dihadapi oleh DJP terutama adalah
ketersediaan data pembanding untuk menentukan besar transfer price yang
wajar. Terhadap beberapa komunitas, seperti minyak mentah dan crude palm oil
(CPO), memang lebih mudah menentukan besarnya transfer price yang wajar,
karena datanya tersedia dan mudah diakses. Namun, sebagian besar produk
perusahaan-perusahaan multinasional susah dicari pembandingan karena setiap
produk mempunyai spesifikasi, fungsi, dan brand yang berbeda. Permasalahan
penentuan besarnya transfer price yang wajar tidak hanya dialami oleh DJP,
tetapi juga oleh otoritas-otoritas pajak negara lainnya di dunia.
14
Selain kasus transfer pricing, PT ADARO ENERGY Tbk pun terlilit
gugatan pengalihan saham yang dijaminkan ke Deustche Bank untuk
mendapatkan pinjaman US$ 100 juta. Berkaitan dengan itu, Direktorat Jenderal
Geologi dan Sumberdaya Mineral meminta direksi Adaro tidak melakukan
pengalihan saham sampai gugatan tersebut selesai. Sebelumnya, kuasa hukum
Beckkett Pte Ltd menuntut Bapepam-LK membatalkan penawaran umum saham
perdana (IPO) PT Adaro Energy Tbk, holding PT Adaro Indonesia. Tim kuasa
hukum Beckett berargumen, proses itu tidak layak karena kepemilikan saham PT
Adaro Indonesia masih dipersengketakan. Karena itu, pantaslah jika Bapepam
mengerem langkah Adaro untuk menjual sahamnya di lantai bursa. Sebab, jika
dugaan itu terbukti dan Adaro harus membayar, para investorlah yang akan
dirugikan.
Namun dugaan praktek transfer pricing (menjual di bawah harga pasar) PT
ADARO ENERGY Tbk diprediksi akan sulit terungkap. Pasalnya, hingga kini
Indonesia tidak punya standar harga batubara yang umum digunakan. Tidak
adanya standar harga menyebabkan sulit menentukan apakah harga yang
diberlakukan di bawah standar atau tidak. Demikian pernyatakan Ketua
Presidium Masyarakat Pertambangan Indonesia Herman Afif dalam jumpa pers
di gedung Eka Karma, Senin (7/1/2008). Ia mengatakan bahwa mereka tidak
memiliki standar harga batubara yang berlaku di pasar, jadi akan sulit untuk
penyelesaian kasus pada PT Adaro Indonesia ini.
Selain itu, menurut Herman, kontrak penjualan batubara biasanya dibuat
untuk jangka panjang. Jadi pengiriman saat ini bisa jadi berdasarkan kontrak
bertahun-tahun lalu. Dimana harga batubara belum setinggi sekarang. "Jadi
kalau dulu, beli dengan harga saat itu. Tapi kan siapa yang tahu kalau sekarang
harga batubara naik," katanya. Jadi kalau sekarang harga batubara naik,
merupakan risiko penjual. Sementara kalau harga batubara ternyata turun setelah
kontrak berjalan, itu merupakan risiko pembeli.
15
pidana perpajakan sesuai dengan UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), bahwa perbuatan kriminal pajak
akan dikenai sanksi pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling
tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Sebab masalah transfer pricing belum pernah diadili secara pidana, karena tujuan
pajak itu bukan menghukum orang tapi agar uang atau hak Negara tidak
dimanipulasi.
Akan tetapi kasus PT Adaro Indonesia ini dihentikan oleh Kejaksaan
Agung (Kejagung) karena tidak adanya bukti yang cukup untuk mengungkap
kasus transfer pricing yang dilakukan oleh PT Adaro ini. Tapi komisi VII DPR
tak surut langkah, diam-diam pansus gabungan dengan komisi XI DPR telah
disiapkan untuk mengungkap kasus ini. Seperti diungkapkan anggota Komisi
VII DPR dari FPAN, Alvin Lie, ia akan menggalang kekuatan di DPR untuk
mengusulkan dibentuknya Pansus Batubara.
Selanjutnya, Alvin mengatakan, BPK harus melakukan audit lanjutan.
Apabila ditemukan kerugian Negara maka langsung ditindak lanjuti oleh KPK
yang bisa memeriksa semua pengusaha yang diduga terlibat dalam proses
tersebut. Pansus gabungan dengan Komisi XI ini bertugas untuk membantu
proses penyelesaian kasus ini dalam hal pajak. Sedangkan, Komisi VII yang
akan menyelidiki proses penjualan tersebut.
16
kepada PT Adaro Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Direktur
Jenderal Pajak Robert Pakpahan memberikan langsung penghargaan tersebut
kepada Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk Garibaldi Thohir. Apresiasi dan
penghargaan tersebut diberikan sebagai salah satu Wajib Pajak (WP) pembayar
pajak terbesar. Garibaldi mengatakan bahwa sebagai perusahaan nasional, Adaro
berkomitmen untuk berkontribusi bagi pembangunan dan kemajuan ekonomi
Indonesia melalui pajak dan royalti.
Adaro pada 2017 telah memberikan kontribusi kepada negara senilai
total 774 juta dolar AS. Angka tersebut terdiri atas 346 juta dolar AS dalam
bentuk royalti dan 428 juta dolar AS dalam bentuk pajak. Selain itu, Dirjen
Pajak juga telah mengukuhkan Status Wajib Pajak (WP) terhadap anak
perusahaan, yakni PT Adaro Indonesia, sebagai WP dengan kriteria WP Patuh.
Untuk memenuhi syarat sebagai WP Patuh, serangkaian kriteria aturan yang
ketat dalam pelaporan pajak harus dipenuhi terlebih dahulu. Termasuk
kepatuhan terhadap pembayaran pajak dan laporan keuangan status wajar tanpa
pengecualian selama tiga tahun terakhir.
Apresiasi dan penghargaan diberikan kepada para wajib pajak besar yang
terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar di lingkungan
Kanwil DJP Wajib Pajak Besar. Dari semuanya, terdiri dari lima wajib pajak
KPP Wajib Pajak Besar Dua, enam wajib pajak dari masing-masing KPP Wajib
Pajak Besar Satu dan KPP Wajib Pajak Besar Tiga, dan 14 wajib pajak dari KPP
Wajib Pajak Besar Empat yang mendapatkan penghargaan atas kontribusinya
dalam pencapaian target penerimaan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar pada 2017.
Selain kontribusi yang besar, penghargaan juga diberikan dengan pertimbangan
bahwa para wajib pajak tersebut patuh terhadap peraturan perpajakan.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas bisa disimpulkan bahwa transfer pricing adalah
transaksi yang terjadi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa,
sehingga harga yang terjadi tidak bersifat arm’s length. Dalam hal ini, PT Adaro
Indonesia pun menerapkan transper pricing dalam perencanaan pajaknya. Tujuan
PT Adaro Indonesia menggunakan Transfer Pricing adalah untuk memfasilitasi
pada pemegang sagam untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya,
penghindaran pajak dan royalty, dan tidak adanya standar harga pasar batu bara
pasar Indonesia. PT Adaro Indonesia diduga melakukan modus manipulasi
penggelapan pajak yaitu menjual batu bara jauh di bawah harga pasar, dan
seharusnya perusahaan mempunyai kewajiban membayar pajak pertambangan
sebesar 40 persen dan kompensasi sebesar 13,5 persen dari penjualan. PT Adaro
Indonesia menjual batu bara kepada anak perusahaannya di Singapura
(Coaltrade Service International Pte. Ltd) dengan harga yang tidak wajar, yaitu
hanya menjual 23 dolar per ton yang dimana seharusnya dijual 100 dolar per ton.
Akibat transfer pricing ini diperkirakan ada Rp 9 triliun dari hasil penjualan
yang disembunyikan. Dan menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 4-5
triliun. Dalam proses sistem transfer pricing, PT Adaro menggunakan metode
perbandingan harga, dengan membandingkan harga antara harga yang diberikan
kepada pihak independen. Jika dibandingkan dengan harga pasar batu bara
secara internasional maka PT Adaro Indonesia telah melanggar UU perpajakan
si Indonesia yaitu Pasal 2 ayat (1) UU Perpajakan No. 11 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai yang mengatur tentang transaksi yang berhubungan dengan
transfer pricing. Dalam sidang di Pengadilan Pajak, transfer pricing yang
dilakukan oleh PT Adaro Indonesia telah menyimpang ari ketentuan perpajakan
yang berkaku, sehingga dikenai sanksi pidana perpajakan, sesuai dengan
18
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dalam Pasal 39, bahwa perbuatan
kriminal pajak akan dikenai sanksi pidana penjara paling lama 6 ( enam ) tahun
dan denda paling tinggi 4 ( empat ) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar. Akan tetapi kasus PT Adaro Indonesia ini dihentikan oleh
Kejaksaan Agung karena tidak adanya bukti yang cukup untuk mengungkap
kasus transfer pricing ini. Setelah terlibat dengan dugaan penggelapan pajak, PT
Adaro Indonesia mencoba memperbaiki sistem dan kinerja perusahaan agar citra
perusahaan tersebut menjadi baik lagi dimata publik. Pada tahun 2018 DJP
memberi penghargaan kepada PT Adaro karena telah memberikan kontribusi
kepada negara senilai total 774 juta dolar AS.
19
DAFTAR PUSTAKA
Rochmat Soemitro, Pajak dan Pembangunan, PT. Eresco, Bandung, 1974, hlm.
8.
https://www.academia.edu/5043574/Makalah_perpajakan
http://repository.unpas.ac.id/30289/4/6.%20BAB%20I.pdf
https://britama.com/index.php/2012/05/sejarah-dan-profil-singkat-adro/1/
https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/profil-perusahaan/adaro-
energy/item191
https://www.idnfinancials.com/id//ADRO/PT-Adaro-Energy-Tbk
https://news.kompas.com/read/2008/07/09/21333188/diduga.gelapkan.pajak.pt.a
daro.dilaporkan.ke.polisi
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/nasional/read/2008/07/14/222
13246/pt.adaro.dituding.gelapkan.pajak.rp.2.triliun
https://www.scribd.com/doc/249513799/Kasus-Harga-Transfer-Adaro
https://www.scribd.com/doc/52139531/Transfer-Pricing-Adaro
https://klikpajak.id/dimensi-transfer-pricing-dan-tujuan/
https://www.academia.edu/13061755/ANALISIS_KASUS_TRANSFER_PRICI
NG_PT._ADARO_INDONESIA
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-875957/dugaan-praktek-
transfer-pricing-adaro-sulit-dibuktikan-
https://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&id=197&list=1
https://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=1401&q=&hlm=47
20